Upload
mugiarti-syamsudin
View
333
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akibat semakin tingginya kadar buangan domestik memasuki badan air di negara
yang sedang berkembang, maka tidak mengherankan kalau berbagai jenis
penyakit, secara epidemik ataupun endemik berjangkit dan merupakan masalah
rutin di mana-mana. Di Indonesia misalnya, setiap tahun lebih dari 3.500.000
anak-anak di bawah umur tiga tahun diserang oleh berbagai jenis penyakit perut
dengan jumlah kematian sekitar 105.000 orang. Untuk negara-negara yang telah
maju merupakan masalah pokok yang banyak dihadapi sekarang adalah kehadiran
berbagai jenis senyawa, khususnya dalam bentuk logam berat di dalam badan air.
(Suriawiria, 2003)
Air yang ada di bumi umumnya tidak dalam keadaan murni (H20), melainkan
mengandung berbagai bahan baik terlarut maupun tersuspensi, termasuk mikroba.
Oleh karena itu sebelum dikonsumsi, air harus diolah terlebih dahulu untuk
menghilangkan atau menurunkan kadar bahan tercemar sampai pada tingkat yang
aman. Air bersih adalah air yang jernih tidak berwarna, dan tidak berbau.
Meskipun demikian, air jernih yang tidak berwarna, dan tidak berbau belum tentu
aman dikonsumsi. (Suprihatin, 2003)
Air bersih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Karena untuk
mendapatkan air yang bersih sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi
barang yang mahal. Hal ini selain dikarenakan jumlah ketersediaannya yang
terbatas, juga karena banyaknya air yang tercemar oleh bermacam-macam limbah
dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari
kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Ketergantungan manusia terhadap air pun semakin besar sejalan dengan
perkembangan penduduk yang semakin meningkat. Di tengah pertambahan
jumlah penduduk perkotaan, kesulitan menemukan sumber air layak minum sudah
menjadi keluhan bagi warga kota. Pemukiman di kota yang semakin padat telah
menyebabkan penurunan kualitas air tanah dan jarak sumur dengan jamban begitu
dekat. Akibatnya pencemaran semakin parah, dan air bersih untuk dikonsumsi
semakin sulit untuk ditemukan. Hal ini memicu peningkatan permintaan berbagai
produk pangan, sandang, dan papan. Kemudian memicu pembangunan fasilitas di
berbagai bidang untuk dapat memenuhi besarnya permintaan. Salah satu fasilitas
yang berkembang saat ini adalah Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU).
Buruknya kualitas airtanah dan air permukaan, serta kebutuhan penduduk yang
terus meningkat terhadap air bersih untuk konsumsi memicu berdirinya banyak
DAMIU. Namun keberadaan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dengan
sistem penyulingan air yang canggih, belum menjamin sepenuhnya kelayakan air
minum. Pasalnya, selain sistem pengolahan air, banyak faktor yang
mempengaruhi kualitas air minum.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, 75% sampel air minum produksi
DAMIU di kabupaten Sleman bermasalah pada kandungan E. Coli. Sampel air
minum produksi DAMIU yang terdaftar di Dinkes dan Disperindagkop 100%
bermasalah, yang terdaftar di Dinkes 100% bermasalah, yang terdaftar di
Disperindagkop 50% bermasalah, dan yang tidak terdaftar di kedua dinas tersebut
50% bermasalah. (Albar, 2010)
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/MENKES/PER/IV Tahun 2010 mengatur
tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. Pada peraturan tersebut
pasal I menyatakan,”air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.” Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.651/MPP/Kep/
10/2004 mengatur tentang mutu dan persyaratan produk air minum DAMIU. Pada
Bab III pasal 3 ayat 1 mengatakan, ”air baku yang digunakan depot air minum
harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan dalam peraturan menteri
kesehatan”, dan pada bab yang sama pada pasal 6 ayat 1 menyatakan, ”air minum
yang dihasilkan depot air minum harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan
dalam peraturan menteri kesehatan”.
Menindak lanjuti keputusan Menteri Kesehatan dan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan tersebut Dinas kesehatan Kota Yogyakarta, Lina Sulistyanti, Staff
Seksi Penyehatan Lingkungan Dinkes mengatakan Dinkes mewajibkan bagi
Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di Kota Yogyakarta untuk menguji kualitas
air hasil produksi dengan mengirimkan sample air minum setiap satu bulan sekali
ke Dinas kesehatan Kota Yogyakarta.
Hasil pemeriksaan oleh Dinas Kesehatan selama tahun 2010 di 40 damiu di Kota
Yogyakarta menunjukkan, masih ada pencemaran bakteriologi pada air hasil
produksi DAMIU. Dari 263 sampel dalam satu bulan untuk tiap DAMIU, baru
204 (78%) yang memenuhi kelayakan air minum. Sisanya, 59 sampel atau 22%,
masih belum layak. Pengujian Dinkes terdiri atas dua macam, yakni uji
bakteriologi dan uji kimiawi. Untuk persyaratan standar air minum, kandungan
coli tinja dan coli for total harus 0 MPN (most probable number). Untuk air bersih
kandungan coli tinja 0-50 MPN.
Kasi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Eni Dwimiarsih,
juga mengatakan Di Kota Yogyakarta yang agak bermasalah pada kualitas air
secara bakteriologi, sedangkan secara kimiawi masih aman di bawah ambang
batas. Dan dampak dari konsumsi air minum yang mengandung bakteri E.coli
tidak hanya berupa diare namun seperti sebuah penelitian yang diterbitkan dalam
British Medical Journal ditemukan orang yang mengonsumsi air yang tercemar
E.coli memiliki peningkatan risiko terkena tekanan darah tinggi, masalah ginjal
dan juga penyakit jantung di kemudian hari.
Hal ini seharusnya tidak terjadi karena menurut peraturan yang ada setiap
pengusaha harus mempertimbangkan kecukupan bahan baku sebagai bentuk
pengamanan terhadap kelestarian usahanya dan selalu memiliki daya saing dengan
selalu menjaga kualitas, kuantitas, loyalitas dan kontiniuitas sehingga
masyarakat/konsumen tersugesti untuk tetap menggunakan air yang
diproduksinya. Disamping itu para pengusaha wajib memahami pedoman tentang
cara memproduksi air minum yang baik, seluruh mata rantai produksi air minum
mulai dari pengadaan bahan sampai penjualan kepada konsumen yang meliputi
desain dan konstruksi depot, bahan baku dan mesin produksi, proses produksi,
pemeliharaan sarana produksi dan program sanitasi dan karyawan serta
penyimpanan air baku dan penjualannya. (Martoyo, 2009)
Sehubungan hal tersebut, penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang
“Evaluasi Kualitas Depot Air Minum Isi Ulang se-Kota Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
1. Kualitas air minum hasil produksi Depot Air Minum Isi Ulang
berdasarkan standar baku air minum DEPKES.
2. Kondisi fisik dan nonfisik lingkungan Depot Air Minum Isi Ulang.
3. Faktor yang mempengaruhi kualitas air minum hasil produksi Depot Air
Minum Isi Ulang.
4. Standarisasi proses pengolahan air di Depot Air Minum Isi Ulang.
5. Hygiene sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi fisik dan nonfisik lingkungan Depot Air Minum Isi
Ulang?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas Depot Air Minum Isi Ulang?
3. Bagaimana proses pengolahan air minum pada Depot Air Minum Isi
Ulang?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji kondisi fisik dan nonfisik Depot Air Minum Isi Ulang.
2. Mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas Depot Air
Minum Isi Ulang.
3. Mengetahui gambaran proses pengolahan Depot Air Minum Isi Ulang
yang difokuskan pada standarisasi pengolahannya.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain:
1. Manfaat penelitian secara teoritik meliputi:
a. Referensi pengetahuan umum untuk menentukan air minum yang akan
di konsumsi.
b. Dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini, antara lain:
a. Sebagai sumber informasi baru mengenai kualitas air minum produksi
DAMIU.
b. Dapat dimanfaatkan instansi terkait untuk menjadi bahan evaluasi
dalam melakukan pengawasan dan pengendalian mutu produk
DAMIU.
c. Sebagai bahan masukkan dalam upaya peningkatan kualitas DAMIU,
baik kepada produsen ataupun pekerja sehingga kualitas air minum isi
ulang tetap terjaga.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di
minum (Permenkes, 2010). Air minum aman bagi kesehatan apabila
memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang
di muat dalam parameter wajib dan parameter tambahan (Permenkes,
2010).
1. Kualitas air
Kualitas air telah menjadi isu yang semakin penting selama bertahun-
tahun (Wanielista, et al., 1997). Menurut Hem (1970), banyak faktor
yang berpengaruh terhadap kualitas air, baik alami maupun non alami
(antropogenic factor). Faktor alami yang berpengaruh terhadap kualitas
air adalah iklim, geologi, vegetasi, dan waktu, sedangkan faktor non
alami adalah manusia.
Mengingat kompleksitas faktor menentukan kualitas air, dan pilihan
besar variabel yang digunakan untuk menggambarkan status badan air
yang dalam istilah kuantitatif, sulit untuk memberikan definisi
sederhana kualitas air. Lebih jauh lagi, pemahaman kita tentang kualitas
air telah berkembang selama berabad-abad dengan perluasan
penggunaan air, persyaratan dan kemampuan untuk mengukur dan
menafsirkan karakteristik air. (Wanielista, et al., 1997)
Secara umum kualitas air berhubungan dengan kandungan bahan
terlarut di dalamnya. Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau
kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan
tertetentu, kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain.
Contohnya kualitas air untuk irigasi dengan kualitas air untuk air
minum. (Purwakusuma, 2002)
Menentukan kriteria kualitas air bertujuan untuk penggunaan air dalam
kelas yang lebih tinggi, kriteria-kriteria tersebut berasal dari fakta
ilmiah yang berasal dari percobaan dan observasi yang menggambarkan
respon organisme dalam kondisi lingkungan untuk jangka waktu
tertentu .(U.S. Environmental Protection Agency, 1976)
2. Parameter kualitas air
Disamping cukup jumlahnya, air harus memenuhi syarat mutu tertentu,
pengujian kimiawi serta bakteriologi biasa dilaksanakan untuk
menetapkan jumlah serta sifat-sifat kotoran di dalam air. Mutu air
dinilai dalam pengertian ciri-ciri fisik, kimiawi, dan biologisnya serta
tujuan penggunaanya. Baku mutu air ditetapkan untuk memberikan
batas bagi pengertian “tidak lagi dapat diterima” dalam hal mutu atau
kualitas air. (Linsley dan Joseph, 1979b)
Menurut Karmono dan Cahyono (1978), kualitas air meliputi sifat fisik,
sifat kimia, sifat bakteriologis, dan sifat radioaktif. Yang termasuk ke
dalam sifat fisik yaitu temperatur, warna, kekeruhan, rasa dan bau,
konsentrasi ion hidrogen, dan daya hantar listrik. Sifat kimia meliputi
boron (B3+), arsen (As3+), timbal, fluor (F-), nitrat (NO3-), nitrit (NO2
-),
amonia (NH4+), sianida (CN-), kadmium (Cd), kronium (Cr6+), barium
(Ba2+), perak (Ag+), sulfida (S2-), besi dan mangan (Fe2+ dan Mn2+),
tembaga (Cu2+), klorida (Cl-), sulfat (SO42-), Total Dissolved Solids
(TDS), kebasaan (alkalinity), keasaman (pH), kesadahan (hardness).
3. Pencemaran air
Menurut Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001, pencemaran air
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak
berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Pencemaran air diketahui
berdasarkan parameter-parameter yang meliputi sifat fisik, kimia dan
biologi yang terdapat didalam air tersebut.
Pencemar-pencemar utama yang harus diperhatikan pada kebanyakan
persediaan air adalah bakteri patogen, kekeruhan, warna, rasa dan bau,
senyawa organik, dan kesadahan. Faktor-faktor ini terutama
berhubungan dengan kesehatan dan estetika. (Linsley dan Joseph,
1979b)
4. Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU)
Air minum isi ulang merupakan alternatif baru dalam memilih air
minum. Air minum yang bisa diperoleh di depot harganya bisa
sepertiga dari produk air minum dalam kemasan yang bermerek. Karena
itu banyak rumah tangga beralih pada layanan ini. Hal inilah yang
menyebabkan depot-depot air minum isi ulang bermunculan.
Keberadaan DAMIU terus meningkat sejalan dengan dinamika
keperluan masyarakat terhadap air minum yang bermutu dan aman
untuk dikonsumsi. Meski lebih murah, tidak semua depot air minum isi
ulang terjamin keamanan produknya. Hasil pemeriksaan oleh Dinas
Kesehatan selama tahun 2010 di 40 damiu di Kota Yogyakarta
menunjukkan, masih ada pencemaran bakteriologi pada air hasil
produksi DAMIU
Secara umum proses penyaringan isi ulang yang digunakan adalah
teknologi yang sederhana seperti gambar berikut ini sesuai dengan
kualitas standar:
Gambar 1.1 Skema Proses Penyaringan Mesin Depot Air Minum Isi Ulang(Desalite,
2009)
Keterangan :
1. Pompa semi jet
2. Filter Media (karbon)
3. Filter Media (karbon)
4. Filter mikro
5. Ozone processor
6. Pipa foodgrade
7. Ultra violet
8. Sistem pengisian
9. Sistem pencucian galon dan pembilasan galon
Standard minimum peralatan DAMIU antara lain :
1. Memiliki penyaringan berupa Pasir silika dan karbon aktif.
Pasir silika berfungsi untuk menyaring partikel besar dan kecil, endapan dan
lumpur dalam air. Sedangkan karbon aktif berfungsi untuk menyerap bau dalam
air dan menjernihkan air. Penempatan pasir silika dan karbon aktif adalah dalam
tabung filter PVC, Fiber ataupun Stainless. Ukuran tinggi tabungnya biasanya 125
cm ataupun 150 cm.
2. Memiliki penyaringan filter sedimen
Untuk depot air minum, jumlah minimal filter sedimen adalah 6 buah (lebih
banyak lebih baik). Penempatan filter sedimen adalah didalam Housing filter.
3. Memiliki Ultraviolet yang sesuai kapasitas
Salah satu komponen instalasi air minum yang penting adalah Ultraviolet, karena
berfungsi untuk membunuh kuman,virus dan bakteri (termasuk E-Colie).
Efektifitas penyinaran lampu UV sangat tergantung kepada Daya (watt) lampu
tersebut dan kecepatan air yang disinarinya.
B. Penelitian yang Relevan
EVALUASI KUALITAS AIR PRODUK AIR MINUM PRODUKSI DEPOT
AIR MINUM ISI ULANG DI KABUPATEN SLEMAN PROPINSI DIY.
Penelitian ini dilaksanakan oleh Yunadil Albar Panggabean pada tahun 2010
dari Universitas Gajah Mada. Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu: Untuk
mengetahui apakah kualitas air minum produksi DAMIU atau AMDK yang
lebih baik, dilakukan pengujian laboratorium dengan indikator bakteriologi
(E. Coli), dan kimiawi (Fe, NO3, NO2, dan pH). Sampel air minum DAMIU
sebanyak 8 sampel berasal dari 8 DAMIU yang ditentukan secara Quota
Sampling. DAMIU dibagi dalam 2 kategori, yaitu reverse osmosis (RO) dan
non-reverse osmosis (non-RO). Sampel DAMIU RO dan non-RO dipilih
berdasarkan instansi tempat DAMIU terdaftar, yaitu terdaftar di Dinas
Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi
(Disperindagkop), yang hanya terdaftar pada salah satu dinas tersebut, dan
tidak terdaftar pada kedua dinas tersebut. Sampel AMDK sebanyak 2 sampel
ditentukan secara Simple Random Sampling, dengan membeli secara acak apa
yang tersedia di toko. Baku mutu air minum yang dijadikan acuan adalah
Permenkes No.907/2002, dengan kategori bermasalah jika tidak sesuai
dengan peraturan tersebut, dan tidak bermasalah jika sesuai dengan peraturan
tersebut. Selain dibandingkan dengan Permenkes No.907/2002, hasil
pengujian laboratorium indikator kualitas air minum produksi DAMIU dan
AMDK dibandingkan secara langsung, untuk mengetahui mana yang lebih
baik. Untuk mengetahui tata cara kerja DAMIU dilakukan wawancara
terhadap penjaga depot. Hasil pengujian kualitas air minum produksi
DAMIU dan hasil wawancara dianalisis menggunakan diagram Ishikawa
untuk mengetahui kualitas air minum produksi DAMIU dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium 75% sampel air minum produksi
DAMIU bermasalah pada kandungan E. Coli, sedangkan indikator lainnya
tidak. Sampel air minum RO 100% bermasalah, sedangkan sampel air minum
non-RO 50% bermasalah. Sampel air minum produksi DAMIU yang terdaftar
di Dinkes dan Disperindagkop 100% bermasalah, yang terdaftar di Dinkes
100% bermasalah, yang terdaftar di Disperindagkop 50% bermasalah, dan
yang tidak terdaftar di kedua dinas tersebut 50% bermasalah. Hasil pengujian
laboratorium terhadap sampel AMDK menunjukkan 100% sampel tidak
bermasalah dengan seluruh indikator kualitas air.
C. Kerangka Berpikir
Evaluasi Kualitas Air Minum DAMIU
Kualitas air minum Faktor yang mempengaruhi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Berdasarkan pada cara dan pembahasan masalahnya, penelitian ini
termasuk penelitian kuantitatif melalui deskripsi survey. Penelitian ini
menggunakan alat ukur instrument berupa wawancara kuesioner dan
observasi sebagai data primer, dan data sekunder berupa daftar depot yang
terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.
Peneliti akan melakukan pengumpulan data instansi, observasi lokasi, dan
wawancara, serta check list kondisi depot.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada minggu ke II bulan Maret 2012.
Tempat penelitian yaitu DAMIU yang berlokasi di Kota Yogyakarta.
C. Variabel Penelitian
Evaluasi kualitas air minum dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada
air minum hasil produksi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU),
meliputi :
1. Kualitas air minum menurut standar baku air minum DepKes.
Yaitu berupa data hasil uji lab air minum pada DAMIU yang terdaftar
di Dinkes Kota Yogyakarta
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air minum pada
DAMIU, meliputi:
a. Proses input, variabel berupa sumber air.
b. Proses pengolahan, variabel berupa mesin (peralatan) dan SDM.
c. Proses out put, variabel berupa kualitas air produksi dan perilaku
konsumen.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
(Sugiyono, 2010)
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana,
tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel,
kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu
sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.
(Sugiyono, 2010)
Sampel DAMIU ditentukan secara tidak acak (non-random sampling),
yaitu menggunakan metode quota sampling yang ditentukan berdasarkan
hasil uji lab yang dibedakan atas kualitas yang memenuhi standar dan
tidak memenuhi standar. Teknik sampel ini adalah bentuk dari Judgement
Sampling dua tahap, karena terdapat dua tahap dalam penentuannya.
Tahap pertama yaitu tahap merumuskan kategori atau kuota dari populasi
yang akan diteliti, tahap kedua yaitu tahap penentuan bagaimana sampel
akan diambil. (Sugiarto, 2003)
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data instansi
Pengumpulan data instansional dilakukan untuk mendapatkan data
hasil laboratorium dan daftar DAMIU di Kota Yogyakarta.
2. Observasi
Observasi dilakukan terhadap DAMIU yang ada pada data sekunder,
dengan mengamati kondisi depot, kebersihan depot, dan lingkungan
sekitar depot menggunakan check list yang telah disusun sedemikian
rupa agar memudahkan peneliti dalam mengamati kondisi dan
lingkungan depot.
3. Wawancara
Tanya jawab/wawancara dilakukan kepada orang yang menjaga
(operator) depot saat dilakukan pengambilan sampel, dan tidak harus
pemilik depot. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data
mengenai operasional depot air minum isi ulang, mengenai jadwal
pengujian sampel di laboratorium, perawatan alat, dan hal teknis
lainnya.
F. Teknik analisa Data
- Analisis deskriptif
Teknik ini dilakukan untuk menjelaskan kondisi fisik DAMIU,
perbandingan kualitas air DAMIU yang rutin mengirimkan sampel air
minum dengan yang tidak, dan faktor yang mempengaruhi kualitas air
minum hasil DAMIU di Kota Yogyakarta. Dalam penelitian ini, data yang
akan didapatkan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif
disajikan dalam bentuk rangkaian kata bermakna. Dan data kuantitatif
berbentuk angka maupun presentase yang akan disajikan dalam tabel. Dat
tersebut akan dianalisis secara deskriptif.
Daftar Pustaka
Alpha. (2009). Escherichia Coli. Diakses pada Oktober 2009, dari http:// laboratoriesonline.com
Desalite. (2009). Teknologi Penyaringan Air Isi Ulang Sederhana Yang Umum Digunakan. Diakses Oktober 2009, dari http://www.desalite.com/news-proses-air-minum-isi-ulang.html
Karmono, dan Cahyono, J. (1978). Pengantar Penentuan Kwalitas Air. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Linsley, R. K., dan Joseph, B. F. (1979a). Water Resources Engineering, Jilid 1. (diterjemahkan oleh D. Sasongko). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Linsley, R. K., dan Joseph, B. F. (1979b). Water Resources Engineering, Jilid 2. (diterjemahkan oleh D. Sasongko). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lutfi, A. (2009). Sumber Dan Bahan Pencemar Air. Diakses November 2009, darihttp://www.chemistry.org/materi_kimia/kimialingkungan/pencemaranair/ sumber-dan-bahan-pencemar-air/
Martoyo, S. R. (2009). Sosialisasi Standarisasi Produk Air Minum Dalam Kemasan. Diakses November 2009, dari http://www.slemankab.go.id/ index1.php?hal =detail_berita.php&id=165
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 Tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Diambil Oktober 2009, dari http://www.airminumisiulang.com/filedownload/PERMENKES%202002. Pdf
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Men-teri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indoneisa Nomor 651/MPP/Kep/ 10/2004 Tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. Diambil Oktober 2009, dari http://fujiro.net/file-download/SK-damiu2004.pdf
Suara Merdeka (2010).Baru 78% air minum yang layak..Diakses tanggal 1 juli 2011,darihttp://digilibampl.net/detail/detail.php?tp=kliping&ktg=airminum&kode=10133
Suprihatin. (2004). Keamanan Air Minum Isi Ulang. Diambil Oktober 2009, dari http://www.kompascyber.com
Suriawiria, U. (2003). Mikrobiologi Air. Bandung: P.T. Alumni.
U.S. Environmental Protection Agency. (1976). Quality Criteria For Water. Washington, D. C : U.S. Government Printing Office
Widiyanti, N. L. P. M., dan Ristiati, N. P. (2004). Analisis Kualitatif Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang Di Kota Singaraja Bali. Diambil Oktober 2009, dari http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%203/ Ni%20Putu%20_2.pdf
Yunadil, A.2010. Evaluasi Kualitas Air Produk Air Minum Produksi Depot Air Minum Isi Ulang Di Kabupaten Sleman Propinsi Diy.Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.