12
TINJAUAN PUSTAKA Struktur Anatomi Otot Rangka Otot rangka (skeletal muscle) bertanggung jawab atas pergerakan tubuh secara sadar. Otot rangka disebut juga otot lurik (striated muscle) karena pengaturan filamennya yang tumpang tindih, sehingga memberikan sel-sel itu penampakan berlurik atau bergaris di bawah mikroskop. Sebuah otot terdiri atas berkas serat otot (sel-sel) bernukleus majemuk, yang masing-masing merupakan berkas miofibril (Campbell et al. 2004). Masing-masing miofibril terdiri atas beberapa tipe protein, yaitu; miosin, aktin, troponin, tropomiosin, titin, dan nebulin. Miosin merupakan protein motor dari miofibril. Pada otot lurik, sekitar 250 molekul miosin bersatu membentuk sebuah filamen tebal. Sementara aktin merupakan molekul protein yang membentuk filamen tipis. Filamen tebal dan tipis tersebut diatur dalam suatu unit kontraktil yang disebut sarkomer. Satuan fungsional yang disebut sarkomer ini memiliki beberapa elemen di dalamnya, yaitu suatu pita A yang gelap dan pita I yang terang yang tersusun selang-seling beraturan. Pusat pita A disebut zona H, kurang padat dibandingkan bagian lain dari pita. Sebuah pita A dibagi dua oleh garis M, sedangkan pita I dibagi dua oleh garis Z yang sangat sempit. Filamen tipis selain mengandung aktin juga mengandung tropomiosin dan kompleks troponin, keduanya merupakan protein yang mengatur kejadian kontraksi (the regulatory proteins). Kemudian titin yang membentang dari garis Z sampai ke daerah yang berdekatan dengan garis M, serta nebulin yang berada di sepanjang tepi filamen tipis dan menempel pada garis Z (Silverthorn 2009). Miofibril dikelilingi oleh struktur yang dibentuk membrana yang tampak dalam foto mikograf elektron sebagai vesikel dan tubulus. Struktur ini membentuk susunan sarkotubulus, yang dibentuk dari sistem T dan suatu retikulum sarkoplasma. Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril tersendiri. Ruang diantara dua lapisan sistem T merupakan suatu perluasan ruang ekstra sel. Retikulum sarkoplasma yang membentuk suatu tirai tidak teratur di sekeliling tiap fibril mempunyai sisterna terminalis yang membesar dalam kontak erat dengan

Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

  • Upload
    tranque

  • View
    255

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Anatomi Otot Rangka

Otot rangka (skeletal muscle) bertanggung jawab atas pergerakan tubuh

secara sadar. Otot rangka disebut juga otot lurik (striated muscle) karena

pengaturan filamennya yang tumpang tindih, sehingga memberikan sel-sel itu

penampakan berlurik atau bergaris di bawah mikroskop. Sebuah otot terdiri atas

berkas serat otot (sel-sel) bernukleus majemuk, yang masing-masing merupakan

berkas miofibril (Campbell et al. 2004).

Masing-masing miofibril terdiri atas beberapa tipe protein, yaitu; miosin,

aktin, troponin, tropomiosin, titin, dan nebulin. Miosin merupakan protein motor

dari miofibril. Pada otot lurik, sekitar 250 molekul miosin bersatu membentuk

sebuah filamen tebal. Sementara aktin merupakan molekul protein yang

membentuk filamen tipis. Filamen tebal dan tipis tersebut diatur dalam suatu unit

kontraktil yang disebut sarkomer. Satuan fungsional yang disebut sarkomer ini

memiliki beberapa elemen di dalamnya, yaitu suatu pita A yang gelap dan pita I

yang terang yang tersusun selang-seling beraturan. Pusat pita A disebut zona H,

kurang padat dibandingkan bagian lain dari pita. Sebuah pita A dibagi dua oleh

garis M, sedangkan pita I dibagi dua oleh garis Z yang sangat sempit. Filamen

tipis selain mengandung aktin juga mengandung tropomiosin dan kompleks

troponin, keduanya merupakan protein yang mengatur kejadian kontraksi (the

regulatory proteins). Kemudian titin yang membentang dari garis Z sampai ke

daerah yang berdekatan dengan garis M, serta nebulin yang berada di sepanjang

tepi filamen tipis dan menempel pada garis Z (Silverthorn 2009).

Miofibril dikelilingi oleh struktur yang dibentuk membrana yang tampak

dalam foto mikograf elektron sebagai vesikel dan tubulus. Struktur ini membentuk

susunan sarkotubulus, yang dibentuk dari sistem T dan suatu retikulum

sarkoplasma. Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana

serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril tersendiri.

Ruang diantara dua lapisan sistem T merupakan suatu perluasan ruang ekstra sel.

Retikulum sarkoplasma yang membentuk suatu tirai tidak teratur di sekeliling tiap

fibril mempunyai sisterna terminalis yang membesar dalam kontak erat dengan

Page 2: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

 

 

 

sistem T pada sambungan antara pita A dan I. Pada titik kontak ini, susunan

sistem T sentral dengan suatu sisterna retikulum sarkoplasma pada sisi manapun

telah membawa ke penggunaan istilah trias untuk menggambarkan sistem ini.

Sistem T berfungsi sebagai hantaran cepat potensial aksi dari membrana sel ke

semua fibril dalam otot (Ganong 1995). Secara keseluruhan struktur anatomi otot

rangka dapat dilihat pada Gambar 1 berikut;

Gambar 1 Anatomi otot rangka (Silverthorn 2009)

mitokondria

retikulum sarkoplasma

nukleus

sistem T

sarkolema

filamen tebal

filamen tipis

miofibril

sarkomerpita A

Garis Z Garis Z

pita I Garis M

Zona H

miofibril

Garis ZGaris ZGaris M

Garis Mfilamen tebal filamen tipis

molekul miosin rantai aktin

Page 3: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

 

 

 

Dasar Molekuler Mekanisme Kontraksi Otot Rangka

Ketika sebuah otot berkontraksi, panjang masing-masing sarkomer menjadi

berkurang, yaitu; jarak antara garis Z ke garis Z berikutnya menjadi lebih pendek.

Pada sarkomer yang berkontraksi, pita A tidak berubah panjangnya. Akan tetapi

pita I memendek dan zona H menjadi hilang. Peristiwa ini dapat dijelaskan

dengan model filamen luncur (sliding-filament model) pada kontraksi otot.

Menurut model ini, bukan filamen tipis dan bukan juga filamen tebal yang

berubah panjangnya ketika otot berkontraksi, melainkan filamen tersebut

meluncur di atas satu sama lain secara longitudinal. Sehingga derajat tumpang-

tindih filamen tipis dan tebal meningkat. Jika daerah tumpang-tindih itu

meningkat, baik bagian yang hanya ditempati oleh filamen tipis (pita I) maupun

bagian yang hanya ditempati oleh filamen tebal (zona H) harus berkurang

panjangnya (Campbell et al. 2004).

Peluncuran filamen tersebut didasarkan pada interaksi molekul aktin dan

miosin yang menyusun filamen tipis dan filamen tebal. Kepala miosin merupakan

pusat reaksi bioenergetik yang memberi energi untuk kontraksi otot. Kepala

miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisisnya menjadi ADP serta fosfat

anorganik. Energi yang dibebaskan dari pemecahan ATP dipindahkan ke miosin,

sehingga menjadi konfigurasi penambah energi tinggi. Miosin yang sudah

bertenaga ini berikatan dengan tempat spesifik pada aktin, membentuk suatu titian

silang (cross-bridge) (Campbell et al. 2004).

Hal tersebut secara lebih terperinci ditunjukkan oleh Silverthorne (2009)

serta dapat dilihat juga pada Gambar 2, dalam enam tahapan berikut ini;

1. Area kaku (the rigor state)

Kepala miosin berikatan kuat dengan tempat spesifik pada aktin (Globular

protein) membentuk suatu titian silang (cross-bridge). Pada area ini tidak ada

nukleotida, baik ATP maupun ADP yang menempati sisi perlekatan dari kepala

miosin. Pada otot aktif, the rigor state ini hanya terjadi untuk periode/waktu yang

sangat singkat sekali.

2. Pengikatan ATP dan pelepasan miosin

Sebuah molekul ATP terikat pada kepala miosin. Hal ini merubah afinitas

perlekatan aktin terhadap miosin, dan miosin pun memisahkan diri dari aktin.

Page 4: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

 

 

 

3. Hidrolisis ATP

Kepala miosin yang mengikat ATP kemudian menghidrolisis ATP menjadi ADP

serta fosfat anorganik (Pi).

4. Miosin terikat lemah pada aktin

Energi yang dibebaskan dari pemecahan ATP menyebabkan kepala miosin terikat

lemah pada aktin, terutama molekul aktin yang baru. Pada titik ini, miosin

memiliki energi yang potensial, sehingga menjadi konfigurasi energi tinggi.

5. Pelepasan fosfat anorganik

Pelepasan fosfat anorganik dari sisi perlekatan miosin menginduksi terjadinya

sebuah tembakan tenaga (the power stroke). Kepala miosin kemudian berotasi lalu

mendorong filamen aktin bergerak menuju garis M dan melewatinya.

6. Pelepasan ADP

Miosin melepaskan ADP. Pada titik ini, kepala miosin kembali terikat kuat

dengan aktin pada area kaku (the rigor state). Siklus berulang ketika sebuah

molekul ATP baru terikat pada kepala miosin.

Gambar 2 Siklus dasar molekuler kontraksi otot rangka (Silverthorn 2009)

Terikat kuat pada area kaku (rigor state). Titian silang membentuk sudut 450 relatif

terhadap filamen. ATP terikat pada kepala

miosin. Miosin terlepas dari aktin.

ATP dihidrolisis menjadi ADP dan Pi

Miosin terikat lemah pada aktin. Titian silang membentuk sudut 900 relatif

terhadap filamen.

Pelepasan Pi yang menginduksi terjadinya tembakan tenaga (power

stroke).

1  2

5 4 

Pada akhir tembakan tenaga, kepala miosin melepaskan ADP dan kembali terikat kuat dengan

aktin pada area kaku 6  3

Page 5: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

 

 

 

Agar siklus kontraksi dapat terus berlangsung, efek penghambatan oleh

kompleks troponin-tropomiosin pada bagian aktif dari filamen aktin normal otot

yang sedang relaksasi harus dihambat, karena menyebabkan area ini tidak dapat

melekat pada kepala filamen miosin untuk menimbulkan kontraksi. Kondisi ini

memunculkan peran ion Ca2+ . Dengan adanya ion Ca2+ dalam jumlah besar, efek

penghambatan oleh kompleks troponin-tropomiosin terhadap filamen itu sendiri

dapat dihambat (Guyton dan Hall 1997). Perlekatan ion Ca2+ pada sisi perlekatan

spesifik troponin membuat bentuk troponin berubah, dan berakibat juga pada

terlepasnya tropomiosin dari sisi perlekatan miosin pada tiap molekul aktin.

Sehingga kondisi sebaliknya, yakni ketiadaan ion Ca2+, akan menyebabkan

aktivitas kontraktil terhenti (Vander et al. 2001).

Ion-ion Ca2+ tersebut disimpan di dalam retikulum sarkoplasma. Membrana

retikulum sarkoplasma mengandung protein transport aktif primer, yaitu Ca-

ATPase, yang akan memompa ion Ca2+ dari sitosol kembali ke dalam lumen

retikulum. Pemompaan ion Ca2+ kembali ke dalam lumen retikulum

membutuhkan waktu yang lebih lama daripada pelepasannya. Oleh karena itu,

konsentrasi dari sisa-sisa ion Ca2+ dalam sitosol ditingkatkan, dan kontraksi akan

berlanjut sampai beberapa waktu setelah mendapat sebuah potensial aksi (Vander

et al. 2001).

Gambar 3 Kedudukan molekul troponin terhadap molekul tropomiosin dan sisi perlekatan

mekanisme titian silang (Vander et al. 2001)

Page 6: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

 

 

 

Gambar 4 Pelepasan dan pengambilan Ca2+ oleh retikulum sarkoplasma selama kontraksi

dan relaksasi otot rangka (Vander et al. 2001)

Sel otot secara khas hanya menyimpan cukup ATP untuk beberapa

kontraksi saja. Sel-sel otot juga menyimpan glikogen diantara miofibril, akan

tetapi sebagian besar energi yang diperlukan untuk kontraksi otot yang berulang

disimpan dalam bahan yang disebut fosfagen. Keratin fosfat, yang merupakan

fosfagen vertebrata, menyediakan gugus fosfat ke ADP untuk membentuk ATP

(Campbell et al. 2004).

Kontraksi  Relaksasi 

Potensial aksi datang

Ca2+ dilepaskan

Ca2+ melekat pada troponin, menghambat aksi penghambatan tropomiosin 

Pergerakan titian silang 

Ca2+ lepas dari  troponin, aksi penghambatan tropomiosin 

Ca2+ masuk ke RE 

Page 7: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

 

 

 

Metabolisme Energi pada Aktivitas Otot Rangka

Mader (2001) menyebutkan bahwa kontraksi otot membutuhkan pasokan

ATP yang berlimpah. Ada tiga jalur yang dapat memasok ATP tambahan selama

kontraksi otot;

1. Sel-sel otot memiliki mitokondria yang dapat membentuk ATP melalui

mekanisme respirasi selular aerobik.

2. Sel-sel otot mengandung kreatin fosfat, yang digunakan sebagai penyimpan

pasokan fosfat berenergi tinggi.

Kreatin fosfat tidak berpartisipasi secara langsung dalam kontraksi otot.

Sebaliknya, ia digunakan untuk membentuk ATP melalui reaksi berikut;

Kreatin fosfat + ADP ATP + Kreatin

3. Ketika pasokan kreatin fosfat habis, sel otot masih mampu memproduksi ATP

secara anaerob.

Respirasi anaerob terjadi ketika sel tidak cepat mendapatkan pasokan oksigen

yang cukup untuk melakukan respirasi aerobik. Hal ini dapat terjadi misalnya

selama melakukan olahraga yang berat. Respirasi anaerob hanya dapat

memasok ATP untuk waktu yang sangat singkat, karena mekanisme ini

menghasilkan asam laktat yang dapat menyebabkan kesakitan otot dan

kelelahan.

Mekanisme Pembentukan ATP melalui Respirasi Aerobik

Mekanisme respirasi aerobik merupakan sintesis ATP menggunakan sistem

transport elektron, dan disebut juga sebagai proses fosforilasi oksidatif, karena

membutuhkan oksigen untuk bertindak sebagai penerima akhir dari elektron dan

H+. Proses ini hanya akan terjadi apabila tersedia cukup oksigen. Pergerakan dari

elektron melintasi sistem transport elektron ini dideskripsikan dengan sebuah

model yang disebut teori kemiosmotik. Berdasarkan teori ini, sepasang elektron

berenergi tinggi berjalan dari kompleks ke kompleks sepanjang jalur sistem

transport, kemudian sebagian energi dilepaskan dan digunakan untuk memompa

H+ dari matrik mitokondria keluar menuju ruang antar membran. Pergerakan H+

menuju ruang antar membran menyebabkan peningkatan konsentrasi H+. Selama

H+ kembali melintasi membran (menurunkan tigkat konsentrasinya) masuk ke

Page 8: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

10 

 

 

 

dalam matrik mitokondria, beberapa energi kinetik yang potensial ditangkap

sebagai ATP (Silverthorne 2009). Mark (2005) memberikan gambaran lengkap

sistem fosforilasi oksidatif sebagai berikut;

Gambar 5 Fosforilasi oksidatif ( Mark 2005)

 ATP 

ADP 

ATP ATP 

ATP 

ATP 

ADP ADP 

ADP 

ADP 

Glukosa

PGAL PGAL

2

2

2

2

NAD+

NADH

NAD+

NADH

Koenzim A

Co2

Koenzim A

Co2

NAD+

NADH

NAD+NADH

CoA

As. Piruvat As. Piruvat

Aseti. CoA Asetil CoA

4-carboncompound As. sitrat

5-carboncompound

4-carboncompound

NAD+

NADH

Co2

NAD+

NADHCo2

FAD

FADH2H2O

NAD+

NADH

2-3

2-3

+Pi

NADHNAD+

FADH2

FAD

½ O2 H2O

Prosesdi sitoplasma

Proses dimitokondria

(a) Fase pertamadari Glikolisis

(b) Fase keduadari Glikolisis

(c)Pembentukanasetil CoA

(d) Siklus Asam Sitrat

(e) Sistem transportelektron

Page 9: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

11 

 

 

 

Agar proses fosforilasi oksidatif terus berjalan, otot-otot yang sedang aktif

bergantung pada pasokan oksigen dan nutrien yang adekuat melalui sistem

sirkulasi untuk mempertahankan aktivitasnya. Pada metabolisme ini, Pengubahan

ADP menjadi ATP terjadi berkaitan dengan molekul protein yang disebut

ATPase. Konsentrasi ion H+ yang tinggi di bagian luar bilik dan perbedaan

potensial listrik yang besar melalui membran bagian dalam menyebabkan ion H+

mengalir ke dalam matriks mitokondria melalui zat dari molekul ATPase.

Sewaktu melakukan hal tersebut, energi yang dihasilkan dari aliran ion H+ ini

digunakan oleh ATPase untuk mengubah ADP menjadi ATP. Untuk tiap dua

elektron yang berjalan melalui rantai transpor elektron (mewakili ionisasi dari 2

atom hidrogen), dapat disintesis sampai 3 molekul ATP (Guyton dan Hall 1997).

Mekanisme Pembentukan ATP melalui Pemecahan Kreatin Fosfat

Kreatin (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpan di dalam otot

sebagai sumber energi. Di dalam otot, bentuk kreatin yang sudah terfosforilasi

menjadi kreatin fosfat (PCr) akan memiliki peranan penting dalam proses

metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan energi.

Saat istirahat, sejumlah ATP di dalam mitokondria memindahkan fosfatnya ke

kreatin, sehingga terbentuk simpanan kreatin fosfat. Enzim kreatin kinase

membantu pemecahan kreatin fosfat menjadi fosfat anorganik dan kreatin, proses

ini juga disertai dengan pelepasan energi sebesar 43 kJ (10,3 kkal) untuk tiap 1

mol PCr. Fosfat anorganik yang dihasilkan dari proses pemecahan PCr ini melalui

proses fosforilasi dapat mengikat molekul ADP untuk kembali membentuk

molekul ATP, sehingga memungkinkan kontraksi berlanjut (Irawan 2007; Ganong

1995).

Kreatin fosfat (PCr) membawa ikatan fosfat berenergi tinggi yang serupa

dengan ATP. Ikatan fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat membawa memiliki

jumlah energi bebas yang sedikit lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh ikatan

ATP. Jumlahnya tiga sampai delapan kali lebih banyak. Disamping itu, ikatan

energi tinggi kreatin fosfat mengandung kira-kira 8.500 kalori tiap mol pada

keadaan standar, dan sebanyak 13.000 kalori tiap mol pada keadaan di dalam

tubuh (380C dan konsentrasi reaktan rendah). Hasil ini sedikit lebih besar

Page 10: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

12 

 

 

 

daripada 12.000 kalori tiap mol dalam setiap dua ikatan fosfat berenergi tinggi

dari ATP. Kombinasi energi dari ATP cadangan dan kreatin fosfat di dalam otot

masih dapat menimbulkan kontraksi otot maksimal hanya untuk 5 sampai 8 detik

(Guyton dan Hall 1997).

Mekanisme Pembentukan ATP melalui Respirasi Anaerobik

Mekanisme pembentukan ATP melalui respirasi anaerobik terjadi dalam

jalur glikolisis. Glikolisis berarti memecahkan molekul glukosa untuk membentuk

dua molekul asam piruvat. Proses metabolisme energi ini menggunakan simpanan

glukosa yang sebagian besar diperoleh dari glikogen otot atau dari glukosa yang

terdapat di dalam aliran darah untuk menghasilkan ATP. Walaupun terdapat

banyak reaksi kimia dalam rangkaian glikolitik, hanya sebagian kecil energi bebas

dalam molekul glukosa yang dibebaskan dari setiap langkah. Akan tetapi diantara

tahap 1,3-asam difosfogliserat dan 3-asam fosfogliserat, dan sekali lagi diantara

tahap asam fosfoenol piruvat dan asam piruvat, jumlah energi yang dibebaskan

lebih dari 12.000 kalori per mol, jumlah yang dibutuhkan untuk membentuk ATP.

Sehingga terdapat 4 molekul ATP yang dibentuk dari masing-masing molekul

fruktosa 1,6 fosfat yang dipecah menjadi asam piruvat. Namun 2 molekul ATP

masih dibutuhkan untuk fosforilasi glukosa asal untuk membentuk fruktosa 1,6

fosfat sebelum glokolisis dapat dimulai. Oleh karena itu, hasil akhir dari seluruh

proses glikolitik hanya 2 molekul ATP untuk masing-masing molekul glukosa

yang dipakai (Guyton dan Hall 1997).

Sistem glikolitik dapat membentuk molekul ATP kira-kira 2,5 kali lebih

cepat daripada mekanisme fosforilasi oksidatif di mitokondria. Oleh karena itu,

bila sejumlah besar ATP dibutuhkan untuk kontraksi otot dalam waktu singkat

sampai sedang, mekanisme glikolisis anaerob ini dapat digunakan sebagai sumber

energi cepat. Sistem ini kira-kira setengah cepatnya dari sistem fosfagen (Kreatin

fosfat). Di bawah kondisi optimal, sistem glikolitik dapat menyediakan aktivitas

otot yang maksimal selama 1,3 sampai 1,6 menit sebagai tambahan dari yang

disediakan oleh sistem fosfagen (Farhan 2009).

Berikut 10 langkah reaksi kimia yang berurutan dalam proses glikolisis,

seperti yang ditunjukkan oleh Vander et al. (2001);

Page 11: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

13 

 

 

 

Gambar 6 Urutan reaksi kimia yang bertanggung jawab pada glikolisis (Vander et al.

2001)

Page 12: Struktur Anatomi Otot Rangka - repository.ipb.ac.id · Sistem T tubulus transversa yang bersambung dengan membrana serabut otot membentuk suatu kisi yang diperforasi oleh miofibril

14 

 

 

 

Kelelahan Otot Rangka

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar

dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah

kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,

tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas

kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan otot adalah tremor/kejang pada otot atau

perasaan nyeri pada otot. Kelelahan otot dapat dipengaruhi oleh sistem saraf

pusat, cadangan glikogen otot, dan keadaan ion fosfat maupun kalium dalam otot.

Kelelahan itu dikarenakan sumber energi yang dimiliki oleh tubuh menurun atau

habis, asam laktat meningkat, keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu.

Akibatnya menimbulkan rasa lemah, lesu, dan penurunan konsentrasi (Anonim

2004).

Sementara Sherwood (2002) mendefinisikan kelelahan sebagai kondisi

penurunan kapasitas dan atau berkurangnya kemampuan kerja, dan menurut Foss

dan Keteyian (1998), kelelahan adalah ketidakmampuan tubuh membentuk tenaga

dan atau kecepatan, yang merupakan akibat dari aktivitas otot. Istilah kelelahan

menjadi sangat bervariasi karena banyaknya penyebab dengan penentu utama

yang berbeda bergantung kepada intensitas dan durasi aktivitas, serta kondisi

lingkungan (Tirtayasa 2001).

Berbagai jenis faktor yang dapat menyebabkan kelelahan kemudian dapat

diklasifikasikan ke dalam dua mekanisme besar, yaitu; mekanisme central fatigue

di sistem saraf pusat, dan mekanisme peripheral fatigue dimanapun diantara

neuromuscular juntion dan elemen-elemen kontraktil dari otot itu sendiri

(Silverthorne 2009). Pada mekanisme central fatigue, kelelahan sentral terjadi jika

sistem saraf pusat tidak dapat mengaktifkan neuron motorik yang mempersarafi

otot yang bekerja secara adekuat. Individu memperlambat atau menghentikan

olahraganya walaupun otot-ototnya masih mampu bekerja. Pada aktivitas olahraga

ringan-sedang, kelelahan sentral mungkin menyebabkan penurunan kerja fisik

berkaitan dengan kejenuhan (Wilmore dan Costil 1994).