25
Nama : Asmoro Pribadi Dewo NIM : F1D213020 1. Geologi Struktur Pulau Sumatera A. Letak Geografis Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Dimana batas-batasnya adalah sebagai berikut: - sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala - sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka - sebelah selatan dengan Selat Sunda - sebelah barat dengan Samudera Hindia Di bagian barat pulau, terbentang Bukit Barisan yang membujur dari utara hingga selatan. Diantaranya terdapat gunung berapi yang masih aktif, seperti gunung Merapi (Sumatera Barat), Bukit Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Jambi). Pulau Sumatra juga banyak memiliki danau, diantaranya danau Laut Tawar (NAD), danau Toba (Sumatera Utara), danau Singkarak, Maninjau, Diatas dan Dibawah (Sumatera Barat), danau Ranau (Sumatera Selatan), danau Dendam Tak Sudah dan Danau Tes (Bengkulu) Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar, antara lain : sungai Asahan (Sumatera Utara) sungai Kampar Siak dan Indragiri (Riau) sungai Batang Hari Sungai Ketahun (Lebong, Bengkulu) sungai Musi, Ogan, dan Komering (Sumatera Selatan)

Sumatera dan kekar.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sumatera dan kekar.docx

Nama : Asmoro Pribadi Dewo

NIM : F1D213020

1. Geologi Struktur Pulau Sumatera

A.    Letak Geografis

Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Dimana batas-

batasnya adalah sebagai berikut:

- sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala

- sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka

- sebelah selatan dengan Selat Sunda

- sebelah barat dengan Samudera Hindia

Di bagian barat pulau, terbentang Bukit Barisan yang membujur dari utara hingga

selatan. Diantaranya terdapat gunung berapi yang masih aktif, seperti gunung Merapi

(Sumatera Barat), Bukit Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Jambi). Pulau Sumatra juga banyak

memiliki danau, diantaranya danau Laut Tawar (NAD), danau Toba (Sumatera Utara), danau

Singkarak, Maninjau, Diatas dan Dibawah (Sumatera Barat), danau Ranau (Sumatera

Selatan), danau Dendam Tak Sudah dan Danau Tes (Bengkulu)

Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar, antara

lain :

•    sungai Asahan (Sumatera Utara)

•    sungai Kampar

•    Siak dan Indragiri (Riau)

•    sungai Batang Hari

•    Sungai Ketahun (Lebong, Bengkulu)

•    sungai Musi, Ogan, dan Komering (Sumatera Selatan)

•    sungai Lematang(Lahat)

•    sungai Enim (Muara Enim).

B. Gambaran Umum

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng

Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan

lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific

di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi

Page 2: Sumatera dan kekar.docx

tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan

tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi.

Pertemuan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia di selatan Jawa hampir tegak

lurus, berbeda dengan pertemuan lempeng di wilayah Sumatera yang mempunyai subduksi

miring dengan kecepatan 5-6 cm/tahun (Bock, 2000).

Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke timur

adalah sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar

Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering

sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan

berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah

Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa,

dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu

saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif.

Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini

memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng Indo-Australia terhadap

bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian

selatannya kecepatannya 6 cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang

miring posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.

C. Kerangka Tektonik Pulau SumatraPulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur

konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng

Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda

dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.

Gambar 1.  Pembentukan Cekungan Belakang Busur di Pulau Sumatra  (Barber dkk, 2005).

Page 3: Sumatera dan kekar.docx

Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa

Paleogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah

jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW

dimulai pada Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya

pergerakan sesar mendatar Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksioblique dan pengaruh

sistem mendatar Sumatra menjadikan kompleksitas regimstress dan pola strain pada Sumatra

(Darman dan Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan

cekungan-cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra

Utara, Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar 1).

Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen

di Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005). Sekarang

Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20°E

dengan rata-rata pergerakannya 6 – 7 cm/tahun. Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra

berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic

fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan

Sidi, 2000):

1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan yang

memisahkan dari lereng trench.

2. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggunganouter-

arc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra.

3. Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan

Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian

bawah Bukit Barisan.

4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada

Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.

5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah

pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc danback-

arc basin.

Struktur Utama Cekungan Sumatra Selatan

Menurut Salim dkk (1995) Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan belakang

busur karena berada di belakang Pegunungan Barisan sebagai volcanic-arc-nya. Cekungan

ini berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda

sebagai bagian dari Lempeng Kontinen Asia dan Lempeng Samudera India. Daerah cekungan

Page 4: Sumatera dan kekar.docx

ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, bagian barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-

Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sundaland), sebelah barat

dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.

Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur

maupun evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah struktur

utama yaitu, berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi, berarah baratlaut-tenggara

atau disebut Pola Sumatra, dan berarah utara-selatan atau disebut Pola Sunda. Hal inilah yang

membuat struktur geologi di daerah Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan

cekungan lainnya di Pulau Sumatra. Struktur geologi berarah timurlaut-baratdaya atau Pola

Jambi sangat jelas teramati di Sub-Cekungan Jambi. Terbentuknya struktur berarah timurlaut-

baratdaya di daerah ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben di Cekungan Sumatra

Selatan. Struktur lipatan yang berkembang pada Pola Jambi diakibatkan oleh pengaktifan

kembali sesar-sesar normal tersebut pada periode kompresif Plio-Plistosen yang berasosiasi

dengan sesar mendatar (wrench fault). Namun, intensitas perlipatan pada arah ini tidak begitu

kuat.

Pola Sumatra sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang (Pulunggono

dan Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini berupa perlipatan yang

berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya kompresi Plio-Pleistosen. Struktur

geologi berarah utara-selatan atau Pola Sunda juga terlihat di Cekungan Sumatra Selatan.

Pola Sunda yang pada awalnya dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik

Plio-Pleistosen teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali memperlihatkan

pola perlipatan di permukaan.

Page 5: Sumatera dan kekar.docx

Gambar 2. Elemen Struktur Utama pada Cekungan Sumatra Selatan. Orientasi Timurlaut-baratdaya atau Utara-Selatan Menunjukkan Umur Eo-Oligosen dan Struktur Inversi Menunjukkan Umur Plio-Pleistosen(Ginger dan Fielding, 2005).

D. Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra

Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan

Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:

Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini

menghasilkan sesar geser dekstral WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang,

Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan N – S  trend. Terjadi wrench

movement dan intrusi granit berumur Jurasik – Kapur.

Gambar 3. Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model  (Pulonggono dkk, 1992).

Page 6: Sumatera dan kekar.docx

Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar

normal dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE. Sedimentasi mengisi

cekungan atau terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api.

Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.

Gambar 4. Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992).

Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan

pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika.

Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai,

Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.

Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian

Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi,

sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya,

terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan

yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi

aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.

Page 7: Sumatera dan kekar.docx

Gambar 5. Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model(Pulonggono dkk, 1992).

Sistem Subduksi Sumatra

Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada zaman

Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di mana aktivitas

tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh pembentukan letak samudera di

Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro Sunda dan Lempeng India-Australia

terjadi pada sudut yang kurang tajam. Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya

kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan

Bukit Barisan pada zaman Pleistosen.

Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut Andaman.

Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan patahan berarah

utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan yang berarah

NNE-SSW yang menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah

utara-selatan.

Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau depan

(forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P.

Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di

tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah Pulau Sumatera

mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut

Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas

sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.

Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus

terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia

bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah

Page 8: Sumatera dan kekar.docx

timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis

jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.

Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau

Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat,

sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran

pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih

berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima

tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki

pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang

dibandingkan terumbu karang.

Sistem Sesar Sumatra

Di pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang mengakibatkan

kedua lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan penunjaman menghasilkan rangkaian

busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P.

Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan

jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah

Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus

sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser

sekitar sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah

longsor.

Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar

Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren.

Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif,

yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya

pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat

Pulau Sumatera serta pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada

di sepanjang patahan tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah

longsor, disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda

Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah

graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh besar jika

terjadi gempa bumi di sekitarnya.

Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera.

Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian

Page 9: Sumatera dan kekar.docx

timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit

dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan

berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian

barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di

bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa

pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu,

yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-

lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan

ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai

kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena

terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30

milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983

dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai

sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini,

menurut teori “indentasi” pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar

geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara

tektonik (Tapponier dkk, 1982).

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan

busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi.

Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik

Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh,

2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun

lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak

beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

Sistem Sesar Sumatra

Di pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang mengakibatkan

kedua lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan penunjaman menghasilkan rangkaian

busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P.

Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan

jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah

Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus

sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser

Page 10: Sumatera dan kekar.docx

sekitar sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah

longsor.

Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar

Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren.

Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif,

yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya

pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat

Pulau Sumatera serta pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada

di sepanjang patahan tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah

longsor, disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda

Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah

graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh besar jika

terjadi gempa bumi di sekitarnya.

Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera.

Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian

timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit

dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan

berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian

barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di

bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa

pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu,

yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-

lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan

ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai

kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena

terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30

milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983

dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai

sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini,

menurut teori “indentasi” pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar

geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara

tektonik (Tapponier dkk, 1982).

Page 11: Sumatera dan kekar.docx

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan

busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi.

Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik

Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh,

2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun

lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak

beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

1. Cekungan Bengkulu (forearc basin)

Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia. Cekungan

forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore - arc ; arc = jalur

volkanik). Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan

Barisan( dalam hal ini adalah volcanic arc -nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada

Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen

Tengah berarti tidakada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak

ada.Sebelum Miosen Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian

paling barat Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau

Neogen, setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan

Sumatera Selatan. Mulai saat itulah,Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan

CekunganSumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).

Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera

Selatan dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu. Dapat

diamati bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya

mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben

Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan

SumateraSelatan saat itu ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang,dan Kepahiang).

Tetapi setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam

daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya terumbu –terumbu

karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur dengan karbonat

Parigi di Jawa Barat (paraoperator yang pernah bekerja di Bengkulu menyebutnya sebagai

karbonat Parigi juga). Pada saat yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak

sedimen-sedimen regresif (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan Muara Enim/Middle

Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan dan inversi.Secara tektonik,

mengapa terjadi perbedaan stratigrafi pada Neogen di Cekungan Bengkulu yaitu disebabkan

Page 12: Sumatera dan kekar.docx

Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera Selatan

sedang terangkat.

2. Cekungan Sumatera Tengah (central basin)

Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil

sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum

Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-Plistosen(De Coster,

1974).Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci tentang perkembangan

tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya menjadi 3 (tiga) episode

tektonik, F1 (fase 1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2 (fase 2) berlangsung padaMiosen

Awal-Miosen Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase

sebelum F1 disebut sebagai fase 0 (F0) yang berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode F0

(Pre-Tertiary)Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-

lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar

memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan kemudian

mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut

disebut sebagai elemen struktur F0.

Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara -selatan yang

merupakan sesar geser (Transform/WrenchTectonic) berumur Karbon dan mengalami

reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk

pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang.

Tinggian –tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen

selanjutnya.2. Episode F1 (26 - 50 Ma)

Episode F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosendisebut juga Rift Phase. Pada F1

terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh reaktifisasi

struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua

Asia pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah

selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan

Kalimantan Selatan (Heidrick & Aulia,1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst

dan Graben di Cekungan Sumatra Tengah. Horst-Graben ini kemudian menjadi danau tempat

diendapkannya sedimen-sedimen Kelompok Pematang.

Pada akhir F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai

oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan daratan Peneplain. Hasil

dari erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.3.

Page 13: Sumatera dan kekar.docx

Episode F2 (13 - 26 Ma) Episode F2 berlangsung pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah.

Pada kala Miosen Awal terjadi fase amblesan (sagphase), diikuti oleh pembentukan Dextral

Wrench Fault secararegional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone. Pada struktur

tua yang berarah utara-selatan terjadi Release,sehingga terbentuk Listric Fault, Normal Fault,

Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk berarah relatif barat laut-tenggara. Pada

episode F2, Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan sedimen-sedimen dari

Kelompok Sihapas diendapkan.4.

Episode F3 (13-Recent) Episode F3 berlangsung pada kala Miosen Tengah-

Resendisebut juga Barisan Compressional Phase. Pada episode F3 terjadi pembalikan struktur

akibat gaya kompresi menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault

yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan pembentukan

Dextral Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah

barat laut-tenggara. Pada episode F3 Cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan

sedimen-sedimen Formasi Petani diendapkan, diikuti pengendapan sedimen-sedimen Formasi

Minas secara tidak selaras.

3. Cekungan Sumatera Selatan ( backarc basin)

Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan

cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi

antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera

India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya

dibatasi olehsingkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda

(Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah tenggara

dibatasi oleh Tinggian Lampung.Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995),

diperkirakantelah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah

Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir -

Tersier Awal dan Orogenesa Plio - Plistosen. Episode pertama, endapan - endapan Paleozoik

danMesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan

diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan.

Menurut Pulunggono,1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk

sesar berarah barat laut-tenggara yang berupa sesar - sesar geser.Episode kedua pada Kapur

Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak - gerak tensional yang membentuk grabendan

horst dengan arah umum utara - selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik

dan hasil pelapukan batuan -batuan Pra - Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk

Page 14: Sumatera dan kekar.docx

struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra - Talang Akar. Episode ketiga

berupa fase kompresi pada Plio –Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah

menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga

membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi

pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang

berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai

Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan

Tengah sehingga sesar -sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan

hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang

terjadi pada Plio-Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar

yang terbentuk berarah timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang

terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan

struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut-tenggara sebagai hasil

orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas

pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah

barat laut-tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.

E. Kesimpulan

Pulau Sumatera secara garis besar terdiri dari 3 sistem Tektonik, yakni Sistem

Subduksi Sumatera; system sesar Mentawai (Mentawai Fault System); dan Sistem Sesar

Sumatera (Sumatera Fault System). Berdasarkan rekonstruksi geologi oleh Robert Hall

(2000), awal pembentukan wilayah Sumatera dimulai sekitar 50 juta tahun lalu (awal Eosen).

Sedikitnya terdapat 19 Segmen sesar dengan panjang tiap segmen ±60-200 km; yang

merupakan bagian dari Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System) dengan panjang

±1900 km. Danau Toba yang berada di pulau Sumatera merupakan salah satu bukti nyata

Super Volcano dan merupakan sisa dari Letusan Kaldera mahadahsyat terbesar (skala 8 VEI).

2. Tentang Kekar

A.  Defenisi

Kekar adalah struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau relative tanpa

mengalami pergeseran pada bidang rekahannya. Kekar dapat terjadi pada semua jenis batuan,

dengan ukuran yang hanya beberapa millimeter (kekar mikro) hingga ratusan kilometer

Page 15: Sumatera dan kekar.docx

( kekar mayor ) sedangkan yang berukuran beberapa meter disebut dengan kekar minor.

Kekar dapat terjadi akibat proses tektonik maupun perlapukan juga perubahan temperature

yang signifikan. Kekar merupakan jenis struktur batuan dalam bentuk bidang pecah. Karena

sifat bidang ini memisahkan batuan menjadi bagian-bagian terpisah maka struktur kekar

merupakan jalan atau rongga kesarangan batuan untuk dilalui cairan dari luar beserta materi

lain seperti air, gas dan unsur-unsur lain yang menyertainya. 

B. Jenis-jenis Kekar

Kekar di bedakan menjadi 3 macam yaitu kekar pengerutan, kekar lembar dan kekar

akibat tektonik.

- Kekar lembar (sheet joint ) yaitu sekumpulan kekar yang kira-kira sejajar dengan

permukaan tanah, terutama pada batuan beku. Terbentuknya kekar ini akibat penghilangan

beban batuan yang tererosi. Penghilangan beban pada kekar ini terjadi akibat :

1) Batuan beku belum benar-benar membeku secara menyeluruh

2) Tiba-tiba diatasnya terjadi erosi yang dipercepat

3) Sering terjadi pada sebuah intrusi konkordan (sill) dangkal

- Kekar pengerutan (srinkage joint) yaitu kekar yang disebabkan karena gaya pengerutan

yang timbul karena pendinginan (pada batuan beku = kekar tiang / kolom) atau pengeringan

(pada batuan sedimen) biasanya berbentuk polygonal yang memanjang. Kekar kolom yang

terjadi pada batuan beku, pada umumnya terjadi akibat adanya intrusi dangkal (intrusi batuan

yang letaknya relative dekat dengan permukaan bumi) bentuknya adalah seperti pilar-pilar

berbentuk segi empat atau segi 6.

- Kekar akibat tektonik, berdasarkan genesanya kekar tektonik dibagi menjadi 2 macam yaitu kekar gerus dan kekar tarik

C.      Klasifikasi Kekar

Klasifikasi kekar ada beberapa macam , tergantung dasar klasifikasi yang digunakan ,

diantaranya :

1. Klasifikasi berdasarkan bentuknya

a.      Kekar sistematik yaitu keakar dalam bentuk berpasangan arahnya sejajar satu dengan

yang lainnya .

Page 16: Sumatera dan kekar.docx

b.      Kekar non sistematik yaitu kekar yang tidak teratur biasanya melengkung dapat saling

bertemu atau bersilangan di antara kekar lainnya atau tidak memotong kekar lainnya dan

berakhir pada bidang perlapisan

2. Klasifikasi kekar berdasarkan ganesanya

a.  Kekar Gerus (Shear Joint), yaitu kekar yang terjadi akibat stress yang cenderung mengelincir bidang satu sama lainnya yang berdekatan. 

      Ciri-ciri dilapangan :   Biasanya bidangnya licin.   Memotong seluruh batuan.   Memotong komponen batuan.   Biasanya ada gores garis.   Adanya joint set berpola belah ketupat.

b. Kekar Tarikan (Tensional Joint), yaitu kekar yang terbentuk dengan arah tegak lurus dari gaya yang cenderung untuk memindahkan batuan (gaya tension). Hal ini terjadi akibat dari stress yang cenderung untuk membelah dengan cara menekannya pada arah yang berlawanan, dan akhirnya kedua dindingnya akan saling menjauhi. Ciri-ciri dilapangan :         Bidang kekar tidak rata.         Selalu terbuka.         Polanya sering tidak teratur, kalaupun teratur biasanya akan berpola kotak-kotak.         Karena terbuka, maka dapat terisi mineral yangkemudian disebut vein.Kekar tarikan dapat dibedakan atas:a.       Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahannya searah dengan tegasan.b.      Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama. Struktur ini biasanya disebut Stylolite.

3. Klasifikasi berdasarkan genesa dan keaktifan gaya yang membentuknya

a.  Kekar orde pertama yaitu sebagai hasil langsung dari gaya pembentuk kekar. Umumnya mempunyai bentuk dan pola yang teratur dan ukurannya relative besar .b.  Kekar orde kedua yaitu kekar sebagai hasil pengaturan kembali atau pengaruh gaya balik / lanjutan untuk mencapai kesetimbangan massa batuan .

Page 17: Sumatera dan kekar.docx