Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN
TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN
JALAN PROPINSI JURUSAN BINJAI – TIMBANG LAWANG
(STA 61+000 – 62+800)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan
Memenuhi Syarat Uuntuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
IMMANUEL SYAM NAEK NABABAN
04 0404 057
SUB JURUSAN TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “STUDI PERENCANAAN
TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK
PENINGKATAN JALAN PROPINSI JURUSAN BINJAI – TIMBANG LAWANG
(STA 61+000-62+800)” yang disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam
menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil bidang Transportasi pada Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-
pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis, khususnya kepada :
1. Bapak Medis S. Surbakti, ST,MT selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, pikiran, dan bimbingan dalam
penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Waldenhoff S Napitu, Ir. Joni Harianto, Ir.Torang Sitorus,
selaku pembanding yang telah memberi kritik dan masukan.
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Teruna Jaya, MSc selaku Sekretaris Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
i
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
5. Bapak dan Ibu Dosen/Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan.
7. Khusus buat kedua orangtua saya tercinta yang telah mendidik,
membimbing, dan memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
8. Buat kakak saya yang telah memberikan dukungan dan doa.
9. Terima kasih kepada seluruh teman-teman 2004 yang telah membantu.
Yang tak bisa saya ucapkan satu persatu, terima kasih saya ucapkan.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman serta referensi yang saya miliki.
Penulis sangat mengharapkan saran-saran dan kritik demi perbaikan pada masa
mendatang.
Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang teknik sipil.
Medan, Oktober 2008 Hormat Saya,
Immanuel Syam Naek Nababan 04 0404 057
ii
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN
TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN PROVINSI
JURUSAN BINJAI – TIMBANG LAWANG (Sta. 61+000-Sta. 62+800) KABUPATEN LANGKAT
Oleh : Immanuel Syam Naek Nababan (04 0404 057)
Jalan Binjai-Timbang Lawang ini merupakan jalan propinsi yang
menghubungkan kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Jalan ini termasuk dalam klasifikasi jalan primer kolektor yaitu jalan yang dilalui oleh kendaraan yang cukup banyak dan mempunyai beban yang berat. Karena seringnya jalan ini dilalui oleh kendaraan yang berbeban berat mengakibatkan kondisi jalan tersebut menjadi rusak, maka jalan tersebut perlu direhabilitasi.
Dalam laporan ini, penulis akan memaparkan proses perencanaan perhitungan tebal lapis tambahan (overlay) pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang sekaligus menjelaskan kekurangan (misalnya ada kesilapan dalam perhitungan) dan kelebihan (misalnya ada metode-metode lain yang dilakukan dalam perencanaan tebal lapisan perkerasan tambahan) dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan tambahan yang dilakukan konsultan perencana pada proyek tersebut.
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat bagi penulis sendiri untuk menambah pengetahuan dalam menghitung tebal lapisan tambahan dan mahasiswa yang lain dalam membahas hal yang sama.
Topik bahasan ini dititikberatkan pada perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui bagaimana perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay) yang dilakukan oleh Konsultan Perencana dan untuk mengetahui kesesuaian antara Penulis dengan Konsultan Perencana dalam menghitung tebal lapisan perkerasan tambahan (Overlay).
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: melakukan survey lalu lintas, mengadakan studi literatur, mendapatkan data dari Dinas PU Jalan dan Jembatan jl Sakti Lubis No. 7R Medan. Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara: menggunakan metode Benkelman Beam.
Dari hasil pembahasan diperoleh: 1) Teknik yang digunakan dalam perhitungan tebal lapisan perkerasan adalah dengan menggunakan metode Benkelman Beam; 2) Konstruksi lapis perkerasan pada jalan Binjai Timbang Lawang ini terdiri dari 3 lapis, yaitu: lapis existing (perkerasan lama), lapis permukaan bawah/lapis pengikat (AC-BC), dan lapis permukaan (AC-WC).
Simpulan: 1) Mengenai hasil perhitungan tebal lapisan perkerasan, pihak Konsultan Perencana Mendapatkan Tebal AC-BC = 6 cm, sedangkan penulis memperoleh tebal AC-BC = 5 cm dengan menggunakan metode Bina marga 2005 dan aplikasi RDS 5.01. 2)Perbedaan tebal lapisan tambahan dengan metode Bina
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Marga 2005 dengan perencana dikarenakan adanya faktor – faktor baru yang diperhitungkan dalam metode ini.
ABSTRACT
THICK PLANNING STUDY OF OVERLAY BY INCREASING OF PROVINCE STREET ACROSS BINJAI TIMBANG LAWANG
OF LANGKAT (Sta. 61+000-Sta. 62+800) KABUPATEN LANGKAT
By: Immanuel Syam Naek Nababan (04 0404 057)
The Timbang Lawang road is a road that connect Deli Serdang and Langkat. This road include in primere collector classification that means the road that across by a big truck or heavy ride. The road have been damaged because of routinity of the road that always across by the heavy ride. In this report the writer shall show us the overlay planning process on the Timbang Lawang reconstruct project and also explain the minus (like a miscounting) and the plus point (like the metods on the overlay project) at the overlay planning on this project. This last report was hopely usefull for the writer their self and for increase their knowledge the overlay count and for the other collage student to disqust the same topic. We are gonna disqust about the overlay count. The vision on this report is to know overlay planning count that the planning consult do and to know the result count between the consult and the writer about the overlay. The information collect technic was doing by a traffic survey, and literate study, and collect file from the PU on jl. Sakti Lubis number 7R Medan. The file process was using the Benkelman Beam method. The result is 1) The Benkelman Beam technic was use on the overlay; 2) The Binjai Timbang Lawang overlay contruct by using existing,sub-surface coarse (AC-BC) and surface coarse (AC-WC). Result is 1) The AC-BC thicknees result by consult is 6 cm, otherwise the writer result is 5 cm with “Bina marga 2005” methode and RDS 5.01 application ; 2) The thick difference of overlay that gotten by the writer by the consult is caused there are new factor in this methode. Key word: Broken street, Overlay, Benkleman Beam
iii
iv
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................
ABSTRAK ...............................................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................
DAFTAR GRAFIK .................................................................................................
DAFTAR TABEL ....................................................................................................
DAFTAR ISTILAH …............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................
DAFTAR NOTASI .................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
I.1 Latar Belakang.................................................................................
I.2 Permasalahan ...................................................................................
I.3 Maksud dan Tujuan ........................................................................
I.4 Pembatasan Masalah .......................................................................
I.5 Metodologi Pembahasan .................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
II.1 Umum .............................................................................................
II.2 Penggolongan Jalan .........................................................................
II.2.1 Berdasarkan Fungsinya ....................................................
II.2.2 Berdasarkan lalu Lintas .....................................................
II.2.2 Berdasarkan Volume dan Sifat lalu Lintas .......................
II.3 Konstruksi Perkerasan Jalan…………….........................................
II.3.1 Konstruksi Perkerasan Lentur ...........................................
II.3.1 Tanah Dasar……………………............................
II.3.2 Lapisan Pondasi bawah……………………...........
II.3.3 Lapisan Pondasi Atas…..…………........................
II.3.4 Lapisan Permukaan…………………….................
1
1
4
4
5
5
6
6
6
6
10
12
15
17
17
19
20
21
i
iii
iv
viii
ix
x
xii
xiv
xv
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
II.3.5 Pelapisan Tambahan…………………...................
II.3.2 Konstruksi Perkerasan Kaku ............................................
II.3.3 Konstruksi Perkerasan Komposit .....................................
II.4 Dasar – dasar Perencanaan ..............................................................
II.4.1 Umum ................................................................................
II.4.2 Analisa Perhitungan dengan Benkelman Beam ...............
II.4.2.1 01/MB/1983 (Bina Marga 1983) ........................
II.4.2.1.a Perhitungan Lendutan Balik………..........
II.4.2.1.b Faktor Keseragaman…..………..............
II.4.2.1.c Lendutan Balik Mewakili………………
II.4.2.1.d Lalu Lintas Rencana……………………
II.4.2.1.e Lendutan Balik yang diijinkan….….……
II.4.2.1.f Tebal Lapis Tambahan……….…………
II.4.2.2 Pd T-05-2005 B (Bina Marga 2005) ...................
II.4.2.2.a Lalu Lintas…………………………........
II.4.2.2.b Lendutan…………………………...........
II.4.2.2.c Keseragaman Lendutan………………….
II.4.2.2.d Lendutan Wakil (Dwakil)……….…...........
II.4.2.2.e Lendutan Rencana (Drencana)….………….
II.4.2.2.f Tebal Lapis Tambah (Ho)…………….....
II.4.2.2.g Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo)
II.4.2.2.h Tebal Lapis Tambah Terkoreksi (Ht)…....
II.4.2.2. i Jenis lapis Tambah………..…………….
II.4.2.3 Aplikasi Komputer RDS 5.01…….. ...................
II.4.2.3.a Perkembangan RDS………….…………..
II.4.2.3.b Pengumpulan Data Lapangan…….……...
II.4.2.3.c Pembagian Aplikasi RDS………………..
II.4.2.3.c.1 RDSINPUT…………………....
II.4.2.3.c.2 RDSESA…………………....…
II.4.2.3.c.3 RDSSORT……………...……...
23
25
26
27
29
29
29
29
30
31
32
37
37
39
39
42
47
48
49
49
50
50
53
55
55
58
61
62
63
66
71
v
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
II.4.2.3.c.4 RDSDESIGN……….…….…...
BAB III PEMBAHASAN ..............................................................................
III.1 Pelaksanaan…………………..........................................................
III.2 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan .........................
III.2.1 Metode Pd T-05-2005 B (Bina Marga 2005).....................
III.2.1.1 Perhitungan untuk seluruh stasiun……………..
III.2.1.1.a Faktor Keseragaman…………………....
III.2.1.1.b Menghitung Dwakil/Dsbl ov.……………....
III.2.1.1.c Menentukan N………………….……....
III.2.1.1.d Menentukan C………………..………....
III.2.1.1.e Menentukan E………..………………....
III.2.1.1.f Perhitungan CESA……..……….……....
III.2.1.1.g Menghitung Drencana/Dstl ov......…………..
III.2.1.1.h Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ho)....
III.2.1.1.i Menentukan Fo………...……...…..…....
III.2.1.1.j Menghitung Ht…………………..……...
III.2.1.1.k Menentukan FKTBL……………..….…....
III.2.1.1.l Menghitung tebal Lapis Tambah Koreksi
. III.2.1.2 Perhitungan Ulang seluruh stasiun………..……
III.2.1.2.a Faktor Keseragaman……………….…....
III.2.1.2.b Menghitung Dwakil/Dsbl ov.………….…....
III.2.1.2.c Menentukan N…………………..……....
III.2.1.2.d Menentukan C………………..………....
III.2.1.2.e Menentukan E…………………………...
III.2.1.2.f Perhitungan CESA………………...…....
III.2.1.2.g Menghitung Drencana/Dstl ov......……..…....
III.2.1.2.h Menghitung Tebal Lapis Tambah (Ho)....
III.2.1.2.i Menentukan Fo………...…….....……....
III.2.1.2.j Menghitung Ht……………..…………...
74
75
78
78
78
82
82
82
83
83
84
85
86
86
86
87
87
95
99
99
99
100
101
101
102
103
103
103
vi
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
III.2.1.2.k Menentukan FKTBL……………….…....
III.2.1.2.l Menghitung tebal Lapis Tambah Koreksi
III.2.1 Aplikasi RDS 5.01 (Roadworks Design System)...............................
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
V.1 Kesimpulan .....................................................................................
V.2 Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
99
99
112
112
113
104
105
108
121
121
122
vii
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema penyebaran gaya tekan ban roda terhadap
perkerasan jalan
Gambar 2.2 Struktur perkerasan lentur
Gambar 2.3 Struktur perkerasan kaku
Gambar 2.4 Tampilan RDSINPUT
Gambar 2.5 Tampilan RDSESA
Gambar 2.6 Tampilan RDSSORT ISIAN
Gambar 2.7 Tampilan RDSSORT PENGELOMPOKAN
Gambar 2.8 Kode Penanganan (Treatment Code) menurut IRMS
Gambar 2.9 Tampilan RDSDESIGN
Gambar 2.10 Alat Benkelman Beam
viii
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft)
Grafik 2.2 Faktor koreksi tebal lapis tambah / overlay (Fo)
Grafik 2.3 Hubungan antara lendutan rencana dengan lalu lintas
Grafik 2.4 Tebal lapis tambah (Ho)
Grafik 2.5 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
ix
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai SMP untuk masing – masing jenis kendaraan
Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Nilai SMP
Tabel 2.1.1 Nilai – nilai faktor keseragaman
Tabel 2.1.2 Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) menurut
metode 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983)
Tabel 2.1.3 Faktor Hubungan antara Umur Rencana dengan
Perkembangan Lalu Lintas (N) menurut metode 01/ M B/
1983 (Bina Marga 1983)
Tabel 2.1.4 Hubungan antara lendutan balik dengan lapis tambah
Tabel 2.2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan
Tabel 2.2.2 Koefisien distribusi kendaraan
x
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.2.3 Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) menurut
metode Pd T-05-2005 B
Tabel 2.2.4 Faktor Hubungan antara umur rencana dengan
perkembangan lalu lintas (N) menurut metode Pd T-05-
2005 B
Tabel 2.2.5 Faktor koreksi tebal lapis penyesuaian (FKTBL)
Tabel 2.3.6 Vehicle damage factor (VDF)
Tabel 2.3.7 Perbedaan Metode MN/01/83 , Pd T-05-2005-B, dan
Metode Aplikasi RDS 5.01
xi
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISTILAH
Surface Course : Lapisan Permukaan
Granular Soil : Tanah berbutir kasar
Wearing Coarse : Aspal Permukaan Lapis Aus
Existing Pavement : Perkerasan yang ada atau Perkerasan lama
Roadworks Design System : Aplikasi Komputer berbasis Microsoft Excel yang dapat digunakan untuk menghitung tebal lapisan perkerasan, dapat menghitung berbagai penanganan seperti pelapisan tambahan (overlay), rekonstuksi, pelebaran jalan, pemeliharaan
Angka ekivalen kendaraan : Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban sumbu standar
Benkelman Beam (BB) : Alat untuk mengukur lendutan balik dan lendutan langsung perkerasan yang
xii
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan
Cumulative Equivalent : Akumulasi ekivalen beban sumbu standar Standart Axle selama umur rencana
Laston/Aspal Beton : Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (Straight Bitumen)
Laston modifikasi : Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras yang dimodifikasi (seperti aspal polimer, aspal multigrade dan aspal keras yang dimodifikasi asbuton)
Lataston/Hot Rolled Sheet : Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang senjang dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (Straight Bitumen)
Lendutan maksimum : Besar gerakan turun vertikal maksimum suatu permukaan perkerasan akibat beban
Lendutan balik : Besar lendutan balik vertikal suatu permukaan perkerasan akibat beban
Lendutan langsung : Besar lendutan vertikal suatu permukaan perkerasan akibat beban langsung
Lendutan rencana/ijin : Besar lendutan rencana atau yang diijinkan sesuai dengan akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur rencana (Cummulative Equivalent Standard Axle, CESA)
Pusat beban (load center) : Letak beban pada permukaan perkerasan yang berada tepat dibawah garis sumbu gandar belakang dan ditengah-tengah ban ganda sebuah truk
xiii
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Perkerasan jalan : Konstruksi jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas yang terletak diatas tanah dasar
Perkerasan lentur : Konstruksi perkerasan jalan yang dibuat dengan menggunakan lapis pondasi agregat dan lapis permukaan dengan bahan pengikat aspal
Tebal lapis tambah (overlay) : Lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang
Road Condition Index : Skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, diukur dengan alat roughometer
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Lalu – Lintas Harian Rata – Rata (LHR)
Lampiran 2 : Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
Lampiran 3 : Data Temperatur Harian Rata – Rata Tahunan (TPRT)
Lampiran 4 : Data CBR (California Bearing Ratio)
Lampiran 5 : Grafik Guitar Binjai – Timbang Lawang
Lampiran 6 : Data Lendutan Benkelman Beam
Lampiran 7 : Grafik Lendutan Balik
xiv
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Lampiran 8 : Hasil Marshall AC - BC
Lampiran 9 : Desain Perkerasan Perencana Binjai – Timbang Lawang
Lampiran 10 : Peta Lokasi Binjai – Timbang Lawang
Lampiran 11 : Typical Cross Section / Penampang Melintang Perkerasan
DAFTAR NOTASI
SMP : Satuan mobil penumpang
LHR : Lalu – lintas harian rata – rata
CBR : California bearing ratio
DCP : Dynamic cone penetrometer
MR : Modulus resilient
K : Modulus reaksi tanah dasar
xv
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
PI : Indeks plastisitas
AASHTO : American Association of state highway and transportation
Officials)
RDS : Roadworks design system
C : Koefisien distribusi kendaraan
Ca : Faktor pengaruh muka air tanah
Drencana : Lendutan rencana (mm)
Dsbl ov : Lendutan sebelum overlay (mm)
Dstl ov : Lendutan setelah overlay (mm)
Dwakil : Lendutan wakil (mm)
d : Lendutan (mm)
d1 : Lendutan pada saat beban tepat pada titik awal pengukuran
(mm)
d2 : Lendutan pada saat beban berada pada jarak X12 (30 cm) dari
titik awal
d3 : Lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
awal (mm)
xvi
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
dr : Lendutan balik kanan (Deflection Right)
dl : Lendutan balik kiri (Deflection Left)
dL : Lendutan langsung
dR : Lendutan rata – rata pada suatu seksi jalan (mm)
Fm : Faktor beban (Load Deflection Factor)
Fl : Faktor alat (Wheel Gauge Multiplying Factor)
Fe : Faktor lingkungan atau regional (Environment Factor)
E : Ekivalen beban sumbu kendaraan
FK : Faktor keseragaman
FKijin : Faktor keseragaman yang diijinkan
Fo : Faktor koreksi tabal lapis tambah atau overlay
Ft : Faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35oc
FKB-BB : Faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
FKTB L : Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (untuk Laston
Modifikasi atau Lataston)
Ho : Tebal lapis tambah sebelum dikoreksi (cm)
xvii
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
HL : Tebal lapis beraspal (cm)
Ht : Tebal lapis tambah setelah dikoreksi (cm)
L : Lebar perkerasan (m)
m : Jumlah masing-masing jenis kendaraan
MR : Modulus resilien
N : Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan
lalu lintas
s : Deviasi standar atau simpangan baku
SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda
STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda
STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal
STrRG : Sumbu Triple Roda Ganda
TPRT : Temperatur Perkerasan Rata-rata Tahunan
Tb : Temperatur bawah lapis beraspal (0c)
TL : Temperatur lapis beraspal (0c)
Tp : Temperatur permukaan perkerasan beraspal (0c)
xviii
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tt : Temperatur tengah lapisan beraspal (0c)
UE 18KSAL : Unit Equivalent 18 Kip Single Axle Load
AE 18KSAL : Accumulative Equivalent 18 Kip Single Axle Load
m : Jumlah masing – masing jenis kendaraan
r : Angka pertumbuhan lalu lintas (%)
n : Umur rencana (tahun)
ns : Jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
VDF : Vehicle Damage Factor
RCI : Skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, diukur
dengan alat roughometer
IRI : Kekasaran jalan
T0 : Tahun saat survey dilakukan
T1 : Tahun pertama lalu – lintas dibuka
T2 : Koefisien kendaraan
xix
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Jaringan Jalan Raya yang merupakan prasarana transportasi darat
memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama
xx
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, baik dari daerah maupun ke
daerah yang lainnya. Maka syarat yang penting untuk perkembangan dan
kesejahteraan masyarakat ialah adanya suatu sistem transportasi yang baik dan
bermanfaat.
Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju
pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana
transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan
sentral produksi pertanian.
Perkembangan kapasitas maupun kwantitas kendaraan yang
menghubungkan kota-kota antar propinsi dan terbatasnya sumber dana untuk
pembangunan jalan raya serta belum optimalnya pengoperasian prasarana lalu
lintas yang ada, merupakan persoalan yang utama di Indonesia dan di banyak
Negara, terutama Negara-negara yang sedang berkembang.
Untuk membangun ruas jalan baru maupun peningkatan yang diperlukan
sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan memerlukan
metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang
terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan pengguna jalan dan
tidak menggangu ekosistem.
Sekilas kita bisa melihat bahwa banyak jalan darat yang merupakan sarana
penghubung utama mengalami kerusakan sehingga tidak dapat dipakai lagi karena
sudah mengalami kondisi kritis. Kondisi seperti ini sudah sering terjadi sebelum
mencapai umur rencana. Hal ini bisa saja terjadi karena data perhitungan
perkerasan jalan pada masa perencanaan sampai pada pelaksanaannya tidak sesuai
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
dengan spesifikasi parameter yang sudah ditetapkan oleh peraturan dan pedoman
perencanaan jalan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh peraturan dan pedoman
perencanaan jalan yang dalam hal ini dikeluarkan oleh Dinas Bina Marga.
Oleh karena itu, jalan yang merupakan sarana transportasi tersebut, perlu
dibangun dan dirawat sebaik mungkin. Dalam hal pembangunan dan perawatan
jalan, yang sangat perlu diperhatikan adalah dari segi perencanaannya, yaitu
perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Karena dengan
perencanaan yang baik, maka akan diperoleh hasil yang baik pula, yang dilihat
dari segi mutu, keefektifan dan kelancaran pelaksanaannya.
Dalam suatu proyek pembangunan jalan, yang menjadi penentu
tercapainya keberhasilan proyek tersebut adalah dari segi perencanaannya. Oleh
karena itu sangatlah diperlukan tenaga-tenaga ahli yang mampu membuat
perencanaan jalan.
Dalam laporan ini, penulis akan memaparkan proses studi perencanaan
perhitungan tebal lapis tambahan (overlay) pada Proyek Peningkatan Jalan
Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang sekaligus menjelaskan masalah yang
dihadapi oleh pihak perencana dalam merencanakan proyek tersebut.
Jalan Binjai Timbang Lawang ini merupakan jalan provinsi yang
menghubungkan kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Jalan ini termasuk dalam
klasifikasi jalan primer kolektor yaitu jalan yang dilalui oleh kendaraan yang
cukup banyak dan mempunyai beban yang berat. Karena seringnya jalan ini
dilalui oleh kendaraan yang berbeban berat mengakibatkan kondisi jalan tersebut
menjadi kurang baik, maka jalan tersebut perlu direhabilitasi.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Alasaan yang mendukung penulis dalam pemilihan judul ini adalah
perlunya metode efektif dalam perancangan dan perencanaan suatu jalan agar
diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis serta memenuhi unsur keselamatan dan
penggunaan jalan, sehingga penulis terdorong untuk membahas dan
merencanakan tebal lapis perkerasan pada Proyek Peningkatan Jalan Provinsi
Jurusan Binjai Timbang Lawang. Pada laporan tugas akhir ini penulis akan
menggunakan Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur
dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga 2005)
dan Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) untuk
merencanakan tebal lapisan tambahan (overlay) pada proyek jalan Binjai –
Timbang Lawang ini.
Hal ini didukung dengan tersedianya data proyek yang mendukung
penyelesaian Laporan tugas akhir ini, meskipun penulis mengalami sedikit
kesulitan dalam memperoleh data tersebut.
I.2. PERMASALAHAN
Untuk meningkatkan kualitas jalan jurusan Binjai – Timbang Lawang ini
maka dilakukan perencanaan tebal lapisan tambahan (overlay). Permasalahan
yang akan dibahas adalah bagaimana perhitungan tebal lapisan perkerasan
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
tambahan (overlay) yang dilakukan oleh Konsultan Perencana pada proyek
Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang ini.
I.3. MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud penulisan dari tugas akhir ini adalah bagaimana
perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan yang dilakukan pada proyek
Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang.
Kemudian tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk
membandingkan hasil perhitungan perencana dengan hasil perhitungan penulis
dalam menghitung tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay). Hasil
perhitungan ini mengacu pada ketentuan spesifikasi teknis yang ada.
I.4. PEMBATASAN MASALAH
Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai perhitungan tebal lapisan
perkerasan tambahan (overlay) yang dilakukan oleh perencana pada proyek
Peningkatan Jalan Provinsi Jurusan Binjai Timbang Lawang dengan
menggunakan alat Benkelman Beam. Pada laporan tugas akhir ini penulis tidak
membahas seluruh stasiun (sta) pada jalan Binjai – Timbang lawang ini. Penulis
hanya membahas pada (sta 61+000 – 62+800).
Perencanaan tebal lapisan tambahan (overlay) ini mengacu pada Pedoman
perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan
dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga 2005) dan Aplikasi Komputer RDS
5.01 (Roadworks Design System) yang mengunakan program Microsoft Excel.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
I.5. METODOLOGI PEMBAHASAN
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah literatur
yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku yang
berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-masukan
dari dosen pembimbing.
Adapun Teknik Pembahasan yang digunakan adalah:
1. Teknik Pengumpulan Data:
a. Mengadakan studi pendahuluan.
b. Melakukan survey lalu lintas di lapangan
c. Mengadakan studi literatur.
d. Mendapatkan data dari Dinas PU Jalan dan Jembatan Jl. Sakti Lubis No.7
R Medan.
2. Teknik Pengolahan Data:
a. Menggunakan metode Benkelman Beam ;
Menggunakan Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan
lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B
(Bina Marga 2005).
Menggunakan bantuan Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks
Design System) yang mengunakan program Microsoft Excel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
II.1 Umum
Perencanaan tebal perkerasan merupakan dasar dalam menentukan tingkat
pelayanan sebuah jalan baik perkerasan baik menggunakan bahan pengikat semen
maupun bahan pengikat aspal. Perkerasan lentur umumnya menggunakan bahan
campuran aspal sebagai bahan lapisan permukaan (surface course). Yang
dimaksud dengan perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan
campuran aspal sebagai bahan pengikat agregat penyusunnya. Hasil interpretasi,
evaluasi dan simpulan dari perencanaan perkerasan jalan memperhitungkan hal –
hal sebagai berikut :
• Perencanaan secara ekonomis sesuai dengan kondisi setempat.
• Tingkat keperluan.
• Kemampuan pelaksanaan.
• Syarat teknis lainnya.
Sebagai konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah optimal.
II.2 Penggolongan Jalan
1. Berdasarkan Fungsinya
a. Jalan arteri adalah jalan – jalan yang melayani angkutan utama dengan
cirri – cirri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien;
b. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/
pembagian dengan cirri – cirri perjalanan jarak sedang dan jumlah
jalan masuk dibatasi;
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri
– ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi;
d. Jalan Arteri Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kesatu yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan kota jenjang kedua.
Persyaratan jalan arteri primer adalah :
• Kecepatan rencana > 60 km/jam;
• Lebar badan jalan > 8,0 m;
• Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata – rata;
• Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan
kapasitas jalan dapat tercapai;
• Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu
lintas ulang alik;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 2.
e. Jalan Kolektor Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga.
Persyaratan jalan kolektor primer adalah :
• Kecepatan rencana > 40 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 7,0 m;
• Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas
rata – rata;
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
• Jalan kolektor primer tidak terputus walupun memasuki daerah
kota;
• Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas
jalan tidak terganggu;
• Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu
lintas ulang alik;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 2.
f. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang
dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil.
Persyaratan jalan lokal primer adalah :
• Kecepatan rencana > 20 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 6,0 m;
• Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
g. Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua;
Persyaratan jalan arteri sekunder yaitu :
• Kecepatan rencana > 30 km/ jam;
• Lebar jalan > 8,0 m;
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
• Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata –
rata;
• Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
h. Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga;
Persyaratan jalan kolektor sekunder adalah :
• Kecepatan rencana > 20 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 7,0 m;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
Jalan tol sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan;
Persyaratan jalan lokal sekunder adalah :
• Kecepatan rencana > 10 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 5,0 m;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0.
Disamping jenis jalan tersebut diatas, terdapat juga jalan bebas
hambatan atau jalan tol. Jalan bebas hambatan merupakan alternative
lintas yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri.
i. Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan perumuhan, menghubungkan kawasan
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan.
Persyaratan jalan lokal sekunder adalah :
• Kecepatan rencana > 10 km/ jam;
• Lebar badan jalan > 5,0 m;
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0.
Disamping jenis jalan tersebut diatas, terdapat juga jalan bebas
hambatan atau jalan tol. Jalan bebas hambatan merupakan alternatif
lintas yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri.
j. Jalan utama, yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang tinggi antara
kota – kota yang penting atau pusat – pusat produksi dan pusat eksport.
Jalan – jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapt
melayani lalu lintas yang cepat dan berat.
k. Jalan sekunder, yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi
antar kota – kota penting dan kota – kota yang lebih kecil atau daerah
sekitarnya.
l. Jalan penghubung, yaitu jalan untuk keperluan aktivitas daerah yang
juga di pakai sebagai jalan penghubung antara jalan – jalan dari
golongan yang sama atau yang berlainan.
2. Berdasarkan Lalu lintas
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran
kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan dan
kendaraan yang tidak bermotor.
Dalam hubungannya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap
jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas,
diperhitungkan dengan membandingkan terhadap pengaruh mobil
penumpang. Pengaruh mobil penumpang dalam hal ini di pakai sebagai
satuan dan disebut “Satuan Mobil Penumpang”atau disingkat “smp”.
Untuk setiap jenis kendaraan kedalam satuan mobil penumpang
(smp), bagi jalan – jalan di daerah datar digunakan koefisien dibawah ini :
Tabel 2.1 Nilai SMP untuk masing – masing jenis kendaraan
Jenis Kendaraan Nilai SMP
Sepeda
Mobil Penumpang
Truk Ringan (berat kotor < 5 ton)
Truk Sedang (berat > 5 ton)
Bus
Truk Besar (berat > 10 ton)
Kendaraan tak bermotor
0.5
1
2
2.5
3
3
7
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Di daerah perbukitan dan pegunungan, koefisien untuk kendaraan
bermotor diatas dapat dinaikan, sedang untuk kendaraan tidak bermotor tidak
perlu dihitung.
3. Berdasarkan Volume dan sifat lalu lintas
Penggolongan jalan berdasarkan volume dan sifat – sifat lalu lintas
ini didasarkan pada besarnya Lalu lintas Harian Rata – rata (LHR) dan
dalam satuan Mobil Penumpang (SMP) yang melewati jalan tersebut.
Volume menyatakan jumlah lalu lintas per hari dalam satu tahun untuk
kedua jurusan/ arah. Jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun
dinyatakan sebagai “LHR”.
LHR =
Berhubung karena pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri
dari gabungan kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan tak
bermotor (kendaraan fisik) , maka dalam hubungannya dengan kapasitas
jalan (jumlah kendaraan maksimum yang melewati satu titik / tempat
dalam satuan waktu) yang mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap
jenis kendaraan terhadap keseluruhan arus lalu lintas. Pengaruh ini
diperhitungkan dengan mengekivalenkan terhadap kendaraan standar.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Nilai SMP
Klasifikasi Lalu Lintas Harian
rata – rata (LHR) dalam smp Fungsi Kelas
UTAMA I
SEKUNDER II A
II B
II C
PENGHUBUNG III
> 20.000
6.000 sampai 20.000
1.500 sampai 8.00
< 2.000
-
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya. No. 13/ 1870 (hal 4)s
Dalam menghitung besarnya volume lalu lintas untuk keperluan
penetapan kelas jalan, kecuali untuk jalan – jalan yang tergolong dalam
kelas II C dan III, kendaraan yang tidak bermotor tidak diperhitungkan.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Khusus untuk perencanaan jalan – jalan kelas I, sebagai dasar harus
digunakan volume lalu lintas pada saat – saat sibuk. Sebagai volume
waktu sibuk yang digunakan untuk dasar suatu perencanaan sebesar 15 %
dari volume harian rata – rata. Volume waktu sibuk ini selanjutnya disebut
volume tiap jam untuk perencanaan atau disingkat VDP, jadi VDP = 15 %
LHR.
Klasifikasi jalan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Jalan Kelas I
Jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk
dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu
lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak
bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan – jalan yang
berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dan jenis yang terbaik
dalam arti tingginya tingkat pelayanan terhadap lalu lintas.
b. Jalan Kelas II
Kelas jalan ini mencakup semua jalan – jalan sekunder. Dalam
komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Jalan kelas II ini
berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi 3 (tiga) yaitu :
1. Jalan Kelas II A
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Adalah jalan – jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan
konstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau
yang setaraf, dimana komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan
lambat, harus disediakan jalur tersendiri.
2. Jalan Kelas II B
Adalah jalan – jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi
permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana komposisi lalu
lintasnya terdapat kendaraan lambat, tetapi tanpa kendaraan tidak
yang bermotor.
3. Jalan Kelas II C
Adalah jalan – jalan raya sekunder dua jalur dengan kontruksi
permukaan jaln dari jenis penetrasi tunggal dimana komposisi lalu
lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendraan tidak bermotor.
c. Jalan Kelas III
Jalan ini mencakup semua jalan – jalan penghubung dan
merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi jalan
berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaaan jalan yang paling
tinggi adalah pelaburan dengan aspal.
II.3 KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Yang dimaksud dengan konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan suatu
bahan yang diletakkan di atas tanah dasar pada jalur jalan rencana.
Adapun funsi dari konstruksi perkerasan jalan adalah :
a. Sebagai pelindung tanah dasar terhadap erosi akibat air.
b. Sebagai lapisan perantara untuk menyebarkan beban lalu lintas ke tanah
dasar.
Latar belakang digunakannya lapisan perkerasan dalam pembuatan suatu
jalan raya adalah karena kondisi tanah dasar yang kurang baik sehingga tidak
mampu menahan beban roda yang ditimbulkan oleh berat kendaraan
diatasnya.
Berdasarkan uraian diatas, konstruksi perkerasan harus terdiri dari bahan
– bahan yang mempunyai sifat meneruskan setiap gaya tekan ke segala
penjuru dengan sudut rata – rata 450 terhadap garis vertikal, sehingga
penyebaran gaya tersebut merupaka bentuk kerucut dengan sudut puncak 900.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Gambar 2.1 Skema penyebaran gaya tekan ban roda terhadap
perkerasan jalan
Dari skema penyebaran gaya tersebut di atas tampak bahwa bagian
perkerasan sebelah atas akan menerima tekanan paling besar. Tekanan ini
semakin ke bawah semakin kecil karena penyebaran gaya semakin luas
sehingga pada kedalaman/ tebal perkerasan tertentu (h) tekanan dari atas
sudah lebih kecil atau sama dengan daya dukung tanah dasar yang
diperbolehkan.
Perkerasan lentur jalan pada umumnya terdiri dari beberapa lapis bahan
dengan kualitas yang berbeda – beda dimana lapisan yang paling kuat
diletakkan paling atas.
Berdasarkan sifat bahan pengikat yang digunakan, konstruksi perkerasan
jalan dibedakan atas :
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Konstruksi perkerasan jenis ini merupakan perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan – lapisan perkerasan
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Jadi,
kekuatan perkerasan ini tergantung dari kemampuan penyebaran tegangan
oleh lapisan perkerasan (sangat di pengaruhi oleh kekuatan tanah dasar).
Konstruksi perkerasan lentur biasanya terdiri dari beberapa lapisan
seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini :
Lapis Permukaan (Surface Coarse)
Lapis Pondasi Atas (Base Coarse)
Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Coarse)
Tanah Dasar (Subgrade)
Gambar 2.2 Struktur Perkerasan Lentur
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Adapun Struktur Lapisan Perkerasan Lentur sebagai berikut :
1. Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan
menentukan kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifat – sifat tanah dasar
menentukan kekuatan dan keawetan konstruksi jalan raya.
Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah
dasar, dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR
(California Bearin Ratio), MR (Resilient Modulus), DCP (Dynamic Cone
Penetrometer), K (Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di Indonesia daya dukung
tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan perkerasan ditentukan
dengan menggunakan pemeriksaan CBR.
Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil
pemeriksaan laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi
tempat), sifat – sifat daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan.
Koreksi – koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan detai
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
maupun tahap pelaksanaan, disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksi –
koreksi semacam ini akan di berikan pada gambar rencana atau dalam
spesifikasi pelaksanaan.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi Permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkanya, yaitu pada tanah berbutir kasar (Granular Soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah (Sub Base Coarse) adalah bagian dari konstruksi
perkerasan jalan yang terletak diantara tanah dasar (Sub Grade) dan lapisan
pondasi atas (Base Coarse).
Fungsi lapisan pondasi bawah adalah sebagai berikut :
a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan
menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapisan – lapisan
selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas.
d. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan dengan lancer.
Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung
tanah dasar menahan roda – roda alat besar.
Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di
Indonesia antara lain :
Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
a. Sirtu kelas A
b. Sirtu kelas B
c. Sirtu kelas C.
Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, Sirtu kelas B
lebih kasar dari sirtu kelas C.
3. Lapisan Pondasi Atas (Base Coarse)
Lapisan pondasi atas (Base Coarse) adalah bagian dari perkerasan jalan
yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.
Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban lapisan dibawahnya.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.
Material yang akan di pergunakan untuk lapisan pondasi pondasi atas
adalah material yang cukup kuat. Untuk lapisan pondasi atas tanpa bahan
pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50 % dan Indeks
Plastisitas (IP < 4 %). Bahan – bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah,
stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondai
atas.
Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara
lain :
Agregat bergradasi baik, dapat dibagi atas :
− Batu pecah kelas A
− Batu pecah kelas B
− Batu pecah kelas C.
Batu pecah kelas A bergradasi lebih kasar dari batu pecah kelas B, batu
pecah kelas B bergradasi lebih baik dari batu kelas C.
4. Lapisan Permukaan (Surface Coarse)
Lapisan permukaan (Surface Coarse) adalah lapisan yang terletak paling
atas. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai
stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap
ke lapisan dibawahnya.
c. Lapisan aus (wearing Coarse), lapisan yang langsung menderita gesekan
akibat rem kendaraan sehingga mudah nenjadi aus.
d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan
bawah yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban yang
kecil juga.
Bahan untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan
bahan lapisan pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan
lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping
itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaanya, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar tercapai
manfaat yang sebesar – besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Sesuai dengan fungsinya lapisan permukaan digunakan di
Indonesia ada dua jenis antara lain :
1. berdasarkan fungsi sebagai lapisan kedap air dan lapisan aus.
a. Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat
bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
b. Burda (Laburan Aspal Dua Lapis), merupakan lapisan penutup
yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi agregat yang
dikerjakan 2 kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum
3,5 cm.
c. Buras (Laburan Aspal), merupakan lapisan penutup terdiri dari
lapisan aspal laburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8”.
d. Latasbun (Lapis Tipis Asbuton murni), merupakan lapisan penutup
yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal
padat maksimum 1”.
e. Laston (lapis Tipis Aspal Beton), dikenal dengan nama Hot Rolled
Sheet (HRS), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari
campuran dengan agregat bergradasi timpang, mineral pengisi
(Filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang
dicampur dansipadatkan dala keadaan padat. Jenis lapisan ini
terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2. berdasarkan fungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan
beban roda.
a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis permukaan yang
terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka
dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan
diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapenini
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal
lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4 – 10 cm.
b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi lapisan jalan
yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton, dan bahan
pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
Tebal padat tiap lapisannya antara 3 – 5 cm.
c. Laston (Lapisan Aspal Beton), merupakan suatu konstruksi jalan
yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang
mempunyai gradasi penerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan
pada suhu tertentu.
5. Pelapisan Tambahan (Overlay)
Untuk perhitungan lapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan
lama (existing pavement) dinilai sebagai berikut :
a. Lapisan Permukaan
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur (90 – 100 %).
Terlihat retak halus sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap
stabil (70 – 90 %).
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih
menunjukkan kestabilan (50 – 70 %).
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan
gejala kestabilan (30 – 50 %).
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
b. Lapis Pondasi :
− Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam
Umumnya tidak retak (90 – 100 %)
Terlihat halus, namun masih tetap stabil (70 – 90 %)
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan (50 – 70
%)
Retak banyak, menunjukkan gejala kestabilan (30 – 50 %)
− Stabilitas Tanah dengan Semen atau Kapur :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 (70 – 100 %)
− Pondasi Macadam atau batu Pecah :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 (80 – 100 %)
c. Lapis Pondasi Bawah :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 (90 – 100 %)
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 (70 – 90 %)
Sumber : SNI – 1732 – 1989 – F : 16
2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Perkerasan jenis ini menggunakan semen Portland sebagai bahan
pengikat. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah
dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian
besar dipikul oleh plat beton. Hal ini di sebabkan oleh sifat plat beton yang
cukup kaku sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan
menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan – lapisan di bawahnya.
Lapisan pondasi bawah hanya berfungsi untuk menyeragamkan daya
dukung terhadap tanah dasar.
Konstruksi perkerasan kaku biasanya terdiri dari lapisan seperti
diperlihatkan gambar di bawah ini :
Tanah Dasar
Lapis Pondasi Bawah
Plat beton
Bahan Penutup/ kedap air Tulangan/ Pendowel
Gambar 2.3 Struktur Perkerasan kaku
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (composite Pavement)
Jenis ini merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan
perkerasan lentur. Dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku
atau perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan – lapisan yang
diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan tersebut
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke
lapisan di bawahnya. Karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang
diterima oleh masing – masing lapisan berbeda, apabila semakin ke bawah
maka muatan akan semakin kecil.
Ketiga lapisan perkerasan lentur (surface coarse, Base coarse, Sub base
coarse) dan tanah dasar harus mampu mendukung gaya – gaya yang
ditimbulkan oleh muatan lalu lintas diatasnya. Ada tiga gaya penting yang
ditimbulkan oleh muatan lapisan ini :
a. Gaya Vertikal (Berat Muatan Kendaraan)
b. Gaya Horizontal (Gaya Geser atau Rem)
c. Getaran – getaran (Akibat Pukulan – pukulan Roda).
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
II.4 Dasar – dasar Perencanaan
1. Umum
Perencanaan tebal perkerasan adalah dasar dalam menentukan tebal
dari perkerasan, baik itu perkerasan lentur maupun tebal perkerasan kaku
sesuai dengan yang dibutuhkan untuk suatu jalan.
Perencanaan tebal lapis perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat
dibedakan atas dua metode yaitu :
a. Metode Empiris, metode ini dikembangkan berdasarkan pengalaman
dan penelitian dari jalan – jalan yang dibuat khusus untuk penelitian
atau dari jalan yang sudah ada.
b. Metode Teoritis, metode ini dikembangkan berdasarkan teori lapis
matematis dari sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan
akibat beban berulang dari lalu lintas.
Metode Empiris.
Dalam menghitung tebal lapisan perkerasan jalan baru, terdapat
bermacam – macam metode empiris yang telah dikembangkan berbagai
Negara, seperti :
1. road Note 29 dan Road ote 31 dari Inggris. Metode ini digunakan
untuk tebal lapis perkerasan lentur di negara – Negara beriklim sub
tropis dan tropis seperti Negara Malaysia, Singapura dan Thailand.
2. AASHTO dan Asphalt Institute dari Amerika dimana cara AASHTO
dijadikan perhitungan perkerasan di Indonesia.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
3. Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam
sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983.
4. Metode HRODI.
5. Metode Bina Marga Pd. T-05-2005-B. Metode ini merupakan revisi
dari Manual Pemeriksaan Perkersasan Jalan Dengan Alat Benkelman
Beam dengan nomor : 01/ MB/ 1983 (Bina marga 1983). Modifikasi
dilakukan untuk penyesuaian dengan kondisi alam, lingkungan, sifat
tanah dasar, dan jenis lapisan perkerasan yang umum dipergunakan di
Indonesia.
6. Metode NAASRA, dari Australia yang dapat dibaca pada “Interim
Guide to Pavement Thickness Design”.
Metode Teoritis
Metode teoritis yang umum dipergunakan saat ini berdasarkan teori
elastis (elastic layered theory). Teori ini membutuhkan nilai Modulus
elastisitas dan poison ratio dari setiap lapisan perkerasan.
Sumber : Silvia Sukirman dalam Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999 : 12.
Cara yang digunakan dalam laporan ini untuk menghitung kembali tebal
lapis perkerasan adalah menghitung tebal lapis tambahan dengan metode
Benkleman Beam.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
2. Analisa Perhitungan dengan Benkleman Beam
Analisa perhitungan yang dibahas pada laporan ini menggunakan
metode:
Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam
sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983).
Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan
metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga
2005).
Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang
mengunakan program Microsoft Excel.
2.1. Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman
Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983)
Lendutan balik adalah besar lendutan vertical suatu permukaan
jalan akibat dihilangkannya beban, diambil dari lendutan balik maksimum
pada kelompok roda belakang kiri dan kanan.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
a. Perhitungan lendutan balik.
Lendutan balik (rebound deflection) tiap – tiap titik dapat dihitung
dengan rumus :
dL, dR = Fm. Fe (d4 – d1) ……………………………….………(1)
d max > dL atau dR
dimana :
d1 = Pembacaan lendutan awal (mm)
d4 = Pembacaan lendutan akhir (mm)
Fm = Faktor beban (Load Deflection Factor)
Fl = Faktor alat (Wheel Gauge Multiplying Factor)
Fe = Faktor lingkungan atau regional (Environment Factor)
dr = Lendutan balik kanan (Deflection Right)
d1 = Lendutan balik kiri (Deflection Left)
Setelah mendapatkan nilai lendutan balik, gambarlah nilai lendutan
balik tersebut dan hubungkan nilai – nilai lendutan balik itu sehingga
merupakan grafik lendutan balik.
b. Faktor Keseragaman
Tempatkan panjang seksi jalan dengan mengusahan agar tiap – tiap
seksi jalan tersebut mempunyai lendutan balik yang kurang lebih
seragam.
FK = x 100 % ........................................(2)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Dimana :
FK = Faktor Keseragaman
s = Standar Deviasi
d = Lendutan balik rata – rata
Tabel 2.1.1 Nilai – nilai faktor keseragaman
< 15 % Sangat Seragam
15 – 20 % Seragam
20 -25 % Baik
25 – 30 % Cukup
30 – 40 % Jelek
> 40 % Tidak Seragam
Pembagian seksi – seksi diusahakan dengan keseragaman tidak
lebih besar dari 40 % untuk mempermudah pelaksanaan overlay di
lapangan.
c. Lendutan balik mewakili (D)
Lendutan balik yang mewakili adalah lendutan balik yang
mewakili masing – masing seksi sesuai dengan seksi pengamatan.
Untuk menentukan besar lendutan balik yang mewakili suatu seksi
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
jalan, digunakan rumus – rumus yang disesuaikan dengan fungsi jalan
dan jumlah lalu lintas, yaitu :
D = d + 2S …………..………………………………………….(3)
Untuk jalan arteri/ tol Untuk lalu lintas. Kelas jalan :
Kelas I (20.000 smp)
Kelas II A (6.000 – 20.000 smp)
D = d + 1,64S …………….……………………………………….(4)
Untuk jalan kolektor Untuk lalu lintas/ kelas jalan :
Kelas III (1.500 smp)
d. Lalu Lintas Rencana
Lalu lintas rencana digunakan sesuai dengan ekivalen beban
standart dari masing – masing kendaraan.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.1.2 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb
Sumbu Sumbu
Tunggal Ganda
1000 2205 0.0002 -
2000 4409 0.0036 0.0003
3000 6614 0.0183 0.0016
4000 8818 0.0577 0.0050
5000 11023 0.1410 0.0121
6000 13228 0.2923 0.0251
7000 15423 0.5415 0.0466
8000 17637 0.9238 0.0794
8160 18000 1.0000 0.0860
9000 19841 1.4798 0.1273
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
10000 22046 2.2555 0.1940
11000 24251 3.3022 0.2840
12000 26455 4.6770 0.4022
13000 28660 6.4419 0.5540
14000 30864 8.6647 0.7450
15000 33090 11.4184 0.9820
16000 35276 14.7815 1.2712
Sumber : Pengujian lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkleman Beam,
PU. Bina Marga
a) Unit Ekivalen Beban Standart (UE 18 KSAL)
Dalam perhitungan selanjutnya setiap jenis kendaraan dianggap dalam
keadaan isi.
b) AE 18 KSAL (Accumulative Eqivalent 18 Kip Single Axle Load)
Menentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana
dengan rumus sebagai berikut :
AE 18 KSAL = 365 x N x KSAL .(5)
Menentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana
berdasarkan lebar perkerasan jalan :
Lebar perkerasan jalan AE 18 KSAL (operasi)
3.00 – 4.00 m 100 %. 365. N. (ITN kr + ITN kb)
4.50 – 7.00 m 50 %. 35. N. (ITN kr + ITN kb)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
8.00 – 10.00 m 365. N. (40 % ITN kr + 47.5 % ITN kb)
11.00 – 16.00 m 365. N. (30 % ITN kr + 47.5 % ITN kb)
Dimana :
AE KSAL 18 = Accumulative Equivalent 18 Kip Single Axle Load
UE 18 KSAL = Unit Equivalent 18 Kip Single Axle Load
365 = Jumlah hari dalam satu tahun
N = Faktor umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas, dapat dilihat pada table 2.6.
M = jumlah masing – masing jenis lalu lintas
Tabel 2.1.3 Faktor Hubungan antara Umur Rencana dengan
Perkembangan Lalu Lintas
r %
N
2
%
4
%
5
%
6
%
8
%
10
%
1 Tahun 1.01 1.02 1.02 1.03 1.04 1.05
2 Tahun 2.04 2.08 2.10 2.12 2.16 2.21
2 Tahun 3.09 3.18 3.23 2.30 3.38 3.48
4 Tahun 4.16 4.33 4.42 4.51 4.69 4.87
5 Tahun 5.25 5.53 5.56 5.80 6.10 6.41
6 Tahun 6.37 6.77 6.97 7.18 7.63 8.10
7 Tahun 7.51 8.06 8.35 8.65 9.28 9.96
8 Tahun 8.70 9.51 9.62 10.20 11.05 12.00
9 Tahun 9.85 10.79 11.30 11.84 12.99 14.26
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
10 Tahun 11.05 12.25 12.90 13.60 15.05 16.73
15 Tahun 17.45 20.25 22.15 23.90 28.30 33.36
20 Tahun 24.55 30.40 33.90 37.95 47.70 60.20
Atau dengan tabel :
D
(mm)
Tebal Lapis tambahan t (cm)
3 cm 4 cm 5 cm 6 cm 7 cm 8cm 9 cm
0,90 0,5737 0,5735 0,5702 0,5652 0,5600 0,5553 0,5516
1,00 0,5947 0,5918 0,5853 0,5769 0,5686 0,5614 0,5556
1,10 0,6195 0,6137 0,6033 0,5910 0,5790 0,5689 0,5610
1,20 0,6488 0,6398 0,6251 0,6080 0,5917 0,5780 0,5672
1,30 0,6836 0,6709 0,6512 0,6287 0,6072 0,5890 0,5749
1,40 0,7247 0,7081 0,6827 0,6537 0,6260 0,6026 0,5843
1,50 0,7734 0,7525 0,7206 0,6839 0,6489 0,6191 0,5958
1,60 0,8311 0,8056 0,7662 0,7206 0,6767 0,6393 0,6100
1,70 0,8995 0,8690 0,8210 0,7649 0,7106 0,6640 0,6273
1,80 0,9805 0,9447 0,8870 0,8187 0,7518 0,6941 0,6486
1,90 1,0764 1,0351 0,9665 0,8338 0,8020 0,7310 0,6746
2,00 1,1200 1,1131 1,0621 0,9626 0,8630 0,7760 0,7066
2,10 1,3246 1,2722 1,1772 1,0580 0,9374 0,8310 0,7457
2,20 1,4840 1,4264 1,3157 1,1736 1,0278 0,8983 0,7937
2,30 1,6729 1,6105 1,4625 1,3136 1,1379 0,9303 0,8525
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
N = ½ …………………………………….(6)
e. Lendutan balik yang diijinkan
Berdasarkan hubungan antara AE 18 KSAL dengan lendutan balik
akan diperoleh lendutan balik yang diijinkan berdasarkan grafik.
f. Tebal lapis tambahan
Berdasarkan lendutan balik yang ada (lendutan balik sebelum
diberi lapis tambahan), dapat ditentukan tebal lapis tambahan yang nilai
lendutan baliknya tidak boleh melebihi lendutan balik yang diijinkan.
Dalam hal menentukan tebal lapis tambahan ini, selain memperhatikan
faktor stabilitas konstruksi, faktor ekonomis juga menjadi pertimbangan.
Tebal lapis tambahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
2,40 1,8966 1,8305 1,6831 1,4832 1,2217 1,0806 0,9276
2,50 2,1616 2,0932 1,9246 1,6884 1,4337 1,2030 1,0128
2,60 - - 2,2151 1,9369 1,6329 1,3525 1,1209
2,70 - - - 2,2377 1,8739 1,5350 1,2531
2,80 - - - - 2,1671 1,7577 1,4151
2,90 - - - - - 2,0295 1,6132
3,00 - - - - - - 1,8556
3,10 - - - - - - -
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.1.4 Tabel Hubungan antara Lendutan Balik (D) dengan Lapis Tambahan
D
(mm)
Tebal Lapis Tambahan t (cm)
10 cm 11 cm 12 cm 13 cm 14 cm 15 cm
0,90 0,5488 0,5469 0,5455 0,5455 0,5439 0,5434
1,00 0,5517 0,5487 0,5466 0,5442 0,5442 0,5436
1,10 0,5551 0,5509 0,5480 0,5460 0,5447 0,5437
1,20 0,5593 0,5536 0,5497 0,5470 0,5452 0,5440
1,30 0,5645 0,5570 0,5518 0,5483 0,5459 0,5443
1,40 0,5708 0,5612 0,5545 0,5499 0,5468 0,5447
1,50 0,5786 0,5663 0,5577 0,5519 0,5479 0,5452
1,60 0,5882 0,5726 0,5618 0,9943 0,5493 0,5459
1,70 0,6000 0,5805 0,5668 0,5574 0,5511 0,5468
1,80 0,6145 0,5901 0,5731 0,6313 0,5534 0,5480
1,90 0,6324 0,6021 0,5808 0,5662 0,5563 0,5496
2,00 0,6544 0,6168 0,5905 0,5723 0,5600 0,5517
2,10 0,6814 0,6350 0,6024 0,5800 0,5447 0,5544
2,20 0,7147 0,6574 0,6172 0,5895 0,5706 0,5579
2,30 0,7555 0,6651 0,6355 0,6013 0,5780 0,5623
2,40 0,8057 0,7192 0,6582 0,6161 0,5873 0,5679
2,50 0,8673 0,7621 0,6862 0,6344 0,5890 0,5751
2,60 0,9430 0,8129 0,7208 0,6570 0,6135 0,5841
2,70 1,0358 0,8765 0,7635 0,6852 0,6317 0,5955
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
2,80 1,1498 0,9547 0,8161 0,7200 0,6542 0,6097
2,90 1,2895 1.0508 0,8810 0,7630 0,6822 0,6297
3,00 1,4608 1,1690 0,9609 0,8161 0,7170 0,6499
3,10 1,6709 1,3141 1,0592 0,8817 0,7601 0,6776
3,20 1,9283 1,4922 1,1802 0,9626 0,8133 0,7121
3,30 2,2438 1,7110 1,3290 1,0622 0,8791 0,7549
3,40 - 1,9794 1,5118 1,1849 0,9601 0,8080
3,50 - 2,3087 1,7365 1,3360 1,0606 0,8736
2.2. Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur
dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina
Marga 2005)
a. Lalu Lintas
- Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C).
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas
jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan
dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.2.1
Tabel 2.2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
lewat pada lajur rencana ditentukan sesuai Tabel 2.2.2
Tabel 2.2.2 Koefisien distribusi kendaraan(C)
- Ekivalen beban sumbu kendaraan (E).
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut Rumus 1, 2, 3 dan 4 atau pada Tabel 3.
Angka Ekivalen STRT = ……………………… (1)
Angka Ekivalen STRG = ……………………… (2)
Angka Ekivalen SDRT = ……………………… (3)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Angka Ekivalen SDRG = ……..……………...... (4)
Dengan pengertian :
- SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda
- STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda
- STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal
- STrRG : Sumbu Triple Roda Ganda
Tabel 2.2.3 Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
- Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas
Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan
menurut Rumus 5 atau Tabel 4 dibawah ini.
N = ½
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.2.4 Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan
lalu lintas (N)
- Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA)
Dalam menentukan akumulasi beban sumbu lalu lintas (CESA)
selama umur rencana ditentukan dengan Rumus 6.
CESA = ……………..(6)
dengan pengertian :
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar
m = jumlah masing-masing jenis kendaraan
365 = jumlah hari dalam satu tahun
E = ekivalen beban sumbu (Tabel 3)
C = koefisien distribusi kendaraan (Tabel 2)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
N = faktor hubungan umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas
b. Lendutan
Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil
pengujian dengan alat Benkelman Beam (BB). Apabila pada waktu
pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau
titik tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik
pengujian dipindah pada lokasi atau titik disekitarnya.
Lendutan balik adalah besar lendutan vertical suatu permukaan jalan
akibat dihilangkannya beban, diambil dari lendutan balik maksimum pada
kelompok roda belakang kiri dan kanan. Nilai lendutan tersebut harus
dikoreksi dengan, faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi
temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar
8,16 ton).
Lendutan balik (rebound deflection) tiap – tiap titik dapat dihitung dengan
rumus :
dB = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB ……………………(7)
dengan pengertian :
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
pengukuran
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C,
sesuai Rumus 8,
untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus 9,
untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10
cm atau menggunakan Tabel 5 atau pada Gambar 1 (Kurva A
untuk HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10 cm).
= 4,184 x untuk HL < 10 cm ……………………......(8)
= 14,785 x untuk HL 10 cm ………………………..(9)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran
langsung
dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ……………………………..…………....(10)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 6
Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 6
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau
muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka
air tanah tinggi
FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
= 77,343 x (Beban Uji dalam ton)(-2,0715) ……………….(11)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Cara pengukuran lendutan balik mengacu pada SNI 03-2416-1991
(Metoda Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman
Beam) dan gambar alat Benkelman Beam (BB) ditunjukkan pada Gambar
C2.
Grafik 2.1 Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.2.5 Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft)
Catatan :
- Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL)
kurang dari 10 cm.
- Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL)
minimum 10 cm
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.2.5 Temperatur tengah (Tt) dan bawah (Tb) lapis beraspal berdasarkan
data temperatur udara (Tu) dan temperatur permukaan (Tp)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
c. Keseragaman lendutan
Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik
pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan
panjang seksi maka cara menentukan panjang seksi jalan harus
dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan. Keseragaman yang
dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara 0
sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan
antara 21 sampai dengan 30 keseragaman cukup baik. Untuk menentukan
faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan Rumus 15
sebagai berikut:
FK = x 100% < FK ijin ………………………………(12)
dengan pengertian :
FK = faktor keseragaman
FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan
= 0 % - 10%; keseragaman sangat baik
= 11% - 20%; keseragaman baik
= 21% - 30%; keseragaman cukup baik
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
= …………………………………….………………….(13)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
s = deviasi standar = simpangan baku
= ………….……………………………...(14)
d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik
pemeriksaan pada suatu seksi jalan
ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
d. Lendutan wakil ( )
Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub
ruas/seksi jalan, digunakan Rumus 15, 16 dan 17 yang disesuaikan dengan
fungsi/kelas jalan, yaitu:
- Dwakil = dR + 2 s ; untuk jalan arteri / tol ………….……..….(15)
- Dwakil = dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor ………….………...(16)
- Dwakil = dR +1,28 s ; untuk jalan lokal …………..........…..(17)
dengan pengertian :
Dwakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan sesuai Rumus 13
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
s = deviasi standar sesuai Rumus 14
e. Lendutan rencana/ijin ( )
Lendutan rencana/ijin dengan alat BB dapat dihitung
dengan rumus:
…………………………….(18)
dengan pengertian :
= lendutan rencana, dalam satuan milimeter.
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar, dalam satuan
ESA
atau dengan memplot data lalu-lintas rencana (CESA) pada Gambar 4
Kurva D untuk lendutan balik dengan alat BB.
f. Tebal Lapis Tambah/overlay (Ho)
Tebal lapis tambah/overlay (Ho) dengan menggunakan Rumus 19 atau
dengan memplot pada Gambar 5.
Ho = …………….………..(19)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
dengan pengertian :
Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata
tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Dsbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil, dalam satuan
milimeter.
Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana, dalam
satuan milimeter.
g. Faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo)
Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan
temperatur standar C, maka untuk masing-masing daerah perlu
dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT)
yang berbeda. Data temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk setiap
daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan faktor koreksi
tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan Rumus 20 atau
menggunakan Gambar 2.
Fo = 0.5032 x ……………………………….(20)
dengan pengertian :
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota
tertentu (Tabel A1 pada Lampiran A)
Grafik 2.2 Faktor koreksi tebal lapis tambah / overlay (Fo)
h. Tebal lapis tambah terkoreksi (Ht)
Tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dihitung dengan mengkalikan Ho
dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai dengan Rumus 21.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Ht = Ho x Fo ………………………………...(21)
dengan pengertian :
Ht = tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan
temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan
centimeter.
Ho = tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-rata
tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (sesuai Rumus 20 atau
dengan menggunakan Gambar 2)
Catatan:
bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai
dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan
faktor koreksi tebal tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus
22 atau Gambar 3 atau Tabel 7.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Grafik 2.3 Hubungan antara lendutan rencana dengan lalu lintas
Grafik 2.4 Tebal lapis tambah (Ho)
i. Jenis lapis tambah
Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu
modulus resilien ( ) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum
800 kg. Nilai modulus resilien ( ) diperoleh berdasarkan pengujian
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
UMATTA atau alat lain dengan temperatur pengujian C. Apabila jenis
campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi
dan Lataston atau campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda
(termasuk untuk Laston) dapat menggunakan faktor koreksi tebal lapis
tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus 22 atau Gambar 3 dan Tabel7.
……..……………………………….(22)
dengan pengertian :
= faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian
= Modulus Resilien (MPa)
Grafik 2.5 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.2.5 Faktor koreksi tebal lapis penyesuaian (FKTBL)
2.3 Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang
mengunakan program Microsoft Excel
Program Road Design System adalah suatu Alat Bantu Sistem
Perencanaan Teknis Jalan dengan menggunakan komputer yang pada
mulanya dikembangkan oleh Central Design Office BIPRAN pada tahun
1983. Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi komputer,
teknologi perkerasan jalan dan perkembangan spesifikasi, maka RDS
dimodifikasi disesuaikan dengan kebutuhan.
a. PERKEMBANGAN RDS
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Versi 1, Tahun 1983 RDS dibuat oleh CDO (CP Corn in
Associated) dengan mempergunakan program aplikasi
Symphony.
Versi 2, Tahun 1994 berdasarkan perkembangan teknologi
perencanaan dan saran serta masukan dari pemakai RDS,
maka RDS dimodifikasi oleh Sub Dit Perencanaan Teknik
Jalan dan Wilayah.
Versi 3, Tahun 1996 RDS berdasarkan perkembangan teknologi
Informatika RDS dirubah menjadi program aplikasinya
menjadi aplikasi Microsoft Excel oleh Sub Dit Perencanaan
Teknik Jalan dan Wilayah.
Versi 4, Tahun 1997 RDS program aplikasi dicoba mempergunakan
Visual Basic oleh N.D. Lea International Ltd, in
Association.
Versi 5.00, Tahun 2003, RDS disesuaikan dengan spesifikasi 2002 oleh
Sub Dit Penyiapan Standard dan Pedoman.
Versi 5.01, Tahun 2005, RDS disesuaikan dengan spesifikasi 2003 oleh
Sub Dit Penyiapan Standard dan Pedoman. Pada laporan
ini penulis menggunakan versi ini.
Beberapa prinsip utama dari RDS antara lain :
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
• Penyeragaman dalam metoda pengambilan data lapangan dan metoda
perencanaan untuk seluruh Indonesia, sehingga memudahkan dan
mempercepat pemantauan (monitoring).
• Koordinasi pekerjaan lebih mudah, sehingga seluruh pekerjaan dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan
dikerjakan sesuai dengan metoda yang ditetapkan.
• Penyeragaman dokumen kontrak, sehingga memudahkan untuk
mengadakan penyesuaian–penyesuaian bila terdapat perubahan
kebijakan dari Pemerintah.
• Seluruh kegiatan Perencanaan sampai dengan tahap PHO dapat
disimpan dalam satu “ file perencanaan “.
• Mempermudah Perencanan dalam mengerjakan beberapa perencanaan
konstruksi perkerasan jalan, (dapat mendisain dalam beberapa
alternatif disain dalam waktu yang bersamaan).
Dalam program Betterment maupun Periodic Maintenance, RDS
mulai berperan setelah adanya penentuan ruas-ruas jalan yang
diindikasikan ke dalam program Betterment atau Periodic Maintenance.
Hal terpenting yang harus diketahui daftar indikasi ini adalah panjang
effektif sublink dari setiap ruas yang termasuk dalam program Betterment
atau Periodic Maintenance dan lokasinya, sehingga dapat segera disiapkan
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
rencana pengumpulan data lapangan yang diperlukan untuk proses
perencanaan teknis.
b. PENGUMPULAN DATA LAPANGAN
Untuk Perencanaan Teknis dengan menggunakan RDS, memerlukan
data sebagai berikut :
Data kekuatan jalan yang ada, yang diperoleh dengan pengukuran
B/Beam (untuk jalan yang beraspal) atau dengan pengukuran CBR
sub-grade menggunakan alat Dinamic Cone Penetrometer (untuk jalan
tanah, jalan rusak dan pelebaran).
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Data Geometrik Jalan
Data sumber material
Harga satuan
Peta lokasi proyek yang menunjukkan secara pasti titik awal dan titik
akhir proyek berikut datumnya.
Data perkiraan kebutuhan lapangan lainnya ( contoh : Galian,
Timbunan, dll ).
Data Lalu Lintas
- Pengukuran Kekuatan Jalan yang ada.
Data Kekuatan Jalan diperlukan yaitu untuk menentukan ketebalan
pelapisan tambahan yang diberikan. Pengukuran lendutan balik
menggunakan Benkelman Beam. Pengukuran dilakukan untuk setiap 200
m (tergantung intervalnya).
Peralatan yang diperlukan untuk pengukuran ini adalah :
Truk dengan beban gandar belakang kira-kira 8.2 ton
Jembatan Timbang atau alat timbang Portable
Benkelman Beam lengkap dengan Dial
Rambu-rambu pengaman
Meteran
Alat tulis ( kapur, ballpoint, dll )
Formulir lapangan
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
- Pengukuran CBR menggunakan Dynamic Cone Penetrometer
Seperti pada pengukuran B/Beam, pengujian DCP pun dilakukan setiap
200 m (tergantung intervalnya), tetapi hanya dilakukan pada jalan tanah,
kerikil dan jalan beraspal yang lapisan permukaannya sudah terkelupas.
Pengukuran dilakukan di sumbu jalan pada permukaan sub-grade ( bila
terdapat lapisan kerikil, harus digali hingga mencapai permukaan sub-
grade ).
Peralatan dan metoda pelaksanaan dapat dipelajari dalam buku petunjuk
pelaksanaan survey.
- Pemeriksaan Geometrik Jalan
Yang diamati dalam pemeriksaan ini adalah kondisi rata-rata jalan untuk
setiap 200 meter jalan yang dilalui. Tetapi bila ada permasalahan pada
daerah antar interval maka permasalahan tersebut harus diamati dan pada
saat mendisain permasalahan tersebut harus dimasukan.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
c. Pembagian Apikasi RDS
RDS merupakan suatu paket program yang terdiri dari beberapa sub-
paket program, yaitu :
RDSINPUT yaitu :
Sub-paket program untuk mengisi data – data proyek
RDSESA yaitu :
Sub-paket program untuk perhitungan beban lalu lintas pada suatu
ruas jalan dalam suatu umur rencana tertentu.
RDSSORT yaitu :
Sub-paket program yang digunakan untuk menganalisa data
lapangan sebelum digunakan dalam perencanaan (Disain).
RDS DISAIN yaitu :
Merupakan program utama untuk perhitungan perencanaan teknis
konstruksi jalan dengan menggunakan hasil dari analisa RDSESA,
RDSSORT dan data tambahan lainnya.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
RDSBID yaitu :
Sub-paket program untuk mencetak Bid Schedule dan
Engineering Estimate.
SUMMARY yaitu :
Sub-paket program untuk membuat summary.
c.1. RDSINPUT
Pada sub-paket program dapat dilakukan pengisian data – data umum
mengenai proyek.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Gambar 2.4 Tampilan RDSINPUT
c.2. RDS ESA
merupakan Sub-paket program untuk perhitungan beban lalu lintas
pada suatu ruas jalan dalam suatu umur rencana tertentu ditambah koreksi
terhadap VDF (Vehicle Damage Factor).
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Gambar 2.5 Tampilan RDSESA
Dalam sub-paket program ini dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Vehicle Damage Factor (VDF)
adalah Faktor perusak yang ditimbulkan oleh masing – masing
kendaraan.
Tabel 2.3.6 Vehicle damage factor (VDF)
Vehicle
Type
VDF (V1)
Flat
Arterial
Rolling
Arterial/Flat
Collector
Local
HB 0.023 0.020 0.014
MT 0.039 0.024 0.009
HT 0.091 0.065 -
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Klasifikasi kendaraan yang digolongkan pada Aplikasi RDS adalah:
1. M+B+T : Mobil penumpang, bus Sedang, truk kecil, minibus,
oplet, pick up, mikro truk, dll.
2. HB : bus besar
3. MT : truk sedang
4. HT & TT : truk berat dan truk tandem
Average Vehicle Damage Factor (Avg VDF)
Merupakan Faktor perusak kendaraan yang telah dirata – ratakan
Avg VDF = V1 (T1 - - T2)
dimana;
V1 = vehicle damage factor
T1 = tahun pertama lalu lintas dibuka
T2 = koefisen kendaraan
L = umur rencana
Average Daily Traffic (Avg ADT)
Merupakan Volume lalu lintas harian (24 jam) rata – rata, pada
suatu penempatan spesifik
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Avg ADT = ADT
dimana;
r1 = angka pertumbuhan lalu lintas sebelum jalan dibuka
r2 = angka pertumbuhan lalu lintas setelah jalan dibuka
T0 = tahun saat survey dilakukan
ADT = jumlah masing – masing kendaraan
Equivalent Standart Axle (ESA)
Merupakan akumulasi ekivalen beban sumbu standar (8.2 T)
ESA x 106 =
dimana;
Avg ADTi = Volume lalu lintas harian (24 jam) rata – rata
Avg VDFi = Faktor perusak kendaraan rata – rata
c.3. RDSSORT
Merupakan sub-paket program untuk pengisian data – data yang
diukur di lapangan, yaitu:
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
- Lebar perkerasan yang ada (m)
- Nilai lendutan Benkelman beam (mm)
- CBR / California Bearing Ratio (%)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Gambar 2.6 Tampilan RDSSORT ISIAN
Setelah data – data telah dimasukkan pada isian, maka selanjutnya
akan dilakukan pengelompokan untuk 4 kriteria, yaitu:
- Lebar
- BB / Benkelman Beam
- RCI
- CBR
Pada proses ini dibutuhkan kehati – hatian dalam melakukan isian
data, jika terdapat kesalahan maka harus mengulang dari awal.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Gambar 2.7 Tampilan RDSSORT PENGELOMPOKAN
Apabila proses pengelompokan telah selesai, maka selanjutnya
dilakukan pengisian data – data geometrik. Adapun hal penting yang
terdapat pada proses ini adalah :
- Existing jenis perkerasan
Diisi dengan (kode type perkerasan yang ada), yaitu:
1 = jalan tanah
2 = jalan kerikil
3 = macadam terbuka
4 = burtu
5 = burda
6 = lapen 1 lapis
7 = lapen 2 lapis
8 = lasbutag
9 = AC
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
10 = NACAS
11 = HRS
- Tingkat penanganan (Treatment Code)
Diisi dengan (kode tingkat penanganan) yang sesuai dengan IRMS
atau bila tidak ada, diisi sesuai dengan penanganan yang diinginkan.
Pemeliharaan Rutin dan Penunjangan :
P 01 = Rutin
P 02 = Penunjangan
Pelaburan :
P 11 = Burtu
P 12 = Burda
Rehabilitasi / Pemeliharaan :
P 21
P 22
P 23
Peningkatan Jalan :
P 31
P 32
P 33
P 41
P 51
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
P 52
P 53
Gambar 2.8 Kode Penanganan (Treatment Code) menurut IRMS
c.4. RDS DESAIN
Sub – paket program inilah yang menentukan tebal lapisan perkerasan
rencana, dengan menggunakan data hasil RDSESA dan RDSDORT.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Gambar 2.9 Tampilan RDSDESIGN
Secara umum, rumus yang dipakai aplikasi RDS untuk menghitung tebal
lapisan perkerasan :
t =
dimana.
t = tebal lapisan tambah (cm)
D = lendutan rencana (mm)
L = total lalu lintas selama umur rencana (juta,equivalent 8.2T)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Sumber : Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan
metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga 2005)
Gambar 2.10 Alat Benkelman Beam
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
NO HAL MN/01/83 Pd T-05-2005-B RDS 5.01
1 CBR - - ( data CBR dimasukkan pada RDSSORT)
2 Faktor Musim (Ca)
(1. Bila pemeriksaan dilakukan
pada musim kemarau, Ca = 1.1)
(2. Bila pemeriksaan dilakukan pada
musim hujan, Ca = 1.0)
(1. Bila pemeriksaan dilakukan pada musim
kemarau, Ca = 1.2)
2. Bila pemeriksaan dilakukan pada musim
hujan, Ca = 0.9)
(diisi pada RDSINPUT baris “CUACA”)
3 Faktor Koreksi
Beban Uji - (FKB-BB = 77,343 x (beban uji dalam ton)(-2,0715) )
(diisi pada RDSINPUT baris “BEBAN
GANDAR”)
4 Faktor Koreksi
Temperatur (Tt , Tb , TL) (Tt , Tb , TL) -
5 Faktor Koreksi
Stabilitas Marshall -
(Nilai Stabilitas Marshall mempengaruhi tebal
lapis tambah penyesuaian, FKTBL) -
6 Desain Perkerasan Berlaku hanya untuk tingkat penanganan
overlay (lapisan permukaan saja)
Berlaku hanya untuk tingkat penanganan overlay
(lapisan permukaan saja)
Memiliki keunggulan dalam mendesain, dimana
terdapat berbagai tingkat penanganan, sehingga
desain tebal lapisan tidak hanya permukaan saja
7 Cumulative
Equivalent Standart
Axle 8.2 T
(AE 18KSAL=365 x N x KSAL )
(CESA = )
(merupakan hasil dari RDSESA dalam
ESA x 106)
8
Index Traffic
Number (%
kend.berat & %
kend ringan)
(ITNkb = ∑ kend.berat x angka ekivalen kend)
(ITNkr = ∑ kend.ringan x angka ekivalen kend)
-
(tetapi dalam pengertian berbeda, ada 4
kelompok) :
1. M+B+T 3. MT
2. HB 4. HT & TT
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2.3.7 Perbedaan Metode MN/01/83 , Pd T-05-2005-B, dan Metode Aplikasi RDS 5.01
BAB III
PEMBAHASAN
Tahapan Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan Pada Proyek
Peningkatan Jalan Provinsi Binjai Timbang Lawang (Sta. 61+000 – Sta. 62+800)
Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Bagan Alir (Flow Chart) di bawah ini:
PD T-05-2005-B (BINA MARGA 2005)
TENTUKAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN
TUJUAN PEMBAHASAN
MEMBANDINGKAN HASIL PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN OLEH PERENCANA
DENGAN HASIL PERHITUNGAN PENULIS
PEMBATASAN MASALAH
- BEBAN OVERLOAD YANG MELINTASI JALAN DIANGGAP BEBAN STANDAR SESUAI JENIS KENDARAAN
- PERHITUNGAN TEBAL LPIS TAMBAH OLEH PENULIS HANYA MENCAKUP PADA STA 61+000 – STA 62-800
TINJAUAN PUSTAKA
DATA PRIMER SURVEI VOLUME LALU
LINTAS
PENGUMPULAN DATA
LATAR BELAKANG
DATA SEKUNDER
- DATA BENKELMAN BEAM - DATA VOLUME LALU LINTAS - DATA CBR - DATA MARSHALL STABILITY
ROADWORKS DESIGN SYSTEM
(RDS 5.01)
- MANUAL PEMERIKSAAN PERKERASAN JALAN DENGAN ALAT BENKELMAN BEAM (NO.01/MN/B/1983)
- ANALISA KOMPONEN
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
III.1 Pelaksanaan
Peralatan yang digunakan:
1. Truk dengan spesifikasi standar sebagai berikut:
• Berat kosong ( 5 ± 0,1 ) ton.
• Jumlah gandar 2 buah dengan roda belakang ganda.
• Beban masing-masing roda belakang ban ganda ( 4,08 ± 0,045 ) ton.
• Ban dalam keadaaan kondisi baik dan dari jenis kembang halus ( zig
zag ) dengan ukuran 25,4 x 50,8 cm.
• Tekanan angin ban ( 5,5 ± 0,07 ) kg/cm ( 80 psi ).
• Jarak sisi kedua bidang kontak ban dengan permukaan jalan 10 – 15
cm.
2. Alat Benkelman Beam terdiri dari 2 batang yang mempunyai panjang
total pada umumnya (366 ± 0,16) cm yang terbagi menjadi dua bagian
dengan perbandingan 1 : 2 oleh sumbu o, dengan perlengkapan sebagai
berikut:
a. Arloji pengukur, berskala mm dengan ketelitian 0,01 mm
b. Alat penggetar (busser)
c. Alat pendatar (waterpass)
3. Pengukur tekanan yang dapat mengukur tekanan angin ban minimum
80psi.
4. Thermometer 5–700 C dengan Pembagian skala 10C.
5. Rolmeter 3 dan 30,00 m.
6. Formulir lapangan.
7. Minyak arloji alkohol murni.
8. Perlengkapan keamanan bagi petugas dan tempat pemeriksaan.
9. Tanda batas kecepatan lalu lintas.
10. Tanda petunjuk lalu lintas.
11. Tanda lampu peringatan jika dilakukan malam hari.
12. bendera merah kuning yang dipasang pada truk.
Prosedur pelaksanaan:
1. Persiapan Alat:
• Truk dimuati sebuah beban (misal batu atau tanah) hingga berat truk
menjadi berat standart (8,2 ton), dan beban masing – masing roda
belakang ban ganda 4,1 ton.
• Ban belakang diperiksa dan tekanan angin pada ban dibuat 80 psi (5,5
± 0,07 kg/cm2) dan diukur tiap 4 jam sekali.
• Pasang batang Benkelman Beam sehingga sambungan kaku.
• Periksa arloji pengukur, dan untuk mengurangi karat bersihkan dengan
alkohol murni.
• Pasang arloji pengukur pada tangkai sedemikian rupa sehingga batang
arloji pengukur berarah vertikal terhadap rangka Benkelman Beam.
2. Jalannya pemeriksaan:
• Tentukan titik–titik pemeriksaan.
• Tentukan titik pada permukaan jalan yang akan diperiksa dan beri
tanda dengan kapur tulis.
3. Pusatkan salah satu ban ganda pada titik telah ditentukan tersebut. Jika
yang diperiksa sebelah kiri jalur jalan, maka yang dipusatkan adalah ban
kiri truk dan sebagainya.
4. Tumit batang Benkelman Beam diselipkan ditengah ban tersebut, sehingga
tepat berada dibawah pusat muatan sumbu gandar dan batang Benkelman
Beam/dengan arah truk.
5. Atur ketiga kaki sehingga batang Benkelman Beam dalam keadaaan
mendatar.
6. Lepaskan kunci Benkelman Beam sehingga batang tersebut dapat
digerakkan turun naik.
7. Aturlah batang arloji pengukur sehingga bersinggung dengan bagian atas
dari batang belakang.
8. Hidupkan penggetar untuk memeriksa kestabilan jarum arloji pengukur.
9. Setelah jarum arloji pengukur stabil, atur jarum pada angka nol, sampai
kecepatan perubahan jarum sebesar 0,01 mm/menit, atau sampai 3 menit.
Catat pembacaan ini sebagai pembacaan awal.
10. Jalankan truk perlahan-lahan maju kedepan dengan kecepatan maksimum
km/jam sejauh 6,00 m. Setelah truk berhenti, arloji pengukur dibaca setiap
menit atau sampai 3 menit. Catat pembacaan ini sebagai pembacaan
akhir.
11. Catat suhu permukaan jalan dan suhu udara pada tiap titik
pemeriksaan (dapat dilihat pada Lampiran II).
12. Periksa kembali data – data yang telah diperoleh.
III.2 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (overlay)
III.2.1 Metode Pd T-05-2005-B (Bina Marga 2005)
1. Perhitungan untuk seluruh stasiun (61+000 – 62+800)
Hasil lendutan dengan Benkelman Beam pada proyek Peningkatan Jalan
Provinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang Kabupaten Langkat adalah pada
seksi 3 (section IV).
Seksi 3 (section IV) Sta. 61+000 = 2,08 mm
Sta. 61+200 = 1,38 mm
Sta. 61+400 = 1,32 mm
Sta. 61+600 = 1,78 mm
Sta. 61+800 = 1,34 mm
Sta. 62+000 = 2,70 mm
Sta. 62+225 = 1,32 mm
Sta. 62+400 = 2,65 mm
Sta. 62+600 = 4,27 mm
Sta. 62+800 = 4,19 mm
Gambar 3.1 Grafik lendutan balik pada Sta 61+000 – 62+800
Tabel 3.1 Data Lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam
Sta Beban Uji Lendutan balik/BB (mm) Temperatur (oC)
(ton) d1 d2 d3 Tu Tp Tt Tb TL
61+000 8.2 0 0.34 0.95 31 33 36 30 33
61+200 8.2 0 0.34 0.63 31 33 36 30 33
61+400 8.2 0 0.24 0.6 31 33 36 30 33
61+600 8.2 0 0.34 0.81 31 33 36 30 33
61+800 8.2 0 0.32 0.61 31 33 36 30 33
62+000 8.2 0 0.81 1.23 31 33 36 30 33
62+225 8.2 0 0.38 0.6 31 33 36 30 33
62+400 8.2 0 0.76 1.21 31 33 36 30 33
62+600 8.2 0 0.68 1.95 31 33 36 30 33
62+800 8.2 0 0.62 1.91 31 33 36 30 33
Data teknis :
Data lalu lintas harian rata – rata :
• Kendaraan penumpang (2,0 ton) = 135 kend/hari/2 arah
• Minibus, Oplet (2,5 ton) = 144 kend/hari/2 arah
• Pick Up, Micro Truk (6,0 ton) = 160 kend/hari/2 arah
• Bus sedang (8,0 ton) = 14 kend/hari/2 arah
• Bus besar (9 ton) = 42 kend/hari/2 arah
• Truk sedang (8,3 ton) = 390 kend/hari/2 arah
• Truk 3 sumbu (25 ton) = 10 kend/hari/2 arah
Jumlah = 95 kend/hari/2 arah
Tahun Pengamatan Data (T0) = 2006
Tahun Awal Pelaksanaan (T1) = 2008
Panjang Jalan Efektif = 25,6 km
Nomor Ruas = 023
Perkembangan lalu lintas (r) = 5% /tahun
Umur rencana (UR) = 5 tahun
Fungsi jalan = Primer kolektor
Lebar Perkerasan Rata-rata = 6 m
Lebar Bahu Jalan = 2 x 0.5 m
Kelandaian Jalan = 2 %
Jenis perkerasan = AC – WC dan AC – BC
Data Lendutan Benkleman Beam = lampiran II
Gambar Peta Situasi = lampiran IV
82
Perhitungan nilai lendutan balik Benkelman Beam terkoreksi.
Seksi 3 (Sta. 61+000 – 62+800) (ns = 10)
NILAI LENDUTAN BENKELMAN BEAM TERKOREKSI
Sta
Beban Uji Lendutan balik/BB Temperatur (oC) Koreksi pada Temperatur
Standart (Ft)
Koreksi Musim
(Ca)
Koreksi Beban (FKB-BB)
Lendutan Terkoreksi (mm)
dB2
(ton) d1 d2 d3 Tu Tp Tt Tb TL dB=2(d3-d1)xFtxCaxFKB-BB
61+000 8.2 0 0.34 0.95 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 2.083 4.337
61+200 8.2 0 0.34 0.63 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.381 1.907
61+400 8.2 0 0.24 0.6 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.315 1.730
61+600 8.2 0 0.34 0.81 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.776 3.153
61+800 8.2 0 0.32 0.61 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.337 1.788
62+000 8.2 0 0.81 1.23 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 2.696 7.270
62+225 8.2 0 0.38 0.6 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.315 1.730
62+400 8.2 0 0.76 1.21 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 2.652 7.036
62+600 8.2 0 0.68 1.95 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 4.275 18.273
62+800 8.2 0 0.62 1.91 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 4.187 17.531
Faktor Musim (Ca); - bila survey dilakukan pada musim kemarau maka Ca = 1.2 - bila survey dilakukan pada musim hujan maka Ca = 0.9
Faktor Koreksi Beban (FKB-BB); (FKB-BB) = 77.343 x (beban uji dalam ton)(-2.0715)
Jumlah 23.017 64.755
Lendutan balik rata-rata (dR) 2.302
Jumlah titik (ns) 10
Deviasi standart (s) 1.144
a. Faktor keseragaman (FK)
Untuk menentukan tingkat keseragaman lendutan menggunakan Rumus
15, yaitu :
FK = (s/dR) x 100%
= (1,167/2,349) x 100%
= 49,68%
b. Nilai lendutan balik yang mewakili satu seksi jalan/lendutan wakil (Dwakil
atau Dsbl ov)
Fungsi jalan adalah untuk jalan primer kolektor, maka D dapat dihitung
dengan menggunakan rumus 18:
Dsbl ov = drata-rata + 1,64 s
= 2,302+1,64(1,167)
= 4,178 mm
c. Menentukan faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan
lalu lintas (N)
Jika;
r = 5 %
n = 5 tahun
Dengan menggunakan tabel hubungan antara umur rencana (UR) dengan
perkembangan lalu lintas (r) maka diperoleh, N = 5,66
Atau dengan menggunakan rumus 19;
N = ½
N = ½
N = 5,66
d. Menentukan koefisien distribusi kendaraan (C)
Dari tabel 1, dengan lebar jalan 6 m (L = 6 m)
Maka jumlah lajurnya = 2
Jumlah lajur = 2 , dan 2 arah. Dari tabel 2 nilai C = 0,50
e. Menentukan angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
Angka ekivalen kendaraan (E) untuk masing – masing kendaraan dapat
dilihat pada Lampiran I (Tabel III) dimana;
NO Type Kendaraan E
1 Kendaraan penumpang 0,00045
2 Minibus, Oplet 0,00110
3 Pickup, Micro Truk 0,05937
4 Bus sedang 0,18764
5 Bus besar 0,30057
6 Truck sedang 0,21741
7 Truk 3 sumbu 2,7416
8 Truk semi trailler 6,1179
9 Truk trailler 10,1829
f. Perhitungan Akumulasi beban sumbu standart (CESA)
CESA =
CESAkendaraan penumpang = 135 x 365 x 0,00045 x 0,50 x 5,66 = 62,752
CESAMinibus, Oplet = 144 x 365 x 0,00110 x 0,50 x 5,66 = 163,619
CESAPickup, Micro Truk = 160 x 365 x 0,05937 x 0,50 x 5,66 = 9812,199
CESABus sedang = 14 x 365 x 0,18764 x 0,50 x 5,66 = 2713,518
CESABus besar = 42 x 365 x 0,30057 x 0,50 x 5,66 = 13039,899
CESATruck sedang = 390 x 365 x 0,21741 x 0,50 x 5,66 = 87583,727
CESATruk 3 sumbu = 10 x 365 x 2,7416 x 0,50 x 5,66 = 28319,357
CESAtotal = 141695,071
CESAtotal = 141695,071 ESA
CESAtotal = 0,142 x 106 ESA
g. Menghitung ledutan rencana / ijin (Drencana atau Dstl ov) dapat
menggunakan Gambar 4 Kurva D atau dengan rumus 18.
Jika menggunakan gambar 4 kurva D;
- tarik garis vertikal searah positif pada CESA = 0,142 x 106 ESA
- pertemuan garis CESA pada kurva D dihubungkan ke Drencana
Jika menggunakan rumus ;
x (0,142x106) (-0,2307)
1,438 mm
h. Menghitung tebal lapis tambah (Ho) sesuai Gambar 5 atau dengan
menggunakan rumus 19 sebagai berikut ;
Ho =
Ho =
Ho = 18,46 cm
i. Menentukan koreksi tebal lapis tambah (Fo)
Lokasi ruas jalan Binjai – Timbang Lawang, diperoleh temperatur
perkerasan rata – rata tahunan (TPRT) = 35,4oC.
Dengan menggunakan Gambar 2 atau dengan menggunakan Rumus 20
maka faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) diperoleh :
Fo = 0.5032 x
Fo = 0.5032 x
Fo = 1,00
j. Menghitung tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dengan menggunakan
Rumus 21 yaitu :
Ht = Ho x Fo
Ht = 18,46 x 1,00
Ht = 18,46 cm
k. Menentukan Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
Berdasarkan data yang diperoleh, Marshall Stability = 1041 kg. Maka
dengan menggunakan tabel faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian;
Modulus Resilien,MR
(MPa)
Stabilistas Marshall
(kg)
FKTBL
3000 Min. 1000 0,85
2000 Min. 800 1,00
1000 Min. 800 1,23
Maka; FKTBL = 0.85
l. Menghitung tebal lapis tambah koreksi
Ht = Ho x FKTBL
Ht = 18,46 x 0.85
Ht = 15,689 cm ~ 16 cm
Karena lapisan perkerasan terdiri dari 2 lapisan yaitu AC–WC dan AC-BC,
maka tebal untuk setiap lapisan adalah:
AC-WC = 4 cm (berdasarkan syarat spesifikasi bahan)
AC-BC = Ht – (AC-WC)
= 16 – 4 = 12 cm
GAMBAR SUSUNAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN
Dari hasil perhitungan pada seksi III ini, terdapat hasil perhitungan yang
mencurigakan yaitu pada Perhitungan Faktor Keseragaman (FK).
Faktor Keseragaman (FK) didapat 49,68%. Nilai FK ini tidak bisa dipakai untuk
menghitung lapis tambah perkerasan, karena nantinya akan mendapatkan hasil
tebal perkerasan tambahan yang sangat besar dan tidak cocok untuk lapis tambah
lagi, melainkan dilakukan rekonstruksi (perbaikan yang dimulai dari lapisan
pondasi bawah).
Adapun nilai FK ini diduga kemungkinan pada titik – titik tertentu nilai
lendutan melonjak tinggi akibat kerusakan setempat, untuk itu data – data yang
melonjak tersebut dikeluarkan dari perhitungan, namun di lokasi dimana data
melonjak harus mendapat perhatian khusus dengan melakukan perbaikan setempat
sebelum melakukan pelapisan tambah, misalnya melakukan perbaikan tanah
terlebih dahulu.
Gambar 3.1 Grafik lendutan balik pada Sta 61+000 – 62+800
Dari grafik lendutan balik diatas terdapat 3 nilai lendutan extreme
(melonjak tinggi), yaitu pada :
• Sta 62+000 = 2,70 mm
• Sta 62+600 = 4,27 mm
• Sta 62+800 = 4,19 mm
Sehingga nilai – nilai lendutan yang melonjak ini dikeluarkan dari
perhitungan, dan dilakukan perhitungan ulang kembali.
2. Perhitungan Ulang (Sta 61+000 – 62+800) dengan mengeluarkan
nilai lendutan pada Sta 62+000, Sta 62+600, Sta 62+800.
Hasil lendutan dengan Benkelman Beam pada proyek Peningkatan Jalan
Provinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang Kabupaten Langkat adalah pada
seksi 3 (section IV).
Seksi 3 (section IV) Sta. 61+000 = 2,08 mm
Sta. 61+200 = 1,38 mm
Sta. 61+400 = 1,32 mm
Sta. 61+600 = 1,78 mm
Sta. 61+800 = 1,34 mm
Sta. 62+225 = 1,32 mm
Sta. 62+400 = 2,65 mm
Gambar 3.1 Grafik lendutan balik pada Sta 61+000 – 62+800
Tabel 3.1 Data Lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam
Sta Beban Uji Lendutan balik/BB (mm) Temperatur (oC)
(ton) d1 d2 d3 Tu Tp Tt Tb TL
61+000 8.2 0 0.34 0.95 31 33 36 30 33
61+200 8.2 0 0.34 0.63 31 33 36 30 33
61+400 8.2 0 0.24 0.6 31 33 36 30 33
61+600 8.2 0 0.34 0.81 31 33 36 30 33
61+800 8.2 0 0.32 0.61 31 33 36 30 33
62+225 8.2 0 0.38 0.6 31 33 36 30 33
62+400 8.2 0 0.76 1.21 31 33 36 30 33
Data teknis :
Data lalu lintas harian rata – rata :
• Kendaraan penumpang (2,0 ton) = 135 kend/hari/2 arah
• Minibus, Oplet (2,5 ton) = 144 kend/hari/2 arah
• Pick Up, Micro Truk (6,0 ton) = 160 kend/hari/2 arah
• Bus sedang (8,0 ton) = 14 kend/hari/2 arah
• Bus besar (9 ton) = 42 kend/hari/2 arah
• Truk sedang (8,3 ton) = 390 kend/hari/2 arah
• Truk 3 sumbu (25 ton) = 10 kend/hari/2 arah
Jumlah = 895 kend/hari/2 arah
Tahun Pengamatan Data (T0) = 2006
Tahun Awal Pelaksanaan (T1) = 2008
Panjang Jalan Efektif = 25,6 km
Nomor Ruas = 023
Perkembangan lalu lintas (r) = 5% /tahun
Umur rencana (UR) = 5 tahun
Fungsi jalan = Primer kolektor
Lebar Perkerasan Rata-rata = 6 m
Lebar Bahu Jalan = 2 x 0.5 m
Kelandaian Jalan = 2 %
Jenis perkerasan = AC – WC dan AC – BC
Data Lendutan Benkleman Beam = lampiran II
Gambar Peta Situasi = lampiran IV
Perhitungan nilai lendutan balik Benkelman Beam terkoreksi.
Seksi 3 (Sta. 61+000 – 62+800) (ns = 7)
NILAI LENDUTAN BENKELMAN BEAM TERKOREKSI
Sta
Beban Uji
Lendutan balik/BB Temperatur (oC) Koreksi pada Temperatur Standart (Ft)
Koreksi Musim (Ca)
Koreksi Beban (FKB-BB)
Lendutan Terkoreksi (mm) dB
2
(ton) d1 d2 d3 Tu Tp Tt Tb TL dB=2(d3-d1)xFtxCaxFKB-BB
61+000 8.2 0 0.34 0.95 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 2.083 4.337
61+200 8.2 0 0.34 0.63 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.381 1.907
61+400 8.2 0 0.24 0.6 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.315 1.730
61+600 8.2 0 0.34 0.81 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.776 3.153
61+800 8.2 0 0.32 0.61 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.337 1.788
62+225 8.2 0 0.38 0.6 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 1.315 1.730
62+400 8.2 0 0.76 1.21 31 33 36 30 33 0.923 1.2 0.990 2.652 7.036
Faktor Musim (Ca); - bila survey dilakukan pada musim kemarau maka Ca = 1.2 - bila survey dilakukan pada musim hujan maka Ca = 0.9
Faktor Koreksi Beban (FKB-BB); (FKB-BB) = 77.343 x (beban uji dalam ton)(-2.0715)
Jumlah 11.859 21.681
Lendutan balik rata-rata (dR)
1.694
Jumlah titik (ns) 7
Deviasi standart (s) 0.515
a. Faktor keseragaman (FK)
Untuk menentukan tingkat keseragaman lendutan menggunakan Rumus
15, yaitu :
FK = (s/dR) x 100%
= (0,515/1,694) x 100%
= 30,4%
b. Nilai lendutan balik yang mewakili satu seksi jalan/lendutan wakil (Dwakil
atau Dsbl ov)
Fungsi jalan adalah jalan primer kolektor, maka D dapat dihitung dengan
menggunakan rumus 18:
Dsbl ov = drata-rata + 1,64 s
= 1,694+1,64(0,515)
= 2,538 mm
c. Menentukan faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan
lalu lintas
Jika;
r = 5 %
n = 5 tahun
Dengan menggunakan tabel hubungan antara umur rencana (UR) dengan
perkembangan lalu lintas (r) maka diperoleh, N = 5,66
Atau dengan menggunakan rumus 19;
N = ½
N = ½
N = 5,66
d. Menentukan koefisien distribusi kendaraan (C)
Dari tabel 1, dengan lebar jalan 6 m (L = 6 m)
maka jumlah lajurnya = 2
Jumlah lajur = 2 , dan 2 arah. Dari tabel 2 nilai C = 0,50
e. Menentukan angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
Angka ekivalen kendaraan (E) untuk masing – masing kendaraan dapat
dilihat pada Lampiran I (Tabel III) dimana;
NO Type Kendaraan E
1 Kendaraan penumpang 0,00045
2 Minibus, Oplet 0,00110
3 Pickup, Micro Truk 0,05937
4 Bus sedang 0,18764
5 Bus besar 0,30057
6 Truck sedang 0,21741
7 Truk 3 sumbu 2,7416
8 Truk semi trailler 6,1179
9 Truk trailler 10,1829
f. Perhitungan Akumulasi beban sumbu standart (CESA)
CESA =
CESAkendaraan penumpang = 135 x 365 x 0,00045 x 0,50 x 5,66 = 62,752
CESAMinibus, Oplet = ,144 x 365 x 0,00110 x 0,50 x 5,66 = 163,619
CESAPickup, Micro Truk = 160 x 365 x 0,05937 x 0,50 x 5,66 = 9812,199
CESABus sedang = 14 x 365 x 0,18764 x 0,50 x 5,66 = 2713,518
CESABus besar = 42 x 365 x 0,30057 x 0,50 x 5,66 = 13039,899
CESATruck sedang = 390 x 365 x 0,21741 x 0,50 x 5,66 = 87583,727
CESATruk 3 sumbu = 10 x 365 x 2,7416 x 0,50 x 5,66 = 28319,357
CESAtotal= 141695,071
CESAtotal = 141695,071 ESA
CESAtotal = 0,142 x 106 ESA
g. Menghitung ledutan rencana / ijin (Drencana atau Dstl ov) dapat
menggunakan Gambar 4 Kurva D atau dengan rumus 18.
Jika menggunakan gambar 4 kurva D;
- tarik garis vertikal searah positif pada CESA = 0,142 x 106
- pertemuan garis CESA pada kurva D dihubungkan ke Drencana
Jika menggunakan rumus ;
x (0,142x106) (-0,2307)
1,438 mm
h. Menghitung tebal lapis tambah (H0) sesuai Gambar 5 atau dengan
menggunakan rumus 19 sebagai berikut ;
Ho =
Ho =
Ho = 10,1 cm
i. Menentukan koreksi tebal lapis tambah (Fo)
Lokasi ruas jalan Binjai – Timbang Lawang, diperoleh temperatur
perkerasan rata – rata tahunan (TPRT) = 35,4oC.
Dengan menggunakan Gambar 2 atau dengan menggunakan Rumus 20
maka faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) diperoleh :
Fo = 0.5032 x
Fo = 0.5032 x
Fo = 1,00
j. Menghitung tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dengan menggunakan
Rumus 21 yaitu :
Ht = Ho x Fo
Ht = 10,1 x 1,00
Ht = 10,1 cm
k. Menentukan Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
Berdasarkan data yang diperoleh, Marshall Stability = 1041 kg. Maka
dengan menggunakan tabel faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian;
Modulus Resilien,MR
(MPa)
Stabilistas Marshall
(kg)
FKTBL
3000 Min. 1000 0,85
2000 Min. 800 1,00
1000 Min. 800 1,23
Maka; FKTBL = 0.85
l. Menghitung tebal lapis tambah koreksi
Ht = Ho x FKTBL
Ht = 10,1 x 0.85
Ht = 8,59 cm ~ 9 cm
Karena lapisan perkerasan terdiri dari 2 lapisan yaitu AC–WC dan AC-BC,
maka tebal untuk setiap lapisan adalah:
AC-WC = 4 cm (berdasarkan syarat spesifikasi bahan)
AC-BC = Ht – (AC-WC)
= 9 – 4 = 5 cm
GAMBAR SUSUNAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN
PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN
seks
i
KM-KM N
Σd (Σd)2 (Σd2) dR s FK Ht Jenis & Tebal Lapisan
PATOK (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (%) (cm) (cm)
A B C D E G G H I J K
3 61+000 - 62+800 (section IV) 7 11,86 140,647 21,681 1,69 0,51 30,4 9 9 = 4 AC-WC + 5 AC-BC
II. Dengan Aplikasi RDS 5.01 (Roadworks Design System)
Aplikasi Roadworks Design System (RDS) ini memiliki beberapa sub-
program yaitu :
1. RDSINPUT
2. RDSESA
3. RDSSORT
4. RDSDESIGN
5. SUMMARY
Tampilan Utama Aplikasi RDS 5.01
Tampilan RDINPUT
Tampilan RDSESA
Tampilan RDSSORT
Tampilan RDSDESIGN
Tampilan RDSDESIGN
Tampilan SUMMARY
Hasil Analisa Aplikasi RDS 5.01
Rangkaian Stasiun ke
Stasiun
Jarak Stasiun ke
Stasiun
Lebar yang
ada
Lebar
Disain
Bahu
Jalan Aspal
Jenis dan ketebalan
bahu jalan
Kiri Kanan
Lebar
Disain Permukaan
Permukaan
Bawah Kiri/Kanan
61+000 ke 61+200 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
61+200 ke 61+400 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
61+400 ke 61+600 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
61+600 ke 61+800 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
61+800 ke 62+000 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
62+000 ke 62+200 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
62+200 ke 62+400 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
62+400 ke 62+600 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
62+600 ke 62+800 0.20 6.00 6.00 0.00 0.00 1.00 4.0 AC WC 5.0 AC BC 15Agg B
GAMBAR SUSUNAN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah penulis lakukan, diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil perhitungan tebal lapis tambahan (overlay) Sta 61+000 – Sta 62+800
Jurusan Binjai – Timbang Lawang yang dilakukan penulis;
A. Metode Pd T-05-2005 B
• Tebal Lapisan Tambahan sebesar 9 cm;
JENIS DAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN Aspal
Permukaan Permukaan Bawah
4 cm AC-WC 5 cm AC-BC
• Metode ini hanya dapat digunakan untuk tingkat penanganan tebal
lapis tambahan (overlay) pada permukaan saja.
B. Aplikasi Roadworks Design System (RDS 5.01)
• Tebal Lapisan Tambahan sebesar;
JENIS DAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN Aspal Gravel
Permukaan Permukaan Bawah Bahu Jalan
4 cm AC-WC 5 cm AC-BC 15 cm Agregat B
• Metode ini dapat digunakan untuk berbagai tingkat penanganan
mulai dari overlay sampai rekonstruksi.
Sedangkan hasil perhitungan tebal lapisan perkerasan tambahan (overlay)
yang direncanakan oleh Konsultan Perencana adalah:
JENIS DAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN Aspal Gravel
Permukaan Permukaan Bawah Pondasi Bahu Jalan
4 cm AC-WC 6 cm AC-BC 16 cm Agregat A 16 m Agregat B
2. Perbedaan tebal lapisan tambahan yang diperoleh Penulis dengan
Konsultan Perencana adalah pada Aspal Permukaan bawah sebesar 1 cm.
Selain itu perencana juga melakukan penambahan Agregat A pada bagian
pondasi sebesar 16 cm.
IV.2 Saran
1. Pertimbangan – pertimbangan teknis terutama harus diberikan pada daerah
– daerah kritis seperti daerah dengan lendutan balik yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan daerah di sekitarnya.
2. Pembagian segmen / section jalan yang lebih banyak akan memungkinkan
didapatkan faktor keseragaman yang lebih kecil.
LAMPIRAN I DATA LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA
(LHR)
LAMPIRAN II ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU
KENDARAAN (E)
LAMPIRAN III DATA TEMPERATUR HARIAN RATA – RATA
TAHUNAN (TPRT) UNTUK BEBERAPA
KOTA DI INDONESIA
LAMPIRAN IV DATA CBR (CALIFORNIA BEARING RATIO)
LAMPIRAN V GRAFIK GUITAR BINJAI – TIMBANG
LAWANG
LAMPIRAN VI DATA LENDUTAN BENKELMAN BEAM
LAMPIRAN VII GRAFIK LENDUTAN BALIK
LAMPIRAN VIII HASIL MARSHALL AC - BC
LAMPIRAN IX DESAIN PERKERASAN PERENCANA BINJAI –
TIMBANG LAWANG
LAMPIRAN X PETA LOKASI BINJAI – TIMBANG LAWANG
LAMPIRAN XI TYPICAL CROSS SECTION / PENAMPANG
MELINTANG PERKERASAN
DAFTAR PUSTAKA
Sukirman, Silvia.1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.
Departemen Pekerjaan Umum. Pedoman Perencanaan Tebal Lapis
Tambah Perkerasan Lentur dengan metode lendutan Pd.T-05-2005-B.
Jakarta: Bina Marga.
Departeman Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga, 1983. Manual
Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkleman Beam. Jakarta:
Bina Marga.
Departeman Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga. Manual
Pengoperasian RDS 5.01. Jakarta: Bina Marga.
Suaryana Nyoman, Ronny Yohannes. Kajian Metoda Perencanaan Tebal
lapis Tambah Perkerasan Lentur. Bandung.
Kosasih, Djunaedi. Perancangan Perkerasan dan Bahan. Bandung : ITB.
Departeman Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga. 1989. Parameter
dan Model Desain untuk Sistem Disain Pekerjaan Jalan. Jakarta : Bina
Marga.