Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI TENTANG PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP
KELIMPAHAN PLANKTON DI WILAYAH FISHING GROUND UTARA, TIMUR
DAN SELATAN PERAIRAN JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh:
MUHAMMAD IRLAN ASSIDIQ KUSUMA RAMADHAN
NIM. 135080601111028
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
STUDI TENTANG PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP
KELIMPAHAN PLANKTON DI WILAYAH FISHING GROUND UTARA, TIMUR
DAN SELATAN PERAIRAN JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
MUHAMMAD IRLAN ASSIDIQ KUSUMA RAMADHAN
NIM. 135080601111028
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Judul : STUDI TENTANG PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI
TERHADAP KELIMPAHAN PLANKTON DI WILAYAH FISHING
GROUND UTARA, TIMUR DAN SELATAN PERAIRAN JAWA TIMUR
Nama Mahasiswa : MUHAMMAD IRLAN ASSIDIQ KUSUMA RAMADHAN
NIM : 135080601111028
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : IR. AIDA SARTIMBUL, M.Sc., Ph.D
Pembimbing 2 : DWI CANDRA PRATIWI, S.Pi., M.Sc., MP
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : IR. BAMBANG SEMEDI, M.Sc., Ph.D
Dosen Penguji 2 : DHIRA KHURNIAWAN S. S.Kel., M.Sc
Tanggal Ujian : 27 NOVEMBER 2017
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang berjudul Studi
Tentang Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap Kelimpahan Plankton
Di Wilayah Fishing Ground Utara, TImur dan Selatan Perairan Jawa Timur
ini saya tulis dengan sebenar-benarnya dan merupakan hasil karya saya sendiri,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian Ir. Aida Sartimbul, M.Sc., Ph.D dengan judul “Pendugaan Pola Migrasi
dengan Pendekatan Biologi Molekuler dan Kesesuaian Habitat sebagai Upaya
Pengelolaan Perikanan Lemuru (Sardinella lemuru) di Jawa Timur dan Bali”
dengan nomor kontrak 063/SP2H/LT/DRPM/IV/2017.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, Desember 2017
Mahasiswa
Muhammad Irlan Assidiq K.R.
NIM. 135080601111028
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Muhammad Irlan Assidiq Kusuma Ramadhan
NIM : 135080601111028
Tempat / Tgl Lahir : Jakarta / 2 Februari 1996
No. Tes Masuk P.T. : 4130285866
Jurusan : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan
Program Studi : Ilmu Kelautan
Status Mahasiswa : Biasa
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Jl. Twin No. 5, Dusun Bulutanae, Komp. Merpati
Nusantara Airlines
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Jenis Pendidikan Tahun
Keterangan Masuk Lulus
1 S.D 2001 2003 SDN Palapa 1, B.Lampung
2 S.D 2003 2005 SDN Palapa 2, B.Lampung
3 S.D 2005 2006 SDN 01 Gondangdia, Jakpus
4 S.D 2006 2007 SD Dis. Angkasa I, Mandai
2 S.L.T.P 2007 2010 SMPN 9 Makassar
3 S.L.T.A 2010 2013 SMAN 15 Makassar
5 Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan)
2013 2017 Universitas Brawijaya
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan saya sanggup menanggung segala
akibatnya.
Malang, Desember 2017
(Muhammad Irlan Assidiq Kusuma Ramadhan)
NIM. 135080601111028
UCAPAN TERIMAKASIH
Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT atas Berkah, Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam selalu penulis junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW,
agar kita semua mendapat syafaatnya di hari akhir nanti dan telah membawa kita
semua dari jalan kegelapan menuju jalan terang benderang.
Laporan Skripsi yang berjudul “Studi Tentang Pengaruh Parameter
Oseanografi Terhadap Kelimpahan Plankton di Wilayah Fishing Ground
Utara, TImur dan Selatan Perairan Jawa Timur” dapat diselesaikan dengan
baik. Laporan ini dalam proses pengerjaannya juga mendapat berbagai bantuan
dari berbagai pihak. Halaman ini penulis khususkan untuk mengucapkan terima
kasih kepada pihak – pihak yang telah ikut membantu dalam proses pengerjaan
laporan ini. Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada :
1. Ayahanda Dermawan Kusuma Saputra, S..E. dan Ibunda Rosnawiyah
Bandjar, yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan moral,
doa restu serta nasihat sehingga penulis dapat menempuh jenjang
pendidikan sampai saat ini.
2. Adinda tercinta Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar, Dzulfikar Ilham
Kusuma Nusantara dan Bunga Nurul Qalbi yang senantiasa
memberikan semangat dan menjadi motivasi penulis agar
menyelesaikan laporan ini.
3. Dosen Pembimbing I, Ibu Ir. Aida Sartimbul, M.Sc., Ph.D. dan Dosen
Pembimbing II, Ibu Dwi Candra Pratiwi, S.Pi., M.Sc., MP. yang telah
membimbing dan memberikan masukan, dukungan serta motivasi
kepada penulis hingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Wa Tintin, Bang Andy, Mbak Indah, Kak Tara, Mas Ardian, Abbas,
Ma’ruf, Raffi, Aira dan Al yang telah menjadi keluarga kedua bagi
penulis selama menempuh pendidikan sampai sekarang.
5. Kepada kelompok nelayan di Mayangan, Muncar dan Puger yang telah
menerima penulis ikut serta melaut agar mendapatkan data yang
penulis inginkan.
6. Teman – teman seperjuangan skripsi “Lemuru Squad” Firmina Bethrix
Dasi, Isna Putri Wulandari, Rizal Ferdiansyah, Ella Kurnia Sari, Siva Nur
Ikhsani, Devita Listiyaningsih, Lestari, Mas Irwan Wahyudi dan Kak
Iqbal Fajar yang telah menjadi rekan – rekan yang suportif selama
pengambilan data di lapang.
7. Teman – teman angkatan Ilmu Kelautan 2013 “ATLANTIK”.
Malang, Desember 2017
Mahasiswa
Muhammad Irlan Assidiq K.R.
NIM. 135080601111028
i
STUDI TENTANG PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP
KELIMPAHAN PLANKTON DI WILAYAH FISHING GROUND UTARA, TIMUR
DAN SELATAN PERAIRAN JAWA TIMUR
Muhammad Irlan Assidiq Kusuma Ramadhan1, Aida Sartimbul1, Dwi Candra
Pratiwi1
ABSTRAK
Pada ekosistem laut yang kompleks terdapat rantai makanan yang sangat bergantung pada produsen primer, fitoplankton. Keberadaan plankton di ekosistem laut sangat dipengaruhi oleh parameter oseanografi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari parameter oseanografi terhadap kelimpahan plankton di wilayah fishing ground Utara, Timur dan Selatan Perairan Jawa Timur. Titik pengambilan data dilakukan secara purposive sampling yaitu pada wilayah fishing ground Perairan Mayangan, Muncar dan Puger, Jawa Timur. Data yang diambil adalah parameter oseanografi dan plankton yang nanti akan diamati menggunakan metode Sedgwick Rafter Counting Cell. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini ada dua macam, yaitu clustering dan principal component analysis (PCA). Hasil yang diperoleh untuk parameter oseanografi yang diukur masih sesuai dengan baku mutu air laut kecuali kekeruhan. Kelimpahan zooplankton dan fitoplankton ditemukan cukup melimpah pada ketiga perairan dengan keanekaragaman zooplankton dan fitoplankton tergolong sedang, kecuali pada Perairan Mayangan yang memiliki keanekaragaman zooplankton stabil, tingkat keseragaman antar genus tergolong merata dan tidak ditemukan dominansi pada tingkat genus di ketiga perairan. Parameter yang berkorelasi positif terhadap kelimpahan fitoplankton adalah konsentrasi klorofil, turbiditas, salinitas dan oksigen terlarut, sedangkan terhadap kelimpahan zooplankton adalah derajat keasaman, oksigen terlarut, salinitas dan kelimpahan fitoplankton. Parameter yang berkorelasi negatif terhadap kelimpahan fitoplankton adalah suhu dan derajat keasaman, sedangkan pada kelimpahan zooplankton adalah suhu dan turbiditas.
Kata Kunci: Plankton, Oseanografi, PCA, Clustering, Fishing Ground
(1) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
STUDY ON EFFECT OF OCEANOGRAPHY PARAMETER TO PLANKTON
ABUNDANCE IN FISHING GROUND TERRITORY OF NORTHERN, EASTERN
AND SOUTHERN OF EAST JAVA
Muhammad Irlan Assidiq Kusuma Ramadhan1, Aida Sartimbul1, Dwi Candra
Pratiwi1
ABSTRACT
In complex marine ecosystems there are food chains that rely heavily on
primary producers, phytoplankton. The presence of planktons in marine
ecosystems is strongly influenced by oceanography parameters. The purpose of
this study is to determine the effect of oceanography parameters on plankton
abundance in fishing ground Northern, Eastern and Southern of East Java. The
point of data collection is done by purposive sampling located in fishing ground
Mayangan, Muncar and Puger, East Java. The measured data are oceanography
parameters and plankton which will be observed using Sedgwick Rafter Counting
ii
Cell. Statistical analysis used in this study are clustering and principal component
analysis (PCA). The results, oceanography parameters measured are still in
accordance with sea water quality standards except turbidity. The abundance of
zooplankton and phytoplankton was found to be quite abundant in three waters
with zooplankton and phytoplankton diversity being moderate, except in
Mayangan waters which have stable zooplankton diversity, evenness among
genus are uniform and no dominance is found at the genus level in the three
waters. Parameters that correlated positively to phytoplankton abundance were
chlorophyll, turbidity, salinity and dissolved oxygen, whereas to the abundance of
zooplankton is the power of hydrogen, dissolved oxygen, salinity and
phytoplankton abundance. Parameters that negatively correlated to
phytoplankton abundance are temperature and power of hydrogen, whereas in
zooplankton abundance are temperature and turbidity.
Keywords: Plankton, Oceanography, PCA, Clustering, Fishing Ground
(1) Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University
iii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Mu, penulis dapat menyajikan usulan Skripsi yang berjudul
Studi Tentang Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap Kelimpahan
Plankton di Wilayah Fishing Ground Utara, TImur dan Selatan Perairan
Jawa Timur. Pada tulisan ini, disajikan beberapa pokok-pokok bahasan yang
meliputi Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Hasil dan
Pembahasan, Penutup dan Daftar Pustaka.
Pada tulisan ini penulis menyadari bahwa naskah ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi materi, sistematika, pembahasan, maupun susunan
bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
penulis harapkan, untuk perbaikan penulisan selanjutnya.
Malang, Desember 2017
Mahasiswa
Muhammad Irlan Assidiq K.R.
NIM. 135080601111028
iii
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3. Tujuan .................................................................................................... 3
1.4. Manfaat .................................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
2.1. Fishing Ground ....................................................................................... 5
2.2. Plankton ................................................................................................. 5
2.2.1. Fitoplankton ................................................................................ 6
2.2.1.1. Bacillariophyceae ........................................................... 7
2.2.1.2. Dinophyceae .................................................................. 7
2.2.1.3. Cyanobacteria ................................................................ 8
2.2.1.4. Chrysophyceae .............................................................. 8
2.2.1.5. Haptophyta ..................................................................... 9
2.2.1.6. Euglenophyceae ............................................................ 9
2.2.1.7. Chlorophyceae ............................................................. 10
2.2.2. Zooplankton .............................................................................. 10
2.2.2.1. Copepod ...................................................................... 11
2.3. Parameter Oseanografi......................................................................... 11
2.3.1. Suhu ......................................................................................... 11
2.3.2. Salinitas .................................................................................... 12
2.3.3. Derajat Keasaman (pH) ............................................................. 13
2.3.4. Kekeruhan ................................................................................. 14
2.3.5. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ........................................ 14
2.3.6. Klorofil ....................................................................................... 15
2.4. Keberadaan Plankton di Laut ................................................................ 16
2.5. Instrumen AAQ – 1183 ......................................................................... 17
v
III. METODOLOGI............................................................................................. 18
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 18
3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 20
3.3. Jenis Data............................................................................................. 21
3.3.1. Data Primer ............................................................................... 21
3.3.1.1. Parameter Oseanografi ................................................ 21
3.3.1.2. Sampel Plankton .......................................................... 22
3.3.2. Data Sekunder .......................................................................... 23
3.4. Analisis Parameter Oseanografi ........................................................... 23
3.5. Analisis Struktur Komunitas Plankton ................................................... 24
3.5.1. Kelimpahan Plankton (N) .......................................................... 24
3.5.2. Indeks Keanekaragaman (H’) .................................................... 25
3.5.3. Indeks Keseragaman (E) ........................................................... 26
3.5.4. Indeks Dominansi (C) ................................................................ 27
3.6. Analisis Statistik .................................................................................... 27
3.6.1. Analisis Clustering ..................................................................... 27
3.6.2. Principle Component Analysis (PCA) ........................................ 28
3.7. Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 28
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................... 30
4.1. Kondisi Lapangan ................................................................................. 30
4.2. Parameter Oseanografi......................................................................... 31
4.2.1. Suhu ......................................................................................... 33
4.2.2. Salinitas .................................................................................... 35
4.2.3. Derajat Keasaman (pH) ............................................................. 37
4.2.4. Kekeruhan ................................................................................. 39
4.2.5. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ........................................ 42
4.2.6. Klorofil ....................................................................................... 44
4.3. Indeks Biologi ....................................................................................... 45
4.3.1. Identifikasi Plankton .................................................................. 45
4.3.1.1. Perairan Mayangan, Probolinggo ................................. 45
4.3.1.2. Perairan Muncar, Banyuwangi ..................................... 49
4.3.1.3. Perairan Puger, Jember ............................................... 53
4.3.2. Komposisi Plankton ................................................................... 56
4.3.2.1. Komposisi Zooplankton ................................................ 56
4.3.2.2. Komposisi Fitoplankton ................................................ 58
4.3.3. Kelimpahan Plankton ................................................................ 60
4.3.3.1. Kelimpahan Zooplankton .............................................. 60
4.3.3.2. Kelimpahan Fitoplankton .............................................. 61
vi
4.3.4. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi .......... 61
4.4. Analisis Statistik .................................................................................... 66
4.4.1. Analisis Clustering ..................................................................... 66
4.4.2. Principle Component Analysis (PCA) ........................................ 67
V. PENUTUP .................................................................................................... 71
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 71
5.2. Saran .................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73
LAMPIRAN ........................................................................................................ 82
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Food web di ekosistem laut (Suthers dan Rissik, 2009) ................... 1 Gambar 2. Pinularia sp (Suthers dan Rissik, 2009) ........................................... 7 Gambar 3. Ceratium hirundinella (Suthers dan Rissik, 2009) ............................ 7 Gambar 4. Nostoc sp (microbewiki, 2017) ......................................................... 8 Gambar 5. Chrysosphaera paludosa (microbewiki, 2017) ................................. 9 Gambar 6. Haptophyta (creationwiki, 2017) ...................................................... 9 Gambar 7. Euglena mutabilis (microbewiki, 2017) ........................................... 10 Gambar 8. Dunaliella salina (microbewiki, 2017) ............................................. 10 Gambar 9. Instrumen AAQ 1183 ..................................................................... 17 Gambar 10. Dua titik pengambilan data pada Perairan Mayangan ditandai
dengan simbol “•” .......................................................................... 19 Gambar 11. Dua titik pengambilan data pada Perairan Muncar, Banyuwangi
ditandai dengan simbol “•” ............................................................. 19 Gambar 12. Dua titik pengambilan data pada Perairan Puger, Jember ditandai
dengan simbol “•” .......................................................................... 20 Gambar 13. Diagram alir penelitian yang berjudul Studi Tentang Pengaruh
Parameter Oseanografi Terhadap Struktur Komunitas Plankton di Wilayah Fishing Ground Perairan Jawa Timur ............................... 29
Gambar 14. Rata – rata suhu di wilayah fishing ground ketiga perairan ............ 34 Gambar 15. Profil vertikal suhu ketiga perairan ................................................. 35 Gambar 16. Rata – rata salinitas di wilayah fishing ground ketiga perairan ....... 36 Gambar 17. Profil vertikal salinitas ketiga perairan ............................................ 37 Gambar 18. Rata – rata derajat keasaman (pH) di wilayah fishing ground ketiga
perairan ......................................................................................... 38 Gambar 19. Profil vertikal derajat keasaman ketiga perairan ............................ 39 Gambar 20. Rata – rata kekeruhan di wilayah fishing ground ketiga perairan ... 40 Gambar 21. Profil vertikal kekeruhan ketiga perairan ........................................ 41 Gambar 22. Rata – rata oksigen terlarut di wilayah fishing ground ketiga perairan
...................................................................................................... 42 Gambar 23. Profil vertikal oksigen terlarut ketiga perairan ................................ 43 Gambar 24. Rata - rata klorofil di wilayah fishing ground ketiga perairan .......... 44 Gambar 25. Profil vertikal konsentrasi klorofil ketiga perarian ........................... 45 Gambar 26. Komposisi zooplankton Perairan Mayangan yang didominasi oleh
genus Branchionus ........................................................................ 57 Gambar 27. Komposisi zooplankton Perairan Muncar yang didominasi oleh
genus Calanus .............................................................................. 57 Gambar 28. Komposisi zooplankton Perairan Puger yang didominasi oleh genus
Oncaea .......................................................................................... 58 Gambar 29. Komposisi fitoplankton Perairan Mayangan yang didominasi oleh
genus Ceratium ............................................................................. 59 Gambar 30. Komposisi fitoplankton Perairan Muncar yang didominasi oleh genus
Bacteriastrum ................................................................................ 59 Gambar 31. Komposisi fitoplankton Perairan Puger yang didominasi oleh genus
Coscinodiscus ............................................................................... 60 Gambar 32. Kelimpahan zooplankton pada ketiga perairan .............................. 60 Gambar 33. Kelimpahan fitoplankton pada ketiga perairan ............................... 61
viii
Gambar 34. Indeks keanekaragaman zooplankton pada ketiga perairan .......... 62 Gambar 35. Indeks keseragaman zooplankton pada ketiga perairan ................ 63 Gambar 36. Indeks dominansi zooplankton pada ketiga perairan ..................... 64 Gambar 37. Indeks keanekaragaman fitoplankton pada ketiga perairan ........... 65 Gambar 38. Indeks keseragaman fitoplankton pada ketiga perairan ................. 65 Gambar 39. Indeks dominansi fitoplankton pada ketiga perairan ...................... 66 Gambar 40. Dendogram menunjukkan pengelompokan berdasarkan titik
pengambilan data .......................................................................... 67 Gambar 41. Ordinasi sampel dari ketiga perairan ............................................. 69
ix
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Tempat dan Waktu Pengambilan Data ............................................. 18 Tabel 2. Alat yang digunakan dalam Penelitian .............................................. 20 Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam Penelitian .......................................... 21 Tabel 4. Parameter yang diukur di lapangan .................................................. 22 Tabel 5. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ............................... 23 Tabel 6. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut ................................................ 24 Tabel 7. Hasil Pengukuran Parameter Oseanografi ....................................... 32 Tabel 8. Identifikasi Plankton Perairan Mayangan, Probolinggo ..................... 46 Tabel 9. Identifikasi Plankton Perairan Muncar, Banyuwangi ......................... 49 Tabel 10. Identifikasi Plankton Perairan Puger, Jember ................................... 53 Tabel 11. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Zooplankton ........ 62 Tabel 12. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Fitoplankton ........ 64 Tabel 13. Hasil perhitungan varians dari komponen utama .............................. 68
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laut merupakan sebuah ekosistem yang kompleks. Pada ekosistem laut
terdapat rantai makanan yang juga sangat bergantung pada produsen primer.
Fitoplankton merupakan produsen primer di ekosistem laut. Keberadaan
fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kehidupan di perairan. Hal ini
dikarenakan fitoplankton yang bersifat autotrof. Hal ini menyebabkan terjadinya
perpindahan energi dari produsen primer (fitoplankton) kepada biota laut lainnya
melalui proses makan – dimakan yang mana nantinya akan membentuk food
web (Gambar 1).
Gambar 1. Food web di ekosistem laut (Suthers dan Rissik, 2009)
2
Menurut Ain et al (2015), kesuburan perairan ditandai dengan adanya
kandungan nitrat, fosfat, klorofil-a, produktivitas primer perairan yang cenderung
tinggi. Dalam penentuan daerah fishing ground, tingkat kesuburan perairan
merupakan salah satu indikator penting. Dengan diketahuinya tingkat kesuburan
suatu perairan, maka kita dapat mengetahui kualitas perairan tersebut. Hal
dikarenakan dengan tingginya tingkat kesuburan suatu perairan maka akan
diikuti pula dengan kelimpahan plankton dan sumberdaya perikanan yang tinggi.
Keberadaan Zooplankton di ekosistem laut sangat bergantung pada
fitoplankton. Hal ini dikarenakan fitoplankton merupakan sumber makanan bagi
zooplankton. Zooplankton di ekosistem laut juga berperan sebagai penghubung
bagi biota – biota karnivor kecil dan besar yang berada diatas tingkatannya
(Yuliana, 2014). Keberadaan plankton di ekosistem laut sangat dipengaruhi oleh
parameter oseanografi. Menurut Yuliana (2014), terdapat hubungan positif antara
kelimpahan plankton dengan parameter oseanografi.
Secara geografis, Jawa Timur memiliki 3 wilayah perairan laut. Wilayah
tersebut adalah perairan laut bagian utara, perairan laut bagian selatan dan juga
perairan laut di bagian timur (Selat Bali). Ketiga perairan tersebut diketahui
memiliki kondisi perairan yang berbeda, sehingga perlu untuk dilakukan
penelitian pada ketiga wilayah tersebut. Wilayah yang dipilih adalah wilayah
fishing ground yang berada pada Perairan Mayangan, Probolinggo (Perairan
Utara), Perairan Muncar, Banyuwangi (Perairan Timur) dan Perairan Puger,
Jember (Perairan Selatan).
3
1.2. Rumusan Masalah
Plankton memiliki peranan penting pada rantai makanan di ekosistem laut
yang sangat kompleks. Keberadaan plankton di laut sangat bergantung pada
parameter – parameter oseanografi. Perairan di jawa timur dapat dibagi menjadi
3 bagian, yaitu perairan utara, timur dan selatan. Ketiganya memiliki karakteristik
oseanografi yang berbeda.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dilakukan perumusan
masalah untuk penelitian ini. Berikut adalah rumusan masalah penelitian ini:
1. Bagaimana kondisi parameter oseanografi pada wilayah fishing ground
perairan Mayangan, Muncar dan Puger ?
2. Bagaimana struktur komunitas plankton pada wilayah fishing ground
perairan Mayangan, Muncar dan Puger ?
3. Bagaimana hubungan dari parameter oseanografi terhadap kelimpahan
plankton pada wilayah fishing ground perairan Mayangan, Muncar dan
Puger ?
1.3. Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah diatas maka diperoleh tujuan dari
Penelitian ini. Berikut adalah tujuan dari penelitian ini :
1. Mengetahui karakteristik parameter oseanografi pada wilayah fishing
ground perairan Mayangan, Muncar dan Puger, Jawa Timur.
2. Mengetahui struktur komunitas plankton pada wilayah fishing ground
perairan Mayangan, Muncar dan Puger, Jawa Timur.
3. Mengetahui pengaruh dari parameter oseanografi terhadap kelimpahan
plankton pada wilayah fishing ground perairan Mayangan, Muncar dan
Puger, Jawa Timur.
4
1.4. Manfaat
Mengingat bahwa plankton memiliki peran yang sangat penting pada
ekosistem laut dan betapa besar pengaruh yang dimiliki oleh beberapa
parameter oseanografi terhadap kelimpahan plankton. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat umum tentang
struktur komunitas plankton pada wilayah fishing ground Perairan Mayangan,
Muncar dan Puger, Jawa Timur beserta pengaruh dari karakteristik perairan
terhadap struktur komunitas plankton.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fishing Ground
Kondisi baik atau buruknya kualitas suatu perairan dapat diketahui dengan
melihat tingkat kesuburan perairan tersebut. Hal ini dikarenakan tingkat
kesuburan perairan merupakan salah satu indikator suatu perairan berkualitas
baik atau buruk. Apabila suatu perairan memiliki tingkat kesuburan yang tinggi,
maka perairan tersebut dapat digolongkan sebagai peairan yang cukup baik.
Dalam penentuan daerah fishing ground, tingkat kesuburan perairan merupakan
salah satu indikator penting. Hal tersebut dikarenakan kesuburan perairan
ditandai dengan adanya, kandungan nitrat, fosfat, klorofil-a, produktivitas primer
perairan yang cenderung tinggi, yang nantinya akan diikuti kelimpahan plankton
dan sumberdaya perikanan yang tinggi (Ain et al, 2015).
Hasil tangkapan nelayan sangat dipengaruhi oleh parameter oseanografi.
Parameter – parameter tersebut diantaranya kelimpahan plankton, suhu dan
salinitas. Suhu perairan sangat erat kaitannya dengan siklus kehidupan biota
yang ada di laut. Hal ini dikarenakan biota – biota yang ada di laut memiliki suhu
optimum bagi tubuhnya (Tangke et al, 2016).
2.2. Plankton
Plankton adalah suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya
terombang – ambing oleh arus di lautan bebas. Mereka terdiri dari makhluk –
makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuh –
tumbuhan (fitoplankton). Zooplankton sebenarnya tergolong dalam hewan
perenang aktif, yang dapat melakukan migrasi secara vertical pada beberapa
6
lapisan perairan, tetapi kekuatan renang mereka sangatlah kecil jika
dibandingkan dengan kekuatan arus perairannya (Hutabarat dan Evans, 1986).
Keberadaan produsen primer di dalam ekosistem perairan dapat
menunjang kelangsungan hidup organisme lainnya. Salah satu organisme yang
dapat dijadikan parameter biologis perairan adalah plankton. Hal ini dikarenakan
dengan mengetahui struktur komunitas plankton yang meliputi komposisi,
kelimpahan dan keanekaragaman serta defisitnya, dapat digunakan sebagai
salah satu indikator biologis kualitas perairan (Putra, 2012).
2.2.1. Fitoplankton
Fitoplankton merupakan salah satu organisme penting dalam ekosistem
perairan. Fitoplankton berperan penting dalam rantai makanan di laut. Hal ini
dikarenakan fitoplankton merupakan produsen utama pada rantai makanan di
laut. Fitoplankton memberikan sumbangan terbesar pada produksi primer total
suatu perairan, Hal ini dikarenakan fitoplankton dapat melakukan proses
fotosintesis yang menghasilkan bahan organic kaya energi. Fitoplankton juga
mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme yang tingkatannya lebih
tinggi (Serihollo, 2015).
Keberadaan Fitoplankton di Perairan dapat dijadikan sebagai bioindikator
lingkungan perairan. Fitoplankton ini juga dapat dijadikan sebagai parameter
biologi dalam analisis status kualitas lingkungan perairan. Hal ini dikarenakan
ketidakstabilannya struktur komunitas plankton. Beberapa faktor yang
mempengaruhi hal tersebut adalah perubahan sifat fisika, kimia dan biologi
perairan (kualitas air) (Susanto, 2015).
7
2.2.1.1. Bacillariophyceae
Bacillariophyceae juga dikenal dengan sebutan diatom. Diatom adalah
makhluk hidup uniseluler. Diatom merupakan mikroalga dengan organel –
organel selnya dilindungi oleh lapisan membran dan juga memiliki dinding sel
yang berlapis silika. Diatom juga dikenal tidak memiliki flagel (alat gerak) dan
kebanyakan tidak mampu berpindah tempat (non – motile) (Suthers dan Rissik,
2009). Berikut adalah contoh dari kelas Bacillariophyceae:
Gambar 2. Pinularia sp (Suthers dan Rissik, 2009)
2.2.1.2. Dinophyceae
Dinophyceae juga dikenal dengan sebutan dinoflagellata. Dinoflagellata
merupakan alga uniseluler. Organel – organel dari dinoflagellata dilindungi oleh
lapisan membran. Dinoflagellata merupakan makhluk eukariot. Dinoflagellata
juga dikenal memiliki alat gerak berupa flagel. Pada satu fase kehidupannya,
dinoflagellata bersifat motile dimana dinoflagellata ini juga memiliki 2 (dua) flagel
yang berbeda. Dinoflagellata juga memiliki jumlah spesies berbahaya (harmful
species) terbanyak dibanding plankton kelas lainnya (40 species) (Suthers dan
Rissik, 2009). Berikut adalah contoh dari kelas Dinophyceae:
Gambar 3. Ceratium hirundinella (Suthers dan Rissik, 2009)
8
2.2.1.3. Cyanobacteria
Cyanobacteria merupakan alga primitif. Hal ini ditandai dengan tidak
ditemukannya lapisan membran. Cyanibacteria merupakan makhluk prokariot.
Cyanobacteria kebanyakan memiliki warna biru – kehijauan (cyan).
Cyanobacteria merupakan makhluk uniseluler dan memiliki bentuk filament
(filamentous). Cyanobacteria tidak memiliki flagel pada semua fase
kehidupannya (Suthers dan RIssik, 2009). Berikut adalah contoh dari kelas
berikut adalah contoh dari kelas Cyanobacteria:
Gambar 4. Nostoc sp (microbewiki, 2017)
2.2.1.4. Chrysophyceae
Chrysophyceae merupakan makhluk hidup uniseluler. Chrysophyceae ada
yang memiliki 2 (dua) flagel (Kelas Raphidophyceae) dan ada yang memilki 1
(satu) flagel (Kelas Dictyochophyceae). Pada Kelas Raphidophyceae sel –
selnya tidak memiliki pelindung, berbentuk seperti kentang dan mengandung
banyak ejectosomes, trichocyst dan mucocyst yang siap untuk dilepaskan
apabila tersentuh (diberi stimulasi). Kebanyakan raphidophyta bersifat toxic
(beracun) bagi ikan (Suthers dan Rissik, 2009). Berikut adalah contoh dari kelas
Chrysophyceae:
9
Gambar 5. Chrysosphaera paludosa (microbewiki, 2017)
2.2.1.5. Haptophyta
Haptophyta adalah makhluk hidup uniseluler. Kebanyakan spesiesnya
berukuran kecil dan tergolong dalam nanoplankton (2 – 20 µm). Permukaan
selnya ditutupi dengan selulosa. Haptophyta ini memiliki dua flagella dan juga
flagella ketiga (haptonema) yang sering digunakan untuk mengambil makanan
(Suthers dan Rissik, 2009). Berikut adalah contoh dari kelas Haptophyta:
Gambar 6. Haptophyta (creationwiki, 2017)
2.2.1.6. Euglenophyceae
Euglenoid tergolong berukuran besar (15 – 500 µm). Kebanyakan dari
euglenoid berwarna hijau. Termasuk makhluk hidup ber-sel satu. Euglenoid ini
juga memiliki alat gerak berupa flagel.Euglenophyceae ini memiliki sel yang
berbentuk spiral (Suthers dan Rissik, 2009). Berikut adalah contoh dari kelas
Euglenophyceae:
10
Gambar 7. Euglena mutabilis (microbewiki, 2017)
2.2.1.7. Chlorophyceae
Chlorophyceae yang ditemukan pada air laut terbagi menjadi dua yaitu
chlorophyta dan prasinophyta. Chlorophyceae ini memiliki ±16 flagella yang
digunakan untuk alat gerak. Fitoplankton jenis chlorophyceae ini mudah dikenali
karena warnanya yang hijau, dinding sel yang transparan dan juga flagellanya
(Suthers dan Rissik, 2009). Berikut adalah contoh dari kelas Chlorophyceae:
Gambar 8. Dunaliella salina (microbewiki, 2017)
2.2.2. Zooplankton
Zooplankton merupakan plankton hewani yang terhanyut secara pasif
karena terbatasnya kemampuan bergerak zooplankton. Berbeda dengan
fitoplankton, zooplankton hampir meliputi seluruh filum hewan mulai dari
Protozoa (hewan bersel tunggal) sampai dengan filum Chordata (hewan
bertulang belakang). Para ahli kelautan juga sering mengklasifikasikan
zooplankton sesuai ukuran dan lamanya hidup sebagai plankton (Sunarto, 2008).
11
Sebagian besar zooplankton memakan fitoplankton atau detritus dan
memiliki peran penting dalam dalam rantai makanan pada ekosistem perairan.
Beberapa spesies memperoleh makanan melalui uptake langsung dari bahan
organik yang terlarut. Zooplankton pada dasarnya mengumpulkan makanan
melalui mekanisme filter feeding atau raptorial feeding. Zooplankton jenis filter
feeder menyaring seluruh makanan yang melewati ’mulutnya’ sedangkan pada
raptorial feeder sebagian makanannya dikeluarkan kembali (Parsons et al, 1984).
2.2.2.1. Copepod
Copepod tergolong dalam zooplankton makroskopik dan memiliki lebih dari
9000 spesies yang berada di estuari dan lautan. Juvenile dan copepod dewasa
berukuran kecil dengan panjang 1 – 8 mm. Copepod dapat diklasifikasi menjadi 3
ordo yaitu, calanoid, cyclopoid dan harpaticoid. Copepod tidak memiliki carapace
dan memiliki mata majemuk (Suthers dan Rissik, 2009).
2.3. Parameter Oseanografi
2.3.1. Suhu
Suhu di laut adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme di lautan. Hal ini dikarenakan suhu mempengaruhi baik aktivitas
metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme – organisme tersebut.
Baik lautan maupun daratan keduanya dipanasi oleh sinar matahari melalui suatu
proses yang dinamakan insolasi. Pengaruh dari pemanasan ini tidaklah sama
untuk daerah – daerah yang terletak pada lintang yang berbeda (Hutabarat dan
Evans, 1986).
Suhu perairan sangat mempengaruhi distibusi dan aktivitas organisme –
organisme laut. Toleransi suhu sangatlah berbeda antar spesies, namun masing
– masing spesies tersebut terbatas persebarannya pada kisaran suhu masing –
12
masing. Beberapa spesies hanya mampu bertahan pada variasi suhu secara
kecil, atau bisa disebut dengan stenothermal. Kebalikan dari spesies
stenothermal adalah eurythermal, yang mana spesies ini mampu menoleransi
variasi suhu secara luas (Tait, 1981). Begitupun juga dengan fitoplankton,
terjadinya perbedaan suhu maka dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton
dilaut, hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap proses metabolisme dari
fitoplankton (Miller dan Wheeler, 2012).
2.3.2. Salinitas
Air laut pada umumnya terdiri dari beberapa elemen – elemen ion (major
element). Elemen – elemen ion tersebut antara lain chlorid, sulphate, bicarbonate,
bromide, borate, fluoride, sodium, magnesium, calcium, potassium, dan strontium.
Kumpulan dari ion – ion tersebut lebih umum dikenal sebagai salinitas (‰).
Salinitas rata – rata yang dijumpai di lautan bebas sebesar 35‰, pengecualian di
perairan Mediterania bagian Timur Laut, nilai dapat mencapai 37‰ (Hutabarat,
2001).
Menurut Garrison (2004) dalam Kalangi et al (2013), air sungai dapat
mempengaruhi variasi salinitas di perairan pantai lebih besar dibanding perairan
laut lepas. Seiring bertambahnya kedalaman nilai salinitas air laut akan semakin
besar akan tetapi perubahan ini tidak linear. Kolom perairan dapat dibagi menjadi
3 (tiga) lapisan. Lapisan pertama yaitu adalah lapisan permukaan yang mana
pada lapisan ini memiliki nilai salinitas yang seragam dan memiliki ketebalan 50 –
100 m. Lapisan kedua yaitu lapisan haloklin, pada lapisan ini memiliki perubahan
salinitas yang relatif besar. Lapisan terakhir memiliki nilai salinitas yang seragam
dan berada dibawah lapisan haloklin hingga ke dasar laut.
13
Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang berpengaruh pada
fitoplankton. Variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis, terutama di daerah
estuari, khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batas-batas
salinitas yang kecil (Rahmawati et al, 2014).
2.3.3. Derajat Keasaman (pH)
Air laut umumnya memiliki nilai pH di atas 7 yang berarti bersifat basis,
namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah dari 7
sehingga menjadi bersifat asam. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap
perubahan nilai pH, nilai yang ideal untuk kehidupan antara 7 – 8,5. Pada nilai
pH yang lebih rendah (< 4), sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat
bertoleransi terhadap pH rendah. Rendahnya nilai pH mengindikasikan
menurunnya kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap
kehidupan biota di dalamnya. Terjadinya perubahan ini akan membunuh biota
yang paling peka sekalipun, karena jaringan makanan dalam perairan terganggu
(Susana, 2009).
Derajat keasaman (pH) suatu perairan merupakan salah satu parameter
kimia yang penting dalam memantau kestabilan perairan. Secara alami,
senyawa kimia ini terdapat dalam air laut pada kadar yang sesuai. Perubahan
tingkatan kadar yang terjadi di perairan tentu akan mempengaruhi kehidupan
organisme yang hidup didalamnya (Patty et al, 2015).
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk
mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan
memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar iCO2 yang dapat
membahayakan kehidupan biota laut. PH air laut permukaan di Indonesia
14
umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat
mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung
maupun tidak langsung (Odum, 1993 dalam Rukhminasari et al, 2014).
2.3.4. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik
baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir, bahan organik seperti
plankton dan mikroorganisme lainnya (Irawan dan Sari, 2013).
Persebaran kekeruhan di laut dapat dipengaruhi oleh arus, gelombang dan
pasang surut. Hal ini karena pergerakan air laut yang membawa zat – zat
tersuspensi di kolom air menyebar ke berbagai arah. Arus laut memiliki peran
lebih dalam terjadinya persebaran kekeruhan di kolom air. Hal ini dikarenakan
arus laut memiliki kecepatan dan arah yang dapat membawa persebaran
padatan tersuspensi ke seluruh kolom air (Indrayana et al, 2014).
2.3.5. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dalam batas – batas tertentu dapat
mengindikasikan adanya perubahan kualitas perairan, semakin rendah
konsentrasinya semakin rendah kualitas perairan. Penurunan konsentrasi
oksigen akan menurunkan kegiatan fisiologis mahluk hidup dalam air. Oksigen
terlarut yang terdapat dalam air laut berasal dari difusi udara, proses fotosintesis
fitoplankton dan tumbuhan bentik. Keberadaannya dalam air laut sangat
diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan mikroorganisme yang hidup dalam
perairan yang bersifat aerobik (Susana, 2009).
15
Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk
respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Menurunnya
kadar oksigen terlarut di perairan menyebabkan terganggunya ekosistem
perairan dan mengakibatkan semakin berkurangnya populasi biota (Patty et al,
2015).
2.3.6. Klorofil
Tumbuh – tumbuhan laut mengandung pigmen hijau, yaitu klorofil-a. Klorofil
– a ini memiliki peranan penting di laut. Hal ini dikarenakan mereka dapat
mengambil energi surya melalui sebuah proses yang disebut dengan fotosintesis.
Pada proses tersebut, klorofil mengambil energi radiant yang digunakan untuk
mengkonversi ikatan anorganik berenergi rendah, seperti karbondioksida dan air,
menjadi ikatan organik berenergi tinggi. Pada ekosistem laut, produsen primer
terpenting adalah algae planktonik, yang bisa ditemukan pada kedalaman yang
masih terdapat cahaya untuk melakukan fotosintesis (Tomascik et al, 1997).
Tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a fitoplankton dapat digunakan
sebagai petunjuk kelimpahan sel fitoplankton serta potensi organik di suatu
perairan. Klorofil-a digunakan sebagai indikator dari kelimpahan fitoplankton,
sementara kelimpahan fitoplankton berhubungan dengan siklus alami dari
ketersediaan nutrien meliputi input nitrat/fosfat serta fenomena upwelling (Marlian
et al., 2015).
Kandungan klorofil-a fitoplankton di perairan dapat digunakan sebagai
ukuran biomassa fitoplankton dan indikator tinggi rendahnya produktivitas
perairan. Kualitas perairan optimum merupakan tempat hidup dan berkembang
yang baik bagi fitoplankton. Biasanya daerah atau kawasan penangkapan ikan
memiliki nilai kandungan klorofil-a melebihi dari 0,5 mg/m³. Namun konsentrasi
16
klorofil-a >0.2 mg/m³ sudah dapat menjamin kelangsungan perikanan komersial
di suatu perairan (Mursyidin et al., 2015).
2.4. Keberadaan Plankton di Laut
Plankton terdiri atas fitoplankton yang merupakan produsen primer zat –zat
organik dan zooplankton yang tidak dapat memproduksi zat – zat organik
sehingga perlu mendapatkan tambahan bahan organik dari makanannya
(Hutabarat dan Evans, 1986). Fitoplankton memiliki peran penting dalam
ekosistem perairan. Selain sebagai dasar dari rantai makanan (primary producer)
plankton juga dapat dijadikan sebagai bioindikator tingkat kesuburan suatu
perairan. Terdapat hubungan positif antara kelimpahan fitoplankton dengan
produktivitas perairan. Apabila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi,
maka hal itu menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki produktivitas yang
tinggi (Raymont, 1980 dalam Yuliana et al, 2012).
Secara umum telah diketahui bahwa pertumbuhan fitoplankton di perairan
umum sangat dipengaruhi nitrogen dan fosfor. Dibandingkan dengan karbon,
hidrogen dan oksigen; fosfor dan nitrogen adalah kecil kauntitasnya hingga
kedua unsur ini sering dianggap sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan
fitoplankton. Lebih spesifik telah diketahui pula bahwa fosfor adalah unsur hara
yang sering menjadi pembatas pertumbuhan fitoplankton di perairan tawar
sedangkan nitrogen sering menjadi pembatas pertumbuhan fitoplankton di
perairan pesisir dan lautan (Garno, 2008). Menurut Kadir et al (2015), Kecerahan
sebagai faktor pembatas dalam mentransfer energi matahari ke perairan.
Species fitoplankton yang memiliki tolerasi lebar terhadap beberapa faktor
pembatas lingkungannya akan tetap bertahan hidup dan tak jarang mendominasi
habitatnya (Djokosetiyanto dan Rahadjo, 2006).
17
Menurut Djokosetiyanto dan Rahardjo (2006), sebaran kelimpahan
fitoplankton bervariasi, tidak mengikuti besarnya sampai sejauh dari
pantai/muara tidak ditemukan pola tertentu. Distribusi kelimpahan zooplankton di
perairan mendominasi di wilayah tepi pantai, terutama yang berdekatan dengan
muara sungai dan semakin menurun kelimpahannya ke daerah laut (Kadir et al,
2015).
2.5. Instrumen AAQ – 1183
Aqua Quality Meter (AAQ) merupakan salah satu instrumen yang dapat
digunakan untuk mengukur kualitas air secara vertikal. AAQ 1183 diproduksi
Perusahaan JFE ALEC yang berasal dari Jepang. Instrumen ini juga dikenal
dengan nama “AAQ Rinko”. Instrumen AAQ ini dapat digunakan baik diperairan
laut maupun perairan tawar. Instrumen ini dapat mengukur beberapa parameter
kualitas perarian sekaligus dalam sekali penurunan instumen kedalam perairan.
Instumen AAQ dilengkapi dengan kabel penghubung dan smart – handy. Smart –
handy pada Instrumen AAQ berfungsi sebagai display unit. Instumen AAQ
sewaktu pengoperasiannya dapat ditambahkan kabel seling dan keranjang
tempat AAQ agar mencegah hilangnya instrumen saat diturunkan ke perairan
akibat arus yang terlalu kencang (Edyanto, 2006).
Gambar 9. Instrumen AAQ 1183
18
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Ir. Aida Sartimbul, M.Sc.,
Ph.D dengan judul “Pendugaan Pola Migrasi dengan Pendekatan Biologi
Molekuler dan Kesesuaian Habitat sebagai Upaya Pengelolaan Perikanan
Lemuru (Sardinella lemuru) di Jawa Timur dan Bali” dengan nomor kontrak
063/SP2H/LT/DRPM/IV/2017. Penelitian berfokus pada 3 perairan di Provinsi
Jawa Timur . Ketiga perairan tersebut adalah Perairan Mayangan, Puger dan
Muncar, Jawa Timur. Ketiga perairan tersebut dipilih sebagai representasi 3
wilayah perairan di Provinsi Jawa Timur. Dimana ketiga perairan tersebut
mewakili perairan bagian utara (Mayangan, Probolinggo), selatan (Puger,
Jember) dan timur (Muncar, Banyuwangi). Pengambilan data peneliitan terdiri
dari pengukuran parameter oseanografi dan pengambilan sampel plankton
perairan. Pengambilan data penelitian dilakukan pada Bulan Februari 2017 – Mei
2017. Pengambilan data dilakukan pada malam hari bersamaan dengan waktu
nelayan mencari ikan, khususnya ikan lemuru yang merupakan ikan nocturnal
(aktif mencari makan di malam hari). Rincian tentang waktu pengambilan data
pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tempat dan Waktu Pengambilan Data
No Lokasi Wilayah Tanggal
1. Perairan Mayangan, Probolinggo Utara 27 Februari 2017
2. Perairan Puger, Jember Selatan 26 April 2017
3. Perairan Muncar, Banyuwangi Timur 24 Mei 2017
19
Pada penelitian ini, penentuan titik pengambilan data dilakukan secara
purposive sampling dimana setiap titik tersebut merupakan lokasi dimana
nelayan sering melakukan kegiatan penangkapan ikan atau sering disebut
dengan fishing ground. Pada tiap titik tersebut dilakukan pengukuran parameter
oseanografi secara vertikal dan pengambilan sampel plankton pada kedalaman 0
dan 5 m. Lokasi pengambilan data dapat dilihat pada peta yang disajikan pada
Gambar 10 – 12.
Gambar 10. Dua titik pengambilan data pada Perairan Mayangan ditandai
dengan simbol “•”
Gambar 11. Dua titik pengambilan data pada Perairan Muncar, Banyuwangi
ditandai dengan simbol “•”
20
Gambar 12. Dua titik pengambilan data pada Perairan Puger, Jember ditandai
dengan simbol “•”
3.2. Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain Aqua Quality
Meter (AAQ), GPS, Kamera, Laptop, Plankton net, coolbox, botol sampel, pipet
tetes, mikroskop, obyek glass, Sedgwick rafter counting cell, kapal nelayan, buku
identifikasi plankton, ph meter, Perangkat lunak Surfer, ArcGIS dan PAST
(Paleontological Statistics). Rincian alat – alat yang digunakan dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat yang digunakan dalam Penelitian
No Alat Spesifikasi Fungsi
1. Aqua Quality Meter Tipe 1183 Mengukur parameter oseanografi
2. GPS Garmin Menentukan lokasi koordinat
3. Kamera Canon Alat dokumentasi
4. Laptop Asus Pengolahan data
5. Plankton net 1 buah Mengambil sampel plankton
6. Coolbox 2 buah Wadah pengawetan sampel
7. Botol Sampel 100 ml Wadah sampel plankton
8. Pipet tetes 2 buah Mengambil cairan lugol
9. Mikroskop 1 buah Alat bantu pengamatan plankton
10. Obyek glass 1 buah Penutup sampel plankton
11. Sedwick Rafter Counting Cell
1 buah Alat bantu pengamatan plankton
21
No Alat Spesifikasi Fungsi
12. Kapal Nelayan - Alat Transportasi menuju titik
pengambilan data
13. Buku Identifikasi Plankton
2 buah Acuan dalam identifikasi genus
plankton
14. pH meter 1 buah Mengukur parameter pH
15. Surfer Versi 10 Perangkat lunak untuk mengolah
profil vertikal parameter oseanografi
16. ArcGIS Versi 10.3 Perangkat lunak untuk mengolah
peta kedalaman lokasi
17. PAST Versi 3 Perangkat lunak dalam analisis statistik (Clustering dan PCA)
Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Baterai “AA”,
Aquades, Sampel plankton, lugol, tisu dan es batu. Rincian bahan – bahan yang
digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam Penelitian
No Bahan Fungsi
1. Baterai “AA” Sumber daya smart handy dan GPS
2. Aquades Kalibrasi AAQ – 1183
3. Sampel Plankton Pengamatan sampel plankton
4. Lugol Mengawetkan sampel plankton
5. Tisu Membersihkan alat
6. Es batu Mengawetkan sampel
3.3. Jenis Data
3.3.1. Data Primer
3.3.1.1. Parameter Oseanografi
Pengukuran parameter oseanografi pada penelitian ini menggunakan AAQ
– 1183 dan pH meter untuk parameter derajat keasaman. Pengukuran parameter
oseanografi dilakukan pada kedalaman 0 – 5 meter dari permukaan laut
menggunakan AAQ – 1183. Parameter oseanografi yang diukur menggunakan
instrument AAQ – 1183 dapat dilihat pada Tabel 4.
22
Tabel 4. Parameter yang diukur di lapangan
No Parameter Satuan Instrumen Perolehan
Data
1. Suhu °C AAQ 1183 Insitu
2. Salinitas ‰ AAQ 1183 Insitu
3. Derajat Keasaman - AAQ 1183 & pH
Meter Insitu
4. Kekeruhan NTU AAQ 1183 Insitu
5. Oksigen Terlarut (DO) mg/L AAQ 1183 Insitu
6. Klorofil mg/m3 AAQ 1183 Insitu
3.3.1.2. Sampel Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan dua kali pengulangan yaitu pada
kedalaman 0 m dan 5 m dengan menggunakan alat bantu ember dan kemudian
disaring menggunakan plankton net. Air yang terdapat pada plankton net
dimasukkan kedalam botol film dan diberikan larutan lugol sebanyak 4 – 5 tetes
(1 ml) sebagai pengawet sampel plankton. Botol film diberi label sebagai
penanda pada sampel. Botol kemudian disimpan didalam coolbox yang berisi es
batu agar tetap awet sampai dilakukan pengamatan di laboratorium.
Pengamatan sampel plankton dilakukan di laboratorium. Alat dan bahan
yang digunakan pada penelitian ini berupa mikroskop, Sedgwick Rafter Counting
Cell, cover glass, tissue, sampel plankton dan pipet tetes. Sebelum diamati, botol
yang berisi sampel plankton dikocok terlebih dahulu agar endapan yang berada
di bagian bawah botol film dapat ikut teramati dibawah mikroskop. Langkah
selanjutnya dilakukan pengambilan air laut dalam botol film dengan
menggunakan pipet tetes sebanyak 1 ml kedalam Sedgwick Rafter Counting Cell.
Ditutup Sedgwick Rafter Counting Cell dengan menggunakan cover glass. Lalu
dilakukan pengamatan sampel plankton dibawah mikroskop. Pengamatan
dilakukan pada setiap petak pada Sedgwick Rafter Counting Cell. Pengamatan
sampel plankton perairan menggunakan Mikroskop Elektron yang dilakukan di
Laboratorium Hidrobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
23
Brawijaya, Malang. Identifikasi Genus Plankton dilakukan menggunakan Buku
Identifikasi Plankton Yamaji (1979) dan Shirota (1966) di Laboratorium
Hidrobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya,
Malang. Kemudian dicatat semua genus plankton yang ditemukan pada sampel
untuk dilakukan analisa struktur komunitas plankton.
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini antara adalah data
batimetri dari GEBCO, Baku Mutu Kualitas Air untuk Biota Laut yang
berdasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 dan
Buku Identifikasi Plankton Yamaji (1979) dan Shirota (1996). Rincian tentang
data sekunder yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data sekunder yang digunakan pada penelitian
No. Data Fungsi Sumber
1. Batimetri Untuk mengetahui kedalaman
perairan
GEBCO
2. Baku Mutu
Kualitas Air
Sebagai acuan dalam analisis
parameter oseanografi
KEPMEN LH No. 51
Th. 2004
3. Plankton Sebagai acuan dalam identifikasi
plankton
Yamaji (1979) dan
Shirota (1996)
3.4. Analisis Parameter Oseanografi
Analisis parameter Oseanografi pada penelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif. Data hasil pengukuran di lapang dibandingkan dengan Baku
Mutu Kualitas Air untuk Biota Laut, yang berdasarkan pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Biota
dapat dilihat pada Tabel 6.
24
Tabel 6. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut
No Parameter Satuan Standart Baku Mutu
1. Suhu °C 28 – 30
2. Salinitas ‰ 33 – 34
3. Derajat Keasaman (pH) - 7 – 8,5
4. Kekeruhan NTU <5
5. Oksigen Terlarut (DO) mg/L >5
Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004
3.5. Analisis Struktur Komunitas Plankton
3.5.1. Kelimpahan Plankton (N)
Menurut APHA (1992) dalam Adani et al (2013), kelimpahan plankton (N)
didefinisikan sebagai jumlah sel per satuan volume (dalam m³) atau sel/m³.
Jumlah individu atau sel plankton dalam 1 m³ air di hitung dengan menggunakan
metode penyapuan diatas Sedgwick Rafter Counting Cell sebanyak 3 kali
ulangan, dengan rumus sebagai berikut (APHA, 1992 dalam Adani et al, 2013):
Keterangan : N = jumlah sel/individu per liter
T = luas total Sedgwick Rafter Counting Cell (mm²)
L = luas satu lapangan pandang mikroskop (mm²)
P = jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang
p = jumlah lapangan pandang yang diamati
V = Volume sampel plankton yang tersaring (ml)
v = Volume sampel plankton yang diamati (ml)
W = Volume sampel air yang tersaring (L)
25
3.5.2. Indeks Keanekaragaman (H’)
Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’) dilakukan untuk mengetahui
keanekaragaman genus plankton pada wilayah fishing ground pada Perairan
Mayangan, Puger dan Muncar Jawa Timur. Perhitungan Indeks
Keanekaragaman dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Indeks
Shannon–Wiener (Odum, 1971 dalam Hutabarat et al, 2014) berikut ini :
Fitoplankton :
∑
Zooplankton :
∑
Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener
pi = Jumlah individu suatu genus dari total seluruh genus
ni = Jumlah individu genus ke-i
N = Jumlah total individu
Menurut Basmi (1999) dalam Haninuna et al (2015), berdasarkan indek
keanekaragamannya, keadaan suatu komunitas plankton dikatakan stabil
apabila :
H’ < 1 : komunitas biota tidak stabil
1 < H’ <3 : stabilitas komunitas biota sedang
H’ > 3 : stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima (stabil)
26
Menurut Odum (1971) dalam Kadir et al (2015), Nilai indeks
keanekaragaman dapat menunjukkan tingkat pencemaran pada perairan. Nilai H’
= 2 – 3 menunjukkan tingkat pencemaran tercemar ringan, nilai H’ = 1 – 2
menunjukkan perairan tercemar sedang dan nilai H’ = 0 – 1 menunjukkan
perairan tercemar berat.
3.5.3. Indeks Keseragaman (E)
Perhitungan Indeks Keseragaman (E) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kesamaan penyebaran individu – individu dari setiap genus pada
tingkat komunitas. Menurut Arinardi et al (1996) dalam Hutabarat et al (2014)
Indeks Keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Keterangan : E = Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman
H’maks= Fitoplankton : H’maks = lnS
= Zooplankton : H’maks = log2S
S = Jumlah genus
Menurut Krebs (1985) dalam Hutabarat (2014), berikut adalah kriteria untuk
mengetahui Keseragaman dari komunitas plankton:
E < 0,4 = Keseragaman antar genus rendah
0,4 < E < 0,6 = Keseragaman antar genus sedang
E > 0,6 = Keseragaman antar genus tinggi
27
3.5.4. Indeks Dominansi (C)
Perhitungan Indeks Dominansi (C) dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya individu tertentu yang mendominasi pada wilayah fishing ground pada
Perairan Mayangan, Puger dan Muncar Jawa Timur. Berikut adalah rumus
perhitungan Indeks Dominansi (C) yang menggunakan rumus Simpson (Odum,
1996 dalam Haninuna et al, 2015) :
∑(
)
Keterangan: C = Indeks Dominansi
ni = Jumlah individu genus ke-i
N = Jumlah total Individu
Hasil yang diperoleh dari Perhitungan Indeks Dominansi (C) ini berkisar
dari angka 0 – 1. Apabila hasil yang diperoleh mendekati angka 0 maka hal
tersebut menunjukkan hampir tidak adanya individu yang mendominasi pada
komunitas tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila hasil yang diperoleh
mendekati 1 maka hal tersebut menunjukkan adanya satu individu yang
mendominasi pada komunitas tersebut (Odum, 1996 dalam Haninuna et al,
2015).
3.6. Analisis Statistik
3.6.1. Analisis Clustering
Analisis clustering pada penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan titik
pengambilan data berdasarkan karakteristik parameter oseanografi dan
kelimpahan planktonnya. Analisis clustering merupakan salah satu aplikasi dari
statistik multivariat (Radiarta et al, 2015). Menurut Soedibjo (2008), tujuan dari
analisis clustering adalah untuk mendapatkan gambaran secara umum
28
bagaimana sampel mengelompok (secara alamiah) dalam sebuah wilayah.
Pengelompokan ini terjadi karena sampel tersebut memiliki kemiripan yang sama
dibandingkan dengan sampel dari kelompok yang lain. Hasil yang diperoleh dari
analisis ini akan mengelompokkan titik dalam satu kelompok dengan tingkat
kesamaan yang tinggi dan membagi menjadi kelompok yang berbeda dengan
tingkat ketidaksamaan yang tinggi. Penentuan jarak dalam analisis clustering ini
menggunakan konsep jarak Euclidian. Hasil analisis ini dapat ditampilkan dalam
bentuk dendogram (diagram pohon) (Radiarta et al, 2015). Analisis clustering
pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak PAST v.3.
3.6.2. Principle Component Analysis (PCA)
Analisis Komponen Utama (PCA) pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara parameter oseanografi dengan struktur komunitas
plankton pada tiap titik pengambilan data dan perbedaan karakteristik pada titik –
titik pengambilan data. Menurut Soedibjo (2008), Hasil yang diperoleh dari PCA
berupa peta dari sampel yang digambarkan dalam dua atau tiga dimensi, yang
penempatan sampel bukanlah untuk menunjukkan lokasi geografis dari sampel
tersebut, melainkan mencerminkan kemiripan komunitas secara biologik. Jarak
antar sampel dalam PCA dicoba untuk sesuai dengan ketidakmiripan dalam
struktur komunitas, dengan perkataan lain titik – titik yang berdekatan
mencerminkan komunitas yang sama. Analisis Komponen Utama pada penelitian
ini menggunakan perangkat lunak PAST v.3.
3.7. Diagram Alir Penelitian
Langkah – langkah dalam penelitian ini yang pertama adalah studi literatur
terkait metode penelitian, pemilihan tempat dan metode analisis data yang akan
digunakan pada penelitian ini. Langkah selanjutnya adalah pengambilan data
penelitian di lapangan. Pada penelitian ini dipilih 3 perairan yaitu Perairan
29
Mayangan (Bagian Utara), Perairan Muncar (Bagian Timur) dan Perairan Puger
(Bagian Selatan). Data yang diperoleh dari lapangan kemudian diidentifikasi
(Indeks Biologi) dan diolah (Parameter Oseanografi). Data tersebut kemudian
dianalisis secara statistik untuk memperoleh kesimpulan dari penelitian ini.
Diagram alir pada penelitian yang berjudul Studi Tentang Pengaruh
Parameter Oseanografi Terhadap Struktur Komunitas Plankton di Wilayah
Fishing Ground Utara, Timur dan Selatan Perairan Jawa Timur dapat dilihat pada
Gambar 13.
Gambar 13. Diagram alir penelitian yang berjudul Studi Tentang Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap Struktur Komunitas Plankton di Wilayah
Fishing Ground Perairan Jawa Timur
30
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Lapangan
Pengambilan data di lapangan antara lain pengukuran parameter
oseanografi dan pengambilan sampel plankton perairan. Pengambilan data di
lapangan dilakukan di wilayah fishing ground. Pengambilan data dilakukan pada
wilayah tersebut diperkirakan akan terdapat plankton yang cukup melimpah.
Pengambilan data dilakukan pada malam hari. Hal ini selain karena kegiatan
melaut para nelayan dilakukan pada malam hari, juga karena wilayah fishing
ground di daerah penelitian lebih aktif di malam hari (mayoritas ikan nocturnal).
Pengambilan data di lapangan dilakukan didekat dengan badan kapal.
Wilayah fishing ground di Perairan Mayangan, Probolinggo memiliki jarak
tempuh ±3km jam perjalanan. Kondisi Perairan Mayangan pada saat
pengambilan data cenderung tenang, hal ini dikarenakan perairan Mayangan
masih terlindungi oleh Pulau Madura yang berada di bagian Utara perairannya.
Kondisi perairan pada saat pengambilan data cukup dalam sehingga instrumen
AAQ 1183 dapat turun hingga kedalaman ± 5 meter.
Wilayah fishing ground di Perairan Puger, Jember berada di dekat dengan
Pesisir Pantai Puger. Perjalanan menuju wilayah fishing ground tidak memakan
waktu yang cukup lama. Kondisi perairan di wilayah fishing ground dari Pantai
Puger memiliki gelombang yang cukup besar. Hal ini karena wilayah fishing
ground dari Pantai Puger berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di
bagian Selatannya, sehingga pengaruhnya masih sangat besar. Pada
pengambilan data, kondisi Perairan Puger khususnya titik PG 2 dalam keadaan
31
surut sehingga instrumen AAQ – 1183 hanya dapat turun pada kedalaman ±2
meter pada PG 1 dan pada kedalaman ±5 meter pada PG 2.
Wilayah fishing ground di Perairan Muncar, Banyuwangi berada sebelah
timur dari Kecamatan Muncar. Perjalanan menuju wilayah fishing ground memiliki
jarak tempuh ±1 jam. Kondisi di wilayah fishing ground Perairan Muncar,
Banyuwangi memiliki gelombang yang cukup besar. Hal ini dikarenakan wilayah
fishing ground di Perairan Muncar, Banyuwangi berbatasan langsung dengan
Selat Bali yang berada di sebelah timur dari wilayah fishing ground. Pada
pengambilan data di Perairan Muncar, Instrumen AAQ – 1183 dapat turun
dengan optimum hingga kedalaman ± 5 meter baik pada MU 1 maupun MU 2.
4.2. Parameter Oseanografi
Data hasil dari pengukuran parameter oseanografi di wilayah fishing ground
Perairan Jawa Timur kemudian dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk
biota laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004
untuk biota.
Pada hasil yang diperoleh terdapat parameter yang tidak sesuai dengan
standar baku mutu air laut yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 untuk biota. Parameter tersebut adalah
kekeruhan. Hasil pengukuran parameter oseanografi di wilayah fishing ground
Perairan Jawa Timur telah disajikan pada Tabel 7.
32
Tabel 7. Hasil Pengukuran Parameter Oseanografi
Titik
Parameter Oseanografi
Suhu (°C) Salinitas (‰) Derajat Keasaman (pH) Kekeruhan (NTU) DO (mg/L) Klorofil (mg/m3)
±StDev ±StDev ±StDev ±StDev ±StDev ± StDev
MY 1 29,83 32,50 8,50 0,04 7,73 0,28
±0,58 ±0,27 ±0,00 ±0,07 ±0,08 ±0,02
MY 2 30,30 32,31 8,13 0,11 7,77 0,29
±0,44 ±0,25 ±0,00 ±0,08 ±0,10 ±0,02
Rata – Rata 30,06 32,41 7,60 0,07 7,75 0,28
MU 1 27,18 32,94 8,04 13,78 8,81 2,40
±0,70 ±0,19 ±0,21 ±7,76 ±0,27 ±0,40
MU 2 27,60 32,82 8,29 21,51 8,99 3,47
±0,11 ±0,04 ±0,08 ±2,37 ±0,04 ±1,11
Rata – Rata 27,39 32,88 8,17 17,64 8,90 2,93
PG 1 29,61 31,05 8,18 79,75 7,48 3,06
±0,17 ±1,05 ±0,01 ±40,88 ±0,07 ±1,87
PG 2 29,33 33,27 8,11 36,13 7,58 1,02
±0,04 ±0,12 ±0,03 ±39,89 ±0,02 ±0,21
Rata – Rata 29,47 32,16 8,15 57,94 7,53 2,04
Baku Mutu 28 – 32ºC 28 – 35‰ 7 – 8,5 < 5 NTU > 5 mg/L -
Keterangan : Cetak Tebal : Tidak sesuai dengan Standar Baku Mutu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004
33
4.2.1. Suhu
Kondisi suhu perairan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh intensitas
cahaya matahari yang masuk kedalam perairan. Suhu perairan juga sangat
mempengaruhi berat jenis dan densitas dari air laut. Terjadinya perubahan suhu
pada perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton dilaut, hal tersebut
juga akan berpengaruh terhadap proses metabolisme dari fitoplankton (Miller dan
Wheeler, 2012). Standar parameter suhu pada baku mutu air laut untuk biota
berkisar pada angka 28 – 32ºC.
Suhu perairan sangat mempengaruhi distibusi dan aktivitas organisme –
organisme laut. Toleransi suhu sangatlah berbeda antar spesies, namun masing
– masing spesies tersebut terbatas persebarannya pada kisaran suhu masing –
masing. Beberapa spesies hanya mampu bertahan pada variasi suhu secara
kecil. Pada saat Pengambilan data, nilai suhu pada tiap titik cenderung stabil
dengan hasil tiap titik yang masih berada dalam rentang baku mutu. Plankton
termasuk organisme yang toleran terhadap perubahan parameter lingkungan.
Namun, apabila terjadi fenomena kenaikan suhu mencapai angka 10ºC maka hal
tersebut dapat meningkatkan laju pertumbuhan mencapai 2 – 3 kali lipat (Miller
dan Wheeler, 2012).
Menurut Wibowo et al (2004), suhu memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap keanekaragaman jenis plankton, khusunya zooplankton. Hubungan
yang terjadi adalah terbalik. Berikut adalah hasil rata – rata dari pengukuran
parameter suhu pada wilayah fishing ground di Perairan Mayangan, Puger dan
Muncar Jawa Timur:
34
Gambar 14. Rata – rata suhu di wilayah fishing ground ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 14, diperoleh nilai parameter suhu dari Perairan
Utara (My 1 dan 2) didapatkan nilai sebesar 29,83ºC±0,58 dan 30,30ºC±0,44,
pada Perairan Timur (Mu 1 dan 2) didapatkan nilai sebesar 27,18ºC±0,70 dan
27,60ºC±0,11, dan pada Perairan Selatan (Pg 1 dan 2) diperoleh nilai sebesar
29,61ºC±0,17 dan 29,33ºC±0,04. Perbedaan nilai suhu rata – rata dari tiap
wilayah fishing ground dipengaruhi oleh kondisi topografi tiap perairan dan juga
pengaruh dari Samudera Hindia yang masih cukup besar pada wilayah fishing
ground di Pantai Puger sedangkan pada wilayah fishing ground Perairan Muncar
masih dipengaruhi oleh kondisi Perairan Selat Bali yang berada di sebelah
Timurnya.
Nilai suhu perairan yang diperoleh masih berada dalam rentang nilai suhu
yang tercantum pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004
untuk biota dengan nilai 28 – 32ºC dengan diperbolehkannya terjadi perubahan
sampai dengan < 2ºC dari suhu alami.
Profil parameter suhu secara vertikal (menegak) dapat dilihat pada Gambar
15.
29,83 30,30 27,18 27,60 29,61 29,33
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
My 1 My 2 Mu 1 Mu 2 Pg 1 Pg 2
Utara Timur Selatan
Su
hu
(°C
)
35
Gambar 15. Profil vertikal suhu ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 15, suhu pada Perairan Mayangan berada pada
kisaran 29 – 30,5ºC. Pada Perairan Muncar berada pada kisaran 27, 5 – 28ºC.
Pada Perairan Puger berada pada kisaran 29 – 30ºC. Ketiga perairan masih
berada pada rentang suhu pada standar baku mutu air laut.
4.2.2. Salinitas
Menurut Wibowo et al (2004), salinitas memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap nilai keanekaragaman zooplankton karena pada perairan nilai
perubahan salinitas tidak begitu besar sehingga organisme cenderung memunyai
nilai toleransi terhadap perubahan. Berikut adalah hasil rata – rata dari
pengukuran parameter salinitas pada wilayah fishing ground di Perairan
Mayangan, Muncar dan Puger, Jawa Timur:
36
Gambar 16. Rata – rata salinitas di wilayah fishing ground ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 16, diperoleh nilai parameter salinitas dari Perairan
Utara (My 1 dan 2) didapatkan nilai sebesar 32,50‰±0,27 dan 32,31‰±0,25,
pada Perairan Timur (Mu 1 dan 2) didapatkan nilai sebesar 32,94‰±0,19 dan
32,82‰±0,04, dan pada Perairan Selatan (Pg 1 dan 2) diperoleh nilai sebesar
31,05‰±1,05 dan 33,27‰±0,12. Perbedaan nilai salinitas yang diperoleh tidak
terlalu mencolok. Menurut Hutabarat (2001), nilai salinitas di perairan laut lepas
dapat mencapai angka 35‰ apabila dilakukan pengukuran di titik yang tidak
dipengaruhi oleh keadaan pesisir.
Nilai parameter salinitas dari tiap titik pengambilan data masih berada pada
rentang nilai salinitas yang tercantum pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 51 Tahun 2004 untuk biota dengan nilai 28 – 35‰ dengan diperbolehkannya
terjadi perubahan sampai dengan < 5‰ salinitas rata – rata musiman.
Profil parameter salinitas secara vertikal (menegak) dapat dilihat pada
Gambar 17.
32,50 32,31 32,94 32,82 31,05 33,27
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
My 1 My 2 Mu 1 Mu 2 Pg 1 Pg 2
Utara Timur Selatan
Sa
lin
ita
s (
‰)
37
Gambar 17. Profil vertikal salinitas ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 17, salinitas pada Perairan Mayangan berada pada
kisaran 32 – 33‰. Pada Perairan Muncar berada pada kisaran 32,5 – 33‰ dan
cenderung tidak mengalami perubahan seiring bertambahnya kedalaman
perairan. Pada Perairan Puger berada pada kisaran 28,5 – 33.5‰. Ketiga
perairan masih berada pada rentang salinitas pada standar baku mutu air laut.
4.2.3. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Pratiwi (2003) dalam Nurbaeti dan Octorina (2012), nilai derajat
keasaman suatu perairan dapat mempengaruhi keanekaragaman plankton pada
perairan, khususnya fitoplankton. Hal ini dikarenakan tingkat toleransi dari setiap
fitoplankton tidaklah sama. Berikut adalah hasil rata – rata dari pengukuran
parameter derajat keasaman (pH) pada wilayah fishing ground di Perairan
Mayangan, Puger dan Muncar Jawa Timur :
38
Gambar 18. Rata – rata derajat keasaman (pH) di wilayah fishing ground ketiga
perairan
Berdasarkan Gambar 18, didapat nilai Derajat Keasaman (pH) dari tiap
wilayah fishing ground masing – masing perairan. Nilai parameter Derajat
Keasaman (pH) dari Perairan Utara (My 1 dan 2) didapatkan nilai sebesar
8,50±0,00 dan 8,13±0,00, pada Perairan Timur (Mu 1 dan 2) didapatkan nilai
sebesar 8,04±0,21 dan 8,29±0,08 dan pada Perairan Selatan (Pg 1 dan 2)
diperoleh nilai sebesar 8,18±0,01 dan 8,11±0,03.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai pH, nilai
yang ideal untuk kehidupan biota yaitu antara 7 – 8,5. Pada nilai pH yang rendah
(< 4), sebagian besar tumbuhan air akan mati karena tidak dapat bertoleransi
terhadap pH yang rendah. Rendahnya nilai pH mengindikasikan menurunnya
kualitas perairan (Susana, 2009)
Nilai parameter dari tiap titik pengambilan data masih berada pada rentang
nilai derajat keasaman yang tercantum pada Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 51 Tahun 2004 untuk biota dengan nilai 7 – 8.5 dengan
diperbolehkannya terjadi perubahan sampai dengan < 0.2 satuan pH.
8,50 8,13 8,04 8,29 8,18 8,11
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
My 1 My 2 Mu 1 Mu 2 Pg 1 Pg 2
Utara Timur Selatan
De
raja
t K
eas
am
an
(p
H)
39
Profil parameter Derajat Keasaman (pH) secara vertikal (menegak) dapat
dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Profil vertikal derajat keasaman ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 19, derajat keasaman pada Perairan Mayangan
berada pada kisaran 8 – 8,5. Pada Perairan Muncar berada pada kisaran 8 – 8,5.
Pada Perairan Puger berada pada kisaran 8 – 8,5. Ketiga perairan masih berada
pada rentang derajat keasaman pada standar baku mutu air laut.
4.2.4. Kekeruhan
Berikut adalah hasil rata – rata dari pengukuran parameter kekeruhan pada
wilayah fishing ground di Perairan Mayangan, Puger dan Muncar Jawa Timur :
40
Gambar 20. Rata – rata kekeruhan di wilayah fishing ground ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 20, didapat nilai Kekeruhan (NTU) dari tiap wilayah
fishing ground masing – masing perairan. Nilai parameter Kekeruhan (NTU) dari
Perairan Utara (My 1 dan 2) didapatkan nilai sebesar 0,05 NTU±0,07 dan 0,11
NTU±0,08, pada Perairan Timur (Mu 1 dan 2) didapatkan nilai sebesar 13,78
NTU±7,76 dan 21,51 NTU±2,37 dan pada Perairan Selatan (Pg 1 dan 2)
diperoleh nilai sebesar 79,55 NTU±40,88 dan 36,13 NTU±39,89. Hasil yang
diperoleh pada tiap wilayah memiliki perbedaan yang sangat mencolok.
Pada hasil pengukuran parameter kekeruhan di wilayah fishing ground di
Perairan Mayangan, Puger dan Muncar Jawa Timur, hanya nilai kekeruhan pada
Perairan Mayangan saja yang termasuk dalam standar baku mutu yang
tercantum pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 untuk
biota dengan nilai < 5 NTU dengan diperbolehkannya terjadi perubahan sampai
dengan < 10% kedalaman euphotic.
Hasil yang diperoleh pada Pantai Puger dikarenakan wilayah dari fishing
ground yang berada disekitar wilayah pesisir serta masih besarnya pengaruh dari
Samudera Hindia yang dirasakan pada titik pengambilan data sehingga
0,05 0,11 13,78 21,51 79,75 36,13
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
My 1 My 2 Mu 1 Mu 2 Pg 1 Pg 2
Utara Timur Selatan
Ke
ke
ruh
an
(N
TU
)
41
menyebabkan tingginya nilai kekeruhan yang diperoleh pada wilayah fishing
ground Pantai Puger, Jember.
Hasil yang diperoleh pada Perairan Muncar juga terbilang cukup tinggi. Hal
ini dikarenakan masih besarnya pengaruh dari Selat Bali yang berada di sebelah
Timur dari wilayah fishing ground Perairan Muncar. Pengaruh dari Selat Bali
berupa gelombang dan masih terbilang cukup besar ketika dilakukan
pengambilan data lapang. Hal ini mengakibatkan nilai kekeruhan yang diperoleh
cukup tinggi pada wilayah fishing ground dari Perairan Muncar, Banyuwangi.
Profil parameter kekeruhan secara vertikal (menegak) dapat dilihat pada
Gambar 21.
Gambar 21. Profil vertikal kekeruhan ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 21, kekeruhan Perairan Mayangan berada pada
kisaran 0 – 1 NTU. Pada Perairan Muncar berada pada kisaran 5 – 30 NTU.
Pada Perairan Puger berada pada kisaran 20 - >50 NTU. Nilai kekeruhan yang
42
diperoleh pada ketiga perairan hanya Perairan Mayangan yang sesuai dengan
standar baku mutu air laut.
4.2.5. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut yang terdapat dalam air laut berasal dari difusi udara,
proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan bentik. Keberadaannya dalam air
laut sangat diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan mikroorganisme yang
hidup dalam perairan yang bersifat aerobik (Susana, 2009).
Menurut Wibowo et al (2004) secara umum oksigen terlarut pada perairan
mempengaruhi kelimpahan dan dan keanekaragaman plankton, khususnya
zooplankton. Berikut adalah hasil rata – rata dari pengukuran parameter oksigen
terlarut (dissolved oxygen) pada wilayah fishing ground di Perairan Mayangan,
Puger dan Muncar, Jawa Timur :
Gambar 22. Rata – rata oksigen terlarut di wilayah fishing ground ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 22, didapat nilai Oksigen Terlarut (mg/L) dari tiap
wilayah fishing ground masing – masing perairan. Nilai parameter Oksigen
Terlarut (mg/L) dari Perairan Utara (My 1 dan 2) didapatkan nilai sebesar 7,73
mg/L±0,08 dan 7,77 mg/L±0,10, pada Perairan Timur (Mu 1 dan 2) didapatkan
7,73 7,77 8,81 8,99 7,48 7,58
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
My 1 My 2 Mu 1 Mu 2 Pg 1 Pg 2
Utara Timur Selatan
Ok
sig
en
Te
rla
rut
(mg
/L)
43
nilai sebesar 8,81 mg/L±0,27 dan 8,99 mg/L±0,04 dan pada Perairan Selatan (Pg
1 dan 2) diperoleh nilai sebesar 7,48 mg/L±0,07 dan 7,58 mg/L±0,02.
Nilai parameter dari tiap titik pengambilan data masih berada diatas dari
standar nilai oksigen terlarut yang tercantum pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 untuk biota dengan nilai > 5 mg/L. Nilai
oksigen terlarut dari ketiga wilayah fishing ground bisa disebut optimal karena
semua nilai oksigen terlarut yang diperoleh diatas angka 6 mg/L. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat organisme yang cukup melimpah sewaktu
pengambilan data (malam hari).
Profil parameter Oksigen Terlarut secara vertikal (menegak) dapat dilihat
pada Gambar 23.
Gambar 23. Profil vertikal oksigen terlarut ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 23, oksigen terlarut pada Perairan Mayangan berada
pada kisaran 7,5 – 8 µg/L. Pada Perairan Muncar berada pada kisaran 8,5 – 9
44
µg/L. Pada Perairan Puger berada pada kisaran 7 – 7,5 µg/L. Ketiga perairan
memiliki nilai oksigen terlarut yang sesuai dengan standar baku mutu air laut.
4.2.6. Klorofil
Berikut adalah hasil rata – rata dari pengukuran parameter klorofil pada
wilayah fishing ground di Perairan Mayangan, Puger dan Muncar Jawa Timur :
Gambar 24. Rata - rata klorofil di wilayah fishing ground ketiga perairan
Berdasarkan Gambar 24, didapat nilai rata – rata klorofil pada wilayah
fishing ground di Perairan Mayangan, Puger dan Muncar Jawa Timur. Pada
perairan Utara (Mayangan 1 dan 2) diperoleh nilai 0,28 µg/m3±0,02 dan 0,29
µg/m3±0,02, pada Perairan Timur (Muncar 1 dan 2) diperoleh nilai 2,40
µg/m3±0,40 dan 3,47 µg/m3±1,11 dan pada Perairan Selatan (Puger 1 dan 2)
diperoleh nilai 3,06 µg/m3±1,87 dan 1,02 µg/m3±0,21.
Profil parameter konsentrasi klorofil secara vertikal (menegak) dapat dilihat
pada Gambar 25.
0,28 0,29 2,40 3,47 3,06 1,02
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
My 1 My 2 Mu 1 Mu 2 Pg 1 Pg 2
Utara Timur Selatan
Klo
rofi
l (µ
g/m
3)
45
Gambar 25. Profil vertikal konsentrasi klorofil ketiga perarian
Berdasarkan Gambar 25, konsentrasi klorofil pada Perairan Mayangan
berada pada kisaran 0 – 1 µg/m3. Pada Perairan Muncar berada pada kisaran 2 -
7 µg/m3. Pada Perairan Puger berada pada kisaran 0 - >7 µg/m3. Menurut
Mursyidin (2015), ketiga perairan sudah dapat menjamin kelangsungan kegiatan
perikanan komersial.
4.3. Indeks Biologi
4.3.1. Identifikasi Plankton
4.3.1.1. Perairan Mayangan, Probolinggo
Identifikasi dari genus plankton yang ditemukan pada wilayah fishing
ground Perairan Mayangan, Probolinggo dapat dilihat pada Tabel 8.
46
Tabel 8. Identifikasi Plankton Perairan Mayangan, Probolinggo
ZOOPLANKTON
No Klasifikasi G. Pengamatan G. Literatur
1.
Kingdom : Animalia Filum : Rotifera Kelas : Eurotatoria Ordo : Ploima Famili : Brachionidae Genus : Brachionus (WoRMS, 2017)
(EOL, 2017)
2.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Calanioda Famili : Calanidae Genus : Calanus (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
3.
Kingdom : Animalia Filum : Rotifera Kelas : Eurotatoria Ordo : Flosculariaceae Famili : Testudinellidae Genus : Pompholyx (WoRMS, 2017)
(GLERL, 2017)
4.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Cyclopoida Famili : Oithonidae Genus : Oithona (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
5.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Calanoidae Famili : Diaptomidae Genus : Diaptomus (WoRMS, 2017)
(Waterweld, 2017)
6.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Calanoida Famili : Acartiidae Genus : Acartia (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
47
7.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Herpacticoida Famili : Miraciidae Genus : Macrosetella (WoRMS, 2017)
(Copepedia, 2017)
8.
Kingdom : Animalia Filum : Rotifera Kelas : Eurotatoria Ordo : Ploima Famili : Brachionidae Genus : Keratella (WoRMS, 2017)
(Discover Life, 2017)
9.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Maxillopoda Ordo : Cyclopoida Famili : Cyclopoidae Genus : Cyclops (ITIS Report, 2017)
(NAS, 2017)
10.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostraca Ordo : Mysida Famili : Mysidae Genus : Siriella (WoRMS, 2017)
(Marine Species
Identification Portal, 2017)
FITOPLANKTON
No Klasifikasi G. Pengamatan G. Literatur
1.
Kingdom : Chromista Filum : Ocrophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Chaeocerotales Famili :Chaetocerotaceae Genus : Chaetoceros (ITIS Report, 2017)
(Copepedia, 2017)
2.
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo :Thalassionematales Famili:Thalassionemataceae Genus : Thalassiothrix (Algaebase, 2017)
(oceandatacenter, 2017)
3.
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Naviculales Famili : Pleurogsimataceae Genus : Pleurosigma
(oceandatacenter, 2017)
48
(Algaebase, 2017)
4.
Kingdom : Plantae Filum : Chlorophyta Kelas : Trebouxiophyceae Ordo : Oocystales Famili : Oocystaceae Genus : Eremosphaera (WoRMS, 2017)
(Algaebase, 2017)
5.
Kingdom : Plantae Filum : Chlorophyta Kelas : Trebouxiophyceae Ordo : Oocystales Famili : Oocystaceae Genus : Lagerheimia (WoRMS, 2017)
(Algaebase, 2017)
6.
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas :Coscinodiscophyceae Ordo : Coscinodiscales Famili : Hemidiscaceae Genus : Actinocyclus (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
7.
Kingdom : Chromista Filum : Ochrophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Corethrales Famili : Corethraceae Genus : Corethron (WoRMS, 2017)
(Algaebase, 2017)
8.
Kingdom : Chromista Filum : Myozoa Kelas : Dinophyceae Ordo : Gonyaulacales Famili : Ceratiaceae Genus : Ceratium (WoRMS, 2017)
(Algaebase, 2017)
9.
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas :Coscinodiscophyceae Ordo : Coscinodiscales Famili : Coscinodiscaceae Genus : Coscinodiscus (Algaebase, 2017)
(microscopyview, 2017)
10.
Kingdom : Animalia Filum : Porifera Kelas : Calcarea Ordo : Leucosolenida Famili : Leucosoleniidae Genus : Leucosolenia (WoRMS, 2017)
(Alamy, 2017)
49
Pada Tabel 8, dapat dilihat genus dari plankton yang ditemukan pada
wilayah fishing ground Perairan Mayangan, Probolinggo. Genus zooplankton
yang ditemukan pada perairan ini sebanyak 10 genus. Genus Fitoplankton yang
ditemukan pada perairan ini sebanyak 10 genus.
4.3.1.2. Perairan Muncar, Banyuwangi
Identifikasi dari genus plankton yang ditemukan pada wilayah fishing
ground Perairan Muncar, Banyuwangi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Identifikasi Plankton Perairan Muncar, Banyuwangi
ZOOPLANKTON
No Klasifikasi G. Pengamatan G. Literatur
1.
Kingdom: Animalia Filum : Arthtopoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Siphonostomatoida Famili : Asterocheridae Genus : Ascomyzon (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
2.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Calanioda Famili : Calanidae Genus : Calanus (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
3.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Cyclopoida Famili : Corycaeidae Genus : Corycaeus (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017
4.
Kingdom : Animalia Filum : Arthtopoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Herpacticoida Famili : Tachiidae Genus : Euterpina (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
5.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Cyclopoida
50
Famili : Oithonidae Genus : Oithona (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
6.
Kingdom : Animalia Filum : Arthtopoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Calanioda Famili : Calanidae Genus : Paracalanus (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
7.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Famili : Alpheidae Genus : Nauplius (WoRMS, 2017)
(Alamy, 2017)
8.
Kingdom : Animalia Filum : Arthtopoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Cyclopoida Famili : Oncaeidae Genus : Oncaea (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
9.
Kingdom : Animalia Filum : Arthtopoda Kelas : Malacostraca Ordo : Mysida Famili : Mysidae Genus : Tenagomysis (WoRMS, 2017)
(Port Phillip Bay, 2017)
10.
Kingdom : Animalia Filum : Arthtopoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Harpacticoida Famili : Thalestridae Genus : Thalestris (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
FITOPLANKTON
No Klasifikasi G. Pengamatan G. Literatur
1
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Tabellariales Famili : Tabellariaceae Genus : Asterionella (Algaebase, 2017)
(WoRMS, 2017)
51
2
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Mediophyceae Ordo : Biddulphiales Famili : Bellerocheaceae Genus : Bellerochea (Algaebase, 2017)
(Microscopy-uk, 2017)
3
Kingdom :Chromista Filum : Bacilllariophyta Kelas : Mediophyceae Ordo : Chaetocerotales Famili : Chaetocerotaceae Genus : Bacteriastrum (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
4
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Surirellales Famili : Surirellaceae Genus : Campylodiscus (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
5
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Mediophyceae Ordo : Hemiaulales Famili : Hemiaulaceae Genus : Cerataulina (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
6
Kingdom : Chromista Filum : Myozoa Kelas : Dinophyceae Ordo : Gonyaulacales Famili : Ceratiaceae Genus : Ceratium (WoRMS, 2017)
(Algaebase, 2017)
7
Kingdom : Chromista Filum : Ocrophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Chaeocerotales Famili : Chaetocerotaceae Genus : Chaetoceros (ITIS Report, 2017)
(Copepedia, 2017)
8.
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Coscinodiscophyceae Ordo : Coscinodiscales Famili : Coscinodiscaceae Genus : Coscinodiscus (Algaebase, 2017)
(microscopyview, 2017)
52
9
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Coscinodiscophyceae Ordo : Rhizosoleniales Famili : Rhizosoleniaceae Genus : Guinardia (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
10
Kingdom : Chromista Filum : Bacilllariophyta Kelas : Coscinodiscophyceae Ordo : Coscinodiscales Famili : Hemidiscaceae Genus : Hemidiscus (Algaebase, 2017)
(niobioinformatics, 2017)
11
Kingdom : Chromista Filum : Bacilllariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Bacillariales Famili : Bacillariaceae Genus : Nitzcshia (Algaebase, 2017)
(Phycokey, 2017)
12
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Naviculales Famili : Pleurogsimataceae Genus : Pleurosigma (Algaebase, 2017)
(oceandatacenter, 2017)
13
Kingdom : Chromista Filum : Bacilllariophyta Kelas : Coscinodiscophyceae Ordo : Rhizosoleniales Famili : Probosciaceae Genus : Proboscia (Algaebase, 2017)
(oceandatacenter, 2017)
14
Kingdom : Chromista Filum : Miozoa Kelas : Dinophyceae Ordo : Peridiniales Famili : Peridiniaceae Genus : Protoperadinium (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
15
Kingdom : Chromista Filum : Bacilllariophyta Kelas : Coscinodiscophyceae Ordo : Rhizosoleniales Famili : Rhizosoleniaceae Genus : Rhizosolenia (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
53
16
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Thalassionematales Famili : Thalassionemataceae Genus : Thallasionema (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
17
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo :Thalassionematales Famili :Thalassionemataceae Genus : Thalassiothrix (Algaebase, 2017)
(oceandatacenter, 2017)
18
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Coscinodiscophyceae Ordo : Triceratiales Famili : Triceratiaceae Genus : Triceratium (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
Pada Tabel 8, dapat dilihat genus dari plankton yang ditemukan pada
wilayah fishing ground Perairan Muncar, Banyuwangi. Genus zooplankton yang
ditemukan pada perairan sebanyak 10 genus. Genus Fitoplankton yang
ditemukan pada perairan ini sebanyak 18 genus.
4.3.1.3. Perairan Puger, Jember
Identifikasi dari genus plankton yang ditemukan pada wilayah fishing
ground Perairan Puger, Jember dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Identifikasi Plankton Perairan Puger, Jember
ZOOPLANKTON
No Klasifikasi G. Pengamatan G. Literatur
1.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Famili : Alpheidae Genus : Nauplius (WoRMS, 2017)
(Alamy, 2017)
54
2.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Calanioda Famili : Calanidae Genus : Calanus (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
3.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Cyclopoida Famili : Oithonidae Genus : Oithona (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
4.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostraca Ordo : Mysida Famili : Mysidae Genus : Siriella (WoRMS, 2017)
(Marine Species
Identification Portal, 2017)
5.
Kingdom : Animalia Filum : Arthtopoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Cyclopoida Famili : Oncaeidae Genus : Oncaea (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
6.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Herpacticoida Famili : Miraciidae Genus : Macrosetella (WoRMS, 2017)
(Copepedia, 2017)
7.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Cyclopoida Famili : Corycaeidae Genus : Corycaeus (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017
8.
Kingdom : Animalia Filum : Arthtopoda Kelas : Hexanauplia Ordo : Calanioda Famili : Calanidae Genus : Paracalanus (WoRMS, 2017)
(WoRMS, 2017)
FITOPLANKTON
55
No Klasifikasi G. Pengamatan G. Literatur
1
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Rhabdonematales Famili : Grammatophoraceae Genus : Grammatophora (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
2
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Bacillariales Famili : Bacillariaceae Genus : Bacillaria (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
3
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas: Coscinodiscophyceae Ordo : Coscinodiscales Famili : Coscinodiscaceae Genus : Coscinodiscus (Algaebase, 2017)
(microscopyview,
2017)
4
Kingdom : Chromista Filum : Ocrophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Chaeocerotales Famili : Chaetocerotaceae Genus : Chaetoceros (ITIS Report, 2017)
(Copepedia, 2017)
5
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Naviculales Famili : Pleurogsimataceae Genus : Pleurosigma (Algaebase, 2017)
(oceandatacenter,
2017)
6
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Thalassionematales Famili : Thalassionemataceae Genus : Thallasionema (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
7
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo :Thalassionematales Famili :Thalassionemataceae Genus : Thalassiothrix (Algaebase, 2017)
(oceandatacenter,
2017)
56
8
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Mediophyceae Ordo : Chaetocerotales Famili : Leptocylindraceae Genus : Leptocylindrus (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
9
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Surirellales Famili : Surirellaceae Genus : Surirella (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
10
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Coscinodiscophyceae Ordo : Triceratiales Famili : Triceratiaceae Genus : Triceratium (Algaebase, 2017)
(Algaebase, 2017)
11
Kingdom : Plantae Filum : Chlorophyta Kelas : Trebouxiophyceae Ordo : Oocystales Famili : Oocystaceae Genus : Lagerheimia (WoRMS, 2017)
(Algaebase, 2017)
Pada Tabel 10, dapat dilihat genus dari plankton yang ditemukan pada
wilayah fishing ground Perairan Puger, Jember. Genus pada zooplankton
ditemukan sebanyak 8 genus. Pada Fitoplankton yang ditemukan sebanyak 11
genus.
4.3.2. Komposisi Plankton
4.3.2.1. Komposisi Zooplankton
Pada wilayah fishing ground Perairan Mayangan, Muncar dan Puger
ditemukan zooplankton sebanyak 18 genus yang berasal dari 4 Kelas yaitu
Eurotatoria, Hexanauplia, Maxillopoda dan Malacostraca. Komposisi zooplankton
yang ditemukan pada wilayah fishing ground Perairan Utara, Timur dan Selatan
Jawa Timur disajikan dalam bentuk diagram pie yang dapat dilihat pada Gambar
26 – 28.
57
Gambar 26. Komposisi zooplankton Perairan Mayangan yang didominasi oleh
genus Branchionus
Gambar 27. Komposisi zooplankton Perairan Muncar yang didominasi oleh
genus Calanus
Branchionus 21%
Calanus 15%
Pompholyx 6%
Oithona 12%
Diaptomus 6%
Acartia 6%
Macrosetella 11%
Keratella 6%
Cyclops 11%
Siriella 6%
Ascomyzon 2%
Calanus 39%
Corycaeus 1%
Euterpina 1% Oithona
2% Paracalanus
9%
Nauplius 21%
Sacculina 15%
Tenagomysis 2%
Thelestris 8%
58
Gambar 28. Komposisi zooplankton Perairan Puger yang didominasi oleh genus
Oncaea
4.3.2.2. Komposisi Fitoplankton
Pada wilayah fishing ground Perairan Mayangan, Muncar dan Puger
ditemukan fitoplankton sebanyak 27 genus yang berasal dari 6 Kelas yaitu Kelas
Bacillariophyceae, Trebouxiophyceae, Coscinodiscophyceae, Dinophyceae,
Calcarea dan Mediophyceae. Komposisi fitoplankton yang ditemukan pada
wilayah fishing ground Perairan Utara, Timur dan Selatan Jawa Timur disajikan
dalam bentuk diagram pie yang dapat dilihat pada Gambar 29 – 31.
Naupilus 5% Calanus
5%
Oithona 16%
Siriella 14%
Oncaea 27%
Macrosetella 11%
Corycaeus 11%
Paracalanus 11%
59
Gambar 29. Komposisi fitoplankton Perairan Mayangan yang didominasi oleh
genus Ceratium
Gambar 30. Komposisi fitoplankton Perairan Muncar yang didominasi oleh genus
Bacteriastrum
Chaetoceros 9%
Thalassiothrix 11%
Pleurosigma 6%
Eremosphaera 6%
Lagerhemia 6%
Actinocyclus 11%
Corethron 9%
Ceratium 20%
Coscinodiscus 13%
Leucosolenia 9%
Asterionela 2% Bellerochea
0%
Bacteriastrum 31%
Campylodiscus 0%
Cerataulina 1%
Ceratium 4%
Chaetoceros 28%
Coscinodiscus 4%
Guinardia 1%
Hemidiscus 1%
Nitzcshia 1%
Pleurosigma 2%
Proboscia 1%
Protoperdinium 5%
Rhizosolenia 5%
Thallasionema 7%
Thallassiothrix 7%
Triceratium 0%
60
Gambar 31. Komposisi fitoplankton Perairan Puger yang didominasi oleh genus
Coscinodiscus
4.3.3. Kelimpahan Plankton
4.3.3.1. Kelimpahan Zooplankton
Hasil pengamatan kelimpahan zooplankton (ind/L) pada wilayah fishing
ground Perairan Jawa Timur yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Kelimpahan zooplankton pada ketiga perairan
Hasil kelimpahan zooplankton (ind/L) yang diperoleh dari wilayah fishing
ground di Perairan Jawa Timur diperoleh nilai Kelimpahan zooplankton yang
berkisar dari 592000 – 1488000 ind/L. Nilai kelimpahan zooplankton tertinggi
Grammatophora 12%
Bacillaria 12%
Coscinodiscus 15%
Chaetocheros 8%
Pleurosigma 9%
Thalassionema 8%
Thallassiothrix 9%
Leptocylindrus 5%
Surirella 9%
Triceratium 5%
Lagerhemia 8%
1056000
1488000
592000
0
400000
800000
1200000
1600000
Mayangan Muncar Puger
Ke
lim
pa
ha
n Z
oo
pla
nk
ton
(in
d/L
)
61
diperoleh dari wilayah fishing ground Perairan Muncar, Banyuwangi. Nilai
Kelimpahan terendah diperoleh dari wilayah fishing ground Perairan Puger,
Jember.
4.3.3.2. Kelimpahan Fitoplankton
Hasil pengamatan kelimpahan fitoplankton (sel/L) pada wilayah fishing
ground Perairan Jawa Timur yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33. Kelimpahan fitoplankton pada ketiga perairan
Hasil kelimpahan fitoplankton (sel/L) yang diperoleh dari wilayah fishing
ground di Perairan Jawa Timur diperoleh nilai Kelimpahan fitoplankton yang
berkisar dari 736000 – 9264000 sel/L. Nilai kelimpahan fitoplankton tertinggi
diperoleh dari wilayah fishing ground Perairan Muncar, Banyuwangi. NIlai
kelimpahan fitoplankton terendah diperoleh dari wilayah fishing ground Perairan
Mayangan, Probolinggo.
4.3.4. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi
Hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan
Dominansi Zooplankton pada wilayah fishing ground di Perairan Jawa Timur
telah disajikan pada Tabel 11.
736000
9264000
1248000
0
2000000
4000000
6000000
8000000
10000000
Mayangan Muncar Puger
Ke
lim
pa
ha
n F
ito
pla
nk
ton
(s
el/
L)
62
Tabel 11. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Zooplankton
Perairan H' E C
Mayangan 3,168 0,954 0,124
Muncar 2,501 0,753 0,233
Puger 2,822 0,941 0,159
Pada Tabel 11 diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H’) zooplankton
pada ketiga perairan sebesar 3,168 (Mayangan), 2,501 (Muncar) dan 2,822
(Puger). Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi berada di Perairan
Mayangan, sedangkan nilai terendah berada pada Perairan Muncar.
Perbandingan indeks keanekaragaman (H’) dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Indeks keanekaragaman zooplankton pada ketiga perairan
Pada hasil yang diperoleh pada Perairan Mayangan diperoleh hasil > 3,
maka hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi stabilitas komunitas zooplankton
pada wilayah fishing ground Perairan Mayangan tergolong prima (stabil). Hasil
yang diperoleh pada Perairan Muncar dan Puger berada pada angka 1 – 3, maka
hal ini menunjukkan bahwa kondisi stabilitas komunitas zooplankton pada
wilayah fishing ground Perairan Muncar dan Puger tergolong sedang.
Berdasarkan bioindikator zooplankton, pada wilayah fishing ground Perairan
Mayangan menunjukkan tingkat pencemaran ringan, sedangkan pada Perairan
Muncar dan Puger menunjukkan tingkat pencemaran sedang.
3,168
2,501
2,822
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
Mayangan Muncar Puger
Ind
eks
Ke
an
ek
ara
gam
an
63
Pada Tabel 11, diperoleh nilai indeks keseragaman (E) pada ketiga
perairan sebesar 0,954 (Mayangan), 0,753 (Muncar) dan 0,941 (Puger). Nilai
indeks keseragaman (E) tertinggi diperoleh pada Perairan Mayangan dan nilai
terendah diperoleh pada Perairan Muncar. Perbandingan nilai Indeks
Keseragaman (E) dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Indeks keseragaman zooplankton pada ketiga perairan
Pada hasil yang diperoleh, Indeks keseragaman zooplankton pada ketiga
perairan berada diatas angka 0,6 (> 0,6). Hal ini menunjukkan bahwa
keseragaman antar genus zooplankton yang tinggi pada tiap perairan. Hasil ini
menunjukkan bahwa sebaran individu tiap genus pada ketiga perairan tersebut
relatif seragam (merata).
Pada Tabel 11, diperoleh nilai indeks dominansi (C) pada ketiga perairan
sebesar 0,124 (Mayangan), 0,223 (Muncar) dan 0,159 (Puger). Nilai indeks
dominansi (C) tertinggi diperoleh pada Perairan Muncar dan nilai terendah
diperoleh pada Perairan Mayangan. Perbandingan nilai Indeks Dominansi (C)
dapat dilihat pada Gambar 36.
0,954
0,753
0,941
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
Mayangan Muncar Puger
Ind
eks
Ke
se
rag
am
an
64
Gambar 36. Indeks dominansi zooplankton pada ketiga perairan
Pada hasil yang diperoleh, Indeks dominansi zooplankton pada ketiga
perairan cukup rendah bahkan mendekati angka 0 (nol). Hal ini menunjukkan
bahwa hampir tidak adanya individu zooplankton tertentu yang mendominasi
pada ketiga perairan tersebut.
Hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan
Dominansi Fitoplankton pada wilayah fishing ground di Perairan Jawa Timur
telah disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Fitoplankton
Perairan H' E C
Mayangan 2,239 0,972 0,114
Muncar 2,419 0,837 0,381
Puger 2,339 0,976 0,102
Pada Tabel 12 diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H’) fitoplankton
pada ketiga perairan sebesar 2,239 (Mayangan), 2,419 (Muncar) dan 2,339
(Puger). Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi berada di Perairan Muncar,
sedangkan nilai terendah berada pada Perairan Mayangan. Perbandingan indeks
keanekaragaman (H’) dapat dilihat pada Gambar 37.
0,124 0,233
0,159 0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
Mayangan Muncar Puger
Ind
eks
Do
min
an
si
65
Gambar 37. Indeks keanekaragaman fitoplankton pada ketiga perairan
Pada hasil yang diperoleh, Indeks keanekaragaman fitoplankton pada
ketiga perairan berada pada kisaran angka 1 – 3. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi stabilitas komunitas fitoplankton pada ketiga perairan tersebut tergolong
sedang. Berdasarkan bioindikator fitoplankton, pada ketiga wilayah fishing
ground menunjukkan tingkat pencemaran sedang.
Pada Tabel 12, diperoleh nilai indeks keseragaman (E) pada ketiga
perairan sebesar 0,972 (Mayangan), 0,837 (Muncar) dan 0,976 (Puger). Nilai
indeks keseragaman (E) tertinggi diperoleh pada Perairan Puger dan nilai
terendah diperoleh pada Perairan Muncar. Perbandingan nilai Indeks
Keseragaman (E) dapat dilihat pada Gambar 38.
Gambar 38. Indeks keseragaman fitoplankton pada ketiga perairan
2,239 2,419 2,339
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
Mayangan Muncar Puger
Ind
eks
Ke
an
ek
ara
gam
an
0,972
0,837
0,976
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
Mayangan Muncar Puger
Ind
eks
Ke
se
rag
am
an
66
Pada hasil yang diperoleh, Indeks keseragaman fitoplankton pada ketiga
perairan berada diatas angka 0,6 (> 0,6). Hal ini menunjukkan bahwa
keseragaman antar genus fitoplankton yang tinggi pada tiap perairan. Hasil ini
menunjukkan bahwa sebaran sel tiap genus pada ketiga perairan tersebut relatif
seragam (merata).
Pada Tabel 12, diperoleh nilai indeks dominansi (C) pada ketiga perairan
sebesar 0,114 (Mayangan), 0,381 (Muncar) dan 0,102 (Puger). Nilai indeks
dominansi (C) tertinggi diperoleh pada Perairan Muncar dan nilai terendah
diperoleh pada Perairan Puger. Perbandingan nilai Indeks Dominansi (C) dapat
dilihat pada Gambar 39.
Gambar 39. Indeks dominansi fitoplankton pada ketiga perairan
Pada hasil yang diperoleh, Indeks dominansi fitoplankton pada ketiga
perairan cukup rendah bahkan mendekati angka 0 (nol). Hal ini menunjukkan
bahwa hampir tidak adanya sel fitoplankton tertentu yang mendominasi pada
ketiga perairan tersebut.
4.4. Analisis Statistik
4.4.1. Analisis Clustering
Analisis clustering pada penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan
perlakuan dalam pengambilan data berdasarkan parameter oseanografi dan
0,114
0,381
0,102 0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
Mayangan Muncar Puger
Ind
eks
Do
min
an
si
67
kelimpahan plankton. Berdasarkan dendogram pada Gambar 40, karakteristik
titik pengambilan data dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 merupakan titik
pengambilan data pada MU 1 H dan MU 2 V. Kelompok 2 merupakan titik
pengambilan data pada MU 1 V dan MU 2 H. Kelompok 3 merupakan titik
pengambilan data pada PG 1 V, PG 2 H, MY 1 V, MY 2 H, MY 2 V, MY 1 H, PG 1
H dan PG 2 V.
Gambar 40. Dendogram menunjukkan pengelompokan berdasarkan titik pengambilan data
Penentuan kelompok berdasarkan garis merah pada Gambar 40, karena
pada garis tersebut distance (Sumbu Y) belum terlalu besar dan dapat dikatakan
terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada titik pengambilan data. Tingginya
angka distance dikarenakan tingginya angka nilai kelimpahan plankton yang
merupakan salah satu variabel yang digunakan dalam analisis clustering ini.
4.4.2. Principle Component Analysis (PCA)
Analisis Komponen Utama (PCA) pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan karakteristik wilayah fishing ground pada perairan dan
hubungan antara parameter oseanografi dengan struktur komunitas plankton
DIS
TA
NC
E
PG
1 V
PG
2 H
PG
2 V
MY
2 H
PG
1 H
MY
1 H
MY
2 V
MY
1 V
MU
1 H
MU
2 V
MU
1 V
MU
2 H
68
(kelimpahan). Nilai dari eigenvalue dan persentase variasi yang diperoleh dapat
dilihat pada Tabel 13. PCA dapat dilihat pada Gambar 41.
Tabel 13. Hasil perhitungan varians dari komponen utama
Primary Component (PC) Eigenvalue Persentase variasi % variasi kumulatif
PC 1 4,02314 50,289 50,289
PC 2 1,75872 21,984 72,273
PC 3 1,13781 14,223 86,496
PC 4 0,583 7,290 93,786
PC 5 0,304 3,797 97,583
PC 6 0,129 1,609 99,192
PC 7 0,047 0,582 99,774
PC 8 0,018 0,226 100
Pada Tabel 13, terdapat 3 kolom yaitu Primary Component (PC),
eigenvalue dan persentase variasi. Primary Component (PC) diperoleh dari
banyaknya variabel yang digunakan pada analisis ini, sehingga diperoleh
sebanyak 8 dimensi (PC 1 – 8). Eigenvalue adalah varians dari masing – masing
dari komponen utama. Persentase variasi menunjukkan besaran muatan
informasi yang terdapat pada masing – masing sumbu komponen. Nilai dari
Persentase variasi diperoleh dengan rumus (Soedibjo, 2008) :
Keterangan : λ = Eigenvalue
p = banyaknya variabel
Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa persentase varians tertinggi
diperoleh pada komponen utama pertama (PC 1) sebesar 50,3% lalu diikuti
dengan PC 2, PC 3, PC 4, PC 5, PC 6, PC 7 dan PC 8. Secara kumulatif, PC 1
dan PC 2 menghitung sebesar 72,3% varians dari keseluruhan 8 komponen
utama. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 72,3% informasi dari keseluruhan
data sudah dapat dijelaskan oleh PC 1 dan PC 2. Persentase variasi dari PC 1,
69
PC 2 dan PC 3 menghitung sebesar 86,5% varians yang menunjukkan informasi
yang dapat dijelaskan oleh ketiga komponen utama tersebut. Tetapi akan sangat
sulit untuk menjelaskan ketiga komponen tersebut yang memiliki 3 dimensi pada
sebuah bidang datar. Hal ini dijelaskan pada Soedibjo (2008), yang menjelaskan
bahwa visualisasi ordinasi pada umumnya menggunakan bidang datar yang
berdimensi 2 (dua), baik itu antara PC 1 dengan PC 2, PC 1 dengan PC 3
ataupun PC 2 dengan PC 3. Dalam penelitian yang kedua dimensi yang
digunakan adalah PC 1 dengan PC 2 karena sudah dapat menjelaskan sebesar
72, 3% informasi yang terkandung dari keseluruhan informasi. Hasil ordinasi data
dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41. Ordinasi sampel dari ketiga perairan
Perbedaan wilayah fishing ground pada perairan dapat dilihat dengan jarak
dari tiap titik, agar dapat melihat variabel – variabel yang membedakan dapat
dilihat dengan jarak dari garis biplot terhadap titik. Pada Gambar 41, Perairan
Muncar (Timur) memiliki karakteristik kelimpahan fitoplankton, konsentrasi klorofil,
kelimpahan zooplankton, salinitas dan oksigen terlarut (DO) yang lebih tinggi
dibanding dengan Perairan Mayangan (Utara) dan Puger (Selatan). Pada
Perairan Mayangan memiliki karakteristik suhu yang tinggi dibanding dengan
PC
2
PC 1
70
perairan Muncar dan Puger. Pada Perairan Puger memiliki karakteristik turbiditas
(kekeruhan) yang tinggi dibanding Perairan Mayangan dan Muncar.
Hubungan antara variabel dapat dilihat dengan seberapa besar sudut yang
terbentuk pada biplot antar variabel. Apabila sudut yang terbentuk < 90º maka
kedua variabel tersebut memiliki hubungan korelasi positif. Apabila sudut yang
terbentuk > 90º maka kedua variabel tersebut memiliki hubungan korelasi negatif
atau bahkan tidak berkorelasi sama sekali.
Pada Gambar 41, terdapat beberapa parameter oseanografi yang
berkorelasi positif dengan kelimpahan fitoplankton, parameter – parameter
tersebut adalah konsentrasi klorofil, turbiditas, salinitas dan oksigen terlarut.
Adanya korelasi positif ini menunjukkan bahwa terjadinya kenaikan nilai dari
parameter – parameter tersebut akan diikuti dengan kenaikan nilai kelimpahan
fitoplankton. Hal ini sesuai dengan Marlian et al (2015); Irawan dan Sari (2013);
Rahmawati et al (2014); Susanna (2009); dan Patty et al (2015). Adapun
parameter yang berkorelasi negatif dengan kelimpahan fitoplankton seperti suhu
dan derajat keasaman (pH). Terjadinya korelasi negatif menunjukkan bahwa
terjadinya penurunan nilai dari parameter tersebut akan diikuti dengan kenaikan
nilai kelimpahan fitoplankton.
Pada Gambar 41, terdapat beberapa parameter oseanografi yang
berkorelasi positif dengan kelimpahan zooplankton, parameter – parameter
tersebut adalah derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), salinitas, dan
kelimpahan fitoplankton. Hal ini sesuai dengan Serihollo (2015); Susanna (2009);
Patty et al (2015); dan Rahmawati et al (2014). Adapun parameter yang
berkorelasi negatif dengan kelimpahan zooplankton seperti suhu dan turbiditas.
71
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian berjudul Studi Tentang Pengaruh
Parameter Oseanografi Terhadap Struktur Komunitas Plankton Di Wilayah
Fishing Ground Perairan Jawa Timur adalah sebagai berikut :
1. Perairan Muncar memiliki karakteristik kelimpahan fitoplankton,
konsentrasi klorofil, kelimpahan zooplankton, salinitas dan oksigen
terlarut (DO) tinggi. Perairan Mayangan memiliki karakteristik suhu yang
tinggi. Perairan Puger memiliki karakteristik turbiditas (kekeruhan) yang
tinggi. Selain parameter kekeruhan kondisi parameter oseanografi
ketiga wilayah fishing ground masih dalam keadaan baik.
2. Kelimpahan zooplankton dan fitoplankton ditemukan cukup melimpah
pada ketiga perairan. Keanekaragaman zooplankton dan fitoplankton
tergolong sedang, kecuali pada Perairan Mayangan yang memiliki
keanekaragaman zooplankton stabil. Tingkat keseragaman antar genus
tergolong merata dan tidak ditemukan dominansi pada tingkat genus di
ketiga perairan.
3. Hubungan antara parameter oseanografi ada yang berkorelasi positif
(konsentrasi klorofil, turbiditas, salinitas dan oksigen terlarut) dengan
kelimpahan fitoplankton dan ada yang berkorelasi negatif (suhu dan
derajat keasaman (pH)). Terdapat beberapa parameter oseanografi
yang berkorelasi positif (derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO),
salinitas, dan kelimpahan fitoplankton) dengan kelimpahan zooplankton
dan ada yang berkorelasi negatif (suhu dan turbiditas).
72
5.2. Saran
Perlu dilakukannya penelitian yang berkelanjutan pada daerah yang sudah
dikaji agar dapat diketahui dinamika struktur komunitas di tiap perairan.
Penambahan parameter oseanografi seperti arus dan upwelling juga disarankan
untuk ditambahkan pada penelitian selanjutnya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Adani, Nabila, G., Muskanonfola, Max R. dan Hendrarto, Ignatius B. 2013. Kesuburan Perairan Ditinjau dari Kandungan Klorofil-A Fitoplankton: Studi Kasus di Sungai Wedung, Demak. Diponegoro Journal of Maquares. Vol. II, No. 4 : 38 – 45.
Ain, Churun., Jayanto, Bogi Budi dan Latifah, Nurul. 2015. Sebaran Spasial Fishing Ground Berdasarkan Kesuburan Perairan Pada Musim Timur Di Perairan Teluk Semarang. Jurnal Saintek Perikanan. ISSN : 1858-4748.
Alamy. 2017. Barnacle Larvae Nauplius sp. www.alamy.com/stock-photo-barnacle-larvae-nauplius-sp-33116820.html Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.17 WIB
Alamy. 2017. Spicules from Leucosolenia sp. www.alamy.com/stock-photo-oxas-trirradiates-and-calthrops-spicules-from-leucosolenia-sp-enlarged-4765638.html Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 22.15 WIB
Algaebase. 2017. Actinocyclus ehrenbergii Ralfs. www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=37203 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.39 WIB
Algaebase. 2017. Ceratium macroceros (Ehrenberg) Vanhoffen. www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=52165 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21. 57 WIB
Algaebase. 2017. Corethron criophilum Castracane. www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=37635 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.50 WIB
Algaebase. 2017. Eremosphaera viridis De Bary. www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=27683 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.18 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Actinocyclus. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77963 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21. 32 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Bacillaria. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77647 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.18 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Bacteriastratum. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=78007 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.42 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Bellerochea. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=78008 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.37 WIB
74
Algaebase. 2017. Genus : Campylodiscus. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77981 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.42 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Coscinodiscus. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77954 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 22.01 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Cerataulina. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=78009 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.45 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Ceratium. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=6795 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.47 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Grammatophora. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77979 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.15 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Guinardia. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=78025 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.50 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Hemidiscus. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=78027 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.53 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Leptocylindrus. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=78028 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.20 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Nitzschia. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77651 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.55 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Pleurosigma. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77691 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.08 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Proboscia. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=78066 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.00 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Protoperidinium. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=6317 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.05 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Rhizosolenia. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77973 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.07 WIB
75
Algaebase. 2017. Genus : Thalassionema. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77701 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.10 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Thalassiothrix. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77760 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.57 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Triceratium. http://www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77987 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.12 WIB
Algaebase. 2017. Genus : Surirella. www.algaebase.org/browse/taxonomy/?id=77984 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.23 WIB
Algaebase. 2017. Lagerheimia ciliate (Lagerheim) Chodat. www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=27704 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.24 WIB
Asmara, Anjar. Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika – Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Bogor
Budiwati, T., Budiyono, A., Setyawati, W., dan Indrawati, A., 2010. Analisis Korelasi Pearson untuk Unsur-Unsur Kimia Air Hujan di Bandung. J. Sains Dirgant. 7, 100–112.
Creationwiki. 2017. creationwiki.org/Haptophyte Diakses pada tanggal 21 September 2017 Pukul 19.50 WIB.
Copepedia. 2017. Macrosetella Scott A., 1909. www.st.nmfs.noaa.gov/nauplius/media/copepedia/taxa/T4000927 Diakses pada tanggal 27 September 2017 Pukul 20.21 WIB
Copepedia. 2017. Chaetoceros laciniosus F. Schutt, 1895. http://www.st.nmfs.noaa.gov/nauplius/media/copepedia/taxa/T2000087/ Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.48 WIB
Discover Life. 2017. Keratella cochlearis (Gosse, 1851). www.discoverlife.org/mp/20q?search=Keratella+cochlearis Diakses pada tanggal 27 September 2017 Pukul 20.25 WIB
Djokosetiyanto, D. dan Rahardjo, Sinung. 2006. Kelimpahan dan Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Pantai Dadap Teluk Jakarta. Jurnal Ilmu – Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Vol. XIII No. 2 : 135 – 141.
Edyanto, C.H., 2006. Penelitian Kualitas Air Danau Aneuk Laot di Pulau Weh Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. J. Teknol. Lingkung. PTL-BPPT Ed. Khusus 115–124.
76
EOL. 2017. Encyclopedia of Life : Brachionus plicatilis. www.eol.org/pages/1062516/overview Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.00 WIB
Garno, Yudhi Soetrisno. 2008. Kualitas Air dan Dinamika Fitoplankton di Perairan Pulau Harapan. Jurnal Hidrosfir Indonesia Vol. III No. 2 : 87 – 94.
Glerl. 2017. Key to Rotifersof the Great Lakes. www.glerl.noaa.gov/seagrant/GLWL/Zooplankton/Rotifers/Pages/RotifersKey.html Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.05 WIB
Haninuna, Esau D. N., Gimin, Ricky dan Kaho, Ludji M. Rihu. 2015. Pemanfaatan Fitoplankton Sebagai Bioindikator Berbagai Jenis Polutan di Perairan Intertidal Kota Kupang. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. XIII No. 2 : 72 – 85.
Hutabarat, Philipus Uli Basa., Redjeki, Sri dan Hartati, Retno. 2014. Komposisi dan Kelimpahan Plankton di Perairan Kayome Kepulauan Togean Sulawesi Tengah. Journal of Marine Research. Vol. III No. 4 : 447 – 455.
Hutabarat, Sahala. 2001. Pengaruh Kondisi Oseanografi Terhadap Perubahan Iklim, Produktivitas dan DIstribusi Biota Laut. Univesitas Diponegoro : Semarang.
Hutabarat, Sahala dan Stewart M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Indrayana, Reandy., Yusuf, Muhammad dan Rifai, Azis. 2014. Pengaruh Permukaan Arus Permukaan Terhadap Sebaran Kualitas Air di Perairan Genuk Semarang. Jurnal Oseanografi. Vol. III No. 4 : 651 – 659.
Irawan, Aditya dan Sari, Lily Inderia. 2013. Karakteristik Distribusi Horizontal Parameter Fisika-Kimia Perairan Permukaan di Pesisir Bagian Timur Balikpapan. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. Vol. XVIII No. 2. ISSN : 1402 – 2006.
ITIS Report. 2017. Chaetoceros Ehrenberg. www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=2758#null Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.45 WIB
ITIS Report. 2017. Cyclops O. F. Muller, 1776. www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=88640#null Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.32 WIB
Kadir, Masykhur Abdul., Damar, Ario., dan Kristanti, Majariana. 2015. Dinamika Spasial dan Temporal Struktur Komunitas Zooplankton di Teluk Jakarta. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. XX (2) : 247 – 256.
Kalangi, Patrice N. I., Mandagi, Anselun., Masengi, K.W.A., Luasunaung, Alfret., Pangalila, F.P.T., Iwata, Masamitsu. 2013. Sebaran Suhu dan Salinitas di Teluk Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. Vol. IX (2).
77
Marine Species Identification Portal. 2017. Siriella clausii. http://species-identification.org/species.php?species_group=zmns&id=366 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.41 WIB
Marlian, N., Damar, A., Effendi, H., 2015. The Horizontal Distribution Clorophyll-a Fitoplankton as Indicator of the Tropic State in Waters of Meulaboh Bay, West Aceh. J. Ilmu Pertan. Indones. 20, 272–279. doi:10.18343/jipi.20.3.272
Microbewiki, 2017. microbewiki.kenyon.edu/index.php/Chrysophyceae Diakses pada tanggal 21 September 2017 Pukul 19.45 WIB.
Microbewiki. 2017. microbewiki.kenyon.edu/index.php/Cyanobacteria Diakses pada tanggal 21 September 2017 Pukul 19.45 WIB.
Microbewiki. 2017. microbewiki.kenyon.edu/index.php/Dunaliella_acidophila Diakses pada tanggal 21 September 2017 Pukul 19.46 WIB.
Microbewiki. 2017. microbewiki.kenyon.edu/index.php/Euglena_mutabilis Diakses pada tanggal 21 September 2017 Pukul 19.46 WIB.
Microscopyview. 2017. Coscinodiscus excavates Greville. www.microscopyview.com/MENU/400-DIATOM/405-CIR/H405-6305.html Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 22.14 WIB
Microscopy-uk. 2017. Marine Diatom Photographs. www.microscopy-uk.org.uk/mag/art97b/octimg2.html Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.40 WIB
Miller, Charles B. dan Wheeler, Patricia A. 2012. Biological Oceanography. USA : Willey – Blackwell.
Mursyidin, M., Munadi, K., Z.A., M., 2015. Prediksi Zona Tangkapan Ikan Menggunakan Citra Klorofil-a Dan Citra Suhu Permukaan Laut Satelit Aqua MODIS Di Perairan Pulo Aceh. J. Rekayasa Elektr. 11, 176. doi:10.17529/jre.v11i5.2973
NAS. 2017. Nonindigenous Aquatic Species : Cyclops strenuus. www.nas.er.usgs.gov/queries/FactSheet.aspx?speciesID=2711 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.34 WIB
Niobioinformatics. 2017. Hemidiscus (Coscinodiscales). www.niobioinformatics.in/images/pytoplankton/Hemidiscus%20hardm anian.jpg Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.26 WIB
Nurbaeti, Neneng dan Octorina, Pelita. 2012. Hubungan Keanekaragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Situ Minerina Bekas Galian Pasir Gekbrong, Cianjur – Jawa Barat. Jurnal Pertanian – UMMI. Vol. I No. 2 : 3 – 9.
Oceandatacenter. 2017. Phytoplankton Identification, Genus : Pleurosigma http://oceandatacenter.ucsc.edu/PhytoGallery/Diatoms/pleurosigma.html Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.12 WIB
78
Oceandatacenter. 2017. Phytoplankton Identification, Genus : Thalassiothrix. http://oceandatacenter.ucsc.edu/PhytoGallery/Diatoms/thalassiothrix.html Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.03 WIB
Oceandatacenter. 2017. Phytoplankton Identification, Genus : Proboscia. http://oceandatacenter.ucsc.edu/PhytoGallery/Diatoms/proboscia.html Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 17.02 WIB
Parsons, T.R., et al. 1984. Biological Oceanographic Processes, 3rd Edition. Oxford : Pergamon Press.
Patty, Simon I., Arfah, Hairati., Abdul., Malik. S. 2015. Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen Terlarut dan pH Kaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. Vol.I No. 1.
Phycokey. 2017. Nitzschia (Bacillariophyceae). http://cfb.unh.edu/phycokey/Choices/Bacillariophyceae/Pennate/biraphes/biraphe_unicells/biraphe_unicells_asymmetric/keeled/NITZSCHIA/Nitzschia_Image_page.htm Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.57 WIB
Port Phillip Bay. 2017. Tasmanian Opossum Shrimp. portphillipmarinelife.net.au/species/5548 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.28 WIB
Prihatin, Meina Siska, Suprapto, Djoko dan Rudiyanti, Siti. 2016. Hubungan Nitrat dan Fosfat dengan Klorofil – a di Muara Sungai Wulan Kabupaten Demak. Diponegoro Journal of Maquares. Vol. V No. 2 : 27 – 34.
Putra, Adie Wijaya et al. 2012. Struktur Komunitas Plankton di Sungai Citarum Hulu Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. III No. 4 : 313 – 325.
Radiarta, I Nyoman., Erlania., dan Sugama, Ketut. 2015. Analisis Spasial dan Temporal Komunitas Fitoplankton Sekitar Budidaya Laut Terintegrasi di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Riset Akuakultur. Vol. X No. 2 : 283 – 291.
Rahmawati, Iin., Hendrarto, Ignasius B., dan Purnomo, Pujiono W. 2014. Fluktuasi Bahan Organik dan Sebaran Nutrien Serta Kelimpahan Fitoplankton dan Klorofil-a di Muara Sungai Sayung Demak. Diponegoro Journal of Maquares. Vol. III, No. 1 : 27 – 36.
Ridha, U., Muskananfola, M.R., Hartoko, A., 2013. Analisa Sebaran Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Berdasarkan Data Satelit Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a di Perairan Selat Bali. J. MAQUARES 2, 53–60.
Romimohtarto, Kasijan dan Juwana, Sri. 2001. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta : Djambatan.
Rukhminasari, Nita., Nadiarti., Awaluddin, Khaerul. 2014. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) Air Laut Terhadap Konsentrasi Kalsium dan Laju
79
Pertumbuhan Halimeda sp. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. Vol. XXIV No. 1 : 28 – 34.
Sari, T. Ersti Yulika dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. XVII No. 1 : 88 – 100.
Serihollo, Lukas G.G., et al. 2015. The Composition and Abundance of Phytoplankton in Ambonia Bay (Inside), Indonesia. International Journal of Scientific and Technology Research. Vol. IV No.9 : 437 – 439.
Soedibjo, Bambang S. 2008. Analisis Komponen Utama dalam Kajian Ekologi. Oseana. Vol. XXXIII No. 2 : 43 – 53.
Sunarto. 2008. Karakteristrik Biologi dan Peranan Plankton Bagi Ekosistem Laut. Karya Ilmiah. Universitas Padjadjaran.
Susana, Tjutju. 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut Sebagai Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. V, 33 – 39.
Susanto, Arik. 2015. Struktur Komunitas Fitoplankton Berdasarkan Pengaruh Parameter Fisika – Kimia di Perairan Pantai Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan FPIK UB. Malang.
Suthers, Iain M., Rissik, David. 2009. Plankton: A Guide to Their Ecology and Monitoring for Water Quality. CSIRO Publishing : Australia.
Tait, R.V. 1981. Elements of Marine Ecology : An Introductory Course, Third Edition. London : Butterworths.
Tangke, Umar., Karuwal, John Ch., Zainuddin, Mukti., Mallawa, Achmar. 2015. Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna (Thunnus Albacares) di Perairan Laut Halmahera Bagian Selatan. Jurnal IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Vol. II, 248 – 260.
Tomascik, Tomas, et al. 1997. The Ecology of the Indonesian Series: Volume VIII; The Ecology of the Indonesian Seas, Part Two. Jakarta : C.V. Java Books.
Uyanto, Stanislaus S. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta
Waterwereld. 2017. Diaptomus. www.waterwereld.nu/diaptomuseng.php Diakses pada Tanggal 27 September 2017 pukul 20.11 WIB
Wibowo, Anton., Wiryanto dan Sutomo, A.B. 2004. Keanekaragaman, Kelimpahan, dan Sebaran Zooplankton di Perairan Digul Laut Arafura Papua. Jurnal Bio Smart. Vol. VI No. 1. ISSN : 1411-321X. Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta
80
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Acartia Dana, 1846. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=104108 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.12 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Ascomyzon, Thorell, 1859. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=149853 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.03 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Asterionella A. H. Hassall, 1850. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=148953 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.32 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Brachionus Pallas, 1976. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=134937 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.00 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Calanus Leach, 1816. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=104152 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.03 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Ceratium Schrank, 1793. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=109506 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21. 53 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Corethron A. F. Castracane, 1886. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=149109 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.47 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Corycaeus Dana, 1845. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=128634 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.05 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Diaptomus Westwood, 1836. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=247924 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.10 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Eremosphaera De Bary, 1858. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=600801 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.15 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Euterpina Norman, 1903. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=115348 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.07 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Keratella Bory de St. Vincent, 1822. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=134941 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.24 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Lagerheimia R. Chodat, 1895. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=178609 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.20 WIB
81
WoRMS. 2017 World Register of Marine Species : Leucosolenia Bowerbank, 1864. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=131715 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 21.13 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Macrosetella Scott A., 1909. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=115408 Diakses tanggal 27 September 2017 pukul 20.17 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Nauplius Risso, 1844. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=588121 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.12 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Oithona Baird, 1843. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=106485 Diakses pada tanggal 27 September 2017 Pukul 20.07 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Oncaea Philippi, 1843. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=128690 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.20 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Paracalanus Boeck, 1865. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=104196 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.10 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Pompholyx Gosse, 1851. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=134933 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.04 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Siriella Dana, 1850. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=119906 Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 20.39 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Tenagomysis Thomson, 1900. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=119909 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.22 WIB
WoRMS. 2017. World Register of Marine Species : Thalestris Claus, 1862. www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=115470 Diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 16.30 WIB
Yuliana., Adiwilaga, Enan M., Harris, Enang., Pratiwi, Niken T.M. 2012. Hubungan Antara Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter FIsik – Kimiawi Perairan di Teluk Jakarta. Jurnal Akuatika Vol III No.2 : 169 – 179.
Yuliana. 2014. Keterkaitan Antara Kelimpahan Zooplankton dengan Fitoplankton dan Parameter Fisika – Kimia di Perairan Jailolo, Halmahera Barat. Jurnal Maspari. ISSN: 2087 – 0558.