Upload
dangxuyen
View
239
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan luas wilayah 70% dari seluruh
wilayah Indonesia, dan arahnya dihuni kurang lebih 20 % dari total
penduduk Indonesia (Kajian Ek & Ku Vol 8.No.1 Th 2004). Namun
begitu besar sumber daya alam yang dimiliki oleh wilayah timur
Indonesia, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa untuk masa yang akan
datang wilayah timur Indonesia akan menjadi sumber penghidupan
Indonesia, apabila melihat kenyataan yang ada sumber daya alam yang
disediakan oleh Kawasan Timur Indonesia baik di Kalimantan, Sulawesi
dan Maluku, Nusa Tenggara Timur sampai Irian Jaya, begitu melimpah.
Hanya saja pemanfaatannya belum dilaksanakan secara optimal karena
keterbatasan baik Sumber Daya Manusianya maupun kekurangan sarana
dan prasarana yang tersedia.
Mengembangkan kerjasama dalam pengembangan sarana dan prasarana
Transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas antar pusat-pusat
pengembangan melalui sistem transportasi regional yang terpadu baik
darat, laut, udara serta perkeretaapian. Kawasan Timur Indonesia yang
sarat dengan kebudayaan yang beragam merupakan aset yang sangat
besar bagi Indonesia, pusat-pusat perdagangan hasil dari daerah-daerah
sangat lambat berkembang karena jalur yang menghubungkan antar
daerah sangat minim sekali. Kondisi pelayanan jaringan transportasi dan
prasarana masih terbatas cenderung berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi yang tidak signifikan, namun pada sisi lain Kawasan Timur
Indonesia mempunyai keunggulan posisi geografis yang strategis karena
berbatasan langsung dengan negara-negara lain seperti Malaysia
(Sarawak& Sabah) Brunei Darussalam, Philipina, Papua Nugini, Timor
Leste, dan Australia.
Diharapkan peran dari pemerintah untuk segera dapat memeratakan
pembangunan di segala bidang, terutama di wilayah timur Indonesia
yang dirasa sangat membutuhkan untuk saat ini. Penyediaan
infrastruktur yang memadai merupakan salah satu persyaratan untuk
memacu pertumbuhan ekonomi mempertahankan daya saing
internasional, serta untuk mendukung upaya pengurangan kemiskinan
dan pengangguran. Saat ini ketersediaan infrastruktur di Indonesia masih
sangat rendah dibandingkan dengan negara berkembang yang lain.
Karena transportasi merupakan unsur vital dalam kehidupan bangsa dan
sebagai pendukung pembangunan sektor lainnya dalam mewujudkan
sasaran pembangunan nasional.
Di kawasan timur Indonesia terutama didaerah terpencil sangat
memerlukan pengembangan sistem transportasi perintis, sehingga dapat
memperlancar roda perekonomian dan membuka wilayah yang terisolasi
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 2
dan terbelakang. Untuk itu perlu dilakukan studi pengembangan sarana
dan prasarana transportasi darat untuk kawasan timur Indonesia.
Maksud studi ini adalah melakukan studi pengembangan sarana dan
prasarana transportasi darat (angkutan jalan dan ASDP) di kawasan
timur Indonesia, bertujuan untuk mewujudkan konsep pengembangan
sarana dan prasarana transportasi darat dalam hal ini (angkutan jalan dan
ASDP) di wilayah timur Indonesia.
B. Lingkup dan Hasil yang Diharapkan
Berhubung sangat luas jangkauan penelitian yang meliputi Kawasan
Timur Indonesia, maka lingkup penelitian dibatasi pada;
a. Inventarisasi kebijakan RTRW-Provinsi terutama yang terkait
dengan Potensi Wilayah dan Struktur Tata Ruang Wilayah dan
TARAWIL dan TATRALOK (berikut kajian Perda/Pergub).
b. Inventarisasi kebijakan mengenai sarana dan prasarana transportasi
darat, Inventarisasi kebijakan pengembangan sarana dan prasarana
transportasi darat dan perkembangan teknologi sarana dan prasarana
transportasi darat;
c. Menganalisis dan mengevaluasi kondisi existing sarana dan
prasarana transportasi darat pada tataran transportasi nasional dan
tataran transportasi wilayah di Kawasan Timur Indonesia, analisis
permintaan kebutuhan pergerakan transportasi darat pada tataran
transportasi nasional dan tataran transportasi wilayah di Kawasan
Timur Indonesia (pada tahapan waktu tahun 2014, 2019, 2025, dan
2030), serta mengevaluasi kebutuhan pengembangan sarana dan
prasarana transportasi darat pada tataran transportasi nasional dan
tataran transportasi wilayah di Kawasan Timur Indonesia (pada
tahapan waktu tahun 2014, 2019, 2025, dan 2030) untuk
meningkatkan konektifitas wilayah;
d. Menyusun konsep pengembangan sarana dan prasarana transportasi
darat darat pada tataran transportasi nasional dan tataran transportasi
wilayah di Kawasan Timur Indonesia (pada tahapan waktu tahun
2014, 2019, 2025, dan 2030).
Hasil yang diharapkan adalah konsep kebijakan dan rencana aksi tentang
pengembangan jaringan prasarana dan pelayanan transportasi darat di
kawasan Timur Indonesia.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Transportasi Darat
1. Sistem Transportasi Jalan
Sesuai UU RI No. 38/2004, Sistem jaringan jalan terdiri dari
jaringan primer dan sekunder. Pengelompokan jalan menurut Kelas
Jalan diatur oleh Undang-undang LLAJ No. 22/2009, yaitu jalan
kelas I, II, III, dan kelas khusus.
Perencanaan jaringan jalan ditetapkan berdasarkan peranan, fungsi
dan kelas dari tiap-tiap jaringan jalan. Hirarki fungsi dan kelas jalan
merupakan bagian terpenting dalam menetapkan rencana jaringan
jalan, dimana keselarasan hirarki jalan akan menjadi penentu
efektifitas dan efisiensi operasi jaringan dalam melayani pergerakan.
Pada Gambar 1 disampaikan konsep penetapan hirarki jaringan
jalan.
Gambar 1. Konsep Pengembangan Jaringan Jalan
Peranan klasifikasi jalan ditetapkan berdasarkan tingkat hubungan
antar simpul dan ruang kegiatan menurut ruang kegiatannya dan
fungsinya, dikelompokkan dalam jaringan antar kota, kota dan
pedesaan menurut hirarkinya, yaitu arteri primer, kolektor primer,
lokal primer, arteri sekunder, kolektor sekuder dan lokal sekunder.
Penetapan kelas jalan adalah klasifikasi jalan berdasarkan Muatan
Sumbu Terberat (MST) dan karakteristik lalu lintas. Muatan sumbu
terberat adalah besarnya beban maksimum sumbu kendaraan
bermotor yang diijinkan dan harus didukung oleh jalan. Karakteristik
lalu lintas adalah kondisi tingkat kepadatan arus lalu lintas pada
waktu-waktu tertentu menurut jenis, ukuran dan daya angkut
kendaraan.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 4
Hirarki Jaringan transportasi terdiri dari jaringan pelayanan dan
jaringan prasarana, meliputi 1) Jaringan Prasarana berupa terminal
penumpang (tipe A, B, C) dan termial barang serta jalan; 2) Jaringan
Pelayanan berupa trayek angkutan umum meliputi Antar Kota Antar
Provinsi (AKAP) dan Lintas Batas Negara, Antar Kota dalam
Provinsi (AKDP), dan Perkotaan dan Perdesaan. Hirarki jaringan
transportasi seperti gambar berikut ini
Trayek Antar Kota Dalam Provinsi
Luar Negeri
Trayek Lintas
Batas Negara
Terminal B Terminal A
Terminal C
Terminal C Trayek Kota
Trayek Kota
Trayek Kota
Terminal A
Terminal B
Terminal A
Terminal A
Trayek Antar Kota Antar Provinsi
Trayek Antar Kota Dalam Provinsi
Trayek Antar Kota Dalam Provinsi
Terminal A
Gambar 2. Hirarki Jaringan Transportasi Jalan (RTRWK)
Untuk bidang jalan, Dep. Pekerjaan Umum telah mengeluarkan
Standar Pelayanan Minimum bidang Jalan seperti yang disampaikan
pada tabel berikut ini.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 5
Tabel 1. Standar pelayanan minimal (SPM)
Sumber : PP Menteri PU No. 14 /PRT/M/2010 tanggal 25 Oktober 2010
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 6
2. Sistem Transportasi Penyeberangan
Transportasi Angkutan penyeberangan adalah merupakan bagian
dari sistem transportasi darat yang mempunyai misi untuk
mewujudkan transportasi yang handal, unggul dan berdaya saing
serta mampu menjangkau pelosok wilayah daratan, menghubungkan
antar pulau dalam rangka memantapkan perwujudan wawasan
nusantara yang efektif dan efisiensi sehingga transportasi tersebut
mampu berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial
budaya, politik dan pertahanan keamanan guna memperkokoh
Ketahanan Nasional
Sesuai dengan pasal 22, UU No. 17/2008 bahwa angkutan
penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi sebagai
jembatan penghubung jaringan jalan atau jaringan kereta api yang
dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan
kendaraan beserta muatannya. Jaringan tansportasi Penyeberangan
sesuai Sistranas terdiri dari 1) Jaringan Pelayanan yang disebut lintas
penyeberangan, menurut fungsinya terdiri dari: lintas penyeberangan
antar negara, antar provinsi, dan antar kabupaten/kota dalam
provinsi, dan lintas dalam kabupaten/kota ; 2) Jaringan prasarana
terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan penyeberangan dan
ruang lalu lintas yang berwujud alur penyeberangan.
Kriteria angkutan penyeberangan perintis sesuai Kepmenhub No.
KM 32 Tahun 2011 yaitu sebagai berikut :
1) Melayani angkutan pada lintas penyeberangan yang ditunjuk
untuk pelayanan daerah terpencil dan/atau daerah belum
berkembang dengan daerah/terpencil dan/atau berkembang atau
yang menghubungkan daerah terpencil/belum berkembang
dengan daerah yang telah berkembang.
2) Pendapatan yang diperoleh belum dapat menutupi biaya
sehingga akan berakibat pelayanan angkutan tidak dapat
terselenggara secara berkelanjutan apabila tidak ada
kompensasi/subsidi.
3) Dilayani oleh perusahaan angkutan yang memiliki ijin usaha dan
surat persetujuan pengoperasian kapal dan
4) Faktor muatan rata-rata kurang dari 50% per tahun.
Untuk penetapan lintas angkutan penyeberangan (pasal 22, UU
No. 17/2008) dilakukan dengan mempertimbangkan aspek yaitu :
a) Pengembangan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api
yang dipisahkan oleh perairan.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 7
b) Fungsi sebagai jembatan
c) Hubungan antar dua pelabuhan, antara pelabuhan dan terminal,
dan antara dua terminal penyeberangan dengan jarak tertentu.
d) Tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan
pengangkutannya.
e) Rencana Tata Ruang Wilayah dan
f) Jaringan trayek angkutan laut sehingga dapat mencapai
optimalisasi keterpaduaan angkutan antar dan intra moda.
B. Model Perencanaan Transportasi
Konsep dasar pemodelan transportasi Model Perencanaan Transportasi
Empat Tahap yaitu 1) Bangkitan Pergerakan, 2) Distribusi Pergerakan,
3) Pemilihan Jenis Kendaraan, dan 4) Pemilihan Rute Pergerakan
(Traffic Assignment).
Pengembangan model transportasi pada dasarnya digunakan untuk
mengevaluasi suatu kondisi transportasi kemudian digunakan untuk
mencari solusi yang tepat. Selain itu, model transportasi juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi skenario pengembangan jaringan
transportasi baik di simpul maupun di lintas.
Skenario jaringan transportasi didasarkan pada pemikiran-pemikiran
perbaikan sistem transportasi. Sistem transportasi berkembang untuk
memberikan keseimbangan antara demand dan supply. Dalam
perencanaan, jaringan transportasi dapat digunakan untuk
menumbuhkan demand (creating demand) dan/atau melayani demand
(servicing demand). Pelaku pengembangan jaringan/prasarana
transportasi ini juga bervariasi bergantung dari aspek aspek yang
mempengaruhi. Aspek aspek yang mempengaruhi skema atau skenario
pembangunan prasarana transportasi antara lain adalah pertumbuhan
wilayah dan pertumbuhan penduduk.
Perencanaan transportasi adalah suatu kegiatan perencanaan sistem
transportasi yang sistematik yang bertujuan menyediakan layanan
transportasi baik sarana maupun prasarananya dimasa mendatang di
suatu wilayah. Konsep dasar pemodelan transportasi Model
Perencanaan Transportasi Empat Tahap yaitu :
1. Bangkitan Pergerakan, memperkirakan jumlah pergerakan berasal
dari suatu zona dan jumlah pergerakan yang tertarik kesuatu zona
2. Distribusi Pergerakan, memperkirakan asal tujuan perjalanan
perjalanan total zona-zona menurut setiap pasang zona asal tujuan.
3. Pemilihan Jenis Kendaraan, memperkirakan distribusi perjalanan
setiap jenis moda pada setiap pasang zona asal tujuan.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 8
4. Pemilihan Rute Pergerakan (Traffic Assignment) yaitu
memperkirakan jumlah perjalan yang melalui rute-rute yang ada
dalam jaringan transportasi.
Gambar 3. Model Perencanaan Transportasi
C. Transportasi Multi dan Intermoda
Keterpaduan jaringan prasarana moda-moda transportasi mendukung
penyelengaraan transportasi antarmoda/multimoda dalam penyediaan
pelayanan angkutan yang berkesinambungan. Jaringan prasarana
transportasi jalan terdiri dari simpul, berwujud terminal penumpang dan
barang, dan ruang lalu lintas berupa ruas jalan, ditentukan hirarkinya
menurut peranannya. Jaringan prasarana transportasi penyeberangan
terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan penyeberangan, dan ruang
lalu lintas yang berwujud alur penyeberangan.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
dan kuantitatif berdasarkan metode pemecahan masalah yang dipilih. Lokasi
survey yang ditetapkan dalam KAK (kerangka acuan kerja) yaitu berlokasi
di Jayapura (Provinsi Papua), Sorong (Provinsi Papua Barat), Tual (Provinsi
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 9
Maluku), Kalabahi (Provinsi Nusa Tenggara Timur) dan Labuan Bajo
(Provinsi Nusa Tenggara Barat).
Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif, dan model statistik.
Permodelan Bangkitan/tarikan pergerakan biasanya menggunakan data
berbasis zona, misalnya: tata guna lahan, pemilikan kendaraan, populasi,
jumlah pekerja, kepadatan penduduk, pendapatan dan juga moda transportasi
yang digunakan. Khusus mengenal angkutan barang, bangkitan dan tarikan
pergerakan diramalkan dengan menggunakan atribut sektor industri dan
sektor lain yang terkait.
Gambar 4. Kerangka Pikir Operasional Penelitian
Selain itu, juga menggunakan Analisis Model IPA dan CSI, Analisis
kepentingan dan kinerja ini digunakan untuk membandingkan sampai
sejauhmana kinerja suatu kegiatan yang dirasakan oleh pengguna atau
pelanggannya apabila dibandingkan dengan tingkat kepuasan yang
diinginkan. Analisis selanjutnya adalah Analisis Konektivitas Jaringan Jalan
dan Lintasan Penyeberangan.
Langkah berikutnya adalah menghitung selisih antara nilai X1 dan nilai X1
rata-rata (∆X1) dan selisih antara nilai Y1 dan Nilai Y1 rata-rata (∆Y1). X1
kepuasan dan Y1 kepentingan didapat dari rata-rata nilai bobot hasil
penilaian responden pada 4 zone, sedangkan (∆X1) nilai bobot rata-rata
terhadap 14 indikator kinerja, selanjutnya dilakukan pengurangan antara X1
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 10
dan ∆X1 serta Y1 dan ∆Y1 akan menghasilkan nilai negatif atau positif yang
menjadi dasar penentuan titik koordinat pada pada setiap kuadran. Untuk
menunjukkan koordinat hubungan antara tingkat kepuasan dan kepentingan
dibuat sumbu kartesius dan selanjutnya dilakukan peletakan nilai koordinat
indikator kinerja yang menghasilkan posisi kuadran, seperti pada Gambar
berikut.
Gambar 5. Diagram Cartesius Tingkat Kepuasan dan Kepentingan Kinerja
Pelayanan Transportasi
Kuadran I: menunjukkan indikator yang berada pada kuadran ini
mempengaruhi kepuasan pemakai jasa transportasi, sehingga membutuhkan
prioritas pelaksanaanya; Kuadran II : menunjukkan indikator yang berada
pada kuadran ini perlu dipertahankan pelayanannya karena sudah sesuai
yang dibutuhkan pemakai jasa transportasi; Kuadran III : menunjukkan
indikator yang berada pada kuadran ini bagi pemakai jasa transportasi belum
terlalu penting, namun pelayanannnya juga masih terbatas; Kuadran IV :
menunjukkan indkator yang berada pada kuadran ini bagi pemakai jasa
transportasi dianggap dianggap belum terlalu penting namun pelaksanaannya
sangat baik.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi dan kabupaten/kota
dikaitkan dengan rencana pengembangan sarana dan prasarana transportasi
darat, terlihat beberapa pergeseran lokasi penempatan terminal tipe A dan B,
dermaga penyeberangan dan sungai, lintas penyeberangan. Hal ini
disebabkan oleh faktor pemekaran wilayah dan perubahan pola pergerakan
transportasi kearah pemekaran yang menjauh dari CBD kota.
Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) pada 6 provinsi sudah tersusun,
namun belum ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah, sedangkan Tataran
Transportasi Lokal (Tatralok) sebagian besar kabupaten/kota belum
menyusunnya dengan alasan keterbatasan dana, kecuali yang bersumber dari
APBN. Hal ini berdampak pada sistem transportasi yang penyelesaiannya
hanya bersifat temporer (jangka pendek) dan tidak padu dengan Rencana
Tata Ruang.
A. Sistem Transportasi Darat Kawasan Timur Indonesia
1. Transportasi Jalan
Pelayanan transportasi jalan di Kawasan Timur Indonesia
dikembangkan pada provinsi yang memiliki pulau-pulau besar dan
telah terbangun jaringan jalan nasional, provinsi maupun
kabupaten/kota. Bagi provinsi yang memiliki pulau-pulau dan
terdapat jaringan jalan, pelayanannya bersifat parsial, kecuali luas
jalan nasional atau arteri primer yang dapat dihubungkan antara
ujung jalan dengan ujung jalan melalui lintas penyeberangan.
Panjang jalan di Kawasan Timur Indonesia berdasarkan objek studi
yaitu enam provinsi adalah 64.437 km terdiri atas jalan nasional
6.687 km atau 10,38%, jalan provinsi 10.234 km atau 15,88% dan
jalan kabupaten/kota sepanjang 47.516 km atau 73,74%.
Tabel 2. Panjang Jaringan Jalan Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota
No
Provinsi
Panjang Jalan Jumlah
Nasional Provinsi Kab/Kota
1 NTB 632 1.843 5.585 8.060
2 NTT 1.404 1.737 16.320 19.461
3 Maluku 1.066 1.612 4.573 7.251
4 Maluku Utara 511 1.863 2.969 5.343
5 Papua 2.111 1.873 12.340 16.324
6 Papua Barat 963 1.306 5.729 7.998
Jumlah 6.687 10.234 47.516 64.437
Sumber: SKEP Menteri PU No.632/KPTS/M/2009 dan Statistik
Transportasi 2011
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 12
2. Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan
Di Nusa Tenggara Barat terdapat 4 pelabuhan penyeberangan terdiri
dari 2 lintas penyeberangan antar provinsi dan 1 lintas
penyeberangan dalam provinsi. Semua pelabuhan penyeberangan
pada lintasan penyeberangan tersebut di atas merupakan pelabuhan
penyeberangan yang diusahakan dikelola oleh BUMN yaitu ASDP.
Transportasi penyeberangan di Kepulauan Maluku relatif berbeda
karakteristiknya dengan beberapa Provinsi di Indonesia karena
prinsip pelayanannya terbatas pada menghubungkan pulau dengan
pulau meskipun beberapa lintasan menghubungkan ujung jalan
dengan ujung jalan baik nasional maupun provinsi. Melihat kondisi
geografis Maluku sebagai Provinsi Kepulauan, transportasi
penyeberangan memiliki peranan yang penting dan strategis
terutama karena dapat menjangkau pelosok wilayah daratan dan
untuk menghubungkan antar pulau. Jaringan penyeberangan di
Provinsi Maluku didominasi oleh penyeberangan perintis dan
beberapa penyeberangan komersil.
Sistem transportasi penyeberangan di Maluku Utara terpusat di Kota
Ternate yang menjangkau beberapa pulau, namun beberapa pulau
terjangkau seperti Kepulauan Sula, Pulau Obi, Pulau Gebe, Pulau
Makian, dan sebagainya. Jalur lintasan transportasi penyeberangan
saat ini berjumlah 8 (delapan) lintasan. Rata-rata kondisi fasilitas
pelabuhan penyebrangan di Maluku utara misalnya pelabuhan
Bastiong Ternate, Rum Tidore, Sidangoli dan Sofifi Halmahera,
Tobelo Halmahera Timur belum memenuhi standart pelayanan
minimum yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat Kementerian Perhubungan.
Dari 6 Provinsi sebagai lokasi objek studi, Provinsi Papua dan Papua
Barat yang termasuk memberdayakan sungai sebagai media
transportasi, hal ini didukung potensi alur sungai yang menyebar
pada beberapa wilayah kabupaten/kota. Dari 11 kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat, terdapat 7 kabupaten/kota yang memiliki
sungai yang diberdayakan oleh masyarakat, dan Kabupaten Sorong
Selatan dengan ibukota Teminabuan termasuk yang memiliki potensi
sungai terbesar yaitu 13 sungai dengan panjang dan lebar yang
bervariasi, namun pada umumnya dapat dilayani kapal motor 30-50
GT. Di Papua, terdapat 14 sungai besar yang diberdayakan
masyarakat sebagai media transportasi, belum termasuk anak-anak
sungainya yang hulunya dapat menjangkau pedalaman wilayah
Kabupaten Membramo Tengah, Yahukimo, Boven Digoel, Nduga di
wilayah Pegunungan Tengah.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 13
Pulau Papua juga memiliki potensi danau yang cukup besar yang
sebagian dimanfaatkan sebagai media transportasi. Untuk Provinsi
Papua Barat terdapat beberapa danau di wilayah Kabupaten
Kaimana yaitu Sewiti, Atman, Laumira, Mburo, Yamer, Kamawelas
dan Anggi di pegunungan Arfak. Terdapat 5 lokasi pelabuhan yang
cukup potensial di danau Sentani dari segi jumlah pergerakan per
hari yaitu Yahim, Albar, Putali, Kamiyaka, Samporo. Namun pusat
distribusi pergerakan adalah Yahim, sehingga lintasan pergerakan
yang terjadi adalah : Yahim – Albar PP, Yahim – Pertali PP, Yahim
– Kamiyaka PP, Yahim – Samporo PP.
Transportasi penyeberangan di Provinsi Papua dan Papua Barat
terpusat di Teluk Cendrawasih yaitu melayani lintas penyeberangan
Mokmer (Biak) – Serui, Biak – Nabire, Biak – Numfor, Biak –
Manokwari, dan Serui – Nabire, sedangkan untuk papua Barat
menghubungkan Sorong – Patani (Provinsi Maluku Utara) dan
Kabupaten Raja Ampat di Waisai.
Untuk menunjang lintas penyeberangan tersebut, beberapa sarana
yang dimiliki PT (Persero) ASDP Perhubungan untuk melayani
lintasan tersebut. Dari 12 pelabuhan penyeberangan hanya 8
pelabuhan yang dikunjungi kapal motor penumpang seperti KMP
Teluk Cenderawasih II, Kasuari Fasifik IV, Terubuk, Gutila, dan
Arwana jenis Ro-Ro bobot 495-35 GRT untuk memuat penumpang
berkisar 100-350 dan kendaraan roda 4 maksimum 12 kendaraan.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 14
Gambar 6. Jaringan Jalan dan Lintas Penyeberangan di KTI
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 15
B. Kinerja Pelayanan Transportasi Darat Kawasan Timur
Indonesia
Analisis kinerja pelayanan transportasi darat Kawasan Timur Indonesia
dilakukan melalui penilaian terhadap 14 indikator kinerja pelayanan
transportasi. Berikut ini hasil analisis tersebut. Dasar penilaian
didapatkan dari responden dengan melakukan penilaian tingkat
kepuasan dan kepentingan yang didasarkan pada skala likert (1-5).
Untuk mendapatkan Nilai kinerja digunakan pendekatan metode
Costumer Satification Index (CSI) yaitu membandingkan antara nilai
kepuasan (Xi) dan nilai kepentingan pemakai jasa transportasi jalan,
sungai, danau dan penyeberangan (Yi).
1. Transportasi Jalan
Berdasarkan hasil penilaian CSI di Provinsi NTB menunjukkan
bahwa indikator yang membutuhkan perbaikan pelayanan adalah
teratur, keamanan, kenyamanan dan kemudahan.
Gambar 7. Kuadran Kinerja Transportasi Jalan Provinsi NTB
Di Provinsi NTT, indikator kinerja pelayanan yang termasuk dalam
kuadran II yaitu kemudahan dan tepat waktu. Provinsi Nusa
Tenggara Timur masih membutuhkan peningkatan. kemudahan
menggunakan angkutan umum.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 16
Gambar 8. Kuadran Kinerja Transportasi Jalan Provinsi NTT
Kinerja indikator pelayanan pada transportasi jalan di Provinsi
Maluku yang membutuhkan peningkatan adalah keselamatan, tepat
waktu, tarif terjangkau serta lancar dan cepat.
Gambar 9. Kuadran Kinerja Transportasi Jalan Provinsi Maluku
Terdapat 3 indikator pelayanan yang memiliki kinerja yang
membutuhkan peningkatan yaitu tepat waktu, lancar dan cepat, dan
aksesibilitas. Provinsi Maluku Utara merupakan hasil pemekaran
dari Provinsi Maluku sehingga pengembangan jaringan jalan pada
saat pusat Pemerintahan di Ambon masih terkosentrasi di wilayah
Pulau Ambon dan Seram sedangkan Pulau Halmahera relatif
terbatas.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 17
Gambar 10. Kuadran Kinerja Pelayanan Transportasi di Provinsi
Maluku Utara
Penilaian Kinerja Indikator pelayanan transportasi jalan di Provinsi
Papua menghasilkan 4 indikator yang membutuhkan peningkatan
yaitu aksesibilitas, tepat waktu, lancar dan cepat serta nyaman. Dari
keempat indikator tersebut, indikator aksesibilitas yang termasuk
sangat prioritas karena sangat terkait dengan jangkauan pelayanan
kepada masyarakat papua yang bermukim di pelosok desa, di
wilayah pegunungan dan dataran rendah.
Gambar 11. Kuadran Kinerja Transportasi Jalan di Provinsi Papua
Permasalahan Provinsi Papua Barat terhadap transportasi jalan tidak
jauh beda dengan provinsi Papua yaitu kinerja aksesibilitas. Ruas
jalan Sorong - Manokwari sebagai prasarana transportasi jalan yang
menghubungkan 2 kota utama sampai saat ini belum maksimal
digunakan karena beberapa unit jembatan belum terbangun, dan
berdampak terhadap kelancaran dan kecepatan, apalagi bila terjadi
hujan di hulu sehingga air sungai meluap dan kendaraan sulit
melintasinya.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 18
2. Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan
Dari 14 indikator di provinsi NTB ternyata kinerja indikator
pelayanan yang membutuhkan peningkatan adalah ketepatan waktu,
hal ini mencerminkan bahwa pelayanan transportasi penyeberangan
masih membutuhkan perbaikan dari aspek indikator ketepatan
waktu.
Gambar 12. Kuadran Kinerja Transportasi Penyeberangan Provinsi
NTB
Kinerja indikator pelayanan yang membutuhkan perhatian pada
pelayanan transportasi penyeberangan adalah keamanan. Hal
tersebut dapat dimaklumi karena operasional kapal dalam melayani
lintas pada umumnya melalui laut lepas sehingga faktor keamanan
pada saat berlayar kadang terancam akibat tingginya gelombang dan
kuatnya arus.
Gambar 13. Kuadran Kinerja Transportasi Penyeberangan Provinsi
NTT
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 19
Terdapat 5 indikator kinerja yang membutuhkan perhatian dan
prioritas peningkatannya di Provinsi Maluku, yaitu keamanan,
aksesibilitas, kemudahan, keterpaduan dan tepat waktu.
Gambar 14. Kuadran Kinerja Transportasi Penyeberangan Provinsi
Maluku
Persepsi pemakai jasa transportasi penyeberangan di Provinsi
Maluku Utara terhadap kinerja pelayanan menunjukkan bahwa
indikator kemudahan dan ketepatan waktu yang membutuhkan
peningkatan.
Gambar 15. Kuadran Kinerja Transportasi Penyeberangan Provinsi
Maluku Utara
Terdapat 4 indikator pelayanan pada transportasi penyeberangan
yang membutuhkan peningkatan yaitu aksesibilitas, keselamatan,
kemudahan dan tepat waktu. Pelayanan lintas penyeberangan di
Provinsi Papua terpusat di Teluk Cendrawasih dan di Kawasan aliran
sungai Digul, Papua bagian selatan.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 20
Gambar 16. Kuadran Kinerja Transportasi Penyeberangan Provinsi
Papua
Kinerja pelayanan transportasi sungai dan danau di Provinsi Papua
dalam penilaian pemakai jalan menunjukkan 6 indikator yang
membutuhkan peningkatan yaitu aksesibilitas, kenyamanan, lancar
dan cepat, teratur, terpadu dan tepat waktu.
Gambar 17. Kuadran Kinerja Pelayanan Transportasi Sungai di
Provinsi Papua Barat
Jika dievaluasi tingkat Kawasan Timur Indonesia, penilaian kinerja
transportasi jalan menunjukkan bahwa yang membutuhkan prioritas
peningkatan adalah indikator tepat waktu, hal ini terlihat bahwa
pemakai jalan pada enam provinsi mengharapkan perbaikan,
selanjutnya indikator lancar dan cepat serta aksesibilitas.
Terdapat 3 provinsi yang memiliki 4 indikator yang membutuhkan
perhatian atau peningkatan yaitu Nusa Tenggara Barat, Maluku dan
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 21
Papua sedangkan lebihnya memiliki 3 indikator. Untuk jelasnya
dapat dilihat pad Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Indikator Pelayanan yang Membutuhkan
Peningkatan pada Transportasi Jalan per Provinsi di KTI
Indikator
Pelayanan NTB NTT Maluku
Maluku
Utara Papua
Papua
Barat Jumlah
Aman √ - - - - - 1
Nyaman √ - - - √ - 2
Teratur √ - - - - - 1
Tepat Waktu √ √ √ √ √ √ 6
Mudah - √ - - - - 1
Keselamatan - - √ - - - 1
Tarif - - √ - - - 1
Lancar &
Cepat
- - √ √ √ √ 4
Aksesibilitas - - - √ √ √ 3
Jumlah 4 2 4 3 4 3
Sumber: Hasil Analisis
Penilaian kinerja pelayanan terhadap indikator pelayanan
transportasi penyeberangan di Kawasan Timur Indonesia yang
membutuhkan perhatian adalah tepat waktu karena seluruh provinsi
mengharapkan peningkatan, selanjutnya keteraturan, keamanan dan
kemudahan terdapat 3 provinsi. Selain itu provinsi yang memiliki
indikator pelayanan terbanyak yang membutuhkan perhatian adalah
Maluku 5 indikator menyusul Papua dan Papua Barat 4 indikator dan
Nusa Tenggara Timur 3 indikator.
Dari kedua moda transportasi, indikator pelayanan yang
membutuhkan peningkatan adalah transportasi jalan ketepatan waktu
dan kelancaran sedangkan transportasi penyeberangan adalah
ketepatan waktu dan keteraturan, keamanan dan kemudahan.
Tabel 4. Jumlah Indikator Pelayanan yang Membutuhkan
Peningkatan pada Transportasi Penyeberangan di KTI
Indikator
Pelayanan NTB NTT Maluku
Maluku
Utara Papua
Papua
Barat Jumlah
Tepat Waktu √ √ √ √ √ √ 6
Teratur √ √ √ - - - 3
Aman - √ √ - - √ 3
Keterpaduan - - √ - - - 1
Aksesibilitas - - √ - √ - 2
Mudah - - - √ √ √ 3
Keselamatan - - - - √ - 1
Kapasitas - - - - - √ 1
Jumlah 2 3 5 2 4 4
Sumber: Hasil Analisis
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 22
C. Pola Pergerakan Transportasi Darat Kawasan Timur
Indonesia
1. Pola Pergerakan Penumpang di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Arah pergerakan penumpang di Provinsi Nusa Tenggara Barat masih
terkonsentrasi di Kabupaten Lombok Tengah yaitu sebesar 23,75%.
Kondisi ini dimungkinkan karena Lombok Tengah termasuk wilayah
perbatasan dengan Kota Mataram. Selain itu, dari beberapa objek
wisata terkenal serta kawasan perhotelan pada umumnya berlokasi di
Kabupaten Lombok Tengah. Urutan kedua yang menjadi pusat
pergerakan pada beberapa tahun mendatang adalah Lombok Timur,
dengan kontibusi sebesar 21,87%, selanjutnya Lombok Barat sebesar
15,51% dan kota Mataram sebesar 13,22%. Informasi ini
menunjukkan bahwa antara Lombok dan Sumbawa sebagai dua
pulau besar di Provinsi NTB terlihat bahwa Pulau Lombok tetap
menjadi prioritas dalam pengembangan infrastruktur transportasi,
khususnya transportasi darat.
2. Pola Pergerakan Penumpang di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Terdapat 3 wilayah kabupaten/kota yang membutuhkan perhatian
dalam pengembangan saranadan prasarana transportasi darat
dikaitkan dengan proyeksi ke depan yaitu Kota Kupang memiliki
kontribusi sebesar 17,69%, Kabupaten Kupang sebesar 98,4% dan
Kabupaten TTS sebesar 7,76%.
Kontribusi ini mencerminkan arah pergerakan penumpang di
wilayah NTT masih terpusat di Kupang sebagai ibukota provinsi.
Selanjutnya Kabupaten Kupang dan Atambua di Kabupaten Belu.
Kabupaten Kupang termasuk kabupaten penyanggah sebelum
memasuki Kupang, sedangkan Atambua Kabupaten Belu termasuk
wilayah strategis karena faktor wilayah perbatasan dengan Negara
tetangga Timur Leste.
3. Pola Pergerakan Penumpang di Provinsi Maluku
Pola pergerakan penumpang di Provinsi Maluku sebagian besar
tertuju pada Kabupaten Maluku Tengah yaitu sebesar 26,51%.
Kondisi ini dipengaruhi oleh luas wilayah dan penyebaran penduduk
yang umumnya bermukim di Pulau Seram dan Pulau Ambon,
meskipun diketahui bahwa Kota Ambon terletak di Pulau Ambon.
Beberapa pusat industry, pariwisata dan potensi pertanian Provinsi
Maluku berlokasi di Kabupaten Seram Tengah.
Kota Ambon menduduki urutan kedua sebagai pusat bangkitan dan
tarikan dengan kontribusi sebesar 21,94%, hal ini menunjukkan
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 23
bahwa untuk transportasi darat, laut dan udara, fasilitasnya tersedia
di wilayah administrasi Kota Ambon.
Urutan ketiga diduduki oleh Kabupaten Seram Bagian Barat sebesar
17,01%, yaitu kabupaten dengan pusat pemerintahan di Piru, bahkan
wilayah ini sebelumnya termasuk dalam Kabupaten Maluku Tengah.
4. Pola Pergerakan Penumpang di Provinsi Maluku Utara
Perkembangan Provinsi Maluku Utara sejak pemekaran mengalami
pertumbuhan transportasi yang cukup pesat, interkoneksi antar 4 titik
simpul yaitu Ternate, Soasiu, Sidangoli dan Sofifi cukup
memberikan kontribusi dalam perkembangan transportasi Provinsi
Maluku Utara.
Kota Tidore Kepulauan memberikan kontribusi cukup tinggi yaitu
mencapai 27,54%, Halmahera Tengah sebesar 27,32% dan
selanjutnya Kota Ternate sebesar 21,84%. Kebijakan pemindahan
Ibukota Provinsi Maluku Utara dari Ternate ke Sofifi akan
berdampak pada peningkatan aktivitas pemerintahan, perdagangan
dan industri, apalagi Pulau Halmahera memiliki jaringan jalan yang
dapat menghubungkan Kota Tobelo di utara dan Kota Weda, Patani
dan Saketa di timur dan selatan.
5. Pola Pergerakan Penumpang di Provinsi Papua
Keterbatasan aksesibilitas transportasi darat yang dapat menjangkau
beberapa kabupaten/kota yang selama ini hanya transportasi udara,
mengalami perkembangan pada beberapa tahun ke depan.
Tembusnya jalan yang menghubungkan Nabire - Mulia, Mulia -
Wamena, Jayapura - Wamena dan Jayapura - Merauke, serta Timika
- Nabire.
Kota Jayapura sebagai Ibukota Provinsi, mengalami perkembangan
yang cukup pesat, keunikan sektor transportasi kota yang mencapai
18,27%, menyusul Yahukimo sebesar 6,75% dan Puncak Jaya
sebesar 5,88%.
6. Pola Pergerakan Penumpang di Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat yang menjadi pusat titik simpul pergerakan
transportasi adalah Kabupaten Sorong dengan nilai tertinggi,
kemudian Kota Sorong dan Manokwari. Kota Sorong sebagai Kota
Minyak, mengalami perkembangan yang cukup pesat sejalan dengan
beberapa isu strtegis yang menjadikan Kota Sorong sebagai Kota
Industri dan Pelabuhan Perikanan. Pelabuhan perikanan yang
mengakomodasi Nelayan Asia Tenggara, cukup strategis dalam
membentuk pola pergerakan lalu lintas jalan, laut dan udara.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 24
D. Analisis Prioritas Pengembangan Sarana Prasarana
Transportasi Darat Kawasan Timur Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan nilai eigen vector pada analisis hirarki
proses, masing-masing provinsi menunjukkan bahwa prioritas
pengembangan sarana dan prasarana transportasi jalan adalah Provinsi
Papua menempati prioritas pertama, menyusul Provinsi Papua Barat,
Provinsi Maluku Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
Tabel 5. Nilai Prioritas Pengembangan Sarana dan Prasarana
Transportasi Jalan Kawasan Timur Indonesia
No Provinsi Nilai Eigen Vector Prioritas
1 Papua 0,262 1
2 Papua Barat 0,228 2
3 Maluku Utara 0,139 3
4 Maluku 0,135 4
5 Nusa Tenggara Timur 0,120 5
6 Nusa Tenggara Barat 0,116 6
Sumber: Hasil Perhitungan
Pengembangan sarana dan prasarana transportasi penyeberangan di
Kawasan Timur Indonesia mewujudkan prioritas pertama adalah
Provinsi Maluku, selanjutnya Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, hal tersebut didasarkan pada
hasil perhitungan eigen vector.
Tabel 6. Prioritas Pengembangan Transportasi Penyeberangan KTI
No Provinsi Nilai Eigen Vector Prioritas
1 Maluku 0,286 1
2 Maluku Utara 0,229 2
3 Papua 0,166 3
4 Papua Barat 0,133 4
5 Nusa Tenggara Timur 0,109 5
6 Nusa Tenggara Barat 0,076 6
Sumber: Hasil Perhitungan
Selanjutnya pengembangan sarana dan prasarana transportasi sungai
dan danau dalam penilaian prioritas menunjukkan provinsi Papua yang
menduduki prioritas tertinggi menyusul Provinsi Papua Barat. Hal ini
didasarkan pada nilai eigen vector pada kedua wilayah tersebut dan
kondisi lapang pun menunjukkan jumlah aliran sungai yang
diberdayakan sebagai media transportasi, Provinsi Papua jauh lebih
banyak, begitu pula transportasi danau.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 25
Tabel 7. Nilai Eigen Vector Prioritas Pengembangan Transportasi
Sungai dan Danau di Kawasan Timur Indonesia
No Provinsi Nilai Eigen Vector
Prioritas Sungai Danau
1 Papua 0,588 0,572 1
2 Papua Barat 0,412 0,428 2
Sumber: Hasil Perhitungan
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
1. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
kabupaten/kota dikaitkan dengan rencana pengembangan sarana dan
prasarana transportasi darat, terlihat beberapa pergeseran lokasi
penempatan terminal tipe A dan B, dermaga penyeberangan dan
sungai, lintas penyeberangan. Hal ini disebabkan oleh faktor
pemekaran wilayah dan perubahan pola pergerakan transportasi
kearah pemekaran yang menjauh dari CBD kota.
2. Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) pada 6 provinsi sudah
tersusun, namun belum ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah,
sedangkan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) sebagian besar
kabupaten/kota belum menyusunnya dengan alasan keterbatasan
dana, kecuali yang bersumber dari APBN. Hal ini berdampak pada
sistem transportasi yang penyelesaiannya hanya bersifat temporer
(jangka pendek) dan tidak padu dengan Rencana Tata Ruang.
3. Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat di
Provinsi Papua dan Papua Barat terdapat beberapa pergeseran,
khususnya yang terkait dengan penetapan lintas tengah, lintas
selatan, lintas utara dan lintas utara selatan sebagai tindak lanjut
kebijakan pemerintah provinsi dalam pengentasan kemiskinan dan
disparitas harga, serta peningkatan akses.
4. Permintaan kebutuhan pergerakan transportasi darat pada setiap
provinsi memiliki karakteristik yang berbeda.
- Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
berperan sangat mendukung sektor pariwisata dan perdagangan
kebutuhan konsumsi serta pembangunan, prioritas
pengembangan integrasi transportasi jalan dan ferry.
- Provinsi Maluku dan Maluku Utara terkait dengan kegiatan
sehari-hari masyarakat, potensi sektor pertambangan,
perkebunan dan perikanan. Transportasi jalan masih terbatas
untuk angkutan kota antar dan dalam provinsi.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 26
- Provinsi Papua dan Papua Barat masih besifat parsial yaitu
wilayah Sorong, Manokwari, Nabire, Wamena, Jayapura,
Merauke dan Timika yang umumnya terkait dengan kegiatan
sehari-hari masyarakat, seperti pertanian dan pertambangan.
5. Kinerja indikator pelayanan transportasi darat di kawasan timur
Indonesia menunjukkan posisi kuadran 2, yaitu membutuhkan
peningkatan pelayanan transportasi jalan terutama indikator tepat
waktu, kelancaran dan kecepatan, sedangkan transportasi
penyeberangan adalah ketepatan waktu, keteraturan, keselamatan
dan kemudahan.
6. Jumlah lintas penyeberangan yang akan dibuka sampai pada tahun
2030 baik antar kabupaten maupun antar provinsi dalam rangka
mewujudkan sabuk utara, tengah, selatan serta utara selatan
mencapai 20 sampai 30 lintas. Kendala dalam pengembangan
tersebut adalah pengadaan kapal sebagai jaringan pelayanan.
7. Pada ruas jalan lintas Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dijumpai
terbatasnya sarana keselamatan transportasi jalan berupa rambu,
(RPPJ), pagar pengaman, cermin tikungan, delinator, belum
termasuk ruas jalan yang akan dibangun pada tahun 2014 - 2030.
8. Pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat di kawasan
Timur Indonesia sangat membutuhkan prioritas untuk pembangunan
dan peningkatan transportasi jalan terutama pada Provinsi Papua,
Papua Barat, Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan
Nusa Tenggara Barat. Sedangkan untuk transportasi penyeberangan
prioritas utama ditujukan pada Provinsi Maluku, Maluku Utara,
Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat
serta pengembangan transportasi sungai dan danau adalah Provinsi
Papua dan Papua Barat.
9. Program penggunaan kendaraan hemat energi, kendaraan berbahan
bakar gas, bio diesel, aki, listrik, solar cell belum banyak digunakan,
sedangkan tuntutan eco green, blue sky telah dicanangkan beberapa
tahun lalu. Begitu pula pemanfaatan sistem komputerisasi untuk
menunjang pengaturan lalu lintas di perkotaan masih relatif terbatas.
10. Konektivitas antar moda transportasi jalan dan penyeberangan
mengalami peningkatan baik volume maupun frekuensinya pada
beberapa lintas tertentu. Selain itu, pengoperasian beberapa jenis
truck atau angkutan barang yang dioperasikan oleh industri semen,
gas, kimia dan pupuk juga mengalami peningkatan.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 27
B. REKOMENDASI
1. Melakukan revisi tata ruang wilayah provinsi atau kabupaten/kota
dengan mengakomodasi rencana pengembangan sarana dan
prasarana transportasi darat terhadap penetapan lokasi terminal type
A dan B, dermaga pelabuhan penyeberangan sungai dan danau dan
lintas penyeberangan, berdasarkan legalitas yang ada yaitu setelah 5
tahun penetapannya.
2. Percepatan pembuatan peraturan daerah Tatrawil dan Tatralok yang
telah tersusun dan mengalokasikan anggaran penyusunan Tataran
Transportasi Lokal (Tatralok) bagi kabupaten/kota yang belum
tersusun Tatraloknya.
3. Mengusulkan penetapan jaringan jalan provinsi Papua lintas tengah,
lintas utara, lintas selatan dan lintas utara selatan kepada Menteri
Pekerjaan Umum sebagai revisi KM 630 dan 631 tentang jaringan
jalan arteri dan kolektor serta jaringan jalan nasional, termasuk jalan
strategis.
4. Mengantisipasi permintaan transportasi darat dari sektor pariwisata
dan perdagangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur, sektor pertambangan perkebunan dan perikanan di
Provinsi Maluku dan Maluku Utara serta sektor pertanian dan
pertambangan di Provinsi Papua dan Papua Barat dengan
membangun atau meningkatkan prasarana dan sarana transportasi
darat.
5. Meningkatkan kinerja pelayanan pada indikator tepat waktu,
kelancaran dan cepat pada pelayanan transportasi jalan, ketepatan
waktu, keteraturan, keselamatan dan kemudahan pada transportasi
penyeberangan, sungai dan danau melalui penetapan jadwal
keberangkatan, disiplin awak kendaraan, peningkatan frekuensi
armada serta pemasangan rambu dan marka.
6. Melakukan pengadaan kapal RORO bobot 150 GT, 250/300 GT,
500 GT, 1000 GT dan 3000 GT berdasarkan karakteristik lintasan
yang ada, dengan sasaran pengoperasian keperintisan.
7. Pengadaan pemasangan sarana keselamatan transportasi pada ruas
jalan Lintas Nusa Tenggara, Maluku dan Papua berupa rambu
(RPPJ), pagar pengaman, cermin tikungan, destinator yang
disesuaikan dengan kebutuhan prioritas.
8. Percepatan pembangunan dan pengembangan prasarana transportasi
jalan di Provinsi Papua dan Papua Barat, Maluku Utara agar lintas
Papua dan Maluku dapat terwujud, begitu pula untuk
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 28
trspenyeberangan diprioritaskan di Provinsi Maluku, Papua Barat,
Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur.
9. Menetapkan kebijakan penggunaan kendaraan hemat energi pada
wilayah tertentu, serta penggunaan kendaraan berbahan bakar gas,
bio diesel, aki, listrik dan solar cell, serta menetapkan kota-kota
yang menggunakan metode automatic traffic central system sebagai
sistem pengaturan lalu lintas.
Pembangunan dan pengembangan dermaga Pelabuhan Lembar,
Kayangan, Pototano, Sape dan Labuan Bajo untuk mampu melayani
kapal berkapasitas 3000 s/d 5000 GT, serta pengadaan kapalnya.
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 29
DDAAFFTTAARR PPUUSSTTAAKKAA
Bowersox, Donald J, 1978, Logistics Management 2, Second Edition,
Terjemahan oleh Hasyim Ali, Bumi Aksara, Jakarta.
Diklat & TibJa, 2001, Operasi Bongkar Muat Peti Kemas, PT.(Persero)
Pelabuhan Indonesia III, Surabaya,.
Ghozali., I, 2009, Ekonometrika, Teori Konsep dan Aplikasi dengan SPSS
17, UNDIP Semarang.
Hayath, Y, 1987, Intermodality, Concept and Practice, Israel Shipping and
Aviation Research Institute, LLP London.
Jinca, M.Y., 2008, Antisipasi Perkembangan Teknologi Petikemas Terhadap
Prasarana dan Sarana Transportasi Multimoda, Publikasi FSTPT,
UGM Yogyakarta.
Khisty, C. Jotin, 1990, Transportation Engineering, Prentice Hall, New
Jersey.
Kementerian Perhubungan, 2009, Studi Prioritas Pembangunan Jaringan
Pelayanan dan Prasarana Transportasi di Pulau KTI, Laporan Akhir,
Badan Litbang Perhubungan, Jakarta.
---------------------, 2010, Studi Jaringan Transportasi Logistik di Kawasan
Timur Indonesia Termasuk Daerah Perbatasan, Terpencil dan
Pedesaan, Laporan Akhir, Balitbang Perhubungan, Jakarta.
---------------------, 2010, Studi Lokasi Pelabuhan Utama dan Pengumpul di
Kawasan Timur Indonesia dalam Perspektif Efisiensi Logistik,
Laporan Akhir, Puslitbang Manajemen Transportasi Multimoda
Litbang Perhubungan, Jakarta.
---------------------, 2012, Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Maluku
Utara Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi di Koridor VI Papua - Maluku, Laporan Akhir, Balitbang
Perhubungan, Jakarta.
---------------------, 2012, Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Maluku
Dalam Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi di Koridor VI
Papua-Maluku, Laporan Akhir, Balitbang Perhubungan, Jakarta.
---------------------, 2012, Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Nusa
Tenggara Barat Dalam Mendukung Percepatan Pembangunan
Ekonomi di Koridor V Bali-Nusa Tenggara, Laporan Akhir, Balitbang
Perhubungan, Jakarta.
---------------------, 2012, Studi Tinjau Ulang Tatrawil Provinsi Nusa
Tenggara Timur Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan
Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Darat di KTI
EXECUTIVE SUMMARY 30
Pembangunan Ekonomi di Koridor V Bali-Nusa Tenggara, Laporan
Akhir, Balitbang Perhubungan, Jakarta.
Morlok, Edward K., 1995, Pengantar Teknik dan Perencanaan
Transportasi, McGraw Hill,Inc (terjemahan).
Napitulu, E., (2010), Analisis Pengaruh Sistemik Kongesti Transportasi
Petikemas Terhadap Biaya, Konsepsi Proposal Disertasi, DTS Undip
Semarang.
Peter R. Stopher, 1980, Urban Transportation Modeling and Planning,
Lexington Books.
Ristono, Agus, Puryani, 2011, Penelitian Operasional Lanjut , Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Sihaloho, A. 2012, Model Transportasi Gugus Pulau Trans Maluku Dalam
Mendukung Pengembangan Wilayah Provinsi Maluku, Disertasi
Program Doktor, PPs-Unhas
Silvia Sukirman, 1999, Perkerasan Lentur Japan, Nova.
Taha, A., H., 2007, Operations Research an Introduction, Edisi 8, Pearson
Education Inc, Upper Sadle River, New Jersey
Teodor Gabriel Crainic, 2005, Intermodal Transportation, Canada.