29
STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH SINOPSIS Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Islam Oleh: Muhammad Ichrom NIM : 075112069 PROGRAM MAGISTER INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO 2011

STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA

DALAM PIAGAM MADINAH

SINOPSIS

Diajukan sebagai Persyaratan untuk

Memperoleh Gelar Magister Studi Islam

Oleh:

Muhammad Ichrom

NIM : 075112069

PROGRAM MAGISTERINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO

2011

Page 2: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

1

STUDI ANALISIS

HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

Oleh : Muhamad Ichrom

ABSTRAK :Dalam DUHAM pasal 18, pasal 20 dan pasal 27, disebutkan bahwa:”Setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, keyakinan dan beragama.Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama dan kepercayaanatas pilihanya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun secarabersama-sama dengan orang lain, baik ditempat umum maupun ditempattertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaanya dalam kegiatanibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran”. Dalam pasal inisetidaknya ada tiga hak yang dijamin yakni kebebasan berfikir,kebebasan beragama, dan kebebasan berkeyakinan”. Hak di atasmerupakan fitrah manusia yang harus dijamin negara dalam rangkapemenuhan terhadap hak warga negaranya. Hal ini telah menjadikesepakatan negara-negara maju dewasa ini untuk menerapkan aturantersebut. Sementara dibeberapa negara berkembang, yang sebagianbesarnya adalah Negara Islam, wacana tersebut masih enggan diterima.Hal ini disebabkan adanya beberapa doktrin dalam Islam yangbersinggungan dengan wacana tersebut. Sebut saja wacana Riddah. Kalaupemahaman ini terus dibiarkan maka Islam akan kehilangan citranyasebagai agama pembebas. Berangkat dari kegelisahan tersebut, penulisbermaksud mengkaji wacana kebebasan beragama dalam literatur sejarahIslam. Dan perlu disadari bahwa dalam Islam hal yang demikianbukanlah tidak ada. Piagam Madinah merupakan sebuah bukti kuatadanya kebebasan beragama dalam literatur Islam. Dari kajian yangkomprehensif terhadap Piagam Madinah sebagai konstitusi negaraMadinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad dengan pendekatanHermeneutis ditemukan beberapa nilai atau prinsip yang berkaitan haksipil agama. Ada pun prinsip tersebut mencakup prinsip keadilan,persamaan, kebebasan, dan perlindungan terhadap minoritas. Prinsip-prinsip tersebut merupakan hasil sebuah dialektika antara konsep haksipil agama dengan Piagam Madinah yang salah satunya juga memuattentang kebebasan beragama. Di situ penulis menemukan banyakpersamaan antara keduanya. Persamaan tersebut seidaknya dapat dilihatdari beberapa hal:Pertama, bahwa hak sipil agama merupakan hak yangmenyangkut pemenuhan hak oleh negara terhadap rakyatnya berkaitandengan jaminan kebebasan beragama dan berkepercayaan, maka PiagamMadinah juga merupakan jaminan pemenuhan hak oleh Rasulullahselaku pemimpin Madinah terhadap warganya yang salah satunya jugamemuat tentang kebebasan beragama.

Kata kunci: Hak Sipil, Kebebasan Beragama dan Piagam Madinah.

Page 3: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

2

A. PENDAHULUAN

Wacana Hak Sipil Agama (kemudian bisa pula disingkat dengan, HSA)1

merupakan salah satu isu turunan dari wacana Hak Asasi Manusia (sangat

dikenal dengan sebutan, HAM) yang menarik perhatian para pemikir Islam

belakangan ini. Isu tersebut telah banyak mewarnai wacana dan diskursus

intelektual Islam kontemporer. Berbagai diskusi dan seminar diselenggarakan

untuk membahas dan mewacanakannya. Di antara agenda yang dipersoalkan

adalah bagaimana merumuskan hubungan antara Hak Sipil Agama atau HSA

dengan Islam.

Mengenai persoalan ini, para cendekiawan Barat banyak melakukan

tuduhan dengan sikap yang cukup sentimentil dengan menganggap Islam tidak

menjunjng tinggi Hak Sipil Agama (HSA). Indikasi itu terlihat dari konsep-

konsep Islam seperti riddah dan dzimmi.2 Tuduhan-tuduhan ini setidaknya

berimplikasi pada dua hal; Pertama, secara historis wacana mengenai HSA

memang bukan berasal dari khazanah Islam; Kedua, tuduhan itu seolah

memberikan kesan bahwa di negara-negara Muslim cukup susah menegakkan

HSA; Ketiga, tuduhan ini lahir karena kurangnya pembacaan secara akademis

atas relasi Islam dan HSA.

Tuduhan-tuduhan seperti ini tentu perlu diluruskan karena dalam

sejarah Islam esensi mengenai HAM bukanlah tidak ada. Apalagi sejak awal

Page 4: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

3

Islam diturunkan Islam sudah mengusung semangat persamaan dan keadilan.

Nabi Muhammad SAW sebagai figur sentral dianggap mampu memimpin

Madinah yang dianggap sebagai genesis awal Negara Islam yang ideal

dengan cukup baik. Karena itulah Negara Madinah disebut-sebut sebagai

Madinah al-munawwarah.

Salah satu kebijakan penting yang diambil di masa awal Negara

Madinah adalah penerbitan Piagam Madinah. Kebijakan ini menjadi sentrum

bagi kehidupan masyarakat Madinah kala itu karena menjadi dasar hukum

dalam interaksi sosial. Piagam Madinah adalah sebutan bagi shahifat (berarti

lembaran tertulis dan kitab yang dibuat oleh Nabi. Disebut Piagam karena

isinya mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan

berpendapat dan kehendak umum warga Madinah supaya keadilan terwujud

dalam kehidupan mereka, mengatur kewajiban-kewajiban kemasyarakatan

semua golongan, menetapkan pembentukan persatuan dan kesatuan semua

warga dan prinsip-prinsipnya untuk menghapuskan tradisi dan peraturan

kesukuan yang tidak baik. 3

Mengenai isi pokok atau prinsip-prinsip yang terdapat di dalam

piagam tersebut para ahli biasanya berbeda dalam melihatnya. Cara pandang

ini biasanya terpengaruh oleh tema besar kajian tersebut. Misalnya Suyuti

pulungan yang membagi prinsip pokok Piagam tersebut menjadi 14 prinsip

pokok; 1) prinsip umat; 2) prinsip persatuan dan persaudaraan; 3) prinsip

persamaan; 4) prinsip kebebasan; 5) prinsip hubungan antar pemeluk agama;

Page 5: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

4

6) prinsip tolong menolong dan membela yang teraniaya; 7) prinsip hidup

bertetangga; 8) prinsip perdamaian; 9) prinsip pertahanan; 10) prinsip

musyawarah; 11) prinsip keadilan; 12) prinsip penegakan hukum; 13) prinsip

kepemimpinan; 14) prinsip ketakwaan amar ma ruf nahi munkar (Pulungan,

2004: 121). Nampaknya prinsip-prinsip tersebut sangat terpengaruh oleh cara

pandang teori-teori kepemimpinan yang menjadi landasan dalam mengkaji

teks tersebut.

Beda halnya dengan Munawir Sadzali yang lebih

menyederhanakan pokok kajian ini. Dalam kajiannya, beliau menempatkan

Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk

masyarakat majemuk yang mendasarkan pada dua hal; 1) semua pemeluk

Islam meskipun berasal dari berbagagai macam suku, tetapi merupakan satu

komunitas; 2) hubungan antar komunitas yang mendasarkan pada sikap saling

membantu, bertetangga baik, menghadapi musuh bersama, saling menasehati

dan menghormati kebebasan beragama. 4

Bagi penulis sendiri setelah menganalisa piagam tersebut

nampaknya masih mempunyai ruang yang luas untuk diberikan tafsir terkait

dengan prinsip-prinsip wacana HSA. Sebut saja sebuah pasal yang berbunyi

”Sesungguhnya kaum Yahudi al-Aus, sekutu, dan diri mereka memperoleh

hak dan kewajiban seperti apa yang diperoleh kelompok lain pendukung

shahifat ini memperoleh perlakuan yang baik dari semua pemilik sahifat ini.

Sesungguhnya kebaikan berbeda dengan kejahatan. Setiap orang bertanggung

Page 6: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

5

jawab atas perbuatanya sendiri. Sesungguhnya Allah membenarkan dan

memandang baik apa yang termuat dalam sahifat ini.

Di atas merupakan gambaran umum tentang Piagam Madinah yang

nanti dilihat melalui kacamata HSA. Mengenai istilah sipil (civilitiy) sendiri

secara harfiah diartikan sebagai “keadaban” yang erat kaitanya dengan

kebebasan, kesederajatan, dan keseimbangan.5 Jika paradigma tersebut ditarik

ke dalam pemahaman pemenuhan hak-hak sipil terkait negara maka

pengertian ini menjadi hak-hak seseorang yang secara penuh harus dijamin

negara berkat keanggotaan sebagai warga negara. 6

Ada pun bentuk perlindungan hak sipil (juga politik), menurut Rajab

(2002) negara memiliki empat kewajiban. Pertama, negara berkewajiban

melindungi hak sipil melalui produk politik dan perundang-undangan. Kedua,

negara dilarang untuk membatasi, mengganggu apalagi melarang kebebasan

warganya untuk melaksanakan kegiatan pribadi serta aktivitas politiknya.

Ketiga, negara melalui aparat kepolisian harus mengambil tindakan saat

terjadi tindakan kriminal. Keempat, negara melalui pengadilan sudah

semestinya melaksanakan proses hukum terhadap mereka yang melakukan

kejahatan tanpa pandang bulu.7

Atas dasar pemaknaan tersebut maka yang menjadi hak sipil tidak lain

adalah kewajiban negara. Selain keterkaitan dengan negara dan kata yang

sebangun denganya adalah (Political rights dan civiel liberaties), hak sipil

harus dimaknai dalam kapasitas yang berbeda dengan HAM. Maka dalam

Page 7: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

6

konteks ini, beragama adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan dan

bukan oleh orang, bahkan oleh negara. Sedang hak sipil, sebagaimana yang

dijelaskan Tomas Hobbes, merupakan ranah di mana tidak ada larangan

hukum baginya untuk melakukan apa saja menurut kehendak hatinya—apa

saja yang disebutkan oleh Hobbes adalah kebebasan yang ditetapkan oleh

penguasa yang didasarkan pada kepentingan bersama.8 Oleh sebagian

masyarakat penyelenggaraan Negara Madinah oleh Nabi dianggap berhasil

dalam menjamin kebebasan bagi masyarakatnya, bahkan terhadap non-

Muslim. Sehingga, Piagam Madinah yang lahir ketika Nabi memimpin

Madinah merupakan salah satu teks yang penting untuk melihat bagaimana

pelaksanaan HSA di wilayah yang dulu dikenal dengan Yatsrib itu.

B. KONSEP HAK SIPIL AGAMA

Gagasan konsep Hak Sipil Agama atau HSA dan berkeyakinan,

merupakan salah satu hak yang dijamin dalam DUHAM yang menjadi dasar

perumusan ICCPR. Dalam ICCPR mengenai pasal berkaitan pengaturan

kebebasan beragama dan keyakinan ini setidaknya diatur dalam pasal 18, pasal

20 dan pasal 27.

Setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, keyakinan dan beragama.

Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapakan agama dan kepercayaan atas

pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun secara

bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum maupun di tempat

Page 8: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

7

tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaanya dalam kegiatan ibadah,

pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.9

Dalam pasal ini setidaknya ada tiga hak yang dijamin yakni kebebasan

berpikir, kebebasan beragama, dan kebebasan berkeyakinan. Hak kebebasan di

atas merupakan fitrah manusia sebagai manusia. Oleh karenanya kebebasan

merupakan sebuah fitrah manusia secara individu maka, alam, dengan prinsip

keseimbangannya, menghendaki adanya kesepakatan bersama untuk mengatur

lalulintas kebebasan tertsebut apabila ingin hidup secara berdampingan. 10

Berkaitan dengan hal ini, (Hapsin: 2009) memberikan sebuah

gambaran bahwa dalam mewujudkan kesepakatan bersama itu sudah barang

pasti akan terjadi tawar menawar antara individu-individu agar posisi hak

masing-masing terhadap yang lainnya menjadi jelas. Pada tahap ini setiap

individu memiliki hak untuk menentukan dirinya sendiri berdasarkan

keyakinan keagamaan yang dianutnya. Akan tetapi tidak hanya hak yang

terkait dengan dirinya sendiri, tetapi juga hak orang lain terhadap dirinya. Di

sinilah makna kebebasan membuat asosiasi keagamaan, mengekspresikan dan

melembagakan suatu keyakinan keagamaan. Keterlibatan setiap individu

dalam proses bargaining position dalam suatu masyarakat majemuk itulah

sebenarnya merupakan hakekat yang terkait dengan kebebasan beragama. 11

Secara teknis negara juga harus memikirkan bagaimana formulasi

yang tepat mengenai penyemaian hak-hak warga negaranya dalam pemenuhan

haknya dalam sistem masyarakat yang majemuk tersebut. Berkaitan dengan

Page 9: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

8

ini, Koshy (1992: 22) sebagaimana di kutip Abu Hapsin berpendapat bahwa

religious liberty atau kebebasan beragama memiliki empat aspek utama yakni:

kebebasan nurani (liberty of conscience), kebebasan mengekspresikan

keyakinan keagamaan (liberty of religious expression), kebebasan melakukan

perkumpulan keagamaan (liberty of religious association), dan kebebasan

melembagakan keagamaan (liberty of religious institutionalization). Di antara

keempat aspek tersebut, aspek pertama (aspek kebebasan yang bersifat

nurani) merupakan hak yang paling asli dan paling absolut dalam pengertian

bahwa ketidak-terpisahannya dari diri seseorang melampaui ketiga aspek

lainnya. Karena kebebasan nurani ini merupakan hak yang paling absolut,

maka konsep kebebasan beragama harus mencakup kebebasan untuk memilih

atau tidak memilih agama tertentu. 12

Oleh karenanya, kebebasan yang bersifat nurani merupakan dimensi

internal dari konsep kebebasan beragama sedangkan manifestasi dari

kesadaran ini, baik yang diwujudkan secara personal maupun secara sosial

atau institusional, merupakan dimensi eksternalnya. Atas dasar pengertian ini

maka definisi kebebasan beragama harus juga mencakup dimensi eksternal

dari kebebasan nurani (liberty of conscience). Hal ini didasarkan atas logika

bahwa sebuah agama hanya bisa disebut sebagai agama jika ia sudah

berwujud institusi sosial. Sehebat dan sekuat apapun sebuah ajaran atau

sebuah doktrin, selama ia hanya mengikat secara individual, secara sosiologis

ajaran tersebut belum bisa disebut sebagai agama. Dengan demikian

kebebasan beragama harus mencakup pula kebebasan untuk

Page 10: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

9

menginstitusionalisasikan ajaran agama serta kebebasan untuk melakukan

asosiasi keagamaan. 13

Berkaitan dengan hak-hak tersebut banyak kalangan yang

memperjelas dan mensistematisasi poin-poinya sesuai dengan konteks yang

dialami suatu negara dalam mengatur HSA tersebut, mengenai isi dari pokok

hak sipil tersebut dapat lihat sebagaimana yang dipaparkan dibawah ini. 14

No Hak Sipil Agama

1 Hak untuk memeluk (menganut) suatu agama atau

kepecayaan sesuai pilihanya.

2 Hak untuk mewujudkan agama (keyakinan).

3 Hak untuk beribadat dan berkumpul dan untuk

mendirikan atau mengelola tempat peribadatan

4 Hak mendirikan atau mengelola lembaga amal atau

lembaga kemanusiaan yang pantas.

5 Hak untuk membuat, memperoleh dan menggunkan

material yang berhubungan dengan ritual dan adat

6 Hak untuk menulis menyuarakan dan menyebarkan

terbitan yang relevan dibidangnya.

7 Hak mengajarkan agama dan kepercayaan di tempat

yang sesuai untuk tujuan itu

8 Hak untuk mengumpulkan dan menerima bantuan

keuangan dan sumbangan lain

Page 11: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

10

9 Hak melatih, mencalonkan dan menunjuk pemimpin

yang tepat.

10 Hak untuk menghormati hari istirahat dan hari libur

dan merayakan upacara keagamaan.

11 Hak untuk mendirikan dan mengelola sarana

komunikasi dengan dengan individu dan kelompok

dalam tingkat nasional maupun internasional

Beberapa poin yang dipaparkan di atas merupakan penerjemahan dari

beberapa pokok HSA yang menjamin kebebasan berpikir, kebebasan

beragama, dan kebebasan berkeyakinan yang disesuaikan dengan kondisi dan

kebutuhan negara tertentu. Selain itu, poin-poin di atas juga merupakan

sebuah penggambaran bagaimana seharusnya sebuah negara menjadi

penjembatan terhadap segala Kebutuhan bersemainya HSA dalam sebuah

negara.

Yang perlu menjadi catatan bagi semua umat muslim saat ini adalah

bahwa semua gagasan tersebut muncul dari ide peradaban Barat. Artinya,

umat Islam jangan sampai terlena dengan kajian baru tersebut dan melupakan

apa yang Islam punyai. Karena prinsip Islam sudah jelas yaitu memberi

kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama masing-masing dan tidak

diperbolehkan memaksakan keyakinan kepada orang lain (QS. 2:256). Jika

dalam suatu masyarakat atau pemerintahan Islam terdapat warga non-Muslim,

Page 12: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

11

maka mereka diberi kebebasan untuk memeluk agama masing-masing.

Mereka dihormati dan tidak akan mendapat tekanan politik atau lainnya

sedikitpun. Hal demikian juga dipertegas dalam surat Al-Kafirun yang

menyatakan bagimu agamamu dan bagiku agamaku ayat-ayat tersebut

menjadi sebuah bukti yang sangat kuat yang tidak membenarkan siapapun

memaksa orang lain untuk menganut agama Islam. Setiap orang diberi

kebebasan untuk memilih agama yang dikehendakinya. 15

C. PRINSIP HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH DAN

IMPLEMENTASINYA

a. Prinsip Keadilan (dalam Masyarakat Madinah)

Untuk melihat implementasi prinsip HSA dalam Piagam Madinah pada

masa kepemimpinan Nabi, selain melihat kebebasan beragama, kita juga perlu

melihat sikap Nabi terhadap komunitas non-Muslim yang menjadi anggota

piagam, apakah mereka diperlakuakan secara adil atau tidak. Dari situ mari

kita lihat pasal tersebut, dengan tegas pasal tersebut menyebutkan:

Artinya:

Seseorang tidak bertanggung jawab atas kesalahan yang

dilakukan sekutunya” (Pasal 37).

Page 13: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

12

Ini berarti kesalahan seseorang tidak menjadi tanggung jawab orang

lain atau sukunya. Ini sangat kontras dengan Hukum adat dimasa pra-Islam

menganut prinsip tanggung jawab kesalahan anggota klan menjadi tanggung

jawab klan seutuhnya. Prinsip tersebut jelas tidak adil, karena itu, Nabi

Muhammad mengoreksi dan menggantinya dengan prinsip keadilan.

Setiap kesalahan yang dilakukan oleh seseorang menjadi tanggung

jawab pribadi seutuhnya bukan lagi klan atau sukunya. Dalam tataran ini, apa

yang digariskan Nabi tersebut merupakan ranah di mana setiap orang

mempunyai tanggung jawab atas dirinya sendiri. Dari pasal tersebut juga

tersirat makna bahwa setiap orang baik Islam, Yahudi, dan Nashrani pada saat

itu di mata hukum mempunyai hak yang sama.

Selain itu, dalam bagian lain dalam pasal Piagam Madinah juga

menegaskan bahwa:

Artinya:

“Orang-orang Yahudi dan Suku Aus, dirinya dan klannya

diberikan hak yang sama denga peserta dokumen ini(konstitusi

Page 14: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

13

Madinah)dan mereka dihormati bila mereka berurusan dengan peserta

dokumen ini.

Nabi tidak pernah membedakan apakah peserta Piagam Madinah

adalah orang–orang mukmin atau orang-orang Yahudi, mereka tetap memiliki

kedudukan yang sama. Muhammad telah menerapkan prinsip keadilan dan

persamaan sesuai dengan kaidah yang ditetapkan dalam piagam tersebut.

Beliau senantiasa berusaha menghindari sikap deskriminatif dalam

menjalankan fungsinya sebagai kepala Negara. 16

Suri teladan ini dapat dilihat dalam sebuah kasus ketika Nabi

dihadapkan dengan sebuah peristiwa ketika seorang anak pembesar (kepala

suku) yang bernama Fatimah Binti Abil mencuri, karena anak pembesar maka

orang-orang khawatir kalau ia sampai dihukum. Melalui Usamah bin Zaid

yang mempunyai latar sahabat kesayangan Nabi, mencoba meminta

keringanan kepada Nabi, seketika itu Nabi menegur.

“Apakah engkau Usamah akan mencari dan mengusahakankeringanan atas hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Allah?Orang-orang sebelum kamu terdahulu binasa karena kalau golonganelitnya mencuri mereka biarkan saja, tetapi kalau rakyatjelatamencuri mereka hukum. Demi Allah sekiranya Fatimah anakperempuan Muhammad mencuri akan kupotong tanganya” 17

Dialog tersebut membuktikan bahwa dalam menegakan keadilan Nabi

sebagai kepala Negara tidak pernah pandang bulu entah kaum Muslimin atau

Page 15: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

14

kaum Yahudi sekali pun. Artinya, Nabi tidak pernah melihat latar belakang

agama, ras dan suku siapa pun yang bersalah harus dihukum. Apa yang

dilakukan Nabi tersebut mencerminkan sikap kepala negara yang adil serta

menjunjung tinggi hak dan martabat kaumnya.

b. Prinsip Persamaan Hak (dalam Masyarakat Madinah)

Untuk melihat implementasi prinsip HSA dalam Piagam Madinah pada

masa kepemimpinan Nabi, hal kedua yang perlu dilihat adalah diberlakukanya

prinsip persamaan yang merupakan salah satu pilar penyangga berdirinya

HSA.

Dalam hal ini persamaan merupakan salah satu hak dasar bagi warga

negara yang harus selalu diperhatikan oleh negara. Persamaan di sini

dimaknai sebagai persamaan dalam tataran hukum bukan dalam tataran umur,

fisik, seks, kecerdasan, kekuatan jasmani, dan pemberian-pemberian alam

yang lainya. 18

Apabila konsep tersebut ditarik dalam ranah Islam sudah barang tentu

mudah sekali ditemukan di sana. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Nurkolis Madjid, sebagaimana dikutip oleh Masykuri Abdillah (2004), bahwa

fakta tentang varian-varian Islam yang sentral, formal dan murni adalah

egalitarian. Egalitarian dan kesadaran hukum ini dipraktikkan oleh Nabi

Muhammad dalam kepemimpinanya untuk mengembangkan komunitas

negara konstitusional. Piagam Madinah seperti konstitusional lainya adalah

Page 16: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

15

hasil kontrak sosial dan pengakuan semua anggota masyarakat tanpa

memandang latar belakang mereka.19

Berikut merupakan ketetapan Piagam Madinah yang memuat tentang

persamaan hak.

Artinya:

Dan bahwa orang Yahudi yang mengikuti kami akan

memperoleh perlindungan dan hak persamaan tanpa ada

penganiayaan dan tidak ada yang membantu musuh mereka (pasal

16)

Artinya:

Kaum Yahudi Al Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan

kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan

perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini

(pasal 46).

Page 17: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

16

Pasal di atas merupakan ketetapan dalam Piagam Madinah yang

merupakan jaminan atas hak-hak istimewa kaum Yahudi sebagaimana hak-

hak dan kewajiban yang dimiliki kaum Muslimin.

Jaminan tersebut merupakan salah satu wujud kecakapan Nabi

Muhammad dalam membaca situasi masyarakat pada saat itu, di mana

masyarakat Madinah yang mempunyai sikap su ubiyah yang tinggi, yakni

berupa kefanatikan terhadap keluarga, suku, golongan, nasab dan agama.

Mereka sangat membutuhkan aturan yang dapat meleburkan semua itu

sehingga bisa hidup secara berdampingan dengan tentram. Secara otomatis

dengan paradigma tersebut, kita dapat melihat bahwa pemberlakuan prinsip

HSA pada saat itu telah dipraktikan oleh Nabi . Kenyataan ini bisa dibuktikan

dengan terbangunya Negara Madinah.

c. Prinsip Kebebasan Beragama (dalam Masyarakat Madinah)

Setelah membincang tentang beberapa pilar penyangga HSA, tiba

saatnya penulis bahas tentang kebebasan beragama itu sendiri. Banyak

kalangan yang menilai bahwa Piagam Madinah merupakan problem solving

bagi problem sosial masyarakat Madinah pada saat itu. Madinah merupakan

sebuah kota yang memiliki keragaman komunitas agama dan keyakinan. Nabi,

tentunya sangat memahami situasi ini. Di samping itu beliau juga sadar akan

posisinya sebagai Nabi yang mempunyai tugas menyampaikan kebenaran

Islam dan bukan memaksa orang untuk menerima Islam. Karena agama

Page 18: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

17

merupakan masalah keyakinan, maka tidak boleh seorang pun memaksa suatu

keyakinan kepada siapa pun. Untuk itu beliau mengundangkan prinsip

toleransi beragama, yang secara teknis dikaitkan dengan kemerdekaan dan

kebebasan beragama. 20

Manusia mempunyai hak dan kebebasan personal untuk menentukan

agamanya. Persolan yang fitrah ini harus dilindungi dan dihormati oleh orang

lain. Spirit semacam ini telah tercantum dalam Piagam Madinah.

Artinya:

Bagi orang Yahudi agama mereka dan bagi kaum Muslimin

agama mereka pula (25).

Pasal ini berlaku bagi Yahudi Bani al-Najjar (26). Yahudi Bani al-

Harits (27). Yahudi Bani as-Saidah (29). Yahudi Bani Aus (30). Yahudi Bani

al-Tsalabah (31). Yahudi Jafnat keluarga bani Tsalabah (32). Yahudi Bani

Syutaibath (33). Mawali Tsalabat (34), teman-teman dekat kepercayaan

Yahudi (Pasal 35).

Sekilas Pasal tersebut secara spirit mempunyai kesamaan dengan spirit

Al Qur’an surat al Kafirun 1-6.21 Artinya, apabila spirit tersebut telah ada

dalam al Qur’an, berarti pasal tersebut telah diamalkan oleh Nabi dan

Page 19: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

18

pengikutnya. Kenyataan ini yang mendasari penulis menggali lebih dalam

lagi tentang bukti pemenuhan HSA di era kepemimpinan Nabi di Madinah.

Selain itu, disamping berbicara tentang kebebasan beragama, rumusan

di atas juga menguak tentang pegakuan eksistensi agama lain pada masa

Negara Madinah. Pada saat itu Orang-orang Yahudi bebas menganut agama

mereka dan oleh karena itu kaum Muslim di Madinah dilarang untuk

menghalangi mereka dalam menjalankan ibadahnya. 22

Berdasarkan undang-undang tersebut, Muhammad sebagai kepala

negara sudah barang tentu adaptif dan membuka ruang bagi agama lain untuk

mendapatkan jaminan kebebasan sebagaimana yang dimiliki kaum Muslim.

Di luar sebagai kepala negara sekali pun, Nabi cukup toleran dengan agama

lain.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gozali (2009) dalam sebuah

kisah ada seorang laki-laki Anshar yang bernama Abu Hushain. Beliau datang

kepada Nabi perihal ingin mengadukan sesuatu, ia menanyakan kepada Nabi

bolehkah dia memaksa dua anaknya masuk Islam sementara kecenderungan

anak tersebut kepada agama Kristen. Ia menegaskan kembali kepada Nabi,

apakah dirinya akan membiarkan mereka masuk neraka. Karena Nabi adalah

ma sum maka jawaban atas masalah tersebut langsung datang dari Allah

dengan diturunkanya (Qs 2:26) yang secara jelas mengungkapkan tidak ada

pemaksaan dalam memilih agama. 23

Peristiwa ini menggambarkan betapa hati-hatinya Nabi terhadap

masalah kebebasan beragama, dan apa yang disampaikan oleh Allah kepada

Page 20: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

19

Nabi dalam peristiwa tersebut sekaligus penegas bahwa hak beragama

mutlak dari Allah adanya. Seseorang atau siapa pun bahkan Negara sekali

pun tidak mempunyai hak untuk memaksakan agama tau kepercayaan kepada

siapa pun.

d. Perlindungan Terhadap Minoritas

Peran Nabi di Madinah bukan hanya sebagai Nabi yang mengemban

kewahyuan, melainkan juga sebagai pemimpin negara yang mengurusi

berbagai permasalahan yang ada di negaranya, terlebih permasalahan non-

Muslim. Mengingat, non-Muslim pada saat itu yang nota benenya minoritas

cukup menjadi masalah yang kursial.24 Istilah minoritas di sini sebenarnya

tidak selalu merujuk kepada komunitas kecil yang berbeda dari yang

umumnya. Karena Islam sendiri muncul sebagai minoritas, yakni minoritas

berupa satu orang yaitu Muhammad yang dengan segala upayanya berhasil

menjadi mayoritas.25

Minoritas di sini diartikan sebagai sebuah kelompok yang secara

kuantitas dan kualitas kalah dengan komunitas besar yang menjadi penguasa

di situ, sehingga kelompok minor tersebut bergabung dan menjadi bagian

kelompok penguasa tersebut untuk mendapatkan jaminan keamanan dan

perlindungan. Dalam Islam kelompok tersebut dinamakan dzimi. Istilah

dzimah merujuk pada sebauh perjanjian yang dibuat atas negara yang

dipimpin oleh Muslim dan komunitas ahl al kitab agar mereka mendapatkan

jaminan atas diri dan hartanya, kebebasan untuk kewajiban agamanya dengan

Page 21: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

20

otonomi komunal dan privat untuk mengelola urusan urusan internalnya.

Sebagai balasan, mereka harus membayar pajak yang disebut Jizyah.26

Mengenai praktik kebijakan pemberlakuan komunitas dzimi, Nabi sendiri

memberikan contoh yang patut diacungi jempol. Dalam sebuah Hadits beliau

bersabda: “siapa yang memusuhi orang dzimi berarti akulah lawanya .

Artinya, golongan Yahudi dikalangan Madinah selain diakui sebagai anggota

warga negara, mereka juga mempunyai kedudukan yang sama dengan warga

negara lainya yang beragama Islam. Nabi Muhamad sebagai kepala negara

tidak pernah melakukan deskriminasi terhadap kelompok minoritas baik

oarng-orang Yahudi maupun orang Kristen di Madinah. Hal ini dilakukan

Nabi , karena beliau konsisten terhadap ketentuan piagam yang menegaskan

bahwa kelompok minoritas Yahudi adalah bagian dari Negara Madinah dank

arena itu mereka adalah penduduk sipil yang wajib dilindungi negara. 27

Belum lagi jaminan atas otonomi daerah yang mereka duduki. Dalam

bidang pertahanan, seluruh warga Madinah juga mendapat peranan tanpa

terkecuali kelompok minoritas untuk bisa memberikan sumbangsih berupa

ide dalam Negara Madinah. Selain itu, kelompok Kristen minoritas juga

mempunyai porsi yang sama dengan kelompok Yahudi, persamaan tersebut

ditengarai dengan salah satu perjanjian dengan orang-orang Kristen najran.

Sebagai konskwensi keanggotaannya dalam Negara Madinah pemerintah

Madinah berkewajiban melindungi mereka, dengan pemberlakuan undang-

undang kebebasan bagi mereka. 28

Page 22: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

21

Pemerintah Madinah juga bertanggung jawab melindungi jiwa, harta

kekayaan, dan tempat-tempat ibadah mereka. Sikap aman sudah tentu dapat

mereka rasakan mengingat jaminan keamanan yang dipenuhi oleh pemerintah

Islam lewat banyaknya prajurit keamanan dari Islam. Kaum Yahudi dan

Nashrani juga dibebaskan dari dinas militer dengan konskwensi membayar

pajak jiz ah. Pajak (jiz’ah) dalam Islam sebenarnya tidak seekstrim bayangan

kaum orientalis yang mengangap pemerasan terhadap kaum minoritas. Dalam

Islam jiz ah merupakan kompensasi bagi ahli dzimi sebagai pajak

perlindungan. Pada masa Rasulullah jiz ah tidak berlaku bagi kaum wanita,

anak-anak, orang-orang yang tidak mampu dan para pendeta. 29

Lebih jauh lagi baki kalangan non-Muslim yang tidak mampu mereka

mendapat santunan dari Negara. Selain itu apa bila ahli dzimi belum melunasi

jiz ah kemudian meninggal dunia maka ahli waris tidak wajib melunasi

hutang jiz ah tersebut. Analogi lain bahwa jiz ah bukan sebagai pemerasan

adalah pertama, bahwa pada dasarnya jiz ah mempunyai fungsi timbal balik

dalam artian satu pihak sebagai kedudukanya sebagai bukan Muslim, dilain

pihak mereka sebagai sesuatu yang melahirkan hak bagi kewajiban membayar

jiz ah, dalam makna Negara Madinah berkewajiban melindungi keamanan

dan keselamatan jiwa, harta benda dan ketentraman selama mereka

berdomisili di Madinah.30

Gambaran di atas juga merupakan implementasi dari perlindungan

terhadap minoritas sebagaimana diungkap dalam Piagam Madinah pasal 16

yang berbunyi: “bahwa kaum Yahudi yang mengikuti kita berhak mendapat

Page 23: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

22

perlindungan dan hak persamaan tanpa ada penganiayaan atas mereka dan

tidak ditolong orang-orang yang menjadi musuh mereka .

Artinya, dengan ketetapan pasal tersebut warga Madinah mendapat

jaminan atas diri mereka dari penganiayaan dan penindasan. Demikian halnya

kaum Yahudi yang pada saat itu menjadi minoritas, dengan keanggotaanya

sebagai warga Madinah juga mendapat hak yang sama dengan warga Muslim.

Lebih jauh lagi, kaum Muslim akan membantu mereka apabila mereka

mendapat ancaman. Setiap individu dari penduduk Madinah mempunyai

kebebasan untuk menuntut haknya semisal ketika mereka dianiaya bisa

menuntut denda dan ganti rugi secara adil. 31

Selain perhatian Nabi terhadap kaum Yahudi, ternyata Nabi juga

memberikan perhatian khusus kepada kelompok lemah yang lain. Kasus ini

bisa kita lihat saat Nabi memberikan pidato perpisahan di Arafah dekat

Makkah, dalam pidato tersebut Nabi menyampaikan tentang HAM, yang

termasuk di dalamnya memuat tentang hak-hak wanita, hak-hak budak dan

buruh dan melarang sistem ekonomi dan transaksi yang mengakibatkan pada

eksploitasi manusia kepada manusia lain. 32

Page 24: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

23

D. KESIMPULAN

Dari kajian yang komprehensif terhadap Piagam Madinah sebagai

konstitusi Negara Madinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad dengan

pendekatan hermeneutic ditemukan beberapa nilai atau prinsip yang berkaitan

HSA. Ada pun prinsip tersebut mencakup prinsip keadilan, persamaan,

kebebasan, dan perlindungan terhadap minoritas.

Prinsip-prinsip tersebut merupakan hasil sebuah dialektika antara

konsep HSA dengan Piagam Madinah yang salah satunya juga memuat

tentang kebebasan beragama. Di situ penulis menemukan banyak persamaan

antara keduanya. Persamaan tersebut seidaknya dapat dilihat dari beberapa

hal:

Pertama, bahwa HSA merupakan hak yang menyangkut pemenuhan

hak oleh negara terhadap rakyatnya berkaitan dengan jaminan kebebasan

beragama dan berkepercayaan, maka Piagam Madinah juga merupakan

jaminan pemenuhan hak oleh Rasulullah selaku pemimpin Madinah terhadap

warganya yang salah satunya juga memuat tentang kebebasan beragama.

Kedua, dari segi materi, bahwa HSA, meliputi bebas memilih agama,

bebas mengekspresikan ajaran agama dan perlindungan negara terhadap

segala bentuk diskriminasi. Dalam pasal Piagam Madinah juga meliputi aspek

tersebut.

Dengan kesimpulan yang dikemukakan di atas, dapat ditegaskan

bahwa kajian ini mampu menjawab pertanyaan; Adakah Hak Sipil Agama

dalam Piagam Madinah? dan Bagaimana implementasinya di era

Page 25: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

24

kepemimpinan Nabi Muhammad? sebagaimana yang menjadi pokok

permasalah dalam penulisan tesis ini.

Dapat pula ditegaskan bahwa, dengan penemuan tersebut menjadi

bukti bahwa apa yang dibawa Nabi Muhammad tersebut merupakan sebuah

pembelajaran bagi umatnya untuk menjadi negarawan baik yang mampu

membaca situasi dan kondisi untuk menghadapi tantangan zamanya.

Page 26: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

25

CATATAN KAKI1Penggunaan istilah Hak Sipil Agama yang kemudian disingkat dengan HSA ialah khas dankhusus di dalam penelitian ini. Jadi, selanjutnya jika ada singkatan HSA artinya merujuk pada hakyang spesifik yaitu Hak Sipil Agama. Sedangkan hak yang lebih umum bagi manusia ialah HakAsasi Manusia atau HAM2Menurut An-Naim istilah dzimah merujuk pada sebauh perjanjian yang dibuat atas negara yangdipimpin oleh Muslim dan komunitas ahl al kitab agar mereka mendapatkan jaminan atas diri danhartanya, kebebasan untuk kewajiban agamanya dengan otonomi komunal dan privat untukmengelola urusan urusan internalnya. Sebagai balasan, mereka harus membayar pajak yangdisebut jizyah dan mematuhi perjanjian yang mereka buat dengan negara. Mereka yang mendapatstatus dzimah didorong untuk masuk Islam, tapi tidak boleh untuk menyebarkan keyakinannya.Selain contoh di atas, produk hukum Islam yang dianggap tidak menjunjung tinggi hak-hak sipiladalah kebebasan beragama. Publik Islam masih meyakini jika ada orang Islam yang berpindahagama maka statusnya adalah murtad. Hampir semua kitab fiqih menyebutkan bahwa mayoritasulama menganjurkan hukuman mati bagi pelaku murtad. Meskipun seorang perempuan—setelahmereka diminta untuk melakukan taubat. Hadits yang dirujuk adalah “barang siapa menggantiagamanya maka bunuhlah”3 Suyuti Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Negara Madinah Dalam Perspektif Al Qur an,hlm, 1214 Munawir sadzali, Islam Dan Tata Negara, 1990, hlm, 16.5 Eko Prasetyo, Hak Sipil Dan Politik,Pusham.UII, 2002,5.6 Suryadi Rajab, Indonesia; Hilangnya Rasa Aman, Hak Asasi Manusia dan Transisi PolitikIndonesia.2002 hlm 47.7 Ian Shapiro, Evolusi Hak dalam Teori Liberal 2006, hlm, 808 Suaedy, Islam Konstitusi Dan Hak Asasi Manusia, Problematika Hak Kebebasan Beragama danBerkeyakinan di Indonesia. 2009, hlm.,189 Ibid,.. hlm 1810 Abu Hapsin, Demokrasi dan Kebebasan Beragama, http: //elsaonline.12 ibid,,13 Kholiluddin, Kuasa Negara Atas Agama, 2008, hlm 4914 Suyuti Pulungan, Op, Cit,. hlm,16915M. tohir, Zahiri, Negara hukum suatu studi tentang prinsip-prinsipnyadilihat dari segi hokumIslam implementasinya pada periode madinah dan masa kini. 1992, hlm, 12216 Ibid,,.. hlm 1992:12317 (Masykuri Abdillah, 2004:11318 Ibid,..19 Suyuti Pulungan, Op, Cit,. hlm 16620 Solikin, Reformasi Syariah dan Ham dalam Islam 2004, hlm, 16721 M. tohir, Zahiri,1992:122 ).22 Abdul Muqsit Gozali, 2009 hlm, 22123 Sukron Kamil, Islam dan Demokrasi: Telaah Konseptual Dan Historis, 2002 hlm: 90)24 Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini 2005 hlm, 525 Naim, Islam dan Negara Sekuler,” Menegosiasikan Masa Depan Syariah 2007, hlm, 201.26 M. tohir, Zahiri,1992, hlm123).27 M. tohir, Zahiri, hlm, 12428 Ibid,.29 M. tohir, Zahiri,1992:124).30 Suyuti Pulungan, Op, Cit,. hlm,159

Page 27: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

26

Page 28: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

27

27

DAFTAR PUSTAKA

Hapsin, Abu, Demokrasi dan Kebebasan Beragama, http://elsaonline. com/?p=346. diakses pada Agustus 2010. pukul21.00

Kamil, Syukron, 2007, Syariah Islam dan HAM, Dampak PerdaTerhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Non-Muslim Jakarta: CSRC

Kamil, Syukron, 2002, Islam dan Demokrasi: Telaah KonseptualDan Historis Jakarta: Gaya Media.

Kettani, M. Ali, 2005, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. Jakarta:Rajawali Pers.

Koliluddin, Tedi, 2009, Kuasa Negara Atas Agama. Semarang: Rasail

Naim, Abdullah Ahmed, 2007, Islam dan Negara Sekuler,”Menegosiasikan Masa Depan Syariah”, terj, Hamdani,Bandung: Mizan.

Naim, Abdullah Ahmed, 1997 Dekonstruksi Syariah ”, terj, FaridWajidi, Jogja: LKiS

Prastyo, Hendro, 2002, Islam dan Civil Society, Jakarta: Gramedia.

Prasetyo, Eko, hak sipil danpolitik,pusham.uii.ac.id/upl/article/id_diakses 28 Agustus2010. pukul21.00

Pulungan, Suyuti, 1996, Prinsip-Prinsip Pemerintahan NegaraMadinah Dalam Perspektif Al Qur an, Jakarta: RajawaliPrees

Rahajo, Dawam, 2004, Agama Dan Hak-Hak Sipil, ICRP (IndonesianConverence of Religion and Peace) http://www.icrp-online.orgdiakses 16 februari 2009 pukul 5.48

Page 29: STUDI ANALISIS HAK SIPIL AGAMA DALAM PIAGAM MADINAH

28

28

Shapiro, Ian, 2006, Evolusi Hak dalam Teori Liberal, Jakarta: Yayasan Obor.

Solikin, Jumhur Adang, 2004 Reformasi Syariah dan Ham dalamIslam, Jogja : Gama Media

Suaedy, 2009 Islam Konstitusi Dan Hak Asasi Manusia, ProblematikaHak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia.Jakatra : Wahid Institute.

Radjab, Suryadi, 2002, Indonesia; Hilangnya Rasa Aman, Hak AsasiManusia dan Transisi Politik Indonesia. Jakarta: PBHI danTAF

Zahiri, M. tohir, 1992, Negara hukum suatu studi tentang prinsip-prinsipnyadilihat dari segi hokum Islam implementasinya padaperiode madinah dan masa kini. Jakarta:Bulan Bintang.