Upload
hoangdang
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI
DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
FERI SURYAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
PENYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis: Studi Kondisi Vegetasi dan Kondisi Fisik Kawasan Pesisir serta Upaya Konservasi di Nanggroe Aceh Darussalam adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Feri Suryawan NIM G 351020051
ABSTRACT FERI SURYAWAN. Study On Condition Of Vegetation And Physical Condition Of Coastal Area To Support Conservation Effort In Nanggroe Aceh Darussalam. Under direction of DR. IR. IBNUL QAYIM and DR. HC. SUKRISTIJONO SUKARDJO, B.S.c, D.S.c, APU. The aims of the study were to explain amount of species and diversity of vegetation in coastal area, to explain physical condition in coastal area and also re-mapping of coastal area which is preserve coastal area to support conservation effort. This research used Square method and Survey method. Amount of species of herb group which were found along the beach of West Aceh consist of 17 species, the highest important value index was Ipomoea pes-caprae (73.04%), diversity index ( H =2.31). Amount of species seedling group was consisted of 5 species. Pandanus tectorius was the highest important value index (226.49%), diversity index ( H =0.88). Sapling group was consist of 5 species, Casuarina equisetifolia was the highest important value index (106.94%), diversity index ( H =1.48). Tree group was consist of 9 species, the highest important value index was Cocos nucifera (140.56%), diversity index ( H =1.58). Mangrove species which was found in coastal area of West Coastal consist of 5 species, Rhizophora mucronata was the highest important value index (174.61%), diversity index ( H =1.23), amount of species 47 / hectare. Amount of mangrove species of tree group which was found in coastal area of East Coastal (Pidie) consist of 9 species, Rhizophora mucronata was highest important value index (118.62%), amount of species 118 / hectare, diversity index ( H =1.67). Amount of mangrove species of sapling group which was found consist of 10 species, Rhizophora mucronata was the highest important value index (138.28 %), amount of species 633 / hectare, diversity index ( H =1.78). Amount of mangrove species of seedling group was consist of 10 species of Rhizophora mucronata was the highest important value index (50.92%), amount of species 4925 / hectare, diversity index ( H =2.13). West Coastal area was occured abrasion and coastal damage was hard damage to be compared to East Coastal area. Formation of vegetation which is function as preserved of coastal area have to planted immediately and correct assessment to build a physical protector in environment of coastal. Keyword: Condition of vegetation, physical condition, conservation, coastal, Aceh.
RINGKASAN
FERI SURYAWAN. Studi Kondisi Vegetasi dan Kondisi Fisik Kawasan Pesisir serta Upaya Konservasi di Nanggroe Aceh Darussalam. Dibimbing oleh DR. IR. IBNUL QAYIM dan DR. HC. SUKRISTIJONO SUKARDJO, B.S.c, D.S.c, APU.
Studi ini bertujuan untuk menerangkan jenis-jenis tumbuhan dan keragaman
vegetasi pelindung kawasan pesisir, kondisi fisik lingkungan pesisir serta memetakan kembali kawasan pelindung lingkungan pesisir untuk mendukung upaya konservasi. Penelitian ini menggunakan metode Kuadrat dan metode Survey. Kelompok herba yang terdapat di pantai Aceh Barat terdiri atas 17 jenis, indeks nilai penting tertinggi Ipomoea pescaprae (73.04%), indeks keragaman ( H =2.31). Kelompok semai terdiri atas 5 jenis. Pandanus tectorius mempunyai indeks nilai penting tertinggi (226.49%), indeks keragaman ( H =0.88). Kelompok pancang terdiri atas 5 jenis, Casuarina equisetifolia mempunyai indeks nilai penting tertinggi (106.94%), indeks keragaman ( H =1.48). Kelompok pohon terdiri atas 9 jenis. Indeks nilai penting tertinggi Cocos nucifera (140.56%), indeks keragaman ( H =1.58).
Mangrove yang terdapat di kawasan pesisir Pantai Barat terdiri atas 5 jenis, Rizophora mucronata mempunyai indeks nilai penting tertinggi (174.61%), indeks keragaman ( H =1.23), kerapatan individu 47 individu / hektar. Kelompok pohon yang terdapat di mangrove kawasan pesisir Pantai Timur (Pidie) terdiri atas 9 jenis, Rhizophora mucronata mempunyai indeks nilai penting tertinggi (118.62 %). Kerapatan individu 118 individu / hektar, indeks keragaman ( H =1.67). Kelompok pancang yang terdapat di mangrove kawasan Pantai Timur terdiri atas 10 jenis, Rhizophora mucronata mempunyai indeks nilai penting tertinggi (138.28 %). Kerapatan individu 633 individu / hektar, indeks keragaman ( H =1.78). Kelompok semai terdiri atas 10 jenis Rhizophora mucronata mempunyai indeks nilai penting tertinggi (50.92%), kerapatan individu 4925 individu / hektar indeks keragaman ( H =2.13). kawasan pesisir Pantai Barat mengalami abrasi dan tingkat kerusakan kawasan pesisir yang lebih berat dibandingkan dengan kawasan pesisir Pantai Timur. Formasi vegetasi pelindung kawasan pesisir harus ditanami kembali dan penilaian yang tepat untuk membangun pelindung fisik di kawasan pesisir.
Kata kunci: Kondisi vegetasi, kondisi fisik, konservasi, kawasan pesisir, Aceh.
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau peninjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI
DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
FERI SURYAWAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
Judul Tesis : STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI
DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Nama : Feri Suryawan
NIM : G 351020051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ibnul Qayim Dr. Hc. Sukristijono S., B.Sc, D.Sc, APU Ketua Anggota
Diketahui
Ketua program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 10 Agustus 2007 Tanggal Lulus: 3 September 2007
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang terpilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2004 sampai dengan
Agustus 2007 ini dengan judul. STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI
FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE
ACEH DARUSSALAM
Atas selesainya karya ilmiah ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr.Ir. Ibnul Qayim, selaku Ketua Komisi Pembimbing, yang telah banyak
memberikan bimbingan, bantuan moril dan nasehat dari mulai persiapan
penelitian sampai tersusunnnya karya ilmiah ini.
2. Dr. HC. Sukristijono Sukardjo, B.S.c, D.S.c, APU, selaku Anggota Komisi
Pembimbing, atas pengarahan, saran dan bimbingan yang diberikan kepada
penulis.
3. Kepada Dikti yang telah memberikan beasiswa BPPS kepada penulis.
4. Ketua Program Studi Biologi IPB yang telah banyak memberikan dukungan
moril kepada penulis.
5. Seluruh Staf Pengajar di IPB yang telah memberikan kuliah kepada peneliti
saat mengikuti kuliah.
6. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS, selaku Dekan Sekolah Pascasarjana
IPB yang dengan otoritasnya bisa menerima penulis untuk melanjutkan
pendidikan di IPB.
7. Dr. Ir. Dedy Duryadi DEA, selaku Ketua Program Studi Biologi yang telah
banyak memberikan, bantuan moril dan nasehat kepada penulis.
8. Kepda Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah
memberi bantuan dana pendidikan kepada penulis.
9. Kepada teman-teman di Program Studi Biologi atas kekompakan dan
kerjasamanya.
10. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan dan nasehat kepada penulis
serta kepada saudara-saudara yang telah banyak memnbantu penulis pada saat
suka maupun duka.
11. Istri dan ananda tercinta Harish Ghulaman dan Syafa Amirah dengan
kesabarannya selalu mendorong penulis untuk terus belajar dengan giat dan
tekun dalam menyelesaikan tugas yang mulia ini.
12. Kepada kawan-kawan yang telah membantu: Wahyu Budiman, S.Pt, Dahlan,
M.Si, Hasanuddin, SP. dan M. Sayuthi, M.Si.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun yang berminat
dalam konservasi vegetasi mangrove dan perlindungan kawasan pesisir khususnya di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan di Indonesia pada umumya. Kritik dan
saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan.
Bogor, Agustus 2007
Feri Suryawan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada
tanggal 30 Desember 1971 sebagai anak ke tiga dari pasangan Nyak Ben Hasan dan
Cut Maryam. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, lulus pada tahun
1997. Pada tahun 1998 penulis diangkat menjadi staf pengajar di Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala Banda
Aceh. Pada tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi
Biologi. Biaya pendidikan Pascasarjana Program Magister Sains diperoleh dari
BPPS-Dikti mulai tahun 2002-2004.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi PENDAHULUAN............................................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1 Tujuan .......................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 4
Vegetasi Pantai............................................................................................... 4 Peranan Vegetasi Pantai Terhadap Keadaan Fisik Pantai............................. 5
Komunitas Tumbuhan................................................................................... 6 Deskripsi Wilayah Pesisir ............................................................................ 7 Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Vegetasi Pantai.............................................................................................. 8 Iklim.............................................................................................................. 8
Cahaya..................................................................................................... 8 Curah hujan............................................................................................. 9 Suhu ........................................................................................................ 9
Pasang surut .................................................................................................. 9 Gelombang.................................................................................................... 10 Arus............................................................................................................... 11 Sedimen atau Pasir Pantai ............................................................................. 12 Keragaman Jenis dalam Komunitas.............................................................. 13
BAHAN DAN METODE.................................................................................. 15
Tempat dan Waktu........................................................................................ 15 Bahan dan Alat.............................................................................................. 15 Metode Penelitian ......................................................................................... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 20
Kawasan Pesisir Nanggroe Aceh Darussalam .............................................. 20 Kawasan Pesisir Wilayah Pantai Barat ......................................................... 20 Kawasan Aceh Barat dan Aceh Jaya............................................................. 20
Tingkat Kerapatan, Penyebaran, Penguasaan dan Keragaman Jenis Vegetasi di Pantai Barat Aceh Barat Sebelum Tsunami................ 25 Profil Vegetasi Pantai Barat..................................................................... 33 Vegetasi Pelindung Pantai Dominan Sebelum Tsunami......................... 36 Kondisi Lingkungan Fisik Pantai Barat Aceh Barat Sebelum Tsunami .................................................................................... 38 Beberapa Permasalahan Baru di Pesisir Pantai Barat Aceh Barat .......... 42
Pantai Padang Seurahet................................................................................. 43 Vegetasi Mangrove Setelah Tsunami di kawasan Pantai Barat .................... 46 Upaya Rehabilitasi Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh ............................... 50
Kondisi lingkungan fisik........................................................................ 53 Vegetasi pelindung kawasan pesisir ....................................................... 54
Kawasan Pesisir Aceh Besar......................................................................... 56 Kawasan Pesisir Wilayah Pantai Timur........................................................ 60 Kawasan Pesisir Pidie ................................................................................... 60 Kondisi Mangrove Setelah Tsunami............................................................. 67 Kawasan Pantai Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ................... 75 Pantai Ujong Blang ....................................................................................... 75 Pantai Ulee Jalan........................................................................................... 79 Pantai Hagu Barat Laut ................................................................................. 81
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 86 SIMPULAN ....................................................................................................... 86 SARAN ............................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 87 LAMPIRAN....................................................................................................... 92
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kawasan pesisir yang rusak dan harus direhabilitasi di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Jaya....................................
23
2 Jumlah jenis herba yang di temukan lokasi penelitian pantai
Aceh Barat sebelum tsunami.................................................
25 3 Jumlah jenis semai yang di temukan lokasi penelitian pantai
Aceh Barat sebelum tsunami...................................................
27 4 Jumlah jenis kelompok pancang yang di temukan lokasi
penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami …………......
29 5 Jumlah jenis kelompok pohon yang di temukan lokasi
penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami …………......
31 6 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di
Kawasan Pesisir Pantai Barat …………………..……….….
46 7 Kawasan pesisir yang rusak di Banda Aceh dan Kabupaten
Aceh Besar akibat tsunami......................................................
59 8 Kawasan pesisir yang di Kabupaten Pidie akibat
tsunami....................................................................................
62 9 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di
kawasan Pantai Timur ………………………...…………...
67
10 Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang di temukan kawasan Pantai Timur………………………………………
69
11 Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang di temukan di
kawasan Pantai Timur ……………………..……………....
71
13 Kawasan pesisir yang rusak dan harus direhabilitasi di Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ….
76
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta area studi di kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Nanggroe Aceh Darussalam........................................................ 16
2 Plot pengamatan untuk tiap-tiap kelompok vegetasi yang
dibuat pada garis transek. 17 3 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten
Aceh Barat ................................................................................. 21 4 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten
Aceh Jaya.................................................................................... 23 5 Indeks nilai penting jenis herba dari keseluruhan jenis yang
ditemukan di kawasan pantai Aceh Barat ….......……………... 26 6 Indeks nilai penting jenis semai dari keseluruhan jenis yang
ditemukan di pantai Aceh Barat……………………………….. 28 7 Indeks nilai penting jenis pancang dari keseluruhan jenis yang
ditemukan di pantai Aceh Barat……………………………….. 30 8 Indeks nilai penting jenis pohon dari keseluruhan jenis yang
ditemukan di pantai Aceh Barat………………………………. 32 9 Indeks keragaman tiap kelompok pertumbuhan vegetasi di
kawasan pantai Aceh Barat......................................................... 33
10 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat pada kawasan pantai yang masih stabil sebelum tsunami................................. 34
11 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat pada kawasan
pantai yang telah mengalami abrasi sebelum tsunami................ 34
12 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat setelah tsunami........................................................................................ 35
13 Pandanus tectorius merupakan salah satu jenis sebagai
vegetasi pantai yang dominan di pantai Aceh Barat ………….. 37
14 Ipomoea pes-caprae penjalarannya mengarah ke arah laut akan menutup hamparan pasir di pantai Aceh Barat.......................... 38
15 Gelombang yang datang silih berganti yang menghantam
pantai Aceh Barat....................................................................... 40
16 Pantai Aceh Barat terancam abrasi, terlihat hanya satu formasi
vegetasi pantai kondisi tanah sudah sangat terbuka.................... 41
17 Perbedaan tingkat abrasi antara daerah pantai yang mempunyai vegetasi jarang dengan vegetasi yang rapat................................ 45
18 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove di Kawasan Pesisir
Pantai Barat ………………………………………………..…. 47
19 Profil vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Barat setelah tsunami............................................................................ 49
20 Garfik pasang surut kawasan pesisir pantai Barat....................... 50
21 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Banda Aceh. 51
22 Kondisi kawasan pesisir kota Banda Aceh sudah sangat terbuka dan tidak ada vegetasi pelindung kawasan pesisir......... 53
23 Peta kerusakan kawasan pesisir yang terkena tsunami di
Kabupaten Aceh Besar................................................................ 58
24 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Pidie............................................................................................ 62
25 Bangunan Fisik yang sudah hancur dihantam tsunami di pantai
Mantak Tari Kabupaten Pidie ……………………………..…. 64
26 Upaya Penanaman kembali vegetasi mangrove di Kecamatan Simpang Tiga Pidie................................................................... 65
27 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok pohon di
kawasan Pantai Timur ……………………………………….. 68
28 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok pancang di kawasan Pantai Timur ………………………………..…… 70
29 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok semai di
kawasan Pantai Timur ……………………………………….. 72
30 Profil vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Timur setelah tsunami........................................................................... 73
31 Indeks keragaman tiga kelompok pertumbuhan mangrove,
pohon, pancang dan semai di Kawasan Pantai Timur (Pidie).... 74
32 Grafik pasang surut kawasan pesisir pantai Timur..................... 75
33 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.......................... 76
34 Vegetasi mangrove di pantai Ujong Blang yang sudah mulai
tergusur oleh pemukiman penduduk …………………………. 77
35 Tanggul pemecah gelombang yang dibangun oleh PT. Arun... 78
36 Sekolah yang sudah rusak akibat dampak dari intensitas abrasi yang terus meningkat di kawasan pantai Ulee Jalan …………. 79
37 Tanggul pemecah gelombang yang telah rusak dan tidak
mampu lagi melindungi pantai ……………………………...... 81
38 Vegetasi yang tertinggal di pinggir jalan yaitu Hibiscus tiliaceus dan Cocos nucifera akibat pengubahan lahan …….... 82
39 Vegetasi pantai yang mengalami penggusuran kibat
pembangunan tempat wisata.………………………………….. 83
40 Tanggul pemecah gelombang yang telah rusak diterjang ombak di kawasan pantai Hagu Barat Laut................................ 85
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Titik koodinat daerah penelitian 93 2 Jumlah jenis herba yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat
sebelum tsunami…………………………………………………… 94 3 Jumlah jenis semai yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat
sebelum tsunami................................................................................ 94 4 Jumlah jenis kelompok pancang yang di temukan di Pantai Barat
Aceh Barat sebelum tsunami …………………………..………….. 94 5 Jumlah jenis kelompok pohon yang di temukan di Pantai Barat
Aceh Barat ……………………………………………………..….. 95 6 Kerapatan setiap tingkat pertumbuhan vegetasi di pantai Barat
Aceh Barat......................................................................................... 95 7 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di
kawasan pesisir Pantai Barat............................................................ 95 8 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di
kawasan Pantai Timur...................................................................... 96 9 Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang di temukan
kawasan Pantai Timur...................................................................... 96 10 Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang di temukan di
kawasan Pantai Timur ………………………………….……….. 96 11 Kehadiran jenis vegetasi mangrove pada tiga tingkat pertumbuhan
di kawasan Pantai Timur (Pidie)………………………………..…. 97 12 Kerapatan setiap tingkat pertumbuhan vegetasi mangrove di
kawasan pantai Timur..................................................................... 97 13 Pemanfaatan Pantai Barat Aceh Barat sebagai daerah wisata
sebelum tsunami................................................................................ 98 14 Pembangunan perumahan akan mengalihan fungsi habitat vegetasi
pantai dan akan menurunkan kualitas lingkungan …....................... 98 15 Sisa-sisa bangunan penahan ombak yang sudah roboh diterjang
ombak di Pantai Padang Seurahet Aceh Barat sebelum tsunami.............................................................................................. 99
16 Kondisi kawasan pesisir yang sudah terbuka dan kawasan tambak tidak ada lagi vegetasi mangrove di Pidie ………………………… 99
17 Kondisi pantai Ujong Blang Kota Lhokseumawe yang sudah
tandus tanpa ditutupi tumbuhan penutup tanah................................ 100 18 Kondisi Mangrove di kawasan pesisir Panai Barat setelah
tsunami.............................................................................................. 100 19 Rehabilitasi kawasan pantai dengan menanam kembali Casuarina
equisetifolia....................................................................................... 101 20 Vegetasi mangrove yang sudah mati akibat tsunami dan kawasan
mangrove sudah berada di dalam laut ……………………….......... 101 21 Vegetasi pantai mati akibat penggenangan air asin di Aceh Jaya…. 102 22 Badan pantai telah menjadi laut terlihat dari sisa-sisa yang telah
mati (Cocos nucifera) di Kawasan pesisir Pantai Barat …………... 102 23 Pembibitan mangrove untuk rehabilitasi kawasan pesisir di
Kecamatan Simpang Tiga Pidie yang dibangun oleh peneliti.......... 103 24 Penanaman dan perawatan mangrove yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat sekitar kawasan Simpang Tiga Pidie ……... 103
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vegetasi yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi
kawasan hutan hujan tropis dataran tinggi sampai hutan hujan tropis dataran
rendah. Vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah di daerah pesisir secara umum
dibagi ke dalam dua kelompok hutan yaitu hutan mangrove dan hutan pantai.
Hutan hujan tropis dataran rendah memegang peranan penting terhadap
perlindungan kawasan pesisir yaitu memberikan perlindungan terhadap faktor
biotik dan abiotik. Di sekitar pantai terdapat bermacam-macam tipe vegetasi,
antara lain vegetasi pantai yang sedang mengalami peninggian (formasi
pescaprae), vegetasi pantai yang sedang mengalami pengikisan, vegetasi pantai
yang berbatu dan vegetasi pantai berbatu karang. Vegetasi pantai dengan formasi
pescaprae ditandai dengan adanya endapan atau timbunan pasir baru yang terus
meninggi. Di samping itu juga dijumpai beberapa jenis pohon seperti Casuarina
equisetifolia, Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus, Pandanus tectorius dan
berbagai jenis rumput-rumputan.
Di kawasan vegetasi pesisir merupakan salah satu sumberdaya
alam yang sangat potensial, sebagai penahan erosi maupun tempat hidup
berbagai biota laut dan organisme lainnya. Oleh karena itu sumberdaya ini
harus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari agar keberadaannya
berkelanjutan. Sehingga akan memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan
dan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan fungsi dan peran vegetasi
pada umumnya.
Kawasan pesisir setelah tsunami mengalami perubahan (degradasi),
hampir semua vegetasinya hancur sehingga kawasan pesisir tidak lagi
berfungsi sebagaimana mestinya, khususnya kawasan yang berbatasan
langsung Samudera Hindia. Di daerah pesisir vegetasi yang rusak meliputi
vegetasi mangrove, vegetasi pantai dan vegetasi hujan tropis dataran
rendah. Akibatnya, vegetasi kawasan pesisir yang rusak tersebut secara
alami juga akan mengalami perubahan (suksesi) yaitu kehadiran jenis-jenis
baru atau jenis pionir baik herba, semak, dan anakan pohon.
2
Manfaat utama vegetasi mangrove di kawasan pesisir dan estuaria
adalah untuk mencegah erosi, penahan ombak, penahan angin, perangkap
sedimen dan penahan intrusi air asin dari laut. Peranan vegetasi mangrove
di dalam lingkungan biologi adalah sebagai tempat pemijahan dan sebagai
tempat asuhan bagi ikan dan biota laut serta habitat berbagai jenis burung
(Sukardjo dan Frey 1982). Secara ekonomi ada dua jenis mangrove yang
sangat penting yaitu Rhizophora sp dan Bruguiera sp. Kedua spesies ini
dieksploitasi dan digunakan oleh masyarakat untuk pembuatan arang dan
kayu bakar (Sukardjo 1978).
Kawasan pesisir Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun ke tahun
mengalami abrasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, faktor pertama
hilangnya vegetasi pantai, faktor kedua naiknya permukaan air laut, faktor
yang kedua ini akibat pemanasan global. Penahan erosi pantai yang
sangat potensial antara lain adalah dengan menanam kawasan pesisir dengan
tumbuhan dan menjaga kelestarian vegetasi pantai sepanjang garis pantai. Setelah
tsunami kondisi vegetasi dan kondisi fisik pantai mengalami perubahan
yang sangat drastis yaitu banyak vegetasi pendukung lingkungan pesisir
mati akibat hantaman tsunami. Maka upaya rehabilitasi di kawasan pesisir harus
dilakukan segera yang didahului dengan pemetaan kembali kawasan
pesisir yang rusak, dan selanjutnya dilakukan penanaman kembali vegetasi
pelindung pantai.
Data tentang vegetasi di kawasan pesisir dan kondisi fisik pantai
dapat digunakan sebagai acuan untuk program rehabilitasi kawasan pesisir
di Nanggroe Aceh Darussalam pasca tsunami. Data tersebut antara lain
indeks keragaman jenis vegetasi dan jenis-jenis penyusun lingkungan pesisir, tipe
vegetasi pelindung di kawasan pesisir dan kondisi fisik kawasan pesisir.
Berdasarkan data tersebut di atas maka permasalahan keragaman jenis
vegetasi pantai dan faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan pantai dapat
diketahui. Pemetaan kembali kawasan pesisir juga diperlukan untuk menyusun
rencana perlindungan dan menentukan upaya prioritas yang tepat untuk
perlindungan kawasan pesisir.
3
Tujuan Penelitian
1. Menerangkan jenis-jenis dan keragaman vegetasi penyusun lingkungan pesisir
serta menerangkan kondisi fisik lingkungan pesisir.
2. Memetakan kembali kawasan pelindung daerah pesisir pasca tsunami di
Nanggroe Aceh Darussalam untuk mendukung upaya konservasi di
lingkungan pesisir.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi Pantai
Pantai sebagai bagian dari wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan
antara ekosistem laut dan daratan. Daerah batasannya adalah ke arah darat
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan
air laut yang dicirikan oleh vegetasi yang khas, sedangkan ke arah laut meliputi
daerah paparan benua dan mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi
oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi, aliran air
tawar dan aktivitas manusia, seperti penggundulan vegetasi dan pencemaran
(Dahuri et al. 2001).
Pantai mempunyai bermacam tipe vegetasi, antara lain formasi pescaprae,
formasi Barringtonia, vegetasi rawa air payau, vegetasi mangrove, vegetasi
pantai berbatu dan vegetasi pantai berbatu karang. Formasi pescaprae ditandai
dengan adanya tumpukan pasir-pasir yang baru dan terus meninggi. Istilah
pescaprae dihubungkan dengan tumbuhan Ipomoea pescaprae, yaitu sejenis
tumbuhan menjalar dan dominan di habitat pesisir. Tumbuhan ini merupakan
salah satu dari tumbuhan herba yang akarnya dapat mengikat pasir, termasuk
famili Convolvulaceae yang mempunyai akar yang memanjang yang dapat
mengikat permukaan pasir. Selain sistem perakaran yang memanjang tumbuhan
ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan habitat batu pasir yang sangat kering,
labil dan toleran terhadap air asin, angin, miskin unsur hara, dan menghasilkan biji
yang kecil yang dapat mengapung di air. Tumbuhan koloni lainnya adalah Vigna,
Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime dan Euphorbia atoto.
Crinum asiaticum (bakung) dan Scaevola taccada (babakoan) adalah jenis yang
umum di tempat-tempat transisi dengan formasi Barringtonia, yaitu vegetasi yang
didominasi pohon Bariingtonia asiatica (butun) atau oleh Calophyllum
inophyllum (nyamplung) sehingga juga dikatakan sebagai formasi Calophyllum.
Tumbuhan lainnya adalah Erythrina sp , Hernandia peltata, Hibiscus tiliaceus
(waru laut) dan Terminalia catappa (ketapang) sebagai jenis-jenis penghuni.
5
Mangrove adalah tumbuhan yang dapat bertahan hidup pada lingkungan
bergaram, jenuh air dan intensitas sinar matahari penuh. Kondisi ini merupakan
karakteristik ideal bagi vegetasi tropis (Lugo dan Snedaker 1974). Pasang surut
berpengaruh terhadap penyebaran jenis-jenis mangrove. Komposisi vegetasi
mangrove ditentukan oleh beberapa faktor seperti kondisi tanah dan genangan
pasang surut (Tjardhana dan Purwanto 1995).
Cemara laut (Casuarina equisetifolia) kadang-kadang tumbuh menyebar
ke dalam formasi pescaprae sebagai pohon invasi dalam proses suksesi. Cemara
laut dapat tumbuh dengan baik membentuk tegakan murni, akan tetapi semaian
tumbuhan tersebut tidak bisa tumbuh di dalam tegakan tersebut atau bahkan di
atas tumpukan ranting cemara yang mati (Corner 1952).
Vegetasi mangrove pada umumnya mendominasi zona-zona pantai
berlumpur dan delta estuaria pasang surut. Pada zona pasang surut yang luas
mangrove berbentuk hutan yang lebat, misalnya kawasan delta yang luas dan
kelas-kelas lokasi penggenangan pasang surutnya, pendangkalan (sedimentasi),
dan daerah payau di muara sungai besar (Field 1995).
Peranan Vegetasi Terhadap Keadaan Fisik Pantai
Salah satu fungsi vegetasi pantai adalah meredam energi gelombang
dengan sistem perakaran yang dimilikinya. Sistem perakaran vegetasi akan
menstabilkan dan mengikat sedimen atau pasir pantai. Jika sedimen atau pasir
pantai tidak stabil maka energi gelombang yang menghempas di pantai tidak dapat
terbendung, sehingga akan berdampak pada makin cepatnya proses abrasi di
daerah pesisir.
Mangrove dapat memecahkan gelombang sehingga garis pantai terlindungi
dari bahaya erosi yang disebabkan oleh pasang surut, gelombang dan arus. Sistem
perakaran mangrove juga dapat mengikat substrat atau pasir sehingga badan
pantai akan terlindungi dari abrasi. Vegetasi mangrove akan mendukung proses
perlindungan alami dan lebih murah dibandingkan dengan pembangunan
pelindung fisik atau tanggul penahan gelombang (Gilman et al. 2006).
Abrasi adalah peristiwa pengikisan lapisan permukaan bumi/daratan pantai
oleh angin dan air. Faktor penyebab abrasi antara lain iklim, topografi pantai,
6
sifat sedimen atau pasir pantai dan kondisi vegetasi. Sebagian besar kerusakan
pantai terjadi karena vegetasi pantai tidak berfungsi untuk mencegah
pengikisan pantai.
Komunitas Tumbuhan
Komunitas tumbuhan merupakan produser primer di berbagai ekosistem
yang menentukan keragaman jenis di dalamnya. Komunitas tumbuhan merupakan
sumber daya yang sangat erat hubungannya dengan manusia, hewan dan
mikroorganisme. Untuk mempertahankan kondisi lingkungan, tumbuhan harus
tetap dominan di semua tempat. Menurut Dumbois dan Ellenberg (1974),
komunitas tumbuhan mengintegrasikan semua pengaruh dan beraksi dengan peka
terhadap berbagai pengaruh perubahan lingkungan baik pengaruh faktor biotik
maupun abiotik.
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di suatu tempat
pada suatu ekosistem. Bentuk vegetasi merupakan hasil intreraksi faktor-faktor
lingkungan seperti iklim, topografi dan organisme yang berinteraksi dengan
ekosistem tersebut (Setiadi dan Tjondronegoro 1989). Komunitas tumbuhan yang
belum terganggu biasanya mempunyai beberapa bentuk pertumbuhan antara lain
berupa pohon, semak, rumput-rumputan dan tumbuhan lumut. Pohon merupakan
tumbuhan berkayu dengan batang tunggal, biasanya dibedakan dengan tiang
berdasarkan tingginya, pohon umumnya lebih tinggi dari delapan meter. Tiang
memiliki beberapa cabang dan umumnya tingginya kurang dari delapan meter.
Sedangkan vegetasi rumput-rumputan biasanya tidak berkayu. (Michael 1994).
Vegetasi mangrove adalah suatu tipe vegetasi yang khusus terdapat di
sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut laut.
Ekosistem mangrove terdapat di pantai yang datar dan berair tenang. Biasanya di
pantai-pantai yang jauh dari muara sungai jalur pertumbuhan tegakan mangrove
tidak terlalu lebar. Tempat tumbuh ideal vegetasi mangrove adalah di sekitar
pantai yang lebar muara sungainya, delta dan tempat muara sungainya banyak
mengandung lumpur dan pasir. Perakaran mangrove yang kuat mampu meredam
gerak pasang surut, dan mampu terendam dalam air yang kadar garamnya
bervariasi. Perakaran mangrove juga mampu mengendalikan lumpur. Daun
7
mangrove merupakan sumber bahan organik penting dalam rantai makanan
akuatik, setiap hektarnya mampu menghasilkan bahan organik dari serasah daun.
Masukan bahan organik ini merupakan kunci kesuburan mangrove (Tjardhana dan
Purwanto 1995).
Deskripsi Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan
batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air
yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan
perembesan air laut yang dicirikan oleh tipe vegetasi yang khas. Wilayah pesisir
juga merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir
memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas sejajar garis pantai
(longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis pantai (crosshore). Batas
wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar dari daerah
paparan benua (continental shelf) dengan ciri-ciri perairan dipengaruhi oleh proses
alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses
yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan vegetasi
dan pencemaran (Nontji 2005).
Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik karena merupakan
tempat dan pencampuran pengaruh antara darat, laut dan udara (iklim). Pada
umumnya wilayah pesisir dan khususnya perairan estuaria mempunyai tingkat
kesuburan yang tinggi, kaya akan unsur hara dan menjadi sumber zat organik
yang penting dalam rantai makanan di laut. Namun demikian, perlu dipahami
bahwa sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah pesisir ditandai
oleh adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam dan karenanya
merupakan wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan
lingkungan dengan fluktuasi di luar batas kewajaran. Dari segi fungsinya,
wilayah pesisir merupakan zone penyangga (buffer zone) bagi hewan-hewan
migrasi. Menurut Cruz (1981), setiap spesies sepanjang gradient lingkungan
memiliki keunggulan kompetitif yang menjadikan faktor pengendali pola zonasi.
Faktor yang mempengaruhi zonasi spesies vegetasi pantai, yaitu tanah, salinitas
8
air tanah, drainase, aliran arus gelombang, kelembaban tanah dan frekuensi
penggenangan.
Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Vegetasi Pantai
Iklim
Cahaya, suhu, curah hujan dan angin berpengaruh kuat terhadap ekosistem
pantai, juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Perubahan iklim dapat
menyebabkan kerusakan dan penyusutan keanekaragaman hayati. Perubahan
iklim disebabkan antara lain oleh pemanasan global dan akan berpengaruh
terhadap sistem hidrologi bumi, yang pada akhirnya akan berdampak pada
struktur dan fungsi ekosistem alami. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim
telah berdampak terhadap hutan alami, pertanian, ketahanan pangan, kesehatan,
lingkungan, termasuk sumberdaya air dan keanekaragaman hayati. Dampak yang
mudah terlihat akibat perubahan iklim adalah musim kering yang panjang,
frekuensi dan skala banjir yang tinggi di banyak bagian dunia, termasuk
Indonesia. Kebakaran hutan secara besar-besaran yang terjadi tahun 1997 hingga
1998 yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan diperparah oleh perubahan
iklim, karena musim kemarau menjadi lebih panjang daripada biasanya. Dampak
perubahan iklim pada keanekaragaman hayati secara langsung masih harus
diteliti, tetapi diduga pengaruhnya cukup besar (Medrizam et al. 2004).
Cahaya
Cahaya sangat penting dalam proses fotosintesis, proses pertumbuhan,
respirasi, transpirasi dan fisiologi. Intensitas cahaya, kualitas dan lamanya
penyinaran adalah faktor penting bagi tumbuhan. Secara umum, tumbuhan
mangrove dan vegetasi pantai lainnya adalah tumbuhan yang dapat bertahan hidup
pada intensitas sinar matahari penuh, hal ini merupakan ciri khas bagi vegetasi
tropis. Intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan spesies mangrove antar
3000-3800 kcal/m/hari (Lugo dan Snedaker 1974).
9
Curah hujan
Lama dan distribusi curah hujan adalah faktor penting dalam
perkembangan dan penyebaran tumbuhan dan hewan. Selain itu curah hujan juga
merupakan faktor penting untuk menjaga kebersihan udara, suhu air, salinitas dan
tempat bertahan hidup vegetasi pantai. Secara normal, perkembangan vegetasi
pantai lebih baik jika curah hujan berkisar 1500-3000 mm/tahun. Dapat juga
mencapai 4000 mm/tahun, distribusinya selama 8-10 bulan/tahun
(Bismark 1987).
S u h u
Suhu merupakan faktor lingkungan yang mempunyai peran penting
terhadap pertumbuhan vegetasi pantai dalam hal fotosintesis, respirasi dan proses
fisiologi. Suhu mempengaruhi fotosintesis secara langsung maupun tidak
langsung. Berpengaruh secara langsung karena reaksi kimia enzimatik yang
berperan dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu. Tingkat percepatan
proses-proses dalam sel akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu
sampai mencapai batas tertentu (Sverdrup et al.1942). Suhu penting bagi proses
fisiologi, fotosintesis dan respirasi Rhizophora spp. dan Ceriops spp. pertumbuhan
daunnya lebih baik pada suhu 26-28 oC. Secara umum daerah tropis adalah habitat
yang baik untuk pertumbuhan mangrove (Ellison 1996).
Pasang Surut
Daerah pantai sebagai zona pasang surut merupakan komunitas tempat
hidup tumbuhan dan hewan untuk tumbuh dan berkembang biak di daerah ini.
Salinitas air bervariasi selama musim dan pasang surut, salinitas air menjadi tinggi
pada musim kemarau. Perubahan tersebut menjadi faktor penentu dalam
penyebaran vegetasi pantai, khususnya distribusi horizontal. Pasang surut juga
mempengaruhi perubahan massa antara air tawar dan air asin yang berpengaruh
terhadap distribusi vertikal organisme pada vegetasi pantai (Davie dan
Sumardja 1997).
Lamanya pasang berpengaruh pada distribusi spesies, struktur vegetatif
dan fungsi ekosistem mangrove. Vegetasi mangrove dipengaruhi oleh pasang
yang menyebabkan perbedaan struktur dan kesuburan. Keberadaan dan distribusi
10
tumbuhan mangrove di Malaysia diketahui terkait hubungannya dengan frekuensi
lamanya penggenangan. Pada kondisi tersebut terjadi setiap saat seperti spesies
Rhizophora mucronata, dan Bruguiera spp. yang mendominasi daerah tersebut.
Antara pasang naik dan surut ada daerah antara-pasang yang mempengaruhi
sistem perakaran. Akar Rhizophora spp. adalah contoh tumbuhan yang bertahan di
atas permukaan tanah, pada sungai yang sempit menyebabkan perakaran yang
pendek. Pneumatofor yang besar berada di atas permukaan tanah pada zona
antara-pasang dan daerah aliran sungai yang sempit (Edward 1983). Vegetasi
dekat pantai didominasi Avicennia spp dan Sonneratia spp. Sonneratia spp
tumbuh pada lumpur yang lunak dengan kandungan organik yang tinggi dan pada
salinitas yang rendah atau lebih ke belakan. Sedangkan Avicennia spp tumbuh
pada substrat yang agak lembut lebih ke arah depan. Rhizophora mucronata
dengan kondisi yang agak basah lebih ke arah daratan. Di samping itu juga
terdapat Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum. Penyebaran kelompok
vegetasi mangrove di atas akan membentuk zonasi dalam ekosistem vegetasi
mangrove (Bismark 1987).
Gelombang
Terdapat 3 faktor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan
oleh angin, yaitu kuatnya hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin
(fetch). Jarak tempuh angin ialah bentang angin terbuka yang dilalui angin. Sekali
gelombang telah terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan merambat terus
sampai jauh (Nontji 2005).
Ketika gelombang mendekati perairan yang dangkal dan mulai menyentuh
dasar saat tiba pada kedalaman yang sama dengan setengah panjang gelombang
maka akan menyebabkan terjadinya perlambatan kecepatan dan penaikan tinggi
gelombang. Gelombang yang terhempas ke pantai mengandung energi yang besar.
Semakin tinggi gelombang maka semakin besar pula energi yang terhempaskan.
Energi ini mampu memindahkan sedimen di bawahnya. Apabila tidak ada
penghalang yang berfungsi sebagai peredam hempasan maka hal ini akan merusak
kestabilan garis pantai (Nontji 2005).
11
Vegetasi pantai dapat berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang.
Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sedimen. Hal ini dapat
terjadi apabila didukung oleh formasi vegetasi pantai yang baik. Tetapi, ada
kalanya vegetasi pantai tidak dapat berfungsi lagi sebagai peredam gelombang.
Kerusakan lingkungan pantai seperti pencemaran dan penambangan pasir pantai
dapat mengurangi kemampuan sistem perakarn vegetasi untuk mengikat substrat
atau pasir sehingga pantai sangat mudah terabrasi (Tjardhana dan Purwanto 1995).
Gelombang yang kuat seperti tsunami akan mengakibatkan perpindahan
sedimen dari laut dan pantai yang terkikis terbawa ke dalam ekosistem mangrove
termasuk tambak dan teluk. Sedimen yang terbawa oleh gelombang akan
menutupi sedimen di permukaan mangrove. Vegetasi mangrove akan roboh akibat
gelombang besar. Dalam beberapa hal, ketika pantai menjadi tererosi dan akan
terbentuk garis pantai baru pada bagian mangrove yang mati atau teluk bagian
dalam (Cahoon and Philippe 2002).
Arus
Arus merupakan gerakan masa air yang dapat disebabkan oleh angin,
perbedaan densitas air laut, gelombang dan pasang surut. Arus dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan suhu, kadar garam dan lamanya pasang. Arus
pantai, baik yang dibangkitkan oleh gelombang maupun pasang surut di perairan
dangkal akan berinteraksi dengan dasar perairan. Interaksi tersebut berupa
gesekan antara badan air yang bergerak dengan dasar perairan. Gesekan tersebut
membangkitkan sejumlah energi yang disebut sebagai kapasitas angkut yang
besarnya sebanding dengan kecepatan arus. Jika kapasitas angkut tersebut cukup
besar maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Peristiwa
pengangkatan sedimen dari pantai disebut sebagai abrasi dan pengangkutannya
disebut sebagai transport. Sebaliknya jika kecepatan arus menurun, maka
kapasitas angkutnya pun menurun, sehingga sedimen yang sedang terangkut akan
dijatuhkan ke dasar perairan. Peristiwa ini disebut sebagai deposisi. Abrasi yang
terjadi terus menerus akan mengakibatkan kehilangan badan pantai. Sebaliknya,
deposisi yang terjadi terus menerus akan mengakibatkan penumpukan sedimen
yang biasanya disebut sedimentasi. Sebuah kawasan pantai akan terjadi
12
kesetimbangan jika memiliki pasokan sedimen yang memadai atau setara dengan
sedimen yang terangkut. Kesetimbangan pantai juga akan dapat terjadi jika
kekuatan agen pengangkut sedimen tertahan oleh unsur-unsur alam (buatan) yang
mampu melemahkan kapasitas angkut dari arus yang dibangkitkan gelombang
atau pasang surut (Poerbandono 2004).
Vegetasi pantai sebagai salah satu unsur alam dapat memberikan
kesetimbangan pantai untuk menjaga kestabilan sedimennya. Sistem perakaran
dari vegetasi pantai ini akan mengurangi daya kapasitas angkut sedimen pantai
oleh arus yang pada akhirnya akan mempertahankan badan pantai. Kapasitas
angkut dan kecepatan arus yang kuat yang tidak dapat diredam oleh vegetasi
pantai menjadi penyebab hilangnya formasi vegetasi pantai di beberapa tempat.
Sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi
air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah
sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks karena selain
sebagai daerah pertemuan air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih
berat, juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji 2005).
Salinitas dapat berubah setiap saat, tergantung pada tinggi rendahnya
pasang surut, intensitas hujan, dan penguapan. Salinitas lebih tinggi pada bagian
dasar dibandingkan dengan permukaan (Marguerite 1997). Salinitas berpengaruh
terhadap komposisi mangrove, beberapa spesies mempunyai toleransi yang luas
terhadap salinitas seperti Sonneratia caseolaris yang ditemukan pada air laut
murni hingga daerah pasang surut sungai yang mempunyai salinitas hampir tawar.
Bruguiera parviflora dan Bruguiera gymnorrhiza mempunyai batas toleransi yang
sempit terhadap salinitas, hanya ditemukan pada daerah yang rendah salinitas
(Giesen dan Wulffraat 1998).
Sedimen atau Pasir Pantai
Sedimen dasar penyusun ekosistem pantai adalah pasir. Ukuran partikel
pasir merupakan fungsi dari gerakan gelombang di pantai tersebut. Jika energi
gelombang kecil maka partikel pasir berukuran kecil pula, tetapi jika energi
gelombang besar, partikel akan menjadi kasar dan membentuk deposit kerikil.
Partikel pasir yang halus, melalui gaya kapilernya, cenderung untuk menampung
13
lebih banyak air di atas tingkat pasang surut dalam celahnya. Pasir kasar dan
kerikil berlaku sebaliknya, cepat mengalirkan air ketika surut. Hal ini berdampak
pada persediaan oksigen. Oksigen tidak pernah menjadi faktor pembatas dalam
air yang membasahi pantai, karena turbulensi gelombang menjamin kejenuhan
yang konstan. Menurut (Craighead 1971; Smith et al. 1994), angin kencang dapat
menyediakan nutrien pada ekosistem mangrove, angin di daerah tropis dilaporkan
dapat mendeposit sedimen lebih dari 10 cm di lantai vegetasi.
Air yang tertahan di pantai berpengaruh terhadap perubahan suhu dan
salinitas yang dapat digunakan oleh vegetasi. Setelah digunakan akan diisi
kembali melalui pertukaran air yang ada di atas permukaan melalui proses pasang
surut, kemampuan pengikatan air tergantung pada ukuran partikel pasir. Partikel
halus mempunyai laju pertukaran yang lambat dan partikel kasar mempunyai laju
pertukaran cepat, sehingga di pantai yang berpasir halus, pertukaran air lambat
dan dapat mengurangi persediaan oksigen (Nybakken 1992).
Keragaman Jenis dalam Komunitas
Jumlah jenis dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi
karena keragaman jenis tampaknya bertambah bila komunitas menjadi stabil.
Gangguan yang parah menyebabkan terjadinya penurunan yang nyata dalam
keragaman. Indeks keragaman jenis merupakan parameter yang banyak digunakan
terutama untuk membandingkan data komunitas tumbuhan untuk mempelajari
pengaruh dari gangguan faktor biotik atau untuk mengetahui tingkat tahapan
suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan (Odum 1998). Keragaman jenis
adalah keragaman organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun
di perairan. Dengan demikian setiap organisme mempunyai ciri yang berbeda satu
dengan yang lain. Keanekaragaman ekosistem: mencakup keanekaan bentuk dan
susunan bentang alam, daratan maupun perairan, di mana makhluk atau organisme
hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk
keterkaitan dengan lingkungan fisiknya.
Kelimpahan jenis mangrove juga dipengaruhi oleh vegetasi lain yang
menghambat kelimpahan dan pertumbuhan suatu jenis. Menurut Sukardjo (1986),
jumlah seedling R. mucronata dan B. gymnorrhiza jumlah individu
14
berkurang dikarenakan terjadi kelimpahan Acrostichum aureum, dan gulma
dapat mengurangi viabilitas semai R. mucronata dan B. gymnorrhiza.
Menurut Ellison (2001), faktor lain yang mempengaruhi kelimpahan jenis
mangrove adalah kurang sesuainya habitat pasang surut untuk jenis-jenis
mangrove. Penyebaran mangrove di kawasan pasifik terdiri atas 34 spesies dan 3
hibrid (Ellison 1995). Kawasan mangrove menurun keragaman dari barat hingga
ke timur Pasifik, mangrove mencapai suatu batas pada Samoa Amerika yaitu
diperkirakan 52 ha dari mangrove yang tersisa hanya mempunyai tiga jenis
mangrove (Gilman et al. 2006). Papua Nugini bagian selatan mempunyai
keanekaragaman bakau global paling tinggi yaitu 33 jenis dan 2 hibrid, terletak di
pusat Indo-Malayan yang merupakan pusat dari keanekaragaman mangrove
(Ellison 2000).
15
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di dua kawasan pesisir di Nanggroe Aceh
Darussalam, yaitu kawasan yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia atau
Kawasan Pantai Barat (Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar dan Banda Aceh) dan
Kawasan yang dipengaruhi oleh Selat Malaka atau Kawasan Pantai Timur (Pidie,
Bireuen, Lhokseumawe dan Aceh Utara). Penelitian dilakukan mulai September
2004 sampai Juli 2007.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% untuk
mengawetkan spesimen yang tidak diketahui jenisnya. Peralatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kamera, meteran, gunting stek, peralatan pres
herbarium, label, tali rafia, kompas, dan Global Positioning System (GPS).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Kuadrat untuk mengukur nilai
kerapatan, frekuensi dan dominasi. Kuadrat dibuat pada transek dengan jarak 10
m tiap kuadrat. Jumlah transek tiap wilayah penelitian 12 transek untuk vegetasi
mangrove, untuk vegetasi pantai dibuat 3 transek. Untuk kelompok pohon
(diameter batang ≥10 cm) luas tiap kuadrat 10m x 10m, untuk kelompok pancang
(diameter batang ≥ 5 cm) luas tiap kuadrat 5m x 5m, dan untuk kelompok semai
(tinggi jenis kurang dari 1.5 m) luas tiap kuadrat 3m x 3m dan untuk kelompok
herba luas tiap kuadrat 1m x 1m. Parameter yang diukur adalah nilai kerapatan,
frekuensi dan dominasi.
Metode Survey digunakan untuk mengetahui kondisi fisik pantai seperti
abrasi, dan pelindung fisik pantai (seawalls) yang digunakan. Data tambahan
tentang keadaan fisik pantai juga diperoleh dengan mewawancarai penduduk
sekitar. Data yang diperoleh akan diolah secara deskriptif.
16
AREA STUDI
PUSAT GEMPA
Sumber: GIS dan Remote Sensing Development Center Unsyiah 2005
Gambar 1. Peta area studi di kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Nanggroe Aceh Darussalam.
17
Teknik Pengambilan Sampel Dengan Metode Kuadrat 10 m Plot untuk pohon Pancang 10 m Semai Herba
5 m 3 m 5 m 3 m
1 m 1 m
Gambar 2. Plot pengamatan untuk tiap-tiap kelompok vegetasi yang dibuat pada garis transek.
Dalam setiap petak contoh dicatat data setiap jenis yang terdapat di
wilayah penelitian, data dihitung berupa:
Kerapatan
Kerapatan mutlak jenis i atau KM (i)
Jumlah individu suatu jenis i
KM (i) =
Jumlah total luas area yang digunakan untuk penarikan contoh
Kerapatan relatif jenis i atau KR (i)
Kerapatan mutlak jenis i
KR (i) = x 100%
Kerapatan total seluruh jenis terambil dalam penarikan contoh
18
Frekuensi
Frekuensi mutlak jenis i atau FM (i)
Jumlah suatu petak contoh yang diduduku oleh jenis i
FM (i) =
Jumlah banyaknya petak contoh dibuat dalam analisis vegetasi
Frekuensi relatif jenis i atau FR (i)
Frekuensi mutlak jenis i
FR (i) = x 100 %
Frekuensi total seluruh jenis
Dominasi
Untuk menghitung dominasi dilakukan dengan menghitung basal area
pada vegetasi mangrove dengan cara mengukur diameter batang setinggi dada,
atau dengan menghitung luas bidang dasar pada tinggi 1.30 m dari permukaan
tanah.
Rata-rata basal area per pohon adalah:
g = π/4 (dbh2) atau g = (π d2)/4
g = basal area
dbh = diameter setinggi dada.
Dominasi mutlak jenis i atau DM (i)
DM (i) = jumlah luas bidang dasar suatu jenis
Dominasi relatif jenis i atau DR (i)
Jumlah luas bidang dasar suatu jenis i DR = x 100%
Jumlah jumlah luas bidang dasar seluruh jenis
(Cox 1976)
19
Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP)merupakan besaran yang menunjukkan
kedudukan suatu jenis terhadap jenis lain di dalam suatu komunitas. Nilai dari
indeks ini diturunkan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominasi relatif
dari jenis-jenis yang menyusun tipe komunitas yang diamati. Menentukan
besarnya Indeks Nilai Penting:
(INP) = KR(i) + FR(i) + DR(i)
Menghitung indeks keragaman umum Shannon-Weaver sebagai berikut:
H = ∑ ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
Nni
Nni ln atau H = ∑− Pi ln Pi
H = Indeks keragaman umum Shannon-Weaver
ni = nilai penting atau dominasi relatif atau biomasa dari setiap jenis.
N = total nilai penting jenis atau biomasa dari setiap jenis.
Pi = Peluang kepentingan tiap jenis ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Nni
(Odum 1998)
Diagram profil vegetasi
Diagram profil vegetasi dibuat mulai dari garis pantai hingga 100m x 10m
ke belakangnnya. Tiap kawasan dibuat diagram profil vegetasi yang akan
mewakili wilayah penelitian.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan Pesisir Nanggroe Aceh Darussalam
Kawasan pesisir pantai di Nanggroe Aceh Darussalam berhubungan
langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Malaka. Kawasan yang mengalami
kerusakan meliputi kawasan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Kawasan Pantai Barat terdiri atas empat daerah yaitu: Kabupaten Aceh Barat,
Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Sedangkan
daerah yang berbatasan dengan Selat Malaka yaitu sebagian Kabupaten Aceh
Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Kabupaten
Aceh Utara.
Gelombang tsunami lebih tinggi dan lebih kuat menerjang kawasan Pantai
Barat. Tinggi gelombang hingga 34 m di kawasan Pantai Barat sedangkan
gelombang yang datang dari arah kawasan Pantai Timur tinggi gelombang hingga
10 m (Anonim 2006). Hal ini disebabkan pusat terjadinya gempa berada di
Samudera Hindia. Gelombang menerjang kawasan pesisir Pantai Barat tidak
terhalang oleh paparan daratan, sedangkan gelombang yang menerjang kawasan
Pantai Timur tertahan terlebih dahulu oleh daratan sekitar kawasan Pantai Barat.
Akibatnya kondisi vegetasi dan kondisi fisik pantai terjadi kerusakan lebih berat
di kawasan Pantai Barat dibandingkan dengan kawasan pesisir yang berada di
sekitar Selat Malaka.
Kawasan Pesisir Wilayah Pantai Barat
Pantai Aceh Barat dan Aceh Jaya
Sebelum pemekaran Kabupaten Aceh Jaya termasuk ke dalam wilayah
administratif Aceh Barat. Pantai Aceh Barat dan Aceh Jaya berhubungan langsung
dengan Samudera Hindia. Karakteristik oseanografi dan dinamika perairan secara
langsung dipengaruhi oleh karakteristik perairan Samudera Hindia, yaitu
tingginya gelombang laut dan angin kencang.
Sebelum tsunami di kawasan pantai Aceh Barat dan Aceh Jaya masih
dijumpai tipe-tipe vegetasi pelindung kawasan pantai. Jarak antara garis pantai
21
dan badan jalan Meulaboh-Banda Aceh adalah 100-300 m. Pada beberapa tempat
kawasan pantai dijumpai vegetasi pelindung pantai yang masih membentuk
formasi vegetasi pelindung. Pada beberapa tempat bagian bibir pantai kawsan
pantai Barat sudah mengalami abrasi sehingga garis pantai menjadi tidak stabil.
Secara umum kondisi pantai Aceh Barat ditumbuhi atau ditanami dengan
komponen vegetasi pantai, seperti Cocos nucifera, Casuarina equisetifolia,
Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus dan Pandanus tectorius herba dan
tumbuhan bawah lainnya. Vegetasi pantai merupakan penahan abrasi pesisir yang
paling efektif, hal ini sesuai dengan sistem perakaran yang dimilikinya berfungsi
sebagai peredam energi gelombang dan menstabilkan substrat atau pasir pantai.
Kawasan pesisir Aceh Barat yang rusak akibat tsunami disajikan pada Gambar 3.
di bawah ini.
Gambar 3 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten
Aceh Barat.
22
Kawasan yang mengalami kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di
Aceh Barat akibat tsunami meliputi vegetasi pantai (coastal forest), tambak
(fish/shrimp pond), hutan mangrove, badan air (water body) dan perkebunan
seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.
Kawasan pesisir Aceh Barat yang rusak meliputi empat kecamatan yaitu
Kecamatan Meurebo, Kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan Sama Tiga dan
Kecamatan Arongan Lambalek. Luas kawasan vegetasi pantai (coastal forest)
1442.3 ha, hutan mangrove 249 ha, perkebunan 104110 ha, tanah kosong 156 ha,
badan air (water body) 356 ha dan tambak yang rusak (fish/shrimp pond) 165 ha.
Pada kawasan ini upaya penanaman kembali vegetasi kawasan pantai sudah mulai
dilakukan. Masyarakat sekitar yang sudah mulai menanam di kebun mereka
namun masih dalam skala kecil dan perlu ditingkatkan lagi khususnya vegetasi
pelindung pantai.
Sebelum tsunami kawasan pesisir masih dijumpai tumbuhan penutup tanah
seperti Ipomoea pescaprae di sepanjang garis pantai. Di sekitar perumahan
penduduk juga dijumpai jenis-jenis pohon seperti Cerbera manghas, Hibiscus
tiliaceus dan Morinda citrifolia. Di beberapa tempat terdapat kawasan terbuka
akibat dikonversi menjadi daerah wisata dan pertokoan. Sehingga vegetasi
pelindung pantai sudah hilang dan tanahnya terbuka sehingga yang tampak hanya
hamparan pasir. Hal ini tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah
daerah setempat yaitu tentang pemberian izin membangun bangunan di pantai
agar tidak terjadi abrasi di sekitar pantai. Vegetasi di kawasan pesisir sangat peka
terhadap gangguan, oleh karena itu setiap kegiatan pemanfaatan dan
pengembangan di wilayah pesisir dengan tidak memotong atau menghilangkan
vegetasi pelindung.
Kawasan pesisir Kabupaten Aceh Jaya yang rusak akibat tsunami meliputi
enam kecamatan yaitu Kecamatan Tenom, Kecamatan Panga, Kecamatan Krueng
Sabe, Kecamatan Setia Bakti, Kecamatan Samponit, dan Kecamatan Jaya seperti
yang ditampilkan pada Gambar 4.
23
Gambar 4 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten
Aceh Jaya
Kawasan yang rusak meliputi; vegetasi pantai 1036.2 ha, tambak 353.6 ha,
vegetasi 411.6 ha, hutan mangrove 989 ha, perkebunan 17685.8 ha, tanah kosong
823.2 ha, sawah 1209.3 ha, badan air 268 ha, seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Keseluruhan kerusakan kawasan pesisir di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Jaya
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kawasan pesisir yang rusak dan harus direhabilitasi di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Jaya
Kabupaten Kawasan (ha)
Vegetasi Pantai
Vegetasi mangrove Tambak Tanaman
PerkebunanBadan
Air Tanah
Kosong Total
Aceh Barat 1442.3 249.7 165.2 10410.1 356.9 156.1 12780.3 Aceh Jaya 1036.3 989.3 353.6 17685.8 268.3 823.1 21156.4
24
Kawasan Pesisir Aceh Jaya upaya penanaman kembali vegetasi kawasan
pesisir sudah mulai dilakukan dalam skala kecil. Persawahan dan kawasan tambak
sudah mulai direhabilitasi dan dimanfaatkan kembali, perkebunan penduduk juga
sudah mulai ditanami tanaman perkebunana. Upaya rehabilitasi kawasan pantai
pada daerah ini belum dilakukan secara maksimal oleh pemerintah. Hal ini
disebabkan karena pemerintah sedang mengupayakan pembangunan perumahan
bagi penduduk yang terkena tsunami.
Sebelum tsunami beberapa kawasan pantai telah dikonversi menjadi
daerah wisata. Pemanfaatan kawasan pinggir pantai sebagai daerah pariwisata
merupakan gangguan awal terhadap keberadaan formasi vegetasi pantai.
Pembangunan pertokoan dan perumahan telah menghilangkan beberapa
formasi vegetasi pantai karena dianggap menghambat pembangunan tersebut,
akibatnya komposisi formasi vegetasi pantainya mengalami penurunan jenis dan
kerapatan dari waktu ke waktu.
Vegetasi di kawasan pesisir sebelum tsunami di kawasan pantai sudah
terjadi penurunan kerapatan akibat konversi lahan menjadi perumahan, pertokoan
dan daerah wisata. Akibatnya kawasan pesisir sudah mulai terbuka sehingga
menjadi tidak terlindungi. Vegetasi pantai berfungsi sebagai penahan abrasi,
penahan angin dan gelombang yang berhembus menerpa perkampungan
penduduk. Langkah ini tidak mendapat penanganan yang cepat dari
pemerintah daerah setempat. Apabila pantai sudah terkikis atau terabrasi pada
tingkat yang parah maka biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi akan jauh
lebih besar. Kerugian yang lain seperti hilangnya keragaman hayati,
hilangnya nilai estetika, di samping itu masyarakat juga akan mengalami berbagai
kerugian materi.
Hilangnya vegetasi pelindung pantai menjadi faktor utama pemacu abrasi
di kawasan pesisir. Bangunan pertokoan perumahan, dan bangunan lainnya tidak
akan mampu melindungi pantai, karena pondasi dari bangunan tersebut tidak
dapat mengikat pasir layaknya fungsi akar vegetasi pantai, oleh karena itu
peningkatan kerapatan vegetaasi pada beberapa formasi vegetasi pantai sangat
diperlukan untuk memberikan kemampuan mendukung lingkungan fisik dan
biologi kawasan pesisir.
25
Tingkat Kerapatan, Penyebaran, Penguasaan dan Keragaman Jenis Vegetasi di Kawasan Pantai Aceh Barat sebelum Tsunami Kelompok Herba
Jumlah jenis kelompok herba (rumput-rumputan, teki-tekian dan
tumbuhan bawah lainnya) yang terdapat di pantai Aceh Barat terdiri atas 17 jenis
seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Ada beberapa jenis kelompok herba yang
mendominasi wilayah penelitian, hal ini terlihat dari besarnya indeks nilai penting
yang diperoleh jenis tersebut, jenis yang memperoleh nilai penting tinggi adalah
Ipomoea pescaprae, Cyperus rotundus, Axonopus compresus. Sedangkan jenis
yang lain mempunyai Indeks nilai penting sangat rendah seperti yang ditampilkan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah jenis herba yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami
KR FR DR NP No Nama Jenis (%) (%) (%) (%)
1 Axonopus compresus 24.34 7.69 17.76 49.80 2 Boreria alata 0.61 5.13 0.49 6.23 3 Boreria laevis 0.41 2.56 0.25 3.22 4 Cyperus rotundus 36.51 15.38 5.76 57.65 5 Dactiloctenium sp 1.83 5.13 1.64 8.60 6 Digitaria fuscescen 6.69 12.82 1.64 21.16 7 Eclipta prostrata 5.07 2.56 6.58 14.21 8 Erigeron sumatranensis 0.20 2.56 0.25 3.01 9 Euphorbia hirta 0.61 5.13 0.99 6.72 10 Ipomoea pescaprae 8.32 15.38 49.34 73.04 11 Mimosa pudica 4.06 5.13 3.29 12.47 12 Paspalum vaginatum 1.01 5.13 1.15 7.29 13 Phyllanthus debilis 4.06 2.56 1.32 7.94 14 Phyllathus virgatus 0.41 2.56 0.25 3.22 15 Spilanthes iabadicensis 3.25 2.56 6.58 12.39 16 Urochloa paspaloides 2.43 5.13 2.47 10.03 17 Vernomia cinerrea 0.20 2.56 0.25 3.01
Jumlah 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 2.31
Jenis-jenis yang memperoleh nilai penting tinggi berarti jenis tersebut
lebih menguasai wilayah pesisir. Ipomoea pescaprae lebih menguasai pada
tingkat penyebaran dan dominasi sedangkan kerapatan tergolong sedang yaitu
hanya 8.32 % dari keseluruhan nilai kerapatan kelompok ini. Cyperus rotundus
26
memperoleh indeks nilai penting (57.65 %), jenis ini lebih unggul pada nilai
kerapatan dan penyebaran sedangkan nilai dominasi hanya (5.76 %). Cyperus
rotundus penyebarannya lebih banyak ditemukan di sekitar kebun di daerah
pantai. Jenis-jenis tersebut lebih unggul dalam memanfaatkan sumberdaya atau
lebih dapat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan pesisir. Sedangkan jenis-
jenis yang memperoleh nilai penting rendah, vegetasi kurang baik dalam hal
beradaptasi dengan lingkungan pesisir Aceh Barat, baik segi memanfaatkan unsur
hara, maupun menyesuaikan diri terhadap iklim, seperti cahaya, suhu, curah
hujan dan angin. Jenis herba dapat digolongkan ke dalam kelompok yang
mempunyai indeks keragaman sedang ( H =2.31), hal ini terbukti kelompok
herba lebih terdistribusi merata dibandingkan dengan kelompok pohon,
pancang dan semai.
Keseluruhan indeks keragaman jenis kelompok herba ditampilkan pada
Gambar 5. Indeks nilai penting di atas 48.69 % tergolong tinggi. Terlihat sangat
jelas tiga jenis herba yang mendominasi wilayah penelitian, hal ini terlihat dari
besarnya nilai penting yang diperoleh jenis tersebut seperti Ipomoea pes-cuprae
(73.04 %), Cyperus rotundus (57.65 %), Axonopus compresus (49.80 %).
49.80
6.233.22
57.65
8.60
21.16
14.21
3.016.72
73.04
12.477.29 7.94
3.22
12.3910.03
3.01
0
10
20
30
40
50
60
70
80
A. com
pres
us
B. alat
a
B. lae
vis
C. rotun
dus
Dactilo
cteniu
m sp
D. fus
cesc
en
E. pro
strata
E. sum
atran
ensis
Eupho
rbia h
irta
I. pes
capr
ae
M. pud
ica
P. vag
inatum
P. deb
ilis
P. virg
atus
S. iaba
dicen
sis
U. pas
paloi
des
V. cine
rrea
Inde
ks N
ilai P
entin
g je
nis (
%)
Gambar 5 Indeks nilai penting jenis herba dari keseluruhan jenis yang ditemukan di kawasan pantai Aceh Barat.
27
Indeks nilai penting di atas 24.35 - 48.69 % tergolong sedang. Pada
Gambar 5 tidak dijumpai jenis yang mempunyai indeks keragaman sedang dan
terlihat adanya pemisahan yang sangat jelas dua kelompok indeks nilai penting.
Indeks nilai penting di bawah 24.35 % tergolong rendah, terdapat 14 jenis
kelompok herba yang mempunyai indeks nilai penting rendah. Jenis-jenis tersebut
adalah: Boreria alata, Boreria laevis, Urochloa paspaloides, Dactiloctenium sp.,
Digitaria fuscescen, Eclipta prostrata, Erigeron sumatranensis, Euphorbia hirta,
Mimosa pudica, Paspalum vaginatum, Phyllanthus debilis, Phyllathus virgatus,
Spilanthes iabadicensis dan Vernomia cinerrea.
Kelompok Semai Pohon
Jumlah jenis kelompok semai pohon yang ditemukan di lokasi penelitian
terdiri atas 5 jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 3 di bawah ini. Pandanus
tectorius lebih menguasai kawasan pesisir Aceh Barat, hal ini terlihat Pandanus
tectorius lebih unggul dalam hal kerapatan mutlak, kehadiran dan dominasi jenis.
Pandanus tectorius lebih unggul dalam lebih dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan pesisir dalam hal memperoleh sumberdaya. Pandanus tectorius lebih
dapat menyesuaikan diri dengan unsur hara serta lebih unggul dalam
menyesuaikan diri terhadap iklim, seperti cahaya, suhu, curah hujan dan angin di
wilayah pesisir.
Tabel 3 Jumlah jenis semai yang ditemukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami
No Nama Jenis KR FR DR INP (%) (%) (%) (%) 1 Hibiscus tiliaceus 13.13 14.29 2.13 29.55 2 Morinda citrifolia 4.04 14.29 0.14 18.46 3 Pandanus tectorius 78.79 50.00 97.70 226.5 4 Terminalia catappa 2.02 14.29 0.03 16.34 5 Calophyllum inophyllum 2.02 7.14 0.002 9.16 Jumlah 100 100 100 300
Indeks keragaman ( H ) = 0.88
Pandanus tectorius merupakan jenis semai yang mempunyai indeks nilai
penting paling tinggi yaitu (226.49 %) atau sekitar 75 % dari keseluruhan
kelompok semai. Pandanus tectorius tumbuh pada habitat dengan substrat
28
berpasir di depan garis pantai, terkena pasang surut hingga ke belakang garis
pantai. Pandanus tectorius di kawasan Pantai Aceh Barat pertumbuhannya
mengelompok dan tersebar dengan sangat cepat. Hal ini dibuktikan dengan
tingginya penyebaran untuk jenis ini. Pandanus tectorius yang ditemukan di
kawasan pantai Aceh Barat umumnya tingkat pertumbuhannya masih pada tingkat
semai. Sistem perakaran dapat mengikat badan pantai sehingga garis pantai tetap
stabil. Sedangkan empat jenis lain yaitu, Hibiscus tiliaceus, Morinda citrifolia,
Terminalia catappa dan Callophyllum inophyllum mempunyai nilai penting
rendah yaitu di bawah 20 %. Meskipun Hibiscus tiliaceus memperoleh nilai
penting 29.55 % namun hanya 9 % dari total nilai penting seluruh jenis, seperti
yang ditampilkan pada Tabel 2.
Kelompok semai di kawasan pantai Aceh Barat kerapatannya 3666
individu/ha. Rendahnya indeks nilai penting untuk kelompok semai
mengindikasikan bahwa untuk beberapa tahun kedepan regenerasi pertumbuhan
kelompok pancang sangat rendah. Kelompok pancang untuk beberapa tahun
kedepan akan lebih sedikit hal ini terlihat dari distribusi nilai kerapatan kelompok
semai yang tidak merata dan sedikit sekali jumlah jenis yang akan tumbuh
menjadi kelompok pancang. Kondisi seperti ini harus mendapat perhatian yang
serius dari pemerintah daerah agar penanaman atau peremajaan semai untuk jenis-
jenis pohon dapat ditingkatkan sehingga ketika pohon yang ada sekarang mati
dapat digantikan oleh generasi vegetasi di bawahnya.
29.5518.46
226.49
16.34 9.16
0
50
100
150
200
250
H. tiliac
eus
M. citrifo
lia
P. tectorius
T. catappa
C. inophyllu
m
Inde
ks N
ilai P
entin
g Je
nis (
%)
Gambar 6 Indeks nilai penting jenis semai dari keseluruhan jenis yang ditemukan di pantai Aceh Barat.
29
Indeks nilai penting kelompok semai dapat dilihat seperti yang
ditampilkan pada Gambar 6. Memperlihatkan terjadi pemisahan yang sangat jelas
indeks nilai penting tinggi dan indeks nilai penting rendah. Regenerasi semai
Hibiscus tiliaceus, Morinda citrifolia, Terminalia catappa dan Calophyllum
inophyllum untuk beregenerasi menjadi pancang dan pohon sangat jarang
kerapatannya. Penanaman jenis vegetasi pantai yang dilakukan jangan hanya dua
jenis saja seperti Casuarina equisetifolia dan Cocos nucifera, tetapi jenis-jenis
vegetasi pantai yang lain seperti Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus,
Pandanus tectorius, Morinda citrifolia, Pogomia pinnata, Barringtonia asiatica,
Cerbera manghas, Ipomoea pescaprae, dan jenis-jenis lain yang dapat mengikat
badan pantai. Penanaman vegetasi pada tempat-tempat yang sudah terbuka akan
meminimalisir gangguan terhadap kawasan pantai, khususnya bahaya abrasi,
penahan gelombang, penahan angin, serta meminimalisir suhu yang sangat
ekstrim (panas) di kawasan pesisir.
Kelompok Pancang
Jumlah jenis kelompok pancang ditemukan di pantai Aceh Barat terdiri
atas lima jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah jenis kelompok pancang yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami
KR FR DR INP No Nama Jenis (%) (%) (%) (%) 1 Casuarina equisetifolia 36.84 27.27 42.83 106.94 2 Hibiscus tiliaceus 15.79 27.27 11.89 54.95 3 Lamnea coromandellica 21.05 18.18 27.76 66.99 4 Morinda citrifolia 21.05 18.18 15.93 55.16 5 Codaeum variegatum 5.26 9.09 1.59 15.95
Jumlah 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 1.48
Kerapatan jenis kelompok pancang di pantai Aceh Barat 506 individu/ha.
Terdapat satu jenis kelompok pancang mempunyai nilai penting paling tinggi
yaitu Casuarina equisetifolia (106.94 %) atau sekitar 35 % dari keseluruhan nilai
penting kelompok pancang. Sedangkan tiga jenis lain yaitu Lamnea
30
coromandellica, Morinda citrifolia, dan Hibiscus tiliceus mempunyai nilai
penting yang hampir merata yaitu antara 54 % sampai 67 %. Codaeum
variegatum mempunyai nilai penting sangat rendah yaitu di bawah 20% atau
sekitar 5.3% dari keseluruhan total nilai penting. Keseluruhan indeks nilai penting
vegetasi tingkat pancang ditampilkan pada Gambar 7. Gambar ini
memperlihatkan terjadi pemisahan yang sangat jelas indeks nilai penting tinggi,
indeks nilai penting sedang dan indeks nilai penting rendah. Indeks nilai penting
tinggi lebih besar dari 71.29 %, hanya satu jenis yaitu Casuarina equisetifolia.
Indeks nilai penting sedang antara 35.65-71.29 % terdapat tiga jenis yaitu
Hibiscus tiliaceus, Morinda citrifolia, Terminalia catappa. Indeks nilai penting
rendah lebih kecil dari 35.65 %, hanya satu jenis saja yaitu Calophyllum
inophyllum. Jumlah jenis vegetasi kelompok pancang sangat sedikit hanya lima
jenis dan regenerasi menjadi pohon sangat jarang kerapatannya. Rendahnya
regenerasi kelompok pancang karena terjadi penggunaan lahan untuk daerah
wisata dan tidak dilakukan penanaman atau peremajaan jenis kembali. Hal ini
terlihat tidak satupun Cocos nucifera, Terminalia catappa, Pogomia pinnata,
Barringtonia asiatica dan Cerbera manghas yang ditemukan pada tingkat
pertumbuhan kelompok pancang.
106.94
54.95 55.16
15.95
66.99
0
20
40
60
80
100
120
C. equisetifolia
H. tiliaceus
L. coromandellica
M. citrifolia
C. variegatum
Inde
ks N
ilai P
entin
g Je
nis (
%)
Gambar 7 Indeks nilai penting jenis pancang dari keseluruhan jenis yang ditemukan di pantai Aceh Barat.
Kelompok pancang mempunyai indeks nilai penting yang tidak seragam,
dan kelompok vegetasi ini mempunyai kerapatan yang rendah dan penyebarannya
31
juga tidak merata. Hal ini terlihat dari kecilnya nilai kerapatan mutlak dan
frekuensi mutlak yang diperoleh masing-masing vegetasi dibandingkan dengan
jumlah titik pengambilan sampel. Kelompok pancang mempunyai indeks
keragaman ( H = 1.48) yang berarti indeks keragaman jenis untuk kelompok ini
adalah tergolong rendah. Data ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk program
rehabilitasi dan pengembangan kawasan pesisir. Sehingga kawasan pesisir lebih
terlindungi dan dapat memberikan perlidungan terhadap badan pantai dari bahaya
abrasi dan melindungi pemukiman penduduk dari tiupan angin kencang,
gelombang dan udara panas.
Kelompok Pohon
Jumlah jenis kelompok pohon yang ditemukan di pantai Aceh Barat terdiri
atas 9 jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 5. Terdapat satu jenis kelompok
pohon yang mempunyai nilai penting paling tinggi yaitu Cocos nucifera
(140.56 %) atau sekitar 44 % dari keseluruhan nilai penting kelompok pohon.
Sedangkan dua jenis lain yaitu Casuarina equisetifolia memperoleh (57.62 %)
atau 18% dari keseluruhan nilai penting untuk kelompok pohon. Hibiscus
tiliaceus memperoleh nilai penting (48.92 %) atau sekitar 14.86 % dari
keseluruhan indeks nilai penting jenis. Sedangkan beberapa jenis lain yaitu Areca
sp, Barringtonia asiatica, Lamnea coromandellica, Morinda citrifolia, Pandanus
tectorius dan Terminalia catappa memperoleh indeks nilai penting rendah yaitu di
bawah 15%.
Tabel 5 Jumlah jenis kelompok pohon yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami
KR FR DR NP No Nama Jenis (%) (%) (%) (%) 1 Areca sp 1.45 3.33 0.02 4.80 2 Barringtonia asiatica 1.45 3.33 0.21 4.99 3 Casuarina equisetifolia 27.54 20.00 10.08 57.62 4 Cocos nucifera 34.78 33.33 72.44 140.56 5 Hibiscus tiliaceus 17.39 16.67 14.86 48.92 6 Lamnea coromandellica 2.90 3.33 0.57 6.81 7 Morinda citrifolia 2.90 6.67 0.63 10.19 8 Pandanus tectorius 7.25 6.67 0.70 14.61 9 Terminalia catappa 4.35 6.67 0.49 11.51
Total 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 1.58
32
Kerapatan pohon di kawasan Pantai Barat 460 individu/ha. Cocos nucifera
lebih menguasai wilayah pesisir Pantai Barat dengan indeks nilai penting yang
besarnya (140.56 %). Basal area atau dominasi yang tinggi serta kehadirannya
hampir merata dititik pengambilan sampel. Sedangkan untuk beberapa jenis lain
seperti Areca sp, Barringtonia asiatica, Lamnea coromandellica, Morinda
citrifolia, dan Terminalia catappa mempunyai indeks nilai penting yang sangat
rendah. Jenis-jenis tersebut diketahui tergolong ke dalam kelompok vegetasi
pelindung pantai dan sangat baik mengikat badan pantai dengan sistem
perakarannya. Pada Gambar 8 memperlihatkan selisih indeks nilai penting jenis
yang sangat besar hanya satu jenis saja yaitu Cocos nucifera yang mempunyai
indeks nilai penting tertinggi. Jenis ini tidak ditemukan sama sekali pada bentuk
pertumbuhan yang lain. Diperkirakan pada kawasan ini Cocos nucifera tidak
dilakukan peremajaan selama lebih dari 15 tahun lalu. Hal ini harus menjadi
perhatian khusus dengan menanam kembali jenis ini. Apabila tidak dilakukan
peremajaan Cocos nucifera maka jika jenis ini mati akan terputus regenerasinya.
Gambar 8 Indeks nilai penting jenis pohon dari keseluruhan jenis yang ditemukan
asuarina equisetifolia dan Hibiscus tiliaceus yang mempunyai indeks
nilai penting sedang, sedangkan jenis yang lainnya mempunyai indeks nilai
4.80 4.99
57.62
140.56
48.92
6.81 10.19 14.61 11.51
020406080
100120140160
Areca s
p
B. asia
tica
C. equ
isetifo
lia
C. nuc
ifera
H. tilia
ceus
L. co
roman
dellic
a
M. citri
folia
P. tec
torius
T. ca
tappa
Inde
ks N
ilai P
entin
g Je
nis (
%)
di pantai Aceh Barat.
C
33
penting rendah. Meskipun kelompok pohon mempunyai 9 jenis, namun masih
tergolong ke dalam indeks keragaman yang rendah. Hal ini disebabkan karena
indeks nilai penting jenis tidak seragam, terbukti dari rendahnya indeks
keragaman yang diperoleh ( H = 1.58).
Indeks keragaman vegetasi di kawasan pesisir pantai Aceh Barat tergolong
rendah seperti yang ditampilkan pada Gambar 9. Hal ini menjadi dasar acuan
bahwa
Ga
Vege ng masih stabil ditandai
engan adanya Ipomoea pescaprae, Pandanus tectorius dan jenis-jenis herba pada
equisetifolia, Terminalia catappa dan Hibiscus
tiliaceu
Pantai Barat harus memperbanyak penanaman vegetasi baik dalam hal
jenis maupun kerapatan untuk mengantisipasi ancaman abrasi, badai dan
gelombang yang datang.
2.31
0.88
1.48 1.58
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Herba Semai Pancang Pohon
Inde
ks K
erag
aman
mbar 9 Indeks keragaman tiap kelompok pertumbuhan vegetasi di kawasan pantai Aceh Barat.
Profil Vegetasi Pantai Barat
tasi di Pantai Barat khususnya pada pantai ya
d
formasi terdepan. Casuarina
s berada pada formasi belakang dari formasi pescaprae. Selanjutnya
diikuti oleh Cocos nucifera yang berada pada formasi belakang seperti yang
ditampilkan pada Gambar 10.
34
Profil vegetasi kawasan pantai Barat pada pantai yang telah mengalami
abrasi sebelum tsunami tidak dijumpai adanya formasi pescaprae pada formasi
terdepa
ir
mengal
ambar 10 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat pada kawasan pantai yang masih stabil sebelum tsunami.
n dari garis pantai. Formasi terdepan sudah sangat terbuka, vegetasi
pelindung pantai pada formasi terdepan hanya Cocos nucifera dan tidak dijumpai
vegetasi lain seperti Pandanus tectorius dan jenis-jenis herba. Vegetasi pelindung
pada kawasan ini didominasi oleh satu jenis vegetasi yaitu Cocos nucifera mulai
formasi terdepan hingga kebelakang seperti yang ditampilkan pada Gambar 11.
Vegetasi di pantai Barat setelah tsunami telah menyebabkan pantai
mengalami abrasi yang lebih parah lagi, dimana vegetasi terdepan kawasan pesis
ami kematian akibat hantaman gelombang. Di antara jenis vegetasi
pelindung pantai yang lebih tahan terhadap gelombang adalah Cocos nucifera
seperti yang ditampilkan pada Gambar 12.
Ip Pt
Tc
Ce
Ht
Cn
Hb
Arah Laut
Ht : Hibiscus tiliaceus Cn : Cocos nucifera Hb : Herba
Ip : Ipomoea pescaprae Pt : Pandanus tectorius Tc : Terminalia catappa
Casuarina equisetifoliaCe :
G
35
Cn
Pt
Ce
Hb
Pt : Pandanus tectorius Ce : Casuarina equisetifolia Cn : Cocos nucifera
Arah Laut
Hb : Herba Gambar 11 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat pada kawasan pantai
yang telah mengalami abrasi sebelum tsunami.
Cn : Cocos nucifera Hb : Herba
Cn
Hb
Arah Laut
G
ambar 12 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat setelah tsunami.
an
Sekarang ini sebagian besar kawasan pantai hanya di
mpai
Vegetasi pelindung pantai pada formasi terdepan mengalami kemati
akibat hantaman tsunami.
ju hamparan pasir, dan tanah yang sudah terbuka. Karena penanaman
kembali vegetasi pelindung pantai belum dilakukan secara menyeluruh di seluruh
kawasan pantai.
36
Vegetasi Pelidung Pantai Dominan Sebelum Tsunami
Sepanjang pantai Aceh Barat ditemukan vegetasi pantai yang dominan
s tectorius dan Ipomoea
pescap
di
kawasa
n baik
membe
yaitu Cocos nucifera, Casuarina equisetifolia, Pandanu
rae. Beberapa formasi vegetasi pantai, yaitu formasi pescaprae dan
Casuarina equisetifolia yang dijumpai pada Pantai Barat Kecamatan Johan
Pahlawan. Cemara laut terdapat dalam formasi pescaprae sehingga
keberadaannya sering ditemukan bersama dengan formasi ini. Penambahan
vegetasi pelindung pantai yang sudah terbuka mutlak harus ditingkatkan sehingga
sesuai dengan fungsi vegetasi pantai yaitu melindungi kawasan pantai dari
ancaman abrasi. Sistem perakaran vegetasi akan menjadi perangkap sedimen
yang pada akhirnya akan mempertahankan badan pantai dari ancaman abrasi.
Penanaman vegetasi pelindung pantai tumbuh subur di kawasan Pantai
Barat, hal ini karena vegetasi yang ditanami sangat baik menyesuaikan diri
n pesisir. Keberhasilan hidup vegetasi tidak terlepas dari kerjasama
pemerintah dan masyarakat dalam proses pemilihan bibit, penanaman dan
perawatan vegetasi. Keberhasilan peremajaan dianggap berhasil bukan dari
banyaknya jenis dan kerapatan yang ditanami, akan tetapi banyaknya jenis dan
kerapatan yang hidup setelah ditanam. Perawatan vegetasi menjadi penentu
keberhasilan penanaman rehabilitasi vegetasi pelindung kawasan pesisir.
Casuarina equisetifolia merupakan jenis tumbuhan yang dapat tumbuh
subur di kawasan ini. Casuarina equisetifolia dapat tumbuh denga
ntuk vegetasi murni sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dan
penghambat laju abrasi dan penahan angin pada formasi terdepan dari badan
pantai. Cemara laut dalam formasi pescaprae juga berfungsi sebagai penahan
angin yang berhembus dari arah laut sehingga akan melindungi perkampungan
lokal dari terpaan langsung angin laut. Sebelum tsunami Casuarina equisetifolia
tidak merata di sepanjang pantai Aceh Barat. Hal ini terbukti dari kecilnya
frekuensi jenis yang ditemukan. Pelindungan garis pantai agar tidak terabrasi dan
untuk memperbaiki kondisi kawasan pesisir yang sudah rusak maka penanaman
cemara laut dan vegetasi pelindung pantai lainnya harus diperbanyak di sepanjang
garis pantai.
37
Pandanus tectorius merupakan jenis tumbuhan berupa semak atau pohon
yang tingginya bisa mencapai 6 m. Di pantai Aceh Barat tumbuhan ini dapat
Gambar 13 Pandanus tectorius merupakan salah satu jenis sebagai vegetasi
pantai yang dominan di pantai Aceh Barat.
Pandanu g berada pada formasi
rdepan dari garis pantai seperti yang terlihat pada Gambar 13. Masyarakat sering
perlindungan terhadap pengikisan daratan dengan sistem
tumbuh pada habitat dengan substrat berpasir di depan garis pantai, terkena
pasang surut hingga agak ke belakang garis pantai.
s tectorius termasuk dalam vegetasi yan
te
mengunakan bunga dari tumbuhan ini sebagai hiasan pada acara perkawinan dan
sering digunakan sebagai obat penghalang kutu busuk yang diletakkan di bawah
kasur. Pandanus tectorius merupakan jenis semak yang mempunyai nilai penting
paling tinggi di Pantai Barat yaitu sekitar 75 % dari keseluruhan kelompok semak.
Pandanus tectorius lebih menguasai kawasan pesisir pantai Aceh Barat,
Pandanus tectorius sering berada pada formasi terdepan dari garis pantai hingga
kebelakang.
Ipomoea pescaprae merupakan jenis herba yang sangat efektif
memberikan
perakarannya yang dapat mengikat tanah dan pasir pantai seperti yang terlihat
Gambar 14. Di pantai Aceh Barat, selain Ipomoea pescaprae juga terdapat
beberapa jenis rumput-rumputan yang mempunyai fungsi yang sama yaitu
mengikat tanah dan pasir pantai. Sehingga daratan atau badan pantai tidak terkikis
38
dan mencegah terjadinya sedimentasi sungai akibat abrasi bantaran sungai.
Vegetasi sekitar daerah aliran sungai harus selalu dipertahankan sehingga akan
memperkokoh daerah pinggiran dan bantaran sungai.
Gambar 14 Ipomoea pescaprae penjalarannya mengarah ke arah laut akan menutup hamparan pasir di pantai Aceh Barat.
escaprae mengarahkan penjalarannya ke arah laut dan akar tumbuhan ini sangat
efektif
i Barat Aceh Barat Sebelum Tsunami
Pantai Aceh Barat bagian Kawasan Pesisir Pantai Barat yang
tai ini
Suatu sistem perlindungan pantai yang alami, tumbuhan Ipomoea
p
mengikat sedimen atau pasir. Selain itu tumbuhan ini juga dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan pasir yang sangat kering dan toleran terhadap
air asin. Formasi pescaprae merupakan formasi terdepan dari pantai yang
keadaan fisiknya masih baik. Vegetasi pantai dengan formasi pescaprae dapat
mengikat sedimen pasir sehingga badan pantai terus meninggi. Selain sistem
perakaran yang panjang tumbuhan ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
pasir yang sangat kering. Ipomoea pescaprae toleran terhadap air asin, angin,
tanah yang miskin unsur hara, dan menghasilkan biji yang kecil yang dapat
mengapung di air. Di pantai Aceh Barat Ipomoea pescaprae mempunyai indeks
nilai penting tertinggi (73.04%).
Kondisi Lingkungan Fisik Panta
berhubungan langsung dengan Samudera Hindia,. Sehingga dinamika pan
39
secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh samudera ini, salah satu
contoh adalah gelombang yang tinggi karena berhubungan langsung dengan laut
bebas. Gelombang yang datang silih berganti yang terbentuk oleh angin di
permukaan laut akan merambat terus menerjang daratan pantai. Jika formasi
vegetasi pantai dapat dipelihara dengan baik maka formasi ini dapat menjadi
penghalang yang efektif terhadap hembusan angin dan mencegah abrasi yang
disebabkan oleh gelombang yang datang silih berganti.
Pantai terbentuk dari hasil kerja interaksi antara kekuatan hidrodinamika
(hydrodinamika forcing) dan tanggapan morfodinamika (morphodynamic
sponse
arat menentukan keadaan lingkungan fisik
pantai.
bang merupakan bagian terpenting untuk mencegah abrasi.
re ). Kekuatan hidrodinamika yang bekerja pada pantai dan wilayah pesisir
adalah gerakan masa air (gelombang dan arus). Tanggapan morfodinamika
merupakan akibat dari aksi hidrodinamika terhadap konfigurasi dasar perairan dan
butiran-butiran sedimen di pantai.
Interaksi antara kekuatan hidrodinamika dan tanggapan morfodinamika
yang bekerja pada pantai Aceh B
Secara umum keadaan lingkungan fisik sudah mengalami abrasi yang
dibuktikan oleh rendahnya indeks keragaman dan kerapatan jenis. Hal ini perlu
dilakukan penanaman atau peremajaan kembali untuk meningkatkan keragaman
jenis dan kerapatan. Indeks keragaman jenis dan kerapatan individu yang tinggi
dalam beberapa formasi akan melindungi lingkungan fisik pantai Aceh Barat dari
ancaman abrasi.
Pembentukan beberapa formasi vegetasi untuk melindungi pantai dari
hempasan gelom
Tinggi gelombang laut pada pantai ini dapat mencapai 1-2 m seperti yang terlihat
pada Gambar 15. Gelombang yang terhempas ke pantai Aceh Barat mempunyai
energi yang besar, karena semakin tinggi gelombang maka semakin besar pula
energi yang terhempaskan. Energi ini mampu memindahkan sedimen yang ada di
bawahnya. Apabila tidak ada penghalang yang berfungsi mengikat badan pantai
untuk meredam gelombang maka hal ini akan merusak kestabilan garis pantai.
40
Gambar 15 Gelombang yang datang silih berganti yang menghantam pantai
Aceh Barat
Pengikisan daratan pantai ini akan semakin mencapai badan jalan pada
tempat-tempat yang sedikit vegetasi pelindung pantai. Hal ini segera di atasi
dengan mempertinggi kerapatan penanaman vegetasi pelindung pantai. Perubahan
bentuk atau lebih dikenal sebagai morfologi pantai merupakan hasil rangkaian
proses pantai. Proses pantai mencakup sirkulasi arus dan dinamika gelombang
serta interaksinya dengan sedimen. Arus yang terjadi di pantai ini disebabkan
oleh arus laut lepas, arus dan angin, arus akibat pasang surut ataupun arus akibat
gelombang.
Arus gelombang biasanya terjadi pada daerah antara gelombang pecah dan
garis pantai. Arus inilah yang berperan dominan dalam proses abrasi pantai.
Energi ini bekerja secara kontinyu sepanjang pantai. Pada bagian yang tidak
memiliki daya tahan tinggi maka lebih cepat terkikis dan sedimen akan terangkut
bersama arus balik ke laut sehingga terjadilah keseimbangan baru yang akan
mempengaruhi bentuk garis pantai. Pada Gambar 16 di bawah ini memperlihatkan
daerah-daerah yang sudah menurun komposisi formasi vegetasi pelindung pantai
sehingga terlihat mengalami abrasi. Pada daerah ini terlihat hanya satu jenis
vegetasi yang dominan dan sama sekali tidak dijumpai adanya jenis-jenis semak
dan herba sebagai formasi terdepan yang mengikat badan pantai seperti terlihat
pada gambar di bawah ini.
41
Pada tempat-tempat dengan kondisi seperti pada gambar di bawah ini
harus cepat diantisipasi dengan menanam kembali vegetasi pelindung pantai
dengan melibatkan masyarakat sekitar pantai. Pada tempat yang tidak lagi
mempunyai substrat untuk penanaman vegetasi maka pembangunan penahan fisik
yang disesuaikan dengan kondisi pantai. Di samping terjadi abrasi yang
disebabkan karena kehilangan vegetasi pelindung juga diperparah lagi oleh
banyaknya hewan-hewan seperti kerbau dan sapi. Hewan-hewan tersebut turun
dan melintasi lewat badan pantai yang lebih tinggi dan sudah tandus sehingga
lama-kelaman akan terjadi pelebaran garis pantai akibat pelongsoran badan pantai.
Gambar 16 Pantai Aceh Barat terancam abrasi, terlihat hanya satu formasi vegetasi pantai kondisi tanah sudah sangat terbuka.
Perbedaan ketinggian daratan pantai yang cukup signifikan disebabkan
oleh abrasi. Pada awalnya disebabkan karena kehilangan formasi terdepan dari
vegetasi pantai seperti jenis tumbuhan Ipomoea pescaprae, rumput-rumputan dan
jenis semak. Di daerah ini sudah sangat jarang atau tidak ada lagi vegetasi
sehingga harus mendapat perhatian khusus yaitu dengan menanam kembali
beberapa formasi vegetasi pantai yang diawali oleh jenis-jenis herba dan seperti
Casuarina equisetifolia, Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus, Pandanus
tectorius.
42
Beberapa Permasalahan di Kawasan Pesisir Pantai Barat Aceh Barat
Untuk menciptakan lingkungan fisik pantai yang baik, ekosistem pantai
harus stabil sehingga dapat membentuk mekanisme penyerap energi gelombang
dan arus serta secara alami melindungi pantai. Formasi vegetasi pantai dalam
bentuk vegetasi formasi pohon, semak dan rumput-rumputan merupakan
mekanisme perangkap partikel pasir sehingga menjaga kestabilan garis pantai dan
sebagai mekanisme penyerap kekuatan angin. Akan tetapi mekanisme ini tidak
berfungsi dengan baik karena tingkat keragaman dan kerapatan jenis vegetasi
pelindung pantai yang sudah menurun. Hal ini ditandai dengan adanya tanah yang
sudah terbuka oleh akibat pembangunan perumahan dan pertokoan dekat kawasan
garis pantai.
Kondisi lingkungan fisik Pantai Barat semakin mengalami penurunan
kualitas lingkungan akibat beralihnya habitat vegetasi pantai. Vegetasi pelindung
pantai yang seharusnya terdapat di sepanjang pantai telah dikonversi menjadi
perumahan dan penghilangan vegetasi pantai dijadikan tempat rekreasi.
Pengalihan tempat ini justru mempercepat terjadinya abrasi, karena partikel-
partikel pasir yang terdapat di pantai dan yang datang bersama gelombang serta
arus, tidak ada yang mengikat dan memperangkapkannya. Bila hal ini dibiarkan
terus berlanjut maka semakin lama hempasan gelombang dan kekuatan arus akan
semakin mengikis daratan pantai sehingga akan menggusur semua bangunan yang
ada di sepanjang pantai. Pada daerah ini sudah terjadi majunya garis pantai dan
pantai terabrasi.
Pemanfaatan wilayah pesisir untuk daerah wisata dan keperluan lain harus
dilakukan dengan tidak menghilangkan vegetasi pantai yang ada, bahkan harus
menambah kerapatan jenis-jenis vegetasi pelindung sehingga pantai tidak
mengalami abrasi. Pemanfaatan kawasan pantai jangan dilakukan pada zonasi
terdepan atau zonasi yang berpengaruh langsung terhadap perlindungan kestabilan
garis pantai. Pemanfaatan kawasan pesisir dengan tidak menghilangkan formasi
vegetasi pelindung sehingga tidak mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.
Kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan terutama
wilayah pesisir merupakan hal yang sangat penting. Sebagian masyarakat
memahami wilayah pesisir sebagai tempat pembuangan akhir. Pemahaman ini
43
yang harus diluruskan sehingga masyarakat sadar akan pentingnya menjaga
kualitas lingkungan. Kesadaran masyarakat di wilayah pesisir untuk menjaga
kebersihan lingkungan terutama wilayah pesisir masih sangat kurang,. Hal ini
terbukti dengan banyaknya tumpukan sampah di belakang bangunan dan
sepanjang garis pantai. Hal ini bukan saja tidak indah dipandang tapi juga
merusak lingkungan.
Pemanfaatan dan pengelolaan tempat wisata wilayah pesisir yang tidak
mempertimbangkan prinsip ekologi akan memberikan dampak negatif. Prinsip
ekologi terpenting yang harus diterapkan adalah tidak menghilangkan formasi
vegetasi pantai yang ada. Hal ini penting sekali untuk mempertahankan kestabilan
garis pantai dan menjaga keseimbangan garis pantai. Pemanfaatan daerah pesisir
sebagai tempat wisata dapat membuka pendapatan baru bagi masyarakat kawasan
pesisir. Daerah wisata yang dibangun harus jauh dengan garis pantai sehingga
tidak merusak vegetasi pelindung pada formasi terdepan sebagai sebagai
perangkap sedimen atau pasir. Formasi terdepan dari pescaprae dan rumput-
rumputan harus dipelihara sehingga badan pantai menjadi lebih tinggi sehingga
badan pantai dapat bertahan dari hempasan gelombang dan terlindungi dari
ancaman abrasi.
Pantai Padang Seurahet
Pantai Padang Seurahet terletak sebelah timur dari kota Kecamatan Johan
Pahlawan. Kondisi Pantai Padang Seurahet sebelum tsunami mengalami abrasi
yang cukup parah yaitu hampir mendekati badan jalan dan pemukiman penduduk.
Secara umum kondisi Pantai Padang Seurahet tidak banyak ditumbuhi atau
ditanami vegetasi pelindung lingkungan pesisir. Fungsi vegetasi tidak hanya
merupakan penahan abrasi tetapi juga memperbaiki kualitas udara sehingga
memberikan kesejukan dan kenyamanan kepada masyarakat setempat. Keadaan
pantai yang tidak lagi mendapat perhatian atau perawatan berdampak besar
terhadap kondisi lingkungan masyarakat setempat pada khususnya, seperti
banyaknya sampah-sampah yang dibuang dan menumpuk di sekitar pantai.
Secara umum pantai sudah sangat terbuka dan sangat jarang dijumpai
tumbuhan penutup tanah seperti Ipomoea pescaprae kelompok dan kelompok
44
semai yang banyak ditemukan di Pantai Barat. Di sekitar perumahan penduduk
hanya dijumpai Cocos nucifera, hal ini membuktikan bahwa daerah ini tidak
pernah ditanami jenis-jenis vegetasi pelindung pantai. Hasil pengamatan
memperlihatkan bahwa tingkat kerusakan Pantai Padang Seurahet lebih parah
dibandingkan dengan Pantai Barat. Setiap tahunnya tingkat abrasi diperkirakan
mencapai 1 m sampai 2 m. Masalah ini diantisipasi dengan pembangunan tanggul
penahan tetapi kurang dari satu tahun terjadi kerusakan lagi. Salah satu upaya
untuk mengatasi kerusakan pantai tersebut adalah dengan menanam kembali
vegetasi pelindung pantai agar keadaan tanah di sekitar pantai akan diikat oleh
sistem perakaran vegetasi tersebut. Pembangunan bangunan fisik tanpa disertai
penanaman vegetasi pantai sangat tidak efektif untuk penahan abrasi yang
disebabkan oleh gelombang laut. Bangunan fisik akan diterjang oleh ombak laut
sehingga akan terjadi pengikisan pasir pada bagian bawah bangunan tersebut
sehingga lama kelamaan bangunan tersebut akan roboh. Bangunan fisik harus
dirancang agar dapat bertahan lama dan di atasnya dapat ditanami jenis rumput-
rumputan sehingga dapat menahan dan mengikat pasir dan tanah yang ada di
atasnya agar tidak mudah terkikis.
Kawasan pantai yang tidak mempunyai vegetasi sangat rentan terhadap
abrasi. Sebagian besar Pantai Padang Seurahet tidak mempunyai badan pantai
karena telah terabrasi dan bangunan pemecah ombak yang berbatasan dengan
perkampungan penduduk rusak. Kondisi pantai seperti ini berada pada tingkat
abrasi yang sangat parah dan pengikisannya sudah hampir mencapai badan jalan
dan perumahan penduduk. Kondisi seperti ini disebabkan karena kawasan ini telah
mengalami kehilang vegetasi pada formasi terdepan dari garis pantai. Terdapat
sisa bangunan yang telah roboh akibat diterjang ombak dan di belakangnya sudah
dibangun lagi bangunan yang baru. Hal ini terlihat sangat jelas bahwa penahan
abrasi dalam bentuk bangunan fisik tanpa disertai penanaman vegetasi tidak
efektifnya dan sangat banyak biaya yang terbuang begitu saja.
Pada titik terjadinya konsentrasi gelombang, intensitas abrasi akan
meningkat dan pada titik terjadinya penyebaran gelombang, intensitas sedimentasi
yang akan meningkat. Pantai dikatakan stabil apabila masa sedimen yang keluar
dan masuk berada dalam jumlah konstan sepanjang pantai.
45
Abrasi merupakan masalah utama lingkungan fisik Pantai Padang
Seurahet. Program perlindungan pantai (coastal protection) telah banyak
dilakukan. Solusi yang diterapkan biasanya dilakukan dengan membangun
pemecah gelombang (break water). Pembangunan pemecah gelombang yang
biasa dikategorikan sebagai hard solution bukan jawaban atas upaya perlindungan
pantai. Kegagalan perencanaan pemecah gelombang dapat saja terjadi. Kegagalan
tersebut dapat disebabkan oleh ketidaktepatan penilaian suatu proses fisik di
wilayah pesisir, sehingga kehadiran pemecah gelombang justru menimbulkan
masalah baru.
Pembangunan pencegah gelombang harus mendapat perhatian baik
pemeritah maupun masyarakat yaitu dengan membangun penahan abrasi tidak
hanya bangunan fisik tetapi juga dengan jalur hijau. Apabila dibiarkan atau
dilakukan penanganan secara tidak serius lama-kelaman badan jalan akan habis
terabrasi, karena tidak ada akar-akar vegetasi yang dapat mengikat tanah di sekitar
pantai dan badan jalan. Jarak antara perumahan penduduk dengan garis pantai
lebih kurang 15 m. Sepanjang garis pantai tidak lagi terdapat vegetasi sehingga
arah angin dari laut sangat kencang menerpa perkampungan penduduk.
Pantai yang mempunyai kerapatan vegetasi yang rendah maka tingkat
abrasi terjadi lebih berat dibandingkan dengan pantai yang mempunyai kerapatan
vegetasi yang tinggi, seperti yang terlihat pada Gambar 17.
Gambar 17 Perbedaan tingkat abrasi antara daerah pantai yang mempunyai
vegetasi jarang dengan vegetasi yang rapat.
46
Casuarina equisetifolia menggantikan membentuk formasi dalam
perlindungan kawasan pesisir. Formasi ini dibuktikan dengan terdapatnya cemara
laut pada ujung Pantai Padang Seurahet. Casuarina equisetifolia dapat tumbuh
dengan baik membentuk vegetasi murni sehingga dapat berfungsi sebagai
pelindung pantai dan penghambat laju abrasi. Cemara laut dalam formasi
pescaprae juga berfungsi sebagai penahan angin yang berhembus dari arah laut
sehingga akan melindungi pemukiman dari terpaan langsung angin laut.
Penurunan nilai komposisi ini akan menjadi faktor pemicu abrasi yang memang
sudah berlangsung lama di kawasan ini.
Bangunan yang dibangun asal jadi dan tanpa dibarengi penanaman
vegetasi pantai tidak akan mampu melindungi pantai dari abrasi, karena pondasi
dari bangunan tersebut tidak dapat menahan sedimen atau pasir layaknya fungsi
vegetasi pelindung pantai. Oleh karena itu peningkatan komposisi formasi
vegetasi pantai di Pantai Padang Seurahet sangat diperlukan untuk memberikan
kemampuan mendukung lingkungan fisik dan lingkungan biologi kawasan pantai
tersebut.
Vegetasi Mangrove Setelah Tsunami di Kawasan Pesisir Pantai Barat
Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang terdapat di Kawasan Pesisir
Pantai Barat (daerah yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia) terdiri atas lima
jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 6. Jenis-jenis tersebut antara lain
Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Nypa fructicans
dan Sonneratia alba.
Tabel 6 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di Kawasan Pesisir Pantai Barat
KR FR DR INP No Jenis (%) (%) (%) (%)
1 Avicennia marina 14.29 13.33 9.51 37.13 2 Nypa fructicans 7.14 6.67 2.80 16.61 3 Rhizophora mucronata 53.57 40.00 81.03 174.61 4 Rhizophora apiculata 17.86 26.67 4.37 48.89 5 Sonneratia alba 7.14 13.33 2.29 22.77 Jumlah 100 100 100 300
Indeks keragaman ( H ) = 1.23
47
Berdasarkan data yang diperoleh, vegetasi yang lebih mendominasi pada
kawasan Pantai Barat adalah Rhizophora mucronata. Permudaan tingkat semai
dan pancang tidak ditemukan saat pengambilan sampel. Jenis yang memperoleh
nilai penting tinggi adalah Rhizophora mucronata (174.61%) berarti jenis tersebut
lebih menguasai wilayah pesisir pantai barat setelah tsunami. Indeks keragaman
mangrove setelah tsunami di kawasan pantai tergolong ke dalam kelompok yang
mempunyai indeks keragaman rendah ( H = 1.23). Kerapatan mangrove yang
tersisa setelah tsunami 47 individu/ha. Jumlah ini menggambarkan bahwa
keberadaan vegetasi mangrove saat ini di kawasan pesisir Pantai Barat sudah
sangat jarang, sehingga perlu dilakukan upaya rehabilitasi. Vegetasi mangrove
yang tertinggal ini hanya di beberapa tempat saja, yaitu di daerah Bubon Aceh
Barat, Patek Kec. Sapoinit, Kec. Syiah Kuala Banda Aceh, dan Kec Darussalam
Aceh Besar. Keseluruhan indeks nilai penting mangrove di Kawasan Pesisir
Pantai Barat dapat dilihat pada Gambar 18. Terlihat adanya pemisahan indeks
nilai penting menjadi dua kelompok yaitu indeks nilai penting tinggi (di atas 50%)
yaitu Rhizophora mucronata dan indeks nilai penting jenis rendah (di bawah
50%) yaitu Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Nypa fructicans dan
Sonneratia alba. Persentase indeks nilai penting jenis yang sangat jauh
setelah tsunami mengindikasikan bahwa kawasan ini sebelum tsunami juga
didominasi oleh Rhizophora mucronata yang mempunyai indeks nilai penting
tertinggi (174.61).
37.13
16.61
174.61
48.89
22.77
0
30
60
90
120
150
180
A. marina
N. fructic
ans
R. mucro
nata
R. apiculata
Sonneratia sp.In
deks
Nila
i pen
ting
Jeni
s (%
)
Gambar 18 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Barat.
48
Secara umum vegetasi mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Barat Nanggroe
Aceh Darussalam dalam kondisi rusak berat akibat hantaman gelombang tsunami
dan hanya sedikit yang tertinggal. Permudaan tingkat semai dan pancang tidak
ditemukan saat pengamatan dilakukan. Kawasan mangrove yang berada di sekitar
Kawasan Pesisir Pantai Barat setelah tsunami pada umumnya telah mengalami
perubahan bentuk kawasan yaitu sebagian besar sudah berada di dalam laut karena
terjadi pergeseran badan pantai. Pergeseran badan pantai disebabkan karena ketika
hantaman gelombang tsunami.
Kematian mangrove terjadi hampir menyeluruh atau dalam jumlah besar
jenis mangrove dan mempengaruhi semua ukuran dan terjadi dalam waktu singkat
yang disebabkan oleh tsunami. Fenomena ini merupakan aksi secara langsung
terjadi patah pohon, pencabutan pohon, dan patah dahan atau terjadi pengguguran
daun. Di samping itu juga terjadi kematian akibat faktor geomorfik, kematian ini
terjadi di dalam habitat mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung,
seperti terjadi erosi yang menyebabkan terjadi kematian mangrove. Gelombang
yang kuat seperti tsunami akan mengakibatkan perpindahan sedimen dari laut dan
pantai yang terkikis terbawa ke dalam ekosistem mangrove termasuk tambak dan
teluk. Sedimen yang terbawa oleh gelombang akan menutupi sedimen di
permukaan mangrove. Vegetasi mangrove akan roboh akibat gelombang besar.
Dalam beberapa hal, ketika pantai tererosi, akan terbentuk garis pantai baru pada
bagian mangrove yang mati atau teluk bagian dalam (Cahoon dan Hensel 2002).
Profil vegetasi mangrove kawasan pesisir pantai Barat tidak lagi
membentuk pola pertumbuhan dalam sistem zonasi. Hal ini disebabkan karena
formasi vegetasi mangrove kawasan ini banyak yang mati akibat tsunami.
Vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Barat tertinggal kerapatannya sudah
sangat jarang, dan tidak ditemukan bentuk pertumbuhan pancang dan semai
seperti yang ditampilkan pada Gambar 19.
49
LAUT
Rm Nf
Nf : Nypa fructicans Rm : Rhizophora mucronata
Gambar 19 Profil vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Barat setelah tsunami.
Vegetasi mangrove tidak ditemukan di kawasan yang dekat dengan garis
pantai di kawasan Pantai Barat, akan tetapi ditemukan jauh dari garis pantai dan
tidak lagi membentuk zonasi mangrove. Rehabilitasi untuk penanggulangan
kerusakan dan pemulihan merupakan campur-tangan yang bersifat reaktif.
Rehabilitasi dan pemulihan dilakukan karena parameter-parameter dasar
lingkungan masih memungkinkan dan mampu untuk diperbaiki dan dipulihkan.
Data pasang surut kawasan pesisir Pantai Barat dapat dilihat pada Gambar
20. Pasang tertinggi (MHHWL) mencapai 242.3 cm, pasang terendah (MLHWL)
mencapai 210.5 cm. Pasang-surut atau titik atara pasang dan surut (MSL)
mencapai 159 cm. Surut tertinggi (MHLWL) mencapai 104.7 cm, dan surut yang
paling rendah (MLLWL) mencapai 78.4 cm (Oceanografi 2005).
50
MHHWL, 242.3MLHWL, 231.2
MSL, 172
MHlLWL, 110.4MLLWL, 86.1Ti
nggi
Pas
ang
Suru
t(c
m)
Gambar 20 Garfik pasang surut kawasan pesisir pantai Barat
Keterangan MHHWL : Mean high high water level MLHWL : Mean low high water level MSL : Mean sea level MHLWL : Mean high low water level MLLWL : Mean low low water level
Pasang surut sangat berpengaruh terhadap distribusi dan keragaman vegetasi
mangrove, program rehabilitasi kawasan mangrove harus mengetahui terlebih
dahulu data pasang surut di suatu kawasan. Kehadiran atau pertumbuhan vegetasi
mangrove sangat dipengaruhi oleh salinitas. Salinitas cenderung berbeda
berdasarkan tinggi rendah pasang surut karena dipengaruhi oleh pasokan air tawar
dari daratan atau sungai.
Upaya Rehabilitasi Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh
Sebelum tsunami vegetasi di kawasan pesisir di Banda Aceh sudah
mengalami penurunan luas lahan mangrove, karena sudah banyak dikonversi
menjadi perumahan dan tambak, sehingga kawasan mangrove menjadi berkurang,
di samping itu juga banyak yang dipotong untuk kayu bakar. Perubahan fungsi
lahan akan menurunkan kualitas lingkungan kawasan pesisir Kota Banda Aceh.
Kehilangan jenis dan konversi lahan menjadi faktor utama pemicu abrasi di daerah
pesisir Kota Banda Aceh.
Kawasan pesisir yang rusak meliputi lima kecamatan yaitu Kecamatan
Syiah Kuala, Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Kuta Raja, Kecamatan Meuraxa
dan Kecamatan Jaya Baru seperti yang terlihat pada Gambar 21 Peta rehabilitasi
dan konservasi kawasan pesisir Banda Aceh
51
ambar 21 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Banda Aceh
bany
meredam energi gelombang
dengan
PETA KERUSAKAN KAWASAN PESISIR AKIBAT TSUNAMI DI
BANDA ACEH
G
Setelah tsunami keberadaan vegetasi mangrove dan vegetasi pantai lainnya
ak yang mati sehingga kawasan pesisir menjadi terbuka dan berada pada
keadaan yang sangat mengkhawatirkan sehingga akan berdampak langsung
terhadap kelimpahan biota laut seperti tiram, kepiting dan udang, seperti halnya
yang terjadi di kawasan mangrove Kecamatan Meuraxa, bahkan tidak
meninggalkan satu batangpun vegetasi mangrove akibat hantaman tsunami.
Melihat kondisi yang demikian di kawasan pesisir harus segera dilakukan upaya
penanaman kembali vegetasi pantai dan mangrove.
Salah satu fungsi vegetasi pantai adalah
sistem perakaran yang dimilikinya. Sistem perakaran tersebut akan
menstabilkan sedimen atau pasir pantai. Menurut Ling dan Way (1983), mangrove
dapat mencegah atau mereduksi erosi garis pantai, proses ini terjadi melalui
pengikatan tanah oleh sistem perakaran vegetasi pantai. Erosi disebabkan oleh
52
energi gelombang dan angin, apabila mangrove dipotong maka akan terjadi
erosi dan banjir.
Keseluruhan kawasan yang rusak meliputi vegetasi pantai (coastal forest)
99 ha, mangrove 114 ha, badan air (water body) 70.7 ha, dan tambak yang rusak
(fish/shrimp poud) 705 ha seperti yang terlihat pada Tabel 7.
Upaya penanaman kembali vegetasi mangrove sudah mulai dilakukan,
namun masih dalam skala kecil. Kawasan yang sudah mulai ditanami vegetasi
meliputi Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Meuraxa. Beberapa kawasan
yang telah ditanam mengalami kegagalan, hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, di antaranya adalah bibit yang tidak masak, penanganan bibit yang tidak
baik, lokasi tanam (tanah) tidak disesuaikan dengan jenis mangrove, penanaman
yang telah dilakukan dengan menancapkan propagul ke dalam tanah, propagul
yang ditanam tanpa diseleksi dengan baik tingkat kemasakannya, sehingga banyak
yang mati dan dibawa arus. Menurut Clarke dan Raelee (2000), ekosistem
vegetasi mangrove dipengaruhi oleh laju sedimentasi, kekuatan pasang surut,
pasang surut air tawar. Menurut Pratiwi et al. (1986), tindakan pelestarian dapat
berupa mempertahankan dan menjaga ekosistem vegetasi mangrove supaya tidak
terganggu oleh perusakan dan pencemaran, serta pada tempat-tempat yang telah
rusak harus diadakan peremajaan jenis-jenis tumbuhan mangrove yang baru.
Permudaan alam merupakan salah satu bentuk regenerasi secara alami
yang dilakukan oleh suatu jenis. Permudaan alam dapat tejadi jika pohon dari
jenis-jenis penting itu tertinggal untuk beregenerasi. Kehadiran jenis-jenis lain
akan meningkatkan diversitas jenis, sehingga akan memantapkan ekosistem
daerah tersebut. Permudaan buatan merupakan suatu bentuk permudaan yang
dihasilkan dari penanaman jenis-jenis tumbuhan mangrove yang baru, untuk
permudaan perlu diperhatikan kondisi lingkungan yang sesuai sehingga mangrove
dapat tumbuh dengan baik.
53
Kondisi lingkungan fisik
Secara umum kondisi fisik kawasan pesisir mengalami terbuka karena
kehilangan vegetasi pelindung dan pantai mengalami abrasi seperti yang
ditampilkan pada Gambar 22.
Gambar 22. Kondisi kawasan pesisir kota Banda Aceh sudah sangat terbuka dan tidak ada vegetasi pelindung kawasan pesisir.
Pantai berhubungan langsung dengan Samudera Hindia, sehingga
dinamika pantai ini secara langsung dipengaruhi oleh samudera ini. Penanaman
kembali vegetasi harus segera dilakukan pada kawasan ini sehingga akan
melindungi pantai dari hempasan gelombang. Hal ini merupakan bagian
terpenting untuk memperbaiki kondisi fisik pantai yang sudah sangat terbuka dan
vegetasi pantai pantai yang sudah rusak. Setiap spesies sepanjang gradient
lingkungan memiliki keunggulan kompetitif yang menjadikan faktor pengendali
pola zonasi. Menurut Cruz (1981), faktor yang mempengaruhi zona vegetasi
pantai antara lain: tanah, salinitas air tanah, drainase, aliran arus gelombang,
kelembaban tanah dan frekuensi penggenangan.
Pengikisan daratan pantai ini akan semakin mencapai daratan pada tempat-
tempat yang tidak ada vegetasi, hal ini harus segera di atasi dengan
memperbanyak vegetasi pelindung pantai. Energi gelombang bekerja secara
kontinyu sepanjang pantai, pada bagian yang relatif tidak memiliki daya tahan
tinggi lebih cepat terkikis dan sedimen akan terangkut bersama arus balik ke laut.
54
Menurut Nontji (2005), energi ini mampu memindahkan sedimen di bawahnya.
Apabila tidak ada penghalang yang berfungsi sebagai peredam hempasan maka
hal ini akan merusak kestabilan garis pantai.
Kondisi vegetasi yang ada sekarang ini tidak dapat lagi berfungsi sebagai
pendukung lingkungan fisik sebagai pemecah gelombang, menjaga abrasi pantai
dan penahan angin yang menerpa langsung ke perkampungan penduduk. Formasi
vegetasi pantai baik formasi pohon, semak dan rumput-rumputan merupakan
mekanisme perangkap partikel pasir yang menjaga kestabilan garis pantai secara
alami. Pembangunan pemecah gelombang harus dapat mengatasi permasalahan
abrasi yang timbul, karena pada beberapa tempat tidak lagi mempunyai substrat
untuk ditanami vegetasi pelindung maka daerah seperti ini harus dibangun
pemecag gelombang yang kokoh, selanjutnya harus ditanami vegetasi pelindung
di belakannya. Bangunan fisik yang dibangun harus disesuaikan dengan kondisi
fisik laut itu sendiri (gelombang). Bangunan fisik akan diterjang oleh ombak laut
dan pasang surut secara periodik oleh sebab itu penentuan penahan gelombang
harus disesuaikan dengan kekuatan arus atau gelombang sehingga akan
menghindari resiko kerusakan. Penanaman vegetasi pantai mutlak diperlukan di
samping untuk mengikat badan pantai dan untuk memperkokoh bangunan
pemecah gelombang.
Kawasan pesisir yang ditanami vegetasi pantai, tingkat abrasinya dapat
ditekan, dan pantai sangat berpotensi untuk dijadikan tempat wisata. Hal ini akan
sangat menguntungkan bagi masyarakat setempat. Masyarakat dapat memperoleh
penghasilan tambahan dengan mengelola tempat wisata di sekitar pantai tersebut
dengan memanfaatkan zonasi bagian belakang dengan tidak menghilangkan
vegetasi pelindung. Tempat-tempat rekreasi harus ditata sedemikian rupa dengan
memperhatikan prinsip-prinsip ekologi agar lingkungan pantai tidak rusak.
Vegetasi pelindung kawasan pesisir
Upaya yang harus dilakukan untuk mempercepat pemulihan kondisi
lingkungan kawasan pesisir kota Banda Aceh adalah upaya penanaman kembali
jenis-jenis vegetasi pelindung kawasan pesisir seperti vegetasi mangrove.
Sebelum tsunami kawasan pesisir Banda Aceh didominasi oleh beberapa jenis
55
mangrove seperti Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Rhizophora
apiculata, Avicennia sp., Sonneratia sp., Ceriops sp., Nypa fructescen. Vegetasi
mangrove pada umumnya mendominasi zona-zona pantai dengan kondisi
berlumpur dan delta estuaria pasang surut. Menurut Field (1995), sepanjang tepi
garis pantai, vegetasi mangrove dijumpai dari bagian tepi yang sempit sampai ke
daerah yang ternaungi di daratan pantai. Pada kawasan yang luas mangrove
terbentuk di daratan pantai, misalnya kawasan luas dan lokasi terkait dengan
penggenangan pasang surut, pendangkalan (sedimentasi), dan karakteristik
sedimen.
Cemara laut (Casuarina equisetifolia) kadang-kadang terdapat dalam
formasi pescaprae, cemara laut dapat tumbuh menggantikan vegetasi pantai
sebenarnya dalam proses suksesi sehingga dapat membentuk vegetasi murni.
Sistem perakaran akan menjadi perangkap sedimen pasir yang pada akhirnya
akan mempertahankan garis dan badan pantai. Cemara laut dalam formasi
pescaprae juga berfungsi sebagai penahan angin. Sebelum tsunami Kawasan
Pesisir Pantai Barat juga didominasi oleh cemara laut seperti kawasan pantai Aceh
Barat.
Waru (Hibiscus tiliaceus) merupakan tumbuhan khas di sepanjang pantai
tropis dan sub tropis dan seringkali berasosiasi dengan mangrove. Waru juga
umum di sepanjang pinggir sungai di kawasan dataran rendah. Waru laut mampu
mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan
horizontal yang lebar (Noor et al. 1999).
Pandan (Pandanus tectorius) dapat tumbuh pada habitat dengan substrat
berpasir di depan garis pantai, terkena pasang surut hingga agak ke belakang garis
pantai. Pandan merupakan semak yang mempunyai kecepatan penyebaran yang
cepat hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan di pantai barat, memiliki nilai
penting paling tinggi yaitu 75% dari keseluruhan kelompok semak.
Tumbuhan Nypa (Nypa fruticans) tumbuh pada substrat yang halus, pada
bagian tepi atas dari jalan air. Tumbuhan ini memerlukan masukan air tawar
tahunan yang tinggi, jarang terdapat di luar zona pantai, sehingga sering dijumpai
di muara sungai. Nypa biasanya tumbuh secara berkelompok, memiliki sistem
perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan
56
masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove
lainnya.
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tumbuhan yang tumbuh baik di
kawasan pesisir, kelapa sangat bermanfaat yaitu buahnya dapat konsumsi,
batangnya bisa digunakan untuk perumahan. Kelapa mampu mengembangkan
struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar.
Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tumbuhan liar, tumbuhan ini
dapat tumbuh hingga 500 m dari permukaan laut, terdapat pada tempat-tempat
yang memperoleh sinar matahari cukup hingga sedikit ternaungi, mulai dari
pantai berpasir hingga berlumpur, lapangan terbuka, lahan terlantar, pinggir jalan
hingga jauh ke darat. Morinda citrifolia merupakan jenis tumbuhan yang
mempunyai multi fungsi, disamping sebagai penahan erosi, yaitu penutup dan
mengikat tanah dengan sistem perakarannya, tumbuhan ini juga dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sayuran dan obat-obatan.
Ketapang (Terminalia catappa) merupakan tumbuhan khas di sepanjang
pantai, yang berada pada formasi terdepan hingga ke tengah. Tumbuhan ini juga
ditemukan di pinggir sungai di kawasan dataran rendah. Ketapang mampu
mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan
horizontal yang lebar.
Bintan (Cerbera manghas) merupakan tumbuhan di vegetasi rawa pesisir
atau di pantai. Tumbuhan ini hidup hingga jauh ke darat mencapai 400 m dari
permukaan laut, biasanya hidup pada tanah berpasir yang memiliki sistem
pengeringan yang baik, terbuka terhadap udara dari laut serta tempat yang tidak
teratur tergenang oleh pasang surut. Biasanya tumbuh di daerah tepi daratan dari
mangrove (Noor et al. 1999).
Kawasan Pesisir Aceh Besar
Pantai Aceh Besar juga mengalami abrasi tetapi tidak separah yang terjadi
di kawasan pesisir daerah lain, secara umum kondisi vegetasi kawasan pesisir
Aceh Besar masih banyak ditumbuhi vegetasi pantai. Pada beberapa tempat
terdapat kawasan yang sudah mulai terbuka yaitu telah dibangun pertokoan dan
pembangunan daerah wisata, sehingga vegetasi sekitar garis pantai sudah banyak
57
yang hilang dan tanahnya sudah mulai terbuka sehingga yang tampak hanya
hamparan pasir.
Ekosistem pantai yang stabil mempunyai mekanisme penyerap energi
gelombang dan arus serta perlindungan pantai yang alami, yaitu adanya vegetasi
pantai yang seimbang. Formasi vegetasi pantai dalam bentuk tingkatan vegetasi
dibentuk sebagai mekanisme penyerap kekuatan angin yang merupakan
pembangkit utama gelombang dan arus di perairan dangkal. Formasi vegetasi
pantai baik formasi pohon, semak dan rumput-rumputan merupakan mekanisme
perangkap partikel pasir yang menjaga kestabilan garis pantai. Pada beberapa
pantai Aceh Besar masih mempunyai beberapa formasi ini seperti Pantai
Lampuuk sebelum tsunami. Akan tetapi mekanisme ini tidak berfungsi dengan
baik di beberapa kawasan pantai di Aceh Besar seperti Pantai Lhoknga dan Ujong
Batee hal ini disebabkan karena komposisi formasi vegetasi pantai yang sudah
menurun, hal ini ditandai dengan adanya tanah yang sudah terbuka oleh akibat
pembangunan tempat wisata dan toko-toko sepanjang garis pantai. Pengalihan
fungsi habitat vegetasi pantai di samping terjadinya abrasi juga akan menurunkan
kualitas lingkungan. Prinsip ekologi terpenting yang harus diperhatikan adalah
adalah tidak menghilangkan formasi vegetasi pantai yang ada. Hal ini penting
sekali untuk mempertahankan kestabilan garis pantai dan menjaga keseimbangan
alam sehingga pantai tidak mengalami abrasi.
Program perlindungan (fisik) pantai dan pesisir tidak banyak dilakukan di
kawasan pesisir karena secara umum perumahan penduduk agak jauh dari
kawasan pantai, dan tingkat kerusakan vegetasi pantai juga cenderung menurun
dibandingkan dengan daerah lain. Pantai yang mempunyai formasi vegetasi
tingkat abrasi terjadi kecil dibandingkan dengan pantai yang tidak mempunyai
vegetasi hal ini dapat dibedakan di beberapa kawasan pantai di Aceh Besar.
Casuarina equisetifolia terdapat dalam formasi pescaprae dan pohon ini
merupakan vegetasi dominan di Pantai Lampuuk sebelum tsunami, di antara
beberapa kawasan pantai di Aceh Besar, Pantai Lampuuk merupakan kawasan
pantai yang paling stabil karena kawasan ini merupakan kawasan yang masih
mempunyai formasi vegetasi pelindung pantai. Casuarina equisetifolia dapat
tumbuh dengan baik membentuk vegetasi murni sehingga dapat berfungsi
58
sebagai pelindung pantai dan penghambat laju abrasi. Cemara laut dalam formasi
pescaprae juga berfungsi sebagai penahan angin.
Kawasan pesisir Aceh Besar berhubungan langsung dengan Samudera
Hindia dan Selat Malaka, kawasan tersebut dipisahkan oleh kawasan pesisir Kota
Banda Aceh. Formasi vegetasi kawasan tersebut juga dipengaruhi oleh dua
wilayah perairan yaitu Samudera Hindia dan Selat Malaka. Sebelum tsunami
kawasan pesisir pantai Aceh Besar ditumbuhi berbagai vegetasi yaitu Casuarina
equisetifolia (cemara), mendominasi beberapa pantai seperti pantai Lampuuk,
pantai Lhoknga, dan pantai Ujong Batee.
Kawasan pesisir Kabupaten Aceh Besar yang rusak meliputi delapan
kecamatan yaitu Kecamatan Lhoong, Kecamatan Leupung, Kecamatan Lhoknga
Leupung, Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan
Baitussalam, Kecamatan Darussalam, dan Kecamatan Mesjid Raya seperti terlihat
pada Gambar 23 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Banda Aceh
dan Aceh Besar.
Gambar 23 Peta kerusakan kawasan pesisir yang terkena tsunami di Kabupaten
Aceh Besar.
59
Sebagian besar kawasan pesisir setelah tsunami mengalami kerusakan
yang cukup parah baik vegetasi maupun kondisi fisik pantai dan terjadi
kehilangan badan pantai serta terjadi pembentukan badan pantai baru. Gelombang
(tsunami) lebih tinggi dan lebih kuat menerjang kawasan pesisir Aceh Besar yang
berada berada di Samudera Hindia. Gelombang menerjang kawasan tersebut tidak
terhalang oleh paparan daratan, sedangkan kawasan pesisir Aceh Besar yang
berada di kawasan Selat Malaka gelombang yang datang tidak setinggi gelombang
yang menerjang daratan dekat Samudera Hindia. Sehingga mengakibatkan
kondisi vegetasi dan kondisi fisik pantai tingkat kerusakan lebih tinggi terjadi di
Kawasan Kesisir Pantai Barat dan Kota Banda Aceh dibandingkan dengan
kawasan pesisir yang berada di sekitar Selat Malaka (Pantai Timur).
Luas kawasan vegetasi pantai 330.8 ha, tambak 1245.6 ha, vegetasi
2958.1 ha, mangrove 549.9 ha, vegetasi holtikultur 4680.2 ha, tanah kosong 812.2
ha, sawah 1525.4 ha, badan air 12.1 ha, seperti yang terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kawasan pesisir yang rusak di Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar
akibat tsunami
Kabupaten Kawasan (ha)
Vegetasi Pantai
Vegetasi mangrove Tambak Tanaman
Perkebunan Badan
Air Total
Banda Aceh 99.4 214 705.1 121 70.8 1210.2 Aceh Besar 330.8 549.9 1245.6 4680.2 12.1 6818.6
Pada kawasan ini upaya penanaman kembali vegetasi kawasan pesisir
sudah mulai dilakukan tetapi baru dalam skala kecil, persawahan dan kawasan
tambak sudah mulai direhabilitasi yang dibantu oleh beberapa Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi (BRR) dan NGO baik dalam negeri maupun asing. Kawasan
pantai pada daerah ini sudah mulai direhabilitasi khususnya mangrove, namun
upaya rehabilitasi ini terdapat beberapa kendala seperti bibit yang dibawa dari
tempat lain tidak tumbuh dengan baik karena bibit cepat layu, untuk rehabilitasi
kawasan pesisir. Pembuatan nursery pada kawasan penanaman sangat baik
sehingga bibit yang akan ditanam tidak layu dan sudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan setempat, seperti yang telah dilakukan di pesisir Simpang Tiga Pidie.
60
Rehabilitasi kawasan ini harus melibatkan penduduk setempat baik mulai
pembuatan bibit di nursery hingga penanaman dan perawatan, sehingga tingkat
kelulusan hidup lebih tinggi karena masyarakat di sekitar mempunyai tanggung
jawab untuk menjaganya. Pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam hal
rehabilitasi ini. Penyadaran masyarakat harus lebih ditingkatkan karena terdapat
beberapa kendala yang ditemukan di lapangan di antaranya, rendahnya
pengetahuan masyarakat tentang fungsi vegetasi pelindung kawasan pesisir.
Kawasan Pesisir Wilayah Pantai Timur
Kawasan Pesisir Pidie
Kawasan pesisir di Kabupaten Pidie dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik Selat
Malaka, dan gelombang tsunami tidak setinggi kawasan yang berada di sekitar
Samudera Hindia, tinggi gelombang tsunami di sekitar kawasan pesisir Kabupaten
Pidie mencapai hingga 7 m. Secara umum tingkat kerusakan vegetasi khususnya
vegetasi mangrove di Pidie tidak separah kerusakan vegetasi yang berada di
kawasan Pantai Barat.
Secara umum pantai tidak membentuk formasi vegetasi pantai sehingga
menyebabkan pantai ini tidak terlindung dari hempasan gelombang dan arus
sehingga pada akhirnya memicu terjadinya abrasi. Banyak kawasan pesisir yang
telah berubah fungsi seperti untuk perluasan tambak dan perumahan sehingga
banyak vegetasi pantai yang ditebang.
Setelah tsunami, vegetasi kawasan pesisir juga mengalami kerusakan,
banyak vegetasi pantai khususnya mangrove mati akibat hantaman tsunami. Pada
sebagian besar tempat di kawasan pesisir sama sekali tidak mempunyai lagi
vegetasi pelindung pantai karena vegetasi mangrove telah habis di potong untuk
dijadikan tambak. Formasi vegetasi yang ada sekarang ini tidak dapat lagi
berfungsi sebagai pendukung lingkungan fisik dan biologi kawasan setempat,
khususnya kawasan pantai dan tambak. Fungsi vegetasi pantai adalah sebagai
pemecah gelombang, menjaga abrasi pantai, penahan angin yang menerpa
langsung ke perkampungan penduduk, melindungi benih ikan dari panas matahari,
dan sebagai habitat berbagai jenis burung. Pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya vegetasi untuk perlindungan tambak khususnya mangrove masih
61
sangat rendah, sebagian masyarakat beranggapan bahwa mangrove justru sebagai
penghambat pertumbuhan ikan dan pembawa penyakit sehingga banyak kawasan
tambak yang terbuka. Faktor lain adalah intensifnya penggunaan kincir pada
tambak sekitar 15 tahun yang lalu sehingga petani tambak memotong mangrove
yang berada di dalam tambak, petani tambak tidak mengetahui dengan kehilangan
mangrove di dalam tambak tanah menjadi masam sehingga akan menurun tingkat
kesuburan yang akhirnya mengakibatkan menurunnya hasil produksi.
Kondisi tambak mengalami perubahan total yaitu mengalami
pendangkalan oleh pasir dan sedimen yang terbawa oleh tsunami. Setelah tsunami
masih terdapat beberapa jenis vegetasi pantai seperti Rhizophora apiculata,
Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Sonneratia, Ceriops tagal dan
beberapa jenis lain. Jenis yang paling dominan adalah Rhizophora apiculata.
Putusnya pematang tambak juga disebabkan oleh tidak adanya vegetasi mangrove
yang berfungsi sebagai pengikat badan pematang. Sehingga petani tambak setiap
tahun harus membuat pematang baru. Pada saat pasang purnama air pasang
menggenangi perkampungan penduduk, untuk mengantisipasinya masyarakat
menimbun pinggir badan jalan dengan tanah tambak.
Kawasan pesisir Kabupaten Pidie yang rusak meliputi sembilan
kecamatan yaitu Kecamatan Mutiara Tiga, Kecamatan Batee, Kota Sigli,
Kecamatan Simpang Tiga, Kecamatan Kembang Tanjong, Kecamatan Pantee
Raja, Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Trieng Gadeng dan Kecamatan Jangka
Buya seperti yang terlihat pada Gambar 24 Peta Rehabilitasi dan Konservasi
Kawasan Pesisir Aceh Besar.
62
Gambar 24. Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Pidie.
Luas kawasan yang rusak meliputi vegetasi pantai 562.6 ha, tambak 6350
ha, mangrove 157.6 ha, vegetasi holtikultur 888.9 ha, tanah kosong, seperti yang
terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kawasan pesisir yang di Kabupaten Pidie akibat tsunami Kabupaten Kawasan (ha)
Vegetasi Pantai
Vegetasi mangrove Tambak Tanaman
Perkebunan Total
Pidie 562.6 157.6 6350 888.9 7959.1
Secara umum kawasan pesisir yang banyak terjadi kerusakan adalah
kawasan tambak, vegetasi mangrove yang terdapat di wilayah ini juga masih ada
yang tumbuh dalam kawasan tambak. Tinggi gelombang tsunami di kawasan
pesisir Pidie mencapai 8 m, pada beberapa tempat mangrove sangat nyata
berfungsi sebagai penahan gelombang besar, hal ini terbukti pada kawasan yang
masih ada vegetasi mangrove pemukiman penduduk lebih sedikit yang hancur
63
atau rusak dan korban yang meninggal juga lebih sedikit. Pada kawasan ini upaya
penanaman kembali vegetasi kawasan pesisir sudah mulai dilakukan tetapi baru
dalam skala kecil pada beberapa tempat seperti di Kecamatan Simpang Tiga dan
Kembang Tanjong, telah dibuat pula nursery untuk merehabilitasi kawasan yang
terbuka dan kawasan tambak sudah mulai direhabilitasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut harus dilakukan upaya rehabilitasi atau
penanaman kembali jenis-jenis tanaman pelindung pantai dan tambak yang
disesuaikan dengan jenis-jenis lokal dan kondisi tanah sehingga akan mendukung
lingkungan fisik dan biologi di kawasan tersebut. Penanaman vegetasi pantai di
sepanjang garis pantai sekarang ini pendekatannya harus diubah yaitu dengan
dengan melibatkan masyarakat secara langsung, baik dalam hal pembibitan,
penanaman maupun dalam perawatan sehingga tingkat kelulusan hidup vegetasi
pantai lebih tinggi disebabkan masyarakat sekitar pantai ikut bertanggung jawab
secara langsung.
Rehabilitasi kedua kawasan ini telah melibatkan penduduk setempat baik
mulai pembuatan bibit di nursery hingga penanaman dan perawatan, sehingga
tingkat kelulusan hidup lebih tinggi karena masyarakat di sekitar mempunyai
tanggung jawab untuk menjaganya. Pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam
hal rehabilitasi ini. Penyadaran masyarakat mulai dilakukan baik masyarakat
pesisir maupun untuk siswa sekolah yang terdapat di kawasan pesisir.
Sebelum tsunami kawasan pantai digunakan sebagai tempat wisata,
vegetasi di kawasan pesisir yang ditanam adalah cemara, waru, kelapa, dan
pandan namun kerapatannya rendah. Kawasan pantai mengalami peninggian oleh
tumpukan pasir yang diikat oleh akar tumbuhan, kawasan ini tidak terlalu berat
mengalami abrasi karena masih terdapat tumbuhan pelindung pantai. Pemanfaatan
dan pengelolaan tempat wisata wilayah pesisir yang tidak mempertimbangkan
prinsip ekologi akan memberikan dampak negatif. Prinsip ekologi terpenting
yang harus diterapkan adalah tidak menghilangkan formasi vegetasi pantai yang
ada. Hal ini penting sekali untuk mempertahankan kestabilan garis pantai.
Program perlindungan pantai dan pesisir (coastal protection) telah banyak
dilakukan. Solusi yang diterapkan biasanya dilakukan dengan membangun
pemecah gelombang (break water) dari cincin sumur seperti yang terlihat pada
64
Gambar 25 Pemecah gelombang yang dibangun telah hancur dihantan tsunami
dan kawasan tambak tertimbun oleh sedimen pasir yang terbawa oleh gelombang.
Gamabar 25 Bangunan Fisik yang sudah hancur dihantam tsunami di pantai
Mantak Tari Kabupaten Pidie.
Sebagian besar kawasan ini telah dibangun penahan gelombang dari cincin
sumur yang ditutup di atasnya dengan semen. Panjang bangunan ini 550 m yang
di kerjakan pada tahun 2002 hingga 2004 dan menghabiskan biaya 1.7 milyar
rupiah. Penahan ombak yang dibangun sudah hancur dan tidak mampu lagi
menahan abrasi pantai. Pembangunan pemecah gelombang yang biasa
dikategorikan sebagai hard solution bukan jawaban atas upaya perlindungan
pantai. Kegagalan perencanaan pemecah gelombang sangat nyata terlihat pada
kawasan ini. Kegagalan tersebut disebabkan oleh ketidaktepatan penilaian suatu
proses fisik di wilayah tersebut. Penurunan kualitas lingkungan akibat beralihnya
habitat vegetasi pantai yang seharusnya terdapat di sepanjang pantai akan
mempercepat terjadinya abrasi, karena partikel-partikel pasir yang terdapat di
pantai dan yang datang bersama gelombang dan arus tidak ada yang mengikat dan
menahannya.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir harus diarahkan kepada pemanfaatan
secara terpadu dan berkesinambungan (sustainable). Orientasi pemanfaatan oleh
masyarakat sekitar adalah kegiatan perikanan dan pariwisata. Namun sangat
disayangkan pemanfaatan hanya berlandaskan pada prinsip ekonomi semata, tidak
65
berlandaskan pada prinsip ekologi. Padahal jika dilandaskan pada prinsip ekologi,
nilai ekonomi dari setiap jenis pemanfaatan yang mereka lakukan akan meningkat.
Untuk memperbaiki kondisi lingkungan maka diperlukan penanaman
kembali jenis-jenis tanaman pelindung pantai dan tambak seperti vegetasi
mangrove seperti yang ditampilkan pada Gambar 26.
Gambar 26 Upaya Penanaman kembali vegetasi mangrove di Kecamatan
Simpang Tiga Pidie
Kemampuan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan
wilayah pesisir harus ditingkatkan. Kondisi pendidikan dan pemahaman
masyarakat yang relatif rendah terkadang menjadi kendala yang cukup berarti.
Oleh karena itu penyuluhan, pelatihan dan program pendidikan lingkungan pesisir
sangat dibutuhkan untuk membentuk pola pikir yang peka terhadap permasalahan-
permasalahan lingkungan pesisir yang muncul. Pembentukan pola pikir ini harus
dimulai sejak dini dengan tujuan investasi jangka panjang.
Wilayah pesisir Pidie terdiri atas bermacam tipe vegetasi yang berbeda
kondisi dan sifatnya. Setelah tsunami vegetasi tipe herba sudah mulai tumbuh
kembali seperti Ipomoea pescaprae dan jenis rumput-rumputan. Formasi terdepan
yang dapat melindungi pantai adalah formasi pescaprae disebabkan jenis ini
biasanya toleran terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Tumbuhan ini
merupakan salah satu jenis tumbuhan herba yang akarnya dapat mengikat pasir,
termasuk rumput-rumputan yang mempunyai akar yang panjang di permukaan
pasir. Menurut Noor et al. (1999), selain sistem perakaran yang panjang tumbuhan
66
ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan pasir yang sangat kering dan toleran
terhadap air asin, angin, tanah yang miskin unsur hara, dan menghasilkan biji
yang kecil yang dapat mengapung di air. Hasil pengamatan di lapangan Hibiscus
tiliaceus juga terdapat di kawasan pantai berpasir di kawasan ini jenis ini dapat
berfungsi sebagai pelindung pantai dari laju abrasi dan penahan angin yang yang
berhembus dari arah laut sehingga akan melindungi perkampungan sekitar dari
terpaan langsung dari angin laut.
Jenis mangrove yang ditemukan adalah Rhizophora apiculat, Rhizophora
mucronata, Avicennia marina, Ceriops tagal, dan Bruguiera sp.
Rhizophoramucronata adalah jenis mangrove yang dominan yang terdapat di
wilayah pesisir kondisi berlumpur seperti halnya di Simpang Tiga. Avicennia sp
menyenangi hidup pada tanah berpasir agak keras. Komposisi formasi vegetasi
pantai penyusun ekosistem wilayah pesisir ditentukan oleh beberapa faktor seperti
jenis tanah, genangan pasang surut, salinitas dan aktivitas manusia (Field 1995).
Spesies sepanjang gradien lingkungan memiliki keunggulan kompetitif
yang menjadikan faktor pengendali pola zonasi. Faktor yang mempengaruhi zona
spesies vegetasi pantai, yaitu faktor kimia-fisika yaitu: tanah, salinitas air tanah,
drainase, aliran arus gelombang, kelembaban tanah dan frekuensi penggenangan.
Salinitas penting dalam mempengaruhi kecepatan tumbuh, kelangsungan hidup
dan tempat hidup vegetasi pantai (Cruz 1981).
Menurut Gunarto (2004), mangrove adalah sumberdaya alam wilayah
tropis yang memiliki peranan besar dalam mencegah erosi, menjaga kondisi pantai
agar tetap satbil, pengendalian terhadap abrasi pantai, pencegahan terjadinya
intrusi air laut, pemurnian alami perairan pantai terhadap pencemaran dan sebagai
perangkap zat pencemar. Fungsi biologi mangrove adalah sebagai daerah
pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat
mencari makan (feeding ground) benih ikan, udang dan kepiting dan biota laut
lainnya. Luasan vegetasi mangrove setelah tsunami akan mengurangi fungsi
ekologi sehingga memberikan peluang besar untuk peningkatan laju abrasi pantai.
Oleh karena itu penanaman mangrove dan vegetasi pantai lainnya harus dilakukan
segera untuk mendukung kehudupan biota laut dan melindungi garis pantai.
67
Kondisi Mangrove Setelah Tsunami
Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang terdapat di kawasan Pantai
Timur terdiri atas 9 jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 9. Ada satu jenis
mangrove yang mendominasi kawasan Pantai Timur. Hal ini terlihat dari besarnya
nilai penting yang diperoleh jenis-jenis tersebut. Jenis yang memperoleh nilai
penting di atas 78 %, jenis tersebut adalah Rhizophora mucronata mempunyai
nilai penting tertinggi (118.62 %). Jenis tersebut lebih menguasai kawasan Pantai
Timur.
Tabel 9 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan Pantai Timur
KR FR DR INP No Jenis (%) (%) (%) (%)
1 Avicennia marina 12.68 12.20 15.32 40.19 2 Bruguiera gimnorrhiza 4.23 2.44 1.27 7.93 3 Ceriops tagal 11.27 12.20 2.25 25.72 4 Nypa fructicans 7.04 4.88 6.86 18.78 5 Rhizophora apiculata 18.31 17.07 21.87 57.25 6 Rhizophora mucronata 33.80 36.59 48.23 118.62 7 Rhizophora stylosa 4.23 7.32 0.50 12.04 8 Sonneratia alba 7.04 4.88 3.52 15.44 9 Xylocarpus granatum 1.41 2.44 0.18 4.03
Jumlah 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 1.67
Jenis-jenis yang memperoleh nilai penting tinggi berarti jenis tersebut
lebih menguasai wilayah pesisir. Jenis-jenis tersebut lebih unggul baik segi
kerapatan, penyebaran dan dominansi. Jenis ini lebih unggul dalam memanfaatkan
sumberdaya atau lebih dapat dalam menyesuaikan diri dengan ekosistem
mangrove kawasan Pantai Timur. Sedangkan jenis-jenis yang memperoleh nilai
penting rendah vegetasi tersebut kurang baik dalam hal beradaptasi dengan
lingkungan pesisir, baik segi memanfaatkan unsur hara, maupun menyesuaikan
diri terhadap iklim, seperti cahaya, suhu, curah hujan dan angin. Jumlah individu
mangrove yang terdapat setelah tsunami 118 individu/ha. Jenis mangrove
kelompok pohon dapat digolongkan ke dalam kelompok yang mempunyai indeks
keragaman yang rendah ( H = 1,67). Jenis mangrove kelompok pohon jumlah
68
jenis yang tidak merata, dan didominasi oleh beberapa jenis yaitu Rhizophora
mucronata dan Rhizophora apiculata. Menurut Tjardhana dan Purwanto (1995),
komposisi vegetasi mangrove ditentukan oleh beberapa faktor seperti kondisi
tanah dan genangan pasang surut.
Terlihat adanya pemisahan indeks nilai penting menjadi tiga kelompok
yaitu indeks nilai penting tinggi (di atas 78 %) yaitu Rhizophora apiculata.
Terdapat dua jenis vegetasi mangrove yang mempunyai indeks nilai penting
sedang yaitu Rhizophora apiculata (57.25 % ) dan Avicennia marina (40.19 %).
Jenis-jenis lain yang mempunyai indeks nilai penting yang rendah (di bawah
39 %), jenis-jenis tersebut adalah Ceriops tagal (25.72 %), Nypa fructicans
(15.78 %), Sonneratia alba (15.44 %), Bruguiera gimnorrhiza (7.93 %), dan
Xylocarpus granatum (4.03 %). Keseluruhan indeks nilai penting jenis mangrove
kelompok pohon ditampilkan pada Gambar 27. Persentase indeks nilai penting
jenis yang sangat jauh setelah tsnunami. Hal ini mengindikasikan bahwa kawasan
ini sebelum tsunami juga didominasi oleh Rhizophora mucronata, Rhizophora
apiculata dan Avicennia marina.
40.19
7.93
25.7218.78
57.25
118.62
12.04 15.444.03
0
30
60
90
120
150
A. marina
B. gimnorrhyzaC. ta
gal
E. agallocha
R. apiculata
R. mucronata
R. stylosa
S. alba
X. granatum
Inde
ks n
ilai P
entin
g Je
nis
(%)
Gambar 27 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok pohon di kawasan Pantai Timur.
Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang terdapat di kawasan
Pantai Timur terdiri atas sepuluh jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 10.
69
Jenis mangrove kelompok pancang yang paling mendominasi kawasan Pantai
Timur hanya satu jenis yang paling unggul yaitu Rhizophora mucronata. Hal ini
terlihat dari besarnya nilai penting yang diperoleh jenis tersebut, yaitu lebih
dari 100%. Sedangkan sembilan jenis yang lain indeks nilai pentingnya
kurang dari 50%.
Tabel 10 Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang di temukan kawasan Pantai Timur
KR FR DR INP No. Jenis (%) (%) % %
1 Avicennia marina 7.37 9.30 3.16 19.83 2 Bruguiera gimnorrhiza 3.16 4.65 0.43 8.24 3 Bruguiera parviflora 5.26 6.98 1.01 13.25 4 Ceriops tagal 10.53 11.63 4.03 26.18 5 Excoecaria agallocha 2.11 2.33 0.23 4.67 6 Rhizophora apiculata 8.42 9.30 2.65 20.38 7 Rhizophora mucronata 36.84 27.91 73.53 138.28 8 Rhizophora stylosa 15.79 16.28 12.23 44.30 9 Sonneratia alba 6.32 6.98 1.72 15.01 10 Xylocarpus granatum 4.21 4.65 1.01 9.87 Jumlah 100 100 100 300
Indeks keragaman ( H ) = 1.78
Kerapatan individu mangrove kelompok pancang yang terdapat di
kawasan penelitian setelah tsunami 633 individu/ha. Rhizophora mucronata
merupakan salah satu jenis mangrove yang tumbuh cepat dan propagul yang jatuh
langsung menancap ke tanah. Setelah tiga bulan propagul yang menancap tanah
telah tumbuh lima helai daun. Rhizophora mucronata merupakan salah satu jenis
yang lebih menguasai kawasan Pantai Timur.
Mangrove kelompok pancang memperlihatkan adanya pemisahan indeks
nilai penting menjadi dua kelompok yaitu indeks nilai penting tinggi
(di atas 92 %) yaitu Rhizophora mucronata. Rhizophora mucronata mempunyai
nilai penting (138.28 %), jenis ini merupakan jenis mangrove kelompok pancang
yang paling menguasai lingkungan pesisir khususnya daerah berlumpur (payau) di
kawasan Pantai Timur. Sedangkan sembilan jenis mangrove kelompok pancang
mempunyai indeks keragaman yang rendah (di bawah 46 %). Jenis-jenis tersebut
70
adalah Avicennia marina, Bruguiera gimnorrhiza, Bruguiera parviflora, Ceriops
tagal, Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa,
Sonneratia alba dan Xylocarpus granatum seperti yang ditampilkan pada
Gambar 28. Jenis mangrove kelompok pancang dapat digolongkan ke dalam
kelompok yang mempunyai indeks keragaman yang rendah ( H = 1,78). Jenis
mangrove kelompok pancang jumlah jenis yang tidak merata, dan didominasi oleh
satu jenis yaitu Rhizophora mucronata.
19.838.24 13.25
26.18
4.67
20.38
138.28
44.30
15.01 9.87
0
20
40
60
80
100
120
140
160
A. marina
B. gimnorrhyza
B. parvifloraC. tagal
E. agallocha
R. apiculata
R. mucronataR. stylosa
S. alba
X. granatum
Inde
ks N
ilai P
entin
g Je
nis
(%)
Gambar 28 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok pancang di kawasan Pantai Timur.
Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang terdapat di kawasan Pantai
Timur terdiri atas sepuluh jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 11. Jenis
mangrove kelompok semai yang paling mendominasi kawasan Pantai Timur
hanya satu jenis yang paling unggul yaitu Rhizophora mucronata. Hal ini terlihat
dari besarnya nilai penting yang diperoleh jenis tersebut, yaitu sebesar 50.92 %,
sedangkan jenis-jenis magrove kelompok semai yang lain masih di bawah 30 %,
akan tetapi distribusi indeks nilai penting lebih seragam dibandingkan jenis
magrove kelompok pohon dan pancang.
71
Tabel 11 Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang di temukan di kawasan Pantai Timur
KR FR INP No. Jenis % % %
1 Avicennia marina 4.14 6.90 11.03 2 Bruguiera gimnorrhyza 2.63 5.17 7.80 3 Bruguiera parviflora 5.26 5.17 10.44 4 Ceriops tagal 19.92 6.90 26.82 5 Nypa fruticans 3.01 10.34 13.35 6 Rhizophora apiculata 11.65 13.79 25.45 7 Rhizophora mucronata 31.95 18.97 50.92 8 Rhizophora stylosa 10.90 12.07 22.97 9 Sonneratia alba 8.27 13.79 22.06 10 Xylocarpus granatum 2.26 6.90 9.15 Jumlah 100 100.00 200
Indeks keragaman ( H ) = 2.13
Rhizophora mucronata merupakan salah satu jenis mangrove yang tumbuh
cepat, pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang. Jenis ini
merupakan salah satu jenis mangrove yang paling penting dan tersebar luas serta
perbungaan terjadi sepanjang tahun. Pertumbuhan Rhizophora mucronata sering
mengelompok. Hal ini disebabkan karena propagul yang sudah matang akan jatuh
dan langsung menancap ke tanah karena mempunyai propagul yang besar dan
panjang. Jenis mangrove kelompok semai tergolongkan ke dalam kelompok yang
mempunyai indeks keragaman sedang ( H = 2.13). Jenis mangrove kelompok
semai jumlah jenis dan kehadiran lebih merata dibandingkan kelompok pohon dan
pancang. Kelompok semai juga masih didominasi oleh satu jenis yaitu
Rhizophora mucronata.
Kerapatan individu mangrove kelompok semai yang terdapat di kawasan
penelitian setelah tsunami 4925 individu/ha. Indeks nilai penting keseluruhan
jenis mangrove kelompok semai ditampilkan pada Gambar 24. Kelompok semai
mempunyai tiga kelompok indeks nilai penting jenis yaitu tinggi, sedang dan
rendah. Indeks nilai penting jenis tinggi (di atas 34 %) jenis tersebut adalah
Rhizophora mucronata (50.92 %), jenis ini merupakan jenis mangrove kelompok
semai yang paling dominan dan tingkat penyebarannya paling tinggi. Kelompok
semai yang mempunyai indeks nilai penting jenis sedang (di atas 17 %, di bawah
72
34 %). Jenis jenis tersebut adalah Ceriops tagal (26.82 %), Rhizophora apiculata
(25.45 %), Rhizophora stylosa (22.97 %), dan Sonneratia alba (22.06 %). Jenis
mangrove kelompok semai yang lain merupakan jenis mangrove yang mempunyai
indeks nilai rendah ( di bawah 17 %) jenis-jenis tersebut adalah Avicennia marina
(11.03 %), Bruguiera gimnorrhiza (7.80%), Bruguiera parviflora (10.44 %),
Nypa fruticans (13.35 %), dan Xylocarpus granatum (9.15 %) seperti yang
ditampilkan pada Gambar 29.
Vegetasi mangrove merupakan tumbuhan yang sangat baik untuk menjaga
atau memperbaiki kembali kawasan pesisir yang sudah rusak. Sistem perakaran
sangat baik untuk perlindungan garis pantai, karena memiliki sistem perakaran
yang kuat dan pertumbuhan yang cepat. Menurut Cruz (1980), Rhizophora sp.,
Bruguiera sp., Aegiceraas sp., Ceriops sp., dan Avicennia sp. mempunyai biji
yang berkecambah ketika masih berada di pohon induk yang disebut dengan
viviparous. Propagul viviparous merupakan suatu adaptasi reproduksi dari
tumbuhan mangrove. Propagul yang masak akan jatuh dan selain berkembang
sendiri pada daerah berlumpur atau terpencar di bawa air saat pasang.
11.037.80
10.44
26.82
13.35
25.45
50.92
22.97 22.06
9.15
0
10
20
30
40
50
60
70
A. marina
B. gimnorrhyza
B. parviflora
C. tagal
N. fructic
ans
R. apiculata
R. mucro
nata
R. stylosa
S. alba
X. granatum
Inde
ks N
ilai P
entin
g Je
nis
(%)
Gambar 29 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok semai di kawasan Pantai Timur.
Profil vegetasi mangrove kawasan pesisir pantai Timur masih membentuk
pola pertumbuhan dalam sistem zonasi. Hal ini disebabkan karena formasi
73
vegetasi mangrove kawasan ini tidak banyak yang mati akibat tsunami. Vegetasi
mangrove di kawasan pesisir pantai Timur kerapatan individu lebih tinggi
dibandingkan dengan kerapatan mangrove kawasan pesisir Pantai Barat. Vegetasi
Paantai Timur juga ditemukan bentuk pertumbuhan pancang dan semai seperti
yang ditampilkan pada Gambar 30.
Am Rm Bp CtRm
Laut
Ct
Bp : Bruguiera parviflora Rm : Rhizophora mucronata Ct : Ceriops tagal Am : Avicennia marina
Gambar 30 Profil vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Timur setelah tsunami
Indeks keragaman jenis mangrove kelompok pohon 1.67, kelompok
pancang 1.78, kelompok semai 2.06. Indeks keragaman jenis mangrove ketiga
tingkatan kelompok pertumbuhan masih tergolong rendah. Jumlah jenis dalam
suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman jenis akan
bertambah bila komunitas menjadi stabil. Barbour et. al (1987), menyatakan
indeks keragaman jenis berkisar 0 – 7, nilai keragaman jenis dikatakan rendah
apabila berkisar lebih kecil dari 2, dikatakan sedang apabila berkisar 2 – 4, dan
dikatakan tinggi apabila lebih besar dari 4. Indeks keragaman kelompok vegetasi
yang ditemukan di kawasan pantai timur ditampilkan pada Gambar 31.
74
1.671.78
2.13
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Pohon Pancang Semai
Inde
ks K
erag
aman
Gambar 31 Indeks keragaman tiga kelompok pertumbuhan mangrove, pohon,
pancang dan semai di Kawasan Pantai Timur (Pidie).
Gangguan yang parah terhadap ekosistem mangrove seperti tsunami yang
terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam menyebabkan terjadinya penurunan yang
nyata dalam kerapatan dan keragaman jenis. Indeks keragaman jenis merupakan
parameter yang banyak digunakan untuk membandingkan data komunitas
tumbuhan. Terutama untuk mempelajari pengaruh dari gangguan faktor biotik
atau untuk mengetahui tingkat tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas
tumbuhan (Odum 1998). Terdapat perbedaan yang nyata kehadiran kelompok
vegetasi mangrove di dua wilayah antara kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat.
Kawasan Pantai Timur masih menyisakan banyak vegetasi pada setiap kelompok
pertumbuhan sedangkan kawasan Pantai Barat hanya menyisakan kelompok
pertumbuhan tingkat pohon.
Data pasang surut kawasan pesisir pantai Timur dapat dilihat pada Gambar
32. Pasang tertinggi (MHHWL) mencapai 258.5 cm, pasang terendah (MLHWL)
mencapai 231.2 cm. Pasang-surut atau titik atara pasang dan surut (MSL)
mencapai 172 cm. Surut tertinggi (MHLWL) mencapai 110.4 cm, dan surut yang
paling rendah (MLLWL) mencapai 86.1 cm (Oseanografi 2005).
75
MHHWL, 258.5MLHWL, 231.2
MSL, 172
MHlLWL, 110.4MLLWL, 86.1
Ting
gi P
asan
g Su
rut
(cm
)
Gambar 32 Grafik pasang surut kawasan pesisir pantai Timur.
Keterangan MHHWL : Mean high high water level MLHWL : Mean low high water level MSL : Mean sea level MHLWL : Mean high low water level MLLWL : Mean low low water level
Kawasan Pantai Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara
Sebelum pemekaran kabupaten-kota Bireuen dan Kota Lhokseumawe,
kedua daerah ini masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Utara.
Gelombang tsunami juga melanda kawasan Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara,
dan merusak beberapa kawasan seperti kawasan tambak, vegetasi mangrove,
vegetasi pantai dan perkebunana. Pada Gambar 33 menampilkan Peta Kerusakan
Kawasan Pesisir Bireuen, Lhok Seumawe dan Aceh Utara.
Pantai Ujong Blang
Kondisi Pantai Ujong Blang mengalami abrasi yang hampir mendekati
badan jalan dan perumahan penduduk. Abrasi lebih dari 1 meter setiap tahun dan
kawasan ini tidak terjadi tsunami. Secara umum kondisi pantai sudah sangat
terbuka dengan hamparan pasir. Dari hasil pengamatan jenis-jenis yang ditemukan
adalah Cocos nucifera, Casuarina equisetifolia, Hibiscus tiliaceus dan Ipomoea
pescaprae yaitu di dekat perumahan penduduk.
Upaya penanaman atau rehabilitasi vegetasi pelindung pantai belum
dilakukan di kawasan ini. Perumahan penduduk berada di badan pantai hal ini
disebabkan karena terjadi pergeseran garis pantai secara terus-menerus atau
mengalami abrasi sehingga lama-kelamaan perumahan penduduk berda di badan
pantai. Upaya perlindungan yang dilakukan agar tidak terjadinya abrasi yang
76
lebih parah lagi kawasan pantai telah dibangun tanggul penahan penahan ombak.
Abrasi yang terjadi di kawasan ini karena tanggul penahan gelombang yang
dibangun tidak maksimal, kurang dari dua tahun tanggul ini sudah rusak kembali.
Tanggul yang baik adalah dibangun dari balok beton pemecah gelombang.
Gambar 33 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.
Kawasan Pesisir yang rusak di kawasan pesisir Pantai Timur Kabupaten
Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ini ditampilkan pada Tabel 12
berikut ini.
Tabel 12 Kawasan pesisir yang rusak dan harus direhabilitasi di Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara
Kabupaten Kawasan (ha)
Vegetasi Pantai
Vegetasi mangrove Tambak Tanaman
Perkebunan Total
Bireuen 83.3 157,6 1813.4 380.5 2434.8 Lhokseumawe - - - - - Aceh Utara 148.3 - 861.3 199.3 1208.9
77
Di Pantai Ujong Blang Kota Lhokseumawe vegetasi mangrove hanya
ditemuka Avicennia spp. seperti yang terlihat pada Gambar 34. Kawasan tersebut
memiliki luas kurang dari 1 ha. Hal ini disebabkan karena terjadi konversi lahan
baik untuk tambak dan perumahan serta terjadi penimbunan oleh pasir yang
berada di badan pantai. Diperkirakan sekitar 20-70% habitat alami Indonesia
sudah rusak (BAPPENAS 1993). Hal ini terjadi terutama karena konversi habitat
alami untuk berbagai kepentingan pembangunan. Misalnya, degradasi vegetasi
mangrove untuk dikonversi menjadi tambak, lahan pertanian, pemukiman,
pelabuhan dan industri, seperti yang umum terjadi di pesisir timur Sumatera,
pantai Utara Jawa, dan Sulawesi Selatan.
Gambar 34 Vegetasi mangrove di pantai Ujong Blang yang sudah mulai tergusur oleh pemukiman penduduk.
Konversi ini sangat disayangkan karena mangrove merupakan sumberdaya
alam wilayah tropis yang memiliki peranan besar dalam pengendalian terhadap
abrasi pantai, stabilisasi sedimen, pencegahan terhadap intrusi garam, pemurnian
alami perairan pantai terhadap pencemaran. Kawasan ini juga berperan sebagai
tempat pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat
mencari makan (feeding ground) sebagian besar jenis biota laut. Luasan vegetasi
mangrove yang kecil akan mengurangi fungsi ekologi sehingga memberikan
peluang besar untuk peningkatan laju abrasi pantai. Menurut Clark dan Raelee
(1995), ekosistem mangrove dipengaruhi oleh laju sedimentasi, kekuatan pasang
78
surut, pasang surut air tawar, dan perubahan pada kedalaman laut juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan keberadaan vegetasi mangrove.
Permasalahan abrasi menjadi permasalahan bersama antara masyarakat
sekitar Pantai Ujong Blang. Pemerintah Daerah Kota Lhokseumawe dan PT Arun.
Permasalahan ini membutuhkan penanggulangan yang intensif dengan
mempertimbangkan dinamika pantai dan prinsip-prinsip ekologi. Ratusan kepala
keluarga menggantungkan kehidupannya pada wilayah pesisir ini. PT Arun telah
membuktikan kepeduliannya terhadap permasalahan ini dengan membangun
tanggul pemecah gelombang sepanjang 500 m. Kondisi pantai masih sangat
terbuka, sangat jarang dijumpai vegetasi di sekitar pantai, vegetasi yang dijumpai
adalah Cocos nucifera dan Hibiscus tiliceus dengan kerapatan yang sangat jarang.
Tanggul pemecah gelombang yang dibangun oleh PT. Arun sangat mudah
terkikis oleh air hujan apabila tidak ditanami vegetasi. Tumpukan batu dan tanah
sangat mudah terkikis karena tidak diikat oleh sistem perakaran vegetasi pantai
seperti yang terlihat pada Gambar 35 berikut ini.
Gambar 35 Tanggul pemecah gelombang yang dibangun oleh PT. Arun.
Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan wilayah
pesisir harus ditingkatkan. Relokasi perumahan dari bibir pantai harus difasilitasi
oleh instansi terkait sehingga pada daerah ini dapat dilakukan peremajaan vegetasi
pelindung. Penyuluhan, pelatihan (diklat) dan program pendidikan lingkungan
pesisir sangat dibutuhkan untuk membentuk pola pikir yang peka terhadap
permasalahan-permasalahan lingkungan pesisir yang muncul. Pembentukan pola
79
pikir ini harus dimulai sejak dini dengan tujuan investasi jangka panjang.
Menurut Medrizam et al. (2004), sebagian lapisan masyarakat kurang memiliki
kesadaran dan pemahaman tentang makna penting keanekaragaman hayati bagi
kehidupan sehari-hari maupun sebagai aset pembangunan. Ketidaktahuan ini
menimbulkan sikap tidak peduli yang mengarah pada perusakan keanekaragaman
hayati.
Selain Pantai Ujong Blang, Pantai Ulee Jalan dan Pantai Hagu Barat Laut
telah mengalami abrasi yang cukup parah dan terjadi kehilangan vegetasi pantai.
Kedua pantai ini merupakan persambungan dari Pantai Ujong Blang.
Pantai Ulee Jalan
Kondisi Pantai Ulee Jalan juga mengalami abrasi yang cukup parah.
Secara umum kondisinya tidak banyak ditumbuhi atau ditanami vegetasi pantai.
Keadaan pantai sudah sangat terbuka dan tidak dijumpai tumbuhan perintis
penutup tanah seperti Ipomoea pescaprae. Tingkat abrasi juga telah sedemikian
parah sehingga telah menghancurkan bangunan sekolah dan perumahan
penduduk sekitar
Gambar 36 Sekolah yang sudah rusak akibat dampak dari intensitas abrasi yang terus meningkat di kawasan pantai Ulee Jalan.
Kawasan pantai sepanjang Pantai Ulee Jalan di Kota Lhokseumawe
mengalami abrasi yang sudah berlangsung lama. Pada tempat-tempat tertentu
80
tidak dilakukan penanganan oleh pihak atau instansi terkait seperti yang terlihat
pada Gambar 36. Penanganan awal untuk daerah ini adalah dengan membentengi
badan pantai dengan balok beton yang kokoh. Selanjutnya menanam kembali
vegetasi sehingga membentuk beberapa formasi. Vegetasi utama formasi terdepan
ditanami Ipomoea pescaprae, Pandanus tectorius, Thespesia populnea, Pongamia
pinnata dan Casuarina equisetifolia. Formasi di belakangnya ditanam kembali
jenis seperti Cocos nicifera, Terminalia catappa dan Hibiscus tiliaceus, Morinda
citrifolia dan Casuarina equisetifolia.
Sekarang ini di sekitar perumahan penduduk hanya dijumpai beberapa
jenis seperti Cocos nucifera, Tamarindus indica dan Hibiscus tiliaceus. Hal ini
menggambarkan bahwa daerah ini telah kehilangan vegetasi akibat konversi
lahan. Pantai Ulee Jalan sebagian sudah dibangun tanggul baru yaitu lanjutan dari
Pantai Ujong Blang, namun kondisi pantai masih tandus dan terbuka.
Pada beberapa tempat perlindungan pantai (coastal protection) dilakukan
dengan membangun bangunan fisik pemecah gelombang (break water) dari cincin
sumur. Pemecah gelombang atau penahan gelombang ini sangat tidak efektif
dalam menahan gelombang karena terjadi pengikisan sedimen pada bagian bawah
sehingga cincin-cincin benteng penahan gelombang mudah roboh. Pada
Gambar 37 menampilkan pemecah gelombang dari cincin sumur yang sudah
roboh. Penanganan perlindungan penahan gelombang harus dilakukan secara
maksimal, jangan hanya dilakukan asal-asalan, sehingga penanganan ini tidak
pernah selesai dan menghabiskan banyak biaya.
Penanggulangan kerusakan lebih bersifat reaktif dan kuratif (mengobati).
Konstruksi pemecah ombak (breakwater) di wilayah pesisir yang mengalami
abrasi, serta perembesan air laut ke sumber-sumber air permukaan di daratan.
Sebagian besar upaya reaktif dan kuratif seperti ini dilakukan di wilayah yang
sudah tidak memungkinkan dilakukannya rehabilitasi lingkungan, misalnya
penanaman ulang mangrove, akibat merosotnya tingkat kesuburan substratnya
(landasan medium tumbuh).
81
Gambar 37 Tanggul pemecah gelombang yang telah rusak dan tidak mampu lagi
melindungi pantai.
Badan pantai tidak lagi terdapat vegetasi pelindung lagi di bagian
terdepan dari garis pantai sehingga pengangkutan material terjadi terus menerus
karena tidak ada yang dapat mengikat sedimen di badan pantai. Formasi vegetasi
yang diawali oleh jenis semak dan rumput-rumputan merupakan pengikat badan
pantai yang cukup baik sehingga tidak terjadi pengangkutan material pada saat
arus balik dan badan pantai terjadi peninggian. Kehilangan formasi vegetasi pantai
menimbulkan efek yang sangat nyata terhadap pengikisan badan pantai oleh
gelombang dan pasang surut sehingga memicu terjadinya abrasi badan pantai.
Puluhan rumah, lapangan bola dan gedung sekolah telah musnah akibat abrasi.
Masalah ini harus menjadi perhatian yang serius terutama sekali instansi terkait
dan masyarakat, khususnya dalam hal penanaman dan pemeliharaan vegetasi
pantai agar tingkat kerusakan pantai yang terus berlangsung dapat diatasi.
Pantai Hagu Barat Laut
Kondisi pantai Hagu Barat Laut juga mengalami abrasi pada tingkat yang
sangat mengkhawatirkan yaitu sadah hampir mencapai badan jalan seperti yang
terlihat pada Gambar 38. Kawasan ini tidak banyak ditumbuhi atau ditanami
vegetasi pantai, hanya tinggal beberapa pohon saja seperti batang Cocos nucifera,
Hibiscus tiliaceus, Terminalia catappa dan Tamarindus indica. Pada tempat-
82
tempat tertentu tidak dijumpai lagi vegetasi karena kawasan pantai telah diubah
fungsinya oleh masyarakat yaitu membangun warung, perumahan, dan daerah
wisata di sepanjang pantai. Dengan adanya bangunan-bangunan seperti disebut di
atas maka akan mempercepat terjadinya abrasi karena tidak ada lagi yang dapat
mengikat partikel-partikel tanah. Beberapa tempat dijumpai abrasi sudah mulai
menerjang bangunan di sekitar pantai seperti warung yang sudah hampir roboh
diterjang ombak. Pada daerah ini garis pantai tinggal 2-4 m dari badan jalan. Jika
tidak dilakukan penanganan diperkirakan dua tahun kemudian badan jalan akan
terkena dampak abrasi.
Gambar 38 Vegetasi yang tertinggal di pinggir jalan yaitu Hibiscus tiliaceus dan
Cocos nucifera akibat pengubahan lahan.
Hibiscus tiliaceus adalah vegetasi pantai tropis dan sub tropis yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut. Waru laut dapat
dikelompokkan sebagai salah satu jenis mangrove. Meskipun bukan merupakan
mangrove sejati, tetapi waru laut banyak dijumpai berkelompok dengan pohon
mangrove. Hibiscus tiliaceus mampu mengembangkan struktur akar yang sangat
ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Struktur akar ini
berfungsi untuk memperkokoh pohon, mengambil unsur hara dan memperangkap
sedimen pasir (Noor et al. 1999).
Ipomoea pescaprae tidak ditemukan lagi sepanjang garis pantai sampai
pada badan jalan. Tumbuhan ini justru ditemukan setelah badan jalan yaitu di
83
pekarangan rumah penduduk dan tanah-tanah kosong, yang jumlah luasannya
tidak mampu melindungi wilayah pesisir yang semakin lama semakin mengalami
abrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa formasi pescaprae juga telah berada di
sekitar perumahan penduduk. Ketidakhadiran tumbuhan perintis seperti jenis
Ipomoea pescaprae dan jenis rumput-rumputan lainnya dalam formasi terdepan
vegetasi pantai menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya abrasi yang telah
berlangsung lama. Salah satu faktor yang menyebabkan hilangnya formasi ini
adalah pengkonversian lahan hidup dari formasi terdepan menjadi tempat wisata,
dan perumahan. Tumbuhan Ipomoea pescaprae biasanya mendominasi formasi
terdepan daerah pantai. Tumbuhan ini merupakan salah satu jenis tumbuhan herba
yang akarnya dapat mengikat pasir (Noor et al. 1999).
Kegiatan pemanfaatan dan pengembangan wilayah pesisir yang dilakukan
di kawasan ini telah menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut kepada hilangnya
beberapa formasi vegetasi pantai, hal ini terjadi di sepanjang pantai Hagu Barat
Laut. Aktifitas seperti ini di daerah wisata merupakan gangguan awal terhadap
keberadaan formasi vegetasi pantai seperti yang terlihat pada Gambar 39.
Gambar 39 Vegetasi pantai yang mengalami penggusuran kibat pembangunan
tempat wisata.
Pembangunan tempat wisata dan perumahan akan “menggusur” beberapa
formasi vegetasi pelindung pantai. Masyarakat sekitar pantai ini menganggap
vegetasi dapat menghambat pembangunan tempat wisata. Akibatnya formasi
84
vegetasi pelindung pantai ini mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Kawasan pantai Lhokseumawe vegetasinya telah mengalami penurunan kerapatan
karena ditebang untuk pemanfaatan daerah wisata. Akibatnya daerah bibir pantai
juga mengalami penggusuran sehingga pantai menjadi tandus dan tidak
terlindungi. Peraturan pemerintah tentang pengelolaan kawasan pesisir harus
memasukkan aturan mengenai tidak boleh membangun atau pemanfaatan pada
radius tertentu dari bibir pantai. Menurut Medrizam et al. (2004) Indonesia
merupakan negara terpadat keempat di dunia dengan populasi mencapai 203 juta
orang pada tahun 2000; tingkat pertumbuhannya diperkirakan 1,2% pada 2000-
2005. Jumlah penduduk yang tinggi ini memerlukan dukungan sandang, pangan,
papan serta ruang untuk beraktivitas. Hampir semua daya dukung ini berasal dari
alam yang berkaitan sangat erat dengan keanekaragaman hayati. Pola
pemanfaatan yang tidak bijaksana akan ancaman bagi kelestarian keanekaragaman
hayati.
Konversi lahan kawasan pesisir menjadi faktor pemicu abrasi yang
memang sudah berlangsung lama. Peningkatan komposisi formasi vegetasi pantai
di sepanjang pantai sangat diperlukan untuk memberikan kemampuan mendukung
lingkungan fisik dan lingkungan biologi di sepanjang pantai. Penurunan kualitas
lingkungan akibat beralihnya fungsi pantai yang seharusnya terdapat di sepanjang
pantai akan mempercepat terjadinya abrasi, karena partikel-partikel pasir yang
terdapat di pantai dan yang datang bersama gelombang dan arus tidak ada yang
mengikat dan menahannya.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir harus diarahkan kepada pemanfaatan
secara terpadu dan berkesinambungan (sustainable). Orientasi pemanfaatan oleh
masyarakat sekitar adalah kegiatan perikanan dan pariwisata. Namun sangat
disayangkan pemanfaatan hanya berlandaskan pada prinsip ekonomi semata,
sehingga tidak menjaga lingkungan pesisir menjadi rusak. Bangunan fisik
pelindung pantai sudah mengalami kerusakan yang cukup parah. Bangunan fisik
pemecah gelombang yang dibangun dari cincin sumur tidak bertahan lama dan
sudah mulai roboh oleh terjangan ombak, seperti yang ditampilkan pada
Gambar 40 berikut ini.
85
Gambar 40 Tanggul pemecah gelombang yang telah rusak diterjang ombak di
kawasan pantai Hagu Barat Laut.
Sebelum pembangunan tanggul penahan ombak terlebih dahulu harus
dilakukan penilaian atau evaluasi tentang sifat-sifat suatu perairan seperti
gelombang, intensitaas abrasi, kondisi vegetasi pelindung dan masalah sosial
masyarakat. Bangunan fisik yang dibangun dapat memecah gelombang laut yang
datang silih berganti sehingga garis pantai menjadi stabil.
Pada kawasan pantai yang masih terdapat substrat dapat ditanami dengan
vegetasi pantai maka tingkat abrasi dapat ditekan, dan pantai sangat berpotensi
untuk dijadikan tempat wisata. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi
masyarakat setempat, mereka dapat memperoleh penghasilan dengan mengelola
tempat wisata di sekitar pantai. Tempat-tempat wisata harus ditata dengan
memperhatikan prinsip-prinsip ekologi dengan menanam vegetasi pelindung
pantai sehingga lingkungan pantai tidak rusak.
86
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Vegetasi penyusun lingkungan pantai Aceh Barat didominasi oleh jenis Cocos
nucifera, Pandanus tectorius dan Ipomoea pescaprae.
2. Indeks keragaman vegetasi pantai sebelum tsunami di Pantai Aceh Barat
kelompok herba tergolong sedang sedangkan semai, pancang dan pohon
tergolong rendah.
3. Kondisi fisik lingkungan pesisir di Aceh sebelum tsunami sudah mengalami
abrasi baik kawasan pesisir Pantai Barat maupun di kawasan pesisir Pantai
Timur.
4. Jumlah jenis mangrove lebih banyak ditemukan di kawasan pesisir
Pantai Timur.
5. Indeks keragaman vegetasi kelompok pohon dan pancang tergolong rendah,
kelompok semai di Kawasan Pesisir Pantai Timur tergolong sedang.
6. Kawasan pesisir Pantai Barat mengalami kerusakan yang lebih parah baik
vegetasi maupun kondisi fisik atau abrasi pantai dibandingkan dengan
Kawasan Pesisir Pantai Timur pasca tsunami.
7. Rhizophora mucronata lebih mendominasi di kedua kawasan pesisir.
Saran
Kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam harus segera ditanami
formasi vegetasi kawasan pesisir dalam beberapa zonasi dan diperlukan penilaian,
terlebih dahulu untuk membangun pelindung fisik sehingga fungsi ekologi dan
perlindungan lingkungan pesisir normal kembali.
87
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Tsunami Aceh Getarkan Dunia. Japan Aceh Net. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 1993. Biodiversity
Action Plan for Indonesia. Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency. Jakarta. Dalam Medrizam, Pratiwi S, Wardiyono et al. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati Di Indonesia. Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Direktorat Pengendalian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.
Barbour GM, Burk JK, Pitts WD. 1987. Terresterial Plant Ecology. The
Benyamin/Cummings Publicing Company. INC Califonia.
Bismark M. 1987. Aspek ekologi dan konservasi vegetasi mangrove di Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Duta Rimba: 87-88/XIII/:1987:16:22.
Camille B. 1998. The Economic Valuation of Mangrove: A manual for Researcher. Economic and Environment Program for Southeast Asia.
Clark J C, Raelee AK. 1995. Forest gaps influence the population structure and
species composition of mangrove in North Australia. Jur Biotropica 32(4a): 642-652.
Cahoon DR, Philippe H. 2002. Hurricane Mitch: A Regional Perspective on
Mangrove Damage, Recovery and Sustainability USSG-USA: Science for Changing World. Pages : 1-31.
Corner EJH. 1952. Tree of Malaya. 2. Vols 2nd. Ed. Government Printer
Singapore. Cox GW. 1976. Laboratory Manual of General Ecology. WMC Brown Company
Publisher Iowa. Craighead FC. 1971. in Marguerite S. Koch. 1997. Rhizophora mangal L.
Seedling Developtment into the Sapling Stage across Resource and Stress Gradient in Subtropical Florida. Biotropica: 29 (4) 427- 439.
88
Cruz DL. 1981. The function of mangrove. In P.B.L. Srivasta et al (eds) Proc. Symp. Mangrove and Estuarine Vegetation in South East Asia. Kuala Lumpur Malaysia: 125-138.
Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan ke-4. Edisi revisi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Davie J, Sumardja E. 1997. The mangrove of East Java: an analysis of impact of
pond aquaculture on biodiversity and coastal ecological. Tropical Biodiversity 4(1):1-33.
Dumbois M, Ellenberg HH. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John
Wiley and Sons. New York.
Edward JH. 1983. Developing a conservation strategy for the mangrove
ecosystems as Asia. Proceeding of the Asian Symposium on Mangrove Environment Research and Management. Kuala Lumpur 25-29 Agustus 1994. University of Malaya and UNESCO.
Ellison AM. 1996. Anthropogenik disturbance of Caribian mangrove ecosystems:
paast impacts, present trend, and future prediction. Biotropica 28 (4a): 149-565.
Ellison J. 2001. Possible impacts of predicted sea level rise on South Pacific
mangroves. Pp. 289-301. dalam Gilman et al. 2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. Uited Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58.
Ellison J. 2000. How South Pacific mangroves may respond to predicted climate
change and sea level rise. Chapter 15, pages 289-301 dalam Gilman et al. 2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. United Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58.
Ellison J. 1995. Systematics and distributions of Pacific Island mangroves. Pp. 59-
74 dalam Gilman et al. 2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. Uited Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58.
89
Field CD. 1995. Impact of expected climate change on mangrove. Hydrobiologia 295: 75-81.
Giesen W, Wulffraat S. 1998 Indonesian Mangrove Part I: Diversity and
Vegetation. Tropical Biodiversity 5(2) 99-111. Gilman E, Ellison J, Coleman R. 2006. dalam Assessment of mangrove response
to projected relative sea level rise and recent historical reconstruction of shoreline position. Environmental Monitoring and Assessment. Dalam Gilman et al. 2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. Uited Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58.
Gilman E, Lavieren HV, Elison J, Wilson L, Jungblut L, Areki F, Brighouse G,
Dus E, Henry M, Sauni M.Jr, Kilman M, Matthews E, Ruatu TN, Tukia S, Yuknavage K. E2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. Uited Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58.
GIS dan Remote Sensing Development Center Unsyiah. 2005. Kerusakan
kawasan pesisir akibat tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam [peta administrasi]. Hasil interpretasi citra landsat 2000-2005.
Gunarto 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati perikanan
pantai. Jurnal Litbang Pertanian No 23(1) 15-21 Ling P, Wey XM. 1983. Ecologycal note the mangrove of Fujian Cina. Biology
and Ecology Mangrove: 31-36. Lugo AE, Snedaker SC. 1974. The ecology of mangrove. Annu. Rev. Ecol. Syst. 5:
39-64. Marguerite SK. 1997. Rhizophora mangal L. Seedling Developtment into the
Sapling Stage across Resource and Stress Gradient in Subtropical Florida. Biotropica: 29 (4) 427- 439.
Medrizam, Pratiwi S, Wardiyono. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati
Di Indonesia. Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Direktorat Pengendalian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Michael P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press. Jakarta
90
Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Cetakan ke-4. Edisi revisi. Jakarta: Djambatan. Noor YS, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengelolaan Mangrove
di Indonesia. Wetlands Internasional. Nybakken J W. 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman et.al.;
penerjemah. Jakarta; PT. Gramedia. 495 h. Odum EP. 1998. Dasar-dasar Ekologi . Samingan T, penerjemah; Srigondono B,
editor. Edisi ke-3. Gajah Mada University Press. Terjemahan dari Fundamental of Ecology.
Pratiwi, Anwar C, Sumarna Y. 1986. Perkembangan regenerasi alam dan buatan
vegetasi mangrove cilacap. Bul. Pen. Vegetasi (For. Res. Bull.) 482 : 1-9.
Poerbandono. 2004. Pemecah Ombak timbulkan Masalah Baru. www.pikiran-rakyat.com/cetak/0604/10/cakrawala/lainnya06.htm
Setiadi D, Tjondronegoro PD. 1989. Dasar-Dasar Ekologi. PAU. Institut
Pertanian Bogor.
Smith MB, Robblee HR, Doyle TW. 1994. in Marguerite S. Koch. 1997.
Rhizophora mangal L. Seedling Developtment into the Sapling Stage across Resource and Stress Gradient in Subtropical Florida. Biotropica: 29 (4) 427- 439.
Oseanografi. 2005. Data perbedaan tinggi pasang surut. Areal potensial bagi
vegetasi mangrove dan vegetasi pantai NAD dan Nias. Sukardjo S, Frey S. 1982. Mangrove for National Developtment and
Conservation. Herbarium Bogoriense. Charcoal and Firewood Production. United Nation and Education Scientific and Cultural Organization.
Sukardjo S. 1986. Natural Regeneration Status uf Commercial Mangrove Species
(Rhizophora mucronata and Bruguiera gimnorrhiza) in Mangrove Forest of Tanjung bugin, Banyuasin District South Sumatera. Forest Ecology and Mangrove: 20: 233-252
Sukardjo S. 1978. the Utilization of Mangrove Forest in Indonesia with Species
Reference to Charcoal and Fire Wood Production. United Nations educational Scientific and Cultural Organization.
91
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sverdrup HU, Johnson MW, Fleming RH. 1942. The Oceans, Their Physics,
Chemistry and General Biology. Prentice Hill. New York. 1087 h. Tjardhana, Purwanto E. 1995. Vegetasi mangrove Indonesia. Departemen
Kevegetasian. Duta Rimba: 21: 2 - 17
92
L A M P I R A N
93
Lampiran 1 Titik koodinat daerah penelitian
Kabupaten
Wilayah
Koordinat
X
Koordinat
Y Aceh Barat Lhokbubon/ Samatiga 960 1’ 26,5” 40 12’ 11,3” Johan Pahlawan 960 6’ 55,8” 40 08’ 53,0” Aceh Jaya Sampoinit 950 24’ 0,5” 40 33’ 52,7” Banda Aceh Syiah Kuala 950 20’ 36,2” 50 35’ 36,7” Aceh Besar Baitussalam 950 23’ 49,9” 50 37’ 29,7” Pidie Batee 950 53’ 59,2” 50 26’ 30,4” Simpang Tiga 950 59’ 6,5” 50 22’ 6,6” Kembang Tanjung 960 2’ 51,4” 50 19’ 27,0” Bireuen Peudada 960 35’ 12,1” 50 12’ 25,3” Lhokseumawe Ujung Blang/ Banda Sakti 970 7’ 9,1” 50 12’ 7,0” Aceh Utara Seunuddon 970 28’ 10,0” 50 14’ 13,7”
94
Lampiran 2 Jumlah jenis herba yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat sebelum tsunami
No Nama Jenis KM FM DM
1 Axonopus compresus 120 3 108 2 Boreria alata 3 2 3 3 Boreria laevis 2 1 1.5 4 Urochloa paspaloides 12 2 15 5 Cyperus rotundus 180 6 35 6 Dactiloctenium sp 9 2 10 7 Digitaria fuscescen 33 5 10 8 Eclipta prostrata 25 1 40 9 Erigeron sumatranensis 1 1 1.5 10 Euphorbia hirta 3 2 6 11 Ipomoea pes-caprae 41 6 300 12 Mimosa pudica 20 2 20 13 Paspalum vaginatum 5 2 7 14 Phyllanthus debilis 20 1 8 15 Phyllathus virgatus 2 1 1.5 16 Spilanthes iabadicensis 16 1 40 17 Vernomia cinerrea 1 1 1.5
Total 493 39 608 Lampiran 3 Jumlah jenis semai yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat
sebelum tsunami No Nama Jenis KM FM DM 1 Hibiscus tiliaceus 13 2 1786 2 Morinda citrifolia 4 2 113 3 Pandanus tectorius 78 7 81746.2 4 Terminalia catappa 2 2 25.5 5 Calophyllum inophyllum 2 1 1.77 Total 99 14 83672.5
Lampiran 4 Jumlah jenis kelompok pancang yang di temukan di Pantai Barat
Aceh Barat sebelum tsunami No Nama Jenis KM FM DM 1 Casuarina equisetifolia 7 3 1319 2 Hibiscus tiliaceus 3 3 366.2 3 Lamnea coromandellica 4 2 854.86 4 Morinda citrifolia 4 2 490.6 5 Codaeum varieugatum 1 1 49
Total 19 11 3079.7
95
Lampiran 5 Jumlah jenis kelompok pohon yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat
No Nama Jenis KM FM DM 1 Areca sp 1 1 127 2 Barringtonia asiatica 1 1 1320 3 Casuarina equisetifolia 19 6 63762 4 Cocos nucifera 24 10 458201 5 Hibiscus tiliaceus 12 5 93977 6 Lannea coromandellica 2 1 3630 7 Morinda citrifolia 2 2 3957 8 Pandanus tectorius 5 2 4416 9 Terminalia catappa 3 2 3116
Total 69 30 632505
Lampiran 6 Kerapatan setiap tingkat pertumbuhan vegetasi di pantai Barat Aceh Barat
3666
506 460
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Semai Pancang Pohon
Ker
apat
an In
divi
du /
ha
Lampiran 7 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan
pesisir Pantai Barat
No Jenis K F D M (g) 1 Avicennia marina 4 2.0 0.985 2 Nipa fructicans 2 1.0 0.290 3 Rhizophora mucronata 15 6.0 8.394 4 Rhizophora apiculata 5 4.0 0.452 5 Sonneratia alba 2 2.0 0.237 Jumlah 28 15.0 10.36
96
Tabel 8 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan Pantai Timur
No Jenis K F DM 1 Avicennia marina 9 5.0 4.914 2 Bruguiera gimnorrhiza 3 1.0 0.407 3 Ceriops tagal 8 5.0 0.723 4 Nipa fructicans 5 2.0 2.202 5 Rhizophora apiculata 13 7.0 7.018 6 Rhizophora mucronata 24 15.0 15.475 7 Rhizophora stylosa 3 3.0 0.159 8 Sonneratia alba 5 2.0 1.130 9 Xylocarpus granatum 1 1.0 0.057
Jumlah 71 41.0 32.09 Lampiran 9 Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang di temukan kawasan
Pantai Timur No. Jenis K F DM 1 Avicennia marina 7 4 0.28 2 Bruguiera gimnorrhiza 3 2 0.04 3 Bruguiera parviflora 5 3 0.09 4 Ceriops tagal 10 5 0.36 5 Excoecaria agallocha 2 1 0.02 6 Rhizophora apiculata 8 4 0.24 7 Rhizophora mucronata 35 12 6.62 8 Rhizophora stylosa 15 7 1.10 9 Sonneratia alba 6 3 0.15 10 Xylocarpus granatum 4 2 0.09 Jumlah 95 43 9.0
Lampiran 10 Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang di temukan di
kawasan Pantai Timur No. Jenis K F 1 Avicennia marina 11 4 2 Bruguiera gimnorrhiza 7 3 3 Bruguiera parviflora 14 3 4 Ceriops tagal 53 4 5 Nypa fruticans 8 6 6 Rhizophora apiculata 31 8 7 Rhizophora mucronata 85 11 8 Rhizophora stylosa 29 7 9 Sonneratia alba 22 8 10 Xylocarpus granatum 6 4 Jumlah 266 58
97
Lampiran 11 Kehadiran jenis vegetasi mangrove pada tiga tingkat pertumbuhan di kawasan Pantai Timur (Pidie)
No. Jenis Pohon Semai Pancang 1 Avicennia marina + + + 2 Bruguiera gimnorrhiza + + + 3 Bruguiera parviflora - + + 4 Ceriops tagal + + + 5 Excoecaria agallocha - + - 6 Nypa fruticans + - + 7 Rhizophora apiculata + + + 8 Rhizophora mucronata + + + 9 Rhizophora stylosa + + + 10 Sonneratia alba + + + 11 Xylocarpus granatum + + +
Lampiran 12 Kerapatan setiap tingkat pertumbuhan vegetasi mangrove di kawasan pantai Timur
4925
6331180
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Semai Pancang Pohon
Ker
apat
an In
divi
du /
ha
98
Lampiran 13 Pemanfaatan Pantai Barat Aceh Barat sebagai daerah wisata sebelum tsunami
.
Lampiran 14 Pembangunan perumahan akan mengalihan fungsi habitat vegetasi pantai dan akan menurunkan kualitas lingkungan.
99
Lampiran 15 Sisa-sisa bangunan penahan ombak yang sudah roboh diterjang ombak di Pantai Padang Seurahet Aceh Barat sebelum tsunami
Lampiran 16 Kondisi kawasan pesisir yang sudah terbuka dan kawasan tambak
tidak ada lagi vegetasi mangrove di Pidie.
100
Lampiran 17 Kondisi pantai Ujong Blang Kota Lhokseumawe yang sudah tandus tanpa ditutupi tumbuhan penutup tanah.
Lampiran 18 Kondisi Mangrove di kawasan pesisir Panai Barat setelah tsunami
101
Lampiran 19 Rehabilitasi kawasan pantai dengan menanam kembali Casuarina equisetifolia.
Lampiran 20 Vegetasi mangrove yang sudah mati akibat tsunami dan kawasan mangrove sudah berada di dalam laut
102
Lampiran 21 Vegetasi pantai mati akibat penggenangan air asin di Aceh Jaya.
Lampiran 22 Badan pantai telah menjadi laut terlihat dari sisa-sisa yang telah mati (Cocos nucifera) di Kawasan pesisir Pantai Barat
103
Lampiran 23 Pembibitan mangrove untuk rehabilitasi kawasan pesisir di Kecamatan Simpang Tiga Pidie yang dibangun oleh peneliti.
Lampiran 24 Penanaman dan perawatan mangrove yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sekitar kawasan Simpang Tiga Pidie.