12
SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT Oleh : Edy Purwoto, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif daerah panas bumi Ampallas termasuk dalam wilayah Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan berupa pemunculan kelompok mata air panas yang tersebar di dua kelompok manifestasi panas bumi yaitu Ampallas dan Batupane bertemperatur 35 66,6 o C dan pH6,84 - 7,22, relatif netral. Temperatur dasar lubang berkisar antara 26,78 hingga 54,66 o C dengan luas daerah anomali mencapai ± 0,225 km 2 , sebaran nilai gradien temperatur permukaan berkisar antara 0,01 hingga 8,57 o C/m dengan total luas zona anomali adalah ± 0,285 km 2 dan sebaran nilai aliran panas (heat flow) berkisar antara 0,01 hingga 10,16 W/m 2 dengan total luas zona anomali adalah ± 0,348 km 2 . Hasil kompilasi dari beberapa zona anomali yaitu, anomali gradien termal, anomali temperatur dasar lubang, anomali aliran panas serta hasil kompilasi geosains, terdapat korelasi di bagian tengah, di sekitar pemunculan mata air panas Ampallas sedangkan air panas Batupane tidak terdapat anomali. Korelasi ini kemungkinan berkaitan erat dengan batuan vulkanik (lava, breksi dan piroklastik) dan dikontrol struktur sesar yang berarah Baratlaut Tenggara. Kata Kunci : Ampallas, panas bumi, aliran panas, temperatur

Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

SURVEI ALIRAN PANAS

DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS

KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

Oleh :

Edy Purwoto, Arif Munandar

Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

Pusat Sumber Daya Geologi

SARI

Secara administratif daerah panas bumi Ampallas termasuk dalam wilayah Kabupaten

Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.

Manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan berupa pemunculan kelompok mata air

panas yang tersebar di dua kelompok manifestasi panas bumi yaitu Ampallas dan Batupane

bertemperatur 35 – 66,6 oC dan pH6,84 - 7,22, relatif netral.

Temperatur dasar lubang berkisar antara 26,78 hingga 54,66 oC dengan luas daerah

anomali mencapai ± 0,225 km2, sebaran nilai gradien temperatur permukaan berkisar

antara 0,01 hingga 8,57 oC/m dengan total luas zona anomali adalah ± 0,285 km2 dan

sebaran nilai aliran panas (heat flow) berkisar antara 0,01 hingga 10,16 W/m2 dengan

total luas zona anomali adalah ± 0,348 km2.

Hasil kompilasi dari beberapa zona anomali yaitu, anomali gradien termal, anomali

temperatur dasar lubang, anomali aliran panas serta hasil kompilasi geosains, terdapat

korelasi di bagian tengah, di sekitar pemunculan mata air panas Ampallas sedangkan air

panas Batupane tidak terdapat anomali. Korelasi ini kemungkinan berkaitan erat dengan

batuan vulkanik (lava, breksi dan piroklastik) dan dikontrol struktur sesar yang berarah

Baratlaut – Tenggara.

Kata Kunci : Ampallas, panas bumi, aliran panas, temperatur

Page 2: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

PENDAHULUAN

Daerah panas bumi Ampallas dipilih

sebagai salah satu daerah penyelidikan

setelah mengkaji data hasil Survei

Terpadu (Geologi, Geokimia dan Geofisika

Daerah Panas bumi Ampallas, pada tahun

2013) dan hasil survei TDEM daerah

panas bumi Ampallas pada tahun 2013

Manifestasi panas bumi di daerah

penyelidikan berupa pemunculan

kelompok mata air panas yang tersebar di

dua kelompok manifestasi panas bumi

yaitu Ampallas dan Batupane

bertemperatur 35 – 66,6 oC.

Secara administratif daerah panas bumi

Ampallas termasuk dalam wilayah

Kecamatan Kaluku, Kabupaten Mamuju,

Provinsi Sulawesi Barat (Gambar 1).

Penyebaran manifestasi panas bumi di

daerah penyelidikan berada di sekitar

Aluvium di Sungai Ampallas yang

pemunculannya dikontrol oleh sesar-sesar

normal yang berarah baratlaut-tenggara

dan baratdaya-timurlaut yang membentuk

zona depresi di bagian tengah daerah

Ampallas.

Sedangkan manifestasi panas bumi di

daerah panas bumi Batupane

pemunculannya pada batuan Breksi.

Dari analisis geologi, daerah panas bumi

Ampallas cukup menarik, terutama di

bagian tengah daerah penyelidikan

terutama G. Manututu. Hal ini

memungkinkan daerah penyelidikan

memiliki batuan beku muda yang

mengandung sisa panas yang cukup

untuk memanaskan fluida, sehingga

terbentuk sistem hidrotermal atau panas

bumi. Aktivitas vulkanik diwakili oleh

hadirnya batuan vulkanik muda dari

Gunung Manututu yang menghasilkan

leleran lava andesit sampai kubah dasit

yang berumur sangat muda, yaitu 300 ribu

tahun yang lalu. Dengan umurnya yang

sangat muda, generasi magma yang

berperan sebagai sumber panas (heat

sources) dalam sistem panas bumi

Ampallas ini diharapkan memiliki sisa

panas yang banyak dan diharapkan

memiliki volume yang besar pula.

(Gambar 2).

Pembentukan sistem panas bumi

Ampallas didasari dengan Kehadiran

tektonik ini mengakibatkan batuan

vulkanik tua memiliki sistem rekahan dan

kekar yang intensif, berpeluang untuk

menjadi batuan yang memiliki

permeabilitas yang baik dan berperan

sebagai reservoir panasbumi. Aktivitas

tektonik Plio-Plistosen ini juga

mengakibatkan hadirnya magmatisme

yang secara regional juga terjadi di

Mandala Geologi Sulawesi Barat. Hal ini

memungkinkan daerah penyelidikan

memiliki batuan beku muda yang

mengandung sisa panas yang cukup

untuk memanaskan fluida, sehingga

terbentuk sistem hidrotermal atau panas

bumi. Keterdapatan batuan ubahan di

lereng utara Gunung Manututu, sekitar 1,5

km arah utara mata air panas

Ampallas,diduga sebagai akibat proses

Page 3: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

alterasi tipe argilik antara fluida

hidrotermal yang netral dengan batuan

pada temperatur fluida di bawah 200°C,

paling tidak dapat diduga bahwa batuan

ubahan tersebut merupakan bagian dari

lapisan penudung dari sistem panasbumi

Ampallas. Oleh karena itu, lapisan

penudung sistem panas bumi Ampallas

diperkirakan berada pada kedalaman di

sekitar lokasi manifestasi batuan ubahan

dan diperkirakan memanjang secara

lateral ke arah mata air panas Ampallas.

Dugaan ini masih memerlukan konfirmasi

tambahan data bawah permukaan dari

survei geofisika, misalnya metode

magnetotelurik.

Berdasarkan analisis beberapa

karakteristik fluida panasnya, air panas

Ampallas bisa diindikasikan berada pada

zona outflow dari sistem panas bumi

Ampallas, meskipun keberadaannya

diperkirakan tidak jauh dari reservoir

sistem panas buminya. Hal ini didukung

dari keberadaan manifestasi alterasi yang

tidak jauh dengan mata air panas

meskipun terlihat adanya indikasi

pencampuran oleh air permukaan dengan

derajat pencampuran (mixing) yang

sangat rendah. Adapun fluida panas yang

muncul sebagai mata air hangat

Batupane diperkirakan sebagai outflow.

Data geologi, geokimia digabungkan

dalam peta Prospek dan model panas

bumi (Gambar 3).

Perkiraan area prospek ini cukup

mengalami kesulitan, karena hanya

mengandalkan data permukaan saja. Oleh

karena itu, untuk mengkorelasikan antara

yang diperkirakan sebagai zona upflow

dengan zona outflow di mata air panas

Ampallas dan Batupane, diperlukan

penyelidikan geofisika tambahan untuk

mengidentifikasi sebaran lapisan im

permeabel di bawah permukaan.

Berdasarkan perkiraan metode geologi

dan geokima, diperoleh luas area prospek

panas bumi Ampallas seluas 3 km2.

METODOLOGI

Penyelidikan aliran panas ini

dimaksudkan untuk memetakan aliran

panas secara vertikal dan horizontal pada

daerah anomali dan daerah prospek di

sekitar manifestasi panas bumi dengan

mengkaji morfologi, satuan batuan, pola

struktur, serta mempelajari semua

parameter geologi yang berperan dalam

pembentukan sistem panas bumi di

daerah Ampallas.

Tahapan penyelidikan aliran panas yang

dilakukan, yaitu kajian literatur dan hasil,

penyelidikan terpadu lapangan dan

pengolahan data serta analisis

laboratorium.

Penyelidikan lapangan terdiri dari tahapan

pengamatan lokasi, pengeboran 5 hingga

10 meter, pengukuran temperatur,

pengambilan sampel dan pengolahan

data serta penghitungan aliran panas

(Heat Flow).

Page 4: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

HASIL PENYELIDIKAN

Dalam penyelidikan aliran panas ini

pengeboran menggunakan hand auger

dan mesin bor portabel, dengan jumlah

lubang sebanyak 49 lubang bor yang

mempunyai kedalaman rata-rata antara 5 -

10 meter dengan diameter lubang

berukuran 2 ½” (Gambar 4).

Pengukuran Konduktivitas Panas

Sampel Batuan/Tanah

Pengambilan contoh batuan/tanah diambil

mulai di sekitar kedalaman 5 – 10 meter

dari setiap lubang dan selanjutnya sampel

batuan/tanah diseleksi untuk keperluan

analisis konduktivitas panas.

Sebaran nilai konduktivitas panas daerah

Ampallas ini terbagi menjadi 2 (dua) zona

yaitu zona yang mempunyai nilai

konduktivitas panas relatif tinggi dan

relatif rendah (Gambar 5). Daerah dengan

nilai konduktivitas panas relatif tinggi

(warna merah hingga kuning pada peta)

hanya berada di sebelah barat, tengah

dan Timur dari lokasi titik bor yang

mendominasi di daerah penyelidikan,

berasosiasi dengan batuan segar berupa

batuan vulkanik berjenis lava basaltik dan

andesitik. Daerah dengan nilai

konduktifitas panas relatif rendah (warna

hijau hingga biru) menyebar di sebelah

utara daerah penyelidikan berasosiasi

dengan batuan sedimen berupa endapan

laut dan batuan Breksi berjenis piroklastik

yang pada umumnya sudah mengalami

ubahan.

Sebaran Temperatur Dasar Lubang Bor

Temperatur dasar lubang berkisar antara

26,78 hingga 54,66 oC dengan rata-rata

30,12 oC dan sebaran temperatur dasar

lubang di daerah penyelidikan terlihat

pada Gambar 6, dimana penyebaran

zona anomali temperatur hanya meliputi

lokasi di sekitar kelompok manifestasi air

panas Ampallas sedangkan disekitar mata

air panas Batupane tidak terlihat adanya

anomali panas. Zona anomali ini berada

pada lingkungan geologi batuan sedimen

(endapan Sungai) dan batuan vulkanik

(lava dan piroklstik).

Luas areal daerah anomali temperatur

dasar lubang bor daerah penyelidikan

mencapai ± 0,225 km2 (garis merah putus-

putus).

Sebaran Gradien Temperatur

Permukaan

Nilai gradien temperatur permukaan yang

terukur berkisar antara 0,01 hingga 8,57

oC/m dengan rata – rata 0,68 oC/m.

Sebaran nilai gradien temperatur

permukaan di daerah penyelidikan

(Gambar 7) memperlihatkan bahwa zona

anomali dari gradien temperatur

permukaan tersebar di 1 (stu) lokasi yaitu

Bagian tengah, disekitar pemunculan mata

air panas Ampallas berasosiasi lingkungan

geologi satuan Aluvium (endapan sungai)

satuan batuan ini merupakan endapan

sekunder terdiri dari material lempung,

pasir, bongkah-bongkah lava, Breksi,

konglomerat yang bersifat lepas-lepas

dengan tingkat kebundaran membundar-

Page 5: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

membundar tanggung. Batuannya

tersebar di sepanjang tepi-tepi sungai dan

dasar sungai. Satuan aluvial ini berumur

Holosen hingga sekarang (Resen). Total

luas zona anomali gradien temperatur

permukaan di daerah penyelidikan

mencapai ± 0,285 km2 (garis merah

putus-putus).

Sebaran Aliran Panas Permukaan

Nilai aliran panas (heat flow) permukaan

daerah penyelidikan berkisar antara 0,01

hingga 10,16 W/m2, dengan rata-rata 0,59

W/m2 dan sebaran nilai aliran panas (heat

flow) permukaan di lokasi penyelidikan

terlihat pada Gambar 8.

Secara umum zona anomali aliran panas

permukaan daerah penyelidikan

mempunyai sebaran yang sama dengan

sebaran gradien temperatur permukaan

dimana terdapat 1 (satu) lokasi anomali

yaitu ditengah tengah, sekitar pemunculan

mata air panas Ampallas zona anomali ini

berasosiasi dengan lingkungan geologi

batuan sedimen (endapan sungai) dan

batuan vulkanik (lava , Breksi dan

piroklastik).

Total luas zona anomali aliran panas di

daerah penyelidikan mencapai ± 0,348

km2 (garis merah putus-putus).

PEMBAHASAN

Dengan berakhirnya penunjaman landai

Mandala Geologi Sulawesi Timur ke arah

barat terhadap Mandala Geologi Sulawesi

Barat, sampai kemudian kedua mandala

geologi tersebut bersatu pada Miosen

Tengah menjadi penanda aktivitas tektonik

di daerah penyelidikan. Paska

penunjaman tersebut di daerah

penyelidikan berlangsung aktivitas

vulkanik yang menghasilkan berbagai

macam batuan vulkanik tua, seperti lava,

breksi vulkanik, dan tuf. Bagian barat dari

daerah penyelidikan yang berbatasan

dengan lautan Selat Makassar pada waktu

yang hampir bersamaan terendapkan

batuan sedimen berkomposisikan material

laut seperti batu gamping, napal, dan

batupasir yang beberapa di antaranya

berkomposisikan material vulkanik hasil

erupsi seperti batu gamping sisipan tufa

dan tuf sisipan napal dan batugamping.

Sementara di bagian daratnya terbentuk

endapan konglomerat yang bersusunan

fragmen batuan tua sebelumnya,

menjemari dengan batugamping kearah

laut dangkalnya.

Kondisi tersebut bertahan sampai

terjadinya kembali aktivitas tektonik Plio-

Plistosen yang mengakibatkan

terbentuknya sesar-sesar berarah

baratlaut-tenggara dan timurlaut-barat

daya pada batuan vulkanik tua. Kehadiran

tektonik ini mengakibatkan batuan

vulkanik tua memiliki sistem rekahan dan

kekar yang intensif, berpeluang untuk

menjadi batuan yang memiliki

permeabilitas yang baik dan berperan

sebagai reservoir panasbumi. Aktivitas

tektonik Plio-Plistosen ini juga

mengakibatkan hadirnya magmatisme

yang secara regional juga terjadi di

Page 6: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

Mandala Geologi Sulawesi Barat. Hal ini

memungkinkan daerah penyelidikan

memiliki batuan beku muda yang

mengandung sisa panas yang cukup

untuk memanaskan fluida, sehingga

terbentuk sistem hidrotermal atau panas

bumi. Aktivitas vulkanik diwakili oleh

hadirnya batuan vulkanik muda dari

Gunung Manututu yang menghasilkan

leleran lava andesit sampai kubah dasit

yang berumur sangat muda, yaitu 300 ribu

tahun yang lalu.

Pembentukan sistem panas bumi di

daerah Ampallas diperkirakan berkaitan

dengan aktivitas vulkanik erupsi celah

(fissure eruption) yang masih menyimpan

sisa panas dari dapur magma. Sisa panas

tersebut berperan sebagai sumber panas

yang memanasi air bawah permukaan

yang kemudian naik melalui celah-

celah/rekahan dan terperangkap dalam

reservoir panas bumi. Daerah Cubadak

yang berada pada zona depresi dengan

banyak struktur geologi (kekar dan sesar)

yang berkembang menjadikan daerah ini

memiliki kemampuan untuk meloloskan air

permukaan (meteoric water) ke bawah

permukaan. Sebagian air meteorik

tersebut kemudian berinteraksi dengan

fluida magmatik dan gas-gas vulkanik

yang berasal dari tubuh magma dan

terjadi rambatan panas yang

menghasilkan fluida panas. Fluida panas

yang terbentuk kemudian terakumulasi

dalam lapisan reservoir, yang berdaya

lulus tinggi (permeable). Sifat permeabel

itu sendiri diakibatkan oleh rekahan yang

terbentuk akibat aktifitas struktur sesar

yang ada.

Dari hasil penghitungan aliran panas,

sama dengan pola sebaran dari

temperatur dasar lubang bor dan gradien

temperatur permukaan, daerah anomali

berada di di sekitar manifestasi mata air

panas Ampallas yang diperkirakan

berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik

Kubah G.Manututu yang masih

menyimpan sisa panas dari dapur magma

dan pemunculan manifestasi ini dikontrol

oleh aktivitas sesar-sesar yang berarah

baratlaut-tenggara dan timurlaut-barat

daya.

Tidak munculnya anomali disekitar

airpanas Batupane disebabkan oleh tidak

ditemukannya lokasi bor pada batuan

lunak yaitu pada litologi Breksi Vulkanik

serta lava Basalt sehingga pengeboran

dilakukan agak jauh dari airpanas

Ampallas oleh karena itu temperatur

lubang dengan temperatur permukaan

perbedaannya tidak terlalu signifikan.

Kompilasi dari hasil penyelidikan aliran

panas Ampallas dengan hasil penyelidikan

geologi, geokimia, berdasarkan perkiraan

diperoleh luas area prospek panas bumi

Ampallas seluas 3 km2 menunjukkan

bahwa anomali yang berkorelasi dengan

anomali yang berada di sekitar mata air

panas Ampallas dan zona anomali ini

berkorelasi dengan semua zona anomali

survei aliran panas hanya perlu data

Page 7: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

tambahan geofisika yaitu Magnitoleroik

(MT) guna melengkapi data (Gambar 9).

KESIMPULAN

Dari hasil survei aliran panas permukaan

diperoleh beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

Dari hasil pengukuran diketahui untuk

daerah Ampallas temperatur dasar

lubang berkisar antara 26,78 hingga

54,66 oC, dengan temperatur tertinggi

adalah 54,66 oC yang didapat dari

dasar lubang APL-1 yang berada di

dekat manifestasi permukaan berupa

mata air panas Ampallas dengan luas

daerah anomali mencapai ± 0,225 km2.

Sebaran nilai gradien temperatur

permukaan di daerah Ampallas berkisar

antara 0,01 hingga 8,57 oC/m dengan

total luas zona anomali adalah ± 0,285

km2.

Sebaran nilai aliran panas (heat flow) di

daerah Ampallas berkisar antara 0,01

hingga 10,16 W/m2 dengan total luas

zona anomali adalah ± 0,348 km2.

Hasil kompilasi dari beberapa zona

anomali yaitu, anomali gradien termal,

anomali temperatur dasar lubang,

anomali aliran panas serta hasil

kompilasi geosains, terdapat

konsistensi di bagian tengah, disekitar

pemunculan mata air panas Ampallas.

Konsistensi ini kemungkinan berkaitan

erat dengan batuan Aluvium dan

vulkanik (lava, Breksi serta piroklastik)

dan dikontrol struktur sesar yang

berarah Baratlaut - Tenggara

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami ucapkan

kepada semua pihak yang membantu

dalam pembuatan tulisan ini, yang telah

memberi kemudahan dalam mengakses

data yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju, 2009, Sulawesi Barat dalam Angka 2009.

Bemmelen, R.W. Van (1949), The Geology of Indonesia.

Browne, P.R.L., 1989, Investigation at The Rotokawa Geothermal Field Taupo Volcanic Zone, Journal of Geothermal Research Society, New Zealand.

Fournier, R.O., 1981. Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering, Geothermal System: Principles and Case Histories. John Willey & Sons. New York.

Giggenbach, W.F., 1988, Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na-K-Mg – Ca Geo- Indicators, Geochemica Acta 52. pp. 2749 – 2765.

Lawless, J., 1995. Guidebook : An Introduction to Geothermal System. Short Course. Unocal Ltd. Jakarta.

Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando.

N. Ratman dan Atmawinata,. (1993) Geologi Lembar Mamuju, skala 1 : 250.000

Soengkono, S., 1999, Analysis of Digital Topographic Data for Exploration and Assesment of Geothermal System, Unpublished Report, Geothermal Institute, the University of Auckland, New Zealand.)

Tim Survei Aliran Panas, 2010, Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Limbong, Kabupaten Luwu Utara,

Page 8: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

Sulawesi Selatan, Pusat Sumber Daya Geologi.

Tim Survei Pendahuluan, 2009, Survei Pendahuluan Panas Bumi, Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, PSDG

Tim Survei Terpadu, 2013, Survei Terpadu Geologi, Geokimia dan Geofisika Daerah Panas Bumi Ampallas, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, PSDG

Gambar 1 Peta Lokasi Daerah Penyelidikan

Gambar 2 Peta Geologi Daerah Ampallas, Mamuju, Sulawesi Barat

Page 9: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

Lokasi Penyelidikan

Gambar 3 Peta Prospek Daerah Panas Bumi Ampallas

Gambar 4 Peta sebaran titik bor dan pengambilan sampel daerah Ampallas

Page 10: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

Lokasi Penyelidikan

Lokasi Penyelidikan

Gambar 5 Peta sebaran konduktivitas panas daerah Ampallas

Gambar 6 Peta sebaran temperatur dasar lubang bor daerah Ampallas

Page 11: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

Lokasi Penyelidikan

Lokasi Penyelidikan

Gambar 7 Peta sebaran gradien temperatur permukaan daerah Ampallas

Gambar 8 Peta sebaran aliran panas permukaan daerah Ampallas

Page 12: Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Sulili Kabupaten Pinrang

Lokasi Penyelidikan

Gambar 9 Peta kompilasi geosains dan aliran panas daerah Ampallas