96
STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN ALLAH BAGI PENGHINA PEMIMPIN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag) Oleh: Sartika NIM: 1110034000099 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG

ANCAMAN ALLAH BAGI PENGHINA PEMIMPIN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag)

Oleh:

Sartika

NIM: 1110034000099

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah
Page 3: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah
Page 4: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah
Page 5: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

i

Abstrak

Sartika.

Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis tentang Ancaman Allah bagi Penghina Pemimpin

Kajian hadis Nabi memiliki posisi yang sangat penting, karena hadis merupakan sumber

kedua dalam hukum Islam. Kajian hadis tergolong dalam tiga bahasa. Pertama berkaitan dengan

kajian musṯalâẖ al-ẖadîts, kedua berkaitan dengan kajian kritik sanad dan matan. Ketiga,

berkaitan dengan pemahaman terhadap kandungan hadis. Pemahaman hadis yang sesuai dengan

metode yang telah ditetapkan para ulama, akan memudahkan dalam pemahaman hadis yang

tidak menyesatkan. Karena jika dalam keliru dalam memahami hadis akan berakibat fatal yaitu

berdampak sesat dan menyesatkan. Begitu juga dalam memahami hadis tentang ancaman Allah

bagi penghina pemimpin, harus sesuai tata cara dalam memahami hadis. bentuk hinaan yang

dimaksud dalam hadis ini adalah menganggap remeh atau merendahkan terhadap segala urusan

pemimpin yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, yang bertujuan untuk menimbulkan

kemaksiatan.

Proses pemahaman hadis bisa diawali dengan penelusuran hadis-hadis setema melalui

metode penelusuran hadis atau lafaz hadis, yaitu melalui al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâẕ al-

Hadîts al-Nabawi dibantu dengan program al-Maktabah al-Syamilah yang dapat menghasilkan

bahwa hadis tentang ancaman Allah bagi penghina pemimpin terdapat dalam kitab Sunan al-

Timidzî, Musnad Ahmad bin Hanbal.

Penelitian ini menggunakan gaya pustaka, dengan menggunakan metode takhrîj wa

dirâsat al-asânîd, karena metode inilah yang paling tepat, setidak-tidaknya hingga saat ini untuk

digunakan dalam mengkaji dan menghukumi tentang suatu hadis. Adapun sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu sumber data primer dan data sekunder.

Karena penelitian ini menyangkut takhrîj al-ẖadîts maka kitab-kitab Tarâjum adalah menjadi

sumber primer, penulis membatasi pada beberapa kitab diantaranya kitab Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl karya Yûsuf bin al-Zakki Abdurrahman Abû al-Hajjâj al-Mizzî, Tahdzîb al-

Tahdzîb dan Taqrîb al-Tahdzîb karya Ibn Hajar al-‘Asqalânî. Juga kitab-kitab yang membahas

jarẖ dan ta’dil para perawi hadis, diantaranya karya Ibn Hajar al-‘Asqalânî.

Sumber data dalam penelitian hadis ini adalah hadis yang terdapat dalam kitab Jâmi’ al-

Tirmidzî atau lebih dikenal dengan Sunan al-Tirmidzî. Kemudian hadis tersebut dibatasi hanya

pada kutub al-tis’ah saja. Kesimpulan penelitian terhadap hadis tersebut dinilai ẖasan ghârîb.

Dari segi matannya hadis ini dinyatakan maqbûl, karena tidak bertentangan dengan dalil al-

Qur’an juga tidak bertentangan dengan akal sehat serta terdapat hadis-hadis mendukung

pemahaman terhadap hadis tersebut.

Page 6: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

ii

KATA PEGANTAR

Alhamdulillȃhi Rabbi al-‘Âlamîn, segala puji dan syukur kehadirat Allah

Swt. yang telah memberikan taufiq, hidayah dan inȃyah-Nya. Sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk skripsi dengan judul: “STUDI

KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN ALLAH BAGI

PENGHINA PEMIMPIN”. Salawat serta salam semoga tetap dicurahkan kepada

baginda Nabi Muhammad Saw., rasul pilihan yang membawa cahaya penerang

dengan ilmu pengetahuan. Serta untaian doa semoga tetap dicurahkan kepada

keluarga, sahabat, seluruh pengikutnya sampai akhir zaman, dan semoga kelak

kita mendapatkan syafa’atnya.

Munculnya berbagai hambatan selama penulis menjalankan studi hingga

akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini, seakan ringan berkat bantuan, motivasi,

dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghanturkan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dan

Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

iii

4. Ibu Dr. Atiyatul Ulya, MA. pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang

telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdialog dengan penulis,

memotivasi penulis serta memberi petunjuk dan nasehat kepada penulis yang

dengan ikhlas demi keberhasilan penulis.

5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang dengan ketulusan hati dan

kesabarannya telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuannya kepada

penulis selama belajar di Ushuluddin.

6. Kepada kedua orang tua penulis, yakni Apa Sa’ang, dan Mamah tercinta

Ma’anih, terimakasih atas pengorbanan baik moril maupun materil, motivasi

dan doa yang selalu diberikan kepada penulis. Dan terimakasih juga penulis

ucapkan kepada ayah dan ibu mertua.

7. Kepada suami tercinta Nur Cholis, S.Pd.I, yang selalu memberikan penulis

semangat, mencintai penulis dengan sangat tulus, selalu mendoakan penulis,

selalu menghadapi penulis dengan kesabaran, terimakasih atas pengorbanan

baik moril maupun materil, dan terimakasih telah sabar menunggu penulis

sampai lulus kuliah.

8. Kepada anakku tercinta, terkasih, dan tersayang Muhammad Mustafa Hadziq

al-Laitsi yang selalu menjadi penyemangat dan pelipur hati penulis.

9. Kepada segenap keluarga (adek Sukma Wijaya) serta saudara-saudara lain

yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Merekalah yang senantiasa

mendoakan dan memotivasi penulis untuk terus berkreasi dan berpacu dalam

mencari ilmu. Kalianlah salah satu cita-cita besar bagi penulis.

Page 8: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

iv

10. Kepada Mudîr, asȃtidz, wa ustadzȃt keluarga Pondok Pesantren al-Qur’an al-

Falah Bandung dan Nihayatul Amal Karawang, yang telah memberikan ilmu

sehingga penulis bisa belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Kepada Prof. K.H. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (alm.) Darus Sunnah

International Institute for Hadith Sciences, dengan ketulusan hati dan

kesabarannya telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada

penulis.

12. Kepada teman-teman jurusan Tafsir Hadis angkatan 2010, khususnya kelas

TH-C (Maliya, Nurul, Ernik’, Nisa’, Ai’, Ina, vira dan yang lainnya), yang

sama-sama berjuang selama kuliah, penulis tidak akan melupakan

persahabatan kita. Dan juga kepada teman-teman di Darus Sunnah

International Institute for Hadith Science.

Akhirnya penulis berharap, semoga karya tulis ini merupakan sebuah

refleksi studi S1 dan dapat memberikan sumbangan keilmuan, khususnya bagi

penulis dan umumnya bagi pembaca yang berminat dengan tulisan ini. Dan

dengan harapan karya tulis ini dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin ya rabb al-

‘ȃlamîn.

Jakarta, 09 Agustus 2017

Penulis

Page 9: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................. v

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................. vii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 8

D. Tinjauan Pustaka .................................................................... 8

E. Metodologi Penelitian ............................................................ 11

F. Sistematika Penulisan ............................................................ 13

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMIMPIN

A. Pengertian Pemimpin ............................................................. 15

B. Teori Kelahiran Pemimpin ..................................................... 16

C. Pemimpin dalam Islam …………………………………….. 17

D. Kriteria Seorang Pemimpin .................................................... 25

E. Dalil Taat terhadap Pemimpin ............................................... 27

F. Larangan Menghina dalam al-Qur’an ................................... 30

Page 10: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

vi

BAB III STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS

A. Kritik Sanad Hadis

1. Teks Dan Terjemahannya ............................................... 33

2. Kegiatan Takhrîj ............................................................. 34

3. I’tibȃr Hadis .................................................................... 37

4. Sanad Hadis..................................................................... 41

5. Natîjah (kesimpulan)....................................................... 56

B. Kritik Matan Hadis

1. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad ............. 58

2. Meneliti Matan yang Semakna ...................................... 59

3. Meneliti Matan Hadis ditinjau dari Dalil al-Qur’an ........ 61

4. Meneliti Matan Hadis ditinjau dari segi akal sehat ......... 63

5. Penjelasan Matan Hadis……………………………….. 63

6. Kesimpulan Matan Hadis……………………………… 72

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 76

B. Saran-saran ............................................................................. 78

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 79

Page 11: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi dalam penulisan skripsi ini mengacu pada buku

Pedoman Akademik Program Strata 1 Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 2010/2011.

A. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksra Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

B be ب

T te ت

Ts te dan es ث

J je ج

H h dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D de د

Dz de dan zet ذ

R er ر

Z zet ز

S es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis di bawah ص

D de dengan garis di bawah ض

T te dengan garis di bawah ط

Z zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

Gh ge dan ha غ

F ef ف

Page 12: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

viii

Q ki ق

K ka ك

L el ل

M em م

N en ن

W we و

H ha ه

apostrof ’ ء

Y ye ي

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Untuk vokal tunggal,

ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah ـ

i kasrah ـ

u dammah ـ

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Voka Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يـ ai a dan i

و ـ au a dan u

Page 13: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

ix

C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اـ ȃ a dengan topi di atas

î i dengan topi di atas ـي

û u dengan topi di atas وـ

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf

(al), dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun

qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.

E. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (ـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata رورة tidak الض

ditulis dengan ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

F. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ [lihat

Page 14: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

x

contoh 1 di bawah]. Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) [lihat contoh 2]. Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

[lihat contoh 3].

Contoh:

No Kata Arab Alih Akasara

tarîqah طريقة .1

al-jȃmi’ah al-islȃmiyyah الجامعة اإلسالمية .2

wahdat al-wujûd وحدة الوجود .3

A. Keterangan Tambahan

1. Kata sandang ال (alif lam ma’rifah) ditransliterasi dengan al-, misalnya

ه) al-atsâr dan (االثار) ,al-jizyah (الجزيه) al-dzimmah. Kata sandang ini (الذم

menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat.

2. Tasydîd atau shaddah dilambangkan dengan huruf ganda, misalnya al-

muwaṭṭa’.

3. Kata-kata yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, ditulis sesuai

dengan ejaan yang berlaku, seperti al-Qur’an, hadis dan lainnya.

B. Singkatan

Swt. = Subḥȃnahu wa-ta’ȃlȃ

Saw. = Salla Allȃh ‘alaih wa-sallam

r.a = Raḍiya Allȃh ‘anhu

Page 15: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

xi

QS. = al-Qur’an Surȃh

HR. = Hadis Riwayat

M = Masehi

H = Hijriyah

w. = Wafat

h. = Halaman

Page 16: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepemimpinan, apa pun bentuk atau nama dan cirinya serta ditinjau dari

sudut pandang mana pun, selalu harus berlandaskan kebajikan dan kemaslahatan

serta mengantar kepada kemajuan. Kepemimpinan, antara lain harus dapat

menentukan arah, menciptakan peluang, dan melahirkan hal-hal baru melalui

inovasi pemimpin yang kesemuanya menuntut kemampuan berinisiatif, kreativitas,

dan dinamika berpikir.1 Dalam pandangan Islam, setiap orang adalah pemimpin,

paling tidak memimpin dirinya sendiri bersama apa yang berada di sekitarnya.

هممسئولوىوراعالن اسعلىال ذىفاألميوتي عرنعلوؤسممكل كواعرمكل ك راعوالر جل،عن

هممسئولوىوب يتوأىلعلى هممسئولةوىىوولدهب علهاب يتعلىراعيةوالمرأة،عن والعبد،عن

ورعي تعنمسئولوكل كمراعفكل كمأل،عنومسئولوىوسيدهمالعلىراع

Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin yang bertugas memelihara

serta bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang pemimpin

adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka.

Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung

jawab atas mereka, seorang istri adalah pemimpin dirumah suami dan

anaknya dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang hamba sahaya

adalah penjaga harta tuannya dan ia bertanggung jawab atasnya,

ingatlah! Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin yang bertugas

memelihara serta bertanggung jawab atas kepemimpinannya. (H.R.

Bukhârî dan Muslim).2

1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, (Ciputat: Lentera Hati, 2010), Jilid. 2, h.

679 2 Muhammad bin Ismâ‟il al-Bukhârî, Saẖîẖ al-Bukhârî (Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.), jilid. 9, h.

285

Page 17: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

2

Demikian sabda Nabi Muhammad Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh

al-Imâm Bukhârî dan al-Imâm Muslim melalui Ibn „Umar ra. Semakin luas ruang

lingkup yang dicakup oleh wewenang seseorang, semakin luas pula tanggung

jawabnya, dan semakin luas tanggung jawabnya, semakin berat dan luas pula

persyaratannya.

Negara yang berdaulat terdapat sistem pemerintahan, dan didalamnya

terdapat kepemimpinan. Kepemimpinan itu meliputi seluruh jajaran yang ada

didalamnya, baik pusat, daerah maupun lingkup instansi atau organisasi. Pemimpin

dari tingkat terbawah hingga yang paling teratas, ia berhak mengatur segala

sesuatu yang berkitan dengan kepemimpinan.

Sebagai seorang pemimpin, tidak terlepas dari dua pihak yang senang

akan kepemimpinannya, ada juga yang tidak. Disinilah, pmimpin dituntut agar

tetap adil dalam menjalankan kepemimpinannya. Karena jika pemimpin berlaku

tidak adil kepada rakyatnya, maka akan menimbulkan sikap yang ingin

menghancurkan tampuk kepemimpinannya. Pada mulanya, mereka hanya sekedar

mengkritik, menghina dan membeberkan aib-aib pemimpin di atas mimbar,

seminar, koran dan media sosial, akan tetapi pada akhirnya dapat memicu

terjadinya pemberontakan terhadap pemimpin yang berdaulat.

Allah Swt. memuliakan seorang pemimpin dengan mewajibkan orang-

orang yang dipimpinnya mematuhi apa yang diperintahkannya, selama perintah itu

tetap dalam koridor taat kepada Allah Swt. namun, saat ini fenomena penghinaan

terhadap pemimpin seakan menjadi hal yang biasa saja. Maraknya peristiwa hinaan

yang ditujukan kepada beberapa pemimpin di Indonesia melalui media massa dan

media sosial. Baik melalui facebook, twitter, instagram, ataupun media sosial yang

Page 18: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

3

lain. Tak luput juga presiden Indonesia sekarang ini, Joko Widodo. Hal ini tidak

mencerminkan sebagai rakyat yang menghormati pemimpinnya. Ada beberapa

bukti yang penulis paparkan dibawah ini mengenai kasus penghinaan terhadap

pemimpin, diantaranya adalah:

1. Penghinaan yang dilakukan oleh Muhammad Arsyad (tukang sate) Penghinaan

ini berupa editan foto seronok antara Jokowi dan Megawati Soekarno Putri dan

disebarkan melalui facebook. Muhammad Arsyad kemudian ditangkap dan

diproses secara hukum. Pada tanggal 23 Oktober 2014, Direktorat Tindak

Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri menahan MA. Ia dianggap

melanggar pasal 29 Undang-undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 serta

kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran

nama baik.3

2. Polres Jakarta Utara menciduk pria pengangguran, Jamil Adil (49), yang sudah

menghina Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Tito

Karnavian, lewat coretan yang ditulisnya di Kolong Tol Kebon Baru, tepat di

Jalan Raya Cakung-Cilincing (Cacing) Kecamatan Cilincing Jakarta Utara,

Kamis (29/12/2016), sekitar 06.00 WIB. "Tersangka Jamil Adil yang menulis

di tiang dan di dinding Kolong Tol Kebon Baru, serta kontainer yang berisi

kalimat yang memenuhi unsur penghinaan terhadap Presiden RI, Joko Widodo

atau Jokowi, dan Kapolri Jenderal Tito, sudah dijerat dengan pasal 207 KUH

3http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt571a2c098997e/4-kasus-penghinaanterhadap-

presiden-yang-diproses-hukum

Page 19: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

4

Pidana tentang penghinaan, dihukum selama 1 tahun 6 bulan penjara," papar

Kapolres Metro Jakarta Utara, Awal Chairuddin, Jumat (30/12/2016).4

3. Saat meresmikan Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba di Balige,

Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Minggu, 21 Agustus 2016, Presiden

Jokowi dan Ibu Negara Iriana tampil dengan mengenakan pakaian adat Batak.

Andi Redani Putribangsa dan Nunik Wulandari II adalah dua orang yang telah

mengolok-olok dan menghina Presiden Jokowi di akun Facebook mereka.5

Beberapa peristiwa di atas, menyelisihi salah satu hadis Nabi Muhammad

Saw. yang berkaitan dengan peristiwa penghinaan terhadap seorang amir di

Basrah. Peristiwa ini terjadi pada masa sahabat yaitu Abû Bakrah. Dalam suatu

riwayat dikisahkan bahwa, suatu hari ketika seorang penguasa sedang berkhutbah

dangan mengenakan pakaian yang tipis, Abû Bilâl mencemoohnya dengan

mengatakan pemimpin itu mengenakan pakaian orang fasik. Abû Bakrah

menegurnya dengan menyampaikan hadis yang pernah ia dengar dari Nabi

Muhammad Saw.

ث ن ث ناب ندارحد حد كسيبالعدوى ث ناحيدبنمهرانعنسعدبنأوسعنزيدبن اأبوداودحد

بابنعامروىويطبوعليوثيابرقاقف قالأبوبل كنتمعأببكرةتتمن للانظرواإقال

الل رسول عت س اسكت بكرة أبو ف قال الفس اق. ثياب ي لبس -ملسو هيلع هللا ىلص-أمين ي قول أىان» من

فاألرضأىانوالل )رواهالرتمذي( «سلطانالل

4http://wartakota.tribunnews.com/2016/12/30/penghina-presiden-dan-kapolri-di-

cilincingdipenjara-16-tahun 5http://www.kompasiana.com/danielht/mengapa-tidak-bisa-membedakan-

menghinadengan-mengritik_57c15de990fdfdf43e009e6d

Page 20: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

5

Telah menceritakan kepada kami Bundâr, telah menceritakan kepada kami

Abû Dâud, telah menceritakan kepada kami Humaid bin Mihrân, dari Sa‟d

bin Aus, dari Ziyâd bin Kusaib al-„Adawi, ia berkata, ketika aku bersama

Abû Bakrah mendengarkan khutbah Ibn „Âmir, kala itu beliau mengenakan

pakaian yang tipis. Kemudian Abû Bilâl berkata, “Lihatlah pemimpin kita,

ia memakai pakaian orang-orang fasik”. Abû Bakrah pun menegurnya,

“Diamlah, aku memdengar Rasulullah Saw. bersabda; “Barangsiapa yang

menghinakan pemimpin Allah di bumi, Allah akan hinakan dia “ (H.R. al-

Tirmidzî)6.

Hal ini sejalan dengan hadis yang penulis kemukakan di atas, melalui

hadis Nabi Saw. Allah mengancam akan menghinakan seseorang yang melakukan

hinaan terhadap seorang pemimpin. Melihat ancaman tersebut, artinya Allah Swt.

memberikan kemuliaan bagi siapa pun yang memiliki kekuasaan di bumi ini.

Kemudian, apakah hinaan yang akan Allah timpakan itu di dunia atau di akhirat?

Atau bahkan akan ditimpakan di dunia dan di akhirat?. Dengan begitu, kita tidak

bisa menganggap sikap penghinaan terhadap pemimpin adalah hal yang sepele,

karena terbukti ada hadis Nabi Muhammad Saw. yang mengancam pelaku

penghinaan akan dihinakan kembali oleh Allah Swt.

Hadis yang memuat tentang ancaman bagi penghina pemimpin

tercantum dalam kitab Sunan7 al-Tirmidzî dan kitab al-Musnad

8 Aẖmad bin

Hanbal. Hal ini penting untuk dikaji karena baik dalam Kitab Sunan al-Tirmidzî

maupun al-Musnad Aẖmad bin Hanbal, tidak menghimpun hadis saẖîẖ. Selain

hadis saẖîẖ9, Imam al-Tirmidzî memasukkan pula ke dalam kitabnya hadis

6 Muhammad bin „Isâ al-Tirmidzî, al-Jâmi‟ al-Saẖîẖ wahuwa Sunan al-Tirmidzî (al-Azhar:

al-Dâr al-„Alamiyyah Li al-nasyr wa al-Tauzî‟, 2013), h. 74 7 Definisi kitab Sunan adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab fikih dan hanya

berisi hadis marfû‟ dan beberapa beberapa atsar sahabat 8 Definisi kitab al-Musnad ialah kitab hadis yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah

dengan mengacu kepada nama sahabat 9 Hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang yang adil

dan ḏabiṯ, selamat dari syâdz dan „illat. „Abd al-Rahman bin Abî Bakar al-Suyûṯî, Tadrîb al-Râwî fî

Syarẖ Taqrîb al-Nawâwî, (Riyâḏ: Maktabah al-Riyâḏ al-Hadîtsah, tth.), juz. 1, h. 63

Page 21: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

6

ẖasan10

, ḏa‟îf,11

gharîb12

dan mu‟allal13

dengan penjelasan kelemahannya.14

Begitu

juga dengan kitab Musnad, di dalamnya terdapat hadis sahih, hasan dan ḏa‟îf.15

Ada beberapa poin yang melatarbelakangi penulis dalam mengkaji hadis

ini dan manjadikannya menarik dan layak untuk dikaji, yaitu pertama, mengingat

hadis sebagai penjelasan al-Qur‟an yang menduduki posisi yang sangat penting

dan berpengaruh dalam membentuk perilaku seseorang dan masyarakat, khususnya

dalam hal ini masyarakat Indonesia, kedua, hadis ini berkaitan erat dengan perilaku

sebagian warga Negara Indonesia kepada pemimpinnya pada saat ini, ketiga, hadis

ini tidak banyak disinggung dalam penjelasan kitab-kitab syarh, keempat, hadis ini

tidak diriwayatkan oleh al-Bukhârî dan Muslim, menjadi menarik untuk dikaji

karena boleh jadi peluang hadis tersebut termasuk hadis ḏa‟îf bahkan palsu,

kelima, hadis ini secara tersirat berbicara tentang prinsip-prinsip dan adab kepada

pemimpin.

Melihat latar belakang masalah yang menarik untuk dikaji, penulis

mencoba untuk menulis skripsi dengan judul Studi Kritik Sanad dan Matan

Hadis tentang Ancaman Allah bagi Penghina Pemimpin.

10

Hadis ẖasan ialah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang yang adil,

dan ḏabiṯ (tingkat ke-ḏabiṯ-annya lebih rendah dari hadis sahih), selamat dari syâdz dan „illat. „Abd

al-Rahman bin Abî Bakar al-Suyûṯî, Tadrîb al-Râwî fî Syarẖ Taqrîb al-Nawâwî, (Riyâḏ: Maktabah

al-Riyâḏ al-Hadîtsah, tth.), juz. 1, h. 511 11

Hadis ḏa‟îf ialah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan tidak pula

menghimpun sifat-sifat hadis hasan. Al-Suyûṯî, Tadrîb al-Râwî fî Syarẖ Taqrîb al-Nawâwî, juz. 1, h.

179 12

Hadis gharîb ialah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi. Al-Suyûṯî, Tadrîb al-

Râwî fî Syarẖ Taqrîb al-Nawâwî, juz. 1, h. 585 13

Hadis mu‟allal ialah hadis yang secara ẕahir terlihat sahih, tetapi setelah diteliti terdapat

„illat yang dapat merusak kesahihan hadis tersebut. Al-Suyûṯî, Tadrîb al-Râwî fî Syarẖ Taqrîb al-

Nawâwî, juz. 1, h. 412 14

Ibnu Ahmad „Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, (Sidoarjo: Mashun, 2008),h. 219 15

Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang,

1976), h. 203

Page 22: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan argumen di atas, penulis memiliki banyak akar

permasalahan yang timbul dalam benak penulis dan perlu adanya penelusuran

lebih lanjut berkaitan dengan hadis yang menyatakan adanya ancaman Allah

Swt. bagi penghina pemimpin

a. Kriteria pemimpin yang sesuai dengan hadis di atas

b. Bentuk penghinaan yang dimaksud dalam hadis tersebut

c. Ancaman penghinaan seperti apakah yang akan Allah berikan kepada

penghina pemimpin

Permasalahan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengadakan

penelitian terhadap permasalahan dalam hadis di atas.

2. Pembatasan Masalah

Skripsi ini hanya akan lebih difokuskan untuk membahas tentang

larangan menghina seorang pemimpin. Untuk menghindari pembiasan dalam

memahami pembahasan ini, penulis memberikan batasan terhadap, kualitas

sanad dan matan hadis tentang ancaman Allah bagi penghina pemimpin yang

terdapat dalam Sunan al-Tirmidzî dan Musnad Ahmad.

3. Perumusan Masalah

Dari penjelasan pembatasan masalah di atas dan untuk lebih terarahnya

pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun perumusan masalah tersebut

adalah: Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang ancaman

Page 23: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

8

Allah bagi penghina pemimpin yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzî,

Ahmad bin Hanbal?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sejalan dengan permasalahan di atas, orientasi penelitian ini diarahkan pada

upaya mengetahui makna yang terkandung dalam hadis tersebut, serta untuk

memenuhi syarat menyelesaikan program strata satu (S1). Sedangkan manfaat

dari penelitian ini adalah

a. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan bekal pengetahuan dan

penambahan informasi mengenai pemahaman terhadap hadis Nabi Saw.

tentang ancaman Allah Swt. terhadap orang yang menghina pemimpin.

b. Secara umum diharapkan dapat bermanfaat bagi khazanah ilmu

pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan masalah pemahaman hadis

tentang ancaman Allah Swt. terhadap orang yang menghina pemimpin

D. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini

dengan skripsi yang lain, sebelumnya penulis terlebih dahulu menelusuri kajian-

kajian yang pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil

penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat metodologi

atau pendekatan yang sama sehingga diharapkan kajian yang penulis lakukan tidak

terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Melalui pengamatan dan pencarian yang penulis lakukan, penulis belum

menemukan skripsi yang secara khusus membahas hadis tentang ancaman Allah

Page 24: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

9

terhadap penghina pemimpin. Hanya ada beberapa skripsi yang mendekati

permasalahan ini, yaitu:

Ihwanuddin dalam skripsinya yang berjudul “Konsepsi Kepemimpinan

dalam Sahih al-Bukhâri: Kajian atas Sanad dan Matan Hadis” mengetengahkan

pembahasan konsep kepemimpinan dari hadis-hadis tentang kepemimpinan yang

terdapat dalam kitab Saẖîẖ al-Bukhârî. Pembahasan ini meliputi penelitian

terhadap sanad dan matan hadis. Ihwanuddin menyatakan bahwa hadis-hadis

tersebut saẖîẖ baik sanad maupun matannya. Sedangkan kandungan dalam

matannya mengindikasikan bahwa rakyat harus taat kepada pemimpinnya dalam

hal kebajikan dan amar makruf. Apabila ada hal yang tidak menyenangkan dalam

kepemimpinannya, maka rakyat harus bersabar tanpa membangkang.16

Abdul Hadi dalam skripsinya yang berjudul “Larangan melengserkan

Pemimpin Selama Masih Menegakkan Salat”. Skripsi ini mengkaji tentang kualitas

sanad dan matan hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Ahmad bin Hanbal

dan Imam al-Dârimi. Sedangkan kandungan dalam matannya mengindikasikan

hadis tentang larangan melengserkan pemimpin dapat digeneralisasikan bahwa

ketaatan kepada penguasa atau pemimpin diharuskan selama mereka tidak

menyimpang dari ajaran Islam, yaitu mereka masih menegakkan keadilan dalam

masyarakat.17

Asep Sopian Hadi dalam skripsinya yang berjudul “Studi Kritik Sanad

dan Matan Hadis Tentang Jihad yang Paling Utama (menyampaikan kebenaran

kepada pemimpin yang ẕalim)”. Skripsi ini membahas tentang kualitas sanad dan

16

Ihwanuddin, “Konsepsi Kepemimpinan dalam Shahih al-Bukhari : Kajian atas Sanad

dan Matan Hadis”, Skripsi, nomor 229 2001, h. 67 17

Abdul Hadi, “Larangan Melengserkan Pemimpin Selama Masih Menegakkan Salat”

Skripsi, 2013, h. 72

Page 25: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

10

matan hadis yang terdapat dalam Sunan Abû Dâud . hadis ini termasuk dalam

kelompok hadis yang menceritakan tentang fitnah yang akan menimpa kaum

muslimin sesudah Nabi Muhammad Saw. tiada, akan ada para pemimpin yang

zalim, maka sampaikanlah terus olehmu perkara yang hak kepada mereka, apabila

mereka membunuhmu, maka kamu mati sebagai suhada yang membela yang

hak.18

Penulis menemukan beberapa artikel yang ditulis di media sosial tentang

hadis yang akan penulis bahas, diantaranya: artikel dengan judul “Larangan

Menghina Pemimpin“ yang ditulis oleh Muhammad Idrus Ramli, didalamnya

terdapat hadis tentang ancaman Allah terhadap penghina pemimpin. Akan tetapi

didalam artikel tersebut tidak menjelaskan bagaimana kualitas dari sanad dan

matan hadisnya.19

Artikel selanjutnya dengan judul “Larangan Mencaci Pemimpin”,

didalamnya hanya mencantumkan hadis tentang ancaman Allah bagi penghina

pemimpin dan terjemahnya saja, tidak menjelaskan tentang kualitas sanad, kualitas

matan serta penjelasan lebih rinci tentang hadis tersebut.20

Artikel berikutnya dengan judul “ تخريج مه أهان سلطان هللا تبارك وتعالى في الدويا

”أهاوه هللا يىم القيامة yang ditulis oleh Abû „Abdurrahman al-Najdî. Tulisan ini

menjelaskan tentang takhrij hadis yang penulis bahas dengan memaparkan kitab-

kitab yang memuat hadis tersebut, kemudian ia menjelaskan kritik sanadnya dan

18

Asep Sopian Hadi, “Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis Tentang Jihad yang Paling

Utama (menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang ẕalim)”, Skripsi, 2014, h. 59 19

Muhammad Idrus Ramli, “Larangan Menghina Pemimpin”.

Prabuagungalfayed.blogspot.com > laranganmenghinapemimpin. 20

http://larangan-islam.blogspot.com/2015/04/larangan-mencaci-pemimpin.html

Page 26: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

11

tidak menjelaskan secara rinci tentang kritik matannya.21

Sehingga yang menjadi

perbedaan tulisan Abû „Abdurrahman al-Najdî dengan tulisan penulis adalah latar

belakang masalah yang merupakan peristiwa yang serupa dengan apa yang terjadi

dalam hadis tersebut, kemudian kriteria penghinaan yang akan Allah berikan.

E. Metodologi Penelitian

Metode merupakan upaya agar kegiatan penelitian dapat dilakukan secara

optimal. Berikut penulis paparkan metode yang digunakan dalam penelitian ini.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu

penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis seperti buku

atau kitab yang berkenaan dengan topik pembahasan, sehingga dapat diperoleh

data-data yang jelas.

Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis, yaitu data yang telah terkumpul

diolah kemudian diuraikan secara obyektif untuk dianalisis secara konseptual

dengan menggunakan metode takhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena menurut hemat

penulis, metode inilah yang paling tepat, setidak-tidaknya hingga saat ini untuk

digunakan dalam mengkaji dan menghukumi tentang suatu hadis.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua

macam, yaitu sumber data primer dan data sekunder. Karena penelitian ini

menyangkut takhrîj al-ẖadîts maka kitab-kitab Tarâjum adalah menjadi sumber

primer, penulis membatasi pada beberapa kitb diantaranya kitab Tahdzîb al-Kamâl

fî Asmâ‟ al-Rijâl karya Yûsuf bin al-Zakki Abdurrahman Abû al-Hajjâj al-Mizzî,

Tahdzîb al-Tahdzîb dan Taqrîb al-Tahdzîb karya Ibn Hajar al-„Asqalânî. Juga

21

www.ahlalhdeeth.com

Page 27: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

12

kitab-kitab yang membahas jarẖ dan ta‟dil para perawi hadis, diantaranya karya

Ibn Hajar al-„Asqalânî.

Dalam melakukan kajian ini penulis menetapkan beberapa hal berikut ini:

a. Penulis akan melakukan pengecekan ke kitab kamus-kamus hadis

b. Hadis yang disebutkan mukharrijnya, penulis akan melakukan pengecekan ke

kitab yang disebutkan untuk memastikan bahwa hadis yang dimaksud benar-

benar ada dalam kitab tersebut

c. Menulis lengkap hadis dan perawinya sesuai dengan yang ada dalam sumber

kitab asliny dan menyertakan artinya

d. Setelah hadis diketahui mukharrij-nya, penulis akan melakuka kajian untuk

mengetahui kualitas sanadnya.

e. Jika ada ulama yang menilai kualitas hadis, maka penulis menyebutkan

penilaian itu sebagai bahan pembanding dan bahan pertimbangan

f. Jika ada riwayat terkait dengan kategori asbâb wurûd al-ẖadîts, penulis akan

menggunakannya sebagai tambahan pemahaman

g. Dalam memberikan penilaian terhadap sebuah hadis, penulis menukil pendapat

ulama mutaqaddimîn dan pendapat ulama mutaakhkhirîn.

h. Penulis melakukan kajian kritik sanad dan matan hadis dengan menggunakan

kaidah umum takhrij hadis sebagaimana telah disebutkan oleh Mahmûd al-

Ṯaẖẖân dan ulama lain.

i. Dalam melakukan kajian terhadap seorang transmitter hadis, penulis

mendasarkan penilaian kepada data-data yang terdapat dalam kitab Tarâjum

j. Jika ada perbedaan pendapat ulama jarẖ wa al-ta‟dîl mengenai kualitas perawi,

maka penulis melakukan ijtihad dan komparasi pendapat-pendapat itu.

Page 28: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

13

Dalam hal ini penulis menggunakan buku “Pedoman Akademik Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010/2011”.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi empat bab. Bab I

merupaka n pendahuluan yang meliputi, latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II membahas mengenai kajian teoritis tentang pemimpin,

pengertian pemimpin, teori kelahiran pemimpin, pemimpin dalam Islam, kriteria

seorang pemimpin, dalil taat kepada pemimpin, dan larangan menghina dalam al-

Qur‟an.

Pada Bab III penulis membahas mengenai studi kritik sanad dan matan

hadis yang meliputi, teks dan terjemahannya, kegiatan takhrîj, i‟tibȃr hadis, sanad

hadis, natîjah (kesimpulan), kritik matan hadis, meneliti matan ditinjau dari

kualitas sanad, meneliti matan hadis ditinjau dari matan yang semakna, meneliti

matan hadis ditinjau dari al-Qur‟an, meneliti matan hadis ditinjau dari segi akal

sehat, penjelasan kandungan hadis, dan kesimpulan matan hadis.

Sedangkan pada Bab IV merupakan kesimpulan serta saran-saran

terhadap hasil karya penulis. Setelah melakukan pembahasan terhadap masalah

yang menjadi fokus dalam skripsi ini, penulis memberikan kesimpulan sebagai

penutup. Bab ini berisi jawaban terhadap rumusan masalah yang telah dipaparkan

di muka, dan berisi saran-saran demi perkembangan penelitian-penelitian

selanjutnya.

Page 29: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

14

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMIMPIN

Setiap pemimpin memiliki kerinduan untuk membangun dan

mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin

dalam kelompoknya. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari

kemampuannya untukkk membangun orang-orang di sekitarnya, karena

keberhasilah sebuah organisasi sangat bergantung pada potensi sumber daya

manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat

mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa

tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.

Kesuksesan seorang pemimpin berkaitan erat dengan kaum pemimpinnya.

Karena pemimpin adalah cerminan masyarakatnya. Pemimpin yang baik adalah

pemimpin yang memahami aspirasi masyarakatnya. Pemimpin juga merupakan

hasil kehendak atau pilihan masyarakat, karena itu masyarakat harus menerimanya

atau sekurang-kurangnya tidak membencinya.22

Oleh karena itu tidak akan pernah

ada kepemimpinan jika antara orang yang memimpin dan orang yang dipimpin

tidak ada. Diantara keduanya pun harus terjalin hubungan yang baik, agar nantinya

tercipta kehidupan yang yang harmonis, sejahtera serta menciptakan perdamaian.

22

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, (Ciputat: Lentera Hati, 2010), Jilid. 2, h.

688

Page 30: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

15

A. Definisi Pemimpin

Dilihat dari sisi bahasa Indonesia, pemimpin sering disebut penghulu,

pemuka pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus penggerak, ketua,

kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah memimpin

digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan

kemampuannya memengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

Istilah pemimpin dn memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang

sama “pimpin” dan berikut ini dikemukakan beberapapengertian pemimpin23

:

1. Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin,

mempunyai kemampuan memengaruhi pendirian atau pendapat orang lain

taua sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.

2. Pemimpin adalah suatu peran dalam sistem tertentu, karenanya seseorang

dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan

belum tentu mampu memimpin.

3. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan,

khususnya kecakapan di satu bidang sehingga dia mampu memengaruhi

orang lain untuk bersam-sama melakukan aktivitas tertentu demi

pencapaian tertentu

Dari definisi di atas, pemimpin berarti seseorang yang memiliki

kemampuan untuk memimpin. Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus

23

Veithzal Rivai, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi (Depok: Rajagrafindo

Persada, 2014), h.1-2

Page 31: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

16

dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak

Allah akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.

B. Teori Kelahiran Pemimpin

Para ahli teori kepemimpinan telah mengemukakan beberapa teori tentang

timbulnya seorang pemimpin. Dalam hal ini, terdapat tiga teori yang menonjol24

1. Teori Genetik

Penganut teori ini berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan dan bukan

dibentuk (leaders are born and not made). Pandangan teori ini bahwa,

seseorang akan menjadi pemimpin karena keturunan atau ia telah dilahirkan

dengan membawa bakat kepemimpinan. Teori keturunan ini, dapat saja terjadi

karena seseorang dilahirkan telah memiliki potensi termasuk memiliki potensi

atau bakat untuk memimpin dan inilah yang disebut dengan faktor dasar. Dalam

realitas, teori keturunan biasanya terjadi di kalangan bangsawan atau keturunan

raja-raja, karena orang tuanya menjadi raja maka seorang anak yang lahir dalam

keturunan tersebut akan diangkat menjadi raja.

2. Teori Sosial

Penganut teori ini berpendapat bahwa, seseorang yang menjadi pemimpin

dibentuk dan bukan dilahirkan (leaders are made and not born). Penganut teori

ini berkeyakinan semua orang itu sama dan mempunyai potensi untuk menjadi

pemimpin. Tiap orang mempunyai potensi ataua bakat untuk menjadi

pemimpin, hanya saja faktor lingkungan atau faktor pendukung yang

mengakibakan potensi tersebut teraktualkan atau tersalurkan dengan baik dan

inilah yang disebut dengan faktor ajar atau latihan.Pandangan penganut teori

24

Veithzal Rivai, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi, h. 30

Page 32: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

17

ini bahwa, setiap orang dapat dididik, diajar dan dilatih untuk menjadi

pemimpin, meskipun dia bukan merupakan atau berasa dari keturunan seorang

pemimpin atau raja.

3. Teori ekologik

Penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang kan menjadi pemimpin

yang baik manakala dilahirkan telah memiliki bakat kepemimpinan.

Kemudian bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan, latihan dan

pengalaman-pengalaman yang memungkina untuk mengembangkan lebih

lanjut bakat-bakat tang telah dimiliki. Jadi, inti teori ini yaitu seseorang yang

akan menjadi pemimpin merupakan perpaduan antara faktor keturunan, bakat

dan lingkungan yaitu faktor pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman

yang memungkinkan bakat tersebut dapat teraktualisasikan dengan baik.

C. Pemimpin dalam Islam

Dalam pandangan Islam, setiap orang adalah pemimpin, paling tidak

memimpin dirinya sendiri bersama apa yang berada di sekitarnya.

ث نا عنعبد حد قالأخب رنسالبنعبدالل بنعمرأبواليمانأخب رنشعيبعنالز ىرى الل

رضىهللاعنهما اإلمامفاوتي عرنعلوؤسممكل كواعرمكل كي قول-ملسو هيلع هللا ىلص-أن وسعرسولالل

والمرأةراعيةفب يتزوجهاوالر جلراعفأىلووىومسئولعنرعي توومسئولعنرعي توراع

)رواهالبخاري( ،والادمراعفمالسيدهومسئولعنرعي توومسئولةعنرعي تها

Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin yang bertugas memelihara

serta bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang penguasa

adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka.

Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung

Page 33: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

18

jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harta tuannya dan

dia bertanggung jawab atasnya. (H.R. al-Bukhârî) 25

Demikian sabda Nabi Muhammad Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh al-

Imâm Bukhârî dan al-Imâm Muslim melalui Ibn „Umar ra. Semakin luas ruang

lingkup yang dicakup oleh wewenang seseorang, semakin luas pula tanggung

jawabnya, dan semakin luas tanggung jawabnya, semakin berat dan luas pula

persyaratannya. Karena itu, ketika sahabat Nabi Saw., Abû Dzar ra., meminta

jabatan, Nabi Saw. bersabda:

ث ناعب ثنحد ثنالل يثبنسعدحد ثنأبشعيببنالل يثحد دالملكبنشعيببنالل يثحد

رةاألكب عنابنحجي عنأبيزيدبنأبحبيبعنبكربنعمروعنالارثبنيزيدالضرمى

ألتست عملنقالفضرببيدهعلىمنكبث قال قالق لتيرسولالل فيعضكن إرذبأيذر

اهي فويلعيذىال د أاوهقابىذخأنمل إةامدنويزخةاميقالموي اهن إوةانماأهن إو

Wahai Abû Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya

kepemimpinan adalah amanah, ia akan merupakan kehinaan dan

penyesalan kecuali siapa yang menerimanya sesuai dengan haknya

(persyaratan yang ditetapkan) serta melaksanakan (seluruh cakupan

tanggung jawabnya) (H.R. al-Imâm Muslim)26

Berdasarkan hadis di atas, lahir ungkapan yang menyatakan:

“Kepemimpinan bukan keistimewaan, tetapi tanggung jawab, ia bukan fasilitas,

tetapi pengorbanan, ia juga bukan leha-leha, tetapi kerja keras, sebagaimana ia

bukan kesewenang-wenangan bertindak, tetapi kewenangan melayani.

Kepemimpinan adalah keteladanan dan kepeloporan.”27

Pengamalan nilai-nilai

25

Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî, Shaẖîẖ al-Bukhârî (Beirût: Dâr al-Fikr, tth), Juz. 9,

h. 285 26

Muslim, Shaẖîẖ Muslim (Beirût, Dâr al-Fikr, tth), Juz. 12, h. 203 27

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, (Ciputat: Lentera Hati, 2010), Jilid. 2, h.

680

Page 34: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

19

agama, seharusnya dimulai dan diterapkan terlebih dahulu oleh para pemimpin,

agar menjadi contoh dan teladan bagi masyarakatnya. Sebagaimana yang

diteladankan Nabi Muhammad Saw. kepada umatnya yang tersurat dalam al-

Qur‟an surat al-Aẖzâb [33]: 21

كاني رجوا أسوةحسنةلمن كانلكمفرسولالل كثيالقد والي وماآلخروذكرالل لل

“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah Saw. itu suri tauladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.

Kepemimpinan tertinggi adalah pondasi tegaknya hukum dalam masyarakat

Islam, ia adalah kedudukan agama penerus kenabian. Seorang imam (pemimpin

tertinggi) adalah pengganti Nabi dalam memimpin kaum muslimin. Bedanya hanya

satu, Nabi menerima hukum-hukum yang diberlakukan kepada umatnya melalui

wahyu dari sisi Allah Swt., berbeda dengan imam, dia menimbanya dari nas-nas

al-Qur‟an dan al-Sunnah, atau ijmâ‟ kaum muslimin, atau ijtihad sesuai dengan

dalil-dalil umum, bila tidak menemukan nas padanya dan tidak ada ijma yang

berkaitan dengannya.28

Menurut M. Quraish Shihab, ada tiga kata yang digunakan kitab suci al-

Qur‟an ketika berbicara kepemimpinan. Pertama, khalîfah/khulafâ/khalâif ( – خليفة

خالئف – خلفاء ) antara lain QS. Al-Baqarah [2]: 30, Sâd [38]: 26, al-A‟râf [7]: 69-74,

dan Yûnus [10]: 14. Kedua, imam/a‟immah ( أئمة - إمام ), antara lain QS. Al-Baqarah

[2]: 124, al-Anbiyâ‟ [21]: 73, dan al-Sajdah [32]: 24. Sedangkan kata ketiga adalah

ulil amr ( األمر أولي ), seperti pada QS. Al-Nisâ‟ [4]: 50 yang seringkali ditunjuk

28

Musthafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Konsep Kepemimpinan dan Jihad dalam

Islam Menurut Madzhab Syafi‟i, (Jakarta: Darul Haq, 2014), h. 95

Page 35: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

20

bentuk tunggalnya oleh hadis-hadis Nabi Saw. dengan kata amîr.29

Sedangkan di

Indonesia amîr diterjemahkan ke dalam tiga arti sebagaimana disebutkan dalam

kamus besar bahasa indonesia (KBBI) yaitu diartikan sebagai panggilan kepada

anak raja. Kedua, pemimpin yang memerintah sebuah negeri, ketiga, pemimpin

yang dipercaya untuk mengetuai suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kosakata

dalam bahasa Arab telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Pada dasarnya di

Indonesia, amîr al-mu‟minin adalah pemimpin umat Islam. Walaupun dalam

bahasa aslinya memiliki makna yang luas, misalnya dalam bahasa Arab

penggunaannya bisa lebih luas, seperti amîr al-mu‟minîn fî al-ẖadîts.30

Kata khalîfah (خليفة) artinya di belakang, dari sini kata tersebut sering kali

diartikan pengganti karena yang menggantikan selalu berada atau berada

dibelakang. Dari satu sisi, kata ini menegaskan kedudukan pemimpin yang

hendaknya berada di belakang untuk mengawasi dan membimbing yang

dipimpinnya bagaikan penggembala. Tujuan pengawasan dan bimbingan itu adalah

memelihara serta mengantar gembalaannya menuju arah penciptaannya.31

Adapun

khalîfah secara umum ditunjukkan kepada semua manusia, khalîfah fî al-arḏ yaitu

sebagai hamba Allah di muka bumi.

Istilah ini di satu pihak, dipahami sebagai kepala negara dalam

pemerintahan dan kerajaan Islam di masa lalu, yang dalam konteks kerajaan

pengertiannya sama dengan kata sultan. Di lain pihak, cukup dikenal pula

pengertiaanya sebagai wakil Tuhan di muka bumi yang mempunyai dua

29

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, h. 686 30

amîr al-mu‟minîn fî al-ẖadîts merupakan gelar tertinggi dalam ilmu hadis yang diberikan

kepada seorang penghafal hadis dan mengetahui ilmu Dirâyah dan Riwâyah hadis 31

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, h. 687

Page 36: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

21

pengertian. Pertama, wakil Tuhan yang diwujudkan dalam jabatan sultan atau

kepala Negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri di muka bumi, sebagai ciptaan

Tuhan yang paling sempurna.32

Khalîfah adalah pemimpin di muka bumi sebagai

perwakilan Tuhan dalam merealisasikan nilai-nilai agama, seperti halnya Nabi

Adam a.s. dan Nabi Dâud yang dijadikan Allah Swt. sebagai khalîfah di muka

bumi ini.

جاعلفاألرضخليفةوإذ قالرب كللملئكةإن

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku

hendak menjadikan di bumi”.(Q.S. al-Baqarah [2]: 30)

جعلناكخليفةفاألرضفاحكم يداودإن ولت ت بعالوىف يضل كعنسبيلالل الن اسبلق ب ي

لمعذابشديدبانسواي ومالساب إن ال ذينيضل ونعنسبيلالل

(Allah berfirman), “Wahai Dâud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan

khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara

manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena

akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang

sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka

melupakan hari perhitungan”. (Q.S. Sâd [38]: 26)

Menurut M. Dawam Rahardjo, istilah khalîfah dalam al-Qur‟an mempunyai

tiga makna. Pertama, Adam yang merupakan simbol manusia sehingga kita dapat

mengambil kesimpulan bahwa manusia berfungsi sebagai khalîfah dalam

kehidupan. Kedua, khalîfah berarti pula generasi penerus atau generasi pengganti,

32

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur‟an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

Kunci, (Jakarta: Paramadina, 1996). h. 357

Page 37: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

22

fungsi khalîfah diemban secara kolektif oleh suatu generasi. Ketiga, khalîfah

adalah kepala negara atau pemerintahan.33

Kata Imâm (إمام) terambil dari akar kata amma – yaummu ( يؤم - أم ) dalam

arti menuju, menumpu, dan meneladani. Ibu dinamai umm karena anak selalu

menuju kepadanya. Depan dinamai amâm karena mata tertuju kepadanya sebab ia

berada di depan. Seorang imam dalam salat adalah yang diteladani gerak-geriknya

oleh para makmum, sedang imam dalam arti pemimpin adalah yang diteladani oleh

masyarakatnya sekaligus selalu berada di depan. Dengan demikian, seorang

pemimpin bukan saja harus menunjukkan jalan meraih cita-cita masyarakatnya,

tetapi juga yang dapat mengantar mereka ke pintu gerbang kebahagiaan. Seorang

pemimpin tidak sekedar menunjukkan, tetapi juga mampu memberi contoh

aktualisasi, sama halnya dengan imam dalam salat yang memberi contoh agar

diteladani oleh makmumnya.34

Oleh sebab itu di Indonesia, kata imam sudah

menjadi bahasa serapan utama yang serikali dipakai. Misalnya ketika seseorang

ditunjuk atau dijadikan pemimpin salat, maka ia disebut imam. Sehingga bahasa

imam dalam salat mempunyai makna tersendiri yang mempersempit makna aslinya

yaitu pemimpin. Dalam bahasa sehari-hari, sebuah keluarga suami disebut imam,

karena suami adalah orang yang membimbing keluarganya, mencari nafkah,

memberi keamanan dan kenyamanan serta menjaga keluarganya dari perbuatan

dosa dan kemaksiatan.

Oleh sebab itu, menjadi imam dalam artian yang menjaga misi dakwah

Nabi Saw. bukanlah hanya pekerjaan dan kewajiban seorang „âlim, kiyai, ustadz,

33

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur‟an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

Kunci, h. 357 34

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, h. 687

Page 38: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

23

atau pendakwah (biasa disebut dâ‟i) tetapi selurh individu yang mengakui adanya

iman dihatinya wajib menjaga misi dakwah Nabi Saw. sebagaimana firman Allah

Swt. dalam Q.S. al-Naẖl [16]: 125

رب كىوأعلمبنضل ادعإلسبيلربكبلكمةوالموعظةالسنةوجادلمبل تىي أحسنإن

عنسبيلووىوأعلمبلمهتدين

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang

baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

mendapat petunjuk”.

Dalam al-Qur‟an, kata imâm dapat berarti orang yang memimpin suatu

kaum yang berada di jalan lurus, seperti dalam surat al-Furqân [25] ayat 74 dan al-

Baqarah [2] ayat 124. Kata ini juga bisa berarti orang yang memimpin di jalan

kesesatan, seperti yang ditunjukkan dalam surat al-Taubah ayat 12 dan al-Qasas

[28] ayat 41. Namun, lepas dari semua arti itu, secara umum dapat dikatakan

bahwa imam adalah seorang yang dapat dijadikan teladan yang di atas pundaknya

terletak tanggung jawab untuk meneruskan misi Nabi Saw. dalam menjaga agama

dan mengelola serta mengatur urusan negara.35

Kata Amîr (أمير) menggunakan patron kata yang dapat berarti subjek dan

juga objek. memerintah, sedangkan dalam kedudukannya sebagai objek, maka ia

adalah yang diperintah, dalam hal ini oleh siapa yang dipimpinnya. Ini

mensyaratkan bahwa amir tidak boleh bertindak sewenang-wenang, tetapi harus

memperhatikan perintah, yakni kehendak dan aspirasi siapa yang dipimpinnya.36

35

Taufiq Rahman, Moralitas Pemimpin dalam Perspektif al-Qur‟an (Bandung: Pustaka

Setia, 1999), h. 42 36

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, h. 688

Page 39: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

24

Maka pada hakikatnya pemimpin itu dipilih untuk mencari kemaslahatan umat,

bukan kemaslahatan golongan apalagi hasrat pribadi.

Seorang amir adalah adalah seorang yang memerintah, seorang komandan

militer, seorang gubernur provinsi atau -ketika posisi kekuasaan diperoleh atas

dasar keturunan- seorang putra mahkota. Sebutan ini adalah sebutan yang

diinginkan oleh berbagai penguasa yang lebih rendah tingkatannya, yang tampil

sebagai gubernur provinsi dan bahkan kota yang menguasai wilayah tertentu di

kota. Sebutan ini pula bagi mereka yang merebut kedalatan yang efektif untuk diri

mereka sendiri, sambil memberikan pengakuan simbolik yang murni terhadap

kedaulatan khalîfah sebagai penguasa tertinggi yang dibenarkan dalam Islam.

Istilah amir ini pertama kali muncul pada masa pemerintahan „Umar bin al-

Khaṯṯâb. „Umar menyebut dirinya sebagai amîr al-mukminîn yang berarti

pemimpin kaum yang beriman.37

Pada masa Umar ada sedikit kesulitan, sebab ia

adalah pengganti sehingga disebut khalîfatu khalîfati al-rasûl. Kemudian, kata

Umar, pengganti penulis nanti bagaimana? Pada saat itulah timbul istilah amîr al-

mu‟minîn, dan sejak saat itu istilah inilah yang lebih sering digunakan. Tidak ada

anjuran kuat pemakaian gelar amîr al-mu‟minîn, baik dari al-Qur‟an ataupun hadis.

Hanya saja sejumlah ayat al-Qur‟an secara tersirat mengutarakan keberadaan

pemimpin dengan kata al-amr.

Istilah pemimpin dalam islam selanjutnya adalah adalah sulṯân. Kata ini

berasal dari akar kata sîn, lâm dan ṯa‟ (سلط) artinya kekuatan dan penaklukan,

karena seorang penguasa atau pemimpin itu memiliki kekuatan, maka dinamai

37

Abdul Hadi, “Larangan Melengserkan Pemimpin Selama Masih Menegakkan Salat”,

Skripsi, 2013, h. 28

Page 40: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

25

sultan. Disisi lain, sulṯân diartikan sebagai hujjah (dalil, orang kepercayaan) dan

burhân (petunjuk), sehingga seorang pemimpin disebut sultan karena pemimpin itu

orang yang diberi kepercayaan oleh Allah Swt. untuk memimpin di muka bumi ini.

Sulṯân juga bisa diartikan sebagai kekuatan seorang raja.38

Bentuk jama‟ (plural)

dari kata sultan adalah سالطيه .39

D. Kriteria Seorang Pemimpin

Menjadi seorang pemimpin, ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi,

yaitu40

:

1. Al-Siddîq, yakni kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap,

serta berjuang melaksanakan tugasnya.

2. Al-Amânah, atau kepercayaan, yang menjadikan dia memelihara sebaik-

baiknya apa yang diserahkan kepadanya, baik dari Tuhan maupun yang

dipimpinnya sehingga tercipta rasa aman bagi semua pihak.

3. Al-Faṯânah, yaitu kecerdasan yang melahirkan kemampuan

menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul mendadak

sekalipun.

4. Al-Tablîgh, yaitu penyampaian yang jujur dan bertanggung jawab atau

dengan kata lain keterbukaan.

Kriteria lain yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin seperti halnya

dikemukan oleh Imam al-Mawardy dalam bukunya al-Ahkam al-Sulṯânyah adalah

pemimpin hendaknya memiliki ilmu pengetahuan. Dalam Islam, pemimpin bukan

38

Muhammad bin Makram bin Manẕûr al-Afrîqî al-Misrî, Lisân al-„Arab (Beirût: Dâr

Ṣâdir, t.t.), juz. 7, h. 320 39

Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyyah, Al-Mu‟jam al-Wasîṯ (Teheran: al-Maktabah al-

„Ilmiyyah, t.t.), h. 918 40

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, h. 683-684

Page 41: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

26

saja piawai dalam mengatur negara, tapi juga berpengetahuan luas tentang agama.

Sebagaimana Khulafâ‟ al-Râsyidîn, mereka pemimpin juga ulama. Pemimpin

Negara juga sepatutnya sehat pancaindra, anggota tubuh, punya pemikiran ke

depan (visi dan misi) yang jelas, serta berani dan tegas dalam bertindak. Namun

begitu, ada syarat yang tak kalah penting yaitu seorang pemimpin Negara itu

mesti seorang yang adil.

Adil pada dirinya sendiri ialah pemimpin yang dekat dengan Allah Swt.

dirinya terhindar dari perbuatan dosa, memiliki sifat warâ‟ yang tidak terobsesi

mengejar kepentingan dunia, dan dapat dipercaya dalam memegang amanah

kepemimpinan. Dan adil dalam kepemimpinan itu juga menghendaki adil dalam

aspek sosial dan adil dalam menerapkan hukum.41

Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang adil terhadap dirinya sendiri,

adil dalam menjalankan amanah kepemimpinan, seperti halnya dalam surat al-

Nisâ [4]: 58

الن اسأنتكموابل الل يمركمأنت ؤد وااألمانتإلأىلهاوإذاحكمتمب ي الل نعم اإن عدلإن

يعابصيا يعظكمبوإن الل كانس

Sesungguhnya Allah mememintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (memerintahkan kamu) apabila menetapkan

hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya

Allah memberi pengajaran yang sebaik-naiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah

adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Nabi Ibrahim as. Beliau diangkat sebagai imam setelah lulus dalam ujian

Tuhan, ketika rencana pengangkatannya disampaikan, sebagaimana diuraikan

dalam QS. Al-Baqarah [2]: 124, beliau bermohon agar kehormatan ini diperoleh

41

Veithzal Rivai, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi, h. 62-63

Page 42: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

27

pula oleh anak cucunya, tetapi Tuhan menggarisbawahi satu syarat dengan

berfirman: “Perjanjian-Ku ini tidak diperoleh oleh orang-orang yang berlaku

aniaya.”

Ada dua hal yang patut digarisbawahi dari jawaban di atas: Pertama,

kepemimpinan bukan sekedar kontrak sang pemimpin dengan masyarakatnya,

tetapi juga merupakan ikatan perjanjian dia dengan sang pemimpin dengan Tuhan,

atau dengan kata lain kepemimpinan adalah amanat dari masyarakat dan dari

Tuhan. Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan, karena keadilan adalah lawan

dari penganiyaan yang dijadikan syarat dalam jawaban Tuhan di atas. Keadilan

juga dituntut untuk diterapkan bukan hanya kepada kelompok sendiri, tetapi juga

kepada pihak lain.

Dari sini, lahir kriteria dalam menetapkan seseorang sebagai pemimpin dan

indikator kepantasannya untuk diangkat, antara lain bagaimana sikapnya terhadap

Tuhan dan lingkungannya, bukan saja lingkungan kecil atau keluarga dan

masyarakat luas, tetapi juga lingkungan alam sekitarnya.

E. Dalil Taat terhadap Pemimpin

Dalam firman Allah Swt., orang-orang beriman diperintahkan untuk taat

kepada Allah Swt, taat kepada Rasulullah Saw. serta kepada para pemimpin. Ini

tercantum dalam surat al-Nisâ [4] ayat 59

يءف رد وهإليأي هاال ذينآمنواأطيعواالل وأطيعواالر سولوأولاألمرمنكمفإنت نازعتمفشروأحسنتوي والي وماآلخرذلكخي تمت ؤمنونبلل كن والر سولإن (95ل)الل

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul

(Muhammad), dan ulil amr (pemegang kekuasaan) diantara kamu.

Page 43: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

28

Kemudian jika berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah

kepada Allah (al-Qur‟an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman

kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)

dan lebih baik akibatnya.

Ayat di atas dengan jelas menyerukan kepada orang-orang yang beriman

agar taat kepada Allah Swt. dengan menjalankan semua perintah-Nya serta

menjauhi segala larangan-Nya yang termaktub dalam Kitab-Nya yaitu al-Qur‟an

al-Karîm. Kemudian diserukan juga untuk selalu taat terhadap Rasul-Nya Nabi

Muhammad Saw. dengan mengikuti apa yang diserukan Nabi Saw. berupa ajaran-

ajaran yang berasal dari hadis-hadis yang diwahyukan Allah Swt. kepadanya. Jika

orang-orang beriman taat kepada al-Qur‟an dan Sunah-sunah Rasulullah Saw.yaitu

dengan dengan menjadikan keduanya sebagai pedoman hidupnya, maka manusia

tidak akan pernah terjerumus kedalam kesesatan, sebagaimana telah Nabi Saw.

sabdakan dalam hadisnya.

Selanjutnya, orang-orang mukmin diserukan agar taat kepada ulil amr.

Para ulama berbeda pendapat mengenai makna ulil amr. Ulî bentuk jamak dari

walîy yang berarti pemilik atau yang mengurus dan menguasai. Al-amr adalah

perintah atau urusan, dengan demikian, ulil amr adalah orang yang berwenang

mengurus urusan kaum muslimin. Ibn Katsîr menukil riwayat dari „Ali bin Abî

Ṯalẖah, dari Ibn „Abbâs bahwa makna ulil amr adalah ahli fiqih dan ahli agama.

Sedangkan menurut Mujâhid, „Aṯâ, Hasan al-Basrî, serta Abû al-„Aliyah ulil amr

adalah „ulamâ‟. Ada pendapat lain yang menafsirkannya sebagai para pemimpin

dan „ulamâ‟. Menurut Ibn „Athiyyah dan al-Qurṯubî, pendapat ini merupakan

pendapat jumhur.42

42

Ibn Katsîr, Tafsîr Ibn Katsîr al-„Aẕîm (Beirût: Dâr Ṯayyibah, 1999), Juz. 2, h. 345

Page 44: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

29

Para pakar al-Qur‟an menerangkan bahwa apabila perintah taat diulangi

seperti pada QS. Al-Nisâ [4]: 59 diatas, Rasul Saw. memiliki wewenang serta hak

untuk ditaati walaupun tidak ada dasarnya dari al-Qur‟an. Itu sebabnya perintah

taat kepada ulil amr tidak disertai dengan kata taatilah karena mereka tidak

memiliki hak untuk ditaati bila ketaatan kepada mereka bertentangan dengan

ketaatan kepada Allah Swt. atau Rasul Saw.43

Oleh karena itu taat kepada

pemimpin harus dalam ranah taat kepada Allah bukan dalam maksiat kepada-Nya.

Karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah Swt.

Sedangkan hadis yang mewajibkan orang-orang Islam taat kepada

pemimpin adalah:

أخ عنيونسعنالز ىرى ث ناعبدانأخب رنعبدالل عأبحد ب رنأبوسلمةبنعبدالر حنأن وس

عصانف قدعصىمنأطاعنف قدأطاعالل ،ومنملسو هيلع هللا ىلصقالأن رسولالل ىري رةرضىهللاعنو

44)رواهالبخارى(أطاعن،ومنعصىأميىف قدعصان،ومنأطاعأميىف قدالل

Dari Abû Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda: “Barangsiapa taat

kepadaku, maka taat kepada Allah, Barangsiapa yang bermaksiat

kepadaku, maka maksiat kepada Allah, Barangsiapa yang taat kepada para

pemimpinku maka ia taat kepadaku, barangsiapa bermaksiat kepada para

pemimpinku, ia bermaksiat kepadaku.”

ثننفععنابنعمر قالحد ث ناييعنعب يدالل دحد ث نامسد عن-رضىهللاعنهما-حد

عنملسو هيلع هللا ىلصالن ب ءعنعب يدالل ث ناإساعيلبنزكري ب اححد ثنبم دبن نفععنابنعمر.وحد

43

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), vol. 2, h. 585 44

Muhammad bin Ismâ‟îl Al-Bukhârî, Saẖîẖ al-Bukhârî (Kairo: Dâr al-Hadîts, t.t.), Juz.

23, h. 353

Page 45: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

30

ملسو هيلع هللا ىلص- ي ؤمربلمعصية،فإذاأمر،مالالس معوالط اعةحق »قال-رضىهللاعنهماعنالن ب

طاعة سعول 45)رواهالبخاري( بعصيةفل

Dari Ibn „Umar, Nabi Saw. bersabda: “Mendengar dan menaati seorang

pemimpin yang muslim wajib, baik dalam perkara yang disenangi atau

perkara yang dibenci, selama tidak diperintahkan untuk maksiat, jika

dieprintahkan untuk bermaksiat, maka jangan didengar dan ditaati.

Kedua hadis di atas menjelaskan kewajiban menaati dan dan mendengarkan

apa yang diperintahkan oleh pemimpin, selama pemimpin itu tidak memerintahkan

kepada perbuatan maksiat. Jika pemimpin itu memerintahkan untuk maksiat, maka

hal itu tidak boleh dilaksanakan, karena tidak ada kewajiban taat kepada makhluk

yang memerintahkan kepada kemaksiatan.

F. Larangan Menghina dalam al-Qur’an

Menghina orang adalah sebuah perbuatan tercela, dan Allah tidak

menyukai hal tersebut. Karena, orang yang suka menghina dan mencaci maki

orang lain adalah mereka yang bersikap sombong dan merasa dirinya lebih baik.

Selain itu menghina adalah perbuatan yang dapat menyakiti hati orang lain.

Sedangkan Allah sangat membenci orang menyakiti orang lain, terlebih orang yang

menyakiti adalah orang muslim. Firman Allah Swt. dalam surat al-Hujurât [49]: 11

همولنساءمننساءعسىأنيأي هاال ذينآمنواليسخرقوممنق ومعسىأنيك رامن ونواخي

اإلميا ب عد الفسوق بأللقاببئسالسم ولت ناب زوا أن فسكم ولت لمزوا من هن را خي ليكن ومن ن

(11)الجرات:ي تبفأولئكىمالظ المون

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok

kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari

mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-

45

Al-Bukhârî, Saẖîẖ al-Bukhârî, Juz. 23, h. 363

Page 46: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

31

olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita yang (diperolok-

olokan)lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu

mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan

gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang

buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka

itulah orang-orang yang lalim”. (QS. Al-Hujurât[49]: 11)

Ayat di atas menjelaskan bahwa, sebagai orang yang beriman, tidak boleh

melakukan perbuatan menghina orang lain, karena bisa saja orang yang dicemooh

dan ditertawakan ternyata mereka jauh lebih baik di sisi Allah Swt. daripada orang

yang menghina. Ayat ini juga menjelaskan bahwa memanggil orang lain dengan

gelar yang buruk adalah kefasikan dan hal itu buruk jika dilakukan oleh orang yang

beriman.46

Ada beberapa riwayat yang menyatakan sabab nuzûl ayat ini, diantaranya

mufassir ada yang meneybutkan bahwa turunnya ayat ini berkenaan ejekan yang

dilakukan oleh Bani Tamîm terhadap Bilâl, Suhaib dan „Ammâr yang merupakan

orang-orang yang tidak punya. Ada lagi yang menyatakan ayat ini turun berkenaan

dengan ejekan yang dilontarkan Tsâbit bin Qais, seorang sahabat Nabi yang tuli.

Tsabit melangkahi sekian banyak orang agar dapat mendengar wejangan beliau

dari dekat. Salah seorang pun menegurnya, tetapi Tsabit marah sambil memakinya

dengan menyatakan bahwa dia sipenegur adalah anak seorang wanita yang

memiliki aib di masa jahiliah. Ada lagi yang menyatakan ayat ini turun karena

ejekan yang tujukan istri Nabi Muhammad Saw. terhadap ummu Salamah yang

merupakan madu mereka dengan ejekan wanita pendek.47

46

Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, Safwatut TAfâsir (Taf sir-tafsir Pilihan),

penerjemah. Yasin. (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), juz. 5, h. 43 47

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), vol. 12, h. 608

Page 47: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

32

Beberapa riwayat yang menuturkan kisah dibalik turunya ayat tersebut,

semuanya menunjukan sikap menghina orang lain dapat menimbulkan rasa hati

yang mendalam. Sehingga melalui ayat ini Allah Swt. melarang orang-orang

mukmin mengejek, menghina atau mencemooh orang-orang mukmin lainnya, baik

laki-laki maupun perempuan karena dimata Allah kita tidak tahu siapakah yang

derajatnya lebih baik di sisi-Nya, bisa saja orang yang dihina, dicemooh dan diejek

justru lebih baik daripada orang yang menghinanya.

Page 48: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

33

BAB III

STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS

A. Kritik Sanad Hadis

Untuk menentukan suatu hadis, maka terlebih dahulu haruslah melakukan

penelitian lebih lanjut baik dalam meneliti dari segi sanadnya ataupun dari

matannya.

1. Teks dan Terjemahannya

ث نا كسيبحد بن زيد عن أوس بن سعد عن مهران بن حيد ث نا حد داود أبو ث نا حد ب ندار

ف قال ثيابرقاق يطبوعليو وىو عامر ابن ب من تت بكرة أب كنتمع قال أبوالعدوى

ملسو هيلع هللا ىلصب عترسولالل ي قول للانظرواإلأميني لبسثيابالفس اق.ف قالأبوبكرةاسكتس

« فاألرضأىانوالل يبقالأبوعيسىىذاحديثحسنغر«.منأىانسلطانالل

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Bundâr, telah menceritakan kepada

kami Abû Dâud, telah menceritakan kepada kami Humaid bin Mihrân,

dari Sa‟d bin Aus, dari Ziyâd bin Kusaib al-„Adawi, ia berkata, ketika aku

bersama Abû Bakrah mendengarkan khutbah Ibn „Âmir, kala itu beliau

mengenakan pakaian yang tipis. Kemudian Abû Bilâl berkata, “Lihatlah

pemimpin kita, ia memakai pakaian orang-orang fasik”. Abû Bakrah pun

menegurnya, “Diamlah, aku memdengar Rasulullah Saw. bersabda; “Barangsiapa yang menghinakan pemimpin Allah di bumi, Allah akan hinakan

dia “ (H.R. al-Tirmidzî)48

48

Muhammad bin „Isâ al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Riyâḏ: Dâr al-Salâm, 1999), h. 501

Page 49: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

34

2. Kegiatan Takhrîj

Takhrîj berasal dari kata خرج (kharaja) berarti “tampak” atau “jelas”. Para

ahli bahasa mengartikannya dengan “mengeluarkan (al-istinbâṯ)”.49

Kegiatan

takhrîj ini dilakukan dengan tujuan: Pertama, untuk mengetahui asal-usul riwayat

hadis (sumber asal hadis) yang sedang diteliti. Kedua, untuk megetahui seluruh

riwayat bagi hadis yang sedang diteliti, karena mungkin saja hadis tersebut

memiliki lebih dari satu sanad, atau mungkin juga kualitas diantara sanad itu

berbeda-beda.

Dalam men-takhrîj hadis, seorang peneliti haruslah mengetahui terlebih

dahulu metode apa saja yang digunakan dalam melakukan takhrîj hadis, karena

seorang peneliti tidak akan bisa menentukan kualitas hadis tanpa mengetahui

metodenya.

Adapun metode-metode takhrîj sebagaimana yang dikemukakan oleh

Mahmûd Ṯaẖân ada lima50

, yaitu:

1. Takhrîj dengan jalan mengetahui sahabat periwayat hadis.

2. Takhrîj dengan mengetahui lafal pertama pada matan hadis.

3. Takhrîj dengan jalan mengetahui lafal (yang sering digunakan atau

tidak) dari bagian matan hadis.

4. Takhrîj dengan jalan mengetahui topik hadis atau salah satu topiknya

jika ia mempunyai topik yang banyak.

5. Takhrîj dengan jalan memperhatikan sifat-sifat spesifik pada sanad

hadis atau pada matannya.

49

M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulum Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h.

198 50

Mahmûd Tahhȃn, Dasar-dasar Ilmu Takhrîj dan Studi Sanad (Semarang: Dina Utama,

1995), h. 39.

Page 50: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

35

Adapun menurut Bustamin, metode takhrîj hadis ada empat51

, yaitu:

1. Takhrîj hadis melalui kata atau lafaz pada matan hadis.

2. Takhrîj hadis melalui tema.

3. Takhrîj hadis melalui awal matan hadis.

4. Takhrîj hadis dengan melalui sahabat Nabî atau periwayat pertama.

Dalam hal kegiatan takhrîj mengenai hadis tentang ancaman Allah bagi

penghina pemimpin penulis membatasi dalam metodenya, adapun metode yang

digunakan hanya dua, hal tersebut dikarenakan referensi-referensi yang penulis

gunakan lebih mudah ditemukan selain itu juga kedua metode tersebut sudah

umum digunakan dalam takhrîj hadis, yaitu:

1. takhrij hadis melalui kata-kata pada matan

2. takhrij hadis melalui tema

1. Takhrij hadis melalui kata-kata (lafaẕ hadis)

Dalam men-takhrîj melalui penelusuran lafaz hadis yang terdapat pada

matan, penulis menggunakan kamus al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-

Nabawî karya Aren Jhon Wensink yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh

Muhammad Fu‟ȃd „Abd al-Bȃqî. Dari matan hadis yang dikutip diatas, pertama

bila ditempuh metode takhrîj al-hadîts bi al-lafaz, maka penggalan lafal-lafal

(kata-kata)-nya yang dapat ditelusuri adalah سلطان. Adapun data yang disajikan

oleh kitab al-Mu‟jam lewat penelusuran kata سلطان adalah sebagai berikut:

52من أهان سلطان هللا

51

Bustamin, Dasar-dasar Ilmu Hadis (Jakarta: Ushul Press, 2009), h.184-190.

Page 51: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

36

24، 24، 1حم

24 تفنت

2. Takhrîj hadis melalui tema

Selanjutnya takhrij hadis dengan menggunakan metode tema, yaitu dengan

menggunakan kitab Kanzun al-„Ummâl fî Sunan al-Aqwâl wa al-Af‟âl maka hadis

di atas akan ditemukan dengan nomor hadis 932

53 من أهان سلطان هللا يف االرض اهانة هللا - 239

)تعناببكرة(

Berdasarkan petunjuk dengan menggunakan metode takhrîj tersebut, maka

data yang diperoleh setelah melakukan penelusuran langsung pada kitab aslinya

adalah berjumlah 2 jalur periwayat yaitu jalur al-Tirmidzî, Ahmad bin Hanbal,

hadis ini diriwayatkan oleh seorang sahabat yakni, Abû Bakrah.

Berikut ini adalah riwayat-riwayat hadis di atas dari setiap mukharrij

berdasarkan naskah aslinya. Diantaranya:

Susunan riwayat hadis yang mukharij-nya Imam al-Tirmidzî:

52

A. J. Wensinck, Concordance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkan

kedalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li alfâz al-

Hadîts al-Nabawî (Leiden: E.J. Brill, 1936), Juz. 2, h. 503. 53

„Alâ‟a al-Dîn „Alî al-Muttaqî ibn Hisyâm al-Dîn, Kanzun al-„Ummâl fî Sunan al-Aqwâl

wa al-Af‟âl (Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1989), Juz. 1, h. 184

Page 52: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

37

ث ناأبوداود ث ناب ندارحد حد كسيبالعدوى ث ناحيدبنمهرانعنسعدبنأوسعنزيدبن حد بابنعامروىويطبوعليوثيابرقاقف قالأبوبل كنتمعأببكرةتتمن لانظرواإلقال

ي أمين الل رسول عت س اسكت بكرة أبو ف قال الفس اق. ثياب -ملسو هيلع هللا ىلص-لبس ي قول أىان» من .قالأبوعيسىىذاحديثحسنغريب«.األرضأىانوالل

Telah menceritakan kepada kami Bundâr, telah menceritakan kepada

kami Abû Dâud, telah menceritakan kepada kami Humaid bin Mihrân,

dari Sa‟d bin Aus, dari Ziyâd bin Kusaib al-„Adawi, ia berkata, ketika aku

bersama Abû Bakrah mendengarkan khutbah Ibn „Âmir, kala itu beliau

mengenakan pakaian yang tipis. Kemudian Abû Bilâl berkata, “Lihatlah

pemimpin kita, ia memakai pakaian orang-orang fasik”. Abû Bakrah pun

menegurnya, “Diamlah, aku memdengar Rasulullah Saw. bersabda;

“Barangsiapa yang menghinakan pemimpin Allah di bumi, Allah akan

hinakan dia “ (H.R. al-Tirmidzî)54

Susunan riwayat hadis yang mukharij-nya Imam Ahmad bin Hanbal

ث نا ثنالل عبدحد ث ناأبحد ث نابكربنبم دحد ث نامهرانبنحيدحد زيدعنأوسبنسعدحد أكرممن»ي قول-وسلمعليوهللالى-الل رسولسعتقالبكرةأبعنالعدوىكسيببن

ن يافوت عالت باركالل سلطان فوت عالت باركالل سلطانأىانومنالقيامةي ومالل أكرموالد ن يا «.القيامةي ومالل أىانوالد

Telah menceritakan kepada kami „Abdullah, telah menceritakan

kepadaku Ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr,

telah menceritakan kepada kami Humaid bin Mihrân. Telah

menceritakan kepada kami Sa‟d bin Aus dari Ziyâd bin Kusaib al-

„Adawi, dari Abû Bakrah, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw.

berkata: “Barangsiapa yang memulyakan pemimpin Allah Swt. di dunia,

Allah mulyakan ia pada hari Kiamat, dan barangsiapa yang menghina

pemimpin Allah Swt. di dunia maka Allah hinakan ia di hari

Kiamat”.(H.R. Ahmad bin Hanbal)

3. I’tibȃr Hadis

Kata i‟tibȃr (اإلعتبار) merupakan masdar dari kata إعتبر. Menurut bahasa, arti

al-i‟tibȃr adalah “Peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat

diketahui sesuatu yang jelas”. Menurut istilah ilmu hadis, al-i‟tibȃr berarti

54

Muhammad bin „Isâ al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Beirût: Dâr Iẖyâ al-Turâts al-

„Arabi, tth.). Juz. 4, h. 502

Page 53: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

38

menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada

bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja dan dengan

menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut, akan dapat diketahui apakah ada

periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang

dimaksud.55

Kegiatan i‟tibȃr dilakukan untuk memperlihatkan dengan jelas seluruh jalur

sanad hadis yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya dan metode yang

digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan.56

Kegunaan i‟tibȃr

adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau

tidak adanya periwayat yang berstatus pendukung, baik berupa mutȃbi‟ atau

syȃhid, juga untuk mengetahui apakah hadis yang diteliti ini ahad atau

mutawâtir.57

Hadis yang sedang diteliti ini diriwayatkan oleh satu orang sahabat, yaitu

Abû Bakrah. Sedangkan mukharrijnya terdiri dari tujuh orang, yaitu al-Tirmidzî,

Ahmad bin Hanbal, al-Baghâwî, al-„Iraqi, al-Zubaidî, al-Syajari, dan al-Tabzîrî.

Dalam penelitian ini, penulis hanya akan meneliti hadis dengan mukharrijnya al-

Tirmidzî dan Ahmad bin Hanbal. Semua jalur hadis ini bersumber dari seorang

sahabat yang bernama Abû Bakrah. Nama asli beliau adalah Nufai‟ bin al-Harits

bin Kiladah bin „Amr bin „Allâj bin Abî Salamah.

55

M. Syuhudi Isma‟il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),

h. 51. 56

Arifudin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (Jakarta: Renaisan, 2005), h.

74. 57

M. Syuhudi Isma‟il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 49.

Page 54: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

39

Selain itu terdapat perbedaan metode periwayatan yang digunakan oleh

para periwayat dalam sanad hadis tersebut. Lambang-lambang metode periwayatan

yang digunakan antara lain, ẖaddatsanâ, akhbaranâ, haddatsanî, „an dan sami‟tu.

Dalam melakukan i‟tibȃr dapat dibantu dengan pembuatan skema serta

diagram sanad, hal ini guna untuk memudahkan pemahaman dan efektifitas

kegiatan penelitian mengenai hadis yang bersangkutan. Namun sebelum

dikemukakkan sanadnya, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu

agar skema mudah disusun dan dipahami, antara lain: Pada jalur Tirmidzî dan

Ahmad bin Hanbal terdapat periwayat yang bernama Bundâr, setelah penulis teliti

bahwa yang dimaksud Bundâr di sini adalah Muhammad bin Basysyâr, kemudian

terdapat periwayat yang bernama Abû Dâud, setelah penulis teliti bahwa yang

dimaksud Abû Dâud di sini adalah Abû Dâud al-Ṯayâlisî.

Adapun skema hadisnya adalah sebagai berikut:

Page 55: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

40

Skema Hadis

ملسو هيلع هللا ىلص يبالن

ه( 241) أمحد بن حنبل

ه( 204) دمحم بن بكر

ه( 52) أيب بكرة

زايد بن كسيب

محيد بن مهران

سعد بن أوس

ه( 204) الطيالسي أبو داود

ه( 252) بندار

ه( 279) الرتمذي

س

Keterangan:

Jalur al-Tirmidzî

Jalur Ahmad bin Hanbal

من أهان سلطان الله ف األرض أهانه الله

حدثنا

حدثنا

حدثنا

حدثنا حدثنا

عن

عن

عن

مسعت

Page 56: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

41

4. Sanad Hadis

Sanad ialah jalan yang menyampaikan kepada matan hadis. Ada tiga

peristiwa penting yang mengharuskan adanya penelitian sanad. Pertama, pada

zaman Nabi Muhammad Saw. tidak seluruh hadis tertulis. Kedua, sesudah zaman

Nabi Saw. terjadi pemalsuan hadis. Ketiga, penghimpunan hadis secara resmi dan

massal terjadi setelah berkembangnya pemalsu-pemalsu hadis.58

Kegiatan penelitian sanad ini adalah untuk memperoleh inforrmasi

mengenai periwayat, pada bagian ini diperlukan kitab-kitab yang menerangkan

periwayat hadis baik dari sisi biografinya, pribadinya, kritikan terhadapnya dan

lain-lainnya. Dalam meneliti sanad hadis ini, dari awal penulis telah membatasi

yaitu hanya meneliti hadis yang ada pada kitab al-kutub al-tis‟ah saja.

Dalam kegiatan ini, kritik sanad dimulai dari periwayat terakhir (mukharrij)

yakni al-Tirmidzî, lalu diikuti oleh periwayat sebelumnya dan seterusnya sampai

pada periwayat pertama.

a. Penjelasan Periwayat Hadis

1. Al-Tirmidzî (w. 279 H)

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzî, nama lengkapnya Abû

‘Isa Muhammad ibn Mûsȃ ibn al-Dahhak al-Sulamî al-Bughi al-Turmudzî al-

Darir, ia lebih dikenal dengan al-Turmudzî atau al-Tirmidzî. Tirmidzî dilahirkan

pada tahun 209 H. di kota Tirmidz dan meninggal di kota yang sama pada tahun

279 H/ 892 M.59

58

M. Agus Solahudin dan Agus Suryadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h.

198 59

Syihab al-Dîn Ahmad ibn „Alî ibn Hajar al-„Asqalȃnî, Tahdzîb al-Tahdzîb (Bairût: Dȃr

al-Fikr, 1995), jilid 9, h. 388.

Page 57: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

42

Sejak kecil Tirmidzî dikenal sebagai anak yang senang menimbah ilmu

termasuk hadis. Kegemarannya itu berlanjut sampai ia dewasa dengan merantau

kebeberapa negeri seperti Irak, Hijaz, Khurazan, dan lain-lain.60

Tirmidzî adalah salah seorang imam ulama hadis sekaligus penghafal hadis.

Dia belajar dari Imam Bukhârî dan beberapa guru Imam Bukhârî. Dia melakukan

rihlah ilmiah ke Khurasan, Irak, dan Hijâz. Meski mengalami kebutaan di akhir

hidupnya, dia tetap dijadikan teladan dalam penghafalan hadis. Diantara buku-

buku karangannya adalah al-Jâmi‟ al-Kabîr yang kemudian dikenal dengan Ṣaẖîẖ

al-Tirmidzî, al-Syamâil al-Nabawiyyah, al-Târîkh dan al-„Ilal.61

Guru-gurunya yaitu:

„Ali ibn al-Madinî (w. 234 H.), Muhammad ibn „Abdullah ibn Numair al-

Kufî (w. 234 H.), Muhammad ibn „Amar al-Sawaq al-Balkhî (w. 236 H.),

Muhammad ibn Ghailȃn (w. 239 H.), Muhammad ibn Basysyȃr (w. 252 H.),

Muhammad ibn Mutsannȃ Abû Mûsȃ (w. 252 H.), Qutaibah (w. 240 H.), Ziyȃd

ibn Yahya al-Hassana (w. 254 H.), al-Bukhȃrî (w.246 H.), Muslîm (w. 261 H.),

Abû Dȃwud (w.275 H.), dan lain-lain.62

Murid-muridnya yaitu:

Abû Bakr Ahmad ibn Ismȃ‟il „Amir al-Samarqandî, Abû Hamid Ahmad ibn

„Abdullah ibn Dȃwud al-Marwazi al-Tajir, Ahmad ibn Yûsuf, Mahmûd ibn

60 Bustamin dan Hasanudin, Membahas Kitab Hadis, (Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah,

2010), h. 66. 61

Syauqi Abdul Khalil, Atlas Hadits (Jakarta: Al-Mahira, 2012), h. 10 62

Bustamin dan Hasanudin, Membahas Kitab Hadis, h. 66-67.

Page 58: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

43

„Anbar, Hammȃd ibn Syakur al-Wariq, Dȃwud ibn Nasr ibn Suhail al-Badawî, dan

lain-lain.63

Komentar ulama tentang dirinya:

“Al-Khalîlî berkata: al-Tirmidzî adalah seorang yang tsiqah, al-Hafiz al-Dzahabî

menyebutkan bahwa Abû „Isa Muhammad adalah Hafidz, pengarang kitab al-

Jami‟, ia disepakati sebagai seorang pengarang yang terpercaya, Ibn Fadli

menjelaskan bahwa imam al-Tirmidzî adalah pengarang kitab Al-Jami‟ dan

tafsirnya, dia juga seorang ulama yang paling berpengetahuan”.64

Berbagai komentar yang disampaikan para ulama di atas, bahwa al-

Tirmidzî adalah seorang penulis kitab yang ẖâfiẕ, tsiqah. Tidak ada seorang pun

yang mencela al-Tirmidzî, pujian yang diberikan kepadanya adalah pujian yang

berperingkat tinggi yang menunjukkan bahwa beliau adalah periwayat yang

mempunyai kredibilitas dan ke-dabît-an yang tidak diragukan, dilihat dari tahun

wafatnya, dapat disimpulkan bahwa sanad Tirmidzî (w. 279 H) dan Muhammad

bin Basysyâr (w. 252 H) bersambung karena antara jarak satu dan lainnya tidak

berjauhan yaitu sekitar 27 tahun, sehingga sangat mungkin sekali keduanya dapat

bertemu, hal ini juga didukung lafal penyampaiannya dengan kata حدثىا dapat

dipercaya kebenarannya.

2. Bundâr (w. 252 H)

Al-Tirmidzî menerima hadis dari Bundâr, yakni Muhammad bin

Basysyâr bin ‘Utsmân bin Dâud bin Kaisân al-‘Abdi, kuniyah-nya Abû Bakr al-

Basri. Disebut Bundâr karena beliau seorang ẖafiẕ hadis, beliau mengumpulkan

63

Bustamin dan Hasanudin, Membahas Kitab Hadis, h. 67. 64

Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Al-Dzahabî, Siyar A‟lȃm al-Nubala (Bairût: Dȃr al-

Kutub al-Ilmiyah, t.t.), jilid 8 h. 177.

Page 59: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

44

hadis dinegerinya. Beliau lahir pada tahun 167 H dan wafat pada tahun 252 H di

Bashrah.65

Guru-gurunya yaitu:

Abû Dâud al-Ṭayâlisî (w. 204 H), Umayyah bin Khâlid (w. 405 H),

Ṣafwân bin „Îsâ (w. 200 H), „Affân bin Muslim (w. 219 H), Yazîd bin Hârûn (w.

206 H), Abû Bakar al-Hanafî (w. 204 H), Mu‟âdz bin Mu‟âdz (w. 196 H), Wakî‟

bin al-Jaraẖ (w. 196 H).

Murid-muridnya yaitu:

Al-Bukhârî (w. 256 H), Muslim (w. 465 H), Abû Dâud (w. 441 H),

Tirmidzî (w. 972 H), al-Nasâ‟î (w. 303 H), Ibn Mâjah (w. 443 H), „Abdullah bin

Ahmad bin Hanbal (w. 440 H), Abû Hâtim al-Râzi (w. 444 H), Muhammad bin al-

Musayyab, Ibrâhîm bin Isẖâq al-Harabî, „Abdullah bin Muhammad bin Yâsîn, dll.

Komentar ulama tentang dirinya:

Abû Hâtim berkata: Bundâr adalah Sadûq, al-Nasâ‟î berkata: Bundâr adalah

seorang yang lâ ba‟sa bihî, Ibn Hibbân memasukannya ke dalam kitab al-Tsiqât,

Maslamah bin Qâsim berkata: aku memperoleh kabar dari Ibn Mihrân bahwa

Bundâr seorang tsiqah masyhûr, al-Dâruquṯnî berkata: Bundâr termasuk al-huffâẕ

al-itsbât, al-Dzahabî berkata: Bundâr adalah seorang imâm ẖâfiẕ.66

Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai komentar para ulama bahwa

Bundâr adalah seorang imâm, ẖâfiẕ, sadûq. Tidak ada seorang pun yang mencela

Bundâr, dilihat dari tahun wafatnya, dapat disimpulkan bahwa sanad Bundâr (w.

252 H) dan Abû Dâud al-Ṯayâlisî (w. 204 H) bersambung karena antara jarak satu

65

Al-„Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz. 9, h. 61 66

Al-Dzahabî, Siyar A‟lâm al-Nubalâ‟, Juz. 12, h. 144

Page 60: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

45

dan lainnya tidak berjauhan yaitu sekitar 48 tahun, jarak ini masih memungkinkan

bagi keduanya untuk bertemu dan satu masa, hal ini juga didukung lafal

penyampaiannya dengan kata حدثىا dapat dipercaya kebenarannya.

3. Abû Dâud al-Ṯayâlisî (w. 902 H )

Bundâr menerima hadis dari Abû Dâud, yakni Sulaimân bin Dâud al-

Jârûd, kuniyahnya Abû Dâud al-Ṯayâlisi al-Basrî al-Hâfiẕ, beliau seorang maulâ

keluarga Zubair bin „Awwâm. Beliau wafat pada tahun 204 H, bulan Rabî‟ul

Awwal dalam usia 72 tahun di kota Basrah.67

Guru-gurunya yaitu:

Humaid bin Mihrân, Sufyân al-Tsaurî (w. 565 H), al-Hasan bin Abî Ja‟far

(w. 564 H), Hammâd bin Salamah (w. 167 H), Sulaimân bin al-Mughirah (w. 165

H), „Abdullah bin „Aun (w. 510 H), Qais bin al-Rabî‟ (w. 100 H), Ibrâhîm bin Sa‟d

(w. 581 H), dll.

Murid-muridnya yaitu:

Muhammad bin Basysyâr (w. 252 H), Ahmad bin Muhammad bin

Hanbal (w. 425 H), Ahmad bin Ibrâhîm al-Dauqî (w. 246 H), „Alî ibn al-Madinî

(w. 234 H), Muhammad bin Humaid al-Râzî (w. 248 H), Muhammad bin Rafî‟ al-

Naisabûrî (w. 245 H), „Amr bin „Ali (w. 249 H), Ahmad bin Mansûr (w. 265 H),

dan lain-lain.

Komentar ulama tentang dirinya:

Ja‟far bin al-Faryabî berkata, dari „Amr bin „Alî bahwa: Abû Dâud tsiqah, „Ali ibn

al-Madînî: “Aku tidak pernah melihat seorang pun lebih hafiẕ dari Abû Dâud”, al-

67

Al-„Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz. 4, h. 160-162

Page 61: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

46

Hajjâj bin Yûsuf bin Qutaibah al-Asbahânî berkata: “beliau tsiqah ma‟mûn”, al-

Nasâ‟î: tsiqah.

Berdasarkan penilaian para ulama, Abû Dâud adalah seseorang yang

berpredikat tsiqah ma‟mûn, tidak ada seorang pun yang mencela Abû Dâud, pujian

yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi yang

menunjukkan bahwa beliau adalah periwayat yang mempunyai kredibilitas dan ke-

dabîṯ-an yang tidak diragukan. Jika dilihat dari tahun wafatnya, dapat disimpulkan

bahwa sanad Abû Dâud al-Ṯayâlisî dan Humaid bin Mihrân bersambung karena

antara jarak satu dan lainnya tidak berjauhan, lafal yang digunakan dalam

penyampaiannya adalah عه. Satu sama lain saling menyebutkan dalam deretan

guru dan muridnya, maka hal ini memungkinkan bagi keduanya bertemu dan satu

masa.

4. Humaid bin Mihrân

Abû Dâud al-Ṯayâlisî menerima hadis dari Humaid bin Mihrân. Nama

lengkapnya Humaid bin Abî Humaid al-Khayâṯ al-Kindî, kuniah-nya Abû

„Abdullah al-Basrî.68

Guru-gurunya yaitu:

Sa’d bin Aus, al-Hasan al-Basrî (w. 110 H), Yahyâ bin Abî Katsîr (w. 132

H ), Muhammad bin Sîrîn (w. 550 H), Qatâdah bin Di‟âmah (w. 100 H), Dâud bin

Abî Hindi (w. 140 H), Saif al-Mazâni, Sâliẖ al-Ghadâni, Abû Ghâlib, Abû Ṯâriq

al-Sa‟di, Khâlid bin Bâb al-Rab‟î.69

Murid-muridnya yaitu:

68

Jamâluddîn Abî al-Hâjj Yûsuf al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl (Beirût:

Muassasah al-Risâlah, 1992), Juz. 7, h. 398 69

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 7, h. 398

Page 62: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

47

Abû Dâud al-Ṯayâlisî (w. 204 H), Ziyâd bin Sa‟d al-Khurasânî, Muslim

bin Ibrâhîm (w. 222 H), Abû Qutaibah (w. 400 H), Abû „Âṣim al-Ḏahhâk bin

Makhlad al-Nabîl (w. 454 H), „Abdul Majîd bin Ayûb al-Wâsyihî, Muhammad bin

Bakr (w. 402H), dan lain-lain.

Komentar ulama tentang dirinya:

Ishâq bin Mansûr dari Yahyâ bin Ma‟în, dia berkata: tsiqah, Abû Dâud dan al-

Nasâ‟î berkata: laisa bihî ba‟s, Ibn Hibbân mencantumkannya dalam kitab al-

Tsiqât, al-Tirmidzî dan al-Nasâ‟î hanya meriwayatkan satu hadis darinya, Muslim

bin Ibrâhîm berkata: “ia sadûq”.70

Kesimpulan dari penilaian para ulama, Humaid bin Mihrân dinilai tsiqah,

tidak ada seorang pun yang mencela Humaid bin Mihrân, pujian yang diberikan

kepadanya menunjukkan bahwa beliau adalah periwayat yang mempunyai

kredibilitas dan ke-ḏabîṯ-an yang tidak diragukan. Jika dilihat dari tahun wafatnya,

dapat disimpulkan bahwa sanad Humaid bin Mihrân dan Sa‟d bin Aus bersambung

karena antara jarak satu dan lainnya tidak berjauhan, lafal yang digunakan dalam

penyampaiannya adalah عه. Kemudian satu sama lain saling menyebutkan dalam

deretan guru dan muridnya, maka hal ini memungkinkan bagi keduanya bertemu

dan pernah hidup dalam satu masa.

5. Sa’d bin Aus

Humaid bin Mihrân menerima hadis dari Sa’d bin Aus. Nama lengkapnya

adalah Sa’d bin Aus al-‘Adawî, kuniyahn-nya al-‘Abdî Abû Muhammad. Ia

adalah suami dari Naḏrah binti Abî Naḏrah al-„Abdî.71

Guru-gurunya yaitu:

70

Al-„Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz. 3, h. 44 71

Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ al-Rijâl, Juz. 10, h. 251

Page 63: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

48

Ziyâd bin Kusaib, Anas bin Sirîn (w. 120 H), Siyâr bin Mikhrâq, Miṣda‟

Abî Yahyâ.

Murid-muridnya yaitu:

Humaid bin Mihrân, Abû „Ubaidah (w. 190 H), „Abdul Wâhin bin Wâṣil

al-Haddâd, Muhammad bin Dînâr al-Ṯâhî, Muhammad bin Abî al-Farât al-Bajalî.

Komentar ulama terhadap beliau:

Yahyâ bin Ma‟în berkata: ḏa‟îf, Ibn Hibbân mencantumkannya dalam kitab al-

Tsiqât, Ibn Hajar al-„Asqalânî: Sadûq lahû aghâlîṯ72

. Al-Sâji berkata: Sadûq73

Kesimpulan dari penilaian para ulama di atas, bahwa Sa‟d bin Aus

menurut Yahyâ bin Ma‟în dinilai ḏa‟îf, Ibn Hibbân dan Ibn Hajar al-„Asqalâni

men-ta‟di-lnya. Penulis berpegang kepada pendapat Ibn Hajar al-„Asqalâni dalam

menilai kredibilitas Sa‟d bin Aus. Komentar sadûq lahû aghâlîṯ termasuk dalam

urutan ta‟dil keenam.74

Al-Sakhâwi berpendapat, hadis yang diriwayatkan oleh

perawi yang berpredikat sadûq lahû aghâlîṯ, maka hadis yang diriwayatkannya

tidak bisa dijadikan hujjah, hanya sebagai i‟tibar saja.75

Sanad Sa‟d bin Aus dan

Ziyad bin Kusaib bersambung lafal yang digunakan dalam penyampaiannya adalah

Kemudian satu sama lain saling menyebutkan dalam deretan guru dan .عه

muridnya, maka hal ini memungkinkan bagi keduanya bertemu dan pernah hidup

dalam satu masa.

72

Al-„Asqalanî, Taqrîb al-Tahdzîb, Juz 1, h. 343 73

Al-„Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz. 3, h. 406 74

Nûr al-Dîn „Itr, Alfâẕ al-Jarẖ wa al-Ta‟dîl wa Aẖkâmihâ wa al-Tahqîq fî Martabah al-

Sadûq (Damaskus: Maktab Dâr al-Farfûr, 1999), h. 14 75

Nûr al-Dîn „Itr, Alfâẕ al-Jarẖ wa al-Ta‟dîl wa Aẖkâmihâ wa al-Tahqîq fî Martabah al-

Sadûq, h. 18

Page 64: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

49

6. Ziyâd bin Kusaib

Sa‟d bin „Aus menerima hadis dari Ziyâd bin Kusaib. Nama lengkapnya

adalah Ziyâd bin Kusaib al-‘Adawî al-Basrî.76

Gurunya yaitu:

Abû Bakrah al-Tsaqafî

Murid-muridnya yaitu:

Sa’d bin Aus dan Mustalim bin Sa‟îd.

Komentar ulama terhadap beliau:

Al-Mizzi berkata: Ibn Hibbân mencantumkan namanya dalam kitab al-Tsiqât, al-

Tirmidzî dan al-Nasâ‟î meriwayatkan satu hadis dari beliau77

, Ibn Hajar al-

„Asqalâni: maqbûl.78

Ibn Hajar menilainya maqbûl, dimana maqbûl termasuk kategori ta‟dîl di

urutan keenam.79

Al-Sakhâwi berpendapat, hadis yang diriwayatkan oleh perawi

yang berpredikat maqbûl, maka hadis yang diriwayatkannya tidak bisa dijadikan

hujjah, hanya sebagai i‟tibâr saja.80

Sanad Ziyad bin Kusaib dan Abû Bakrah

bersambung, lafal yang digunakan dalam penyampaiannya adalah عه. Kemudian

satu sama lain saling menyebutkan dalam deretan guru dan muridnya, maka hal ini

memungkinkan bagi keduanya bertemu dan pernah hidup dalam satu masa.

7. Abû Bakrah (w. 52 H)

Ziyâd bin Kusaib menerima hadis dari Abû Bakrah. Abû Bakrah al-

Tsaqafî adalah kuniyah dari Nufai’ bin al-Hârits bin Kaladah bin ‘Amr bin ‘Ilâj

76

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 4, h. 504 77

Al-„Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz. 3, h. 44 78

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 4, h. 504 79

Nûr al-Dîn „Itr, Alfâẕ al-Jarẖ wa al-Ta‟dîl wa Aẖkâmihâ wa al-Tahqîq fî Martabah al-

Sadûq, h. 18 80

Nûr al-Dîn „Itr, Alfâẕ al-Jarẖ wa al-Ta‟dîl wa Aẖkâmihâ wa al-Tahqîq fî Martabah al-

Sadûq, h. 18

Page 65: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

50

bin Abî Salamah. Ada yang mengatakan namanya Msrûẖ, dan ada yang

mengatakan juga namanya Nufai‟ bin Masrûẖ. Abû Bakrah masuk Islam di Ṯâif

kemudian tinggal di Baṣrah. Dinamai Abû Bakrah karena ia menunjukkan Bakrah

kepada Nabi Muhammad dari arah Ṯâif, kemudian Nabi Saw. memberikan kuniah

Abû Bakrah dan beliau membebaskannya. Ia wafat pada tahun 52 H dalam usia 63

tahun di Basrah dan Abû Zur‟ah menyolatkannya.81

Guru-gurunya yaitu:

Nabi Muhammad Saw.

Murid-muridnya ialah:

Ziyâd bin Kusaib al-‘Adawî, Hasan al-Baṣrî (w. 110 H), „Abdurrah bin

Abî B akrah (anaknya) (w. 96 H), Muhammad bin Sîrîn (w. 110 H) , Kaisah binti

Abî Bakrah (putrinya), al-Ahnaf bin Qais (w. 72 H), Abû „Utsmân al-Nahdî (w. 95

H), Ibrahîm bin „Abdurrahman bin „Auf (w. 96 H), dan lain-lain.

Komentar ulama terhadap beliau:

Al-„Ijî berkata: “Beliau termasuk sahabat Nabi Saw. yang terbaik”, al-Asbahânî

berkata: “ia seorang laki-laki yang solih, warâ‟ dan Nabi Saw.

mempersaudarakan dirinya dengan Abû Zur‟ah”.

Penilaian tentang Abû Bakrah tidak perlu dibahas, karena beliau adalah

sahabat, dan kullu sahȃbah „udûlun (setiap sahabat adalah adil). Maksud dari „adl

nya para sahabat adalah karena mereka terhindar dari kebohongan dan

penyelewengan secara sengaja terhadap hadis-hadis Nabi Saw., sehingga seluruh

riwayat yang berasal dari dapat diterima.

81

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ al-Rijâl, Juz. 30, h. 5

Page 66: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

51

Selanjutnya penulis akan meneliti jalur sanad yang diriwayatkan oleh

Ahmad bin Hanbal sebagai berikut:

1. Ahmad bin Hanbal (164 H – 241 H)

Imam Ahmad, nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin

Hilal bin Asad al-Syaibani al-Marwazi, dikenal juga sebagai Imam Hanbali.

Kuniyahnya Abû „Abdullah al-Marwazî. Ia lahir di Marw (saat ini bernama Mary

di Turkmenistan, utara Afghanistan dan Utara Iran ) pada tanggal 20 Rabiul Awal

164 H/781 M dan wafat pada tahun 241 H di kota Baghdad, Irak.82

Ia telah mempelajari hadis sejak kecil dan untuk mempelajari hadis ini, ia

pernah pindah-pindah atau merantau ke Kûfah, Basrah, Makkah, Madinah, Syam

(Syiria), Hijaz, Yaman, dan negara-negara lainnya sehingga ia menjadi tokoh

ulama yang bertakwa, saleh dan zuhud.

Guru-gurunya yaitu:

Muhammad bin Bakr (w. 204 H), Jâbir bin Nûẖ (w. 403 H), Ja‟far bin „Aun

(w. 404 H), Sufyân bin „Uyainah (w. 548 H), Abû Dâud al-Ṯayâlisî (w. 902 H),

„Abdullah bin Bakr al-Sahmi (w. 408 H), Qutaibah bin Sa‟îd (w. 420 H), Wakî‟

bin al-Jarâẖ (w. 544 H), Yazîd bin Hârûn (w. 406 H), dan lain-lain.

Murid-muridnya yaitu:

Al-Bukhârî (w. 256 H), Muslim (w. 465 H), Abû Dâud (w. 441 H ), Yahya

bin Ma‟în (w. 433 H), Abû Hâtim al-Râzî (w. 444 H), „Abdullah bin Ahmad bin

Hanbal (w. 440 H), Ziyâd bin Ayyûb al-Ṯûsî (w. 414 H), Abû Zur‟ah al-Dimasyqî

82

Agus Salahudin dan Agus Suryadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 229

Page 67: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

52

(w. 485 H), „Utsmân bin Sa‟îd al-Dârimî, Abû Qudâmah al-Sarkhasî (w. 425 H),

dan lain-lain.

Komentar ulama terhadap beliau

Abû Hâtim berkata: ia seorang imâm dan ẖujjah, al-Nasâ‟î berkata: tsiqah,

ma‟mûn, seorang imâm, Ibn Hibbân mencantumkannya dalam kitab al-Tsiqât, ia

berkata: Ahmad bin Hanbal seorang ẖâfiẕ, mutqin, faqîh, wara‟, Ibn Hajar

berkata: ia ẖâfiẕ, tsiqah, faqîh, hujjah.

Dari berbagai komentar yang disampaikan para ulama, dapat disimpulkan

bahwa Ahmad bin Hanbal adalah seorang imâm ẖafîẕ tsiqah. Tidak ada seorang

pun yang mencela Ahmad bin Hanbal, pujian yang diberikan kepadanya adalah

pujian yang berperingkat tinggi yang menunjukkan bahwa beliau adalah

periwayat yang mempunyai kredibilitas dan ke-dabît-an yang tidak diragukan,

dilihat dari tahun wafatnya, dapat disimpulkan bahwa sanad Ahmad bin Hanbal

(w. 241 H) dan Muhammad bin Bakr (w. 204 H) bersambung karena jarak antara

satu dan lainnya tidak berjauhan yaitu sekitar 37 tahun, sehingga sangat mungkin

sekali keduanya dapat bertemu, hal ini juga didukung lafal penyampaiannya

dengan kata حدثىا dapat dipercaya kebenarannya.

2. Muhammad bin Bakr (w. 204 H)

Ahmad bin Hanbal menerima hadis dari Muhammad bin Bakr. Nama

lengkapnya adalah Muhammad bin Bakr bin ‘Utsmân al-Barsâni, kuniyahnya

Abû „Utsmân al-Baṣrî. Beliau wafat pada tahun 204 H di Baṣrah.83

Guru-gurunya yaitu:

83

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 24, h. 503

Page 68: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

53

Humaid bin Mihrân al-Kindî, Hammâd bin Salamah (w. 167 H), Sa‟îd

bin Abî „Arûbah (w. 157 H), Katsîr bin Abî Katsîr, „Utsmân bin Sa‟d al-Kâtib,

Hisyâm bin Hassân (w. 148 H), dan lain-lain.

Murid-muridnya yaitu:

Ahmad bin Hanbal (w. 241 H), Ishâq bin Râhawaih (w. 238 H), Sufyân

bin Wakî‟ al-Jarâẖ, „Abdullah bin „Abdurrahman al-Dârimî (w. 255 H), Yahyâ bin

Ma‟în (w. 233 H), Mahmûd bin Ghailân (w. 434 H), Naṣr bin „Alî al-Jahḏamî (w.

250 H), „Alî ibn al-Madînî (w. 234 H), dan lain-lain.

Komentar ulama terhadap beliau

Al-Dzahabî berkata: al-imâm al-muhaddits tsiqah84

, „Utsmân bin Sa‟îd dari Yahyâ

bin Ma‟în, Abû Dâud dan al-„Ijlî, ia berkata: tsiqah, Ibn Hibbân menyebutkannya

dalam kitab al-Tsiqât, Abû Hâtim berkata: syeikh mahallhuhû al-sidqi, Ibn Qâni‟

berkata: tsiqah.85

Dari penilaian para ulama di atas, Muhammad bin Bakr adalah seorang

yang tsiqah, tidak ada seorang pun yang mencela Muhammad bin Bakr, pujian

yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi yang

menunjukkan bahwa beliau adalah periwayat yang mempunyai kredibilitas dan ke-

ḏabîṯ-an yang tidak diragukan. Jika dilihat dari tahun wafatnya, dapat disimpulkan

bahwa sanad Muhammad bin Bakr (w. 204 H) dan Humaid bin Mihrân

bersambung karena antara satu dan lainnya saling menyebutkan dalam deretan

guru dan murid, hal ini juga didukung lafal penyampaiannya dengan kata حدثىا

dapat dipercaya kebenarannya.

3. Humaid bin Mihrân al-Kindî

Telah disebutkan pada halaman 46

84

Al-Dzahabî, Siyar A‟lâm al-Nubalâ‟, Juz. 9, h. 421 85

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, Juz. 24, h. 503

Page 69: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

54

4. Sa’d bin Aus

Telah disebutkan pada halaman 47

5. Ziyâd bin Kusaib al-‘Adawî

Telah disebutkan pada halaman 49

6. Abû Bakrah (w. 52 H)

Telah disebutkan pada halaman 49

b. Ketersambungan Sanad

Setelah pembahasan mengenai syarat adil dan ḏabiṯ dalam susunan

periwayat hadis telah selesai, langkah selanjutnya adalah membahas tentang

kebersambungan sanad dalam hadis tersebut. Kemungkinan adanya

kebersambungan sanad bisa dilihat dalam tiga hal, yaitu:

1. Dengan mengetahui tahun wafat para perawi

2. Adanya hubungan guru dan murid

3. Siyagh al-adâ‟

Sighat mu‟an‟an bisa menjadi muttasil dengan syarat86

:

1. Tidak adanya tadlîs

2. Kemungkinan adanya pertemuan antara satu sama lain. Terjadi perbedaan

pendapat di syarat yang kedua ini, yakni adanya tambahan tentang adanya

pertemuan, lamanya persahabatan, serta mengetahui tahun wafatnya.

86

Mahmûd Ṯaẖẖân, Taisîr Musṯalaẖ al-ẖadîts, h. 72

Page 70: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

55

Rincian mengenai ketersambungan sanad akan dibahas dalam tabel

dibawah ini:

NO.

Jalur al-Tirmidzî

Perawi Tahun

wafat

Sighat Nama guru Nama

murid

1. Abû Bakrah 52 H سعت Nabi Muhammad

Saw

Ziyâd bin

Kusaib

2.

Ziyâd bin

Kusaib

Abû Bakrah قال -

Sa‟d bin

Aus

3. Sa‟d bin Aus - عن Ziyâd bin Kusaib

Humaid bin

Mahrân

4.

Humaid bin

Mahrân

Sa‟d bin Aus Abû Dâud عن -

5. Abû Dâud 204 H حدثنا Humaid bin

Mahrân

Bundâr

6. Bundâr 252 H حدثنا Abû Dâud Tirmidzî

7. Tirmidzî 279 H حدثنا Bundâr -

Tabel di atas menunjukan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzî

sanadnya bersambung.

Page 71: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

56

NO.

Jalur Ahmad bin Hanbal

Perawi Tahun

wafat

Sighat Nama guru Nama

murid

1. Abû Bakrah 52 H سعت Nabi Muhammad

Saw

Ziyâd bin

Kusaib

2.

Ziyâd bin

Kusaib

Abû Bakrah عن -

Sa‟d bin

Aus

3. Sa‟d bin Aus - عن Ziyâd bin Kusaib

Humaid bin

Mahrân

4.

Humaid bin

Mahrân

Sa‟d bin Aus حدثنا -

Muhammad

bin Bakr

5.

Muhammad

bin Bakr

204 H حدثنا Humaid bin

Mahrân

Ahmad bin

Hanbal

6.

Ahmad bin

Hanbal

241 H حدثنا Muhammad bin

Bakr

-

Tabel di atas menunjukan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin

Hanbal sanadnya bersambung.

5. Natîjah (Kesimpulan)

Setelah penulis melakukan penelitian sanad dengan meneliti kepribadian

para periwayat, dan melihat beberapa pendapat kritikus hadis diatas, dapat

dikatakan bahwa hadis yang diteliti belum memenuhi kriteria ke-saẖîẖ-an hadis.

Karena kesemua periwayat dalam hadis diatas tidak semuanya berpredikat tsiqah,

Page 72: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

57

diantaranya terdapat periwayat yang sadûq yaitu Muhammad bin Basysyâr, sadûq

lahû aghâliṯ yaitu Sa‟d bin Aus dan maqbûl yaitu Ziyâd bin Kusaib. Tetapi

predikat para perawi hadis di atas termasuk kategori ta‟dil, dan hal ini sangat

mempengaruhi kualitas hadis yang diriwayatkannya, oleh karena itu penulis

menilai hadis ini ẖasan. Adapun, dari segi sanadnya hadis ini dinilai muttasil

(bersambung) karena tidak adanya terputus jalur periwayatan pada sanad.

B. Kritik Matan Hadis

Dalam menentukan ke-saẖîẖ-an atau ke-hujjah-an suatu hadis, tidak

cukup dengan hanya meneliti sanad, maka dengan itu matan juga memiliki

kepentingan yang sama. Karena menurut ulama hadis, suatu hadis barulah

dinyatakan berkualitas saẖîẖ apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama

berkualitas saẖîẖ.87

Ulama hadis berbeda pendapat dalam memberikan kriteria ke-saẖîẖ-an

matan hadis, perbedaan tersebut mungkin dikarenakan latar belakang, keahlian,

alat bantu dan persoalan serta masyarakat yang dihadapi oleh mereka berbeda.

Kriteria kesaẖîẖ-an matan hadis diantaranya sebagai berikut:

a. Meneliti matan hadis ditinjau dari kualitas sanad hadis

b. Meneliti matan hadis ditinjau dari matan yang semakna

c. Meneliti matan hadis ditinjau dari kualitas hadis yang lebih kuat

derajatnya

d. Meneliti matan hadis ditinjau dari sejarah

87

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 115.

Page 73: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

58

e. Meneliti matan hadis ditinjau dari dalil al-Qur‟an

f. Meneliti matan hadis ditinjau dari segi akal sehat

Dari beberapa poin dalam mengkritik matan hadis yang telah dipaparkan,

adapun yang menjadi unsur-unsur acuan utama yang harus dipenuhi oleh suatu

matan yang berkualitas sahîh adalah terhindar dari syâdz (kejanggalan) dan „illat

(kecacatan). Dan di sini penulis akan menggunakan beberapa langkah penelitian

matan hadis sebagai berikut:

a. Meneliti matan hadis ditinjau dari kualitas sanad hadis

b. Meneliti matan hadis ditinjau dari matan yang semakna

c. Meneliti matan hadis ditinjau dari dalil al-Qur‟an

d. Meneliti matan hadis ditinjau dari sejarah

e. Meneliti matan hadis ditinjau dari segi bahasa

f. Meneliti matan hadis ditinjau dari segi akal sehat

a. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanadnya.

Dilihat dari segi obyek penelitian, matan dan sanad hadis memiliki

kedudukan yang sama, yakni sama-sama penting untuk diteliti dalam hubungannya

dengan status ke-hujjah-an hadis. Suatu matan hadis tidak dianggap saẖîẖ apabila

sanadnya diragukan. Dari hasil penelitian sanad yang telah dilakukan, penulis

mendapati hadis di atas beserta mukharrij-nya telah diriwayatkan dalam keadaan

bersambung dan periwayatannya tidak semuanya bersifat tsiqah, karena terdapat

juga periwayat yang bersifat sadûq, maqbûl, maka hal ini dapat mempengaruhi ke-

Page 74: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

59

sahîh-an hadis tersebut. Oleh karena itu dengan melihat kualitas sanad, maka

menurut penulis hadis ini dinilai ẖasan.

b. Meneliti Matan yang Semakna.

Periwayatan matan hadus dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu riwâyat bi

al-lafaẕi dan riwâyat bi al-ma‟na. Riwâyat bi al-lafẕi adalah menyampaikan

kembali kata-kata Nabi dengan redaksi kalimat yang sama dengan apa yang

disabdakan beliau. Dengan periwayatan bi al-lafẕî, maka tidak ada perbedaan

antara seorang perawi lainnya dalam menyampaikan hadis Nabi Saw. akan tetapi

dalam kenyataannya banyak sekali hadis yang ada dalam kitab-kitab karya para

ulama ditulis dengan redaksi kalimatnya, meskipun makna yang dikandungnya

sama. Hal ini menunjukkan bahwa perawi tidak meriwayatkan hadis dengan cara

riwâyat bi al-lafzî melainkan dengan cara riwâyat bil ma‟na.88

Perbedaan dalam redaksi (matan) dengan matan hadis yang sejalur

dengannya, karena periwayatan secara makna menurut ulama hadis dapat

ditoleransi, sepanjang tidak menyalahi kandungan makna hadis dari Rasûlullȃh

Saw. baik itu pergantian lafal, perbedaan struktur, maupun pengungkapannya

sempurna atau tidak, semuanya masih dapat diterima sebagai sabda yang berasal

dari Rasûlullȃh Saw..

Untuk memperjelas adanya perbedaan lafal yang dimaksud, penulis telah

menghimpun dan menyandingkan hadis-hadis yang semakna untuk mengetahui

88

Bustamin dan M. Isa. H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 131

Page 75: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

60

bagaimana bentuk periwayatan dari hadis tersebut, apakah bi al-lafdzi atau bi al-

ma‟nâ, berikut penulis cantumkan hadis-hadisnya:

Teks hadis dalam kitab Sunan al-Tirmidzî:

بابنعامروىويطبوعليوثيابرقاقف قالأبوبل كنتمعأببكرةتتمن لانظرواقالعترسولالل من»ي قول-ملسو هيلع هللا ىلص-إلأميني لبسثيابالفس اق.ف قالأبوبكرةاسكتس

فاألرضأىانوالل «.أىانسلطانالل

Teks hadis dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal

عترسولالل ت بارك»ي قول-ملسو هيلع هللا ىلص-قالس ي وممنأكرمسلطانالل ن ياأكرموالل وت عالفالد

ي ومالقيامة ن ياأىانوالل ت باركوت عالفالد .« القيامةومنأىانسلطانالل

Kedua teks hadis di atas terdapat beberapa perbedaan dalam matan

hadisnya. Pada matan hadis al-Tirmidzî memakai lafaẕ أهان kemudian pada matan

hadis Ahmad bin Hanbal terdapat tambahan تبارك وتعالى فى الدويا أكرمه مه أكرم سلطان الله

يىم القيامة .الله

Pada matan hadis di atas tampak adanya perbadaan lafal, tetapi perbedaan

lafal itu tidak begitu menonjol justru saling melengkapi satu sama lain, sehingga

dapat memudahkan dalam memahami hadis tersebut. Dengan demikian, apabila

ditempuh metode muqȃranah terhadap perbedaan lafal pada berbagai matan yang

semakna, maka dapat dinyatakan bahwa perbedaan lafal tersebut masih dapat

ditoleransi.

Page 76: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

61

c. Meneliti Matan ditinjau dari Dalil al-Qur’an

Penelitian dengan pendekatan ini yaitu dilatar belakangi oleh anggapan atau

pemahaman bahwa al-Qur‟an adalah sumber pertama dalam ajaran Islam untuk

melakukan syari‟at, baik usûl maupun yang furu‟, maka al-Qur‟an haruslah

berfungsi sebagai penentu hadis yang dapat diterima dan bukan sebaliknya, hadis

yang tidak sejalan dengan al-Qur‟an haruslah ditinggalkan sekalipun sanadnya

sahîh.

Menghina, mencela atau mengolok-olok orang lain terlebih sesama muslim

termasuk perbuatan yang bisa menyakiti hati orang lain. Sehingga hal ini bisa

menimbulkan hubungan yang tidak baik diantara keduanya. Hal ini bisa merusak

silaturahim yang sebelumnya terjalin dengan baik. Menyakiti orang lain termasuk

perbuatan maksiat kepada Allah Swt. sehingga melalui firman-Nya Allah

menyebutkan konsekuensi yang akan diterimanya, bila ia menyakiti hati orang

lain.

(95ا)وال ذيني ؤذونالمؤمنيوالمؤمناتبغيمااكتسبواف قداحتملواب هتانوإثامبين

Artinya:

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan,

tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul

kebohongan dan dosa yang nyata.

Pada ayat sebelumnya menjelaskan larangan menyakiti Allah Swt. yaitu

dengan bersikap, berucap, atau melakukan hal-hal yang mengandung makna

pelecehan terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan melaknat mereka

dengan menjauhkannya dari rahmat dan kasih sayang-Nya di dunia dan di akhirat,

serta menyediakan bagi mereka siksa yang menghinakan. Orang-orang mukmin

Page 77: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

62

adalah para pengikut Nabi Saw. yang mencintai beliau serta beliau cintai maka

menyakiti orang mukmin berarti menyakiti Rasul Saw. menyakiti Rasulullah

mengandung murka Allah Swt. dan Allah yang akan membalas perbuatannya

dengan membebani diri mereka sendiri dengan suatu beban yang semestinya tidak

mereka pikul dengan susah payah. Oleh karena itu, siapapun yang menyakiti hati

orang-orang mukmin tanpa adanya kesalahan yang mereka perbuat, siksa Allah-lah

yang akan mereka dapat.

Kemudian ada ayat al-Qur‟an yang membahas tentang berpakaian, yaitu

dalam surat al-A‟râf ayat 31.

المسرفي مسجدوكلواواشربواولتسرفواإن وليب كل يبنآدمخذوازين تكمعند

Artinya:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid,

makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah idak

menyukai orang-orang yang berlebihan”. (QS. Al-A‟râf [7]: 31

Ayat di atas menjelaskan tentang cara berpakaian ketika hendak melakukan

salat yaitu memakai pakaian yang paling baik dan paling suci dalam setiap salat

dan ṯawâf.89

Berdasarkan ayat ini, penulis berpendapat bahwa ketika seseorang

memakai pakaian yang bagus ketika hendak ke masjid untuk beribadah, maka hal

itu tidak bertentangan dengan al-Qur‟an. Dengan catatan tidak berlebih-lebihan

juga bukan untuk menunjukkan kesombongan.

89

Muhammad Ali ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir (Tafsir-tafsir Pilihan) (Jakarta: Pustaka

al-Kautsar, 2001), jilid. 2, h. 296

Page 78: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

63

d. Meneliti Matan Hadis ditinjau dari Segi Akal Sehat

Matan hadis dapat dikatan saẖîẖ jika lafaẕ yang terdapat dalam matan

hadis bisa diterima oleh akal sehat, karena hadis Nabi yang saẖîẖ tidak akan

bertentangan dengan akal sehat dan mudah dipahami oleh umatnya. Kata-kata

yang terdapat didalam hadis tentang ancaman Allah bagi penghina pemimpin

tidak terkesan berlebihan atau dibuat-buat. Karena sultan atau pemimpin yang taat

kepada Allah dan Rasul-Nya yang mendapat perlakuan hinaan atau dianggap

remeh atas kepemimpinannya dari rakyatnya, akan memperoleh balasan hinaan

dari Allah berupa siksaan-siksaan di akhrirat kelak. Hal ini juga memberikan

pesan moral kepada kita agar tetap bersikap santun dan menghormati pemimpin.

C. Penjelasan Kandungan Matan Hadis

Sebelum menjelaskan mengenai kandungan matan hadis, penulis hendak

memaparkan mengenai biografi „Abdullah bin „Âmir agar bisa lebih mengetahui

sosoknya sebagai gubernur Basrah yang menjadi pembahasan dalam hadis

tersebut.

a. Biografi ‘Abdullah bin ‘Âmir

Dalam hadis yang penulis teliti, sosok Ibn „Âmir yang mendapat penghinaan

dari Abû Bilâl, karena pada saat itu yang menjabat sebagai gubernur dinegeri

Bashrah adalah beliau. Nama lengkap beliau adalah„Abdullah bin „Âmir bin

Kuraiz bin Rabi‟ah bin Habîb bin „Abd al-Syam bin „Abd Manaf al-Umawi al-

Qurasyi. Dia merupakan panglima pasukan muslimin dan penakluk negeri-negeri

musuh. Pada tahun 29 H ia menjadi gubernur Basrah pada masa khalifah „Utsmân

bin „Affân yang menggantikan posisi Abû Mûsâ al-Asy‟arî . Beliau juga

Page 79: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

64

merupakan saudara sepupu dari khalifah Utsmân bn „Affân dari garis ibu.90

„Abdullah bin „Âmir yang menaklukkan negeri Kisra dan Khurasan, wilayah Persia

terkikis habis pada zaman „Ustmân r.a. atas usahanya. Ia juga menaklukkan

Sijistan, Karman dan negeri-negeri lainnya. Al-Dzahabi berkomentar: “Ia termasuk

penguasa „Arab terkemuka, pemberani dan dermawan.91

Khalifah „Utsmân

mengangkatnya menjadi gubernur Mekkah pada tahun 36 H. Namun, ketika „Ali

bin Abi Talib menjadi khalifah, dia dicopot dari jabatan itu. Ia ikut dalam perang

Jamal bersama „Aisyah, Talhah, dan al-Zubair. Setelah kelompoknya kalah, dia

lantas pergi ke Damaskus dan bergabung dengan Muawiyah. Kemudian Muawiyah

menunjuknya sebagai gubernur Basrah setelah putra Abû Sufyân ini berdamai

dengan Hasan bin „Ali. Beberapa waktu kemudian Ibn „Âmir meninggalkan kota

itu dan bermukim di Madinah lalu pindah ke Mekkah dan wafat di tanah suci. Ia

dimakamkan di bumi „Arafah. Beliau dikenal sebagai sosok pemberani, penyayang

dan cinta pembangunan. Ia bahkan membeli rumah-rumah di Basrah yang

kemudian dihancurkan untuk dijadikan jalan-jalan yang lapang.92

Berdasarkan pemaparan di atas, „Abdullah bin „Âmir adalah sosok

pemimpin yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, juga sebagai sosok pemimpin

yang pemberani juga penyayang.

Dalam matan hadis ini, terdapat kata sulṯân. Sulṯân berasal dari akar kata

sîn, lâm dan ṯa‟ (سلط) artinya kekuatan dan penaklukan, karena seorang penguasa

90

Al-Dzahabî, Siyar A‟lâm al-Nubalâ‟, Juz. 3, h. 20 91

Utsman bin Muhammad al-Khamis, Inilah Faktanya Meluruskan Sejarah Umat Islam

Sejak Wafatnya Nabi Saw. Hingga Terbunuhnya al-Husain, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi;I, 2013),

h. 139 92

Sami bin „Abdullah al-Maghlouth, Jejak Khulafaur Rasyidin „Utsman bin „Affan,

penerjemah Fuad Syaifudin Nur (Jakarta: Almahira, 2014), h. 103

Page 80: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

65

atau pemimpin itu memiliki kekuatan, maka dinamai sulṯân. Disisi lain, sulṯân

diartikan sebagai hujjah (dalil, orang kepercayaan) dan burhân (petunjuk),

sehingga seorang pemimpin disebut sulṯân karena pemimpin itu orang yang diberi

kepercayaan oleh Allah Swt. untuk memimpin di muka bumi ini. Sulṯân juga bisa

diartikan sebagai kekuatan seorang raja.93

Bentuk jama‟ (plural) dari kata sulṯân

adalah سالطيه .94

Dalam sebuah hadis dijelaskan mengenai definisi sulṯân, yaitu Yahya

mengartikan sultan adalah bayangan Allah.95

Hal ini mengisyaratkan bahwa

pemimpin adalah perwakilan Allah di muka bumi, ini juga mengisyaratkan bahwa

pemimpin harus selalu dekat kepada Allah. Pemimpin yang selalu dekat dengan

Allah senantiasa berbuat adil terhadap orang-orang yang dipimpinnya, sehingga

dengan adanya pemimpin yang adil adalah nikmat Allah yang patut disyukuri.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sulṯân adalah

seseorang yang diberikan kepercayaan oleh Allah Swt. dan diberikan kekuatan

untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini.

93

Muhammad bin Makram bin Manẕûr al-Afrîqî al-Misrî, Lisân al-„Arab (Beirût: Dâr

Ṣâdir, t.t.), juz. 7, h. 320 94

Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyyah ,Al-Mu‟jam al-Wasîṯ (Teheran: al-Maktabah al-

„Ilmiyyah, t.t.), h. 918 95

Redaksi hadisnya adalah,

أخبنعليبندمحماملقرئ،أنالسنبندمحمبنإسحاق،نيوسفبنيعقوب،ندمحمبنأيببكي،نمسلمكسيب،شهدتأببكرةيوممجعة -بنسعيدالولن،نحيدبنمهران،عنسعدبنأوس،عنزيدبن

دهللابنعامر،فخرجعلىالناسوعليوقميصوعلىالناسعب-وذلكقبلأنيبناملسجدوىويومئذقصبالسلطانظلهللافاألرض،فمن»مرققوبردان،مرجلرأسوفقالأبوبكرة:سعترسولهللاملسو هيلع هللا ىلصيقول:

«أكرموأكرموهللا،ومنأىانوأىانوهللا

Al-Baihaqi, Syu‟ab al-Imân, Juz. 15, h. 423 (al-Maktabah al-Syâmilah)

Page 81: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

66

Selanjutnya mengenai definisi أهان, menurut kamus al-Mujam al-Wasîṯ96

diartikan sebagai menganggap remeh sesuatu atau menganggap rendah orang lain,

atau bisa juga diartikan menghina, melecehkan serta merendahkan. Kata ini lebih

cenderung pada bentuk penghinaan atau merendahkan orang lain dalam bentuk

perkataan, perbuatan. Berbeda dengan lafaẕ sabba, yang sama-sama memiliki

definisi menghina akan tetapi dalam bentuk perkataan. Jadi kata أهان lebih khusus

dibandingkan kata sabba, sehingga dalam hadis ini kata yang digunakan adalah

lafaẕ أهان bukan lafaẕ sabba.

Salah satu ayat al-Qur‟an yang menggunakan kata yang berasal dari lafaẕ

terdapat dalam surat al-Fajr [89]: 16 أهان

أىاننوأم اإذامااب تله ف قدرعليورزقوف ي قولريب

Adapun bila mengujinya lalu membatasi rezekinya maka ia berkata:

“Tuhanku telah menghinakanku.”

Pada ayat ini, kata أهاوه diartikan dihinakan. Maksudnya ketika Allah Swt.

menguji manusia dengan keterbatasan harta benda, mereka beranggapan bahwa

Allah telah menghinakannya juga menganggap bahwa keterbatasan harta atau

kepedihan sebagai hasi ujian, padahal hal tersebut merupakan bahan ujian yang

kemudian penilaian akhir akan disampaikan di hari Kemudian. Jadi, keterbatasan

rizki bukanlah suatu penghinaan terhadap manusia, karena sekian banyak dari

96

Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyyah, al-Mu‟jam al-Wasîṯ (Teheran: al-Maktabah al-

„Ilmiyyah, t.t.), h. 443

Page 82: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

67

hamba-hamba-Nya yang saleh justru hidup dalam kesempitan atau

kesederhanaan.97

Berikutnya terdapat kata ثياب الفسهاق diambil dari kata yang (kefasikan) الفسك

di-taghlîẕ menjadi الفسهاق. Dalam kitab Mirqât al-Mafâtîẖ syarẖ Misykât al-Masâbîẖ

dijelaskan mengenai makna ثياب الفسهاق . pertama, artinya kain sutra yang sangat

halus yang haram dipakai oleh laki-laki. Kedua, nasihat bahwa memakai pakaian

yang tipis bisa menimbulkan fitnah. Ketiga, yang dimaksud bukan jenis

pakaiannya, melainkan mengenakan pakaian yang halus itu kebiasaan orang-orang

mewah yang dinisbatkan kepada kefasikan.98

Kala itu beliau hendak melakukan khutbah jum‟at99

dengan mengenakan

pakaian yang bahannya tipis, dengan rambutnya tersisir rapi.100

Pada saat itu, Abû

97

M. Quraysh Shihâb, Tafsîr al-Mishbâh, Vol. 15, h. 293 98

Al-Malâ „Alî al-Qârî, Mirqât al-Mafâtîẖ syarẖ Misykât al-Masâbîẖ, al-Maktabah al-

Syâmilah.

99Al-Dzahabî, Siyar A‟lâm al-Nubalâ‟, Juz. 14, h. 507

.املشهوراملسنداحبالروين،ىارونبندمحمبكر،أبوالثقة،الافظالمام*الروينإبراىيمبندمحمأخبنالافظ،السنبنعليأخبنبركات،بنإبراىيمأخبنالذىيب،يوسفبندمحمعلىقرأت

حدثناالروين،ىارونبندمحمأخبنهللا،عبدبنجعفرأخبنأحد،بنعبدالرحنالفضلأبوأخبنسعدويو،بنكسيب،بنزيدعنأوس،بنسعدعنمهران،بنحيدحدثناداود،أبوأخبنالبصري،حسنبنمبشر

انظروا:بللأبوفقالاملنب،تتبللوأبورقاق،ثيابوعليواجلمعةإلعامربنهللاعبدخرج:قالالعدويمن:"يقولوسلمعليوهللالىهللارسولسعت:املنبتتوىوبكرةأبوفقال.الفساقلباسيلبسأميكمإل

"هللاأىانو الرض،فهللاسلطانأىان100

Abû Bakr Ahmad bin al-Husain bin „Alî al-Baihaqî, al-Sunan al-Kubrâ (Hindi: Dâirah

al-Ma‟ârif al-Niẕâmiyah, 1344 H), juz. 2, h. 31

ث ناالص ف ارعب يدبنأحدأخب رنعبدانبنأحدبنعلى أخب رن يازى الحبنإب راىيمحد ث ناالش بنمسلمحد ث ناب راىيمإ ث ناالكندى مهرانبنحيدحد بنالل عبدكان:قالالعدوىكسيببنزيدعنأوسبنسعدحد

لرقاقثيابعليوالن اسيطبعامر المن بجنبإلجالسبكرةوأبوقالدخلث ي وماى فصل قالشعرهمرجف قالبكرةأبوفسمعوبلفس اقوي تشب والرقاقي لبسوسيدىمالن اسأميإلت رونأل:بللأبومرداسف قال

Page 83: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

68

Bakrah duduk dekat dengan mimbar, Abû Bilâl berkomentar “lihatlah pemimpin

kita, mereka mengenakan pakaian tipis yang menyerupai orang-orang fasik”. Abû

Bilâl adalah Abû Burdah bin Abî Mûsâ al-Asy‟arî, ia memiliki anak bernama Bilâl

dan Abû Mûsâ al-Asy‟arî pernah menjadi gubernur Basrah sebelum dilengserkan

dan digantikan oleh Ibn Âmir.101

Kemudian Al-Mubârakfûrî menjelaskan pakaian

yang dikenakan adalah pakaian sejenis sutra, karena itu adalah pakaian orang-

orang penikmat dunia.

Ibn „Âmir menggunakan pakaian mewah yang berbahan sutra, akan tetapi

kandungan sutra yang digunakan tidaklah banyak. Karena Nabi Muhammad Saw.

mengharamkan laki-laki memakai pakaian yang terbuat dari sutra.102

Akan tetapi,

Nabi Saw. memberikan keringanan bagi laki-laki yang hendak memakai pakaian

yang mengandung sutra.

بنحربوإسح ر وزىي وأبوغس انالمسمعى القواريرى بنعمر عب يدالل ث نا اقبنإب راىيمحد

بش ار وابن المث ن بن د -وبم ث نا حد اآلخرون وقال أخب رن إسحاق ىشام-قال بن معاذ

عمربن عنسويدبنغفلةأن ثنأبعنق تادةعنعامرالش عب الط ابخطببجلابيةحد

ب عيأوثلثأوأربع-ملسو هيلع هللا ىلص-ف قالن هىنب الل موضعإ .عنلبسالريرإل 103

يلعلبنو أمابكرةأبوف قاللوفدعاهبللأبلادعاأل الل رسولسعتوقدآنفالألميمقالتكسعتقدإن «.الل أىانوالل سلطانىانأومنالل أكرموالل سلطانأكرممن:»ي قول-وسلمعليوهللالى-

101 Muhammad bin Abdurrahman bin „Abdurrahîm al-Mubârakfûrî, Tuhfat al-Aẖwadzî

bisyarẖ Jâmi‟ al-Tirmidzî (Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.), juz. 6. H. 6 102

Al-Bukhârî, Saẖîẖ al-Bukhârî, juz. 54, h. 336

يحعنماىدعناب عتابنأبن ث ناأبقالس ث ناوىببنجريرحد حد ث ناعلى -رضىهللاعنو-نأبلي لىعنحذي فةحد بوالفض ة،وأننكلفيها،وعنلبسالريروالديباج،وأننلسعليوأننشربفآنيةالذ ى-ملسو هيلع هللا ىلص-قالن هانالن ب

103 Muslim, Saẖîẖ Muslim, juz. 14, h. 31

Page 84: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

69

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami „Ubaidillah bin „Umar al-Qawârîri, Abû

Ghassân al-Misma‟I, Zuhair bin Harb, Isẖâq bin Ibrâhîm, Muhammad bin

al-Mutsannâ, Ibn Basysyâr, Isẖâq berkata, telah mengabarkan kepada

kami dan yang lain berkata telah menceritakan kepada kami Mu‟âdz bin

Hisyâm, telah menceritakan kepada kami ayahku dari Qatâdah, dari „Âmir

al-Sya‟bî dari Suwaid bin Ghafalah, bahwasanya „Umar bin Khaṯṯâb

berkhutbah, beliau berkata Nabi Muhammad Saw. melarang memakai

sutra kecuali seukuran dua, tiga atau empat jari. (H.R. Muslim)

Dalam hadis ini, Rasulullah Saw. membolehkan laki-laki memakai

pakaian yang berbahan sutra, namun dengan syarat kandungan sutranya tidak

melebihi ukuran dua, tiga atau empat jari saja.

Al-Mubârakfûrî juga menjelaskan bahwa yang dimaksud hadis di atas

ialah, barang siapa yang merendahkan orang yang Allah Swt. mulyakan dan

menjadikannya pemimpin, atau siapa saja yang melecehkan seorang hakim atau

melanggarnya maka Allah akan menghinakannya. Menurut al-Ṯîbî tanggapan Abû

Bakrah atas perkataan Abû Bilâl dengan tuduhan fasik yang disebabkan pakaian

yang digunakan Ibn „Amir itu karena Abû Bakrah menganggap Abû Bilâl tidak

berhak menuduh Ibn „Amir orang fasik karena diketahui dari biografinya, beliau

adalah seseorang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Keterkaitan kalimat سلطان

} إوها جعلىاك dengan al-arḏ karena firman Allah Swt. dalam surat Sâd ayat 26 الله

.”sesungguhnya kami menjadikan engkau khalifah di muka bumi“ خليفة في األرض {

Kata sulṯân yang di-iḏâfat-kan kepada lafaẕ Allah merupakan bentuk Allah Swt.

memuliakan siapa saja yang menjadi pemimpin dimuka bumi ini.

Kemudian al-Mubârukfûrî menuturkan sebuah kisah salah satu keturunan

dari Rasulullah Saw. yaitu Ja‟far al-Sâdiq sedang bersama Sufyân al-Tsaurî. Saat

Page 85: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

70

itu Ja‟far mengenakan jubah yang berbahan sutra berwarna gelap, Sufyân al-Tsaurî

berkata: “Wahai keturunan Rasulullah Saw. baju ini bukanlah pakaianmu”.

Kemudian Ja‟far membuka lengan baju jubahnya, dan ternyata didalamnya beliau

mengenakan pakaian yang terbuat dari benang wol yang biasa dipakai oleh

kalangan sufi berwarna putih seraya berkata: “Wahai Tsaurî, baju yang kami pakai

ini karena Allah, sedangkan jubbah ini karena kalian semua, sesuatu yang

diperuntukan Allah kami sembunyikan dan apapun yang diperuntukan kalian kami

perlihatkan.”104

Al-Imâm Hujjah al-Islam juga menuturkan sebuah kisah dalam

kitab Minhâj al-„Abidîn bahwa suatu hari Farqad al-Sinjî masuk ke rumah Hasan,

ia mengenakan pakaian yang bagus, Farqad pun memegang bajunya. Kemudian

Hasan berkata: “mengapa engkau melihat bajuku, bajuku adalah bajunya orang-

orang ahli surge, sedangkan bajumu adalah bajunya orang-orang ahli neraka.

Telah sampai kepadaku, mayoritas penghuni neraka adalah orang-orang yang

berpakaian, kemudian Hasan berkata lagi, pakaian mereka seperti orang zuhud

tapi hati mereka penuh dengan kesombongan”.105

Al-Imâm Muhammad bin Sâliẖ al-„Utsaimin menjelaskan dalam syarẖ

kitab Riyâḏ al-Sâlihîn, maksud dari “Barangsiapa mencela pemimpin Allah, maka

Allah akan menghinakannya”, adalah sebagai berikut106

:

1. Menghina dan menganggap rendah terhadap segala urusan pemimpin

104

Al-Mubârakfûrî, Tuhfat al-Ahwadzî (Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, t.t.), Juz. 6, h. 6 105

Al-Malâ „Alî al-Qârî, Mirqât al-Mafâtîẖ syarẖ Misykât al-Masâbîẖ, al-Maktabah al-

Syâmilah, Juz. 11, h. 332 106

Muhammad bin Sâliẖ al-„Utsaimin, Syarẖ Riyâḏ al-Sâliẖîn (Riyâḏ: Dar al-Watan, 1435

H), Jilid 3, h. 673

Page 86: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

71

2. Jika sultan melakukan sesuatu, tapi orang-orang tidak melihatnya. Ia

berkata: “lihatlah, apa yang sultan lakukan?” dengan maksud untuk

mencemooh atau menghinakan urusan-urusan sultan dihadapan manusia

Jika ia menghina urusan pemimpin di hadapan manusia, maka orang-orang

pasti akan menghinannya, kemudian mereka tidak melaksanakan

perintahnya serta tidak menjauhi apa yang dilarang oleh pemimpin tersebut.

Sedangkan maksud dari Allah akan menghinakannya di akhirat kelak

adalah Allah akan menimpakkan kepadanya berupa siksaan. Sebagaimana yang

tertera dalam firman Allah dalam surat al-Hajj [22]: 18

الل يسجدلومنفالس ماواتومنفاألرضوالش مسوالقمروالن جومواجل بالوالش جرألت رأن

من لو الل فما يهن العذابومن عليو حق الن اسوكثي من وكثي ماوالد واب الل ي فعل إن مكرم

يشاء

Apakah engkau tidak melihat bahwa Allah, bersujud kepada-Nya siapa yang

ada di langit, dan di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pepohonan,

binatang-binatang yang melata, dan banyak di antara manusia, dan banyak

(pula) yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan

Allah maka tidak ada yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa

yang Dia kehendaki.

Pada ayat ini, يهه diartikan sebagai penghinaan yang Allah berikan kepada

manusia berupa ketetapan siksa-Nya. Siksaan ini diberikan kepada mereka yang

enggan melaksanakan tuntunan syariat.107

107

M. Quraysh Shihâb, Tafsîr al-Mishbâh, Vol. 8, h. 177

Page 87: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

72

Oleh karena itu, apabila ada orang-orang yang mencela pemimpin dengan

membeberkan aib-aibnya dihadapan manusia dengan maksud untuk merendahka

pemimpin tersebut, maka Allah akan menghinakannya. Hal itu terjadi karena jika

seseorang mencela pemimpin dengan perkara seperti ini, dapat memicu manusia

untuk memberontak dan mereka bermaksiat kepadanya dan itu menjadi penyebab

timbulnya kejelekan-kejelekan dan Allah akan menghinakannya. Allah akan

menghinakannya didunia dengan ditimpakannya siksaan terhadap sipencela,

namun jika ia tidak mendapatkan hukuman di dunia, ia berhak mendapatkan

hinaan di akhirat kelak berupa siksaan, karena perkataan Rasulullah itu benar

adanya.

D. Kesimpulan Matan Hadis

Kesimpulannya, penghinaan terhadap pemimpin adalah menganggap

rendah terhadap segala urusannya dengan membeberkan aib-aibnya di hadapan

manusia agar tidak ada seorang pun yang mentaati perintah dan menjahui larangan

pemimpin dengan tujuan timbulnya pemberotakan dan kemaksiatan. Jika

pemberontakan itu terjadi, akan menimbulkan fitnah serta merusak agama dan

dunia, maka hal inilah yang menjadikan Allah Swt. murka kepada si pencela

pemimpin dengan menghinakaanya di dunia berupa hukuman atas perbuatannya.

Akan tetapi jika ia tidak memperoleh hukuman di dunia ia pasti akan mendapatkan

balasan atas perbuatannya di akhirat berupa penghinaan Allah Swt. yaitu siksaan-

siksaan.

Ada hadis yang secara umum melarang kita agar tidak mencela para

pemimpin.

Page 88: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

73

حدثناىديةبنعبدالوىاب،ثناالفضلبنموسى،حدثناحسيبنواقد،عنقيسبنلتسبوا»،قال:هنانكباؤنمنأحابرسولهللاملسو هيلع هللا ىلصقال:وىب،عنأنسبنمالك

108«(،واتقواهللاوابوا؛فإناألمرقريب1تبغضوىم)أمراءكم،ولتغشوىم،ول

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Hadiah bin „Abdul Wahhâb, telah

menceritakan kepada kami al-Faḏl bin Mûsâ, telah menceritakan kepada

kami Husain bin Wâqid, dari Qais bin wahb, dari Anas bin Mâlik, ia

berkata: para pembesar sahabat Rasulullah Saw. melarang kami, ia

berkata “janganlah kalian mencela para pemimpin kalian, jangan menipu

mereka, jangan marah kepada mereka, bertakwalah kepada Allah dan

bersabarlah, karena urusannya sudah dekat”.

Atau dalam bentuk redaksi yang berbeda,

قال:"كاناألكابرمنأحابرسولهللالىهنع هللا يضرحدثناسفيان،عنقيسبنوىبعنأنسبنمالك

109ينهونعنسباألمراء". هللاعليووعلىآلووسلم

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Sufyân, dari Qais bin Wahb dari Anas

bin Mâlik r.a., ia berkata: “para pembesar sahabat Rasulullah Saw.

melarang kami mencela para pemimpin”.

Dalam hadis ini, orang-orang Islam dilarang mencela pemimpin yang

muslim karena celaan itu bisa menimbulkan fitnah, bahwa celaan itu merupakan

awal timbulnya fitnah. Mencela pemimpin bukanlah solusi yang tepat ketika

pemimpin melakukan kesalahan, akan tetapi solusinya adalah dengan menegurnya

secara baik-baik dan mendoakannya agar ia memperoleh hidayah, taufik, agar bisa

108 Al-Baihaqi, Syu‟ab al-Imân, Juz. 6, h. 69 (al-Maktabah al-Syâmilah) 109

Ibn „Âsim, al-Sunnah, Juz. 3, h. 34 (al-Maktabah al-Syâmilah)

Page 89: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

74

memimpin negaranya dengan baik. Karena celaan tidak akan membawa kebaikan,

perdamaian, juga bukan ajaran Islam.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menilai

seseorang tidak boleh berdasarkan penampilan atau pakaian yang ia kenakan saja,

karena apa yang terlihat dari luar belum tentu menggambarkan apa yang ada

dihatinya. Bisa saja orang yang terlihat selalu berpenampilan mewah justru

hatinya selalu bersikap zuhud, atau sebaliknya, orang yang berpakaian biasa saja

atau bahkan compang-camping tetapi hatinya hub al-dunyâ. Begitu juga dengan

apa yang terjadi dengan „Abdullah bin „Âmir, ia berpakaian mewah karena ia

adalah seorang pemimpin di Basrah, dengan pakaiannya itu menunjukkan

kewibawaannya sebagai seorang pemimpin serta bentuk rasa syukur kepada Allah

Swt. atas karunia-Nya yang telah memilihnya sebagai salah satu pemimpin di

muka bumi ini. Maka dari itu Abû Bakrah menegur Abû Bilâl dengan melontarkan

sebuah hadis tentang balasan orang yang meremehkan salah satu pemimpin Allah

di bumi yaitu Allah akan menghinakannya di akhirat kelak. Balasan Allah

terhadap pencela pemimpin adalah hinaan yang akan Allah berikan, yaitu berupa

siksaan-siksaan yang telah Allah Swt. siapkan di akhirat kelak. Hal itu diberikan

karena celaan terhadap para pemimpin itu menjadikan seseorang tidak taat kepada

mereka, melakukan maksiat, bahkan bisa memicu timbulnya pemberontakan dan

bisa berujung terjadinya fitnah besar. Jika ia tidak taat kepada pemimpin, berarti ia

tidak taat juga kepada Allah dan Rasul-Nya, jika ia bermaksiat kepada pemimpin,

berarti ia juga berarti kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena berdasarkan dalil-dalil

Page 90: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

75

yang ada termaktub dalam al-Qur‟an dan hadis, bahwa menaati pemimpin itu

wajib, selama taatnya bukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sebagai seorang mukmin yang bertakwa kepada Allah Swt. dan sebagai

pengikut Rasulullah Saw. sebaiknya selalu mendoakan para pemimpin agar selalu

memperoleh taufik dan hidayah-Nya dalam menjalankan tampuk kepemimpinan

yang selalu membawa kebaikan dunia dan akhirat.

Page 91: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

76

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis memaparkan seluruh hal yang berkaitan dengan hadis

ancaman Allah Swt. bagi pencela pemimpin, dapat disimpulkan bahwa: Dari hal

yang menyangkut sanad dan matan yang telah dibahas dalam bab tiga, kemudian

setelah melihat banyak kritikan dari ulama juga.

Berikut penjelasan dari masing-masing jalur yang telah di teliti

1. Jalur Imam al-Tirmidzî. Rangkaian sanad pada jalur ini adalah al-Tirmidzî (w.

279 H), Bundâr (w. 252 H), Abû Dâud al-Ṯayâlisî (w. 204 H), Humaid bin

Mahrân, Sa‟d bin Aus, Ziyâd bin Kusaib, Abû Bakrah (w. 52 H), Nabi

Muhammad Saw. Pada jalur ini, kualitas hadisnya tidak bisa dikategorikan

hadis saẖîẖ, karena Bundâr dinilai sadûq, kemudian Sa‟d bin Aus berpredikat

sadûq lahû aghâlîṯ sedangkan Ziyâd bin Kusaib maqbûl. Selain tiga perawi ini

semuanya berpredikat tsiqah. Akan tetapi, semua sanadnya bersambung, tidak

ada yang terputus. Hal ini dapat dilihat dari tahun wafat dan adanya liqâ‟ antara

guru dan murid, sehingga sanadnya muttasil.

2. Jalur Ahmad bin Hanbal, sanadnya adalah Ahmad bin Hanbal (w. 241 H),

Muhammad bin Bakr (w. 204 H), Humaid bin Mahrân, Sa‟d bin Aus, Ziyâd bin

Kusaib, Abû Bakrah (w. 52 H), Nabi Muhammad Saw. Pada jalur ini, yang

membedakan adalah adanya Muhammad bin Bakr beliau berpredikat tsiqah,

sedangkan mulai dari Humaid hingga Nabi Muhammad Saw. jalurnya sama

seperti pada riwayat al-Tirmidzî. Sanad hadis ini semuanya bersambung,

karena jika dilihat dari tahun wafatnya, memungkinkan adanya pertemuan

Page 92: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

77

diantara guru dan murid, juga keduanya mencantumkan masing-masing guru

dan muridnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa hadis

yang dikaji adalah hasan gharîb. Secara kualitas para perawi dalam sanad hadis

tersebut dinilai ẖasan, karena ada beberapa perawi yang kredibilitasnya tidak

memenuhi syarat hadis saẖîẖ seperti Bundâr berpredikat sadûq, kemudian Sa‟d bin

Aus berpredikat sadûq lahû aghâlîṯ sedangkan Ziyâd bin Kusaib maqbûl. Jika

dilihat dari jumlah para perawi, hadis dengan sanad ini tidak memenuhi kriteria

hadis mutawâtir karena hadis tersebut hanya bersumber dari sahabat Abû Bakrah,

dan tidak ada sahabat lain yang meriwayatkan hadis ini, kemudian poros dari hadis

ini adalah Abû Bakrah, Ziyâd bin Kusaib, Sa‟d bin Aus dan Humaid bin Mahrân.

Oleh karena itu penulis menilai hadis ini hadis gharîb dan gharîb-nya termasuk

kategori gharîb muṯlaq karena hadis ini hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi

di asal sanadnya yaitu Abû Bakrah. Dilihat dari kajian matannya, hadis ini tidak

bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur‟an dan juga tidak bertentangan dengan akal

sehat, sehingga matan hadis maqbûl (diterima)

Berdasarkan pemaparan penulis, matan hadis ini maqbûl, karena matan

hadis ini tidak bertentangan dengan akal sehat, tidak bertentangan dengan al-

Qur‟an. Kesimpulan dari matannya adalah penghinaan terhadap pemimpin adalah

merendahkan segala urusannya dengan membeberkan aib-aibnya di hadapan

manusia agar tidak ada seorang pun yang mentaati perintah dan menjauhi larangan

pemimpin dengan tujuan timbulnya pemberotakan dan kemaksiatan. Jika

pemberontakan itu terjadi, akan menimbulkan fitnah serta merusak agama dan

dunia, maka hal inilah yang menjadikan Allah Swt. murka kepada si pencela

Page 93: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

78

pemimpin dengan menghinakaanya di dunia berupa hukuman atas perbuatannya.

Akan tetapi jika ia tidak memperoleh hukuman di dunia ia pasti akan mendapatkan

balasan atas perbuatannya di akhirat berupa penghinaan Allah Swt. yaitu siksaan-

siksaan. Apabila pemimpin melakukann kesalahan, sebaiknya pemimpin tersebut

ditegur secara baik-baik serta mendoakannya agar ia selalu memperoleh taufik dan

hidayah dari Allah Swt.

B. Saran-saran

Penulis berharap agar tulisan ini bisa didakwahkan kepada khalayak

masyarakat, agar mereka mengetahui ada ancaman Allah Swt. bagi orang-orang

yang mencela, menghina, merendahkan dan membeberkan aib-aib dari perkara

kepemimpinannya. Sehingga harus selalu berhati-hati dalam berkata dan bersikap

terhadap pemimpin agar nantinya tidak menimbulkan fitnah.

Page 94: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

79

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hadi, “Larangan Melengserkan Pemimpin Selama Masih Menegakkan

Salat” Skripsi, 2013.

Al-„Asqalȃnî, Syihab al-Dîn Ahmad ibn „Alî ibn Hajar. Tahdzîb al-Tahdzîb.

Bairût: Dȃr al-Fikr, 1995.

Al-Suyûṯî. Tadrîb al-Râwî fî Syarẖ Taqrîb l-Nawâwî. Riyâḏ: Maktabah al-Riyâḏ

al-Hadîtsah. t.t.

Al-Tirmidzî, Muẖammad bin „Îsâ. al-Jâmi‟ al-Saẖîẖ wahuwa Sunan al-Tirmidzî.

Al-Azhar: al-Dâr al-„Alamiyyah Li al-nasyr wa al-Tauzî‟, 2013.

Al-„Utsaimin, Muhammad bin Sâliẖ. Syarẖ Riyâḏ al-Sâliẖîn. Riyâḏ: Dar al-Watan,

1435 H.

Agus Salahudin dan Agus Suryadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2015.

Ahmad, Arifudin. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Jakarta: Renaisan,

2005.

Asep Sopian Hadi, “Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis Tentang Jihad yang

Paling Utama (menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang ẕalim)”.

Skripsi, 2014.

Al-Baihaqî, Abû Bakr Ahmad bin al-Husain bin „Alî. al-Sunan al-Kubrâ. Hindi:

Dâirah al-Ma‟ârif al-Niẕâmiyah. 1344 H

Bustamin dan Hasanuddin. Membahas Kitab Hadis. Ciputat: Lembaga Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Al-Dzahabî, Syams al-Dîn Abû „Abdillah Muẖammad bin Aẖmad bin „Utsmân bin

Qaimâz. Siyar A‟lâm al-Nubalâ‟ .Kairo: Maktabah al-Safâ‟, 2003.

Ihwanuddin.“Konsepsi Kepemimpinan dalam Shahih al-Bukhari: Kajian atas

Sanad dan Matan Hadis”. Skripsi, nomor 229 2001.

Isma‟il, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang,

1992.

„Itr, Nûr al-Dîn. Alfâẕ al-Jarẖ wa al-Ta‟dîl wa Aẖkâmihâ wa al-Tahqîq fî

Martabah al-Sadûq. Damaskus: Maktab Dâr al-Farfûr, 1999.

J. Riberu. Dasar-dasar Kepemimpinan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1992.

Page 95: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

80

Kementrian Agama RI. Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir al-Qur‟an

Tematik). Jakarta: PT. Sinergi pustaka Indonesia, 2012.

Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan:Apakah Kepemimpinan Abnormal

itu ?. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Khalil, Syauqi Abdul. Atlas Hadits. Jakarta: Al-Mahira, 2012.

Al-Khin, Musthafa dan Musthafa al-Bugha. Konsep Kepemimpinan dan Jihad

dalam Islam Menurut Madzhab Syafi‟i. Jakarta: Darul Haq, 2014.

Al-Mandzur, Jamaluddin Muhammad bin Mukram Ibn. Lisân al-„Arab. Beirut: Dar

Shadir, t.t.

Al-Mizzî, Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.

Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1988.

Al-Mubârakfûrî, Abû al-„Alâ‟ Muhammad bin „Abd al-Rahmân bin „Abd al-

Rahîm. Tuẖfat al-Aẖwadzî bisyarẖ Jâmi‟ al-Tirmidzî. Madinah al-

Munawwarah: al-Maktabah al-Salafiyah, 1963.

Muslim. Shaẖîẖ Muslim. Beirût, Dâr al-Fikr, tth.

Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedi al-Qur‟an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996.

Rahman, Taufiq. Moralitas Pemimpin dalam Perspektif al-Qur‟an. Bandung: Pustaka

Setia, 1999.

Rivai, Veithzal. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi. Depok: Rajagrafindo

Persada. 2014.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur‟an. Ciputat: Lentera Hati, 2010.

-------------------------. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2012.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Ilmu Kenegaraan dalam FIqih Islam. Jakarta: Bulan

Bintang, 1971.

Ash-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali. Safwatut TAfâsir (Tafsir-tafsir Pilihan).

penerjemah. Yasin. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001.

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999.

Thaẖān, Mahmūd. Taisīr Musthalah al-Hadīts. Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.

Page 96: STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS TENTANG ANCAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37191/2/SARTIKA-FU.pdftakhrîj wa dirâsat al-asânîd, karena metode inilah

81

W.J.s, Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

1976.

Wensinck. al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâẕ al-Hadîts al-Nabawi. terjemah

Muhammad Fu‟ad „Abd. Al-Baqi. Leiden: E.J. Brill, 1962.

Al-Qârî, al-Malâ „Alî. Mirqât al-Mafâtîẖ syarẖ Misykât al-Masâbîẖ. al-Maktabah

al-Syâmilah.

Muhammad Idrus Ramli, “Larangan Menghina Pemimpin”.

Prabuagungalfayed.blogspot.com > laranganmenghinapemimpin.

www.ahlalhdeeth.com

http://larangan-islam.blogspot.com/2015/04/larangan- mencaci-pemimpin.html