28
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengemasan merupakan proses yang dilakukan sebelum produk di distribusikan ke distributor maupun konsumen. Fungsi pengemasan yaitu mewadahi produk, melindungi dan mengawetkan produk, meningkatkan efesiensi produk, menghindari pengaruh buruk dari luar dan dalam produk, memperluas penggunaan, mempertahankan kualitas produk, dan fungsi-fungsi lainnya. Pentingnya proses pengemasan menimbulkan adanya trend kemasan yang memiliki fungsi khusus pada tiap produk yang dikemasnya. Saat ini, hampir keseluruhan makanan dikemas dengan bahan pengemas yang bermacam-macam jenisnya. Kemasan dapat dibuat dari kertas, stearofoam, plastik, kaca, kaleng, laminate dan lain-lain. Sifat kemasan yang tidak dapat dimakan dan non- biodegradable dapat memberikan permasalahan baru (Rani, 2013). Salah satu kemasan yang memiliki sifat biodegradable adalah edible film. Edible film adalah lapisan tipis yang dapat dimakan yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa dan sebagai carrier bahan makanan dan aditif untuk meningkatkan penanganan pangan dan memiliki sifat biodegradable (Tekno Pangan dan Agroindustri). Rumput laut merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film. Berdasarkan data Direktorat Perbenihan (2013) Produksi rumput laut mencapai 2,4 juta ton dalam bentuk

Suryani Edible

  • Upload
    suryani

  • View
    248

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

edible film

Citation preview

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengemasan merupakan proses yang dilakukan sebelum produk di

distribusikan ke distributor maupun konsumen. Fungsi pengemasan yaitu

mewadahi produk, melindungi dan mengawetkan produk, meningkatkan efesiensi

produk, menghindari pengaruh buruk dari luar dan dalam produk, memperluas

penggunaan, mempertahankan kualitas produk, dan fungsi-fungsi lainnya.

Pentingnya proses pengemasan menimbulkan adanya trend kemasan yang

memiliki fungsi khusus pada tiap produk yang dikemasnya. Saat ini, hampir

keseluruhan makanan dikemas dengan bahan pengemas yang bermacam-macam

jenisnya. Kemasan dapat dibuat dari kertas, stearofoam, plastik, kaca, kaleng,

laminate dan lain-lain. Sifat kemasan yang tidak dapat dimakan dan non-

biodegradable dapat memberikan permasalahan baru (Rani, 2013). Salah satu

kemasan yang memiliki sifat biodegradable adalah edible film.

Edible film adalah lapisan tipis yang dapat dimakan yang berfungsi

sebagai barrier terhadap transfer massa dan sebagai carrier bahan makanan dan

aditif untuk meningkatkan penanganan pangan dan memiliki sifat biodegradable

(Tekno Pangan dan Agroindustri). Rumput laut merupakan salah satu bahan yang

dapat digunakan dalam pembuatan edible film. Berdasarkan data Direktorat

Perbenihan (2013) Produksi rumput laut mencapai 2,4 juta ton dalam bentuk

2

basah. Banyaknya jumlah produksi rumput laut dapat menjadi potensi

pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan edible film.

Peningkatan fungsi edible film dapat dilakukan dengan menambahkan

bahan aktif yang memiliki fungsi khusus untuk mencegah dan melindungi produk,

sehingga edible film tersebut dapat menjadi kemasan aktif (active packaging).

Kalsium propionat merupakan salah satu bahan pengawet sintetis yang diizinkan

oleh pemerintah pada batas tertentu untuk menghambat pertumbuhan kapang.

Kapang adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk

pangan. Oleh karena itu, kalsium propionat dapat ditambahkan pada edible film

untuk mencegah pertumbuhan kapang sehingga produk tidak cepat mengalami

kerusakan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh penambahan Ca Propionat terhadap karakteristik

edible film yang dihasilkan.

2. Memperoleh kemasan edible film aktif yang mengandung bahan pengawet

anti kapang berupa kalsium propionat.

1.3 Kerangka Pemikiran

Edible film merupakan salah satu jenis kemasan yang selain memiliki sifat

yang mirip dengan kemasan lain, juga memiliki sifat biodegradable. Peningkatan

fungsi edible film dapat dilakukan dengan menambahkan bahan aktif yang

3

memiliki fungsi khusus untuk mencegah dan melindungi produk, sehingga edible

film tersebut dapat menjadi kemasan aktif (active packaging).

Active packaging merupakan kemasan yang dapat menunjukkan mutu

produk yang dikemasnya. Kemasan aktif biasanya mengandung bahan aktif

tertentu untuk melindungi produk yang dikemasnya. Bahan aktif yang sering ada

dalam kemasan yaitu bahan penyerap gas O2, penyerap etilen, bahan penyerap air,

senyawa antimikroba, bahan yang dapat melindungi dari cahaya, dan bahan aktif

lain (Rani, 2014). Dalam penelitian ini, bahan aktif yang ditambahkan yaitu bahan

antimikroba berupa kalsium propionat yang mampu menghambat pertumbuhan

kapang.

Kalsium propionat memiliki rumus molekul Ca(CH3CH2COO)2 dan bobot

molekul (BM) sebesar 186,22. Mekanisme kerja kalsium propionat ini adalah

dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel, lebih efektif melawan kapang,

sedikit efektif atau tidak efektif sama sekali terhadap khamir dan bakteri. Kalsium

propionat juga digunakan untuk mengawetkan produk susu dan hasil olahannya,

serbat, sorbet, produk buah olahan, sayuran yang dikeringkan, rumput laut,

produk sereal sarapan, pasta, batters, kue beras, dan lain-lain (Puspitasari, 2012).

Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan adalah rumput laut

(Glacilaria sp). Glaciralia sp merupakan salah satu kelompok rumput laut

karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida

karagenan. Kandungan kalsium dalam asam propionat dapat menimbulkan efek

pada pembuatan edible film penambahan ion Kalsium (Ca2+

) pada keragenan

menyebabkan bentuk helix terkumpul dan gel bersifat rapuh (Widodo, dkk. 2013).

Selain itu, kalsium propionat adalah bahan pengawet dalam bentuk bubuk

4

berwarna putih. Bubuk kalsium propionat ini dapat menyerap air pada proses

pembuatan edible film. Oleh karena itu, penambahan kalsium propionat dapat

mempengaruhi karakteristik edible film yang dihasilkan.

1.4 Hipotesis

Penambahan kalsium propionat pada pembuatan edible film dapat

mempengaruhi karakteristik edible film yang dihasilkan.

1.5 Kontribusi

1. Mampu membuat kemasan aktif edible film rumput laut yang mengandung

bahan aktif anti kapang (kalsium propionat).

2. Mengurangi penggunaan kemasan plastik sebagai kemasan makanan

sehingga mengurangi pencemaran lingkungan.

3. Menciptakan kemasan yang memiliki fungsi khusus dan ramah

lingkungan.

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemasan

Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau

membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun

tidak. Bahan kemasan pangan adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan

dasar dan bahan tambahan kemasan pangan (BPOM RI, 2009).

Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga

berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan

kepada konsumen. Persyaratan yang dapat ditetapkan berkaitan dengan mutu

kemasan sehubungan dengan keamanan pangan, diantaranya adalah :

1. jenis bahan yang digunakan dan yang dilarang untuk kemasan pangan

2. bahan tambahan yang diizinkan dan yang dilarang untuk kemasan pangan

3. cemaran

4. residu

5. Migrasi.

(sumber : USU, 2014)

Active packaging (kemasan aktif) merupakan kemasan yang dapat

menunjukkan mutu produk yang dikemasnya. Kemasan aktif biasanya

mengandung bahan aktif tertentu untuk melindungi produk yang dikemasnya.

Bahan aktif yang sering ada dalam kemasan yaitu bahan penyerap gas O2,

6

penyerap etilen, bahan penyerap air, senyawa antimikroba, bahan yang dapat

melindungi dari cahaya, dan bahan aktif lain (Rani, 2014).

2.2 Edible Film

2.2.1 Pengertian Edible Film

Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dimakan,

diletakkan diantara dikomponen makanan yang berfungsi sebagai barrier terhadap

transfer massa, sebagai carrier bahan makanan, dan aditif untuk penanganan

pangan. Edible film dapat dibuat dari hidrokoloid seperti protein dan karbohidrat

memiliki kemampuan sebagai barrier yang baik terhadap transfer oksigen,

karbohidrat dan lipid (Tekno Pangan & Argoindustri).

2.2.2 Bahan Pembuat Edible Film

a) Rumput Laut

Rumput laut (Glaciralia sp) memiliki kandungan karbohidrat (39 - 51%),

Protein (17,2 - 27,13%), asam lemak esensial, Mineral (K, Ca, P, Na, Fe, I),

Vitamin (A, B1, B2, B6, B12, C), dan berbagai enzim. Glacralia sp merupakan

salah satu kelompok rumput laut karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung

bahan utama polisakarida karagenan. Karagenan adalah senyawa polisakarida

yang tersusun dari unit β-D-galaktosa dan α-L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa

yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik dimana setiap unit galaktosa

mengikat gugusan sulfat yang memiliki sifat jelly dan elastis (Organisasi Rumput

Laut dalam Sulistyowaty, 2009). Karagenan merupakan senyawa yang termasuk

kelompok polisakarida galaktosa hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar

7

karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada

gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Karagenan

banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai

bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Ciri-ciri karagenan ini yaitu kuat, gel

padat, beberapa ikatan dengan ion K+

dan Ca2+

menyebabkan bentuk helik

terkumpul dan gel menjadi rapuh, serta penambahan ion kalsium akan

menyebabkan pembentukan gel tahan lama, elastis, dan meningkatkan temperatur

pembentukan gel dan pelelehan (Widodo, dkk 2013).

Komposisi rumput laut (Glaciralia sp) dapat dilihat pada tabel 1. :

Tabel 1. Komposisi Rumput Laut

Komponen Jumlah (%)

Air 19,01

Protein 4,17

Karbohidrat 42,59

Lemak 9,54 Serat kasar 10,51

Abu 14,18

Sumber : Soegiarto (1978) dalam Anggraeni (2002)

b) Plastisizer Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon.

Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Memiliki rumus struktur HOCH2-

H(OH)-CH2-OH atau rumus molekul C3H8O3. Satu molekul gliserol dapat

mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut

monogliserida, digliserida dan trigliserida. Penggunaan gliserol sebagai

plasticizer dapat memperpanjang, menambahkan permeabilitas air, dan

membebaskan struktur edible film, sehingga dapat meningkatkan nilai Water

Holding Capacity (WHC) dan mobilitas difusi air (Azkharahman, dkk 2014), dan

8

gliserol mampu mengikat sebagian air pada proses pembuatan edible film. Selama

proses pengeringan, air bebas yang tidak terikat oleh gliserol akan mengalami

penguapan (Ariyanti, 2013).

2.3 Bahan Tambahan Pangan

2.3.1 Pengawet

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88,

pengawet yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat

fermentasi, pengasaman atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh

pertumbuhan mikroba.

2.3.2 Kalsium Propionat

Kalsium propionat termasuk asam propionat yang digunakan untuk

mencegah timbulnya jamur dan kapang. Dosis yang disarankan adalah 0,32%

atau 3,2 gram/kg bahan. Penggunaan melebihi angka maksimum tersebut

menyebabkan migrant, kelelahan, dan kesulitan tidur (Kristianingrum, 2006).

Kalsium propionat memiliki rumus molekul Ca(CH3CH2COO)2 dan bobot

molekul (BM) sebesar 186,22. Mekanisme kerja kalsium propionat ini adalah

dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel, lebih efektif melawan kapang,

sedikit efektif atau tidak efektif sama sekali terhadap khamir dan bakteri. Kalsium

propionat juga digunakan untuk mengawetkan produk susu dan hasil olahannya,

serbat, sorbet, produk buah olahan, sayuran yang dikeringkan, rumput laut,

produk sereal sarapan, pasta, batters, kue beras, dan lain-lain (Puspitasari, 2012).

srtruktur kalsium propionate dapat dilihat pada gambar 1.

9

Gambar 1. Struktur molekul kalsium propionat

Pada penelitian Saptarini (2007), efektifitas anitimikroba semakin tinggi

jika pengawet yang digunakan semakin besar. Konsentrasi yang paling optimum

dan masih memenuhi persyaratan adalah 0,10% digunakan pada pengawetan

dodol susu.

10

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan mulai Oktober sampai Desember tahun 2014 di

Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Rumput Laut

(Glacilaria, sp), gliserol, aquadest, dan kalsium propionat. Alat pengolahan edible

film yang digunakan adalah gelas pengukur, blender, saringan, pisau, talenan, hot

plate stirrer, timbangan, dan cetakan kaca dengan ukuran 34 x 34 cm, dan oven.

Alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass,

cawan porselin, micrometer sekrup, tensile strength and tester stograph,

desikator, dan oven.

3.3 Rancangan Percobaan

Rancangan yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor dengan 3 level perlakuan yaitu

penambahan kalsium propionat dalam edible film Edible film terbaik yang

diperoleh pada penelitian pendahuluan dengan konsentrasi berdasarkan

PERMENKES RI (1988) yaitu 0,1%, 0,2%, dan 0,3% dengan pengulangan

11

sebanyak 3 kali ulangan. Kombinasi percobaan dapat dilihat pada tabel 2 dan

tabel 3.

Tabel 2. Rancangan percobaan penelitian pendahuluan

Sampel Konsentrasi Rumput laut Konsentrasi gliserol

A1 1,0% 0,4%

A2 1,5% 0,4%

A3 2,0% 0,4%

Tabel 3. Rancangan percobaan penelitian utama

Edible film Konsentrasi kalsium propionate

0% (A) 0,1 % (B) 0,2% (C) 0,3% (D)

A2 A2A A2B A2C A2D

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Penelititan ini dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu penelitian pendahuluan

dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh

ketebalan edible film dengan karakteristik yang sesuai dengan standar. karena

berdasarkan penelitian Rani (2013) ketebalan ediblenya belum memenuhi standar.

Sedangkan, Penelitian utama dilakukan untuk menentukan konsentrasi kalsium

propionate yang ditambahkan pada edible film terbaik yang diperoleh pada

penelitian pendahuluan, kemudian hasil terbaik dari penelitian utama digunakan

untuk mengemas makanan semi basah sebagai aplikasi edible film pada produk.

3.4.1 Penelitian Pendahuluan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah rumput laut

dan plastisizer berupa gliserol. Konsentrasi rumput laut yang digunakan adalah

1,0%, 1,5%, dan 2% dengan konsentrasi gliserol 0,4% yang merupakan

12

konsentrasi terpilih yang digunakan oleh Rani (2013). Proses pembuatannya

yaitu : rumput laut dengan konsentrasi 1,0%, 1,5% dan 2% direndam, dihaluskan,

dihomogenkan dan dipanaskan, ditambah plastizer, kemudian dicetak, dan

diangkat dari cetakan.

3.4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan untuk memperoleh konsentrasi kalsium

propionat yang ditambahkan pada edible film. Konsentrasi kalsium propionat

yang digunakan adalah 0%, 0,1%, 0,2%, dan 0,3% yang disesuaikan dengan batas

maksimum penggunaan bahan pengawet yaitu pada selai dan jeli buah-buahan

dengan pemanis buatan sampai 0,1% dan pada produk sediaan keju 3 gram/kg,

serta pada roti 2 gram/kg (PERMENKES RI, 1988).

Prosedur penambahan kalsium propionat pada edible film adalah sebagai

berikut berdasarkan modifikasi pembuatan edible film dari rumput laut metode

Rani (2013) : pertama, rumput laut kering dengan konsentrasi terpilih (x %)

direndam selama 24 jam, lalu diblender sampai halus. Langkah selanjutnya yaitu

dipanaskan sampai suhu mencapai 70-800C selama 30 menit. Kemudian, larutan

disaring dan ditambahkan dengan gliserol pada konsentrasi terpilih, lalu

homogenkan sampai gliserol larut sempurna pada suhu 70-800C selama 15 menit.

Kemudian diberi perlakuan penambahan kalsium propionat dengan konsentrasi

0%, 0,1%, 0,2%, dan 0,3%, lakukan homogenkan selama 1 menit pada suhu 70-

800C. Kemudian langkah selanjutnya larutan dituang dalam cetakan (dengan

volume 300 ml untuk cetakan kaca 34x34 cm). Kemudian dikeringkan dalam

13

oven dengan suhu 500C selama 12 jam. Lalu letakkan pada suhu ruang selama 6

jam agar film dapat diambil dari cetakan.

Diagram alir proses pembuatan edible film dapat dilihat pada gambar

berikut.

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan active packaging edible film

Rendam rumput laut dengan konsentrasi 1,5% dalam aquadest, selama 24 jam

Haluskan rumput laut menggunakan blender ± 3 menit, gunakan air rendamannya

Panaskan dan aduk, sampai suhu 70-800C selama 30 menit

Saring bubur rumput laut

Ambil 300 ml, panaskan sampai suhu 700C

Tambahkan gliserol sebanyak 0,4 %, panaskan dan aduk selama 15 menit

Tambahkan Ca Propionat dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, dan 0,3%

Tuangkan pada cetakan persegi 34x34 cm

Oven pada suhu 50oC selama 12

jam

Letakkan pada suhu ruang selama 6 jam, angkat film dari cetakan

14

3.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan fisik

edible film. Pengamatan edible film yang dilakukan untuk mengetahui karakeristik

fisiknya adalah pengamatan persentase pemanjangan dan kuat tarik, kadar air,uji

laju transmisi uap air, dan ketebalan (Rani, 2013).

3.5.1 Ketebalan

Alat yang digunakan untuk mengukur ketebalan edibe film adalah

micrometer sekrup. Ketelitian alat ini sampai 0,001 mm. pengukuran dilakukan di

9 titik yang berbeda kemudian hasil pengukuran dirata-ratakan. Lokasi

pengukuran dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Lokasi Pengukuran Ketebalan

3.5.2 Pengamatan Persentase Pemanjangan dan Kuat Tarik

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur persentase pemanjangan dan

kuat tarik adalah tensile strength and tester stograph. Sebelum pengukuran, film

dikondisikan pada suhu 250C dengan RH 50% selama 24 jam. jumlah sampel

yang diperlukan pada setiap penentuan sebanyak 16 lembar uji dengan ukuran

panjang minimal 22 cm dan lebar 1,5 cm.

15

Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat lembaran

film pecah dan persentase pemanjangan ditentukan berdasarkan pertambahan

panjang film saat pecah. Nilai kuat tarik dan persentase pemanjangan dapat diukur

berdasarkan rumus :

3.5.3 Kadar Air (AOAC, 1984)

Kadar air diuji menggunakan metode gravimetri. Proses pengujiannya

adalah sebagai berikut : cawan kosong mula-mula dioven pada suhu 1050C selama

± 30 menit. Kemudian cawan dimasukkan dalam desikator selama 15 menit, dan

ditimbang. Timbang 1 gram sampel dalam cawan kosong yang telah dioven.

Masukkan ke dalam oven pada suhu yang sama selama 3 jam. Cawan yang berisi

sampel dikeringkan lagi sampai berat konstan.

Kadar air ditentukan dengan rumus :

3.5.4 Laju Transmisi Uap Air ( Water Vapour Transmission Rate)

Pengukuran laju transmisi uap air film mengunakan water vapor

transmission rate tester dengan metode cawan. Sebelum pengukuran, film

dikondisikan pada suhu 250C dengan RH 50% selama 24 jam. Silica gel sebanyak

Persentase pemanjangan (%E) = ������� ����� ���� ������� ���

������� ����100%

Kuat tarik (kgf/cm2)=

���� ����� ���� ����× �,� �/��

���� ����� × ��� ��������� !��� ���"��� ������#���

Kadar air (%) = ���� ��� ��� ���� ����� ���

���� ���� 100%

16

3 gram ditimbang ditempatkan dalam cawan rodaks dan disekat dengan lilin atau

perekat sehingga film tersebut tidak terdapat celah pada tepinya. Selanjutnya

cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 gram, kemudian diletakkan dalam

toples yang berisi garam konsentrasi 40% (kelembapan relatif setara dengan 0,75)

kemudian ditutup rapat. Toples beserta cawan didalamnya diletakkan dalam ruang

yang bersuhu tetap yaitu 250C. Cawan ditimbang tiap hari selam 5 hari pada jam

yang sama dan dihitung pertambahan berat cawan.

Data yang diperoleh dibuat persamaan regresi linear, sehingga diperoleh

slope kenaikan berat cawan. Laju transmisi uap air ditentukan sebagai slope

kenaikan berat cawan (g/24 jam) dibagi luas area yang diuji (m2).

Laju transmisi uap air dihitung dengan rumus :

Keterangan : Mv = Penambahan/pengurangan massa uap air (gram)

t = periode penimbangan (jam)

A = luas edible film yang diuji (m2)

WVTR = $% &'

( )

17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh konsentrasi rumput laut yang

digunakan dalam pembuatan edible film pada penelitian selanjutnya. Konsentrasi

rumput laut yang digunakan yaitu konsentrasi yang dapat menghasilkan film yang

memiliki ketebalan 0,03 mm. Ketebalan ini didasarkan pada ketebalan plastik

wrapping yang beredar di pasaran. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan

micrometer sekrup, diperoleh rata-rata ketebalan terendah yaitu 0,021 mm pada

konsentrasi 1% (4 gram rumput laut dalam 400 ml aquadest). Rata-rata ketebalan

tertinggi yaitu 0,043 mm pada konsentrasi 2% (8 gram rumput laut dalam 400 ml

aquadest). Sedangkan, pada konsentrasi 1,5% (6 gram rumput laut dalam 400 ml

aquadest) rata-rata ketebalannya adalah 0,029 mm. Berdasarkan pengukuran

tersebut, diperoleh persamaan sebagai berikut y=0.010x+0.009 dengan nilai

R² = 0.982. Perbedaan konsentrasi rumput laut dalam pembuatan edible film dapat

mempengaruhi ketebalannya. Semakin tinggi konsentrasi rumput laut, nilai

ketebalan edible film semakin besar. Ketebalan edible film meningkat karena total

padatan yang terdapat pada bubur rumput laut semakin besar. Total padatan

dipengarungi saat proses perendaman dan penghalusan rumput. Pada penelitian

sebelumnya (Ariyanti, 2013) perendaman rumput laut dilakukan selama 6 jam,

sedangkan pada penelitian ini dilakukan selama 24 jam. Berdasarkan pengamatan

fisik, rumput laut yang direndam selama 24 jam lebih empuk sehingga

mempermudah dan mempercepat proses pemblenderan sehingga dapat terekstrak

semua dan tidak menghasilkan residu saat disaring setelah pemanasan.

Sedangkan, pada percobaan yang 6 jam masih menyisakan redisu saat

penyaringan. Jumlah residu yang tersisa menunjukkan proses ekstraksi yang

kurang sempurna atau dikarenakan ukuran padatan yang

pemblenderan dikarenakan rumput laut hasil perendaman belum empuk.

Sehingga, dapat disimpulkan konsentrasi rumput laut yang digunakan untuk

penelitian utama yaitu1,5%.

pendahuluan dapat dilihat pada gambar

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap ketebalan

4.2 Hasil Penelitian Utama

4.2.1 Hasil Analisis Ketebalan

Ketebalan merupakan karakteristik fisik yang harus diukur dalam

pembuatan edible film.

kalsium propionat diukur dengan menggunakan micrometer sekrup pada sembilan

titik yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Berdasarkan uji sidik ragam

taraf 5%, pengukuran tidak memberikan pengar

0.0000

0.0100

0.0200

0.0300

0.0400

0.0500

ke

teb

ala

n (

mm

)

mempermudah dan mempercepat proses pemblenderan sehingga dapat terekstrak

dan tidak menghasilkan residu saat disaring setelah pemanasan.

Sedangkan, pada percobaan yang 6 jam masih menyisakan redisu saat

penyaringan. Jumlah residu yang tersisa menunjukkan proses ekstraksi yang

kurang sempurna atau dikarenakan ukuran padatan yang kurang halus saat

pemblenderan dikarenakan rumput laut hasil perendaman belum empuk.

Sehingga, dapat disimpulkan konsentrasi rumput laut yang digunakan untuk

penelitian utama yaitu1,5%. Data ketebalan yang diperoleh pada penelitian

hat pada gambar grafik berikut.

Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap ketebalan edible film

Penelitian Utama

.2.1 Hasil Analisis Ketebalan

Ketebalan merupakan karakteristik fisik yang harus diukur dalam

. Ketebalan edible film yang telah ditambahkan dengan

kalsium propionat diukur dengan menggunakan micrometer sekrup pada sembilan

titik yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Berdasarkan uji sidik ragam

, pengukuran tidak memberikan pengaruh yang nyata pada perlakuan dan

0.021

0.029

0.043

y = 0.010x + 0.009

R² = 0.982

0,1 1,5 0,2

konsentrasi rumput laut (%)

18

mempermudah dan mempercepat proses pemblenderan sehingga dapat terekstrak

dan tidak menghasilkan residu saat disaring setelah pemanasan.

Sedangkan, pada percobaan yang 6 jam masih menyisakan redisu saat

penyaringan. Jumlah residu yang tersisa menunjukkan proses ekstraksi yang

kurang halus saat

pemblenderan dikarenakan rumput laut hasil perendaman belum empuk.

Sehingga, dapat disimpulkan konsentrasi rumput laut yang digunakan untuk

Data ketebalan yang diperoleh pada penelitian

edible film

Ketebalan merupakan karakteristik fisik yang harus diukur dalam

yang telah ditambahkan dengan

kalsium propionat diukur dengan menggunakan micrometer sekrup pada sembilan

titik yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Berdasarkan uji sidik ragam dengan

uh yang nyata pada perlakuan dan

19

pengulangan. Hasil rata-rata pengukuran berkisar antara 0,029 mm pada seluruh

sampel. Selisih ketebalan pada tiap sampel sekitar 0,0002 mm. Perbedaan

ketebalan tersebut hanya sedikit dikarenakan jumlah padatan kalsium propionat

yang ditambahkan sangat sedikit. Penambahan kalsium propionat pada 0,1%

sebanyak 0,3 gram, 0,2% sebanyak 0,6 gram, dan 0,3% sebanyak 0,9 gram.

Berdasarkan hasil pengujian sidik ragam pada taraf 5%, perlakuan dan replikasi

tidak memberikan pengaruh yang nyata pada hasil yang diperoleh. Persamaan

yang diperoleh dari penelitian ini adalah y = 0,000x + 0,028.

Data pengukuran ketebalan dapat dilihat pada gambar diagram berikut.

Gambar 5.. Pengaruh penambahan Ca propionate pada ketebalan edible film

4.2.2 Hasil Analisis Kuat Tarik (kgf/cm2)

Kuat tarik edible film merupakan kekuatan regangan maksimum film

sebelum putus karena adanya beban dan grafitasi bumi. Kuat tarik ini adalah salah

satu parameter yang digunakan untuk menilai karakteristik edible film. Pengujian

Kuat tarik ini dilakukan dengan jumlah sampel 8 buah dan luas permukaan 30cm2.

Berdasarkan hasil pengujian, kuat tarik edible film berkisar antara 52,39 kgf/cm2

sampai 69,62 kgf/cm2. Penambahan kalsium propionat 0,2% nilai kuat tariknya

0.0291

0.0293

0.0296

0.0298

y = 0.000x + 0.028

R² = 0.980.0286

0.0288

0.0290

0.0292

0.0294

0.0296

0.0298

0.0300

0 0,1 0,2 0,3

ke

teb

ala

n (

mm

)

konsetrasi Kalsium Propionat (%)

20

adalah 53,37 kgf/cm2 hampir sama dengan kontrol atau tanpa penambahan

kalsium propionat. Hasil kuat tarik tertinggi terdapat pada sampel dengan

penambahan kalsium propionat 0,1% yaitu 69,62 kgf/cm2. Sedangkan dengan

penambahan 0,3% nilai kuat tariknya semakin menurun yaitu 46,31 kgf/cm2.

Berdasarkan hasil pengukuran kuat tarik tersebut, penambahan kalsium propionat

pada proses pembuatan edible film dapat menurunkan kekuatan tarik edible film.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan edible film ini adalah rumput laut.

Kandungan utama dalam rumput laut yaitu polisakarida karagenan. Karagenan

adalah senyawa polisakarida yang tersusun dari unit β-D-galaktosa dan α-L-

galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik

dimana setiap unit galaktosa mengikat gugusan sulfat yang memiliki sifat jelly

dan elastic (Organisasi Rumput Laut dalam Sulistyowaty, 2009). Penambahan

kalsium propionat pada pembuatan edible film dengan bahan baku rumput laut ini

akan mempercepat proses pembentukan gel padat saat pencetakan. Hal ini

disebabkan karena penambahan ion kalsium (Ca2+

) pada keragenan menyebabkan

bentuk helix terkumpul dan gel bersifat rapuh (Widodo, dkk. 2013). Oleh karena

itu, penambahan kalsium propionat akan meningkatkan jumlah Ca2+

pada edible

film sehingga kuat tariknya menurun seiring bertambahnya jumlah kalsium.

Namun, nilai kuat tarik pada penambahan kalsium propionat dengan konsentrasi

0,1% kekuatan tariknya lebih tinggi dari pada kontrol dikarenakan jumlah Ca2+

sesuai dengan jumlah yang seimbang dengan jumlah karagenan dalam larutan film

sehingga dapat memperkuat lapisan film yang dihasilkan. Hal tersebut terlihat

pada proses pembuatan edible film sebelum pencetakan. Gel yang terbentuk pada

cetakan lebih stabil dengan penambahan kalsium propionate 0,1% dibandingkan

21

dengan kontrol yang lebih encer dan membutuhkan waktu yang lama untuk

membentuk gel. Hasil perhitungan kuat tarik dapat dilihat pada gambar diagram

berikut.

Gambar 6. Pengaruh penambahan Ca Propionat terhadap kuat tarik edile film

4.2.3 Hasil Analisis Persentase Elongasi Pemanjangan

Pengujian pesentase elongasi pemanjangan dilakukan bersamaan dengan

kekuatan tarik edible film. Elongasi pemanjangan merupakan pertambahan

panjang sampai film yang diukur tepat akan putus dibandingkan dengan panjang

awal sampel yang diukur. Hasil pengujian persentase elongasi berbanding lurus

dengan kekuatan tarik edible film yang terukur. Penambahan kalsium propionat

dapat menurunkan nilai persentase elongasi pemanjangan. Pertambahan panjang

edible film karena salah satu sifat edible film yaitu elastis. Semakin tinggi nilai

persentase elongasi pemanjangan, maka film yang diuji memiliki keelastisan yang

tinggi. Elastisitas edible film karena adanya penambahan plastisizer gliserol dalam

pembuatan edible film. Gliserol dapat menurunkan ikatan kohesi dan mampu

mengubah sifat rigiditas sehingga film menjadi elastis (Harsunu, 2008). Adanya

52.39

69.62

53.3746.31

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

0 0,1 0,2 0,3

Ku

at

tari

k (

kg

f/cm

^2

)

konsentrasi Ca Propionat (%)

22

Ca propionat dapat menurunkan elastisitas karena biasanya Ca2+

digunakan untuk

meningkatkan kekerasan produk yang dikeringkan. Dalam jumlah tertentu,

Ca2+

yang ditambahakn pada karagenan dapat menyebabkan bentuk helik

terkumpul dan gel menjadi rapuh (Widodo, dkk 2013). Sehingga, dengan

penambahan kalsium propionat 0,1%, elastistasnya semakin meningkat

dikarenakan kalsium tersebut mampu memperkuat ikatan dan akan lebih sulit

putus. Data persentase pemanjangan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 7. Diagram hasil uji elongasi pemanjagan edible film

4.2.4 Hasil Analisis Laju Transmisi Uap Air (WVTR)

Laju transmisi uap air merupakan salah satu parameter yang digunakan

untuk mengetahui karakteristik edible film. WVTR (Water Vapor Transmission

Rate) atau laju transmisi uap air pada edible film merupakan jumlah air yang

dapat melalui lapisan film pada waktu tertentu. Data yang diperoleh dalam

penelitian ini yaitu semakin bertambah waktu penyimpanan, jumlah air yang

terserap semakin banyak. Pada Penelitian ini, laju transmisi uap air yang terbesar

adalah dengan penambahan kalsium propionat 0,1%, nilai laju transmisinya yaitu

55.0

75.0

60.0

45.0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

80.0

0 0,1 0,2 0,3

Nil

ai

Elo

ng

asi

Pe

ma

nja

ng

an

(%

)

konsentrasi Propionat (%)

23

95,4846 gram/jam m2

setelah disimpan 24 jam dan 148,38 gram/jam m2 setelah

disimpan 48 jam. Pengukuran dilakukan setelah film dikondisikan pada desikator

dengan RH 50% selama 48 jam. Penyimpan film untuk mengukur laju transmisi

uap airnya dikondisikan pada desikator tertutup dengan RH 75% (larutan garam

40%) dan pada suhu ruang. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Gambar 8. Diagram hasil uji laju transmisi uap air

4.2.5 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter kandungan kimia yang sangat

penting karena dapat mempengaruhi karakteristik edible film. Pengujian kadar air

dilakukan pada sampel yang telah diangkat dari cetakan. Sebelum diangkat dari

cetakan, film yang dihasilkan di suhu ruang sehingga akan terjadi penyerapan air

karena terjadi proses kesetimbangan. Penyerapan air yang ada diudara ditandai

dengan dapat dilepasnya lapisan film dari cetakan. Saat keluar dari pengovenan,

lapisan film sangat kering sehingga terikat dan menempel kuat pada cetakan

sehingga akan sulit diangkat dan bersifat rapuh serta mudah sobek. Hal tersebut

0.0000

20.0000

40.0000

60.0000

80.0000

100.0000

120.0000

140.0000

160.0000

Control 1,0 2,0 3,0

WT

VR

(gra

m/j

am

m^

2)

Konsentrasi Kalsium Propionat (%)

24 Jam

48 Jam

24

menunjukkan kadar air sangat menentukan keberlangsungan proses. Selama

proses pembuatan edible film, proses pengeringan akan menguapkan air bebas

yang tidak terikat oleh gliserol (Ariyanti, 2013). Selain gliserol, karena adanya

penambahan kalsium propionat dapat mempengaruhi kadar air edible film yang

dihasilkan. Kadar air pada sampel tanpa penambahan kalsium propionat adalah

27,6%, penambahan kalsium propionat 0,1% kadar airnya 28,1%, penambahan

kalsium propionat 0,2% kadar airnya 29,5%, dan penambahan kalsium propionat

0,3% kadar airnya 29,8%. Kadar air meningkat akibat adanya penambahan

kalsium propionat. Meningkatnya kadar air dikarenakan adanya penyerapan uap

air saat film didiamkan pada suhu ruang sebelum diangkat dari cetakan.

Kandungan garam kalsium propionat dapat mengikat uap air yang ada diudara,

karena sifat dari garam yaitu higroskopis. Sehingga kadar air yang terukur pada

pengujian ini semakin meningkat seiring dengan penambahan kalsium propionate.

Persaman yang diperoleh dari data berikut adalah y = 0.795x + 26.74 dengan nilai

R2=0,942 yang menunjukkan kelinearan persamaan garis. Data kadar air yang

diperoleh adalah sebagai berikut.

Gambar 9. Diagram nilai kadar air edible film

27.6

28.1

29.529.8

y = 0.795x + 26.74

R² = 0.942

26.0

26.5

27.0

27.5

28.0

28.5

29.0

29.5

30.0

30.5

0 0,1 0,2 0,3

ka

da

r a

ir (

%)

konsentrasi Ca Propionat (%)

25

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Semakin tinggi konsentrasi rumput laut, ketebalan edible film akan semakin

tinggi. Rata-rata ketebalan edible film dengan konsentrasi rumput laut 1%

yaitu 0,0211 mm; konsentrasi 1,5% yaitu 0,0294 mm; dan konsentrasi 2%

yaitu 0,0428 mm.

2. Semakin tinggi jumlah kalsium propionat yang ditambahkan, kuat tarik,

persentase elongasi pemanjangan, dan laju transmisi uap airnya semakin

menurun, namun tidak berpengaruh nyata pada ketebalan..

3. Semakin tinggi kadar kalsium propionat yang ditambahkan, kadar air edible

film semakin meningkat.

4. Edible film dari rumput laut (1,5%) dan plasticizer gliserol (0,4%) memiliki

ketebalan rata-rata 0,0291 cm, kuat tarik 52,3892 kgf/cm2, persentase

elongasi 55%, WVTR 87,3002 g/m2

24 jam, dan kadar air 27,6%.

5. Edible film dari rumput laut (1,5%), plasticizer gliserol (0,4%) dan

penambahan kalsium propionat 0,1% memiliki ketebalan rata-rata 0,0293 cm,

kuat tarik 69,6208 kgf/cm2, persentase elongasi 75%, WVTR 95,4846 g/m

2 24

jam, dan kadar air 28,1%.

6. Edible film dari rumput laut (1,5%), plasticizer gliserol (0,4%) dan

penambahan kalsium propionat 0,2% memiliki ketebalan rata-rata 0,0296 cm,

26

kuat tarik 53,3692 kgf/cm2, persentase elongasi 60%, WVTR 89,2326 g/

24jam m2, dan kadar air 29,5%.

7. Edible film dari rumput laut (1,5%), plasticizer gliserol (0,4%) dan

penambahan kalsium propionat 0,3% memiliki ketebalan rata-rata 0,0298 cm,

kuat tarik 46,3050 kgf/cm2, persentase elongasi 45%, WVTR 75,9330 g/m

2 24

jam, dan kadar air 29,8%.

5.2 Saran

1. Penambahan Kalsium propionate 0,2% pada pembuatan edible film

menghasilkan karakteristik yang hampir sama dengan kontrol. Namun, edible

film yang dihasilkan belum diaplikasikan pada produk. Diharapkan pada

penelitian selanjutnya dapat diaplikasikan ke produk dan dapat mengetahui

efektivitasnya dalam mencegah pertumbuhan kapang.

27

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, S.D. 2002. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Mutu Edible Film

dari Rumput Laut (Gracilaria Sp.) untuk Pelapisan Permen. Skripsi. IPB.

Bogor

BPOM RI. 2009. Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan. Peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

Hk.00.05.1.55.1621. Pasal 1, Ayat 1&2

Direktorat Perbenihan. 2013. Sosialisasi Kebun Bibit Rumput Laut.

http://www.djpb.kkp.go.id/benih/berita.php?id=246 (diakses pada 8

Oktober 2014)

Ditjen PEN. 2013. Rumput Laut Indonesia. http://djpen.kemendag.go.id/app

frontend/admin/docs/publication/6201390367517.pdf. Warta Ekspor

Kristianingrum, Susila. 2006. Pengawet yang Aman bagi Kesehatan.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/susila-kristianingrum-

dra-msi/12.pdf. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta

Organisasi Rumput Laut dalam Sulistyowaty, Dani .2009. Efek Diet Rumput Laut

Eucheuma Sp. Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang

Disuntik Aloksan. Http://eprints.undip.ac.id/7590/1/Danny_

Sulistyowaty.Pdf

PERMENKES RI. 1988. Bahan Tambahan Makanan. MENKES RI. Jakarta

Puspitasari, Sari. 2012. Kalsium Propionat. Universitas Diponegoro. Semarang

28

Rani, Hertini dan Nurbani, K. 2013. Edible film. Politeknik Negeri Lampung.

Lampung

Rani, Hertini. 2014. PPT Teknologi Pengemasan Pangan. Politeknik Negeri

Lampung. Lampung

Saptarini, Nyi Mekar. 2007. Pengaruh Penambahan Pengawet (Nipasin, Nipasol,

dan kalsium Propionat) Terhadap Pertumbuhan Kapang

syncephalastrum rumracemosum pada Dodol Susu.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/02/pengaruh_penamb

ahan_pengawet.pdf Universitas Padjajaran. Bandung

Tekno Pangan dan Agroindustri. Edible Film. Jurusan Teknologi Pangan dan

Gizi. IPB-183. No: 12 vol 1

USU, 2014. Peraturan-peraturan dalam Kemasan Pangan. http://ocw.

usu.ac.id/course/download/3130000081teknologi_pengemasan/thp_407_

handout_peraturan-peraturan_dalam_kemasan_pangan.pdf (diakses pada

12 Oktober 2014)

Widodo, dkk. 2013. Bahan Pengawet Alami. http://www.academia.edu

//5561881/MAKALAH_BAHAN_PENGAWETALAMI. Teknik Kimia.

Institut Teknologi Sepuluh November