Upload
dahlisasoleman
View
20
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
yujikloip
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menjaga
kesehatan lambung masih sangat rendah. Padahal kenyataannya, sakit maag atau
istilah ilmiah dikenal dengan dispepsia ini sangat menganggu aktivitas sehari-hari,
baik bagi remaja maupun orang dewasa. Umumnya, penduduk kota besar yang padat
dengan kesibukan kurang menjaga pola makannya secara teratur.
Sakit maag fungsional adalah sakit maag yang bukan disebabkan oleh gangguan
pada organ lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang
sesuai, juga faktor psikis dan kecemasan. Bahkan jika ditelaah lebih jauh, penyakit
maag bisa berakibat fatal bagi kesehatan. Maag ditandai dengan nyeri hebat di
lambung dikarenakan asam lambung yang meningkat. Biasanya penderita akan
kesulitan mencerna makanan, saat makan perut mereka akan terasa sangat sakit,
begitu pun saat tidak makan.
Aluminium hidroksida adalah zat aktif yang sering di gunakan untuk mengatasi
gejala akibat asam lambung yang berlebih. Aluminium hidroksida tidak bekerja
menghambat produksi asam lambung, tetapi dengan menetralisir asam lambung yang
ada dengan demikian, obat melindungi dinding lambung dari peradagangan akibat
asam yang berlebih. Selain itu, aluminium hidroksida juga biasa dikombinasikan
dengan magnesium hidroksida untuk memberikan efek terapi yang lebih cepat yaitu
menurunkan asam lambung.
Orang yang menderita sakit maag membutuhkan obat yang cepat, tepat dan
efektif penggunaan obat dalam bentuk sediaan tablet kunyah dirasa kurang efektif
karena proses penetralisir asam lambung yang lama selain itu di khawatirkan zat aktif
yang terkandung dalam tablet kunyah akan mengalami pengurangan di saat pasien
mengkonsumsi obat tersebut oleh karena itu, penggunaan obat dalam bentuk suspensi
adalah pilihan yang sangat tepat karena suspensi bekerja cepat menetralkan asam
lambung dan zat aktif yang terkandung dalam suspensi tidak akan berkurang karena
semuanya masuk kedalam tubuh dan langsung menuju lambung.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan portopolio adalah mampu membuat sediaan
suspensi dengan baik dan benar sehingga mampu diaplikasikan dengan baik saat
melakukan praktikum.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari pembuatan portipolio ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui proses dan mampu melakukan pembuatan formulasi sediaan
suspensi oral dengan zat aktif aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida untuk mengatasi penyakit maag.
b. Mengetahui proses dan mampu melakukan pembuatan praformulasi
sediaan suspensi oral dengan zat aktif aluminium hidroksida dan
magnesium hidroksida untuk mengatasi penyakit maag.
c. Mengetahui dan mampu melakukan evaluasi sediaan suspensi oral dengan
zat aktif aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan portopolio ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat bagi Masyarakat
Manfaat untuk masyarakat adalah masyarakat memiliki alternatif pilihan obat
dalam bentuk suspensi terutama untuk mengobati penyakit maag.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Manfaat untuk mahasiswa adalah menambah kompetensi mahasiswa dalam
pembuatan sediaan suspensi.
c. Manfaat bagi Institusi
Manfaat bagi institusi adalah institusi semakin dikenal oleh masyarakat
karena memiliki mahasiswa yang berkompeten pada bidangnya.
d. Manfaat bagi industri adalah industri dapat mengembangkan dan memroduksi
sediaan suspensi untuk sakit maag.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penyakit Maag
2.1.1 Definisi Penyakit Maag
Gastritis atau secara umum dikenal dengan istilah sakit “maag” ialah
peradangan pada dinding lambung terutama pada selaput lendir lambung. Maag
merupakan gangguan yang paling sering ditemui diklinik karena diagnosisnya hanya
berdasarkan gejala klinis. Penyakit ini sering dijumpai timbul secara mendadak
biasanya ditandai dengan rasa mual dan muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu
makan menurun atau sakit kepala.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung, peradangan dari gastritis dapat
superficial atau dapat menembus kedalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus
yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap.
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi
ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan
pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan
kemungkinan patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat
dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan
pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan.
Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono, 2001).
2.1.2 Penyebab Penyakit Maag
Penyebab penyakit maag dapat di karenakan oleh bakteri Helokobacter dan
rangsangan kelebihan asam lambung. Adapun kelebihan asam lambung dapat di
sebabkan oleh kecemasan, emosi atau stres serta makanan atau minuman yang
merangsang produksi peningkatan asam lambung. Sakit yang seperti ini harus segera
di tangani agar asam lambung tidak semakin tinggi dan semakin melukai dinding
lambung. Biasanya obat untuk sakit maag diminum sebelum makan agar asam
lambung lebih terkontrol sehingga tidak mengganggu proses pencernaan makanan
dalam tubuh.
Penyakit maag bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu sakit maag fungsional dan
sakit maag organik. Sakit maag fungsional adalah sakit maag yang jika dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut tidak didapati kelainan secara anatomis. Sedangkan sakit
maag organik adalah sakit maag yang jika dilakukan pemeriksaan lebih lanjut akan
didapatkan kelainan secara anatomi, misalnya luka pada lambung atau kanker pada
lambung.
2.1.3 Gejala Penyakit Maag
Gejala penyakit maag yang terjadi pada setiap orang bervariasi, tergantung
pada berbagai faktor seperti pada lokasi ulkus, penyebab dan kondisi kesehatan
pasien. Secara umum, gejala penyakit maag adalah sebagai berikut:
a. Nyeri perut
Nyeri perut adalah gejala paling umum dari penyakit maag yang sering
digambarkan seperti diperas dan terbakar. Nyeri tersebut disebut dengan
istilah nyeri epigastrium episodik, yang dapat terjadi pada setiap lokasi antara
pusar dan bagian bawah tulang dada. Pada beberapa orang, rasa sakit ini dapat
berlangsung selama beberapa jam, sedangkanyang lain mungkin mengalami
hal itu untuk bebrapa menit saja. Rasa sakit mungkin memburuk pada malam
hari.
b. Perut kembung
Perut kembung adalah salah satu gejala penyakit maag yang paling sering
muncul. Perut kembung ini disebabkan oleh lambung yang didalamnya
terdapat banyak gas.
c. Mual dan muntah
Gejala selanjutnya yang sering terjadi adalah mual dan muntah. Mual dan
muntah ini dikarenakan asam lambung naik sehingga mendorong keluar ke
atas menuju ke kerongkongan.
d. Perut sering merasakan lapar
Jika seseorang tidak menjaga pola makan secara teratur, biasanya orang
tersebut akan mudah mengalami rasa lapar, ciri ini juga merupakan salah satu
dari gejala penyakit maag.
e. Sering bersendawa
Akibat gas yang dihasilakn lambung, seseorang menjadi sering bersendawa.
Seringnya sendawa ada kemungkinan bahwa seseorang tersebut menderita
penyakit maag.
2.1.4 Akibat Penyakit Maag
Akibat dari penyakit maag adalah sebagai berikut:
a. Maag akut
Jika sakit maag sedah memasuki tahap akut, maka dapat mengakibatkan
kondisi tubuh semakin menurun dari segi berat badan, dan tidak hanya itu
saja, sakit maag kronis dapat juga mengakibatkan muntah darah bagi
penderitanya. Jika ini dibiarkan tan[a melakukan pengobatan maka
kemungkinan proses penyembuhan akan sangat sulit.
b. Tumor lambung
Dinding lambung yang luka dan tidak mendapat pengobatan yang tepat akan
menimbulkan tumor. Tumor inilah yang disebut tumor lambung. Jika sudah
memasuki tahap ini, biasanya dokter akan menyarankan penderita untuk
melakukan pembedahan yang sangat beresiko dan memerlukan biaya yang
besar.
c. Kanker lambung
Sebagaimana halnya tumor pada organ tubuh lainnya, tumor lambung yang
tidak segera diobati pada waktu yang lama, bisa berkembang menjadi kanker
lambung. Jika sudah memasuki tahap ini, maka penyakit yang tadinya ringan
akan menjadi penyakit yang mematikan.
2.1.5 Penanganan Penyakit Maag
Maag bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total, maag adalah penyakit
yang dapat kambuh apabila pasien tidak makan teratur. Tetapi maag dapat di cegah,
yaitu dengan cara makan teratur, makan secukupnya, cuci tangan sebelum makan dan
jangan jajan sembarangan.
Obat-obatan untuk sakit maag umumnya dimakan dua jam sebelum makan
dan dua jam sesudah makan. Adapun dengan tujuan obat dikonsumsi dua jam
sebelum makan yaitu untuk menetralisir asam lambung, karena pada saat tersebut
penumpukkan asam lambung sudah sangat banyak dan di dalam lambung penderita
pasti telah terjadi luka-luka kecil yang apabila terkena asam akan terasa perih.
Kemudian obat yang diminum dua jam sesudah makan bertujuan untuk melindungi
dinding lambung dari asam yang terus diproduksi. Akhirnya dua jam setelah makan,
asam yang di lambung akan terpakai untuk mencerna makanan sehingga sudah
ternetralisir dan tidak akan melukai dinding lambung.
2.2 Kajian Zat Aktif
2.2.1 Definisi Zat Aktif
Alumium hidroksida adalah senyawa yang mempunyai kemampuan
menetralkan asam lambung. Kemampuan menetralkan asam ini tergantung pada
kapasitasnya untuk menetralkan asam lambung dan apakah lambung dalam keadaan
penuh atau kosong karena adanya makanan, memungkinkan aluminium hidroksida
bekerja untuk waktu yang lebih lama.
Magnesium hidroksida termasuk jenis obat antasida. Obat ini digunakan untuk
menangani gejala-gejala yang muncul akibat produksi asam lambung yang melebihi
normal. Obat antasida ini berfungsi menetralisasi kadar asam lambung yang
berlebihan sehingga dapat melindungi dinding lambung dari peradangan. Contoh
gejala gangguan pencernaan yang dapat diredakan dengan obat ini adalah perut
kembung, dispepsia, serta nyeri ulu hati.
2.2.2 Mekanisme Kerja
2.2.21 Aluminium Hidroksida
2.2.22 Aluminium hidroksida tidak bekerja dengan cara menghambat
produksi asam lambung, tapi dengan menetralisir asam lambung yang ada.
Dengan demikian, obat ini melindungi dinding lambung dari peradangan
akibat asam yang berlebihan. Selain gangguan pencernaan, aluminium
hidroksida juga dapat dipakai untuk menurunkan kadar fosfat yang diserap
tubuh dari makanan. Obat ini bekerja dengan mengikat fosfat agar tidak
diserap tubuh.
2.2.23 Magnesium Hidroksida
Magnesium hidroksida bekerja lebih efektif daripada alumunium
hidroksida dengan cara menangani produksi asam lambung yang melebihi
normal dan juga menetralisir asam lambung. Yang membedakan antara
keduanya adalah senyawa magnesium hidroksida dalam jumlah sedikit
berfungsi sebagai antasida, tetapi dalam jumlah yang lebih banyak dapat
menyebabkan diare sedangkan senyawa aluminium hidroksida dapat
menyebabkan sembelit. Oleh karena itu, untuk menghilangkan efek keduanya
maka dikombinasikan kedua bahan dengan komposisi tertentu sehingga saling
menghilangkan efek negatifnya.
2.2.3 Dosis
Magnesium hidroksida dalam bentuk tablet tersedia dalam ukuran dosis 311
mg, sedangkan dalam bentuk sirup tersedia dalam ukuran dosis 400 mg/5 ml, 800
mg/5 ml, dan 2400 mg/10 ml. Aluminium hidroksida, dalam bentuk tablet tersedia
dalam ukuran dosis 80 mg, sedangkan dalam bentuk sirup tersedia dalam ukuran 320
mg/5 ml. Magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida tersebut sering ditemukan
dalam bentuk tablet maupun sirup campuran keduanya. Dosis untuk sakit maag ialah
2-4 tablet magnesium hidroksida sehari, atau 5-15 ml sirup magnesium hidroksida
sehari terbagi dalam 3-4 kali minum, atau 5-30 ml aluminium hidroksida sehari
terbagi dalam 3 kali minum.
2.2.4 Efek Samping
Umumnya kombinasi dua zat aktif ini tidak menimbulkan efek samping bila
diminum sesuai anjuran dokter. Namun dalam beberapa kasus, penggunaan zat
aktif ini menyebabkan beberapa efek samping yaitu sebagai berikut:
a. Aluminium hidroksida dapat menyebabkan susah buang air besar. Tapi
efek samping ini akan menghilang jika antasida dikombinasikan dengan
magnesium hidroksida.
b. Aluminium dapat menyebabkan hipofosfatemia (kekurangan fosfat) bila
digunakan dalam jangka lama. Untuk itu, bagi pasien yang menggunakan
aluminium hidroksida dalam jangka lama disarankan untuk mengonsumsi
makanan yang banyak mengandung fosfat seperti hati, keju, telur dan susu.
c. Magnesium hidroksida dapat menyebabkan diare. Pada penderita ginjal
dapat terjadi peningkatan kadar magnesium dalam darah dengan gejala rasa
badan lemas.
2.2.5 Interaksi Zat Aktif
Terjadi dua jenis interaksi aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida
dalam tubuh. Pada interaksi pertama, kedua zat ini mempengaruhi penyerapan
beberapa obat sehingga efek obat menurun. Pada interaksi kedua, keduanya
mengubah keasaman air kemih, menyebabkan beberapa obat diserap kembali kembali
oleh tubuh dan bukan dikeluarkan sehingga efek obat meningkat.
Berikut ini adalah beberapa contoh interaksi aluminium hidroksida dan
magnesium hidroksida:
a. Interaksi dengan penisilin, tetrasiklin, iNH, sulfonamid, digoksin,
klorpromazin. Aluminium hidroksida dapat menurunkan absorbsi obat-obat
tersebut. Selain itu interaksi ini akan mengakibatkan efek digoksin yang
berkurang dan kondisi jantung yang diobati mungkin tidak terkendali dengan
baik. Antasida dapat mengurangi penyerapan antibiotik seperti ampisillin,
amoksisillin dan tetrasiklin. Sebaiknya meminum antibiotik 1 jam sebelum
makan dan antasida 1 jam setelah makan.
b. Interaksi dengan amphetamin dapat menurunkan sekresi dari amphetamin.
Karena efek amfetamin yang meningkat dan dapat terjadi efek samping
seperti, gelisah, pusing, bergerak secraa berlebihan, jantung berdebar,
penglihatan kabur dan mulut kering.
c. Interaksi dengan salisilat yang mampu meningkatkan sekresi dari salisilat.
2.3 Tinjauan Sediaan
2.3.1 Definisi Sediaan Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus
segera terdispersi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah
dikocok dan dituang. (Farmakope Indonesia Edisi III).
2.3.2 Sejarah Sediaan Suspensi
Perkembangan ilmu pengetahuan tentu juga sangat memengaruhi dalam
perkembangan di dunia farmasi. Ilmu farmasi sudah diterapkan sejak zaman dahulu
kala, namun pengembangan yang dilakukan tidak sepesat sekarang. Dulu penerapan
ilmu farmasi hanya terfokus pada bahan-bahan alam yang sudah tersedia dan juga
pengolahan yang masih sangat sederhana. Dimulai dari penggunaan bahan alam yang
sangat sederhana, misalnya menempelkan daun Dadap Serep pada dahi pasien yang
menderita demam dapat membantu menurunkan suhu tubuh, sampai dengan
pembuatan tapel untuk pegal linu.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, sediaan farmasi semakin
banyak, mulai dari munculnya serbuk, kemudian, tablet, hingga sediaan liquid seperti
sirup. Sirup dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasien yang sulit untuk menelan obat
dalam bentuk tablet dan kapsul. Sirup pun sangat diminati oleh masyarakat. Namun
dengan adanya pengembangan sediaan farmasi yang semakin beragam, ada kesulitan
dalam pembuatan sirup seperti bahan aktif yang sukar larut dalam pelarut sehingga
menyebabkan ketidakseragaman dosis dalam sekali minum. Hal ini membuat para
ahli farmasi membuat alternatif sediaan yang mampu menutupi kekurangan dari sirup
yaitu dengan membuat sediaan farmasi dalam bentuk suspensi.
Sejak awal kemunculannya, suspensi begitu diminati oleh masyarakat.
Awalnya suspensi hanya dibuat untuk rute oral, namun dengan memanfaatkan
kelebihan dari suspensi, kini suspensi tersedia dalam berbagai jenis rute pemberian
seperti suspensi topikal dan suspensi tetes telinga. hal ini semakin menambah
keanekaragaman sediaan farmasi sehingga masyarakat memiliki lebih banyak
alternatif rute pemberian obat sesuai dengan keinginan.
2.3.3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Suspensi
2.3.3.1 Keuntungan dari Sediaan Suspensi
Keuntungan dari sediaan suspensi adalah sebagai berikut:
a. Suspensi merupakan sediaan yang menjamin stabilitas kimia dan
memungkinkan terapi dengan cairan.
b. Untuk pasien dengan kondisi khusus, bentuk cair lebih disukai daripada
bentuk padat.
c. Suspensi pemberiaannya lebih mudah serta lebih mudah memberikan
dosis yang relatif lebih besar.
d. Suspensi merupakan sediaan yang aman, mudah diberikan untuk anak-
anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak-anak dan dapat
menutupi rasa pahit
2.3.3.2 Kekurangan dari Sediaan Suspensi
Kekurangan dari sediaan suspensi adalah sebagai berikut:
a. Suspensi memiliki kestabilan yang rendah.
b. Jika terbentuk caking (endapan) akan sulit terdispersi kembali sehingga,
homogenitasnya turun.
c. Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar dituang.
d. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
e. Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan system dispersi
(endapan, flokuasi-deflokuasi) terutama jika terjadi fluktuasi/perubahan
suhu.
f. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis
yang diinginkan.
2.3.4 Persyaratan Sediaan Suspensi
Menurut FI Edisi III, persyaratan sediaan suspensi adalah sebagai berikut:
a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap.
b. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali.
c. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi.
d. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
dituang.
e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.
Menurut FI Edisi IV, persyaratan sediaan suspensii adalah sebagai berikut:
a. Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal.
b. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti-mikroba.
c. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.
2.3.5 Penggolongan Sediaan Suspensi
Suspensi memiliki beberapa jenis sediaan, penggolongan suspensi adalah
sebagai berikut:
a. Suspensi oral
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma
yang sesuai, yang ditujukan untuk penggunaan oral.
b. Suspensi topikal
Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
dalam bentuk halus yang terdispersi dalam cairan pembawa cair yang
ditujukan untuk penggunaan kulit.
c. Suspensi tetes telinga
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-
partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
d. Suspensi optalmik
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang yang mengandung
partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukan
untuk penggunaan pada mata.
e. Suspensi untuk injeksi terkontinyu
Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan
bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan
pembawa yang sesuai.
2.3.6 Kekhususan Sediaan Suspensi
Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk
penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma
termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan ,
sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih
dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan. Sediaan seperti ini
disebut “ Untuk Suspensi oral”.
2.4 Studi Praformulasi dan Formulasi
2.4.1 Zat Aktif
Zat aktif adalah zat yang sangat penting dari sebuah formulasi. Hal ini
dikarenakan zat aktif inilah yang akan bekerja dalam tubuh dan memberikan efek
terapi dalam tubuh. Pemilihan zat aktif dalam sediaan steril ini tidak boleh
sembarangan karena sediaan steril ini akan langsung masuk kedalam pembuluh darah
dan didistribusikan langsung keseluruh tubuh. Jika salah memilih zat aktif, tentu jika
terjadi efek toksisitas akan sulit untuk diatasi. Contoh zat aktif yang digunakan untuk
sediaan suspensi adalah aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida.
2.4.2 Zat Tambahan
1. Bahan pensuspensi/ suspending agent
Suspending agent adalah bahan tambahan yang berfungsi mendispersikan
partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga
kecepatan sedimentasi diperlambat. Suspending agent berfungsi mendispersikan
partikel tidak larut kedalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga
kecepatan pengendapan bisa diperkecil. Mekanisme kerja suspending agent adalah
untuk memperbesar kekentalan (viskositas), tetapi kekentalan yang berlebihan akan
mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan. Bahan pensuspensi atau suspending
agent dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1. Bahan pensuspensi dari alam.
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom /
hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga
campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya
mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas
suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, PH, dan proses
fermentasi bakteri.
a. Termasuk golongan gom. Contonya : Acasia ( Pulvis gummi arabici),
Chondrus, Tragacanth , Algin
b. Golongan bukan gom Contohnya : Bentonit, Hectorit dan Veegum
2. Bahan pensuspensi sintesis
sementara itu untuk golongan sintetik seperti :
a. Derivat Selulosa
Contohnya : Metil selulosa, karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil
selulosa.
b.Golongan organk polimer
Contohnya : Carbaphol 93
2. Bahan Pembasah (wetting agent)
Wetting agent merupakan senyawa kimia yang mengurangi tegangan
permukaan cairan. Tegangan permukaan cairan adalah kecenderungan molekul cairan
untuk ikatan bersama dan ditentukan oleh kekuatan ikatan antara molekul cairan itu.
Seorang agen pembasahan membentang obligasi ini dan mengurangi kecenderungan
molekul untuk mengadakan bersama-sama, yang memungkinkan cairan lebih mudah
menyebar di setiap permukaan padat.
Seorang agen pembasahan juga bisa dikenal sebagai surfaktan, yang
merupakan jenis bahan kimia yang mengubah sifat cairan, karena menyebabkan
perubahan pada tegangan permukaan cairan. Surfaktan juga dapat berisi dispersan,
yang merupakan bahan kimia yang memisahkan minyak dan air, dan emulsifier, yang
menggabungkan cairan berminyak dengan air. agen pembasah dapat terdiri berbagai
bahan kimia, yang semuanya memiliki efek menurunkan ketegangan
Zat pembasah (wetting agent) yang sering digunakan dalam pembuatan
suspensi adalah air, alkohol, gliserin. Fungsinya adalah untuk menurunkan tegangan
permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan dispersi bahan yang
tidak larut. Misalnya gliserin, propilenglikol, polietilenglikol, dan lain-lain.
3. Bahan penambah rasa
Untuk memperbaiki rasa pada suspensi biasanya di tambahkan zat perasa. Ada
empat rasa sensasi dasar yaitu: asin, pahit, manis dan asam. Suatu kombinasi zat
pemberi rasa biasanya diperlukan untuk menutupi sensasi rasa ini secara efektif.
Menthol kloroform dan berbagai garam sering kali digunakan sebagai zat pembantu
pemberi rasa.
Ada tiga tipe penambahan rasa yaitu:
a. Zat pemanis, contohnya: sorbitol, saccharin dan invert syrup.
b. Syrup Berasa, contohnya: blackcurant, rassberry dan chery.
c. Minyak Beraroma / Aromatic Oils, contohnya: anisi, cinnamon lemon dan
pepermint.
d. Penambahan Rasa Sintetik, contohnya: kloroform, vanillin, benzaldehid, dan
berbagai senyawa organik lain (alkohol, aldehid, ester dan keton).
4. Bahan Penambah Warna
Ada beberapa alasan mengapa formulasi perlu ditambahkan zat pewarna yaitu
menutupi penampilan yang tidak enak dan untuk menambah daya tarik pasien. Zat
pewarna harus aman, tidak berbahaya dan tidak memiliki efek farmakologi. Selain itu
tidak bereaksi dengan zat aktif dan dapat larut baik dalam sediaan. Pemilihan warna
biasanya dibuat konsisten dengan rasa misalnya merah untuk strawbery dan warna
kuning untuk rasa jeruk. Beberapa contoh yang bisa digunakan yaitu Tartazin
(kuning), amaranth (merah), dan patent blue V (biru). Clorofil (hijau).
5. Bahan penambah bau
Tujuan penambahan bau adalah untuk dapat menutupi bau yang tidak enak
yang ditimbulkan oleh zat aktif atau obat. Bau sangat mempengauhi rasa dari suatu
preparat pada bahan makan. Dapat digunakan penambah bau berupa essense dari
buah-buahan yang disesuaikan dengan rasa dan warna sediaan yang akan dibuat.
6. Bahan Pengawet
Pengawet, sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung bahan
alam, atau bila mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh
mikroba). Selain itu, pengawet diperlukan juga bila sediaan dipergunakan untuk
pemakaian berulang. Pengawet yang sering digunakan adalah metil atau propil
paraben, asam benzoat, chlorbutanol, dan senyawa ammonium.
7. Acidifier
Acidifier fungsinya untuk mengatur pH, meningkatkan kestabilan suspensi,
memperbesar potensial pengawet, dan meningkatkan kelarutan. Misalnya asam sitrat.
8. Bahan Pembawa
Zat pembawa yang bisa digunakan dalam pembuatan suspensi oral adalah air
murni.
2.5 Praformulasi
Praformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan sediaan farmasi yang
berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat mempengaruhi
penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.
2.5.1 Persyaratan Mutu
Persyaratan mutu yang harus dimiliki oleh bahan-bahan dalam sediaan suspensi
adalah sebagai berikut:
a. Dapat diterima
Dapat diterima artinya mempunyai estetika, penampilan, bentuk yang baik
serta menarik sehigga menciptakan rasa nyaman pada saat pengunaan
b. Aman
Aman artinya sediaan yang kita buat harus aman secara fisiologis maupun
psikologis, dan dapat meminimalisir suatu efek samping sehingga tidak lebih toksik
dari bahan aktif yang belum diformulasi.
c. Efektif
Efektif artinya sebagai dalam jumlah kecil mempunyai efek yang optimal.
Jumlah atau dosis pemakaian sekali pakai sehari selama pengobatan (1 kurun waktu)
harus mampu mencapai reseptor dan memiliki efek yang dikehendaki. Sediaan yang
efektif adalah sediaan bila digunakan menurut aturan pakai yang disarankan akan
menghasilkan efek farmakologi yang optimal untuk tiap-tiap bentuk sediaan dengan
efek samping yang minimal.
d. Stabilitas fisika
Stabilitas fisika adalah sifat-sifat fisika organoleptis, keseragaman, kelarutan,
dan viskositas tidak berubah.
e. Stabilitas kimia
Stabilitas kimia adalah secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan
perubahan warna, pH, dan bentuk sediaan.
f. Stabilitas mikrobiologi
Stabilitas mikroba berarti tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme
selama waktu edar.
g. Stabilitas farmakologi
Stabilitas farmakologi berarti selama penyimpanan dan pemakaian efek
terapeutiknya harus tetap sama.
h. Stabilitas toksikologi
Stabilitas toksikologi berarti pada penyimpanan dan pemakaian tidak boleh
ada kenaikan toksisitas.
2.4.3 Karateristik Bahan Zat Aktif Obat
2.4.3.1 Aluminium Hidroksida
Berat molekul : 78
Titik lebur : 300o C
Rumus molekul : Al(OH)3
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalm etanol, larut dalam
asam mineral encer dan larutan alkali hidroksida
Organoleptis : Serbuk amorf, putih, tidak berbau, tidak berasa
Kadar : Mengandung aluminium hidroksida setara dengan tidak
kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% Al(OH)3 dari
jumlah yang tertera pada etiket.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya
matahari
Khasiat : Mengatasi gejala dyspepsia
Alasan pemilihan
bahan
: Alasan memilih bahan aktif Aluminium Hidroksida
adalah karena Aluminium Hidroksida memiliki kelarutan
yang tidak larut dalam air dan etanol, hal ini akan sangat
membantu dalam pembuatan suspensi yang memang zat
aktif tidak boleh larut dalam air.
2.4.3.2 Magnesium Hidroksida
Berat molekul : 58,32
Titik lebur : 800o C
Rumus molekul : Mg ( OH)2
Kelarutan : Pratis tidak larut dalam air dan dalam etanol,larut dalam
asam encer
Organoleptis : Serbuk,putih, ruah
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya
matahari
Khasiat : Mengatasi gejala dyspepsia
Alasan : Bahan aktif ini dipilih karena magnesium relatif tidak
larut air sehingga bekerja lebih lama bila berada dalam
lambung dan sebagian besar tujuan pemberian efek
terapi dapat tercapai.
Alasan lain memilih bahan aktif Magnesium Hidroksida
adalah karena Magnesium Hidroksida memiliki
kelarutan yang tidak larut dalam air dan etanol, hal ini
akan sangat membantu dalam pembuatan suspensi yang
memang zat aktif tidak boleh larut dalam air.
2.4.4 Pemilihan Bahan Tambahan
Untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan, maka diperlukan bahan-bahan tambahan , diantaranya
adalah suspending agent, wetting agent, pengawet, pemanis, flavoring agen, dll.
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan suspensi antasida antara
lain :
2.4.4.1 CMC Na (Carboxy Methyl Cellulose Sodium)
a. Alasan pemiliahan : CMC tidak memiliki efek teraupetik dan tidak
berbahaya. Selain itu, CMC juga berfungsi sebagai coating agent. Dalam
sediaan ini CMC digunakan sebagai suspending agent
b. Fungsi : Sebagai suspending agent
c. Pemerian : Serbuk granular, tidak berbau, warna putih
d. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter, dan toluen. Mudah
terdispersi dalam air pada semua temperatur.
e. Dalam larutan air stabil pada pH 7-9
f. Persyaratan penggunaan CMC Na 0,25-1%
2.4.4.2 Nipagin (Methyl Paraben)
a. Alasan pemilihan : Karena efektif mencegah jamur dan bakteri,
toksisitasnya kecil, dikombinasikan dengan nipasol untuk menambah
kelarutan nipasol dalam air.
b. Pemerian : kristal tidak berwarna atau serbuk kristalin, berwarna putih,
tidak berbau, berbau lemah, rasa sedikit membakar.
c. Kelarutan : Larut dalam 500 bagaian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%)Pndan dalam larutan alkili hidroksida
d. Dosis : Larutan oral dan suspensi 0,015-2%
2.4.4.3 Nipasol ( Propyl Paraben)
a. Alasan pemilihan : merupakan pengawet yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba karena sediaan dalam air sangat baik untuk
pertumbuhan mikroba.Nipasol aktif dalam pH yang luas (4-8) sehingga
efektif untuk antasida.
b. Pemerian : putih, kristal, serbuk tidak berasa dan berwarna
c. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dan
dalam eter, sukar larut dalam ait mendidih.
2.4.4.4 Gliserin
a. Alasan pemilihan : Karena gliserin dapat digunakan sebagi zat pembasah
yang dapat mendesak lapisan udara yang ada di permukaan partikel dan
melapisi bahan obat sehingga menyebabkan sudut kontak turun.
b. Pemerian : Cairan jernig seperti sirup, tidak berbau, rasa manis, hanya
boleh berbau khas lemah, higroskopis, netral terhadap lakmus.
c. Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidal larut
dalam kloroform, dalam eter.
2.4.4.5 Sorbitol
a. Alasan pemilihan : diberikan sebagai pemanis sediaan dan dapat pula
digunakan sebagai zat pembasah agar bahan obat mudah didispersikan
dalam air karena sifat sorbitol yang mudah larut air.Sorbitol stabil pada
pH 4,5-7
b. Pemerian : granul atau lempengan, higroskopis, warna putih, rasa manis
c. Kelarutan ; Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam
metanol dan asam asetat.
2.4.4.6 Oleum Menthae Pip.
a. Alasan pemilihan ; berguna sebagai corigen odoris, dipilih karena dapat
menutupi rasa pahit dari bahan obat dan juga lebih disukai orang dewasa
karena ada sensasi dingin.
b. Pemerian : Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas kuat
menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup melalui mulut.
c. Kelarutan : Dalam etanol 70% satu bagian dilarutkan dalam 3 bagian
volume etanol 70%
2.5 Tinjauan Produksi2.5.1 Definisi Produksi
Produksi adalah proses dan metode yang digunakan dalam transformasi yang
nyata input ( bahan baku , setengah jadi barang , atau sub assemblies ) dan tidak
berwujud masukan ( ide ,informasi , tahu bagaimana ) menjadi barang atau jasa,
merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda
atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.
Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan
produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan
mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat
tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.
2.5.2 Tujuan Produksi
Tujuan dilakukannya produksi adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan pasien
Adanya produksi sediaan farmasi tentu untuk menjawab kebutuhan
masyarakat mengenai obat-obatan. Tanpa adanya minat dan permintaan
dari masyarakat, tentu saja produksi sediaan farmasi tidak akan dilakukan.
b. Aplikasi gagasan baru
Dengan adanya produksi diharapkan bahwa akan muncul pengaplikasian
dari gagasan-gagasan yang ada. Dengan dilakukannya produksi maka akan
terlihat pengaplikasiaan dari suatu formula dan akan menambah beraneka
ragam alternative pilihan masyarakat terhadap sediaan farmasi.
c. Upgrade sediaan
Dengan adanya produksi, tentu akan ada pengembangan-pengembangan
baru terhadap sediaan farmasi. Setiap diadakan produksi pasti juga akan
dibarengi dengan praformulasi baru atau membuat pembaharuan terhadap
sediaan yang sudah ada.
d. Upgrade teknologi farmasi
Saat melakukan produksi tentu saja kita membutuhkan alat untuk
mempermudah kita melakukan proses produksi. Dengan adanya produksi,
maka kita akan lebih tau tentang perkembangan teknologi farmasi.
e. Sarana evaluasi langsung
Sarana evaluasi langsung maksudnya, kita dapat langsung menguji atau
mengevaluasi sediaan kita. Dengan adanya produksi kita bisa langsung
mengetahui bentuk jadi sediaan kita, setelah proses produksi selesai kita
bisa langsung mengevaluasi sediaan yang kita buat secara real atau
langsung, bukan hanya secara teori ataupun perkiraan. Dengan demikian,
jika kita melakukan kesalahan atau ada kekurangan pada sediaan kita, bisa
kita pahami letak kesalahannya dan bisa melakukan perbaikan di lain
waktu.
2.5.3 Komponen Produksi
2.5.3.1 Ruang Produksi
Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai
tempat dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi berbagai
macam kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan spesifikasi
khusus.
Ruang produksi untuk pembuatan sediaan farmasi memiliki beberapa
karakteristik yaitu sebagai berikut:
a. Kontruksi bangunan tahan terencana
Maksudnya adalah sejak awal sudah ditentukan konsep awal untuk pembuatan
bangunan yang akan digunakan untuk pembuatan sediaan farmasi. Kontruksi
untuk bangunan ini harus bisa tahan gempa dan ditempatkan ditempat yang
aman, sehingga tidak akan mengganggu produksi. Jadi kontruksi bangunan
harus di rencanakan sejak awal secara matang dan juga terencana sehingga
tidak akan mengganggu proses produksi kelak.
b. Mendukung alur produksi one way
Maksud dari alur one way adalah ruang produksi harus memiliki alur produksi
secara berurutan tanpa ada pemutaran kembali sediaan ke tahap awal.
Misalnya dalam ruang produksi pencampuran bahan dilakukan dari sebelah
barat ke sebelah timur ruangan, ruangan harus memiliki tempat yang cukup
mulai dari pencampuran bahan disebelah barat kemudian berurutan hingga
proses akhir produksi berada di paling timur ruangan.
c. Terdapat pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas
Pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas sangat penting untuk ruangan
produksi. Hal ini dikarenakan untuk menghindari tumbuhnya mikroorganisme
dalam ruangan tersebut. Selain itu juga ada sediaan yang dalam proses
produksinya harus dalam suhu dan tekanan tertentu. Jadi memang penting jika
ruang produksi memiliki pengatur suhu, cahaya, tekanan dan higienitas.
d. Ruang tidak bersudut
Ruang yang tidak bersudut akan lebih mudah dibersihkan sehingga tidak akan
ada debu, kotoran atau mikroorganisme yang akan bersarang disana. Dengan
tidak adanya debu, kotoran dan mikroorganisme maka proses produksi akan
lebih higienis.
e. Berlapiskan epoksi
Pori-pori dinding adalah tempat yang biasanya terdapat banyak bakteri atu
mikroorganisme. Epoksi adalah sejenis cat yang digunakan untuk menutupi
pori-pori permukaan dinding. Dengan memberikan epoksi pada dinding,
berarti tidak akan ada pori-pori di lubang tembok dan tidak ada tempat lagi
untuk bakteri atau mikroorganisme.
f. Terdapat interlock door
Maksud dari interlock door adalah jika pintu masuk dibuka, maka pintu keluar
akan terkunci secara otomatis sehingga tidak bisa dibuka. Hal ini dilakukan
agar sirkulasi udara dalam ruangan dapat terjaga sehingga tidak mudah
terkontaminasi oleh bakteri yang terbawa dari luar.
2.5.3.1.1 Penggolongan Ruang Produksi
Macam-macam ruang produksi yang biasa digunakan untuk membuat
sediaan farmasi adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan Kelas
1. Ruang kelas I
Biasanya ruangan digunakan untuk pembuatan sediaan steril yang
memiliki tingkatan kelas tertinggi. Terdapat empat ruang filter yaitu
prefilter, medium filter, hipofilter dan LAF.
2. Ruang kelas II
Biasanya ruangan digunakan untuk penyiapan peralatan yang akan
digunakan di ruang kelas I.
3. Ruang kelas III
Biasanya ruangan digunakan untuk pembuatan sediaan semi solid yang
mudah terkontaminasi dengan bakteri atau mikroorganisme.
4. Ruang kelas IV
Biasanya ruangan yang digunakan untuk pembuatan sediaan serbuk
dan kapsul.
b. Berdasarkan Label Warna
1. Ruang kelas White
Ruangan kelas White biasanya diberikan untuk ruang kelas I.
2. Ruang Kelas Grey
Ruangan kelas Grey biasanya diberikan untuk ruang kelas II dan III.
3. Ruangan kelas Black
Ruangan kelas Black biasanya diberikan untuk ruang kelas IV.
c. Berdasarkan Nomor Area
1. Ruang kelas 100
Ruang kelas 100 diartikan bahwa hanya boleh ada 100
mikroorganisme non patogen dan 10 mikroorganisme patogen dalam
ruangan itu. Biasanya ruang kelas 100 diberikan untuk ruang kelas I.
2. Ruang kelas 1.000
Ruang kelas 1.000 diartikan bahwa hanya boleh ada 1.000
mikroorganisme non patogen dan 100 mikroorganisme patogen dalam
ruangan itu. Biasanya ruang kelas 1.000 diberikan untuk ruang kelas
II.
3. Ruang kelas 10.000
Ruang kelas 10.000 diartikan bahwa hanya boleh ada 10.000
mikroorganisme non patogen dan 1.000 mikroorganisme patogen
dalam ruangan itu. Biasanya ruangan kelas 10.000 diberikan untuk
kelas III.
4. Ruang kelas 100.000
Ruang kelas 100.000 diartikan bahwa hanya ada boleh 10.000
mikroorganisme non patogen dan lebih dari 100.000 mikroorganisme
patogen dalam ruangan itu. Biasanya ruangan kelas 100.000 diberikan
untuk kelas IV.
2.5.3.2 Alat Produksi
Alat produksi adalah seperangkat instrument yang digunakan untuk
membuat, mengolah ataupun memodifikasi suatu bahan awal menjadi sediaan ruahan
maupun sediaan jadi dengan fungsi dan standar tertentu.
Alat produksi memiliki beberapa spesifikasi yaitu sebagai berikut:
a. Inert atau netral
Maksuda dari inert dan netral adalah alat produksi yang digunakan tidak
memengaruhi sediaan. Misalnya alat produksi yang berasal dari plastik
yang dapat melepaskan zat-zat berbahaya penyusun plastik yang dapat
bereaksi dengan sediaan yang kita buat. Hal-hal seperti iniharus dihindari
agar kualitas sediaan yang diproduksi tetap terjaga dengan baik.
b. Fungsi tetap (stabil)
Alat denga fungsi tetap (stabil) adalah alat produksi yang walaupun
digunakan sampai 3 tahun tidak akan berubah atau berkurang dalam segi
fungsi. Misalnya alat pencetak tablet yang mampu mencetak 2000 tablet
perhari, akan tetap mampu mencetak 2000 tablet perhari dalam kurun
waktu 3 tahun yang akan datang.
c. Mudah dalam pengoperasian
Tujuan utama dari penggunaan alat-alat produksi adalah memudahkan
kita dalam pembuatan suatu sediaan. Alat yang digunakan pun harus
mudah dalam pengoperasiaan karena bukan hanya satu atau dua orang
yang akan menggunakannya melainkan beberapa orang dengan
kemampuan yang berbeda-beda. Sehingga untuk pengoperasiaanya alat
produksi diusahan semudah mungkin.
d. Terstandar dan terkalibrasi (menyertakan fungsi sesuai dengan bahan
baku)
Alat produksi yang digunakan untuk memproduksi sediaan farmasi
haruslah sesuai dengan standar yang sudah ditentukan karena obat
nantinya akan bereaksi dalam tubuh. Jika dalam proses pembuatannya
tidak menggunakan alat yang terstandar maka akan menurunkan kualitas
dari obat yang akan dihasilkan pula.
e. Maintenence (perawatan)
Alat produksi harus memiliki panduan perawatan karena perawatan
adalah hal yang sangat penting. Ketahanan suatu alat juga bergantung
dari cara perawatan alat itu sendiri, sehingga alat produksi pun harus
dirawat dengan baik agar fungsinya tetap terjaga.
2.5.3.2.1 Penggolongan Alat Produksi
Alat produksi juga memiliki macam-macam pengelompokan. Macam-
macam alat produksi yaitu sebagai berikut:
a. Berdasarkan Kinerja Alat
1. Alat manual
Alat manual yang digunakan untuk memroduksi sediaan farmasi dalam
skala kecil misalnya adalah mortir. Namun alat manual jarang digunakan
dalam produksi sediaan farmasi dalam skala industri. Mungkin alat
manual hanya digunakan untuk melakukan uji-uji pada sediaan.
2. Alat otomatis
Alat otomatis yang digunakan untuk memproduksi sediaan farmasi
dalam skala industri.
b. Berdasarkan Ukuran alat
1. Alat ringan
Alat ringan yang digunakan untuk memroduksi sediaan farmasi dalam
skala kecil, misalnya labu ukur. Namun alat ringan jarang digunakan
dalam produksi sediaan farmasi dalam skala industri. Mungkin alat
ringan hanya digunakan untuk melakukan uji-uji pada sediaan.
2. Alat berat
Alat berat yang digunakan untuk memroduksi sediaan farmasi dalam
skala industri seperti mixer untuk mencampurkan bahan.
c. Berdasarkan Bahan
1. Alat kaca
Alat yang terbuat dari kaca seperti labu ukur, tabung reaaksi dan pipet
tetes.
2. Alat logam
Alat yang terbuat dari logam seperti timbangan dan anak timbang.
3. Alat porselin
Alat yang terbuat dari poeselin misalnya adalah cawan porselin.
2.5.3.3 Personal Produksi
Personal produksi adalah praktisi produksi yang mengerjakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan proses produksi baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan tujuan akhir membuat suatu sediaan farmasi yang terstandar.
Karena tanggung jawab seorang praktisi, maka seorang praktisi harus memiliki
persyaratan sebagai berikut:
a. Sehat jasmani dan rohani
Seorang praktisi haruslah sehat secara jasmani dan rohani, hal ini karena
kebersihan dan kehigienisan ruangan saja sangat dijaga, apalagi untuk personal yang
akan terjun langsung dalm pembuatan sediaan. Jika personal tidak memiliki
kesehatan jasmani maupun rohani itu justru akan membahayakan orang lain baik
dalam lingkup industri maupun masyarakat.
b. Lebih diutamakan pria
Untuk praktisi dibidang farmasi, lebih diutamakan pria karena mayoritas
wanita memakai berbagai macam kosmetik. Pemakaian kosmetik seperti bedak di
wajah, tentu saja akan memengaruhi kualitas obat karena bedak juga mengandung
zat-zat kimia yang mampu bereaksi dengan bahan yang digunakan untuk pembuatan
obat. Sehingga lebih di utamakan pria sebagai seorang praktisi personal produksi.
c. Kompeten (menguasai ilmu)
Karena proses produksi sangat menentukan hasil ari sediaan yang akan
dihasilkan, maka praktisi atau personal produksi pun harus berkompeten. Jika
personal produksi tidak memiliki kompetensi yang baik, tentu saja akan
membahayakan masyarakat dan juga akan menyebabkan banyak kerugian.
d. Menggunakan alat pelindung diri
Dalam proses produksi, tentu kita akan berhadapan dengan berbagai
bahan-bahan berbahaya dan terkena resiko kecelakaan kerja. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja, tentu kita harus menggunakan alat pelindung diri
sehingga resiko untuk terkena bahan kimia atau kecelakaan kerja bisa dinetralisir.
e. Menguasai Grade Laboratori Practice (GLP), Grade Manufactoring
Practice (GMP) dan Grade Selling Practice (GSP)
Seorang personal produksi bukan hanya harus menguasai satu bidang,
namun juga semua bidang produksi. Untuk standar industri, minimal personal
produksi memiliki 2 keterampilan yaitu GLP dan GMP. Hal ini difungsikan agar
personal produksi mampu mengkondisionalkan diri saat mereka berada di
laboratorium maupun mengawasi secara langsung proses produksi.
f. Memiliki sikap yang baik
Sikap merupakan hal yang tidak boleh disepelekan oleh setiap personal
produksi. Rasa tanggung jawab dan disiplin tinggi harus dimiliki oleh personal
produksi. Hal ini dikarenakan mereka memiliki tanggung jawab yang besar atas hasil
dari produksi.
2.5.3.4 Metode Produksi
Metode produksi adalah serangkaian tahap dan alur kerja pembuatan sediaan
mulai dari bahan awal untuk diolah menjadi sediaan ruahan maupun sediaan
jadi dengan mengacu pada proses evaluasi setiap tahap produksi.
Metode produksi yang biasa digunakna dalam pembuatan sediaan suspensi
adalah sebagai berikut:
2.5.3.4.1 Metode Dispersi
Metode dispersi adalah metode pembuatan suspensi dengan cara
menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah terbentuk kemudian
baru diencerkan. Perlu diketahui, bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat
mendispersikan serbuk dalam mucilago, hal ini terjadi karena adanya udara, lemak,
atau kontaminan pada serbuk bahan obat. Mudah atau sukarnya serbuk terbasahi
tergantung dari besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Bila
sudut kontak ± 90o serbuk akan mengambang diatas zat cair. Serbuk yang demikian
disebut sebagai serbuk yang memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan
antara partikel zat padat dengan zat cair tersebut, perlu ditambahkannya zat
pembasah atau welling agent.
2.5.3.4.2 Metode Praesipitasi
Metode praesipitasi adalah pembuatan suspensi dengan pelarut organik
dilakukan dengan zat yang tidak larut dalam air,dilarutkan dulu dalam pelarut organik
yang dapat dicampur dengan air, lalu ditambahkan air suling dengan kondisi tertentu.
Pelarut organik yang digunakan adalah etanol, methanol, propilenglikol dan gliserin.
Yang perlu diperhatikan dengan metode ini adalah control ukuran partikel, yaitu
terjadinya bentuk polimorf atau hidrat dari Kristal.
2.6 Evaluasi Sediaan
Evaluasi adalah tahapan akhir produksi di mana menekankan pada kegiatan
pemastian dan pemeriksaan sediaan telah sesuai dengan spesifikasi mutu
standar sediaan baik secara nasional maupun internasional.
2.6.1 Tujuan Evaluasi
Tujuan dilakukannya evaluasi pada sediaan adalah sebagai berikut:
a. Pemastian mutu sediaan
Evaluasi bertujuan untuk memastikan mutu dari sediaan yang diproduksi,
baik itu dimulai dari pemilihan bahan sampai dengan hasil jadi sediaan tersebut.
Dengan melakukan evaluasi kita dapat mengetahui kualitas mutu dari sediaan yang
kita buat. Jika kita memiliki sediaan yang memiliki kualitas baik, maka kita
kemungkinan besar sediaan kita akan diterima dengan baik dipasaran.
b. Estimasi efek terapi bisa diketahui
Dengan melakukan evaluasi, biasanya ddengan melakukan evaluasi
sediaan yang sudah diprosuksi, kita akan mengetahui seberapa besar efek terapi yang
akan dihasilkan oleh sediaan kita terhadap tubuh pasien. Kita akan mengetahui bahwa
sediaan kita sudah memenuhi dosis yang tepat atau belum. Jika kita tidak melakukan
evaluasi terhadap sediaan, dikhawatirkan obat akan memberikan efek samping yang
berbahaya akibat ketidaktahuan akan efek terapi yang diberikan.
c. Dasar tindakan reformulasi
Dengan dilakukan evaluasi, kita akn mengetahui kekurangan-kekurangan
sediaan yang kita buat. Sehingga kita akan bisa melakuka reformulasi untuk
memperbaiki sediaan kita. Jika kita tidak melakukan evaluasi, kita tidak akan tahu
letak kesalahan kita dan kita tidak tahu solusi untuk memperbaiki sediaan kita.
d. Dasar pengembangan produk
Bukan hanya kekrangan yang akan kita ketahui saat melakukan evaluasi,
kelebihan dari suatu sediaan pun akan kita ketahui. Dengan mengetahui kelebihan
dari sediaan kita, misalnya saat pemilihan bahan, kita bisa mengaplikasikan kelebihan
itu kepada sediaan lainnya, sehingga kita dapat melakukan pengembangan produk
farmasi menjadi lebih baik lagi.
2.6.2 Penggolongan Evaluasi
2.6.2.1 Berdasarkan tahapan produksi
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan tahapan produksi adalah evaluasi
yang menekankan pada tahapan atau proses yang dilakukan sebelum produksi, saat
produksi dan setelah produksi.
a. Pre produksi
Evaluasi pada tahap pre produksi adalah evaluasi yang dilakukan pada bahan
yang akan dibuat. Biasanya meliputi identifikasi bahan, interaksi bahan terhadapa
bahan lain dan stabilitas fisik dari bahan. Misalnya pada tahap praformulasi terdapat
kendala-kendala untuk pemilihan bahan sehingga kita harus mengevaluasi
karakteristik bahan.
b. In Process Control
Evaluasi pada saat proses produksi adalah evaluasi yang lebih menekankan
pada saat pembuatan sediaan. Jadi kita mengevaluasi dari cara-cara atau prosedur saat
melakukan produksi. Misalnya keakuratan penimbangan bahan dan kinerja alat
produksi.
c. Post produksi
Evaluasi ini adalah evaluasi yang menekankan evaluasi pada sediaan yang
sudah jadi. Misalnya pada uji organolepttis, keseragaman bobot dan kekentalan.
2.6.2.2 Berdasarkan objek sediaan
Berdasarkan pada objek sediaan, maka evaluasi dibagi menjadi tiga yaitu
sebagai berikut:
a. Bahan awal
Evaluasi yang dilakukan pada bahan awal adalah evaluasi yang
menekankan pada objek bahan yang digunakan, mulai dari karakteristik bahan sampai
dengan tingkat kelarutan dan titik didih bahan yang akan digunakan. Hal ini untuk
mencegah adanya bahan yang rusak karena memiliki karakteristik yang tidak sesuai
dengan sediaan yang akan dibuat.
b. Ruahan
Evaluasi pada objek sediaan ruahan adalah evaluasi bahan saat sedang
dibuat menjadi bentuk sediaan setengah jadi. Untuk sediaan suspensi, evaluasi pada
tahap ruahan atau sediaan setengah jadi adalah saat bahan-bahan obat bercampur
membentuk mucilago. Saat dalam fase mucilago inilah dilakukan evaluasi terhadap
kesesuaian terhadap syarat-syarat mucilago yang baik.
c. Sediaan jadi
Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi yang ditekankan pada bentuk
sediaan jadinya, seperti pada suspensi evaluasi sediaan jadi yang dilakukan adalah
homogenitas, viskositas dan juga kecepatan terdispersi kembali.
2.6.2.3 Berdasarkan tujuan evaluasi
Berdasarkan tujuan evaluasinya, evaluasi dibagi menjadi 4 yaitu sebagai
berikut:
a. Efektivitas
Evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas adalah evaluasi
yang dilakukan dengan berfokus pada efektivitas atau kemampuan obat untuk
memberikan efek terapi terhadap tubuh.
b. Mutu fisik
Mutu fisik menjadi penggolongan evaluasi karena dalam evaluasi mutu
fisik kita bisa mengetahui kualitas sediaan kita secara langsung, mulai dari
homogenitas sampai kekentalan sediaan.
c. Sterilitas
Evaluasi terhadap sterilitas berguna untuk mengetahui tingkat sterilitas
sediaan yang sudah dibuat. Hal ini untuk mengetahui sampai berapa lama obat
mampu bertahan tanpa ditumbuhi oleh mikroorganisme.
d. Kimia
Evaluasi kimia meliputi interaksi antara satu bahan dengan bahan.
Dengan melakukan evaluasi kimia, kita dapat mengertahui rencana kerja obat dalam
tubuh manusia nantinya. Dengan mengetahui evaluasi ini juga kita bisa menghindari
reaksi-reaksi kimia antara obat satu dengan obat yang lain.
2.6.3 Evaluasi untuk Sediaan Suspensi
2.6.3.1 Uji Sedimentasi
Pada uji ini dilakukan pengukuran volume sedimentasi dengan mengambil
beberapa ml suspensi yang kemudian dimasukkan dalam gelas ukur 50 mL
kemudian didiamkan selama 2 hari. Setelah 2 hari apabila suspensi tidak
menunjukkan adanya endapan. Ini berarti suspensi di buat stabil dan
termasuk suspensi yang baik. Suspensi ini tergolong dalam suspensi
terdeflokulasi.
2.6.3.2 Uji Waktu Redispersi
Pada uji ini dilakukan penghitungan waktu terhadap terdispersinya zat-zat
penyusun suspensi. Pengujian waktu redispersi ini tidak membutuhkan
waktu selama uji sedimentasi. Hanya menunggu zat mengendap lalu
suspensi dikocok lagi hingga semua zat terdispersi lagi dan dihitung waktu
terdispersinya.
2.6.3.3 Uji Viskositas Broxfield
Uji viskositas ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan dari sediaan
suspensi antasida. Kekentalan atau viskositas sediaan termasuk salah satu hal
yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan. Uji viskositas dilakukan
dengan viskometer.
2.6.3.4 Uji pH
Untuk uji pH ambil beberapa ml sediaan suspensi yang sudah jadi masukkan
dalam beaker glass kemudian tes pH sediaan dengan pH meter. Jika pH
terlalu asam maka tambahkan basa hingga pH yang diinginkan dan jika pH
terlalu basa tambahkan asam hingga pH yang diinginkan. pH standar
suspensi adalah antara 5-7.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Formula
Aluminium Hidroksida 500 mg
Magnesium Hidroksida 500 mg
Gliserin 20%
CMC Na 1%
Nipagin 0,1 %
Nipasol 0,02%
Ol. Menthae pip. 3 tetes
Aquades ad 60 ml
3.2 Perhitungan Dosis efektif
Diketahui: t1/2 = 2 jam
Do = 1000 mg
Ditanya: Def = ?
Jawab :
Dosis efektif = (DO x12 )1/2
t 1/2
100
x 100%
= (5 00 x12 ) 1
2
2
100
x 100%
= 25 0 x
14
100 x 100%
= 62,5 %
Rentang 50% < x < 100%
Karena dosis efektif yang dimiliki adalah 62,5% maka dosis obat memenuhi
dosis efektif. Sehingga obat diperkirakan mampu memberikn efek terapi yang
baik tanpa menimbulkan efek samping.
3.3 Perhitungan Bahan
Perhitungan untuk bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
a. Aluminium Hidroksida
Aluminium hidroksida = 500mg
b. Magnesium Hidroksida
Magnesium Hidroksida = 500mg
c. Gliserin
Karena gliserin berbentuk cair, maka perhitungan bahannya adalah sebagai
berikut:
20100
x60 ml = 12 ml
d. CMC Na
1100
= x60
10100
x60 ml = 6 ml
60 = 100 x
X = 0,6 gram
e. Nipagin
0,1100
= x60
6 = 100 x
X = 0,006 gram
f. Nipasol
0,02100
= x60
1,2 = 100 x
X = 0,012 gram
3.4 Perincian alat dan bahan
3.4.1 Alat yang digunakan
a. Beaker glass b. Mortir dan stamper
c. Cawan porselen
d. Gelas arloji
e. Pipet tetes
f. Gelas ukur
g. Sendok tanduk
h. Penangas air
i. Timbangan analitik
j. Batang pengaduk
k. Botol
3.4.2 Bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
a. Antasida
b. Aquades
c. CMC Na
d. Gliserin
e. Nipagin
f. Nipasol
g. Ol. Menthae pip
3.5 Prosedur Pembuatan
a. Siapkan alat dan bahan kemudian kalibrasi botol
b. Timbang Mg(OH)2 2400 mg, masukkan kedalam mortir
c. Timbang Al(OH)3 2700 mg, tambahkan kedalam mortir, gerus ad homogeni
d. Timbang gliserin15,144 g ambil setengah bagian kemudian masukkan
kedalam mortir, aduk ad homogen
e. Timbang Nipagin 81,12 mg gerus dalam mortir yang berbeda, lalu sisihkan
f. Timbang Nipasol 15,5 mg tambahkan kedalam mortir gerus ad homogen
g. Larutkan dengan sisa gliserin, aduk ad homogen
h. Tambahkan CMC Na gerus ad homogen
i. Masukkan kedalam botol 60 ml dan tambahkan 2 tetes ol.menthae pip
3.6 Prosedur Kerja Evaluasi
3.6.1 Uji Organoleptis
Adapun prosedur uji organoleptis dari sediaan suspensi dengan zat aktif
Antasida adalah sebagai berikut:
1. Masukkan sediaan suspensi yang sudah jadi kedalam beker glass.
2. Amati warna, kekentalan dan endapan zat.
3. Ambil satu sendok sediaan suspensi kemudian cium aroma dan juga cicipi
sedikit untuk mengetahui rasa dari sediaan tersebut.
4. Catat hasil sebagai data evaluasi.
3.6.2 Uji pH
Adapun prosedur uji pH dari sediaan suspensi dengan zat aktif Antasida
adalah sebagai berikut:
1. Masukkan sediaan suspensi yang sudah jadi kedalam beker glass.
2. Celupkan indikator pH kedalam suspensi.
3. Bandingkan warna yang terjadi dengan tabel perubahan warna.
4. Catat hasil sebagai data evaluasi.
3.6.3 Uji Viskositas Broxfield
Adapun prosedur uji viskositas Broxfield dari sediaan suspensi dengan zat
aktif Antasida adalah sebagai berikut:
1. Dipasang spindel pada gantungan spindel.
2. Diturunkan spindel sedimikian rupa sehingga batas tercelup kedalam
cairan suspensi.
3. Dipasang stop kontak.
4. Dinyalakan rotor sambil menekan tombol
5. Dibiarkan spindel berputar dan melihat jarum merah pada skala.
6. Dibaca angka yang ditujukan oleh jarum tersebut untuk mengukur
viskositasnya.
7. Catat hasil uji sebagai data evaluasi.
3.6.4 Uji Sedimentasi
Adapun prosedur uji sedimentasi adalah sebagai berikut:
1. Masukkan sediaan suspensi yang sudah jadi kedalam beker glass.
2. Biarkan dan amati pemisahannya dan pengendapannya dalam waktu yang
telah ditentukan (15 menit, 30 menit, 1 hari, 3 hari, 5 hari, 7 hari)
3. Amati, sediaan memisah atau tidak, jika tampak memisah maka bagian
yang bening diukur.
4. Catat volume zat yang tersedimentasi sebagai data evaluasi.
3.6.5 Uji Waktu Redispersi
Adapun prosedur uji waktu redispersi adalah sebagai berikut:
1. Masukkan sediaan suspensi yang sudah jadi kedalam botol kaca,
kemudian didiamkan sampai mengendap sempurna.
2. Setelah mengendap sempurna, botol kaca dikocok sampai tidak terdapat
sisa endapan pada dasar botol.
3. Catat waktu redispersi dari suspensi tersebut.
3.6.6 Uji Homogenitas
Adapun prosedur uji homogenitas untuk sediaan suspensi adalah sebagai
berikut:
1. Masukkan sediaan suspensi yang sudah jadi kedalam botol kaca.
2. Kocok botol kaca sampai semua zat terdispersi sempurna.
3. Amati jika ada zat yang tetap mengendap atau tidak terdispersi maupun
zat yang menempel di dinding-dinding botol.
4. Semakin sedikit zat yang menempel pada dinding-dinding botol, maka
homogenitas semakin rendah.