Upload
vonguyet
View
227
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan modal utama dalam kehidupan setiap orang,
dimanapun dan siapapun pasti membutukan badan yang sehat, baik jasmani
maupun rohani guna menopang aktifitas kehidupan sehari-hari. Begitu
pentingnya nilai kesehatan ini, sehingga seseorang yang menginginkan agar
dirinya tetap sehat harus melakukan berbagai macam cara untuk meningkatkan
derajat kesehatannya, seperti melakukan penerapan pola hidup sehat dan pola
makan yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari (Mubarak, 2009).
Seseorang yang hidup ditengah masyarakat sebagai warga masyarakat
luas tentu mempunyai keterbatasan dalam hal kemampuan ekonomi, keterbatasan
ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Oleh karena itu
tentu membutuhkan bantuan orang lain baik sesama masyarakat maupun
pemerintah terutama dalam hal penerapan pola hidup sehat dan pola makan yang
baik dan benar. Untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal tentu saja
kedua hal tersebut sangatlah penting bagi masyarakat, baik itu masyarakat
perkotaan maupun masyarakat pedesaan, namun dengan keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat maka kedua hal tersebut sulit untuk
diwujudkan oleh masyarakat itu sendiri.
Memasuki abad ke-21, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan
tantangan strategis yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan pembangunan
2
kesehatan. Pembaharuan kebijakan pembangunan telah dilakukan pada tahun
1999 dan berhasil merumuskan visi pembangunan kesehatan Indonesia yang baru
yaitu Indonesia Sehat 2010. Indonesia Sehat 2010 merupakan strategi/kebijakan
nasional yang berdasarkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui
terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah
Republik Indonesia (Depkes RI, 2002).
Berdasarkan Undang-Undang Repulik Indonesia No. 29 Tahun 2004
tetang praktek kedokteran yang berbunyi “bahwa pembangunan kesehatan
ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal sebagai salah satu unsur kesejahtraan umum sebagaimana dimaksud
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945. Pasal kedua undang-
undang tersebut disebutkan bahwa “kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh
masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas
dan terjangkau oleh masyarakat”, sebagai implementasi daripada Undang-Undang
3
tersebut diatas, pemerintah telah menetapkan matriks program pembangunan
tahun 2006 dimana didalamnya terdapat 10 program kegiatan pokok, dalam 10
program tersebut telah ditentukan sasaran dan instansi yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan program yakni 8 program dilaksanakan oleh Departemen
Kesehatan dimana salah satunya adalah program perbaikan gizi masyarakat dan 2
program dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Yudi Iswanto,
2008).
Khusus untuk program perbaikan gizi masyarakat secara umum ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan, kesadaran dan keinginan masyarakat dalam
mewujudkan kesehatan yang optimal khususnya pada bidang gizi, terutama bagi
golongan rawan dan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di desa
maupun di kota.
Kegiatan pokok Departemen Kesehatan dalam menginplementasikan
Perbaikan Gizi Masyarakat meliputi, peningkatan pendidikan gizi,
penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi besi, Gangguan
Akibat Kurang Yodium (GAKY), kurang Vitamin A, dan kekurangan zat gizi
lebih, peningkatan surveillance gizi, dan pemberdayaan masyarakat untuk
pencapaian keluarga sadar gizi (Perpres, 2007).
Adapun sasaran pokok program Perbaikan Gizi Masyarakat yakni :
Menurunnya Prevalensi kurang gizi pada balita, terlaksananya penanggulangan
Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi besi, Gangguan Akibat Kurang
4
Yodium (GAKY), kurang Vitamin A, gizi lebih, dan meningkatkan jumlah
keluarga yang sadar akan gizi (Depkes RI, 2004).
Dalam pelaksanaan kegiatan ini Departemen Kesehatan melakukan
beberapa kegiatan meliputi: Penimbangan bulanan anak balita dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), pendidikan gizi dan kesehatan bagi
ibu-ibu dari anak-anak balita tersebut pada saat ke posyiandu atau sebelum dan
sesudah dilakukannnya posyiandu, demonstrasi memasak makanan yang
memenuhi pensyaratan gizi yang baik atau anak balita, terutama yang menderita
gizi buruk, dan pemberian paket pertolongan gizi untuk mereka yang
memerlukan, yang terdiri dari pemberian vitamin A dosis tinggi kepada anak
balita, tablet besi, garam beryodium dan garam oralit (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan Kota Kendari menurut seluruh
data di Puskesmas, yakni distribusi masalah gizi masih menjadi masalah di Kota
Kendari untuk tahun 2008 masalah gizi buruk ditemukan sebanyak 123 penderita,
gizi kurang 514 penderita, gizi lebih 32 penderita, untuk ibu hamil dan ibu pada
masa nifasnya terdapat 157 kasus yang mengalami Kekurangan Energi Kalori
(KEK). Untuk tahun 2009 masalah gizi buruk sebanyak 142 penderita, masalah
gizi lebih berjumlah 40 penderita, gizi kurang sebanyak 535 penderita, untuk ibu
hamil dan ibu pada masa nifas yakni 163 kasus yang mengalami KEK (Dinkes,
2009).
Untuk mengetahui lebih jauh implementasi atau pelaksanaan program ini
dilapangan perlu adanya suatu penelitian yang akan mendiskripsikan sudah sejauh
5
mana program ini dilaksanakan?, bagaimana dengan dananya?, dan bagaimana
hasil yang sudah dicapai, dan semua itu memerlukan evaluasi kinerja dari pada
pelaksanaan program yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian diatas, sehingga saya merasa terinspirasi untuk
mengadakan penelitian dengan mengambil judul yakni “Evaluasi pelaksanaan
program perbaikan gizi masyarakat dalam mencapai Visi Misi Indonesia Sehat
2010 di Kota Kendari tahun 2010”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah
penelitian yakni : Bagaimanakah gambaran pelaksanaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat dalam mencapai Visi Misi Indonesia Sehat 2010 di Kota Kendari
tahun 2010?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat dalam mencapai Visi Misi Indonesia Sehat 2010 di Kota Kendari
tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Mengevaluasi pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat dengan
indikator pelaksanaan di nilai dari aspek input yang terdiri dari tenaga,
fasilitas dan dana.
6
b. Mengevaluasi pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat di nilai
dari aspek proses yakni perencanaan dan pelaksanaan program.
c. Mengevaluasi pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat di nilai
dari aspek output yang terdiri atas ketepatan sasaran dan tercapainya
cakupan program.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis adalah sebagai sumber informasi tentang pelaksanaan
program perbaikan gizi masyarakat dalam mencapai Visi Misi Indonesia
Sehat 2010 di Kota Kendari tahun 2010.
2. Manfaat ilmiah adalah sebagai bahan untuk menambah pengetahuan atau
dapat menjadi tambahan asupan ilmu tentang pelaksanaan program
perbaikan gizi masyarakat dalam mencapai Visi Misi Indonesia Sehat 2010
di Kota Kendari tahun 2010.
3. Manfaat bagi peneliti adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis mengenai pelaksanaan program perbaikan gizi
masyarakat dalam mencapai Visi Misi Indonesia Sehat 2010 di Kota Kendari
tahun 2010.
7
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Evaluasi
1. Ruang Lingkup Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran
dan pengembangan indikator; oleh karena itu dalam melakukan evaluasi
harus berpedoman pada ukuran-ukuran dan indikator yang telah disepakati
dan ditetapkan. Evaluasi juga merupakan suatu proses umpan balik atas
kinerja masa lalu yang berguna untuk meningkatkan produktivitas dimasa
datang, sebagai suatu proses yang berkelanjutan, evaluasi menyediakan
informasi mengenai kinerja dalam hubungannya terhadap tujuan dan
sasaran (Notoatmodjo, 2003).
Evaluasi adalah penilaian atas hasil (dalam hal pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang baru atau yang telah ditingkatkan) dan dampak
(pada pemecahan atau pengurangan masalah kesehatan dan pada keseatan
masyarakat yang lebih baik) pelatihan dan proses yang melahirkan hasil dan
dampak tersebut (Mc Mahon, 1999).
Evaluasi program merupakan evaluasi terhadap kinerja program,
sebagaimana diketahui bahwa program dapat didefinisikan sebagai
kumpulan kegiatan-kegiatan nyata, sistematis dan terpadu yang
dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi instansi pemerintah ataupun
dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, atau yang merupakan
8
partisipasi aktif masyarakat, guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi program merupakan hasil komulatif dari berbagai
kegiatan (Mac Kenzie, 2007).
Evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu
mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian
pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program sangat penting dan bermanfaat
terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya adalah dengan masukan hasil
evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak
lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan (Antina Nevi, 2009).
Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses manajerial
pembangunan kesehatan nasional yang lebih luas. Dalam melakukan evaluasi
kita sebenarnya menetapkan suatu nilai. Kita dapat mengurangi unsur
subyektif pada penilaian tersebut dengan mendasarkan penilaian atas fakta-
fakta yang ada. Penerapannya menghendaki pikiran yang terbuka dan mampu
memberi kritik yang membangun menuju kepada pemikiran pendapat yang
sehat (Soekarwati, 1995).
2. Tujuan Evaluasi
Evaluasi memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Membantu perencanaan di masa yang akan datang.
b. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya.
9
c. Menentukan kelemahan dan kekuatan daripada program, baik dari segi
teknis maupun administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-
perbaikan.
d. Membantu menentukan strategi, artinya mengevaluasi apakah cara yang
telah dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan, atau perlu diganti.
e. Mendapatkan dukunagn dari psonsor (pemerintah atau swasta), berupa
dukungan moral maupun material.
f. Motivator, jika program berhasil, maka akan memberikan kepuasan dan
rasa bangga kepada para staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat
lagi.
Tujuan pokok atau tujuan utama dari evaluasi atau melakukan
penilaian di bidang kesehatan adalah adanya perubahan perilaku, dalam teori
dinyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh sikapnya. Kalau
berhasil mengubah sikap seseorang, maka ia akan mengubah perilakunya
(Mubarak dkk., 2009).
Penilaian sebagai salah satu fungsi manajemen bartujuan untuk
mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu perencanaan,
sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan
memakai ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang terlibat dalam
suatu perencanaan. Penilaian adalah suatu upaya untuk mengukur member
nilai secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan
sebelumnya. Tujuan utama dari penilaian adalah agar hasil penilaian tersebut
10
dapat dipakai sebagai umpan balik untuk perencanaan sebelumnya
(Muninjaya, 2004).
3. Dinamika Evaluasi
Salah satu ciri evaluasi adalah sebagai suatu proses yang
berkesinambungan, maka dengan sendirinya disamping mempunyai ciri-ciri
yang khas juga mencerminkan sifat kedinamisannya dengan cara
membedakan: input, procces dan output. Pada sisi input, evaluasi
pengembangan personil sangat penting untuk melihat kebutuhan sesuai
dengan keterampilan yang diharapkan, sehingga dapat dikembangkan
pengawasan yang mendukung pada organisasi logistik serta mekanisme
pendukung lainnya. Sebagai suatu langkah awal yang penting dalam sisi input
adalah evaluasi terhadap penetapan tujuan, dikaitkan dengan visi dan misi
program atau organisasi, serta penetapan sasaran program itu sendiri
(Azwar, 1996).
Pada sisi proses adalah untuk mengarahkan sumber-sumber daya agar
menghasilkan pelayanan yang diinginkan yang juga harus dievaluasi. Aspek
proses evaluasi dapat diikut sertakan sebagai input sumber daya, atau
dipandang sebagai proses output, akan tetapi harus di identifikasi secara
terpisah untuk membedakan kapasitas tindakan dari penggunaan nyata dari
kapasitas tersebut. Output adalah merupakan hasil pelayanan yang memberi
dampak yang berbeda-beda terhadap status kesehatan (Mubarak dkk., 2009).
11
4. Metode Evaluasi
Berdasarkan waktunya evaluasi/penilaian, maka penilaian dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Penilaian rutin (concurrent evaluation atau progress report). Dalam setiap
program penilaian rutin ini hendaknya merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari program tersebut. Dengan demikian, penilaian akan
berjalan berkesinambungan dan teratur, serta bersamaan dengan
pelaksanaan program itu sendiri. Penilaian dilakukan oleh staf program
dalam bentuk progres report, dengan cara ini perbaikan-perbaikan pun
dilakukan sejak awal. Demikian pula kekuatan-kekuatan dari program
dapat segera didapatkan dan dapat diterapkan dalam melanjutkan program
tersebut. Penilaian meliputi semua aspek program, termasuk reaksi
masyarakat terhadap program tersebut
b. Penilaian Berkala (periodical evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan
pada setiap akhir dari suatu bagian tertentu dari program, seperti tiap enam
bulan, satu tahun, dua tahun, dan sebagainya.
c. Penilaian khusus (ad-hoc evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan
setiap saat yang diperlukan.
d. Penilaian akhir (terminal evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan pada
akhir suatu program atau beberapa waktu sesudah akhir suatu program.
Jadi ini merupakan penilaian terhadap pencapaian tujuan akhirnya.
(Mubarak dkk., 2009)
12
Menurut Mantra (1997) secara umum evaluasi dapat dibedakan atas
beberapa tahap yaitu:
a. Evaluasi pada tahap awal program
Evaluasi yang dilakukan pada tahap pengembangan program
sebelum program dimulai. Evaluasi ini akan menghasilkan informasi yang
akan di pergunakan untuk mengembangkan program agar program dapat
lebih sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran.
b. Evaluasi pada tahap proses
Evaluasi yang dilakukan disini adalah pada saat program sedang
dilakasanakan. Tujuannya adalah untuk mengukur apakah program yang
sedang berjalan telah sesuai dengan rencana atau tidak atau apakah telah
terjadi penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari
program.
c. Evaluasi pada akhir program
Evaluasi yang dilakukan pada saat program telah selesai
dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan pernyataan efektifitas atau
tidaknya suatu program selama kurun waktu tertentu. Sehingga dapat
dipergunakan dalam pengambilan keputusan untuk merencanakan dan
mengalokasikan resources.
d. Evaluasi dampak program
Evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program dalam
menghasilkan perubahan sikap dan perilaku pada target sasaran, evaluasi
13
dampak merupakan kebalikan dari penilaian kebutuhan program mana
kalau evaluasi kebutuhan menentukan kebutuhan suatu program
sedangkan penilaian dampak akan menentukan tingkat kebutuhan yang
nyata setelah diintervensi oleh program kesehatan.
Sedangkan dilihat dari implikasi hasil evaluasi bagi suatu
program, dibedakan adanya jenis evaluasi, yakni evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mendiagnosis suatu
program yang hasilnya digunakan untuk pengembangan atau perbaikan
program. Biasanya evaluasi formatif dilakukan pada proses program
(program masih berjalan). Sedangkan evaluasi sumatif adalah suatu
evaluasi yang dilakukan untuk menilai hasil akhir dari suatu program.
Biasanya evaluasi sumatif ini dilakukan pada waktu program telah selesai
(akhir program). Meskipun demikian pada praktek evaluasi program
sekaligus mencakup kedua tujuan tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Langkah-langkah dalam evaluasi/penilaian adalah sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan evaluasi
Tujuan dari evaluasi harus dimengerti, sebab hal ini mempengaruhi
bagian apa dari program yang perlu diamati, selanjutnya memengaruhi
pula macam informasi yang akan dikumpulkan.
2. Menentukan bagian apa dari program yang akan dievaluasi
Apakah yang dievaluasi masukannya, proses, kelauaran, atau
dampaknya, atau kombinasi dari bagian-bagian tersebut.
14
3. Mengumpulkan data awal (base line data)
Data ini dapat dipergunakan sebagai pembanding, anatara sebelum
diadakan suatu kegiatan dengan situasi sesudah diadakan kegiatan. Data
awal yang diperlukan bergantung pada apa yang akan dinilai dan maksud
penilaian.
4. Mempelajari tujuan program
Tujuan program merupakan syarat penting sutau program, agar
penilaian dapat dilakukan dengan baik. Tujuan harus dapat dikur dan jelas.
Tujuan dapat dirumuskan menjadi tujuan jangka pendek, menengah, dan
panjang. Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang ingin dicapai dalam
waktu dekat, merupakan loncatan untuk bisa sampai pada tujuan jangkat
menengah. Tujuan jangka menengah untuk bisa samapi pada tujuan yang
harus dicapai dulu, untuk bisa mencapai tujuan jangak panjang. Tujuang
jangka pangjang merupakan tujuan akhir dari sebuah program.
5. Menentukan tolok ukur (indikator)
Perlu ditetapkan patokan apa yang akan digunakan sebagai dasar
pengukuran. Dengan kata lain, harus ditentukan apa yang akan diukur.
Contoh, jika tujuannya adalah meningkatakan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya olahraga, harus ditentukan dahulu apa yang akan
dipakai untuk mengukur kesadaran masyarakat. Misalkan untuk mengukur
berapa persen masyarakat yang berolahraga pada pagi hari, maka mereka
15
yang membiasakan olahraga pada pagi hari adalah tolok ukurnya. Hal ini
harus dibandingkan antara sebelum dan sesudah kegiatan.
6. Menentukan cara menilai, alat penilaian, dan sumber datanya
7. Mengumpulkan data
8. Mengolah dan menyimpulkan data yang didapat.
9. Feedback (umpan balik) dan saran-saran kepada program yang akan
dinilai (Notoatmodjo, 2007).
5. Ukuran Evaluasi
Kegiatan dalam evaluasi, dimensi pengukuran kinerjanya harus
ditentukan dengan jelas, yaitu meliputi ketepatan dan kesesuaian, efektifitas
dan efisiensi, serta pertimbangan keadilan. Ketepatan dan kesesuaian
memandang kinerja dengan apakah tindakan-tindakan yang diambil sudah
sesuai dengan permasalahan yang ada, sehingga tidak terjadi pemborosan
sumber daya yang terbatas tersebut. Dengan menggunakan asumsikan
ketepatan, maka program yang dipertimbangkan ukurannya dan cakupannya
cukup untuk membuat suatu perbedaan yang berarti.
Ukuran-ukuran efektifitas dan efisiensi merupakan alat utama dasar
evaluasi program. Efektifitas diartikan sebagai penyelesaian suatu program
dalam kaitannya dengan kebutuhan atau perhatian. Sedangkan efisiensi dan
efektifitas biaya adalah sering kali berhubungan dengan hasil terhadap input
(rasio output terhadap input).
16
Ukuran keadilan, akan merupakan tambahan kepentingan dalam
evaluasi program kesehatan. Pendapat ini telah berkembang secara sejajar
dengan ukuran efektifitas dan efisiensi. Secara operasional ukuran keadilan
menciptakan pertimbangan dalam efisiensi biaya dengan demikian program
kesehatan sedapat mungkin melakukan keadilan terhadap pelayanan bagi
populasi yang mampu secara ekonomi dengan populasi yang kurang mampu
secara ekonomi (Asrun, 2004).
6. Prinsip-prinsip Evaluasi
a. Sebagai kunci pengambilan keputusan yang baik, evaluasi harus melihat
ke depan dan berorientasi pada tindakan.
b. Evaluasi bersifat menyeluruh dan bersifat dinamis, menaruh perhatian
pada kebijakan pengujian dan alternatif-alternatif rencana, mengawasi
kemajuan dalam proses penerapan dan memberi penilaian sumatif kepada
hasil akhir.
c. Evaluasi dilandasi prinsip manajemen berdasarkan tujuan dan dimulai
dengan pernyataan yang jelas mengenai pengaruh-pengaruh yang harus
dicapai pada populasi mana dan dalam jangka waktu, berapa/kapan,
d. Strategi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan harus
diperiksa ketepatan dan kesesuaiannya.
e. Menyesuaikan diri dengan prinsip manajemen berdasarkan tujuan dan
dengan kejelasan pengaruh yang harus dicapai pada populasi mana dan
jangka waktu berapa/kapan.
17
f. Ketepatan waktu dan tempat laporan evaluatif harus disesuaikan dengan
kebutuhan akan keputusan yang tepat waktu.
g. Frekuensi pelaporan sangat banyak tergantung pada laju perubahan
keadaan-keadaan yang menuntut tindakan.
h. Karena evaluasi bersifat membandingkan, maka evaluasi tergantung pada
indikator-indikator yang menggambarkan tingkat dan rasio yang tepat dan
pada tingkat-tingkat penyelesaian yang tepat.
i. Penilaian harus membedakan antara hasil yang merupakan pusat perhatian
pengendalian keputusan dan keluaran yang timbul sebagai akibat
ketidakpastian dan kesempatan.
j. Efisiensi, efektifitas, keadilan harus di definisikan dengan jelas dan
perimbangan harus dibuat eksplisit.
Evaluasi di bidang kesehatan adalah suatu kegiatan yang penting untuk
menilai kualitas, rasionalitas, efektifitas, efisiensi dan equitas pada pelayanan
kesehatan. Evaluasi suatu program kesehatan yang menyeluruh adalah
eveluasi yang dilakukan terhadap 3 komponen yaitu masukan (input),
pelaksanaan (procces), dan keluaran (output) (Seokarwati, 1995).
Tipe-tipe evaluasi adalah :
a. Penilaian akan kebutuhan program. Penilaian ini di laksanakan pada tahap
sebelum program ini dilaksanakan disuatu daerah dengan maksud agar
program yang direncanakan sesuai masalah dan kebutuhan masyarakat
setempat.
18
b. Penilaian perencanaan program. Penilaian ini dilaksanakan pada tahap
untuk menilai kelayakan dan menandainya rencana program dan
kebutuhan masyarakat.
c. Penilaian penampilan kerja. Penilaian untuk melihat kesesuaian antara
pelaksanaan nyata program dan rencana dengan perhatian diarahkan pada
hasilnya dalam segi kuantitas maupun kualitas.
d. Penilaian efek. Penilaian terhadap pengaruh langsung dari hasil suatu
program.
e. Penilaian dampak. Penilaian untuk mengetahui pengaruh dilaksanakannya
suatu program baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
masyarakat (Farida, Y.T, 2000)
Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses
manajerial pembangunan kesehatan nasional yang lebih luas. Dalam
melakukan evaluasi kita sebenarnya menetapkan suatu nilai. Kita dapat
mengurangi unsur subyektif pada penilaian tersebut dengan mendasarkan
penilaian atas fakta-fakta yang ada. Penerapannya menghendaki pikiran yang
terbuka dan mampu memberi kritik yang membangun menuju kepada
pemikiran pendapat yang sehat (Rita, S., 1990).
19
B. Tinjauan Tentang Visi Misi Indonesia Sehat 2010
1. Ruang Lingkup Visi Misi Indonesia Sehat 2010
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah
yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang bebas
dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang
berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling
tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Perilaku
masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko
terjadinya penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat. Selanjutnya kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa
depan adalah yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi
(Depkes RI, 1999).
Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud di sini adalah pelayanan
kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta yang
diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi.
Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat serta
meningkatnya kemampuan masyarakat tersebut di atas, derajat kesehatan
perorangan, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal. Visi
Indonesia Sehat 2010 yang telah dirumuskan menyatakan bahwa, gambaran
20
masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh
penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 1999).
Pengertian sehat meliputi kesehatan jasmani, rohani, serta sosial dan
bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Masyarakat
Indonesia yang dicita citakan adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai
kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur dari
pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya (Depkes RI, 2004).
Visi tersebut telah tiga tahun yang lalu berhasil dirumuskan oleh
Departemen Kesehatan RI yang mestinya telah dijabarkan kedalam program
kerja yang lebih bersifat operasional untuk mencapai visi itu. Beberapa tahun
lagi kita akan mencapai tahun 2010, dan saat itu kita tentu akan menyaksikan
bersama apakah gambaran tersebut akan menjadi kenyataan?. Namun yang
perlu kita renungkan visi Indonesia sehat 2010 sebenarnya visi siapa? Bila itu
merupakan visi Departemen Kesehatan RI saja atau yang dirumuskan hanya
oleh beberpa pejabat saja sedangkan dalam cita citanya adalah masyarakat
Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup
sehat (Depkes RI, 2004).
21
Pertanyaanya berikutnya adalah bagaimana masyarakat Indonesia ikut
merasa memiliki terhadap visi itu karena ia ditempatkan sebagai subyek yang
harus berubah. Namun jika itu adalah perwujudan dari visi bangsa Indonesia,
pertanyaanya adalah sejauh mana keterlibatan masyarakat/bangsa Indonesia
ini terlibat dalam merumuskan visi itu sehingga mereka juga punya komitment
untuk merealisasikan visi tersebut. Bila kita lupakan saja itu visi siapa yang
jelas seperti yang saya uraikan sebelumnya bahwa status kesehatan bangsa
Indonesia merupakan kegiatan atau upaya bersama, maka yang harus kita
upayakan adalah bagaimana visi Indonesia 2010 sehat, itu menjadi milik dan
bagian dalam kehidupan bangsa Indonesia. Tanpa masyarakat dan sektor lain
merasakan itu, maka komitmennya untuk ikut mewujudkan visi tersebut juga
akan lemah, karena untuk mewujudkan visi dibutuhkan komitmen semua
pihak-pihak yang ada dalam lingkungan visi Indonesia Sehat yakni
pemerintah dan masyarakat (stakeholder) (Depkes RI, 2004).
Kita sebagai bangsa Indonesia perlulah merenung sejenak untuk
membayangkan dapatkan visi mulia “Indonesia Sehat 2010 ” itu akan
terwujud. Tentunya kita tidak berharap bahwa pada saatnya nanti visi itu akan
menjadi sekedar jargon yang terlewatkan dan terlupakan begitu saja.
Sementara dunia telah metapkan status kesehatan masyarakat menjadi salah
satu komponen Human Development Index ( HDI ) yaitu indikator kemajuan
kualitas SDM suatu bangsa (Yudi Iswanto, 2008).
22
2. Dasar-Dasar Pembangunan Kesehatan
Pada hakekatnya adalah nilai kebenaran dan aturan pokok sebagai
landasan untuk berfikir atau bertindak dalam pembangunan kesehatan. Dasar
ini merupakan landasan dalam penyusunan visi, misi, dan strategi kesehatan
secara nasional yang meliputi: perikemanusiaan, pemberdayaan dan
kemandirian, adil dan merata dan pengutamaan dan manfaat (Depkes RI,
1999).
3. Visi
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang
ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku
hidup sehat secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 1999).
4. Misi
Untuk mewujudkan visi INDONESIA SEHAT 2010, ditetapkan empat
misi pembangunan kesehatan sebagai berikut:
a. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
c. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat berserta lingkungannya (Depkes RI, 1999).
23
5. Arah
Arah pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 sesuai
dengan arah pembangunan nasional selama ini, yakni:
a. Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan
nasional.
b. Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus
diselengarakan secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan
pelayanan khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, dan para lanjut
usia yang terlantar, baik di perkotaan mapun di pedesaan.
c. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan strategi pembangunan
profesionalisme, desentralisasi dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM) dengan memperhatikan berbagai tantangan yang ada
saat ini.
d. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat dilaksanakan
melalui program peningkatan perilaku hidup sehat, pemeliharaan
lingkungan sehat, pelayanan kesehatan dan didukung oleh sistem
pengamatan, Informasi dan manajemen yang handal.
e. Pengadaan dan peningkatan prasarana dan sarana kesehatan terus
dilanjutkan.
f. Tenaga yang mempunyai sikap nasional, etis dan profesional, juga
memiliki semangat pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan negara,
24
berdisiplin, kreatif, berilmu dan terampil, berbudi luhur dan dapat
memegang teguh etika profesi (Depkes RI, 1999).
6. Tujuan
Tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di
seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 1999).
7. Sasaran
a. Kerjasama lintas sektoral
b. Kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
c. Perilaku hidup sehat
d. Lingkungan sehat
e. Upaya kesehatan
f. Manajemen pembangunan kesehatan
g. Derajat kesehatan (Depkes RI, 1999).
8. Kebijakan
a. Peningkatan perilaku, kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
b. Peningkatan kesehatan lingkungan
25
c. Peningkatan upaya kesehatan
d. Peningkatan sumber daya kesehatan
e. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
f. Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penggunaan
sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan yang tidak absah/ilegal
g. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan (Depkes RI,
1999).
9. Strategi
a. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
b. Profesionalisme
c. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
d. Desentralisasi (Depkes RI, 1999).
10. Program Kesehatan Unggulan
Menyadari keterbatasan sumber daya yang tersedia serta disesuaikan
dengan prioritas masalah kesehatan yang ditemukan dalam masyarakat dan
kecendrungannya pada masa mendatang, maka untuk meningkatkan
percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat yang dinilai penting untuk
mendukung keberhasilan program pembangunan nasional, ditetapkan 10
program kesehatan, sebagai berikut:
a. Program Kebijakan Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan dan Hukum
Kesehatan
26
b. Program Perbaikan Gizi
c. Program Pencegahan Penyakit Menular
d. Program Peningkatan Perilaku Hidup Sehat dan Kesehatan Mental
e. Program Lingkungan Pemukiman, Air dan Udara Sehat
f. Program Kesehatan Keluarga, Kesehatan Reproduksi dan Keluarga
Berencana
g. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
h. Program Anti Tembakau, Alkohol dan Madat
i. Program Pengawasan Obat, Bahan Berbahaya, Makanan, dan
j. Program Pencegahan Kecelakaan Keselamatan Lalu Lintas
(Depkes, 2004).
C. Tinjauan Umum Tentang Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energy (Achmad Djaeni, 2000).
Dalam definisi gizi dikemukakan bahwa akhir dari suatu proses gizi yang
diharapkan adala terciptanya suatu keadaan yang menyehatkan jasmani dan
rohani. WHO-1995 mendefinisikan sehat adalah suatu keadaan sehat secara
prima baik fisik maupun mental yang komplet, sehat sosial dan produktif, tidak
27
semata-mata hanya terhidar dari rasa sakit/penyakit dan kelemahan (Syahbudin,
2001).
Dikatakan bahwa mempelajarai gizi berarti mempelajari makanan. Bila
demikian halnya hubugan gizi dengan kesehatan, berarti juga mempelajari
hubungan makanan dengan kesehatan. Jadi untuk memperoleh keadaan sehat
diatas, berbagai cara yang perlu ditempuh namun satu yang perlu dilakukan
ialah memenuhi kebutuhan tubuh akan nutrient atau zat gizi sehari-hari dengan
cara mengkonsumsi berbagai makanan dan minuman yang dianjurkan
(Khomsam, 2004).
Persoalan timbul pada makanan adalah bukan semata makanan apa dan
makanan apa yang dapat mengenyangkan tubuh, tapi makanan juga hendaknya
dapat menyehatkan tubuh. Bagi sebagian masyarakat yang telah mengetahui akan
pentingnya gizi, umumnya mereka akan selalu berusaha untuk mencapai
makanan jenis apa dan berapa jumlah yang harus dimakan agar dapat
menyehatkan tubuh. Persoalan lain muncul dimana sering orang mengira bahwa
untuk mendapatkan nilai kesehatan tubuh yang optimal, harus makan yang
banyak tanpa melihat jenis dan jumlah makanan tersebut sesuai yang dianjurkan.
Tidak jarang orang merasa masih ingin makan tapi perut suda kenyang atau
sebaliknya sudah merasa puas/kenyang tapi kebutuhan akan gizi belum
terpenuhi. Ini merupakan salah satu akibat dari salah makan, yang pada
gilirannya akan timbul gizi salah atau malnutrition, yang banyak diderita oleh
masyarakat (Syahbudin, 2001).
28
D. Tinjauan Tentang Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak
balita dan wanita hamil. Oleh karena itu sasaran dari program perbaikan gizi
masyarakat ini berdasarkan siklus kehidupan yaitu dimulai dari wanita usia
subur, dewasa, ibu hamil, bayi baru lahir, balita, dan anak sekolah.
1. Masalah Gizi Masyarakat Indonesia
a. Berat Bayi lahir Rendah (BBLR)
b. Gizi Kurang pada Balita
c. Gangguan Pertumbuhan
d. Kurang Energi Kronis (KEP) pada Wanita Usia Subur (WUS)
e. Ibu Hamil (Bumil)
Pokok masalah di masyarakat yakni kurangnya pemberdayaan
keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan
dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung dan yang menjadi
akar masalah yakni kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta
kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan
meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh
krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak
tahun 1997. Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi
buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai
(Depkes, 1999).
29
2. Tujuan Program
Program perbaikan gizi masyarakat diarahkan pada kelompok wanita
usia subur, pria/wanita dewasa, bayi dengan berat lahir rendah, ibu hamil, ibu
menyusui, ibu yang mempunyai balita, balita dan anak sekolah.
a. Tujuan Umum:
Menurunkan masalah gizi masyarakat utamanya masalah kurang energi
kalori terutama di daerah miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan.
b. Tujuan Khusus:
1. Program pemberdayaan keluarga, melalui Upaya Perbaikan Gizi
Masyarakat secara terintegrasi dengan upaya peningkatan ekonomi dan
ketahanan pangan
2. Pemantauan dan promosi pertumbuhan balita, pokok program ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan keluarga melakukan
deteksi dini gangguan pertumbuhan pada anak.
3. Program Pendidikan gizi, untuk mendukung tercapainya keluarga sadar
gizi.
4. Program supplementasi gizi, bertujuan untuk memberikan tambahan gizi
kepada kelompok rawan utamanya untuk keluarga miskin dalam jangka
pendek. Jenis suplementasi gizi yang diberikan berupa :
a. Makanan Pendamping ASI untuk anak usia 6-11 bulan pada
keluarga miskin
b. Pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil.
30
c. Supplementasi kapsul Vitamin A untuk anak balita dan ibu nifas.
d. Supplementansi zat besi untuk ibu hamil.
e. Suppplementasi kapsul Yodium terutama pada daerah endemis
sedang dan berat.
5. Program Fortifikasi bahan makanan, bertujuan meningkatkan mutu gizi
pada bahan makanan yang sering dan banyak dikonsumsi masyarakat
utamanya pada keluarga miskin dan rawan gizi.
6. Program pelayanan gizi, mencakup pengembangan tatalaksana kasus
salah gizi, konsultasi gizi dan pelayanan gizi di institusi kesehatan dan
non kesehatan.
7. Program gizi klinik, bertujuan menyediakan sistem informasi untuk
mendukung strategi dan kebijakan program gizi. Terdiri dari:
pemantauan status gizi, masalah gizi, jejaring informasi pangan dan gizi
(Perpres RI, 2007).
3. Sasaran Program
Untuk mencapai tujuan tersebut, telah ditetapkan sasaran nasional
pembangunan di bidang pangan dan gizi tahun 2005-2010. Sedangkan sasaran
di tingkat daerah harus direncanakan sesuai dengan potensi daerah. Sasaran
tingkat nasional adalah:
a. Sekurang-kurangnya 80% keluarga telah mandiri sadar gizi
b. Menurunnya prevalensi kurang energi kronis (KEK) ibu hamil menjadi
20 %
31
c. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 26,4 % (1999)
menjadi 20 % (2005) dan sasaran akhir untuk tahun 2010 menjadi 8 %
dan gizi buruk dari 8,1% (1999) menjadi 5% (2005) dan sasaran akhir
untuk tahun 2010 menjadi 3 %
d. Pemantauan pertumbuha balita: Balita yang naik berat badannya (80 %),
Balita Bawah Garis Merah (< 15 %).
e. Mencegah meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak balita dan
dewasa setinggi-tingginya berturut-turut 3 % dan 10%
f. Meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapatkan yang
mendapatkan tablet Fe mencakup 90 %
g. Meningkatnya persentase bayi yang mendapatkan ASI Ekslusif mencakup
60 %.
h. Meningkatnya persentase balita yang mendaptkan Vitamin A 2 kali
pertahun mencapai 90 %.
i. Meningkatkan konsumsi garam beryodium dari 73,2 % menjadi 80 %.
(Perpres RI, 2007).
4. Strategi Program dalam Penanggulangan Masalah Gizi
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, akan ditempuh strategi pokok
sebagai acuan penanggulangan masalah gizi masyarakat, sebagai berikut :
a. Pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi
Pemberdayaan keluarga adalah proses dimana keluarga-keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan dan gizi bekerja bersama-sama
32
menanggulangi masalah yang mereka hadapi. Cara terbaik untuk
membantu mereka adalah ikut berpartisipasi dalam memecahkan
masalah yang mereka hadapi. Upaya perbaikan gizi yang dilakukan
adalah dengan meningkatkan kemandirian dengan fokus keluarga
mandiri sadar gizi dengan harapan mereka dapat mengenal dan mencari
pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan operasional yang
dilaksanakan adalah:
1. Pemetaan keluarga mandiri sadar gizi oleh dasawisma dalam rangka
survey mawas diri masalah gizi keluarga.
2. Asuhan dan konseling gizi Pada akhir tahun 2005, 50% institusi
pelayanan kesehatan telah melaksanakan asuhan dan konseling gizi
bagi keluarga dengan tenaga profesional dengan menggunakan
tatalaksana asuhan dan konseling gizi.
b. Pelaksanaan intervensi harus dilakukan secara fokus pada upaya
menurunkan kematian bayi, ibu, anak dan gizi kurang, dengan
pendekatan pada daur kehidupan dan multi-program/pelayanan kepada
masyarakat secara terpadu.
c. Mengkaji semua komponen yang berakibat pada tingginya angka
kematian. Komponen tersebut antara lain angka harapan hidup, angka
melek huruf, pendapatan perkapita, presentase penduduk tanpa akses air
bersih, fasilitas kesehatan dan persentase balita kurang gizi.
33
d. Menggunakan peluang desentralisasi, yaitu pendelegasian wewenang
yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem
pemerintah sendiri dan menyelenggarakan upaya penanganan masalah
gizi harus mulai dari masalah dan potensi masing-masing daerah.
e. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Pada dasarnya
kemampuan daya beli pangan dan akses pelayanan sosial sangat
mempengaruhi keadaan gizi masyarakat
f. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dengan meningkatkan cakupan
pelayanan serta profesionalisme petugas.
g. Melaksanakan Program Perbaikan Gizi masyarakat sesuai dengan standart
program perbaikan gizi masyarakat yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
h. Mengalokasikan anggaran secara efektif sesuai skala prioritas (wilayah
dan sasaran) (Depkes, 1999).
5. Tinjauan Tentang Input, Proses dan Ouput dari Program Perbaikan Gizi
Masyarakat
a. Input
1. Tenaga
Ketersediaan input untuk program perbaikan gizi masyarakat
di Puskesmas yakni petugas gizi. Pelatihan petugas gizi dipakai salah
satu metode pendidikan khusus untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan petugas dan penanganan kasus gizi di Masyarakat.
34
Pelatihan seharusya merupakan fungsi yang terus menerus seperti
pelatihan peningkatan manajemen Program Perbaikan Gizi
Masyarakat (PPGM) (Depkes, 2003).
Dalam Kepmenkes No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003
tanggal 21 Agustus tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan
Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota
Sehat, indikator tenaga kesehatan yang masuk dalam indikator
sumber daya kesehatan adalah untuk jenis tenaga gizi memiliki
standart pensyaratan tiap 100.000 penduduk memiliki 22 tenaga gizi
yang berlatar belakang pendidikan dari gizi. Indikator diterjemahkan
dalam bentuk angka kebutuhan tenaga dengan mengalihkannya
terhadap proyeksi jumlah penduduk tahun 2010 untuk Kabupaten
Kendari sebesar 256.975 jiwa (Depkes, 2003).
2. Sarana
Sarana pemeriksaan adalah sarana standar kebutuhan untuk
pemeriksaan masalah gizi di masyarakat seperti timbangan seca,
microtoice, leghtboard, pita lila, pita circumference, caliper,
timbangan biasa, buku-buku pedoman khususnya yang menyangkut
masalah gizi di masyarakat maupun bahan penyuluhan Perbaikan
Gizi Masyarakat. Sarana obat-obatan di simpan digudang, obat harus
tertata rapih dan telah dikelompokkan berdasarkan jenisnya, gudang
obat diurus oleh petugas yang telah ditunjuk (Depkes, 2003).
35
3. Dana
Sumber dana untuk pelaksanaan program perbaikan gizi
masyarakat di Puskesmas berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU)
dan didistribusikan melalui Dinas Kesehatan berwujud dana
operasional. Besar dana operasional yang diberikan tidak sama
menurut jumlah desa/kelurahan yang menjadi tanggung jawab
Puskesmas masing-masing (Depkes RI, 2002b).
b. Proses
1. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses analisis dan
pemahaman sistem, penyusunan konsep dan kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan demi masa depan yang
baik (Notoatmodjo, 2007).
Perencanaan pada Puskesmas harus disesuaikan dengan
analisa situasi yang ada pada program tersebut, dan perencanaan
terhadap suatu kegiatan harus dilakukan tiap tahunnya, dengan
menyusun waktu, dana, jadwal kegiatan, penanggung jawab tiap
kegiatan, sasaran, dan target kedepan yang mesti diikuti pada
kegiatan nantinya (Depkes, 2003).
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan fungsi penggerak dari semua kegiatan
program yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan program.
36
Pelaksanaan untuk program perbaikan gizi masyarakat, terbagi atas 2
ada yang ditetapkan skala nasional, ada juga untuk skala lokalnya
tergantung dari provinsi itu masing-masing. Untuk pelaksanaan secara
Nasional meliputi kegiatan peningkatan kapasitas/kemampuan sumber
daya manusia tenaga gizi dan masyarakat menuju keluarga sadar gizi,
penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP) dilaksanakan tiap
bulan, penaggulangan anemia gizi besi dilaksanakan tiap bulan,
penanggulangan kurang vitamin A dilaksanakan 2 kali dalam setahun
yakni bulan Februari dan September, penanggulangan gizi lebih
dilaksanakan tiap ditemukannya kasus, peningkatan surveillance gizi,
dan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai keluarga sadar gizi
(Perpres RI, 2007).
Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kota
Kendari yakni meliputi peningkatan kapasitas/kemampuan sumber
daya manusia tenaga gizi untuk menuju keluarga sadar gizi
dilaksanakan tiap tahun sekali, penanggulangan Kurang Energi Kalori
(KEK) dilaksanakan tiap bulan, penanggulangan anemia gizi besi
denga memberikan tablet Fe dilaksanakan tiap bulan, pemberian
Vitamin A dilaksanakan 2 kali dalam setahun yakni bulan Februari
dan September dan untuk Ibu Nifas pemberian Vitamin A
dilaksanakan tiap bulan, pemantauan dan pemeriksaan/penimbangan
status gizi dilaksanakan tiap bulan di posyiandu, penaggulangan gizi
37
buruk, gizi lebih dan gizi kurang dilaksanakan tiap ada kasus yang
ditemukan dan Pemberian Makanan Pendamping ASI umur 6-11 bulan
dilaksanakan pada bulan Maret tiap tahun (Dinkes, 2007).
Program perbaikan gizi masyarakat terhadap Penetapan
Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, pada saat
melakukan pelaksanaan program, harus disesuaikan dengan standart
pensyaratan pelaksanaan program yang telah ditetapkan tetapi dengan
menyesuaikan keadaan atau wilayah yang akan dinilai (Depkes, 2003).
c. Output
1. Ketepatan sasaran
Sasaran utama dari program perbaikan gizi masyarakat di
seluruh Puskesmas dalam mencapai visi misi Indonesia Sehat 2010
yakni bayi, balita, ibu hamil dan ibu masa nifas serta penderita gizi
buruk, gizi kurang, dan gizi lebih. (Perpres RI, 2007).
2. Tercapainya cakupan program
Cakupan program adalah hasil pencapaian langsung dari
kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Sasaran akhir tahun
2010 dalam mencapai visi misi Kabupaten Sehat 2010 yakni
meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapatkan yang
mendapatkan tablet Fe mencakup 90 %, menurunnya prevalensi
kurang energi kronis (KEK) ibu hamil dan ibu nifas mencakup 10 %,
menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 26,4 %
38
(1999) menjadi 20 % (2005) dan sasaran akhir untuk tahun 2010
menjadi 8 % dan prevalensi gizi buruk dari 8,1% (1999) menjadi 5%
(2005) dan sasaran akhir untuk tahun 2010 menjadi 3 %, mencegah
meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak balita dan dewasa
setinggi-tingginya berturut-turut mencakup 3 % dan 10%,
meningkatnya persentase bayi yang mendapatkan ASI Ekslusif
mencakup 60 %, Pemberian Makanan Pendamping ASI umur 6-11
bulan dilaksanakan pada bulan Maret tiap tahun mencakup 100 %,
meningkatnya persentase balita yang mendaptkan Vitamin A 2 kali
pertain mencakup 90 % dan sekali sebulan untuk ibu pada masa nifas
dengan cakupan sebesar 90 %, meningkatkan konsumsi garam
beryodium dari 73,2 % menjadi 80 % serta pemantauan pertumbuha
balita: balita yang naik berat badannya (80 %), Balita Bawah Garis
Merah (< 15 %) (Perpres RI, 2007).
Tiap tahunnya peningkatan cakupan Puskesmas harus
meningkat dari tahun sebelumnya yakni sebesar 10 % tiap tahunnya
samapai mencapai target atau cakupan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah dalam program perbaikan gizi masyarakat menuju target
Indonesia Sehat tahun 2010 (Depkes, 2003).
39
E. Kerangka Konseptual
Sasaran program pelaksanaan Perbaikan Gizi Masyarakat di Kota Kendari
tahun 2010 belum mencapai target yang ingin di capai. Banyak kendala yang
menghambat pencapaian program tersebut. Dilihat dari aspek Input sangat erat
kaitannya dengan tenaga yakni orang yang mengabdikan diri dan bertanggung
jawab atas program, fasilitas atau alat yang digunakan untuk menunjang Program
Perbaikan Gizi Masyarakat yang digunakan dan ketepatan penggunaan dana yang
telah di anggarkan. Dari aspek process erat kaitannya dengan pelaksanaan dari
kegiatan program dan juga perencanaan yang telah dibuat oleh Puskesmas
terhadap Program Peraikan Gizi Masyarakat. Sedangkan dari aspek output erat
kaitannya dengan ketepatan sasaran program, dan cakupan program atau hasil
peningkatan derajat kesehatan masyarakat terhadap Program Perbaiakan Gizi
Masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka disusun kerangka konsep evaluasi
pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kota Kendari tahun 2010
seperti yang digambarkan sebagai berikut:
Evaluasi Pelaksanaan Program Perbaikan
Gizi Masyarakat
Output:Ketepatan SasaranTercapainya cakupan program
Proses:PerencanaanPelaksanaan
Input:Manusia/tenagaDanaFasilitas
40
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
41
III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada seluruh Puskesmas di Kota Kendari
tahun 2010 yang berjumlah 12 Puskesmas.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2010.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan survei, untuk
mendapatkan informasi tentang gambaran pelaksanaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat dalam mencapai Visi Misi Indonesia Sehat 2010 di Kota Kendari
tahun 2010 (Notoatmodjo, 2002).
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga gizi pada
seluruh Puskesmas di Kota Kendari yang berjumlah 45 petugas tenaga gizi.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling yaitu semua
tenaga Gizi Masyarakat pada Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Kendari
tahun 2010.
42
D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
Input
Input adalah faktor-faktor pendukung dalam mencapai keberhasilan suatu
usaha atau pekerjaan yang menyangkut berbagai pemanfaatan sumber daya atau
sarana suatu program atau kegiatan, diantaranya yaitu:
1. Tenaga yakni orang yang mengabdikan diri dan memiliki kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan di bidang pelayanan dan penanggulangan
penyakit akibat malnutrisi meliputi petugas kesehatan yang memegang
program Perbaikan Gizi Masyarakat.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dengan jumlah pertanyaan
yaitu sebanyak 3 pertanyaan yang diberi skor atau bobot nilai 1 (satu) jika
menjawab benar atau “Ya” dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah atau
“Tidak”. Interval kelas dihitung berdasarkan rumus menurut Sudjana (2002)
yaitu :
R Dimana : I = Interval
I = R = Range/Kisaran
K K = Jumlah Kategori
Skor tertinggi : 1 x 3 = 3 (100 %)
Skor terendah : 0 x 3 = 0 ( 0 % )
Interval kelas :
43
R
I =
K
3 – 0
=
2
= 1,5 (50 %)
Kriteria obyektifnya adalah :
Baik : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria ≥ 50 % dari total
skor (2-3)
Kurang : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria < 50 % dari total
skor (0-1)
2. Fasilitas yakni alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program
dan dapat menunjang kelancaran suatu program yang meliputi kendaraan
operasional, dan alat-alat lainnya.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dengan jumlah pertanyaan
yaitu sebanyak 12 pertanyaan yang diberi skor atau bobot nilai 1 jika
menjawab benar atau “Ya” dan nilai 0 jika menjawab salah atau “Tidak”.
Interval kelas dihitung berdasarkan rumus menurut Sudjana (2002) yaitu :
R Dimana : I = Interval
I = R = Range/Kisaran
K K = Jumlah Kategori
44
Skor tertinggi : 1 x 12 = 12 (100 %)
Skor terendah : 0 x 12 = 0 ( 0 % )
Interval kelas :
R
I =
K
12– 0
=
2
= 6 (50 %)
Kriteria obyektifnya adalah :
Baik : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria ≥ 50 % dari total
skor (7-12)
Kurang : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria < 50 % dari total
skor (0-6)
3. Dana yakni sejumlah uang yang disediakan atau dihimpun untuk sesuatu
maksud meliputi biaya yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan Program
Perbaikan Gizi Masyarakat yang bersumber dari Dana Alokasi Umum
(DAU) dan didistribusikan melalui Dinas Kesehatan berwujud dana
operasional.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dengan jumlah pertanyaan
yaitu sebanyak 6 pertanyaan yang diberi skor atau bobot nilai 1 (satu) jika
menjawab benar atau “Ya” dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah atau
45
“Tidak”. Interval kelas dihitung berdasarkan rumus menurut Sudjana (2002)
yaitu :
R Dimana : I = Interval
I = R = Range/Kisaran
K K = Jumlah Kategori
Skor tertinggi : 1 x 6 = 6 (100 %)
Skor terendah : 0 x 6 = 0 ( 0 % )
Interval kelas :
R
I =
K
6 – 0
=
2
= 3 (50 %)
Kriteria obyektifnya adalah :
Baik : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria ≥ 50 % dari total
skor (4-6)
Kurang : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria < 50 % dari total
skor (0-3)
46
Proses
Proses adalah adanya pelaksanaan program dimana komponen yang satu
saling mempengaruhi komponen sistem ke komponen sistem yang lain, yang
meliputi perencanaan dan pelaksanaan yang meliputi :
1. Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses analisis dan pemahaman
sistem, penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan-tujuan demi masa depan yang baik.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dengan jumlah pertanyaan
yaitu sebanyak 3 pertanyaan yang diberi skor atau bobot nilai 1 (satu) jika
menjawab benar atau “Ya” dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah atau
“Tidak”. Interval kelas dihitung berdasarkan rumus menurut Sudjana (2002)
yaitu :
R Dimana : I = Interval
I = R = Range/Kisaran
K K = Jumlah Kategori
Skor tertinggi : 1 x 3 = 3 (100 %)
Skor terendah : 0 x 3 = 0 ( 0 % )
Interval kelas :
R
I =
K
47
3 – 0
=
2
= 1,5 (50 %)
Kriteria obyektifnya adalah :
Baik : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria ≥ 50 % dari total
skor (2-3)
Kurang : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria < 50 % dari total
skor (0-1)
2. Pelaksanaan merupakan fungsi penggerak dari semua kegiatan program yang
telah direncanakan untuk mencapai tujuan program.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dengan jumlah pertanyaan
yaitu sebanyak 12 pertanyaan yang diberi skor atau bobot nilai 1 (satu) jika
menjawab benar atau “Ya” dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah atau
“Tidak”. Interval kelas dihitung berdasarkan rumus menurut Sudjana (2002)
yaitu :
R Dimana : I = Interval
I = R = Range/Kisaran
K K = Jumlah Kategori
Skor tertinggi : 1 x 12 = 12 (100 %)
Skor terendah : 0 x 12 = 0 ( 0 % )
Interval kelas :
48
R
I =
K
12 – 0
=
2
= 6 (50 %)
Kriteria obyektifnya adalah :
Baik : Bila skor jawaban responden memenuhi kriteria ≥ 50 % dari total
skor (7-12)
Kurang : Bila skor jawaban memenuhi kriteria < 50 % dari total skor (0-6)
Output
Output adalah hasil atau performance program dan kegiatan pelayanan
yang dihasilkan oleh suatu program, yang meliputi :
1. Ketepatan sasaran yaitu apakah semua sasaran dalam program perbaikan gizi
masyarakat sudah dijangkau.
Kriteria Objektif :
Baik : Apabila memenuhi standart untuk “Ketepatan Sasaran”.
Bila skor akhir memenuhi standart ≥ 50 % dari total penilaian
untuk tercapainya cakupan program kriteria penilaian hasilnya
“Ya (memenuhi standart)” antara 4-7 pertanyaan.
Kurang : Apabila memenuhi standart untuk “Ketepatan Sasaran”
49
Bila skor akhir memenuhi standart < 50 % dari total penilaian
untuk tercapainya cakupan program kriteria penilaian hasilnya
“Ya (memenuhi standart)” antara 0-3 pertanyaan.
2. Tercapainya cakupan program dengan melihat apakah terjadi peningkatan
masyarakat yang mengalami peningkatan derajat kesehatan khususnya
mengenai gizi pada masyarakat dan juga penurunan jumlah masyarakat yang
mengalami masalah gizi.
Kriteria Objektif :
Baik : Apabila memenuhi standart untuk “Tercapainya Cakupan”.
Bila skor akhir memenuhi standart ≥ 50 % dari total penilaian
untuk tercapainya cakupan program kriteria penilaian hasilnya
“Ya (memenuhi standart)” antara 7-12 pertanyaan.
Kurang : Apabila memenuhi standart untuk “Tercapainya Cakupan”.
Bila skor akhir memenuhi standart < 50 % dari total penilaian
untuk tercapainya cakupan program kriteria penilaian hasilnya
“Ya (memenuhi standart)” antara 7-12 pertanyaan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan wawancara langsung, yang berisi daftar pertanyaan mengenai
penilaian atau evaluasi pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat dalam
mencapai Visi Misi Indonesia Sehat 2010 di Kota Kendari tahun 2010, dimana
akan ditanyakan langsung kepada responden yang dalam hal ini petugas
50
kesehatan gizi Puskesmas di Kota Kendari tahun 2010 berdasarkan kuesioner
yang telah dibuat. (Riduwan, 2008).
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden
menggunakan kuesioner serta melakukan observasi langsung dan juga melihat
data administrasi pada tiap puskesmas.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari administrasi Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kota Kendari yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
G. Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dilakukan secara manual dengan
menggunakan kalkulator.
2. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi.
3. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,
persentase disertai dengan penjelasan.
51
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
Kota Kendari terdiri atas 10 Kecamatan dan 54 Kelurahan, selain
keberadaan Rumah Sakit baik milik pemerintah maupun swasta, pelayanan
kesehatan di Kota Kendari juga didukung oleh 12 Puskesmas di bawah naungan
Dinas Kesehatan Kota Kendari dengan rincian sebagai berikut:
1. Puskesmas Mata terletak di Kecamatan Kendari
2. Puskesma Benu-benua terletak di Kecamatan Kendari barat.
3. Puskesmas Kemaraya terletak di Kecamatan Kendari barat
4. Puskesmas Lepo-lepo terletak di Kecamatan Baruga.
5. Puskesmas Puuwatu terletak di Kecamatan Puuwatu.
6. Puskesmas Poasia terletak di Kecamata Poasia.
7. Puskesmas Abeli terletak di Kecamatan Abeli.
8. Puskesmas Labibia terletak di Kecamatan Mandonga.
9. Puskesmas Perumnas terletak di Kecamatan Kadia.
10. Puskesmas Mekar terletak di Kecamatan Wua-wua.
11. Puskesmas Mokoau terletak di Kecamatan Kambu.
12. Puskesmas Jatiraya terletak di Kecamatan Kadia
Puskesmas mempunyai kegiatan pokok yaitu Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), Kesehatan Gigi dan Mulut
52
(Gimul), Promosi Kesehatan Masyarakat (PKM), pelayanan rawat jalan/inap dan
kefarmasian dan juga Perbaikan Gizi Masyarakat.
Jumlah tenaga gizi yang menjadi Pegawai Negri Sipil (PNS) tercatat yang
menempati seluruh Puskesmas yang ada di Kota Kendari, jumlah penduduk dan
distribusi tenaga gizi pada masing-masing Puskesmas disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Puskesmas, jumlah penduduk dan tenaga gizi di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No Kecamatan Nama Puskesmas Jumlah Penduduk
Jumlah Tenaga Gizi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9
10
11
12
Kendari
Kendari Barat
Kendari Barat
Puuwatu
Mandonga
Baruga
Kadia
Wua-wua
Poasia
Kambu
Abeli
Kadia
Puskesmas Mata
Puskesmas Benu-benua
Puskesmas Kemaraya
Puskesmas Puuwatu
Puskesmas Labibia
Puskesmas Lepo-lepo
Puskesmas Perumnas
Puskesmas Mekar
Puskesmas Poasia
Puskesmas Mokoau
Puskesmas Abeli
Puskesmas Jatiraya
22.608 jiwa
21.724 jiwa
24.581 Jiwa
21.919 jiwa
10.147 jiwa
15.477 jiwa
29.345 Jiwa
35.832 Jiwa
17.740 Jiwa
12.964 Jiwa
19.214 Jiwa
25.345 Jiwa
5 orang
4 orang
2 orang
7 orang
4 orang
2 orang
3 orang
2 orang
5 orang
3 orang
5 orang
3 orang
Jumlah 12 256.975 Jiwa 45 orang
Sumber : Data Sekunder, 2010
53
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data di lokasi penelitian
mengenai “Evaluasi pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat dalam
mencapai Visi Misi Indonesia Sehat 2010 di Kota Kendari tahun 2010” yang
dilaksanakan pada bulan maret tahun 2010 dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Umur adalah satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu
mahluk, baik yang masih hidup maupun yang mati, yang diukur sejak dia
lahir hingga waktu umur itu dihitung (Philip, 2003). Distribusi responden
berdasarkan kelompok umur disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No. Kelompok Umur Jumlah (n) Persentase (%)
1. 20-24 1 2,2%
2. 25-29 15 33,3%
3. 30-34 13 28,9%
4. 35-39 6 13,3%
5. 40-44 8 17,8%
6. 45-49 2 4,4%
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
54
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa tenaga gizi di Puskesmas
Kota Kendari, dari 45 responden, responden yang paling banyak adalah
kelompok umur 25-29 tahun yaitu 15 responden (33,3%), sedangkan yang
paling sedikit adalah 20-24 tahun yakni 1 respoden (2,2%), selanjutnya
kelompok umur 30-34 tahun yakni 13 responden (28,9%), kelompok umur
45-49 tahun (4,4 %) kelompok umur 35-39 tahun yaitu 6 responden
(13,3%), dan kelompok umur 40-44 tahun yaitu 8 responden (17,8%).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Jenis kelamin adalah
kata yang umunya digunakan untuk membedakan seks seseorang (laki-
laki dan perempuan) (Rush, 2001).
Distribusi responden berdasarkan menurut jenis kelamin disajikan
pada tabel 3.
Tabel.3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No Jenis kelamin Jumlah (n) %
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
4
41
8,90
91,10
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
55
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 45 responden,
responden yang banyak adalah perempuan yaitu 41 responden (91,10%),
sedangkan jumlah tenaga gizi yang sedikit adalah laki-laki yaitu 4
responden (8,90%).
c. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya (Rush, 2001). Distribusi
responden menurut tingkat pendidikan disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No Pendidikan Jumlah (n) %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
D1 GIZI
D3 GIZI
S1 GIZI
SKM
SE
STP
5
32
2
1
1
4
11,1
71,1
4,4
2,2
2,2
8,9
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa dari 45 responden,
tingkat pendidikan responden yang banyak adalah D3 Gizi yaitu (71,1%),
sedangkan yang paling sedikit adalah SKM dan SE yaitu 1 responden
56
(2,2%), selebihnya yaitu D1 GIZI 5 responden (11,1%), S1 GIZI 2
responden (4,4%), dan STP 4 responden (8,9%).
d. Masa kerja Tenaga Gizi
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu
instansi, kantor dan sebagainya. Distribusi responden berdasarkan masa
kerja tenaga gizi di sajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Tenaga Gizi di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No Masa kerja(thn) Jumlah (n) %
1.
2.
3.
1-10
11-20
21-30
31
12
2
68,9
26,7
4,4
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa dari 45 responden,
responden dengan masa kerja 0-10 tahun sebanyak 28 responden (68,9%),
masa kerja 11-20 tahun sebanyak 14 responden (26,7%) dan masa kerja 21-
30 tahun sebanyak 3 responden (4,4%).
57
2. Karakteristik Variabel Yang Diteliti
a. Input
Variabel input yakni faktor-faktor pendukung dalam mencapai
keberhasilan suatu usaha atau pekerjaan yang menyangkut berbagai
pemanfaatan sumber daya atau sarana suatu program atau kegiatan yang
meliputi tenaga gizi untuk dapat melaksanakan tugasnya yang ditinjau oleh
biaya dimana biaya yang dimaksud adalah biaya yang bersumber dari
subsidi oleh pemerintah, standar biaya tidak menentu karena tergantung
dari program yang direncanakan dan fasilitas yang memadai berupa
kendaraan khusus (roda 2) dan komputer untuk dapat melaksanakan
kegiatan gizi di masyarakat serta kecukupan Sumber Daya Manusianya
atau tenaga (Azwar, 1999).
Berdasarkan variabel input yang terdiri dari ketersediaan tenaga,
fasilitas dan dana dalam program perbaikan gizi masyarakat maka dapat
diketahui ketersediaan input secara keseluruhan menunjukkan bahwa
ketersediaan input untuk program perbaikan gizi masyarakat dilihat dari
aspek :
1) Tenaga
Tenaga yakni orang yang mengabdikan diri dan memiliki
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan di bidang pelayanan dan
penanggulangan penyakit akibat malnutrisi meliputi petugas kesehatan
yang memegang program Perbaikan Gizi Masyarakat. Petugas
58
penanggung jawab gizi masyarakat kerjanya merangkap semua program
atau kegiatan gizi di Puskesmas tempat mereka bertugas. Petugas
penanggung jawab gizi masyarakat tidak hanya bekerja dilapangan saja
tetapi juga bekerja diintansi puskesmas untuk siap siaga mencari dan
menemukan kasus malnutrisi tiap bulannya. Petugas gizi masyarakat
harus selalu fokus terhadap masalah gizi dan perbaikan gizi sehingga
kegiatan yang dilakukan dapat lebih berjalan efektif dan efisien.
Distribusi responden berdasarkan input tenaga gizi disajikan pada
tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Input Tenaga Gizi di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No Evaluasi Tenaga Gizi N %
1.
2.
Baik
Kurang
20
25
44,4
55,6
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa untuk variabel tenaga
gizi yang meliputi pelatihan, jumlah dan latar belakang pendididkan
petugas gizi yakni dari 45 responden (100%), 20 responden (44,4%)
yang memiliki kriteria baik dan 25 responden (55,6%) yang memiliki
kriteria kurang. Rendahnya pelayanan/perbaikan gizi kepada masyarakat
disebabkan oleh beberapa faktor salah satu diantaranya adalah
59
kecukupan tenaga gizi untuk Puskesmas di Kota Kendari secara
keseluruhan belum memenuhi standart kesehatan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga gizi
masih sangat kurang yaitu 25 responden (55,6%). Hal ini diakibatkan
karena kecukupan untuk tenaga gizi di Puskesmas kota Kendari belum
memenuhi standart kesehatan yang telah ditetapkan yakni dalam
Kepmenkes No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 tanggal 21 Agustus
tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan
Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, indikator tenaga
kesehatan yang masuk dalam indikator sumber daya kesehatan adalah
untuk jenis tenaga gizi memiliki standart pensyaratan tiap 100.000
penduduk memiliki 22 tenaga gizi yang berlatar belakang pendidikan
dari gizi.
Indikator ini diterjemahkan dalam bentuk angka kebutuhan
tenaga dengan mengalihkannya terhadap proyeksi jumlah penduduk
tahun 2010 untuk Kabupaten Kendari sebesar 256.975 jiwa (Depkes,
2003). Oleh sebab itu dengan jumlah tenaga gizi masyarakat di
Puskesmas kota Kendari saat ini yakni berjumlah 45 petugas gizi maka
kebutuhan akan tenaga gizi di seluruh Puskesmas kota Kendari masih
sangat kurang dengan pensyaratan tenaga puskesmas pada kabupaten
atau kota yang telah ditetapkan pada peraturan Kepmenkes No.
1202/MENKES/SK/VIII/2003 tanggal 21 Agustus tentang Indikator
60
Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat
dan Kabupaten/Kota Sehat, karena dilihat dari besarnya jumlah
penduduk tahun 2010 untuk Kabupaten Kendari sebesar 256.975 jiwa
maka kebutuhan akan tenaga gizi yang memenuhi standart untuk tahun
2010 yakni 55 petugas gizi yang ada di Puskesmas Kota Kendari.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa tenaga gizi masyarakat masih
sangat kurang dan yang pernah mengikuti pelatihan sebanyak 20
responden (44,4%) dan yang tidak pernah mengikuti pelatihan tenaga
gizi yaitu sebanyak 25 responden (55,6%) dan semua tenaga gizi yang
pernah mengikuti pelatihan rata-rata hanya 1 kali dengan alasan kurang
ketersediaannya dana dari pemerintah khususnya pengembangan atau
kualifikasi untuk tenaga gizi, oleh sebab itu pelatihan terhadap tenaga
gizi umumnya untuk tiap puskesmas yang ada di kota kendari hanya
dilakukan atau diwakili oleh koordinator gizi saja yang melakukan
pelatihan gizi, padahal semestinya semua petugas gizi harus melakukan
pelatihan tiap tahunnya, agar dapat lebih memahami program serta
manajemen mengenai gizi masyarakat yang baik.
Pelatihan petugas gizi dipakai salah satu metode pendidikan
khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dan
penanganan kasus gizi di Masyarakat. Pelatihan seharusya dilakukan
secara terus terus-menerus seperti misalnya pelatihan peningkatan
manajemen Program Perbaikan Gizi Masyarakat (PPGM) bagi petugas
61
gizi agar dapat memanajem Program Perbaikan Gizi Masyarakat dengan
baik (Depkes, 2003).
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, dan sering
mengikuti pelatihan maka akan tercipta tenaga gizi yang terampil dan
dapat diandalkan dalam memberikan\informasi mengenai masalah dan
pebaikan gizi di masyarakat. Pendidikan itu sendiri sangat berhubungan
dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas
lingkungan kita secara menyeluruh. Pendidikan adalah suatu indikator
yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat mengerjakan
suatu tugas/jabatan, selain itu pendidikan merupakan hasil yang fantasis
dari kemamapuan manusia yang dimaksudkan untuk memberi
pandangan yang lebih luas yang memungkinkan manusia untuk dapat
memperbaiki taraf hidupnya (Hasibuan, 2000).
2) Fasilitas
Segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk dapat
mencapai tujuan dan sesuatu yang merupakan penunjang
terselenggaranya suatu proses pelayanan kesehatan dengan semakin
lengkapnya fasilitas yang dimiliki diharapkan dapat menunjang
pelayanan kesehatan tersebut (Dainur, 2003).
Fasilitas yakni alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan
suatu program dan dapat menunjang kelancaran suatu program yang
meliputi kendaraan operasional, dan alat-alat lainnya. Fasilitas harus
62
ada pada setiap Puskesmas dan harus dalam kondisi yang baik
(ukurannya pasti) atau tidak rusak, fasilitas harus ada pada setiap
Puskesmas untuk membantu para petugas gizi dalam menemukan,
menanggulangi dan memperbaiki keadaan gizi di masyarakat.
Distribusi responden berdasarkan input fasilitas gizi disajikan
pada tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Input Fasilitas Gizi di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No Evaluasi Fasilitas Gizi Jumlah (n) %
1.
2.
Baik
Kurang
33
12
73,3
26,7
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
Berdasarkan tabel 7. menunjukkan untuk fasilitas gizi pada
Puskesmas di Kota Kendari, dari 45 responden ada 33 responden
(73,3%) yang setiap wilayah binaan yang dimana mereka sebagai
penanggung jawab untuk perbaikan gizi masyarakatnya menyatakan
baik dan 12 responden (26,7%) menyatakan masih kurang untuk
fasilitas perbaikan gizi masyarakatnya. Baiknya fasilitas pada program
perbaikan gizi masyarakat yang ada di Puskesmas Kota Kendari untuk
tiap wilayah binaan para petugas gizi, hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya yakni kebutuhan untuk fasilitas perbaikan gizi
63
masyarakat selalu diberikan secara lancar oleh Dinas Kesehatan Kota
Kendari tiap tiga bulannya.
Berdasarkan hasil penelitian berupa obeservasi langsung
dengan melihat langsung fasilitas yang ada pada tiap wilayah binaan
dan juga di Puskesmas yang ada di Kota Kendari ada 33 responden
(73,3%) yang memang memiliki hampir semua fasilitas perbaikan gizi
masyarakatnya dalam kondisi yang baik (tidak rusak, tidak kadaluarsa,
ukurannya pasti) dan memiliki jumlah yang cukup pada setiap wilayah
binaan mereka terkecuali caliper yang tidak dimiliki oleh seluruh
puskesmas dan MP-ASI yang 2 tahun terakhir ini belum ada masukan
atau pemberian dari Dinas Kesehatan untuk MP-ASI umur 6-11 bulan.
Bedasarkan hasil penelitian 12 responden (26,7%) memiliki
fasilitas perbaikan gizi masyarakat pada wilayah binaan mereka tetapi
masih belum memenuhi standart fasilitas perbaikan gizi masyarakat
yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk tiap puskesmas dalam
mencapai indikator Kabupaten atau Kota Sehat tahun 2010, hal ini
disebabkan karena fasilitas yang mereka punya itu sudah diberikan
sangat lama oleh Dinas Kesehatan, maka untuk sekarang ini fasilitas
gizi tersebut tidak layak untuk digunakan lagi karena alatnya rata-rata
sudah rusak dan tidak layak pakai lagi, jadi sebagai gantinya biasanya
mereka meminjam alat atau fasilitas di Puskesmas untuk melakukan
pemeriksaan gizi tiap bulannya.
64
Fasilitas gizi adalah fasilitas standar kebutuhan untuk
pemeriksaan masalah gizi di masyarakat seperti timbangan seca,
microtoice, leghtboard, pita lila, pita circumference, caliper,
timbangan biasa (lacin), buku-buku pedoman khususnya yang
menyangkut masalah gizi di masyarakat maupun bahan penyuluhan
Perbaikan Gizi Masyarakat untuk kasus gizi lebih dan juga masyarakat
umum, Pembeian Makanan Tambahan (PMT) untuk anak balita yang
kekurangan gizi serta Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk
anak bayi umur 6-11 bulan. Sarana obat-obatan di simpan ditempat
yang aman, obat harus tertata rapih seperti tablet Fe untuk ibu hamil
dan juga tablet Vitamin A untuk anak balita dan ibu pada masa
nifasnya dan telah dikelompokkan berdasarkan jenisnya, gudang obat
diurus oleh petugas yang telah ditunjuk (Depkes, 2003).
Oleh sebab itu, dengan fasilitas gizi yang ada di Puskesmas
Kota Kendari sudah baik dan hampir semua wilayah binaan pada
Puskesmas Kota Kendari telah memenuhi standart fasilitas gizi
masyarakat tetapi masih ada yang perlu ditambahkan fasilitasnya
seperti misalnya caliper untuk mengukur lemak seseorang, di
Puskesmas Kota Kendari, fasilitas berupa caliper itu sama sekali tidak
ada, pada hal untuk fasilitas caliper ini masuk dalam standart fasilitas
yang harus dimiliki oleh setiap puskesmas untuk mencapai Indikator
Kabupaten/Kota Sehat dan juga MP-ASI yang sekarang ini belum juga
65
diberikan oleh Dinas Kesehatan untuk tiap Puskesmas yang ada di
Kota Kendari tahun 2010.
3) Dana
Dana yakni sejumlah uang yang disediakan atau dihimpun untuk
sesuatu maksud meliputi biaya yang dibutuhkan dalam proses
pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat merupakan Dana
Alokasi Umum (DAU) yang bersumber dari APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah) dan didistribusikan melalui Dinas
Kesehatan berwujud dana operasional.
Besar dana operasional yang diberikan tidak sama menurut
jumlah desa/kelurahan yang menjadi tanggung jawab Puskesmas
masing-masing. Penggunaan dana untuk kegiatan program perbaikan
gizi masyarakat ditingkat Puskesmas dialokasikan untuk kegiatan dalam
gedung seperti pengadaan formulir, biaya perjalanan petugas dan
pemberian sarana yang tidak mahal harganya (Depkes RI, 2002b).
Semakin besar dana yang dikeluarkan untuk memperbaiki
sebuah program, maka hasilnya pun akan semakin efektif, apabila dana
yang diberikan digunakan seefisien mungkin, dan semakin kecilnya
dana yang digunakan untuk sebuah program, maka program hanya akan
berjalan lambat, dan hasilnya pun tidak akan efektif (Aziah, 2007)
Program-program kesehatan yang menjadi prioritas mendapat
pembiayaan adalah program-program yang mempunyai dampak
66
langsung di masyarakat seperti penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan kematian yang cepat serta dapat menimbulkan kejadian
luar biasa di masyarakat seperti misalnya masalah gizi masyarakat
(Depkes RI, 2002b).
Distribusi responden berdasarkan input fasilitas gizi disajikan
pada Tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Input Dana Gizi di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No Evaluasi Dana Gizi Jumlah (n) %
1. Kurang 45 100
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
Berdasarkan Tabel 8. menunjukkan untuk dana program
perbaikan gizi masyarakat pada Puskesmas di Kota Kendari, dari 45
responden (100%), semua responden menyatakan kurang/kekurangan
dana untuk program perbaikan gizi masyarakat. Kurangnya dana yang
dimiliki oleh tiap Puskesmas di Kota Kendari, hal ini dapat
menyebabkan berbagai dampak negatif bagi program perbaikan gizi
masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian untuk dana seperti pembuatan dan
pengiriman laporan gizi masyarakat yang dilakukan tiap bulannya,
dana transportasi, pemberian intensif atau honor terhadap petugas gizi
67
untuk memotivasi dan memudahkan petugas gizi dalam memperbaiki
masalah gizi dimasyarakat, sarana perbaikan gizi berupa komputer dan
buku-buku pedoman bagi petugas gizi, yang oleh responden yang
dianggap dananya masih sangat kurang, seperti dana transportasi,
menurut beberapa petugas gizi, untuk dana yang diberikan masih
sangat kurang, apalagi para petugas gizi yang memiliki wilayah binaan
yang jauh dari Puskesmas tempat mereka bertugas, tentu saja dalam
pengawasan, pencarian, perbaikan serta penanggulangan masalah gizi
membutuhkan dana yang lebih dari apa yang mereka dapatkan
sekarang ini, serta intensif atau honor bagi para petugas gizi, hampir
rata-rata setiap petugas gizi tidak pernah menerima intensif atau honor
lain selain dari gaji mereka tiap bulannya.
Oleh sebab itu, dengan dana yang minim atau kurang tersebut,
para responden tetap melakukan tugasnya sesuai tanggung jawab
mereka, walaupun terkadang mereka juga harus mengeluarkan dana
dari kantong mereka sendiri untuk mengawasi dan memperbaiki
masalah gizi masyarakat pada wilayah binaan mereka.
b. Proses
Proses adalah adanya pelaksanaan program dimana komponen
yang satu saling mempengaruhi komponen sistem ke komponen sistem
yang lain, yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan (Notoatmodjo,
2007) yang meliputi :
68
1) Perencanaan
Perencanaan adalah sebagai suatu proses penganalisaan da
pemahaman tentang suatu sistem, perumusan tujuan umum dan
tujuan khusus, perkiraan segala kemampuan yang dimiliki, penguaian
segala kemungkinan rencana kerja yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan umum serta khusus tersebut, menganalisa efektifitas
dan berbagai alternatif rencana dan memilih diantaranya yang
dipandang baik serta menyusun, melaksanakan dan mengikutinya
dalam suatu system pengawasan yang terus menerus sehingga
tercapai hubungan yang optimal antara rencana tersebut dengan
sistem yang ada.
Perencanaan sangat dibutuhkan oleh para petugas gizi untuk
menjalankan tugas dan fungsi mereka, karena dalam perencanaan
gizi, dari sini dapat dilihat kegiatan mereka serta pemanfaatan
seluruh ilmu pengetahuan yang modern serta pengalaman yang
dimiliki, sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan kesehata
masyarakat berdasarkan sumber-sumber yang tersedia, perencaan
kesehatan pada dasarnya merupakan suatu proses yang terdiri dari
langkah-langkah yang berkesinambungan, artinya sesuatu langkah
tidak dapat dilakukan sebelum langkah yang mendahuluinya
terlaksana.
69
Distribusi responden berdasarkan proses perencanaan
program perbaikan gizi disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Proses Perencanaan Gizi di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No Evaluasi Perencanaan Gizi N %
1. Baik 45 100
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 45 responden yang terdapat
di Puskesmas Kota Kendari dan dengan melihat langsung
perencanaan yang ada pada tiap puskesmas, semua responden 45
(100%) menyatakan perencanaan yang ada pada puskesmas mereka
masing-masing sudah sangat sangat baik.
Selanjutnya dari 45 responden yang menganggap bahwa
perencanaan akan program perbaikan gizi itu baik, yakni berdasarkan
hasil penelitian diperoleh bahwa para petugas gizi sebelum mereka
melaksanakan sebuah tugas dan kewajiban mereka, para petugas gizi
yang dipimpin oleh koordinator gizi pada masing-masing Puskesmas
yang diketahui oleh Kepala Puskesmas, pada awal bulan Januari, para
petugas gizi melakukan rapat untuk membuat sebuah perencanaan
sesuai dengan kebutuhan atau sumber daya yang ada berupa fasilitas
seperti obat-obatan yakni Tablet Fe dan Vitamin A serta Pemberian
70
Makanan Tambahan (PMT), Makanan Pendamping-ASI (MP-ASI),
jadwal tugas, target untuk tahun demi tahun dan lain-lain sebagainya
yang nantinya akan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota
Kendari pada awal tahun.
Sebagai umpan balik dari Dinas Kesehatan Kota Kendari
dengan memberikan kebutuhan atau sumber daya yang dibutuhkan
oleh Puskesmas sesuai dengan kebutuhan yang tertera pada laporan
perencanaan tiap puskesmas baik dalam bentuk barang ataupun dana
kepada Puskesmas. Para petugas gizi membuat perencanaan akan
kebutuhan gizi dimasyarakat dengan selalu memprioritaskan masalah
yang lebih penting dahulu yang meyebabkan masalah dimasyarakat,
hanya saja seluruh responden 45 (100%) agak kecewa dengan kinerja
yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Kendari, karena
menurut mereka, perencanaan yang telah mereka buat yang sesuai
kebutuhan atau sumber daya, terkadang fasilitas atau dana yang
dikirim ke Puskesmas tidak sesuai dengan permintaan yang petugas
gizi telah buat diperencanaannya, terkadang kurang dari perencanaan
atau kurang dari permintaan Puskesmas.
Oleh sebab itu, para petugas gizi ,mesti membuat perencaan
kembali secara intern, untuk dapat mengoptimalkan dan
memanfaatkan dana dengan fasilitas yang kurang tersebut
71
dimaksudkan agar masyarakat dapat memdapatkan pelayanan akan
gizi yang lebih baik.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan fungsi penggerak dari semua kegiatan
program yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan program.
Pelaksanaan untuk Program Perbaikan Gizi Masyarakat dilakukan
para petugas gizi yang ada pada wilayah kerja atau Puskesmas
masing-masing.
Distribusi responden berdasarkan proses pelaksanaan
program disajikan di Puskesmas Kota Kendari pada tabel 10.
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Proses Pelaksanaan
Program di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No. Evaluasi Proses Pelaksanaan
Program
Jumlah (n) %
1. Baik 45 100
Total 45 100
Sumber: Data Primer, 2010
Tabel 10, menunjukkan bahwa yang melakukan proses
terhadap pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat di
Puskesmas yakni petugas gizi, dari 45 responden (100%), semua
responden atau petugas gizi telah melakukan pelaksanaan program
72
perbaikan gizi masyarakat dengan baik serta laporan akan gizi
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan tiap bulannya.
Berdasarkan standart yang telah ditetapkan oleh pemerintah
kegiatan gizi meliputi penyuluhan akan gizi kepada masyarakat;
penyebaran poster-poster, leaflet, dan brosur pada posyandu yang
terdapat pada wilayah kerja masing-masing; pemantauan dan
penimbangan IMT yang dilakukan tiap bulannya; pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI); melaksanakan
penanggulangan terhadap gizi lebih berupa penyuluhan kepada
penderita; penanggulangan terhadap gizi kurang dan gizi buruk
berupa pemberian makanan tambahan; melaksanakan
penanggulangan dan pemantauan terhadap Kurang Energi Kalori
(KEK) terhadap Bumil dan Bufas tiap bulannya; melaksaakan
pemberian tablet Fe tiap bulannya pada Bumil; melaksanakan
pemberian Vitamin A kepada ibu pada masa nifas untuk tiap
bulannya dan juga kepada bayi dan anak balita yang dilaksanakan
tiap 2 kali dalam setahun yakni bulan Februari dan Agustus dan
pembuatan laporan tiap bulannya.
Berdasarkan hasil penelitian dari 12 kegiatan pada Program
Perbaikan Gizi Masyarakat yang dilaksanakan oleh responden
semuanya telah dilakukan dengan baik, hanya saja ada beberapa
kegiatan yang sebelum-sebelumnya dilakukan tetapi untuk tiga
73
tahun terakhir ini tidak dilakukan lagi seperti misalnya pemberian
Makanan Pendamping-ASI (MP-ASI), karena Dinas Kesehatan
Kota Kendari tidak mendistribusikan lagi MP-ASI ke Puskesmas
yang ada di Kota Kendari.
Kemudian dari kegiatan tersebut, ada beberapa kegiatan lagi
yang tidak dilakukan oleh responden di Puskesmas Kota Kendari,
seperti pelaksanaan penyuluhan akan gizi kecuali ada kasus gizi
lebih saja dan juga melakukan penyebaran atau pemberian poster-
poster, leaflet, brosur pada posyandu yang terdapat pada wilayah
kerja masing-masing mengenai kegiatan program perbaikan gizi
masyarakat, hal ini disebabkan karena menurut responden, tugas
penyuluan tersebut dilakukan oleh bagian Promosi Kesehatan yang
ada di Puskesmas, jadi petugas gizi hanya melaksanakan tugas pada
pelayanan gizi saja.
Walaupun tugas penyuluhan gizi tersebut dilakukan oleh
petugas di bagian promosi kesehatan, petugas gizi juga mesti
dilibatatkan dalam melakukan penyuluhan dan pembuatan materi
akan gizi karena melihat dari professional latar belakang
pendidikan, petugas gizi jelas mengetahui lebih banyak akan
kegiatan dan juga permasalahan program perbaikan gizi di
masyarakat dan juga untuk kegiatan penyebaran poster, leaflet dan
74
brosur para petugas gizi tidak melakukan lagi hal ini disebabkan
karena kekurangan dana akan kegiatan tersebut.
c. Output
Variabel output merupakan hasil langsung dari suatu program.
Variabel output meliputi ketepatan sasaran yakni apakah semua sasaran
dari program perbaikan gizi masyarakat sudah tercapai atau tidak dan
juga tercapainya cakupan program dengan melihat apakah terjadi
peningkatan masyarakat yang mengalami peningkatan derajat kesehatan
khususnya mengenai gizi pada masyarakat dan juga penurunan jumlah
masyarakat yang mengalami masalah gizi, dapat dilihat dari hasil
pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat dari aspek :
1. Ketepatan Sasaran
Sasaran utama dari program perbaikan gizi masyarakat di
seluruh Puskesmas terdapat dalam Peraturan Presiden No. 19 tahun
2007 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2007-2010 terhadap
Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat yakni bayi, balita, ibu hamil
dan ibu masa nifas serta penderita gizi buruk, gizi kurang, dan gizi
lebih (Perpres RI, 2007).
Distribusi data puskesmas berdasarkan output ketepatan
sasaran disajikan pada tabel 11.
75
Tabel 11. Distribusi Data Puskesmas Berdasarkan Output Ketepatan
Sasaran di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No. Evaluasi Output Ketepatan
Sasaran
Jumlah (n) %
1. Baik 12 100
Total 12 100
Sumber: Data Sekunder, 2009
Tabel 11 menyatakan bahwa, semua sasaran yang terdapat
dalam pogram perbaikan gizi pada puskesmas yang ada di Kota
Kendari sudah sangat tepat sasaran yakni dari 12 puskesmas (100%)
yang ada semuanya sudah tepat sasaran dalam pelaksanaan kegiatan
program perbaikan gizi masyarakatnya.
Berdasarkan hasil penelitian, dengan melihat data yang ada di
Puskesmas, ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe; ibu pada nifas
dilakukan pemberian Vitamin A dan dilakukan pemantauan dan
pengukuran KEK; anak bayi (0-11 bulan) dilakukan pemberian
makanan pendamping ASI dan dilakukan penanggulangan terhadap
masalah gizi; anak balita usia dilakukan pemberian Vitamin A dalam 2
kali setahun yakni pada bulan Februari dan Agustus, pemantauan
pertumbuhan balita dan juga dilakukan penanggulangan terhadap
masalah gizi; penderita gizi buruk, gizi lebih dan gizi kurang.
76
Berdasarkan hasil penelitian semua sasaran sudah dijangkau,
karena menurut responden, sasaran dengan fasilitas yang ada berupa
suplemen seperti Vitamin A, tablet Fe dan juga fasilitas lain untuk
pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat sudah pasti dan sudah
tentu akan diberikan pada sasaran yang tepat, untuk kegiatan
penanggulangan gizi buruk dan gizi kurang terhadap kasus yang
terdapat pada wilayah kerja puskesmas di Kota Kendari, apabila
terdapat kasus, yang menjadi sasaran terhadap kegiatan program gizi,
harus diberikan bantuan makanan tambahan agar produktifitas pada
anak tersebut kembali lagi.
Menurut salah satu responden yang ada pada puskesmas di
Kota Kendari yakni pernah suatu waktu untuk pemberian makanan
tambahan, berupa makanan tambahan yang didistribusikan langsung
oleh Dinas Kesehatan Kota Kendari, tidak tepat sasaran karena kasus
yang didapat untuk yang menderita terhadap masalah gizi yakni pada
usia balita, hanya saja Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang
datang tidak sesuai dengan umur si penderita, jadi terkadang PMT
hanya disimpan begitu saja, dan tidak digunakan sama sekali, dan
untuk menanggulanginya pihak puskesmas melakukan pemberian
makanan bukan secara produk tetapi para petugas gizi membuat
makanan jadi berupa bubur kacang ijo untuk anak balita di posyandu
77
dan pemberian kacang ijo yang akan diberikan kepada anak balita yang
menderita kasus gizi buruk dan gizi kurang.
2. Cakupan Program
Tercapainya cakupan program dengan melihat apakah terjadi
peningkatan masyarakat yang mengalami peningkatan derajat
kesehatan khususnya mengenai gizi pada masyarakat dan juga
penurunan jumlah masyarakat yang mengalami masalah gizi. Cakupan
program adalah hasil langsung dari kegiatan program perbaikan gizi
masyarakat. Hasil penelitian menunjukan cakupan program perbaikan
gizi masyarakat di Puskesmas Kota Kendari belum tercapai. Hal ini
terlihat dari capaian kegiatan dalam program perbaikan gizi
masyarakat dan juga target nasional belum tercapai.
Untuk mencapai cakupan program tersebut perlu adanya
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, penyediaan sarana dan
prasarana gizi, dana yang cukup, perencanaan dan pelaksanaan yang
baik serta sosialisasi ke masyarakat terhadap sasaran pada Program
Perbaikan Gizi Masyarakat untuk tiap Puskesmas di Kota Kendari.
Distribusi data puskesmas berdasarkan output cakupan program
disajikan pada tabel 12.
78
Tabel 12. Distribusi Data Puskesmas Berdasarkan Output Cakupan
Program di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
No. Evaluasi Output Cakupan
Program
Jumlah (n) %
1.
2.
Baik
Kurang
5
7
41,7
58,3
Total 12 100
Sumber: Data Sekunder, 2009
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 12 puskesmas di Kota
Kendari ada 5 Puskesmas (41,7%) yang memiliki cakupan program
yang baik, dan 7 Puskesmas (58,3%) yang memiliki cakupan program
kurang. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh petugas gizi
dalam rangka memperbaiki gizi masyarakat pada wilayah kerja
puskesmas masing-masing, dari kegiatan tersebut sudah ditetapkan
sasaran dan target tiap tahunnya dan target nasional dalam pencapaian
visi dan misi Indonesia Sehat 2010 khususnya untuk program
perbaikan gizi masyarakat.
Sasaran akhir tahun 2010 dalam mencapai visi misi Kabupaten
Sehat 2010 yakni meningkatnya persentase ibu hamil yang
mendapatkan yang mendapatkan tablet Fe mencakup 90 %,
menurunnya prevalensi kurang energi kronis (KEK) ibu hamil dan ibu
nifas mencakup 10 %, menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak
79
balita dari 26,4 % (1999) menjadi 20 % (2005) dan sasaran akhir
untuk tahun 2010 menjadi 8 % dan prevalensi gizi buruk dari 8,1%
(1999) menjadi 5% (2005) dan sasaran akhir untuk tahun 2010
menjadi 3 %, mencegah meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak
balita dan dewasa setinggi-tingginya berturut-turut mencakup 3 % dan
10%, meningkatnya persentase bayi yang mendapatkan ASI Ekslusif
mencakup 60 %, Pemberian Makanan Pendamping ASI umur 6-11
bulan dilaksanakan pada bulan Maret tiap tahun mencakup 100 %,
meningkatnya persentase balita yang mendaptkan Vitamin A 2 kali
pertain mencakup 90 % dan sekali sebulan untuk ibu pada masa nifas
dengan cakupan sebesar 90 %, meningkatkan konsumsi garam
beryodium dari 73,2 % menjadi 80 % serta pemantauan pertumbuha
balita: balita yang naik berat badannya (80 %), Balita Bawah Garis
Merah (< 15 %) (Perpres RI, 2007).
Tiap tahunnya peningkatan cakupan Puskesmas harus
meningkat dari tahun sebelumnya yakni sebesar 10 % tiap tahunnya
samapai mencapai target atau cakupan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah dalam program perbaikan gizi masyarakat menuju target
Indonesia Sehat tahun 2010 (Depkes, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian dari 12 kegiatan yang dilakukan
oleh Puskesmas di Kota Kendari dengan target atau cakupan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, ada 5 puskesmas yang masuk dalam
80
kategori baik (41,7%), tetapi masih ada juga kegiatan yang belum
memenuhi standart atau target tehadap cakupan program kegiatan.
Sebagai contoh, kegiatan pemberian Vitamin A kepada balita
2 kali setahun dan ibu pada masa nifasnya diberikan sebulan sekali,
pemberian tablet Fe, pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
hanya saja untuk semua puskesmas di Kota Kendari cakupan
programmnya masih kurang dan masih jauh dari target nasional dalam
pencapaian visi Indonesia Sehat tahun 2010 dan juga untuk kegiatan
kepemilikan kartu terhadap yang menjadi sasaran program perbaikan
gizi masyarakat unuk tergetnya akhir untuk tahun 2010 ini yakni yang
memiliki kartu mesti mencapai 95 %, hanya saja sebagian puskesmas
saja yang bisa mencapai target tersebut dan juga cakupan sasaran pada
program perbaikan gizi masyarakat yang datang untuk memeriksakan
kesehatannya di Puskesmas Kota Kendari, semua puskesmas tidak
memenuhi target akhir atau target nasional yang telah ditetapkan yakni
95% dari sasaran harus memiliki kesadaran untuk memeriksakan
kesehatan di Puskesmas.
81
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini tentang evaluasi pelaksanaan program
perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas Kota Kendari tahun 2010 dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan evaluasi program perbaikan gizi masyarakat dalam upaya
perbaikan gizi masyarakat dinilai dari aspek input yang meliputi tenaga, biaya
atau dana dan fasilitas di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010 dikategorikan
masih kurang untuk program perbaikan gizi masyarakatnya..
2. Pelaksanaan evaluasi program perbaikan gizi masyarakat dalam upaya
perbaikan gizi masyarakat dinilai dari aspek proses yang meliputi
perencanan dan pelaksanaan di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
dikategorikan baik untuk program perbaikan gizi masyarakatnya.
3. Pelaksanaan evaluasi program perbaikan gizi masyarakat dalam upaya
perbaikan gizi masyarakat dinilai dari aspek output yang meliputi ketepatan
sasaran dan cakupan program di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010
dikategorikan masih kurang untuk program perbaikan gizi masyarakatnya.
82
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakuakan maka
disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Kota Kendari agar anggaran alokasi dana untuk Program
Perbaikan Gizi Masyarakat di berikan sesuai kebutuhan masing-masing
puskesmas dan pemberian dana ini diharapkan tidak tertunda lagi agar
pelaksanaan pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat dapat berjalan
dengan baik.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota agar dapat meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga gizi melalui pelatihan-pelatihan.
3. Bagi Pemerintah Provinsi sebaiknya jumlah untuk tenaga gizi khususnya Kota
Kendari masih sangat kurang oleh sebab itu kecukupan untuk tenaga gizi
perlu diperhatikan lagi.
4. Bagi Puskesmas diharapkan kiranya dalam kegiatan pelaksanaan program
perbikan gizi masyarakat lebih diaktifkan koordinasi dan kerjasama lintas
program di Puskesmas untuk mengurangi terjadinya kasus atau masalah gizi
di Masyarakat.
5. Agar Puskesmas Kota Kendari lebih meningkatkan keluarannya atau 0utput
yang meliputi ketepatan sasaran dan juga cakupan program agar pelaksanaan
program perbaikan gizi masyarakat dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Djaeni, 2000, Ilmu Gizi (Untuk Mahasiswa dan Profesi), Dian Rakyat,
Jakarta.
Antina Nevi, 2009, Evaluasi Program, http://www. Google.com, diakses tanggal 18
Desember 2009.
Athur Hilman, 2001, Community Organization and Planning, The Mac Millan
Company, New York.
Azwar A., 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Depkes, 1992, Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
______, 1999a, Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
______, 1999b, Status Gizi dan Imunisasi Ibu dan Anak di Indonesia, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
______, 2002, Pengembangan Puskesmas Era Globalisasi, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
______, 2004, Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Dinkes, 2007, Kabupaten/Kota Sehat 2010, Dinas Kesehatan Kota Kendari, Kendari.
Farida, Y.,T, 2000, Model Evaluasi, Agkasa, Bandung.
84
Khomsam, A, 2004, Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup, PT. Gramedia,
Jakarta.
Mac Kenzie, James, 2007, Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar, EGC, Jakarta.
Mc Mahon, R., 1999, Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer, EGC, Jakarta.
Mubarak, dkk., 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat:Teori dan Aplikasi, Salemba
Medika, Jakarta.
Muninjaya, A.A.Gde., 2004, Manajemen Kesehatan, EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
__________, 2003, Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka
Cipta, Jakarta.
__________, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.
Peraturan Presiden RI. No. 19, 2007, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2007-2010,
CV Eka Jaya, Jakarta.
Rita, S., 1990, Teknik Evaluasi, Angkasa, Bandung.
Soegianto, Benny, 2007, Kebijakan Dasar Puskesmas (Kepmenkes No. 128 Tahun
2004), http://www. Google.com, diakses tanggal 19 Oktober 2009.
Soekarwati, 1995, Monitoring dan Evaluasi Proyek Pemikon, Pustaka Jaya, Jakarta.
Syahbudin S, 2001, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium, Kumpulan Naskah,
Pemayun, UNDIP Semarang.
Yudi Iswanto, 2008, Visi Indonesia Sehat 2010, http://www. Google.com, diakses
tanggal 18 Desember 2009.
85
86
Lampiran 1.1 Kuesioner
Evaluasi Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Dalam Mencapai Visi Misi Indonesia Sehat 2010 di Kota Kendari Tahun 2010
I. Identitas
1. Nama Responden :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Tingkat Pendidikan :
5. Tempat Tugas :
6. Lama Bertugas :
7. Wilayah Binaan :
II. Daftar Pertanyaan
Input
A. Tenaga
1. Apakah ada yang bertanggung jawab mengenai gizi di Puskesmas ini?
a. ya b. Tidak
Jumlah Tenaga Gizi:
2. Ibu/Bapak pernah mengikuti pelatihan khusus mengenai Program Perbaikan
Gizi Masyarakat ?
a. ya (Lihat sertifikat ada/tidak) b. Tidak
Berapa kali:
3. Apakah latar belakang pendidikan anda dari gizi ?
a. Ya b. Tidak
87
B. Fasilitas
No Terdapatnya Fasilitas Perbaikan Gizi
Masyarakat
Ya
(ada)
Tidak
(tidak ada)
1. Timbangan seca
2. Microtoice
3. Lenghtboard
4. Pita Lila
5. Pita Circumference
6. Caliper
7. Timbangan biasa
8. Buku-buku Pedoman
9. Tablet Fe
10. Vitamin A
11. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
12. Makanan Pendamping-ASI (MP-ASI)
Ket : Apabila jawabannya ya (lakukan observasi langsung)
88
C. Dana
Apakah ada tersedia dana untuk operasional program, seperti :
1. Fasilitas Perbaikan Gizi Masyarakat?
a. Ya b. Tidak
2. Pembuatan/pengiriman Laporan?
a. Ya b. Tidak
3. Transportasi ?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah dana mencukupi?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah penerimaan dana yang diberikan lancar?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah ada intensif/honor tenaga gizi?
a. Ya b. Tidak
Proses
A. Perencanaan
1. Apakah kegiatan pelaksanaan program Perbaikan Gizi Masyarakat merupakan
perencanaan kegiatan tahunan?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah dalam pelaksanaan program Perbaikan Gizi Masyarakat dilakukan
penyusunan jadwal kegiatan?
a. Ya b. Tidak
89
3. Apakah semua fasilitas dan kebutuhan di Puskesmas yang ada sekarang ini,
sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat ?
a. Ya b. Tidak
B. Pelaksanaan
1. Apakah ada kegiatann penyuluhan akan gizi masyarakat di wilayah kerja
puskesmas untuk program Perbaikan Gizi Masyarakat?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah ada penyebaran poster-poster, leaflet, dan brosur di wilayah kerja
puskesmas untuk program Perbaikan Gizi Masyarakat?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah pemeriksaan indeks massa tubuh telah dilakukan sebulan sekali?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah Bapak/Ibu di Puskesmas ini melakukan Kegiatan Makanan
Pendamping ASI untuk anak 6-11 bulan pada bulan Maret ini?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Bapak/Ibu pada Puskesmas ini melaksanakan penanggulangan
terhadap gizi lebih tiap ada kasus yang didapatkan?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah Bapak/Ibu pada Puskesmas ini melaksanakan penanggulangan
terhadap gizi kurang tiap ada kasus yang didapatkan?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah Bapak/Ibu pada Puskesmas ini melaksanakan penanggulangan
terhadap gizi buruk tiap ada kasus yang didapatkan?
90
a. Ya b. Tidak
8. Apakah Bapak/Ibu melaksanakan penanggulangan dan pemantauan terhadap
Kurang Energi Kalori (KEK) untuk ibu hamil dan ibu pada masa nifas tiap
bulannya?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah Bapak/Ibu melaksanakan pemberian trablet Fe tiap bulannya pada
ibu hamil?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah untuk pelaksanaan pemberian Vitamin A kepada Ibu pada masa Nifas
dilaksanakan tiap bulannya ?
a. Ya b. Tidak
11. Apakah untuk pelaksanaan pemberian Vitamin A kepada bayi dan anak balita
dilaksanakan tiap 2 bulan sekali yakni bulan februari dan september?
a. Ya b. Tidak
12. Apakah pelaporan telah dilaksanakan setiap bulan?
a. Ya b. Tidak
Output
A. Ketetapan sasaran
Dengan Melihat Data Administrasi Kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di
Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010.
No. Sasaran Kegiatan Ya Tidak
91
1. Ibu Hamil mendapatkan 90 tablet Fe dan
dilakukan pengukuran KEK
2. Ibu pada masa nifas dilakukan pemberian
Vitamin A dosis tinggi dan dilakukan
pengukuran KEK
3. Anak Bayi (0-11 bulan) dilakukan pemberian
makanan pendamping ASI dan dilakukan
penanggulangan terhadap masalah gizi
4. Anak Balita (1-5 tahun) dilakukan pemberian
Vitamin A dosis tinggi 2 kali setahun,
pemantauan pertumbuhan balita, dan dilakukan
penanggulangan terhadap masalah gizi
5. Penderita Gizi Lebih
6. Penderita Gizi Kurang
7. Penderita Gizi Buruk
B. Tercapainya Cakupan Program
Dengan Melihat Data Administrasi Kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di
Puskesmas Kota Kendari Tahun 2010.
No
.
Tercapainya Cakupan Kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Standart Persyaratan Keberhasilan
(Perpres, 2007) Target Tahun 2010
Ya Tidak
1. Cakupan Ibu Hamil mendapatkan 90
tablet Fe
90 %
92
2. Cakupan Balita mendapatkan kapsul
vitamin A 2 kali pertahun
90 %
3. Cakupan pemberian makanan
pendamping ASI umur 6-11 bulan
100 %
4. Cakupan penanggulangan Gizi
Buruk
95 %
5. Cakupan penanggulangan Gizi
Kurang
95 %
6. Cakupan penanggulangan Gizi
Lebih
95 %
7. Cakupan Balita yang naik berat
badannya
80 %
8. Cakupan Balita Bawah Garis Merah < 15 %
9. Cakupan Vitamin A dilaksanakan
tiap bulan untuk ibu pada masa nifas
90 %
10. Cakupan Kekurangan Energi Kalori
ibu hamil dan ibu nifas (KEK)
10 %
11. Cakupan sasaran yang datang
memeriksakan kesehatannya
95 %
12. Cakupan bayi dan balita yang
memiliki kartu
95 %
Keterangan :
Ya (Memenuhi Standart)
Tidak (Tidak Memenuhi Standart)