49
Surah Description ﱠﺪﺗ ﺎ ﻋ ﹸﻢ ﺑ ﹸﻛ ﺍﺧ ﻦ ﻳ ﹶـﻜ ﹸﻢ ـﻨ ﹶﻳﻰ ﺃ ﱠﻐﺎﻟﻠ ﱠﻪ ﺍﻟﻠ ﹸﻢ ﹸﻛ ﺍﺧ ﹶ ﻳﻮﻥ ﹾﻌ ﺎ ﺗ ﹶﻭ ـﻜ ﺎﻡ ﹾﻌ ﱠﺎﺭ ﹶﻔ ﹶﻜ ـﻦ ﱞﻳ ﺍﻻ ﺫﻟ ﺎﻡ ﹶﻳ ﹶﺔ ﹶـﺜ ﹶﻠ ﺎﻡ ﹶﺼ ﱠﻢﻦ ﻟ ﹶﻤ ﹶﺒ ﻳﺮ ﹶﻭ ﹶﻭ ﹸﻢﻴﻜ ﹶﻫ ﹸﻢ ﹶﻜ ﱠﻪ ﺍﻟﻠ ﹶﺬﻟ ﹸﻢ ـﻨ ﹶﻳ ﹾ ﺃ ﹸﻮﺍﻔﹶﻈ ﺍﺣ ﹾﺘ ﹶﻔ ﹶﺍ ﺣ ﹸﻢ ـﻨ ﹶﻳ ﹸ ﺃ ﱠﺎﺭ ﹶﻔﻭﻥ ﹸﺮ ﹸﻢ ﱠﻜ ﹶﻌ ـﺘ ﺍﻳ (89. Allah will not punish you for what is unintentional in your oaths, but He will punish you for your deliberate oaths; for its expiation feed ten poor, on a scale of the Awsat of that with which you feed your own families; or clothe them; or free a slave. But whosoever cannot afford, then he should fast for three days. That is the expiation for the oaths when you have sworn. And protect your oaths. Thus Allah makes clear to you His Ayat that you may be grateful.) Unintentional Oaths We mentioned the subject of unintentional oaths in Surat Al-Baqarah, all praise and thanks are due to Allah, and so we do not need to repeat it here. We also mentioned that the Laghw in oaths refers to one's saying, "No by Allah,'' or, "Yes, by Allah,'' unintentionally. Expiation for Breaking the Oaths Allah said,

Sumpah Dan Nazar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hukum hukum sumpah dan nazar, seputar sumpah dan nazar

Citation preview

Page 1: Sumpah Dan Nazar

Surah Description

مقدتا عاخذكم بمؤلـكن يو ـنكممو فى أيباللغ الله اخذكمؤال يااليمـن فكفارته إطعام عشرة مسـكني من أوسط ما تطعمون

ام ذلكثلـثة أي امفصي جدي ن لمة فمقبر ريرحت أو مهتوكس أو ليكمأهلكم الله نيبي كذلك كمـنمفظوا أياحو ملفتإذا ح ـنكممة أيكفار

ءايـته لعلكم تشكرون(89. Allah will not punish you for what is unintentional in your oaths, but

He will punish you for your deliberate oaths; for its expiation feed ten

poor, on a scale of the Awsat of that with which you feed your own

families; or clothe them; or free a slave. But whosoever cannot afford,

then he should fast for three days. That is the expiation for the oaths

when you have sworn. And protect your oaths. Thus Allah makes clear to

you His Ayat that you may be grateful.)

Unintentional Oaths

We mentioned the subject of unintentional oaths in Surat Al-Baqarah, allpraise and thanks are due to Allah, and so we do not need to repeat it here. Wealso mentioned that the Laghw in oaths refers to one's saying, "No by Allah,''or, "Yes, by Allah,'' unintentionally.

Expiation for Breaking the Oaths

Allah said,

Page 2: Sumpah Dan Nazar

ـنماالي مقدتا عاخذكم بمؤلـكن يو(but He will punish you for your deliberate oaths.) in reference to the oathsthat you intend in your hearts,

ـكنيسة مرشع امإطع هتفكفار(for its expiation (a deliberate oath) feed ten poor,), who are needy, not able tofind necessities of the life. Allah's statement,

ليكمون أهطعما تط مسأو من(on a scale of the Awsat of that with which you feed your own families;)means, "On the average scale of what you feed your families,'' according to Ibn`Abbas, Sa`id bin Jubayr and `Ikrimah. `Ata' Al-Khurasani commented onthe Ayah, "From the best of what you feed your families''. Allah's statement,

مهتوكس أو(or clothe them,) refers to clothing each of the ten persons with what issuitable to pray in, whether the poor person was male or female. Allah knowsbest. Al-`Awfi said that Ibn `Abbas said that the Ayah means a robe orgarment for each poor person (of the ten). Mujahid also said that the least ofclothing, referred to in the Ayah, is a garment, and the most is whatever youwish. Al-Hasan, Abu Ja`far Al-Baqir, `Ata', Tawus, Ibrahim An-Nakha`i,Hammad bin Abi Sulayman and Abu Malik said that it means (giving each ofthe ten poor persons) a garment each. Allah's statement,

أو تحرير رقبة(or free a slave) refers to freeing a believing slave. In the Muwatta' of Malik,the Musnad of Ash-Shafi`i and the Sahih of Muslim, a lengthy Hadith was

Page 3: Sumpah Dan Nazar

recorded that `Umar bin Al-Hakam As-Sulami said that he once had to free aslave (as atonement) and he brought a black slave girl before the Messenger ofAllah , who asked her;

»أين اهللا؟«(Where is Allah) She said, "Above the heavens.'' He said,

»من أنا؟«(Who am I) She said, "The Messenger of Allah.'' He said,

»أعتقها فإنها مؤمنة«(Free her, for she is a believer.) There are three types of expiation for breakingdeliberate oaths, and whichever one chooses, it will suffice, according to theconsensus (of the scholars). Allah mentioned the easiest, then the moredifficult options, since feeding is easier than giving away clothes, and givingaway clothes is easier than freeing a slave. If one is unable to fulfill any ofthese options, then he fasts for three days for expiation, just as Allah said,

فمن لم يجد فصيام ثلـثة أيام(But whosoever cannot afford (that), then he should fast for three days.)Ubayy bin Ka`b and Ibn Mas`ud and his students read this Ayah as follows,"Then he should fast three consecutive days.'' Even if this statement was notnarrated to us as a part of the Qur'an through Mutawatir narration, it wouldstill be an explanation of the Qur'an by the Companions that has the ruling ofbeing related from the Prophet . Allah's statement,

ملفتإذا ح ـنكممة أيكفار ذلك

Page 4: Sumpah Dan Nazar

(That is the expiation for the oaths when you have sworn.)5:89 means, this isthe legal way to atone for deliberate oaths,

كمـنمفظوا أياحو(And protect your oaths.) Do not leave your broken oaths without paying theexpiation for them, according to the meaning given by Ibn Jarir.

كذلك يبين الله لكم آيـته(Thus Allah makes clear to you His Ayat) and explains them to you,

لعلكم تشكرون(that you may be grateful.)

Page 5: Sumpah Dan Nazar

Ÿω ãΝ ä. ä‹ Ï{#xσ ムª! $# Èθøó ‾=9$$Î/ þ’Îû öΝ ä3 ÏΖ≈ yϑ÷ƒ r& Å3≈ s9 uρ Νà2 ä‹ Ï{#xσ ム$yϑÎ/ ãΝ ›?‰ ¤)tã

z≈ yϑ÷ƒ F{ $# ( ÿ… çµè? t�≈ ¤�s3sù ãΠ$yè ôÛ Î) Íο u�|³ tã tÅ3≈ |¡ tΒ ô ÏΒ ÅÝ y™ ÷ρ r& $tΒ tβθßϑÏè ôÜè? öΝ ä3ŠÎ=÷δ r&

÷ρr& óΟ ßγ è? uθ ó¡ Ï. ÷ρ r& ã�ƒÌ�øtrB 7πt6 s%u‘ ( yϑsù óΟ ©9 ô‰ Åg s† ãΠ$u‹ ÅÁsù Ïπ sW≈ n=rO 5Θ$−ƒ r& 4 y7 Ï9≡sŒ äο t�≈ ¤�x.

öΝä3 ÏΨ≈ yϑ÷ƒ r& #sŒ Î) óΟ çF ø�n=ym 4 (#þθ Ýà x�ôm$#uρ öΝä3 oΨ≈ yϑ÷ƒ r& 4 y7Ï9≡x‹x. ß Îit7ムª! $# öΝ ä3s9 ϵ ÏG≈ tƒ#u

÷/ ä3 ª=yè s9 tβρã� ä3 ô±n@ ∩∇∪

Alloh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Alloh menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).

Page 6: Sumpah Dan Nazar

Melanggar Sumpah Wajib Membayar Denda, Denda Sumpah Adalah Berupa Makanan Bukan Uang Kategori Sumpah Dan Nadzar Rabu, 30 Nopember 2005 11:11:26 WIB MELANGGAR SUMPAH DAN DENDANYA Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya sering bersumpah di hadapan anak-anak saya agar mereka tidak melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, tapi ternyata mereka tetap saja melakukannya. Apakah dengan demikian saya wajib membayar denda sumpah saya ? Jawaban Apabila anda bersumpah dihadapan anak-anak anda atau dihadapan siapapun agar mereka melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, kemudian mereka melanggarnya, maka anda wajib membayar denda sumpah anda tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu� [Al-Ma’idah : 89] Begitu juga jika anda bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, lalu anda melihat bahwa ternyata anda lebih baik membatalkan sumpah anda tersebut, maka batalkanlah sumpah anda kemudian anda membayar denda sumpah tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Artinya : Jika engkau bersumpah, kemudian engkau melihat sesuatu yang lebih baik dari sumpah tersebut, maka batalkanlah sumpahmu (dengan membayar denda)

Page 7: Sumpah Dan Nazar

dan kerjakanlah sesuatu yang lebih baik dari sumpahmu itu� [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim] DENDA SUMPAH ADALAH BERUPA MAKANAN BUKAN UANG Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ibu saya mempunyai kewajiban membayar denda sumpah (kaffarat yamin). Bolehkah saya yang membayarnya dengan uang real Saudi seharga makanan untuk 10 orang ? Kalau boleh, berapa real yang harus saya keluarkan ? Dan bolehkah uang tersebut saya serahkan kepda yayasan sosial ? Berikanlah jawaban kepada saya, semoga anda diberi pahala oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jawaban Anda boleh membayarkan denda sumpah ibu anda, baik ketika ibu anda masih hidup atau sudah meninggal, dengan syarat ibu anda mengijinkannya. Adapun pembayaran denda tersebut harus berupa makanan, bukan uang. Karena hal tersebut sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Banyaknya makanan yang harus diberikan adalah setengah sha’ ( 1 ½ kg) dan berupa makanan pokok penduduk setempat sepertu : Kurma, beras, jagung dan lain-lain. Atau boleh juga anda memberi makan siang atau malam kepada 10 orang miskin tersebut, atau memberikan kepada mereka pakaian yang bisa dipakai untuk shalat seperti ; ghamis (baju panjang), sarung, baju biasa dan lain-lain. [Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa Bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerbit At-Tibyan – Solo] Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1681&bagian=0 _____________________________________ Hukum Mengucapkan Demi Allah Secara Kontinyu Dan Kafarat Sumpah Kategori Sumpah Dan Nadzar Senin, 11 April 2005 12:48:57 WIB HUKUM MENGUCAPKAN “DEMI ALLAH� SECARA KONTINYU DAN KAFARAT SUMPAH

Page 8: Sumpah Dan Nazar

Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz Pertanyaan. Syaikh Abdil Aziz bin Baz ditanya : Dalam banyak kesempatan, saya seringkali ketika berbicara mengucapkan “Demi Allah� , apakah hal ini dianggap sebagai sumpah ? Dan bagaimana saya bisa menebusnya (membayar kafarat) bila melanggarnya ? Jawaban Bila seorang muslim atau muslimah yang sudah mukallaf mengulang-ngulang ucapan “Demi Allah� ketika melakukan sesuatu tanpa disengaja dan dimaksudkan, seperti mengucapkan “Demi Allah, aku tidak akan mengunjungi si fulan� atau “Demi Allah, aku akan mengunjungi si fulan� sebanyak dua kali atau lebih, atau “Demi Allah, sungguh aku akan mengunjungi si fulan� dan ucapan seperti itu. Bilamana dia melanggarnya karena tidak melaksanakan perbuatan yang akan dilakukannya berdasarkan sumpahnya tersebut atau melakukan perbuatan yang tidak akan dilakukannya berdasarkan sumpahnya, maka dia wajib membayar kafarat (tebusan) sumpah, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian atau membebaskan budak. Di dalam memberi makan, kadar yang wajibnya adalah setengah Sha’ makanan pokok negeri, berupa kurma, nasi atau lainnya. Yaitu, lebih kurang seukuran 1,5 kg. Sedangkan pakaian adalah sesuatu yang dapat dijadikan untuk shalat seperti kemeja (gamis), kain dan pakaian. Bila salah satu dari tiga hal tersebut tidak mampu dilakukan, maka wajib baginya berpuasa selama tiga hari. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jangalah sumpahmu� [Al-Maidah : 89] Adapun bila sumpah tersebut terucap oleh lidahnya tanpa disengaja atau dimaksudkan, maka ia dianggap tidak berlaku, sehingga dia tidak wajib membayar kafarat atas hal itu. Hal ini berdasarkan ayat yang mulia ini, firmanNya, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah)� [Al-Ma’idah : 89]

Page 9: Sumpah Dan Nazar

Dia hanya membayar satu jenis kafarat saja untuk sumpah-sumpah yang terulang-ulang bil hal itu dilakukan terhadap satu jenis perbuatan sebagaimana yang singgung tadi. Sedangkan bila perbuatan yang dilakukan beragam, maka wajib baginya membayar kafarat untuk masing-masing sumpah, seperti bila dia mengucapkan “Demi Allah, sungguh aku akan mengunjungi si fulan. Demi Allah, aku tidak akan berbicara dengan si fulan. Demi Allah, sungguh aku akan memukul si fulan� dan yang semisalnya. Jadi, bila salah satu dari sumpah-sumpah ini atau sejenisnya dia langgar, maka dia wajib membayar kafarat untuknya dan bila dia melanggar semuanya, mawa wajib baginya membayar kafarat untuk masing-masingnya. Wallahu Waliyyut Taufiq [Fatawa Al-Mar’ah, hal 72-73 Dari Fatwa Syaikh Bin Baz] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq] Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1401&bagian=0 _______________________ Hukum Nadzar : Makruh Atau Haram? Kategori Sumpah Dan Nadzar Jumat, 22 September 2006 14:35:05 WIB HUKUM NADZAR : MAKRUH ATAU HARAM? Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Page 10: Sumpah Dan Nazar

Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Setelah seseorang menentukan nadzar dan arahnya ; apakah boleh seseorang merubahnya bila mendapatkan arah yang lebih berhak ? Jawaban Akan saya kemukakan mukadimah terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan tersebut, yaitu bahwa tidak semestinya seseorang melakukan nadzar, sebab pada dasarnya hukum nadzar itu makruh ataupun diharamkan sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya di dalam sabdanya. “Artinya : Sesungguhnya ia tidak pernah membawa kebaikan dan sesungguhnya ia hanya dikeluarkan (bersumber) dari orang yang bakhil” [1] Maka, kebaikan yang anda perkirakan terjadi dari nadzar itu, bukanlah nadzar itu sebagai penyebabnya. Banyak orang yang bila sudah sakit, akan bernadzar untuk melakukan ini dan itu bila disembuhkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan bila sesuatu hilang, dia bernadzar untuk melakukan ini dan itu bila menemukannya kembali. Kemudian, bila dia ternyata disembuhkan atau menemukan kembali barang yang hilang tersebut, bukanlah artinya bahwa nadzar itu yang menyebabkannya akan tetapi hal itu semata berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah adalah Mahamulia dari sekedar kebutuhan akan suatu persyaratan ketika Dia dimintai. Oleh karena itu, anda wajib bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar disembuhkan dari sakit ini atau agar barang yang hilang ditemukan kembali. Sedangkan nadzar itu sendiri, ia tidaklah memiliki aspek apapun dalam hal ini. Banyak sekali orang-orang yang bernadzar tersebut, bila sudah mendapatkan apa yang dinadzarkan, kemudian bermalas-malasan untuk menepatinya bahkan barangkali tidak jadi melakukannya. Ini tentunya bahaya yang amat besar. Sebaiknya, dengarkanlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut. “Artinya : Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah : ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian dari karuniaNya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih’. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karuniaNya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepadaNya dan (juga) karena mereka selalu berdusta” [At-Taubah : 75-77] Maka berdasarkan hal ini, tidak semestinya seorang mukmin melakukan nadzar. Sedangkan jawaban atas pertanyaan diatas, maka kami katakan bahwa bila seseorang bernadzar sesuatu pada arah tertentu dan melihat bahwa yang selainnya lebih baik dan lebih diperkenankan Allah serta lebih berguna bagi para hambaNya, maka tidak apa-apa dia merubah arah nadzar tersebut ke arah yang lebih baik.

Page 11: Sumpah Dan Nazar

Dalilnya adalah hadits tentang seorang laki-laki yang datang ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernadzar akan melakukan shalat di Baitul Maqdis bila kelak Allah menganugrahkan kemenangan kepadamu di dalam menaklukan Mekkah”. Maka beliau menjawab : “Shalatlah di sini saja”, kemudian orang tadi mengulangi lagi perkataannya, lalu dijawab oleh beliau, “Kalau begitu, itu menjadi urusanmu sendiri” [2] Hadits ini menunjukkan bahwa bila seseorang berpindah dari nadzarnya yang kurang utama kepada yang lebih utama, maka hal itu boleh hukumnya. [Fatawa Al-Mar’ah, dari Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin, hal. 68] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq] _________ Foote Note [1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman (6608,6609), Muslim di dalam kitab An-Nadzar (1639,1640). [2]. Hadits Riwayat Abu Daud di dalam kitab Al-Iman (3305) Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1949&bagian=0 ______________________ Nadzar Hukumnya Makruh Sementara Menepatinya Suatu Keharusan Kategori Sumpah Dan Nadzar Senin, 30 Januari 2006 15:14:59 WIB NADZAR HUKUMNYA MAKRUH SEMENTARA MENEPATINYA SUATU KEHARUSAN

Page 12: Sumpah Dan Nazar

Oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin Pertanyaan Syaikh Abdullah bin Abdurrahnman Al-Jibrin ditanya : Apa sebenarnya hukum syar’iat mengenai nadzar ? Apakah bila tidak menepatinya akan mendapatkan sanksi ? Jawaban. Secara syari’at, hukum nadzar itu adalah makruh. Dalam hal ini terdapat hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melarang melakukan nadzar. Beliau bersabda. “Artinya : Sesungguhnya ia tidak pernah membawa kebaikan dan sesungguhnya ia hanya dikeluarkan (bersumber) dari orang yang bakhil� [1] Hal itu karena sebagian orang bila sudah sakit, rugi atau disakiti barulah dia bernadzar sedekah, menyembelih atau menyumbang uang bila disembuhkan dari penyakit tersebut atau tidak merugi lagi. Dia berkeyakinan bahwa Allah tidak akan menyembuhkan atau membuatnya beruntung kecuali bila dia melakukan nadzar tersebut. Maka, dalam hadits tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa Allah tidak akan merubah sesuatupun dari apa yang telah Dia takdirkan akan tetapi hal itu adalah perbuatan orang bakhil, yang tidak mau berinfaq kecuali setelah memasang nadzar. Bila nadzar tersebut berupa ibadah seperti shalat, puasa, sedekah atau I’tikaf, maka harus ditepati. Tetapi bila ia nadzar maksiat seperti membunuh, berzina, minum khamr atau merampas harta orang lain secara zhalim dan semisalnya maka tidak boleh menepatinya tetapi dia harus membayar kafarat sumpah, yaitu memberi makan sebanyak sepuluh orang miskin dan seterusnya. Bila nadzar tersebut sesuatu yang mubah (dibolehkan) seperti makan, minum, pakaian, bepergian, ucapan biasa dan semisalnya maka dia diberikan pilihan antara menepatinya atau membayar kafarat sumpah. Bila berupa nadzar melakukan ketaatan kepada Allah, maka dia harus mengalokasikannya kepada kaum miskin dan kaum lemah seperti makanan, meyembelih kambing atau semisalnya. Dan jika ia berupa amal shalih yang bersifat fisik atau materil seperti jihad, haji dan umrah, maka dia harus menepatinya. Bila dia mengkhususkannya untuk suatu pihak maka dia harus menyerahkannya kepada pihak yang telah dikhususkan tersebut seperti masjid, buku-buku atau proyek-proyek kebajikan dan tidak boleh mengalokasikannya kepada selain yang telah ditentukannya tersebut. [Fatawa Al-Mar’ah, dari Fatawa Syaikh Ibn Jibrin, hal. 67]

Page 13: Sumpah Dan Nazar

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 121-122. Penerbit Darul Haq] _________ Foote Note [1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman (6608,6609), Muslim di dalam kitab An-Nadzar (1639,1640). Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1750&bagian=0 ______________________________________ Mencaci-Maki Agama Dalam Kondisi Emosi Kategori Syubhat Dan Jawaban Jumat, 18 Februari 2005 15:02:55 WIB MENCACI MAKI AGAMA DALAM KONDISI EMOSI Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum syari'at menurut pandangan anda terhadap orang yang mencaci-maki agama dalam kondisi emosi, apakah dia wajib membayar kafarat? Apa syarat bertaubat dari perbuatan ini? Mengingat saya pernah mendengar dari para ulama yang mengatakan kepada saya, bahwa berdasarkan ucapanmu tersebut, sesungguhnya kamu telah keluar dari Islam. Demikian juga mereka mengatakan bahwa isterimu itu telah menjadi haram bagimu? Jawaban. Vonis hukum terhadap orang yang mencaci-maki agama Islam adalah bahwa dia telah melakukan kekufuran sebab mencaci-maki agama dan memperolok-oloknya

Page 14: Sumpah Dan Nazar

merupakan tindakan murtad dari Islam dan kekufuran terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dien-Nya. Dalam hal ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengisahkan perihal suatu kaum yang memperolok-olok dien Al-Islam, bahwa mereka itu pernah mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja." Lalu Allah menjelaskan bahwa senda gurau dan bermain-main seperti ini merupakan bentuk olok-olok terhadap Allah, ayat-ayat dan RasulNya dan bahwa mereka telah menjadi kafir karena itu. Allah berfirman. "Artinya : Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.� Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman... [At-Taubah : 65-66] Jadi, memperolok-olok Dienullah, mencaci-makinya, mencaci-maki Allah dan RasulNya atau memperolok keduanya merupakan kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari dien ini. Sekalipun demikian, di sana masih ada peluang untuk bertaubat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Katakanlah, 'Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'." [Az-Zumar:53] Bila seseorang bertaubat dari apapun bentuk riddah (keluar dari Islam) yang dilakukannya dan taubatnya itu adalah Taubat Nashuh (taubat yang sebenar-benarnya) serta telah memenuhi lima persyaratan, maka Allah akan menerima taubatNya. Lima syarat yang dimaksud adalah: Pertama. Taubatnya tersebut dilakukannya dengan ikhlas semata karena Allah. Jadi, faktor yang mendorongnya untuk bertaubat, bukanlah karena riya', nama baik (prestise), takut kepada makhluk ataupun mengharap suatu urusan duniawi yang ingin diraihnya. Bila dia telah berbuat ikhlas dalam taubatnya kepada Allah dan faktor yang mendorongnya adalah ketaqwaan kepada-Nya, takut akan siksaanNya serta mengharap pahalaNya, maka berarti dia telah berbuat ikhlas dalam hal tersebut. Kedua. Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Yakni, seseorang mendapati dirinya sangat menyesal dan bersedih atas perbuatan yang telah lalu tersebut serta memandangnya sebagai perkara besar yang wajib baginya untuk melepaskan diri darinya. Ketiga. Berhenti total dari dosa tersebut dan keinginan untuk terus melakukannya. Bila dosanya tersebut berupa tindakannya meninggalkan hal yang wajib, maka setelah taubat dia harus melakukannya dan berusaha semaksimal mungkin untuk membayarnya. Dan jika dosanya tersebut berupa tindakannya melakukan sesuatu

Page 15: Sumpah Dan Nazar

yang diharamkan, maka dia harus cepat berhenti total dan menjauhinya. Termasuk juga, bila dosa yang dilakukan terkait dengan makhluk, maka dia harus memberikan hak-hak mereka tersebut atau meminta dihalalkan darinya. Keempat. Bertekad untuk tidak lagi mengulanginya di masa yang akan datang. Yakni, di dalam hatinya harus tertanam tekad yang bulat untuk tidak lagi mengulangi perbuatan maksiat yang dia telah bertaubat darinya. Kelima. Taubat tersebut hendaklah terjadi pada waktu yang diperkenankan. Jika terjadi setelah lewat waktu yang diperkenankan tersebut, maka ia tidak diterima. Lewatnya waktu yang diperkenankan tersebut dapat bersifat umum dan dapat pula bersifat khusus. Waktu yang bersifat umum adalah saat matahari terbit dari arah terbenamnya. Maka, bertaubat setelah matahari terbit dari arah terbenamnya tidak dapat diterima. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : (Atau) kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. " [Al-An'am:158] Sedangkan waktu yang bersifat khusus adalah saat ajal menjelang. Maka, bila ajal telah menjelang, maka tidak ada gunanya lagi bertaubat. Hal ini berdasarkan firman Allah. "Artinya : Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, 'Sesungguhnya saya bertaubat sekarang', Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. "[An-Nisa':18] Saya tegaskan kembali, sesungguhnya bila seseorang bertaubat dari dosa apa saja sekalipun berupa caci-maki terhadap agama, maka taubatnya diterima bilamana memenuhi persyaratan yang telah kami singgung tadi. Akan tetapi perlu dia ketahui bahwa suatu ucapan bisa jadi dinilai sebagai kekufuran dan riddah, akan tetapi orang yang mengucapkannya bisa jadi tidak divonis kafir karenanya dengan adanya salah satu penghalang yang menghalangi dari memberikan vonis kafir tersebut terhadapnya. Dan terhadap orang yang menyebutkan bahwa dirinya telah mencaci-maki agamanya tersebut dalam kondisi emosi, kami katakan, "Jika emosi anda demikian meledak sehingga anda tidak sadar lagi apa yang telah diucapkan, anda tidak sadar lagi di mana diri anda saat itu; di langit atau masih di bumi dan anda telah mengucapkan suatu ucapan yang tidak anda ingat dan tidak anda ketahui, maka ucapan seperti ini tidak dapat dijatuhkan hukum atasnya. Dengan begitu, tidak dapat dijatuhkan vonis riddah terhadap diri anda karena apa yang anda ucapkan adalah ucapan yang terjadi di bawah sadar (tidak diinginkan dan dimaksudkan demikian). Dan, setiap ucapan yang terjadi di bawah sadar seperti itu, maka Allah tidak akan menghukum anda atasnya. Dalam hal ini, Dia berfirman mengenai sumpah-sumpah tersebut.

Page 16: Sumpah Dan Nazar

"Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja. " [al-Ma'idah:89] Bila orang yang mengucapkan ucapan kekufuran ini dalam kondisi emosionil yang teramat sangat (meledak-ledak) sehingga dia tidak sadar apa yang diucapkan dan tidak tahu apa yang telah keluar dari mulutnya, maka tidak dapat dijatuhkan hukum atas ucapannya tersebut. Dengan begitu, dia juga tidak dapat dijatuhi vonis riddah. Manakala tidak dapat dijatuhkan vonis riddah terhadapnya, maka pernikahannya dengan isterinya tidak (secara otomatis) menjadi batal (fasakh). Artinya, dia tetap menjadi isterinya yang sah akan tetapi semestinya bila seseorang merasakan dirinya tersulut emosi, maka cepat-cepatlah memadamkan emosinya ini. Yaitu dengan cara yang telah diwasiatkan Nabi Saw saat ada seorang laki-laki bertanya kepadanya sembari berkata, "Wahai Rasulullah, berilah wasiat (nasehat) kepadaku!." Lalu beliau menjawab, "Janganlah kamu marah. " Lantas orang itu berkali-kali mengulangi lagi pertanyaan itu dan beliaupun tetap menjawab, ''Janganlah kamu emosi. " Hendaknya dia dapat menstabilkan kondisi dirinya dan meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Bila dia ketika itu sedang berdiri, maka hendaklah duduk; bila dia sedang duduk, maka hendaklah berbaring; dan bila emosinya benar-benar meledak, maka hendaklah dia berwudhu. Melakukan hal-hal seperti ini dapat menghilangkan emosi dari dirinya. Alangkah banyak orang yang menyesal dengan suatu penyesalan yang besar karena telah melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ada di dalam emosinya tersebut akan tetapi (sangat disayangkan) hal itu setelah waktunya sudah terlewati (alias nasi telah menjadi bubur). [Nur 'Ala ad-Darb, dari fatwa Ibn Utsaimin] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq] Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1351&bagian=0 _________________________________

Page 17: Sumpah Dan Nazar

1

Ÿω ãΝ ä.ä‹ Ï{#xσ ムª! $# Èθøó ‾=9$$Î/ þ’ Îû öΝä3 ÏΖ≈ yϑ ÷ƒ r& Å3≈ s9uρ Ν à2ä‹ Ï{#xσ ム$yϑÎ/ ãΝ›?‰¤)tã z≈ yϑ ÷ƒF{ $# ( ÿ…çµ è? t�≈ ¤�s3sù ãΠ$yè ôÛ Î) Íο u�|³ tã

tÅ3≈ |¡ tΒ ôÏΒ ÅÝy™ ÷ρr& $tΒ tβθ ßϑÏè ôÜ è? öΝ ä3ŠÎ= ÷δ r& ÷ρ r& óΟ ßγ è? uθ ó¡ Ï. ÷ρr& ã�ƒ Ì�øtrB 7π t6s%u‘ ( yϑsù óΟ ©9 ô‰ Åg s† ãΠ$u‹ÅÁsù ÏπsW≈ n=rO 5Θ$−ƒr& 4 y7 Ï9≡sŒ äο t�≈ ¤�x. öΝ ä3 ÏΨ≈ yϑ÷ƒ r& #sŒ Î) óΟ çFø�n=ym 4 (#þθ Ýà x�ôm$#uρ öΝ ä3oΨ≈ yϑ÷ƒ r& 4 y7 Ï9≡x‹ x. ß Îit7ムª! $# öΝ ä3s9 ϵ ÏG≈ tƒ#u ÷/ ä3 ª=yè s9 tβρ ã� ä3 ô±n@

∩∇∪

Alloh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Alloh menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).

Page 18: Sumpah Dan Nazar

2

Kategori Sumpah Dan Nadzar Rabu, 30 November 2005 11:11:26 WIB MELANGGAR SUMPAH DAN DENDANYA Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya sering bersumpah di hadapan anak-anak saya agar mereka tidak melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, tapi ternyata mereka tetap saja melakukannya. Apakah dengan demikian saya wajib membayar denda sumpah saya ? Jawaban Apabila anda bersumpah dihadapan anak-anak anda atau dihadapan siapapun agar mereka melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, kemudian mereka melanggarnya, maka anda wajib membayar denda sumpah anda tersebut. Hal ini berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Artinya : Alloh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu [Al-Maaidah : 89] Begitu juga jika anda bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, lalu anda melihat bahwa ternyata anda lebih baik membatalkan sumpah anda tersebut, maka batalkanlah sumpah anda kemudian anda membayar denda sumpah tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ShollAllohu ‘alaihi wa sallam Artinya : Jika engkau bersumpah, kemudian engkau melihat sesuatu yang lebih baik dari sumpah tersebut, maka batalkanlah sumpahmu (dengan membayar denda) dan kerjakanlah sesuatu yang lebih baik dari sumpahmu itu[Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim] DENDA SUMPAH ADALAH BERUPA MAKANAN BUKAN UANG Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ibu saya mempunyai kewajiban membayar denda sumpah (kaffarat yamin). Bolehkah saya yang membayarnya dengan uang real Saudi seharga makanan untuk 10 orang ? Kalau boleh, berapa real yang harus saya keluarkan ? Dan bolehkah uang tersebut saya serahkan kepda yayasan sosial ? Berikanlah jawaban kepada saya, semoga anda diberi pahala oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Jawaban Anda boleh membayarkan denda sumpah ibu anda, baik ketika ibu anda masih hidup atau sudah meninggal, dengan syarat ibu anda mengijinkannya. Adapun pembayaran denda tersebut harus berupa makanan, bukan uang. Karena hal tersebut sudah ditetapkan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah. Banyaknya makanan yang harus diberikan adalah setengah sha’ ( 1 ½ kg) dan berupa makanan pokok penduduk setempat sepertu : Kurma, beras, jagung dan lain-lain. Atau boleh juga anda memberi makan siang atau malam kepada 10 orang miskin tersebut, atau memberikan kepada mereka pakaian yang bisa dipakai untuk shalat seperti ; ghamis (baju panjang), sarung, baju biasa dan lain-lain.

Page 19: Sumpah Dan Nazar

3

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa Bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerbit At-Tibyan Solo] Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1681&bagian=0 Hukum Mengucapkan Demi Alloh Secara Kontinyu Dan Kafarat Sumpah Kategori Sumpah Dan Nadzar Senin, 11 April 2005 12:48:57 WIB HUKUM MENGUCAPKAN DEMI ALLOHSECARA KONTINYU DAN KAFARAT SUMPAH Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz Pertanyaan. Syaikh Abdil Aziz bin Baz ditanya : Dalam banyak kesempatan, saya seringkali ketika berbicara mengucapkan Demi Alloh, apakah hal ini dianggap sebagai sumpah ? Dan bagaimana saya bisa menebusnya (membayar kafarat) bila melanggarnya ? Jawaban Bila seorang muslim atau muslimah yang sudah mukallaf mengulang-ngulang ucapan Demi Allohketika melakukan sesuatu tanpa disengaja dan dimaksudkan, seperti mengucapkan Demi Alloh, aku tidak akan mengunjungi si fulanatau Demi Alloh, aku akan mengunjungi si fulansebanyak dua kali atau lebih, atau Demi Alloh, sungguh aku akan mengunjungi si fulandan ucapan seperti itu. Bilamana dia melanggarnya karena tidak melaksanakan perbuatan yang akan dilakukannya berdasarkan sumpahnya tersebut atau melakukan perbuatan yang tidak akan dilakukannya berdasarkan sumpahnya, maka dia wajib membayar kafarat (tebusan) sumpah, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian atau membebaskan budak. Di dalam memberi makan, kadar yang wajibnya adalah setengah Sha’ makanan pokok negeri, berupa kurma, nasi atau lainnya. Yaitu, lebih kurang seukuran 1,5 kg. Sedangkan pakaian adalah sesuatu yang dapat dijadikan untuk shalat seperti kemeja (gamis), kain dan pakaian. Bila salah satu dari tiga hal tersebut tidak mampu dilakukan, maka wajib baginya berpuasa selama tiga hari. Hal ini berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Artinya : Alloh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jangalah sumpahmu[Al-Maidah : 89] Adapun bila sumpah tersebut terucap oleh lidahnya tanpa disengaja atau dimaksudkan, maka ia dianggap tidak berlaku, sehingga dia tidak wajib membayar kafarat atas hal itu. Hal ini berdasarkan ayat yang mulia ini, firmanNya, Alloh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah) [Al-Maaidah : 89] Dia hanya membayar satu jenis kafarat saja untuk sumpah-sumpah yang terulang-ulang bil hal itu dilakukan terhadap satu jenis perbuatan sebagaimana yang singgung tadi. Sedangkan bila perbuatan yang dilakukan beragam, maka wajib baginya membayar kafarat untuk masing-masing sumpah, seperti bila dia mengucapkan Demi Alloh, sungguh aku akan mengunjungi si fulan. Demi Alloh, aku tidak akan berbicara dengan si fulan. Demi Alloh, sungguh aku akan memukul si fulandan yang semisalnya. Jadi, bila salah satu dari sumpah-sumpah ini atau sejenisnya dia langgar, maka dia wajib membayar kafarat untuknya dan bila dia melanggar semuanya, mawa wajib baginya membayar kafarat untuk masing-masingnya. WAllohu Waliyyut Taufiq

Page 20: Sumpah Dan Nazar

4

[Fatawa Al-Mar’ah, hal 72-73 Dari Fatwa Syaikh Bin Baz] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq] Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1401&bagian=0 Hukum Nadzar : Makruh Atau Haram? Kategori Sumpah Dan Nadzar Jumat, 22 September 2006 14:35:05 WIB HUKUM NADZAR : MAKRUH ATAU HARAM? Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Setelah seseorang menentukan nadzar dan arahnya ; apakah boleh seseorang merubahnya bila mendapatkan arah yang lebih berhak ? Jawaban Akan saya kemukakan mukadimah terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan tersebut, yaitu bahwa tidak semestinya seseorang melakukan nadzar, sebab pada dasarnya hukum nadzar itu makruh ataupun diharamkan sebab Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam melarangnya di dalam sabdanya. “Artinya : Sesungguhnya ia tidak pernah membawa kebaikan dan sesungguhnya ia hanya dikeluarkan (bersumber) dari orang yang bakhil” [1] Maka, kebaikan yang anda perkirakan terjadi dari nadzar itu, bukanlah nadzar itu sebagai penyebabnya. Banyak orang yang bila sudah sakit, akan bernadzar untuk melakukan ini dan itu bila disembuhkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dan bila sesuatu hilang, dia bernadzar untuk melakukan ini dan itu bila menemukannya kembali. Kemudian, bila dia ternyata disembuhkan atau menemukan kembali barang yang hilang tersebut, bukanlah artinya bahwa nadzar itu yang menyebabkannya akan tetapi hal itu semata berasal dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dan Alloh adalah Mahamulia dari sekedar kebutuhan akan suatu persyaratan ketika Dia dimintai. Oleh karena itu, anda wajib bermohon kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar disembuhkan dari sakit ini atau agar barang yang hilang ditemukan kembali. Sedangkan nadzar itu sendiri, ia tidaklah memiliki aspek apapun dalam hal ini. Banyak sekali orang-orang yang bernadzar tersebut, bila sudah mendapatkan apa yang dinadzarkan, kemudian bermalas-malasan untuk menepatinya bahkan barangkali tidak jadi melakukannya. Ini tentunya bahaya yang amat besar. Sebaiknya, dengarkanlah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala berikut. “Artinya : Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Alloh : ‘Sesungguhnya jika Alloh memberikan sebahagian dari karuniaNya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih’. Maka setelah Alloh memberikan kepada mereka sebahagian dari karuniaNya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Alloh menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Alloh, karena mereka telah memungkiri terhadap Alloh apa yang telah mereka ikrarkan kepadaNya dan (juga) karena mereka selalu berdusta” [At-Taubah : 75-77]

Page 21: Sumpah Dan Nazar

5

Maka berdasarkan hal ini, tidak semestinya seorang mukmin melakukan nadzar. Sedangkan jawaban atas pertanyaan diatas, maka kami katakan bahwa bila seseorang bernadzar sesuatu pada arah tertentu dan melihat bahwa yang selainnya lebih baik dan lebih diperkenankan Alloh serta lebih berguna bagi para hambaNya, maka tidak apa-apa dia merubah arah nadzar tersebut ke arah yang lebih baik. Dalilnya adalah hadits tentang seorang laki-laki yang datang ke hadapan Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernadzar akan melakukan shalat di Baitul Maqdis bila kelak Alloh menganugrahkan kemenangan kepadamu di dalam menaklukan Mekkah”. Maka beliau menjawab : “Shalatlah di sini saja”, kemudian orang tadi mengulangi lagi perkataannya, lalu dijawab oleh beliau, “Kalau begitu, itu menjadi urusanmu sendiri” [2] Hadits ini menunjukkan bahwa bila seseorang berpindah dari nadzarnya yang kurang utama kepada yang lebih utama, maka hal itu boleh hukumnya. [Fatawa Al-Mar’ah, dari Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin, hal. 68] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq] _________ Foote Note [1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman (6608,6609), Muslim di dalam kitab An-Nadzar (1639,1640). [2]. Hadits Riwayat Abu Daud di dalam kitab Al-Iman (3305) Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1949&bagian=0 Nadzar Hukumnya Makruh Sementara Menepatinya Suatu Keharusan Kategori Sumpah Dan Nadzar Senin, 30 Januari 2006 15:14:59 WIB NADZAR HUKUMNYA MAKRUH SEMENTARA MENEPATINYA SUATU KEHARUSAN Oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin Pertanyaan Syaikh Abdullah bin Abdurrahnman Al-Jibrin ditanya : Apa sebenarnya hukum syari’at mengenai nadzar ? Apakah bila tidak menepatinya akan mendapatkan sanksi ? Jawaban. Secara syari’at, hukum nadzar itu adalah makruh. Dalam hal ini terdapat hadits shahih dari Nabi ShollAllohu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melarang melakukan nadzar. Beliau bersabda. Artinya : Sesungguhnya ia tidak pernah membawa kebaikan dan sesungguhnya ia hanya dikeluarkan (bersumber) dari orang yang bakhil[1] Hal itu karena sebagian orang bila sudah sakit, rugi atau disakiti barulah dia bernadzar sedekah, menyembelih atau menyumbang uang bila disembuhkan dari penyakit tersebut atau tidak merugi lagi. Dia berkeyakinan bahwa Alloh

Page 22: Sumpah Dan Nazar

6

tidak akan menyembuhkan atau membuatnya beruntung kecuali bila dia melakukan nadzar tersebut. Maka, dalam hadits tersebut, Nabi ShollAllohu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa Alloh tidak akan merubah sesuatupun dari apa yang telah Dia takdirkan akan tetapi hal itu adalah perbuatan orang bakhil, yang tidak mau berinfaq kecuali setelah memasang nadzar. Bila nadzar tersebut berupa ibadah seperti shalat, puasa, sedekah atau I’tikaf, maka harus ditepati. Tetapi bila ia nadzar maksiat seperti membunuh, berzina, minum khamr atau merampas harta orang lain secara zhalim dan semisalnya maka tidak boleh menepatinya tetapi dia harus membayar kafarat sumpah, yaitu memberi makan sebanyak sepuluh orang miskin dan seterusnya. Bila nadzar tersebut sesuatu yang mubah (dibolehkan) seperti makan, minum, pakaian, bepergian, ucapan biasa dan semisalnya maka dia diberikan pilihan antara menepatinya atau membayar kafarat sumpah. Bila berupa nadzar melakukan ketaatan kepada Alloh, maka dia harus mengalokasikannya kepada kaum miskin dan kaum lemah seperti makanan, meyembelih kambing atau semisalnya. Dan jika ia berupa amal shalih yang bersifat fisik atau materil seperti jihad, haji dan umrah, maka dia harus menepatinya. Bila dia mengkhususkannya untuk suatu pihak maka dia harus menyerahkannya kepada pihak yang telah dikhususkan tersebut seperti masjid, buku-buku atau proyek-proyek kebajikan dan tidak boleh mengalokasikannya kepada selain yang telah ditentukannya tersebut. [Fatawa Al-Mar’ah, dari Fatawa Syaikh Ibn Jibrin, hal. 67] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 121-122. Penerbit Darul Haq] _________ Foote Note [1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman (6608,6609), Muslim di dalam kitab An-Nadzar (1639,1640). Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1750&bagian=0 Mencaci-Maki Agama Dalam Kondisi Emosi Kategori Syubhat Dan Jawaban Jumat, 18 Februari 2005 15:02:55 WIB MENCACI MAKI AGAMA DALAM KONDISI EMOSI Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum syari'at menurut pandangan anda terhadap orang yang mencaci-maki agama dalam kondisi emosi, apakah dia wajib membayar kafarat? Apa syarat bertaubat dari perbuatan ini? Mengingat saya pernah mendengar dari para ulama yang mengatakan kepada saya, bahwa berdasarkan ucapanmu tersebut, sesungguhnya kamu telah keluar dari Islam. Demikian juga mereka mengatakan bahwa isterimu itu telah menjadi haram bagimu? Jawaban. Vonis hukum terhadap orang yang mencaci-maki agama Islam adalah bahwa dia telah melakukan kekufuran sebab mencaci-maki agama dan memperolok-oloknya merupakan tindakan murtad dari Islam dan kekufuran terhadap Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan dien-Nya. Dalam hal ini, Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah mengisahkan perihal suatu kaum yang memperolok-olok dien Al-Islam, bahwa mereka itu pernah mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja." Lalu Alloh menjelaskan bahwa senda gurau dan bermain-main seperti ini merupakan bentuk olok-olok terhadap Alloh, ayat-ayat dan RasulNya dan bahwa mereka telah menjadi kafir karena itu. Alloh berfirman. "Artinya : Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.Katakanlah, Apakah dengan Alloh,

Page 23: Sumpah Dan Nazar

7

ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman... [At-Taubah : 65-66] Jadi, memperolok-olok Dienullah, mencaci-makinya, mencaci-maki Alloh dan RasulNya atau memperolok keduanya merupakan kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari dien ini. Sekalipun demikian, di sana masih ada peluang untuk bertaubat, sebagaimana firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Katakanlah, 'Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'." [Az-Zumar:53] Bila seseorang bertaubat dari apapun bentuk riddah (keluar dari Islam) yang dilakukannya dan taubatnya itu adalah Taubat Nashuh (taubat yang sebenar-benarnya) serta telah memenuhi lima persyaratan, maka Alloh akan menerima taubatNya. Lima syarat yang dimaksud adalah: Pertama. Taubatnya tersebut dilakukannya dengan ikhlas semata karena Alloh. Jadi, faktor yang mendorongnya untuk bertaubat, bukanlah karena riya', nama baik (prestise), takut kepada makhluk ataupun mengharap suatu urusan duniawi yang ingin diraihnya. Bila dia telah berbuat ikhlas dalam taubatnya kepada Alloh dan faktor yang mendorongnya adalah ketaqwaan kepada-Nya, takut akan siksaanNya serta mengharap pahalaNya, maka berarti dia telah berbuat ikhlas dalam hal tersebut. Kedua. Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Yakni, seseorang mendapati dirinya sangat menyesal dan bersedih atas perbuatan yang telah lalu tersebut serta memandangnya sebagai perkara besar yang wajib baginya untuk melepaskan diri darinya. Ketiga. Berhenti total dari dosa tersebut dan keinginan untuk terus melakukannya. Bila dosanya tersebut berupa tindakannya meninggalkan hal yang wajib, maka setelah taubat dia harus melakukannya dan berusaha semaksimal mungkin untuk membayarnya. Dan jika dosanya tersebut berupa tindakannya melakukan sesuatu yang diharamkan, maka dia harus cepat berhenti total dan menjauhinya. Termasuk juga, bila dosa yang dilakukan terkait dengan makhluk, maka dia harus memberikan hak-hak mereka tersebut atau meminta dihalalkan darinya. Keempat. Bertekad untuk tidak lagi mengulanginya di masa yang akan datang. Yakni, di dalam hatinya harus tertanam tekad yang bulat untuk tidak lagi mengulangi perbuatan maksiat yang dia telah bertaubat darinya. Kelima. Taubat tersebut hendaklah terjadi pada waktu yang diperkenankan. Jika terjadi setelah lewat waktu yang diperkenankan tersebut, maka ia tidak diterima. Lewatnya waktu yang diperkenankan tersebut dapat bersifat umum dan dapat pula bersifat khusus. Waktu yang bersifat umum adalah saat matahari terbit dari arah terbenamnya. Maka, bertaubat setelah matahari terbit dari arah terbenamnya tidak dapat diterima. Hal ini berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : (Atau) kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. " [Al-An'am:158] Sedangkan waktu yang bersifat khusus adalah saat ajal menjelang. Maka, bila ajal telah menjelang, maka tidak ada gunanya lagi bertaubat. Hal ini berdasarkan firman Alloh. "Artinya : Dan tidaklah taubat itu diterima Alloh dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, 'Sesungguhnya saya bertaubat sekarang', Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. "[An-Nisa':18]

Page 24: Sumpah Dan Nazar

8

Saya tegaskan kembali, sesungguhnya bila seseorang bertaubat dari dosa apa saja sekalipun berupa caci-maki terhadap agama, maka taubatnya diterima bilamana memenuhi persyaratan yang telah kami singgung tadi. Akan tetapi perlu dia ketahui bahwa suatu ucapan bisa jadi dinilai sebagai kekufuran dan riddah, akan tetapi orang yang mengucapkannya bisa jadi tidak divonis kafir karenanya dengan adanya salah satu penghalang yang menghalangi dari memberikan vonis kafir tersebut terhadapnya. Dan terhadap orang yang menyebutkan bahwa dirinya telah mencaci-maki agamanya tersebut dalam kondisi emosi, kami katakan, "Jika emosi anda demikian meledak sehingga anda tidak sadar lagi apa yang telah diucapkan, anda tidak sadar lagi di mana diri anda saat itu; di langit atau masih di bumi dan anda telah mengucapkan suatu ucapan yang tidak anda ingat dan tidak anda ketahui, maka ucapan seperti ini tidak dapat dijatuhkan hukum atasnya. Dengan begitu, tidak dapat dijatuhkan vonis riddah terhadap diri anda karena apa yang anda ucapkan adalah ucapan yang terjadi di bawah sadar (tidak diinginkan dan dimaksudkan demikian). Dan, setiap ucapan yang terjadi di bawah sadar seperti itu, maka Alloh tidak akan menghukum anda atasnya. Dalam hal ini, Dia berfirman mengenai sumpah-sumpah tersebut. "Artinya : Alloh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja. " [al-Ma'idah:89] Bila orang yang mengucapkan ucapan kekufuran ini dalam kondisi emosionil yang teramat sangat (meledak-ledak) sehingga dia tidak sadar apa yang diucapkan dan tidak tahu apa yang telah keluar dari mulutnya, maka tidak dapat dijatuhkan hukum atas ucapannya tersebut. Dengan begitu, dia juga tidak dapat dijatuhi vonis riddah. Manakala tidak dapat dijatuhkan vonis riddah terhadapnya, maka pernikahannya dengan isterinya tidak (secara otomatis) menjadi batal (fasakh). Artinya, dia tetap menjadi isterinya yang sah akan tetapi semestinya bila seseorang merasakan dirinya tersulut emosi, maka cepat-cepatlah memadamkan emosinya ini. Yaitu dengan cara yang telah diwasiatkan Nabi Saw saat ada seorang laki-laki bertanya kepadanya sembari berkata, "Wahai Rasulullah, berilah wasiat (nasehat) kepadaku!." Lalu beliau menjawab, "Janganlah kamu marah. " Lantas orang itu berkali-kali mengulangi lagi pertanyaan itu dan beliaupun tetap menjawab, ''Janganlah kamu emosi. " Hendaknya dia dapat menstabilkan kondisi dirinya dan meminta perlindungan kepada Alloh dari godaan setan yang terkutuk. Bila dia ketika itu sedang berdiri, maka hendaklah duduk; bila dia sedang duduk, maka hendaklah berbaring; dan bila emosinya benar-benar meledak, maka hendaklah dia berwudhu. Melakukan hal-hal seperti ini dapat menghilangkan emosi dari dirinya. Alangkah banyak orang yang menyesal dengan suatu penyesalan yang besar karena telah melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ada di dalam emosinya tersebut akan tetapi (sangat disayangkan) hal itu setelah waktunya sudah terlewati (alias nasi telah menjadi bubur). [Nur 'Ala ad-Darb, dari fatwa Ibn Utsaimin] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq] Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1351&bagian=0

Page 25: Sumpah Dan Nazar

kondisi benar serta janganlah dia bersumpah kecuali

menunjukkan sikap menyepelekan sumpah tersebut,

Page 26: Sumpah Dan Nazar

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com

Page 27: Sumpah Dan Nazar

akan mengunjungi si fulan" dan ucapan seperti itu.

Page 28: Sumpah Dan Nazar

disengaja atau dimaksudkan, maka ia dianggap tidak

tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu

Page 29: Sumpah Dan Nazar

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com

Page 30: Sumpah Dan Nazar

ternyata anda lebih baik membatalkan sumpah anda

Page 31: Sumpah Dan Nazar
Page 32: Sumpah Dan Nazar

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indo nesia

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com

Page 33: Sumpah Dan Nazar

Ukuran "Memberi Makan" dalam Kafarat Sumpah

Syaikh Ibnu Jibrin

Pertanyaan: Kami mengetahui bahwa kafarat sumpah adalah memberi makan tiga orang miskin. Akan tetapi berapa ukuran pemberian makan terhadap seorang miskinnya? Dan apa saja jenisnya? Jawaban: Kafarat sumpah adalah memberi makan sepuluh orang m iskin atau memberi pakaian atau membebaskan seorang budak . Barang-siapa tidak mendapatkannya, maka hendaknya d ia berpuasa tiga hari berturut-turut. Memberi makan te rsebut diambil dari pertengahan ukuran memberi makan seora ng yang bersumpah terhadap keluarganya, yakni (mengaja k) mereka makan siang atau malam di sisinya hingga ken yang atau memberikan mereka ma-kanan yang cukup bagi kebutuhan makan semalam. Ukurannya adalah sekitar setengah Sha' beras atau selainnya. Sedangkan pakai an adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk melakukan shalat.

Rujukan: Fatawa al-Mar'ah, dari Fatwa Syaikh Ibn Jibrin, h.6 9. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, pene rbit Darul Haq.

Kategori: Sumpah - Nadzar Sumber: http://fatwa-ulama.com

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com

Page 34: Sumpah Dan Nazar

Beberapa Pertanyaan Seputar Kafarat Sumpah dan Persaksian

Syaikh Ibnu Jibrin

Pertanyaan: - Jika saya tidak mendapatkan sepuluh orang miskin di ne-geri di mana saya tinggal, apakah boleh memberikannya kepada seorang saja seukuran memberi makan sepuluh orang yang ber-hak menerima kafarat? - Dengan apa kafarat diukur- Dalam artian, apakah boleh membayar kafarat dengan beras karena ia merupakan makanan pokok negeri kami? Dan bila harta (uang) lebih banyak berguna bagi seorang miskin, apakah boleh menyedekahkan harga kafarat sebagai ganti barangnya? Berapa Riyalkah per orangnya diberikan? - Bila ada seorang ibu yang banyak bersumpah terhadap anak-anaknya agar mereka mau melakukan tugas dan biasanya anak-anak tersebut melanggar perintahnya sehingga otamatis dia (sang ibu) melanggar sumpahnya tersebut, apakah dia wajib membayar kafarat? Ataukah sumpahnya itu dianggap tidak ada/berlaku (al-Laghw)? - Terjadi perselisihan pendapat antara seorang temanku sesama wanita dan seorang ibu guru. Temanku yang murid ini ber-bicara dengan si ibu guru dengan suara keras tanpa seizinnya. Lalu ibu guru ini memintaku bersaksi kontra temanku itu namun aku justru bersaksi untuknya (pro/berpihak kepadanya). Aku katakan bahwa dia telah meminta izinnya padahal aku tahu bahwa dia tidak pernah meminta izin kepadanya. Hal ini aku lakukan karena rasa grogiku di hadapan direktur (wanita) dan kekhawatiranku atas (sanksi yang akan dikenakan terhadap) temanku itu. Setelah itu, aku sangat menyesali perbuatanku tersebut dan aku ingin meminta maaf kepada si ibu guru akan tetapi dia keburu meninggalkan Kerajaan Arab Saudi; apakah tindakan yang harus aku lakukan? Jawaban: - Anda harus mencari orang-orang miskin di negeri a nda. Bila

Page 35: Sumpah Dan Nazar

- Anda harus mencari orang-orang miskin di negeri a nda. Bila tidak menemukannya, maka carilah di negeri lain yan g lebih dekat dan bila anda hanya menemukan seorang miskin saja, maka boleh anda memberinya makan untuk sepuluh hari . - Ya, anda boleh membayar kafarat-kafarat kepada be berapa lembaga kebajikan (amal) yang menghimpun harta sede kah, sum-bangan dan semisalnya serta mengalokasikannya kepada orang yang berhak menerimanya. Sehingga kaum lemah yang memerlu-kannya bisa datang ke sana, lalu lembaga ini memberikan masing-masing sesuai haknya atau meringankan hajatnya. - Boleh hukumnya mengumpulkan orang-orang miskin da n memberi makan mereka hingga mereka kenyang, baik ma kan siang atau malam. Bila seseorang lebih memilih untu k langsung menye-rahkannya, maka dia boleh memberikan kepada mereka konsumsi makanan yang biasa disediaka n untuk dirinya dan keluarganya. Bila kebanyakan maka nan yang mereka konsumsi adalah beras dan daging, maka dia harus memberikan hal itu kepada mereka untuk kebutu han semalam. Sedangkan membayarnya dengan harga (uang), maka hal itu tidak sah sekalipun lebih menyentuh da n bermanfaat bagi mereka, sebab biasanya mereka meman g tidak mengetahui apa jenis memberi makan yang sesua i dengan yang telah disyari'atkan Allah. - Kami berpendapat bahwa sumpah yang banyak terjadi dari para ibu-ibu tersebut dan semisal mereka ini masih termasuk ke dalam kategori sumpah yang tidak dianggap ada (al-Laghw) karena hal itu tidak disertai dengan nia t yang kuat atasnya. Se-mentara Allah berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah)." (Al-Ma'idah:89). Yakni, yang telah dicamkan oleh hati dan diniatkan dengan kuat. Sedangkan sumpah-sumpah yang banyak tersebut, biasanya diucapkan hanya dalam rangka menakut-nakut i dan

Page 36: Sumpah Dan Nazar

biasanya diucapkan hanya dalam rangka menakut-nakut i dan mengancam saja, sehingga tidak perlu membayar kafar at. - Anda telah terjerumus ke dalam kesalahan ketika persaksian anda tersebut bertentangan dengan realit as yang ada. Akan tetapi kafarat atas hal itu hanyalah bert aubat, istighfar dan memohon maaf kepada direktur sekolah serta berdoa untuk si ibu guru tersebut dan memohonkan ampunan untuknya bila tidak memungkin-kan lagi seca ra langsung meminta maaf kepadanya. Wallahul Muwaffiq.

Rujukan: Fatawa al-Mar'ah, dari fatwa Syaikh Ibn Jibrin, h.6 9-70. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, pene rbit Darul Haq.

Kategori: Sumpah - Nadzar Sumber: http://fatwa-ulama.com

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com

Page 37: Sumpah Dan Nazar

sedekah atau I'tikaf, maka harus ditepati. Tetapi b ila ia

Page 38: Sumpah Dan Nazar

harus menyerahkannya kepada pihak yang telah

[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com

Page 39: Sumpah Dan Nazar

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ap a

wajib membayar kafarat? Apa syarat bertaubat dari

Vonis hukum terhadap orang yang mencaci-maki agama

mengisahkan perihal suatu kaum yang memperolok-olok

Page 40: Sumpah Dan Nazar

dari Islam) yang dilakukannya dan taubatnya itu ada lah

atas perbuatan yang telah lalu tersebut serta

Page 41: Sumpah Dan Nazar

membayarnya. Dan jika dosanya tersebut berupa

bulat untuk tidak lagi mengulangi perbuatan maksiat yang

waktu yang diperkenankan tersebut dapat bersifat um um

bertaubat setelah matahari terbit dari arah terbena mnya

Page 42: Sumpah Dan Nazar
Page 43: Sumpah Dan Nazar
Page 44: Sumpah Dan Nazar

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com

Page 45: Sumpah Dan Nazar

tersebut, sesungguhnya kamu telah keluar dari Islam.

Vonis hukum terhadap orang yang mencaci-maki agama

mengisahkan perihal suatu kaum yang memperolok-olok

Page 46: Sumpah Dan Nazar

terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-

dari Islam) yang dilakukannya dan taubatnya itu ada lah

, Berhenti total dari dosa tersebut dan keinginan

Page 47: Sumpah Dan Nazar

waktu yang diperkenankan tersebut dapat bersifat um um

bertaubat setelah matahari terbit dari arah terbena mnya

Page 48: Sumpah Dan Nazar

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-

Page 49: Sumpah Dan Nazar

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com