Upload
duongtram
View
229
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
STRUKTUR SEL DAN INDEKS MITOSIS SEL HEPAR DAN UTERUS
TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) PASCA ORGANOGENESIS
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia
pendens Merr.& Perry.)
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
NURBETY ANNA GRAHANA
M0404010
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
PERSETUJUAN
NASKAH PUBLIKASI
STRUKTUR SEL DAN INDEKS MITOSIS SEL HEPAR DAN UTERUS
TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) PASCA ORGANOGENESIS
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia
pendens Merr.& Perry.)
Oleh:
NURBETY ANNA GRAHANA
M0404010
telah disetujui untuk dipublikasikan
Surakarta,
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.Okid Parama Astirin, M.S.
NIP. 131 569 270
Mengetahui,
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si
NIP. 130 676 864
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D
NIP. 131 649 948
CELL STRUCTURE AND MYTOTIC INDEX OF HEPAR CELL AND
UTERUS OF ALBINO RAT (Rattus norvegicus L.) POST
ORGANOGINESIS AFTER ADDITION OF SARANG SEMUT
(Myrmecodia pendens Merr. & Perry)
NURBETY ANNA GRAHANA
Biology Department, Mathematics and ScienceFaculty
Sebelas Maret University of Surakarta.
ABSTRACT
Myrmecodia pendens Merr. & Perry is plantation which has the function
of anti-cancer. This research objection is to figure out the changes structure of
hepar and uterus, and comparison index of mitotic of hepar cell and uterus cell.
This research uses cluster random sampling with six group of treatment,
each group gets five times repetition. The treatments given as follows : first group
is control and uses 3 ml aquades; second, third, fourth, fifth, and sixth group is
uses 3 ml from 0.025%, 0.050%, 0.075%, 0.100%, 0.125% of sarang semut
extract. The rats are fed with Br II and tap water ad libitum. The experiment is
given per oral on 7 – 17 gestation days (organogenesis phase). The zero day of
pregnancy will be known if both of them are mating, and female rats show vaginal
plug. The quantitive data of is analysed by one way anova and different test with
DMRT.
The result shows that the extract giving for the structure damage of hepar
cell, so it influences mitotic index. The highest hepar cell damage happens to the
group of 0,125 % dose that is 36,53% reversible characteristic and 14,62%
irreversible characteristic. While the lowest to the group of 0,050 % dose that is
6,64% reversible characteristic and 6,25% irreversible characteristic. The highest
index of mitotic of hepar cell happens to the group of 0,050% dose that is 93,69%,
while the lowest to the group 0,125% dose that is 7,33%. Index mitotic of the
highest uterus cell happens to the 0,125 % dose group that is 9,19 %. While the
lowest to the group 0,025 % dose that is 7,33 %. The cell damage caused by the
extract is not truly different so it can be categorated safe to consumsed by
pregnant R. norvegicus.
Keywords: Sarang semut extract, cell structure, mitotic index, hepar, uterus.
Pendahuluan
Penyakit kanker merupakan penyakit kedua terbesar di dunia setelah
jantung yang menyebabkan kematian, sedangkan di Indonesia berdasarkan
laporan pada tahun 2001 pada urutan keenam (Fudholi, 2003; Tjindarbudi dan
Mangunkusumo, 2002). Kasus kanker di Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat. Kanker mulut rahim dan payudara yang merupakan jenis kanker
paling banyak ditemukan di Indonesia (Mangan, 2003).
Pengobatan kanker secara medis yang biasa dilakukan selama ini adalah
dengan terapi pembedahan, penyinaran, dan terapi kimia. Kebanyakan masyarakat
umumnya tidak mau melakukan pengobatan secara medis karena alasan-alasan
tertentu seperti alasan psikologis, ekonomi, adanya efek samping, serta karena
tidak adanya jaminan kesembuhan. Namun masyarakat lebih memilih pengobatan
secara tradisional, maka banyak dilakukan penelitian obat tradisional untuk
kanker.
Pengembangan anti kanker dari tanaman obat adalah karena memiliki
sedikit efek samping dan tidak mahal harganya. Indonesia merupakan pusat
keanekaragaman hayati dunia dengan lebih kurang 30.000 jenis tanaman yang 940
spesiesnya telah diketahui berkhasiat sebagai obat (Sulasmono, 2000), salah
satunya adalah sarang semut (Myrmecodia pendens). Secara empiris tumbuhan ini
dapat digunakan sebagai obat anti kanker karena kandungan senyawa-senyawa
kimia seperti flavonoid dan senyawa kimia golongan fenol ataupun polyfenol
misalnya tanin yang berpotensi sebagai obat anti kanker (De Padua et al., 1999;
Subroto dan Saputro, 2006). Sarang semut beraksi sebagai anti mitosis dimana
flavonoid yang terkandung di dalam sarang semut dapat menghambat kinerja dari
semua CDK (cyclin dependent kinase) yang merupakan regulator siklus sel serta
mampu menginaktivasi protein-protein yang berperan dalam tranduksi sinyal dari
faktor pertumbuhan. Sarang semut mampu mengatasi serangan kanker dengan
menginaktifasi karsinogen atau menonaktifkan sel pembentuk kanker,
menghambat siklus sel dan melakukan induksi apoptosis (Subroto dan Saputro,
2006).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiani (2007) bahwa
beberapa senyawa flavonoid yang dikandung oleh tumbuhan sarang semut secara
alamiah mampu menghambat terbentuknya kompleks CDK pada beberapa fase
dalam siklus sel pada fase G1 dan G2/M. Sebagai tindak lanjut dari penelitian
tersebut diatas guna mendalami bagaimana mengetahui selektifitas sarang semut
dalam memusnahkan sel kanker, salah satu metoda yang dilakukan adalah dengan
pengujian pada sel-sel hepar dan uterus yaitu melakukan penelitian terhadap
indeks mitosis dan struktur dari sel hepar dan sel uterus bagaimana pengaruh dari
flavonoid setelah pemberian ekstrak sarang semut, sehingga penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bukti dasar untuk mengetahui selektifitas dari ekstrak sarang
semut untuk memusnahkan sel kanker. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
perubahan struktur histologis hepar dan uterus serta indeks mitosis sel hepar dan
sel uterus.
Bahan dan Metode
A. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Bahan untuk perlakuan : Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (R
norvegicus) bunting hari ke nol umur tiga bulan dengan berat rata-rata 200
g, pellet Par G sebagai pakan sehari-hari, ekstrak sarang semut (M.pendens),
dan air.
2. Bahan untuk pengamatan struktur sel dan mitosis : eter, garam fisiologis,
larutan bouin, toluol atau toluen, alkohol bertingkat, parafin dengan titik cair
500-55
0, gliserin, albumin meyer, hematoxilin-eosin, enthellan, dan formalin
10%.
B. Cara Kerja
Dalam penelitian ini digunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak
Lengkap (Completely Randomized Design) yang menggunakan enam perlakuan
dengan lima ulangan pada masing-masing perlakuan (Gomez, 1995).
1. Pra-perlakuan
Proses pengawinan pada tiga puluh tikus putih (R. norvegicus) betina dewasa
pada fase siklus estrus disatukan dalam satu kandang dengan 10 tikus putih jantan.
Pada hari berikutnya tikus-tikus betina tersebut diperiksa vaginal plug (sumbat
vagina), apabila terdapat vaginal plug atau setelah dilihat secara mikroskopis
dengan metode apus vagina dan terdapat spermatozoa maka hari tersebut
ditetapkan sebagai hari ke nol kebuntingan.
2. Perlakuan
1. Persiapan Hewan Percobaan
i) Jumlah total tikus bunting yang digunakan adalah 30 tikus yang dibagi
dalam enam kelompok dengan pembagian pada masing-masing kelompok
terdiri atas lima tikus bunting yang dipelihara dalam satu kandang dengan
perlakuan yang sama.
ii) Tikus bunting diberi makan dan minum secara ad libitum.
2. Cara Meramu Ekstrak Sarang Semut dan Dosis Pemakaian
Pada dasarnya cara meramu sarang semut sangatlah sederhana
menurut Subroto (2006), karena bahannya sudah dalam bentuk serbuk dan
merupakan ramuan tunggal. Cara meramu sarang semut (Dekoktum) sebagai
berikut :
a) Serbuk sarang semut telah tersedia dalam bentuk bubuk produksi Prima
Solusi Medika, Wamena-Papua.
b) Serbuk sarang semut diambil sebanyak satu sendok makan penuh (sekitar
10g) bubuk dan dimasukkan ke dalam panci yang terbuat dari stainless
steel yang berisi 500 ml air (± 2 gelas air).
c) Bubuk sarang semut di masak sampai mendidih, api dikecilkan sambil
diaduk sesekali selama 15 menit (2 gelas air menjadi 1 gelas).
d) Hasil rebusan didinginkan dan disaring kemudian dituang dalam gelas.
Dosis pengkonsumsian Sarang semut pada manusia sebanyak 2-3 kali
@ 250 cc atau 1-2 Kapsul @ 500mg. Dengan perhitungan kesetaraan
antara manusia (50 kg) dan tikus (200 g) maka diperoleh dosis normal
sebagai berikut, dengan perhitungan :
Dosis normal : mL
gram
mL
gram
hari
mL
250
10
500
102502 %
Pemberian dosis : %050,0018,0%250
70
3. Perlakuan Hewan Uji
Larutan ekstrak sarang semut diberikan secara oral dengan menggunakan
kanula. Dosis per hari diberikan per 200 gram berat badan tikus, masing-
masing kelompok adalah sebagai berikut:
a) Kelompok I : dosis dengan konsentrasi ekstrak sarang semut 0,0%
b) Kelompok II : dosis dengan konsentrasi ekstrak sarang semut 0,025%
c) Kelompok III : dosis dengan konsentrasi ekstrak sarang semut 0,050%
d) Kelompok IV : dosis dengan konsentrasi ekstrak sarang semut 0,075%
e) Kelompok V : dosis dengan konsentrasi ekstrak sarang semut 0,100%
f) Kelompok VI : dosis dengan konsentrasi ekstrak sarang semut 0,125%
4. Pemberian Ekstrak Sarang semut
Sebelum diberi perlakuan, tikus bunting terlebih dahulu ditimbang
sehingga diketahui berat awalnya. Penimbangan dilakukan pada hari ke-7
(hari kawin dianggap hari ke-0 kebuntingan). Setelah penimbangan diberi
ekstrak sarang semut secara oral sampai hari ke-17 kebuntingan (masa
organogenesis), hari ke-18 tikus bunting dikorbankan.
5. Pembedahan dan Pengamatan
Pada hari ke-18,hewan uji dibunuh dengan cara dislokasi servik dan
dilakukan bedah Caesar untuk mengambil hepar dan uterus lalu dicuci dengan
larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Kemudian dilakukan pembuatan preparat histologis dengan metode
paraffin menurut Suntoro, dkk (1983), dengan langkah sebagai berikut :
Fiksasi, pencucian (washing), dehidrasi, penjernihan (clearing), infiltrasi
paraffin, penanaman (embedding), penyayatan (section), penempelan
(affixing), pewarnaan (staining), penutupan (mounting) dan yang tahap
terakhir adalah labeling.
C. Analisis Data
Data kualitatif (struktur sel hepar yang bersifat reversible maupun irreversible
dan sel uterus) yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian (ANAVA)
kemudian diuji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf signifikansi
5%. Sedangkan untuk pengamatan terhadap pembelahan pada sel hepar dan
uterus, berat hepar dan berat uterus dilakukan analisis secara kuantitatif.
Hasil dan Pembahasan
A. Efek Ekstrak Sarang Semut terhadap Struktur Histologis Sel Hepar dan
Indeks Mitosis Sel Hepar
Tabel 1, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari tingkat
kerusakan struktur dan nilai indeks mitosis dari masing-masing kelompok.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Struktur Sel, Indeks Mitosis Hepar dan Uterus
No Parameter
Dosis sarang semut (%)
0,025 0,050 0,075 0,100 0,125
Aquades Sarang Semut Sarang Semut Sarang Semut Sarang Semut Sarang Semut
1 Jml Induk Hamil 5 5 5 5 5 5
2
Persentase indeks mitosis
sel hepar
(95,79%)d
(91,38%)bc (93,69%)cd (88,27%)ab (89,58%)ab (87,67%)a
3 Berat hepar (gr) (rata-rata ± SD)
10,447± 0,929a
10,082± 1,567a
12,114 ±1,445a
11,393 ±1,703a
10,434 ±2,224a
9,621 ±1,221
4
Persentase indeks mitosis
sel uterus
(10,46%) a
(7,33%) a (8,23%) a (8.43%) a (8,51%) a (9,19%) a
5 Berat Uterus(gr) (rata-rata ± SD)
(3,283 ± 0,345) a
(2,929 ± 0,455 ) a
(3,307 ± 0,416) a
(3,358 ± 0,152) a
(2,984 ± 0,567)
a (3,052 ± 0,511) a
Keterangan : huruf yang sama dibelakang angka dalam satu baris menunjukkan tidak beda nyata
diantara perlakuan berdasarkan signifikasi 95%.
Gambar 1. Histogram Abnormalitas Sel Hepar R. norvegicus Setelah Pemberian Ekstrak Sarang
Semut selama Fase Oraganogenesis.
Dari data terlihat pada perlakuan dosis terendah, yaitu 0,025%
menunjukkan adanya perubahan struktur sel hepar dengan meningkatnya jumlah
sel yang abnormal bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini karena
ekstrak sarang semut masuk ke dalam hepar dan menghambat pembelahan sel.
Aktivitas penghambatan ini terkait dengan flavonoid yang terkandung dalam
sarang semut dan mampu berfungsi sebagai anti kanker (Subroto dan Saputro,
R2 = 0.725
0
10
20
30
40
50
60
70
0 1 2 3 4 5 6 7
DOSIS EKSTRAK SARANG SEMUT/200 g BB (%)
ABNO
RMAL
ITAS
SEL
HEP
AR (%
)
0,0 0,025 0,050 0,075 0,100 0,125
2006). Senyawa flavonoid yang dikandung oleh ekstrak sarang semut secara
alamiah mampu menghambat terbentuknya kompleks cyclin-CDK pada beberapa
fase penting dalam siklus sel. Titik kerja ini diperkirakan sebagaimana dinyatakan
oleh (Pecorino (2005) dalam Dyah (2007)) terletak pada terbentuknya kompleks
cyclin-CDK yang aktif. Flavonoid berikatan dengan protein kinase pada ATP
binding site-nya. Siklus sel pada fase G1 dan G2/M terganggu oleh adanya
flavonoid.
Hasil olah data anava (P<0,05 ) dari kerusakan struktur sel hepar baik yang
bersifat reversible maupun irreversible (Tabel 2) menunjukkan ada beda nyata
yang signifikan dari kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.
Tabel 2. Rata-rata kerusakan struktur sel hepar R. norvegicus setelah perlakuan
Kelompok Perlakuan
Rata-rata
kerusakan struktur
sel hepar bersifat
reversible ± SD
Rata-rata
kerusakan struktur sel
hepar bersifat
irreversible ± SD
Jumlah rata-rata
kerusakan struktur sel
hepar ± SD
Kelompok kontrol 4,94 ± 2,78a
4,18± 1,08a
8,78 ± 2,97 a
Kelompok dosis 0,025 % 13,74 ± 14,87 ab
8,45 ± 3,19bc
22,39 ± 14,55ab
Kelompok dosis 0,050 % 6,64 ± 4,73ab
6,25 ± 1,09ab
13,11 ± 5,51ab
Kelompok dosis 0,075 % 32,38 ± 9,35bc
11,69 ± 2,25cd
43,84 ± 10,54bc
Kelompok dosis 0,100 % 22,30 ± 10,75 ab
10,13 ± 2,30bc
33,28 ± 10,44 bc
Kelompok dosis 0,125 % 36,53 ± 14,58c
14,62 ± 5,76d
49,65 ± 14,65d
Keterangan :
Huruf yang sama di belakang angka dalam 1 kolom menunjukkan berbeda nyata (signifikan)
dengan (P<0,05).
Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak sarang semut yang memberikan efek
terparah pada perlakuan dosis tertinggi yaitu 0,125% sehingga menyebabkan
peningkatan kerusakan struktur sel hepar baik yang bersifat reversible maupun
irreversible yang tajam. Kerusakan struktur sel yang bersifat reversible adalah
terjadinya degenerasi sitoplasma dan degenerasi bengkak keruh (cloudy swelling)
dimana kerusakan ini dapat diperbaiki dengan terjadi regenerasi kembali. Untuk
kerusakan struktur sel yang bersifat irreversible yaitu kerusakan pada nukleus
yang mengalami piknotik, karioliosis dan karioreksis. Pada kelompok kontrol
kerusakan struktur sel hepar rendah baik yang bersifat reversible maupun
irreversible berkisar 4 %, namun lebih tinggi kerusakan yang bersifat reversible.
Hal ini karena kerusakan sel yang terjadi bukan disebabkan oleh adanya senyawa
toksik (flavonoid) tetapi disebabkan oleh terjadinya mekanisme regenerasi sel
tubuh secara alami. Untuk kelompok perlakuan mengalami peningkatan yang
fluktuatif.
Dari hasil penelitian (P<0,05) Tabel 2 dapat diketahui bahwa kelompok
kontrol dan kelompok dosis 0,050% termasuk dalam satu kategori karena tingkat
kerusakan struktur sel hepar dibawah 20%. Untuk kelompok dosis 0,025% dan
kelompok dosis 0,100% termasuk kedalam satu kategori dengan tingkat kerusakan
struktur sel hepar dibawah 40%. Sedangkan pada kelompok dosis 0,075% dan
kelompok dosis 0,125% mengalami kerusakan struktur sel hepar yang terparah
dengan nilai rata-rata diatas 40%. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan
seluruh preparat mikroskopis satu dengan yang lain dalam lima bidang pandang.
Pengamatan mikroskopis dari seluruh kelompok memperlihatkan adanya
kerusakan sel yang sangat nyata (P<0,05). Banyak terlihat sel yang mengalami
piknotik dimana nukleus yang mati mengalami penyusutan. Pada bagian lain juga
terlihat keadaan sel yang intinya hancur diikuti dengan menyebarnya kromatin di
dalam sel (karioreksis). Akhirnya pada beberapa keadaan, nukleus yang mati
kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang (tidak tampak jelas)
disebut kariolisis. Tetapi pada bagian lain masih terlihat sel yang mengalami
degenerasi sitoplasma, tampak sel-sel hepar yang terisi oleh kumpulan lemak dan
vakuola kosong yang menggeser nukleus ke pinggir. Tahapan ini terjadi pada
proses regenerasi awal dan bersifat reversible. Untuk degenerasi nukleus bersifat
irreversible. Kerusakan struktur sel hepar ini terjadi karena terakumulasinya
flavonoid yang terkandung dalam ekstrak sarang semut. Ren (2003) dan Pecorino
(2005) dalam Dyah (2007) melaporkan bahwa beberapa senyawa flavonoid yang
dikandung oleh tumbuhan secara alami mampu menghambat kinerja atau
menghambat terbentuknya kompleks cyclin-CDK yang merupakan regulator
siklus sel. Hal ini mengakibatkan terjadinya kematian sel yang dapat terlihat
secara histologis.
Hasil olah data kuantitatif dari berat hepar (Tabel 3) menunjukkan tidak
ada beda nyata (P>0,05) yang signifikan dari kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan kecuali kelompok dosis 0,125 %.
Tabel 3. Rata-rata berat hepar R. norvegicus setelah perlakuan
Kelompok Perlakuan Rata-rata Berat Hepar ± SD Perubahan
Kelompok kontrol 10,447 ± 0,929a
-
Kelompok dosis 0,025 % 10,082 ± 1,567 a 0,365
**
Kelompok dosis 0,050 % 12,114 ± 1,445 a 1,667
*
Kelompok dosis 0,075 % 11,393 ± 1,703 a 0,946
*
Kelompok dosis 0,100 % 10,434 ± 2,224 a 0,013
**
Kelompok dosis 0,125 % 9,621 ± 1,221b
0,826 **
Keterangan :
Huruf yang sama di belakang angka dalam 1 kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (tidak
signifikan dengan P>0,05). *
: mengalami kenaikan **
: mengalami penurunan.
2. Efek Ekstrak Sarang Semut terhadap Indeks Mitosis Sel Hepar
Efek dari masuknya suatu ekstrak sarang semut ke dalam tubuh tikus
dapat menyebabkan kelainan pada proses pembelahan sel hepar.
Tabel 4 menunjukkan nilai indeks mitosis yang tertinggi pada kelompok
kontrol. Dilanjutkan dengan kelompok dosis 0,050% dan kelompok dosis 0,025%.
Untuk kelompok dosis 0,075%, kelompok dosis 0,100% dan 0,125% memilki
persentase kurang dari 90%. Berdasarkan uji anava (P<0,05 ) nilai indeks mitosis
pada penelitian ini terjadi perbedaan nyata. Namun untuk kelompok dosis 0,125%
dan 0,075% , kelompok dosis 0,100% dan 0,025%, serta kelompok dosis 0,050%
dan kelompok kontrol masing-masing memiliki persentase yang berdekatan.
Sehingga jumlah sel yang mengalami pembelahan dalam jumlah yang hampir
sama.
Tabel 4. Rata-rata indeks mitosis sel hepar R. norvegicus setelah perlakuan
Kelompok Perlakuan Rata-rata indeks mitosis sel hepar ± SD
Kelompok kontrol 95,79 ± 1,07d
Kelompok dosis 0,025 % 91,38 ± 3,12 bc
Kelompok dosis 0,050 % 93,69 ± 1,09cd
Kelompok dosis 0,075 % 88,27 ± 2,23ab
Kelompok dosis 0,100 % 89,58 ± 2,11ab
Kelompok dosis 0,125 % 87,67 ± 4,29a
Keterangan :
Huruf yang sama di belakang angka dalam 1 kolom menunjukkan berbeda nyata (signifikan)
(P<0,05).
Hasil uji anava (P<0,05) dari indeks mitosis sel hepar (Tabel 5)
menunjukkan ada beda nyata yang signifikan dari kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan. Nilai indeks mitosis dengan abnormalitas saling berkaitan.
Jika nilai abnormalitas sel tinggi kemungkinan akan terjadi pembelahan sel yang
meningkat. Tetapi dalam hal ini, nilai indeks mitosis berbanding terbalik dengan
nilai abnormalitas (Gambar 8). Hal ini karena adanya flavonoid yang dapat
menghambat pembelahan sel. Indeks mitosis adalah nilai perbandingan antara
jumlah sel yang membelah dengan jumlah total sel.
Berdasarkan uji anava nilai indeks mitosis antara kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Pada kelompok dosis
0,125% memiliki indeks mitosis terendah karena flavonoid yang masuk dalam
jumlah yang banyak mampu menghambat kinerja atau menghambat terbentuknya
kompleks cyclin-CDK yang merupakan regulator siklus sel. Sehingga checkpoint
pada tahapan G1/S dan tahapan G2/M terganggu oleh adanya flavonoid. Flavonoid
mempunyai sifat sitotoksis dan membuat cell cycle arrest (menghentikan siklus
sel).
Gambar 8. Histogram Nilai Indeks Mitosis Sel Hepar R. norvegicus Setelah Pemberian Ekstrak
Sarang Semut selama Fase Oraganogenesis.
B. Efek Ekstrak Sarang Semut terhadap Indeks Mitosis Sel Uterus dan
Perubahan Struktur Sel Uterus
1. Efek Ekstrak Sarang Semut terhadap Struktur Histologis Sel Uterus
Gambar 9. Histogram Nilai Perubahan Lebar Uterus R. norvegicus Setelah Pemberian Ekstrak
Sarang Semut selama Fase Organogenesis.
R2 = 0.6439
0
20
40
60
80
100
120
0 1 2 3 4 5 6 7
DOSIS EKSTRAK SARANG SEMUT/200g BB (%)
INDE
KS M
ITOS
IS S
EL H
EPAR
(%)
0,0 0,025 0,050 0,075 0,100
0,125
R2 = 0.0192
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 1 2 3 4 5 6 7
DOSIS EKSTRAK SARANG SEMUT/200g BB (%)
PERU
BAHA
N LE
BAR
UTER
US
0,0 0,025 0,050 0,075 0,100 0,125
Perubahan berupa pelebaran sel uterus yang fluktuatif ini dapat terlihat
pada Gambar 9. Tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk perubahan lebar
uterus yang terjadi pada sel uterus fase organogenesis antara kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan. Hal ini dibuktikan oleh nilai (P>0,05).
Hasil uji anava (P>0,05) dari perubahan lebar uterus (Tabel 5) tidak
menunjukkan beda nyata yang signifikan antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan.
Tabel 5. Rata-rata Perubahan Lebar Uterus R. norvegicus setelah perlakuan
Kelompok Perlakuan Rata-rata Perubahan Lebar Uterus (μm)
± SD
Kelompok kontrol 29,85 ± 1,91a
Kelompok dosis 0,025 % 32,35 ± 1,76 a
Kelompok dosis 0,050 % 30,45 ± 1,80 a
Kelompok dosis 0,075 % 30,80 ± 1,64 a
Kelompok dosis 0,100 % 31,80 ± 1,81 a
Kelompok dosis 0,125 % 30,35 ± 2,08a
Keterangan :
Huruf yang sama di belakang angka dalam 1 kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (tidak
signifikan dengan P>0,05).
Pengamatan histologi pada sel uterus mengalami perubahan bertambah
lebarnya uterus pada endometrium dan miometrium namun tidak terdapat adanya
kerusakan pada sel uterus pada kelompok perlakuan. Pada endometrium
perubahan ini terjadi karena sel-sel stroma di endometrium mengalami
hiperplasia, kemudian berubah menjadi sel-sel desidua dengan ukuran besar-
besar. Sedangkan pada miometrium perubahan yang terjadi disebabkan oleh
pembelahan sel otot polos yang akan menambah jumlah sel otot polos
(hiperplasia) miometrium, kemudian akan menambah tebalnya lapisan sirkuler
maupun lapisan longitudinal miometrium.
Berdasarkan uji Anova dengan taraf kepercayaan 95% tidak terdapat
perbedaan yang bermakna untuk perubahan lebar uterus yang terjadi pada uterus
pada fase organogenesis. Hal ini juga menunjukkan bahwa ekstrak sarang semut
tidak memberikan pengaruh yang berarti pada lebar uterus. Perubahan lebar uterus
yang terjadi karena adanya kehamilan. Pada pengamatan histologis juga tidak
memperlihatkan adanya kerusakan pada sel uterus. Hal ini karena flavonoid yang
terkandung dalam ekstrak sarang semut telah terakumulasi dan pada sel uterus
mengalami pembelahan sel secara besar-besaran untuk menopang embrio.
Hasil pengolahan data kuantitatif menggunakan anava dengan tingkat
kepercayaan 95% dari berat uterus (Tabel 6) juga tidak menunjukkan beda nyata
yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.
Tabel 6. Rata-rata berat uterus R. norvegicus setelah perlakuan
Kelompok Perlakuan Rata-rata Berat Uterus ± SD Perubahan
Kelompok kontrol 3,283 ± 0,345a
-
Kelompok dosis 0,025 % 2,929 ± 0,455 a 0,354
**
Kelompok dosis 0,050 % 3,307 ± 0,416 a 0,024
*
Kelompok dosis 0,075 % 3,358 ± 0,152 a 0,075
*
Kelompok dosis 0,100 % 2,984 ± 0,567 a 0,299
**
Kelompok dosis 0,125 % 3,052 ± 0,511a
0,231**
Keterangan :
Huruf yang sama di belakang angka dalam 1 kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (tidak
signifikan). *
: mengalami kenaikan
**
: mengalami penurunan.
2. Efek Ekstrak Sarang Semut terhadap Indeks Mitosis Sel Uterus
Berdasarkan hasil pengamatan pada indeks mitosis sel uterus (Tabel 2)
menunjukkan terjadinya perbedaan indeks mitosis yang fluktuatif antara
kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan hingga dosis tertinggi.
Gambar 12. Histogram Nilai Indeks Mitosis Sel Uterus R. norvegicus Setelah Pemberian Ekstrak
Sarang Semut selama Fase Organogenesis.
Hasil uji anava (P>0,05) dari indeks mitosis sel uterus (Tabel 7) tidak
menunjukkan beda nyata yang signifikan antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan.
R2 = 0.5511
0
5
10
15
20
25
0 1 2 3 4 5 6 7
DOSIS EKSTRAK SARANG SEMUT/200g BB (%)
INDE
KS M
ITOS
IS S
EL U
TERU
S (%
)
0,0 0,025 0,050 0,075 0,100 0,125
Berdasarkan hasil uji anova (P>0,05) (Tabel 7) tidak terdapat beda nyata
antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Hal ini kemungkinan
karena senyawa dari ekstrak sarang semut telah mengalami metabolisme atau
detoksifikasi di hepar sehingga senyawa tersebut bersifat kurang toksik untuk
uterus. Flavonoid dalam ekstrak sarang semut tidak lagi membuat cell cycle
arrest (menghambat terbentuknya kompleks cyclin-CDK, pada beberapa fase
penting dalam siklus sel). Tingginya indeks mitosis uterus juga disebabkan oleh
pembelahan sel uterus yang aktif sebagaimana uterus merupakan tempat
implantasi janin, sehingga tetap aktif dalam melakukan pembelahan sel. Agar
janin dapat tumbuh berkembang dengan baik. Meningkatnya indeks mitosis
kemungkinan juga dipengaruhi oleh jumlah implantasi yang terjadi pada uterus.
Tabel 7. Rata-rata indeks mitosis sel uterus R. norvegicus setelah perlakuan
Kelompok Perlakuan Rata-rata Indeks Mitosis Sel Uterus ± SD
Kelompok kontrol 10,46 ± 5,04a
Kelompok dosis 0,025 % 7,33 ± 1,40 a
Kelompok dosis 0,050 % 8,23 ± 2,03 a
Kelompok dosis 0,075 % 8,43 ± 1,18 a
Kelompok dosis 0,100 % 8,51 ± 1,83 a
Kelompok dosis 0,125 % 9,19 ± 1,14a
Keterangan :
Huruf yang sama di belakang angka dalam 1 kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (tidak
signifikan).
Pada pengamatan histologis secara keseluruhan terlihat adanya proliferasi
di endometrium dan miometrium. Pada endometrium, Gambaran mitosis tampak
lebih banyak dalam epitel kelenjar dan epitel penyokongnya. Sedangkan pada
miometrium umumnya pada otot polos.
Kesimpulan
1. Pada sel hepar pengaruh dosis ekstrak sarang semut pada nilai indeks mitosis
sesuai dengan hipotesa yaitu nilai indeks mitosis paling rendah dengan
pemberian dosis ekstrak sarang semut yang tinggi. sedangkan pada sel uterus
nilai indeks mitosis berbanding lurus dengan tingkat pemberian dosis ekstrak
sarang semut, hal ini berarti berlawanan dengan hipotesa.
2. Pada sel hepar terdapat perubahan sel berupa kariolisis, karioreksis, piknosis
(bersifat irreversible) dan degenerasi sitoplasma (bersifat irreversible)
sedangkan pada sel uterus terjadi perubahan sel berupa perubahan lebar yang
terjadi di endometrium pada sel stroma dan miometrium pada sel otot polos
disebabkan oleh proses kehamilan bukan disebabkan oleh ekstrak sarang
semut.
Daftar Pustaka
Ariens, EJ, E. Mutcher, dan A.M. Simonis. 1986. Toksikologi umum (diterjemahkan
Wattimena, Y.R, M.B. Widianto dan E. Sukandar). Yogyakarta : UGM-Press.
De Padua, L. S. , Bunyapraphatsara, N. and Lemmens, R. H. M. S. 1999. Plant
Resources of South East Asia (Medical and Poisonous Plants 1), No 12 (1). Printed
in Bogor Indonesia (PROSEA). Leiden, the Netherlands, Backhuys Publishers, 36-
48.
Duryatmo, S. 2007. Sarang Semut Vs Penyakit Maut. http://www.trubus-online.com [
30 Juni 2007].
Dyah, R.B. 2007. Efek Potensiasi Ekstrak Buah Merah Var Kuning (Pandanus
conoideus) dengan Batang Sarang Semut (Myrmecodia pendens) Terhadap ESP.
P53 Mutan Galur Sel Kanker Payudara T47D Secara In Vito. Laporan Penelitian.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Edy, M dan Endah, P.S. 2005. Efek Antiproliferatif dan Apoptosis Fraksi Fenolik Ekstrak
Etanolik Daun Gynura procumbens (Lour.) Merr. Terhadap Sel HeLa. Artocarpus,
(5) 2: 74-80
Fudholi. 2003. Ekstrak Tumbuhan Cegah Kanker. http://www.situshijau.co.id/ [27 Jun
2007].
Galati, 2004. Potencial Toxicity of Flavonoids and Other DietaryPhenolics :
Significance for Their Chemopreventive And Anticancer Properties
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez
Gomez, K.A dan A.A Gomez. 1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian
(diterjemahkan Sjamsuddin, E. dan J.S Baharsjah). Jakarta : UI-Press.
Junqueira, L.C. and Carnairo J., R. O. Keley. 1998. Histologi Dasar. Edisi 6
(diterjemahkan oleh Jan Tambayong). Jakarta : EGC.
Laurence, DR and Bacharach, AL. 1964, Evaluation of Drug Activities. Pharmacomities.
Leeson, C.R., T.S.Leeson dan A.A Paparo. 1996. Buku Ajar Histologis. (diterjemahkan
oleh Yan Tambayong). Jakarta: EGC
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko
(diterjemahkan oleh Edi Nugroho). Jakarta : UI-Press.
Noer, Sjaifoellah., 1996. Ilmu Penyakit Dalam. jilid I, edisi 3, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Pan, M., Chen, W., Lin-Shiau, S., Ho, C., Lin, J., 2002, Tangeretin Induces Cell
Cycle G1 Arrest through Inhibiting Cyclin Dependent Kinase 2 and 4 Activities as
well as Elevating Cdk Inhibitors p21 and p27 in Human Colorectal Carcinoma
Cells, Carcinogenesis, 23 (10): 1677-1684.
Price, S.A., and L.M. Wilson, 1984. Patofisiologi (Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit). Edisi 2, Alih bahasa oleh Adji Darma, Jakarta :EGC.
Ren, W., Qiao, Z., Wang, H., Zhu, L., Zhang, L., 2003, Flavonoids: Promising
Anticancer Agents, Medicinal Research Review, 23 (4): 519-534.
Studiawan, H., dkk. 2004. Pengaruh Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kulit Batang
Artocarpus champeden Spreng Terhadap Kadar Enzim SGPT dan SGOT Mencit.
Majalah Farmasi Airlangga, Vol.5 No.3. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga,
Surabaya.
Subroto, M.A., Saputro, H. 2006. Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Jakarta :
Penebar Swadana.
Subroto, M.A., Saputro, H. 2007. Obat Alternatif: Sarang Semut Penakluk Penyakit Maut
http://www.bdb.ilusa.net/berita.php?id=98 . [12 Juni 2007].
Suntoro, S.H., Sudarwati, S., dan Prawirosoehardjo. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi
dan Histokimia). Jakarta : Bhratara Karya Aksara.
Thay, H. T., Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi ke lima cetakan pertama. Jakarta : Gramedia.
Tjindarbudi, D dan Mangunkusumo, R. 2002.”Cancer In Indonesia. Present and
Future”.Jpn Jclinoncol.32 (Suplement).
Wulandari, I. 2005. Uji Daya Antiinflamasi Akut Diasetil Heksagama Vunon-1 (Diasetil
HGV-1) secara Oral terhadap Udem Kaki tikus Betina Wistar Terinduksi
Karagenin. Skripsi. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.
Lampiran Gambar
Gambar Struktur Histologi Hepar Kelompok kontrol dengan Kelompok
perlakuan
Struktur histologis sel Hepar kelompok kontrol
Perbesaran : 400x Pewarnaan : H.E
Keterangan : 1. Sitoplasma Cloudy swelling 4. Nukleus Kariolisis 7. Sinusoid
2. Eritrosit 5. Sel Kupfer
3. Nukleus hepatosit normal 6. Vena sentralis
Struktur histologis sel Hepar kelompok 0,125 %
Perbesaran : 400x Pewarnaan : H.E
Keterangan : 1. Nukleus hepatosit normal 4. Nukleus piknotik
2. Sel kupfer 5. Sitoplasma Cloudy swelling
3. Nukleus kariolisis 6. Sinusoid
4
5
6
3
7 100 m
1
2
1
2
4
5
6
3
100 m
Gambar Struktur Histologi Uterus
Kelompok kontrol dengan Kelompok perlakuan
Struktur histologis sel Uterus lapisan endometrium kelompok kontrol
Perbesaran : 400x Pewarnaan : H.E
1. Nukleus mitosis 3. Sel desidua
2. Stroma
Struktur histologis sel Uterus lapisan endometrium kelompok 0,125%
Perbesaran : 400x Pewarnaan : H.E
Keterangan : 1. Sel desidua 2. Stroma
3. Nukleus mitosis
1
2
3 100 m
Keterangan :
1
2
3
100 m
Gambar Struktur Histologis Perubahan Lebar Uterus
Struktur histologis Perubahan lebar Uterus kelompok kontrol
Perbesaran : 100x Pewarnaan : H.E
Keterangan : 1. Endometrium 3. Perimetrium
2. Miometrium 4. Epitelium
Struktur histologis Perubahan lebar Uterus kelompok 0,025%
Perbesaran : 100x Pewarnaan : H.E
Keterangan : 1. Endometrium 3. Perimetrium
2. Miometrium 4. Epitelium
2
1
4
3
1
2
3
4
100 m
100 m