Click here to load reader
Upload
ledung
View
272
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh
Ragil Sapto Wibowo
NIM: 106045201538
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
SI]KSESI KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN
PARTAI KEADILAII SIJAHTf,RA (PKS)
SkiPsi
Diajulfl Kepada Fotultas Syniah dm Hutum
UntntMenenuni P€ayaratar Menpeoleh
G.ld saj@ syaial (s.sy)
Raeil Sabro Wibowo
NIM: 106045201538
197501022001121001 r91412L2003121002
KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAII
PROGRAM STUDT JINAYAII SryASAII
FAKULTAS SYARIAII DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
20l lM/1432Ir
PENCESATIAN PANITIA UJIAN
Skipsi bsrjudul SUKSESI (€PEMIMPINAN DALAM PANDANCAN PARTAIKEADILAN SEJAHTEM (PKS) teloh diujikan dalam Si dane Munoqasyah FakulbsSyariahda. Hukum Univesilas Islam Nesei (UIN) SyarifHidayalullah Jakarrapsda2l luli 2011. Skripsi ini telah dnerima sebasai salah satu syorcl nenperoleh geleSariana Sy.riah (S.Sy) pado Pbsram Studi Jinayah Siysah KonsennosiKelat.ne8a@n hlam (Si yas ah Syal i yyah).
Dekan Fakuhos S'€riah dan Hukum
: Dr. Asnawi M.AeNtP t972t0 t0199701t008
: AfNan Faizin M.A!NtP t972t0262003t2 t001
Khamami Zoda. MANIt 19750t022003121001
Frhmi M Ahmadi M.SiNIP 19?412132003 r2r 002
i Prot Dr. Hi. Amany B Lubis. MANIP 1963t2221994032002
: Dr. AsmaNiM A!NIP 197210r0199703r003
5505051982010t.2
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Juni 2011
Ragil Sapto Wibowo
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Dzat yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, yang
telah memberikan banyak nikmat dan senantiasa memberikan hidayahnya kepada
setiap makhluk ciptaan-Nya. Sehingga dengan izinnya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda besar Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya minadzulumati illa nur dan
kesejahteraan semoga selalu tercurahkan kepada keluarga besar beliau, sahabat-
sahabat-Nya, tabi’in-tabi’uttabiin, dan kita sebagai umat-Nya semoga mendapatkan
syafaatnya kelak.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna baik
dalam proses maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari berbagai
pihak, Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan target yang
diharapkan.
Dengan penuh kerendahan hati dan kesadaran diri, penulis sadar bahwa
skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril
maupun materil, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan demi terselesaikannya penulisan
skripsi ini. Maka penulis berterima kasih kepada :
ii
1. Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku dekan Fakultas
Syariah dan Hukum, dan beserta staf-staf nya.
2. Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Dr. Asmawi, M.Ag dan Sekretaris
Program Studi Jinayah Siyasah Ibu Sri Hidayati, M. Ag serta Bapak Afwan
Faizin, MA, atas bantuan Akademisnya selama ini.
3. Kepada Bapak Khamami Zada, MA dan Bapak Fahmi M. Ahmadi, S.Ag, M.Si
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta dorongan kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Kepada Ayahanda dan Ibunda penulis, Bpk. H. Slamet Riyadi dan Hj. Rahayu
yang telah membesarkan dan membimbing penulis dari kecil hingga saat ini
dengan penuh kesabaran dan pengertian. Serta tiada henti memberikan do’a
dan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada Uyut penulis, Hj. Poni, tanpa do’a
dan nasehatnya penulis tidak akan bisa seperti ini. Semoga Allah selalu
melindungi dan memberkahi kalian dengan nikmat rohani dan kesehatan
jasmani, amin.
5. Kepada kakak-kakakku Ahmad Fabianto,SE, Warsudi,SE, Atun
Suryadiningsih,SE dan Suci,SE serta adikku Ari, terimakasih atas motivasi
dan do’a kalian semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan penuh semangat. Untuk keponakan-keponakanku Tanti, fadhil dan
iii
Dzaki yang selalu membawa kecerian dan senyuman disaat penulis merasa
jenuh dalam proses pembuatan skripsi ini, sehingga timbul semangat baru
dalam diri penulis.
6. Kepada Ayah Asep Saepullah dan Mamah Sarnati yang selalu memberi
tempat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, tak lupa memberi do’a
serta motivasi kepada penulis. Serta untuk adik-adikku Anisa dan Aji yang
selalu memberi keceriaan dan menghibur penulis.
7. Kepada kekasihku Ade Asti Saemustika, SS yang selama ini selalu setia
menunggu dan mendukung serta memberi motivasi dalam pembuatan skripsi
ini.
8. Dosen dan staf pengajar Fakultas Syariah dan Hukum yang telah banyak
memberikan banyak ilmu pengetahuan dan kesabaran dalam mendidik penulis
selama penulis melakukan studi.
9. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan
kelancaran kepada penulis dalam proses penyelesaian prosedur
kemahasiswaan, serta pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan umum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan khususnya perpustakaan FSH, terima
kasih atas penyediaan buku-buku penunjang sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
iv
10. Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M. Si sebagai Wakil Sekjen Bidang Media DPP
PKS beserta staf-stafnya dalam hal ketersediaannya menjadi narasumber
dalam proses wawancara, demi kelengkapan data dalam skripsi ini.
11. Majelis Ta’lim Musholah Al-Hidayah yang tiada henti mendo’akan dan
memberi dukungan kepada penulis.
12. Kepada sahabatku Mufti Aulia, SHI yang selalu membantu dan mendukung
dalam pembuatan skripsi ini.
13. Sahabat-sahabat seperjuangan, khususnya Siyasah Syar’iyyah angkatan 2006,
Mufti, Yudha, Imran (boim), Pardi, Esa, Ila, Rifqo, Alif, Irsyad, Jawir,
Bangkit, Lutfi, Ridwan, Ade, Eca, Apri, Aci, Atiqoh, Naziah, dan Lina.
Semoga setiap mimpi dan cita-cita akan menjadi nyata. Allah memiliki
rahasia dari takdir kita, berusahalah terbaik dan tawakallah padanya.
Demikianlah beberapa pihak yang mendukung skripsi ini, terima kasih penulis
ucapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat besar bagi keperluan pengembangan
ilmu syariah dan hukum khususnya ketatanegaraan Islam.
Jakarta, 15 Juni 2011
Ragil Sapto Wibowo
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Pembatasan dan perumusan Masalah.................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. 6
D. Review Studi Terdahulu....................................................... 7
E. Metode Penelitian.................................................................. 9
F. Sistematika Penulisan............................................................ 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUKSESI DAN
KEPEMIMPINAN
A. Pengertian Suksesi kepemimpinan.......................................... 13
B. Kepemimpinan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits........ 16
C. Suksesi Kepemimpinan dalam Sejarah Islam.......................... 20
D.Pola-pola Suksesi Kepemimpinan............................................ 27
1) Suksesi Dinastik.................................................................. 27
2) Pemilu................................................................................. 28
3) Kudeta................................................................................ 30
4) People Power..................................................................... 31
vi
BAB III PROFIL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
A.Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera.......................... 32
B.Pengaruh Ikhwanul Muslimin Terhadap Partai Keadilan
Sejahtera (PKS)………………………………………..…… 38
1) Konsep Pembinaan dan Pengkaderan……………..…….. 40
2) Ideologi Ikhwanul Muslimin………….......................….. 43
C. Konstituen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia.… 49
BAB IV SUKSESI KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS
A. Kepemimpinan Dalam Pandangan PKS................................. 54
B. Suksesi Kepemimpinan Dalam Pandangan PKS..................... 61
C. Suksesi kepemimpinan Nasional............................................. 66
a)People Power.............................................................................. 66
b)Pemilu................................................................................ 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................... 71
B. Saran................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 digaungkan sebagai suatu era
yang menghapus rezim orde baru Soeharto. Pada saat itu reformasi bagaikan suatu
harapan seluruh rakyat Indonesia untuk mendapat kesejahteraan yang diimpikan.
Akan tetapi saat ini kenyataan kurang berpihak dengan harapan rakyat Indonesia,
kenyataan malah mengatakan hal yang sebaliknya. Reformasi yang tergantikan
bukanlah rezim orde baru melainkan hanya Soeharto, sistem yang dijalankan tidak
jauh berbeda dengan orde baru.
Birokrasi yang buruk ini dapat dicontohkan dengan masih banyaknya
pihak-pihak pemerintah yang mudah disuap, kemudian mempersulit birokrasi jika
tidak ada uang “pelicin”-nya. Pilkada langsung yang diharapkan pemimpin yang
akan memimpin suatu daerah tersebut dapat benar-benar mewakili aspirasi rakyat
malah menjadi “lintah darat” bagi rakyat sendiri.1
Pada tahun 1997, krisis finansial Asia tidak membawa hal bagus bagi
pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman,
1. Artikel diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 18.30 wib dari
http://politik.kompasiana.com/2011/02/24/reformasi-orde-baru/.
2
yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF. Setelah
beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer terjadi, serta
berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto
mengundurkan diri setelah lima tahun berturut-turut menjadi Presiden RI, yakni
tahun 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Beliau mengundurkan diri dengan
membacakan pidato untuk terakhir kali, pada 21 Mei 1998 di Credentials Room,
Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Keputusan ini diambilnya
untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia.
Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia,
Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, dan setelah melaksanakan sumpah jabatan, akhirnya
BJ Habibie resmi memangku jabatan presiden ke-3 RI.2
Adanya pergantian kepemimpinan dalam suatu negara, maka kita
mengenal istilah Suksesi, yang biasa diartikan sebagai suatu proses perubahan
yang berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi didalam suatu negara dalam
jangka waktu tertentu hingga terbentuk negara baru yang berbeda dengan negara
semula. Secara gamblang, suksesi adalah penggantian kepemimpinan dari suatu
negara.
Persepsi sebuah suksesi selalu ditanggapi dengan sebuah kontroversi, hal
ini sangatlah wajar sebagai sebuah dinamika kehidupan yang selalu ada dua sisi
bertolak belakang. Ada yang menanggapi dengan dukungan dan sudah pasti ada
banyak yang menolak terjadinya suksesi ini, rasionya bisa berat sebelah, tidak
2 Artikel diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 18.30 wib dari http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto
3
seimbang. Sebuah suksesi biasanya benar-benar mendapat dukungan positif,
dikarenakan sang pemimpin sudah menemui ajal dan kondisi negara saat beliau
tinggalkan dalam keadaan yang sangat baik.3
Seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai wewenang untuk
memerintah orang lain, yang di dalam pekerjaannya untuk mencapai tujuan
organisasi memerlukan bantuan orang lain. Sebagai seorang pemimpin ia
mempunyai peranan yang aktif dan senantiasa ikut campur tangan dalam segala
masalah yang berkenaan dengan kebutuhan anggota kelompoknya. Pemimpin ikut
merasakan kebutuhan-kebutuhan itu dan dapat membantu menstimulir para
anggotanya dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan.4
Usaha-usaha pemimpin untuk mempengaruhi sifat orang lain, banyak
berhubungan dengan persepsi maupun pengertian tentang pembawaan dan proses
kepemimpinan. Dengan kata lain, ia akan mengembangkan cara kepemimpinan
sesuai dengan konsep peranan kepemimpinan. Oleh karena itu, yang dicapai oleh
pemimpin adalah dirinya sendiri, asumsi dan kepercayaan mengenai kelakuan
manusia, gaya kepemimpinan, dan berhubungannya dengan penampilan bawahan,
memang fakta menunjukkan bahwa setiap perubahan yang diusahakan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain harus mengikuti perubahan kepemimpinan dalam
diri sendiri. Akibatnya, jika pemimpin itu ingin menyempurnakan kemampuannya
untuk mengubah sifat orang lain, ia harus mengubah sifatnya lebih dulu. Dan
3. Artikel diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 18.30 wib dari
http://hasmisusanto.web.id/?p=308.
4. Anogara, panji. Psikologi Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001). h. 1
4
untuk mengawali tindakannya, ia tidak hanya berlaku sebagai seorang pemimpin;
tetapi juga bagaimana kelakuannya berhasil mempengaruhi penampilan orang
lain.5
Selain itu perlu diperhatikan pula mengenai gaya kepemimpinan dalam
memimpin sebuah komunitas. Adapun yang dimaksud dengan gaya
kepemimpinan (style) ialah cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin, cara
ia “berlagak” dan tampil dalam menggunakan kekuasaannya. Gaya kepemimpinan
bisa otoriter atau otokratik, artinya sangat memaksakan, sangat mendesakkan
kekuasaanya kepada bawahan. Bawahan dikendali dan diperintah seperti tidak
mempunyai martabat manusia.
Seorang pemimpin juga bisa bergaya demokratik. Ia sadar bahwa ia
mengatur manusia-manusia. Manusia-manusia pada dasarnya memiliki harkat dan
martabat yang sama. Karena itu sang pemimpin tetap berusaha menghormati dan
memperhitungkan pendapat serta saran dari orang lain. Gaya lain ialah gaya
paternalistik. Pemimpin paternalistik menganggap bawahannya sebagai “anak
yang belum dewasa”, anak yang tidak mampu menjadi dewasa. Karena itu ia
selalu bersikap sebagai seorang bapak (pater artinya bapak), yang selalu membuat
segala sesuatu untuk anak. Ia yang mengatur, ia yang memprakarsa, ia yang
merencanakan, dan ia pula yang melaksanakan menurut pahamnya sendiri.6
5. Heckman, Huneryager. Kepemimpinan.(semarang: Dahara Prize, 1992). h. 12-13 6. Riberu,J. Dasar-Dasar Kepemimpinan. (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992). h. 7-8
5
Dalam konteks pergantian kepengurusan, PKS relatif sebagai partai yang
tidak mengalami kontraksi kepemimpinan yang berarti. Proses pergantian
kepengurusan juga hampir diketahui oleh kader, sehingga bisa dimaknai bahwa
keterlibatan kader dalam pengambilan keputusan terkait dengan kepengurusan
relatif tinggi. Hanya masalahnya, pertama, apakah keterlibatan tersebut signifikan
sebagai cerminan passive participation. Meminjam istilah Mutiah Allagapha
tatkala melakukan assesment legitimasi di dunia Islam, bahwa orang sepertinya
terlibat dalam proses politik, namun sejatinya mereka tidak terlibat. PKS harus
bisa menjelaskan kepada publik bahwa keterlibatan anggota dalam pengambilan
keputusan di partai adalah cerminan active participation. Kedua, selama ini ada
analisis yang menyatakan bahwa PKS memiliki daya tahan yang tinggi untuk
mengelola issue suksesi karena masih kohesifnya elit politik PKS sebagai
implikasi dari mapannya sistem perkaderan dakwah Tarbiyah. Pertanyaanya
adalah, jika PKS telah menjadi partai terbuka dan kompleks, sehingga elit politik
PKS tidak hanya didominasi oleh perkaderan Tarbiyah, apakah PKS masih
mampu mempertahankan situasi pergantian kepemimpinan sebagai sesuatu yang
alamiah. Artinya, dengan menjadi partai yang inklusif, PKS harus mulai
menyiapkan supra-struktur dan infra-struktur yang memadai, agar ruang
transformasi yang dibuat tidak menjadi bumerang.7
Dari penjelasan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengadakan
penelitian ilmiah dan akan dibahas dalam skripsi dengan judul: “SUKSESI
7. Artikel diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 18.30 wib dari
http://www.suksesi+kepemimpinan+dalam+pandangan+PKS,
6
KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN PARTAI KEADILAN
SEJAHTERA (PKS)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari luasnya permasalahan yang akan dijadikan sasaran
dalam penelitian maka perlu dibuat batasan masalah. Oleh karena itu penulis
membatasi permasalahan pada judul Suksesi Kepemimpinan dalam Pandangan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
2. Perumusan Masalah
Melihat judul skripsi tersebut maka penulis perlu membuat rumusan
masalah yang dianggap penting yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini.
Di antara rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana Kepemimpinan dalam Pandangan PKS?
2. Bagaimana Suksesi Kepemimpinan dalam Pandangan PKS?
3. Bagaimana Suksesi Kepemimpinan Nasional?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan pasti untuk mencapai suatu tujuan,
maksud, dan manfaatnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Kepemimpinan dalam pandangan
PKS (Partai Keadilan Sejahtera).
7
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan Suksesi Kepemimpinan dalam
Pandangan PKS (Partai Keadilan Sejahtera).
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan Suksesi Kepemimpinan secara
Nasional.
Salah satu hal terpenting di dalam kegiatan penelitian ini adalah mengenai
manfaat dari penelitian tersebut, adapun manfaat tersebut diantaranya:
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang Kepemimpinan.
2. Agar dapat dipahami dan dimengerti oleh khalayak umum terutama
civitas akademika bahwa terdapat beberapa macam gaya mengenai
Kepemimpinan.
3. Karya ilmiah ini diharapkan menjadi motivasi bagi masyarakat
Indonesia mengenai suksesi kepemimpinan, khususnya dalam
pandangan PKS (Partai Keadilan sejahtera) dan dalam perspektif Islam.
D. Review Studi Terdahulu
Sejumlah penelitian dengan bahasan tentang suksesi kepemimpinan yang
mengarah pada upaya formalisasi syari’at Islam telah dilakukan, baik yang
mengkaji secara spesifik topik tersebut maupun yang bersinggungan secara umum
dengan bahasan penelitian. Berikut ini merupakan paparan atas sebagian karya-
karya penelitian tersebut:
Buku pertama disunting oleh M. Imdadun Rahmat (2008) “Ideologi Politik
PKS: Dari Masjid ke Gedung Parlemen”. Buku ini menjelaskan tentang sebuah
8
gerakan Islam, PKS berbasis ideologi Ikhwanul Muslimin. PKS mengadopsi
hampir secara penuh pemikiran, ideologi, strategi gerakan (manhaj), agenda
perjuangan, dan sistem pendidikan (tarbiyah) dari Ikhwanul Muslimin.
Studi serupa dalam bentuk Tesis yang pernah ditulis oleh Imam Ibnu Hajar
(1999) yang berjudul: “Suksesi Dalam Pemerintahan Islam: Telaah Historis Atas
Sistem Peralihan Kekuasaan Pada Masa al-Khulafa’ al-Rasyidun”. Tesis ini
menjelaskan mengenai adanya proses musyawarah yang baik dalam setiap
pelaksanaan suksesi, terjaminnya rotasi kepemimpinan yang bukan atas dasar
hubungan darah yang memungkin suksesi mendapatkan pilihan terbaik dari para
calon, serta terwadahinya pilihan bebas umat dalam bai’at, kiranya menjadi
benang merah yang menjadi titik temu dari cara-cara peralihan kekuasaan pada
masa khalifah empat pertama, sehingga kaum muslimin dapat menerima cara-cara
itu semua dengan lapang dada, dan tentu implikasi langsungnya adalah bahwa
mereka semua dapat diterima oleh umat dengan suara bulat (ijma ‘al-ummah)
Adapun buku-buku yang berkaitan dengan Partai Keadilan Sejahtera
antara lain adalah karangan Ali Said Damatik yang berjudul Fenomena Partai
Keadilan Sejahtera; Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia.
Buku ini menjelaskan tentang kemiripan antara PKS dengan gerakan Ikhwanul
Muslimin.
Sedangkan skripsi yang terkait dengan Partai Keadilan Sejahtera adalah
karya Miftahuddin (S1, PPI, FUF, 2008) yang berjudul Pengaruh Ideologi
Ikhwanul Muslimin Terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ia menjelaskan
proses pengaruh ideologi Ikhwanul Muslimin terhadap Partai Keadilan Sejahtera
9
terjadi melalui proses transfer pemikiran yang dibawa oleh para sarjana-sarjana
dari timur tengah tahun 1980-an yang membentuk sebuah gerakan yang terkenal
dengan istilah “Tarbiyah”
Dalam beberapa buku dan tesis diatas, terdapat beberapa kesamaan
mengenai pembahasan–pembahasan yang sama dengan tujuan untuk mengetahui
konsep kepemimpinan. Dan dalam hal ini, jauh berbeda pada penelitian penulis
yang berjudul “SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)”.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Penelitian ini juga sering disebut non eksperimen, karena pada penelitian ini
penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan
metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar
variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan
teori yang memiliki validitas universal.8 Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan deskriptif analisis yaitu yang bertujuan untuk
menguraikan, mengembangkan atau menggambarkan suatu masalah berdasarkan
fakta-fakta yang ada untuk ditelaah sehingga dapat memperluas gambaran
mengenai kasus yang sedang diteliti. Oleh karena itu, berdasarkan metode yang
8 . Suharsimi, Arikuntor, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 1998), Cet. II, hal. 246.
10
sedang dipakai dalam penelitian ini dapat memperluas kesimpulan yang bersifat
kualitatif.9
2. Sumber Data
a) Data Primer
Teknik pengumpulan data primer yaitu berupa wawancara secara langsung
untuk mendapatkan informasi yang aktual kepada obyek yang akan dijadikan
permasalahan dalam pembahasan ini. Adapun yang dimaksud Wawancara adalah
percakapan antara penulis dengan seseorang yang berharap mendapat informasi
dari seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi langsung dari sumbernya.
Misalnya antara penulis dengan pimpinan Partai Keadilan Sosial (PKS).
b) Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder yaitu berupa studi dokumen
(dokumentasi), yang artinya pengumpulan data tersebut sering digunakan dalam
berbagai pengumpulan data. Dokumentasi dapat berbentuk dokumen publik atau
dokumen privat melalui buku-buku, makalah-makalah dan rekaman yang
berhubungan dengan judul yang peneliti angkat.
3. Teknik Analisis Data
Setelah pengumpulan data selesai, maka proses selanjutnya adalah
melakukan analisa data dengan menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu
menganalisis data deskriptif mengenai suksesi kepemimpinan dalam pandangan
9 Esti Ismawati, Metode Penelitian, (Surakarta: Pustaka Cakra, 2003), h. 7.
11
PKS. Kemudian mencari kesesuaian tahapan-tahapan mengenai proses suksesi
kepemimpinan PKS menurut Fiqh Siyasah.
Adapun metode penulisan dalam skripsi ini, penulis mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007, dengan menggunakan Ejaan Yang
Disempurnakan.
F. Sistematika penulisan
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok
penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata
urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai
berikut :
Bab I Pada Bab ini penulis akan membahas tentang Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Pada Bab ini penulis akan membahas tentang Tinjauan Umum
Mengenai Pengertian Suksesi Kepemimpinan dan Pola-pola
Suksesi yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Pemilu, Kudeta
dan People power.
Bab III Pada Bab ini penulis akan membahas tentang Profil dari Partai
Keadilan Sejahtera; Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), dan Pengaruh Ikhwanul Muslimin terhadap PKS, ada pun
konstituen PKS di Indonesia.
12
Bab IV Pada Bab ini penulis akan membahas tentang Suksesi
Kepemimpinan dalam Pandangan Partai Keadilan Sejahtera,
Suksesi Kepemimpinan di Partai Keadilan Sejahtera dalam
Perspektif Islam dan Demokratisasi Pemilihan Kepemimpinan
dalam Partai Keadilan Sejahtera.
Bab V Pada Bab ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan
kesimpulan dari bab-bab sebelumnya dan juga berisi saran-saran.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG SUKSESI DAN KEPEMIMPINAN
Adanya pergantian kepemimpinan dalam suatu negara, maka terdapat
istilah mengenai suksesi, yang biasa diartikan sebagai suatu proses perubahan
yang berlangsung atu arah secara teratur yang terjadi di dalam suatu negara dalam
jangka waktu tertentu hingga terbentuk negara baru yang berbeda dengan negara
semula. Secara gamblang, suksesi adalah pergantian kepemimpinan dari suatu
negara. Sedangkan seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai
wewenang untuk memerintah orang lain, yang di dalam pekerjaannya untuk
mencapai tujuan organisasi memerlukan bantuan orang lain.
A. Pengertian Suksesi Kepemimpinan
Istilah suksesi diambil dari kata bahasa Inggris succession, atau bahasa
Latin succeio, yang berarti penggantian, urutan, pewarisan.1 Dalam suatu
kehidupan bermasyarakat yang mengenal peradaban, membentuk suatu komunitas
yang di dalamnya terdapat pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan ini
sering menimbulkan sebuah permasalahan tersendiri terutama pada proses alih
kepemimpinan yang biasa dikenal dengan Suksesi Kepemimpinan. Titik kritis
dalam suksesi kepemimpinan ini diantaranya adalah bagaimana mendapatkan
seorang calon pemimpin yang sadar akan posisinya sebagai pemimpin yang
1 Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 553.,
Arieeff.S,(ed), Kamus Hukum Edisi Lengkap, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, tth), hal. 404., Peter.
14
memiliki makna bahwa pemimpin itu pelayan.2 Suksesi menjadi hal yang mutlak
dalam sebuah organisasi. Dewasa ini, suksesi hanyalah dimaknai sebagai ajang
perebutan kekuasaan saja. Padahal dibalik itu, tersirat makna akan kehadiran
setitik sinar yang akan membawa pada benderangnya lautan gulita. Langkah dan
sikap yang bijak diperlukan dengan tujuan mengkonstruk organisasi ke arah yang
lebih baik. Egoisitas hendaknya dikesampingkan demi kepentingan bersama.
Maka, mari kita senantiasa merajut kebersamaan dalam setiap nuansa, terkhusus
dalam setiap suksesi di organisasi dan lembaga manapun. Kebersamaan dan
kedamaian dinantikan oleh setiap khalayak dalam kelompok atau organisasi
tersebut.3
Suksesi yang biasa diartikan sebagai suatu proses perubahan yang
berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi didalam suatu negara dalam
jangka waktu tertentu hingga terbentuk negara baru yang berbeda dengan negara
semula. Secara gamblang, suksesi adalah penggantian kepemimpinan dari suatu
negara. Sangat natural hal ini terjadi di dalam sebuah negara, suksesi adalah
bentuk dari sebuah dinamika kepemimpinan. Perjalanan sebuah negara yang harus
memiliki pemimpin, namun bukan berarti sang pemimpin adalah sosok yang
abadi, sebab sesuai dengan Sunatullah, tidak ada yang abadi di dunia ini. Begitu
juga dengan kepemimpinan, tidak ada yang harus terus dipertahankan sampai
2 Artikel diakses pada tanggal 2 Maret 2011 pukul 10.30 wib dari
http://andreysubiantoro.viviti.com/entries/rekiblik/suksesi-kepemimpinan.
3 Artikel diakses pada tanggal 2 Maret 2011 pukul 11.00 wib dari.http://azheiv.blog.friendster.com/2008/07/suksesi-kelembagaan-menanti-pemimpin-merajut-kebersamaan/.
15
sang pemimpin menemui ajalnya, mungkin itu sebuah pemaksaan, dan pemaksaan
adalah hal yang sangat buruk buat siapa saja. Kecuali ditengah-tengah
kepemimpinannya terhenti karena Kuasa Illahi yaitu kematian dan ini tidak bisa
ditolak.
Persepsi sebuah suksesi selalu ditanggapi dengan sebuah kontroversi, hal
ini sangatlah wajar sebagai sebuah dinamika kehidupan yang selalu ada dua sisi
bertolak belakang. Ada yang menanggapi dengan dukungan dan sudah pasti ada
banyak yang menolak terjadinya suksesi ini, rasio nya bisa berat sebelah, tidak
seimbang. Sebuah suksesi yang memang benar-benar mendapat dukungan positip,
biasanya dikarenakan sang pemimpin sudah menemui ajal dan kondisi negara saat
beliau tinggalkan dalam keadaan yang sangat baik.
Tidak semua suksesi berakhir seperti itu, kebanyakan suksesi terjadi
dikarenakan ada sebuah sistem yang mengharuskan itu terjadi, seperti periode
jangka waktu kepemimpinan. Hal ini yang selalu menjadi sebuah polemik, ada
banyak pertentangan untuk suksesi yang sudah mencapai waktunya untuk
berakhir. Ada yang bisa menerima namun banyak pula yang menolaknya mentah-
mentah, biasanya ditunjukkan dengan ekspresi yang berlebihan bahkan sampai
kepada tindakan-tindakan anarkis. Ini yang tidak kita inginkan, siapapun anggota
negara itu harus bisa ber-apresiasi secara positip pada setiap sebuah suksesi yang
terjadi, pertentangan adalah suatu hal yang wajar, namun jangan sampai
menimbulkan hal-hal buruk yang bisa mengarah kepada sebuah provokasi yang
mengakibatkan proses suksesi itu terganggu. Maka haruslah bisa menerima
16
suksesi ini dengan lapang dada, meskipun ada semacam intrik-intrik yang
melandasi terjadinya suksesi itu. Jika merasa ada sebuah konspirasi yang menjadi
penyebab suksesi, terima itu semua dengan “legowo“, apapun komponen-
komponen suksesi itu yang diketahui tidak sesuai dengan keinginan kita. Itu
semua dinamika hidup, dinamika negara, dinamika kepemimpinan, jangan terlalu
khawatir dengan apa yang akan terjadi jika pemimpin itu diganti. Setiap individu
yang memimpin tentulah sudah cukup layak untuk menduduki kursi jabatan
kepemimpinannya.4
Jadi, apapun yang akan terjadi pada saat berlangsungnya suksesi
kepemimpinan, maka harus diterima apa adanya tanpa harus berbuat anarkis.
Proses suksesi kepemimpinana dalam suatu negara merupakan suatu hal yang
pasti terjadi yang tidak mungkin dapat dihindari.
B. Kepemimpinan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits
Kepemimpinan merupakan bagian terpenting dari organisasi lembaga
pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin
telah menjalankan tugasnya dalam mengolah organisasinya dengan baik maka
organisasi tersebut akan menjadi baik pula. Dalam Islam sendiri, kepemimpinan
mendapatkan porsi bahasan yang tidak sedikit. Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan
Hadits yang membincang akan pentingnya kepemimpinan dalam sebuah
komunitas. Beberapa istilah al-Quran yang terkait dengan kepemimpinan antara
4 Artikel diakses pada tanggal 3 Maret 2011 pukul 08.00 wib dari
http://hasmisusanto.web.id/?p=308.
17
lain, khalifah (khilafah), imam (imamah) dan uli al-Amri. Disamping itu
disebutkan juga prinsip-prinsip kepemimpinan, yang mana prinsip tersebut harus
dimilki oleh seorang pemimpin walaupun tidak secara totalitas.5
1. Prinsip – prinsip Kepemimpinan
Dalam Al-Qur’an prinsip-prinsip kepemimpinan antara lain; amanah, adil,
syura (musyawarah) dan amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an al- munkar.
a) Amanah
Dalam Kamus Kontemporer (al-Ashr) Amanah diartikan dengan kejujuran,
kepercayaan (hal dapat dipercaya).6 Amanah ini merupakan salah satu sifat wajib
bagi Rasul. Ada sebuah ungkapan “kekuasan adalah amanah, karena itu harus
dilaksanakan dengan penuh amanah”. Ungkapan ini menurut Said Agil Husin Al-
Munawwar, menyiratkan dua hal.
Pertama, apabila manusia berkuasa di muka bumi, menjadi khalifah, maka
kekuasaan yang diperoleh sebagai suatu pendelegasian kewenangan dari Allah
SWT. (delegation of authority) karena Allah sebagai sumber segala kekuasaan.
Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar amanah dari Allah
yang bersifat relative, yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Kedua,karena kekuasaan itu pada dasarnya amanah, maka pelaksanaannya pun
5 Artikel diakses pada tanggal 23 Mei 2011 pukul 13.30 wib dari
http://alumnigontor.blogspot.com/2008/04/teori-kepemimpinan-dalam-perspektif-al.html
6 Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yayasan Ali Maksum, Yogyakarta, tt, hal. 215
18
memerlukan amanah. Amanah dalam hal ini adalah sikap penuh
pertanggungjawaban, jujur dan memegang teguh prinsip. Amanah dalam arti ini
sebagai prinsip atau nilai.7
Mengenai Amanah ini Allah berfirman:
ا ع ن إ ن ض ر ا األ م ان ى الس ل ع ة م او ات و األ ر ض و اجل ال ب أ ف بـ ل م حي ن أ ني ن ه ش أ ا و ف ق ن م نـ ه ل مح ا و ه ا اإل ن س ان ه ن ، إ ك ل ظ ان و م ا ج ه ﴾٧٢: األحزاب﴿ ال و
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh".
Menurut Hamka, ayat tersebut bermaksud menggambarkan secara majaz
atau dengan ungkapan, betapa berat amanah itu, sehingga gunung-gunung, bumi
dan langitpun tidak bersedia memikulnya. Dalam tafsir ini dikatakan bahwa hanya
manusia yang mampu mengemban amanah, karena manusia diberi kemampuan itu
oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat dzalim, terhadap dirinya
sendiri, maupun orang lain serta bertindak bodoh, dengan mengkhianati amanah
itu.8
7 Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
Ciputat Press, Jakarta, 2002, hal. 200 8 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
Kunci, Paramadina, Jakarta, 2002, Cet. II, hal. 195
19
ن إ اهللا أ ي م ك ر ن أ م د ؤ تـ و ا األ م ان ات أ ىل إ ه ل ه ا و ذ إ ك ا ح ت م م بـ ن أ اس الن ني ك حت م ا و ال ب ع ل د ن ، إ اهللا م ع ن ك ظ ع ا ي م ب ه ن ، إ اهللا ك ان مس يـ ع ص ا ب يـ ﴾ ٥٨:النساء﴿ا ر
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu”. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. Dua ayat di atas jelas menunjukkan perintah Allah
mengenai harus dilaksanakannya sebuah amanah. Manusia dalam melaksanakan
amanah yang dikaitkan dengan tugas kepemimpinannya memerlukan dukungan
dari ilmu pengetahuan dan hidayah dari Allah. Hal ini dapat dilihat dalam firman
Allah “Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu”, pengajarannya bisa lewat hidayah yang merupakan anugrah dari
Allah, bisa juga melalui ilmu pengetahuan.
20
b) Adil
Kata Adil ini merupakan serapan dari bahasa arab ‘adl. Dalam Al-Qur’an
istilah adil menggunakan tiga term yaitu ‘adl, qisth dan haqq.9 Adapun ayat-ayat
yang berbicara mengenai keadilan antara lain:
ق أ ل م ر يب ر ال ب ق ط س أ ، و ق ي م و ا و ج و ك ه ع م ل ك د ن م س د ج ع اد و و ه خم ص ل ل ني ه الد ي ، ك ن م ك أ د ا ب م ـت ع د و و ﴾٢٩ :األعراف﴿ ن
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah):
"Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan
mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan
kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menyuruh orang menjalankan
keadailan. Secara konkret, yang disebut keadilan (qisth) itu adalah:
(a)mengkonsentrasikan perhatian dalam shalat kepada Allah dan
(b)mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.10
Dari uraian tersebut dapat ditarik kepada aspek kepemimpinan, yaitu
seorang pemimpin harus benar-benar ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan juga
orientasinya semata-mata karena Allah. Sehingga ketika dua hal tersebut sudah
tertanam maka akan melahirkan suatu tingkah laku yang baik.
9 M. Dawam Raharjo,. Op.Cit., hal 369 10 Ibid.., h.370
21
Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk
melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-
perintah-Nya. Ibnu Taimiyah mengungkapkan bahwa kebajikan seorang
pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari segi ibadah
adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah adalah
dengan menaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-Nya. Namun dalam hal itu
lebih disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai kedudukan dan
harta.
ل و ق يـ لم س ه و ي ل ع لى اهللا ل اهللا ص و س ا أن ر م ه نـ ع اهللا ي ض ر ر م ن ع اب ن عه ا يت ع ر ن ل ع و ئـ س م م لك ك اع و ر م لك ئإلك س م راع و ام ل ’م و ل الرج ه و يت ع ر ن ع
ت ي بـ ة يف يت اع أة ر ر الم ه و يت ع ر ن ل ع و ئـ س م و ه ه و ل أه اع يف ر ن ة ع ل و ئـ س م ا و ه ج و زال م اع يف ر م اد اخل ها و يت ع ر يت ع ر ن ل ع و ئـ س م و ه د ي س ن ل ع و ئـ س م اع و ر م لك ك ه و
ه يت ع .رArtinya :
Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah saw. Berkata : “Kalian adalah
pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin
dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah
pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya atas
kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dirumah suaminya, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.pelayan adalah pemimpin dalam
mengelolah harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang
kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
22
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis di atas adalah
bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi dirinya
sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki resiko yang harus
dipertanggungjawabkan. Setiap orang adalah pemimpin ketika ia harus
berhadapan untuk menciptakan solusi hidup dimana kemampuan, dan
kekuatannya dibatasi oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai
bagian dari komunitas.
قال ع أنه لم س ه و ي ل لى اهللا ع ص النيب ن ع ر م ن ع اب ن م ع ل س ء الم ر ى الم لا أ م ي ة ف الطاع و ع م الس ه ر ك و ب ال أن إح ة فال مسع ي ص ع م ر ن أم ة فا ي ص ع مب ر م ؤ ـي
ة ع ال طا .وArtinya :
Dari Ibn Umar r.a., dari Nabi Saw., sesungguhnya beliau bersabda :”Seorang
Muslim wajib mendengan dan taat terhadap perintah yang disukai maupun tidak
disukainya. Kecuali bila diperintahkan mengerjakan kemaksiatan, mka ia tidak
wajib mendengar dan taat.”
Secara kontekstual hadis diatas dapat diartikan dalam berbagai dimensi.
Dalam sebuah komunitas, masyarakat dan agama setiap manusia memiliki sistem
yang mengatur mereka. Maka wajar sebagian dari sistem tersebut untuk mematuhi
aturan-aturan yang berlaku. Namun ketaatan tersebut tidak serta merta menjadi
sikap yang selalu taklid terhadap pemimpin. Dalam Islam diajarkan tidak
diperbolehkan taat atau mematuhi pemimpin kecuali dalam batas-batas yang telah
23
dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an dan Hadits bahwa tidak wajib mematuhi
seorang pemimpin melainkan karena Allah.
C. Suksesi Kepemimpinan dalam Sejarah Islam
Dengan wafatnya Nabi maka berakhirnya situasi yang sangat unik dalam
sejarah Islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas
spiritual dan temporal (duniawi) yang berdasarkan kenabian dan bersumberkan
Wahyu Illahi. Dan situasi tersebut tidak akan terulang kembali, karena menurut
kepercayaan Islam, Nabi Muhammad adalah nabi dan utusan Tuhan yang terakhir.
Sementara itu beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa di antara
para sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin umat. Dalam Al-
Qur’an maupun Hadist Nabi tidak terdapat petunjuk tentang bagaimana cara
menentukan pemimpin umat atau kepala negara sepeninggal beliau nanti, selain
petunjuk yang sifatnya sangat umum agar umat Islam mencari penyelesaian dalam
masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama melalui musyawarah,
tanpa adanya pola yang baku tentang bagaimana musyawarah itu harus
diselenggarakan.11
Proses Pengangkatan Empat Al-Khulafa Al-Rasyidin
Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu
pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Nabi wafat dan sebelum
jenazah beliau dimakamkan.
11 Munawir, Syadzali. Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1999) h. 21
24
Pada pagi hari itu Umar bin Khattab mendengar berita bahwa kelompok
Anshar sedang melangsungkan pertemuan di Saqifah atau balai pertemuan Bani
Saidah, Madinah, untuk mengangkat Saad bin Ubadah, seorang tokoh Anshar dari
suku Khazraj, sebagai khalifah. Dalam keadaan gusar Umar cepat-cepat pergi ke
rumah kediaman Nabi dan menyuruh seseorang untuk menghubungi Abu Bakar,
yang berada dalam rumah, dan memintanya supaya keluar. Semula Abu Bakar
menolak dengan alasan sedang sibuk. Tetapi akhirnya dia keluar setelah
diberitahu bahwa telah terjadi satu peristiwa penting yang mengharuskan
kehadiran Abu Bakar. Abu bakar dan Umar segera pergi ke balai pertemuan Bani
Saidah. Di tengah jalan mereka bertemu dengan Abu Ubaidah bin Jarah, seorang
sahabat senior juga dari kelompok Muhajirin, dan diajaknya ikut.
Ketika tiga tokoh tersebut sampai dibalai pertemuan ternyata sudah datang
pula sejumlah orang Muhajirin, dan bahkan telah terjadi perdebatan sengit antara
kelompok Anshar dan kelompok Muhajirin. Umar hampir tidak dapat menguasai
diri, tetapi ketika beliau hendak mulai berbicara, dihentikan oleh Abu Bakar. Abu
Bakar dengan nada tenang mulai berbicara. Kepada kelompok Anshar beliau
mengingatkan, bukankah Nabi pernah bersabda bahwa kepemimpinan umat Islam
itu seyogyanya berada pada tangan suku Quraisy, dan bahwa hanya di bawah
pimpinan suku itulah akan terjamin keutuhan, keselamatan, dan kesejahteraan
bangsa Arab. Kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh Quraisy untuk dipilih
sebagai khalifah, Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarah. Orang-orang
Anshar tampaknya sangat terkesan oleh ucapan Abu Bakar itu, dan Umar tidak
menyia-nyiakan momentum yang sangat baik itu. Dia bangun dari tempat
25
duduknya dan menuju ke tempat Abu Bakar untuk berbaiat dan menyatakan
kesetiaannya kepada Abu Bakar sebagai khalifah, seraya menyatakan bahwa
bukanlah Abu Bakar yang selalu diminta oleh Nabi untuk menggantikan beliau
sebagai imam shalat bilamana Nabi sakit, dan bahwa Abu Bakar adalah sahabat
yang paling disayangi oleh Nabi.
Umar bin Khattab, berbada dengan pendahulunya, Abu Bakar,
mendapatkan kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam
suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau wasiat
oleh pendahulunya. Pada tahun ketiga sejak menjabat khalifah, Abu Bakar
mendadak jatuh sakit. Selama lima belas hari dia tidak pergi ke masjid, dan
meminta kepada Umar agar mewakilinya menjadi ima shalat. Makin hari sakit
Abu Bakar makin parah dan timbul perasaan padanya bahwa ajalnya sudah dekat.
Sementara itu kenangan tentang pertentangan di balai pertemuan Bani Saidah
masih segar dalam ingatannya. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk peganti
dan ajal segara dating, akan timbul pertentangan di kalangan umat Islam yang
dapat lebih hebat daripada ketika Nabi wafat dahulu. Bagi Abu Bakar orang yang
paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar bin Khattab. Maka dia
mulai mengadakan permusyawarahan tertutup dengan beberapa sahabat senior
yang kebetulan menengoknya di rumah. Di antara mereka adalah Abd al-Rahman
bin Auf dan Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin, serta Asid bin Khudair
dari kelompok Anshar. Pada dasarnya semua mendukung maksud Abu Bakar,
meskipun ada beberapa di antaranya yang menyampaikan catatan.
26
Sesuai dengan catatan tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab
dikukuhkan sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat umum dan terbuka di
Masjid Nabawi.
Utsman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses lain lagi,
tidak sama dengan Abu Bakar, tidak serupa pula dengan Umar. Dia dipilih oleh
sekelompok orang yang nama-namanya sudah ditentukan oleh Umar sebelum dia
wafat. Seperti telah kita baca dalam buku-buku sejarah, pada pertengahan tahun
ke-sebelas sejak Umar menjabat khalifah dia menderita luka-luka berat akibat
enam kali tikaman seorang Persia bernama Fairus, yang lebih terkenal dengan
panggilan dengan Abu Luluah. Waktu itu datanglah sejumlah tokoh masyarakat
memohon kepada Umar supaya segera menunjuk pengganti, karena mereka
khawatir bahwa akibat luka-lukanya itu Umar tidak akan hidup lebih lama lagi,
dan kalau sampai wafat tanpa terlebih dahulu menunjuk penggantinya,
dikhawatirkan akan terjadi pertentangan dan perpecahan di kalangan umat. Tetapi
Umar menolak memenuhi permintaan mereka dengan alasan bahwa orang-orang
yang menurut pendapatnya pantas ditunjuk sebagai pengganti sudah lebih dahulu
meninggal.
Akhirnya Umar menyerah, tetapi tidak secara langsung menunjuk
pengganti. Dia hanya menyebutkan enam sahabat senior, dan merekalah nanti
sepeninggalnya yang harus memilih seorang di antara mereka untuk menjadi
khalifah: Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Saad bin Abu Waqqash, Abd al-
Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah, serta Abdullah
27
bin Umar, putranya, tetapi “tanpa hak suara”. Menurut Umar, dasar pertimbangan
mengapa memilih enam orang tersebut, yang semuanya dari kelompok Muhajirin
atau Quraisy, karena mereka berenam itu dahulu dinyatakan oleh Nabi sebagai
calon-calon penghuni surga, dan bukan karena mereka masing-masing mewakili
kelompok atau suku tertentu.
Pesan Umar, sepeninggalnya nanti mereka berenam segera berunding dan
dalam waktu paling lama tiga hari sudah dapat memilih salah seorang di antara
mereka menjadi khalifah.
Setelah Umar wafat, lima dari enam orang tersebut segera bertemu untuk
merundingkan pengisian jabatan khalifah. Pada waktu itu Thalhah bin Ubaidillah
kebetulan tidak ada di Madinah. Sejak awal jalannya pertemuan itu sangat alot.
Abd al-Rahman bin Auf mencoba memperlancarnya dengan imbauan agar
sebaiknya di antara mereka dengan sukarela mengundurkan diri dan memberi
kesempatan kepada orang yang betul-betul paling memenuhi syarat untuk dipilh
sebagai khalifah. Tetapi imbauan itu tidak berhasil. Tidak ada satu pun yang
mengundurkan diri. Kemudian Abd al-Rahman sendiri menyatakan
mengundurkan diri, tetapi tidak ada seorang pun dari keempat orang lain yang
mengikutinya. Kemudian Abd al-Rahman memanggil Ali dan menanyakan
kepadanya, seandainya dia dipilih menjadi khalifah, sanggupkah dia
melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah Rasul, dan kebijaksanaan
dua khalifah sebelum dia. Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat
sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Abd al-Rahman berganti mengundang
28
Utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dengan tegas Utsman
menjawab: “Ya! Saya sanggup.” Berdasarkan jawaban itu Abd al-Rahman
menyatakan Utsman sebagai khalifah ketiga, dan segeralah dilaksanakan baiat.
Waktu itu usia Utsman tujuh puluh tahun. Dalam hubungan ini patut dikemukakan
bahwa Ali sangat kecewa atas cara yang dipakai oleh Abd al-Rahman tersebut dan
menuduhnya bahwa sejak semula sudah merencanakannya bersama Utsman,
sebab kalau Utsman yang menjadi khalifah, berarti pula kelompok Abd al-
Rahman bin Auf berkuasa.
Ali bin Abu Thalib, dua belas tahun kemudian, diangkat menjadi khalifah
yang keempat melalui pemilihan, yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna.
Setelah para pemberontak membunuh Utsman bin Affan, mereka mendesak Ali
agar bersedia diangkat menjadi khalifah.
Perlu kiranya dikemukakan bahwa terdapat perbedaan antara pemilihan
terdapat Ali dan pemilihan terdapat Abu Bakar dan Utsman. Dalam dua pemilihan
yang terdahulu meskipun mula-mula terdapat sejumlah orang yang menentang,
tetapi setelah calon-calon itu terpilih dan diputuskan menjadi khalifah, orang-
orang tersebut menerimanya dan ikut berbaiat serta menyatakan kesetiaannya,
termasuk Ali, baik terhadap Abu Bakar maupun terhadap Utsman. Lain halnya
dalam pemilihan terhadap Ali. Penetapannya sebagai khalifah ditolak antara lain
oleh Mu’awiyah bin Abu Sufyan, gubernur di Suria yang keluarga Utsman,
dengan alasan: pertama, Ali harus bertanggungjawabkan tentang terbunuhnya
Utsman; dan Kedua, berhubung wilayah Islam telah meluas dan timbul
29
komunitas-komunitas Islam di daerah-daerah baru itu, maka hak untuk
menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang
berada di Madinah.
Dengan wafatnya Ali bin Abu Thalib maka berakhirlah satu era, era Al-
Khulafa al-Rasyidin, dan berakhir pula tradisi pengisian jabatan kepala negara
melalui musyawarah. Mu’awiyah bin Abu Sufyan mendapatkan kedudukan
sebagai khalifah tidak melalui musyawarah lagi atau persetujuan dari tokoh-tokoh
masyarakat, tetapi lewat ketajaman pedang dan tipu muslihat. Kemudian
menjelang akhir hayatnyaia menunjuk Yazid, anaknya, sebagai calon
penggantinya nanti. Dan itula titik awal dari lahirnya sistem monarki atau
kerajaan, yaitu pengisian jabatan kepala negara yang ditentukan atas dasar
keturunan, dan dari situ pulalah dibangun dinasti Umawiyah.12
D. Pola-pola Suksesi Kepemimpinan
1. Suksesi Dinastik
Yang dimaksud dengan suksesi dinastik yaitu suksesi kepala negara yang
dilakukan dengan sistem penunjukan atau pewarisan. Tegasnya, Kepala Negara
itu mendapatkan kedudukannya berdasarkan warisan dari kepala negara yang
mendahuluinya.13 Jadi di dalam suksesi model ini, ada lembaga negara, yaitu
kedudukan kepala negara, yang dapat diwariskan. Adapun tentang siapa-siapa
12 Munawir, Syadzali. Islam dan Tata Negara, h. 21-28 13 Ibid.
30
yang berwenang mendapatkan warisan kepala negara ini, maka negara itu
sendirilah yang mengaturnya atau bahkan itu menjadi hak progratif sang raja
sendiri.
Suksesi politik semacam ini, akan baik dan cenderung tidak menimbulkan
kekacauan dan bahkan pemberontakan, apabila mengikuti pola garis keturunan
yang teratur, dengan pola-pola yang sudah baku dan diketahui oleh semua anggota
kerajaan. Sebagai contoh adalah suksesi pada kerajaan Inggris yang sangat teratur
dengan menyiapkan dan menunjuk “putra mahkota” semenjak dini dengan nomor-
nomor urut kebangsawan yang jelas. Namun apabila tidak mengikuti garis
keturunan yang teratur. Maka potensi konflik yang sangat besar akan muncul pada
negara tersebut. Contoh suksesi model ini banyak ditemukan pada kerajaan Islam
periode klasik dan pertengahan, dimana raja, ketika akan mendekati kematianya,
segera menunjuk siapapun dari anggota kerajaan yang diinginkannya, yang
biasanya adalah dipilih diantara anak-anaknya, semisal dinasti Ghazwani, Turki
Ustmani,14 dan lain sebagainya.
Khusus negara kerajaan konstitusional semacam Inggris, ia mempunyai dua
macam suksesi; suksesi untuk memilih Kepala Negara dan suksesi untuk memilih
Kepala pemerintah.15 pada suksesi yang pertama, maka Inggris mengikuti pola
suksesi dinastik. Tetapi pada suksesi yang kedua, Inggris menggunakan pola
pemilihan, yaitu dengan diadakannya pemilu. Di Inggris terdapat tiga partai
14 C.H. Dodd, “Suksesi Politik di Kerajaan Ottoman dan Turki Modern”, dalam Peter
Calverd, Proses Suksesi Politik, op, cit., h.65 15 Moh. Tolchah Mansoer, “Fungsi Eksekutif”, dalam Padmo Wahyono, Masalah
Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, op, cit., h.180
31
polotik; partai Konservatif, Buruh, dan Liberal. Ketua dari partai yang dominan
dalam majelis rendah (house of common) secara tradisional diangkat oleh Ratu
(Raja) untuk menjadi Perdana Menteri, dan bersama kabinetnyan menentukan
kebijaksanaan politik pemerintah.16 sistem ini juga terdapat di Jepang. Hanya saja
dengan partai yang lebih banyak (multi partai).
2. Pemilu
Suatu proses dimana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan disini beraneka ragam, mulai dari
presiden, wakil rakyat, diberbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa, pada
konteks yang lebih luas. Sistem pemilu yang digunakan di Indonesia adalah asas
langsung, umum, bebas, rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil).17
Adapun yang dimaksud dengan sistem pemilihan yaitu sistem
pengangkatan kepala negara dimana ia menduduki kedudukannya sebagai kepala
negara bukan berdasarkan pewarisan tetapi berdasarkan pemilihan. Siapapun
dapat menjadi kepala negara, asalkan mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku pada negara tersebut, dan mendapatkan
dukungan yang sesuai dengan harapan, sistem ini masih dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa macam, yaitu; sistem pemilihan langsung dan tidak langsung.
16 Redaksi Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedi Indonesia seri Geografi “Eropa”,
(Jakarta: P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1990), Cet, ke-1, h.98 17 Rumidan Rabi’ah, Lebih Dekat dengan Pemilu di Indonesia. (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2009), cet ke-1, h.46
32
Sistem pemilihan adalah pemilihan dimana semua warga negara yang
sudah mempunyai hak pilih, memilih calon kepala negara secara langsung, dan
tidak melalui perwakilan. Contoh model ini yaitu Amerika Serikat. Pola suksesi
yang digunakan pada negara ini adalah pemilihan langsung calon kepala negara
(Presiden) yang sudah dipilh dan disiapkan oleh partai-partai yang ada. Pada
suksesi model ini, kepala negara sudah dapat diketahui langsung setelah
penghitungan suara selesai.
Adapun pemilihan yang tidak langsung adalah pemilihan kepala negara
dimana warga negara yang sudah mempunyai hak pilih memilih wakil-wakil yang
di anggap dapat mewakili aspirasinya. Kemudian wakil-wakil inilah, yang
dianggap penjelmaan rakyat, yang akan menentukan dan memilih siapa kepala
negara yang akan diangkat. Dengan anggapan wakil-wakil rakyat adalah
penjelmaan rakyat seluruhnya, maka kepala negara yang dipilih juga dianggap
sebagai pilihan rakyat.18 Contoh suksesi model ini yaitu Indonesia. Pemilihan
Umum (Pemilu) merupakan salah satu wujud dari kedaulatan rakyat. Sebagai
perwujudan negara hukum dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Pemilu tersebut baik untuk pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD serta
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan menurut undang-undang.
Atas dasar itu, maka Presiden dan Wakil Presiden diplih secara langsung
oleh rakyat melalui pemilu. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu seperti
18 Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Tatanegara di Indonesia, Jakarta: Dian
Rakyat, 1983), cet ke-5, h. 63
33
dinyatakan pada pasal 6A UUD 1945 bahwa “Presiden dan Wakil Presiden
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat” dan “pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”19
3. Kudeta
Ketika memahami sebuah kudeta, ada dua peristiwa yang tampak nyata.
Pertama orang yang terdepak biasanya orang yang sudah tidak memiliki
pendukung, ditinggalkan kekuatan, dan tidak berkuasa melawan. Kedua orang
yang kemudian mengambil alih kekuasaan, pada umumnya didukung pada
kekuatan, loyalitas dan keberuntungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kudeta
hanya bisa dilakukan jika ada sejumlah dukungan dan kekuatan.20 Seperti
contohnya pada masa Presiden Soeharto yang dikudeta pada tahun 1998 karna
beliau sudah tidak memiliki kekuatan apa-apa dan tidak berkuasa untuk melawan
sejumlah elemen masyarakat di seluruh penjuru Indonesia yang kontra terhadap
dirinya dan menginginkan dirinya untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
Pada saat itu terjadi krisis moneter, demonsstrasi besar – besaran dan banyak terjadi
penjarahan atau anarkisme dimana-mana.
4. People power
Yang dimaksud dengan people power adalah suksesi yang dilakukan
dengan penggunaan kekuatan keamanan (fisik) untuk menegakkan kekuasaan
19 Hasyim Asy’ari, “Menghitung Hari Pemilu Presiden,” Suara Merdeka, 5 Juli 2004. 20 Arwan Tuti Artha, Kudeta Mei ’98 Perseteruan Habibie-Prabowo, (Yogyakarta:
Galangpress, 2007), h. 10-11
34
politik.21 Suksesi politik semacam ini bisa berbentuk revolusi (suatu cara
perebutan kekuasaan dengan menggunakan kekuatan seluruh rakyat), coup d’etat
(suatu cara perebutan kekuasaan dengan menggunakan kekuatan pemerintah lama
untuk menggulingkan dan kemudian menggantikannya) atau pronunciamiento
(suatu perebutan kekuasaan semacam coup d’etat, tetapi dengan menggunakan
kekuatan militer).22
Setelah dijelaskan di atas, maka dapat di ketahui bahwa terdapat pola-pola
suksesi kepemimpinan yang harus diketahui oleh hal layak umum agar tercapai
tujuan suksesi yang diinginkan dalam sebuah negara.
21 Peter Calvert, Proses Suksesi Politik, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993)., h. 249 22 Soehono, Ilmu Negara, op. cit., h. 207
35
BAB III
PROFIL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
Cikal-bakal Partai Keadilan Sejahtera lahir dari perjalanan panjang politik
Islam di Indonesia sejak masa awal kemerdekaan di Indonesia sampai dengan
mengganasnya kekuasaan Orde baru yang kemudian menjadi berantakan karena
perlawanan rakyat. Melalui kelompok–kelompok kecil lingkaran pengajian yang
biasa disebut halaqah tarbawiyah atau kegiatan mentoring yang digawangi
aktivis–aktivis masjid kampus, maka tokoh–tokoh PKS yang muncul hari ini
adalah mereka yang sudah terbina jauh sebelum PK dan kemudian berganti nama
menjadi PKS hadir sebagai salah satu peserta pemilu dalam wujudnya adalah
partai politik. Bagi komunitas PKS, hubungan antara Islam dengan negara dalam
lembaran sejarah bangsa hampir selalu diwarnai saling mencurigai bahkan sering
terjadi permusuhan, sehingga kesadaran aktivis–aktivis ini sebagai bagian dari
mayoritas masyarakat muslim di Indonesia terpanggil melakukan perubahan
melalui partai politik, terutama mengadvokasi umat Islam yang senantiasa
terpinggirkan sejak masa orde lama dan orde baru kepentingan – kepentingannya.
A. Sejarah berdirinya Partai Keadilan Sejahtera
Partai Keadilan Sejahtera yang disingkat menjadi PK Sejahtera merupakan
partai berdasarkan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan dakwah
36
Islam semenjak awal tahun delapan puluhan. Partai ini menjunjung tinggi
perlindungan, pemenuhan dan penega32kan Hak Asasi Manusia (HAM).33
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelumnya bernama Partai Keadilan
(PK), adalah sebuah partai politik berbasis Islam di Indonesia. PKS didirikan di
Jakarta pada 20 April 2002 (9 Jumadil 'Ula 1423 H) dan merupakan kelanjutan
dari Partai Keadilan (PK). Partai Keadilan (PK) didirikan di Jakarta pada 20 Juli
1998 (26 Rabi'ul Awwal 1419 H) dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid
Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Adapun Presiden (ketua) partai ini adalah
Nurmahmudi Isma'il.34
Lahirnya sebuah gerakan dakwah kampus merupakan cikal bakal dari
kemunculan kader-kader Partai Keadilan di era reformasi yang berawal dari
munculnya kelompok anak muda yang memiliki semangat tinggi dalam
mempelajari dan mengamalkan Islam, sebagai respon dari tekanan politik yang
dilakukan oleh pemerintah orde baru, ketika itu terhadap umat Islam dan juga
adanya ruang publik yang relatif lapang yang bernama masjid atau mushola
kampus, tempat dimana idealisme kaum muda Islam itu mengalami persemaian
ideal secara tepat. Mereka terlembagakan dalam lingkungan usrah-usrah35 yang
akrab dengan pemikiran Ikhwanul Muslimin. Orientasi ke-ikhwanul muslimin-an
32
33 Daniel Dhakidae, Ph. D, Parta-partai Politik Indonesia Ideologi dan program 2004-2009, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301
34 Artikel Republika 10 Agustus 1998, h. 3 35 Usrah adalah istilah dalam Bahasa Arab yang artinya “keluarga”, merupakan bentuk
gerakan keagamaan yang dikembangkan oleh para aktivis mahasiswa Islam di masjid Salman ITB dan kemudian dikenal di kalangan aktivis muda islam pada akhir 70 an dan awal 80 an.
37
inilah yang menjadi pintu masuk bagi alumni Timur Tengah sebagai narasumber
atau penterjemah gagasan-gagasan Islam Timur Tengah di Indonesia, mereka
terlibat dalam kegiatan dakwah kampus. Kenyataan bahwa Timur Tengah
merupakan wilayah yang memiliki keterikatan erat dengan Indonesia adalah
sesuatu yang tidak bisa dibantah dan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
agama dan politik, di mana sejak lama Timur Tengah telah memberikan
kontribusi pemikiran dan gerakan dalam dinamika keagamaan dan politik di
Indonesia.
Pada era sebelum kemerdekaan, bermunculan setelah itu pendirinya
berinteraksi dengan pemikiran dan gerakan Islam di Arab Saudi maupun Mesir
contohnya, Muhammadiyah. PKS yang terinspirasi oleh gerakan Ikhwanul
Muslimin di Mesir, gerakan tarbiyah yang merupakan tulang punggung dan
pendukung utama partai ini mencoba untuk memformulakan ajaran-ajaran Islam
dengan kehidupan sehari-sehari.36
Namun bayang-bayang Ikhwanul Muslimin dalam diri partai ini membuat
banyak pengamat Islam dan politik menganggap PKS tidak ada bedanya dengan
kelompok-kelompok fundamentalis saat ini, karena mengingat Ikhwanul
Muslimin dalam persepsi mereka adalah organisasi fundamentalis terlarang di
Mesir yang dianggap ancaman bagi kelangsungan pemerintah yang berkuasa
apabila dilihat dari sisi politik.
36 Yon Machmudi. Partai Keadilan Sejahtera; Wajah Baru Islam Politik Indonesia,
(Bandung: Harakatun€a. 2005) h. 59
38
Momen keterbukaan politik yang diawali sejak dekade 1990-an telah
menjadikan model dakwah tarbiyah ini semakin luas. Keterbukaan politik yang
diawali pemerintahan ini, ditambah dengan kecenderungan mengakomodasi
kepentingan umat Islam telah membawa angin segar bagi dakwah-dakwah di
kampus. Bagi gerakan tarbiyah, era keterbukaan ini membawa berkah yang luar
biasa untuk ekspansi gerakan-gerakan kampus. Usaha-usaha untuk kembali
berpartisipasi dalam dinamika politik dan sosial Indonesia semakin terbuka.
Akitivitas-aktivitas gerakan ini mulai meluaskan sayapnya. Kesempatan untuk
partisipasi langsung dalam kancah politik nasional menjadi terbuka setelah rezim
yang berkuasa selama 32 tahun mengalami kehancuran.37
Partai Keadilan didirikan dengan sebuah keputusan yang diambil
berdasarkan survey yang dilakukan kepada para aktivis gerakan dakwah di
seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Inti pertanyaan yang diajukan dalam jajak
pendapat tersebut adalah bentuk apa yang ditampilkan untuk muncul ketengah
publik pada era reformasi, apakah bentuk organisasi atau organisasi politik, atau
tetap mempertahankan penampilan yang selama ini digunakan yaitu dalam bentuk
yayasan atau lembaga-lembaga dakwah.38
Nur Mahmudi Isma’il (Presiden PK pertama), menyebut akar histories dari
ideologis Partai Keadilan sangatlah panjang.39 Karena itu sangat sulit untuk
37 Yon Machmudi. Partai Keadilan Sejahtera ….., h. 69 38Ali Said Damanik. Fenomena Partai keadilan: Transformasi 20 tahun Gerakan
Tarbiyah di Indonesia. h. 228 39 Republika 10 Agustus 1998, h.3. Sementara dalam Majalah Tempo. Edisi 18 Januari
1999, h.58. Nur Mahmudi menyebutkan akar histories itu hampir selama 20 tahun
39
mengelompokkan mereka ke dalam genre politik tertentu, karena dalam
sejarahnya pada level yang nyaris tidak bersentuhan dengan kekuatan politik
manapun.40
Dalam perkembangan selanjutnya, PK mulai melibatkan diri dalam ajang
pemilihan umum untuk kali pertama pada tahun 1999. Namun pencapaian pada
pemilu tahun 1999, tidak memungkinkan bagi sustainibilitas parati ini. Ketentuan
electoral threshold mengharuskan sebuah partai melewati perolehan 2 % jika
ingin mengikuti pemilu berikutnya. Berdasarkan undang-undang Pemilu 1999,
Bab VII, pasal 39 mengenai syarat keikutsertaan dalam Pemilu, Parati Keadilan
tidak diperbolehkan mengikuti pemilihan umum tahun 2004, kecuali PK mau
bergabung dengan partai lainnya, atau mendirikan partai politik baru.41
Pada tahun 2001 diadakanlah rapat pleno untuk mencari cara lain agar
dakwah melalui jalur politik bisa berjalan. Rapat menghasilkan kesepakatan untuk
membuat partai politik baru yang simbolnya tak jauh berbeda dengan partai
keadilan. Perumusan mengenai pembentukan partai baru ini diserahkan pada
sebuah tim yang dipimpin oleh Muzammil Yusuf.42
40 Menurut Fahri Hamzah, salah seorang deklator PK, para pengurus PK merupakan
personel baru yang selama ini tidak pernah tampil baik di masa Orde Baru maupun Orde Lama “Para pengurus PK murni orang-orang baru, yaitu dari kelompok muda yang akar historisnya memang bisa dicarikan. Meraka itu sebelumnya tidak ada yang ikut Golkar, PPP, maupun PDI, apalagi PKI” (Republika. 10 Agustus 1998) h. 3
41 Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Teraju, 2004), h. 289
42 Ibid
40
Akhirnya pada tanggal 20 April 2002, PKS resmi berdiri sebagai langkah
strategis dalam menjawab hambatan menyangkut electoral threshold. Dengan
demikian maka visi dan misi partai tidak bergeser dari khittah PK dan kalaupun
ada perbedaan hanya dalam bentuk redaksional dan teknisi semata. Atas dasar
kesamaan visi dan misi tersebut, musyawarah Majelis Syuro partai keadilan ke-
XIII yang berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, pada 17 April 2003, memutuskan
Partai Keadilan untuk mengubahnya dengan nama Partai Keadilan Sejahtera.43
Sejatinya perubahan PK ke PKS hanyalah semata-mata perubahan nama
untuk menyiasati agar bisa mengikuti Pemilu 2004. Oleh karena itu, suprastruktur
(ideologi, pemikiran dan konsep-konsep partai), maupun infrastruktur PKS (baik
berupa jaringan kader, kepengurusan hingga asset-aset partai) adalah pelimpahan
dari Partai Keadilan.44
PKS percaya bahwa jawaban untuk melahirkan Indonesia yang lebih baik
di masa depan adalah dengan mempersiapkan kader-kader yang berkualitas baik
secara moral, intelektual, dan professional. Karena itu, PKS sangat peduli dengan
perbaikan-perbaikan kearah terwujudnya Indonesia yang adil dan sejahtera.
Kepedulian inilah yang menapaki setiap jejak langkah dan aktivitas partai,
dari sebuah entitas yang belum dikenal sama sekali dalam jagat perpolitikan
43 Ibid., h. 291-292 44 M. Rahmat Imadadun. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen, (Yogyakarta: Lkis, 2008), h. 38-39
41
Indonesia hingga dikenal dan eksis sampai saat ini, sebagai partai yang
menduduki peringkat enam dalam Pemilu 2004 lalu.45
Oleh karena itu untuk mencapai peringkat tiga besar dalam Pemilu yang
akan datang maka diperlukan kader-kader yang berkualitas secara moral,
intelektual, dan professional serta dengan adanya dukungan antar pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya demi menunjang kesuksesan bersama.
B. Pengaruh Ikhwanul Muslimin Terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Ke-universal-an ajaran Islam yang diyakini oleh para pendiri dan
pendukung PKS menjadikan PKS sebagai salah satu partai Islam di Indonesia
yang mempunyai ideologi yang khas (berbeda) dengan partai Islam lainnya yang
ada di Indonesia. Keyakinan tersebut justru menjadikan PKS dikatakan sangat
mirip dengan pergerakan Islam lainnya di dunia, terutama Ikhwanul Muslimin.
Sampai seorang pemikir Ikhwan kontemporer Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi
mengindentikkan PKS sebagai kepanjangan tangan dari Ikhwanul Muslimin. H.
Anis Matta, Lc (saat menjabat sebagai Sekjen PK) tidak menampik pengaruh
Ikhwanul Muslimin, tapi ia menegaskan, bahwa pengaruhnya hanya sebatas
pemikiran dan wacana saja.46
PKS merupakan partai yang menjadikan Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai
acuan utama dalam gerakan politiknya. Partai ini banyak mengadopsi pemikiran
45 Dikutip dari www.pk-sejahtera.or.id/organisasi.php.op=struktur pada tanggal 10
Maret 2011 pukul 10.30 wib. 46 Nandang Burhanudin, Penegakan Syariat Islam Menurut PKS, (Jakarta: Al-Jannah
Pustaka, 2004). h. 98
42
IM, baik dalam ideologi politik, manhaj dakwah, maupun pemahaman
keislamannya. Oleh karena itu, banyak kader PKS yang menyebut partainya
sebagai “anak ideologis” IM. Para aktivis PKS dengan penuh kesadaran menyebut
diri mereka sebagai kader Ikhwanul Muslimin. Di kalangan kader Tarbiyah, PKS
didaku sebagai IM-nya Indonesia. bahkan, PKS ditengarai pernah merencanakan
menjadikan Indonesia sebagai sentrum perjuangan Ikhwanul Muslimin
internasional.
Itulah sebabnya PKS memiliki hubungan yang deket dengan berbagai
kelompok di Timur Tengah, baik ormas maupun partai politik yang menjadikan
IM sebagai acuan ideologinya.
Produk-produk tertulis resmi IM, baik Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, produk-produk Munas IM, maupun risalah-risalah Syaikh Hasan Al-
Banna.47 serta pemikiran para tokoh IM yang lain banyak dipelajari oleh kader
PKS, dan sangat berpengaruh pada pembentukan pandangan-pandangan politik
maupun keagamaan mereka. Banyak unsur-unsur dasar pemikiran IM yang
diadopsi menjadi bangunan pemikiran yang membentuk jati diri PKS. Ini tidak
mengherankan karena pengaruh IM terhadap kader PKS terjadi sejak awal
terbinanya gerakan dakwah kampus era 1970-an sebagai embrio PKS.
47 Risalah-risalah ini merupakan tulisan maupun pidato pendiri Ikwanul Muslimin yang
dipublikasikan melalui media-media IM maupun buku. Risalah-risalah ini banyak dikutip dan dijadikan tonggak bangunan pemikiran para tokoh PKS. Risalah-risalah tersebut, antara lain: “Aqidah Kami”, “Dakwah Kami”, “Kemana Kita Membawa umat”, “Untukmu Para Pemuda”, “Ikhwanul Muslimin di Bawah Bendera Al-Qur’an”, “Program Pendidikan”, “Pengarahan”, “Problema Kita di Bawah Sorotan Hukum Islam”, “Antara Kemarin dan Hari Ini”, “Agama dan Polotik”, dan “Menuju Cahaya”. Lebih jauh tentang isi risala-risalah tersebut bisa dilihat dalam Ali Abdul Halim Mahmud, Ikhwanul Muslimin: Konsep Gerakan Terpadu Jilid I, (Jakarta, Gema Insani Press: 1997), h. 363-400.
43
Selanjtunya, bentuk-bentuk keorganisasian IM juga mengilhami bentuk-
bentuk organisasi yang dipakai PKS. Pemikiran IM juga sangat mempengaruhi
keputusan-keputusan resmi partai ini, di samping juga sangat mewarnai materi,
model, serta pola-pola pendidikan dan pengkaderan di PKS. Hasilnya, pemikiran-
pemikiran IM menjadi acuan utama, baik secara resmi oleh partai maupun para
kadernya.48
Pengaruh IM terhadap PKS sangatlah besar, semua itu dikarenakan IM
merupakan acuan utama bagi PKS terutama dalam hal gerakan politik. Partai
Keadilan Sejahtera banyak mengadopsi pemikiran IM, baik dalam ideologi,
manhaj dakwah, maupun pemahaman ke-Islamannya. Oleh karena itu, banyak
kader PKS yang menyebut partainya sebagai cabang dari IM itu sendiri.
1) Konsep Pembinaan dan Pengkaderan
Sebagaimana diuraikan di atas, pengaruh IM dalam pembentukan ideologi
PKS sangatlah besar. Mendalamnya pengaruh IM dalam bangunan pemikiran
politik PKS ini dapat dimengerti karena pemikiran-pemikiran IM telah semai
semenjak awal masa-masa embrional partai ini. Untuk melihat proses bagaimana
persemaian pemikiran-pemikiran IM dalam tubuh PKS ini terjadi, kita perlu
melihat kembali perjalanan LDK (Lembaga Dakwah Kampus) dan gerakan
tarbiyah sebagai embrio dari PKS, serta bagaimana pengaruh IM dalam fase LDK
maupun fase tarbiyah.
48 Fathi Yakan, Revolusi Hasan al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin dari Sayyid
Quthb Sampai Rasyid Al-Ghannusyi, (Bandung: Penerbit Harakah, 2002), h.12-13
44
Menurut penelitian Mahfudz Siddiq (anggota DPR RI dari PKS),
munculnya LDK bukanlah semata hasil dari dinamika internal dakwah di
Indonesia, melainkan ada pengaruh dari dinamika eksternal dakwah di tingkat
dunia, khususnya dari unsur-unsur gerakan Islam. Mahfudz menyimpulkan bahwa
pola aktivitas dakwah dan konsep pemikiran Islam yang dikembangkan oleh
Masjid Salman ITB (yang merupakan cikal bakal LDK) bersinggungan dengan
pola dakwah dan pemikiran IM.
Persinggungan tersebut antara lain terkait dengan sistem usrah dan konsep
Islam kaffah. Garakan usrah yang dikembangkan dari Masjid Salma ITB ini
memiliki persamaan dengan konsep tarbiyah yang dimiliki gerakan IM di Mesir.
Masjid Salman mengadopsi konsep usrah setelah sebelumnya terjadi interaksi
pemikiran dengan pemikiran gerakan IM melalui buku-buku yang tulis para
pemimpinnya.49
Beberapa prinsip pemikiran IM yang disosialisasikan dalam LDK. Antara
lain: Islam merupakan ajaran yang bersifat sempurna, yang tidak memisahkan satu
aspek dengan aspek yang lainnya. Islam tidak dilihat dari perspektif yang
memisahkan antara yang sakral dan yang profan, yang transenden dan yang
temporal.50
Secara umum, ideologi IM dibangun berdasarkan premis awal bahwa
Islam merupakan agama yang syumul (lengkap), yang meliputi segala segi
49 Mahfudz Siddiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi, (Solo: Era Intermedia, 2003), h. 78
50 Abdul Azis, (ed.), Gerakan Kontemporer Islam Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1989), h. 217
45
kehidupan. Ajaran-ajaran Islam tidak hanya mengatur ibadat ritual dan urusan-
urusan privat semata, tetapi ia juga mengatur kehidupan publik umat Islam,
utamanya urusan politik. Umat Islam berkewajiban menegakkan Islam secara
menyeluruh, tidak setengah-setengah. Oleh karena itu, seluruh ajaran Islam
menyangkut segenap bidang kehidupan harus dilaksanakan. Dengan demikian,
Al-Qur’an dan as-Sunnah harus dijadikan landasan bagi setiap aktivitas hidup,
baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Dengan demikian, Islam mesti
mewarnai seluruh bangunan sistem hidup umat Islam sehingga, bagi IM, dakwah
Islam harus menjangkau seluruh aspek kehidupan dan tidak boleh meninggalkan
satu aspek pun.51
Pengaruh Ikhwanul Muslimin dalam konsep pengkaderan dan pembinaan
PKS, dikarenakan PKS terlahir dari gerakan dakwah kampus yang merupakan
cikal bakal kemunculan kader-kader Partai Keadilan Sejahtera. Anggota dalam
partai PKS ini mayoritas beranggotakan anak muda yang memiliki semangat
tinggi dalam mempelajari dan mengamalkan Islam, sebagai respon dari tekanan
politik yang dilakukan pemerintah Orde baru ketika itu terhadap umat Islam, dan
dengan adanya ruang publik yang relatif lapang yang kita kenal masjid atau
mushollah kampus, dimana idealisme kaum muda Islam mengalami persemaian
ideal secara tepat.
51 M. Rahmat Imadadun . Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen, (Yogyakarta: Lkis, 2008), h. 104
46
2) Ideologi Ikhwanul Muslimin
Dalam konteks Partai Keadilan, pengaruh IM sangat kental dalam filosofi
sebagai verstehen partai yang digunakan untuk memahami kenyataan Indonesia
pada era kekuasaan otoriter. Dari sini lalu lahir dua nomenklatur yang menandai
filosofi PK, yaitu “Jati Diri” Partai dan “Manifesto” Partai. Berdasarkan
nomenklatur tersebut, kian jelas bahwa filosofi PK dibentuk berdasarkan konsepsi
Tarbiyah, pemaknaan terhadap syari’at Islam, konsepsi negara Islam, serta
konsepsi tentang khilafah.
Dalam landasan filosofis terdapat pencegahan bahwa Islam merupakan
kaca mata pandang untuk memahami realitas politik maupun untuk membangun
strategi-strategi perjuangan politik. Partai ini hendak membuktikan kebenaran
sebuah aksioma dalam dunia politik bahwa Islam merupakan agama universal
yang mencakup seluruh aspek kehidupan dengan berbagai dimensinya yang
kompleks.52
Islam dalam konsepsi para aktivis PK tergambar dalam statemen berikut:
“Islam adalah sistem hidup yang universal, mencakup seluruh aspek kehidupan.
Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan,
rahmat dan keadilan, kebudayaan dan perundang-undangan, ilmu dan peradilan,
materi dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara dan
fikrah, aqidah yang lurus dan ibadah yang benar”. Keuniversalan itu sebagai inti
dan pokok-pokok ajaran Islam yang bernilai perintah kepada kaum muslimin
52 Ibid h. 113
47
untuk diterapkan secara utuh. Islam adalah suatu tata hidup yang meliputi agama,
politik, negara, dan masyarakat.53
Pemahaman PK terhadap Islam sama persis dengan apa yang disampaikan
Hasan al-Banna tentang Islam. Menurut Aay Muhammad Furqan, secara eksplisit
apa yang dipahami PK dan tertulis dalam filosofinya begitu artikulatif mengutip
statemen Hasan al-Banna: “Islam adalah akidah dan ibadah, negara dan
kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan, moral dan materiil, peradaban dan
perundang-perundangan”. Menurut Aay Muhammad Furqan, statemen ini kian
menguatkan citra PK sebagai “kembar siam” Ikhwanul Muslimin”.54
Sejak awal berdirinya, partai jaringan dakwah kampus ini telah
mendeklarasikan dirinya sebagai partai Islam. Lebih dari itu, partai ini
mencanangkan sebagai partai dakwah, yakni partai yang mendedikasikan dirinya
untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada semua orang dan merealisasikan
ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan. Dengan kata lain, PK lahir untuk
memperjuangkan kepentingan dan kejayaan Islam.
Hal yang sama terjadi ketika PK berubah menjadi PKS pada 2002. PKS
merupakan kontinuitas ideologi, pemikiran, serta manhaj perjuangan PK. Bahkan,
ketika telah menjadi PKS, tampak terjadi penguatan ideologi dan agenda Islamis
yang lebih nyata dan artikulatif. Dalam konteks pergeseran ini, PKS menjadi
semakin dekat dengan IM, baik dari sisi ideologi, pemikiran, maupun langkah-
53 Ibid h. 113 54 Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik
Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer, h.184-185
48
langkah politik yang ditempuhnya. Kentalnya persinggungan PKS dengan IM ini
terlihat pada keterusterangan PKS dalam menerapkan ideologi Islam dan
memperjuangkan berlakunya sistem sosial Islam, sistem politik Islam, dan
penerapan syari’at Islam sebagai hukum formal negara.
Dalam Anggaran Dasar disebutkan bahwa PKS adalah partai berasaskan
Islam. Partai ini bertujuan untuk mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 dan mewujudkan
masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhai Allah dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan sasaran perjuangan PKS adalah
mewujudkan masyarakat yang mandiri, bermartabat, bertanggung jawab, peduli,
sejahtera, dan bahagia, serta mewujudkan pemerintahan yang jujur, bersih,
transparan, berwibawa, dan bertanggung jawab.
Dalam rumusan visi umumnya, partai ini menyebutkan: “PKS sebagai
partai dakwah penegak keadlian dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan umat
dan bangsa”. Visi umum ini dijabarkan lagi dalam visi khusus, yakni: “Menjadi
partai berpengaruh, baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam
mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani”. Visi umum dan khusus PKS ini
diorientasikan pada terwujudnya PKS sebagai:
1. Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses
pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.
49
3. Kekuatan yang memelopori dan menggalang kerja sama dengan berbagai
kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang
rahmatan lil ‘alamin.
4. Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia.55
Selain sebagai partai dakwah, PKS juga menjadikan Islam sebagai
ideologinya. Bangunan ideologi PKS berpijak pada prinsip utama bahwa Islam
merupakan konsep yang utuh dan sempurna yang mengatur seluruh aspek
kehidupan. Islam diwahyukan sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengelola
hidup dan kehidupan. Adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk mewujudkan
tata hidup sesuai dengan ajaran Islam. Di sini, Islam dipahami sebagai agama (ad-
din), yakni sebuah tuntunan hidup dalam penghambaan dan penyerahan diri
kepada Allah SWT., dan sekaligus negara (ad-daulah), yakni tata aturan
mengelola kehidupan dalam konteks kekuasaan. Oleh karena itu, ideologi sekular
yang memisahkan antara agama dengan pengaturan kehidupan bersama tidak bisa
diterima. Agama tidak bisa hanya menjadi aturan dalam domain privat, tetapi juga
harus merambah ke domain publik.
Dalam dasar pemikiran Kebijakan Dasar PKS termaktub bahwa “Islam
adalah sistem integral yang mampu membimbing umat manusia menuju
kesejahteraan lahir dan batin, duniawi dan ukhrawi. Kesejahteraan tersebut hanya
dapat diwujudkan melalui dua kemenangan, yaitu kemenangan pribadi (futuh
khashah) dan kemenangan politik (futuh amah). Kemenangan pribadi diraih
55 M. Rahmat Imadadun. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen, h. 114-115
50
dengan ketaqwaan yang bersifat individu, sedangkan kemenangan politik diraih
dengan ketaqwaan kolektif. Dakwah yang sistemik dan terus-menerus adalah satu-
satunya jalan menuju dua kemenangan tersebut.
Oleh karena itu, PKS memahami Islam sebagai aturan yang mengikat
dalam hal ubudiyyah (peribadatan), mu’amalah (interaksi antarmanusia) dan
siyasah (politik kenegaraan). Dengan demikian, sistem ritual, kemasyarakatan,
dan negara harus diatur dengan ketentuan Islam. Adalah sebuah keharusan bagi
setiap muslim untuk berjuang menegakkan kehidupan yang Islami dan
menerapkan syari’at Islam sebagai hukum publik, termasuk mendirikan negara
Islam.56
Hal ini bisa kita pahami dengan dua cara pandang; pertama, kelahiran PK
berbarengan dengan masa bergolaknya reformasi sehingga semangat berpatisipasi
dalam proses perubahan bangsa ini sangat kuat. Hal ini dimungkinkan karena
peran-peran para aktivis muda dalam pembentukan serta perumusan jati diri partai
masih cukup dominan. Sementara itu, perubahan menjadi PKS merupakan buah
dari “kekalahan” dalam kancah persaingan politik dalam pemilu 1999. Ini
menyebabkan PKS terstimulasi untuk mengurangi komitmennya terhadap agenda
kebangsaan dan bergeser ke arah menguatnya agenda Islam. Bersamaan dengan
itu, terlihat ada konsolidasi kekuatan para aktivis PKS yang berlatar belakang
Timur Tengah dan kader-kader LDK generasi awal. Kedua, pergeseran ini
56 Dalam pernyataan resmi PK/PKS tidak pernah disebut secara verbal tujuan mendirikan
“Negara Islam”. Akan tetapi dalam berbagai tulisan kader-kader dan tokoh-tokoh PK/PKS, tujuan terwujudnya negara Islam sangat mudah dijumpai. Demikian juga dalam forum-forum pengkaderan.
51
merupakan implementasi strategi tadarruj (pentahapan perjuangan) dan penerapan
taktik sirriyah (gerakan bawah tanah) dan jahriyyah (gerakan terbuka) yang
dipakai oleh kalangan PKS. Strategi dan taktik di atas menuntut para kader PKS
untuk bertindak hati-hati dan penuh perhitungan terkait dengan kalkulasi besar-
kecilnya hambatan dan dukungan. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa cita-cita
politik PKS berbenturan dengan mainstream kekuatan politik yang menghendaki
dipertahanankannya Indonesia sebagai negara kebangsaan, para kader PKS
menerapkan strategi dan taktik di atas dengan sungguh-sungguh. Kegagalan dan
sejarah kelam keuatan politik Islamis di masa lalu menjadi pelajaran berharga bagi
para kader PKS. Oleh karena itu, partai ini tidak hendak buru-buru menyuarakan
secara terang-terangan agenda ideologisnya, seperti formalisasi syari’at Islam,
agenda negara Islam, dan khilafah.
Melihat hal di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa PKS tidak mencoba
mengadaptasi atau mengubah ideologi IM dengan menyesuaikannya dengan
konteks realitas kebangsaan Indonesia yang menganut pancasila. Ideologi Islam
ala IM tetap dijadikan acuan sepenuhnya. Penyesuaian dan adaptasi hanya
dilakukan pada aplikasi atau penerapannya, bukan kandungan ideologinya.
Konstitensi pada ideologi Islam ini terlihat pula dari tidak disebutnya kata
“Pancasila” dalam dokumen PKS.57
Namun kenyataannya saat ini, PKS dalam jargon politik terkininya
mengusung ide sebagai partai Islam yang terbuka, ini juga dibuktikan dengan
masuknya orang – orang non – Muslim dalam struktur dibeberapa daerah yang
57 M. Rahmat Imadadun., h. 123-124
52
Muslimnya minoritas, sehingga kenyataannya bahwa sat ini PKS tidak lagi
menjadi partai yang men – thagutkan pancasila, tetapi PKS ikut mengadopsi nilai
pancasila sebagai buah dari reformasi berbangsa dan bernegara PKS.
C. Konstituen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sering disebut sebagai keajaiban politik di
Indonesia. Betapa tidak, hanya sekitar satu tahun setelah ia dideklarasikan
(Agustus 1998), partai yang semula bernama Partai Keadilan itu telah berhasil
mengikuti pemilu 1999 dan menjaring sebanyak 1.436.565 suara atau sekitar
1,36% dari keseluruhan jumlah suara dan menempatkan 7 wakilnya di DPR.
Partai yang dideklarasikan oleh 52 tokoh gerakan Tarbiyah ini disebut orang
sebagai orang sebagai “The Rising Star”
Dalam pemilu 2004, PKS mampu meningkatkan jumlah suara sangat
signifikan. Partai yang karena alasan electoral threshold berganti nama menjadi
Partai Keadilan Sejahtera ini meraih 8.325.020 suara atau sekitar 7,34% dari total
suara dan berhasil menduduki 45 orang wakilnya di DPR. Bahkan, mantan
Presiden partai ini, Hidayat Nur Wahid, terpilih sebagai ketua MPR. Meskipun
kalah dibandingkan partai-partai besar, partai ini mampu mengungguli partai-
partai baru lain, yang memiliki sejarah lebih tua.58
Sebagai tindak lanjut dari deklarasikan ini, PK melakukan upaya
membangun struktur dari Dewan Pengurus Pusat (DPP) di tingkat nasional,
58 M. Imadadun Rahmat. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen, (Yogyakarta: Lkis, 2008), h. 1
53
Dewan Pengurus Wilayah (DPW) di tingkat propinsi, Dewan Pengurus Daerah
(DPD) di tingkat kabupaten/kota, Dewan Pengurus Cabang (DPC) di tingkat
kecamatan, dan Dewan Pengurus Ranting (DPRa) di tingkat desa/kelurahan.
Adapun modal awal dan sekaligus tulang punggung terbangunnya struktur dari
pusat hingga daerah adalah para kader Tarbiyah. Pada masa-masa awal
didirikannya PK, kader Tarbiyah mencapai 42.202 orang. Jumlah ini terdiri dari
kader inti sebanyak 2.371 orang, dan kader pendukung sebanyak 39.831. kader
inti terdiri dari 120 anggota Ahli dan 2.251 Anggota Dewasa, dengan komposisi
jenis kelamin 2.049 laki-laki dan 322 perempuan.
Pada perkembangan berikutnya, PK terus berbenah dan memperkuat
dirinya. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa capaian pada pemilu 1999 tidak
memungkinkan bagi sustainibilitas partai ini. Ketentuan electoral threshold
mengharuskan sebuah partai melewati perolehan 2% jika ingin mengikuti pemilu
berikutnya. Berdasarkan UU Pemilu 1999, bab VII, pasal 39 mengenai syarat
keikutsertaan dalam pemilu, Partai Keadilan tidak diperbolehkan ikuti pemilihan
umum 2004, kecuali jika PK mau bergabung dengan partai lainnya, atau
mendirikan partai politik baru.
Atas ketentuan tersebut, dan setelah gagal melakukan lobi di parlemen
untuk menurunkan batas electoral threshold, PK akhirnya menempuh jalan
menolak ketentuan tersebut dengan menempuh jalan judicial review ke
Mahkamah Konstitusi bersama partai-partai lain yang tidak lolos. Akan tetapi, di
tengah proses tersebut PK menarik diri dan membatalkan pengajuan judicial
review tersebut.
54
Langkah antisipasi yang dilakukan PK untuk mengikuti Pemilu 2004 tidak
hanya mengajukan peninjauan ulang mengenai electoral threshold, tetapi juga
mempersiapkan berdirinya partai baru, jika gagal dalam memperjuangkan
pengurangan batas ketentuan tersebut. Oleh karena itu, dalam sebuah rapat pleno
tahun 2001 dicari cara lain untuk meneruskan dakwah melalui jalur politik. Dalam
rapat tersebut, muncul dua pemikiran: pertama, pendapat agar PK menjadi
organisasi massa, kedua, pendapat yang menginginkan membuat partai baru yang
simbolnya tak jauh berbeda dengan Partai Keadlian. Pendapat kedua inilah yang
akhirnya dipilih.
Belajar dari “kegagalan” pada pemilu 1999, PKS menempuh upaya
perekrutan kader dan simpatisan dengan ekstra keras. Selain itu, PKS juga
mengubah strategi dengan menampilkan citra yang lebih inklusif dengan
mengangkat isu-isu yang relavan bagi seluruh elemen masyarakat. Ini ditempuh
dengan harapan PKS mampu menjaring pemilih seluas-luasnya, tidak terbatas
hanya pada kalangan kader Tarbiyah.
Berbagai upaya keras ini berbuah manis. Perekrutan dan pengkaderan PKS
yang tetap mengandalkan gerakan Tarbiyah ini menunjukkan perkembangan yang
sangat cepat. Jika pada awal berdirinya (1998) partai ini baru memiliki kader
42.202 orang maka pada 2004 pertumbuhan kader (inti maupun pendukung)
berjumlah 394.190 orang. Artinya, pertumbuhan kader yang dibangun selama
lima tahun mencapai 834 persen.
55
Kader-kader partai tersebut tersebar di seluruh propinsi di Indonesia
dengan Jawa Barat sebagai kantong terbesar kader (berjumlah 59.595 orang).
Jawa Tengah menduduki urutan kedua dengan 52.793 kader, disusul DKI Jakarta
dengan 52.287 sebagai urutan ketiga. Selanjutnya secara berurutan Sulawesi
Selatan dengan 37.909 kader, Maluku: 28.146 kader, DI Yogyakarta: 25.415
kader, Jawa Timur: 16.578 kader, Maluku Utara: 15.552 kader, Sulawesi Tengah:
12.047 kader, Banten: 11.632 kader, dan Lampung: 10.386 kader. Selebihnya,
kader-kader tersebut tersebar di propinsi lain dengan kisaran jumlah di bawah
10.000 orang hingga 300-an orang.
Peningkatan jumlah kader PKS ini ternyata juga parallel dengan
peningkatan perolehan suara dalam pemilu 2004. Pada pemilu 2004 ini PKS
mampu meraih suara sangat signifikan, yakni 8.325.020 suara (7,3% dari total
suara). Jumlah kursi PKS di DPR Pusat juga melonjak menjadi 45 kursi. Partai
ini juga mendudukkan wakilnya di DPRD provinsi sebesar 157 orang, dan di
DPRD kabupaten/kota sebesar 900 orang. Sebuah jumlah yang sangat signifikan.
Sebagaimana jumlah kader yang meningkat dengan cepat, demikian juga
jumlah simpatisan partai ini mengalami peningkatan yang sangat cepat. Pada
Pemilu 1999, partai ini (saat itu masih bernama PK) meraih 1,4 juta suara (1,43%)
nasional. Jika jumlah ini dikurangi oleh jumlah kader sebesar 42.202 maka kita
dapatkan jumlah simpatisan partai ini sebesar 1.350.000-an orang. Pada Pemilu
2004, yang sangat itu memiliki 394.190 kader, PKS meraih suara sebesar
8.325.020 orang. Dengan demikian, pada 2004 simpatisan PKS melonjak hingga
56
hamper 8 juta orang. Jadi, kenaikan simpatisan PKS dalam kurun waktu 5 tahun
mencapai sekitar 580%.59
Gerakan dakwah ini semakin membesar dan berkembang, dan jaringan
mereka pun semakin luas. Mereka juga berupaya membangun ruh ke-Islam-an
melalui media tabligh, seminar, aktivitas social, ekonomi, dan juga pendidikan,
sehingga saat ini PKS coba mendeklarasikan diri sebagai partai Islam yang
terbuka, tidak eksklusif bagi elit aktivis kampus saja, tapi kepentingan masyarakat
luas dan kesejahteraan bangsa Indonesia, melalui upaya pemenangan –
pemenangan pemilu dalam rangka mengisi suksesi kepemimpinan bangsa ini.
Masuknya kader – kader PKS dalam lingkaran elit penguasa sebagai ketua
MPR, juga beberapa menteri sejak era presiden Abdurahman Wahid, menjadi
bukti bahwa PKS juga ikut berperan besar dalam hajatan suksesi kepemimpinan
di negara Indonesia.
59 M. Imadadun Rahmat. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen, (Yogyakarta: Lkis, 2008), h. 36-41
57
BAB IV
“SUKSESI KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS”
Semangat reformasi yang membawa angin keterbukaan dan menumpaskan
orde otoriter dibawah kepemimpinan Soeharto, menjadi alasan kuat PKS hadir
dan ikut ambil bagian sebagai peserta suksesi atau pemilu di negara demokratis ini
sebagai partai politik.
Orde baru benar – benar masa kelam bagi pengkaderan kepemimpinan
nasional saat ini, sehingga kepemimpinan baru yang hadir pada era reformasi
sangat labil dan mudah ditumbangkan, tercatat B. J Habibie yang langsung
otomatis menggantikan presiden Soeharto, kemudian Abdurahman Wahid dan
Megawati tercatat tidak pernah sampai satu periode kepemimpinan yaitu lima
tahun, hanya Susilo Bambang Yudhoyono yang sampai saat ini bisa bertahan, ini
menunjukkan bahwa bangsa yang besar ini butuh angin – angin segar mengisi
kepemimpinan, semangat pembaharuan ini di praktikkan oleh PKS, sehingga
memadukan system politik demokratis dan era reformasi PKS memiliki peluang
besar, bukan saja hanya untuk menjadi partisipasi pemilu, tetapi lebih dari itu ikut
mengisi kepemimpinan nasional.
A. Kepemimpinan dalam Pandangan PKS
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berlambangkan bulan sabit dan padi
merupakan sebuah partai yang belum lama lahir, tetapi mampu meraih simpati
58
pemilih dalam pemilu beberapa waktu lalu, sungguh merupakan fenomena yang
tidak biasa. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mampu melakukan lompatan
jauh ke depan dengan menunjukkan diri sebagai partai yang tampil tidak
membosankan.
Kesantunan yang ditunjukkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah
mendatangkan simpati masyarakat, walaupun usia partai ini masih relatif muda
dibanding dengan usia partai-partai lainnya. Dalam pandangan publik, PKS
merupakan salah satu partai yang memiliki karakter tersendiri. Salah satu karakter
yang ditampilkan partai tersebut adalah kuatnya dalam membangun sistem
kepartaian. Ketika banyak partai dilanda konflik saat melakukan suksesi
kepemimpinan, PKS bisa menghindarinya. Tidak ironis jika PKS meraih prestasi
yang cukup memuaskan, bahkan dapat melampaui partai-partai yang usianya jauh
lebih tua. Dalam Pemilu 1999, partai ini meraih 1,5 juta suara, 7 kursi DPR dan
100 kursi DPRD. Dengan nama PKS, dalam Pemilu 2004, diraih 9,1 juta suara, 45
kursi DPR dan 100 DPRD.1
Pada hakekatnya PKS tidak memiliki public figure seperti PKB dengan
Gus Dur, PDI-P dengan Megawati atau Partai Demokrat dengan SBY. Walaupun
tanpa public figure PKS dapat meraih prestasi yang eskalatif dan spektakuler,
yaitu mencapai perolehan 600 persen suara. Hal itu disebabkan karena PKS
merupakan salah satu partai yang mampu menata kesinambungan kepengurusan,
baik secara internal maupun eksternal. Pada tataran praksis, partai tersebut tampak
kuat dalam membangun sistem kepartaian baik secara struktural maupun kultural.
1 Artikel diakses pada tanggal 24 April 2011 dari http://www.suarakarya-
online.com/news.html?id=117228
59
Tidak mengherankan jika partai ini tidak pernah dilanda konflik sebagaimana
yang telah terjadi pada beberapa partai yang lain.
Selain itu, basis utama PKS berasal dari kalangan muda Islam terdidik.
Barisan mereka amat kokoh seperti diperlihatkan di banyak kampus. Anak-anak
muda dengan tekun berdiskusi sepanjang hari sebagai bagian dari upaya mereka
membangun kader secara terus-menerus.
Pada tataran empiris PKS menampakkan kesan sebagai partai yang
berpihak terhadap rakyat, khususnya dalam membela golongan ekonomi lemah.
Untuk sekadar menjadi contoh, ketika masyarakat dikejutkan dengan kenaikan
tunjangan gaji DPR, PKS adalah salah satu pihak yang menolak kenaikan gaji
tersebut dan program studi banding anggota DPR ke luar negeri.
PKS harus mampu mempertahankan citra di mata masyarakat sehingga
prestasi yang telah diraih dapat meningkat pada masa-masa mendatang. Untuk itu,
PKS harus dapat menampilkan kader-kader yang mampu merepresentasikan para
pemilihnya di lembaga legislatif. Keseragaman dalam tindakan berpolitik harus
tetap dianut agar tidak menghilangkan citra dan nama baik partai. Untuk
mempertahankan citra di mata masyarakat, para kader PKS harus tetap berada
dalam lingkaran keberpihakan kepada kaum tertindas sebagai bentuk konsistensi
terhadap masa depan rakyat Indonesia. Selain itu, komitmen dan loyalitas partai
harus tetap terbina untuk membumikan demokrasi substantif yang bercorak
liberatif dan transformatif demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Dalam upaya mewujudkan partai yang merakyat, maka posisi PKS harus
tetap netral sehingga dapat diterima oleh semua golongan. Patut diacungi jempol
60
karena partai ini telah beranggota secara beragam mulai dari lingkungan santri
pedesaan sampai keluarga profesional, birokrat, dan militer di kalangan perkotaan.
PKS adalah fenomena baru yang membuat kita terkesima karena mesin politiknya
efisien, efektif, meski cenderung eksklusif. Sebagai partai yang tentu memiliki
salah satu misi untuk menunjang pembangunan demokrasi, maka PKS harus
mengarahkan agenda partai terhadap upaya pembangunan negara yang
demokratis. Sebuah negara akan disebut demokratis jika negara itu dapat
membebaskan rakyatnya dari belenggu kemiskinan, keterbelahan, ketidakadilan,
dan keterbelakangan. Di tengah masyarakat kita yang sarat dengan krisis
multidimensi dan suasana konfliktual, pemahaman dan paradigma demokrasi
yang substantif, liberatif, dan transformatif itu hendaknya menjadi inspirasi dan
guidance bagi PKS agar tetap komit pada masyarakat yang lemah dan menderita.
Dengan terselenggaranya negara yang bersifat demokratis maka seiring juga
dengan kepemimpinan dalam sebuah negara. Karena kepemimpinan dan
kekuasaan merupakan hasil dari demokrasi itu sendiri.2
Pada perkembangan kontemporer, kepemimpinan dalam masyarakat kita
menjadi begitu beragam baik dari segi tingkataan maupun bidangnya. Dalam
sebuah negara pun terdapat kepemimpinan-kepemimpinan cabang dengan
karakteristik dan tugasnya masing-masing. Di Indonesia misalnya, kita mengenal
adanya Presiden, Menteri, Gubernur dan Bupati. Semua jenis kepemimpinan
tersebut tentu mempunyai karakteristik tersendiri, dan dengan sendirinya
membutuhkan pengkajian lebih khusus tentang posisi kepemimpinan tersebut
2 Artikel diakses pada tanggal 24 April 2011 dari http://www.suarakarya-
online.com/news.html?id=117228
61
dalam aturan syariat kita, khususnya berkaitan dengan siapa saja yang berhak dan
boleh menjabatnya.
Diantara yang paling banyak disorot dalam masyarakat kita, khususnya
terkait dengan pemilihan pemimpin baik Pilpres, Pileg maupun Pilkada, adalah
keberadaan calon-calon non muslim di dalamnya. Tentu saja ini adalah sebuah
bentuk realitas dalam masyarakat kita, dimana tidak semua tempat dan kondisi
umat Islam di sebuah daerah bisa menghadirkan pemimpin ideal dari golongan
muslim yang komitmen. Inilah kemudian yang menjadi ganjalan sekaligus
pertanyaan dari umat, tentang sejauh mana syarat dan kriteria dalam menentukan
pemimpin, khususnya dalam konteks kedaerahan.
Atas dasar itulah, Partai Keadilan Sejahtera sebagai Partai Dakwah
sekaligus bagian dari umat Islam merasa perlu untuk ikut mengkaji lebih jauh
tentang bahasan pemilihan pemimpin dalam Islam. Dari berbagai konsep
mengenai kepemimpinan dalam sebuah negara, PKS membatasi dalam hal sebagai
berikut:
1) Kewajiban Mengangkat Pemimpin
Kepemimpinan dalam Islam mempunyai urgensi dan fungsi yang begitu
mulia. Bahkan dalam jumlah yang sedikit pun, sekelompok orang haruslah
memilih seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpinnya. Rasulullah SAW
bersabda:
إ ◌ ا ك ذ ت ن ث م ث ال ة أ ف م ر ا أ و د ح ك
62
Artinya: "Jika engkau bertiga, maka hendaklah seorang menjadi pemimpinnya"
(HR Thobroni dari Ibnu Mas'ud dengan Sanad Hasan).
Dalam hal ini, kepemimpinan dalam Islam bukan hanya menegaskan
tentang urgensinya, Syariah Islam pun mempunyai sejumlah aturan dan syarat-
syarat tertentu dalam menentukan seorang pemimpin. Dalam bahasan fiqh, hal
tersebut biasa dimasukkan dalam bab "al-imamah" dan " al-wilayah". Dalam
perkembangan selanjutnya, beberapa ulama secara khusus menuliskan tentang
kepemimpinan dan pemerintahan dalam Islam. Seperti Ibnu Taimiyah dalam
Siyasah Syar’iyyah dan Al-Mawardi dalam Ahkam Sulthoniyah. Banyak
permasalahan ijtihad fikih dalam masalah politik dan pemerintahan yang dibahas
dalam buku tersebut. Tentu saja ini menunjukkan keluasan dan keluwesan syanat
Islam dalam menghadapi perkembangan zaman.
2) Pelarangan Pengangkatan Non Muslim dalam Kepemimpinan
Menurut pandangan PKS, haram hukumnya mengangkat pemimpin dari
golongan non muslim. Terdapat firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat
51:
﴿ اء ي ل ى أو ار النص ود و ه وا اليـ ذ تخ نوا ال تـ آم ين ا الذ ا أيـه ي ض ◌ ع بـ اء ي ل أو م ه ض ع بـ ◌ م ه نـ م نه فإ م نك م م هل و تـ ن يـ م و مني ◌ الظال م و ي الق د ه ال يـ ن الله ﴾إ
Artinya: "Wahai orang-orang beriman, janganlah engkau menjadikan orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai wali-wali, sesungguhnya sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain" (QS Al Maidah 51).
63
Secara singkat PKS lebih melihat kepemimpinan sebagai sebuah fungsi
dari pada sebuah posisi. Dari sudut posisi pun kepemimpinan itu adalah posisi
sebagai penerima amanah dan kepercayaan.3 Secara Lahiriyahnya kepercayaan
dari komunitas sosial yang mengamanahkan, dan pada hakekatnya sebagai
amanah dari Allah swt sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah saw “Innaha
laamanah” kepemimpinan itu adalah amanah. Karena amanah kepemimpinan
sesungguhnya merupakan kursi panas dan sungguh membawa hina dan sesal di
hari kiamat, namun bisa menjadi kursi yang empuk dan nyaman bagi orang yang
meraih kepemimpinanan tersebut secara hak dan menunaikan kewajibannya.
Jadi poin terpenting dalam kepemimpinan adalah kinerja atau
performance, karenanya posisi kepemimpinan itu berat. Kepemimpinan itu lebih
sebagai “taklif” atau tugas dari pada sebuah “tasyrif” atau penghormatan, terlebih
bagi pemimpin politik yang punya relasi kuat dengan urusan masyarakat umum,
dan hanya dengan menjalankan fungsi-fungsinya maka kepemimpinan akan
membawa kebaikan serta berkah.4
Seperti dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-Anbiyaa’ dan Hadits :
نـ ﴿ ل ع ج و م ه ن و د ه ة يـ م ر أئ نابأم ر يـ اخل ل ع ف م ه ي ل آ إ ن يـ ح أو و و الصل قام إ ت و آء ت يـ إ ة و و الزك ا ع ة ن أ ل انـو ك و ن ي د ﴾ب
Artinya : “Dan Kami jadikan mereka ( para Nabi ) itu sebagai pemimpin-
pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami
wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan sholat
3 Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011 4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011
64
dan menunaikan zakat dan hanya kepada Kami mereka menyembah.”
( QS 21 : 73 )
اع ر م لك ه , ك يت ع ر ن ل ع و ؤ س م م لك ك .و
“Setiap kalian adalah pemimpin (penggembala) dan setiap pemimpin akan di
tanyai tentang kepemimpinannya (gembalaannya). Seorang pemimpin masyarakat
adalah penggembala dan akan di tanya tentang gembalaannya”. (Hadist).
Dengan demikian, sebuah kepemimpinan lebih dititik beratkan kepada
hasil kinerja kepemimpinan tersebut dibandingkan dengan pengertian konsep itu
sendiri. Karena sebuah konsep yang baik, belum tentu berjalan dengan efektif
apabila hasil kinerja tersebut tidak sesuai dengan yang ada. Dengan kata lain, hasil
akhir sebuah kepemimpinan ditentukan oleh fungsi dari kepemimpinan itu sendiri.
B. Suksesi Kepemimpinan dalam Pandangan PKS
Pada sub bab di atas, menerangkan mengenai arti atau pemahaman sebuah
konsep kepemimpinan dalam sebuah negara dalam pandangan PKS. Dalam
sebuah kepemimpinan, terdapat suatu keadaan yang dinamakan periode yaitu
masa atau waktu kepemimpinan tersebut menjalankan kekuasaannya. Setelah
berakhirnya periode dalam suatu kekuasaan, maka akan dimulainya sebuah
suksesi kepemimpinan yang diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam
kepemimpinan yang berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi didalam
suatu negara dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk negara beserta
kepemimpinan baru yang berbeda dengan negara semula.
65
Melalui hasil wawancara peneliti dengan narasumber dari PKS, dapat di
ambil penjelasan bahwa yang dimaksud dengan suksesi kepemimpinan adalah
sesuatu yang sudah menjadi bagian dari perjalanan roda kehidupan umat
manusia/bangsa, seperti yang telah Allah jelaskan dalam Kitab Sucinya:
الناس ﴿ ني ا بـ هل او ند يام ك األ ل ت ﴾.....و
Artinya “Dan masa (kejayaan/kekuasaan/kepemimpinan dan
kejatuhan/kehancuran ) itu, Kami pergilirkan di antara manusia
( agar dapat menjadi pelajaran ) …” ( QS Ali Imran : 140 ).
Dari ayat tersebut dapat kita pahami bahwa sesungguhnya suksesi
kepemimpinan itu adalah hal alamiah yang akan terjadi kepada siapapun dan
penguasa di negara manapun, termasuk di negara kita ini. Hal terpenting adalah
bagaimana cara dan mekanisme yang dilalui oleh proses suksesi itu dapat berjalan
dengan baik.5
Hal yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita berupaya
mempersiapkan diri untuk menghadapi dan menjalani suksesi itu sendiri dan
dalam konteks PKS sebagai sebuah partai politik, maka pertanyaan yang sama
pun akan tetap muncul yaitu apakah PKS telah mempersiapkan diri jika proses
suksesi di negara ini jatuh ke tangan PKS. Kalau sekiranya kita membuat
perumpamaan dan pengandaian pergiliran sejarah suksesi di negri ini maka kita
akan melihat peta pergiliran adalah sebagai berikut, era orde baru dikuasai oleh
parpol Golkar, kemudian era orde reformasi berturut-turut ditangan parpol PKB,
5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011
66
diteruskan oleh PDIP dan sekarang Demokrat selama 2 periode. Saat ini PKS
telah masuk ke jajaran parpol 4 besar di tanah air, maka bukanlah hal yang
mustahil pergiliran suksesi tersebut akan berada di tangan PKS. Jadi dalam
konteks ini PKS memandang bahwa suksesi adalah sebuah perjalanan alamiah
bagi setiap bangsa/negara.
PKS lebih melihat bagaimana agar proses suksesi itu dapat berjalan secara
alamiah dan normal tanpa harus melalui jalan yang mengandung kekerasan fisik
seperti kudeta maupun people power. Karena bila sebuah proses suksesi dilakukan
dengan jalan kudeta misalnya maka yang dikhawatirkan dan perlu diwaspadai
adalah akan lahirnya dendam politik dari pihak yang digulingkan, dan bila hal
tersebut yang terjadi maka stabilitas negara pasti akan sangat terganggu. Pakistan
adalah salah satu contoh negara yang stabilitas negerinya tidak aman karena buah
dari tindakan kudeta yang mengawalinya. Begitu pula dengan people power,
karena dilihatnya memiliki tingkat resiko bahaya dan atau merugikan bagi rakyat
lebih besar. Sejarah negeri kita telah mencatatnya bagaimana people power itu
telah memakan korban dari rakyat dan anak bangsa sendiri ketika terjadi gejolak
tahun 66, 74, dan 98, contoh aktual yang saat ini dapat kita saksikan bersama
gejolak yang terjadi di negara-negara timur tengah, diawali dari Mesir, Yordania,
Yaman, Suriah dan mungkin menyusul negara-negara lainnya.
Memang tindakan kudeta ataupun gerakan people power dapat menjadi
jalan bagi terjadinya proses suksesi sebuah kekuasaan, namun bila di lihat dari
tingkat resiko yang akan terjadi maka akan jauh lebih baik dan elok bila proses
suksesi itu dijalankan secara alamiah dan dengan cara-cara yang demokratis.
67
Dalam kaidah ushul fiqh pun ada kaidah yang berbunyi “ Menghindari mudharat
yang lebih besar jauh lebih utama daripada mengharapkan maslahat yang belum
tentu di dapatkan”.6
Selain itu, terdapat pula suksesi kepemimpinan menurut pandangan PKS,
yang di simpulkan menjadi tiga pola, yaitu:
1) Pertama, mekanisme pemilihan langsung yang dijalankan oleh pemimpin yang
menunjuk langsung suksesor atau penerus kepemimpinannya dalam
menjalankan kekuasaan. Lalu, dilakukan pemilihan (pembaiatan) langsung
oleh rakyat kepada pemimpin yang telah ditunjuk.
2) Kedua, mekanisme formatur yang digunakan oleh pemimpin terdahulu dalam
memilih orang yang akan mengantikannya. Pemimpin menunjuk beberapa
orang untuk mengemban tugas memimpin yang memiliki kredibilitas tinggi,
keluasan ilmu dan pengalaman, serta merupakan panutan dan sosok yang
berpengaruh dalam masyarakat. Lalu diadakan musyawarah untuk memilih
pemimpin yang baru dan setelah terpilih langsung diadakan baiat terhadap
pemimpin yang terpilih dalam suksesi kepemimpinan tersebut.
3) Ketiga, pola monarki sebagai alat terjadinya suksesi kepemimpinan. Dalam
pola ini pemimpin yang baru mendapatkan kedudukannya berdasarkan warisan
dari pemimpin yang mendahuluinya. Jadi di dalam suksesi model ini, ada
lembaga negara, yaitu kedudukan pemimpin yang dapat diwariskan. Adapun
tentang siapa-siapa yang berwenang mendapatkan kepemimpinan ini, maka
6 Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011
68
negara itu sendirilah yang mengaturnya atau bahkan itu menjadi hak progratif
pemimpin itu sendiri.
Pola pemilihan kedua dan ketiga ini, merupakan sistem yang baik, karena
orang yang dijadikan pengganti (dan tim formatur yang akan memilih pengganti)
pemimpin tidak dipilih berdasarkan kekerabatan, atau golongan (nepotisme),
melainkan berdasarkan profesionalisme dan kelayakan.
Seperti halnya suksesi di dalam PKS, proses suksesi yang terjadi melalui
sistem pemilu yang kita sebut sebagai pemira (pemilu raya). Proses pemilihan
pimpinan dalam tubuh PKS melalui sistem atau mekanisme syura (musyawarah)
dan sumpah (janji setia). Syura yang diselenggarakan oleh para tokoh pilihan yang
merepresentasikan perwakilan dengan otoritas “ahlul halli wal’aqdi”, sebagai
lembaga pemutus dengan putusan yang mengikat, antara lain dengan memilih
kandidat pemimpin partai. Langsung setelah terpilih dalam syura lembaga
tertinggi itu dan mendapat sumpah (janji setia) dari seluruh anggotanya, sang
pemimpin terpilih pada level syura diserahkan kepada masyarakat (kader) untuk
mendapatkan janji setia, dukungan kesetiaan mereka. Dan dalam tataran teknis
dan mekanisme modern dikenal dengan istilah referendum atau pemilu.7
Pada intinya suksesi kepemimpinan sangat menghindari jalan yang
mengandung kekerasan fisik seperti kudet dan people power. Hal ini dikarenakan
tindakan kudeta ataupun people power sangat mengandung resiko yang sangat
tinggi. Dalam Islam pun tidak dibenarkan dengan adanya sebuah sistem yang
mengandung kekerasan dan menimbulkan sebuah pihak. Seperti kaidah Ushul
7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011
69
Fiqh yang berbunyi “Menghindari mudharat yang lebih besar jauh lebih utama
daripada mengharapkan maslahat yang belum tentu di dapatkan”.
C. Analisis Suksesi Kepemimpinan Nasional
Untuk mendapatkan tenaga-tenaga kepemimpinan bagi bermacam-macam
usaha yang diciptakan oleh masyarakat modern, juga untuk keperluan proses
regenerasi (penggantian dari generasi tua ke generasi penggantinya), diperlukan
penyiapan dan pembinaan calon-calon pemimpin. Tugas ini terutama dibebankan
kepada pemerintah dan partai-partai politik. Juga dilakukan oleh organisasi-
organisasi masyarakat/sosial yang turut serta dalam suksesi kepemimpinan
nasional. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam suksesi kepemimpinan
nasional adalah sebagai berikut:
a) People power
Yang dimaksud dengan people power adalah suksesi yang dilakukan
dengan penggunaan kekuatan keamanan (fisik) untuk menegakkan kekuasaan
politik.8 Hal ini pernah terjadi dalam suksesi kepemimpinan nasional yang terjadi
pada tahun 1998, yang disebut era reformasi. Era reformasi ditandai dengan
berakhirnya era orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto selama kurang
lebih 32 tahun. Pada saat itu, mahasiswa selaku motor pergerakan pembaharuan
nasional, melakukan aksi melalui kekuatan fisik yang menginginkan terjadi
suksesi kepemimpinan nasional dari tangan Presiden Soeharto kepada pemimpin
yang lebih berkompeten. Karena pada saat itu, Presiden Soeharto dinilai gagal
melakukan demokrasi di Indonesia.
8 Peter Calvert, Proses Suksesi Politik, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993)., h. 249
70
b) Pemilu
Suatu proses dimana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan disini beraneka ragam, mulai dari
presiden, wakil rakyat, di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa,
pada konteks yang lebih luas. Sistem pemilu yang digunakan di Indonesia adalah
asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil).9
Presiden dan Wakil Presiden diplih secara langsung oleh rakyat melalui
pemilu. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik peserta pemilu seperti dinyatakan pada pasal 6A
UUD 1945 bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat” dan “pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan
umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”10.
Kita bisa melihat dari sejarah bangsa kita bagaimana roda suksesi itu
terjadi dalam rentang waktu yang berbeda-beda. Presiden 1 Soekarno dengan era
orde lamanya setelah menjalankan kekuasaanya selama sekitar 20 tahunan
akhirnya harus berakhir juga dan digantikan oleh Soeharto dengan era orde
barunya yang berlangsung sekitar 30 tahun. Dan ternyata kekuasaan orde baru
yang bercokol selama hampir 30 tahun akhirnya runtuh juga dan digantikan
9 Rumidan Rabi’ah, Lebih Dekat dengan Pemilu di Indonesia. (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2009), cet ke-1, h.46 10 Hasyim Asy’ari, “Menghitung Hari Pemilu Presiden,” Suara Merdeka, 5 Juli 2004.
71
dengan era orde reformasi yang sampai kini masih berjalan terseok-seok dengan 4
orang presiden yang menjabatnya dengan rentang masa yang relativ singkat. 11
Bentuk nyata dari suksesi kepemimpinan nasional yang melibatkan PKS
(dalam pada waktu itu bernama PK) yakni ketika Presiden Soeharto turun dari
jabatannya lewat jalan people power dan digantikan oleh BJ. Habibie yang selang
beberapa lama juga mengundurkan diri. Selain itu, PKS (dalam pada waktu itu
bernama PK) juga terlibat dalam sistem Pemilu terutama pada awal era reformasi
yang dilaksanakan pada tahun 1999 yang hasilnya dimenangkan oleh KH.
Abdurahman Wahid sebagai presiden dengan partainya PKB dan wakil presiden
yaitu Hj. Megawati Soekarno Putri dengan partainya PDI selain itu PKS juga
berpartisipasi pada pemilu tahun 2004 yang dimenangkan oleh DR. Susilo
Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat sebagai presiden dan wakilnya Jusuf
Kalla dari partai Golkar. Kemudian pemilu tahun 2009 dimenangkan kembali oleh
DR. Susilo Bambang Yudhono dengan wakilnya DR. Boediono.12
Dari hasil suksesi kepemimpinan nasional yang melibatkan PKS melalui
sistem pemilu yang terjadi dalam kurun waktu 1999-2009 dapat dilihat bahwa
suksesi kepemimpinan nasional lebih cenderung mencapai hasil yang memuaskan
melalui mekanisme atau sistem pemilu. Hal ini dikarenakan sistem pemilu lebih
mengakomodir kepentingan rakyat yang merepresentasikan wujudnya sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi dalam bentuk presiden yang telah di pilih oleh
suara terbanyak dalam pemilu. Dengan terpilihnya seorang presiden sebagai
11 Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011 12 Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011
72
kepala negara, maka suksesi kepemimpinan nasional dapat dikatakan telah
berhasil.
Kita memang menyadari bahwa bangsa ini sedang dalam proses menuju
kedewasaannya dalam berdemokras. Hal itu memang membutuhkan waktu yang
tidak sebentar, apalagi bangsa kita memang baru bisa membebaskan diri dari 2
belenggu era yang otoriter yaitu era orde lama dan orde baru yang telah
berlangsung selama puluhan tahun. Sedangkan era reformasi baru berjalan 12
tahun namun telah melalui 4 pergantian presiden. Hal ini cukup berdampak pada
terhambatnya pencapaian cita-cita reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998
lalu.
Namun demikian, kita sebagai anak bangsa harus dan wajib untuk tetap
mempunyai harapan dan optimisme bahwa bangsa ini akan menjadi lebih baik.
Dan proses suksesi yang nantinya akan dijalankan di tahun 2014 akan berjalan
dengan alamiah dan stabil. Kita tentunya berharap kedepannya bangsa ini akan
menjadi bangsa yang demokratis.13
Sistem pemilu dirasakan lebih optimal dalam suksesi kepemimpinan
nasional. Hal ini disebabkan pemilu lebih dapat mewujudkan aspirasi kepentingan
rakyat kepada seorang kepala negara yang terpilih dari hasil pemilu tersebut. Oleh
karena itu, hasil dari sebuah pemilu merupakan wujud demokrasi. Artinya dengan
semangat “menghindari mudharat yang lebih besar jauh lebih utama daripada
mengharapkan maslahat yang belum tentu di dapatkan” dan sebagai partai
berbasis masa Muslim dengan ideologi Islam.
13 Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011
73
Suksesi kepemimpinan merupakan sebuah upaya dan jalan bagi PKS
untuk sampai kepada tujuan mendasarnya memberikan keadilan dan kesejahteraan
bagi rakyat Indonesia. Hal ini lah yang membedakan Partai Keadilan Sejahtera
dengan partai politik lainnya.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) PKS secara singkat lebih melihat kepemimpinan sebagai sebuah fungsi dari
pada sebuah posisi. Dari sudut posisi pun kepemimpinan itu adalah posisi
sebagai penerima amanah dan kepercayaan. Lahiriyahnya kepercayaan dari
komunitas sosial yang mengamanahkan, dan pada hakekatnya sebagai
amanah dari Allah swt sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah saw
“Innaha laamanah” kepemimpinan itu adalah amanah. Jadi poin terpenting
dalam kepemimpinan adalah kinerja atau performance, karenanya posisi
kepemimpinan itu berat. Kepemimpinan itu lebih sebagai “taklif” atau tugas
dari pada sebuah “tasyrif” atau penghormatan, terlebih bagi pemimpin politik
yang punya relasi kuat dengan urusan masyarakat umum, yang hanya
menjalankan fungsi-fungsinya maka kepemimpinan akan membawa kebaikan
serta berkah.
2) Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan suksesi kepemimpinan
adalah sesuatu yang sudah menjadi bagian dari perjalanan roda kehidupan
umat manusia/bangsa. Suksesi kepemimpinan itu adalah hal alamiah yang
akan terjadi kepada siapapun dan penguasa di negara manapun, termasuk di
negara kita ini. Yang terpenting adalah bagaimana cara dan mekanisme yang
75
dilalui oleh proses suksesi itu dapat berjalan dengan baik. Hal yang jauh lebih
penting adalah bagaimana kita berupaya mempersiapkan diri untuk
menghadapi dan menjalani suksesi itu sendiri.
3) Dari hasil suksesi kepemimpinan nasional yang melibatkan PKS melalui
sistem pemilu yang terjadi dalam kurun waktu 1999-2009 dapat dilihat bahwa
suksesi kepemimpinan nasional lebih cenderung mencapai hasil yang
memuaskan melalui mekanisme atau sistem pemilu dibandingkan dengan
sistem yang lain seperti people power atau kudeta. Hal ini dikarenakan sistem
pemilu lebih mengakomodir kepentingan rakyat yang merepresentasikan
wujudnya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam bentuk presiden yang
telah di pilih oleh suara terbanyak dalam pemilu. Dengan terpilihnya seorang
presiden sebagai kepala negara, maka suksesi kepemimpinan nasional dapat
dikatakan telah berhasil.
B. Saran-saran
1) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) diharapkan untuk menghindari adanya
Kudeta ataupun People Power dalam proses suksesi kepemimpinan karena
bila sebuah proses suksesi dilakukan dengan jalan Kudeta ataupun People
Power maka dikhawatirkan dan yang perlu diwaspadai adalah akan lahirnya
dendam politik dari pihak yang digulingkan, dan bila hal tersebut yang terjadi
maka stabilitas negara pasti akan sangat terganggu. Hal yang jauh lebih
penting adalah bagaimana kita berupaya mempersiapkan diri untuk
menghadapi dan menjalani suksesi itu sendiri agar proses suksesi itu dapat
76
berjalan secara alamiah dan normal tanpa harus melalui jalan kudeta maupun
people power.
2) Kepada seluruh masyarakat diharapkan agar turut berperan aktif dalam setiap
proses suksesi kepemimpinan yang terjadi melalui sistem pemilu yang kita
sebut sebagai pemira (pemilu raya), agar setiap proses pemilihan pimpinan
dalam tubuh PKS melalui sistem atau mekanisme syura (musyawarah) dan
sumpah (janji setia) dapat berjalan dengan alamiah dan stabil. Karna tentunya
masyarakat berharap kedepannya bangsa ini akan menjadi bangsa yang
demokratis.
3) Bagi para akademis, diharapkan mampu memperbanyak karya ilmiah
mengenai suksesi kepemimpinan baik secara umum maupun secara konsep
Islam. Selain itu, sebagai anak bangsa kita harus dan wajib untuk tetap
mempunyai harapan dan optimisme bahwa bangsa ini akan menjadi lebih
baik.
77
DAFTAR PUSTAKA
Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Teraju, 2004).
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986),
Arieeff.S,(ed), Kamus Hukum Edisi Lengkap, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, tth) Peter.
Anogara, panji. Psikologi Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2001). Ali Said Damanik. Fenomena Partai keadilan: Transformasi 20 tahun
Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Arwan Tuti Artha, Kudeta Mei ’98 Perseteruan Habibie-Prabowo,
(Yogyakarta: Galangpress, 2007). C.H. Dodd, “Suksesi Politik di Kerajaan Ottoman dan Turki Modern”,
dalam Peter Calverd, Proses Suksesi Politik, op, cit.. Daniel Dhakidae, Ph. D, Parta-partai Politik Indonesia Ideologi dan
program 2004-2009, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004).
Esti Ismawati, Metode Penelitian, (Surakarta: Pustaka Cakra, 2003).
Fathi Yakan, Revolusi Hasan al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin dari
Sayyid Quthb Sampai Rasyid Al-Ghannusyi, (Bandung: Penerbit Harakah, 2002).
Hasyim Asy’ari, “Menghitung Hari Pemilu Presiden,” Suara Merdeka, 5
Juli 2004.
78
Heckman, Huneryager. Kepemimpinan.(semarang: Dahara Prize, 1992).
Munawir, Syadzali. Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1999). M. Imadadun Rahmat. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke
Gedung Parlemen, (Yogyakarta: Lkis, 2008). Moh. Tolchah Mansoer, “Fungsi Eksekutif”, dalam Padmo Wahyono,
Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, op, cit. Nandang Burhanudin, Penegakan Syariat Islam Menurut PKS, (Jakarta:
Al-Jannah Pustaka, 2004).
Peter Calvert, Proses Suksesi Politik, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993)..
Redaksi Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedi Indonesia seri Geografi “Eropa”, (Jakarta: P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1990), Cet-1.
Republika 10 Agustus 1998, h.3. Sementara dalam Majalah Tempo. Edisi
18 Januari 1999, h.58. Nur Mahmudi menyebutkan akar histories itu hampir selama 20 tahun
Riberu,J. Dasar-Dasar Kepemimpinan. (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1992).
Rumidan Rabi’ah, Lebih Dekat dengan Pemilu di Indonesia. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), cet ke-1.
Soehono, Ilmu Negara, op. cit.,.
79
Suharsimi, Arikuntor, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 1998).
Wawancara Pribadi dengan Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si Jakarta, 6 juni 2011
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Tatanegara di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1983).
Yon Machmudi. Partai Keadilan Sejahtera; Wajah Baru Islam Politik Indonesia, (Bandung: Harakatun€a. 2005) h.69
http://andreysubiantoro.viviti.com/entries/rekiblik/suksesi-kepemimpinan. og.friendster.com/2008/07/suksesi-kelembagaan-menanti-pemimpin-merajut-kebersamaan/.
http://hasmisusanto.web.id/?p=308
http://politik.kompasiana.com/2011/02/24/reformasi-orde-baru/
http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto
http://hasmisusanto.web.id/?p=308http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=117228
LAMPIRAN-LAMPIRAN
KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (IJIN)SYARIF HIDAYATL,'LLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARIAII DAN HUKUM
Un 01/F4/KM.00.02lr l) /2011
Permohonan Dat.,4vawan.ara
DPP Parrai Keadilan S€jahtcraDi
A s sn I n, tuf I ni kt, 1 W t. t^l b.
Pimpinan Fakultas Syariah dan Huklmlakarta menenngkan bahwa i
UIN Syarif Hidayatullah
Tempat/ Tanggal Lahn
Telp/Hp
106045201538Jakarra,2 Juli 1986x (sepuluh)Jhayah Si),asah/Ketatal€garaan khm
: JL. Peranburan v Rt 003/0E No: 11 lakarta
08978555r.11l08568270380
Artalah b€nar mahasisua Fakultas S-rariah dan Hukutu UIN S),arifH nyatullah ]akarta yang sedarg menycl.saikan skripsi ltengan ToPik
" Srkscsl Ketallhpnlat dala Pntd1"8a" Pattai K.4t1il4n Sejiht 6 "
Untuk nelenS!.pi bahan/data yang b€rkaitan denganp..ulisan/pembahasan ToPik/ludul di atas, dimohon kiranyaBapak/lbu/saudara/i dapat nembantu/ menerima yang bersanSkutan
At s kes€diaan Bapat/lbu/s.ldara/i, kani ucapkan banl,ak tciima
rtnssrln M t' dl ni ku, t Vlt.Wb.
DEKAN,. ArrJtlii
Dr.N]P r957011119850.1r001
u l ta 'S ln nh , ian l ld ] !mUINTJt r r ia
Yang beddda tanee di ba*th ini, HMs DP? PKS, nddmgk n bahM :
NM 106045201538
sydiah dm Hukm CIIN Sydif Hidaratullan)
Siybah Syd'i'.yth (K€lalmeearM Islm)
Ngm tqsbut dia16 telah nel.ksFkd ptrlitid lapmem sbagai svml
kele4kapa dala skilsi dengejudrl "Suk!6i Kep.nibpintn Ddth Pndalgtn
Parti K€adilar Soj.nt€n (PKs)".
'Wakil Sekjen Biddg Mcdia
Ddili$ sud keterege ini dibut untuk tLpat dieuat6 sebagainda
OUTLINE
TRANSKRIP WAWANCARA
Judul Skripsi : SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN PARTAI KEADILAN
SEJAHTERA (PKS).
Narasumber : Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M. Si sebagai Wakil Sekjen Bidang Media DPP
PKS
1. Apa jabatan Bapak dalam struktur kepengurusan DPP PKS ?
J : Sebagai Wakil Sekjen Bidang Media
2. Siapa Ketua DPP PKS saat ini?
J : Lutfi Hasan Ishaq.MA
3. Bagaimana pandangan PKS mengenai konsep kepemimpinan dalam negara?
J : PKS lebih melihat kepemimpinan sebagai sebuah fungsi dari pada sebuah posisi, dari
sudut posisi pun kepemimpinan itu adalah posisi sebagai penerima amanah dan
kepercayaan. Lahiriyahnya kepercayaan dari komunitas sosial yang mengamanahkan,
dan pada hakekatnya sebagai amanah dari Allah swt sebagaimana yang ditegaskan
oleh Rasulullah saw “Innaha laamanah”, Kepemimpinan itu adalah amanah. Karena
amanah kepemimpinan sesungguhnya merupakan kursi panas dan sungguh membawa
hina dan sesal di hari kiamat, namun bisa menjadi kursi yang empuk dan nyaman bagi
orang yang meraih kepemimpinanan tersebut secara hak dan menunaikan
kewajibannya.
Jadi poin terpenting dalam kepemimpinan adalah kinerja /performance, karenanya
posisi kepemimpinann itu berat. Kepemimpinan itu lebih sebagai “taklif” atau tugas
dari pada sebuah “tasyrif” atau penghormatan, terlebih bagi pemimpin politik yang
punya relasi kuat dengan urusan masyarakat umum. Dan hanya dengan menjalankan
fungsi-fungsinya maka kepemimpinan akan membawa kebaikan serta berkah.
“Dan Kami jadikan mereka (para Nabi) itu sebagai pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka agar
berbuat kebaikan , melaksanakan sholat dan menunaikan zakat dan hanya kepada
Kami mereka menyembah.” (QS 21 : 73). “Setiap kalian adalah pemimpin
(penggembala) dan setiap pemimpin akan di tanyai tentang kepemimpinannya
(gembalaannya) . Seorang pemimpin masyarakat adalah penggembala dan akan di
tanya tentang gembalaanya.”(al hadist).
4. Bagaimana pandangan Bapak mengenai suksesi kepemimpinan dalam pandangan PKS dan
Fiqh Siyasah?
J : Suksesi kepemimpinan adalah sesuatu yang sudah menjadi bagian dari perjalanan roda
kehidupan umat manusia/bangsa, seperti yang telah Allah jelaskan dalam kitab
sucinya “ Watilkal ayyamu nudawiluha bainannaasa…” yang artinya “Dan masa
(kejayaan /kekuasaan/kepemimpinan dan kejatuhan/kehancuran) itu Kami pergilirkan
diantara manusia (agar menjadi pelajaran) …”(QS Ali Imran : 140). Dari ayat tersebut
dapat kita pahami bahwa sesungguhnya suksesi kepemimpinan itu adalah hal alamiah
yang akan terjadi kepada siapapun dan penguasa di negara manapun, termasuk di
negara kita ini. Yang terpenting adalah bagaimana cara dan mekanisme yang dilalui
oleh proses suksesi itu dapat berjalan dengan baik.
Kita bisa melihat dari sejarah bangsa kita bagaimana roda suksesi itu terjadi dalam
rentang waktu yang berbeda-beda. Presiden 1 Soekarno dengan era orde lamanya
setelah menjalankan kekuasaanya selama sekitar 20 tahunan akhirnya harus berakhir
juga dan digantikan oleh Soeharto dengan era orde barunya yang berlangsung sekitar
30 tahun, dan ternyata kekuasaan orde baru yang bercokol selama hamper 30 tahun
akhirnya runtuh juga dan digantikan dengan era orde reformasi yang sampai kini
masih berjalan terseok-seok dengan 4 orang presiden yang menjabatnya dengan
rentang masa yang relative singkat.
Nah, saya melihat bahwa yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita berupaya
mempersiapkan diri untuk menghadapi dan menjalani suksesi itu sendiri. Dan dalam
konteks PKS sebagai sebuah partai politik maka pertanyaan yang sama pun akan tetap
muncul yaitu adalah apakah PKS telah mempersiapkan diri jika proses suksesi di
negara ini jatuh ke tangan PKS?.Kalau sekiranya kita membuat perumpamaan dan
pengandaian pergiliran sejarah suksesi di negri ini maka kita akan melihat peta
pergiliran adalah sebagai berikut, era orde baru dikuasai oleh parpol Golkar,
kemudian era orde reformasi berturut-turut ditangan parpol PKB, diteruskan oleh
PDIP dan sekarang Demokrat selama 2 periode. Dan saat ini PKS telah masuk ke
jajaran parpol 4 besar di tanah air, maka bukanlah hal yang mustahil pergiliran suksesi
tersebut akan berada di tangan PKS. Jadi dalam konteks ini PKS memandang bahwa
suksesi adalah sebuah perjalanan alamiah bagi setiap bangsa/negara .
5. Lalu Adakah Istilah Kudeta dan People Power dalam PKS mengenai Suksesi
Kepemimpinan itu sendiri?
6. Jika ada/tidak, mohon di jelaskan?
7. Benarkah dalam pandangan ulama di Fiqh Siyasah tidak mengenal istilah Kudeta dan
People Power?
J : No 5 - 7
PKS lebih melihat bagaimana agar proses suksesi itu dapat berjalan secara alamiah
dan normal tanpa harus melalui jalan kudeta maupun people power. Karena bila
sebuah proses suksesi dilakukan dengan jalan kudeta misalnya, maka yang
dikhawatirkan dan perlu diwaspadai adalah akan lahirnya dendam politik dari pihak
yang digulingkan, dan bila hal tersebut yang terjadi maka stabilitas negara pasti akan
sangat terganggu. Pakistan adalah salah satu contoh negara yang stabilitas negrinya
tidak aman karena buah dari tindakan kudeta yang mengawalinya. Begitu pula dengan
people power, saya melihatnya memiliki tingkat resiko bahaya dan atau merugikan
bagi rakyat lebih besar. Sejarah negri kita telah mencatatnya bagaimana people power
itu telah memakan korban dari rakyat dan anak bangsa sendiri ketika terjadi gejolak
tahun 1966, 1974, dan 1998, atau contoh aktual yang saat ini dapat kita saksikan
bersama gejolak yang terjadi di negara-negara timur tengah, diawali dari Mesir,
Yordania, Yaman, Suriah dan mungkin menyusul negara-negara lainnya.
Memang tindakan kudeta ataupun gerakan people power dapat menjadi jalan bagi
terjadinya proses suksesi sebuah kekuasaan, namun bila di lihat dari tingkat resiko
yang akan terjadi maka akan jauh lebih baik dan elok bila proses suksesi itu
dijalankan secara alamiah dan dengan cara-cara yuang demokratis. Dalam kaidah
ushul fiqh pun ada kaidah yang berbunyi “ Menghindari mudharat yang lebih besar
jauh lebih utama daripada mengharapkan maslahat yang belum tentu di dapatkan”.
8. Apakah dalam suksesi kepemimpinan dalam PKS selalu melalui Pemilu?
9. Jika ya, kenapa? Dan mengapa harus melalui pemilu?
10. Sedangkan dalam Fiqh Siyasah tidak ada istilah pemilu?
11.Bagaimana Demokratisasi Pemilihan Seorang Pemimpin dalam PKS?
J : N0 8 - 11
Ya, di dalam PKS proses suksesi yang terjadi melalui sistem pemilu yang kita sebut
sebagai pemira (pemilu raya). Proses pemilihan pimpinan dalam tubuh PKS melalui
sistem atau mekanisme syura ( musyawarah ) dan sumpah ( janji setia ). Syura yang
diselenggarakan oleh para tokoh pilihan yang merepresentasikan perwakilan dengan
otoritas “ahlul halli wal’aqdi“, sebagai lembaga pemutus dengan putusan yang
mengikat, antara lain dengan memilih kandidat pemimpin partai. Langsung setelah
terpilih dalam syura lembaga tertinggi itu dan mendapat sumpah ( janji setia ) dari
seluruh anggotanya, sang pemimpin terpilih pada level syura diserahkan kepada
masyarakat ( kader ) untuk mendapatkan janji setia, dukungan kesetiaan mereka. Dan
dalam tataran teknis dan mekanisme modern dikenal dengan istilah referendum atau
pemilu.
12. Bagaimana menurut pandangan bapak mengenai suksesi kepemimpinan di Indonesia ?
J : Kita memang menyadari bahwa bangsa ini sedang dalam proses menuju
kedewasaannya dalam berdemokrasi. Dan hal itu memang membutuhkan waktu yang
tidak sebentar, apalagi bangsa kita memang baru bisa membebaskan diri dari 2
belenggu era yang otoriter yaitu era orde lama dan orde baru yang telah berlangsung
selama puluhan tahun. Sedangkan era reformasi baru berjalan 12 tahun namun telah
melalui 4 pergantian presiden. Hal ini cukup berdampak pada terhambatnhya
pencapaian cita-cita reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 lalu.
Namun demikian , kita sebagai anak bangsa harus dan wajib untuk tetap mempunyai
harapan dan optimisme bahwa bangsa ini akan menjadi lebih baik. Dan proses suksesi
yang nantinya akan dijalankan di tahun 2014 akan berjalan dengan alamiah dan stabil.
Kita tentunya berharap kedepannya bangsa ini akan menjadi bangsa yang demokratis.