Upload
kuswati-faisol
View
37
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Dasar Teori
Perubahan- perubahan yang terjadi dalam suatu komunitas dapat dengan
mudah diamati.seringkali perubahan- perubahan itu merupakan pergantian suatu
komunitas ke komunitas lainnya. Perubahan dalam suatu komunitas yang
berlangsung menuju ke suatu arah pembentukan komunitas secara teratur disebut
sukresi. Sukresi terjadi akibat modifikasi lingkungan fisik dalam suatu komunitas.
Menurut Clement bahwa komunitas kurang lebih berubah secara kontinyu.
Perubahan terjadi akibat reaksi dan koaksi antara mahluk hidup dan
sebagian merupakan akibat adanya perubahan eksternal misalnya iklim dan
evolusi organic. Proses suksesi akan berakhir bila telah terbentuk suatu komunitas
yang stabil atau mantap yang biasa disebut klimaks. Deretan komunitas yang
menyusun urutan suksesional yang menuntun kearah klimaks disebut sere.
Tingkat areal sering diklasifikasikan menurut tingkat predominasi yang
menyebabkannya. Kekuatan demikain dapat disebabkan factor biotic, iklim dan
kekuatan geologic. hasil kekuatan- kekuatan tersebut umumnya dikenal dengan
istilah biosere.
Suksesi dikenal suksesi primer dan suksesi sekunder. Perbedaan diantara
keduanya terletak pada keadaan habitat awl suksesi. Bila sebelum suksesi tidak
diketemukan kehidupan maka disebut suksesi primer sedangkan bila sebelum
suksesi sudah ada bentuk- bentuk kehidupan sebelumnya maka disebut suksesi
sekunder.
Menurut Krebs, perubahan dua komunitas menyangkut dua hal yaitu
perubahan berarah dalam waktu yang disebut suksesi dan perubahan yang tidak
berarah yang disebut perubahan cyclic. Dngan demikian maka perubahan cyclic
hanya berfluktuasi disekitar suatu retara.
Hal yang perlu diperhatikan daalm konsep perubahan tersebut yaitu :
1. Perubahan dalam komunitas tersebut seberapa jauh daapt diprediksikan.
2. Faktor- factor apa saja yang menyebabkan perubahan dalam komunitas
tersebut.
Lucy E. Braun (1956) mengatakan bahwa vegetasi merupakan sistem yang
dinamik, sebentar menunjukkan pergantian yang kompleks kemudian nampak
tenang, dan bila dilihat hubungan dengan habitatnya, akan nampak jelas
pergantiannya setelah mencapai keseimbangan. Pengamatan yang lama pada
pergantian vegetasi di alam menghasilkan konsep suksesi. Suksesi vegetasi
menurut Odum adalah urutan proses pergantian komunitas tanaman di dalam satu
kesatuan habitat, sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan kompetitif
setiap individu dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan
menurut Clements adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian,
biasanya dari koloni sederhana ke yang lebih kompleks.
Odum (1971) mengatakan bahwa adanya pergantian komunitas cenderung
mengubah lingkungan fisik sehingga habitat cocok untuk komunitas lain sampai
keseimbangan biotik dan abiotik tercapai.
Clements (1974) membedakan 6 sub komponen dalam proses suksesi
yaitu:
1. Nudasi : terbukanya lahan, bersih dari vegetasi
2. Migrasi : tersebarnya biji
3. Eksesis : proses perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi
4. Kompetisi : adanya pergantian spesies
5. Reaksi : perubahan habitat karena aktivitas spesies
6. Klimaks : komunitas stabil
Suksesi merupakan proses yang menyeluruh dan kompleks dengan adanya
permulaan, perkembangan dan akhirnya mencapai kestabilan pada fase klimaks.
Klimaks merupakan fase kematangan yang final, stabil memelihara diri
dan berproduksi sendiri dari suatu perkembangan vegetasi dalam suatu iklim.
Beberapa ahli mengatakan bahwa proses suksesi selalu progresif artinya selalu
mengalami kemajuan, sehingga membawa pengertian ke dua hal:
1. Pergantian progresif pada kondisi tanah (habitat) yang biasanya pergantian itu
dari habitat yang ekstrim ke optimum untuk pertumbuhan vegetasi.
2. Pergantian progresif dalam bentuk pertumbuhan (life form). Namun demikian
perubahan-perubahan vegetasi tersebut bisa mencakup
hilangnya jenis-jenis tertentu dan dapat pula suatu penurunan kompleksitas
struktural sebagai akibat dari degradasi setempat. Keadaan seperti itu mungkin
saja terjadi misalnya hilangnya mineral dalam tanah. Perubahan vegetasi seperti
itu dapat dikatakan sebagai suksesi retrogresif atau regresi (suksesi yang
mengalami kemunduran).
Penyebab Suksesi
1. Iklim
Tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu
yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa akibat rusaknya
vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru
(kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan mengubah
kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa keadaan
yang tidak menguntungkan pada vegetasi.
2. Topografi
Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain:
· Erosi:
Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses erosi tanah menjadi
kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin (migrasi) dan akhirnya proses
suksesi dimulai.
· Pengendapan (denudasi):
Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah diendapkan sehingga
menutupi vegetasi yang ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi
menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat tersebut.
3. Biotik
Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di lahan
pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang
penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan tumbuhan tumbuh
kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi.
Konsep Klimaks
Suksesi tanaman merupakan perubahan keadaan tanaman. Suksesi yang
menempati habitat utama disebut Sere. Sedangkan variasi yang terjadi diantaranya
disebut Seral. Komunitas yang timbul pada susunan itu disebut Komunitas Seral.
Biasanya komunitas seral itu tidak tampak dengan jelas, mereka kenal hanya
karena beberapa spesies tanaman dominan tumbuh diantaranya. Tumbuhan
pertama yang tumbuh di habitat yang kosong disebut tanaman Pioner. Lazimnya
suksesi tanaman tidak menunjukkan suatu seri tingkat-tingkat atau tahap-tahap
tetapi terus menerus dan merupakan pergantian yang lambat dan kompleks.
Penempatan individu vegetasi ini individu per individu, dan tidak merupakan
loncatan-loncatan dari suatu komunitas dominan ke komunitas dominan yang lain.
Spesies dominan dari suatu komunitas akan tetap stabil dalam jangka waktu yang
lama. Kemudian akan bercampur dengan vegetasi baru. Vegetasi baru ini
mungkin menggantikan vegetasi yang telah ada tetapi mungkin juga tidak (bila
komunitas yang baru itu tidak menghendaki kondisi yang diciptakan menjadi
dominan terutama dari segi kondisi pencahayaan).
Jika habitat menjadi ekstrem tidak memenuhi syarat untuk tumbuhnya
tanaman-tanaman maka timbul tanaman dari komunitas berikutnya yang sesuai
dengan lingkungan yang baru, kemudian tanaman ini menjadi dominan. Setelah
beberapa kali mengalami pergantian semacam itu, suatu saat habitat akan terisi
oleh spesies-spesies yang sesuai dan mampu bereproduksi dengan baik. Sehingga
proses ini mencapai Komunitas Klimaks yang matang, dominan, dapat
memelihara dirinya sendiri dan selanjutnya bila ada pergantian, maka pergantian
itu relatif sangat lambat.
Di dalam kondisi klimaks ini spesies-spesies itu dapat mengatur dirinya
sendiri dan dapat mengolah habitat sedemikian rupa sehingga cenderung untuk
melawan inovasi baru. Di dalam konsep klimaks ini Clements berpendapat:
1. Suksesi dimulai dari kondisi lingkungan yang berbeda, tetapi akhirnya punya
klimaks yang sama.
2. Klimaks hanya dapat dicapai dengan kondisi iklim tertentu, sehingga klimaks
dengan iklim itu saling berhubungan. Dan kemudian klimaks ini disebut klimaks
klimatik.
3. Setiap kelompok vegetasi masing-masing mempunyai klimaks. Karena iklim
sendiri menentukan pembentukan klimaks maka dapat dikatakan bahwa klimaks
klimatik dicapai pada saat kondisi fisik di sub stratum tidak begitu ekstrem untuk
mengadakan perubahan terhadap kebiasaan iklim di suatu wilayah. Kadang-
kadang klimaks dimodifikasi begitu besar oleh kondisi fisik tanah seperti
topografi dan kandungan air. Klimaks seperti ini disebut Klimaks Edafik. Secara
relatif vegetasi dapat mencapai kestabilan lain dari klimatik atau klimaks yang
sebenarnya di suatu wilayah. Hal ini disebabkan adanya tanah habitat yang
mempunyai karakteristik yang tersendiri.
Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh karena
beberapa faktor selain iklim. Misalnya adanya penebangan, dipakai untuk
penggembalaan hewan, tergenang dan lain-lain. Dengan demikian vegetasi dalam
tahap perkembangan yang tidak sempurna (tahap sebelum klimaks yang
sebenarnya) baik oleh faktor alam atau buatan. Keadaan ini disebut sub klimaks.
Komunitas tanaman sub klimaks akan cenderung untuk mencapai klimaks
sebenarnya jika faktor-faktor penghalang/penghambat dihilangkan. Gangguan
dapat menyebabkan modifikasi klimaks yang sebenarnya dan ini menyebabkan
terbentuknya sub klimaks yang berubah (termodifikasi).
Keadaan seperti ini disebut Disklimaks (Ashby, 1971). Sebagai contoh
vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh dan berkembangnya vegetasi yang sesuai
dengan tanah bekas terbakar tersebut. Odum (1961) mengistilahkan klimaks
tersebut dengan Pyrix Klimaks. Tumbuh-tumbuhan yang dominan pada pyrix
klimaks antara lain: Melastoma polyanthum, Melaleuca leucadendron dan
Macaranga sp.
Jika pergantian iklim secara temporer menghentikan perkembangan vegetasi
sebelum mencapai klimaks yang diharapkan disebut pra klimaks (preklimaks).
Berhubungan dengan berbagai klimaks maka terdapat kekaburan arti
klimaks. Oleh karena terjadi ketidak sepakatan kemudian berkembang tiga teori
klimaks dengan argumentasi masing-masing.
1. Teori monoklimaks:
Teori ini dipelopori oleh Clements yang menyatakan bahwa teori klimaks
berkembang dan terjadi hanya satu kali. Hal ini merupakan klimaks klimatik di
suatu wilayah iklim utama.
2. Teori poliklimaks:
Klimaks merupakan keadaan komunitas yang stabil dan mandiri sehingga pada
suatu habitat dapat terjadi sejumlah klimaks karena kondisi selain iklim yang
berbeda.
3. Teori informasi:
Teori ini dikemukakan oleh Odum dan merupakan teori sebagai jalan tengah
antara teori mooklimaks dan teori poliklimaks.
Odum berpendangan bahwa suatu komunitas baik hewan maupun vegetasi
selalu memerlukan enersi dan informasi dan pada saatnya akan menghasilkan
enersi dan informasi. Suatu sistem berkembang, pada permulaannya memerlukan
enersi dan informasi sehingga disebut sistem tersubsidi. Pada suatu saat setelah
dewasa akan menghasilkan enersi dan informasi. Sistem ini dikatakan mencapai
klimaks bila perbandingan masukan dan keluaran enersi dan informasi sama
dengan satu. Artinya hasil enersi dan informasi sama besar dengan masukan
enersi dan informasi. Sistem yang demikian ini oleh Odum disebut Klimaks.
Pengertian ini berlaku sampai sekarang. Odum (1971) mengatakan bahwa
komunitas untuk mencapai klimaks akan bervariasi tidak hanya disebabkan oleh
adanya perbedaan iklim dan situasi fisiografis, tetapi ditentukan juga oleh sifat-
sifat ekosistem yang berbeda.
Whittaker (1953) merupakan penyokong monoklimaks, mengatakan
bahwa teori monoklimaks menekankan esensialitas (pentingnya) kesatuan
vegetasi yang mencapai klimaks di suatu habitat. Ahli-ahli lain seperti Oosting,
Henry, mengatakan bahwa teori poliklimaks lebih praktis. Hal ini disokong oleh
Michols, Tansley dan ahli-ahli Rusia. Smitthusen (1950), Whittaker (1951 - 1953)
dan ahli ekologi Amerika yang lain menyokong konsep poliklimaks dan
semuanya percaya karena ada fakta bahwa tingkatan klimaks dinyatakan oleh
lingkungan individu serta komunitas tanaman dan bukannya oleh iklim setempat.
Macam Suksesi
Berdasarkan kondisi habitat pada awal proses suksesi, suksesi dibedakan
menjadi dua macam yaitu:
1. Suksesi primer:
Suksesi yang terjadi belum ada vegetasinya atau di daerah yang tadinya sudah
ada vegetasi, kemudian terganggu (misalnya terbakar), sehingga daerah
tersebut menjadi kosong sama sekali. Pada habitat tersebut tidak ada lagi
organisme dan komunitas asal yang tertinggal sehingga pada substrat yang
baru ini akan berkembang suatu komunitas yang baru pula.
2. Suksesi sekunder:
Suksesi yang terjadi pada habitat yang pernah ditumbuhi vegetasi kemudian
mengalami gangguan, tetapi gangguan tersebut tidak merusak total organisme
sehingga dalam komunitas tersebut, substrat lama dan kehidupan masih ada.
Perbedaan suksesi sekunder dan primer terletak pada kondisi habitat awal.
Proses kerusakan komunitas disebut denudasi. Denudasi dapat disebabkan
oleh api, pengolahan, angin kencang, hujan, gelombang laut dan penebangan
hutan.
Jika vegetasi yang ada kemudian musnah dan timbul lahan kosong
disebut lahan sekunder atau lahan terdenudasi. Suksesi sekunder mempunyai
tahap yang lebih sedikit daripada suksesi primer, dan biasanya klimaks pada
suksesi sekunder lebih cepat dicapai.
Ada beberapa macam tipe suksesi yaitu:
· Hidrosere:
Tipe suksesi yang berkembang di daerah (habitat) perairan yang biasanya
disebut Hidrarch. Vegetasi yang sering berganti dalam hidrarch disebut
hidrosere. Tipe suksesi ini tidak memerlukan komunitas aquatik untuk
menuju ke perkembangan komunitas daratan. Jika air yang ada itu dalam
jumlah cukup besar dan sangat dalam atau jika air selalu bergerak kuat
(beratus atau bergelombang) atau adanya kekuatan fisik lain, suksesi
menghasilkan suatu komunitas aquatik yang stabil dan sukar mengalami
pergantian. Jadi suksesi ini hanya terjadi jika kolonisasi komunitas
tumbuhan menempati kolam buatan yang kecil dan dangkal, serta diikuti
terjadinya erosi tanah di tepi danau, sehingga batas (tubuh) air akan
semakin kecil dan hilang setelah waktu yang lama, Sebagai pelopor adalah
tumbuhan air yang terendam, kemudian dirusak tumbuhan terapung seperti
eceng gondok, kemudian rumpur rawa, rumput daratan, semak dan
akhirnya pohon. Pada kolam, eceng gondok berangsur-angsur akan
menutup permukaan air, kemudian akumulasi seresahnya baru menumpuk
di dasar kolam dan lama kemudian mengubah kolam menjadi rawa dengan
jenis tumbuhan baru yang mematikan jenis tumbuhan sebelumnya. Secara
berangsur-angsur kemudian habitat yang lebih kering dengan aerasi yang
lebih baik yang akhirnya akan terjadi tanah yang cukup matang dan tebal.
· Halosere:
Suksesi yang dimulai pada tanah bergaram atau air asin.
· Xerosere:
Suksesi vegetasi yang berkembang dalam daerah Xerik atau kering,biasanya
disebut Xerarch. Suksesi xerik biasanya terjadi pada lahan yang tinggal batuan
induknya saja. Dengan demikian tumbuhan yang mampu hidup disitu harus
tumbuhan yang tahan kering dan mampu hidup di tanah miskin. Tumbuhan yang
biasanya merupakan pioner adalah lumut kerak (Lichenes) dalam bentuk lapisan
kerak. Dalam proses respirasi Lichenes akan mengeluarakan CO2 dan akan
bereaksi dengan H2O sehingga menjadi H2CO3. Asam karbonat ini akan bereaksi
dengan bahan-bahan dari batuan induk sehingga melepaskan ikatan partikel
batuan. Partikel batuan yang lepas itu akan bereaksi dengan sisa-sisa Lichenes
yang mengalami pembusukan, mengikat N yang terbawa oleh air hujan. Kondisi
seperti itu tidak sesuai lagi bagi lumut kerak sehingga lumut kerak mati. Setelah
itu akan muncul vegetasi jenis lain yaitu Thallus (Thallophyta).
Begitu seterusnya vegetasi pertama akan memberikan pengaruh pada
habitat yang tidak cocok untuk vegetasi kedua. Tidak semua proses suksesi xerik
seperti di atas. Kalau habitat permukaannya merupakan pasir maka akan dimulai
oleh rumput tahan kering, baru kemudian semak dan pohon-pohonan. Laju
pertumbuhan populasi dan komposisi spesies berlangsung dengan cepat pada fase
awal suksesi, kemudian menurun pada perkembangan berikutnya. Kondisi yang
membatasi laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies pada tahap
berikutnya adalah faktor lingkungan yang kurang cocok untuk mendukung
kelangsungan hidup permudaan jenis-jenis tertentu.
Ada dua macam yaitu:
a. Psammosere : suksesi vegetasi yang dimulai pada daerah berpasir.
b. Lithosere : suksesi vegatasi yang dimulai pada batuan.
Tahap-tahap lithosere
A. Tumbuhnya lumut kerak (Lichenes)
B. Semakin berlumut
C. Tahap tumbuhnya rumput-rumputan
D. Penuh dengan rumput-rumputan
E. Tahap tumbuhnya semak belukar
F. Terjadi komunitas hutan yang mencapai klimaks
· Serule:
Suksesi untuk mikroorganisme (bakteri, fungsi) dalam sisa-sisa
produsen/konsumen
Xerosere:
Ewuise, J. Y. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB Odum, E.P. 1997. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan. Samingan, T.?
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tim Pembina Ekologi Tumbuhan. 2009. Petunjuk Praktikum Ekologi
Tumbuhan. Jember. Unuiversitas Jember.
Michael. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan
Laboratorium. UI Press : Jakarta.
Setiadi, D. I. Muhadjono, dan A. Yusron. 1989. Ekologi. Bogor: Depdikbud Dirjen DIKTI PAU IPB
Wolf, l. L dan S. J. Menauhton. 1990. Ecology edisi II (terjemahan). Yogyakarta :Gadjah Mada University Press