131
STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF STAD (Student Team Achievement Division) DILENGKAPI MODUL DAN DILENGKAPI LKS TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN ZAT ADITIF MAKANAN KELAS VIII SMP NEGERI 3 SURUH TAHUN PELAJARAN 2008/2009 SKRIPSI Oleh : PRIYONO K 3304043 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE ... method completed with modul and STAD completed with student work sheet with learning motivation on the cognitive and affective student learning

  • Upload
    vandien

  • View
    227

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF STAD

(Student Team Achievement Division) DILENGKAPI MODUL DAN

DILENGKAPI LKS TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA

POKOK BAHASAN ZAT ADITIF MAKANAN

KELAS VIII SMP NEGERI 3 SURUH

TAHUN PELAJARAN 2008/2009

SKRIPSI

Oleh :

PRIYONO

K 3304043

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF STAD

(Student Team Achievement Division) DILENGKAPI MODUL DAN

DILENGKAPI LKS TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA

POKOK BAHASAN ZAT ADITIF MAKANAN

KELAS VIII SMP NEGERI 3 SURUH

TAHUN PELAJARAN 2008/2009

Oleh :

PRIYONO

NIM K 3304043

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana

Pendidikan Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dr. rer. nat. Sri Mulyani, M.Si

NIP. 19650916 199103 2 003

Pembimbing II

Sri Yamtinah, S.Pd, M.Pd

NIP. 19691204 200501 2 001

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Rabu

Tanggal : 14 Juli 2010

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. ....................

Sekretaris : Endang Susilowati, S.Si, M.Si. ... .....................

Anggota I : Dr. rer. nat. Sri Mulyani, M.Si. .....................

Anggota II : Sri Yamtinah, S.Pd, M.Pd. .......................

Disahkan oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

NIP. 19600727 198702 1 001

v

ABSTRAK

Priyono. STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF STAD (Student Team Achievement Division) DILENGKAPI MODUL DAN DILENGKAPI LKS TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN ZAT ADITIF MAKANAN KELAS VIII SMP NEGERI 3 SURUH TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2010.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. (2) Pengaruh motivasi belajar kimia terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. (3) Ada atau tidaknya interaksi antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 3 x 3. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 3 Suruh tahun ajaran 2008/2009. Sampel terdiri dari 3 kelas, kelas VIII C sebagai kelas STAD dilengkapi modul, kelas VIII B sebagai kelas STAD dilengkapi LKS dan kelas VIII A sebagai kelas kontrol dengan metode ceramah yang dipilih secara cluster random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes obyektif untuk aspek kognitif dan metode angket untuk aspek afektif dan motivasi belajar siswa. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. Penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul lebih baik daripada metode STAD yang dilengkapi LKS untuk prestasi belajar kognitif (Fobs > Ftabel = 15,1555 > 3,08). Tetapi tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap prestasi belajar afektif siswa (Fobs < Ftabel = 1,8180 < 3,08), (2) Ada pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi memperoleh prestasi belajar kognitif dan afektif yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang maupun rendah (Fobs > Ftabel = 9,1221 > 3,08 untuk aspek kognitif) dan (Fobs > Ftabel = 46,5772 > 3,08 untuk aspek afektif), (3) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan (Fobs < Ftabel = 1,9874 < 2,47 untuk aspek kognitif) dan (Fobs < Ftabel = 2,0509 < 2,47 untuk aspek afektif).

.

vi

ABSTRACT

Priyono. A COMPARATIVE STUDY OF STAD (Student Team Achievement Division) COOPERATIVE METHOD COMPLETED WITH MODULE AND COMPLETED WITH STUDENT WORK SHEET ON THE CHEMISTRY LEARNING ACHIEVEMENT VIEWED FROM STUDENT LEARNING MOTIVATION IN SUBJECT MATTER FOOD ADDITIVE OF CLASS VIII SMP NEGERI 3 SURUH IN THE ACADEMIC YEAR OF 2008/2009. Thesis, Surakarta : Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, July 2010.

The purpose of this research is to know: (1) The difference effect of STAD learning method completed with module and STAD completed with student work sheet on the student learning achievement in the subject matter of food additive, (2) The effect of learning motivation on the student learning achievement in the subject matter of food additive, (3) Whether there is or not interaction between of STAD learning method completed with module and STAD completed with student work sheet with learning motivation on the student learning achievement in the subject matter of food additive.

Method of the research was experiment with factorial design 3 x 3. Population of the research was class VIII SMP Negeri 3 Suruh in the academic year of 2008/2009. Sample consisted of three classes, class VIII C as STAD completed with module class, class VIII B as STAD completed with student work sheet class, and class VIII A as control class with lecture that chosen by clusters random sampling. Retrieval technique of data in this research is obtained from objective test for cognitive aspect and questionaire for affective aspect and students learning motivation. Technique of data analyze employed was two-ways variance analysis with different cell frequency.

Based on the result of research it can be concluded, that : (1) There is different effect of STAD learning method completed with module and STAD completed with student work sheet on the student learning achievement in the subject matter of food additive. STAD learning method completed with module better than STAD completed with student work sheet for cognitive aspect (Fobs > Ftabel = 15.1555 > 3.08). But no different effect of learning method on the student learning achievement at affective aspect (Fobs > Ftabel = 1.8180 < 3.08), (2) There is effect of learning motivation on the student learning achievement in the subject matter of food additive. Student with high learning motivation have a cognitive and affective learning achievement better than student with low learning motivation (Fobs > Ftabel = 9.1221 > 3.08 for cognitive aspect) and (Fobs > Ftabel = 46.5772 > 3.08 for affective aspect), (3) There is no interaction between of STAD learning method completed with modul and STAD completed with student work sheet with learning motivation on the cognitive and affective student learning achievement in the subject matter of food additive (Fobs < Ftabel = 1.9874 < 2.46 for cognitive aspect) and (Fobs < Ftabel = 2.0509 < 2.46 for affective aspect).

vii

MOTTO

Tidak ada kemudahan kecuali jika Allah yang menjadikan kemudahan itu,

dan Allah pulalah yang menjadikan kesulitan itu, yang jika Allah menghendaki

akan menjadikan mudah

( H. R. Ibnu Hibban )

Tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan, kesuksesan akan datang pada mereka

yang berusaha mendapatkannya bukan pada mereka yang hanya

mengharapkannya, jangan pernah putus asa karena yang mudah putus asa tidak

pernah sukses dan orang sukses tidak pernah putus asa.

( Abu Al-Ghifari )

Usaha, doa dan kesabaran adalah kunci utama dari keberhasilan.

(Penulis)

Kemarin dan hari ini tidak akan pernah kembali, maka lakukanlah yang terbaik

untuk esok hari.

(Penulis)

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada :

Ä Bapak dan Ibuku tercinta

Ä Kakak-kakakku dan keponakanku tersayang

Ä Sobat-sobat setiaku

Ä Teman-teman kost Panderoza

Ä Teman-teman almamaterku

KATA PENGANTAR

ix

Alhamdulillahirrobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis

bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan Program S1 Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan

dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih dan penghargaan setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan izin

penelitian.

2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si., selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah menyetujui atas

permohonan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Tri Redjeki, M.S., selaku Ketua Program Kimia yang telah

memberikan ijin penelitian.

4. Ibu Dr. rer. nat. Sri Mulyani, M.Si., selaku pembimbing I yang telah

memberikan waktu, bimbingan dan arahan serta dukungannya bagi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Sri Yamtinah, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing II atas waktu, bimbingan

dan segala dukungannya serta kesabarannya bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Haryono, M.Pd., selaku Tim Skripsi Program Studi Kimia yang

telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Endang Susilowati, S.Si, M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas

waktu, bimbingan, nasehat dan ilmunya bagi penulis selama ini.

8. Bapak Drs. Waluya, M.M., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Suruh yang

telah memberikan izin serta dukungannya bagi penulis untuk mengadakan

penelitian.

x

9. Ibu Wiwik Harwanti, S.Pd., selaku Guru IPA SMP Negeri 3 Suruh atas

bimbingan, petunjuk dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian.

10. Siswa-siswi Kelas VIII dan keluarga besar SMP Negeri 3 Suruh atas segala

partisipasi dan dukungannya saat penulis mengadakan penelitian.

11. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan yang terbaik serta

memberikan kasih sayang, nasehat dan dorongan serta semangat bagi penulis

dalam menyelesaikan skripsi.

12. Keluarga Besar-ku atas cinta, dukungan dan doanya.

13. Sahabat-sahabatku: Bean, Mey, dan SoLebo atas persahabatan, bantuan, dan

kebersamaannya serta dukungannya.

14. Teman-teman Kost PanderoZa: Simbah, Mamen, Pocker, Toboz, Yudi, Toni,

Antok, Abaz, Zepty, dan Uliy atas kebersamaan, dukungan dan canda

tawanya selama ini.

15. Seluruh Teman-teman Kimia Angkatan 2004-2006 atas segala dukungannya.

16. Semua pihak yang belum dapat penulis sebutkan yang telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tidak ada kemutlakan bagi kebenaran yang datangnya

dari manusia. Serta penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan

guna penyempurnaan penulisan lebih lanjut.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberi manfaat, khususnya bagi

penulis dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iv

HALAMAN ABSTRAK......................................................................... v

HALAMAN MOTTO ............................................................................. vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. viii

KATA PENGANTAR ............................................................................ ix

DAFTAR ISI ........................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xix

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................ 5

C. Pembatasan Masalah ........................................................... 6

D. Perumusan Masalah ............................................................ 6

E. Tujuan Penelitian ................................................................. 7

F. Manfaat Penelitian ............................................................... 7

BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................... 8

A. Tinjauan Pustaka ................................................................. 8

1. Belajar dan Pembelajaran ............................................. 8

2. Metode Pembelajaran ................................................... 11

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD .......................... 12

4. Metode Ceramah .......................................................... 17

5. Modul ........................................................................... 20

6. Lembar Kerja Siswa (LKS).......................................... 22

7. Prestasi Belajar ............................................................. 24

xii

8. Motivasi Belajar ........................................................... 27

9. Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan ............................ 29

B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 41

C. Perumusan Hipotesis ........................................................... 44

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 45

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 45

1. Tempat Penelitian ........................................................... 45

2. Waktu Penelitian ............................................................ 45

B. Metode Penelitian ................................................................ 45

1. Desain Penelitian.......................................................... 46

2. Prosedur Penelitian ...................................................... 46

C. Populasi dan Sampel ........................................................... 47

1. Populasi .......................................................................... 47

2. Sampel ............................................................................ 47

D. Variabel penelitian............................................................... 47

1. Definisi Konseptual Variabel Penelitian ........................ 47

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................... 48

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 50

1. Metode Tes ..................................................................... 50

2. Metode Angket ............................................................... 51

F. Instrumen Penelitian ............................................................ 51

1. Instrumen Penilaian Kognitif ......................................... 51

2. Instrumen Penilaian Afektif dan Motivasi Belajar......... 56

G. Teknik Analisis Data ........................................................... 59

1. Uji Keseimbangan .......................................................... 59

2. Uji Prasyarat Analisis ..................................................... 61

3. Uji Hipotesis................................................................... 64

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 70

A. Deskripsi Data ..................................................................... 70

1. Data Skor Motivasi Belajar Siswa .................................. 70

2. Data Skor Tes Kemampuan Kognitif .............................. 73

xiii

3. Data Skor Kemampuan Afektif ....................................... 82

B. Pengujian Prasyarat Analisis ............................................... 91

1. Uji Keseimbangan ........................................................... 91

2. Uji Normalitas ................................................................. 92

3. Uji Independensi ............................................................. 93

4. Uji Homogenitas ............................................................. 93

C. Hasil Pengujian Hipotesis ................................................... 94

1. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan dengan Frekuensi

Sel Tak Sama ................................................................... 94

2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian .............................. 96

3. Hasil Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi ........................ 97

D. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................. 100

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .......................... 107

A. Kesimpulan ......................................................................... 107

B. Implikasi .............................................................................. 108

C. Saran .................................................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 110

LAMPIRAN............................................................................................ 113

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel Skor Perkembangan Individu ..................................... 15

Tabel 2. Tabel Penghargaan Tim ....................................................... 15

Tabel 3. Zat Warna Bagi Makanan dan Minuman yang Diizinkan

di Indonesia .......................................................................... 32

Tabel 4. Beberapa Contoh Bahan Pemanis Alami ............................. 34

Tabel 5. Beberapa Contoh Bahan Pemanis Sintetik ........................... 35

Tabel 6. Desain Penelitian .................................................................. 46

Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Penilaian Kognitif. 52

Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Daya Pembeda Penilaian Kognitif ... 53

Tabel 9. Rangkuman Hasil Validitas Penilaian Kognitif ................... 55

Tabel 10. Rangkuman Hasil Reliabilitas Penilaian Kognitif................ 56

Tabel 11. Kriteria Skor Penilaian Aspek Afektif dan Motivasi

Belajar Siswa ........................................................................ 56

Tabel 12. Rangkuman Hasil Validitas Penilaian Afektif ..................... 57

Tabel 13. Rangkuman Hasil Validitas Angket Motivasi Belajar ......... 58

Tabel 14. Rangkuman Hasil Reliabilitas Penilaian Afektif.................. 59

Tabel 15. Rangkuman Hasil Reliabilitas Angket Motivasi Belajar ..... 59

Tabel 16. Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalan ............................. 61

Tabel 17. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama ...... 67

Tabel 18. Jumlah Siswa yang Memiliki Motivasi Belajara Tinggi,

Sedang, dan Rendah ............................................................. 71

Tabel 19. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa Kelas STAD

dilengkapi Modul, Kelas STAD dilengkapi LKS dan Kelas

Ceramah ............................................................................... 71

Tabel 20. Rerata Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat

Aditif Makanan .................................................................... 73

xv

Tabel 21. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok

Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi

Modul ................................................................................... 74

Tabel 22. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok

Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi

LKS ...................................................................................... 75

Tabel 23. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok

Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas Ceramah ...................... 76

Tabel 24. Perbandingan Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok

Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul,

Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah ............. 77

Tabel 25. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa

Kelompok Motivasi Belajar Tinggi Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan .............................................................. 78

Tabel 26. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa

Kelompok Motivasi Belajar Sedang Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan .............................................................. 79

Tabel 27. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa

Kelompok Motivasi Belajar Rendah Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan .............................................................. 80

Tabel 28. Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif

Siswa Jika Dilihat dari Motivasi Belajar Siswa ................... 81

Tabel 29. Rerata Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif

Makanan ............................................................................... 82

Tabel 30. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul .......... 83

Tabel 31. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi LKS ............. 84

Tabel 32. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan Kelas Ceramah .................................... 85

xvi

Tabel 33. Perbandingan Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul,

Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah ............. 86

Tabel 34. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi

Belajar Tinggi Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan ............ 87

Tabel 35. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi

Belajar Sedang Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan ........... 88

Tabel 36. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi

Belajar Rendah Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan .......... 89

Tabel 37. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa

Jika Dilihat dari Motivasi Belajar Siswa .............................. 90

Tabel 38. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Satu Jalan Nilai

Pretest ................................................................................... 91

Tabel 39. Rangkuman Uji Normalitas Sampel dengan Uji Lilliefors .. 92

Tabel 40. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ..................................... 94

Tabel 41. Rataan dan Jumlah Rataan Selisih Nilai Prestasi Kognitif .. 94

Tabel 42. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama

Selisih Nilai Prestasi Kognitif .............................................. 95

Tabel 43. Rataan dan Jumlah Rataan Nilai Prestasi Afektif ................ 95

Tabel 44. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama

Nilai Afektif ......................................................................... 95

Tabel 45. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Baris Selisih Nilai

Prestasi Kognitif. .................................................................. 98

Tabel 46. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom Selisih Nilai

Prestasi Kognitif ................................................................... 98

Tabel 47. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom Nilai Prestasi

Afektif. ................................................................................. 99

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Contoh Makanan yang Menggunakan Pewarna Alami ..... 32

Gambar 2. Bahan Pemanis Biasa Ditambahkan pada Minuman ......... 35

Gambar 3. Ikan Asin Merupakan Contoh Pengawetan Alami ............ 37

Gambar 4. Contoh Bahan Penyedap Rasa yang Beredar di Pasaran ... 39

Gambar 5. Bagan Kerangka Pemikiran ............................................... 43

Gambar 6. Histogram Skor Motivasi Belajar Siswa Kelas STAD

Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS,

dan Kelas Ceramah ............................................................ 72

Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD

Dilengkapi Modul .............................................................. 74

Gambar 8. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD

Dilengkapi LKS ................................................................. 75

Gambar 9. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Ceramah ... 76

Gambar 10. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD

Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS,

dan Kelas Ceramah ............................................................ 77

Gambar 11. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Tinggi ..................................................... 78

Gambar 12. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Sedang .................................................... 79

Gambar 13. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Rendah ................................................... 80

Gambar 14. Histogram Perbandingan Selisih Nilai Kognitif Siswa

Dilihat dari Motivasi Belajar ............................................. 81

Gambar 15. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas STAD Dilengkapi

Modul ................................................................................. 83

Gambar 16. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas STAD Dilengkapi

LKS .................................................................................... 84

xviii

Gambar 17. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas Ceramah ................ 85

Gambar 18. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Kelas STAD

Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS,

dan Kelas Ceramah ............................................................ 86

Gambar 19. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar

Tinggi. ................................................................................ 87

Gambar 20. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar

Sedang. ............................................................................... 88

Gambar 21. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar

Rendah. .............................................................................. 89

Gambar 22. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Dilihat dari

Motivasi Belajar ................................................................. 90

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Silabus dan Sistem Penilaian ......................................... 113

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pelajaran . ................................... 115

Lampiran 3. Lembar Telaah Modul .................................................... 134

Lampiran 4. Lembar Telaah LKS ....................................................... 137

Lampiran 5. Modul Zat Aditif Makanan ............................................ 140

Lampiran 6. Lembar Kerja Siswa Zat Aditif Makanan ...................... 172

Lampiran 7. Soal Kuis ........................................................................ 183

Lampiran 8. Jawaban Kuis ................................................................. 184

Lampiran 9. Kisi-Kisi Instrumen Kognitif ......................................... 186

Lampiran 10. Soal Instrumen Kognitif ................................................. 189

Lampiran 11. Kunci Jawaban Instrumen Kognitif ............................... 194

Lampiran 12. Lembar Jawaban Instrumen Kognitif ............................. 195

Lampiran 13. Kisi-Kisi Penyusunan Angket Afektif .......................... 196

Lampiran 14. Instrumen Angket Penilaian Afektif ............................. 198

Lampiran 15. Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar Kimia...................... 201

Lampiran 16. Angket Motivasi Belajar Kimia ..................................... 202

Lampiran 17. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan

Daya Pembeda Soal InstrumenKognitif ......................... 206

Lampiran 18. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Afektif ................ 209

Lampiran 19. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Motivasi

Belajar Kimia ................................................................. 212

Lampiran 20. Pembagian Kelompok Kelas STAD .............................. 215

Lampiran 21. Nilai Kuis dan Skor Kelompok Kelas STAD

Dilengkapi Modul .......................................................... 217

Lampiran 22. Nilai Kuis dan Skor Kelompok Kelas STAD

Dilengkapi LKS ............................................................. 218

Lampiran 23. Daftar Nilai Kelas VIII Semester I................................. 219

xx

Lampiran 24. Data Induk Penelitian ..................................................... 222

Lampiran 25. Uji Keseimbangan .......................................................... 226

Lampiran 26. Uji Normalitas ................................................................ 228

Lampiran 27. Uji Independensi ............................................................ 249

Lampiran 28. Uji Keseimbangan Populasi ........................................... 253

Lampiran 29. Uji Homogenitas ............................................................ 255

Lampiran 30. Uji Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama .............. 262

Lampiran 31. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi ................................ 270

Lampiran 32. Piagam Penghargaan ...................................................... 274

Lampiran 33. Surat Perijinan ................................................................ 275

xxi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem pendidikan nasional dewasa ini menunjukkan perkembangan yang

cukup pesat seiring dengan era globalisasi, dimana pendidikan mempunyai peranan

penting dalam perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Pendidikan bukanlah

sesuatu yang bersifat statis melainkan dinamis sehingga selalu menuntut adanya suatu

perbaikan yang bersifat terus menerus. Pendidikan sebagai proses belajar bertujuan untuk

mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri siswa secara optimal baik kognitif,

afektif, maupun psikomotorik. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang

menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan tetap didukung

oleh pendidikan keluarga dan masyarakat.

Upaya peningkatan mutu pendidikan telah lama dilakukan, salah satunya adalah

dengan mengadakan perombakan dan pembaharuan kurikulum yang berkesinambungan,

mulai dari kurikulum 1968 sampai kurikulum yang saat ini sedang diterapkan dan

dikembangkan oleh pemerintah yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Prinsip yang digunakan dalam pengembangan KTSP adalah berpusat pada potensi,

perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Pada

KTSP ini, guru diberi kesempatan untuk mengembangkan indikator pembelajarannya

sendiri sehingga guru dituntut untuk kreatif dalam memilih serta mengembangkan materi

pembelajaran yang akan disampaikan di sekolah. Materi yang dipilih disesuaikan dengan

kebutuhan serta tingkat kemampuan masing-masing sekolah. Dengan kurikulum ini,

maka guru sebagai pendidik harus bisa memilih strategi pembelajaran yang tepat bagi

peserta didiknya.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Suruh, merupakan salah satu

sekolah di kabupaten Semarang yang sudah termasuk Sekolah Standar Nasional (SSN).

Berdasarkan pengamatan di kelas, khususnya kelas VIII dan dari wawancara dengan Ibu

Wiwik Harwanti, S.Pd, guru IPA yang mengajar materi kimia dan beberapa siswa di

sekolah tersebut pada tanggal 25 Februari 2009 dapat diidentifikasi permasalahan-

permasalahan yang terjadi. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikemukakan

sebagai berikut: 1

xxii

1. Guru masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi kimia;

2. Kurangnya penggunaan media pembelajaran khususnya untuk mata pelajaran kimia;

3. Kurang lengkapnya fasilitas multimedia serta alat dan bahan di Laboratorium IPA;

4. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran kimia;

5. Pada umumnya banyak siswa yang masih sulit memahami dan menguasai konsep

pada materi kimia khususnya pada materi zat aditif makanan.

Mata pelajaran kimia merupakan pelajaran yang tergolong baru bagi siswa

Sekolah Menengah Pertama (SMP), hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya

kesulitan bagi mereka dalam mengikuti pembelajarannya. Berdasarkan hasil wawancara

tersebut dapat diketahui bahwa kesulitan yang dialami oleh siswa disebabkan oleh

penyajian materi kimia yang kurang menarik dan membosankan karena pembelajaran

masih menggunakan metode ceramah, akibatnya banyak siswa SMP yang kurang

menguasai konsep-konsep dasar pelajaran kimia, minat belajar menjadi berkurang atau

bahkan tidak tertarik dengan mata pelajaran kimia, sehingga terkesan sulit dan

menakutkan bagi siswa.

Oleh karena itu, diharapkan para guru kimia dapat menyajikan dan

mengajarkan materi kimia dengan lebih menarik dan bersahabat, sehingga anggapan yang

keliru selama ini bahwa kimia merupakan mata pelajaran sulit bagi siswa SMP akan

hilang dari mereka. Untuk menyajikan materi kimia menjadi lebih menarik, guru harus

memiliki kemampuan dalam mengembangkan metode mengajarnya sedemikian rupa

sehingga tujuan dan hasil pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.

Selain itu salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah

motivasi belajar siswa. Motivasi belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain

berbeda-beda, maka tugas guru adalah meningkatkan motivasi belajar para siswanya.

Besar kecilnya motivasi belajar akan menentukan seberapa besar kemauan seorang siswa

untuk belajar. Motivasi belajar diharapkan dapat menentukan sikap seorang siswa dalam

belajar kimia. Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah

atau semangat belajar, sehingga siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai

energi lebih banyak untuk belajar dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi

xxiii

belajar rendah. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya interaksi antara metode dan

media pembelajaran dengan motivasi belajar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diupayakan suatu bentuk pembelajaran yang

tidak hanya memandang dari segi materi pelajaran saja tetapi juga dari segi psikologis

dengan memperhatikan motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa, sehingga selain

diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar juga diharapkan metode pembelajaran

yang diterapkan dapat membuat siswa aktif terlibat dalam proses kegiatan belajar

mengajar semaksimal mungkin. Salah satu cara yang tepat untuk mengajak siswa agar

lebih aktif adalah dengan mengembangkan interaksi kooperatif pada diri siswa, yaitu

dengan cara siswa menerapkan pengetahuannya, belajar memecahkan masalah,

mendiskusikan masalah dengan teman-temannya, mempuyai keberanian menyampaikan

ide atau gagasan, dan mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya.

Perlunya penerapan metode pembelajaran yang tepat dan mengingat pentingnya

interaksi kooperatif tersebut, maka penggunaan metode pembelajaran kooperatif dalam

pendidikan menjadi sangat penting. Metode STAD (Student Team Achievement

Divisions) adalah sebagai contoh metode pembelajaran kooperatif yang telah digunakan

dalam berbagai mata pelajaran yang ada, mulai dari matematika, bahasa, seni, sampai

dengan ilmu sosial dan ilmu pengetahuan ilmiah lainnya mulai dari siswa kelas dua

sampai perguruan tinggi. Dengan metode STAD ini, siswa dapat saling bantu membantu

dalam kelompoknya dalam menguasai konsep pada materi yang diajarkan oleh guru.

(Slavin, 2008: 12). Disisi lain, metode pembelajaran STAD ini merupakan metode

pembelajaran kooperatif yang kegiatan kelompoknya relatif lebih mudah dikendalikan

dan diawasi.

Menurut Robert E. Slavin (2008: 148-149) metode pembelajaran kooperatif

STAD dapat dilengkapi dengan sebuah lembar kegiatan, sebuah lembar jawaban, dan

sebuah kuis untuk setiap unit yang diajarkan. Oleh karena itu pembelajaran dengan

metode STAD dapat dilengkapi dengan media cetak berupa modul dan lembar kerja

siswa (LKS), karena kedua media tersebut memuat lembar kegiatan dan soal-soal yang

dapat dikerjakan oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.

Modul kimia dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai

xxiv

tujuan secara optimal. Dengan modul, siswa yang mengikuti pembelajaran kimia lebih

banyak mendapat kesempatan untuk belajar kimia secara mandiri, membaca uraian, dan

petunjuk dari lembar kegiatan, menjawab pertanyaan-pertanyaan, serta melaksanakan

tugas-tugas yang harus diselesaikan, karena media tersebut dapat disusun disesuaikan

dengan kebutuhan pada kegiatan pembelajaran serta tujuan atau target yang ingin dicapai

dalam suatu pembelajaran.

Penggunaan LKS sebagai media dalam memuat tugas-tugas siswa yang dapat

dikerjakan siswa secara kolaboratif di dalam kelompok. LKS yang digunakan dibuat

sendiri oleh guru yang disesuaikan dengan kondisi kegiatan pembelajaran di kelas.

Berdasarkan hasil penelitian dari Chaerun Anwar dalam Sari Damayanti (2008: 3)

menyebutkan bahwa LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dibuat sendiri oleh guru ternyata

efektif membentuk habits of mind (kebiasaan berfikir). Karena guru dapat menentukan

target pembelajaran yang bisa dicapai, atau perubahan perilaku yang bisa diungkap serta

sikap mental yang bisa dibentuk melalui pembelajaran tersebut.

Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka penulis bermaksud

mengadakan penelitian dengan judul : “Studi Komparasi Penggunaan Metode Kooperatif

STAD (Student Team Achievement Division) Dilengkapi Modul dan Dilengkapi LKS

Terhadap Prestasi Belajar Kimia Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa pada Pokok

Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh Tahun Pelajaran

2008/2009”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat diidentifikasi

permasalahan sebagai berikut:

1. Kesulitan siswa SMP dalam mempelajari kimia dikarenakan minat dan motivasi

belajar rendah serta anggapan bahwa kimia itu sulit.

2. Pembelajaran kimia di SMP Negeri 3 Suruh masih menggunakan metode ceramah

dan belum menggunakan media pembelajaran yang tepat.

3. Selama ini guru kurang memperhatikan aspek motivasi belajar siswa untuk dilibatkan

dalam proses pembelajaran.

4. Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh mengalami kesulitan dalam memahami

pelajaran kimia terutama pada pokok bahasan zat aditif makanan.

xxv

5. Apakah metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang

dilengkapi LKS dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami

pokok bahasan zat aditif makanan untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh?

6. Apakah metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang

dilengkapi LKS dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan

dengan metode pembelajaran yang selama ini digunakan di SMP Negeri 3 Suruh?

7. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajar dengan metode

STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS?

8. Apakah ada pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok

bahasan zat aditif makanan dengan metode STAD yang dilengkapi modul dan STAD

yang dilengkapi LKS?

9. Apakah ada interaksi antara pembelajaran dengan metode STAD yang dilengkapi

modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar siswa?

C. Pembatasan Masalah

Supaya penelitian ini lebih terfokus dan terarah, maka perlu diadakan pembatasan

masalah. Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka

masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:

1. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah metode pembelajaran

kooperatif STAD yang dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS, dan metode

ceramah sebagai kontrol.

2. Aspek motivasi belajar dalam pembelajaran kimia dibatasi pada motivasi siswa

dalam mempelajari dan mengikuti pembelajaran kimia di sekolah.

3. Prestasi belajar siswa diukur dari nilai gens skor yaitu selisih antara nilai pretest dan

nilai postest pada pokok bahasan zat aditif makanan untuk kemampuan kognitif.

Sedangkan untuk prestasi belajar afektif berdasarkan hasil tes kemampuan afektif

yang dilakukan pada akhir pembelajaran.

xxvi

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas , maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang

dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa

pada pokok bahasan zat aditif makanan?

2. Adakah pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap

prestasi belajar pada pokok bahasan zat aditif makanan?

3. Adakah interaksi antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan

STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa

pada pokok bahasan zat aditif makanan?

E. Tujuan Penelitan

Sesuai dengan masalah yang telah dikemukakan maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui:

1. Perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul

dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan

zat aditif makanan.

2. Pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi

belajar pada pokok bahasan zat aditif makanan.

3. Interaksi antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang

dilengkapi LKS dengan motivasi belajar yang dimiliki siswa terhadap prestasi belajar

zat aditif makanan.

xxvii

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Informasi mengenai penggunaan metode pembelajaran STAD (Student Team

Achievement Divisions) dilengkapi modul dan LKS pada pokok bahasan zat aditif

makanan.

2. Sebagai masukan bagi Sekolah dalam mengembangkan metode pembelajaran STAD

(Student Team Achievement Divisions) dilengkapi modul dan LKS untuk

pembelajaran-pembelajaran pada mata pelajaran yang lain.

3. Sumbangan bagi guru dalam membantu meningkatkan kualitas pendidikan melalui

pemilihan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran khususnya materi

pelajaran kimia di SMP Negeri 3 Suruh.

4. Masukan bagi guru dalam mendesain pembelajaran, bahwa selain penggunaan media

dan metode pembelajaran perlu memperhatikan karakteristik psikologis siswa, salah

satunya yaitu motivasi siswa dalam belajar.

5. Sebagai khasanah pengetahuan bagi pembaca dan bahan referensi bagi peneliti lain

yang akan melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Pembelajaran

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan upaya pencerdasan dan pendewasaan kemandirian manusia

yang dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun lembaga. Upaya ini telah dimulai

sejak berabad-abad silam dan sekarang telah mengalami perkembangan yang pesat berkat

kemajuan teknologi dan peradaban masyarakat serta kerja keras para ahli dibidangnya.

Dahulu belajar lebih kepada memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar

xxviii

sehingga pebelajar memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap

pengetahuan yang dipelajari atau yang lebih dikenal dengan belajar behavioristik. Namun

sekarang muncul teori belajar konstruktivistik yang memandang bahwa pebelajar sebagai

potensi yang perlu digali, ditumbuhkan, dan dikembangkan agar berpikir kritis dan

mandiri.

Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi

kesempatan agar menggunakan suatu strategi sendiri dalam belajar secara sendiri

dan pendidikan dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan

yang mengarah lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Zehra A. Gazi (2009), dari Educational Sciences Department, Eastern

Mediterranean University yang mengemukakan bahwa pendekatan

konstruktivisme di dalamnya dilengkapi dengan pengetahuan dan pengalaman

dalam berbagai arah subyek yang penting. Pendekatan konstruktivisme juga

menambah lebih jauh tentang belajar aktif dalam meningkatkan derajat berfikir

yang lebih tinggi, berfikir secara kritis, pandai menganalisis, komunikasi, umpan

balik, kerja sama dan meningkatkan kemampuan presentasi siswa (The Turkish

Online Journal of Educational Technology – TOJET April 2009 ISSN: 1303-6521

volume 8 Issue 2 Article 7). Dalam perkembangannya, belajar konstruktivistik

juga tidak terlepas dari belajar kognitif dan interaksi sosial.

Menurut pandangan psikologi kognitif, belajar merupakan hasil interaksi

antara apa yang diketahui, informasi yang diketahui, dan apa yang dilakukan

ketika belajar. Menurut Piaget, pengetahuan datang dari tindakan dan

perkembangan kognitif yang sebagian besar bergantung pada seberapa jauh siswa

aktif berinteraksi dengan siswa lain, guru, dan lingkungan, dalam arti pengetahuan

itu merupakan sebuah proses (Martinis Yamin, 2008: 10).

Proses belajar juga melibatkan interaksi antara pebelajar dengan

lingkungan sekitarnya dalam mempengaruhi hasil dan tujuan dari belajar. Oleh

karena itu, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang

lain yang mempunyai pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural

8

xxix

telah berkembang dengan baik dalam hal ini adalah teman dan guru (Cobb dalam

Paul Suparno, 1997: 46).

Interaksi yang terjadi dalam proses belajar pada hakikatnya adalah

interaksi multiarah yang melibatkan proses komunikasi yaitu proses penyampaian

informasi melalui saluran atau media tertentu ke penerima informasi. Sehingga

media mempengaruhi keberhasilan dari proses belajar. Media belajar yang

menarik dapat digunakan untuk menyalurkan informasi serta dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga dapat

membantu guru untuk menciptakan proses belajar yang efektif dan efisien.

Penyajian media belajar yang menarik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

diharapkan dapat meningkatkan motivasi yang berupa minat, hasrat, dorongan, dan

keinginan siswa untuk pencapai hasil pembelajaran yang lebih baik. Oleh karena itu,

motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Selain itu,

keberhasilan proses belajar tidak terlepas dari peran serta guru dalam memperhatikan

karakteristik peserta didiknya. Guru akan selalu berhadapan dengan peserta didik yang

berbeda karakter sesuai dengan tingkat umur dan jenjang satuan pendidikan yang

dihadapinya. Misalnya dalam penelitian ini guru dihadapkan pada siswa SMP yang

berada dalam fase mulai berpikir kritis dan mandiri.

Menurut J. Piaget (dalam Martinis Yamin, 2008: 211-212) bahwa anak dalam

masa ini termasuk dalam fase operasi konkrit, yaitu operasi internalisasi, artinya dalam

menghadapi masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan

yang nyata, ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun, pada taraf operasi

konkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata.

Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau konkrit

atau yang belum pernah dialami sebelumnya. Oleh sebab itu, anak didik pada fase ini

masih membutuhkan arahan, dorongan, dan bimbingan sehingga mereka mampu

menganalisa, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dari fenomena-fenomena

xxx

yang ada pada materi pelajaran yang memerlukan pemikiran yang bersifat konkrit

maupun abstrak.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi

multiarah demi menghasilkan perubahan-perubahan baik tingkah laku, pengetahuan,

pemahaman, keterampilan, maupun nilai sikap dan didapatkannya kecakapan baru yang

bersifat relatif konstan dan berbekas dengan menumbuhkan motivasi dan memperhatikan

karakteristik psikologis peserta didik dalam kaitannya dengan materi pelajaran dan tujuan

pembelajaran.

b. Pengertian Pembelajaran

Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan

yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer dalam kegiatan belajar

pembelajaran tersebut, sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan sekunder yang

diupayakan untuk dapat tercapainya kegiatan belajar yang optimal.

Beberapa definisi pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:

1) Pembelajaran adalah mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di

sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan

kegiatan belajar (Nana Sudjana, 1996: 7).

2) Menurut Alvin W. Howard, pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba

menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau

mengembangkan ketrampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan

(Slameto, 2003: 32).

3) Menurut Mursell, pembelajaran digambarkan sebagai mengorganisasikan belajar,

sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi lebih berarti atau bermakna

bagi siswa (Slameto, 2003: 33).

xxxi

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah pengajaran yang mempunyai arti proses, perbuatan, cara mengajar atau

mengajarkan dari pengajar untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya

perubahan pengetahuan, ketrampilan dan tingkah laku pada diri pebelajar yang

melibatkan interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa

dengan lingkungannya sehingga tercipta interaksi multiarah.

2. Metode Pembelajaran

Menurut Poerwodarminto (2003: 652), ”Metode adalah cara yang teratur dan

terpikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan atau cara kerja yang

bersistem untuk mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang

ditentukan”.

Ada beberapa pendapat lain mengenai pengertian metode. Metode merupakan

cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar

menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi

belajar anak yang memuaskan (Mulyani Sumantri, 2001: 114). Sedangkan menurut

Mulyati Arifin (1995: 107) metode mengajar menyangkut permasalahan fisik apa yang

harus diberikan kepada siswa, sehingga kemampuan intelektualnya dapat berkembang

dan belajar dapat berjalan dengan efisien dan bermakna bagi siswa.

Untuk mencapai prestasi belajar yang memuaskan, maka guru harus dapat

memilih dan mengembangkan metode mengajar yang tepat, efisien dan efektif sesuai

dengan apa yang diajarkan. Dengan pemilihan metode yang tepat, maka akan

mempengaruhi belajar siswa dengan baik sehingga siswa benar-benar memahami materi

yang diberikan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian metode pembelajaran adalah

cara yang digunakan untuk menyampaikan pengetahuan, membimbing, mengarahkan,

xxxii

dan mendorong siswa untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan serta

menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan, sehingga belajar dapat

berjalan secara efisien dan bermakna bagi siswa.

3. Pembelajaran Koperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok-

kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar

yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok (Robert E. Slavin, 1997: 284-

285).

Dalam pembelajaran kooperatif para peserta didik dikelompokkan secara arif dan

proporsional. Pengelompokan peserta didik dalam suatu kelompok dapat didasarkan

pada: fasilitas yang tersedia, perbedaan individu dalam minat belajar dan kemampuan

belajar, jenis pekerjaan yang diberikan, wilayah tempat tinggal peserta didik, jenis

kelamin, dan berdasarkan lotre atau random. Dalam pembagian kelompok ini, kelompok

dibagi secara heterogen baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin agar

terjadi dinamika kegiatan belajar yang lebih baik dari kelompok, sehingga tidak terkesan

ada kelompok yang kuat dan ada kelompok yang lemah (Mulyani Sumantri, 2001: 127-

128).

Bekerja sama berarti melakukan sesuatu bersama saling membantu dan bekerja

sebagai tim (kelompok). Jadi, pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling

membantu pembelajaran agar setiap anggota baik. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa

dikelompokkan secara variatif (beraneka ragam) berdasarkan prestasi siswa mereka

sebelumnya, kesukaan/kebiasaan, dan jenis kelamin. Menurut Lee Manning dan Lucking

belajar kooperatif mempunyai kelebihan yang tidak ditemukan dalam kegiatan individual

seperti interaksi sosial, pertanggungjawaban individu dan kerja sama dengan kelompok.

xxxiii

Dalam kegiatan belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak

memperhatikan lingkungan sekitarnya (Robert E. Slavin: 1995: 3).

Menurut penelitian dari Koo Ah Choo, Ahmad Rafi Mohamed Eshaq, Khairul

Anuar Samsudin, Balachandher Krishnan Guru (2009), dari Faculty of Creative

Multimedia, Multimedia University, Cyberjaya, Selangor, Malaysia, siswa yang ikut

terlibat dalam pembelajaran kooperatif, mereka diharuskan berlatih untuk

mengekspresikan ide atau gagasan dengan percaya diri tanpa merasa takut akan membuat

kesalahan dan juga memiliki kemampuan interpersonal yang lebih baik untuk membuat

keputusan dan bekerja sama dengan orang lain (The Turkish Online Journal of

Educational Technology – TOJET January 2009 ISSN: 1303-6521 volume 8 Issue 1

Article 2).

Salah satu contoh metode pembelajaran kooperatif adalah STAD (Student Team

Achievement Division). Metode STAD dikembangkan oleh Robert E. Slavin dan kawan-

kawannya di Universitas John Hopkin, yang merupakan pendekatan pembelajaran

kooperatif paling sederhana. Arends (1997: 119) menyatakan bahwa metode STAD

adalah metode yang berdasarkan pada pembelajaran kooperatif, dimana siswa dibagi

menjadi kelompok untuk bekerjasama dalam tim kelompoknya dalam melaksanakan

tugas yang akan diberikan. Dalam metode STAD dibutuhkan hubungan kerja yang baik

dan keterampilan siswa dalam kelompoknya, sehingga dapat meningkatkan hasil

belajarnya.

Secara umum, metode pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari 5 komponen

utama, yaitu:

a. Presentasi Kelas

Materi pokok dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas.

Presentasi kelas bisa dilakukan melalui pengajaran secara langsung atau pengajaran

diskusi dengan guru, tetapi bisa juga presentasi menggunakan audio visual. Presentasi

kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya karena dalam STAD

xxxiv

hanya ditekankan pada hal-hal pokok saja. Kemudian siswa harus mendalaminya melalui

pembelajaran dalam kelompok. Dengan demikian, siswa dituntut untuk bersunguh-

sungguh dalam memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam presentasi kelas

karena hal tersebut juga akan membantu mereka dalam mengerjakan kuis yang nantinya

juga akan mempengaruhi skor dari tim mereka.

b. Tim atau Kelompok

Tim atau kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang mempunyai karakteristik

yang berbeda-beda atau heterogen, baik dalam penguasaan materi, jenis kelamin, maupun

suku. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim telah

menguasai materi yang diberikan dan juga untuk mempersiapkan anggota tim dalam

menghadapi kuis, sehingga semua anggota tim dapat mengerjakan dengan baik.

Sesudah guru mempresentasikan materi, anggota tim secara bersama-sama

mempelajari lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru. Dalam hal ini siswa

mendiskusikan masalah atau kesulian yang ada, membandingkan jawaban dari masing-

masing anggota tim, dan membetulkan kesalahan konsep dari anggota tim.

Tim merupakan hal penting yang harus ditonjolkan dalam STAD. Dalam setiap

langkah, titik beratnya terletak pada ingatan anggota tim agar bisa bekerja yang terbaik

demi timnya dan cara yang terbaik dalam tim adalah bekerjasama dengan baik.

c. Kuis

Setelah satu atau dua kali pertemuan guru mempresentasikan materi di kelas

dan setelah satu atau dua kali tim melakukan latihan dalam kelompoknya, siswa diberi

kuis secara individu. Jadi setiap siswa bertanggung jawab secara individu dalam

menguasai materi pelajaran yang diberikan. Hasil selanjutnya diberi skor. Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman materi setiap individu.

d. Skor Perkembangan Individu

xxxv

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan nilai pada setiap siswa jika mereka

mengerjakan dengan baik. Masing-masing siswa diberi skor ”cukup” yang berasal dari

rata-rata siswa pada kuis yang sama. Setelah siswa mendapatkan nilai, maka siswa berhak

mendapatkan urutan tingkatan nilai dari skor kuis dan berusaha untuk melampaui skor

cukup.

Ide skor perkembangan individu adalah untuk menyampaikan tujuan presentasi

masing-masing siswa yang dapat dicapai jika siswa bekerja lebih keras dan lebih baik

daripada materi yang telah lampau. Keadaannya mungkin siswa mengalami peningkatan

skor atau bahkan menurun.

Kemudian guru menghitung besarnya skor perkembangan yaitu dengan

membandingkan skor tes materi yang lalu dengan yang baru. Untuk skor tes dengan skala

100 berlaku ketentuan sebagai berikut:

Tabel 1. Tabel Skor Perkembangan Individu

Skor Individu Skor Perkembangan Individu

Turun lebih dari 10 5

Turun sampai dengan 10 10

Tetap atau naik sampai dengan 10 20

Naik lebih dari 10 30

Tetap di puncak atau maksimal 30

e. Pengakuan / Penghargaan Tim

Tim akan mendapatkan penghargaan atau hadiah jika dapat melampaui kriteria

yang telah ditentukan. Skor tim siswa akan digunakan untuk menentukan tingkatan

pemahaman siswa. Penghargaan yang akan diperoleh tim tersebut berdasarkan skor rata-

rata tim dengan ketentuan sebagai berikut:

xxxvi

Tabel 2. Tabel Penghargaan Tim

Rata-rata Skor Kelompok Penghargaan

15 Good Team (Tim Baik)

20 Great Team (Tim Hebat)

25 Super Team (Tim Istimewa)

Dalam pelaksanaannya, metode pembelajaran kooperatif STAD mempunyai

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Tahap Penyajian Materi Pelajaran

Pada tahap ini, bahan atau materi pelajaran kimia diperkenalkan melalui

pengajaran secara langsung. Dalam penyajian ini, maka perlu ditekankan pada:

1) Pendahuluan

Dalam pendahuluan guru menekankan pada apa yang akan dipelajari peserta

didik (siswa) dan mengapa itu penting. Hal ini dilaksanakan untuk memotivasi siswa

dalam mempelajari konsep yang telah diajarkan.

2) Pengembangan

- Menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai

- Pembelajaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah memahami makna

dan bukan hafalan.

- Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau

salah.

- Beralih pada konsep yang lain jika siswa menguasai pakok masalahnya.

3) Praktek Terkendali

- Menyuruh siswa mengerjakan soal atau pertanyaan yang diberikan.

- Memanggil peserta didik secara random untuk menyelesaikan soal.

xxxvii

- Pemberian tugas kelas.

b. Kegiatan Kelompok

Selama kegiatan kelompok masing-masing siswa bertugas mempelajari materi

yang telah disajikan oleh guru dan membantu teman sekelompok untuk menguasai materi

pelajaran tersebut. Guru memberikan lembar kegiatan dan kemudian siswa

mengerjakannya secara mandiri dan selanjutnya saling mencocokkan jawabannya dengan

teman sekelompoknya. Apabila diantara teman sekelompok tersebut ada yang kurang

memahami, maka anggota kelompok yang lain membantunya.

c. Kuis (individu)

Kuis dilaksanakan secara individu. Siswa tidak diijinkan meminta atau

memberi bantuan kepada siswa lain dalam mengerjakan kuis. Hal ini untuk mengetahui

pemahaman materi setiap individu dan selanjutnya akan diadakan perbaikan skor dimana

pemberian skor didasarkan skor pretest dan posttest.

(Robert E. Slavin, 1995: 71-84)

4. Metode Ceramah

a. Pengertian Metode Ceramah

Ceramah merupakan suatu bentuk interaksi untuk menyampaikan

informasi melalui ungkapan atau ujaran lisan, atau lebih dikenal dengan kegiatan

berbicara. Menurut Mulyati Arifin, dkk (2005: 77) menyatakan “Metode ceramah

atau kuliah mimbar adalah penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan

penjelasan-penjelasan secara lisan kepada peserta didik”. Pendapat ini senada

dengan Roestiyah N.K. (2001: 136) yang mengemukakan “Cara mengajar dengan

ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara

mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan/informasi, atau uraian

tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan”.

xxxviii

Mengajar dengan metode ceramah sama ketika mengadakan komunikasi

secara lisan kepada peserta didik. Dalam komunikasi terhadap peserta didik

terdapat komponen-komponen yang membentuknya, yaitu:

1) Komunikator, yaitu guru sebagai pemberi pesan

2) Komunikan, yaitu peserta didik sebagai penerima pesan

3) Pesan yang disampaikan, yaitu materi pelajaran

Metode ceramah merupakan metode yang sudah lama digunakan oleh

guru, bahkan sampai sekarang. Metode ini dirasa paling mudah dilaksanakan

sehingga banyak guru yang menyukainya. Metode ceramah efektif digunakan

ketika menyampaikan informasi kepada peserta didik. Menurut Roestiyah N.K.

(2001: 137) “Biasanya guru menggunakan teknik ceramah bila memiliki tujuan

agar siswa mendapatkan informasi tentang suatu pokok atau persoalan tertentu”.

Dengan metode ceramah, guru juga dapat mengorganisir kelas dengan mudah. Hal

ini disebabkan karena terjadi komunikasi satu arah, guru memberi informasi,

peserta didik memperhatikan guru. Guru sebagai pusat perhatian sehingga dapat

mengetahui apabila ada siswa yang kurang memperhatikan.

b. Prosedur Mengajar dengan Metode Ceramah

Mengingat mengajar adalah suatu proses, maka tak lepas dari suatu

prosedur yang harus dilaksanakan agar pengajaran dapat efektif dan efisien.

Menurut Roestiyah N.K. (2001: 140) prosedur pelaksanaan metode ceramah

adalah:

1) Guru harus secara terampil dan berdasarkan pemikiran yang mendalam perlu

merumuskan tujuan instruksional yang khusus dan konkrit, sehingga betul-betul

dapat tercapai bila pelajaran telah berlangsung.

2) Anda perlu mempertimbangkan dari banyak segi, apakah pilihan Anda dengan

menggunakan teknik berceramah itu telah tepat, sehingga dapat mencapai tujuan

seperti yang telah Anda rumuskan. Bila semua hal itu telah terjawab, baru Anda

tanpa ragu-ragu lagi pakailah teknik berceramah itu bagi bahan pelajaran yang

akan Anda sajikan.

3) Anda perlu memahami bahan pelajaran itu dari segi sequence dan scope (urutan

dan luasnya isi), sehingga Anda dapat menyusun bahan pelajaran yang siswa

dapat tertarik pada pelajaran itu.

xxxix

Sedangkan menurut E. Mulyasa (2005: 114) pelaksanaan mengajar dengan

metode ceramah ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, yaitu:

1) Rumuskan tujuan instruksional khusus, mengembangkan pokok-pokok materi

belajar mengajar, dan mengkajinya apakah hal tersebut tepat diceramahkan.

2) Apabila akan divariasi dengan metode lain, perlu dipikirkan apa yang akan

disampaikan melalui ceramah dan apa yang akan disampaikan dengan metode

yang lainnya.

3) Siapkan alat peraga atau media pelajaran secara matang, alat peraga atau media

apa yang akan digunakan, bagaimana penggunaannya dan kapan akan digunakan.

Demikian halnya kalau menggunakan alat pengeras suara.

4) Perlu dibuat garis besar bahan yang akan diceramahkan, minimal berupa cacatan

kecil yang akan dijadikan pegangan guru dalam berceramah.

c. Keunggulan dan Kelemahan Metode Ceramah

Sebagai metode pengajaran, metode ceramah memiliki sejumlah

keunggulan dan kelemahan. Apabila ditinjau dari pengelolaan kelas, metode

ceramah sangat mudah dilaksanakan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaiful

Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 110) metode ceramah memiliki

kelebihan, yaitu:

1) Mudah menguasai kelas

2) Mudah mengoganisasi tempat duduk

3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar

4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya

5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.

Kemudahan pengelolaan kelas ini adalah kelebihan yang paling nampak.

Hal ini didukung oleh ketertiban dan ketenangan kelas, masing-masing siswa

mendengarkan ceramah guru dengan seksama. Sehingga dapat memudahkan guru

dalam mengatur kelas dan menyampaikan materi dengan baik.

Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah memang

memberikan keuntungan terutama dalam hal efektivitas penyampaian materi dan

kemudahan pengelolaan kelas. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, metode

ceramah juga memiliki keterbatasan. Martinis Yamin (2008: 75), mengungkapkan

sejumlah keterbatasan dari metode ceramah, yaitu:

xl

1) Keberhasilan siswa tidak terukur

2) Perhatian dan motivasi siswa sulit diukur

3) Peran serta siswa dalam pembelajaran rendah

4) Materi kurang terfokus

5) Pembicaraan sering melantur

Keterbatasan metode ceramah berdasarkan pendapat di atas yang paling

menonjol adalah bahwa dalam metode ceramah pemahaman dan prestasi siswa

tidak dapat diukur. Hal ini disebabkan karena siswa hanya mendengarkan secara

pasif semua informasi dari guru. Keterbatasan lainnya adalah dalam ceramah guru

sering melantur keluar pokok bahasan, sehingga menyebabkan materi tidak

terfokus. Ketidakfokusan terhadap materi juga diakibatkan oleh rasa bosan siswa

dalam mendengarkan ceramah guru, sehingga siswa menjadi melamun dan tidak

konsentrasi terhadap pelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam

penggunaan metode ceramah, perencanaan pengajaran perlu dipersiapkan secara

matang oleh guru. Semakin matang perencanaan pengajaran maka akan semakin

baik proses belajar mengajarnya, dan hal tersebut akan berpengaruh terhadap

keberhasilan belajar siswa.

5. Modul

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu

yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh peserta

didik, disertai pedoman penggunaannya (E. Mulyasa, 2003: 98). Menurut E. Mulyasa

(2003: 98) menyatakan bahwa pada umumnya modul terdiri dari beberapa komponen,

yaitu lembar kegiatan siswa, lembar kerja, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar

jawaban, dan kunci jawaban. Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format

modul, sebagai berikut:

a) Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,

pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk

kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.

xli

b) Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta

didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan

tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.

c) Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui

kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan

apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.

d) Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran

khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang

tujuan belajar yang dicapainya.

e) Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan

digunakan oleh peserta didik.

f) Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan

pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.

Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas

tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan

sumber belajar apa yang harus digunakan.

2) Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk

melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus :

(1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan

kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang

telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang

spesifik dan dapat diukur.

3) Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai

tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta

didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan

mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran

(role playing), simulasi dan berdiskusi.

4) Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik

dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak

menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.

xlii

5) Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta

didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai

ketuntasan belajar

Selain harus memenuhi karakteristik seperti yang diuraikan di atas, pelaksanaan

pembelajaran dengan modul memiliki perencanaan kegiatan sebagai berikut:

a) Modul dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum pembelajaran.

b) Penerapan modul dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi model

pembelajaran kooperatif konstruktivistik.

c) Pada setiap akhir unit pembelajaran dilakukan tes penggalan, tes sumatif dan tugas-

tugas latihan yang terstruktur.

d) Hasil tes dan tugas yang dikerjakan siswa dikoreksi dan dikembalikan dengan

feeddback yang terstruktur paling lambat sebelum pembelajaran unit materi ajar

berikutnya.

e) Memberi kesempatan kepada siswa yang belum berhasil menguasai materi ajar

berdasarkan hasil analisis tes penggalan dan sumatif, dipertimbangkan sebagi hasil

diagnosis untuk menyelenggarakan program remidial pada siswa di luar jam

pembelajaran.

(I Wayan Santyasa, 2009 : 9)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa modul adalah suatu

proses pembelajaran mengenai suatu satuan materi tertentu yang disusun secara sistematis

dan terdiri atas berbagai komponen. Dengan sistem modul, siswa yang mengikuti

pembelajaran kimia lebih banyak mendapat kesempatan untuk belajar kimia secara

mandiri, membaca uraian, dan petunjuk dari lembar kegiatan, menjawab pertanyaan-

pertanyaan, serta melaksanakan tugas-tugas yang harus diselesaikan baik secara individu

maupun secara kelompok.

6. Lembar Kerja Siswa (LKS)

xliii

Lembar Kerja Siswa atau LKS adalah lembaran-lembaran yang berisi pedoman

bagi siswa untuk melakukan suatu kegiatan yang terprogram. Dalam lembaran itu di

dalamnya terdapat informasi dan instruksi dari guru kepada siswa supaya siswa dapat

mengerjakan sendiri suatu aktivitas. Menurut Djago Tarigan (1990 : 47), menyebutkan

bahwa lembar kerja dapat digunakan dalam membahas sesuatu pokok bahasan.

Dalam Sosialisasi KTSP (2007: 8) dijelaskan bahwa beberapa pengertian LKS

yaitu :

- Lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas

yang harus dikerjakan oleh siswa.

- Lembar kegiatan berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.

- Tugas-tugas yang yang diberikan kepada siswa dapat berupa teori dan atau praktik.

LKS adalah materi ajar yang dikemas secara terintegrasi sehingga

memungkinkan siswa mempelajari materi tersebut secara mandiri (Puslata, 2007: 1). Oleh

karena itu, LKS merupakan media pembelajaran yang cukup efektif dalam mengarahkan

kegiatan pembelajaran apabila LKS tersebut disusun sendiri oleh guru dengan memenuhi

persyaratan yang ada. Apabila guru menggunakan lembar kerja sebagai sarana maka

lembar kerja harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sesuai syarat dan ketentuannya.

Suatu lembar kerja harus memenuhi berbagai persyaratan di antaranya :

a) susunannya sistematis,

b) terarah kepada pencapaian tujuan instruksional

c) tegas, jelas, mudah dipahami siswa

d) mengembangkan kreativitas siswa

e) produknya dapat dinilai.

(Djago Tarigan, 1990 : 47)

Beberapa hal mengenai pengembangan dan pemanfaatan LKS dalam

pembelajaran :

a) Dalam LKS siswa akan mendapat uraian materi, tugas, dan latihan yang

berkaitan dengan materi yang diberikan.

xliv

b) Desain untuk LKS harus memperhatikan variabel ukuran, kepadatan halaman,

dan kejelasan.

c) Empat langkah dalam pengembangan LKS adalah: (1) penentuan tujuan

instruksional, (2) pengumpulan materi, (3) penyusunan elemen, (4) cek dan

penyempurnaan.

(Puslata, 2007: 1)

Jadi dapat dapat disimpulkan bahwa LKS adalah suatu lembar kegiatan yang

berisi petunjuk atau arahan dari guru kepada siswa agar dapat melaksanakan kegiatan

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. LKS mempunyai peran

yang cukup penting dalam mengefektifkan proses belajar mengajar dan diharapkan dapat

membantu siswa untuk memahami konsep materi pelajaran secara mandiri melalui

lembar kerja.

7. Prestasi Belajar

a. Pengertian

Prestasi belajar terdiri dari kata “prestasi” dan “belajar”. Menurut Zainal

Arifin (1991: 2) kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie”,

kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha.

Dalam kamus bahasa Indonesia, arti dari prestasi belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang

lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru.

Menurut Winkel W. S. (1991: 52) bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan yang

dicapai. Jadi, hasil prestasi belajar menunjukkan tingkat keberhasilan seorang

siswa dalam proses belajar.

Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar,

karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan

seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Prestasi

belajar siswa dapat diketahui dengan adanya evaluasi belajar atau penilaian hasil

belajar. Suharsimi Arikunto (2001: 32) mengemukakan bahwa prestasi belajar

xlv

sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif,

afektif dan psikomotor.

1) Aspek Kognitif

Berupa pengetahuan dan ketrampilan intelektual yang terdiri dari produk

ilmiah dan proses ilmiah. Produk ilmiah meliputi fakta-fakta, konsep-konsep,

prinsip-prinsip, generalisasi, teori, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-

hari. Sedangkan proses ilmiah meliputi pengamatan, pemahaman, aplikasi,

analisis dan evaluasi.

2) Aspek Afektif

Berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, penerimaan atau penolakan suatu

objek. Dalam aspek ini digunakan penilaian kecakapan hidup meliputi

kesadaran diri, kecakapan berfikir rasional, kecakapan sosial dan akademik.

3) Aspek Psikomotorik

Pengukuran keberhasilan pada aspek ketrampilan ditunjukkan dalam ketrampilan

merangkai alat, keterampilan kerja, ketelitian dalam mendapatkan hasil.

b. Fungsi Prestasi Belajar

Menurut Zainal Arifin (1991: 3-4), prestasi belajar semakin terasa penting

untuk dipermasalahkan, karena mempunyai fungsi utama antara lain:

1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah

dikuasai oleh anak didik.

2. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.

3. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

4. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

5. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak

didik.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Pencapaian prestasi belajar antara siswa yang satu tidak sama dengan yang

lain. Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor

internal maupun faktor eksternal. Hal ini sesuai dengan pendapat Moh Uzer Usman

(1993: 9) yang menyatakan bahwa prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh

berbagai faktor baik yang berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya

xlvi

(eksternal). Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil

interaksi antara berbagai faktor tersebut.

1) Faktor yang Berasal dari Diri Sendiri (Internal)

Yang termasuk faktor internal adalah:

a) Faktor jasmaniah (fisiologi)

Faktor jasmaniah yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat bersifat

bawaan maupun bukan bawaan (tidak dibawa sejak lahir).

Contoh: panca indera, siswa yang memiliki panca indera yang normal dan

berfungsi dengan baik cenderung dapat mencapai prestasi belajar yang lebih

baik.

b) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas:

§ Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial (yang dapat berupa kecerdasan dan

bakat) dan faktor kecakapan nyata (prestasi yang dimiliki).

§ Faktor non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,

kebiasaan, minat, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.

c) Faktor kematangan fisik maupun psikis

Contoh kematangan fisik: kemampuan organ tubuh untuk berfungsi dengan

baik.

Contoh kematangan psikis: kemampuan siswa dalam mengendalikan diri.

2) Faktor yang Berasal dari Luar Diri (Eksternal)

Faktor eksternal meliputi:

a) Faktor sosial, yang terdiri atas:

§ Lingkungan keluarga

Faktor lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi prestasi belajar

misalnya: hubungan orang tua dengan siswa, sikap dan tingkah laku orang

tua dan anggota keluarga yang lain, pola didik keluarga terhadap anak-

anaknya.

§ Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, misalnya:

hubungan guru dengan sesama guru, hubungan siswa dengan siswa lain,

pola guru dalam mengajar dan mendidik siswa, metode pembelajaran yang

digunakan guru, alat-alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar.

xlvii

§ Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi prestasi belajar,

misalnya: suasana kehidupan masyarakat disekitar siswa.

§ Lingkungan kelompok

Lingkungan kelompok yang dapat mempengaruhi prestasi belajar,

misalnya: latar belakang dan tingkah laku teman-teman anggota kelompok

siswa, hubungan siswa dengan anggota kelompoknya.

b) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pemgetahuan, teknologi dan kesenian.

c) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.

d) Faktor lingkungan spiritual dan keagamaan, seperi dasar agama dan pengalaman

spiritual siswa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu

indikator keberhasilan dalam penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran, sebagai hasil perubahan tingkah laku yang

meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat

diketahui dengan adanya evaluasi belajar atau penilaian hasil belajar dan

dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari diri siswa (internal) maupun

dari luar diri siswa (eksternal).

8. Motivasi Belajar

a) Pengertian Motivasi Belajar

Manusia adalah makhluk yang aktif dan dinamis, aktifitas manusia didorong

oleh adanya kekuatan daya penggerak dari dalam manusia itu sendiri yang disebut

motivasi dan motivasi itu mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam melakukan

kegiatan.

Motivasi berkaitan dengan keseimbanagan atau equilibrium yaitu upaya untuk

membuat dirinya memadai dalam hidup ini, sehingga individu dapat mengatur dirinya

sendiri dalam hidup ini, relatif bebas dari dorongan orang lain untuk menjadi lebih

kompeten. Motivasi juga berkaitan dengan emosi sehingga bisa menjadi kekuatan

pendorong (driving force) untuk mempelajari sesuatu (A. Suhaenah Suparno, 2001: 100).

Motivasi merupakan suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan,

mangarahkan, dan menjaga tingkah laku seseoarang agar ia terdorong untuk bertindak

xlviii

(beraktivitas) sehingga dapat mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dalam kegiatan belajar,

motivasi ini bertujuan untuk menggerakkan dan menggugah seseorang agar timbul

keinginan dan kemauan untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Ngalim Purwanto,

2002: 71). Motivasi merupakan suatu proses mengarahkan motif untuk tujuan tertentu

yang menjadi pendorong dan pemberi arah perilaku seseorang.

Winkel W. S (1996: 362 ) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah

keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar

dan menjamin kelangsungan belajar itu demi mancapai tujuan pembelajaran. Dalam

kegiatan belajar, motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan

semangat dan rasa senang. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan menampakkan

semangat yang tinggi untuk melaksanakan kegiatan belajar. Dengan motivasi yang tinggi

itu pula, siswa diharapkan akan memperoleh hasil belajar yang baik.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar

dalam bidang studi kimia adalah kemampuan atau kekuatan serta semangat untuk

melakukan proses belajar dalam bidang studi kimia. Dengan motivasi belajar yang tinggi,

diharapkan para siswa akan meraih prestasi belajar kimia yang memuaskan.

b) Macam-macam Motivasi Belajar

Dilihat dari proses terjadinya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi

yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi

yang terjadi akibat adanya rangsangan-rangsangan dari luar.

Motivasi sangat dipengaruhi oleh tujuan. Adanya tujuan yang jelas dan disadari

akan mempengaruhi kebutuhan dan hal itu akan mendorong timbulnya motivasi, sehingga

tujuan akan dapat membangkitkan motivasi. Motivasi yang timbul didorong oleh adanya

tujuan yang kadang kala tidak essensial. Misalnya keinginan belajar siswa karena ingin

mendapat pujian dari temannya bukan karena ingin mencari sesuatu yang lebih essensial.

Dalam kegiatan belajar, motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non

intelektual. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan memiliki banyak energi untuk

melakukan kegiatan belajar (Hamzah B. Uno, 2008: 71).

Motivasi belajar yang dimiliki oleh seorang siswa sebagian besar berasal dari

dalam individu itu sendiri yang meliputi:

a) Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, yaitu: dorongan untuk membaca dan

mengerjakan soal-soal kimia, dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-

hal yang belum jelas, dan dorongan untuk membaca buku baru.

xlix

b) Keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, yaitu: dorongan untuk selalu maju

dalam menekuni pelajaran kimia, dorongan untuk selalu mendapat nilai baik,

dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan kesungguhan siswa dalam merespon

pelajaran kimia.

c) Rasa percaya diri dan kepuasan, yaitu: dorongan untuk menguasai materi pelajaran

secara mandiri, memiliki kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran, dan

adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran (Robertus Angkowo, 2007: 45).

9. Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

a. Pengertian Zat Aditif Makanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88,

BTP (Bahan Tambahan Pangan) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

sebagai makanan atau minuman dan biasanya bukan merupakan ingredien khas

makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja

ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,

pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau

pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu

komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Berdasarkan peraturan tersebut di atas, BTP digolongkan ke dalam 11

jenis, sebagai berikut:

1) Antioksidan (Antioxidant)

2) Antikempal (Anticaking Agent)

3) Pengatur keasaman (Acidity Regulator)

4) Pemanis buatan (Artificial Sweetener)

5) Pemutih dan pematang tepung (Flour Treatment Agent)

6) Pengemulsi, pemantap dan pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickner)

7) Pengawet (Preservatif)

8) Pengeras (Firming Agent)

9) Pewarna (Colour)

10) Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour, Flavour Enhencer )

l

11) Sekuestran (Sequwstrant)

(Wisnu Cahyadi, 2007 : 3)

Contoh bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam pangan

diantaranya: Asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan senyawanya,

dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang

dibrominasi, nitrofurazon, dan formalin (formaldeida).

Secara umum penggunaan zat aditif pada makanan harus memperhatikan

hal-hal berikut :

- Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan.

- Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

- Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah

atau yang tidak memenuhi persyaratan.

- Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

Penggunaan zat aditif memberikan keuntungan dan kerugian. Berikut

penjelasan beberapa keuntungan dan kerugian penggunaan zat aditif makanan.

1) Keuntungan penggunaan zat aditif

a) Mempertahankan dan meningkatkan nilai gizi pada makanan

Makanan dan minuman seperti susu mudah sekali bereaksi dengan oksigen

yang dapat menimbulkan beberapa akibat seperti: bau, kadar gizi menurun,

atau bahkan menimbulkan penyakit disentri. Jika dikonsumsi dengan

menggunakan tambahan zat tertentu seperti pewarna, pengawet, penyedap,

pemanis maka akibat-akibat buruk tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan

sama sekali dengah menambahkan zat tersebut.

b) Membuat makanan menjadi lebih menarik

Dengan penambahan zat-zat tertentu, misalnya pewarna dalam masakan

(makanan), maka penampilan makanan menjadi lebih menarik dan

meningkatkan selera makan.

c) Mengawetkan makanan

Zat-zat kimia dalam makanan dapat berfungsi sebagai mengawetkan

makanan dalam waktu yang relatif lebih lama. Hal ini dikarenakan

li

penambahan zat aditif makanan akan dapat membunuh atau menekan

aktivitas bakteri pembusuk.

d) Menambah cita rasa tinggi pada makanan

Penambahan zat aditif makanan (penyedap) dapat menambah cita rasa pada

makanan dan memberikan ciri khas rasa tersendiri pada makanan tertentu.

e) Untuk konsumsi sebagian orang yang memerlukan diet.

2) Kerugian penggunan zat aditif makanan

Bahan-bahan tambahan pada makanan dapat menimbulkan beberapa

kerugian, diantaranya adalah dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada

manusia. Munculnya penyakit kanker disebabkan salah satu jaringan tubuh

mengalami perkembangan sel yang tidak normal salah satu penyebabnya

adalah penggunaan zat aditif makanan seperti MSG, sakarin secara berlebih.

b. Jenis-jenis Zat Aditif Makanan

1) Bahan Pewarna Makanan

Bahan pewarna adalah bahan kimia yang ditambahkan pada makanan atau

minuman yang berfungsi untuk memberikan warna agar lebih menarik sehingga

menimbulkan selera orang untuk memakannya.

Bahan-bahan kimia tambahan yang digunakan untuk meningkatklan kualitas

warna suatu makanan atau minuman dapat berupa bahan pewarna alami maupun

bahan pewarna sintetik.

a) Bahan Pewarna Alami

Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,

hewan, atau dari sumber-sumber mineral.

Berikut ini adalah contoh-contoh bahan yang sering digunakan sebagai

pewarna makanan :

· Kunyit

Kunyit mengandung senyawa kurkumin yang dapat memberikan warna

kuning pada nasi, gulai, daging, ikan, telur, dan lain-lain.

lii

· Wortel

Wortel mengandung senyawa beta karoten yang dapat memberikan warna

jingga pada jajanan pasar.

· Daun Pandan dan Daun Suji

Daun pandan dan daun suji mengandung klorofil yang dapat memberikan

warna hijau pada makanan-makanan tradisional seperti dadar gulung, kue

moci, dan bolu pandan.

· Cabe Merah

Cabai merah mengandung kapsantin yang dapat memberikan warna merah

pada nasi goreng, daging, telur, tahu, tempe, ikan, dan lain-lain.

b) Bahan Pewarna Sintetik

Pada dasarnya bahan-bahan pokok untuk membuat suatu makanan atau

minuman telah mengandung zat warna sendiri. Akan tetapi, pada kenyataannya

warna-warna alami yang terdapat pada bahan makanan tersebut kurang bisa

digunakan untuk menciptakan variasi-variasi yang lebih menarik dari suatu bahan

makanan atau minuman. Zat warna sintetik bagi makanan dan minuman yang

diizinkan di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Zat Warna Bagi Makanan dan Minuman yang Diizinkan di Indonesia

Warna Nama Nomor Indeks nama Merah Carmoisine 14720 Merah Amaranth 16185 Merah Erytrosim 45430 Oranye Sunset yellow FCF 15985 Kuning Tartrazine 19140

Gambar 1 Contoh olahan makanan yang menggunakan pewarna alami

liii

Warna Nama Nomor Indeks nama Kuning Quineline yellow 47005 Hijau Fast green FCF 42053 Biru Brilliant blue FCF 42090 Biru Indigocarmine 42090 ungu Violet GB 42640

(F.G. Winarno 2002: 183-184)

Tidak semua bahan pewarna dapat digunakan untuk memberikan warna

pada makanan karena beresiko tinggi menyebabkan gangguan kesehatan pada

manusia. Berikut ini zat warna yang dilarang untuk digunakan dalam makanan

yaitu : Auramine, Alkanet, Butter yellow, Black 7984, Crysoine, Chocolate brown

FB, Indigotin, Kuning FCF11, Burn umber, Chrysoidine, Citrus red no 2, Fast red

E, Fast yellow AB,Guinea green B, Indanthrene blue RS, Magenta, Metanil

yellow, Oil orange SS, Orchil and Orcein, Ponceau 3Rp, Ponceau SX, Ponceau

6Rp, Oil orange XO, Oil yellow AB, Ol yellow OB, Orange G, Orange GGN,

Orange RN, Rhodamin B, Sudan I, Scarlet GN, Violet 6B.

(http://teknofood.blogspot.com/2007/04/pewarna_makanan.html)

Bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis penggunaan pewarna

alami mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain :

- Seringkali memberikan rasa dan aroma khas yang tidak diinginkan

- Konsentrasi pigmen rendah

- Stabilitas pigmen rendah

- Keseragaman warna kurang baik

- Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.

2) Bahan Pemanis

Bahan pemanis adalah bahan kimia yang ditambahkan pada makanan atau

minuman yang berfungsi untuk memberikan rasa manis. Rasa manis yang ada

pada makanan disebabkan oleh adanya kandungan karbohidrat atau zat gula dalam

bahan makanan tersebut. Namun untuk memperoleh rasa manis yang sesuai

dengan selera seseorang, maka biasanya perlu ditambahkan suatu bahan yang

berfungsi sebagai pemanis.

liv

a) Bahan Pemanis Alami

· Gula Tebu

Gula tebu diperoleh dengan mengambil ekstrak (sari) dari batang tanaman

tebu kemudian dipisahkan dari zat lain dengan cara pengendapan kotoran

melalui proses liming, yaitu pengendapan kotoran dengan menggunakan

kalsium dalam bentuk kapur. Langkah selanjutnya adalah proses

pendidihan, penguapan, dan pengkristralan (kristalisasi).

· Gula Kelapa

Gula kelapa atau disebut juga gula jawa merupakan gula yang diperoleh

dari air sadapan kelapa yang diolah lebih lanjut, sehingga gula yang

berwarna cokelat dengan bentuk-bentuk tertentu.

· Madu

Madu merupakan salah satu pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah

dimana pemanfaatannya adalah sebagai bahan pemanis jamu-jamuan,

campuran pada minuman, dan juga pemanis kue.

Tabel 4. Beberapa Contoh Bahan Pemanis Alami

No Nama Zat Pemanis Kemanisan relatif*

1 Gula tebu -

2 Gula Kelapa -

3 Madu 150

*Kemanisan relatif terhadap sukrosa dengan nilai 100

Selain bahan-bahan di atas terdapat sumber pemanis lainnya antara lain

gula bit, gula aren, gula kurma, gula sorgum, dan gula yang diperoleh dari buah-

buahan.

b) Bahan Pemanis Sintetik

Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis

atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut,

sedangkan kalor yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari pada gula atau bahan

tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, yang tidak

atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

lv

Bahan pemanis yang sering digunakan adalah gula pasir (gula tebu ) dan

gula merah. Gula merupakan karbohidrat yang nilai kalorinya tinggi yang

nantinya akan diubah menjadi energi. Kelebihan energi akan disimpan tubuh

dalam bentuk lemak. Tingginya angka penderita obesitas (kelebihan berat badan)

yang diakibatkan oleh tingginya konsumsi gula, mendorong penggunaan pemanis

sintetis (buatan) sebagai pengganti gula yang mempunyai nilai kalorinya rendah

atau bahkan tidak mengandung kalori. pemanis sintetik makanan dan minuman

yang diizinkan di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Beberapa Contoh Bahan Pemanis Sintetik

No Nama Zat Pemanis Kemanisan relatif* 1 Siklamat 3000 2 Sakarin 50000 3 Aspartam 18000 4 Acesulfam K 20000 5 P-4000 400000

*Kemanisan relatif terhadap sukrosa (gula tebu) dengan nilai 100

(Michael Purba, 2006: 62)

P-4000 adalah zat termanis yang pernah dibuat, memiliki tingkat

kemanisan 4000 kali gula, namun mempunyai efek toksik (racun) sehingga

penggunaannya dilarang. Aspartam dan Acesulfam K telah menggantikan

penggunaan Sakarin yang dapat menyebabkan kanker. Aspartam 180 kali lebih

manis daripada gula tebu namun nilai kalorinya hanya 1/10 kali dari gula tebu.

Sedangkan Acesulfam K memiliki tingkat kemanisan 200 kali lebih manis

daripada sukrosa dan mutu kemanisannya berada di antara sakarin dan siklamat.

Sorbitol adalah salah satu jenis pemanis sintetis yang tidak terurai dalam

mulut sehingga tidak merusak gigi. Tetapi pemakaian yang berlebihan dapat

mengakibatkan diare.

Gambar 2

Bahan pemanis biasa ditambahkan pada minuman

lvi

3) Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mencegah atau

menghambat proses fermentasi (pembusukan), pengasaman, atau peruraian lain

terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme sehingga makanan tidak

mudah rusak atau menjadi busuk. Secara umum penambahan bahan pengawet

pada pangan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada

pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen sehingga dapat

memperpanjang umur simpan pangan.

Kerusakan pada makanan terjadi karena pertumbuhan mikroba yang

menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin di dalam bahan

pangan tersebut. Setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi

lingkungan yang optimum misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, dan

ketersediaan air. Sehingga dengan membuat kondisi yang dapat menghambat

terjadinya reaksi tersebut maka kerusakan makanan dapat dikurangi. Pendinginan

makanan akan menghambat reaksi enzimatis dari bakteri pembusuk, sedangkan

pemanasan pada suhu tinggi (≥100°C) dapat menghambat bahkan merusak

mikroorganisme dan enzim. Penggunaan gula atau garam dengan konsentrasi

tinggi dan proses pengeringan akan mengakibatkan pengeluaran air dalam bahan

pangan sehingga akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam bahan pangan,

kemudian akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat

laju reaksi kimia maupun enzimatis.

Berikut adalah beberapa teknik pengawetan standar yang telah dikenal

secara umum oleh masyarakat luas:

§ Pendinginan

Teknik ini dilakukan dengan memasukkan makanan pada tempat atau ruangan

yang bersuhu sangat rendah ( kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan

menaruh di wadah yang berisi es).

§ Pengasapan

Cara ini sebenarnya tidak membuat makanan menjadi awet dalam jangka waktu

yang lama, karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan

pengeringan.

§ Pengeringan

lvii

Teknik pengawetan ini dilakukan dengan menjemur, mengoven, dan

memanaskan dengan maksud mengurangi kadar air pada makanansehingga

memperlambat proses pembusukan makanan.

§ Pemanisan

Cara ini dilakukan dengan meletakkan makanan pada medium yang mengandung

gula dengan konsentrasi 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika

dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan.

Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti manisan buah, manisan pala,

dan lain sebagainya.

§ Pengasinan

Teknik ini sering disebut penggaraman dimana prosesnya sama seperti pada

pemanisan hanya saja bahan yang digunakan adalah garam dapur, NaCl.

(http://organisasi.org/teknik_dan_teknologi_pengawetan_pada_makanan)

a) Bahan pengawet alami

Berikut ini beberapa contoh bahan pengawet alami diantaranya:

· Garam dapur

Proses pengawetannya sering disebut pengasinan. Contoh penggunaannya

adalah dalam pengawetan ikan sehingga dapat awet selama berminggu-

minggu. Selain itu, garam juga digunakan untuk membuat telur asin dan

ikan asin.

· Gula Jawa dan Gula Pasir

Proses pengawetannya sering disebut pemanisan. Contoh penggunaannya

adalah pada pembuatan kecap dan manisan buah.

b) Bahan Pengawet Sintetik

Gambar 3 Ikan asin merupakan contoh pengawetan secara alami

lviii

Menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen

POM), bahan pengawet anorganik yang Diizinkan Pemakaiannya (Lampiran

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 772/Menkes/Per/88) adalah Belerang

dioksida, Kalium atau Natrium bisulfit, kalium atau Natrium metabisulfit, Kalium

atau Natrium nitrat, Kalium atau Natrium nitrit, Kalium atau Natrium sulfit.

Asam benzoat dan Natrium benzoat adalah bahan pengawet yang biasa

digunakan untuk jus buah dan berbagai minuman lainnya. Sedangkan Natrium

(sodium) nitrit biasa digunakan untuk mengawetkan daging disamping bisa

memberikan warna merah muda pada daging, dan menghambat pertumbuhan

bakteri patogen (bakteri yang dapat menimbulkan penyakit).

4) Bahan Penyedap Rasa

Bahan penyedap rasa atau penegas rasa adalah zat yang dapat

meningkatkan cita rasa makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan

menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Adapun tujuan

penambahan bahan penyedap rasa diantaranya:

- Menguatkan rasa dan aroma makanan, sehingga dapat meningkatkan cita rasa

makanan.

- Memperbaiki dan menambah nilai suatu makanan atau minuman.

- Memberikan ciri khusus suatu bahan/ makanan, seperti aroma jeruk manis,

jeruk nipis, lemon, cokelat, dan lain-lain

a) Bahan Penyedap Alami

Berikut ini beberapa contoh bahan penyedap alami:

· Garam Dapur,

Penggunaan bahan ini akan menyebabkan rasa gurih dan lezat

· Kunyit

Selain digunakan sebagai pewarna alami, kunyit juga digunakan sebagai

penyedap rasa atau bumbu pada makanan karena sifatnya yang dapat

menghilangkan bau amis dari bahan makanan seperti daging, udang, ikan,

telur, dan lain-lain.

· Seledri

lix

Irisan batang dan daunnya digunakan sebagai penyedap pada makanan

berkuah seperti : soto, baso, dan lontong kari

b) Bahan Penyedap Sintetik

Penyedap sintetik pada dasarnya merupakan tiruan dari yang ada di alam,

tetapi karena kebutuhannya jauh melebihi dari yang tersedia maka sejauh

mungkin dibuatlah tiruannya. Contoh bahan penyedap sintetik diantaranya bumbu

kaldu, perasa buah, perasa pedas, oktil asetat (aroma jeruk), etil butirat (aroma

buah nanas), amilasetat (aroma pisang), amil valerat (aroma apel), dan lain-lain.

Bahan penyedap yang paling sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari

adalah MSG (Monosodium Glutamate). MSG atau vetsin dibuat dari air tebu yang

difermentasi dengan bakteri micrococus glutamicus. Penggunaan MSG pada

makanan dapat menciptakan rasa gurih atau sedap pada makanan. Penggunaan

bahan penyedap MSG secara berlebihan dapat menimbulkan gejala seperti

kesemutan, pusing-pusing, mual, jantung berdebar, dan sakit kepala yang luar

biasa. Gejala-gejal tersebut dikenal dengann istilah sindrom rumah makan cina

(Chinese restaurant syndrome).

c. Dampak Negatif Penggunaan Zat Aditif Makanan

Penggunaan zat aditif makanan yang salah dapat menyebabkan

terganggunya metabolisme tubuh. Terdapat dua kesalahan dalam penggunaan zat

aditif makanan yaitu penggunaan zat aditif makanan melebihi dosis yang

diperbolehkan dan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya yang bukan

merupakan bahan tambahan pangan sebagai bahan tambahan pada makanan

dengan alasan ekonomis. Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan penyedap makanan MSG dibatasi

Gambar 4 Sejumlah contoh bahan penyedap rasa yang beredar di pasaran

lx

secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan sedangkan untuk sakarin

adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya

yang bukan termasuk zat aditif makanan antara lain formalin sebagai

pengawet dan pewarna tekstil sebagai pewarna makanan. Berikut ini uraian

singkat mengenai kesalahan penggunaan zat aditif makanan.

1) Penggunaan Pewarna Tekstil Sebagai Pewarna Makanan

Pewarna rhodamin B yang biasa dipakai untuk tekstil dan methanil yellow

juga berbahaya. Rhodamin B dapat menimbulkan kanker hati, kerusakan ginjal,

dan alergi, sedangkan methanil yellow menyebabkan kerusakan ginjal dan hati

serta diare. Kedua bahan itu sering ditemukan pada minuman. Contoh bahan

makanan yang sering menggunakan pewarna tekstil sebagai pewarnanya adalah

terasi merah, sosis, permen, dan beberapa jajanan pasar.

(http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/opi02.htm)

2) Penggunaan Formalin Sebagai bahan Pengawet Makanan

Formalin yang kebanyakan digunakan dalam pembuatan tahu adalah

pengawet mayat. Bahan itu membuat tahu lebih tahan lama dan kenyal, tetapi

dampaknya mengerikan. Selain berpotensi menimbulkan kanker, juga diare dan

muntah berdarah, serta sukar menelan. Formalin adalah nama dagang larutan

formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 persen. Di pasaran, formalin dapat

diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40,

30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing

sekitar 5 gram. Dalam jangka pendek, obat pengawet mayat ini bisa membuat

tubuh manusia mengalami iritasi saluran pernapasan, muntah-muntah, pusing, rasa

terbakar pada tenggorokan, dan gatal di dada. Sementara dalam jangka panjang

bisa memicu kerusakan hati, jantung, otak,sistem susunan saraf pusat dan ginjal.

Efek kronis berupa timbul iritasi pada saluran pernapasan, muntah-muntah dan

kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa

gatal di dada. Bila dikonsumsi menahun dapat menyebabkan kanker.

(http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/02/nas09.htm)

3) Penggunaan Pemanis Sintetik Berlebih Pada Jajanan Anak

lxi

Sakarin atau pemanis buatan boleh dipergunakan dalam takaran kecil. Jika

melampaui ambang batas pemakaian, bisa mengundang bahaya berupa tumor

otak, gangguan saraf, dan kanker kandung kemih atau prostat. Produsen makanan

yang dijajakan di sekolah-sekolah, misal permen dan minuman-minuman buah,

sering menggunakan pemanis buatan dengan takaran berlebih dengan alasan

penekanan biaya produksi. Dengan penggunaan pemanis buatan dengan kadar

tinggi maka akan diperoleh makanan yang banyak disukai anak-anak namun

dengan biaya produksi rendah karena harga pemanis buatan sendiri jauh lebih

murah dari pada gula.

(http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/opi02.htm)

4) Penggunaan MSG Berlebihan Pada Makanan

Monosodium glutamat juga diperkenankan dipakai sebagai penyedap rasa

dalam jumlah terbatas, yakni sekitar 0,8% sajian. Namun kalau berlebihan dan

dikonsumsi dalam waktu panjang berpotensi menimbulkan tekanan darah tinggi,

kelainan hati, serta kerusakan otak. Penyakit yang diakibatkan oleh penggunaan

MSG atau vetsin berlebih dikenal sebahai Chinesse Restaurant Syndrome, dengan

gejala kesemutan, pusing (mual), dan sakit kepala yang luar biasa.

(http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/opi02.htm)

B. Kerangka Pemikiran

Belajar yaitu suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang menyangkut aspek kognitif dan

aspek afektif. Keberhasilan dalam belajar dapat diketahui dari suatu alat ukur

yang berupa test maupun non test, alat ukur ini mengetahui seberapa jauh siswa

mampu menguasai konsep pelajaran mengenai materi yang telah diterimanya.

Dalam pengajaran materi kimia di SMP Negeri 3 Suruh, khususnya pada pokok

bahasan zat aditif makanan yang berhubungan dengan jenis-jenis zat aditif makanan baik

alami maupun yang sintetik, nama-nama bahan kimia aditif yang tentu saja masih asing

bagi siswa SMP, sedangkan guru masih menggunakan metode konvensional dalam

menyampaikan materi, yaitu dengan metode ceramah, kurang memanfaatan media

lxii

pembelajaran yang telah tersedia disekolah tersebut, kurang lengkapnya fasilitas alat dan

bahan di Laboratorium IPA, dan kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti

pelajaran kimia, sehingga kecekatan dan keterampilannya pun tidak berkembang. Maka

perlu diupayakan adanya metode pembelajaran yang tepat dan media pembelajaran yang

mendukung peningkatan prestasi belajar.

Penentuan dalam memilih suatu metode pembelajaran akan berpengaruh

terhadap pencapaian hasil belajarnya. Metode pembelajaran kooperatif STAD (Student

Team Achievement Division) adalah metode yang berdasarkan pada pembelajaran

kooperatif, dimana siswa dibagi menjadi kelompok untuk bekerjasama dalam tim

kelompoknya dalam melaksanakan tugas yang akan diberikan. Dalam metode

pembelajaran kooperatif STAD dibutuhkan hubungan kerja yang baik dan ketrampilan

siswa dalam kelompoknya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Sedangkan

pendidik hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belejar mengajar.

Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta

didiknya.

Menurut Robert E. Slavin (2008: 148-149) metode pembelajaran

kooperatif STAD dapat dilengkapi dengan sebuah lembar kegiatan, sebuah lembar

jawaban, dan sebuah kuis untuk setiap unit yang diajarkan. Oleh karena itu

pembelajaran dengan metode STAD dapat dilengkapi dengan media cetak berupa

modul dan lembar kerja siswa (LKS), karena kedua media tersebut memuat

lembar kegiatan dan soal-soal yang dapat dikerjakan oleh siswa baik secara

individu maupun kelompok.

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan

tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh

peserta didik, disertai pedoman penggunaannya (E. Mulyasa, 2003: 98). Pembelajaran

dengan modul akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara

lxiii

masing-masing karena setiap siswa akan menggunakan cara yang berbeda untuk

memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang dan kebiasaan masing-masing.

Dengan penggunaan media LKS maka proses belajar secara kooperatif dapat terlaksana

dengan terstuktur dan terarah. Di dalam LKS tersebut memuat tugas-tugas siswa yang

harus dikerjakan baik secara individu maupun kelompok. Sehingga dengan media

tersebut memudahkan guru dalam menumbuhkan kerjasama dalam kelompok untuk

mencapai keberhasilan dalam belajar.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah motivasi

belajar siswa. Motivasi belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda-

beda, maka tugas guru adalah meningkatkan motivasi belajar para siswanya. Besar

kecilnya motivasi belajar akan menentukan seberapa besar kemauan seorang siswa untuk

belajar. Motivasi belajar diharapkan dapat menentukan sikap seorang siswa dalam belajar

kimia.

Dalam proses belajar mengajar, motivasi belajar merupakan salah satu faktor

internal yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Selain faktor internal ada juga faktor

eksternal, misalnya adalah penggunaan metode mengajar dan media pembelajaran.

Interaksi antara metode dan media pembelajaran dengan motivasi belajar diharapkan

dapat meningkatkan prestasi belajar kimia.

Untuk menjelaskan hubungan motode dan media pembelajaran serta motivasi

belajar dengan prestasi belajar siswa ditunjukkan dengan ilustrasi kerangka pemikiran

sebagai berikut:

Prestasi Belajar: § Kognitif § Afektif

Motivasi Belajar Siswa

Metode Kooperatif STAD Dilengkapi Modul

Metode Ceramah

Tinggi

Sedang

Rendah

lxiv

Gambar 5. Bagan Kerangka Pemikiran

Keterangan : : Dikenai : Pengaruh

C. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diajukan hipotesis sebagai

berikut :

1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang

dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar

siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.

2. Ada pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah

terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.

3. Ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi

modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap

prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

lxv

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Suruh yang beralamat di jalan Suruh-Gunung Tumpeng km 5, Kec. Suruh, Kab. Semarang, pada kelas VIII semester genap tahun pelajaran 2008/2009.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Agustus 2009 dengan tahap-tahap sebagai berikut :

a. Tahap persiapan

Tahap persiapan meliputi pengajuan judul, pembuatan proposal, permohonan ijin survei, dan konsultasi instrument penelitian pada pembimbing. Waktu pelaksanaan dari bulan Februari sampai April 2009.

b. Tahap penelitian

Tahap penelitian meliputi semua kegiatan yang dilaksanakan di lapangan yang meliputi uji instrument dan penelitian. Waktu pelaksanaan bulan Mei 2009.

c. Tahap penyelesaian

Tahap penyelesaian meliputi pengolahan data dan penyusunan laporan. Waktu pelaksanaan dari bulan Juni sampai Agustus 2009.

B. Metode Penelitian

Berdasarkan masalah-masalah yang dipelajari, maka penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan rancangan faktorial 3 x 3. Faktor pertama adalah metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS, dan metode ceramah. Faktor kedua adalah motivasi belajar kimia, yaitu motivasi belajar kimia kategori tinggi, sedang, dan rendah. Obyek penelitian terdiri dari tiga kelas yaitu kelas STAD dilengkapi modul, kelas STAD dilengkapi LKS, dan kelas ceramah sebagai kelas kontrol yang dipilih secara acak dengan cluster random sampling.

1. Desain Penelitian

Adapun rancangan eksperimen dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 6. Desain Penelitian

Faktor A (Metode Pembelajaran)

Faktor B (Motivasi Belajar) Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3)

STAD dilengkapi Modul (A1) A1B1 A1B2 A1B3 STAD dilengkapi LKS (A2) A2B1 A2B2 A2B3 Ceramah (A3) A3B1 A3B2 A3B3

Keterangan:

A1 = metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul (kelas eksperimen I)

A2 = metode pembelajaran STAD yang dilengkapi LKS (Kelas Eksperimen II)

45

lxvi

A3 = metode pembelajaran dengan ceramah (Kelas Kontrol)

B1 = motivasi belajar kategori tinggi

B2 = motivasi belajar kategori sedang

B3 = motivasi belajar kategori rendah

2. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dengan urutan sebagai berikut :

a. Melakukan observasi pada siswa SMP Negeri 3 Suruh, yakni meliputi obyek

penelitian, proses belajar mengajar, dan fasilitas yang dimiliki.

b. Menyusun instrumen penelitian dan melakukan pengujian instrumen.

c. Memberikan angket motivasi belajar untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa

pada semua kelas eksperimen.

d. Memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengukur rata-

rata kemampuan kognitif awal sebelum obyek diberi perlakuan.

e. Memberikan perlakuan berupa penggunaan metode pembelajaran STAD yang

dilengkapi modul pada kelas eksperimen I, penggunaan metode pembelajaran STAD

yang dilengkapi LKS pada kelas eksperimen II, dan memberikan perlakuan berupa

metode ceramah pada kelas kontrol.

f. Memberikan postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengukur rata-

rata kemampuan kognitif setelah diberi perlakuan.

g. Memberikan angket berisi penilaian kemampuan afektif kepada kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

h. Melakukan uji statistika terhadap hasil dari masing-masing test.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 3 Suruh Tahun Pelajaran 2008/2009.

2. Sampel

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling yaitu teknik memilih sampel berdasarkan kelompok/ unit-unit yang kecil atau cluster. Tiap cluster mempunyai anggota yang heterogen menyerupai

lxvii

populasi itu sendiri. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan cara undian. Undian dilaksanakan dengan tiga kali pengambilan. Nomor undian yang keluar pertama ditetapkan sebagai kelas eksperimen I, nomor undian kedua ditetapkan sebagai kelas eksperimen II, dan nomor undian berikutnya ditetapkan sebagai kelas kontrol. Sampel diambil dari populasi yang memiliki rata-rata kemampuan yang sama. Hal ini dapat dilihat dari uji keseimbangan untuk populasi pada Lampiran 28.

D. Variabel penelitian

Variabel adalah sesuatu yang menjadi dasar obyek pengamatan sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti. Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Definisi Konseptual Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas utama dan variabel bebas moderator. Variabel bebas adalah kondisi yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka menerangkan hubungan dengan fenomena yang diobservasi. Variabel bebas moderator, yaitu variabel yang diukur tetapi tidak dimanipulasi secara eksperimental. Variabel ini dimasukkan dalam rancangan penelitian sehingga dapat dilihat interaksinya dengan variabel yang lain dalam mempengaruhi variabel terikat (Moh. Nazir, 1999: 150). Variabel bebas utamanya adalah metode pembelajaran, dan variabel bebas moderatornya adalah motivasi belajar kimia siswa.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah kondisi yang menunjukkan akibat atau pengaruh yang dikarenakan variabel bebas (Moh. Nazir, 1999: 150). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. Prestasi belajar tersebut tersebut adalah hasil yang dicapai siswa dalam menempuh tes prestasi belajar kimia pokok bahasan zat aditif makanan yang terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif.

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas Utama

1. Definisi operasional

Metode pembelajaran adalah cara-cara yang ditempuh oleh guru untuk

menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan membuat

kemampuan intelektual berkembang, sehingga belajar dapat berjalan secara efisien

dan bermakna bagi siswa.

lxviii

a) Pembelajaran STAD yang dilengkapi modul adalah pembelajaran yang

menggunakan metode kooperatif STAD yaitu siswa dibagi menjadi

kelompok untuk bekerja sama dalam tim kelompoknya dalam

melaksanakan tugas yang akan diberikan dengan bantuan media

pembelajaran berupa modul.

b) Pembelajaran STAD yang dilengkapi LKS adalah pembelajaran yang

menggunakan metode kooperatif STAD yaitu siswa dibagi menjadi

kelompok untuk bekerja sama dalam tim kelompoknya dalam

melaksanakan tugas yang akan diberikan dengan bantuan media

pembelajaran berupa lembar kerja siswa (LKS).

c) Pembelajaran dengan metode ceramah adalah penyajian materi

pelajaran yang dilakukan oleh guru dengan cara memberikan

penjelasan-penjelasan secara lisan atau ceramah kepada peserta didik.

2. Indikator

Pemberian perlakuan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul untuk materi zat aditif makanan pada kelas eksperimen I, metode pembelajaran STAD yang dilengkapi LKS untuk materi zat aditif makanan pada kelas eksperimen II, dan metode ceramah untuk materi zat aditif makanan pada kelas kontrol.

3. Skala pengukuran

Skala nominal, yaitu:

1) Kelas eksperimen I untuk metode pembelajaran STAD dilengkapi modul.

2) Kelas eksperimen II untuk metode pembelajaran STAD dilengkapi LKS

3) Kelas kontrol untuk metode ceramah

4. Simbol : A

b. Variabel Bebas Moderator

1. Definisi operasional

Motivasi belajar dalam bidang studi kimia adalah kemampuan atau kekuatan serta semangat untuk melakukan proses belajar dalam bidang studi kimia yang diukur dengan menggunakan angket motivasi belajar. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: tinggi, sedang, dan rendah.

2. Indikator

lxix

Indikator dalam motivasi belajar yaitu: (1) keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, (2) keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, dan (3) rasa percaya diri dan kepuasan (Robertus Angkowo, 2007: 45).

3. Skala pengukuran

Skala interval yang kemudian diubah ke skala ordinal dengan cara mengelompokkan tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokannya dilakukan dengan menjumlahkan skor angket motivasi kelas eksperimen I, kelas eksperimen II, dan kelas kontrol kemudian dicari rataan gabungannya. Setelah itu dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan rata-rata dan standar deviasi, yaitu:

Motivasi belajar tinggi : X ≥ Rataan Gab + 1 SD

Motivasi belajar sedang : Rataan Gab – 1 SD < X < Rataan Gab + 1 SD

Motivasi belajar rendah : X ≤ Rataan Gab - 1 SD

(Suharsimi Arikunto, 2001: 264)

4. Simbol : B

c. Variabel Terikat

1. Definisi operasional

Prestasi belajar kimia adalah tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran kimia yang dibatasi pada aspek kognitif dan aspek afektif berkaitan dengan pemahaman materi zat aditif makanan yang dinyatakan dalam ukuran tertentu dan diperoleh melalui tes kognitif dan angket afektif.

2. Indikator :

Kemampuan kognitif dan afektif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. 3. Skala pengukuran :

Skala interval 4. Simbol : Y

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode tes dan metode angket.

1. Metode Tes

Metode ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, dan untuk mengungkap sampai sejauh mana penguasaan siswa terhadap konsep-konsep dalam materi zat aditif makanan untuk mendapatkan nilai prestasi belajar. Tes yang digunakan berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda. Perangkat tes yaitu tes obyektif dengan 4

lxx

alternatif jawaban. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.

2. Metode Angket

Metode angket merupakan metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan cara mengajukan sejumlah daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Metode angket digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan afektif dan motivasi belajar siswa. Data yang diperoleh berupa skor hasil pengisian angket dari responden. Pemberian skor untuk angket afektif ini digunakan skala 1 sampai 4, untuk item yang mengarah jawaban positif, pemberian skornya sebagai berikut:

1) Skor 4 untuk jawaban Selalu (SL)

2) Skor 3 untuk jawaban Sering (SR)

3) Skor 2 untuk jawaban Kadang-kadang (KK)

4) Skor 1 untuk jawaban Tidak Pernah (TP)

Sedangkan yang mengarah jawaban negatif, pemberian skornya sebagai berikut:

1) Skor 1 untuk jawaban Selalu (SL)

2) Skor 2 untuk jawaban Sering (SR)

3) Skor 3 untuk jawaban Kadang-kadang (KK)

4) Skor 4 untuk jawaban Tidak Pernah (TP)

(Depdiknas, 2003: 14)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas tiga instrumen yaitu instrumen penilaian kognitif, afektif, dan motivasi belajar siswa.

1. Instrumen Penilaian Kognitif

Untuk penilaian kognitif menggunakan bentuk tes obyektif. Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas soal. Uji coba soal ditujukan untuk mengetahui tentang taraf kesukaran, taraf pembeda item soal, validitas dan reliabilitas dari suatu soal.

a. Taraf Kesukaran Suatu Item

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Indeks Kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Untuk menentukan indeks kesukaran digunakan rumus sebagai berikut :

lxxi

JSB

P =

Keterangan :

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul

JS = jumlah suluruh siswa peserta tes

Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut :

­ Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar

­ Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang

­ Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

Dengan ketentuan bila jawaban betul skornya adalah 1 dan bila jawaban salah skornya adalah 0 (Suharsimi Arikunto, 2001: 207-210).

Hasil uji taraf kesukaran suatu item instrumen penilaian kognitif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Penilaian Kognitif

Variabel Jumlah Item Kriteria

Sukar Sedang Mudah Tes Pokok Bahasan Zat Aditif

Makanan 30 - 20 10

b. Taraf Pembeda Suatu Item

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah) Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D) (Suharsimi Arikunto, 2001: 211).

Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah sebagai berikut :

Keterangan :

D = indeks diskriminasi

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BAB

B

A

A PPJB

JB

D -=-=

lxxii

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar (P sebagai indeks kesukaran)

= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

(Suharsimi Arikunto, 2001: 213-214)

Klasifikasi daya pembeda soal adalah sebagai berikut :

D : 0,00 - 0,20 : jelek (poor)

D : 0,20 - 0,40 : cukup (satisfactory)

D : 0,40 - 0,70 : baik (good)

D : 0,70 - 1,00 : baik sekali (exellent)

D : negatif : tidak baik (butir soal dibuang )

(Suharsimi Arikunto, 2001: 218)

Hasil uji daya pembeda soal instrumen penilaian kognitif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 8.

Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Penilaian Kognitif

Variabel Jumlah

Item

Kriteria Tidak Baik

Jelek Cukup Baik Baik

Sekali Tes Pokok Bahasan Zat

Aditif Makanan 30 - - 24 6 -

c. Validitas Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2001: 65), sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas item atau validitas butir. Pada validitas item, sebuah item dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total (Suharsimi Arikunto, 2001: 76). Dalam penelitian ini salah satu bentuk soal yang digunakan adalah bentuk soal pilihan ganda. Pada bentuk soal pilihan ganda ini skor terhadap jawaban setiap soal atau item hanya terdiri atas angka 1 dan angka 0. Menurut Saifuddin Azwar (2006: 19) menjelaskan bahwa, dalam kasus yang salah satu variabelnya hanya terdiri dari dua macam, yaitu 1

A

AA J

BP =

B

BB J

BP =

lxxiii

dan 0, perhitungan koefisien korelasinya dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi point biserial atau koefisien korelasi biserial.

Rumus perhitungan koefisien korelasi biserial yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

pbiγ = koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya.

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar

p = siswaseluruh jumlah

benar menjawab yang siswa banyaknya

q = proporsi siswa yang menjawab salah

q = 1 – p

(Suharsimi Arikunto, 2002: 79)

Koefisien korelasi biserial ( pbiγ ) menunjukkan validitas item dari tes bentuk pilihan

ganda yang selanjutnya disebut sebagai rhitung. Item dikatakan valid bila harga rhitung > rtab (Suharsimi Arikunto, 2006: 283).

Hasil uji validitas instrumen penilaian kognitif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 9.

Tabel 9. Rangkuman Hasil Validitas Instrumen Penilaian Kognitif

Variabel Jumlah Item Kriteria

Valid Tidak Valid Tes Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan 30 30 -

d. Reliabilitas Instrumen Penelitian

qp

S

MM

t

tppbi

-=g

lxxiv

Reliabilitas adalah keajegan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama, dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek tidak sama pada waktu yang sama.

Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes bentuk obyektif digunakan rumus KR 20 yaitu sebagai berikut :

2

11 2

S - pqnr

n-1 S

é ùæ ö= ê úç ÷è ø ê úë û

å

Keterangan :

r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan

n : Banyaknya item

S : Standar deviasi

p : Proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

p = siswaseluruh jumlah

benar menjawab yang siswa banyaknya

q : Proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p)

∑pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q

Tes dikatakan reliabel jika r11 > rtabel

(Suharsimi Arikunto, 2002: 100-101).

Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian kognitif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 10.

Tabel 10. Rangkuman Hasil Reliabilitas Instrumen Penilaian Kognitif

Variabel Jumlah Item Reliabilitas Kriteria Tes Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan 30 0,799 Tinggi

2. Instrumen Penilaian Afektif dan Motivasi Belajar Siswa Instrumen penilaian afektif dan motivasi belajar siswa berupa angket. Jenis

angket yang digunakan adalah angket langsung dan sekaligus menyediakan alternatif jawaban. Responden atau siswa memberikan jawaban dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan. Sebelum menyusun angket terlebih dahulu dibuat konsep alat ukur yang mencerminkan isi kajian teori. Konsep alat ukur ini berisi kisi-kisi angket. Konsep selanjutnya dijabarkan dalam variabel dan indikator yang

lxxv

disesuaikan dengan tujuan penilaian yang hendak dicapai, selanjutnya indikator ini digunakan sebagai pedoman dalam menyusun item-item angket.

Penyusunan item-item angket berdasarkan indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam menjawab pertanyaan, responden atau siswa hanya dibenarkan dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan.

Untuk skor penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :

Tabel 11. Kriteria Skor Penilaian Aspek Afektif dan Motivasi Belajar Siswa

Skor untuk aspek yang dinilai Pernyataan

Positif Pernyataan

Negatif

Selalu (SL) Sering (SR) Kadang-kadang (KK) Tidak Pernah (TP)

4 3 2 1

1 2 3 4

(Depdiknas, 2003: 14)

Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas item angket.

a. Uji Validitas Validitas dari instrumen dari angket ini adalah validitas kontruksi atau konsep.

Validitas kontruksi adalah validitas yang menunjukkan sampai dimana isi suatu tes atau alat pengukur sesuai dengan konsep yang seharusnya menjadi isi suatu tes atau alat pengukur tersebut (Suharsimi Arikunto, 2002: 67).

Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Untuk menghitung validitas butir soal angket digunakan rumus product moment sebagai berikut:

{ }{ }å åå åå å å=

2222xyY)(- YNX)(- XN

Y)X)(( - XYN r

Keterangan :

rxy : Koefisien validitas antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dicari validitasnya

(Suharsimi Arikunto, 2002: 72)

lxxvi

Taraf signifikansi yang dipakai dalam penelitian ini adalah 5% instrumen validitas suatu tes (rxy)

Antara 0,800 sampai 1,00 : Sangat Tinggi

Antara 0,600 sampai 0,800 : Tinggi

Antara 0,400 sampai 0,600 : Cukup

Antara 0,200 sampai 0,400 : Rendah

Kurang dari 0,00 sampai 0,200 : Sangat Rendah

(Suharsimi Arikunto, 2002: 75)

Hasil uji validitas instrumen penilaian afektif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 12.

Tabel 12. Rangkuman Hasil Validitas Instrumen Penilaian Afektif

Variabel Jumlah Item Kriteria

Valid Tidak Valid Tes Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan 30 30 -

Hasil uji validitas instrumen angket motivasi belajar yang dilakukan terangkum dalam Tabel 13.

Tabel 13. Rangkuman Hasil Validitas Instrumen Angket Motivasi Belajar

Variabel Jumlah Item Kriteria

Valid Tidak Valid Motivasi Belajar Kimia 40 40 -

b. Uji Reliabilitas

Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran tersebut dapat memberikan hasil yang instrumen tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali kepada subyek yang sama. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas digunakan rumus alpha (digunakan untuk mencari reliabilitas yang skornya bukan 1 dan 0); yaitu sebagai berikut:

11G = 2

21

1i

t

nn

ss

é ùé ù -ê úê ú-ë û ê úë û

å

Keterangan :

11G : reliabilitas instrumen

lxxvii

n : banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

iså : jumlah varians skor tiap-tiap item

2

ts : varians total keseluruhan item

Hasil perhitungan uji reliabilitas ini diinterpretasikan sebagai berikut: 0,80 < r11 ≤ 1,00 : Sangat Tinggi

0,60 < r11 ≤ 0,80 : Tinggi

0,40 < r11 ≤ 0,60 : Cukup

0,20 < r11 ≤ 0,40 : Rendah

0,00 < r11 ≤ 0,20 : Sangat Rendah

(Suharsimi Arikunto, 2002: 109)

Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian afektif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 14.

Tabel 14. Rangkuman Hasil Reliabilitas Instrumen Penilaian Afektif

Variabel Jumlah Item Reliabilitas Kriteria

Tes Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan 30 0,850 Sangat Tinggi

Hasil uji reliabilitas instrumen angket motivasi belajar yang dilakukan terangkum dalam Tabel 15.

Tabel 15. Rangkuman Hasil Reliabilitas Instrumen Angket Motivasi Belajar

Variabel Jumlah Item Reliabilitas Kriteria Motivasi Belajar Kimia 40 0,869 Sangat Tinggi

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tidak sama. Sebelum dilakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan pengujian keseimbangan terhadap nilai pretest yang bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan seimbang. Kemudian dilakukan uji prasyarat analisis dengan menggunakan uji normalitas, uji independensi, dan uji homogenitas.

lxxviii

1. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan bertujuan untuk mencari kesetaraan antar sampel dalam penelitian. Dalam penelitian ini untuk uji kesetimbangan menggunakan analisis variansi satu jalan dengan frekuensi sel sama, karena sampel yang akan diuji lebih dari dua sampel.

1) Model

Xij = m + j ija e+

Dengan:

Xij = data ke-i pada perlakuan ke-j;

m = rerata dari seluruh data (rerata besar);

ja = µj – µ = efek perlakuan ke-j pada variabel terikat;

ije = deviasi data Xij terhadap rataan populasinya (m ij) yang

berdistribusi normal dengan rataan 0

i = 1,2,3,....,nj j = 1,2,3,....,k

k = cacah populasi

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

2) Hipotesis

H0 : µ1= µ2= µ3…= µk, tidak ada perbedaan antara rata-rata pretest kelas STAD dilengkapi modul, STAD dilengkapi LKS dan kelas dengan metode ceramah

H1: µ1≠ µ2≠ µ3…≠ µk , ada perbedaan antara rata-rata pretest kelas STAD dilengkapi modul, STAD dilengkapi LKS dan kelas dengan metode ceramah

3) Komputasi

a) Besaran-besaran

( 1) 2G

N= ( 2 ) 2

,ij

i j

X=å ( 3) 2j

j j

T

n=å

b) Jumlah Kuadrat (JK)

lxxix

JKA = (3)-(1) JKG = (2)-(3)

JKT = (2)-(1)

c) Derajat Kebebasan (dk)

dkA = k-1

dkG = N-k

dkT = N-1

d) Rataan Kuadrat (RK)

RKA = JKA/dkA

RKG = JKG/dkG

4) Statistik Uji

Fobs = RKA/RKG

5) Daerah Kritik (DK)

DK = { F ½F > Fa; k-1; N-k}

6) Keputusan Uji

H0 ditolak jika F > Fa; k-1; N-k

7) Rangkuman Anava

Tabel 16. Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalan

Sumber JK dk RK Fobs Fa

Perlakuan

Galat (G)

JKA

JKG

k-1

N-k

RKA

RKG

RKA/RKG

F*

-

Total JKT N-1 - - -

(Budiyono, 2004: 196-198)

2. Uji Prasyarat Analisis

a. Uji Normalitas

Untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas dengan “uji Lilliefors”, yaitu :

lxxx

Lo = |F(zi) – S(zi)|

Dimana :

F(zi) : P(z<zi)

S(zi) :

Zi : skor standar

Lo : koefisien Lilliefors pengamatan

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

i. Menentukan hipotesis nol (H0)

H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 = sampel tdak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

ii. Menghitung rata-rata dan simpangan bakunya

n

i

_ å=C ( )1)-n(n

xi- xin S

222 å å=

iii. Menghitung nilai zi

S

X-xi Zi

_

÷øö

çèæ

=

iv. Mencari nilai zi pada daftar F

v. Menghitung S(zi), yaitu

vi. Menghitung selisih F(zi) – S(zi)

vii. Mencari nilai kritis yang dapat diperoleh pada kolom harga mutlak, kemudian

dibandingkan dengan tabel.

viii. Kriteria Pengujian adalah :

H0 ditolak jika Lobs ≥ Lα,v dan H0 diterima jika Lobs < Lα,v

(Sudjana, 2005: 466-469)

b. Uji Independensi.

Uji independensi digunakan untuk menguji apakah sampel penelitian berasal dari populasi–populasi yang saling independen dan masing-masing data amatan saling independen di dalam kelompoknya. Untuk mengetahui variabel

lxxxi

independen atau tidak digunakan “Uji Chi Kuadrat” dengan rumus :

Adapun langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan uji

Bartlett sebagai berikut :

1. Menentukan hipotesis

H0 : sampel berasal dari populasi yang saling independen.

H1: sampel tidak berasal dari populasi yang saling independen.

2. Menentukan taraf signifikansi.

3. Statistik Uji :

4. Komputasi :

Menghitung P(A) = peluang kejadian A pada baris ke-p P(B) = peluang kejadian B pada kolom ke-q Menghitung frekuensi harapan pada baris dan kolom = fh : nP(A)P(B)

5. Daerah Kritik :

DK =

Dengan v = (r-1) x (c-1) r = banyaknya baris; c = banyaknya kolom

6. Keputusan Uji

H0 ditolak jika χ2 ≥ χ2α;v

H0 diterima jika χ2 < χ2α;v

(Budiyono, 2004 : 173-174)

c. Uji Homogenitas.

Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang homogen. Untuk mengetahui homogenitas variansi digunakan “Uji Bartlett” dengan rumus :

( )2 2j j

2.203χ f log RKG - f logS

C= å

Adapun langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett sebagai berikut :

lxxxii

1. Menentukan hipotesis

2 2 2 21 2 3Ho ..... ks s s s= = = = (populasi populasi homogen)

1H = Tidak semua variansi sama (populasi populasi tidak homogen)

2. Statistik Uji :

( )2 2j j

2.203χ f log RKG - f logS

C= å

Dimana :

j

1 1 1C 1+

3(k-1) f jf

æ ö= -ç ÷ç ÷åè ø

j

j

SSRKG

f

å=

å

2

2j

( )SS - j

jj

XX

n

å= å

2iS

1j

j

SS

n=

- ; 1j jf n= -

K = banyaknya populasi

3. Daerah Kritik :

2 2, 1kac c -³

4. Keputusan Uji

H0 ditolak jika 2 2, 1kac c -³

H0 diterima jika

2 2, 1kac c -<

(Budiyono, 2004 : 176-177)

3. Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Adapun modelnya sebagai berikut:

a) Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama

1. Model

lxxxiii

Xijk = m + ijkijji )( e+ab+b+a

Dengan:

Xijk = data (nilai) ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j;

m = rerata dari seluruh data (rerata besar);

ia = µi – µ = efek baris ke-i pada variabel terikat;

jb = µj – µ = efek kolom ke-j pada variabel terikat;

(ab )ij = µij – (µ + αi + βj)

= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat;

ijke = deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya (m ij) yang berdistribusi normal

dengan rataan 0

i = 1,2,3;

1. Metode pembelajaran kooperatif STAD dilengkapi modul

2. Metode pembelajaran kooperatif STAD dilengkapi LKS

3. Metode pembelajaran dengan ceramah

j = 1,2,3;

1. Motivasi belajar tinggi

2. Motivasi belajar sedang

3. Motivasi belajar rendah

k =1,2,3…,n; n = banyaknya data amatan pada setiap sel

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

2. Hipotesis

H0A: ai = 0 untuk setiap i = 1, 2, 3;

H1A: paling sedikit ada satu ai yang tidak nol

H0B: bj = 0 untuk setiap j = 1, 2, 3;

H1B: paling sedikit ada satu bj yang tidak nol

H0AB: (ab)ij = 0 untuk setiap i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3;

H1AB: paling sedikit ada satu (ab)ij yang tidak nol

lxxxiv

3. Komputasi

a) Notasi-notasi

nij = ukuran sel ij ( sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)

= banyaknya data amatan pada sel i

= frekuensi sel ij

hn = rataan harmonik frekuensi seluruh sel

å=

ji ijn

pq

,

1

å=ji

ijnN,

= banyaknya seluruh data amatan

åå ÷

ø

öçè

æ

-=k ijk

kijk

ijkij n

X

XSS

2

2 = jumlah kuadrat deviasi dua amatan sel ij

=ijAB rataan pada sel ij

== åj

iji ABA jumlah rataan pada baris ke-i

å=i

ijj ABB = jumlah rataan pada kolom ke-j

å=ji

ijABG,

= jumlah rataan semua sel

b) Besaran-besaran

2

(1).

Gp q

= ,

(2) iji j

SS=å 2

(3) i

i

Aq

= å

2

(4) j

j

B

p=å

2(5) ij

i j

AB-

= å

c) Jumlah Kuadrat (JK)

JKA (jumlah kuadrat baris) = n h {(3)-(1)}

JKB (jumlah kuadrat kolom) = n h {(4)-(1)}

lxxxv

JKAB (jumlah kuadrat interaksi) = n h {(1)+(5)-(3)-(4)} JKG (jumlah kuadarat galat/error) = (2)

JKT (jumlah kuadrat total) = JKA + JKB + JKAB +JKG

d) Derajat Kebebasan (dk)

dkA (derajat kebebasan baris) = p-1

dkB (derajat kebebasan kolom) = q-1

dkAB (derajat kebebasan interaksi) = (p-1)(q-1)

dkG (derajat kebebasan galat/error) = N-p.q

dkT (derajat kebebasan total) = N-1

e) Rataan Kuadrat (RK)

RKA (rataan kuadrat baris) = JKA/dkA

RKB (rataan kuadrat kolom) = JKB/dkB

RKAB (rataan kuadrat interaksi) = JKAB/dkAB

RKG (rataan kebebasan galat) = JKG/dkG

3. Statistik Uji

FA (Statistik uji antar baris) = RKA/RKG

FB (Statistik uji antar kolom) = RKB/RKG

FAB (Statistik uji interaksi) = RKAB/RKG

2. Daerah Kritik (DK)

DKA = { FA ½FA ≥ Fa; p-1; N-pq}

DKB = { FB ½FB ≥ Fa; q-1; N-pq}

DKAB = { FAB ½FAB ≥ Fa; (p-1)(q-1); N-pq}

3. Keputusan Uji

H0A ditolak jika FA ≥ Fa; p-1; N-pq

H0B ditolak jika FB ≥ Fa; q-1; N-pq

H0AB ditolak jika FAB ≥ Fa;(p-i)( q-1); N-p

lxxxvi

4. Rangkuman Anava

Tabel 17. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama

Sumber JK dk RK Fobs Fa

Baris (A)

Kolom (B)

Interaksi (AB)

Galat (G)

JKA

JKB

JKAB

JKG

p-1

q-1

(p-1) (q-1)

N-pq

RKA

RKB

RKAB

RKG

Fa

Fb

Fab

-

F*

F*

F*

-

Total JKT N-1 - - -

(Budiyono, 2004: 228-233)

b) Uji Lanjut Anava (uji Scheffe)

Sebagai tindak lanjut dari analisis variansi dua jalan adalah menggunakan uji Scheffe untuk uji rerata. Tujuan dari uji Scheffe adalah untuk melakukan pelacakan terhadap perbedaan rerata setiap pasang kolom, baris, dan setiap pasang sel. Rumus metode Scheffe memiliki langkah-langkah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rataan yang ada. Jika terdapat k

perlakuan, maka ada ( 1)

2k k -

pasangan rataan. Merumuskan hipotesis yang

bersesuaian dengan komparasi tersebut.

2) Menentukan tingkat signifikansi α (pada umumnya α yang dipilih sama dengan uji

analisis variansinya).

3) Mencari statistik uji F dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:

a) Komparasi Rataan Antar Baris

( )2

. .

. .

. .

1 1i j

i j

Xi X jF

RKGn n

-

-=

æ ö+ç ÷ç ÷

è ø Dengan :

. .i jF - = nilai Fobs pada pembandingan baris ke-i dan baris ke-j

lxxxvii

.X i = rataan pada baris ke-i

.X j = rataan pada baris ke-j

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi

.in = ukuran sampel baris ke-i

. jn = ukuran sampel baris ke-j

Daerah kritik untuk uji itu adalah:

DK = { F ½F > (p-1) Fa; p-1; N-pq}

b) Komparasi Rataan Antar Kolom

( )

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

ji

ji

nnRKG

jXiXF

..

2

..11

..

Dengan daerah kritik:

DK = { F ½F > (q-1) Fa; q-1; N-pq}

c) Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama

( )2

1 1ij kj

ij kj

Xij XkjF

RKGn n

-

-=

æ ö+ç ÷ç ÷

è ø

Dengan :

ij kjF - = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj

Xij = rataan pada sel ij

Xkj = rataan pada sel kj

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi

ijn = ukuran sel ij

kjn = ukuran sel kj

Daerah kritik untuk uji itu adalah:

DK = { F ½F > (pq-1) Fa; pq-1; N-pq}

d) Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama

lxxxviii

( )2

1 1ij ik

ij ik

Xij XikF

RKGn n

-

-=

æ ö+ç ÷ç ÷

è ø

Dengan daerah kritik:

DK = { F ½F > (pq-1) Fa; pq-1; N-pq}

4) Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda,

5) Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang ada.

(Budiyono, 2004: 213-215)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Data dalam penelitian ini meliputi data skor kemampuan kognitif dan

afektif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan serta motivasi belajar kimia

siswa dari masing-masing kelompok sampel penelitian. Data diperoleh dari 123

siswa dari kelas 8A, 8B, dan 8C SMP Negeri 3 Suruh Tahun Pelajaran 2008/2009,

dengan perincian 41 siswa kelas 8C sebagai kelompok kelas STAD dilengkapi

modul, 41 siswa kelas 8B sebagai kelompok kelas STAD dilengkapi LKS dan 41

siswa kelas 8A sebagai kelompok kelas metode ceramah (kelas kontrol). Untuk

lebih jelasnya di bawah ini disajikan deskripsi data penelitian dari masing-masing

variabel.

1. Data Skor Motivasi Belajar siswa

Data skor motivasi belajar kimia siswa diperoleh dari metode angket.

Kemudian dari data tersebut dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu skor

yang lebih besar dari skor batas atas termasuk dalam kategori motivasi belajar

tinggi, skor diantara batas atas dan batas bawah ternasuk dalam kategori motivasi

lxxxix

belajar sedang dan skor yang lebih kecil dari skor batas bawah termasuk dalam

kategori motivasi belajar rendah. Pengelompokan ini didasarkan pada skor batas

atas dan batas bawah hasil angket motivasi belajar kimia siswa untuk ketiga kelas

tersebut. Dengan menggunakan kriteria tersebut dari 123 siswa yang terdiri dari

41 siswa kelas metode ceramah, 41 siswa kelas STAD yang dilengkapi modul,

dan 41 siswa kelas STAD yang dilengkapi LKS terdapat 22 siswa mempunyai

motivasi belajar tinggi, 81 siswa mempunyai motivasi belajar sedang, dan 20

siswa mempunyai motivasi belajar rendah. Secara rinci disajikan dalam Tabel 18

berikut:

Tabel 18. Jumlah Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi, Sedang, dan

Rendah

Motivasi Belajar

Kelas Eksperimen

Jumlah Kelas STAD

Modul

Kelas STAD

LKS

Kelas

Ceramah

Tinggi 7 7 8 22

Sedang 27 29 25 81

Rendah 7 5 8 20

Jumlah 41 41 41 123

Selanjutnya dari data skor motivasi belajar kimia siswa tersebut dapat

dibuat tabel distribusi frekuensi yang dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa Kelas STAD dilengkapi

Modul, Kelas STAD dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah

No Kelas Interval Nilai Tengah STAD Modul STAD LKS Ceramah

1

2

3

95 - 100

101 - 105

106 - 110

97

103

108

3

4

10

2

3

5

3

5

6

70

xc

4

5

6

7

8

111 - 115

116 - 120

121 - 125

126 - 130

131 - 135

113

118

123

128

133

8

6

4

4

2

11

8

5

5

2

8

7

6

3

3

Jumlah 41 41 41

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai data motivasi

belajar siswa kelas STAD dilengkapi modul, kelas STAD dilengkapi LKS, dan

kelas ceramah, maka dibuat histogram motivasi belajar siswa yang dapat dilihat

pada Gambar 6.

Gambar 6. Histogram Skor Motivasi Belajar Siswa Kelas STAD Dilengkapi

Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah

Dari data motivasi belajar siswa diketahui bahwa skor terendah pada kelas

STAD dilengkapi modul adalah 96 dan skor tertinggi adalah 133, untuk kelas

STAD dilengkapi LKS skor terendah adalah 95 dan skor tertinggi adalah 134,

xci

sedangkan untuk kelas ceramah skor terendah adalah 96 dan skor tertinggi adalah

135.

Dari histogram pada Gambar 6 terlihat bahwa pada kelas STAD

dilengkapi modul, frekuensi tertinggi adalah 10 pada rentang 106-110 yang

termasuk dalam kategori motivasi belajar sedang. Pada kelas STAD dilengkapi

LKS, frekuensi tertinggi adalah 11 pada rentang 111-115 yang termasuk dalam

kategori motivasi belajar sedang. Sedangkan pada kelas ceramah, frekuensi

tertinggi adalah 8 pada rentang 111-115 yang termasuk dalam kategori motivasi

belajar sedang.

2. Data Skor Tes Kemampuan Kognitif

Data mengenai skor tes kemampuan kognitif tercantum dalam Lampiran

24. Data kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan yang

dianalisis adalah data selisih nilai pretest dan postest. Untuk lebih memperjelas

gambaran dari masing-masing data, maka akan disajikan gambaran mengenai nilai

kognitif siswa sebagai berikut:

a. Rerata Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

Tabel 20. Rerata Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif

Makanan

Kelompok Siswa Rerata Selisih

Faktor Kategori

Metode Pembelajaran

STAD dilengkapi Modul 28,17

STAD dilengkapi LKS 21,76

Ceramah 17,24

Motivasi Belajar Siswa

Tinggi 26,41

Sedang 22,14

Rendah 18,50

xcii

b. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif

Makanan

1. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif

Makanan Menurut Metode Pembelajaran

Data siswa yang diajar menggunakan metode STAD yang dilengkapi

modul pada pokok bahasan zat aditif makanan diperoleh selisih nilai

kognitif tertinggi mencapai 40 sedangkan selisih nilai kognitif terendah

adalah 14. Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel

21.

Tabel 21. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

3

4

5

6

14 - 18

19 - 23

24 - 28

29 - 33

34 - 38

39 - 43

16

21

26

31

36

41

2

7

12

14

5

1

Jumlah 41

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data selisih

nilai kognitif siswa pada kelas dengan metode STAD yang dilengkapi

modul dapat dilihat dengan histogram pada Gambar 7.

xciii

Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD Dilengkapi

Modul

Selanjutnya untuk siswa yang dikenai pembelajaran dengan

menggunakan metode STAD yang dilengkapi LKS diperoleh selisih nilai

kognitif tertinggi mencapai 36 sedangkan selisih nilai kognitif terendah

adalah 10. Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi data tersebut dapat

dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi LKS

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

3

4

5

6

10 - 14

15 - 19

20 - 24

25 - 29

30 - 34

35- 39

12

17

22

27

32

37

7

8

12

7

6

1

Jumlah 41

xciv

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai

prestasi belajar kognitif siswa pada kelas dengan metode STAD yang

dilengkapi LKS dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD Dilengkapi

LKS

Kemudian untuk siswa yang dikenai pembelajaran dengan

menggunakan metode ceramah diperoleh selisih nilai kognitif tertinggi

mencapai 34, sedangkan selisih nilai kognitif terendah adalah 3. Untuk lebih

jelasnya distribusi frekuensi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan

Zat Aditif Makanan Kelas Ceramah

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

3

4

5

6

3 - 8

9 - 14

15 - 20

21 - 26

27 - 32

33 - 38

5,5

11,5

17,5

23,5

29,5

53,5

5

13

12

5

4

2

Jumlah 41

xcv

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai

prestasi belajar kognitif siswa pada kelas dengan metode ceramah dapat

dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Ceramah

Untuk dapat membandingkan selisih nilai prestasi belajar kognitif

pada pokok bahasan zat aditif makanan yang diperoleh siswa pada kelas

yang diajar dengan metode STAD dilengkapi Modul, STAD dilengkapi

LKS, dan kelas ceramah, maka ketiga data tersebut dapat dibuat sebuah

tabel distribusi frekuensi seperti pada Tabel 24.

Tabel 24. Perbandingan Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok

Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul,

Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah

No Kelas Interval Nilai Tengah STAD Modul STAD LKS Ceramah

1

2

3

4

5

6

3 - 7

8 - 12

13 - 17

18 - 22

23 - 27

28 - 32

5

10

15

20

25

30

0

0

2

4

16

10

0

3

12

6

12

3

5

5

14

6

6

3

xcvi

7

8

33 - 37

38 - 42

35

40

9

1

5

0

2

0

Jumlah 41 41 41

Gambaran yang lebih jelas tentang perbandingan selisih nilai

kognitif siswa antara kelas dengan metode STAD dilengkapi modul, STAD

dilengkapi LKS, dan kelas ceramah dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD

Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas

Ceramah

2. Distribusi Frekuensi Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif

Makanan Menurut Motivasi Belajar Siswa

Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa dilihat dari motivasi

belajar siswa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok siswa dengan

motivasi belajar tinggi, kelompok siswa dengan motivasi belajar sedang,

dan kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah. Pada kelompok siswa

dengan motivasi belajar tinggi, rentang selisih nilai kognitifnya 17 sampai

34. Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel 25.

xcvii

Tabel 25. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Tinggi Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

3

4

5

17 - 20

21 - 24

25 - 28

29 - 32

33 - 36

18,5

22,5

26,5

30,5

34,5

6

3

3

6

4

Jumlah 22

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data selisih

nilai kognitif siswa pada kelompok motivasi belajar tinggi dapat dilihat pada

Gambar 11.

Gambar 11. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Tinggi.

Selanjutnya untuk kelompok siswa dengan motivasi belajar sedang

selisih nilai kognitifnya memiliki rentang antara 3 sampai 37. Distribusi

frekuensi data selisih nilai kognitif siswa pada motivasi belajar sedang dapat

dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Sedang Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

xcviii

1

2

3

4

5

6

7

3 - 7

8 - 12

13 - 17

18 - 22

23 - 27

28 - 32

33 – 37

5

10

15

20

25

30

35

4

5

21

6

25

11

9

Jumlah 81

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data selisih

nilai kognitif siswa pada kelompok motivasi belajar sedang dapat dilihat

pada Gambar 12.

Gambar 12. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Sedang.

Kemudian pada kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah

selisih nilai kognitifnya memiliki rentang antara 6 sampai 40. Distribusi

frekuensi data selisih nilai kognitif siswa pada motivasi belajar sedang dapat

dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Rendah Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

xcix

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

3

4

5

6 - 12

13 - 19

20 - 26

27 - 33

34 - 40

9

16

23

30

37

5

5

7

2

1

Jumlah 20

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data selisih

nilai kognitif siswa pada kelompok motivasi belajar rendah dapat dilihat

pada Gambar 13.

Gambar 13. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok

Motivasi Belajar Rendah.

Agar dapat membandingkan selisih nilai kognitif siswa pada

kelompok motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah maka ketiga data

tersebut dapat dijadikan satu seperti dalam Tabel 28.

Tabel 28. Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa

Jika Dilihat dari Motivasi Belajar Siswa

No Kelas Interval Nilai Tengah Tinggi Sedang Rendah

c

1

2

3

4

5

6

7

8

3 - 7

8 - 12

13- 17

18 - 22

23 - 27

28 - 32

33 - 37

38 - 42

5

10

15

20

25

30

35

40

0

0

1

0

6

6

4

0

4

5

21

6

25

11

9

0

2

3

5

5

2

1

1

1

Jumlah 22 81 20

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perbandingan

selisih nilai kognitif siswa dilihat dari motivasi belajarnya dapat dilihat pada

Gambar 14.

Gambar 14. Histogram Perbandingan Selisih Nilai Kognitif Siswa Dilihat

dari Motivasi Belajar.

3. Data Skor Kemampuan Afektif

Data mengenai skor tes kemampuan afektif tercantum dalam Lampiran 24.

Data kemampuan afektif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan diperoleh

dari skor angket afektif. Untuk lebih memperjelas gambaran dari masing-masing

data, maka akan disajikan gambaran mengenai nilai afektif siswa sebagai berikut:

ci

a. Rerata Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

Tabel 29. Rerata Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

Kelompok Siswa Rerata

Faktor Kategori

Metode Pembelajaran

STAD dilengkapi Modul 87,54

STAD dilengkapi LKS 87,68

Ceramah 86,37

Motivasi Belajar Siswa

Tinggi 93,36

Sedang 88,16

Rendah 77,00

b. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

1. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif

Makanan Menurut Metode Pembelajaran

Data siswa yang diajar menggunakan metode STAD yang dilengkapi

modul pada pokok bahasan zat aditif makanan diperoleh nilai afektif

tertinggi mencapai 102 sedangkan nilai afektif terendah adalah 73. Untuk

lebih jelasnya distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat

Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

73 - 77

78 - 82

75

80

2

6

cii

3

4

5

6

83 - 87

88 - 92

93 - 97

98 - 102

85

90

95

100

18

6

5

4

Jumlah 41

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai

afektif siswa pada kelas dengan metode STAD yang dilengkapi modul dapat

dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas STAD Dilengkapi Modul.

Selanjutnya untuk siswa yang dikenai pembelajaran dengan

menggunakan metode STAD yang dilengkapi LKS diperoleh nilai afektif

tertinggi mencapai 106 sedangkan nilai afektif terendah adalah 64. Untuk

lebih jelasnya distribusi frekuensi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat

Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi LKS

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

64 - 71

72 - 79

67,5

75,5

3

3

ciii

3

4

5

6

80 - 87

88 - 95

96 - 103

104 - 111

83,5

91,5

99,5

107,5

15

12

6

2

Jumlah 41

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai

afektif siswa pada kelas dengan metode STAD yang dilengkapi LKS dapat

dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas STAD Dilengkapi LKS.

Kemudian untuk siswa yang dikenai pembelajaran dengan

menggunakan metode ceramah diperoleh nilai afektif tertinggi mencapai 99,

sedangkan nilai afektif terendah adalah 67. Untuk lebih jelasnya distribusi

frekuensi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat

Aditif Makanan Kelas Ceramah

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

67 - 72

73 - 78

69,5

75,5

4

4

civ

3

4

5

6

79 - 84

85 - 90

91 - 96

97 - 102

81,5

87,5

93,5

99,5

4

17

7

5

Jumlah 41

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai

afektif siswa pada kelas yang diajar dengan metode ceramah dapat dilihat

pada Gambar 17.

Gambar 17. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas Ceramah

Untuk dapat lebih membandingkan nilai prestasi belajar afektif pada

pokok bahasan zat aditif makanan yang diperoleh siswa pada kelas yang

diajar dengan metode STAD dilengkapi Modul, STAD dilengkapi LKS, dan

kelas ceramah, maka ketiga data tersebut dapat dijadikan satu dalam sebuah

data distribusi frekuensi seperti pada Tabel 33.

Tabel 33. Perbandingan Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat

Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul, Kelas STAD

Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah

No Kelas Interval Nilai Tengah STAD Modul STAD LKS Ceramah

cv

1

2

3

4

5

6

7

8

64 - 69

70 - 75

76 - 81

82 - 87

88 - 93

94 - 99

100 - 105

106 - 111

66,5

72,5

79,5

85,5

90,5

96,5

102,5

108,5

0

2

6

17

7

6

3

0

2

1

4

14

9

7

3

1

2

4

4

9

14

8

0

0

Jumlah 41 41 41

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perbandingan

nilai afektif siswa antara kelas dengan metode STAD dilengkapi modul,

STAD dilengkapi LKS, dan kelas ceramah dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Kelas STAD

Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas

Ceramah

2. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif

Makanan Menurut Motivasi Belajar Siswa

cvi

Distribusi frekuensi nilai afektif siswa dilihat dari motivasi belajar

siswa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok siswa dengan motivasi

belajar tinggi, sedang, dan rendah. Pada kelompok siswa dengan motivasi

belajar tinggi, rentang nilai afektifnya 86 sampai 102. Untuk lebih jelasnya

distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi

Belajar Tinggi Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

3

4

5

6

86 – 88

89 – 91

92 – 94

95 – 97

98 – 100

101 – 103

87

90

93

96

99

102

4

6

3

2

5

2

Jumlah 22

Gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai afektif siswa pada

kelompok motivasi belajar tinggi dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar

Tinggi.

cvii

Selanjutnya untuk kelompok siswa dengan motivasi belajar sedang

nilai afektifnya memiliki rentang antara 70 sampai 106. Distribusi frekuensi

data nilai afektif siswa pada motivasi belajar sedang dapat dilihat pada

Tabel 35.

Tabel 35. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi

Belajar Sedang Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

3

4

5

6

7

8

70 – 74

75 – 79

80 – 84

85 – 89

90 – 94

95 – 99

100 – 104

105 – 109

72

77

82

87

92

97

102

107

2

4

19

28

13

11

2

2

Jumlah 81

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai

afektif siswa pada kelompok motivasi belajar sedang dapat dilihat pada

Gambar 20.

cviii

Gambar 20. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar

Sedang

Kemudian pada kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah nilai

afektifnya memiliki rentang antara 64 sampai 91. Distribusi frekuensi data

nilai afektif siswa pada motivasi belajar sedang dapat dilihat pada Tabel 36.

Tabel 36. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi

Belajar Rendah Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan

No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi

1

2

3

4

5

6

64 – 68

69 – 73

74 – 78

79 – 83

84 – 88

89 – 93

66

71

76

81

86

91

3

4

6

4

2

2

Jumlah 20

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai

afektif siswa pada kelompok motivasi belajar rendah dapat dilihat pada

Gambar 21.

cix

Gambar 21. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar

Rendah

Agar dapat membandingkan nilai afektif siswa pada kelompok

motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah maka ketiga data tersebut dapat

dibuat tabel perbandingan seperti dalam Tabel 37.

Tabel 37. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Jika

Dilihat dari Motivasi Belajar Siswa

No Kelas Interval Nilai Tengah Tinggi Sedang Rendah

1

2

3

4

5

6

7

8

64 – 69

70 – 75

76 – 81

82 – 87

88 – 93

94 – 99

100 – 105

106 – 111

66,5

72,5

78,5

84,5

90,5

96,5

102,5

108,5

0

0

0

2

11

6

3

0

0

2

9

30

22

14

3

1

4

5

5

4

2

0

0

0

Jumlah 22 81 20

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perbandingan

nilai afektif siswa jika dilihat dari motivasi belajarnya dapat dilihat pada

Gambar 22.

cx

Gambar 22. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Dilihat dari

Motivasi Belajar

B. Pengujian Prasyarat Analisis

Teknik uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama dengan desain faktorial 3 x 3.

Prasyarat yang harus dipenuhi untuk menggunakan anava tersebut adalah populasi

harus seimbang, normal, independen, dan homogen yang dapat diketahui dengan

melakukan uji prasyarat yang terdiri dari uji keseimbangan yang menggunakan

analisis variansi satu jalan dengan frekuensi sel sama, uji normalitas dengan

menggunakan uji Lilliefors, uji independen menggunakan uji Chi Kuadrat, dan uji

homogenitas dengan teknik uji Bartlett. Hasil uji prasyarat ini adalah:

1. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan digunakan untuk mengetahui kemampuan awal yang

sama antara kelas STAD yang dilengkapi modul, kelas STAD yang dilengkapi

LKS, dan kelas ceramah. Dengan menggunakan analisis variansi satu jalan

terhadap nilai pretest pada materi zat aditif makanan. Adapun hasil komputasinya

dapat dilihat pada Lampiran 25.

Tabel 38. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Satu Jalan Nilai Pretest Sumber JK Dk RK Fobs Fa Kesimpulan

cxi

Metode Mengajar (A) 141,512 2 70,756 1,326 3,07 H0A Diterima

Galat (G) 6403,805 120 53,365 - - -

Total 6545,317 122 - - - -

Dari perhitungan didapatkan harga Fobs = 1,326, sedangkan Ftabel = 3,07

berarti Fobs = 1,326ÏDK atau berada diluar daerah kritik sehingga H0 diterima.

Kesimpulannya adalah nilai rata-rata pretest kelas STAD dilengkapi modul, kelas

STAD dilengkapi LKS, dan kelas ceramah adalah sama. Dengan mengasumsikan

nilai pretest materi zat aditif makanan sebagai kemampuan awal, maka ketiga

kelas mempunyai kemampuan awal yang sama.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi

yang berdistribusi normal atau tidak. Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

melakukan analisis variansi adalah distribusi populasinya harus normal. Uji

normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode Lilliefors.

Hasil uji normalitas dengan tingkat signifikansi 0,05 terangkum dalam

tabel sebagai berikut:

Tabel 39. Rangkuman Uji Normalitas Sampel dengan Uji Lilliefors

Kelompok L0 Ltabel Kesimpulan

STAD dilengkapi Modul

Pretest 0,0869 0,1384 Normal

Postest 0,1139 0,1384 Normal

Kognitif 0,1306 0,1384 Normal

Afektif 0,1301 0,1384 Normal

Motivasi 0,1019 0,1384 Normal

STAD dilengkapi LKS

Pretest 0,1241 0,1384 Normal

Postest 0,1239 0,1384 Normal

Kognitif 0,1145 0,1384 Normal

cxii

Afektif 0,0819 0,1384 Normal

Motivasi 0,0705 0,1384 Normal

Metode Ceramah

Pretest 0,1166 0,1384 Normal

Postest 0,1026 0,1384 Normal

Kognitif 0,1234 0,1384 Normal

Afektif 0,1363 0,1384 Normal

Motivasi 0,0572 0,1384 Normal

Prestasi Kognitif

Motivasi Tinggi 0,1652 0,1840 Normal

Motivasi Sedang 0,0961 0,0984 Normal

Motivasi Rendah 0,1786 0,1900 Normal

Prestasi Afektif

Motivasi Tinggi 0,1389 0,1840 Normal

Motivasi Sedang 0,0882 0,0984 Normal

Motivasi Rendah 0,0983 0,1900 Normal

Dari tabel diatas tampak bahwa harga L0<Ltabel, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. Data selengkapnya mengenai uji normalitas dapat dilihat

pada Lampiran 26.

3. Uji Independensi

Uji independensi bertujuan agar perlakuan yang diberikan kepada

masing-masing sampel independen antara satu dengan yang lainnya dan masing-

masing data amatan harus saling independen di dalam kelompoknya.

Independensi suatu populasi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi

untuk melakukan analisis variansi.

Hasil uji independensi untuk prestasi belajar kognitif diperoleh:

χ2obs = 2,781 dengan χ2

0,05;4 = 9,488

Karena harga χ2obs < χ2

0,05;4 atau berada di luar daerah kritik, maka H0

diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok data prestasi belajar

kognitif kelas STAD dilengkapi modul, kelas STAD dilengkapi LKS, dan kelas

ceramah saling independen.

cxiii

Hasil uji independensi untuk prestasi belajar afektif diperoleh:

χ2obs = 0,526 dengan χ2

0,05;4 = 9,488

Karena harga χ2obs < χ2

0,05;4 atau berada di luar daerah kritik, maka H0

diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok data prestasi belajar

afektif kelas STAD dilengkapi modul, kelas STAD dilengkapi LKS, dan kelas

ceramah saling independen. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27.

4. Uji Homogenitas

Syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis variansi adalah

varians populasi harus homogen. Untuk menguji homogenitas pada penelitian ini

menggunakan metode Bartlett. Hasil uji homogenitas terangkum dalam Tabel 38.

Tabel 40. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas

No Sumber χ2obs χ2

tabel Kesimpulan

1 Pretest 5,3295 5,991 Homogen 2 Postest 3,5265 5,991 Homogen 3 Prestasi Kognitif 3,8588 5,991 Homogen 4 Prestasi Afektif 2,1153 5,991 Homogen 5 Motivasi Belajar 0,1630 5,991 Homogen 6 Kognitif Berdasarkan Motivasi Belajar 5,2321 5,991 Homogen 7 Afektif Berdasarkan Motivasi Belajar 3,4189 5,991 Homogen

Tampak bahwa nilai statistik uji χ2obs tidak melampaui harga kritiknya

χ2tabel yaitu 5,991. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel pada

penelitian ini berasal dari populasi yang homogen. Perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 29.

C. Hasil Pengujian Hipotesis

1. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan dengan Frekuensi Sel Tak Sama

Setelah prasyarat analisis dipenuhi, maka diteruskan dengan pengujian

hipotesis penelitian. Penyajian hipotesis dilakukan dengan analisis variansi dua

cxiv

jalan dengan frekuensi sel tak sama. Perhitungan secara lengkap disajikan pada

Lampiran 30.

a. Hasil Analisis Variansi Selisih Nilai Prestasi Kognitif

Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terhadap selisih nilai

prestasi belajar kognitif materi zat aditif makanan ditinjau dari variabel-variabel

metode pengajaran dan motivasi belajar kimia siswa dirangkum dalam Tabel 41

dan Tabel 42.

Tabel 41. Rataan dan Jumlah Rataan Selisih Nilai Prestasi Kognitif.

Motivasi Tinggi Sedang Rendah Total

STAD Modul 29,0000 28,0000 26,5714 83,5714 (A1)

STAD LKS 24,2857 21,8966 17,4000 63,5823 (A2)

Ceramah 26,0000 16,0800 12,1250 54,2050 (A3)

Total 79,2857 (B1) 65,9766 (B2) 56,0964 (B3) 201,3587 (G)

Tabel 42. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Selisih Nilai Prestasi Kognitif.

Sumber JK dk RK Fobs Fα Keputusan

Metode (A) 1363,3965 2 681,6982 15,1555 3,08 H0A Ditolak

Motivasi (B) 820,6250 2 410,3125 9,1221 3,08 H0B Ditolak

Interaksi (AB) 357,5784 4 89,3946 1,9874 2,47 H0AB Diterima

Galat 5127,7475 114 44,9802

Total 7669,3474 122

b. Hasil Analisis Variansi Nilai Prestasi Afektif

Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terhadap prestasi

belajar afektif materi zat aditif makanan ditinjau dari variabel-variabel metode

pengajaran dan motivasi belajar kimia siswa dirangkum dalam Tabel 43 dan Tabel

44.

Tabel 43. Rataan dan Jumlah Rataan Nilai Prestasi Afektif.

Motivasi Tinggi Sedang Rendah Total

STAD Modul 95,2857 87,1481 81,2857 263,7196 (A1)

STAD LKS 93,2857 89,1379 71,4000 253,8236 (A2)

cxv

Ceramah 91,7500 87,8800 76,7500 256,3800 (A3)

Total 280,3214 (B1) 264,1661 (B2) 229,4357 (B3) 773,9232 (G)

Tabel 44. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Nilai

Afektif.

Sumber JK dk RK Fobs Fα Keputusan

Metode (A) 159,9184 2 79,9592 1,8180 3,08 H0A Diterima

Motivasi (B) 4097,1472 2 2048,5736 46,5772 3,08 H0B Ditolak

Interaksi (AB) 360,8199 4 90,2050 2,0509 2,47 H0AB Diterima

Galat 5013,9814 114 43,9823

Total 9631,8669 122

2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Setelah dilakukan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama

terhadap prestasi belajar siswa pada materi zat aditif makanan dan diperoleh hasil

seperti yang tercantum diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut ini :

a. Pengujian Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama menyatakan bahwa ada perbedaan pengaruh

penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD yang

dilengkapi LKS, dan ceramah terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan

zat aditif makanan. Hipotesis tersebut diuji dengan analisis variansi dua jalan

dengan sel tak sama. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fobs = 15,1555 untuk

selisih nilai prestasi belajar kognitif dan Fobs = 1,8180 untuk nilai prestasi belajar

afektif. Harga Ftabel = 3,07 dengan N = 123 pada taraf signifikasi 5%, karena Fobs >

Ftabel, maka untuk prestasi kognitif H0A ditolak dan H1A diterima, sedangkan untuk

prestasi afektif H0A diterima dan H1A ditolak, karena Fobs < Ftabel. Hal ini berarti

ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD dilengkapi

modul, STAD dilengkapi LKS, dan ceramah terhadap prestasi belajar siswa pada

pokok bahasan zat aditif makanan untuk prestasi belajar kognitif. Sedangkan

untuk prestasi belajar afektif tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan metode

cxvi

pembelajaran STAD dilengkapi modul, STAD dilengkapi LKS, dan ceramah

terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.

b. Pengujian Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua menyatakan bahwa ada pengaruh motivasi belajar

siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada

pokok bahasan zat aditif makanan. Hipotesis tersebut diuji dengan analisis

variansi dua jalan dengan sel tak sama. Dari hasil analisis data diperoleh harga

Fobs = 9,1221 untuk selisih nilai prestasi belajar kognitif dan Fobs = 46,5772 untuk

nilai prestasi belajar afektif. Harga Ftabel = 3,07 dengan N = 123 pada taraf

signifikasi 5%, karena Fobs > Ftabel, maka baik untuk prestasi belajar kognitif

maupun prestasi belajar afektif H0A ditolak dan H1A diterima. Hal ini berarti ada

pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap

prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.

c. Pengujian Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga menyatakan ada interaksi antara penggunaan metode

pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS, dan

ceramah dengan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar pada pokok

bahasan zat aditif makanan. Hipotesis tersebut diuji dengan analisis variansi dua

jalan dengan sel tak sama. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fobs = 1,9874

untuk prestasi belajar kognitif dan Fobs = 2,0509 untuk prestasi belajar afektif.

Nilainya di bawah harga Ftabel = 2,45 dengan N = 123 pada taraf signifikasi 5%,

dengan demikian Fobs < Ftabel sehingga baik untuk prestasi belajar kognitif maupun

prestasi belajar afektif H0AB diterima dan H1AB ditolak. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran STAD yang

dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS, dan ceramah dengan motivasi

belajar siswa terhadap prestasi belajar pada pokok bahasan zat aditif makanan.

3. Hasil Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi

Analisis variansi mempunyai kelemahan yaitu apabila H0 ditolak, peneliti

hanya mengetahui bahwa perlakuan-perlakuan yang diteliti memberikan pengaruh

cxvii

yang berbeda. Namun, peneliti belum bisa mengetahui manakah perlakuan-

perlakukan itu secara signifikan berbeda dengan yang lainnya. Oleh karena itu,

untuk mengetahui perlakuan manakah yang memiliki perbedaan yang signifikan,

perlu dilakukan uji lanjut pasca anava yaitu dengan menggunakan Uji Scheffe.

a. Hasil Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi Selisih Nilai Prestasi Kognitif

Berdasarkan hasil analisis variansi untuk prestasi belajar kognitif dapat

diketahui bahwa H0A ditolak, H0B ditolak dan H0AB diterima yang berarti tidak ada

interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi belajar siswa. Oleh karena

itu Uji Scheffe hanya dilakukan untuk Komparasi Ganda Antar Baris dan

Komparasi Ganda Antar Kolom. Perhitungan Uji Scheffe selengkapnya terdapat

dalam Lampiran 31.

Rangkuman hasil uji lanjut pasca analisis variansi prestasi belajar

kognitif dengan Uji Scheffe disajikan dalam Tabel 45 dan Tabel 46.

Tabel 45. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Baris Selisih Nilai Prestasi Kognitif.

Komparasi (Xi-Xj)2 1/ni + 1/nj RKG F Kritik Keputusan

m1 vs m2 399,5641 0,0488 44,9802 182,1038 6,16 Ditolak

m1 vs m3 862,3854 0,0488 44,9802 393,0374 6,16 Ditolak

m2 vs m3 87,9338 0,0488 44,9802 40,0763 6,16 Ditolak

Keterangan :

m1 = Kelas STAD dilengkapi Modul

m2 = Kelas STAD dilengkapi LKS

m3 = Kelas Ceramah

Dari Tabel dapat disimpulkan :

1. Prestasi belajar siswa kelas STAD yang dilengkapi modul dan kelas STAD

yang dilengkapi LKS menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

2. Prestasi belajar siswa kelas STAD yang dilengkapi modul dan kelas

ceramah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

cxviii

3. Prestasi belajar siswa kelas STAD yang dilengkapi LKS dan kelas

ceramah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

Tabel 46. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom Selisih Nilai Prestasi Kognitif.

Komparasi (Xi-Xj)2 1/ni + 1/nj RKG F Kritik Keputusan

m1 vs m2 177,1321 0,0578 44,9802 68,1313 6,16 Ditolak

m1 vs m3 537,7436 0,0955 44,9802 125,2441 6,16 Ditolak

m2 vs m3 97,6184 0,0623 44,9802 34,8100 6,16 Ditolak

Keterangan :

m1 = Motivasi Belajar Tinggi

m2 = Motivasi Belajar Sedang

m3 = Motivasi Belajar rendah

Dari Tabel dapat disimpulkan :

1. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar tinggi dan kelompok

motivasi belajar sedang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

2. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar tinggi dan kelompok

motivasi rendah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

3. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar sedang dan kelompok

motivasi belajar rendah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan

b. Hasil Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi Prestasi Afektif

Berdasarkan hasil analisis variansi untuk prestasi belajar afektif dapat

diketahui bahwa H0A diterima, H0B ditolak dan H0AB diterima yang berarti tidak

ada interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi belajar siswa. Oleh

karena itu Uji Scheffe hanya dilakukan untuk Komparasi Ganda Antar Kolom

saja. Rangkuman hasil uji lanjut pasca analisis variansi prestasi belajar afektif

dengan Uji Scheffe disajikan dalam Tabel 47.

Tabel 47. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom Nilai Prestasi Afektif.

Komparasi (Xi-Xj)2 1/ni + 1/nj RKG F Kritik Keputusan

cxix

m1 vs m2 260,9969 0,0578 43,9823 102,6663 6,16 Ditolak

m1 vs m3 2589,3545 0,0955 43,9823 616,7611 6,16 Ditolak

m2 vs m3 1206,1937 0,0623 43,9823 439,8785 6,16 Ditolak

Keterangan :

m1 = Motivasi Belajar Tinggi

m2 = Motivasi Belajar Sedang

m3 = Motivasi Belajar rendah

Dari Tabel dapat disimpulkan :

1. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar tinggi dan kelompok

motivasi belajar sedang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

2. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar tinggi dan kelompok

motivasi rendah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

3. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar sedang dan kelompok

motivasi belajar rendah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan

Berdasarkan hasil analisis variansi dan uji lanjut setelah analisis variansi,

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai rataan marginal yang diperoleh menunjukkan bahwa rataan untuk kelas

STAD yang dilengkapi modul lebih tinggi dibandingkan kelas STAD yang

dilengkapi LKS maupun kelas ceramah dan rataan untuk kelas STAD yang

dilengkapi LKS lebih tinggi dari kelas ceramah. Sehingga dapat dikatakan

bahwa prestasi belajar kognitif kelas STAD yang dilengkapi modul lebih baik

dibandingkan prestasi belajar kognitif kelas STAD yang dilengkapi LKS

maupun kelas ceramah dan prestasi belajar kognitif kelas STAD yang

dilengkapi LKS lebih baik daripada prestasi belajar kognitif kelas ceramah

baik secara umum maupun jika ditinjau dari motivasi belajar siswa.

2. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar

kognitif dan afektif yang secara signifikan lebih baik daripada siswa yang

memiliki motivasi belajar sedang maupun rendah. Siswa yang memiliki

motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar kognitif dan afektif yang

lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah baik secara

umum maupun jika ditinjau dari metode pembelajarannya.

cxx

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh

penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang

dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa. (2) Pengaruh motivasi belajar

kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. (3) Interaksi

antara penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan

STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar

siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas 8C sebagai

kelas dengan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, kelas 8B

sebagai kelas dengan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi LKS, dan

kelas 8A sebagai kelas dengan metode ceramah (kelas kontrol).

1. Hipotesis Pertama

Pada hipotesis pertama, didapatkan kesimpulan bahwa ada perbedaan

pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD

yang dilengkapi LKS, dan ceramah terhadap prestasi belajar siswa pada pokok

bahasan zat aditif makanan untuk prestasi belajar kognitif. Sedangkan untuk

prestasi belajar afektif tidak ada.

Dari hasil uji lanjut Anava untuk prestasi belajar kognitif pada uji

komparasi ganda dengan metode Scheffe dapat disimpulkan bahwa pengaruh

metode pembelajaran memberikan perbedaan yang signifikan terhadap prestasi

belajar siswa. Berdasarkan diskripsi data dapat diketahui :

a) Rerata prestasi belajar kognitif untuk siswa yang diajar dengan metode STAD

dilengkapi modul, STAD dilengkapi LKS, dan metode ceramah berturut-turut

sebesar 28,17; 21,76; dan 17,24.

b) Selisih rerata prestasi belajar kognitif antara siswa yang diajar dengan metode

STAD dilengkapi modul dan metode ceramah sebesar 10,93.

c) Selisih rerata prestasi belajar kognitif antara siswa yang diajar dengan metode

STAD dilengkapi LKS dan metode ceramah sebesar 4,52.

cxxi

Hal ini menunjukkan bahwa pada pokok bahasan zat aditif makanan

siswa yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi modul prestasi belajar

kognitifnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode

STAD yang dilengkapi LKS maupun dengan metode ceramah. Sedangkan siswa

yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi LKS prestasi belajar

kognitifnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode

ceramah.

Sedangkan dengan melihat diskripsi data untuk prestasi belajar afektif,

nilai rerata untuk pembelajaran dengan metode STAD yang dilengkapi modul,

STAD yang dilengkapi LKS, dan metode ceramah berturut turut sebesar 87,54;

87,68; dan 86,37. Hal ini menunjukkan bahwa pada pokok bahasan zat aditif

makanan siswa yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi modul, STAD

yang dilengkapi LKS maupun dengan metode ceramah memberikan efek yang

sama terhadap prestasi belajar afektifnya.

Siswa yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi modul prestasi

belajar kognitifnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan

metode STAD yang dilengkapi LKS maupun dengan metode ceramah. Hal ini

karena pembelajaran dengan metode STAD dilengkapi modul akan memberikan

kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara masing-masing karena setiap

siswa akan menggunakan cara yang berbeda untuk memecahkan masalah tertentu

berdasarkan latar belakang dan kebiasaan masing-masing. Dengan sistem modul,

siswa yang mengikuti pembelajaran kimia lebih banyak mendapat kesempatan

untuk belajar kimia secara mandiri maupun diskusi dalam kelompok, membaca

uraian, dan petunjuk dari lembar kegiatan, menjawab pertanyaan-pertanyaan, serta

melaksanakan tugas-tugas yang harus diselesaikan.

Sedangkan pembelajaran menggunakan metode STAD dilengkapi LKS,

siswa dituntut untuk berperan aktif dalam mengerjakan soal-soal dan latihan yang

terdapat dalam lembar kerja secara berkesinambungan baik individu maupun

dalam kelompok sehingga diharapkan pemahaman pelajaran kimia pada pokok

bahasan zat aditif makananan dapat menjadi lebih meningkat, tetapi kelemahan

penggunaan LKS dalam kelompok adalah hanya beberapa siswa yang aktif

cxxii

mengerjakan soal-soal dan latihan dalam LKS sedangkan siswa yang lain

cenderung hanya menyalin jawaban, sehingga akan berpengaruh pada pancapaian

pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tersebut. Hal ini menyebabkan

metode STAD yang dilengkapi LKS menghasilkan rerata prestasi belajar kognitif

yang lebih rendah dibandingkan dengan metode STAD yang dilengkapi dengan

modul.

Selain keunggulan metode STAD dilengkapi modul terhadap metode

STAD dilengkapi LKS, kedua metode pembelajaran tersebut juga menghasilkan

prestasi belajar kognitif yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode

ceramah. Dalam pembelajaran menggunakan metode ceramah, proses mental

yang terjadi adalah siswa hanya menganalisis data yang diberikan oleh guru,

proses pembelajarannya lebih bersifat teacher centered. Keterbatasan lainnya

adalah dalam ceramah guru sering melantur keluar pokok bahasan, sehingga

menyebabkan materi tidak terfokus. Ketidakfokusan terhadap materi juga

diakibatkan oleh rasa bosan siswa dalam mendengarkan ceramah guru, sehingga

siswa menjadi melamun dan tidak konsentrasi terhadap pelajaran.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diyakini bahwa pembelajaran

kimia pokok bahasan zat aditif makanan menggunakan metode STAD yang

dilengkapi modul dapat menghasilkan prestasi belajar kognitif yang lebih baik

dibandingkan metode STAD yang dilengkapi LKS maupun metode ceramah,

namun memiliki pengaruh yang sama pada prestasi belajar afektifnya.

2. Hipotesis Kedua

Pada hipotesis kedua, didapatkan kesimpulan bahwa ada pengaruh

motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi

belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan baik untuk prestasi belajar

kognitif maupun afektif.

Dari hasil uji lanjut Anava untuk prestasi belajar kognitif dan afektif

pada uji komparasi ganda dengan metode Scheffe dapat disimpulkan bahwa

motivasi belajar memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi belajar siswa.

cxxiii

Melihat deskripsi data, siswa dengan motivasi belajar tinggi memiliki

rerata prestasi belajar kognitif sebesar 26,41 dan prestasi belajar afektif sebesar

93,36. Siswa dengan motivasi belajar sedang memiliki rerata prestasi belajar

kognitif sebesar 22,14 dan prestasi belajar afektif sebesar 88,16. Sedangkan siswa

dengan motivasi belajar rendah memiliki rerata prestasi belajar kognitif sebesar

18,50 dan prestasi belajar afektif sebesar 77,00.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pada pokok bahasan zat aditif

makanan, siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi

belajar kognitif dan afektif yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang

memiliki motivasi belajar sedang maupun rendah dan siswa yang mempunyai

motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar kognitif dan afektif yang

lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah,

baik bagi siswa yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi modul, STAD

yang dilengkapi LKS maupun siswa yang diajar dengan metode ceramah.

Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah

atau semangat belajar, sehingga siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi

mempunyai energi lebih banyak untuk belajar dibandingkan dengan siswa yang

memiliki motivasi belajar rendah. Menurut Hamzah B. Uno (2008: 28) seorang

anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya

dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil baik. Sebaliknya,

apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia

tidak tahan lama belajar.

Seseorang yang mempunyai motivasi belajar tinggi memiliki rasa ingin

tahu yang besar, dapat berpikir kreatif, ingin selalu berperan, tidak mudah putus

asa, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dan mempunyai keinginan untuk

memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi. Selain itu mereka juga akan

bertanya jika yang disampaikan guru kurang jelas atau mereka akan membaca

sendiri pada buku referensi yang ada dan pada akhirnya mereka akan lebih paham

mengenai materi maupun konsep-konsep yang disampaikan guru.

Sedangkan siswa yang motivasi belajarnya rendah maka akan kurang

bersemangat dalam melakukan kegiatan belajar, bersikap masa bodoh, merasa

cxxiv

bosan dengan materi pelajaran dan soal-soal yang diberikan, serta cenderung tidak

mempunyai keinginan untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Sehingga siswa yang

mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih

baik dibandingkan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang maupun rendah.

3. Hipotesis Ketiga

Pada hipotesis ketiga, didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada interaksi

antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD yang

dilengkapi LKS dan ceramah dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar

siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan, baik prestasi belajar kognitif

maupun afektif.

Tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi

belajar terhadap prestasi belajar pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada

pengaruh perbedaan metode pembelajaran dengan tingkat motivasi belajar

terhadap prestasi belajar siswa. Metode pembelajaran yang digunakan, baik STAD

yang dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS maupun ceramah, siswa

yang memiliki motivasi belajar tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang

lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang

maupun rendah.

Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai motivasi

belajar rendah kurang memberikan pengaruh yang besar terhadap prestasi

belajarnya, prestasi belajar mereka tidak menunjukkan peningkatan yang

signifikan. Penggunaan metode pembelajaran juga tidak menunjukkan kepedulian

dengan motivasi belajar dalam pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa.

Tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi

belajar dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :

a) Keterbatasan kontrol terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses

dan hasil belajar yang berasal dari diri siswa selain motivasi. Hal ini karena

masih banyak faktor-faktor yang lain seperti bakat, minat, kecerdasan,

kebiasaan, kemampuan kognitif, dan sebagainya yang semuanya juga

berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Sesuai yang dikemukakan oleh

cxxv

Ngalim Purwanto (1990: 107), bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa adalah faktor yang berasal dari

dalam dan faktor yang berasal dari luar.

§ Faktor yang berasal dari dalam berupa karakteristik yang dimiliki oleh

siswa, baik fisiologis maupun psikologis. Karakteristik fisiologis meliputi

kondisi fisik dan panca inderanya, sedangkan yang menyangkut psikologis

adalah minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif,

dan sebagainya.

§ Faktor yang berasal dari luar berupa lingkungan dan instrumental. Faktor

lingkungan meliputi alam dan sosial, sedangkan faktor instrumental atau

faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasi adalah kurikulum atau

bahan pelajaran, metode pembelajaran, guru yang memberikan pengajaran,

sarana dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang

bersangkutan.

Berbagai faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam

menghasilkan keluaran tertentu dalam hal ini adalah prestasi belajar siswa.

Namun karena penelitian ini hanya bersifat semi eksperimen sehingga

pembahasan mengenai hal tersebut juga hanya terbatas pada motivasi saja.

b) Motivasi bersifat fluktuatif dan lebih dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu

faktor yang berasal dari diri siswa dan faktor ekstrinsik, yang berasal dari

luar. Sehingga motivasi cenderung berubah-ubah sesuai dengan faktor yang

mempengaruhinya, dari mana dan untuk apa motivasi itu diberikan. Hamzah

B. Uno (2008: 10) mengemukakan bahwa, “Motivasi adalah dorongan

internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan

tingkah laku, yang dipengaruhi oleh: (1) adanya hasrat dan dorongan untuk

melakukan kegiatan, (2) adanya harapan dan cita-cita, (3) penghargaan dan

penghormatan, (4) adanya lingkungan yang baik, dan (5) adanya kegiatan

yang menarik”. Oleh karena itu, siswa yang memiliki tingkat motivasi belajar

yang berubah-ubah tidak akan terpengaruh dengan penggunaan metode

pembelajaran yang diterapkan.

Tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi

cxxvi

belajar juga ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Dwi Puji Rahayu (2009: 55)

yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif

tipe STAD dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa

pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel. Selanjutnya, Seran

Daton Gregorius (2009: 99) dalam tesisnya juga menyatakan bahwa tidak ada

interaksi antara motivasi belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

Jigsaw II terhadap prestasi belajar fisika siswa pada pokok bahasan listrik statis.

Berbagai uraian di atas memperkuat hasil penelitian ini bahwa memang

tidak ada interaksi antara metode pembelajaran STAD dilengkapi modul, STAD

dilengkapi LKS dan ceramah dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar

siswa. Disamping itu dalam menentukan hipotesis ketiga peneliti hanya

berdasarkan asumsi dan referensi-referensi yang ada tentang interaksi tersebut

masih sangat terbatas, sehingga hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis yang

diajukan.

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis serta mengacu

pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang

dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar

siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan untuk prestasi belajar kognitif.

Penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul lebih baik

daripada metode STAD yang dilengkapi LKS, dengan Fobs > Ftabel = 15,1555

> 3,08. Sedangkan untuk prestasi belajar afektif tidak ada perbedaan pengaruh

penggunaan metode pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa dengan Fobs

< Ftabel = 1,8180 < 3,08.

cxxvii

2. Ada pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah

terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. Siswa

yang mempunyai motivasi belajar tinggi memperoleh prestasi belajar kognitif

dan afektif yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar

sedang maupun rendah, dengan Fobs > Ftabel = 9,1221 > 3,08 untuk aspek

kognitif dan Fobs > Ftabel = 46,5772 > 3,08 untuk aspek afektif.

3. Tidak ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran STAD

yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi

belajar terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa pada pokok bahasan

zat aditif makanan, dengan Fobs < Ftabel = 1,9874 < 2,47 untuk aspek kognitif

dan Fobs < Ftabel = 2,0509 < 2,47 untuk aspek afektif.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, implikasi yang disampaikan oleh peneliti

adalah :

1. Penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul berpengaruh

terhadap prestasi belajar, sehingga bagi guru untuk menggunakan metode

pembelajaran yang sesuai agar pencapaian belajar dapat maksimal. Materi zat

aditif makanan yang terdapat dalam modul sudah lengkap dan terdapat

rangkuman serta tugas-tugas, sehingga siswa lebih berkonsentrasi dalam

mempelajari, memahami, dan berusaha menguasai konsep secara lebih terarah

dan bermakna.

2. Motivasi belajar juga berpengaruh terhadap prestasi belajar. Siswa yang

memiliki motivasi belajar tinggi akan memiliki keinginan yang kuat dan tidak

mudah menyerah. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi

guru untuk lebih meningkatkan motivasi belajar siswa agar dapat tercapai

tujuan pembelajaran yang diharapkan.

107

cxxviii

C. Saran

Berdasarkan dari kesimpulan dan implikasi hasil penelitian maka peneliti

dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Pada pembelajaran untuk materi zat aditif makanan, sebaiknya menggunakan

metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul. Agar pelaksanaan

metode pembelajaran dapat berjalan dengan baik, maka sekolah perlu

mengusahakan tersedianya kelengkapan lain yang mendukung proses

pembelajaran seperti laboratorium lengkap dengan peralatannya dan bila

memungkinkan komputer multimedia dan internet.

2. Guru perlu memperhatikan motivasi belajar siswa karena motivasi belajar

berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Guru dapat

melakukan pengukuran motivasi belajar siswa sehingga dapat diketahui tinggi

rendahnya motivasi belajar dan guru dapat membangkitkan motivasi belajar

siswanya. Guru dapat mengusahakan agar penyajian pembelajaran kimia yang

menarik, menumbuhkan hasrat siswa untuk belajar, memberikan pujian bagi

siswa yang melaksanakan tugas dengan baik, dan lain-lain.

3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan metode

pembelajaran yang lebih pada setiap materi yang diajarkan kepada siswa

dalam kaitannya untuk meningkatkan prestasi belajar bagi siswa yang

memiliki motivasi belajar rendah.

DAFTAR PUSTAKA

cxxix

A. Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Arends, Richard. 1997. Classroom Instructions and Management. Boston: Massachusetts Burr Ridge.

Budiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Atas (SMA). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Djago Tarigan. 1990. Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung : Angkasa.

Dwi Puji Rahayu. 2009. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16 Surakarta Tahun 2007/2008. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

E. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

_________. 2005. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

F. G. Winarno. 2002. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Rineka cipta.

Gazi, Zehra A. 2009. Implementing Constructivist Approach Into Online Course Designs in Distance Education Institute at Eastern Mediterranean University, The Turkish Online Journal of Educational Technology – TOJET April 2009 ISSN: 1303-6521 volume 8 Issue 2 Article 7.

Hamzah B. Uno. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara.

http://organisasi.org/teknik_dan_teknologi_pengawetan_pada_makanan_pendinginan_pengasapan_pengalengan_pengeringan_pemanisan_dan_pengasinan diakses 20 Februari2009

http://teknofood.blogspot.com/2007/04/pewarna_makanan.html diakses 20 Februari2009

http://www.suramerdeka.com/harian/0512/19/opi02.htm. diakses 20 Februari2009

http://www.suramerdeka.com/harian/0601/02/nas09.htm. diakses 20 Februari2009

Koo Ah Choo, Ahmad Rafi Mohamed Eshaq, Khairul Anuar Samsudin, dan Balachandher Krishnan Guru. 2009. An Evaluation of A Constructivist Online Collaborative Learning Activity: A Case Study on Geometry. The Turkish Online Journal of Educational Technology – TOJET January 2009 ISSN: 1303-6521 volume 8 Issue 1 Article 2.

I. Wayan Santyasa. 2009. Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan Modul. Klungkung : Universitas Pendidikan Ganesa.

110

cxxx

Martinis Yamin. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta : Gaung Persada Press.

Michael Purba. 2006. IPA Kimia untuk Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

Moh. Uzer Usman. 1993. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moh. Nazir. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mulyani Sumantri. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana.

Mulyati Arifin. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Bandung: Erlangga.

Mulyati Arifin dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar: Salah Satu Pelaksanaan Belajar Mengajar: Teknik Penyajian. Jakarta: Rineka Cipta.

Nana Sudjana. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Ngalim Purwanto.1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

_____________ . 2002. Psikologi Pendidikan: Cetakan Kelima. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.

Poerwodarminto, W. J. S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Puslata. 2007. Pengembangan Bahan Ajar, Modul 3 : Pengembangan dan Pemanfaatan Media Cetak: Modul, Handout dan LKS dalam Pembelajaran. Tangerang: Digital Library PUSLATA Universitas Terbuka.http://pustaka.ut.ac.id/learning.php?m=learning2&id=31.

Robertus Angkowo & A. Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta : Grasindo.

Roestiyah. N. K. 2001. Didaktik Metodik. Jakarta : Bumi Aksara.

Saifuddin Azwar. 2006. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sardiman. 2004. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sari Damayanti. 2008. Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Ikatan Kimia Melalui Collaborative Learning Dilengkapi Media LKS pada Siswa Kelas X SMA Al-Muayyad Surakarta. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Seran Daton Gregorius. 2009. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw II Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Sikap Sosial Siswa (Stusi Kasus Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Listrik Statis

cxxxi

pada Siswa Kelas XII-1A Semester 1 Tahun Ajaran 2008/2009 SMA Taruna Nusantara Magelang. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Second Edition. United States of America : Johns Hopkins University.

_____________ . 1997. Educational Psychology Theory and Practice. Fifth Edition. United States of America : Johns Hopkins University.

_____________ . 2008. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Boston: Asiman and Schuster Co.

Sosialisasi KTSP. 2007. Pengembangan Bahan Ajar. http://203.130.201.221 /materi_rembuknas2007/Komisi%201/Subkom-3-KTSP/SD/powerpoint/ 11_pengembangan_bahan_ajar.ppt. .

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Penerbit Tarsito.

Suharsimi Arikunto. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

_____________. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

_____________. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Syaifudin Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Winkel W. S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

_________ . 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Wisnu Cahyadi. 2007. Analisis Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Rineka Cipta.

Zainal Arifin. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.