Upload
sasa-ahlan
View
281
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
Seiring dengan pertambahan penduduk dan berbagai aktivitas perekonomian, sumberdaya air
menjadi bernilai penting karena ketersediaannya berfluktuasi. Pada musim hujan terjadi banjir
sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan. Kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya
air terutama pada musim kemarau perlu dikendalikan agar tidak menjadi potensi konflik diantara
para stakeholder. Demikian juga dengan perlunya pengelolaan daerah aliran sungai dalam hal
pengendalian banjir dan sumber pencemaran ke lingkungan laut. Untuk itu pemerintah Indonesia
telah melahirkan Undang-Undang no 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air yang diundangkan
pada tangal 18 Maret 2004. Menurut undang-undang ini, sumber daya air adalah air, sumber air,
dan daya air yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya pengelolaan sumber daya air adalah
upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
6.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan.
Pengelolaan wilayah pesisir mencakup tidak saja mencakup wilayah laut dan daratan sekitar pantai,
tetapi juga harus memperhatikan daerah aliran sungai sebagai masukan materi baik berupa aliran
air tawar, sedimen, dan berbagai limbah dari berbagai akitivitas di sekitar DAS yang akhirnya
masuk ke lingkungan laut. Sungai sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, karena
fungsi-fungsinya untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan
hidrologi, rawa dan lahan basah. Sebagai alat angkut, sungai membawa sedimen (lumpur, pasir),
sampah, limbah dan zat hara, melalui berbagai macam kawasan lalu akhirnya ke laut. Apabila
sedimen yang terbawa aliran cukup banyak di pesisir akan tercipta dataran berlumpur, pantai
berpasir, dan bentuk pantai lainnya. Seandainya debit sungai berkurang dan beban
penggunaannya makin banyak, maka daya dukung sungai makin menurun sampai titik resiko yang
S6 UMBERDAYA AIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
merugikan untuk kegiatan produksi atau bahkan membahayakan kesehatan masyarakat dan
lingkungan. Untuk itu penyatuan pengelolan pesisir dan DAS dikenal dengan istilah Integrated
River Basin Coastal and Ocean Management (IRCOM).
Wilayah Provinsi Jawa Barat bagian utara mempunyai banyak aliran sungai. Beberapa sungai besar
yang bermuara di pantai utara Jawa Barat adalah : Sungai Citarum, Sungai Cimanuk dan Sungai
Cisanggarung. Sungai-sungai utama antara lain Sungai Bekasi/Kali Bekasi di Kabupaten Bekasi;
Sungai Cilamaya di Kabupaten Karawang; Sungai Ciasem, Sungai Cipunagara di Kabupaten
Subang; Sungai Cilalanang, Sungai Cimanuk di Kabupaten Indramayu; Sungai Ciwaringin, Sungai
Cisanggarung, Kali Bondet dan Bangkaderes di Kabupaten Cirebon. Menurut pembagian satuan
wilayah sungai oleh Direktorat Sumberdaya Air Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006, sungai
sungai tersebut di atas termasuk dalam 3 Satuan Wilayah Sungai (SWS), yaitu (1) Ciliwung-
Cisadane; (2) Citarum; (3) Cimanuk-Cisanggarung.
6.2 Satuan Wilayah Sungai (SWS)
Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah suatu batas manajemen administrasi yang terdiri dari satu
atau beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang sumberdaya air, wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari
atau sama dengan 2.000 km2. Wilayah Pantai Jawa Barat bagian utara mencakup 3 SWS, yaitu:
1) SWS Citarum yang mempunyai 4 sungai utama yaitu Sungai Citarum, S. Cipunegara, S.
Cilamaya, S. Ciasem; 2) SWS Cimanuk-Cisanggarung yang mempunyai 5 sungai utama, yaitu: S
Cimanuk, S. Cisanggarung, S. Citempel, S. Ciluncat, S. Bondet; dan 3) SWS Ciliwung Cisadane,
dalam hal ini yang bermuara di Kabupaten Bekasi yaitu S. Bekasi.
6.2.1 SWS Citarum
SWS Citarum di wilayah pantai Jawa Barat bagian utara merupakan bagian dari SWS Citarum Hilir
yang mempunyai luas 6.154 km2 (sekitar 30 % dari luas SWS Citarum). SWS ini melingkupi
kabupaten-kabupaten yang merupakan wilayah pantai Jawa Barat bagian utara terdiri dari
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-1
Kabupaten Karawang (1.985 km2), Indramayu (648 km2), dan Subang (2.068 km2), dan wilayah
yang bukan termasuk dalam kawasan pantai Jawa Barat bagian utara, yaitu Jakarta, Bogor,
Purwakarta, Cianjur dan Bandung.
Curah hujan tahunan di SWS Citarum rata-rata sebesar 2.358 mm, sedangkan aliran rata rata di
bagian hilir mencapai 13,0 milyar meter kubik per tahun. Dengan debit aliran sebesar ini SWS
Citarum dapat dimanfaatkan untuk keperluan tenaga listrik, pertanian, industri dan sebagainya
melalui 3 bendungan besar yang dibangun di sepanjang aliran sungai Citarum (Bendungan
Saguling, Cirata dan Jatiluhur).
Menurut data Direktorat Sumberdaya Air Departemen Pekerjaan Umum
(http://sda.pu.go.id/SDA/sdainfo_sungai.asp), terdapat 10 sungai utama yang termasuk di SWS
Citarum, yaitu Sungai Citarum, Cilesung, Cijalu, Jati, Cilamaya, Blanakan, Ciasem, Bantargede, dan
Cipunegara. Informasi karakterisitik dan luas DAS Citarum selengkapnya tentang disajikan pada
Tabel 6.1 dan 6.2 berikut:
Tabel 6.1.
Karakteristik Sungai pada Satuan Wilayah Sungai (SWS) Citarum
Nama Sungai
Luas DPS
(Km²)
Panjang (Km)
Lebar (m)
Anak Sungai
Kelere-ngan
Debit Banjir
(m³/detik)Citarum 6,080.80 268.60 75.00
2,235
0.00680 1,131.00
Cilesung 115.70 36.50 15.00 10 0.00060 422.00
Cijalu 454.44
43.00 25.00 57 0.00220 459.00
Jati 330.08
76.10 10.00 71 0.00660 610.00
Cilamaya 329.80 81.60 25.00 96 0.01840 632.00
Blanakan 64.62 15.50 10.00 6 0.00130 275.00 Ciasem 584.80 89.80 40.00 167 0.01000 663.00
Bantargede 72.62 12.00 10.00 2 0.00070 242.00 Cipunegara 1,277.78 148.70 50.00 504 0.01040 498.00
Sumber: http://sda.pu.go.id/SDA/sdainfo_sungai.asp
Tabel 6.2. Luas DAS Citarum
No DAS/ Sub DAS
CITARUM Kabupaten Luas (Ha)
1. Citarum Bandung, Cianjur,Purwakarta, Karawang
811.944,00
2. Cipunagara Subang, Purwakarta 129.850,503. Ciasem Subang 101.162,504. Cibuni Sukabumi, Cianjur 140.608,255. Cilamaya Subang, Karawang 78.024,256. Cisadea Cianjur 51.704,007. Cisokan Cianjur 24.032,008. Ciujung Cianjur 17.500,259. Cipandak Cianjur 18.485,5010. Cidamar Cianjur 30.201,7511. Cilaki Cianjur 44.766,75 Jumlah 1.448.654,50
Sumber http://www.bpdas-citarum-Ciliwung.net
Vegetasi yang ada sebagian besar merupakan hutan dengan luas 2.445 km2, sawah beririgasi
dengan luas 2.801 km2, sawah tadah hujan dengan luas 386 km2. Untuk daerah lahan kering (up
land field) terdapat kebun/lahan (garden/dryfield) kering seluas 1.002 km2, shifting cultivation
seluas 809 km2, grass land seluas 185 km2, dan situ-situ seluas 320 km2. Sisa lahan selebihnya non
vegetasi berupa lahan permukiman, perkotaan dan industri.
6.2.2 SWS Cimanuk-Cisanggarung
SWS Cimanuk–Cisanggarung mencakup wilayah administratif Kabupaten Garut, Sumedang,
Majalengka, Indramayu, Cirebon. Sungai-sungai utama yang termasuk SWS ini adalah Sungai
Cimanuk, Sungai Cisanggarung, Sungai Ciluncat, Sungai Citempel, dan Kali Bondet. Informasi
karakterisitik selangkapnya tentang sungai-sungai ini disajikan pada Tabel 6.3 berikut:
Tabel 6.3.
Karakterisitik Sungao-sungai di SWS Cimanuk-Cisanggarung
Nama Sungai
Luas DPS
(Km²)
Panjang (Km)
Lebar (m)
Anak Sungai
Kelere-ngan
Debit Banjir (m³/
detik) CILUNCAT 179.62 41.40 15.00 5 0.00170 450.00CITEMPEL 1,150.20 79.10 20.00 67 0.00530 618.00CIMANUK 3,557.10 258.40 60.00 774 0.00590 1,125.00 CISANGGA-RUNG
834.30 103.60 80.00 244 0.00770 712.00
BONDET 9.80 10.50 10.00 0 0.00140 226.00Sumber: http://sda.pu.go.id/SDA/sdainfo_sungai.asp
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-2
Sedimentasi di lokasi SWS ini cukup tinggi. Data dari Balitbang PU menyebutkan bahwa Lebih
kurang sebanyak 25 ton atau 4,2 juta m3 angkutan sedimen per tahun terbawa bersama aliran
permukaan. Selanjutnya sedimen ini mengendap membentuk delta di muara Sungai Cimanuk di
Kabupaten Indramayu.
SWS Cimanuk mempunyai luas 4.325 km2. Wilayah kabupaten yang termasuk dalam SWS Cimanuk
meliputi Kabupaten Bandung seluas 135 km2, Kabupaten Garut 893 km2, Kabupaten Majalengka
seluas 909 km2, Kabupaten Sumedang seluas 1.092 km2, Kabupaten Indramayu seluas 1.238 km2
serta Kabupaten Subang seluas 58 km2. Curah hujan tahunan yang terjadi di DAS Cimanuk rata-
rata sebesar 2.070 mm. Potensi aliran rata rata mencapai kapasitas sebesar 4,0 milyar meter
kubik per tahun.
Gambar 6.1. Hilir Sungai Cimanuk di Indramayu
Vegetasi yang ada sebagian besar merupakan hutan dengan luas 1.512 km2, sawah beririgasi
dengan luas 1.225 km2, sawah tadah hujan dengan luas 305 km2. Untuk daerah lahan kering (up
land field) terdapat kebun/lahan kering (garden/dryfield) seluas 303 km2, shifting caltivation seluas
696 km2, grassland dan fallow land seluas 174 km2 dan situ-situ seluas 44 km2. Sisa lahan
selebihnya berupa lahan terbuka untuk pemukiman diperkotaan dan industri.
SWS Cisanggarung termasuk dalam wilayah Propinsi Jawa Barat dan mempunyai luas 2.560 km2.
Kabupaten yang termasuk dalam SWS Cisanggarung di wilayah pantai Jawa Barat bagian utara
yaitu Indramayu (221 km2), Cirebon (1105 km2), Kota Cirebon (33 km2) dan yang bukan
merupakan pantai Jawa Barat bagian utara yaitu Kuningan (754 km2), Majalengka (73 km2) dan
Brebes (374 km2).
Curah hujan tahunan yang terjadi di SWS Cisanggarung rata-rata sebesar 2.032 mm. Potensi
aliran rata rata mencapai kapasitas sebesar 2,0 milyar meter kubik per tahun.
Vegetasi yang ada sebagian besar merupakan hutan dengan luas 680 km2, sawah beririgasi dengan
luas 904 km2, sawah tadah hujan dengan luas 212 km2. Untuk daerah bagian atas (up land field)
terdapat kebun/lahan kering (garden/dryfield) seluas 308 km2, shifting cultivation seluas 262 km2,
grass land dan fallow land seluas 124 km2, dan situ-situ seluas 65 km2. Sisanya merupakan lahan
terbuka untuk pemukiman diperkotaan dan industri.
6.2.3 SWS Ciliwung Cisadane
Dari sejumlah DAS yang termasuk SWS Ciliwung Cisadane hanya DAS Kali Bekasi yang bermuara di
wilayah Provinsi Jawa Barat. Luas DAS Kali Bekasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor, Bekasi,
DKI luas 178.006,00. DAS Kali Bekasi berhulu di perbukitan sebelah timur Bogor dan memiliki
anak sungai antara lain Kali Cikeas, Kali Cileungsi, Kali Bekasi, Kali Baru, Saluran Jatiluhur, Kali
Bulevar Raya, Kali Pekayon, Saluran Bumi Satria Kencana, Saluran Rawa Tembaga, Saluran
Rawalumbu dan Kali Sasak Jarang. DAS Kali Bekasi ini berpengaruh terhadap bahaya banjir di
Bekasi dan Jakarta bagian timur. Kali Bekasi memiliki Luas DPS 1,354.78 Km2, Panjang 97.50 Km,
Lebar 60.00 m, jumlah anak sungai 127 buah dengan debit banjir 691 m3/detik
(http://sda.pu.go.id/SDA/sdainfo_sungai.asp).
Secara spasial, Satuan Wilayah Sungai di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 5.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-3
6.3 Lahan Kritis dan Tingkat Erosi
Stabilitas lahan di DAS sangat berpengaruh pada potensi sumberdaya air baik kuantitas maupun
kualitasnya. Stabilitas lahan ini dinyatakan dalam kepekaan tanah terhadap erosi. Keadaan
Kepekaan tanah terhadap erosi di daerah pantai Jawa Barat bagian utara bervariasi dari sangat
rendah sampai agak tinggi. Pada kepekaan tanah yang agak tinggi menunjukkan tanah ini sangat
mudah hancur terhadap daya penghancur dari luar menjadi partikel-partikel lebih halus, kemudian
partikel ini di angkut oleh air permukaan sehingga terjadi erosi. Kecepatan terjadinya erosi ini akan
dipercepat dengan kemiringan lereng yang terjal. Makin terjal lereng makin besar erosi yang
terjadi pada tanah yang sangat peka. Beberapa lahan yang mempunyai kepekaan tanah yang
tinggi sangat mudah menjadi lahan kritis apabila tidak dikelola dengan benar.
Pada tanah-tanah yang mempunyai kepekaan erosi yang sedang sampai agak tinggi dengan lereng
kurang dari 8 % masih baik untuk budidaya tanaman semusim, sedangkan pada lereng berkisar 8
% sampai 15 % merupakan marginal untuk budidaya tanaman pangan (semusim) dan pada lereng
lebih dari 15 % sebaiknya untuk budidaya tanaman tahunan (tanaman keras). Pada tanah yang
mempunyai kepekaan erosi yang sedang sampai agak tinggi dengan lereng 30–45 %, kemungkinan
masih dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman perkebunan/tahunan dengan tindakan
konservasi tanah sangat mutlak diperlukan, antara lain tanah selalu tertutup tanaman penutup
(cover crops) dan pembuatan terasering.
6.4 Sumberdaya Air Permukaan
Air permukaan adalah air sungai, air rawa dan juga danau/waduk. Sungai utama yang ada di
pantai utara Jawa Barat adalah Sungai Citarum, Sungai Cimanuk dan Sungai Cisanggarung yang
dimanfaatkan untuk pertanian dan untuk keperluan sehari-hari penduduk yang tinggal di sepanjang
alur sungai. Daerah rawa yang ada di pantai Jawa Barat bagian utara mulai dari Kabupaten Bekasi
sampai Cirebon masing-masing adalah Kabupaten Bekasi daerah rawa ada di Muara Gembong,
Kabupaten Karawang ada di daerah Pakisjaya, Karangjati (hilir sungai Cijalu), Kabupaten Subang
ada di hilir Sungai Ciasem dan hilir Sungai Cipunegara.
Curah hujan merupakan sumber air untuk permukaan. Rata-rata curah hujan tahunan di daerah
Jawa Barat bagian utara berkisar antara 1.792 mm sampai dengan 4.728 mm. Rata-rata curah
hujan bulanan terendah umumnya terjadi pada bulan September, kecuali Subang dan Purwakarta
pada bulan Agustus; sedangkan rata-rata curah hujan bulanan tertinggi umumnya terjadi pada
bulan Januari, kecuali Sumedang, Majalengka, Kuningan dan Ciater yang masing-masing terjadi
pada bulan Desember, Pebruari, Maret dan April. Fluktuasi debit sungai tergantung dari curah
hujan, tetapi sungai-sungai ini pada umumnya telah dimanfaatkan untuk perairan. Ini terlihat
dengan adanya bendungan (dam) pada sungai-sungai tersebut. Bahan-bahan yang diangkut
melalui sungai-sungai tersebut mencerminkan kualitas sifat-sifat kimia dari bahan yang terdapat di
daerah atasnya.
Gambar 6.2. Muara Bondet Kabupaten Cirebon
Penilaian kualitas air dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat kimia air sungai untuk pertumbuhan
tanaman, yang ditentukan oleh nilai salinitas dan sodisitas atau kandungan kation dan anion yang
bersifat meracuni tanaman. Salinitas merupakan penilaian terhadap kandungan garam secara
kuantitatif yang ditentukan dengan mengukur Daya Hantar Listrik (DHL) yang dinyatakan dalam
mmhos/cm pada suhu 25 oC, sedangkan sodisitas adalah penilaian terhadap ion natrium
berkelebihan yang mungkin menggangu kehidupan tanaman dan sifat-sifat fisik tanah. Penilaian
bahaya natrium dalam air menggunakan perbandingan adsorpsi natrium (SAR).
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-4
Tabel 6.4. Nilai Kualitas Air pada beberapa sungai/saluran irigasi di Pantai Jawa Barat Bagian Utara
Sampel DHL PH SAR Sal/Sod Nilai
Sungai Cimanuk 0,16 7,0 1,22 C1, S1 BaikSungai Cikeruh 0,19 7,1 0,47 C1, S1 BaikSungai Cipunagara 0,39 7,5 2,05 C2, S1 SedangSungai Eretan 21,20 7,0 32,25 C4, S4 JelekSungai Cigodek 0,16 7,1 0,63 C1, S1 BaikSungai Cilamaya 0,20 7,2 0,45 C1, S1 BaikSungai Leuwimunding 0,09 7,1 0,40 C1, S1 BaikSungai Ciwaringin 0,16 7,1 0,42 C1, S1 BaikSungai Citarum 0,18 7,5 0,54 C1, S1 Baik
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat, 2004 Keterangan: C1 : Kelas salinitas sangat baik C2 : Kelas salinitas cukup baik C4 : Kelas salinitas sangat jelek S1 : Kelas sodisitas sangat baik
Air sungai cukup baik untuk pertumbuhan tanaman jika masih mempunyai kisaran DHL antara
0,07-1,1 mmhos/cm pada suhu 25 °C, nilai SAR kurang dari 10 dan kemasaman kurang lebih pada
pH 7,0. Kualitas air untuk parameter tertentu berdasarkan hasil analisis kualitas air pada beberapa
sungai dapat dilihat bahwa:
1. Sungai Citarum
Di lima lokasi pemantauan sepanjang Sungai Citarum, yaitu Bendung Wangisagara, Outlet
Waduk Jatiluhur, Outlet Bendung Curug dan Jembatan Tanjungpura, tidak memenuhi
persyaratan untuk parameter Mn, Zn, Fenol dan DO.
2. Sungai Cileungsi/Kali Bekasi
Di tiga lokasi pemantauan sepanjang Sungai Cileungsi/Kali Bekasi, yaitu Cileungsi, Intake PAM
Bekasi dan Babelan tidak memenuhi persyaratan untuk parameter Mn dan Zn.
3. Sungai Cimanuk
Di empat lokasi pemantauan sepanjang Sungai Cimanuk, yaitu Bendung Cimanuk, Jembatan
Sasak Beusi Cibatu, Bendung Rentang dan Intake PAM Jatibarang tidak memenuhi persyaratan
untuk parameter Mn, Zn, Fenol dan NO2-N.
Gambaran kualitas air secara umum memberikan kecenderungan menjadi lebih jelek sehingga
perlu mendapatkan perhatian pengelolaannya. Secara spasial, sumberdaya air permukaan di
pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 6.
6.5 Sumberdaya Air Tanah
6.5.1 Air Tanah Bebas
Air tanah bebas atau disebut juga air tanah dangkal dijumpai sebagai air sumur gali. Air tanah ini
banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai keperluan dengan kedalaman sumur
umumnya antara 1 – 25 meter, semakin ke arah selatan semakin dalam dapat mencapai 40 meter.
Di daerah Bekasi hingga Karawang akuifer tak tertekan terdapat pada kedalaman 0,5 sampai 40
meter. Air tanah bebas masih merupakan sumber utama air bersih bagi sebagian besar penduduk
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatannya dilakukan dengan cara pembuatan
sumur gali dan sumur pantek pada kedalaman kurang dari 20 meter di bawah permukaan,
umumnya terdapat pada lapisan pasir, pasir kerikilan, tufa pasiran dan pasir lanauan. Air tanah
bebas di dataran aluvial terdapat dalam lapisan pasir, pasir lempungan, pasir kerikilan dan pasir
lempungan. Untuk daerah Cirebon dan sekitarnya biasanya di buat sumur kurang dari 25 m.
6.5.2 Kualitas Air Tanah Bebas
Mutu air tanah bebas bervariasi dari baik hingga jelek, asin rasa airnya hingga tawar, berwarna
keruh hingga jernih. Kesadahannya berkisar antara 8,5 – 16,7, pH sekitar 6,7 – 11,2, sisa kering
353 – 580, sisa pijar 252 – 420, kadar kandungan ion klorida berkisar 25,5 – 6.685 mg/l, SO4
antara 40,5 – 246,9 mg/l.
Khususnya untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, kandungan air tanah bebas di dataran
aluvial terkecuali daerah-daerah sekitar pantai, pemanfaatannya masih dapat dikembangkan.
Sedangkan untuk daerah-daerah yang terletak sekitar 1 – 3 km dari garis pantai, penggunaan air
tanah bebasnya sangat terbatas sekali disebabkan asin hingga payau rasa airnya. Air tanah bebas
di daerah perbukitan, pemanfaatannya masih sangat terbatas dan jarang sekali, disebabkan
kesukaran dalam penggaliannya dan sangat terbatas kandungan airnya.
6.5.3 Air Tanah Tertekan
Berdasarkan peta sebaran air asin, air bawah tanah hasil pemantauan Dinas Pertambangan dan
Energi Propinsi Jawa Barat tahun 2004, di wilayah pantai utara Jawa Barat terdapat 4 cekungan air
bawah tanah tidak tertekan yaitu: (1) Cekungan Bekasi-Karawang; (2) Cekungan Pamanukan; (3)
Cekungan Indramayu dan; (4) Cekungan Cirebon (lihat Peta).
Berdasarkan nilai daya hantar listrik, karakteristik air bawah tanah di wilayah pesisir utara Jawa
Barat adalah sebagai berikut:
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-5
• Di Bekasi dan karawang batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 25 km dari pantai
dan batas air asin sejauh 12 km dari pantai
• Di Ciasem Kabupaten Subang, batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 10 km dari
pantai dan batas air asin sejauh 9 km dari pantai. Di Binong batas air bawah tanah
payau/tawar terdapat sejauh 22 km dari pantai dan batas air asin sejauh 18 km dari pantai. Di
Patrol batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 5 km dari pantai dan batas air asin
sejauh 3 km dari pantai
• Di Kandanghaur batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 17 km dari pantai dan
batas air asin sejauh 7 km dari pantai. Di Lohbener batas air bawah tanah payau/tawar
terdapat sejauh 18 km dari pantai dan batas air asin sejauh 17 km dari pantai
• Di Jatibarang batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 19 km dari pantai dan batas
air asin sejauh 8 km dari pantai. Di Kota Cirebon air bawah tanah bersifat tawar. Di Losari air
bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 14 km dari pantai dan batas air asin sejauh 11 km
dari pantai.
Sedangkan berdasarkan kandungan Klorida, karakteristik air bawah tanah wilayah pesisir utara
Jawa Barat adalah sebagai berikut:
• Di Bekasi batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 12 km dari pantai dan batas air
asin sejauh 7 km dari pantai. Di Karawang Di Bekasi dan Karawang batas air bawah tanah
payau/tawar terdapat sejauh 21 km dari pantai dan batas air asin sejauh 19 km dari pantai
• Di Ciasem Kabupaten Subang, batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 23 km dari
pantai dan batas air asin sejauh 15 km dari pantai. Di Binong batas air bawah tanah
payau/tawar terdapat sejauh 35 km hingga selatan Pagaden, dan batas air asin sejauh 26 km
dari pantai di selatang Binong. Di Patrol batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 1
km dari pantai dan batas air asin sejauh 0,5 km dari pantai.
• Di Kandanghaur batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 8 km dari pantai dan
batas air asin sejauh 6 km dari pantai. Di Loh Bener batas air bawah tanah payau/tawar
terdapat sejauh 17 km dari pantai dan batas air asin sejauh 13 km dari pantai.
• Di Krangkeng batas air bawah tanah payau/tawar terdapat sejauh 11 km dari pantai dan batas
air asin sejauh 9 km dari pantai di timur Indramayu. Di Gebang mekar- Losari batas air bawah
tanah payau/tawar terdapat sejauh 3 m dari pantai dan batas air asin sejauh 2 km dari pantai.
Selanjutnya berdasarkan pengukuran Geolistrik, karakteristik air bawah tanah wilayah pesisir utara
Jawa Barat adalah sebagai berikut:
• Sebaran vertikal air asin di cekungan Bekasi – Karawang kedalaman akuifer 10 – 40 m air asin
sampai sejauh 11 – 17 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 100 m asin semua hingga
26 – 29 km dari pantai.
• Sebaran vertikal air asin di cekungan Pamanukan kedalamn akuifer 14 - 46 m air asin sampai
sejauh 19,5 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 80 m asin semua hingga 37 km dari
pantai.
• Sebaran vertikal air asin di cekungan Indramayu kedalaman akuifer 8 - 31 m air asin sampai
sejauh 11,5 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 90 m asin semua hingga 17,5 km
dari pantai.
• Sebaran vertikal air asin di cekungan Cirebon bagian utara kedalaman akuifer 5 - 35 m air asin
sampai sejauh 13,7 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 70 m asin semua hingga
Jatibarang. Dibagian kota Cirebon dekat pantai akuifer 12 - 28 m air asin sampai sejauh 13,3
km dari pantai, pada akuifer lebih dalam dari 74 m asin semua hingga 13,3 km dari pantai. Di
losari akuifer 10 - 40 m air asin sampai sejauh 5,5 km dari pantai, pada akuifer lebih dalam
dari 90 m asin semua hingga 11,22 km dari pantai.
Potensi air tanah ini harus dikelola secara bijaksana agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan dan
menghindari semakin jauhnya intrusi air laut ke arah darat. Pemerintah daerah berperan dalam
pengaturan potensi air tanah ini sehingga dapat mengalokasikan pemanfaatannya untuk berbagai
keperluan seperti industri, pemukiman, pelabuhan dn sebagainya. Air bawah tanah pada
kedalaman akuifer kurang dari 20 meter sebaiknya dialokasikan untuk keperluan rumah tangga
dengan debit pemompaan 0,5 l/det. Juga pengaturan kedalam pompa sumur bor harus diatur
sesuai dengan kedalaman efektif akuifer di masing-masing cekungan serta batas debit maksimum
air tanah yang dapat dipompa. Indikasi terdapatnya air tanah dalam tawar adalah terdapatnya
sumur bor dalam yang dibuat memancarkan air sendiri. Di daerah pesisir Bekasi hingga Karawang
mempunyai potensi air tanah tertekan dengan akuifer yang beragam dari 46 sampai 140 meter, di
sekitar Kedungdawa-Kedikan-Gabus-Tibereng-Losarang merupakan akumulasi air tanah dalam
tawar yang cukup besar, serta di sekitar Jatibarang-Krasak-Amanggir-Kaplongan-Jengkok.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-6
Gambar 6.3.
Salah Satu Saluran Pembuangan Air di Kawasan Pantai Balongan-Indramayu
Air tanah tertekan juga dijumpai di daerah pesisir Cirebon dan sekitarnya terdapat dalam batuan
berumur Kwarter. Di Palimanan, Arjawinangun, Ciwaringin dengan potensi akuifer diperkirakan
penyebarannya tidak terus menerus baik secara vertikal maupun horizontal.
6.5.4 Kualitas Air Tanah Tertekan
Untuk daerah sekitar Cirebon, Muara dan Arjawinangun berdasarkan hasil analisa contoh air tanah
tersebut umumnya bermutu buruk dan tidak memenuhi persyaratan baku air minum. Sedangkan
untuk daerah lainnya, mutu air tanahnya cukup baik. Kualitas air tanah ini umumnya cukup baik,
air bening, pH berkisar antara 6,43 – 8,53, kandungan CI di bagian selatan jalur jalan propinsi
umumnya rendah yaitu antara 11,2 – 582,6 mg/liter. Beberapa contoh air tanah dangkal yang
diambil di desa Lohbener, Juntinyuat, Sindang dan Krangkeng menunjukkan kandungan CI cukup
tingi antara 603 – 3.120 mg/liter. Unsur lainnya yaitu nitrit umumnya tidak ada, hanya setempat di
desa sekitar Jatibarang mencapai 3 mg/liter, dan unsur nitrat berkisar antara 0,5 – 2,8 mg/liter,
setempat mencapai 111,0 yaitu Desa Krangkeng.
Kualitas air tanah disebaran pematang pantai lama dan sungai purba cukup baik, air sumur gali
yang dijumpai air bening dan air tawar, pada kedalaman < 3 meter. Sebaran pematang pantai
lama dan sungai purba dapat dicirikan dari sebaran pemukiman saat ini. Secara spasial,
sumberdaya air tanah di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 7.
6.6 Kawasan Rawan Banjir
Wilayah pantai utara Jawa Barat yang merupakan dataran rendah dan tempat bermuaranya
beberapa sungai yang termasuk DAS Cisanggarung, Cimanuk dan Citarum memiliki potensi
terjadinya banjir di setiap musim penghujan. Berdasarkan peta rawan banjir provinsi Jawa Barat
(LREP, 1999), hampir seluruh kabupaten dan kota di wilayah pesisir pantai utara Jawa Barat
memiliki kategori rawan banjir. Selanjutnya berdasarkan peta digital lahan sawah rawan banjir
yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian,
mulai dari Kabupaten Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon, maka sebagian besar sawah
diwilayah kabupaten tersebut memiliki potensi rawan banjir.
Pada kejadian banjir di musim penghujan tahun 2007, kecamatan yang dilanda banjir di Kabupaten
Karawang meliputi kecamatan Pakisjaya, Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Rawamerta, Karawang
Timur, Karawang Barat, Tirtamulya, Tirtajaya, Jayakerta, Batujaya, Telukjambe Barat, Telukjambe
Timur, Rengasdengklok, Jatisari, Pakisjaya, Kutawaluya, Purwasari, Telagasari, Pedes, Tempuran,
Tegalwaru, dan Cibuaya. Kecamatan dengan banjir terparah terjadi di Kecamatan Cilamaya Kulon,
yakni sekitar 68 persen lahan yang dilanda banjir, Kecamatan Cilamaya Wetan (66 persen), dan
Kecamatan Tempuran (55 persen). Selain curah hujan yang tinggi, kejadiannya jebolnya tanggul
di beberapa titik di Sungai Citarum menyebabkan meluasnya area yang tergenang air.
Di Kabupaten Subang pada musim penghujan menggenangi wilayah Kec. Pamanukan, Legon
Kulon, dan Kecamatan Pusakanegara Kec. Blanakan, Compreng, Ciasem, Binong, dan Cipunagara.
Bila hujan di wilayah DAS Sungai Cipunagara yang merupakan sungai terbesar di Kabupaten
Subang terjadi terus menerus, maka banjir yang jauh lebih besar dapat mengenangi dataran
rendah di Kabupaten Subang.
Di Kabupaten Indramayu banjir terjadi akibat meluapnya Sungai Beji, Ciperawan, dan Cilet di Kec.
Kandanghaur. Kecamatan Anjatan, Sukra, Patrol dan Kandanghaur. Demikian juga meluapnya
Sungai Cimanuk menyebabkan banjir di Kecamatan Indramayu.
Di Kabupaten Cirebon, banjir sering melanda wilayah Kecamatan Kapetakan, Panguragan, Gegesik,
Suranenggala dan Jamblang.
Foto : PKSPL-IPB
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-7
Selain pada musim hujan, banjir juga biasa terjadi di pesisir pantai utara Jawa Barat akibat
gelombang pasang laut atau penduduk sering menyebutnya “Rob”. Kejadian ini umumnya terjadi
antar bulan Mei – Agustus (musim kemarau). Wilayah yang sering terkena dampak rob adalah di
wilayah Kabupaten Indramayu seperti di Kecamatan Juntinyuat, Losarang; Kecamatan Gunung Jati
di Kabupaten Cirebon; Kecamatan Lemah Wungkuk dan Kejaksan di Kota Cirebon.
Berikut ini disajikan secara spasial kawasan sawah rawan banjir di pesisir wilayah utara Jawa Barat
hasil pengamatan Departemen Pertanian tahun 2004 (Gambar 6.4) dan Peta 8.
B
A
C
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-8
Gambar 6.4. Luas Lahan Rawan Banjir di Pantura Jawa Barat (A-E)
D
E
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 6-9
Pariwisata merupakan salah satu potensi wilayah pesisir yang dapat berkontribusi terhadap
pembangunan wilayah pesisir. Potensi ini selain juga memberikan dampak ekonomi, juga
memberikan dampak ekologi cukup signifikan terhadap perbaikan dan sanitasi lingkungan sekitar.
Melalui program-program pengembangan pariwisata untuk keindahan panorama pantai atau
pengembangan hutan mangrove lestari merupakan salah satu potensi wisata yang bersinergi
dengan pengembangan konservasi sumberdaya pesisir dan laut. Sehingga tidaklah mengherankan
bilamana pengembangan pariwisata bahari merupakan salah satu pemanfaatan potensi
sumberdaya yang tepat untuk dilakukan di wilayah pesisir dan laut Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan hasil analisis perhitungan Sistem Informasi Geografi (SIG/GIS) terhadap panjang garis
pantai Provinsi Jawa Barat bagian utara, tercatat panjang garis pantai di wilayah ini adalah 492,66
kilometer. Garis pantai yang panjang ini, dapat memberikan gambaran betapa besar potensi
wisata pantai yang dapat dikembangkan.
Kabupaten Bekasi
Dari sepanjang 77,88 kilometer garis pantai yang dimiliki Kabupaten Bekasi, terdapat sekitar 7,25
kilometer yang merupakan potensi pantai alami yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata
pantai di Kabupaten Bekasi. Lokasi pantai yang berpotensi untuk dikembangkan antara lain adalah
muara Sungai Cikarang Bekasi Laut (CBL), pantai alam Muara Gembong dan Muara Bendera di
Kecamatan Muara Gembong (obyek wisata pemancingan di muara Sungai Citarum), serta
Tarumajaya yang memiliki aksesibilitas yang mudah, baik melalui jalan darat maupun jalan laut
dengan perahu tempel atau speed boat dari pelabuhan Tanjung Priok.
Acara Pesta Laut yang diadakan di daerah muara Sungai Citarum setiap tahun pada tanggal 17
Agustus, atau pelaksanaan pesta sakralnya yang diadakan dua tahun sekali pada bulan September
dapat dijadikan salah satu daya tarik wisata. Pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Bekasi
sebagai pusat pariwisata pantai dimaksudkan juga agar penanganan yang sampai sekarang terus
berlangsung dapat lebih diperhatikan atau lebih serius ditangani.
P7 ARIWISATA BAHARI
Kabupaten Karawang
Sektor pariwisata di Kabupaten Karawang sampai saat ini belum berperan memberikani kontribusi
ekonomi regional kabupaten, karena potensi yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal.
Keterbatasan dalam pengembangan sektor pariwisata adalah pendanaan, sumberdaya manusia dan
penyebaran informasi serta lokasi pantai yang bukan merupakan lintasan wisata. Namun demikian,
tidak berarti bahwa Kabupaten Karawang tidak memiliki potensi wisata yang bisa dijual baik untuk
wisatawan lokal maupun asing.
Garis pantai Kabupaten Karawang sepanjang 94,01 kilometer, memiliki potensi wisata yang dapat
dikembangkan. Beberapa potensi wisata yang dapat dikembangkan antara lain :
1. Wisata Pantai Tanjung Pakis di Kecamatan Pakisjaya dengan potensi atraksi lumba-lumba,
hutan pinus pada kawasan pantai, dan tempat pelelangan ikan (TPI)
2. Wisata Pantai Cibuaya, yang menyajikan makanan laut
3. Wisata Alam Hutan Bakau-Cibuaya, dikelilingi oleh sungai sehingga dapat digunakan sarana
angkutan air.
4. Wisata Pantai Ciparage
Potensi pariwisata di pesisir Kabupaten Karawang secara sosial dan ekonomis belum dimanfaatkan
dan dikelola secara optimal. Sebagai contoh obyek wisata pantai pesisir Ciparage banyak
dikunjungi oleh wisatawan domestik dari Karawang terutama hanya pada hari-hari libur. Obyek
wisata lainnya di pantai tersebut adalah Pesta Laut yang diadakan setiap dua tahun sekali yaitu
pada bulan Nopember. Berdasarkan informasi dari Dinas Perikanan Kabupaten Karawang, potensi
pariwisata pantai yang dapat dikembangkan yaitu disepanjang pantai Pasir Putih di Kecamatan
Cilamaya, Pariwisata Pantai Terpadu dengan Wisata Agroseafood Fisheries di muara Sungai
Cibuntu, Kecamatan Pedes dan di sekitar Pantai Timbuljaya di Kecamatan Pakisjaya dan diduga di
Kecamatan Batujaya terdapat "situs" yang sekarang masih dalam taraf penelitian oleh Badan
Arkeologi Nasional.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 7-1
Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu memiliki beberapa potensi wisata bahari yang tersebar disepanjang 161,72
kilometer garis pantai ada yang di wilayahnya. Potensi lokasi wisata yang telah banyak dikenal ada
3 (tiga), yaitu (i) Pantai Tirtamaya, (ii) Koloni Kera dan (iii) Pulau Biawak.
Luas lokasi wisata Pantai Tirtamaya adalah 1,8 hektar dengan fasilitas area bermain anak-anak,
tempat berteduh, restoran, area parkir serta wisata perahu. Pengelolaan tempat ini dilayani oleh 8
orang tenaga kerja yang terdiri penjual tiket tanda masuk dan tenaga administrasi lainnya. Pantai
Tirtamaya merupakan salah satu daerah wisata yang terancam punah eksistensinya disebabkan
oleh semakin terkikisnya daerah wisata pantai di kawasan ini oleh gelombang. Kondisi saat ini
menunjukkan sudah pada tahap mengkhawatirkan.
Gambar 7.1. Pintu Masuk Wisata Pantai Tirtamaya Kabupaten Indramayu
Obyek wisata koloni Kera seluas 1,5 hektar dilayani oleh 3 orang petugas pariwisata serta obyek
Pulau Biawak seluas kurang lebih 200 hektar dan masih belum dikelola secara khusus sehingga
data pengunjung juga belum tercatat.
Objek wisata lainnya yang terdapat di wilayah pesisir Indramayu adalah pantai Kandanghaur. Di
wilayah ini berdiri beberapa warung-warung dan kedai makanan dan minuman siap saji, seperti
ikan bakar, bakso, es kelapa, dan sebagainya. Selain itu, di daerah ini juga dapat menikmati
pemandangan pantai, kendati relatif sederhana. Kawasan ini lebih merupakan kawasan wisata
persinggahan, karena sebagian besar pengunjung merupakan masyarakat yang kebetulan berhenti
untuk sekedar melepas lelah sambil makan dan minum serta menikmati pemandangan pantai.
Daerah pengembangan pariwisata lainnya adalah Patrol, Pantai Karangsong, Pantai Cangkring dan
Pantai Glayem yang belum dikelola secara baik dan perlu penataan lebih baik mengingat lokasinya
yang berdekatan dengan dermaga perahu nelayan. Kegiatan wisata lainnya yang sudah
merupakan tradisi di setiap daerah nelayan adalah adanya pesta laut yang diadakan setiap tahun.
Kabupaten Subang
Kabupaten Subang mempunyai garis pantai sepanjang 68,69 kilometer. Secara kasat mata,
beberapa lokasi di sepanjang pantai Kabupaten Subang berpotensi untuk pengembangan wisata
bahari.
Upaya pemanfaatan daerah pesisir sebagai area wisata pantai di Kabupaten Subang yang dikelola
oleh pemerintah daerah adalah Pantai Pondok Bali di pesisir Kecamatan Pamanukan. Area wisata
di daerah pesisir tersebut mempunyai karakteristik pantai yang landai, pasir bewarna coklat, dan
area hutan lindung mangrove. Daerah ini juga sering dipergunakan sebagai area pemancingan
ikan laut sehingga cocok untuk dikembangkan. Pemancing yang berdatangan berasal dari Kota
Pamanukan serta dari luar kota seperti Bandung dan Karawang. Di Kecamatan Blanakan juga
terdapat areal khusus penangkaran buaya yang bisa dikembangkan menjadi salah satu tujuan
wisata.
Pengembangan objek wisata di kawasan pantai utara Subang meliputi 3 (tiga) obyek utama, yaitu
(i) kawasan wisata Pondok Bali dan Gagara Menyan, (ii) kawasan wisata Blanakan dan (iii) kawasan
wisata Pantai Patimban. Permasalahan utama yang terjadi pada obyek-obyek wisata pesisir
(khususnya Pondok Bali) adalah masalah abrasi dan penebangan hutan mangrove.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 7-2
A B
C D
Gambar 7.2. Potensi Wisata di Kabupaten Subang: (A) Wisata Mangrove Blanakan; (B) Penangkaran Buaya
Blanakan; (C) Sarana Pengawas Pantai Pondok Bali; dan (D) Pintu Masuk Pariwisata Pondok Bali
Kabupaten Cirebon
Kabupaten Cirebon mempunyai panjang garis pantai terpanjang ketiga setelah Kabupaten
Indramayu dan Karawang. Tercatat 80,42 kilometer garis pantai yang terdapat di wilayah
administrasi kabupaten ini. Beberapa lokasi memiliki potensi pengembangan wisata bahari,
disamping daerah yang selama ini telah digunakan sebagai lokasi rekreasi. Lokasi rekreasi pantai
di Kabupaten Cirebon terdapat di wilayah Cirebon bagian utara. Umumnya pesisir tersebut
dipergunakan sebagai area rekreasi oleh wisatawan domestik namun pengelolaannya belum
dilakukan dengan baik. Daerah yang akan dikembangkan salah satunya adalah Perkampungan
Nelayan Gebang Mekar yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Gebang.
Kota Cirebon
Panjang garis pantai Kota Cirebon tercatat 9,94 kilometer. Daerah pariwisata pantai belum dikelola
secara khusus dan hanya dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi murah oleh penduduk disekitarnya.
Salah satu wisata pantai yang ada di Kota Cirebon adalah Taman Ade Irma Suryani Nasution. Di
dalamnya dilengkapi dengan arena bermain anak-anak, beberapa binatang langka, panggung
hiburan dan pantai.
Taman ini berdampingan dengan PT. Pelabuhan II Cirebon. Walaupun penataan Taman Ade Irma
lebih baik dibandingkan dengan Pantai Tirtamaya di Indramayu, namun pengunjung hanya ramai
pada hari-hari libur dan hari Minggu. Tiket tanda masuk tempat ini sebesar Rp 3.500 per orang.
Pada hari-hari libur banyak dijumpai pengunjung yang rata-rata berusia remaja sedangkan pada
hari-hari biasa sangat jarang didatangi pengunjung.
Gambar 7.3. Wisata Pantai Taman Ade Irma Suryani di Kota Cirebon
Secara spasial, objek wisata dan fasilitasnya di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 9.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 7-3
8.1 Perikanan Tangkap
Perikanan Jawa Barat saat ini memang sangat bertumpu pada produksi perikanan di wilayah pesisir
bagian utara. Berdasarkan data Profil Daerah Jawa Barat tahun 2006, tercatat bahwa produksi
perikanan Jawa Barat di wilayah pesisir bagian utara ini relatif mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Hanya pada tahun 2003 saja terjadi penurunan hasil tangkapan dari sekitar 133.169,30
ton pada tahun 2002 menjadi sekitar 131.444,60 ton pada tahun 2003. Tabel 8.1 berikut ini
menyajikan perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap di Provinsi Jawa Barat
bagian utara periode 1994 – 2005.
Tabel 8.1. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Provinsi Jawa Barat
Bagian Utara Periode 1994 – 2005
Tahun Produksi Perikanan (ton)
Jumlah Alat Tangkap (unit)
1994 55.469,58 11.7141995 91.251,61 13.7861996 96.436,11 11.8541997 107.190,18 11.5241998 107.353,10 11.7771999 120.131,96 13.2262000 126.937,31 13.8282001 132.306,24 14.5512002 133.169,30 17.7942003 131.444,60 16.9112004 141.462,40 19.4512005 141.812,60 22.469
Rata-rata 115.413,75 14.907Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut
Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).
Tabel 8.1 juga menunjukkan bahwa jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan sebagai sarana
penangkapan secara umum juga relatif mengalami peningkatan, kendati terjadi dua kali penurunan
jumlah alat tangkap, yaitu pada tahun 1996 dan tahun 2003.
P8 ERIKANAN
Gambar 8.1. Suasana Pelelangan di TPI Mina Bahari Eretan Kulon Kabupaten Indramayu
Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara diagramatis
dapat dilihat pada Gambar 8.2.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-1
-20.000,0040.000,0060.000,0080.000,00
100.000,00120.000,00140.000,00160.000,00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Barat Bagian Utara
Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)
Gambar 8.2. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Provinsi Jawa Barat
Bagian Utara Periode 1994 - 2005
Perkembangan produksi dan alat tangkap di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara ini
tidak terlepas dari peran produksi yang dihasilkan oleh sejumlah alat tangkap yang ada di enam
daerah kabupaten/kota yang ada di wilayah ini. Distribusi produksi perikanan pada masing-masing
kabupaten/kota selengkapnya disajikan pada Tabel 8.2, sedangkan distribusi jumlah alat tangkap
di wilayah ini selengkapnya disajikan pada Tabel 8.3.
Tabel 8.2.
Distribusi Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap di Provinsi Jawa Barat Bagian Utara Periode 1994 – 2005
Produksi per Kabupaten/Kota (%)
Tahun Cirebon Kota
Cirebon Indramayu Subang Karawang Bekasi
Produksi Pantura Jabar
(ton) 1994 33,70 7,98 19,60 30,75 5,13 2,83 55.469,581995 20,32 4,58 50,55 18,26 4,48 1,80 91.251,611996 19,15 3,95 53,18 16,63 5,36 1,73 96.436,111997 14,98 2,34 60,94 14,60 5,56 1,57 107.190,181998 15,36 3,06 57,72 12,70 9,82 1,33 107.353,101999 20,17 2,78 55,85 11,72 8,18 1,29 120.131,962000 21,19 2,82 55,27 11,10 8,42 1,20 126.937,312001 22,61 2,90 54,00 10,85 8,51 1,14 132.306,242002 30,16 3,05 44,94 10,82 9,85 1,18 133.169,302003 31,03 3,10 46,16 11,19 7,34 1,18 131.444,602004 28,87 2,89 47,21 12,70 7,18 1,14 141.462,402005 28,60 2,44 47,48 12,36 7,89 1,24 141.812,60
Rata- rata 23,85 3,49 49,41 14,47 7,31 1,47 115.413,75
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).
Tabel 8.2 menunjukkan bahwa Kabupaten Indramayu dari tahun ke tahun, secara umum
merupakan pemberi kontribusi utama bagi perkembangan produksi perikanan tangkap di wilayah
pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara, kecuali pada tahun 1994 yang didominasi oleh Kabupaten
Cirebon dan Subang. Secara rata-rata Kabupaten Indramayu memberikan kontribusi produksi
sebesar 49,41 persen per tahun, diikuti kemudian oleh Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Subang
dengan besaran kontribusi per tahunnya masing-masing sebesar 23,85 persen dan 14,47 persen.
Gambar 8.3. Armada Perikanan Tangkap di Belanakan Subang
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-2
Tabel 8.3. Distribusi Perkembangan Alat Tangkap di Provinsi Jawa Barat Bagian Utara
Periode 1994 – 2005
Jumlah Alat Tangkap per Kabupaten/Kota (%)
Tahun Cirebon Kota
Cirebon Indramayu Subang Karawang Bekasi
Jumlah Alat Tangkap
Pantura Jabar (unit)
1994 29,47 1,27 51,34 4,91 10,52 2,50 11.714 1995 25,06 1,08 58,17 4,34 8,69 2,65 13.786 1996 29,50 1,22 52,55 5,09 8,56 3,08 11.854 1997 27,36 1,74 53,38 5,14 9,22 3,17 11.524 1998 27,29 1,19 52,24 4,46 11,67 3,15 11.777 1999 36,15 1,17 46,29 4,38 9,69 2,32 13.226 2000 38,90 1,30 44,07 4,36 8,93 2,43 13.828 2001 41,72 1,46 41,84 4,40 8,03 2,54 14.551 2002 54,00 1,12 29,36 4,27 7,33 3,92 17.794 2003 43,52 2,91 37,31 4,55 7,04 4,68 16.911 2004 55,60 1,74 29,93 4,76 4,48 3,50 19.451 2005 52,64 1,50 34,36 3,62 4,46 3,41 22.469
Rata- rata 38,43 1,48 44,24 4,52 8,22 3,11 14.907
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).
Tabel 8.3 menunjukkan bahwa Kabupaten Indramayu secara rata-rata merupakan daerah yang
memiliki jumlah alat tangkap terbanyak diantara daerah lainnya, yaitu tercatat sebanyak 44,24
persen dari total rata-rata per tahun jumlah alat tangkap yang ada di wilayah pesisir Provinsi Jawa
Barat bagian utara, diikuti kemudian oleh Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Karawang, masing-
masing sebanyak 38,43 persen dan 8,22 persen. Tabel 8.3 juga menunjukkan bahwa Kabupaten
Cirebon dari tahun 2002 sampai 2005 menjadi daerah dengan jumlah alat tangkap terbanyak
dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dapat saja disebabkan oleh semakin banyaknya
masyarakat pesisir yang mengajukan ijin untuk melakukan usaha perikanan dan melakukan
penangkapan ikan di wilayah kabupaten tersebut.
Perkembangan produksi belumlah merupakan jaminan bahwa masyarakat pesisir di suatu wilayah
dapat memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Produksi hanyalah merupakan gabungan
hasil tangkapan nelayan dari masing-masing alat tangkap yang terdapat di suatu wilayah. Oleh
karena itu besaran hasil tangkapan ikan per unit alat tangkap seyogyanya dapat menunjukkan
sebesar besar hasil yang mungkin dapat diperoleh oleh masing-masing nelayan yang melakukan
penangkapan, kendati bias hasil masih saja dapat terjadi dikarenakan alat tangkap yang dimiliki
oleh nelayan berbeda-beda sesuai dengan kemampuan modal yang dimilikinya. Adapun
perkembangan jumlah hasil tangkapan per unit alat tangkap di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat
bagian utara selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.4.
Tabel 8.4.
Perkembangan Produksi per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Provinsi Jawa Barat Bagian Utara Periode 1994 – 2005
CPUE per Kabupaten/Kota (ton/unit alat tangkap)
Tahun Cirebon Kota
Cirebon Indramayu Subang Karawang Bekasi
CPUE Pantura Jabar (ton/unit alat tangkap)
1994 5,42 29,72 1,81 29,67 2,31 5,37 4,74 1995 5,37 28,08 5,75 27,82 3,41 4,50 6,62 1996 5,28 26,27 8,23 26,60 5,09 4,58 8,14 1997 5,09 12,54 10,62 26,44 5,62 4,62 9,30 1998 5,13 23,36 10,07 25,97 7,67 3,86 9,12 1999 5,07 21,65 10,96 24,30 7,67 5,04 9,08 2000 5,00 19,89 11,51 23,36 8,65 4,53 9,18 2001 4,93 18,07 11,73 22,41 9,63 4,08 9,09 2002 4,18 20,28 11,45 18,99 10,05 2,26 7,48 2003 5,54 8,28 9,62 19,09 8,11 1,96 7,77 2004 3,78 12,09 11,47 19,40 11,66 2,37 7,27 2005 3,43 10,23 8,72 21,55 11,15 2,29 6,31
Rata- rata 4,85 19,21 9,33 23,80 7,58 3,79 7,84
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).
Tingkat produksi per satuan unit alat tangkap dapat menunjukkan seberapa efisien suatu alat
tangkap menangkap ikan di suatu wilayah. Efisiensi alat tangkap paling besar ditunjukkan oleh
Kabupaten Subang, yaitu sebesar 23,80. Nilai ini menunjukkan bahwa satu alat tangkap di wilayah
ini rata-rata dapat menangkap ikan sebanyak 23,80 ton per tahun.
Efisiensi alat tangkap di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara secara rata-rata sebesar
7,84 ton per satuan unit alat tangkap. Perkembangan jumlah tangkapan per unit alat tangkap di
wilayah Provinsi Jawa Barat bagian utara ini selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8.4.
Adapun gambaran perkembangan hasil tangkapan per satuan unit alat tangkap di masing-masing
wilayah kabupaten/kota di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 8.5.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-3
Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Barat Bagian Utara
y = -0,0707x + 8,3371R2 = 0,0402
-1,002,003,004,005,006,007,008,009,00
10,00
11.52
4 11
.714
11.77
7 11
.854
13.22
6 13
.786
13.82
8 14
.551
14.90
7 16
.911
17.79
4 19
.451
22.46
9
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPU
E (to
n/un
it)
CPUELinear (CPUE)
Gambar 8.4. Perkembangan Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Provinsi Jawa Barat
Bagian Utara
Pada Gambar 8.4 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di provinsi ini
mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Kendati pola hubungan antara CPUE dengan
alat tangkap relatif tidak kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang hanya sebesar 4,02 persen,
namun berdasarkan hasil analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan
penurunan hasil tangkapan sebesar 0,0707 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap
yang digunakan di daerah tersebut.
Perkembangan Produksi Per Unit Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Barat Bagian Utara
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
CPUE
(ton
per
uni
t ala
t tan
gkap
)
CPUE Kab.Cirebon CPUE Kota Cirebon CPUE Kab.IndramayuCPUE Kab.Subang CPUE Kab.Karawang CPUE Kab.BekasiCPUE Prov.Jabar Bag.Utara
Gambar 8.5.
Perkembangan Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap di Provinsi Jawa Barat Bagian Utara Periode 1994 - 2005
Penangkapan ikan di laut yang dilakukan tidak terlepas dari adanya perkembangan jumlah rumah
tangga perikanan yang melakukan usaha tersebut. Perkembangan jumlah rumah tangga perikanan
di pantai utara Jawa Barat pada periode 2002-2005 cenderung meningkat, kendati terjadi
penurunan pada tahun 2003-2002. Berdasarkan rataan per tahun, Kabupaten Cirebon merupakan
daerah yang mempunyai jumlah RTP terbesar dibandingkan daerah lainnya. Sebaran jumlah RTP
di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.5.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-4
Tabel 8.5. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Provinsi Jawa Barat
Bagian Utara Periode 2002 – 2005 Jumlah RTP (rumah tangga)
No
Kabupaten/Kota2002 2003 2004 2005 Rata-rata per
tahun 1 Cirebon 4.456 4.869 4.614 4.776 4.6792 Kota Cirebon 159 256 270 259 2363 Indramayu 4.082 4.271 4.308 4.308 4.2424 Subang 620 640 645 648 6385 Karawang 780 780 780 731 7686 Bekasi 697 791 370 373 558 Pantura 10.794 11.607 10.987 11.095 11.121
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Terkait dengan ketersediaan RTP adalah adanya armada penangkapan ikan. Satu RTP dapat
mempunyai beberapa armada perikanan, sebaliknya satu armada perikanan juga dapat terdiri dari
beberapa RTP. Perkembangan jumlah armada juga cenderung berfluktuasi seiring berflutuasinya
jumlah RTP di wilayah pantai utara Jawa Barat. Tabel 8.6 berikut ini menyajikan secara rinci
perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Provinsi Jawa Barat bagian utara.
Tabel 8.6. Perkembangan Jumlah dan Tingkat Kepadatan Armada Penangkapan Ikan di
Provinsi Jawa Barat Bagian Utara
Jumlah Armada Penangkapan (unit) No Kabupaten/Kota 2002 2003 2004 2005
Jumlah PP7PPI
Kepadatan Armada * Kategori**
1 Cirebon 4.511 4.869 4.723 4.875 7 678 tinggi2 Kota Cirebon 225 325 338 883 2 221 sedang3 Indramayu 4.606 4.571 4.541 4.541 12 380 tinggi4 Subang 637 642 666 670 4 163 rendah5 Karawang 862 768 780 860 5 164 rendah6 Bekasi 697 791 370 382 3 187 sedang Pantura 11.538 11.966 11.418 12.211 33 357 tinggi
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007). Keterangan : * merupakan hasil pembagian antara jumlah armada penangkapan ikan pada tahun
2005 terhadap jumlah PP/PPI di wilayah yang bersangkutan ** Kategori ditentukan dengan teknik skoring dan komparasi tingkat kepadatan
armada di masing-masing daerah. Skor tertinggi adalah 687 (Kab.Cirebon) dan terendah adalah 163 (Kab.Subang), lalu dengan jumlah kategori adalah 3 (tinggi, sedang dan rendah), maka interval masing-masing kategori adalah 171, sehingga diperoleh indikator : (i) rendah jika skornya kurang dari 171, (ii) sedang jika skornya berada diantara 171 – 342, dan (iii) tinggi jika skornya di atas 342.
Tabel 8.6 menunjukkan bahwa secara umum wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara
mempunyai tingkat kepadatan armada yang sudah tergolong tinggi. Kabupaten Cirebon
merupakan daerah dengan tingkat kepadatan armada paling tinggi dibandingkan daerah-daerah
lainnya, sedangkan Kabupaten Subang merupakan daerah dengan tingkat kepadatan armada
terendah.
Kabupaten Bekasi
Kabupaten Karawang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan paling kecil
diantara daerah-daerah lainnya yang berada di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara.
Rata-rata produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar 1.588,97 ton per tahunnya. Dengan
jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 475 unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit
alat tangkap dapat dihitung sebesar 3,79 ton per unit alat tangkap. Tabel 8.7 berikut ini
menyajikan perkembangan produksi perikanan, jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan per unit
alat tangkap di Kabupaten Bekasi periode 1994 – 2005.
Tabel 8.7.
Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap di Kabupaten Bekasi Periode 1994 – 2005
Tahun Produksi Perikanan (ton)
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPUE (ton/unit)
1994 1.570,00 292 5,371995 1.644,20 365 4,501996 1.671,50 365 4,581997 1.685,10 365 4,621998 1.432,00 371 3,861999 1.545,56 307 5,042000 1.520,05 336 4,532001 1.508,08 370 4,082002 1.577,50 697 2,262003 1.550,50 791 1,962004 1.611,70 680 2,372005 1.751,50 766 2,29
Rata-rata 1.588,97 475 3,79 Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Tabel 8.7 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun sangat
berfluktuatif. Fluktuasi ini juga terjadi pada perkembangan jumlah alat tangkap yang terdapat di
daerah ini. Produksi perikanan daerah ini mengalami peningkatan pada periode 1994-1997,
kemudian menurun pada tahun 1995, tetapi mengalami peningkatan kembali pada periode 1995-
1997, demikian seterusnya kembali berfluktuasi sebelum akhirnya kembali mengalami peningkatan
pada periode 2003-2005. Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat
tangkap secara diagram dapat dilihat pada Gambar 8.6.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-5
-200,00400,00600,00800,00
1.000,001.200,001.400,001.600,001.800,00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Bekasi
Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)
Gambar 8.6. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Bekasi
Periode 1994 - 2005
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Bekasi secara periodik berdasarkan periode
2002-2005 kurang begitu beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring insang
tetap merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak
151 unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis sero dan jaring insang hanyut,
yaitu masing-masing sebanyak 140 unit dan 133 unit. Adapun perkembangan alat tangkap di
wilayah Kabupaten Bekasi berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-2005
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.8 dan gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap
dapat dilihat Gambar 8.8.
Tabel 8.8.
Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Bekasi Periode 2002 – 2005
Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap
2002 2003 2004 2005 Rata2/th1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang 110 110 110 110 110 Dogol - - - - - Pukat Pantai - - - 22 63 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - - - 4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 133 133 133 133 133 Jaring Lingkar - - - - - Jaring Klitik 67 85 292 125 142 Jaring Insang Tetap - - - 151 38 Trammelnet - - - - -5 Jaring Angkat Bagan Perahu - - - - - Bagan Tancap - - - - - Serok - - - - - Jaring Angkat Lainnya - - - - - 6 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut - - - - - Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain 2 12 20 - 9 Pancing Tonda - - - - -7 Perangkap Sero 200 225 40 140 151 Jermal - - - - - Bubu - - - - - Perangkap Lainnya 185 226 85 85 145 Jumlah 697 791 680 766 734
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Gambar 8.7. Alat Tangkap Sero Banyak digunakan Nelayan Bekasi di Pesisir Pantai
(sumber foto: PKSPL-IPB, 2006)
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-6
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Bekasi
0%15%0%
1%
0%
18%
0%
19%
5% 0%0%0%0%0%0%
0%
0%
1%
0%
21%
0%
0%
20%
42%
Pukat Udang Payang Dogol Pukat PantaiPukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring KlitikJaring Insang Tetap Trammelnet Bagan Perahu Bagan TancapSerok Jaring Angkat Lainnya Rawai Tuna Rawai HanyutRawai Tetap Pancing yang Lain Pancing Tonda SeroJermal Bubu Perangkap Lainnya
Gambar 8.8.
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Bekasi
Gambar 8.8 menunjukkan bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis sero dan jaring
insang hanyut merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Bekasi. Jenis
ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Bekasi adalah jenis ikan pelagis kecil dan
udang, seperti layang, tembang, kembung, kuwe, teri, udang dan sebagainya.
Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Bekasi secara rata-rata sebesar 3,79 ton per satuan unit alat
tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi paling rendah diantara daerah-daerah lainnya yang
berada di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara. Adapun gambaran hasil tangkapan per
satuan unit alat tangkap di Kabupaten Bekasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8.9.
Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Bekasi
y = -0,2859x + 5,789R2 = 0,9033
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
292
336
365
370
475
697
791
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPU
E (to
n/un
it)
CPUE (ton/unit)
Linear (CPUE (ton/unit))
Gambar 8.9.
Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Bekasi
Pada Gambar 8.9 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini
mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Hubungan antara CPUE dengan alat tangkap
relatif sangat kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang sebesar 90,33 persen. Berdasarkan hasil
analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan
sebesar 0,2859 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah
tersebut.
Kabupaten Karawang
Kabupaten Karawang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terkecil
ketiga setelah Kabupaten Bekasi dan Kota Cirebon. Rata-rata produksi perikanan di daerah ini
adalah sebesar 8.708,18 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 1.162
unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung sebesar 7,58 ton
per unit alat tangkap. Tabel 8.9 berikut ini menyajikan perkembangan produksi perikanan, jumlah
alat tangkap dan hasil tangkapan per unit alat tangkap di Kabupaten Karawang periode 1994 –
2005.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-7
Tabel 8.9. Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat
Tangkap di Kabupaten Karawang Periode 1994 – 2005
Tahun Produksi Perikanan (ton)
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPUE (ton/unit)
1994 2.842,88 1.232 2,311995 4.090,64 1.198 3,411996 5.168,05 1.015 5,091997 5.964,50 1.062 5,621998 10.544,10 1.375 7,671999 9.830,94 1.282 7,672000 10.683,93 1.235 8,652001 11.257,66 1.169 9,632002 13.111,90 1.305 10,052003 9.652,20 1.190 8,112004 10.163,40 872 11,662005 11.188,00 1.003 11,15
Rata-rata 8.708,18 1.162 7,58 Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Tabel 8.9 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun relatif
meningkat dari tahun ke tahun. Kendati diselingi penurunan produksi pada tahun 1999, namun
pada periode 1994-2002 produksi perikanan di daerah ini mengalami peningkatan. Demikian
halnya pada periode tahun 2003-2005 produksi perikanan di kabupaten ini kembali mengalami
peningkatan. Perkembangan yang berfluktuasi terjadi pada jumlah alat tangkap yang terdapat di
daerah ini. Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara
diagram dapat dilihat pada Gambar 8.10.
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Karawang secara periodik berdasarkan
periode 2002-2005 cukup beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis rawai hanyut
merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak 208
unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis payang dan jaring klitik, yaitu masing-
masing sebanyak 156 unit dan 155 unit. Adapun perkembangan alat tangkap di wilayah Kabupaten
Karawang berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-2005 selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 8.10 dan gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap selengkapnya
dapat dilihat Gambar 8.11.
-2.000,004.000,006.000,008.000,00
10.000,0012.000,0014.000,00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Karawang
Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)
Gambar 8.10. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Karawang
Periode 1994 - 2005
Tabel 8.10. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Karawang
Periode 2002 – 2005
Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap 2002 2003 2004 2005 Rata2/th
1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang 110 110 110 156 122 Dogol 53 - - 82 34 Pukat Pantai 70 70 70 75 713 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - 40 104 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 139 139 139 155 143 Jaring Lingkar 78 - - 33 28 Jaring Klitik 492 492 148 206 335 Jaring Insang Tetap 172 172 172 48 1415 Jaring Angkat Bagan Tancap 33 33 33 - 256 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut 158 158 158 208 171 Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain - - 22 - 6 Pancing Tonda - - - - -7 Perangkap Jermal - - - - - Bubu - 16 20 - 9 Perangkap Lainnya - - - - - Jumlah 1.305 1.190 872 1.003 1.093
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-8
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Karawang
0%
11%
3%7%1%
13%
3%
31%
13%
0%
0%
2%
0%
0%
0%
16%
0%
1%
0%
0%
0%
1%
0%
17%
Pukat Udang
Payang
Dogol
Pukat Pantai
Pukat Cincin
Jaring Insang Hanyut
Jaring Lingkar
Jaring Klitik
Jaring Insang Tetap
Trammelnet
Bagan Perahu
Bagan Tancap
Serok
Jaring Angkat Lainnya
Raw ai Tuna
Raw ai Hanyut
Raw ai Tetap
Pancing yang Lain
Pancing Tonda
Sero
Jermal
Bubu
Perangkap Lainnya
Gambar 8.11. Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Karawang
Gambar 18 menunjukkan bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Jaring klitik dan
jaring insang hanyut merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Karawang.
Jenis ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Karawang adalah jenis ikan pelagis
kecil dan udang, seperti layang, tembang, kembung, kuwe, teri, udang dan sebagainya.
Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Karawang secara rata-rata sebesar 7,58 ton per satuan unit alat
tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi paling rendah ketiga setelah Kabupaten Bekasi dan
Kabupaten Cirebon. Adapun gambaran hasil tangkapan per satuan unit alat tangkap di Kabupaten
Karawang selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8.12.
Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Karawang
y = -0,1473x + 8,6159R2 = 0,041
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
872
1.01
5 1.
162
1.19
0 1.
232
1.28
2 1.
375
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPU
E (to
n/un
it)
CPUE (ton/unit)
Linear (CPUE (ton/unit))
Gambar 8.12.
Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Karawang
Pada Gambar 8.12 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini
mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Kendati pola hubungan antara CPUE dengan
alat tangkap relatif tidak kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang hanya sebesar 4,10 persen,
namun berdasarkan hasil analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan
penurunan hasil tangkapan sebesar 0,1473 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap
yang digunakan di daerah tersebut.
Kabupaten Subang
Kabupaten Subang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar
ketiga setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Rata-rata produksi perikanan di
daerah ini adalah sebesar 15.514,75 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata
sebanyak 665 unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung
sebesar 23,80 ton per unit alat tangkap. Tabel 8.11 berikut ini menyajikan perkembangan
produksi perikanan, jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan per unit alat tangkap di Kabupaten
Subang periode 1994 – 2005.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-9
Tabel 8.11. Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat
Tangkap di Kabupaten Subang Periode 1994 – 2005
Tahun Produksi Perikanan (ton)
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPUE (ton/unit)
1994 17.058,53 575 29,671995 16.666,77 599 27,821996 16.038,00 603 26,601997 15.649,68 592 26,441998 13.632,90 525 25,971999 14.081,32 579 24,302000 14.093,28 603 23,362001 14.349,88 640 22,412002 14.414,40 759 18,992003 14.702,60 770 19,092004 17.967,50 926 19,402005 17.522,20 813 21,55
Rata-rata 15.514,75 665 23,80 Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Gambar 8.13.
Tempat Pelelangan Ikan di Desa Mayangan Kabupaten Subang
Tabel 8.11 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun cukup
berfluktuasi. Setelah mengalami penurunan produksi pada periode 1994-1998, namun pada
periode berikutnya yaitu pada tahun 1998-2005 produksi perikanan di kabupaten ini mengalami
peningkatan. Fluktuasi perkembangan juga terjadi pada jumlah alat tangkap yang terdapat di
daerah ini. Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara
diagram dapat dilihat pada Gambar 8.14.
-2.000,004.000,006.000,008.000,00
10.000,0012.000,0014.000,0016.000,0018.000,00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Subang
Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)
Gambar 8.14. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Subang
Periode 1994 - 2005
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Subang secara periodik berdasarkan periode
2002-2005 cukup beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring klitik
merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak 192
unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis jaring insang tetap dan jaring insang
hanyut, yaitu masing-masing sebanyak 174 unit dan 135 unit. Adapun perkembangan alat tangkap
di wilayah Kabupaten Subang berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-
2005 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.12.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-10
Tabel 8.12. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Subang
Periode 2002 – 2005
Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap 2002 2003 2004 2005 Rata2/th
1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang 50 50 53 53 52 Dogol 65 65 67 67 66 Pukat Pantai 77 77 80 80 793 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - - - 4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 127 132 135 135 132 Jaring Lingkar - - - - - Jaring Klitik 140 142 170 192 161 Jaring Insang Tetap 165 172 174 174 171 Trammelnet - - - - - 5 Jaring Angkat Bagan Perahu - - - - - Bagan Tancap - - - - - Serok - - - - - Jaring Angkat Lainnya - - - - - 6 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut - - - - - Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain 100 100 112 112 106 Pancing Tonda - - - - - 7 Perangkap Sero - - - - - Jermal - - - - - Bubu - - - - - Perangkap Lainnya 35 32 135 - 51 Jumlah 759 770 926 813 817
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007)
Gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap selengkapnya dapat dilihat Gambar 8.15. Pada
Gambar 8.15 terlihat bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Jaring insang tetap dan
jaring klitik merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Subang. Jenis ikan
yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Subang adalah jenis ikan pelagis kecil dan
udang, seperti layang, tembang, kembung, kuwe, teri, udang dan sebagainya
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Subang
0%
6%
8%10%
0%
16%
0%
20%
21%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
13%
0%
0%
0%
0%
6%
19%
Pukat Udang Payang Dogol Pukat PantaiPukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring KlitikJaring Insang Tetap Trammelnet Bagan Perahu Bagan TancapSerok Jaring Angkat Lainnya Raw ai Tuna Raw ai HanyutRaw ai Tetap Pancing yang Lain Pancing Tonda SeroJermal Bubu Perangkap Lainnya
Gambar 8.15.
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Subang
Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Subang secara rata-rata sebesar 23,80 ton per satuan unit alat
tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi paling tinggi diantara daerah-daerah lainnya yang
berada di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara. Adapun gambaran hasil tangkapan per
satuan unit alat tangkap di Kabupaten Subang selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 16.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-11
Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Subang
y = -0,7437x + 29,006R2 = 0,7084
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
525
579
599
603
665
770
926
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPU
E (to
n/un
it)
CPUE (ton/unit)
Linear (CPUE (ton/unit))
Gambar 8.16.
Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Subang
Pada Gambar 8.16 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini
mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Hubungan antara CPUE dengan alat tangkap
relatif kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang sebesar 70,84 persen. Berdasarkan hasil analisis
tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan sebesar
0,7437 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah tersebut.
Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar
diantara daerah-daerah lainnya di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara. Rata-rata
produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar 58.243,80 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat
tangkap rata-rata sebanyak 6.329 unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat
tangkap dapat dihitung sebesar 9,33 ton per unit alat tangkap. Tabel 8.13 berikut ini menyajikan
perkembangan produksi perikanan, jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan per unit alat tangkap
di Kabupaten Indramayu periode 1994 – 2005.
Tabel 8.13. Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat
Tangkap di Kabupaten Indramayu Periode 1994 – 2005
Tahun Produksi Perikanan (ton)
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPUE (ton/unit)
1994 10.874,43 6.014 1,811995 46.128,81 8.020 5,751996 51.285,75 6.229 8,231997 65.320,70 6.152 10,621998 61.968,00 6.152 10,071999 67.094,88 6.122 10,962000 70.160,67 6.094 11,512001 71.446,12 6.088 11,732002 59.840,80 5.224 11,452003 60.677,20 6.309 9,622004 66.789,40 5.821 11,472005 67.338,80 7.721 8,72
Rata-rata 58.243,80 6.329 9,33 Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Gambar 8.17.
Kegiatan Perikanan di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-12
Tabel 8.13 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun cukup
berfluktuasi. Kendati diselingi penurunan pada tahun 1998, namun pada periode tahun 1994-2001
produksi perikanan di kabupaten ini mengalami peningkatan, namun pada tahun 2002 terjadi
penurunan produksi perikanan yang cukup besar, kendati kembali mengalami peningkatan pada
tahun 2002-2005. Demikian halnya dengan jumlah alat tangkap yang juga mengalami
perkembangan yang berfluktuasi. Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah
alat tangkap secara diagram dapat dilihat pada Gambar 8.18.
-10.000,0020.000,0030.000,0040.000,0050.000,0060.000,0070.000,0080.000,00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu
Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)
Gambar 8.18. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu
Periode 1994 - 2005
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Indramayu secara periodik berdasarkan
periode 2002-2005 cukup beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring insang
hanyut merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak
2.091 unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis jaring lingkar dan payang, yaitu
masing-masing sebanyak 1.465 unit dan 1.281 unit. Adapun perkembangan alat tangkap di
wilayah Kabupaten Indramayu berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-
2005 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.14.
Tabel 8.14. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Indramayu
Periode 2002 – 2005
Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap 2002 2003 2004 2005 Rata2/th
1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang 1.198 1.281 1.281 1.281 1.260 Dogol 191 205 205 205 202 Pukat Pantai 268 288 288 288 2833 Pukat Cincin Pukat Cincin 146 156 156 156 154 4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 1.950 2.091 2.091 2.091 2.056 Jaring Lingkar - - - 1.465 366 Jaring Klitik 811 870 870 870 855 Jaring Insang Tetap - - - 222 56 Trammelnet - 299 294 294 2225 Jaring Angkat Bagan Perahu - - - - - Bagan Tancap - - - - - Serok - - - - - Jaring Angkat Lainnya - - - - - 6 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut - - - - - Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain 338 1.039 332 332 510 Pancing Tonda - - 24 94 307 Perangkap Sero 322 80 80 180 166 Jermal - - - - - Bubu - - 200 243 111 Perangkap Lainnya - - - - - Jumlah 5.224 6.309 5.821 7.721 6.269
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007)
Secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Jaring insang hanyut dan Payang merupakan dua alat
tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Indramayu. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis
ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Indramayu adalah jenis ikan pelagis kecil,
seperti layang, tembang, kembung, kuwe, teri, dan sebagainya. Gambaran profil rata-rata jumlah
alat tangkap selengkapnya di Kabupaten Indramayu dapat dilihat Gambar 8.19.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-13
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Indramayu
0%
20%
3%
5%
2%
33%
6%14%
1%4%
0%0%0%0%0%
0%
0%
8%
0%
3%
0%
2%
0%
13%
Pukat Udang Payang Dogol Pukat PantaiPukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring KlitikJaring Insang Tetap Trammelnet Bagan Perahu Bagan TancapSerok Jaring Angkat Lainnya Rawai Tuna Rawai HanyutRawai Tetap Pancing yang Lain Pancing Tonda SeroJermal Bubu Perangkap Lainnya
Gambar 8.19.
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Indramayu
Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Indramayu secara rata-rata sebesar 9,33 ton per satuan unit
alat tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi tertinggi ketiga setelah Kabupaten Subang dan
Kota Cirebon.
Hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini mengalami perkembangan yang cenderung
menurun. Kendati pola hubungan antara CPUE dengan alat tangkap relatif tidak kuat yang
ditunjukkan oleh R-square yang hanya sebesar 5,77 persen, namun berdasarkan hasil analisis tren
tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan sebesar 0,1741 ton
pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah tersebut. Gambaran
selengkapnya CPUE di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 8.20.
Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Indramayu
y = -0,1741x + 10,549R2 = 0,0577
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
5.224
6.
014
6.094
6.15
2 6.
229
6.329
8.02
0
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPU
E (to
n/un
it)
CPUE (ton/unit)
Linear (CPUE (ton/unit))
Gambar 8.20.
Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Indramayu
Kabupaten Cirebon
Kabupaten Cirebon merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar
kedua setelah Kabupaten Indramayu. Rata-rata produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar
27.637,32 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 6.051 unit, maka
hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung sebesar 4,85 ton per unit alat
tangkap. Tabel 8.15 berikut ini menyajikan perkembangan produksi perikanan, jumlah alat
tangkap dan hasil tangkapan per unit alat tangkap di Kabupaten Cirebon periode 1994 – 2005.
Tabel 8.15 juga menunjukkan bahwa produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 1997 yang mengalami penurunan dari sebesar
18.463,77 ton pada tahun 1996 menjadi sebanyak 16.061,30 ton pada tahun 1997. Hal ini lebih
disebabkan oleh adanya penurunan jumlah alat tangkap dari sebanyak 3.497 unit pada tahun 1996
menjadi sekitar 3.153 unit pada tahun 1997. Penurunan jumlah alat tangkap juga terjadi pada
tahun 2003, yaitu dari sebanyak 9.609 unit pada tahun 2002 menjadi sekitar 7.359 unit pada pada
tahun 2003.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-14
Tabel 8.15. Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan
per Unit Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon Periode 1994 – 2005
Tahun Produksi Perikanan (ton)
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPUE (ton/unit)
1994 18.695,15 3.452 5,421995 18.537,81 3.455 5,371996 18.463,77 3.497 5,281997 16.061,30 3.153 5,091998 16.494,70 3.213 5,131999 24.234,54 4.782 5,072000 26.895,11 5.380 5,002001 29.910,96 6.071 4,932002 40.168,50 9.609 4,182003 40.789,00 7.359 5,542004 40.843,00 10.814 3,782005 40.554,00 11.828 3,43
Rata-rata 27.637,32 6.051 4,85Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 dan Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut
Provinsi Jabar Bagian Utara 2000 (diolah September 2007).
Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara diagram
dapat dilihat pada Gambar 8.20 dan Tabel 8.16.
-5.000,00
10.000,0015.000,0020.000,0025.000,0030.000,0035.000,0040.000,0045.000,00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon
Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)
Gambar 8.20. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di
Kabupaten Cirebon Periode 1994 - 2005
Tabel 8.16. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kab. Cirebon Periode 2002 – 2005
Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap
2002 2003 2004 2005 Rata2/th1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - -2 Pukat Kantong Payang 802 401 401 1.730 834 Dogol 2.252 196 373 373 799 Pukat Pantai 100 - 2.160 2.160 1.1053 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - - -4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 1.374 1.524 1.864 3.157 1.980 Jaring Lingkar 171 171 221 884 362 Jaring Klitik - - 292 - 73 Jaring Insang Tetap 2.632 2.632 2.634 634 2.133 Trammelnet 2.104 2.204 2.204 2.204 2.1795 Jaring Angkat Bagan Tancap 93 93 180 501 2176 Pancing Rawai Tetap 81 73 185 185 131 Pancing yang Lain - 65 300 - 91 Jumlah 9.609 7.359 10.814 11.828 9.903
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007)
Gambar 8.21.
Fasilitas TPI yang Belum Dimanfaatkan di Bondet Cirebon
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-15
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Cirebon secara periodik berdasarkan periode
2002-2005 cukup beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring insang hanyut
merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak 3.157
unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis trammelnet dan pukat pantai, yaitu
masing-masing sebanyak 2.204 unit dan 2.160 unit. Gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap
di Kabupaten Cirebon selengkapnya dapat dilihat Gambar 8.22.
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Cirebon
0%
8%
8%
11%0%
20%
4%
1%
22%
22%
0%
2%
0%
0%
0%
0%
1%
1%
0%
0%
0%
0%
0%
2%
Pukat Udang Payang Dogol Pukat PantaiPukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring KlitikJaring Insang Tetap Trammelnet Bagan Perahu Bagan TancapSerok Jaring Angkat Lainnya Rawai Tuna Rawai HanyutRawai Tetap Pancing yang Lain Pancing Tonda SeroJermal Bubu Perangkap Lainnya
Gambar 8.22.
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kabupaten Cirebon
Gambar 8.23 menunjukkan bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Trammelnet dan
Jaring insang hanyut merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kabupaten Cirebon.
Jenis ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kabupaten Cirebon adalah jenis ikan pelagis kecil
dan udang, seperti layang, tembang, kembung, teri, udang dan sebagainya.
Efisiensi alat tangkap di Kabupaten Cirebon secara rata-rata sebesar 4,85 ton per satuan unit alat
tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi terendah kedua setelah Kabupaten Bekasi. Adapun
gambaran hasil tangkapan per satuan unit alat tangkap di Kabupaten Cirebon selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 8.23.
Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Cirebon
y = -0,1215x + 5,7011R2 = 0,5279
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
3.15
3
3.45
2 3.
497
5.38
0
6.07
1 9.
609
11.82
8
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPU
E (to
n/un
it)
CPUE (ton/unit)
Linear (CPUE (ton/unit))
Gambar 8.23.
Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kabupaten Cirebon
Pada Gambar 8.24 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini
mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Hubungan antara CPUE dengan alat tangkap
relatif cukup kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang sebesar 52,79 persen. Berdasarkan hasil
analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan
sebesar 0,1215 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah
tersebut.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-16
Gambar 8.24. Aktivitas Perikanan Tangkap di Desa Gebang Kabupaten Cirebon
Kota Cirebon
Kota Cirebon merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terkecil kedua
setelah Kabupaten Bekasi. Rata-rata produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar 3.720,72 ton
per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 225 unit, maka hasil tangkapan
rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung sebesar 19,21 ton per unit alat tangkap.
Produksi perikanan daerah ini dari tahun ke tahun relatif fluktuatif. Setelah mengalami penurunan
pada periode tahun 1994-1997, produksi perikanan daerah ini mengalami peningkatan pada
periode 1997-2004, dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2005 dari sebanyak 4.087,40
ton pada tahun 2004 menjadi sekitar 3.458,10 ton pada tahun 2005. Demikian halnya dengan
jumlah alat tangkap yang juga mengalami perkembangan yang berfluktuasi. Tabel 8.17 berikut
ini menyajikan perkembangan produksi perikanan, jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan per
unit alat tangkap di Kota Cirebon periode 1994 – 2005.
Tabel 8.17.
Perkembangan Produksi Perikanan, Jumlah Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap di Kota Cirebon Periode 1994 – 2005
Tahun Produksi Perikanan (ton)
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPUE (ton/unit)
1994 4.428,60 149 29,721995 4.183,38 149 28,081996 3.809,04 145 26,271997 2.508,90 200 12,541998 3.281,40 140 23,361999 3.344,73 154 21,652000 3.584,26 180 19,892001 3.833,54 212 18,072002 4.056,20 200 20,282003 4.073,10 492 8,282004 4.087,40 338 12,092005 3.458,10 338 10,23
Rata-rata 3.720,72 225 19,21
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Gambaran umum perkembangan produksi perikanan dan jumlah alat tangkap secara diagram
dapat dilihat pada Gambar 8.25.
-500,00
1.000,001.500,002.000,002.500,003.000,003.500,004.000,004.500,00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Perkembangan Produksi Perikanan dan Alat Tangkap di Kota Cirebon
Produksi Perikanan (dalam ton) Jumlah Alat Tangkap (unit)
Gambar 8.25. Perkembangan Produksi Perikanan dan Jumlah Alat Tangkap di Kota Cirebon Periode 1994 - 2005
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-17
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kota Cirebon secara periodik berdasarkan periode 2002-
2005 tidak begitu beragam. Pada tahun 2005 penggunaan alat tangkap jenis jaring insang hanyut
merupakan alat tangkap paling diminati oleh nelayan di daerah ini, yaitu tercatat sebanyak 144
unit, disusul kemudian oleh penggunaan alat tangkap jenis jaring trammelnet dan dogol, yaitu
masing-masing sebanyak 104 unit dan 90 unit. Adapun perkembangan alat tangkap di wilayah
Kota Cirebon berdasarkan masing-masing jenis alat tangkap pada periode 2002-2005 selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 8.18 dan gambaran profil rata-rata jumlah alat tangkap selengkapnya
dapat dilihat Gambar 8.26.
Tabel 8.18.
Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya di Kota Cirebon Periode 2002 – 2005
Jumlah Alat Tangkap (unit) No Jenis Alat Tangkap 2002 2003 2004 2005 Rata2/th
1 Pukat Udang Pukat Udang - - - - - 2 Pukat Kantong Payang - - - - - Dogol - - 90 90 45 Pukat Pantai - - - - -3 Pukat Cincin Pukat Cincin - - - - - 4 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 36 110 144 144 109 Jaring Lingkar - - - - - Jaring Klitik 109 156 - - 66 Jaring Insang Tetap - 116 - - 29 Trammelnet 55 110 104 104 935 Jaring Angkat Bagan Perahu - - - - - Bagan Tancap - - - - - Serok - - - - - Jaring Angkat Lainnya - - - - - 6 Pancing Rawai Tuna - - - - - Rawai Hanyut - - - - - Rawai Tetap - - - - - Pancing yang Lain - - - - - Pancing Tonda - - - - -7 Perangkap Sero - - - - - Jermal - - - - - Bubu - - - - - Perangkap Lainnya - - - - - Jumlah 200 492 338 338 342
Sumber : Profil Daerah Provinsi Jawa Barat 2006 (diolah September 2007).
Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kota Cirebon
0%
0%
13%
0%
0%
32%
0%
19%
8%27%
0%
0%
0%
0%
0%
0%0%0%0%0%0%0%0%
0%
Pukat Udang
Payang
Dogol
Pukat Pantai
Pukat Cincin
Jaring Insang Hanyut
Jaring Lingkar
Jaring Klitik
Jaring Insang Tetap
Trammelnet
Bagan Perahu
Bagan Tancap
Serok
Jaring Angkat Lainnya
Rawai Tuna
Rawai Hanyut
Rawai Tetap
Pancing yang Lain
Pancing Tonda
Sero
Jermal
Bubu
Perangkap Lainnya
Gambar 8.26. Jumlah Alat Tangkap Rata-rata per tahun di Kota Cirebon
Gambar 8.26 menunjukkan bahwa secara rata-rata per tahun alat tangkap jenis Jaring insang
hanyut dan Trammelnet merupakan dua alat tangkap dominan yang terdapat di Kota Cirebon,
masing-masing memberikan kontribusi jumlah alat tangkap sebesar 32 persen dan 27 persen. Hal
ini mengindikasikan bahwa jenis ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Kota Cirebon adalah
jenis ikan pelagis kecil dan udang, seperti layang, tembang, kembung, teri, udang dan sebagainya.
Efisiensi alat tangkap di Kota Cirebon secara rata-rata sebesar 19,21 ton per satuan unit alat
tangkap. Nilai ini merupakan tingkat efisiensi tertinggi kedua setelah Kabupaten Subang. Adapun
gambaran hasil tangkapan per satuan unit alat tangkap di Kota Cirebon selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar 8.27.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-18
Hasil Tangkapan per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kota Cirebon
y = -1,5087x + 29,767R2 = 0,7394
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
140
149
154
200
212
338
492
Jumlah Alat Tangkap (unit)
CPU
E (to
n/un
it)
CPUE (ton/unit)Linear (CPUE (ton/unit))
Gambar 8.27.
Hasil Tangkapan Per Unit Alat Tangkap (CPUE) di Kota Cirebon
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per unit alat tangkap di daerah ini
mengalami perkembangan yang cenderung menurun. Hubungan antara CPUE dengan alat tangkap
relatif cukup kuat yang ditunjukkan oleh R-square yang sebesar 73,94 persen. Berdasarkan hasil
analisis tren tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan hasil tangkapan
sebesar 1,5087 ton pada setiap kali peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan di daerah
tersebut.
Secara spasial, produksi, armada perikanan, sebaran TPI, alat tangkap dan jumlah Rumah Tangga
Perikanan (RTP) di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 10 dan Peta 11.
8.2. Perikanan Budidaya
8.2.1 Kondisi Tahun 2002
Berdasarkan data ATLAS pesisir utara Jawa Barat tahun 2000, maka kondisi perikanan budidaya di
pesisir utara Jawa Barat diuraikan sebagai berikut:
Kegiatan perikanan budidaya didominasi oleh budidaya tambak dengan komoditas utamanya udang
windu (Penaeus monodon) menyusul kemudian ikan bandeng (Channos channos Forskal).
Sebagian besar tambak merupakan tambak berpola tradisional yang telah beroperasi sejak puluhan
dan bahkan ratusan tahun yang lalu. Kendala yang umumnya dihadapi dalam budidaya tambak
adalah buruknya kualitas air yang disebabkan sungai-sungai yang mengalir ke kawasan pantai
telah mengalami pencemaran yang berasal dari limbah perkotaan/perkampungan, limbah
pertanian, limbah industri dan limbah tambak-tambak itu sendiri. Kawasan hutan mangrove yang
di andalkan sebagai penyangga kualitas air juga telah mengalami kerusakan yang berat. Bahkan di
banyak kawasan hutan mangrovenya telah habis sama sekali. Sangat sedikit sekali kawasan pesisir
pantai utara (pantura) yang luasan jalur hijaunya (Green Belt) masih baik dan memenuhi
kententuan lingkungan hidup. Kondisi/potensi perikanan di setiap kabupaten/kota di kawasan
pantai Jawa Barat bagian utara dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kabupaten Bekasi
Kegiatan perikanan budidaya pantai di Kabupaten Bekasi hanya terdiri dari budidaya ikan/udang di
tambak. Perikanan tambak tersebar di tiga kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Tarumajaya,
Babelan, dan Muara Gembong. Kegiatan perikanan tambak selama 5 tahun terakhir tetap
memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah. Kontribusi volume dari perikanan tambak
mencapai lebih dari 70 % dari total produksi perikanan. Fasilitas pendukung perikanan budidaya
tambak adalah panjang saluran yang mengairi keseluruhan tambak-tambak tersebut sepanjang
119 km yang tersebar di tiga wilayah, yaitu 81,5 km di Kecamatan Muara Gembong; 19,5 km di
Kecamatan Tarumajaya; dan 18 km di Kecamatan Babelan.
Luasan tambak di Kabupaten Bekasi tercatat 8.020 ha yang tersebar di 3 (tiga) kecamatan yaitu
7.423 ha di Kecamatan Muara Gembong, 187 ha di Kecamatan Tarumajaya dan 410 ha di
Kecamatan Babelan. Pada periode 1998/1999 dari total luasan tambak tersebut menghasilkan
5.616 ton (udang dan ikan). Berarti produktivitasnya sebesar 700 kg/ha/th. Produktivitas tersebut
memiliki kontribusi sebesar 76,7 % dari total produksi perikanan yang mencapai 7.315,6 ton.
Kabupaten Karawang
Pesisir Kabupaten Karawang yang memiliki garis pantai 84,23 km memiliki tambak dengan luas
total 18.273,28 ha. Sumber air tawar untuk kegiatan tambak diambil dari sungai dan sluran-
saluran irigasi dengan total panjang mencapai 617,5 km. Di Kabupaten Karawang terdapat satu
proyek pertambakan berskala besar (nasional), yaitu Proyek Pandu Tambak Inti Rakyat (PP-TIR).
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-19
Proyek Pandu Tambak Inti Rakyat (PP-TIR) Karawang terletak di Desa Pusakajaya Utara,
Kecamatan Pedes, Karawang. Dengan luas kurang lebih 350 ha, PP-TIR merupakan salah satu
model pengelolaan tambak intensif yang melibatkan masyarakat sebagai plasma. PP-TIR berdiri
pada tahun 1986 berdasarkan Keppres No.18/1984 dan berada di bawah pengelolaan pemerintah,
yakni dibawah Sekretariat Negara (Setneg).
Sejak dibangunnya proyek ini, keberhasilan budidaya udang hanya dicapai sampai dengan tahun
1989. Kemudian mulai tahun 1990, seiring dengan mewabahnya berbagai penyakit, produksinya
menurun tajam hingga pertengahan 1995. Untuk meneruskan program PP-TIR, manajemen
proyek kemudian diserahkan kepada pihak swasta, yaitu Yayasan Nusamba cq. PT. Pangansari
Utama. Dengan manajemen baru inipun ternyata masih belum mampu membangkitkan kejayaan
PP-TIR, dimana sampai akhir tahun 1996 keberhasilan produksi hanya mencapai 20 %, sehingga
dana yang telah dialokasikan oleh yayasan inipun hampir habis. Dalam kondisi yang demikian, PT.
Pangansari Utama meminta bantuan kepada IPB melalui Fakultas Perikanan untuk mengatasi
permasalahan kegagalan produksi. Oleh karena itu semenjak awal 1997, pengelolaan PP-TIR
berada dibawah kendali Fakultas Perikanan IPB.
Berkat keterlibatan beberapa ahli dari Fakultas Perikanan IPB, PP-TIR mampu meningkatkan
keberhasilan produksinya hingga 80 %. Pada tahun 1997, PP-TIR mampu menghasilkan produksi
sebesar 170 ton dari 106 petak tambak (produktivitas rata-rata 1,5 ton/petak/MT atau 3,75
ton/ha/MT). Pada pertengahan tahun 1998 produksi menurun menjadi 1.040 ton/petak akibat
meningkatnya pencemaran perairan di sekitar PP-TIR.
Di samping peningkatan produksi, juga telah dilakukan perbaikan tingkat kesejahteraan petani dan
karyawan. Sistem pembagian keuntungan kemudian menjadi sistem bagi hasil, dimana seluruh
karyawan mendapat bagian sebesar 15 % dari total keuntungan bersih dari setiap petak yang
berhasil.
Diluar PP-TIR tersebut di atas produksi perikanan budidaya tambak di Kabupaten Karawang pada
paruh tahun 1999/2000 mencapai 16.265,9 ton. Dibandingkan dengan tahun lalu produksi ini
meningkat sebesar 14,6 %, namun produksi ini hanya mencapai 33,25 % dari target produksi
budidaya tambak di Kabupaten Karawang. Hasil pencapaian produksi tersebut merupakan hasil
panen dari luasan tambak sebesar 13.405 ha (73,4 % dari target potensi luasan lahan) yang
berarti produktivitas mencapai 1,2 ton/ha/th. Potensi dan pemanfaatan areal tambak di kawasan
pesisir Kabupaten Karawang disajikan pada Tabel 8.19.
Tabel 8.19.
Penyebaran Potensi dan Keadaan Luas Tambak Kabupaten Karawang 1999
Potensi Keadaan1 Cilamaya (6) 981.63 863.40 22 Tempuran (5) 959.60 782.89 13 Pedes (2) 1,758.64 944.50 14 Cibuaya (2) 4,870.00 3,845.50 15 Tirtajaya (2) 4,842.42 3,455.00 26 Batujaya (2) 2,240.80 1,028.00 27 Pakisjaya (3) 2,485.11 1,417.00 1
Total (22) 18,138.20 12,336.29 10
Kecamatan (desa)No TPHTLuas Tambak (Ha)
Sumber : Dinas Perikanan Karawang, 1999 (Seksi Prasarana)
Kabupaten Subang
Kabupaten Subang memiliki garis pantai sepanjang 68 km. Tambak yang telah dikembangkan di
kawasan tersebut telah mencapai 10.000 ha yang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Blanakan,
Pamanukan, Legon Kulon dan Pusakanegara. Dibandingkan dengan kawasan lain pesisir
Kabupaten Subang masih memiliki jalur hijau (Green Belt) cukup baik.
Selama kurun waktu tahun 1999, produksi perikanan budidaya tambak di Kabupaten Subang
mengalami peningkatan sebesar 8,1 % di banding dengan tahun sebelumnya (dari 6.308,9 ton
menjadi 6.819,0 ton). Produksi budidaya tambak tersebut merupakan pencapaian dari luas lahan
sebesar 8.254,28 ha atau produktivitas mencapai 826 kg/ha/th. Beberapa jenis komoditi yang
mengalami kenaikan mencolok adalah kakap, udang windu (228,9 % dan udang putih (172,4 %)
Sedangkan produksi udang api-api menurun sebesar 76,5 % dari 1.589 ton menjadi 374,2 ton.
Terjadinya peningkatan produksi ini disebabkan oleh semakin meningkatnya keuletan, kegigihan,
dan ketekunan para petani ikan/nelayan dalam meningkatkan usahanya, di samping tidak terlepas
dari adanya dukungan pemerintah dalam usaha membantu memperbaiki taraf hidup rakyat.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-20
Kabupaten Indramayu
Potensi efektif budidaya tambak di Kabupaten Indramayu adalah 11.939 ha yang terdapat di
Kecamatan Indramayu (2.090 ha), Sindang (5.446 ha), Losarang (3.005 ha), Krangkeng (491 ha),
Kandanghaur (341 ha), Sukra (247 ha), Lohbener (244 ha), Balongan (54 ha), dan Juntinyuat (21
ha). Potensi dan tingkat pemanfaatan lahan dapat berkembang setelah prasarana saluran dan
jalan juga dikembangkan.
Sarana penunjang usaha budidaya tambak di Kabupaten Indramayu tahun 1999 adalah 13 unit
hatchery, 30 unit back yard hatchery dan oslahan serta 18 unit usaha saprotan.
Selama tahun 1999, budidaya tambak di Kabupaten Indramayu menghasilkan produksi sebesar
8.917,1 ton (Kecamatan Sindang 3.328 ton, Losarang 1.694 ton, Indramayu 1.621 ton,
Kandanghaur 1.185 ton, Krangkeng 877 ton, Lohbener 136,4 ton, Balongan 40,4 ton, Sukra 29,5
ton, dan Juntinyuat 5,8 ton), dengan nilai Rp. 177.213.850.000,-.
Kabupaten Cirebon
Dengan pantai sepanjang 54 km, potensi budidaya tambak di Kabupaten Cirebon adalah seluas
4.814,91 ha yang tersebar sepanjang pantai utara.
Pada tahun 1999 kontribusi budidaya tambak adalah sebesar 14 % dari total volume produksi,
(menurun sekitar 11,1 % dari tahun sebelumnya) namun masih memiliki kontribusi finansial
sebesar 44 % dari total nilai hasil jual produksi perikanan atau paling tinggi bila dibandingkan
dengan usaha produksi perikanan lainnya. Penurunan sebesar 11,1 %, tersebut disebabkan oleh
beberapa hal antara lain:
• Stabilitas politik dan keamanan yang labil yang menyebabkan investor ragu dalam
menanamkan modalnya.
• Masih banyaknya gangguan penjarahan terhadap ikan/udang yang dipelihara
• Serangan hama dan penyakit udang yang masih belum dapat ditanggulangi
• Permodalan petani tambak pada umumnya relatif rendah
Disamping usaha budidaya tambak juga dikembangkan budidaya lain khususnya kerang hijau,
hingga kini mampu memproduksi 50 ton/tahun.
Kota Cirebon
Kota Cirebon tidak mempunyai potensi dalam pengembangan budidaya pesisir. Ini dikarenakan
Kota Cirebon hanya memiliki luas 37,36 km2 dan garis pantai yang hanya 7 km telah dimanfaatkan
sebagai pelabuhan, industri, pariwisata, dan CUDP.
8.2.2 Kondisi Saat ini
Perikanan budidaya (akuakultur) merupakan subsektor pangan yang pertumbuhannya paling cepat
di dunia. Kajian Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), dari sejumlah potensi ekonomi
sumber daya kelautan dan perikanan sebesar 82 miliar dollar AS per tahun, perikanan budidaya
bisa menghasilkan 61,9 miliar dollar AS (sekitar 75,5 persen). Bandingkan dengan perikanan
tangkap, termasuk di perairan umum, yang hanya memberi peluang sekitar 16,2 miliar dollar AS.
Dengan kata lain perikanan budidaya di Indonesia sebenarnya mampu melebihi nilai produksi
akuakultur dunia pada 2002 (60 miliar dollar AS). Ketinggalan
Ragam komoditasnya berupa ikan air tawar (44,01%), keong/kerang (23,19%), tanaman air
(21,37%), ikan diadromus (4,84%), udang-udangan (3,97%), ikan laut (1,98%), serta golongan
hewan air lainnya (0,28%). Berdasarkan data FAO 2004, Asia menyumbang hasil terbanyak 94,37
persen (China memberi kontribusi sebesar 71,2 persen dari total produksi dunia), disusul Amerika
Selatan (1,77%), Eropa (1,53%), Amerika Serikat (1,42%), Amerika Utara (0,47%), negara-negara
bekas kesatuan Uni Soviet (0,23%), dan Afrika (0,21%).
Permintaan dalam negeri dan dunia terhadap produk perikanan terus meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran manusia akan manfaat ikan yang
menyehatkan dan mencerdaskan. Kemampuan produksi produk perikanan dari kegiatan perikanan
tangkap pada tataran global maksimum sebesar 90 juta ton per tahun (FAO, 2004), dan nasional
6,4 juta ton per tahun. Kini kuantitas tangkapannya cenderung mengalami penurunan.
Kunci menggali potensi yang demikian besar dirasa perlu, yaitu dengan mencermati kisah sukses
beberapa negara yang berhasil membangun akuakultur. Sebut saja China dan Norwegia. Kerja
keras dan disiplin disertai penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang tepat berhasil
memberi kontribusi memadai terhadap perekonomian negara.
Potensi perikanan budidaya di Jawa Barat relatif besar. Komoditas yang berperan menjadi
unggulan, di antaranya pertama, komoditas untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu bandeng, nila,
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-21
patin, baung, lele, mas, gurami, nilem, udang galah, udang vaname, udang windu, dan ikan hias.
Kedua, komoditas untuk ekspor, seperti udang vaname, udang windu, udang galah, lobster air
tawar, kepiting, rajungan, kerapu, baronang, kakap, nila, patin, teripang, abalone, ikan hias,
mutiara, dan rumput laut. Ketiga, komoditas untuk bioenergi, di antaranya micro algae
(fitoplankton) dan macro algae (rumput laut). Keempat, komoditas untuk industri farmasi, kosmetik,
dan industri lainya, seperti rumput laut dan beberapa jenis invertebrata (bryozoa, echinoderm, sea
urchins, sea cucumbers).
Jawa Barat memiliki sumber daya alam yang sangat potensial dengan kekayaan melimpah ruah
baik di darat maupun di laut yang belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk pembangunan. Potensi
pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan tersebut ada yang dapat diperbaharui (renewable
resources) seperti sumberdaya perikanan, terumbu karang, mangrove, dan biota lainnya, serta
energi yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources) seperti minyak, gas bumi dan
berbagai jenis mineral. Selain itu juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang
dapat dikembangkan untuk pembangunan perikanan dan kelautan seperti wisata bahari, industri
maritim, jasa angkutan, penyerapan limbah dan sebagainya.
Perairan laut memiliki sifat-sifat dan kondisi yang berkaitan dengan potensi sumber daya ikan dan
usaha-usaha pemanfaatannya. Kondisi perairan laut Jawa Barat sebagaimana umumnya kondisi
laut tropis yang selalu menerima cahaya matahari cukup optimal sepanjang tahun, kiranya memiliki
arti penting bagi pertumbuhan jasad renik yang merupakan salah satu penyebab besarnya
produktivitas perairan laut tersebut. Jawa Barat dengan panjang garis pantai sekitar ± 805 Km dan
kondisi lingkungan pesisir yang masih relatif lestari khususnya di pantai selatan, memiliki potensi
untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap dan pengembangan usaha budidaya laut.
• Potensi Perikanan Budidaya
1. Tambak = 75.267 Ha
2. Kolam = 58.771 Ha
3. Sawah = 308.674 Ha
4. Kolam Air Deras (KAD) = 5.484 Unit
5. Kolam Jaring Apung (KJA) = 37.268 Unit
6. Galian C = 150 Ha
Potensi produksi perikanan budidaya dapat dilihat pada Tabel 8.20 di bawah ini.
Tabel 8.20. Potensi Produksi Perikanan Budidaya
No Kegiatan Usaha Potensi (ton) 1 Penangkapan di Laut 240.000 2 Budidaya
- Tambak - Air Tawar - Laut
74.561
448.745 36.694
3 Penangkapan di Perairan Umum 20.000 4 ZEE 60.000
TOTAL 880.000 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006
Potensi pengembangan perikanan budidaya sebesar 560.000 ton, terdiri dari (a) budidaya air tawar,
yaitu kegiatan budidaya di kolam, perairan umum (danau, waduk, sungai dan rawa) dan mina padi
sawah; (b) budidaya air payau/ tambak dan (c) budidaya laut terdiri dari budidaya ikan, udang,
moluska dan rumput laut.
Selain itu juga terdapat potensi bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri seperti industri
bahan baku untuk makanan, obat-obatan, kosmetika, dan industri bahan pangan yang sampai saat
ini tingkat pemanfaatannya sangat rendah. Dari keadaan tersebut masih terbuka peluang untuk
peningkatan produksi tetapi harus disertai dengan upaya dalam rangka menjaga kelestariannya.
Suksesnya pembangunan perikanan pada umumnya tidak lepas dari keadaan sumberdaya manusia
sebagai faktor produksi sekaligus sebagai pasar yang potensial. Sebagai faktor produksi maka
jumlah penduduk, tingkat pengetahuan serta kemampuannya akan sangat mempengaruhi gerak
laju pembangunan. Sedangkan sebagai pasar potensial, maka jumlah penduduk Jawa Barat yang
cukup besar bahkan terbanyak di Indonesia dengan laju pertumbuhan setiap tahunnya cukup pesat,
kiranya dari satu segi akan merupakan potensi pasar (konsumen ikan) yang cukup besar, namun
dari segi kemampuan daya beli dan kesadaran akan arti pentingnya ikan sebagai bahan makanan
yang bergizi tinggi masih cukup rendah, sehingga daya serap pasar akan produk perikanan oleh
konsumen lokal/regional juga masih cukup rendah.
Potensi konsumen yang besar dan terus meningkat ini hakekatnya dapat merangsang tumbuh
kembangnya usaha perikanan sistem agribisnis dan bisnis kelautan serta perluasan kesempatan
kerja. Namun demikian kondisi pembudidaya dan nelayan sebagai produsen yang masih lemah dari
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-22
aspek sosial ekonomi menyebabkan produktivitasnya juga rendah. Rendahnya produktivitas usaha
mereka antara lain disebabkan oleh rendahnya pendidikan, pengetahuan, keterampilan,
penguasaan teknologi serta peralatan yang dimiliki. Disamping itu kondisi dukungan permodalan
serta manajemen usaha juga masih sangat tidak memadai.
Teknologi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan pada umumnya belum optimal,
walaupun demikian pada beberapa kegiatan usaha telah menunjukan kemajuan yang berarti.
Teknologi penangkapan ikan khususnya di wilayah pantai utara sudah maju dengan fishing ground
yang lebih jauh sedangkan di pansela masih rendah. Teknologi budidaya air tawar dan air payau
telah relatif maju sedangkan teknologi budidaya laut dan paska panen relatif masih rendah.
Jawa Barat memiliki sumber informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan
yang cukup memadai, baik UPTD maupun adanya UPT Pusat dan Perguruan Tinggi unggulan yang
berlokasi di Jawa Barat, yaitu :
1. UPTD:
a. Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) di Wanayasa;
b. Balai Pengembangan Benih Ikan Laut, Payau dan Udang (BPBILAPU) di
Pangandaran;
c. Balai Pengembangan Budidaya Perikianan Air Tawar (BPBPAT) di Cijengkol;
d. Balai pengembangan Budidaya perikanan Laut, Payau dan Udang (BPBPLAPU) di
Sungaibuntu;
e. Balai Pengembangan dan Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPPU);
f. Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (BPMHP) di Cirebon;
g. Balai penmgelolaan Pelabuhan perikanan Pantai (BPPPP) di Muara Ciasem;
h. Balai Pengembangan Teknologi Penangkapan dan Potensi Kelauatan (BPTPK) di
Cirebon;
2. UPT Pusat:
a. Balai Riset Budidaya Air Tawar di Bogor;
b. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) di Sukabumi.
3. Perguruan Tinggi Unggulan, yaitu IPB, ITB dan UNPAD.
Sarana dan prasarana perikanan dan kelautan yang telah tersedia antara lain :
1. Sarana dan prasarana budidaya: Jaringan Irigasi, Waduk/Bendungan, Kolam Air Tenang
(KAT), Kolam Air Deras (KAD), Keramba Jaring Apung (KJA). Hatchery, UPR, dan TPHT.
2. Sarana/prasarana penangkapan: Pelabuhan perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI),
fasilitasi peralatan tangkap (Kapal, Jaring, pancing, motor/mesin).
3. Sarana/prasarana penunjang pemasaran/pengolahan: Pasar Ikan, Holding Ground, Cold
Storage, Work Shop, Laboratorium Uji Mutu, termasuk SPBN untuk pasokan bahan bakar
mesin kapal.
Beberapa komoditas perikanan budidaya yang berkembang di Pantai Utara Jawa Barat adalah:
1. Budidaya Sidat
Di berbagai negara seperti Taiwan dan Jepang membutuhkan pasokan sidat dalam jumlah yang
cukup besar. Hal ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
mengumpulkan devisa.
Indonesia berhasil mencatat prestasi baru dalam sektor perikanan. Kemajuan itu adalah untuk
pertama kalinya Indonesia berhasil mengekspor 30 ton ikan Sidat atau Anguilla sp. ke Taiwan.
Pada masa mendatang jumlah tersebut akan terus ditingkatkan. Karena Taiwan tidak membatasi
jumlah pasokan dari Indonesia. Berapapun banyaknya akan diterima. Dan ekspor ikan Sidat
selanjutnya tidak hanya dari Taiwan namun juga Negara Asia Timur lainnya yaitu Korea dan
Jepang.
Ekspor perdana ikan sidat tersebut dilepas dari Tambak Pandu di Desa Pusakajaya Utara,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Bulan Agustus 2008. Setiap tahun permintaan konsumsi
Sidat di negara-negara maju, seperti Amerika, negara-negara Eropa, Jepang, Hongkong, Taiwan,
dan China terus tinggi. Bahkan di Jepang ada hari khusus untuk mengonsumsi Sidat. Harga ikan
Sidat sebagai bahan baku makanan di Jepang seharga per kilogram antara 4.000 - 6.000 yen,
setara Rp. 350.000 – Rp. 450.000 per kg.
Ekspor dari Tambak Pandu Karawang ini nantinya akan didorong tidak hanya Sidat namun juga
komoditas perikanan lainnya. Tambak Pandu Karawang didirikan pada 1984 dan dikelola
Sekretariat Negara. Namun pada 2002 diserahkan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan.
Saat ini Tambak Pandu Karawang memiliki aset lahan seluas 326 hektar (ha) terbagi dalam lahan
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-23
inti seluas 175 ha yang terdiri 125 ha tambak dan 50 ha sawah. Sedangkan sisanya lahan plasma
151 ha.
Komoditi yang dikembangkan Tambak Pandu Karawang tidak hanya ikan sidat, tapi juga udang
vaname, udang windu, rumput laut Gracillaria dan Cottonii, nila dan patin. Potensi yang akan
dikembangkan di kawasan tersebut, yakni budidaya air payau, air tawar dan laut serta minapadi.
Tambak Pandu Karawang merupakan bagian dari "Aqua Techno Park" atau Taman Budidaya.
Taman Budidaya meng-gunakan teknologi pemeliharaan udang yang ramah lingkungan dan bisa
diserap masyarakat. Selain itu, juga diterapkan konsep "traceability" yang mengacu pada sertifikasi
dan stan-darisasi terhadap produk perikanan hasil budidaya rakyat. Di kawasan ini dikembangkan
empat jenis tambak udang yakni vaname secara intensif, vaname semi intesif, vaname tradisional
plus serta budidaya organik. Selain itu juga dikembangkan beberapa jenis komoditas perikanan
lainnya sebagai pendukung seperti ikan nila, ikan sidat, ikan mas dan ikan bandeng pengumpan.
Dalam setahun Jepang membutuhkan ikan Sidat sebanyak 100.000 ton. Sementara kemampuan di
dalam negeri Jepang sendiri untuk memenuhi kebutuhan Sidat hanya se-kitar 20.000 ton. Itu
artinya tiap tahun, Negeri Sakura ini harus mengimpor 80.000 ton ikan Sidat. Dari jumlah tersebut,
60.000 ton diantaranya diimpor dari China.
Pembesaran budidaya ikan sidat di Karawang ini, sudah dipersiapkan sejak lama. Pembesaran ikan
ini membutuhkan waktu dua tahun. Terutama untuk menemukan formula tepat bagi pembesaran
ikan Sidat. Ternyata ikan ini tumbuh baik pada suhu 29 - 31 0 C, dengan tingkat salinitas lima per
mil. Hal itu bisa dilakukan karena teknologi pembesaran ikan sidat telah dikuasai.
Teknologi budidaya ikan sidat ini wajar membutuhkan waktu lama. Karena ikan sidat mengalami
beberapa siklus kehidupan yang cukup unik. Sidat mempunyai sifat katadromus yaitu masa
menjelang dewasa ikan Sidat hidup di air tawar kemudian bermigrasi untuk bertelur atau
berkembang biak di air laut. Sebelum berwarna keperakan di saat dewasa, Sidat melalui fase
transparan (ketika memasuki per-airan tawar) dan berubah menjadi kuning.
Ikan sidat, vertebrata dengan genus Anguilla ini, makan dan tumbuh di perairan tawar, namun
untuk memijah dan bertelur, mereka kembali ke laut. Bahkan proses pemijahan berlangsung di laut
berkedalaman 400 - 500 meter. Ikan Sidat juga dapat menentukan jenis kelamin sesuai kondisi
lingkungan, karena memiliki kondisi seksual berganda dimana pada ikan tahap juvenil gonadnya,
tidak mempunyai jaringan yang jelas status jantan dan betinanya. Pada tahap selanjutnya sebagian
akan berkembang menjadi ovari dan sebagian menjadi testis sehingga setengahnya menjadi betina
dan setengahnya lagi menjadi jantan.
Kepala ikan Sidat lebih panjang dibandingkan jarak antara sirip punggung dengan anal dengan
bentuk tubuh menyerupai ular. Panjangnya dapat mencapai 50 - 125 cm dengan sirip punggung.
Sirip dubur menyatu dengan sirip ekor. Sisik sangat kecil yang terletak di dalam kulit. Ikan ini
toleran terhadap salinitas, temperatur dan tekanan yang berbeda-beda. Ikan Sidat memiliki tekstur
daging yang lembut dan ber-khasiat untuk kesehatan dengan kandungan protein sebesar 16,4%
dan vitamin A , 470 IU. Dari data-data yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Gizi, Departemen
Kesehatan RI, Ikan Sidat Indonesia memiliki kandungan asam lemak omega-3 tinggi. Bahkan ada
yang sampai 10,9 gram per 100 gram daging Sidat.
2. Budidaya Lele
Ajakan Pemerintah Pusat untuk mengembangkan lele, ditanggapi positif oleh daerah. Di Jawa Barat,
pengembangan lele cukup mendapat perhatian pemerintah. Selain bisa menjadi lahan usaha bagi
masyarakat, keberadaan lele juga dapat mendukung program ketahanan pangan.
Lele memiliki kandungan gizi yang tidak kalah lengkap dibandingkan komoditas perikanan lainnya.
Sementara tingkat konsumsi lele masyarakat Jabar cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Untuk pengembangannya di wilayah Pantai Utara Jabar, usaha lele telah menjadi sumber mata
pencaharian utama bagi sebagian masyarakat.
Kondisi alam di daerah pesisir utara cukup mendukung usaha lele. Kabupaten Indramayu
menjelma sebagai sentra pengembangan lele. Di wilayah itu mudah ditemui hamparan lele, yakni
lele yang dipelihara dalam sejumlah kolam yang luas. Keseluruhannya mencapai puluhan hektar.
Dalam mendukung pengembangan lele, Dinas Kelautan dan Perikanan Jabar memiliki Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yaitu Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar
(BPBPAT) Cijengkol, Subang. Di tempat ini, diproduksi benih lele yang akan disalurkan ke daerah
pengembangan lele. Benih lele yang dihasilkan BPBPAT Cijengkol juga diproyeksikan untuk
menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jabar. Salah satu hasil BPBPAT Cijengkol adalah aplikasi
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-24
teknologi dalam budidaya lele Sangkuriang. Lele Sangkuriang menjadi satu dari tiga jenis lele
unggulan Jabar.
Pada 2006, kegiatan produksi calon induk lele Sangkuriang di BPBPAT Cijengkol dilaksanakan
selama 8 bulan dengan target produksi sebanyak 300 paket. Yakni berisi 4.500 ekor (3.000 ekor
betina dan 1.500 ekor jantan) dari jumlah tanam awal benih sebanyak 70.000 ekor ukuran 3-5 cm.
Hasilnya diperoleh 400 paket atau 6.000 ekor (4.000 ekor betina dan 2.000 ekor jantan). Calon
induk lele Sangkuriang didistribusikan ke sejumlah kabupaten di Jabar, masing-masing kabupaten
menerima 40 paket.
Disamping itu, Jabar juga menyiapkan Dana Penguatan Modal (DPM) bagi pembudidaya lele. DPM
juga diberikan kepada pembudidaya komoditas ikan lainnya yang tersebar hampir di seluruh
kabupaten di Jabar.
Selain itu pengembangan perikanan budidaya di pantai utara Jawa Barat sejalan dengan kebijakan
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). DKP saat ini menyiapkan program untuk mengalihkan
nelayan di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa berusaha ke sektor perikanan budidaya untuk
mengurangi terjadinya kelebihan tangkap atau over fishing.
Hingga Tahun 2007 terindikasi meningkatnya jumlah nelayan di kawasan Pantura Jawa berdampak
terhadap penurunan hasil tangkapan yang mereka dapatkan dibanding beberapa tahun lalu. Saat
ini jumlah nelayan di perairan Pantura Jawa Barat diperkirakan mencapai 1,7 juta orang dan hasil
tangkapan yang mereka peroleh rata-rata hanya sebanyak 5 kg per hari. Jumlah tersebut,
tambahnya, sangat jauh dibanding hasil tangkapan yang diperoleh nelayan Malaysia yakni bisa
mencapai 15 kg per hari.
Untuk mengurangi kelebihan tangkap maka jumlah nelayan di kawasan Pantura Jawa Barat
idealnya hanya sebanyak 0,7 juta hingga1,1 juta orang.
Komoditas yang bisa dikembangkan diantaranya program budidaya rumput laut di air keruh.
Komoditas ini bisa dilakukan oleh nelayan yang ingin menggeluti usaha di sektor tersebut sehingga
mereka tetap bisa mengusahakannya di pantai dan tinggal di pesisir. Usaha budidaya rumpu laut di
air keruh tersebut sudah dibudidayakan di Kabupaten Indramayu dan Karawang Jawa Barat,
ternyata hasilnya cukup bagus.
Disamping itu tambak di Jawa Barat mempunyai jenis komoditas perikanan budi daya lain yang
bernilai ekonomi tinggi dan menghasilkan devisa besar, antara lain kerang mutiara, kerapu, kakap,
baronang, nila, lobster, kepiting, rajungan, teripang,abalone,dan ikan hias. Lebih dari itu, Indonesia
memiliki potensi ekonomi industri bioteknologi kelautan sangat besar, berupa industri farmasi
(seperti Omega-3, squalence, viagra, dan sunchlorela); industri kosmetika; bioenergi; dan industri
lain. Potensi nilai ekonomi total produk perikanan dan bioteknologi kelautan di Jawa Barat
diperkirakan mencapai USD 82 juta per tahun.
Saat ini, tingkat pemanfaatannya baru mencapai 4,4 juta ton. Potensi produksi SDI yang dapat
dihasilkan dari usaha perikanan budi daya laut (mariculture) diperkirakan mencapai 45 juta
ton/tahun, dan dari budi daya pesisir (coastal aquaculture, tambak) sekitar 5 juta ton/tahun.
Sementara itu, total produksi perikanan budi daya, termasuk dari perairan tawar/ darat, baru
mencapai 1,6 juta ton (0,3%). Saat ini, Indonesia merupakan produsen ikan terbesar kelima di
dunia dengan volume produksi 6,3 juta ton (FAO, 2006). Bila kita mampu meningkatkan
produksi,terutama dari perikanan budi daya, menjadi 45 juta ton/tahun (65% dari total potensi),
maka Indonesia bakal merebut posisi RRC yang saat ini merupakan produsen ikan nomor wahid
dunia dengan total produksi 41 juta ton/tahun. Padahal, luas laut dan panjang garis pantainya lebih
kecil dari yang kita miliki.
Sekadar ilustrasi betapa dahsyatnya potensi ekonomi perikanan adalah budidaya tambak udang
dan rumput laut. Lahan pesisir potensial untuk tambak udang sekitar 1,2 juta ha dan baru
diusahakan 400.000 ha dengan produktivitas rata-rata 0,6 ton/ha/tahun. Mestinya, kita dapat
mengembangkan usaha tambak udang seluas 500.000 ha dengan produktivitas rata-rata 2
ton/ha/tahun. Dengan jumlah ini, akan dihasilkan 1 juta ton udang/tahun dengan devisa USD 6
miliar/tahun, setara dengan total devisa dari seluruh ekspor tekstil dan produk tekstil.Usaha
tambak udang ini mampu menyerap tenaga kerja sekitar tiga juta orang.Rumput laut dengan
segenap produk hilirnya bahkan dapat menghasilkan devisa lebih besar, USD 8 miliar/tahun dan
dapat menyediakan lapangan kerja untuk dua juta orang.
Secara spasial, aktivitas perikanan budidaya di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 11.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 8-25
9.1 Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota Jawa Barat Bagian Utara
Kabupaten Bekasi
Penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Bekasi pada umumnya didominasi oleh
penggunaan untuk kawasan permukiman, kawasan tambak dan lahan tegalan, lahan pertanian
lahan basah dan jenis penggunaan lainnya. Penggunaan lahan untuk pekarangan/bangunan pada
setiap kecamatan pesisir mendominasi hamper 50% dari luas penggunaan lahan yang ada.
Selengkapnya data penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 9.1.
Tabel 9.1. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten Bekasi Tahun 2005
Luas Penggunaan (ha)
Jenis Penggunaan Lahan Babelan % Tarumajaya % Muaragembong %
Pekarangan/ Bangunan 1.278 1,00 1.107 0,87 1.350 1,06Tegal/Kebun 319 0,25 78 0,06 65 0,05 Ladang/Huma 0 0,00 0 0,00 0 0,00Kolam 18 0,01 19 0,01 0 0,00Tambak 458 0,36 494 0,39 0 0,00Rawa-Rawa 18 0,01 0 0,00 0 0,00Hutan 0 0,00 0 0,00 0 0,00Perkebunan 703 0,55 0 0,00 0 0,00Lain-Lain 77 0,06 570 0,45 875 0,69
Jumlah 2.871 2.268 2.290 Sumber : Kabupaten Bekasi dalam Angka, tahun 2005. Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Berdasarkan kecamatan, maka di Kecamatan Babelan terdapat penggunaan lahan untuk
perkebunan seluas 703 ha dan untuk tambak seluas 458 ha. Sementara di Kecamatan Tarumajaya
terdapat lahan untuk tambak seluas 494 ha. Kecamatan Muaragembong terdapat tegal/kebun
seluas 65 ha dan penggunaan lahan lainnya seluas 875 ha. Kondisi di lapangan hasil pengamatan
menunjukkan penggunaan lahan lainnya di Kecamatan Muaragembong sebetulnya adalah berupa
rawa-rawa yang sulit untuk dimanfaatkan secara ekonomi.
P9 EMANFAATAN RUANG
Penggunaan lahan untuk lahan pertanian lahan basah (lahan sawah) di Kabupaten Bekasi
menunjukkan penggunaan terbesar adalah lahan irigasi, baik irigasi teknis maupun irigasi setengah
teknis. Di Kecamatan Babelan, irigasi setengah teknis mendominasi, yaitu seluas 1.842 ha, diikuti
luas sawah tadah hujan 700 ha dan sawah lainnya 590 ha. Pertanian intensif dilakukan di
Kecamatan Tarumajaya dengan luas irigasi teknis mencapai 2.299 ha atau ± 70% dari keseluruhan
luas sawah di Tarumajaya. Sementara kondisi di Kecamatan Muaragembong hanya terdapat irigasi
setengah teknis seluas 350 ha dan sawah tadah hujan seluas 247 has. Untuk lebih jelasnya
penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten bekasi dapat dilihat pada Tabel 9.2.
Tabel 9.2. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir Kabupaten Bekasi Tahun 2005
Luas (ha)
Jenis Penggunaan Lahan Babelan % Tarumajaya % Muaragembong %
Irigasi Teknis 358 0,28 2.299 1,80 0 0,00Irigasi Setengah Teknis 1.842 1,45 596 0,47 350 0,27Irigasi Sederhana 0 0,00 0 0,00 0 0,00Tadah Hujan 700 0,55 300 0,24 247 0,19Lainnya 590 0,46 0 0,00 0 0,00
Jumlah 3490 3.195 597 Sumber : Kabupaten Bekasi dalam Angka, tahun 2005, Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Kabupaten Karawang
Penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Karawang pada umumnya didominasi oleh
penggunaan untuk kawasan permukiman, kawasan tambak dan lahan tegalan, lahan pertanian
lahan basah dan jenis penggunaan lainnya. Untuk lahan pertanian lahan basah (lahan sawah)
adalah halan irigasi baik irigasi teknis maupun irigasi setengah teknis. Untuk lebih jelasnya
penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten bekasi dapat dilihat pada Tabel 9.3 dan 9.4
berikut.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-1
Tabel 9.3. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten Karawang Tahun 2005
Luas (ha)
Jenis Penggunaan Lahan
Cilamaya Wetan (Ha)
% Cilamaya
Kulon (Ha)
% Tempuran (Ha) % Pedes
(Ha) % Cilebar (Ha) % Cibuaya
(Ha) % Tirtajaya (Ha) % Batujaya
(Ha) % Pakisjaya (Ha) %
Pekarangan/Bangunan 861 0,49 892 0,51 583 0,33 508 0,29 788 0,45 280 0,00 608 0,35 948 0,54 981 0,56Tegal/Kebun 5 0,00 80 0,05 0 0,00 0 0,00 96 0,05 0 0,00 42 0,02 237 0,14 425 0,24Ladang/Huma 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,01 0 0,00 0 0,00 0 0,00Kolam 8 0,00 39 0,02 16 0,01 16 0,01 0 0,00 22 2,20 12 0,01 23 0,01 11 0,01Tambak 885 0,50 91 0,05 0 0,00 489 0,28 425 0,24 3.864 0,00 2.149 1,23 915 0,52 1.413 0,81Rawa-Rawa 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,86 0 0,00 0 0,00 0 0,00Hutan 77 0,04 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1.500 0,05 243 0,14 464 0,26 130 0,07Perkebunan 22 0,01 51 0,03 0 0,00 0 0,00 4 0,00 80 0,00 0 0,00 0 0,00 56 0,03Lain-Lain 84 0,05 608 0,35 35 0,02 21 0,01 87 0,05 0 3,28 623 0,36 713 0,41 322 0,18Jumlah 1.942 1.761 634 1.034 1.400 5.746 3.677 3.300 3.338 Sumber : Kabupaten Karawang Dalam Angka, Tahun 2005, Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Tabel 9.4. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir Kabupaten Karawang Tahun 2005
Luas (ha)
Jenis Penggunaan Lahan
Cilamaya Wetan (Ha)
% Cilamaya
Kulon (Ha)
% Tempuran (Ha) % Pedes
(Ha) % Cilebar (Ha) % Cibuaya
(Ha) % Tirtajaya (Ha) % Batujaya
(Ha) % Pakisjaya (Ha) %
Irigasi Teknis 4.379 2,50 3.281 1,87 4.372 2,49 5.073 2,89 4.399 2,51 3.833 2,19 5.005 2,85 4.384 2,50 1.872 1,07Irigasi Setengah Teknis 288 0,16 868 0,50 0 0,00 0 0,00 379 0,22 0 0,00 519 0,30 457 0,26 0 0,00Irigasi Sederhana 69 0,04 421 0,24 0 0,00 0 0,00 81 0,05 0 0,00 87 0,05 90 0,05 0 0,00Tadah Hujan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 47 0,03 0 0,00 1.294 0,74
Jumlah 4.736 4.570 4.372 5.073 4.859 3.833 5.658 4.931 3.166 Sumber : Kabupaten Karawang Dalam Angka, Tahun 2005 , Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Kabupaten Subang
Jenis pengggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Subang didominasi oleh penggunaan untuk
permukiman, lahan kebun, hutan untuk Kecamatan Legonkulon dan kecamatan Blanakan, serta
jenis penggunaan lainnya. Di samping itu ada juga jenis penggunaan untuk lahan pertanian lahan
basah, yang didominasi oleh lahan irigasi teknis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.5
dan 9.6 berikut.
Tabel 9.5. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten Subang Tahun 2005
Luas (ha)
Jenis Penggunaan Lahan Ciasem
(Ha) % Pusakanagara (Ha) % Legonkulon
(Ha) % Blanakan (Ha) %
Pekarangan/Bangunan 2.377 1,16 2.081 1,01 552 0,27 1.213 0,59Tegal/Kebun 283 0,14 749 0,37 24 0,01 137 0,07Ladang/Huma 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Kolam 3 0,00 23 0,01 20 0,01 0 0,00Tambak 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Rawa-Rawa 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Hutan 0 0,00 116 0,06 2.491 1,21 2.002 0,98Perkebunan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Lain-Lain 2.246 1,09 69 0,03 257 0,13 396 0,19
Jumlah 4.909 3.038 3.344 3.748 Sumber : Kabupaten Subang Dalam Angka, Tahun 2005 Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-2
Tabel 9.6. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir
Kabupaten Subang Tahun 2005
Luas (ha) Jenis Penggunaan
Lahan Ciasem (Ha) % Pusakanagara
(Ha) % Legonkulon (Ha) % Blanakan
(Ha) %
Irigasi Teknis 6.657 3,24 6.600 3,22 2.728 1,33 5.300 2,58Irigasi Setengah Teknis 153 0,07 0 0,00 0 0,00 0 0,00Irigasi Sederhana 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Tadah Hujan 0 0,00 0 0,00 64 0,03 0 0,00Lainnya 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 6.810 6.600 2.792 5.300 Sumber : Kabupaten Subang Dalam Angka, Tahun 2005; Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Kabupaten Indramayu
Jenis pengggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu didominasi oleh penggunaan
untuk permukiman, lahan kebun, hutan untuk Kecamatan Cantigi dan Kecamatan Losarang, serta
jenis penggunaan lainnya. Di samping itu ada juga jenis penggunaan untuk lahan pertanian lahan
basah, yang didominasi oleh lahan irigasi teknis dan irigasi setengah teknis. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 9.7 dan 9.8 berikut.
Tabel 9.7. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten Indramayu Tahun 2005
Luas (ha)
Jenis Penggunaan Lahan
Krang-keng (Ha)
% Karang ampel (Ha)
% Junti-nyuat (Ha)
% Balo-ngan (Ha)
% Indra-mayu (Ha)
% Sindang (Ha) % Cantigi
(Ha) % Arahan (Ha) % Losarang
(Ha) % Kandang
haur (Ha)
% Sukra (Ha) %
Pekarangan/Bangunan 476 0,51 482 0,52 790 0,85 192 0,21 1.320 1,41 581 0,62 407 0,44 654 0,70 1.351 1,45 539 0,58 1054 1,13
Tegal/Kebun 127 0,14 44 0,05 15 0,02 115 0,12 311 0,33 0 0,00 57 0,06 0 0,00 33 0,04 300 0,32 0 0,00
Ladang/Huma 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 351 0,38 0 0,00 52 0,06 0 0,00 0 0,00 0 0 0 0,00
Kolam 15 0,02 0 0,00 0 0,00 1 0,00 0 0,00 0 0,00 527 0,56 0 0,00 147 0,16 0 0 5 0,01
Tambak 865 0,93 12 0,01 0 0,00 102 0,11 1.564 1,67 1.641 1,76 0 0,00 252 0,27 1.047 1,12 574 0,61 130 0,14
Rawa-Rawa 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 115 0,12 85 0,09 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0 0 0,00
Hutan 0 0,00 2 0,00 0 0,00 0 0,00 357 0,38 984 1,05 4.676 5,00 0 0,00 2.000 2,14 0 0 0 0,00
Perkebunan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 311 0,33 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0 0 0,00
Lain-Lain 0 0,00 120 0,13 95 0,10 493 0,53 1.117 1,20 1.330 1,42 2.280 2,44 0 0,00 0 0,00 0 0 0 0,00
Jumlah 1.483 660 900 903 5.446 4.621 7.999 906 4.578 1413 1189
Sumber : Kabupaten Indramayu Dalam Angka, Tahun 2005, Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Tabel 9.8. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir Kabupaten Indramayu Tahun 2005
Luas (Ha)
Jenis Penggunaan
Lahan Krang-keng (Ha)
% Karang ampel (Ha)
% Junti-nyuat (Ha)
% Balo-ngan (Ha)
% Indra-mayu (Ha)
% Sindang (Ha) % Cantigi
(Ha) % Arahan (Ha) %
Losa-rang (Ha)
% Kandang
haur (Ha)
% Sukra (Ha)
%
Irigasi Teknis 2.750 2,94 2.040 2,18 2.790 2,99 121 0,13 610 0,65 0 0,00 377 0,40 1.484 1,59 3.416 3,65 5297 5,67 6550 7,01Irigasi Sete-ngah Teknis 575 0,62 0 0,00 868 0,93 572 0,61 576 0,62 0 0,00 723 0,77 736 0,79 1.886 2,02 645 0,69 0 0,00
Irigasi Sederhana 0 0,00 0 0,00 0 0,00 132 0,14 0 0,00 1.813 1,94 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Non PU 311 0,33 0 0,00 0 0,00 0 0,00 16 0,02 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 3.636 2.040 3.658 825 1.202 1.813 1.100 2.220 5.302 5.942 6.550
Sumber : Kabupaten Indramayu Dalam Angka, Tahun 2005, Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-3
Kabupaten Cirebon
Jenis pengggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Cirebon didominasi oleh penggunaan untuk
permukiman, lahan kebun, tambak terutama di Kecamatan Kapetakan, serta jenis penggunaan
lainnya. Di samping itu ada juga jenis penggunaan untuk lahan pertanian lahan basah, yang
didominasi oleh lahan irigasi teknis dan tadah hujan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
9.9 dan 9.10 berikut.
Tabel 9.9. Luas Tanah Kering Menurut Jenis Penggunaan di Pesisir Kabupaten CirebonTahun 2005
Luas (ha) Jenis
Penggunaan Lahan
Losari (Ha) %
Astanaja-pura (Ha)
% Pangenan (Ha) % Mundu
(Ha) % Cirebon Utara (Ha)
% Kapeta-
kan (Ha)
%
Pekarangan/ Bangunan 1.661 1,68 568 0,57 2.407 2,43 1.080 1,09 454 0,46 673 0,68
Tegal/Kebun 0 0,00 438 0,44 0 0,00 33 0,03 143 0,14 84 0,08Ladang/Huma 0 0,00 638 0,64 123 0,12 24 0,02 0 0,00 0 0,00Kolam 258 0,26 37 0,04 0 0,00 90 0,09 13 0,01 59 0,06Tambak 70 0,07 53 0,05 64 0,06 115 0,12 204 0,21 2.958 2,99Rawa-Rawa 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Hutan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Perkebunan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00Lain-Lain 0 0,00 0 0,00 3 0,00 10 0,01 160 0,16 41 0,04
Jumlah 1.989 1.734 2.597 1.352 974 3.815 Sumber : Kabupaten Cirebon Dalam Angka, Tahun 2005 Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Tabel 9.10. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pesisir Kabupaten Cirebon Tahun 2005
Luas (ha) Jenis
Penggunaan Lahan
Losari (Ha) %
Astanaja-pura (Ha)
% Pangenan (Ha) % Mundu
(Ha) % Cirebon Utara (Ha)
% Kapeta-
kan (Ha)
%
Irigasi Teknis 1.749 1,77 773 0,78 31 0,03 604 0,61 470 0,47 2.159 2,18Irigasi Setengah Teknis 0 0,00 639 0,65 82 0,08 161 0,16 206 0,21 1.064 1,07
Irigasi Sederhana 0 0,00 443 0,45 0 0,00 58 0,06 74 0,07 0 0,00Tadah Hujan 86 0,09 277 0,28 172 0,17 97 0,10 146 0,15 931 0,94Jumlah 1.835 2.132 285 920 896 4.154
Sumber : Kabupaten Cirebon Dalam Angka, Tahun 2005 Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2005
Kota Cirebon
Pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kota Cirebon pada umumnya didominasi oleh penggunaan
untuk permukiman, lahan tegalan, pertanian lahan basah, tambak dan jenis penggunaan lainnya.
9.2. Penggunaan Lahan Wilayah Pesisir Jawa Barat Bagian Utara
Penggunaan lahan di wilayah pesisir Pantai Utara Propvinsi Jawa Barat didominasi oleh penggunaan
sawah sebesar 142.617 ha atau 61,10% dari luas total wilayah. Sedangkan penggunaan lainnya
adalah kawasan tambak dengan luas 56.104 ha atau 24,04% dari total luas wilayah pesisir. Untuk
lebih jelasnya luas penggunaan lahan wilayah pesisir di pantai Utara Jawa Barat dapat dilihat pada
Tabel 9-11.
Tabel 9.11.
Penggunaan Lahan di Pesisir Utara Jawa Barat
LANDUSE (Ha)
Kabupaten Kecamatan
Indu
stri
Keb
un
C
ampu
ran
Man
grov
e
Pem
uki
man
Saw
ah
Sem
ak
Bel
uka
r
Tam
bak
Total %
TARUMJAYA 74.70
4.60
398.00
5,022.00
28.00
25.00
5,552.30 2.38
BABELAN 39.00
19.00
700.00
4,407.00
13.00
151.00
5,329.00 2.28
BEKASI
MUARAGEMBONG
88.00
418.00
1,147.00
2,745.00
0.50
7,785.00
12,183.50 5.22
PAKISJAYA
48.00
-
933.00
3,455.00
-
2,946.00
7,382.00 3.16
BATUJAYA
6.00
-
1,006.00
5,395.00
48.00
1,106.00
7,561.00 3.24
TIRTAJAYA 577.00
3,865.00
3,907.00
8,349.00 3.58
CIBUAYA 956.00
6,795.00
6,933.00
14,684.00 6.29
TEMPURAN 1,501.00
8,985.00
860.00
11,346.00 4.86
KARAWANG
CILAMAYA 32.00
2,118.00
10,516.00
14.00
983.00
13,663.00 5.85
BLANAKAN
16.00
363.00
960.00
5,032.00 3,357.00
9,728.00 4.17
PAMANUKAN 47.00
266.00
2,352.00
238.00
2,903.00 1.24
LEGONKULON 127.00
1,888.00
1,290.00
6,482.00
127.00
2,721.00
12,635.00 5.41
SUBANG
PUSAKANAGARA
18.00
65.00
1,094.00
7,935.00
39.00
462.00
9,613.00 4.12
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-4
Tabel 9.11. Lanjutan
LANDUSE (Ha)
Kabupaten
Indu
stri
Keb
un
C
ampu
ran
Man
grov
e
Pem
uki
man
Saw
ah
Sem
ak
Bel
uka
r
Tam
bak
Total %Kecamatan INDRAMAYU
500.00
230.00
1,099.00
3,086.00
87.00
8,107.00
13,109.00 5.62
BALONGAN 302.00
140.00
114.00
1,462.00
5,812.00
452.00
1,613.00
9,895.00 4.24
JUNTINYUAT
309.00 879.00
4,758.00
13.00
5,959.00 2.55
KARANGAMPEL
155.00 1,037.00
6,798.00
29.00
8,019.00 3.44
KRANGKENG 488.00
5,109.00
1,388.00
6,985.00 2.99
SUKRA 1,712.00
11,765.00
78.00
5.00
13,560.00 5.81
KANDANGHAUR
40.00 657.00
6,731.00
869.00
8,297.00 3.55
INDRAMAYU
LOSARANG 484.00
1,157.00
6,201.00
5,669.00
13,511.00 5.79
KAPETAKAN 10.00
634.00
5,940.00
3.00
3,138.00
9,725.00 4.17
GUNUNGSARI 550.00
1,460.00
239.00
2,249.00 0.96
MUNDU 81.00
410.00
1,413.00
314.00
41.00
2,259.00 0.97
ASTANAJAPURA
46.00
69.00
825.00
3,343.00
957.00
1,541.00
6,781.00 2.91
BABAKAN 1,048.00
3,982.00
161.00
5,191.00 2.22
KAB CIREBON
LOSARI
186.00 644.00
3,124.00
1,743.00
5,697.00 2.44
KEJAKSAN 341.00
3.00
58.00
402.00 0.17KOTA CIREBON
LEMAHWUNGKUK
3.00
48.00
651.00
106.00
9.00
16.00
833.00 0.36
TOTAL (ha) 302.00
1,805.70
3,862.60
26,540.00
142,617.00
2,169.50
56,104.00
233,400.80 100.00
Sumber : Hasil Pengukuran Digital Citra Landsat, Tahun 2007
Secara spasial penggunaan lahan di pesisir utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 13.
Laporan Akhir ATLAS Pesisir Utara Jawa Barat 9-5