39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya yang menjadi sumber norma dan hukum islam adalah kitab suci Al-Qur’an dan sunah Rasulullah Saw. Keduanya merupakan sumber pokok atau sumber utama. Akan tetapi kalau di rinci, sebetulnya selain dua sumber tersebut, masih ada sumber lain yang berkedudukan sebagai sumber perlengkap atau tambahan- tambahan atau penjelasan, yang disebut “Ijtihad” ini bentuk bermacam-macam, seperti Ijma’, ra’yu, Qiyas, istihsan, mashallah mursalah, istihab, dan saddu- dzair’ah. Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntutan Allah SWT (Al-quran dan hadis) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah. Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh syariat (Al-qur’an dan hadis) berupa al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-karahah, dan al-ibahah. Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram, makruh, dan mubah. 1

Sumber Hukum Islam Jadi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sumber hukum islam

Citation preview

Page 1: Sumber Hukum Islam Jadi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya yang menjadi sumber norma dan hukum islam adalah kitab

suci Al-Qur’an dan sunah Rasulullah Saw. Keduanya merupakan sumber  pokok

atau sumber utama. Akan tetapi kalau di rinci, sebetulnya selain dua sumber

tersebut, masih ada sumber lain yang berkedudukan sebagai sumber perlengkap

atau tambahan-tambahan atau penjelasan, yang disebut “Ijtihad” ini bentuk

bermacam-macam, seperti Ijma’, ra’yu, Qiyas, istihsan, mashallah mursalah,

istihab, dan saddu-dzair’ah.

Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntutan Allah SWT (Al-quran

dan hadis) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan

berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai

syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah.

Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan

oleh syariat (Al-qur’an dan hadis) berupa al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-

karahah, dan al-ibahah. Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah

(mandub), haram, makruh, dan mubah.

Dasar penggunaan sumber agama islam di dasarkan ayat al-qur’an surat

An-Nisa (5) : 59 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan

taatilah rasulmu. Dan ulil amri diantara kamu. Jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul

(sunah). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang

demikian lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya.” (Qs An-Nisa,4:59).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Sumber Hukum Islam ?

2. Apa saja yang menjadi Sumber Hukum Islam ?

3. Bagaimana Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam ?

4. Bagaimana Al-Hadist sebagai Sumber Hukum Islam ?

1

Page 2: Sumber Hukum Islam Jadi

5. Bagaimana Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam ?

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengertian Sumber Hukum Islam.

2. Mengetahui apa saja yang menjadi Sumber Hukum Islam.

3. Mengetahui Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam.

4. Mengetahui Al-Hadist sebagai Sumber Hukum Islam.

5. Mengetahui Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam.

2

Page 3: Sumber Hukum Islam Jadi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Hukum Islam

Istilah hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu ‘hukum’ dan

‘Islam’. Hukum bisa diartikan dengan peraturan dan undang-undang.1 Secara

sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma

yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau

norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan

oleh penguasa.2 Adapun kata yang kedua, yaitu ‘Islam’, adalah agama Allah yang

diamanatkan kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk mengajarkan dasar-dasar dan

syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak

mereka untuk memeluknya .3 Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti

agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. untuk disampaikan kepada

umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di

akhirat kelak. Dari gabungan dua kata ‘hukum’ dan ‘Islam’ itulah muncul istilah

hukum Islam. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan

sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam.

2.2 Sumber-Sumber Hukum Islam

Secara umum, sumber-sumber materi pokok hukum Islam adalah Al-

Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Otoritas keduanya tidak berubah

dalam setiap waktu dan keadaan. Ijtihad dengan ra’yu (akal) sesungguhnya adalah

alat atau jalan untuk menyusun legislasi mengenai masalah-masalah baru yang

tidak ditemukan bimbingan langsung dari Al-Qur’an dan Sunnah untuk

menyelesaikannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ijtihad dengan berbagai

1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, “KamusBesar Bahasa Indonesia”, Balai Pustaka: 2001, Ed. III, Cet. I, Jakarta, Hal: 4102 Muhammad Daud Ali, SH., Prof., “Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan TataHukum Islam di Indonesia”, Rajawali Pers: 1996, Edisi 5, Cet. V, Jakarta, Hal:383 Mahmud Syaltut, “Al-Islam Aqidah wa Syari’ah”, Dar al-Qalam: 1966. Cet.III. Kairo. Hal: 9

3

Page 4: Sumber Hukum Islam Jadi

metodenya dipandang sebagai sumber hukum yang berkewenangan dengan

kedudukan di bawah Al-Qur’an dan Sunnah. Keotentikan sumber-sumber

pembantu yang merupakan penjabaran dari ijtihad hanyalah ditentukan dengan

derajat kecocokannya dengan dua sumber utama hukum yang mula-mula dan

tidak ditentang otoritasnya. Jika dirinci lebih khusus, yakni dalam arti syariah dan

fikih sebagai dua konsep yang berbeda, maka sumber hukum bagi masing-masing

berbeda. Syariah, secara khusus, bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah

semata, sedang fikih bersumber kepada pemahaman (ijtihad) manusia (mujtahid)

dengan tetap mendasarkan pada dalil-dalil terperinci dari Alquran dan Sunnah.4

2.3 Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam

2.3.1 Pengertian Al-Qur’an

Menurut Subhi Ash-Shalih, Al-Qur’an sebagai kalam Allah Swt. berupa

mukjizat yang diturunkan pada Nabi Muhammad dan ditulis di mushaf serta

diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya termasuk ibadah.

Definisi senada diungkapkan oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni.

Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang tiada tandingannya,

diturunkan kepada Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantara

Malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan

kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan

ibadah, dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan ditutup dengan Surah Al-Nas.5

Firman Allah :

Artinya: “Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran)

kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh

alam” (QS. Al-Furqan :1).

Arti kata Al-Qur’an menurut bahasa (etimologi) berarti bacaan. Di dalam

Al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata Qur’an, sebagaimana dalam surah Al-

Qiyamah ayat 17-18.

4 Muhammad Daud Ali, SH., Prof., “Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan TataHukum Islam di Indonesia”, Rajawali Pers: 1996, Edisi 5, Cet. V, Jakarta, Hal:385 Mukni’ah, “Materi Pendidikan Agama Islam”, Ar-Ruzz Media: 2011, Cet: 1, Jogjakarta, Hal: 200-203

4

Page 5: Sumber Hukum Islam Jadi

Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di

dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (17). Apabila kami telah selesai

membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”.6

Kemudian di pakai kata Qur’an itu untuk Al-Qur’an yang dikenal sekarang

ini. Adapun definisi Al-Qur’an ialah kalam Allah Swt., yang merupakan mukjizat

yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw., dan membacanya adalah

ibadah.

2.3.2 Cara Al-Qur’an diwahyukan

Al-Qur’an merupakan salah satu kitab yang mempunyai sejarah panjang

yang dimiliki oleh umat Islam dan sampai sekarang masih terjaga keasliannya. Al-

Qur’an bukan hanya sekedar menjadi bahan bacaan, akan tetapi Al-qur’an

memiliki multifungsi dan selalu cocok dengan fenomena dalam kehidupan ini,

hal ini merupakan salah satu mukjizat yang dimiliki oleh al-Qur’an.7

Allah SWT menurunkan Al-Qur’an dengan perantaraan malaikat jibril

sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di

gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia / berumur 41

tahun yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir Al-Qur’an

turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah Al-Maidah ayat

3. Al-Qur’an turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik

beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat

dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan.

Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad Saw. akan lebih

mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama Al-

Qur’an diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22

hari.

Al-Quran yang menjadi sumber nilai atau norma umat Islam itu terbagi ke

dalam 30 juz (bagian), 114 surah (surat: bab) lebih dari 6000 ayat 74,499 kata atau

325. 345 huruf (atau lebih tepat dikatakan 325 345 suku kata kalau dilihat dari

6 Muhammad Daud Ali, SH., Prof., “Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan TataHukum Islam di Indonesia”, Rajawali Pers: 1996, Edisi 5, Cet. V, Jakarta, Hal: 767 Ibid, Hal: 93

5

Page 6: Sumber Hukum Islam Jadi

sudut pandang bahasa Indonesia). Al-Quran yang terdiri dari 30 juz, 114 surah,

6326 ayat itu, sistematikanya ditetapkan oleh Allah sendiri melalui malaikat Jibril

yang disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad. Allahlah yang menentukan

kemana ayat yang turun kemudian disisipkan di antara ayat yang turun lebih

dahulu. Sistematiknya tidak seperti sistematik buku (ilmiah), mengikuti metode

tertentu, suatu masalah dibicarakan dalam beberapa bab, bagian dan butir-butir.

Oleh karena itu kalau kita membaca al-Quran, masalah akidah misalnya,

berdampingan dengan soal hukum, sejarah umat yang lalu disatukan dengan

nasihat, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta.

Soal perang berurutan dengan hukum meminum minuman yang memabukkan

(mibuk), perjudian, pemeliharaan anak yatim dan perkawinan dengan orang

musyrik seperti yang dapat dibaca dalam surah al-Baqarah (2); 216-221. Maksud

sistematik demikian adalah agar orang mempelajari dan memahami al-Quran

sebagai satu kesatuan yang harus ditaati pemeluk agama Islam secara keseluruhan

tanpa memilah-milah (bagian) yang satu dengan (bagian) yang lain.8

Penamaan ayat-ayat yang turun pada kelompok turunnya disebut Ayat

Makkiyah karena turunnya di Kota Makkah, sedangkan yang turun di Kota

Madinah disebut ayat Madaniyah. Ayat-ayat tersebut bisa dibedakan dari ciri-

cirinya, adalah:

1)     Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30

dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Ayat-ayat

Madaniyah pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari

seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1.456 ayat.

2)      Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata Yaa ayyuhannaas (hai

manusia) sedang ayat-ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa

ayyuhalladziina aamanu (hai orang-orang yang beriman).

3)      Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya mengenai tauhid keyakinan pada

Kemahaesaan Allah, hari kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di

masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniyah memuat soal-soal hukum,

keadilan, masyarakat dan sebagainya.

8Ibid, Hal: 95-96

6

Page 7: Sumber Hukum Islam Jadi

4)      Ayat-ayat Makkiyah diturunkan selama 12 tahun 13 hari, sedang ayat-

ayat Madaniyah selama 10 tahun 2 bulan 9 hari.9

2.3.3 Isi Kandungan Al-Qur’an

Di dalam surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur,an terkandung kandungan yang

secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok, yaitu:

a. Aqidah/Akidah

Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan

yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan

akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT

yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada

Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak

percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.

b. Ibadah

Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari

pengertian "fuqaha" ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau

dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar

dalam ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima butir

rukum islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu,

membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi

yang telah mampu menjalankannya.10

c. Akhlaq/Akhlak

Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang

terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah.

Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah

untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang

diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

d. Hukum-Hukum

9 Ibid, Hal: 95-10310 Mukni’ah, “Materi Pendidikan Agama Islam”, Ar-Ruzz Media: 2011, Cet: 1, Jogjakarta, Hal: 207

7

Page 8: Sumber Hukum Islam Jadi

Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah

kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan

hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam

islam berdasarkan Alqur'an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat,

mu'amalat, munakahat, faraidh dan jihad.

e. Peringatan/Tadzkir

Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada

manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa'id. Tadzkir

juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya

dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa'ad. Di samping itu ada

pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib

dan kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.

f. Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah

Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik

yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang

mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT.

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran

yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikibar.

g. Dorongan Untuk Berpikir

Di dalam al-qur'an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang

memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan manfaat dan juga

membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.11

2.3.4 Kedudukan Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama dalam Islam. Semua tuntutan

dan larangan dalam Al-Qur’an harus ditatati oleh semua muslim dan diamalkan

dalam kehidupan sehari-hari. Allah menjelaskan dalam Firmannya Surat Az-

Zukhruf (43) : 43

11 Ibid, Hal: 208

8

Page 9: Sumber Hukum Islam Jadi

Artinya: “Maka berpegang teguhlah kamu kepada(agama) yang telah

diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.

( QS. Az-Zukhruf (43) : 43).

Kandungan Al-Qur’an mencakup semua aspek kebutuhan manusia yang

ada di bumi ini, maka tidak satupun yang tertinggal. Al-Qur’an telah memberikn

dasar-dasar hukum. Hal ini terdapat dalam firman Allah swt :

Artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam kitab.(QS. Al-

An’am (6) : 38)

2.3.5 Fungsi Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan wahyu atau kalam yang di sampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW, isinya penuh dengan ilmu yang terbebas dari keraguan,

kecurangan, pertentangan dan kejahilan, Al-Qur’an juga merupakan penjelmaan

dari kebenaran, keseimbangan pemikiran dan karunia. Sebagai wahyu, Al-Qur’an

bukan pemikiran dan ciptaan Nabi Muhammad SAW.

Ada tiga fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami

seorang Muslim, yaitu:

a. Al-Quran sebagai Mukjizat

Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah,

kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan

kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain

menjadi lemah, tidak berdaya.12 Setiap mukzijat biasanya turun untuk

memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa

para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak

kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan membawa

mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut.

Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat lemah?

Rasulullah saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai

puncak ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya

12 H. Arif Furqan, “Pendidikan Agama Islam”, Departemen Agama: 2002, Jakarta, Hal: 19

9

Page 10: Sumber Hukum Islam Jadi

bahasa tingkat tinggi yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada

pada zaman itu.

Keistimewaan bahasa al-qur’an terletak pada gaya pengungkapannya,

antara lain kelembutan dalam jalinan huruf dan kata dengan lainnya. Susunan

huruf-huruf dan kata-kata al-qur’an terajut secara teratur sehingga menjelma

menjadi ayat-ayat yang indah untuk dibaca dan diungkapkan. Keindahan

bahasa al-qur’an ini menjadikannya sebagai mukjizat. Sehingga, apabila ada

kata-kata manusia yang disisipkan kedalamnya maka rusaklah keindahannya.

Karena itu upaya-upaya untuk memalsu ayat-ayat al-qur’an tidak pernah

berhasil.

Keindahan gaya bahasa Al-Quran dan kerapihan susunan katanya tidak

dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab apa pun pada masa itu dan

masa sesudahnya. Itulah mengapa, Al-Quran menjadi salah satu sebab

terpenting bagi masuknya orang-orang pada masa Rasulullah saw. dan

setelahnya ke dalam Islam, serta menjadi sumber hidayah bagi orang-orang

pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Umar bin Khathab masuk

Islam setelah mendengar Al-Quran awal surat Thâhâ yang dibaca oleh adiknya

Fathimah. Abul Walid, diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa cepat-cepat

pulang begitu mendengar beberapa ayat dari surat Fushshilat yang

dikemukakan Rasulullah saw. sebagai jawaban atas usaha-usaha bujukan dan

diplomasinya. Bahkan, seorang Abu Jahal pun, orang yang paling memusuhi

Rasulullah saw., sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat

Adh-Dhuha yang dibacakan oleh beliau. 13

Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas

lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan

segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang mau berpikir

bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan

manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang hidup pada awal abad

keenam Masehi (571-632 M).

13 Ibid

10

Page 11: Sumber Hukum Islam Jadi

Ada pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang

kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf,

Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat

memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah

bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan

khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi,

berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita

bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan melalui lisan

utusan-Nya.

b. Al-Quran sebagai Pedoman Hidup

Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok

serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia

dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan

seperti:

Beribadah Langsung Kepada Allah Swt.

Berkeluarga

Bermasyarakat

Utang Piutang

Kewarisan

Pendidikan Dan Pengajaran

Pidana

Serta aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin

dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu.14

Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut

dalam kehidupannya. Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai

itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk pelanggaran dan dosa.

Melaksanakannya dinilai ibadah, memperjuangkannya dinilai sebagai

perjuangan suci, mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah karena

memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi dan tidak mau

melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir.

14 Ibid

11

Page 12: Sumber Hukum Islam Jadi

c. Al-Quran sebagai Korektor

Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan

yang dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang

dinilai tidak lagi sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt.

Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-

hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya.15

2.4 Al-Hadist sebagai Sumber Hukum Islam

2.4.1 Pengertian Al-Hadist

Hadits menurut bahasa (etimologi) berarti “baru dari segala sesuatu”. Kata

hadits mengandung pengertian sedikit dan banyak. Maksudnya sampaikanlah

risalah. Hadits sinonim dengan kata khabar.

Hadits secara terminologis sinonim dengan sunnah. Keduanya diartikan

sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasulullah SAW sebelum dan sesudah

diangkat menjadi Rasul. Akan tetapi, bila disebut kata hadits, umumnya dipakai

sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan dari rasul SAW setelah kenabian baik

berupa sabda, perbuatan, maupun taqrir.

Menurut para ahli :

Ulama hadits : hadits adalah segala ucapan,perkataan,taqriq (pengakuan) dan

keadaan Nabi.

Ulama Ushul fiqih : hadits adalah segala perkataan,perbuatan,dan taqrir nabi

yang berkaitan dengan hukum.

Abd al-Wahhab Ibn Shubhi dalam Matn al-Jami’ al- Jamawi: hadits adalah

segala perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW.16

2.4.2 Sejarah Perkembangan Hadist

a. Hadits pada periode Rasul :

Periode ini disebut dengan masa turun wahyu dan pembentukan

masyarakat islam. Periode ini terjadi pada masa Rasulullah SAW.

15 Ibid16 Sulaiman PL M. Noor, Prof. Dr, “Antologi Ilmu Hadits”, GP Press: 2008, Cet: 1, Jakarta, Hal: 1

12

Page 13: Sumber Hukum Islam Jadi

1. Kebijakan Rasulullah tentang hadits :

Rasulullah memerintahkan kepada para sahabatnya utnuk

menghafal, menyampaikan, dan menyebarkan hadits-hadits. Dalil

yang menunjukkan tentang perintah ini diantaranya adalah :

“ketahuilah, hendaknya orang yang hadir diantaramu,

menyampaikan kepada orang tidak hadir” (H.R. ‘ Abd al-Barr),

“sampaikanlah dari padaku, walaupun hanya satu ayat” (H.R. al-

Bukhậri). Singkatnya, beliau memerintahkan mereka untuk

menyebarkan agama Islam. Sabda rasulullah tersebut

dilatarbelakangi oleh kedaan para sahabat saat itu dan juga

kepentingan penyiaran Islam.17

Rasulullah melarang para sahabat untuk menulis hadits-haditsnya.

Dalil yang menunjukkan tentang pelarangan ini adalah : “janganlah

kamu menulis sesuatu yang berasal dari padaku, terkecuali Al-

Qur’an. Dan barang siapa telah menulis dari padaku selain Al-

Qur’an, hendaknya ia menghapusnya” (H.R. Ahmad). Dari hadits

ini, dapat dipahami bahwa yang boleh ditulis tentang apa yang

disampaikan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya hanyalah

ayat-ayat Al-Qur’an saja.

Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menulis haditsnya.

Rasulullah pernah menyuruh menuliskan surat kepada petugas-

petugasnya daerah-daerah, yang isinya tentang batas-batas

ketentuan zakat unta dan kambing.

2. Penyelesaian hadits yang tampak bertentangan

Para ulama, dalam menghadapi hadits-hadits yang tampak

bertentangan, telah menempuh satu cara, yaitu, mengkompromosikan

atau menyelesaikan pertentangan tersebut dengan cara

mempertemukan kedua macam hadits yang tampak bertentangan

sehingga tidak menimbulkan kesulitan untuk memahaminya.

3. Shahifah ( catatan) hadits pada zaman Rasulullah

17 Ibid, Hal: 44

13

Page 14: Sumber Hukum Islam Jadi

Pada zaman Rasul, ternyata tidak sedikit yang diantara sahabta secara

pribadi telah berusaha mencatat hadits-hadits Rasul. Shahifah, yang

berisi catatan hadits Rasul itu, dibuat dari pelepah-pelepah korma,

kulit-kulit kayu dan tulang-tulang hewan. Diantara para sahabat yang

menulis hadits-hadits Nabi dalam Shahifah-Shahifah, adalah :

Samurah bin Jundub, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakr al-Shiddiq.18

4. Peristiwa cara penyampaian hadits

Hadits Rasulullah tersebut disampaikan oleh beliau dalam berbagai

cara dan peristiwa, yaitu :

Pada majelis-majelis Rasulullah. Rasulullah telah secara khusus

dan teratur mengadakan majelis-majelis yang berhubungan dengan

majelis pengajaran Islam.

Pada peristiwa-peristiwa yang dialami oleh Rasulullah, lau beliau

menerangkan hukumnya.

Pada peristiwa yang dialami oleh kaum muslimin, kemudian

menanyakan tentang hukumnya kepada Rasulullah.

Pada peristiwa yang disaksikan langsung oleh para sahabat

mengenai apa yang terjadi atau dilakukan oleh Rasulullah SAW.

5. Cara sahabat menerima dan menyampaikan hadits

a. Cara-cara sahabat menerima hadits :

Secara langsung dari Nabi : maksudnya mereka secara

langsung mendengar, melihat, atau menyaksikan tentang apa

yang dilakukan, disabdakan, atau berhubungan dengan

Rasulullah SAW.

Secara tidak langsung dari Nabi : mereka tidak secara langsung

mendengar,melihat,atau menyaksikan tentang apa yang

dilakukan, disabdakan, atau yang berhubungan dengan

Rasulullah SAW.

b. Cara-cara sahabat menyampaikan hadits :

18 Ibid

14

Page 15: Sumber Hukum Islam Jadi

Dengan lafaz asli : yaitu menurut lafaz yang mereka terima

dari Nabi secara langsung

Dengan makna saja : hadits tersebut didampaikan oleh para

sahabat dengan mengemukakan maknanya saja, tidak menurut

lafaz-lafaz seperti yang di ucapkan oleh Rasul.

6. Sebab-sebab para sahabat tidak sederajat pengetahuannya tentang

hadits :

Tempat tinggal yang jauh

Kesibukan sehari-hari

Intelektual dan kecakapan

Keintiman/keakraban pergaulannya dengan Nabi

Masa cepat atau lambatnya masuk Islam.19

b. Hadits pada periode sahabat

Masa ini terhitung sejak tahun 11 sampai 40 hijriyah, yang disebut juga

masa sahabat besar. Pada masa ini, perhatian oara sahabat masih terfokus pada

pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an yang mana mendapat prioritas untuk

terus disebarluaskan ke berbagai pelosok wilayah Islam dan keseluruh lapisan

masyarakat.oleh karena itu, masa ini dianggap oleh para ulama sebagai masa

yang menunjukkan adanya pembatasan atau memperketat periwayatan. Setelah

Rasulullah wafat, para sahabat tidak lagi menetap di kota Madinah. Mereka

menyebar menjelajahi kota-kota lain. Konsekuensinya, penduduk di kota-kota

lain pun menerima ajaran Islam, termasuk hadits-hadits Nabi. Sebaliknya,

periwayatan hadits di permulaan masa sahabat masih sangat terbatas sekali.

Seseorang yang menerima hadits tidak harus menyampaikan hadits itu kecuali

jika diperlukan. Artinya, jika masyarakat menghadapi suatu masalah yang tidak

terdapat ketentuannya dalam Al-Qur’an dan membutuhkan penjelasan dari

hadits, maka pada saat itu periwayatan hadits dapat dilakukan.20

c. Hadits pada periode Tabi’in

19 Ibid20 Ibid

15

Page 16: Sumber Hukum Islam Jadi

Pada masa Tabi’in juga masih terdapat kehati-hatian dalam melakukan

periwayatan hadits. Meskipun keadaan mereka. Sejalan dengan pesatnya

perluasan wilayah kekuasaan Islam, penyebaran para sahabat ke daerah

tersebut pun terus meningkat, yang berarti juga meningkatnya penyebaran

hadits. Oleh karena itu , masa ini dikenal dengan masa penyebaran periwayatan

hadits (instisyar al-riwayah).

Maka tercatatlah beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam

periwayatan hadits, sebagai tempat tujuan para Tabi’in dalam mencari hadits-

hadits Nabi, dan kota-kota ini kemudian menjadi pusat kegiatan para Tabi’in

dalam periwayatan hadits- hadits mereka kepada murid-muridnya. Diantaranya

kota-kota tersebut adalah : Madinah, Mekkah, Kufah, Dan Basrah. Dalam

perkembangan selanjutnya, kegiatan periwa-yatan hadits mulai berkembang,

sejalan dengan banyaknya ulama yang tertarik untuk menulis fatwa-fatwa dari

para sahabat dan Tabi’in dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang

timbul pada waktu itu . Dan untuk mengatisipasi hilangnya hadits-hadits Nabi,

karena adanya hadits- hadits palsu yang menyebar dikalangan umat Islam,

ditambah dengan banyaknya para ulama dari kalangan Sahabat yang wafat

dalam menegakkan agama Allah, maka usaha penulisan hadits semakin keras

dilakukan para ulama di kalangan Tabi’in.

Pembagian hadits ditinjau dari berbagai aspek :

a. Ditinjau dari aspek kuantitas samad :

Hadits mutawatir

Hadits ahad : hadits Masyhur dan hadits Ghair Masyhur

b. Ditinjau dari aspek kualitasnya :

Hadits shahih : sah, benar, sempurna, tiada celanya

Hadits Hasan : hadits yang telah memenuhi 5 persyaratan hadits

shahih

Hadits Dha’if : jika salah satu syarat yang hilang. Dibagi menjadi

beberapa macam antara lain (hadits Mursal, hadits Munqathi’, hadits

Mu’dal

c. Ditinjau dari aspek diterima atau ditolaknya

16

Page 17: Sumber Hukum Islam Jadi

Hadits Maqbul

Hadits Mardud 21

2.4.3 Struktur Al-Hadist

Struktur hadist : meliputi sanad, matan, dan makharij (rawi)

a. Sanad : berarti sandaran yang dapat dipegang atau dipercayai, kaki

bukit atau kaki gunung. Menurut istilah, sanad hadits berarti jalan yang

menyampaikan kita kepada matan hadits. Sanad disebut juga dengan

thariq atau wajih.

b. Matan : secara etimologis berarti segala sesuatu yang keras bagian

atasnya. Matan dari segala sesuatu adalah bagian permukaan yang

tampak darinya, juga bagian yang menonjol dan keras. Matan secara

terminologis adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung

pengertiannya.

c. Makhaarij : secara etimologis berarti orang yang mengeluarkan atau

meriwayatkan. Jadi pengertian terminologisnya adalah orang yang

mengeluarkan atau yang meriwayatkan sebuah hadits atau orang yang

menukilkan sebuah hadist Nabi Saw.22

2.4.4 Kedudukan Al-Hadist

Hadis adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an, perintah

untuk menjadikan sunnah sebagai sumber hukum Islam. Hadis berfungsi sebagai

tafsir Al-Qur’an. Dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai

tafsiran, syarahan, dan penjelasan terhadap ayat Al-Qur’an. Perbedaan kedudukan

dengan Al-Qur’an dalam menetapkan sesuatu.

1. Segala yang ditetapkan oleh Al-Qur’an adalah absolut nilainya.

2. Penerimaan seorang muslim terhadap Al-Qur’anadalah dengan

keyakinan.

21 Ibid22 Ibid

17

Page 18: Sumber Hukum Islam Jadi

3. Karena pengalaman sejarah yang berbeda dengan pengalaman sejarah

kondifikasi Al-Qur’an ini, maka timbul usaha di bidang seleksi hadis dan

kemudian melahirkan ilmu hadis.23

Kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah penjelas ayat Al-Qur’an

yang masih global. Hadis menjadi pedoman tambahan ketika muncul persoalan-

persoalan yang tidak secara spesifik terdapat pada Al-Qur’an.

2.4.5 Fungsi Al-Hadist terhadap Al-Qur’an

a) Menurut ulama ahl al-ra’y :

Bayan Taqrir: keterangan yang didatangkan oleh sunnah untuk

memperkokoh apa yang telah diterangkan oleh Al-Qur’an.

Bayan Tafsir: menerangkan apa yang kira-kira tidak mudah

(tersembunyi pengertiannya), seperti ayat-ayat yang mujmal

(umum) dan yang mustyarak fi-hi (mengandung dua makna atau

lebih).

Bayan Tabdil atau bayan Naskh: mengganti suatu hokum atau

menghapuskannya.24

b) Menurut Imam Malik:

Bayan Taqrir: menetapkan atau mengokohkan hukum Al-Qur’an,

bukan men-tawdhih (memperjelas), men-taqyid (membatasi) yang

mutlaq, atau men-takhshish (mengkhususkan) yang amm (umum).

Bayan Tawdhih: menjelaskan maksud-maksud ayat yang dipahami

oleh para sahabat berlainan dengan apa yang dimaksud oleh ayat

itu sendiri.

Bayan Tafshil: menjelaskan keumuman (mujmal) Al-Qur’an,

seperti menjelaskan ayat tentang perintah sholat.

Bayan Tabsith: memperluas keterangan terhadap apa yang

diringkaskan keterangannya.

23 Mukni’ah, “Materi Pendidikan Agama Islam”, Ar-Ruzz Media: 2011, Cet: 1, Jogjakarta, Hal: 21724 Abduh Almanar, “Studi Ilmu Hadis”, GP Press: 2011, Jakarta, Hal: 44

18

Page 19: Sumber Hukum Islam Jadi

Bayan Tasyri’: menetapkan suatu hukum yang tidak disebutkan

dalam Al-Qur’an.

c) Menurut Ahmad Ibn Hanbal:

Bayan Ta’qid: ketika sunnah sangat sesuai petunjuknya dengan

petunjuk Al-Qur’an dari segala arah.

Bayan Tafsir: menjelaskan suatu hukum Al-Qur’an, yakni

menerangkan apa yang dimaksud oleh Al-Qur’an.

Bayan Tasyri’: menetapkan hokum yang didiamkan oleh Al-Qur’an

(yang tidak diterangkan hukumnya).

Bayan Takhshish dan Taqyid: mengkhususkan Al-Qur’an dan men-

taqyid-nya.25

2.5 Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam

2.5.1 Pengertian Ijtihad

Setelah Al-Qur’an dan hadis sebagai rujukan penetapan hukum, sumber

hukum yang ketiga adalah ijtihad. Ijtihad berasal dari kata jahada yang artinya

bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan. Dari segi bahasa arti

ijtihad adalah “mengerjakan segala sesuatu dengan bersungguh-sungguh”.

Sedangkan menurut istilah Ijtihad adalah “mengerahkan segala potensi dan

kemampuan semaksimal mungkin untuk menetapkan hukum-hukum syari’ah”.26

Objek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam

Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini memberi pengertian bahwa suatu perbuatan

yang hukumnya telah ditunjuk secara jelas, tegas, dan tuntas oleh ayat-ayat Al-

Qur’an dan As-Sunnah tidak termasuk objek ijtihad. Reaktualisasi hukum atas

suatu perbuatan tertentu yang telah diatur secara final oleh Al-Qur’an dan As-

Sunnah termasuk kategori perubahan dan penggantian alias penyelewengan dari

Al-Qur’an dan As-Sunnah.27

25 Ibid26 Mukni’ah, “Materi Pendidikan Agama Islam”, Ar-Ruzz Media: 2011, Cet: 1, Jogjakarta, Hal: 23227 Muhammad Daud Ali, SH., Prof., “Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan TataHukum Islam di Indonesia”, Rajawali Pers: 1996, Edisi 5, Cet. V, Jakarta

19

Page 20: Sumber Hukum Islam Jadi

2.5.2 Macam-Macam Ijtihad

Dari pelaksanaannya ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu Ijtihad fardi dan

ijtihad jama’i. Ijtihad fardi adalah ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid

secara pribadi, sedangkan ijtihad jama’i adalah ijtihad yang dilakukan oleh

mujtahid secara berkelompok.

Ijtihad jama’i terdiri dari empat macam, yaitu qiyas, ijma, istihasan, dan

mashalihul mursalah. Qiyas menurut bahasa adalah mengukur sesuatu dengan

lainnya dan mempersatukannya. Sedangkan menurut istilah adalah menetapkan

sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya.

Ijma menurut bahasa adalah sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan

menurut istilah adalah kebulatan pendapat atau kepakatan semua ijtihad ummat

setelah wafatnya Nabi pada suatu masa tentang hukum. Ijma ada dua macam,

yaitu (1) ijma qauli (ucapan), dimana para ulama mujtahid menetapkan

pendapatnya baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang menerangkan

persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya; (2) Ijma sukuti, dimana

para mujtahid berdiam diri, tidak mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad

para ulama lain, diamnya itu bukan karena takut atau malu.

Istihsan adalah menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan

ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berkaitan dengan

kebaikan, keadilan, kasih sayang, dan sebagainya dari Al-Qur’an dan hadis.

Mashalihul Mursalah adalah menetapkan hukum terhadap suatu persoalan

ijtihad atas dasar pertimbangan keguanaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan

tujuan syariat Islam, kendati tidak ada dalil-dalil secara eksplisit dari Al-Qur’an

dan Hadis.28

2.5.3 Dasar Hukum Ijtihad

Ulama fikih membagi hukum ijtihad menjadi tiga macam. Hukum-hukum

tersebut berkaitan dengansaat ijtihad tersebut disampaikan.

28 Mukni’ah, “Materi Pendidikan Agama Islam”, Ar-Ruzz Media: 2011, Cet: 1, Jogjakarta, Hal: 233

20

Page 21: Sumber Hukum Islam Jadi

Pertama, ijtihad itu fardu ‘ain, yaitu harus dilakukan oleh setiap muslim.

Hal ini terjadi jika seseorang berada dalam suatu keadaan atau masalah

dan ia harus menentukan sikap, sementara tidak ada orang lain di sana.

Kedua, ijtihad itu fardu kifayah, yaitu jika ada suatu masalah dan pada saat

yang sama ada para ulama yang mampu melakukan ijtihad. Oleh karena

itu, hanya mereka yang telah mampu yang dibolehkan melakukan ijtihad.

Ketiga, ijtihad itu mandub atau sunah, jika terdapat masalah yang masih

baru dan masih bersifat wacana atau belum terjadi. Saat itu, ijtihad tidak

harus dilakukan, walaupun jika dilakukan tetap diperbolehkan sebagai

langkah antisipasi kemungkinan pada masa depan.

Ijtihad tidak di benarkan untuk dilakukan oleh sembarang orang untuk

segala macam masalah,dengan kata lain di perlukan adanya keahlian

seseorang.bandingkan dengan firman Allah swt : Katakanlah: "Hai kaumku,

berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak

kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil

yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan

mendapatkan keberuntungan. (Q.S. Al-An’am 6:135)29

Mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad. ijtihad sangat penting dan

diperlukan. Oleh karena pentingnya, dalam hadis Rasulullah dijelaskan bahwa jika

hasil ijtihad seseorang benar akan mendapat balasan dua pahala, sebaliknya jika

keliru tetap mendapatkan pahala satu.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw. yang artinya: “seorang hakim

apabila berijtihad kemudian ternyata ijtihadnya benar,maka ia mendapat dua

pahala. Apabila ia berijtihad dan ternyata keliru ( Tidak mencapai kebenaran )

maka ia mendapat satu pahala.”(H.R. BUKHARI)30

Dengan demikian, berijtihad sangat penting kita lakukan untuk

menetapkan ketentuan hukum. Tidak benar pendapat yang menyatakan bahwa

pintu ijtihad telah tertutup. Sebaliknya, umat Islam dianjurkan untuk berijtihad.

29 Sudirman, “Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Islam”, UIN-Maliki Press: 2012, Cet: 2, Malang, Hal. 24030 Aminudin, ”Pendidikan Agama Islam”, Ghalia Indonesia: 2005, Cet: 2, Bogor, hal. 65

21

Page 22: Sumber Hukum Islam Jadi

Ijtihad harus dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a) Mengetahui serta memahami Alquran dan Hadist

b) Mengetahui hukum-hukum yang di tetapkan dengan ijma’

c) Mengetahui dan memahami bahasa arab

d) Mengetahui ilmu usul fiqih

e) Mengetahui ilmu nasakh dan mansukh

Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Alquran dan hadist.

Satu hal yang di sepakati oleh para ulama bahwa ijtihad tidak boleh merambah

dimensi ibadah mahdhah.31

2.5.4 Kedudukan Ijtihad

Ijtihad menempati kedudukan ketiga setelah Al-Quran dan hadist sebagai

sumber hukum islam. Dalil yang menegaskan kedudukan ijtihad sebagaimana

dijelaskan dalam hadis yang artinya, ”Dari Mu‘az, bahwasanya Nabi Muhammad

saw., ketika mengutusnya ke Yaman bersabda sebagai berikut. ”Bagaimana

pendapat engkau jika suatu perkara diajukan kepadamu bagaimana engkau

memutuskannya?” Mu’az menjawab, ”Saya akan memutuskan menurut kitabullah

(Al-Qur’an).” Selanjutnya Nabi saw. bertanya, ”Dan jika di dalam kitabullah,

engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?” ”Jika begitu saya akan

memutuskan menurut sunah Rasulullah,” jawab Mu’az. Nabi saw. bertanya

kembali, ”Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu di dalam

sunah Rasulullah?” Jawab Mu‘az, ”Saya akan berijtihad mempergunakan

pertimbangan akal pikiran sendiri (ajtahidu ra’yi) tanpa bimbang sedikit pun.”

Selanjutnya Nabi saw. (sambil menepuk dada Muaz) berkata, ”Mahasuci Allah

yang memberikan bimbingan kepada utusan rasul-Nya dengan satu sikap yang

disetujui rasul-Nya.” (H.R. Abu- Dau-d dan Tirmiz.i - ). Hadis dari Mu‘az bin

Jabal di atas menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan rujukan sumber dari

segala sumber hukum Islam. Demikian juga halnya dengan hadis Rasulullah. Jika

31 Sudirman, “Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Islam”, UIN-Maliki Press: 2012, Cet: 2, Malang, Hal. 237

22

Page 23: Sumber Hukum Islam Jadi

pada kedua sumber tersebut tidak ditemukan ketentuan hukum secara konkret, kita

boleh berijtihad dengan akal sehat kita. Para ulama juga berpendapat bahwa hasil

ijtihad dapat digunakan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. (Satria

Effendi dan M. Zein. 2005. Halaman 246).32

32 Thoyar Husni, “Pendidikan Agama Islam”, Pusat Kurikulum dan Perbukuan: 2009, Jakarta, Hal: 78

23

Page 24: Sumber Hukum Islam Jadi

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa :

1. Hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran

Islam.

2. Sumber hukum dalam agama Islam yaitu Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad.

3. Al-Qur’an ialah kalam Allah Swt., yang merupakan mukjizat yang

diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw., dan membacanya adalah

ibadah. Allah SWT menurunkan Al-Qur’an dengan perantaraan malaikat

jibril sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi

Muhammad berusia / berumur 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai

ayat 5. Sedangkan terakhir Al-Qur’an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah

tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3. Al-Qur’an turun tidak secara

sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu

surat, potongan ayat, dan sebagainya. Didalam surat-surat dan ayat-ayat

Al-Qur’an terkandung aqidah/akidah, ibadah, akhlaq/akhlak, hukum-

hukum, peringatan/tadzkir, sejarah-sejarah atau kisah-kisah mengenai

orang-orang yang terdahulu, dorongan untuk berpikir untuk mendapatkan

manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam

semesta. Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama dalam Islam. Semua

tuntutan dan larangan dalam Al-Qur’an harus ditatati oleh semua muslim

dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi atau peranan Al-

Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim, yaitu: Al-

Quran sebagai Mukjizat, Al-Quran sebagai Pedoman Hidup, Al-Quran

sebagai Korektor.

4. Hadits diartikan sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasulullah SAW

sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul. Akan tetapi, bila disebut

kata hadits, umumnya dipakai sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan

dari rasul SAW setelah kenabian baik berupa sabda, perbuatan, maupun

24

Page 25: Sumber Hukum Islam Jadi

taqrir. Sejarah Perkembangan Al-Hadist: Hadits pada periode Rasul,

Hadits pada periode sahabat, Hadits pada periode Tabi’in. Struktur Al-

Hadist meliputi sanad, matan, dan makharij (rawi). Hadis adalah sumber

hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an, perintah untuk menjadikan sunnah

sebagai sumber hukum Islam. Kedudukan hadis dalam Islam yang utama

adalah penjelas ayat Al-Qur’an yang masih global. Hadis menjadi

pedoman tambahan ketika muncul persoalan-persoalan yang tidak secara

spesifik terdapat pada Al-Qur’an.

5. Ijtihad adalah mengerahkan segala potensi dan kemampuan semaksimal

mungkin untuk menetapkan hukum-hukum syari’ah. Objek ijtihad adalah

perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-

Sunnah. Ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu Ijtihad fardi dan ijtihad jama’i,

sedangkan ijtihad jama’i dibagi lagi menjadi empat macam, yaitu qiyas,

ijma, istihasan, dan mashalihul mursalah. Ulama fikih membagi hukum

ijtihad menjadi tiga macam yaitu fardu‘ain, fardu kifayah, dan sunnah.

Ijtihad menempati kedudukan ketiga setelah Al-Quran dan Al-Hadist

sebagai sumber hukum Islam.

25

Page 26: Sumber Hukum Islam Jadi

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Daud. 1996. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan

Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Almanar, Abduh , 2011. Studi Ilmu Hadis. Jakarta: GP Press.

Aminudin.2005. Pendidikan Agama Islam. Bogor: Ghalia Indonesia.

Furqan, H. Arif. 2002. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Departemen

Agama.

Husni , Thoyar. 2009. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Pusat Kurikulum

dan Perbukuan.

Mukni’ah. 2011. Materi Pendidikan Agama Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media.

Sudirman. 2012. Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya

Islam. Malang: UIN-Maliki Press.

Sulaiman PL, H.M. Noor, 2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: GP Press.

Syaltut, Mahmud. 1966. Al-Islam Aqidah wa Syari’ah. Kairo: Dar al-Qalam.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2001.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

26