14
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104 © Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya JTRESDA Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/ *Penulis korespendensi: [email protected] Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov Pada Beberapa Tata Guna Lahan Indra Wahyu Setiawan 1* , Donny Harisuseno 1 , Sri Wahyuni 1 1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA *Korespondensi Email: [email protected] Abstract: The Lesti watershed area has land use problems that cause changes in infiltration in various land uses. This change can cause new problems. In this case, research is carried out on each land use including vegetation land, agricultural land, residential land and open land using a Double Ring Infilrometer with each point being measured twice. The results of the infiltration rate measurement show that residential land has a very fast infiltration rate, while open land has a slow infiltration rate. The models used in the infiltration analysis are the Horton Model and the Kostiakov Model. After analyzing using this model, the highest infiltration rate was found in the Horton model of 10.954 mm/minute on residential land and the lowest infiltration rate of 0.518 mm/minute on open land, while the Kostiakov model obtained the highest infiltration rate of 9.767 mm/minute on land. settlements and the lowest infiltration rate is 0.563 mm/minute on open land. Based on the results of the validation test using the relative error test, correlation and determination, RMSE, MAE, NSE, the result of the selected model is the Horton Model. Keywords: Horton Models, Infiltration Rate , Kostiakov Models, Land Use Abstrak: Wilayah DAS lesti memiliki permasalahan tata guna lahan yang menyebakan terjadinya perubahan infiltrasi pada berbagai tata guna lahan. Dengan adanya perubahan tersebut maka dapat menyebabkan permasalahan baru. Dalam hal ini maka dilakukan penelitian pada setiap tata guna lahan meliputi lahan vegetasi, lahan pertanian, lahan pemukiman dan lahan terbuka dengan menggunakan alat Double Ring Infilrometer dengan masing-masing titik dilakukan dua kali pengukuran. Hasil pengukuran laju infiltrasi menunjukkan bahwa lahan pemukiman memiliki laju infiltrasi sangat cepat, sedangkan lahan terbuka memiliki laju infiltrasi lambat. Model yang digunakan dalam analisa infiltrasi yaitu Model Horton dan Model Kostiakov. Setelah dilakukan analisis menggunakan model

Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

JTRESDA

Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

*Penulis korespendensi: [email protected]

Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan

Model Horton dan Model Kostiakov Pada

Beberapa Tata Guna Lahan Indra Wahyu Setiawan1*, Donny Harisuseno1, Sri Wahyuni1 1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,

Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA

*Korespondensi Email: [email protected]

Abstract: The Lesti watershed area has land use problems that cause

changes in infiltration in various land uses. This change can cause new

problems. In this case, research is carried out on each land use including

vegetation land, agricultural land, residential land and open land using a

Double Ring Infilrometer with each point being measured twice. The

results of the infiltration rate measurement show that residential land has a

very fast infiltration rate, while open land has a slow infiltration rate. The

models used in the infiltration analysis are the Horton Model and the

Kostiakov Model. After analyzing using this model, the highest infiltration

rate was found in the Horton model of 10.954 mm/minute on residential

land and the lowest infiltration rate of 0.518 mm/minute on open land,

while the Kostiakov model obtained the highest infiltration rate of 9.767

mm/minute on land. settlements and the lowest infiltration rate is 0.563

mm/minute on open land. Based on the results of the validation test using

the relative error test, correlation and determination, RMSE, MAE, NSE,

the result of the selected model is the Horton Model.

Keywords: Horton Models, Infiltration Rate , Kostiakov Models, Land

Use

Abstrak: Wilayah DAS lesti memiliki permasalahan tata guna lahan yang

menyebakan terjadinya perubahan infiltrasi pada berbagai tata guna lahan.

Dengan adanya perubahan tersebut maka dapat menyebabkan

permasalahan baru. Dalam hal ini maka dilakukan penelitian pada setiap

tata guna lahan meliputi lahan vegetasi, lahan pertanian, lahan pemukiman

dan lahan terbuka dengan menggunakan alat Double Ring Infilrometer

dengan masing-masing titik dilakukan dua kali pengukuran. Hasil

pengukuran laju infiltrasi menunjukkan bahwa lahan pemukiman memiliki

laju infiltrasi sangat cepat, sedangkan lahan terbuka memiliki laju infiltrasi

lambat. Model yang digunakan dalam analisa infiltrasi yaitu Model Horton

dan Model Kostiakov. Setelah dilakukan analisis menggunakan model

Page 2: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

92

tersebut didapatkan hasil laju infiltrasi tertinggi pada Model Horton sebesar

10,954 mm/menit pada lahan pemukiman dan laju infiltrasi terendah

sebesar 0,518 mm/menit pada lahan terbuka, sedangkan pada Model

Kostiakov didapatkan laju infiltrasi tertinggi sebesar 9,767 mm/menit pada

lahan pemukiman dan laju infiltrasi terendah sebesar 0,563 mm/menit pada

lahan terbuka. Berdasarkan hasil uji validasi menggunakan uji kesalahan

relatif, korelasi dan determinasi, RMSE, MAE,NSE didapatkan hasil

model terpilih yaitu Model Horton.

Kata Kunci: Laju Infiltrasi, Model Horton, Model Kostiakov,Tata Guna

Lahan

1. Pendahuluan

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sungai yang bermata air langsung dari

Gunung Semeru yang melewati Kabupaten Malang dan akan bergabung dengan DAS

Brantas. DAS Lesti mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup

seperti manusia, hewan dan tumbuhan yang membutuhkan air sesuai dengan kebutuhannya

di wilayah sekitar. Dalam siklus hidrologi, air adalah komponen yang sangat penting,

tersedianya air didalam tanah tidak terlepas dari siklus hidrologi dimana siklus tersebut

tidak terlepas oleh laju infiltrasi [1]. Secara sederhana infiltrasi dipahami sebagai proses

masuknya air kedalam tanah secara vertikal dan seringkali dihubungkan dengan

pengelolaan limpasan terutama di wilayah perkotaan [2]. Proses dimana air masuk kedalam

tanah melalui permukaan atas tanah disebut infiltrasi dan kecepatan masuk kedalam tanah

disebut laju infiltrasi [3].

Dalam bidang sumberdaya air dan konservasi tanah, infiltrasi merupakan suatu

komponen yang sangat penting karena pada dasarnya konservasi tanah adalah pengaturan

suatu hubungan antara intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi serta pengaliran aliran

permukaan [4]. Laju infiltrasi dapat ditentukan oleh besarnya suatu kapasitas infiltrasi dan

laju penyediaan air (intensitas hujan) dimana selama intensitas hujan lebih kecil dari

kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi yang terjadi sama dengan intensitas hujan [5]. Jika

intensitas hujannya lebih besar dari kapasitas infiltrasi maka yang terjadi adalah genangan

diatas permukaan atau jadi aliran permukaan [6]. Dengan begitu laju infiltrasi dapat

berubah-ubah sesuai dengan intensitas hujan yang terjadi. Infiltrasi yang terjadi pada suatu

tempat juga dapat berubah-ubah dikarenakan salah satu faktornya ditentukan oleh tipe tata

guna lahan [7].

Berdasarkan data dari sistem informasi dan data (SSIDA) BBWS Brantas kondisi sub

DAS Lesti telah banyak mengalami kerusakan dan penurunan alih fungsi. Pada tahun 2003

sampai 2013 telah banyak terjadi perubahan tata guna lahan menyebabkan terjadinya erosi

oleh aliran permukaan kemungkinan dikarenakan adanya perubahan tata guna lahan yang

ada di wilayah DAS Lesti.

Laju infiltrasi di lapangan dapat diukur dengan mengukur curah hujan dan aliran

permukaan atau menghitung menggunakan analisis hidrograf. Mengingat dengan cara

analisis hidrograf memerlukan biaya yang cukup besar maka penetapan infiltasi sering

dilakukan menggunakan alat infiltromter yaitu Single Ring Infiltrometer atau Double Ring

Infiltrometer. Alat Double Ring Infiltrometer sering digunakan karena ditujukan untuk

mengurangi pengaruh rembesan secara lateral [8].

Page 3: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

93

Besarnya laju infiltrasi dapat ditentukan dengan berbagai macam model persamaaan

yang sudah dikembangkan oleh peneliti terdahulu. Model yang sering kali digunakan yaitu

Model Horton karena model tersebut cocok digunakan pada segala kondisi tata guna lahan

dan model tersebut merupakan model empiris yang bergantung pada waktu [9]. Pada

penelitian ini menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov, kedua model tersebut

dipilih karena merupakan model persamaan empiris dan model tersebut cocok digunakan

pada daerah tropis sehingga cocok digunakan di Indonesia yang memiliki kondisi tropis.

Tujuan penelitian ini untuk menentukan persamaan model yang lebih baik serta model yang

mendekati kondisi dilapangan dengan berbagai penggunaan lahan di wilayah DAS Lesti

Kabupaten Malang.

2. Bahan dan Metode

2.1. Bahan

2.1.1. Wilayah Studi

Lokasi DAS Lesti ini berada pada wilayah administrasi Kabupaten malang Provinsi

Jawa timur, Secara astronomis terletak pada 112°42’58” - 112°02’50” Bujur Timur (BT)

dan 8°02’50” - 8°12’10” Lintang Selatan (LS). Penelitian ini dilakukan pada 8 titik

pengukuran meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Wajak, Kecamatan Poncokusumo

dan Kecamatan Dampit.

Daftar Koordinat lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar koordinat lokasi penelitian

NO Titik Pengukuran Titik Koordinat

1 TITIK 1 (Pemukiman) 8°4’7.319” S, 112°48’29.264” E

2 TITIK 2 (Pertanian) 8°4’7.1” S, 112°49’16.3” E

3 TITIK 3 (Lahan Terbuka) 8°16'41.12"S, 112°47'34.53"E

4 TITIK 4 (Pertanian) 8°8’10.59” S, 112°44’29.616” E

5 TITIK 5 (Pemukiman) 8°10’58.80” S, 112°45’47.48” E

6 TITIK 6 (Vegetasi) 8°11'19.5"S 112°47'51.2"E

7 TITIK 7 (Lahan Terbuka) 8°12'4.56"S 112°46'47.56"E

8 TITIK 8 (Vegetasi) 8°16'47.99"S 112°47'47.09"E

Lokasi pengukuran meliputi berbagai tata guna lahan diantaranya lahan pemukiman,

lahan pertanian, lahan vegetasi dan lahan terbuka dengan masing-masing dilakukan dua

kali pengukuran.

2.1.2. Data yang dibutuhkan

Pengumpulan data merupakan langkah awal yang dilakukan dalam melakukan

penelitian infiltrasi. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dimana

data sekunder yaitu peta tata guna lahan yang digunakan untuk menentukan lokasi

pengukuran. Data tersebut didapatkan dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun 2014.

Sedangkan data primer yaitu pengukuran di lapangan menggunakan alat Double Ring

Infiltrometer yang berupa hasil pengukuran di lapangan. Serta alat bantu yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu perangkat lunak Microsoft Excel yang berfungsi untuk

menganalisa dan mencari hasil persamaan Horton dan Kostiakov.

Berikut merupakan titik sebaran lokasi pengukuran berdasarkan tata guna lahan:

Page 4: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

94

Gambar 1: Lokasi studi pengukuran DAS Lesti

Pada gambar 1 terdapat 8 titik sebaran lokasi pengukuran yang berada pada lokasi

DAS Lesti dengan rincian lahan pemukiman pada titik 1 dan titik 5, lahan pertanian pada

titik 2 dan titik 4, lahan terbuka titik 3 dan titik 7, lahan terbuka vegetasi titik 6 dan titik 8.

2.2. Metode

Gambar 2: Tahapan penelitian

Pengerjaan studi ini dilakukan dengan tahapan dan alur-alur yang runtut yang dapat

dilihat pada gambar 2 diatas. Setelah data sekunder dan data primer didapatkan kemudian

dilakukan analisa berdasarkan tata guna lahan untuk melihat hubungan antara laju infiltrasi

pengukuran dengan kondisi tata guna lahan. Setelah hasil didapatkan dilakukan analisa

menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov kemudian hasil dari analisa model

tersebut didapatkan dilakukan Uji Validasi menggunakan Uji Kesalahan Realtif, Uji

Korelasi dan Determinasi, uji Root Mean Square Error (RMSE), Uji Mean Absolute Error

(MAE) dan Uji Nash Sutchliffe Efficiency untuk mendapatkan model terpilih yang

mendekati kondisi di lapangan.

Pengumpulan

Data :

- Tata guna

lahan

- Pengukuran

dengan Double

Ring

Infiltrometer

Analisis Laju

Infiltrasi :

1. Model Horton

2. Model

Kostiakov

Uji Validasi :

- Kesalahan

Relatif

- Korelasi dan

Determinasi

- RMSE

- MAE

- NSE

Model

Terpilih

Page 5: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

95

2.3. Persamaan

2.3.1. Model Horton

Model Horton merupakan salah satu model yang terkenal dan terbaik dalam bidang

hidrologi. Model ini sejak pertama kali ditemukan diangap tepat dan dapat mewakili proses

infiltrasi sehingga banyak digunakan dalam penelitian dan kajian hidrologi. Horton pada

awalnya digunakan untuk perhitungan aliran permukaan kemudian dikembangkan

sehingga dalam rumus Horton dapat digunakan untuk perhitungan aliran permukaan [10].

Model Horton ini lebih digunakan dalam mencari nilai laju infiltrasi pada limpasan

permukaan. Infiltrasi Model Horton menggunakan pendekatan empiris yang merupakan

dari fungsi waktu.

Ft = fc + ( fo – fc ) x e-Kt Pers. 1

Dengan:

Ft = laju infiltrasi atau kapasitas infiltrasi pada waktu (t)

fc = laju infiltrasi konstan

fo = laju infiltrasi awal

e = 2,71828

t = waktu

2.3.2. Model Kostiakov

Model Kostiakov mengekspresikan suatu laju infiltrasi komulatif sebagai fungsi

pangkat terhadap waktu (t) dengan hasil persamaan sebagai berikut [11].

Fp = atb Pers. 2

Dengan:

Fp = Laju infiltrasi komulatif

a = Parameter Kostiakov (a > 0)

b = Parameter Kostiakov (0 < b < 1)

t = waktu

Turunan waktu dari Fp adalah laju infiltrasi, fp yang diekspresikan persamaan berikut:

fp = (ab)t (b-1) Pers. 3

Dengan:

fp = Laju infiltrasi

Karakteristik dari Model Kostiakov yakni nilai awal dari laju infiltrasi tak terhingga

dan semakin meningkatnya waktu sampai laju infiltrasi mendekati nol. Model Kostiakov

ini ideal untuk mengekspresikan aliran horizontal (dimana efek dari gravitasi yang

mendekati nol) dan kurang ideal untuk aliran yang vertikal. Model Kostiakov banyak di

gunakan pada daerah yang memiliki tanah jenis berlempung dan seringkali di gunakan pada

lahan persawahan. Nilai persamaan kostiakov dapat dicari dengan memplot hubungan laju

infiltrasi komulatif dan waktu pada kertas grafik sehingga parameter nilai a dan nilai b

dapat diketahui. Model ini banyak digunakan oleh peneliti untuk mempelajari proses

infiltrasi dalam tanah di daerah tropis [12].

Page 6: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

96

2.3.3. Uji Validasi

Uji validasi merupakan suatu uji untuk menegetahui suatu besar simpangan atau

gambaran tentang tidak kepastian suatu data dari data model dengan data lapangan untuk

mempresdiksi hidrologi [7].

1. Kesalahan Relatif

Uji kesalahan relatif ini digunakan untuk mengukur suatu prosentasi simpangan dari

hasil model dengan hasil pengukuran dilapangan.

KR= ∑ (Yi - Yi )i = 1

∑ Yi x 100% Pers. 4

Dengan:

Yi = Data perkiraan (data hasil model)

Yi = Data observasi (data pengukuran)

2. Korelasi dan Determinasi

Korelasi merupakan suatu bentuk analisa statistik yang menunjukkan kuatnya suatu

hubungan antara dua varialbel atau lebih. Model yang terbaik yaitu yang mendapatkan nilai

tertinggi atau mendekati nilai 1. Sedangkan koefisien determinasi (R2) merupakan bentuk

kuadrat dari koefisien korelasi yang menunjukkan tingkat kekuatan variabel X dalam

menjelaskan variabel Y.

𝑟𝑥𝑦=n (∑ XY) − (∑ X)( ∑ Y)

√[n(∑ X2) − (∑ X)2

][n(∑ Y2) − (∑ Y)2

]

Pers. 5

Dengan:

𝑟𝑥𝑦 = Nilai Koefisien Korelasi

∑ X = Jumlah pengukuran variabel X (jumlah lapangan) ∑ 𝑌 = Jumlah model variabel Y (jumlah Model )

∑ 𝑋𝑌 = Jumlah hasil perkalian variabel X dan Y

(∑ 𝑋2) = Jumlah kuadrat dari pengukuran variabel X

(∑ 𝑋)2 = Jumlah kuadrat dari jumlah pengukuran variabel X

(∑ 𝑌2) = Jumlah kuadrat dari model variabel Y

(∑ 𝑌)2 = Jumlah kuadrat dari jumlah model variabel Y

n = Jumlah sampel

3. Root Mean Square Error (RMSE)

Uji RMSE merupakan suatu uji seleksi yang berdasarkan nilai error dari hasil estimasi.

nilai ini yang nantinya akan digunakan untuk menentukan suatu model mana yang terbaik.

RMSE= √∑ (Yi - 𝑌��)

2ni=1

n Pers. 6

Dengan:

Yi = Data pengukuran lapangan

Yi = Data model perhitungan

n = Jumlah data

Page 7: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

97

4. Mean Absolute Error (MAE)

Uji MAE merupakan suatu uji yang menghitung rata-rata error dari keseluruhan data

sehingga nilai error tersebut dapat dihasilkan simpangan data dari model. Kesalahan suatu

nilai absolut merupakan nilai dari selisih hasil pemodelan dengan nilai pengukuran. Suatu

nilai yang mendekati nol maka nilai model mendekati hasil pengukuran.

MAE= ∑ |Si - Oi|n

i=1

n Pers. 7

Dengan:

S = Intensitas pemodelan

O = Intensitas pengamatan

n = Jumlah data

5. Nash-Sutchliffe Efficiency Error (NSE)

Menurut Indarto (2012), Koefisien Nash menunjukkan tingkat ketelitian dari korelasi

antara data yang terukur dan terhitung. Suatu model yang akurat akan menghasilkan nilai

koefisien Nash Mendekati 1(0<N<1). Uji Nash Sutchliffe Efficiency bertujuan untuk

mengevaluasi kesahihan pada model dengan menggunakan kriteria yang disajikan pada

Tabel 2.

NSE = ∑ (X-Y)²n

i=1

∑ (X-X)²ni=1

Pers. 8

Dengan:

X = Data pengukuran lapangan

Y = Data model perhitungan

X = Rerata dari X

Tabel 2: Kriteria Nilai Nash Sutcliffe Efficiency (NSE)

Nilai NSE Interpretasi

NSE > 0,75 Baik

0,36 < NSE <0,75 Memenuhi

NSE < 0,36 Tidak memenuhi

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Analisa Hasil Pengukuran

Dalam pengukuran menggunakan alat Double Ring Infiltrometer dengan spesifikasi

ring dalam memiliki diameter sebesar 30 cm dan tinggi ring 30 cm. Sedangkan ring luar

memiliki diameter sebesar 60 cm dan tinggi ring sebesar 30 cm. Pengukuran ini dilakukan

pada beberapa lahan antara lain lahan pemukiman, lahan pertanian, lahan terbuaka dan

lahan vegetasi. Nilai besar laju infiltrasi mengalami pengurangan seiring berjalanya waktu

pembacaan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ring dalam dan ring luar mengalami

resapan kedalam tanah secara lateral dikarena adanya suatu gaya gravitasi. Sehingga

didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut.

Page 8: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

98

Tabel 3: Rekapitulasi Hasil Pengukuran

No. Waktu

(menit)

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8

Start 0 - - - - - - - -

1 1 5 5 5 7 12 10 2 10

2 2 3 4 3 7 9 5 1 9

3 3 3 3 3 6 9 5 1 7

4 4 2 3 3 6 8 5 1 6

5 5 2 3 3 6 8 5 1 6

6 6 2 3 3 6 7 5 0,5 5

7 7 2 1 3 6 7 4 0,5 5

8 8 2 2 3 6 7 4 0,5 4

9 9 2 2 3 5 5 4 0,5 4

10 10 2 2 3 5 7 4 0,5 4

11 12 2 2 2,5 5 6 4 0,5 4

12 14 2 2 2,5 5 5 4 0,5 3,5

13 16 2 2 2,5 4 5 4 0,5 3,5

14 18 2 2 2,5 4 5 4 0,5 3,5

15 20 2 2 2 4 5 4 0,5 3

16 22 2 2 2 4 5 4 0,5 3

17 24 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

18 26 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

19 28 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

20 30 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

21 35 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

Tabel 3 menunjukkan hasil dari pengukuran laju infiltrasi dan didapatkan bahwa titik

5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi sebesar 12 mm/menit sedangkan pada titik 7

memiliki nilai laju infiltrasi terendah sebesar 0,5 mm/menit .

Gambar 3: Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi

Pada gambar 3 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman

pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 12 mm/menit dan nilai fc sebesar

0

2

4

6

8

10

12

14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Laj

u I

nfi

ltra

si (

mm

/men

it)

Waktu (menit)Titik 1 Pemukiman Titik 2 PertanianTitik 3 Lahan Terbuka Titik 4 PertanianTitik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi

Page 9: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

99

5 mm/menit. Pada titik 2 lahan pemukiman memiliki nilai laju infiltrasi f0 sebesar 5

mm/menit dan nilai fc sebesar 2 mm/menit. Pada titik 8 lahan vegetasi memiliki nilai f0

sebesar 10 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,5 mm/menit sedangkan nilai laju infiltrasi

terendah pada titik 7 lahan terbuka f0 sebesar 2 mm/menit dan nilai fc sebesar 0,5

mm/menit.

3.2. Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Tata Guna Lahan

Hasil pengukuran laju infiltrasi diklasifikasikan berdasarkan tata guna lahan. Pada

penelitian ini menekankan laju infiltrasi konstan atau fc, dimana nilai fc memiliki nilai

pengaruh besar dalam limpasan permukaan dan nilai fc digunakan untuk menentukan nilai

kelas laju infiltrasi.

Tabel 4: Klasifikasi Kelas Laju Infiltrasi

Titik Pengukuran Laju Infiltrasi mm/jam kelas

Titik 1 Pemukiman 120 Sedang cepat

Titik 2 Pertanian 120 Sedang cepat

Titik 3 Lahan Terbuka 120 Sedang cepat

Titik 4 Pertanian 240 Sangat Cepat

Titik 5 Pemukiman 300 Sangat Cepat

Titik 6 Vegetasi 240 Sangat Cepat

Titik 7 Lahan Terbuka 30 lambat

Titik 8 Vegetasi 150 Cepat

Pada tabel 4 disajikan hasil kelas laju infiltrasi berdasarkan tataguna lahan dan

didapatkan hasi hipotesa sebagai berikut:

1. Lahan pemukiman merupakan lahan dengan pola laju infiltrasi tertinggi (kelas sangat

cepat) dibandingkan dengan laju infiltrasi pada titik lainnya. Pada titik 5 laju infiltrasi

bukan hanya dipengaruhi oleh tataguna lahan akan tetapi juga dipengaruhi dengan

kondisi tanah yang berpori (pengamatan lapangan) serta memiliki karakteristik tanah

berpasir. Sedangkan pada titik 1 laju infiltrasi (kelas sedang cepat) dikarena

dipengaruhi oleh kondisi tanah yang berpori yang cukup padat (pengamatan

lapangan) dibandingkan dengan lahan pemukiman lainya serta memiliki karakteristik

tanah berpasir. Sehingga berdasarkan teori berbanding terbalik dikarena faktor

tersebut (hasil pengamatan).

2. Lahan vegetasi memiliki pola laju infiltrasi tertinggi kedua setelah pemukiman (kelas

cepat sampai sangat cepat) pada saat pengukuran terdapat tanaman besar serta

kemiringan yang curam (pengamatan lapangan) yang mengakibatkan laju infiltrasi

yang terjadi dipengaruhi oleh faktor tersebut serta kondisi tanah disekitar pengukuran

cukup lunak serta memiliki karakteristik tanah lempung berpasir.

3. Lahan pertanian memiliki pola laju infiltrasi sedang cepat yang diakibatkan oleh

faktor tanaman dan kondisi tanah yang porus disekitar pengukuran (pengamatan

lapangan) sehingga laju infiltrasi yang terjadi dipengaruhi oleh faktor tersebut serta

memiliki karakteristik tanah lempung berpasir.

4. Lahan terbuka memiliki pola laju infiltrasi lambat yang pada saat pengukuran hanya

terdapat tanaman-tanaman kecil dan juga kondisi tanah yang cukup padat

(pengamatan lapangan) sehingga pori-pori tanah. Serta pada titik 3 memiliki

karakteristik tanah lempung berdebu (pengamatan lapangan) dan pada titik 7

memiliki karakteristik tanah lempung (pengamatan lapangan) hal ini merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan laju infiltrasi yang terjadi rendah.

Page 10: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

100

3.3. Analisa Laju Infiltrasi Model

3.3.1. Model Horton

Horton merupakan hasil pengamatan dari suatu nilai f0 sebagai nilai baku dan secara

eksponen merupakan hasil menurun sampai mengalami kondisi konstan fc. Pada Horton

ini menekankan nilai K dimana setelah didapatkan parameter tersebut dapat dimasukkan

dalam persamaan. Agar didapatkan hasil persamaan Horton maka diperlukan nilai

parameter yaitu nilai m dan nilai koefisien Horton (k) sehingga dapat dimasukkan dalam

persamaan dan didapatkan hasil. Nilai parameter didapatkan dari memplot grafik hubungan

antara waktu dengan (log f-fc) pada kertas grafik sehingga didapatkan nilai tersebut.

Tabel 5: Rekapitulasi Persamaan Horton

Titik Pengukuran Persamaan Horton

Titik 1 Pemukiman f = 2 + 3.e-0,7329t

Titik 2 Pertanian f = 2 + 3.e-0,3046t

Titik 3 Lahan Terbuka f = 2 + 3.e-0,1096t

Titik 4 Pertanian f = 4 + 3.e-0,1199t

Titik 5 Pemukiman f = 5 + 7.e-0,1619t

Titik 6 Vegetasi f = 4 + 6.e-0,5977t

Titik 7 Lahan Terbuka f = 0,5 + 1,5.e-0,4397t

Titik 8 Vegetasi f = 2,5 + 7,5.e-0,1297t

Pada tabel 5 disajikan hasil persamaan model Horton pada berbagai tata guna lahan.

Hasil persamaan akan digunakan untuk menentukan laju infiltrasi Model Horton.

Gambar 4. Hasil Analisa Model Horton

Pada gambar 4 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman

pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 10,954 mm/menit dan nilai fc

sebesar 5,104 mm/menit. pada titik 2 lahan pemukiman memiliki nilai laju infiltrasi f0

sebesar 4,212 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,042 mm/menit. Pada titik 8 lahan vegetasi

0

2

4

6

8

10

12

14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Laj

u I

nfi

ltra

si (

mm

/men

it)

Waktu (menit)

Titik 1 Pemukiman Titik 2 Pertanian Titik 3 Lahan Terbuka

Titik 4 Pertanian Titik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi

Titik 7 Lahan Terbuka Titik 8 Vegetasi

Page 11: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

101

memiliki nilai f0 sebesar 9,088 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,580 mm/menit sedangkan

nilai laju infiltrasi terendah pada titik 7 lahan terbuka f0 sebesar 1,466 mm/menit dan nilai

fc sebesar 0,518 mm/menit.

3.3.2. Model Kostiakov

Model kostiakov menghasilkan sebuah parameter. Agar mendapatkan hasil persamaan

Kostiakov maka diperlukan parameter yaitu nilai a dan nilai b sehingga setelah didapakan

parameter tersebut dapat dimasukkan dalam persamaan Kostiakov. Nilai parameter

didapatkan dari memplot grafik hubungan laju infiltrasi komulatif dengan waktu pada

kertas grafik.

Tabel 6: Rekapitulasi Persamaan Kostiakov

Titik Pengukuran Persamaan Kostiakov

Titik 1 Pemukiman fp = 5,0113 x 0,6884 x (t(0,6884-1))

Titik 2 Pertanian fp = 5,3307 x 0,7278 x (t(0,7278-1))

Titik 3 Lahan Terbuka fp = 5,3940 x 0,7083 x (t(0,7083-1))

Titik 4 Pertanian fp = 8,9423 x 0,7558 x (t(0,7558-1))

Titik 5 Pemukiman fp = 14,1370 x 0,6930 x (t(0,6930-1))

Titik 6 Vegetasi fp = 9,3842 x 0,7288 x (t(0,7288-1))

Titik 7 Lahan Terbuka fp = 1,9999 x 0,6422 x (t(0,6422-1))

Titik 8 Vegetasi fp = 13,5569 x 0,5867 x (t(0,5867-1))

Pada tabel 6 Nilai persamaan diperoleh dari memasukkan nilai parameter yang sudah

diketahui ke dalam persamaan kostiakov.

Gambar 5. Hasil Analisa Model Kostiakov

Pada gambar 5 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman

pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 9,797 mm/menit dan nilai fc

sebesar 3,603 mm/menit. sedangkan nilai laju infiltrasi terendah pada titik 7 lahan terbuka

f0 sebesar 1,284 mm/menit dan nilai fc sebesar 0,563 mm/menit.

0

2

4

6

8

10

12

14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Laj

u I

nfi

ltra

si (

mm

/men

it)

Waktu (menit)

Titik 1 Pemukiman Titik 2 Pertanian Titik 3 Lahan Terbuka

Titik 4 Pertanian Titik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi

Titik 7 Lahan Terbuka Titik 8 Vegetasi

Page 12: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

102

3.4. Perbandingan Analisa Laju Infiltrasi

Perbandingan analisis laju infiltrasi model Horton dan model Philip pada masing-

masing tata guna lahan sebagai berikut.

Gambar 6: Hasil perbandingan analisa laju infiltrasi

Pada gambar 6 disajikan hasil perbandingan kurva grafik antara hasil pengukuran

dengan hasil analisis model pada masing-masing tata guna lahan. Pada lahan pertanian,

lahan pemukiman, lahan terbuka dan lahan vegetasi hasil kurva grafik model analisa

Horton memiliki kurva grafik yang lebih mendekati hasil pengukuran.

3.5. Validasi Model

Berikut merupakan hasil uji validasi dari model Horton dan model Kostiakov:

Tabel 7: Rekapitulasi validasi model infiltrasi

Titik

Validasi Data Model Infiltrasi

KR Korelasi Determinasi RMSE MAE NSE

H K H K H K H K H K H K

1 9,689 11,271 0,977 0,944 0,955 0,891 0,577 0,572 0,315 0,361 0,635 0,642

2 0,458 9,326 0,906 0,900 0,821 0,811 0,514 0,619 0,367 0,469 0,750 0,637

3 12,741 23,898 0,854 0,903 0,729 0,815 0,538 0,666 0,351 0,550 0,409 -0,023

4 2,458 21,585 0,958 0,920 0,918 0,846 0,385 1,175 0,313 1,101 0,864 -0,266

5 4,408 20,614 0,955 0,966 0,913 0,933 0,641 1,482 0,488 1,374 0,888 0,401

6 6,685 11,012 0,909 0,881 0,825 0,777 0,922 1,066 0,517 0,665 0,688 0,583

7 9,614 9,021 0,927 0,941 0,859 0,886 0,223 0,270 0,160 0,192 0,754 0,640

8 5,760 25,323 0,970 0,986 0,941 0,972 0,565 1,294 0,255 1,121 0,926 0,610

Model Terpilih = Model Horton

0

2

4

6

8

10

0 5 10 15 20 25 30 35

Laj

u I

nfi

ltra

si (

mm

/men

it)

Waktu (menit)

Lahan Pertanian

F Pengukuran F Kostiakov

0

2

4

6

8

10

12

14

0 5 10 15 20 25 30

Laj

u I

nfi

ltra

si (

mm

/men

it)

Waktu (menit)

Lahan Pemukiman

F Pengukuran F Kostiakov

0

1

2

3

0 2 4 6 8 10 12

Laj

u I

nfi

ltra

si

(mm

/menit

)

Waktu (menit)

Lahan Terbuka

F Pengukuran F Kostiakov

0

2

4

6

8

10

12

0 5 10 15 20 25 30 35

Laj

u I

nfi

ltra

si

(mm

/menit

)

Waktu (menit)

Lahan Vegetasi

F Pengukuran F Kostiakov

Page 13: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

103

Pada Tabel 7 disajikan hasil rekapitulasi validasi pada setiap titik anatara Model Horton

(H) dan Model Kostiakov (K) dengan hasil pengukuran menunjukkan hasil kesesuaian

model antara model perhitungan empiris dengan laju pengukuran. Model Horton

menunjukkan hasil model yang lebih baik dibandingkan dengan Model Kostiakov,

sehingga Model Horton lebih sesuai dan dapat diterapkan pada lokasi studi.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa pengukuran dan analisa perhitungan didapatkan hasil

kesimpulan. Laju infiltrasi tertinggi pada lahan pemukiman, lahan vegetasi memiliki laju

infiltrasi tertinggi kedua setelah pemukiman, ketiga laju infiltrasi pertanian dan lahan

terbuka memiliki laju nfiltrasi terendah. Dari beberapa hasil pengukuran tersebut faktor

yang mempengaruhi infiltrasi bukan hanya tata guna lahan saja melainkan banyak faktor

antara lain klasifikasi tanah dan sifat fisik tanah, kemiringan sampai jenis tanaman

Model Horton dan model Kostiakov mendapakan hasil laju infiltrasi tertinggi pada

lahan pemukiman dan mendapatkan laju infiltrasi terendah pada lahan terbuka.Setelah

melewati tahap analisis model dilakukan analisa validasi dari hasil analisa model validasi

didapatkan hasil bahwa Model Horton meniliki laju infiltrasi terpilih atau lebih baik

dibandingkan dengan laju infiltrasi Model Kostiakov.

Daftar Pustaka

[1] D. Harisuseno and M. Bisri, Limpasan Permukaan Secara Keruangan (Spatial

Runoff), Malang: UB Press, 2017.

[2] D. Harisuseno, M. Bisri and A. Yudono, "Runoff Modelling for Simulating

Inundation in Urban Area as a Result of Spatial Development Change", Journal of

Applied Environmental and Biological Sciences, Vol.2, No.1, pp. 22-27, 2020.

[3] F. Haghigi, M. Gorji, M. Shorafa, M.H. Mohammadi,”Evaluation Of Some

Infiltrastion Models and Hydrolic Parameters” Spanish Journal Of Agricultural

Research, Vol.8 No.1, 2010.

[4] U. Kurnia, F. Agus, A. Adimiharja and A.Danlah,Sifat Fisik Tanah dan

Metode Analisisnya, Bogor: Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan

Pertanian, 2006.

[5] D. N. Khaerudin, Rispiningtati, A. Suharyanto and D. Harisuseno,"Infiltration Rate

for Rainfall and Runoff Proscess with Bulk Density Soil and Slope Variation in

Laboratory Experiment", Nature Environment and Pollution Technology, Vol.16,

No.1, pp. 219-224, 2017.

[6] D. Harisuseno and M. Bisri, "Inundation Controlling Practice in Urban Area: Case

Study in Residential Area of Malang, Indonesia," Journal of Water and Land

Development, no. 46 (VII-IX), pp. 112-120, 2020, doi:

10.24425/jwld.2020.134203.

[7] D. N. Khaerudin, D. Harisuseno and D. S. Krisnayanti, "Time of Concentration

for Drainage Design Characteristics", in Multi-Perspective Water for Sustainable

Page 14: Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan

Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104

104

Development. Proceedings of the 21st International Association for Hydro-

Environment Engineering and Research (IAHR)-Asia Pacific Division (APD)

Congress, IAHR-APD 2018, Yogyakarta, Indonesia, September2-5, 2018. Pp59-

65.

[8] D. Indarwati, Suhardjono and D. Harisuseno,”Studi Analisis Spasial Infiltrasi Di

DAS Kali Bodo Kabupaten Malang” Jurnal Teknik Pengairan, no.1 vol.5 pp 61-

67.

[9] D. Harisuseno, D. N. Khaeruddin and R. Haribowo, "Time of Concentration Based

Infiltration under Different Soil Density, Water Content, and Slope during a Steady

Rainfall," Journal of Water and Land Development, no. 41 (IV-VI), pp. 61-68,

2019, doi: 10.2478/jwld-2019-0028

[10] D. Harisuseno and E. N. Cahya, "Determination of Soil Infiltration Rate Equation

Based on Soil Properties Using Multiple Linear Regression," Journal of Water and

Land Development, no. 47 (X-XII), pp. 77-88, 2020, doi:

10.24425/jwld.2020.135034.

[11] K. Subramanya, Engineering Hydrologi, New Delhi: Indian Institute Of

Technology Kanpur, 2008.

[12] J.S.C Mbagwu, Soil Physical Properties Influencing The Fitting Parameters in

Philip and Kostiakov Infiltration Model, Italy: international centre for Theorentical

Physic , 1994