111
i STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA KARYA NANING PRANOTO: PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Stefania Benga Haban Nim: 164114027 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Februari 2020 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN ...dalam Novel Bella Donna Nova Karya Naning Pranoto Perspektif Pierre Bourdieu”. Skripsi S-1. Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra,

  • Upload
    others

  • View
    31

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

    DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA KARYA NANING PRANOTO:

    PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

    Program Studi Sastra Indonesia

    Oleh

    Stefania Benga Haban

    Nim: 164114027

    PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS SASTRA

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    Februari 2020

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Skripsi

    STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

    DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA KARYA NANING PRANOTO

    PERSPEKTlF PIERRE BOURDIEU

    g;.)

    ----fI Telah diserujui,;-[.1. r ~;l rJ;lllt

    I

    Pembimbing I

    Stefania Benga Haban

    1641140hy~~

    ~'j);U

    I 1• r.

  • Skripsi

    STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

    DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA KARYA NANING PRANOTOPERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU

    Dipersiapkan dan ditulis oleh

    Stefimia Benga Haban

    NIM; 164114027

    ,,(,,

    o~

    Nam Lengka

    Ketua

    Sekretaris

    Anggota

    -0,,; v

    Dekan Fakultas Sastra

    iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ,

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

    memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

    kuIipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta 17 Februari 2020

    -Stefania Benga Haban

    iv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

    Untuk Kepentingan Akademis

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

    Nama

    NIM

    : Stefania Benga Haban

    : 164114027

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perspustakaan

    Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang beIjudul Strukturisasi

    Kekuasaan dan Kekerasan Simbolik dalam Novel Bella Donna Nova Karya

    NaDing Pranoto Perspektif Pierre Bourdieu

    Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

    hak menyimpan, mengalihkan dalarn bentuk lain, mengelo1anya dalam bentuk

    pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet

    atau media lainnya untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya

    maupun memberikan royaliti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

    sebagai penulis.

    Demikian peri'fyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat

  • vi

    MOTO DAN PERSEMBAHAN

    Hanya pada Tuhan tempat pengharapan yang pasti.

    Dan hanya doa Ibu tempat berlabuhnya kesuksesan.

    -Fani Stefani-

    Skripsi ini kupersembahkan untuk:

    Ibu luar biasa, Ayah, Adik-adik dan para keluarga

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga

    proses penyelesaian skripsi ini berjalan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk

    memenuhi persyaratan penyelesaian Program Strata satu (S-1) Program Studi Sastra

    Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

    Banyak pihak yang membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan

    skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih terhadap seluruh pihak

    yang sudah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

    yaitu:

    1. Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M. Hum. sebagai pembimbing I. Terima

    kasih atas segala masukan, dorongan, bimbingan dalam proses

    penyelesaian skripsi ini.

    2. Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum. sebagai pembimbing II. Terima kasih

    atas segala masukan, dorongan, bimbingan dalam proses penyelesaian

    skripsi ini.

    3. Bapak Sony Christian Sudarsono S.S., M.A. sebagai Dosen Pembimbing

    Akademik Angkatan 2016. Terima kasih telah membimbing, memotivasi

    dan mendukung saya selama proses perkuliahan hingga mencapai titik ini.

    4. Para dosen, Bapak Hery Antono, M.Hum., (alm.) P. Ari Subagyo,

    M.Hum. (alm.) Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Ibu Maria

    Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A. Terima kasih telah membagikan

    banyak ilmu selama berproses di Prodi Sastra Indonesia.

    5. Karyawan sekretariat Prodi Sastra Indonesia. Terima kasih telah

    membantu saya dalam mengurusi bagian administratif selama proses

    perkuliahan.

    6. Teman-teman Sastra Indonesia Angkatan 2016, terima kasih atas segala

    kebersamaan yang kita rajut bersama.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7. Keluarga penulis, Ibu Martina Busa yang sudah berkorban penuh selama

    proses perkuliaban hingga mencapai titik ini. Ayab yang selalu

    mendoakan saya, adik-adik yang selalu memotivasi serta Sababat baik

    Fl3lISiskus Ambronsius yang selalu mendukung selama berproses.

    8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

    atas perhatian dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

    Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Namun

    demikian, kekurangan tersebut merupakan tangung jawab penulis. Segala

    saran dan kritik dari segala pihak terhadap penulis akan penulis terima

    dengan besar hati. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak orang.

    Yogyakarta, 17 Februari 2020

    Penulis

    Stefania Benga Haban

    ",;; ...

    viii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    ABSTRAK

    Haban, Stefania Benga.2020. “Strukturasi Kekuasaan dan Kekerasan Simbolik

    dalam Novel Bella Donna Nova Karya Naning Pranoto Perspektif Pierre

    Bourdieu”. Skripsi S-1. Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra,

    Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini mengkaji strukturasi kekuasaan dan kekerasan simbolik dalam

    novel Bella Donna Nova berdasarkan perspektif Pierre Bourdieu. Tujuan penelitian

    ini adalah (i) mendeskripsikan strukturisasi kekuasaan dan (ii) mendeskripsikan

    kekerasan simbolik dalam novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto.

    Penelitian ini menggunakan paradigma MH. Abrams dengan pendekatan

    diskursif. Penelitian ini menggunakan teori strukturasi kekuasaan dan kekerasan

    simbolik yang dikemukakan teori Pierre Bourdieu. Metode pengumpulan data yang

    digunakan adalah studi pustaka. Metode analisis data yang digunakan adalah metode

    analisis isi. Hasil analisis data disajikan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil

    penelitian akan meliputi dua hal; (i) deskripsi strukturasi kekuasaan yang meliputi

    modal, kelas, habitus, arena, dan (ii) deskripsi kekerasan simbolik yang ditemukan

    dalam novel Bella Donna Nova.

    Strukturasi kekuasaan yang ditemukan yaitu 1) modal ekonomi yang

    didominasi oleh Don Miguel Alexandro, Bella Donna Nova dan keluarga Hapsoro,

    modal sosial didominasi oleh Bella Donna Nova dan keluarga Hapsoro, modal

    simbolik dikuasai oleh Kunti dan Bella Donna Nova, modal budaya. Dalam modal

    budaya ditemukan a) modal budaya dalam kondisi “menubuh” modal ini dikuasai

    oleh Bella Donna Nova dan Kunti b) modal budaya dalam kondisi terobjektivikasi

    didominasi oleh Hapsoro dan Bastian c) modal budaya dalam kondisi yang

    terlembagakan dimiliki oleh Bella Donna Nova dan Kunti. 2) kelas borjuis kecil

    didominasi oleh Lala sebagai asisten Bella Donna Nova, kelas populer didominasi

    oleh Otte dan Carla, kelas dominan ditemukan a) kelas dengan besarnya kepemilikan

    modal dimiliki oleh Don Michado de Saosui-baron b) kelas dengan lebih banyaknya

    modal ekonomi dimiliki oleh Don Miguel Alexandro c) kelas yang lebih lemah

    dimiliki oleh Kunti dan Hapsoro 3) habitus ditemukan a) habitus kelas dominan

    didominasi oleh Bella Donna Nova dan Kunti b) habitus kelas borjuis kecil

    didominasi oleh Kunti dan Hapsoro c) habitus kelas populer didominasi oleh kaum

    biarawati

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    4) arena pada dasarnya adalah tempat persaingan dan perjuangan. Arena yang

    dominan ditemukan adalah arena sosial yang berlangsung di Brazil oleh anak-anak

    jalanan, arena domestik yang menggambarkan posisi perempuan dapat terangkat

    kelas sosialnya apabila menikahi laki-laki yang memiliki modal besar yakni Bella

    Donna Nova menikahi Don Miguel Alexandro, arena pendidikan didominasi oleh

    pendidikan Bella Donna Nova yang berlangsung di Brazil, arena ekonomi yang

    dimiliki oleh keluarga Hapsoro, Bella Donna Nova dan masyarakat Brazil serta arena

    budaya yang menonjolkan budaya-budaya Indonesia, Brazil dan Afrika; Bentuk

    kekerasan simbolik yang ditemukan yaitu a) kekerasan simbolik eufemisme yang

    dilakukan Hapsoro kepada Kunti b) kekerasan simbolik mekanisme sensorisasi yang

    ditemukan (i) kekuasaan dan kekerasan yang dilakukan para penjahat dan aparat

    pemerintahan Brazil kepada Bella Donna Nova (ii) kriminal yang dilakukan Bella

    Donna Nova kepada polisi Brazil dan seorang laki-laki bertopeng yang membunuh

    Bella Donna Nova.

    Kata kunci : struktur kekuasaan, kekerasan simbolik, modal, kelas, habitus, arena

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    ABSTRACT

    Haban, Stefania Benga.2020. "The structural Power and Symbolic Violence in

    the Novel Bella Donna Nova by Naning Pranoto through the Perspective of

    Pierre Bourdieu". Bachelor Thesis. Indonesian Literature Study Program.

    Faculty of Literature, Sanata Dharma University.

    This study examines the structure of power and symbolic violence in the novel

    Bella Donna Nova based on the perspective of Pierre Bourdieu. The study aims to

    achieve the following objectives (i) to describe the structuring of power and (ii) to

    describe symbolic violence in the novel Bella Donna Nova by Naning Pranoto.

    This study employs the paradigm of M.H Abrams with a discursive approach

    as well as the theory of power structuration and symbolic violence put forward by

    Pierre Bourdieu. Data collection method used in this study is that of literature review

    with its data analysis utilizing the content analysis method. The results of data

    analysis are presented with a descriptive qualitative method. The results of the study

    illustrate two things; (i) description of power structuration which includes capital,

    class, habitus, arena, and power and violence and (ii) description of symbolic

    violence found in the novel Bella Donna Nova.

    The power structure are 1) economic capital dominated by Don Miguel

    Alexandro, Bella Donna Nova and the Hapsoro family, social capital was dominated

    by Bella Donna Nova and the Hapsoro family, symbolic capital was controlled by

    Kunti and Bella Donna Nova, and cultural capital. In cultural capital, three conditions

    are identified namely a) in the "embodied" condition this capital is controlled by

    Bella Donna Nova and Kunti b) in the objectified condition is dominated by Hapsoro

    and Bastian c) in the institutionalized condition is owned by Bella Donna Nova and

    Kunti. 2) petty-bourgeois class, is dominated by Lala as Bella Donna Nova's

    assistant, the popular class is dominated by Otte and Carla, dominant class this study

    suggests three distinct classes a) class with a large share of capital ownership, owned

    by Don Michado de Saosui-baron b) class with more economic capital owned by Don

    Miguel Alexandro c) weaker class owned by Kunti and Hapsoro 3) whereas in

    habitus the finding demonstrate the following a) dominant class habitus dominated

    by Bella Donna Nova and Kunti b) petty bourgeois class habitus dominated by Kunti

    and Hapsoro c) popular class habitus dominated by nuns.

    4) The arena is basically a place of competition and struggle. The dominant

    arena takes place in Brazil by street children. Domestic arena that illustrates the

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    position of women can be lifted her social class if she married to men who have large

    capital namely Bella Donna Nova married to Don Miguel Alexandro. Education

    arena is dominated by Bella Donna Nova which took place in Brazil, the economic

    arena owned by the Hapsoro family, Bella Donna Nova and the Brazilian community

    as well as the cultural arena that highlighted by the cultures of Indonesia, Brazil and

    Africa; The forms of symbolic violence identified are a) symbolic violence of

    euphemism committed by Hapsoro to Kunti b) symbolic violence of sensory

    mechanism point out (i) power and violence committed by criminals and Brazilian

    government officials to Bella Donna Nova (ii) crimes committed by Bella Donna

    Nova to a Brazilian police and a masked man who killed Bella Donna Nova.

    .

    Keywords: Power structures, symbolic violence, capital, class, habitus, and arena

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

    HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................ ii

    HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................................. iii

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................. iv

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………………. vi

    KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii

    ABSTRAK ................................................................................................................ ix

    ABSTRACT ................................................................................................................ xi

    DAFTAR ISI ............................................................................................................. xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7 1.4 Manfaat Hasil Penelitian .............................................................................. 7 1.4.1 Manfaat Teoretis .......................................................................................... 7 1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................................ 8 1.5 Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 9 1.6 Landasan Teori ............................................................................................ 11 1.6.1 Strukturasi Kekuasaan .................................................................................. 11 1.6.1.1 Modal .......................................................................................................... 12 1.6.1.2 Kelas ............................................................................................................. 13 1.6.1.3 Habitus ......................................................................................................... 14 1.6.1.4 Arena ............................................................................................................ 15 1.6.1.5 Kekerasan Simbolik ……………………………………………………... 16 1.6.2 Kerangka Berpikir ........................................................................................ 18 1.7 Metode Penelitian......................................................................................... 19 1.7.1 Jenis Penelitian ............................................................................................. 19 1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 20 1.7.3 Metode Analisis Data ................................................................................... 21 1.7.4 Metode Penyajian Analisis Data .................................................................. 21

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    1.7.5 Sumber Data ................................................................................................. 21 1.8 Sistematika Penyajian .................................................................................. 22

    BAB II STRUKTURISASI KEKUASAAN DALAM NOVEL BELLA DONA

    NOVA

    KARYA NANING PRANOTO ................................................................ 23

    2.1 Pengantar ...................................................................................................... 23 2.2 Modal ........................................................................................................... 24 2.2.1 Modal Ekonomi ............................................................................................ 25 2.2.2 Modal Sosial ................................................................................................ 32 2.2.3 Modal Budaya .............................................................................................. 40 2.2.3.1 Kondisi “Menubuh” ..................................................................................... 41 2.2.3.2 Kondisi Terobjektifikasi............................................................................... 44 2.2.3.3 Kondisi yang Terlembagakan ...................................................................... 47 2.2.4 Modal Simbolik ............................................................................................ 48 2.3 Kelas ............................................................................................................. 52 2.3.1 Kelas Dominan ............................................................................................. 52 2.3.1.1 Kelas dengan Besarnya Kepemilikan Modal ............................................... 53 2.3.1.2 Kelas dengan Lebih banyaknya Modal Ekonomi ........................................ 54 2.3.1.3 Kelas yang Lebih Lemah ............................................................................. 55 2.3.2 Kelas Borjuis Kecil ...................................................................................... 56 2.3.3 Kelas Populer ............................................................................................... 57 2.4 Habitus ......................................................................................................... 59 2.4.1 Habitus Kelas Dominan ............................................................................... 60 2.4.2 Habitus Kelas Borjuis Kecil ......................................................................... 62 2.4.3 Habitus Kelas Populer .................................................................................. 64 2.5 Arena ………………………………………………… ............................... 66 2.6 2.4 Rangkuman .................................................................................................. 69

    BAB III KEKERASAN SIMBOLIK DALAM NOVEL BELLA DONA

    NOVA

    KARYA NANING PRANOTO ................................................................ 72

    3.1 Pengantar ...................................................................................................... 72 3.1.1 Kekerasan Simbolik Eufemisme................................................................... 74 3.1.2 Kekerasan Simbolik Mekanisme sensorisasi ............................................... 76 3.1.2.1 Kekuasaan dan Kekerasan............................................................................. 76

    3.1.2.2 Kriminal ........................................................................................................ 81

    3.2 Rangkuman ................................................................................................... 83

    BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 85

    4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 85

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    4.2 Saran .................................................................................................................. 88

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 89

    LAMPIRAN ............................................................................................................. 92

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Sastra tidak sekadar hadir sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan

    segala aspek kehidupan manusia. Lebih dari itu, sastra merupakan cerminan tentang

    masyarakat yang tertuang dalam berbagai karya yang ditulis oleh para seniman.

    Wellek dan Warren dalam Teori Kesusastraan (2016:4) menegaskan bahwa sastra

    adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni; Sedangkan studi sastra adalah

    cabang ilmu pengetahuan. Sastra tidak hanya menjadi cerminan bagi masyarakat saja,

    melainkan sastra sudah menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Melalui berbagai

    proses permasalahan dan kisah kehidupan manusia, sastra seolah mengalir dengan

    berbagai variasi alur, latar dan setting yang selalu menjadi momen untuk dibukukan

    dan menjadi bahan penelitian. Pendekatan umum yang dilakukan terhadap hubungan

    sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai

    potret kenyataan sosial (Wellek dan Warren 2016:5).

    Sastra sebagai dokumen sosial tersebut, juga terdapat dalam novel yang

    merupakan salah satu bentuk karya sastra berjenis prosa karena bentuknya yang tak

    sepadat puisi dan tak seringkas cerpen. Novel merupakan karangan prosa yang

    panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di

    sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2016).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    Novel ini mampu menjabarkan secara detail konflik yang menjadi alur utama cerita.

    Novel ini juga mampu memuat pemikiran penulis secara menyeluruh.

    Objek penelitian ini adalah novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto.

    Naning Pranoto merupakan novelis dan cerpenis yang berasal dari Yogyakarta.

    Karya-karya besarnya yang sudah beredar luas antara lain, novel Mumi Beraroma

    Minyak Wangi (2001), Miss Lu (2003), Musim Semi Lupa Singgah di Shizi (2003),

    Bella Donna Nova (2004), Azalea Jingga (2005), (Sekuntum Ruh dalam Merah

    (2011), Wajah Sebuah Vagina (2004), serta Sebilah Pisau Dari Tokyo (2003)

    (kumpulan cerita pendek). Beberapa novel di antaranya lebih menyoroti kehidupan

    perempuan yang secara tidak langsung terjadi dalam kehidupan nyata.

    Novel ini mengisahkan seorang lelaki bernama Hapsoro. Hapsoro adalah

    seorang pelukis. Sedangkan sang istri berprofesi sebagai wartawati dan bertugas di

    Rio de Janeiro, Brazil selama dua minggu. Diceritakan bahwa Hapsoro sangat

    mencintai istrinya Kunti. Akan tetapi selama perjalanan di Rio de Jeneiro mereka

    berkenalan dengan seorang wanita kaya raya dan sangat cantik. Maka timbullah niat

    buruk dari Hapsoro untuk menginginkan dan menyetubuhi wanita yang bernama

    Bella Donna Nova tersebut.

    Bella Donna merupakan seorang perempuan yang memiliki kisah kelam yang

    sangat memilukan, yakni sewaktu berusia sepuluh tahun ia diperkosa lima kali.

    Dalam usia tiga belas tahun ia melahirkan. Lalu pada umur lima belas ia diperkosa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    oleh lima laki-laki sekaligus. Kemudian dinikahi oleh seorang lelaki tua kaya yang

    menjadikan Bella Donna sebagai budak seks bertahun-tahun hingga ajal

    menjemputnya. Alkisah, Bella menjadi janda kaya sepeninggalan suaminya. Hidup

    berlimpah harta serta menjadi terkenal karena kecantikannya Bella Donna Nova juga

    dikenal dengan kemurahan hatinya lewat berbagai uluran tangan kepada masyarakat

    di Rio de jeneiro sehingga dijuluki bak santa.

    Jiwa sosial Bella Donna ternyata banyak ditentang berbagai pihak

    pemerintahan Rio de jeneiro dengan berbagai alasan politik dan juga kekuasaan

    kelas-kelas atas. Oleh sebab itu, berbagai usaha pemerintah dihalalkan untuk

    memberantas kelas borjuis kecil yang tak bersalah. Atas dasar itulah, Bella Donna

    merasa ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintahan Brazil atas usaha dan kerja

    kerasnya untuk menolong kaum papa yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah

    Brazil.

    Maka timbullah perjuangan dan perlawanan Bella Dona terhadap

    pemerintahan Brazil yang juga melibatkan Hapsoro dan Kunti. Perjuangan Bella

    Dona melawan pemerintahan Brazil untuk melindungi anak-anak yang dijadikan

    korban oleh pemerintah berakhir dengan kekerasan yang dilakukan oleh Bella Donna

    yang menembak mati seorang anggota polisi Brazil hingga tewas. Bella Donna

    akhirnya menjadi buronan di negeranya sendiri, ribuan media memberitakan kasus

    terbesar sepanjang sejarah yang dialami Bella Dona yang melibatkan Kunti dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    Hapsoro sebagai saksi atas perjuangan Bella Dona sampai pada akhirnya Bella Donna

    meninggal karena ditembak mati oleh seorang laki-laki memakai topeng harimau.

    Berikut ini akan diilustrasikan adanya penggunaan kekuasaan yang sewenang-

    wenang dari para pemerintah terhadap rakyatnya dalam novel Bella Donna Nova

    melalui kutipan berikut ini.

    “Kulihat layar TV sedang menayangkan sebuah favela yang

    dipenuhi asap dan digaduhi dentuman-dentuman tembakan. Di

    dalamnya, terlihat polisi-polisi yang malang melintang mengejar

    remaja-remaja dan anak-anak yang lari pontang panting. Para

    polisi menggunakan tameng dan pelindung wajah yang mirip

    topeng. Senapan-senapannya siap siaga dan sebagian

    memuntahkan peluru. Sebagian dari anak-anak dan remaja

    berlarian ketakutan itu mandi darah. Ada juga yang berjatuhan

    penuh luka, lalu terinjak-injak. Jeritan pilu dan pedih terdengar di

    sana-sini” (Pranoto, 2004:160).

    “Begitu itu kalau polisi Rio melakukan operasi sapu jagad untuk

    pembersihan penyalur dan pengedar obat bius. Anak-anak yang

    tidak berdosa jadi korban.” (Pranoto, 2004:161).

    Kutipan di atas merupakan penggambaran kekuasaan pemerintahan Brazil

    yang semena-mena dalam menjalankan tugas - tugasnya. Di lain sisi, tujuan utama

    dari penggusuran favela milik Bella Nova dikarenakan adanya unsur persaingan yang

    berada di balik kasus yang dibalut dalam operasi sapu jagad tersebut. Hal ini

    merupakan salah satu indikasi adanya strukturasi kekuasaan yang menarik untuk

    dikaji secara akademik.

    Berikut ini akan diilustrasikan adanya persoalan kekerasan simbolik dalam

    novel Bella Donna Nova melalui kutipan berikut ini.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    “Ah, Nova! Nova! Nova! Nova lagi!

    Aku jadi malu terhadap diriku sendiri. Dari laki-laki yang

    lemah. Diri laki-laki yang mudah tergoda. Diri laki-laki yang

    tak tahan iman dan uji. Kalau begitu, aku ini laki-laki macam

    apa? Laki-laki kelas ‘kacang-kacangan’ atau kelas ‘tempe

    gembus? Kalau saja Kunti tahu, ia pasti akan kecewa berat

    karena aku lemah dan mudah tergoda, serta mengkhianati

    cintanya. Atau, karena aku egois sehingga aku bertindak

    demikian?” ( Pranoto, 2004: 124)

    “Kubiarkan pancuran airnya dan membuncah itu membasuh

    sekujur tubuhku yang baru saja terbenam dalam fantasi biruku

    terhadap Nova, meski yang kujadikan pelampiasan adalah

    Kunti. Ooohhh … alangkah kejinya aku. Kalau begitu, benar

    kata pepatah bahwa laki-laki itu mirip anjing bila sedang

    dikuasai nafsu birahinya. Maka, bila suatu hari nanti Kunti tahu

    dustaku dan lalu ia mengataiku “anjing’, maka aku takkan

    membantahnya. Kubiarkan diriku dimaki-maki demikian

    karena aku memang layak dimakinya: anjing!” (Pranoto,

    2004:152).

    Dalam kasus di atas, terjadi kekerasan simbolik yang dilakukan oleh Hapsoro

    kepada istrinya Kunti. Kekerasan simbolik itu diperlihatkan oleh Hapsoro yang pada

    akhirnya mengkhianati istrinya yang merupakan teman baik Bella Donna Nova.

    Sementara Kunti, tidak menyadari adanya kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.

    Terdapat dua alasan pokok peneliti meneliti novel Bella Donna Nova karya

    Naning Pranoto yakni terkait alasan pemilihan objek material dan alasan pemilihan

    objek formal.

    Pertama, terdapat tiga alasan peneliti mengkaji novel Bella Donna Nova

    karya Naning Pranoto sebagai objek material adalah sebagai berikut (1) Novel Bella

    Donna Nova mendapat banyak perhatian seperti karya-karya Naning Pranoto

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    lainnya. (2) Novel Bella Donna Nova merupakan novel yang mengangkat isu-isu

    kekerasan simbolik dan kekuasaan yang masih kurang diteliti oleh peneliti lain . (3)

    Masih sangat sedikit yang menggunakan objek materialnya sebagai bahan penelitian

    baik sastra maupun bahasa.

    Kedua, adapun dua alasan peneliti mengkaji teori sastra perspektif Pierre

    Bourdieu sebagai objek formal antara lain sebagai berikut. (1) Teori Pierre Bourdieu

    mampu mengungkap alasan-alasan peristiwa tertentu. (2) Teori Pierre Bourdieu

    cukup aplikatif dalam karya sastra.

    Penelitian ini akan mendeskripsikan strukturasi kekuasaan dan kekerasan

    simbolik dalam novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto. Pembahasan

    tersebut dilakukan guna mengungkapkan bentuk strukturasi kekuasaan dan kekerasan

    simbolik terhadap tokoh-tokoh perempuan dalam novel Bella Donna Nova karya

    Naning Pranoto.

    1.2 Rumusan masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1.2.1 Bagaimana strukturasi kekuasaan dalam novel Bella Donna Nova karya

    Naning Pranoto?

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    1.2.1 Bagaimana kekerasan simbolik yang terjadi di dalam novel Bella Donna Nova

    karya Naning Pranoto?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat disimpulkan

    sebagai berikut.

    1.3.1 Mendeskripsikan strukturasi kekuasaan yang mencakup modal, kelas, habitus,

    arena dalam novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto. Hal ini akan

    dibahas dalam Bab II.

    1.3.2 Mendeskripsikan kekerasan simbolik dalam novel Bella Donna Nova karya

    Naning Pranoto. Hal ini akan dibahas dalam Bab III.

    1.4 Manfaat Hasil Penelitian

    Hasil d ari penelitian ini akan memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

    Manfaat-manfaat tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

    1.4.1 Manfaat Teoretis

    Manfaat teoretis merupakan manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan.

    Manfaat praktis adalah manfaat untuk profesi pekerjaan tertentu. Novel yang sudah

    dipilih dalam penelitian ini adalah novel yang mengandung permasalahan kekuasaan,

    kekerasan dan permasalahn sosial yang sangat dekat dengan kehidupan nyata kita.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    Terlebih yang berkaitan erat dengan permasalahan kekerasan perempuan dan

    permasalahan ekonomi.

    Penelitian ini akan menghadirkan berbagai masalah yang sangat dekat dengan

    masalah sosial yang ada di sekitar kita. Masalah-masalah yang diulas akan

    memberikan pemahaman mengenai permasalahan baik kekerasan simbolik maupun

    masalah-masalah sosial yang sering terjadi di masa sekarang.

    Selanjutnya, penelitian ini juga menghadirkan relasi kekuasaan yang berkaitan

    dengan modal, kelas, habitus, arena. Permasalahan ini adalah permasalahan yang

    sering terjadi sehingga dapat diketahui penyebab permasalahan dari hal-hal yang

    terjadi menurut perspektif Pierre Bourdieu.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

    orang-orang yang bergelut dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya yang bergelut

    dalam bidang sastra. Penelitian ini mengangkat tentang strukturasi kekuasaan dan

    kekerasan simbolik yang sering kita jumpai dalam kehidupan saat ini agar bisa

    menjadi bahan referensi penelitian, menambah wawasan pembaca dan diharapkan

    agar penelitian ini bisa menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    1.5 Tinjauan Pustaka

    Penelitian mengenai strukturasi kekuasaan dan kekerasan simbolik secara

    umum pernah dibahas oleh Barata (2017) sebagai tugas akhir yang diajukan untuk

    memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sastra Indonesia Program

    Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembahas berikutnya

    adalah Melisha (2018) sebagai tugas akhir yang menjadi syarat untuk memperoleh

    gelar sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Universitas Sanata Dharma.

    Barata (2017) dalam skripsinya berjudul “Struktur Kekuasaan dan Kekerasan

    Simbolik dalam Cerpen “Ayam”, “suatu malam suatu warung”, dan “Tahi” dalam

    sekumpul Cerpen Hujan Menulis Ayam Karya Sutardji Calzoum Bachri”

    menemukan empat hasil penelitian, sebagai berikut. Terdapat empat modal di dalam

    kumpulan cerpen tersebut, yaitu: modal ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik.

    Kelas-kelas di dalam kumpulan cerpen tersebut dipengaruhi oleh kekuatan modal

    masing-masing tokoh. Dalam cerpen tersebut kelas dominan diisi oleh para penyair di

    cerpen “ Ayam” dan suatu malam suatu warung”, tokoh aku dalam cerpen “Tahi”.

    Kelas borjuasi kecil diisi oleh pekerja pemotong dahan, pembuat kopi atau

    jamu di dalam cerpen “ayam” sedangkan didalam cerpen “Suatu malam suatu

    warung” adalah pemiliki warung . Cerpen “Tahi” tidak menghadirkan adanya kelas

    borjuis kecil. Kemudian kelas popular diisi oleh orang-orang yang tinggal di pinggir

    sungai dalam cerpen “ayam”, pelacur tua dalam cerpen “suatu malam suatu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    warung”, dan orang yang peminta-minta dalam cerpen “tahi”. Ada pun Habitus dan

    Arena yang ditampalkan dalam cerpen tersebut lebih pada kehidupan sosial

    masyarakat menengah kebawa dan yang terakhir adalah kekerasan simbolis berupa

    mekanisme eufeminisme dan mekanisme sensoriasi terjadi. Kelompok yang

    mendapat kekerasan menganggap kekerasan itu sebuah kebenaran. Akan tetapi di

    akhir cerita akan nada penyesalan dan kesadaran dari tokoh-tokoh yang melakukan

    kekerasan tersebut.

    Di akhir penelitiannya, Barata menyimpulkan bahwa kekerasan simbolik ada

    dalam kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam, walaupun kelas-kelas yang ada di

    dalamnya tidak sangat mencolok digambarkan perbedaannya. Kekerasan yang terjadi

    diwarnai dengan banyaknya simbol-simbol yang dihadirkan di dalam cerpen tersebut.

    Akan tetapi ada hal-hal baru yang coba dimunculkan dari ketiga cerpen tersebut

    dalam upaya penciptaan dunia baru.

    Melisha (2018) dalam penelitiannya mengenai kekerasan simbolik orde baru

    dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori perspektif Pierre Bouerideu menunjukkan

    bahwa kekerasan simbolik perspektif Pierre Bourdieu meliputi bahasa sebagai alat

    utama kekerasan simbolik, mekanisme kekerasan simbolik dan kekerasan simbolik

    orde baru. Ada pun penemuan dua mekanisme kekerasan simbolik dalam novel

    Pulang karya Leila S. Chudori yakni eufeminisme dan mekanisme sensorisasi.

    Penelitan ini juga menemukan adanya lima jenis kekerasan simbolik orde baru di

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    antaranya adalah kekerasan simbolik terhadap organisasi PKI, masyarakat Tionghoa,

    ruang publik, keturunan PKI, dan yang terakhir eksil politik.

    1.6 Landasan Teori

    Pierre-Felix Bourdieu lahir di Desa Denguin (Distrik Pyrenees Atlantiques),

    di selatan Prancis pada 1 Agustus 1930. Ayahnya adalah seorang petugas pos desa.

    Bourdieu belajar filsafat bersama Louis Althusser di Paris. Bourdieu merupakan

    intelektual yang aktif terlibat dalam gerakan-gerakan sosial dan politik. Ia

    memberontak melawan mekanisme-mekanisme dominasi sosial dan membela

    kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan tertindas. Ia memimpin sebuah komisi

    yang merefleksikan mengenai isi pengajaran yang diminta oleh Presiden Francois

    Mitterand.

    Bourdieu dikenal para pendidik atas penjelasannya mengenai bagaimana

    kelompok sosial yang terdidik (kelompok atau kelas professional) menggunakan

    modal kebudayaann (culture capital) sebagai strategi untuk mempertahankan atau

    mendapatkan status dan kehormatan dalam masyarakat. Berikut ini akan dipaparkan

    penjelasan teori Pierre Bourdieu yang terdiri atas strukturasi kekuasaan, modal,

    kelas,habitus, arena dan kekuasaan dan kekerasan.

    1.6.1 Strukturasi Kekuasaan

    Dalam sebuah relasi selalu ada yang mendominasi dan didominasi antara dua

    kelompok atau individu. Perbedaan itu menghasilkan relasi kekuasaan. Menurut

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    (Masco, 1996: 212) strukturasi merupakan proses di mana struktur sosial saling

    ditegakkan oleh para agen sosial, dan bahkan masing-masing bagian dari struktur

    mampu bertindak melayani bagian yang lain.

    Hasil akhir dari strukturasi adalah serangkaian hubungan sosial dan proses

    diorganisasikan di antara kelas, jender, ras dan gerakan sosial yang masing-masing

    berhubungan satu sama lain.

    1.6.1.1 Modal

    Modal (kapital) dapat dimaknai sebagai sekumpulan sumber daya (baik materi

    ataupun nonmateri) yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu yang dapat

    digunakan untuk mencapai tujuan. Modal yang dimiliki seseorang atau kelompok

    tertentu, akan menentukan posisi mereka dalam struktur sosial (Martono, 2012: 32).

    Dijadikan sebagai alat untuk memproduksi kekuasaan dan ketidaksetaraan. Bourdieu

    juga mengkategorikan jenis-jenis modal, yaitu modal sosial (social capital), modal

    budaya (cultural capital), modal simbolik (symbolic capital).

    Modal sosial menunjukkan semua sumber daya yang aktual atau potensial

    yang terkait dengan pemilikan jaringan, hubungan saling mengenal atau saling

    mengakui yang memberi anggotanya dukungan modal yang dimiliki bersama. Modal

    sosial dapat diwujudkan dalam bentuk praktis atau keterlembagakan. Modal sosial

    terwujud dalam keanggotaan/kelompok yang terikat, seperti keluarga, sekolah dan

    sebagainya. Modal budaya merujuk pada keahlian individu, baik sikap, cara bertutur

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    kata, berpenampilan, cara bergaul, dan sebagainya. Modal budaya punya tiga bentuk,

    yaitu menubuh (disposisi tubuh), terobjektifikasi (benda budaya), dan terlembagakan

    (ada pengakuan resmi lembaga). Modal juga memiliki peran dalam hal kekuasaan,

    modal merupakan bentuk simbolik dari kekuasaan. Modal simbolik sebuah bentuk

    modal yang berasal dari jenis lain, yang dikenali dan diakui sebagai sesuatu yang sah

    dan natural. Misalnya, pemilihan tempat tinggal wisata, hobi, tempat makan, dan

    sebagainya. Menurut Bourdieu, modal simbolik merupakan sumber kekuasaan yang

    krusial (Martono, 2012:33).

    1.6.1.2 Kelas

    Kelas adalah sistem representasi kelompok sosial yang ditentukan oleh akses

    ke kegiatan budaya tertentu yang pada dasarnya tidak setara, sesuai dengan

    kepemilikan sosial (Haryatmoko, 2016:54). Kelas terdiri dari tiga kelompok, yaitu

    kelas dominan, kelas borjuis kecil, dan kelas populer.

    Menurut Haryatmoko (2012:46) Kelas dominan adalah kelas pemilik modal

    utama dan terbesar yang dapat menentukan budaya yang berlaku. Kelas borjuis kecil

    adalah kelas yang memiliki keinginan tinggi untuk menaikan tangga sosial.

    Sementara kelas populer menjadi kelas penerima dominasi dan tidak memiliki posisi

    tolak terhadap budaya dominan. Dapat disimpulkan bahwa kelas populer hampir tidak

    memiliki modal sama sekali.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    1.6.1.3 Habitus

    Habitus dapat dirumuskan sebagai sebuah sistem disposisi-disposisi (skema-

    skema persepsi, pikiran, dan tindakan yang diperoleh dan bertahan lama). Habitus

    merupakan gaya hidup (lifestyle), nilai-nilai (values), watak (dispositions), dan

    harapan (expectation) kelompok sosial tertentu. Sebagian habitus dikembangkan

    melalui pengalaman. Individu belajar tentang apa yang berada di luar kehidupan,

    bagaimana mereka berhasil dalam berbagai kegiatan, bagaimana orang lain merespon

    aktivitas dirinya jika mereka melakukan cara yang tidak biasanya (Martono,

    2012:36).

    Konsep habitus juga dapat dimaknai dalam beberapa hal. Pertama, habitus

    sebagai sebuah pengondisian yang dikaitkan dengan syarat-syarat keberadaan suatu

    kelas. Kedua, habitus merupakan hasil keterampilan yang menjadi tindakan praktis

    (yang tidak harus disadari) yang kemudian diterjemahkan menjadi sebuah

    kemampuan yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial

    tertentu. Habitus pada akhirnya menjadi sumber penggerak tindakan, pemikiran, dan

    representasi. Ketiga, habitus merupakan kerangka penafsiran untuk memahami dan

    menilai realitas sekaligus menghasilkan praktek-praktek kehidupan yang sesuai

    dengan struktur objektif. Habitus menjadi dasar kepribadian individu. Keempat,

    keberadaan nilai atau norma dalam masyarakat menggarisbawahi bahwa habitus

    merupakan sejumlah etos, maksudnya bila menyangkut prinsip-prinsip atau nilai-nilai

    yang dipraktikkan, bentuk moral yang diinternalisasikan dan tidak mengemuka dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    kesadaran, namun mengatur perilaku sehari-hari (bukan etika), yang merupakan

    refleksi teoritis mengenai moral yang diargumentasi, diungkapkan, dan dikonfirmasi.

    Kelima, habitus merupakan struktur sistem yang selalu berada dalam proses

    restrukturisasi. Jadi, praktik–praktik dan representasi kita tidak sepenuhnya bersifat

    deterministik (pelaku atau aktor dapat memilih), namun juga tidak sepenuhnya bebas

    pilihannya ditentukan oleh habitus (Martono, 2012:37).

    Jadi, setiap kelas akan memiliki habitus yang berbeda-beda. Habitus ini

    pulalah yang kemudian dipaksakan kelas dominan kepada kelas terdominasi. Kelas

    dominan akan selalu memaksakan habitusnya melalui berbagai mekanisme

    kekuasaan.

    1.6.1.4 Arena

    Arena adalah area pertarungan dan perjuangan (Haryatmoko, 2016:50).

    Setiap arena pasti memiliki aturan main dan logikanya serta semua arena dapat

    membangkitkan keyakinan bagi para aktor mengenai sesuatu yang dipertaruhkan.

    Arena disebut juga dengan pasar. Pihak dengan akumulasi modal tertinggi

    akan menjadi kelas dominan, untuk memenangkan kompetisi, diperlukan strategi

    penempatan. Strategi penempatan adalah maksimalisasi capital yang dimiliki pada

    sebuah arena sosial tertentu dengan waktu yang tepat (Ningtyas, 2015).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    1.6.1.5 Kekerasan Simbolik

    Kekerasan simbolik, menurut Bourdieu (Jenkins,2004:157) adalah pemaksaan

    sistem simbolisme dan makna (misalnya kebudayaan) terhadap kelompok atau kelas

    sedemikian rupa sehingga hal itu dialami sebagai sesuatu yang sah. Legitimasinya

    meneguhkan relasi kekuasaan yang menyebabkan pemaksaan tersebut berhasil.

    Selama dia diterima sebagai sesuatu yang sah, kebudayaan memperkuat dirinya

    melalui relasi kekuasaan tersebut, memberikan kontribusi kepada reproduksi

    sistematis mereka. Ini diraih melalui suatu proses salah mengenali (misrecognition),

    suatu proses di mana relasi kekuasaan tidak dipersepsikan secara objektif, namun

    dalam bentuk yang menjadikan mereka absah dimata pemeluknya.

    Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut

    berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah kekuasaan. Ketika sebuah

    kelas mendominasi kelas yang lain, maka di dalam proses dominasi tersebut akan

    menghasilkan sebuah kekerasan. Kekerasan muncul sebagai upaya kelas dominan

    untuk melenggangkan dominasi atau kekuasaannya dalam struktur sosial. Jadi,

    kekuasaan dan kekerasan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan

    (Martono, 2012: 39-40).

    Secara bergantian, Bourdieu menggunakan istilah ‘kekerasan simbolik’

    (symbolic violence), ‘kuasa simbolik’ (symbolic power), dan ‘dominasi simbolik’

    (symbolic dominance) untuk merujuk pada hal yang sama. Kekerasan simbolik dapat

    dilakukan melalui dua cara (Haryatmoko, 2003). Pertama, eufemisme. Eufemisme

    biasanya membuat kekerasan simbolik menjadi tidak tampak, bekerja secara halus,

    tidak dapat dikenali, dan dapat dipilih secara ‘tidak sadar’. Kedua, mekanisme

    sensorisasi yang menjadikan kekerasan simbolik nampak sebagai bentuk sebuah

    pelestarian semua bentuk nilai yang di anggap sebagai ‘moral kehormatan’, seperti:

    kesantunan, kesucian, kedermawanan, dan sebagainya yang biasanya dipertentangkan

    dengan ‘moral yang rendah’ seperti: kekerasan, kriminal, ketidakpantasan, asusila,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    kerakusan, dan sebagainya. Terakhir, kekuasaan simbolik merupakan kekuasaan

    menciptakan dunia. Pelaku sosial dapat memiliki kekuasaan untuk menciptakan atau

    menghancurkan, memisahkan atau menyatukan, dan yang lebih penting lagi dengan

    menggunakan kekerasan simbolik, ia dapat memberikan nama atau membuat definisi:

    maskulin/feminim, atas/bawah, kuat/lemah, baik/buruk, atau benar/salah (Martono,

    2012:40).

    Kekerasan simbolik adalah suatu konsep penting dalam ide teoretis Bourdieu.

    Makna konsep ini terletak pada upaya actor-aktor sosial dominan menerapkan suatu

    makna sosial dan representasi realitas yang diinternalisasikan kepada actor lain

    sebagai sesuatu yang alami dan abash, bahkan makna sosial tersebut kemudian

    dianggap benar oleh actor lain tersebut (Martono, 2012:39).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    1.6.2 Kerangka Berpikir

    Berdasarkan teori yang dipaparkan untuk meneliti karya sastra di atas, maka

    berikut ini akan dituangkan ke dalam bentuk bagan berupa gambar kerangka berpikir

    sebagai berikut.

    Kerangka Berpikir

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    1.7 Metode Penelitian

    Metode digunakan sebagai alat seperti teori, yang berfungsi untuk

    memecahkan masalah sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Metode

    menurut Ratna (2004:34) merupakan cara-cara, strategi untuk memahami realitas,

    langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya.

    Metode Penelitian ini menggunakan teknik baca dan teknik catat. Pengumpulan data

    dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan. Dalam studi kepustakaan

    data – data dicari dari sumber- sumber tertulis.

    1.7.1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini menggunakan paradigma M H. Abrams. Paradigma

    Abrams menjelaskan empat pendekatan yang terdiri atas pendekatan ekspresif,

    pendekatan objektif, pendekatan mimetik, dan pendekatan pragmatik. Dalam (Taum,

    2017:4) menjelaskan paradigma Abrams direposisikan agar memperoleh dua

    tambahan pendekatan. Pendekatan tersebut yakni pendekatan eklektik dan pendekatan

    diskursif. Menurut (Taum,2017:4) pendekatan eklektik adalah pendekatan yang

    menggabungkan secara selektif beberapa pendekatan untuk memahami sebuah

    fenomena. Sementara pendekatan diskursif adalah pendekatan yang menitikberatkan

    pada diskursus (wacana sastra) sebagai sebuah praktik diskursif.

    Penelitian ini menggunakan pendekatan diskursif. Istilah “ diskursif”

    mengacu pada pengertian wacana. Diskursus adalah cara menghasilkan pengetahuan,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    beserta praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk

    atasnya, relasi kekuasaan yang ada dibalik pengetahuan dan praktik-praktik sosial di

    belakangnya. Taum (2017:5) menambahkan bahwa ktitik sastra diskursif

    menunjukkan area baru objek penelitian sastra yang belum dirambah oleh teori

    kritik sastra yakni teks-teks sastra dan teks-teks non sastra sebagai representasi

    kekuasaan yang dibangun melalui praktik-praktik diskursif. Penelitian ini

    menggunakan teori Pierre Bourdieu untuk mengaji strukturasi kekuasaan dan

    kekerasan simbolik dalam karya satra.

    Objek material penelitian ini adalah novel Bella Donna Nova karya Naning

    Pranoto, sedangkan objek formal dalam penelitian ini adalah Strukturasi Kekuasaan

    dan Kekerasan Simbolik Perspektif Pierre Bourdieu.

    1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

    Metode dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

    metode studi pustaka, teknik simak dan teknik catat. Metode studi pustaka ini

    digunakan untuk mendapatkan data –data dalam novel Bella Donna Nova karya

    Naning Pranoto, buku-buku referensi dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan objek

    material dan objek formal dalam penelitian ini. Sedangkan teknik simak digunakan

    untuk menyimak teks dalam karya sastra yang akan menjadi bahan penelitian. Teknik

    catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan mendukung penulis

    dalam memecahkan rumusan masalah (Sudaryanto, 1993: 135).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    1.7.3 Metode Analisis Data

    Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

    isi. Metode analisis isi akan membantu memecahkan permasalahan yang terajadi

    dalam karya sastra tersebut dengan menggunakan landasan berpikir Pierre Bourdieu

    dalam teori strukturasi kekuasaan dan kekerasan simbolik. Dalam hal ini, isi tersebut

    yang diprioritaskan untuk dianalisis.

    1.7. 4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

    Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan

    deskriptif kualitatif yakni mendeskripsikan analisis ke dalam kalimat-kalimat. Isi dari

    deskripsi tentang penelitian ini adalah analisis strukturasi kekuasaan dan kekerasan

    simbolik yang terdapat dalam novel Bella Donna Nova karya Naning Pranoto.

    1.7.5 Sumber Data

    Sumber data dari penelitian ini mengenai strukturasi kekuasaan dan kekerasan

    simbolik dalam karya sastra ini adalah sebagai berikut:

    Judul buku : Bella Donna Nova

    Pengarang : Naning Pranoto

    Tahun Terbit : 2004

    Penerbit : Grasindo

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    1.8 Sistematika Penyajian

    Sistematika penyajian dalam penelitian ini akan dilaporkan dalam bentuk

    yang sistematis ke dalam bab-bab. Setiap bab memiliki peran yang berbeda dalam

    penyajian yang berkaitan dengan penelitian ini. Pada dasarnya penelitian terhadap

    novel Bella Donna Nova akan dibagi menjadi tiga bagian, yakni bagian awal, bagian

    tengah dan bagian akhir.

    Pada bagian awal berisi satu bab yang di dalamnya terdapat beberapa sub bab.

    Bagian awal adalah bab I yang berisis pendahuluan terhadap penelitian ini. Adapun

    dalam bab I terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

    hasil penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, kerangka berpikir, pendekatan dan

    metode penelitian, dan sistematika penyajian.

    Pada bagian tengah berisi bab II tentang pemahaman mengenai karya sastra

    dengan cara membedah unsur karya sastra dan mendeskripsikan strukturasi

    kekuasaan yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Selanjutnya, pada bab III berisi

    tentang kekerasan simbolik yang terdapat dalam karya sastra dengan menggunakan

    teori Pierre Bourdieu.

    Pada bagian akhir dari penelitian ini berisi penutup dari penelitian ini.

    Penulis akan membuat kesimpulan dari seluruh hasil analisis dalam novel yang

    terpilih yakni Bella Donna Nova karya Naning Pranoto.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    BAB II

    STRUKTURASI KEKUASAAN DALAM NOVEL BELLA DONNA NOVA

    KARYA NANING PRANOTO

    2.1 Pengantar

    Dalam penelitian ini penulis secara mendalam akan memaparkan strukturasi

    kekuasaan yang meliputi modal, kelas, habitus, dan arena. Tujuan dari pemaparan

    menegenai strukturasi kekuasaan ini adalah untuk meneliti lebih lanjut bentuk-bentuk

    strukturasi kekuasaan yang terdapat dalam novel Bella Donna Nova karya Naning

    Pranoto.

    Untuk membatasi data yang akan diolah oleh peneliti, maka akan dipilih

    tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan objek penelitian

    atau yang secara khusus memiliki ciri khas yang mencolok dan sesuai dengan inti

    permasalahannya. Untuk itu, ciri-ciri khas dari inti permasalahannya akan dipaparkan

    secara komprehensif dalam pembahasan.

    Pada pembahasan pertama peneliti akan mengulas modal karena kepemilikan

    modal membentuk posisi kelas. Lalu pembahasan berikutnya adalah habitus yang

    menunjukkan kebiasaan hidup tiap kelas dalam arena. Sehingga dari pembagian kelas

    yang ada, dapat dilihat berbagai bentuk kekuasaan dan kekerasan yang terjadi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    2.2 Modal

    Istilah modal sering dijumpai dalam bidang ekonomi. Modal dimaknai

    sebagai sekumpulan sumber daya (baik materi maupun nonmateri) yang dimiliki

    seseorang atau kelompok tertentu yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan.

    Modal yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu akan menentukan posisi

    mereka dalam struktur sosial. Menurut (Bourdie, 2004) apabila materi ini dimiliki

    seorang individu (orang atau sekelompok orang) secara privat atau bersifat eksklusif,

    memungkinkan mereka memiliki energi sosial dalam bentuk kerja yang diretifikasi

    maupun yang hidup.

    Semakin tinggi kepemilikan modal seseorang, semakin tinggi derajat

    sosialnya di mata masyarakat. Kepemilikan modal yang besar disebut sebagai kapital

    (Bourdieu, 1984,114). Sementara Haryatmoko (2006: 36) menjelaskan bahwa

    interaksi sosial menghasilkan hubungan-hubungan dominasi antarindividu dan

    kelompok. Salah satu sistem interaksi tersebut adalah budaya. Budaya yang berlaku

    biasanya adalah budaya penguasa.

    Modal dibagi menjadi empat jenis, yaitu modal ekonomi, modal sosial, modal

    budaya dan modal simbolik. Pemetaan hubungan kekuasaan didasarkan atas

    kepemilikan kapital-kapital dan komposisi kapital tersebut (Haryatmoko, 2016:46).

    Masing-masing modal memiliki perannya masing-masing di dalam sebuah arena

    (Barata, 2017: 20).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    2.2.1 Modal Ekonomi

    Modal yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu, akan menentukan

    posisi mereka dalam struktur sosial. Modal ekonomi merupakan sumber daya yang

    bisa menjadi sarana produksi dan sarana finansial. Modal ini paling mudah

    dikonversikan ke kapital-kapital lain (Haryatmoko, 2016:45). Modal ekonomi

    mencakup alat-alat reproduksi (mesin, tanah, buruh), materi (pendapatan, benda-

    benda), dan uang. Bouerdieu menganggap modal ekonomi sebagai hal yang penting

    karena modal ekonomi merupakan modal yang secara langsung bisa ditukar,

    dipatenkan sebagai hak milik individu.

    Modal ekonomi merupakan jenis modal yang relatif paling independen dan

    fleksibel karena modal ekonomi secara mudah bisa digunakan atau ditransformasi

    ke dalam ranah-ranah lain serta fleksibel untuk diwariskan pada orang lain.

    Dalam novel Bella Donna Nova, modal ekonomi terbesar dimiliki oleh Don

    Miguel Alexandro. Don adalah suami suami Nova yang memiliki perbedaan umur

    sekitar empat puluh tahun dan memiliki harta kekayaan berlimpah. Berikut ini

    beberapa kutipan beserta penjelasan mengenai modal ekonomi keluarga Don Miguel

    Alexandro.

    (1) “ Biografi itu saya tulis bukan bermaksud untuk membuat sensasi atau mencari popularitas, melainkan untuk memompakan

    semangat hidup kepada perempuan mana saja yang pernah

    mengalami nasib seperti saya, hidup papa, dan diperkosa!”mata

    Nova menerawang, suaranya lirih. “itu terjadi tidak hanya sekali,

    tetapi berkali-kali. Saya pikir, saya akan mati konyol karena ulah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    para bajingan tengik itu. Tetapi, tampaknya skenario alur hidupku

    digariskan Yesus tidak sekelam yang kuduga dan pernah sangat

    kutakuti. Yesus memberikan cahaya obor kehidupan begitu penuh

    kasih kepadaku. Semua itu diberikannya melalui tangan-tangan

    dan kemurah hati Daddy….”

    “…….siapa Daddy itu?” sela Kunti.

    Aku juga ingin tahu.

    “…..suami saya, Don Miguel Alexandro!” sahut Nova cepat.

    “……saya memanggilnya” Daddy! Terus terang, karena Don jauh

    lebih tua dari saya. Hampir empat puluh tahun. Barangkali Anda

    sudah pernah mendengar ini? .(Pranoto, 2004:105).

    (2) Apa yang saya berikan sebetulnya bukan milik saya, tetapi milik almarhum Daddy. Tangan saya sebagai jembatan,” Nova terharu.

    “kalau ingat fungsi saya jadi jembatan untuk perbuatan mulia ini

    karena harta Daddy, saya jadi lupa akan sisi negatif Daddy yang

    pernah menjadikan saya sebagai budak nafsu (Pranoto, 2004:114).

    (3) Ini kawasan Prudente de Morais. Rumah orang-orang kaya. Tanah di sini harganya selangit,” si sopir menjelaskan. kemudian,

    ia berbisik, “ Donna Nova dapat rumah di sini dari warisan

    almarhum suaminya-Don Miguel Alexandro (Pranoto, 2004:84).

    (4) …Soalnya begini, cerita yang beredar di masyarakat adalah sikap Daddy terhadap saya yang tampak dari luar. Yang pertama adalah

    hal yang luar biasa, yaitu seorang Don Miguel Alexandro mau

    menikahi saya. “Ya, saya, si gembel rombeng yang pernah

    diperkosa berkali-kali, kemudian jadi janda dengan satu anak. Hal

    kedua, Don lalu memanjakan saya dan anak saya dengan harta

    yang melimpah ruah …. (Pranoto, 2004:108).

    Dalam kutipan (1) - (4) perihal Daddy atau Don Miguel merupakan tokoh

    pemilik modal ekonomi terbesar yang memiliki harta warisan berlimpah yang

    hidupnya penuh kesepian karena ditinggalkan oleh mantan istrinya Donna Silvia de

    Lopez. Setelah menduda cukup lama, akhirnya pada suatu kesempatan Don Miguel

    akhirnya terangsang oleh kemolekan tubuh dan kecantikan Bella Dona yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    kemudian menjadi istrinya. Setelah membangun rumah tangga yang cukup lama Don

    Miguel akhirnya meninggal karena penyakit tua yang dideritanya. Maka modal

    ekonomi terbesar berikutnya jatuh pada Bella Donna Nova. Berikut kutipannya.

    (5) “ Terima kasih,” bisik Nova serak. Itulah yang ingin saya ungkapkan. Jadi, apa yang dilihat orang tidak semanis yang saya

    alami, bukan? Yang dilihat orang sifatnya hanya material.

    Dangkal. Mereka tidak melihat ke dalam yang namanya batin.

    Maka, begitu Daddy meninggal, materi yang ditinggalkannya

    sebagian besar saya pergunakan untuk melanjutkan langkah-

    langkah mulia Bunda Margaretta (Pranoto, 2004:112).

    (6) “Ya, Anda membangun favela itu?” Tanya Kunti

    “…..masih ada yang lain. Saya bangun beberapa pargue ecologico ya,

    taman lingkungan hidup untuk pelatihan kerja pertanian, peternakan,

    dan perikanan bagi anak-anak papa yang disebut anak jalanan. Nanti,

    kalau anda berdua jadi ke Sao Paulo, silahkan mampir kesalah satu

    pargue saya di Moraes. Letaknya kira-kira dua ratus kilometre dari

    Sao Paulo. Tak jauh dari Moraes, ya di Tatui, ada juga pargue yang

    didirikan oleh sahabat saya, Lilian Afonso. Dia mantan bintang

    telenovela yang kemudian terjun sebagai penggerak LSM. Saya kira,

    dia amat layak anda wawancarai. Terus terang, pola kerja saya banyak

    meniru dia. Lilian guru saya” (Pranoto, 2004:113).

    Dalam kutipan (5) dan (6) kepemilikan modal ekonomi Bella Dona dapat

    memberikan kehidupan bagi orang lain. Terbukti dari segala pemberian Nova kepada

    anak-anak jalanan dan kepada kaum papa membuktikan bahwa kehidupan ekonomi

    Nova sangat berkelimpahan sehingga ia sanggup memberi kepada orang lain. Modal

    ekonomi selanjutnya tokoh Cleza de Peres yang dikisahkan menjadi salah satu orang

    terkaya di Brasil oleh Bella Donna. Berikut kutipanya.

    (7) “…….dengarkan dulu,” Kunti mengiba. “soalnya, tadi aku ketemu Nova di konferensi. Dia bilang kalau lukisanmu bagus, teman-

    temannya akan minta jenengan lukisan, antara lain Nyonya Cleza

    de Peres. Dia orang terkaya di Rio. Dia tadi datang berbicara

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    tentang pengalamannya mengelola panti asuhan untuk anak-anak

    favela dan memberi penyuluhan kesehatan untuk para WTS.

    Orangnya cantik dan unik. Masa ke seminar bawa-bawa anjing. O,

    iya, Cleza itu mirip-mirip benar dengan Liz Taylor!” (Pranoto,

    2004:157).

    (8) Selain dibanjiri makanan lezat, acara penutupan konfrensi juga dibanjiri doa. Semua peserta tampak semangat berdoa untuk arwah

    para anak favela yang jadi korban peluru, juga bagi keselamatan

    Bella Donna Nova, kawan-kawannya, dan para biarawati asuhan

    Bunda Margaretta. Pada acara akhir dibuka pengumpulan dana

    untuk biaya pengobatan anak-anak favela yang terluka. Acara ini

    dipimpin oleh Cleza de Perez yang kata Kunti merupakan

    perempuan Brasil yang cantik, selain Nova. Ia juga pekerja sosial

    dan termasuk salah seorang perempuan terkaya di Brasil. (Pranoto,

    2004:207).

    (9) Secara fisik belum. Maksudnya, saya belum ikut dia ke Filipina. Tetapi sudah menitipkan uang sedikit untuk membantu Lilian

    membeli mesin jahit dan bahan-bahan cita untuk praktik menjahit

    mereka (Pranoto, 2004:113).

    (10) “……….itu dia, sopirku datang,” kata Nova kemudian, sambil menunjuk VW-Combi bercat putih yang meluncur dari arah timur.

    Pikirku, ke mana sedan mewahnya yang dipakai tadi siang?

    (Pranoto, 2004:49).

    Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Nova memiliki modal terbesar

    setelah suaminya Don Miguel meninggal dan seluruh harta warisannya jatuh kepada

    Bella Donna mulai dari rumah beserta isi dan seluruh perusahannya dipegang penuh

    oleh Bella Donna.

    Pihak lain yang juga memiliki modal ekonomi adalah keluarga Hapsoro

    seorang pelukis yang istrinya adalah seorang wartawati cerdas yang mendapat tugas

    ke negara Brasil dan berhasil menjalin hubungan baik dengan Bella Donna Nova.

    Berikut ini kutipannya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    (11) …..Jenengan nyusul saya, ya? Lusa berangkat…

    sanguine? Kita tidak punya uang. Uang yang ada kan cadangan biaya

    sekolah anak-anak kita nanti (Pranoto, 2004:3).

    (12) Kini aku menyaksikan fio-dental warna-warni juga untuk menuruti kehendak Kunti, sang kebangganku! Kulihat mereka

    yang mengenakan fio-dental adalah para garota yang bersantai di

    Pantai Ipanema, gugusan Pantai Copacabana yang berpasir putih.

    Butir-butirnya yang kemilau dijilati ombak-ombak berbuih

    (Pranoto, 2004:5).

    (13) Aku juga tengah berada di Farme de Armoedo dalam ingar-bingarnya samba, serta warna-warninya garota yang berfio-dental

    dan bersenam dengan gerakan erotis seiring irama samba yang

    eksotis. Selain itu, banyak juga orang yang berjemur diri sambil

    berpeluk-cumbu dengan kekasihnya, cara yang berwajah seperti

    para bintang telenovela (Pranoto, 2004:6).

    (14) ”Ah, seharusnya Jeng makan siang saja di hotel. Aku bisa beli roti atau kue-kue di sini.” Kusayangkan mengapa ia meninggalkan

    makan siangnya di hotel tempat seminar. Memang, hotel

    tempatnya seminar tak jauh dari area Farme de Armoedo, tetapi

    kalau ia mondar-mandir akan lelah. Apalagi seminarnya sampai

    malam”(Pranoto, 2004:10).

    (15) “Yuk, yuk, kuceritakan sambil mencari makanan. Mas, jenengan mau makan siang apa? Roti atau nasi? Ada nasi enak

    yang lauknya ikan di restoran sana. Sebelum jenengan kemari, aku

    dan kawanku wartawati dari Argentina, makan di restoran itu.

    Enak sekali. Ikannya dibumbui seperti rendang. Jenengan pasti

    cocok, makan nasi hangat dengan lauk ikan,” Kunti menunjuk ke

    restoran yang ada di seberang jalan sambil menggandengku.

    Kubaca restoran yang ditunjuknya berpalang”gostoso.” Ketika

    kulihat di kamus, kata gostoso berarti lezat (Pranoto, 2004:10-11).

    (16) “Tentu,” Kunti membelalak. “jenengan dapat pesanan banyak dari nyonya-nyonya casa-grande kenalan dekat Nova. Wah, kita

    bisa panen, Mas! (Pranoto, 2006: 156).

    (17) Dengan lincahnya. Ia menyebut nama-nama makanan khas Brasil yang asing di telingaku. Kunti memperhatikan dengan

    seksama. Diam-diam, aku menghitung makanan yang dipesan

    Nova lebih dari sepuluh macam. Kubayangkan harganya yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    kalau diukur ke rupiah pasti ratusan ribu. Kunti tak menempatkan

    kecemasan sama sekali akan jumlah bon makan yang mesti kami

    bayar. Aku juga tidak. Aku dan Kunti memang punya persamaan

    sikap dalam mempergunakan uang. Kalau sudah diniati bersenang-

    senang, berapa pun kami bayar. Ini bukannya royal, melainkan

    berprinsip bahwa kesenangan memang harus dibayar mahal. Maka

    kami selalu mengambil sikap, bila tidak punya cadangan uang

    cukup, lebih baik tidak bersenang-senang di luar rumah, apalagi

    keluar kota dan ke luar negeri. Disamping itu, kalau sedang dinas

    luar, Kunti selalu menggunakan uang sakunya dari kantor untuk

    bersenang-senang atau membeli buku-buku dan keperluan lainnya

    yang diperkirakan berguna untuk mendukung kariernya maupun

    karierku. Kunti tak pernah mencanangkan uang saku perjalanan

    dinasnya sebagai tabungan. Aku menghormati keputusan dan

    sikapnya, serta tak pernah campur tangan apalagi menanyakan

    keuangannya. Kunti kuberi kemerdekaan penuh dan mutlak dalam

    menggunakan uang dan mencapai tujuan baiknya. Tetapi, aku

    selalu ingin diatur Kunti (Pranoto, 2004:65).

    Kutipan di atas secara tidak langsung sudah menjelaskan bahwa

    perekonomian keluarga Hapsoro yang mampu berjalan-jalan ke Brazil dan makan di

    restoran mewah merupakan perekonomian yang tergolong mampu. Sementara Kunti

    adalah perempuan hebat yang pandai mengatur pemasukkan dan pengeluaran

    keluarga mereka.

    Tidak menutup kemungkinan juga bahwa modal ekonomi rendah juga di

    dominasi oleh beberapa tokoh. Berikut kutipan modal ekonomi yang tergolong

    rendah.

    (18) Betapa tidak? Suaminya menikah lagi. Ibuku yang buta huruf memilih hidup menjanda dan menghidupi kelima anaknya dengan

    menjadi buruh jahit karung goni delangu. Di samping itu, setiap

    sore ia menjual singkong, ubi, dan tahu goreng. Anak-anaknya

    didorong giat belajar. Ya, ibuku memang ulet (Pranoto, 2004:4).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    Pada kutipan di atas dapat dilihat bagaimana perekonomian ibu dari Hapsoro

    yang memiliki perekonomian rendah sehingga menuntut sang ibu harus berjuang

    untuk menghidupi dan membiayai anaknya hingga ke jenjang pendidikan tinggi.

    Tokoh lain yang juga memiliki ekonomi rendah sebelumnya adalah Kunti. Kunti

    dikenal sebagai seorang wartawati sukses dengan berbagai kemajuan atas kerja

    kerasnya yang membuat namanya terkenal, siapa sangka bahwa masa lalu seorang

    Kunti berasal dari keluarga yang memiliki perekonomian rendah. Berikut ini

    kutipannya.

    (19) Kunti menjadi wartawati dari nol besar. Bagiku

    prosesnya sangat fantasis. Dari kampungnya, Ponorogo, ia ke

    Jakarta karena kemelaratannya dan hanya berbekal ijazah

    SMP. Kemudian, ia magang di sebuah penerbitan majalah

    anak-anak sebagai tenaga korektor. Pagi bekerja, sore

    melanjutkan sekolah hingga tamat SMA. Selama menjadi

    korektor, ia terpacu untuk menulis. Akhirnya, ia bisa menulis

    artikel sederhana. Hal inilah yang mendorongnya melanjutkan

    kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik, hingga akhirnya diterima

    sebagai wartawati di sebuah penerbit surat kabar terbesar dan

    paling berpengaruh di Indonesia (Pranoto, 2004:4-5).

    Pada kutipan (19) Kunti memiliki ekonomi rendah sebelum mencapai

    kesuksesannya sebagai seorang wartawati sukses. Ia berjuang memulai sekolah dan

    pekerjaannya tanpa mengenal waktu. Hingga perjuangannya memungkinkan Kunti

    sebagai seorang wanita pekerja keras sekaligus keras kepala.

    Dalam pembahasan mengenai modal ekonomi, dapat disimpulkan bahwa

    pemilik modal ekonomi terbesar dipegang oleh Don Miguel Alexandro seorang duda

    kaya raya yang menikahi seorang wanita miskin. Bella Donna Nova istri kedua dari

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    Don Miguel Alexandro, dan yang terakhir adalah pasangan suami istri Hapsoro dan

    Kunti. Sementara kepemilikan modal ekonomi rendah dipegang oleh keluarga

    Hapsoro dan tokoh utama Kunti sebelum menjadi sukses.

    2.2.2 Modal Sosial

    Modal sosial menunjuk pada sekumpulan sumber daya yang aktual atau

    potensial yang terkait dengan pemikiran jaringan hubungan saling mengenal dan/atau

    saling mengakui yang memberi anggotanya dukungan modal yang dimiliki bersama

    (Bourdieu melalui Haryatmoko, 2016:33).

    Modal sosial mengukur semua sumber daya yang berkaitan dengan

    kepemilikkan jaringan sosial berkelanjutan dari semua relasi dan semua orang yang

    dikenal. Menurut Haryatmoko (2016: 45) modal sosial merupakan jaringan hubungan

    sebagai sumber daya untuk penentuan kedudukan sosial.

    Modal sosial dalam bentuk praktis didasarkan pada hubungan yang relatif

    tidak terikat seperti pertemanan, sedangkan dalam bentuk yang terlembagakan, modal

    sosial terwujud dalam keanggotaan dalam suatu kelompok yang relatif terikat, seperti:

    keluarga, suku, sekolah, dan sebagainya.

    Dalam novel Bella Donna Nova ditemukan modal sosial pada Dona Nova

    yang pada kutipan (5)-(9) menunjukkan pemilik modal ekonomi terbesar setelah

    almarhum suaminya Don Miguel Alexandro. Kepemilikan modal sosial Bella Donna

    tidak begitu mengherankan, pasalnya tokoh Bella Donna dikenal karena kekayaan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    serta kebaikan hatinya yang rela berbagi kekayaan dan mau menolong kaum papa

    khususnya di lembah favela. Bella Donna disebut bak Santa oleh sebagian besar

    masyarakat Brazil karena kebaikan hati dan kecintaannya terhadap masyarakat dan

    lingkungan. Modal Sosial Bella Donna dapat dilihat dalam kutipan berikut.

    (20) Hai, Kunti, hai In-done-sia!” seru penumpang mobil putih itu, sambil turun dari jok belakang, kemudian menutup pintu mobil

    dengan cepat dan sopirnya segera meluncur (Pranoto, 2004:18)

    Belum sempat menanggapi olok-olok Kunti, Nova telah

    menggenggam tanganku hangat, sambil berseru, “Apa kabar?”

    sapanya dengan bahasa Inggris beraksen renyah. (Pranoto,

    2004:20).

    (21) Anda berdua saya undang makan malam di restoran langganan saya. Tidak keberatan, kan? (Pranoto, 2004:47).

    (22) “Sebetulnya, saya enggan diwawancarai. Nha, saya bicara dengan Anda berdua karena saya merasa bisa dekat dengan Anda

    berdua. Maka dari itu tolong, Kunti, apa yang akan Anda tulis

    tentang saya tidak usah dikaitkan dengan kehidupan pribadi saya

    yang … yaahh… pahit dan tak indah. Pasti Anda berdua sudah

    tahu dan mendengar sisi kelam masa kecil dan masa remaja saya

    ….” (Pranoto, 2004:104).

    Kutipan (20) dan (21) menjelaskan pembawaan Bella Donna begitu fleksibel

    terhadap siapa pun, terlebih kepada Kunti dan juga kepada Hapsoro yang baru

    pertama dijumpainya dalam pertemuan konferensi bersama. Pembawaan Nova

    membuat kedekatan di antara mereka semakin dekat dengan karakter dan

    pembawaannya yang lugas. Pada kutipan (22) dijelaskan bahwa tali persahabatan

    antara Kunti dan Hapsoro bermula pada saat makan malam bersama di sebuah

    restoran langganan Bella. Dikisahkan juga bahwa Bella Donna disambut dengan

    hormat oleh para pramusaji yang ada direstoran. Bella Donna juga sangat disegani

    oleh beberapa pengunjung restoran yang sedang makan malam di tempat itu, sebagian

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    dari para pengunjung itu berdiri lalu memberi salam sekaligus mencium Nova. Tak

    lupa Bella Dona juga memperkenalkan kedua sahabat tamu yang sudah dianggap

    sebagai sahabatnya kepada para pengunjung di restoran. Dengan sifat Nova yang

    begitu antusias dan terbuka kepada semua orang, maka Kunti dan Hapsoro secara

    tidak langsung sudah menjadi bagian dari Bella Donna.

    (23) “Saya memang tidak pernah bersekolah sebelumnya,”

    pengakuan Nova jujur, membuat suaranya terdengar jernih.

    “saat bertemu dengan Don, saya buta huruf. Kemudian, setelah

    saya menjadi istrinya, ia memanggil beberapa orang guru di

    rumah ini untuk mengajar saya. Semua pelajaran dimulai dari

    dasar, termasuk membaca, menulis, dan berhitung dalam

    angka-angka besar secara tepat. Saya juga belajar bahasa

    Portugis secara benar, mengingat sejak lahir hingga berjumpa

    dengan Don, saya hanya menguasai Portugis slang dan prokem

    yang disebut Portugis jalanan atau bahasa pasar. Ini kelasnya

    sangat rendah. Berkat Don, saya bisa menguasai bahasa

    Portugis-Brasil dengan baik sekali. Karena itu, saya lalu bisa

    menulis puisi (Pranoto, 2004:134).

    Pada kutipan (23) dijelaskan bahwa kedekatan sosial antara Bella Donna dan

    keluarga Hapsoro sudah benar-benar memasuki kedekatan yang hakiki. Bella Dona

    yang berani membuka masa lalunya kepada Kunti menunjukkan bahwa hubungan

    sosial di antara mereka bukan hanya sekedar rekan kerja melainkan karena adanya

    kepercayaan untuk membangun relasi di antara mereka.

    (24) Bella Donna Nova memang bak seorang santa dalam membela kaum papa,”Pak sopir menanggapi dengan

    spontan. Aku tahu maksudnya karena ia menebak

    kalimat Kunti yang menggunakan kata ‘santa’.

    “Bella Donna Nova telah mengorbankan kekayaannya

    yang di Barra da Tijuca untuk menolong kami. Taksi

    yang Anda naiki ini juga sumbangan dari dia untuk

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    kami kaum papa agar tetap hidup dan bisa makan …,”

    Pak Sopir berbicara jelas, sambil meminggirkan

    mobilnya untuk memberi jalan pada arak-arakkan

    yang panjangnya ratusan meter (Pranoto, 2004:201).

    (25) “Benar, warga favela di Rio Utara memang disumbang dua ratus taksi. Kami memang tinggal di

    Rio Utara. Setelah mengoperasikan taksi, kami bisa

    memperbaiki rumah dan menyekolahkan anak-anak.

    Sungguh, ini suatu anugerah Yesus Kristus melalui

    uluran kasih kalbu Bella Donna Nova yang harum dan

    tulus. Jadi, kalau dia sampai dihukum mati, kami akan

    kehilangan tangan mulia seorang utusan Tuhan,” suara

    Pak Sopir cemas (Pranoto, 2004:202).

    (26) “Yang banyak justru perempuannya,” sahut Nova. “Ini sangat menggembirakan. Artinya, saya bisa

    mengentaskan kaum saya dari lembah papa, sebab

    perkembangan mental anak-anak perempuan yang

    tinggal di favela sangat buruk. Kalau mereka tidak

    menjadi WTS, ya dalam usia muda sudah jadi korban

    pemerkosaan. Laki-laki itu, tidak tua, selalu saja

    mencari pelampiasan nafsu birahinya. Benar-benar

    tengik!” Nova geregetan.”Maaf, Anda jangan

    tersinggung!” ia melirikku (Pranoto, 2004:132).

    Kutipan (25) dan (26) menjelaskan bahwa kepemilikan modal sosial Bella

    Donna Nova tidak hanya tertuju kepada kalangan politik maupun semata-mata hanya

    pada kelas-kelas yang relevan dengannya. Dalam kutipan ini dapat dilihat bagaimana

    seorang perempuan yang berkali-kali mendapat perlakuan tidak adil membangun

    relasi yang sangat baik bagi kaum-kaum yang dianggapnya pernah senasib. Berbagai

    fasilitas dan kenyamanan diberikan secara percuma atas dasar kemanusiaan.

    Kepemilikan modal sosial Nova tumbuh dari kecintaannya keppada semua

    masyarakat di Brazil dan memberi keuntungan bagi kaum papa di favela.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    Adapun kepemilikan modal sosial antar Bella Dona dengan salah satu asisten

    rumah tangganya yang sangat menguntungkan bagi Bella Dona. Berikut kutipannya.

    (27) Kunti tertawa sambil berkata, “Habis dia sasaran yang paling dekat. Lagi pula, Nova begitukan karena

    merasa dekat dengan Lala. Bukankah Nova

    mengatakan bahwa Lala telah dianggap sebagai

    ibunya?”

    “Iya, aku ingat itu,” aku memang teringat kembali

    akan cerita Nova tempo hari, yang mengisahkan

    hubungannya dengan lala (Pranoto, 2004:181).

    Kutipan (27) di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan modal sosial

    Bella Donna juga memberikan manfaat baik bagi Lala dalam hal kekerabatan.

    Kepemilikan modal sosial berikutnya adalah keluarga Hapsoro dan Kunti.

    Sepasang suami istri yang memiliki hubungan sosial yang sangat baik kepada

    beberapa tokoh seperti dalam kutipan berikut.

    (28) “Terima kasih Otte,” kini aku yang ganti menepuk-nepuk bahunya. “Anda bersedia kalau istri

    saya meminta anda jadi pemandu saat keliling Rio?

    Maksud saya, di samping membawa taksi itu, anda

    sekalian cerita-cerita mengenai Rio….!” (Pranoto,

    2004:85).

    (29) “Hap-so-ro,” Otte mengeja namaku dengan mata berbinar-binar, lalu menyambung kalimatnya

    yang membuatku terkejut.”Su-kar-no, Su-har-to…

    Tuan dari Indonesia. Ya, ya, Indonesia…..,” matanya

    memancarkan keharuan (Pranoto, 2004:86).

    (30) “Panggil saya Hapsoro. Tidak usah pakai Tuan. Otte, kita bersahabat,” kurangkul Otte yang sejangkung

    raksasa. “O,iya, pengetahuanmu tentang negeriku dan

    sosial politikmu begitu luas. Dulu belajar di mana?”

    aku ingin tahu lebih jauh tentangnya, sambil menunggu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    tibanya pukul 15.00-saat pertemuanku dengan Nova

    (Pranoto, 2004:87).

    Dalam kutipan (28), (29) dan (30) dijelaskan bahwa kepemilikan modal sosial

    Hapsoro kepada Otte merupakan kedekatan sosial yang memiliki maksud dan tujuan

    tertentu. Tapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa relasi diantara keduanya

    terjalin karena adanya keinginan masing-masing. Dalam kutipan (28) Hapsoro

    menjadikan Otte sebagai objek untuk menggali infomasi untuk dapat diberikan

    kepada Kunti. Dalam kutipan (29) Hapsoro terkejut dengan pengetahuan Otte terkait

    Indonesia yang disebutnya satu persatu sehingga meyakinkan Hapsoro akan

    pernyataan yang diucapkan Otte. Dalam kutipan (30) Modal sosial antara Hapsoro

    terjalin tanpa memandang golongan kelas yang nyatanya berbeda. Kepemilikan

    modal Hapsoro mampu membentuk sebuah relasi tanpa pembedaan kelas.

    Modal sosial berikutnya ditemukan dalam hubungan keluarga Hapsoro dengan

    lingkungan kepolisisan. Dalam hal ini salah satu polisi yang memiliki modal sosial

    yang baik kepada Hasoro dan Kunti adalah Saladino. Berikut kutipannya.

    (31) “Oba, dengan senang hati malam ini saya akan menemani Anda berdua ke rumah Bella Donna Nova

    untuk mengantarkan lukisan itu. Sim, Jam berapa?”

    tanyanya kemudian.

    “Lebih cepat lebih baik karena besok subuh-subuh

    kami akan berangkat ke Sao Paulo,” sahutku.

    “Baik, baik, saya akan segera datang!” janji Sadino.

    Kalimatnya sangat hangat dan akrab. Aku rasa, ia

    seperti bukan seorang polisi (Pranoto, 2004:218)

    (32) “Seharusnya, dia jangan jadi polisi, tapi pendeta,” tanggap Kunti kemudian.” Dia baik sekali

    dan tidak tegaan. Coba kalau dia berjiwa polisi tulen,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    tentu kita tidak langsung dibebaskan, masih dicecer

    terussss….. sampai mencret!” Kunti tertawa-tawa

    (Pranoto, 2004:212).

    (33) Ya, Saladino! Ini membuatku teringat saat bersamanya keliling Rio. Polisi berpangkat letnan itu

    mendampingi kami melihat-lihat Rio, sambil menanyai

    perihal Nova. Hal ini berlangsung pada sore hari,

    setelah kami diwawancarai TV-Globo, surat kabar

    Globo, dan Metro-Rio.

    Sebetulnyaa, aku tahu kalau Saladino sedang

    ‘memeriksa’ kami sebagai saksi Nova, tetapi proses itu

    dilakukannya dalam suasana nonformal. Sungguh

    aneh. Mengapa bisa demikian? Setahuku, pemeriksaan

    ‘saksi-saksi’ pasti dilakukan di kantor polisi, dan

    terkadang membuat ‘saksi’ stres (Pranoto, 2004:211).

    Dalam kutipan (31), (32) dan (33) dapat dijelaskan bahwa kepemilikan modal

    diantara Hapsoro, Kunti dan Saladino merupakan hubungan sosial yang terjalin di

    atas ranah pemerintahan. Pasalnya, Saladino merupakan seorang polisi berpangkat

    letnan yang bersedia membangun ranah sosial dengan keluarga Hapsoro. Pertemuan

    singkat dan memiliki banyak tujuan terhadap Hapsoro dan Kunti, membuat sebuah

    proses sosial harus dijalankan demi terealisasinya tujuan bagi Saladino. Pada kutipan

    (31) kepemilikan modal sosial Saladino sebagai salah satu aparat kepolisian sempat

    dipertanyakan oleh Hapsoro dan Kunti akan tetapi hal tersebut dianggap sebagai

    sebuah penerimaan dan perlakuan yang baik bagi mereka.

    Dalam kutipan (32) dan (33) Hapsoro dan Kunti berusaha membangun

    hubungan yang lebih baik dengan Saladino dengan membaca setiap perilaku dan

    tuturnya. Meskipun mereka menyadari bahwa hubungan sosial yang dibangun

    tersebut memiliki tujuan dalam sebuah penugasan, akan tetapi kepemilikan modal

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    yang ditunjukan Hapsoro dan istrinya mampu menepikan hal-hal di luar dugaan dan

    dapat memberi keuntungan bagi keduanya untuk segera pulang ke Indonesia.

    Modal sosial berikutnya terdapat diantara keluarga Hapsoro dan Lala. Lala

    merupakan salah satu asisten rumah tangga yang sudah dianggap sebagai teman dekat

    maupun keluarga oleh Bella Dona. Berikut kutipannya.

    (34) “Ah, Tuan Hapsoro lucu…,” komentar Lala kemudian. “saya kira, saya tidak akan membaca puisi

    lagi. Bukankah anda berdua sudah akan berangkat? Ah,

    saya sedih. Pertemuan kita terlalu singkat, ya? Padahal,

    saya senang pada istri Anda yang lincah. Tentu juga,

    senang pada Anda yang humoris” (Pranoto, 2004:179).

    (35) “ Ya mudah-mudahan kami bisa mewujudkannya, La. Anda kan tahu, jarak Indonesia dengan Brasil

    begitu jauh.”

    “Jarak geografis bukan halangan untuk menjalin