37

Syarifudin, dakwah melalui media cetak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Page 2: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

1

DAKWAH MELALUI MEDIA

CETAK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecanggihan alat teknologi di era sekarang, telah

mengubah sudut pandang masyarakat mengenai informasi. Hal

ini tidak dapat dipungkiri bila dilihat dari realitas masyarakat

yang menjadikan teknologi sebagai bagian dari kehidupannya.

Akan tetapi, kemajuan teknologi tidak akan maju seperti

sekarang bila bukan hasil penemuan dan ujicoba dari para

sarjana-sarjana di era-era sebelumnya.

Secara umum menurut Mcluhan dan Quentin Fiore,

sejarah media massa itu berbagi kepada empat era, di mana fase

itu berbeda-beda. era pertama, era tribal, Zaman di mana tradisi

lisan dianut dan pendengaran merupakan indra yang sangat

penting. Kedua, Era Melek Huruf, Zaman di mana komunikasi

tertulis berkembang pesat dan mata menjadi organ indra yang

Page 3: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

2

dominan. Ketiga, Era cetak, zaman di mana mendapatkan

informsi melalui kata-kata tercetak merupakan hal yang biasa

dan penglihatan merupakan indra yang dominan. Keempat, era

elektronik, zaman di mana media elektronik melingkupi semua

individu, memungkinkan orang-orang di seluruh dunia untuk

terhubung.1

Di antara era-era yang yang telah disebutkan di atas,

maka era cetaklah yang menjadi tonggak sejarah dari

perkembangan dunia komunikasi di zaman sekarang.

Semenjak penemuan mesin cetak oleh Johann

Gutenberg (1400-1468)2 merupakan babak awal dari

perkembangan media komunikasi. Dengan ditemukannya

mesin cetak ini, maka naskah tertulis yang dulunya terbatas dan

sangat lama pengerjaan, telah tergantikan dengan yang lebih

1Richard West dan Lynn H. Turner, Introduce Communication

Theory: Analysis and Aplication. Terj. Maria Natalia Damayanti Maer,

Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Edisi. 3 (Cet. I; Jakarta:

Salemba Humanika, 2008), h. 143-145.

2Lihat Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh

dalam Sejarah (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1982), h. 45-49.

Page 4: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

3

cepat dan praktis, yang selanjutnya mendorong terjadinya

standarisasi bahasa dan tumbuhnya kepustakaan nasional.3

Peran media cetak sangatlah penting, sehingga sulit

dibayangkan negara-bangsa (nation-state) modern bisa hadir

tanpa keberadaannya. Selama beradab-abad media cetak

menjadi satu-satunya alat pertukaran dan penyebaran informasi,

gagasan, dan hiburan, yang sekarang ini dilayani oleh aneka

media komunikasi. Selain menjadi alat utama menjangkau

publik, media cetak juga menjadi sarana utama untuk

mempertemukan para pembeli dan penjual.4

Proses kerja dari hasil para penulis, dan penyunting

media cetak telah menghasilkan berbagai macam bentuk dan

modelnya. Di antaranya adalah surat kabar, majalah, artikel,

buku, buletin, dan media cetak yang berbasis online; sehingga

dengan berbagai inovasi ini akan memudahkan bagi setiap

individu di dalam mengakses informasi. Akan tetapi, dari hasil

karya-karya para penulis di atas bila tidak memegang etika

3Wiliam L. Rivers, et al., Mass Media and Modern Siciety 2nd

Edition, Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna, Media Massa dan

Masyarakat Modern, Edisi ke-2 (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2008), h. 17.

4Ibid., h. 17.

Page 5: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

4

jurnalis, maka akan sangat membahayakan, terutama bagi

generasi muda.

Bagi jurnalis media cetak yang tidak memegang etiket

jurnalis, akan menghasilkan karya-karya yang dapat merusak

dan menyesatkan pemikiran bagi generasi mudah, seperti

menampilkan konten-konten porno, dan menuliskan pemikiran-

pemikiran liberal, komunis, dan sekuler.

Oleh sebab itu, dalam usaha membendung pengaruh-

pengaruh di atas, maka diperlukan tulisan-tulisan dari para

jurnalis yang memegang kode etik jurnalis. Salah satu jurnalis

yang dianggap memegang kode etik ini adalah jurnalis yang

menerbitkan tulisan-tulisan yang berhaluan keislaman. Namun

bukan berarti jurnalis yang tidak berada pada media cetak yang

berhaluan Islam dikatakan tidak beretiket, tetapi jurnalis yang

beretiket adalah jurnalis yang tetap memegang dan menjunjung

tinggi norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat.

Melalui media cetak inilah para jurnalis muslim

menyampaikan informasi, gagasan, dan pemikirannya; oleh

sebab itu, ajaran-ajaran Islam dapat dengan mudah

Page 6: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

5

didakwahkan melalui media, sehingga cepat tersebar ke seluruh

penjuru dunia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan

masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penyajian dakwah melalui media cetak?

2. Bagaimana pendekatan kritis terhadap dakwah melalui

media cetak?

Page 7: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

6

BAB II

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

A. Teori Pers

Tulisan dan khususnya penemuan percetakan,

menyebabkan perubahan mendalam pada masyrakat. Ketika

menulis sesuatu, dapat dipisahkan dari waktu. Dapat pula

dimanipulasi, mengubah dan menyuntingnya, dan menyebarkan

ulang tulisan tersebut. Dengan kata lain, dapat “menggunakan”

informasi dan pengetahuan dlaam cara yang tidak mngkin

dilakukan dalam tradisi lisan. Hal ini menyebabkan adanya

pemisahan pengetahuan (apa yang diketahui) dari yang

mengetahui (apa yang mengetahuinya). Semua orang yang

dapat membaca dan menulis memiliki status khusus, sehingga

pendidikan formal memiliki peran yang penting. Lebih lanjut,

pengetahuan simbolistik dan dapat dianggap sebagai status

kebenaran, dan individu serta kelompok dapat dibagi antara

mereka yang “memiliki” kebenaran dan mereka yang tidak.

Selanjutnya informasi dapat disimpan, atau dikesampingkan,

Page 8: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

7

menjadikan tulisan sebagai alat percakapan. Kepentingan pada

apa yang “disimpan” dalam bahasa tulisan.5

1. Authoritarian Theory (Teori Pers Otoriter)

Teori ini dianggap sebagai teori pers yang paling tua,

berasal dari abad ke-16. ia berasal dari falsafah kenegaraan

yang membela kekuasaan absolut. Penetapan tentang hal-hal

“yang benar” dipercayakan hanya kepada segelintir “orang

bijaksana” yang mampu memimpin. Jadi, pada dasarnya,

pendekatan dilakukan dari atas ke bawah. Pers harus

mendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi kepada

negara. Pers harus mendukung kebijakan pemerintah dan

mengabdi kepada negara. Para penyampai berita diawasi

melalui paten-aten, izin-izin terbit, dan sensor. “Konsep ini

menetapkan pula hasil bagi sebagian besar sistem-sistem pers

nasional dunia, dan masih bertahan sekarang.

Yang penting dicatat juga, prinsip authoritarian theory

ini adalah bahwa negara memiliki kedudukan lebih tinggi dari

5Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Theories of Human

Communication. Terj. Mohammad Yusuf Hamdan, Komunikasi, Edisi 9

(Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 412.

Page 9: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

8

pada individu dalam skala nilai kehidupan sosial. Bagi seorang

individu, hanya dengan menempatkan diri di bawah kekuasaan

negara, maka individu yang besangkutan bisa mencapai cita-

citanya dan memiliki atribusi sebagai orang yang beradab.6

2. Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial (Social

Respansibility Theory)

Teori pers bertanggung jwab sosial dijabarkan

berdasarkan asumsi bahwa prinsip-prinsip teori pers libertarian

terlalu menyederhanakan persoalan. Dalam pers libertarian,

para pemilik dan para operator perslah yang terutama

menentukan fakta-fakta apa saja yang boleh disiarkan kepada

publik dan dalam versi apa. Teori pers libertarian tidak berhasil

memahami masalah-masalah seperti proses kebebasan internal

pers dan proses konsentrasi pers. Teori pers bertangguang

jawab sosial yang ingin mengatasi kontradiski antara kebebasan

media massa dan tanggung jawab sosialnya ini diformulasikan

secara jelas sekali pada tahun 1949 dalam laporan “commision

6Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik:

Teori dan Praktik (Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 19.

Page 10: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

9

on the Freedom of the Press” yang diketahuai oleh Robert

Hutchins.

Teori tanggung jawab sosial mengatakan bahwa setiap

orang yang memiliki sesuatu yang penting untuk dikemukakan

harus diberikan hak dalam forum, dan jika media dianggap

tidak memenuhi hak dan kewajibannya, maka ada pihak yang

harus memaksanya. Di bawah teori ini, media dikontrol oleh

pendapat masyarakat, tindakan konsumen, kode etik

profesional, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan

pengatur mengingat keterbatasan teknis pada jumlah saluran

frekuensi yang tersedia.7

Komisi yang selanjutnya terkenal dengan sebutan

Hutchins Commision ini mengajukan 5 prasyarat bagi pers yang

bertanggung jawab kepada masyarakat. Lima prasyarat tersebut

adalah:

a. Media harus menyajikan berita-berita peristiwa

sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan

7Severin, Werner, J. dan James W. Tankard, Jr., Communication

Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, Edisi Ke- 5 (Cet. 4;

Jakarta: Kencana, 2009), h. 379.

Page 11: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

10

cerdas dalam konteks yang memberikannya makna.

(media harus akurat; mereka tidak harus

melaporkan dengan cara yang memberikan arti

secara internasional, dan harus lebih dalam dari

sekedar menyajikan fakta-fakta dan harus

melaporkan kebenaran).

b. Media harus berfungsi sebagai forum untuk

pertukaran komentar dan kritik. (media harus

menjadi sarana umum; harus memuat gagasan-

gagasan yang bertentangan dengan gagasan-gagasan

mereka sendiri, “sebagai dasar pelaporan yang

objektif”; semua “pandangan dan kepentingan yang

penting” dalam masyarakat harus diwakili; media

harus mengidentifikasi sumber informasi mereka

karena hal ini “perlu bagi sebuah masyarakat yang

bebas.”

c. Media harus memproyeksikan gambaran yang

benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok

konstituen dalam masyarakat. (Ketika gambaran-

gambaran yang disajikan media gagal menyajikan

Page 12: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

11

suatau kelompok sosial dengan benar, maka

pendapat disesatkan; kebenaran tentang kelompok

mana harus benar-banar mewakili; ia harus

mencakup nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi kelompok,

tetapi ia tidak boleh mengecualikan kelemahan-

kelemahan dan sifat-sifat buruk kelompok).

d. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-

tujuan dan nilai-nilai masyarakat. (Media adalah

instrumen pendidikan mereka harus memikul suatu

tanggungjawab untuk menyatakan dan menjelaskan

cita-cita yang diperjuangkan oleh masyarakat.

e. Media harus menyediakan akses penuh terhadap

informasi-informasi yang tersembunyi pada suatu

saat. (ada kebutuhan untuk “pendistribusian berita

dan opini secara luas”).8

3. Teori Persamaan Media (Media Equation Theory)

Teori ini Pertama kali dikenalkan oleh Byron Reeves

dan Clifford Nass (profesor jurusan komunikasi Univesitas

8Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, op.cit., h.

20-22.

Page 13: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

12

Standford Amerika) dalam tulisannya The Media Equation:

How People Treat Computers, Televition, and New Media Like

Real People and Places pada tahun 1996.

Media Equation Theory atau teori persamaan media ini

ingin menjawab persoalan mengapa orang-orang secara tidak

sadar dan bahwa secara otomatis merespons apa yang

dikomunikasikan media seolah-olah (media itu) manusia.

Menurut teori ini, media diibaratkan manusia. Teori ini ini

memperhatikan bahwa media juga bisa diajak berbicara. Media

bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi

interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to

face. Misalnya, berbicara (meminta pengolahan data) dengan

komputer seolah-olah komputer itu manusia.9

Dalam komunikasi interpersonal, misalnya, manusia

bisa belajar dari orang lain, bisa dimintai nasihat, bisa dikritik,

bisa menjadi penyalur kekesalan atau kehimpitan hidup.10

Dalam media cetak misalnya, seseorang bisa meminta nasihat

9Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Ed. I (Cet. II; Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada 1997), h. 178.

10Ibid,. h. 179.

Page 14: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

13

masalah-masalah psikologi, tanya jawab mengenai persoalan

agama, bahkan melalui media cetak bisa menjadi media

perantara dalam mencari jodoh.

4. Media Critical Theory

Teori media kritis akarnya berasal dari aliran ilmu-ilmu

kritis yang bersumber pada ilmu sosial Marxis. Teori-teori

kritis secara terbuka menekankan perlunya evaluasi dan kritik

terhapda staus quo Teori kritik membangun pertanyaan dan

menyediakan alternatif jalan untuk menginterpretasikan hukum

sosial media massa.

Teori kritis sering menganalisis secara khusus lembaga

sosial, penyelidikan luas untuk yang dinilai objektif adalah

mencari dan mencapai. Media massa dan budaya massa telah

mempromosikan banyak hal yang ikut menjadi sasaran teori

kritis. Bahkan ketika media massa tidak melihat sebagai sumber

secara khusus, mereka dikritik untuk memperburuk atau

melindungi masalah dari yang diidenfikasikan atau disebut dan

Page 15: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

14

dipecahkan.11

Contohnya seorang teoritikus berpendapat bahwa

isi praktik produksi para praktisi media.

Kebebasan seperti ini juga dinikmati oleh penerbit

majalah dan buku. Meskipun demikian, ini tidak berarti bahwa

tidak ada pembatasan sama sekali terhadap media cetak. Di

masyarakat manapun pembatasan selalu ada dalam kadar

tertentu.12

Di antara teori-teori yang telah disebutkan di atas,

kesemuanya saling menutupi kekurangan, dikarenakan pada

dasarnya sebuah teori itu tidak dapat berdiiri sendiri.

11

Ibid., h. 199-200.

12Wiliam L. Rivers, et al., Mass Media and Modern Siciety 2nd

Edition, Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna, Media Massa dan

Masyarakat Modern, Edisi ke-2 (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2008), h. 169.

Page 16: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

15

BAB III

PEMBAHASAN

A. Jurnalistik Dakwah Media Cetak

Sekurang-kurangnya ada tiga jenis media cetak: Surat

Kabar, Majalah dan Buku. Sejak awal pertumbuhannya hingga

saat ini, ketiga jenis media cetak itu telah mengalami berbagai

perubahan yang amat besar. Dari sisi perwajahannya,

sopistikasi bahasanya, kualitas pesan-pesannya dan lain

sebagainya, semuanya telah berubah sejalan dengan perubahan

masyarakat dan kemajuan teknologi pendukungnya.

1. Surat kabar

Setiap surat kabar saat mencapai pembaca adalah hasil

dari suatu seri keseluruhan pemilihan mengenai item apa akan

dicetak, dalam posisi apa akan dicetak, seberapa besar ruang

yang ditempati masing-masing, penekanan apa yang tiap-tiap

item akan punyai13

13

Scott M. Cutlip, Allen H. Center, dan Glen M. Broom, Effectife

Publc Relations, Edtion 8. Terj. Ch. Renata V.H. Pohan, Effective Public

Relations: Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Kehumasan dengan

Sukses (Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2005), h. 221.

Page 17: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

16

Surat kabar atau biasa disebut juga koran merupakan

salah satu kekuatan sosial dan ekonomi yang cukup penting

dalam masyarakat, pada awal perkembangannya, di Italia,

suratkabar, dalam bentuk “posted bulletins,” tumbuh secara

bertahap mulai dari bentuknya yang amat sederhana hingga

dalam bentuknya seperti yang sekarang dapat dilihat dengan

jumlah halaman serta dalam radiasi publikasi internasional.

Dalam pengamatan Bitnerr (1986), di Amerika,

perusahaan koran memuat hampir seluruh berita komersial

yang dipublikasikan lewat sistem percetakan yang legal dan

dengan subsidi pemerintah. Tidak ada perusahaan koran yang

tidak mendapatkan subsidi di satu pihak, dan di pihak lain,

koran juga memiliki kebebasan yang cukup besar. Namun

kemudian hal itu berubah, terutama setelah meledaknya kasus

John Peter Zenger, seorang pimpinan redaksi sebuah surat

kabar News York Weekly Journal yang melancarkan kritik

terhadap pemerintah. Kasus ini membuka telah membuka jalan

baru bagi kekuasaan untuk melakukan kontrol terhadap pers

pada umumnya. Dari kasus inilah, antara lain, kemudian

Page 18: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

17

muncul ke permukaan tentang apa yang kini dikenal dengan

“kebebasan pers.”14

Seiring dengan perkembangan zaman mundurnya minat

seseorang untuk mendapatkan informasi melalui surat kabar

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

a. Hilangnya segmentasi pasar surat kabar yang

efektif, atau dengan kata lain adanya

ketidakmampuan untuk mencari pembacar agar

sebuah surat kabar dapat membedakan diri dari

pesaing iklan di mana memasang iklan merasakan

keuntungan publikasi dari uang yang telah

dibayarkan.

b. Persaingan keuntungan iklan dari media siar.

c. Penurunan jumlah pembaca masing-masing rumah

tangga.

d. Penduduk berubah, dari penduduk kota yang sangat

beragam menjadi penduduk pinggiran homogen

dengan surat kabar pinggiran individu yang dapat

14Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistk: Pendekatan Teori dan Praktik

(Cet. I; Jakarta: Logos, 1999), h. 88-89.

Page 19: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

18

mewakili homogenitas tersebut secara lebih

efisien.15

Hal ini juga yang menimpa koran-koran yang

berorientasi Islam, ketidak universalan isi dari pada topik koran

yang berorientasi Islam, menyebabkan koran-koran tersebut

lambat berkembang, sehingga jangkauan di dalam memperluas

jaringannya menjadi sempit. Selain itu, faktor ketidak banggaan

dari umat Islam untuk merasa memiliki salah satu kekayaan

Islam, juga merupakan faktor kurangnya minat masyarakat

Islam untuk membeli koran-koran yang berorientasi Islam.

2. Artikel

Secara definitif, artikel diartikan sebagai sebuah

karangan faktual (nonfiksi) tentang suatau masalah secara

lengkap, yang panjangnya tak tentu, untuk dimuat disurat

kabar, majalah, buletin, dan sebagainya, dengan tujuan untuk

15

Severin, Werner, J. dan James W. Tankard, Jr., Communication

Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, Edisi Ke- 5 (Cet. 4;

Jakarta: Kencana, 2009), h. 426-427.

Page 20: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

19

menyampaikan gagasan fakta guna meyakinkan, mendidik,

menawarkan pemecahan suatu masalah, atau menghibur.16

Artikel dakwah adalah tulisan tentang masalah ajaran

Islam (akidah/iman, syariah/Islam, akhlak/ihsan) berikut

pendapat penulisnya yang bersifat preskriptif. Ia berisi ajakan,

tuntunan, atau petunjuk untuk memahami dan mengamalkan

ajaran Islam.17

Idealnya, penulis artikel dakwah memiliki pengetahuan

dan pemahaman yang lebih dibandingkan pembaca atau “di

atas rata-rata” pembaca. Meskipun demikian, penulis artikel

dakwah tidak selalu harus demikian. Prinsipnya, kebenaran

sekecil apapun yang dimiliki harus disampaikan kepada orang

lain.18

Artikel dakwah dapat ditulis dengan mengikuti salah

satu format atau gabungan dari keempat format berikut:

16

Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi

Dakwah Bil Qalam (Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 65.

17Ibid., 66.

18Ibid.

Page 21: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

20

a. Deskriptif

Artikel deskriptif (to describe=menggambarkan) adalah

tulisan yang menjawab pertanyaan “apa”. Isinya

menggambarkan secara detil atau garis besar tentang

suatu masalah, sehingga pembaca mengetahui secara

utuh masalah yang dikemukakan.

b. Eksplanatif

Artikel eksplanatif (to explain= menerangkan,

menjelaskan) adalah tulisan yang menjawab pertanyaan

“mengapa”. Isinya menerangkan sejelas-jelasnya

tentang suatu masalah, sehingga si pembaca memahami

betul masalah yang dikemukakan.

c. Artikel Prediktif

Artikel prediktif (to predict= meramalkan) menjawab

“apa yang akan terjadi nanti”. Isinya berupa perkiraan

apa yang kemungkinan terjadi pada masa datang,

berkaitan dengan masalah yang dikemukakan.

d. Artikel Preskriptif

Artikel preskriptif (to prescribe= menentukan,

menuntun) menjawab pertanyaan “apa yang harus

Page 22: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

21

dilakukan”. Isinya mengandung aga melakukan sesuatu.

Kata-kata “harus”, “seharusnya”, “hendaknya”, dan

semacamnya mendominasi tulisan jenis ini.19

3. Majalah

Klarifikasi majalah umumnya dikategorikan

berdasarkan khalayak luas yang mereka layani: (1) Majalah

Konsumen, (2) Majalah Bisnis, (3) Majalah Pertanian, dan (4)

majalah Komputer/internet. Sebuah kategori baru yang sedang

bangkit adalah majalah online.20

Kebanyakan majalah tampil lebih mengkilap ketimbang

koran. Majalah menggunakan kertas mengkilap dan sampul

tebal, penuh warna, dan desain yang cerdas. Majalah tampak

segar, punya banyak white space, dan menarik perhatian

pembaca serta memuat iklan yang menarik.

Berita-beritanya lebih panjang (sekitar 2000 kata) jika

dibandingkan dengan berita koran yang sekitar 700-an kata,

19

Ibid., 68.

20Monle, & Carla Johnson, Princples of Adversiting: A Global

Perspective, terj. Haris Munandar, dan Dudi Priatna, Prinsip-Prinsip Pokok

Periklanan dalam Prefektif Global. Edisi Pertama (Cet. II; Jakarta:

Kencana, 2007), h. 242.

Page 23: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

22

namun majalah sering memuat foto berwarna. Isi beritanya

tidak begitu formal dan lebih mendalam. Ringkasnya majalah

cenderung tetap disimpan di rumah lebih dari sebulan atau

seminggu sejak mereka diterbitkan.21

Majalah yang diterbitkan tidak selamanya menyangkut,

topik-topik seputar persoalan kemasyarakatan, tetapi juga

persoalan keagamaan juga disinggung. Salah satu majalah yang

memuat topik keagamaan yang terbilang sukses adalah Panji

Masyarakat.

Panji Masyarakat atau disingkat dengan Panjimas

adalah majalah berorientasi Islam yang dimiliki Indonesia.

Yang dalam perkembangannya Panjimas berusaha

menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, awal

didirikannya pada tanggal 15 Juni 1959 oleh KH Faqih Usman,

Harnka (H. Abdul Malik Karim Amrullah), Joesof Abdoellah

Poear, dan HM. Joesoef Ahmad. Semula terbit sebagai

dwimingguan, kemudian tiga kali sebulan. Semula hampir

seluruh isinya berupa artikel tentang agama. Tetapi setelah

21

Christoper K. Passante, The Complete Ideal’s Guides:

Journalism, Edisi I (Cet. I; ttp: Alpha Book, tth), h. 90.

Page 24: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

23

melewati umur seperempat abad, isi dan penampilan tata

wajahnya (layout) lebih mengarah ke majalah berita. Sekitar

separo isinya berupa berita aktual dan laporan, dan selebihnya

berupa opini.

Pada awalnya, memiliki ikatan yang erat dengan

organisasi Islam yakni Muhammadiyah, kemudian mencoba

menerobos pembaca yang lebih luas. Majalah ini beredar tidak

hanya di Indonesia, juga di Brunei Darussalam, Singapura, dan

Malaysia. Majalah ini sempat ditutup selama bertahun-tahun

setelah dilarang terbit pemerintah karena memuat karangan

mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta, "Demokrasi Kita",

bulan Mei 1960. Tulisan itu mengandung kritik yang tajam

terhadap pemerintahan Soekarno. Ketika situasi politik

berubah, tanggal 5 Oktober 1966 Panjimas terbit kembali di

bawah pimpinan Rusydi.22

Selain Panji Masyarakat ada juga majalah yang

berorientasi Islam, yaitu majalah Sabili; majalah Sabili

dianggap cukup konsisten menyuarakan politik yang membela

22

http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2152

(Diakses: senin, 24 Oktober 2011, pukul 22.15 Wita).

Page 25: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

24

dakwah Islam yang dipojokkan. Bahasa majalah ini cukup kritis

dan membakar bagi para pembacan. Sabili sempat menjadi

majalah dakwah yang cukup laris dan berada sebanding dengan

media-media nasional kelas atas. Sabili cukup mampu bertahan

di tengah sulitnya arus industri media cetak di tanah air,

terlebih untuk media-media dakwah.23

Untuk meningkatkan jaringan dakwah melalui media

cetak, agar tidak hilang ditelan masa, maka hal-hal yang perlu

diperhatikan adalah sebagai berikut:

Pertama, makna komunikator harus diperluas. Kalau

selama ini komunikator atau penyampai pesan cenderung

dilihat hanyalah mereka yang dapat disebut ulama, atau

mubaligh di majelis taklim, mimbar-mimbar masjid dan

musholla, maka makna itu sebaiknya diperbesar. Harus

dipersepsikan bahwa setiap muslim mempunyai tugas keda’ian.

Seorang wartawan yang menyadari kebesaran Allah SWT lewat

kesempurnaan sebab akibat dan kronologis suatu

kejadian/peristiwa, dapat berdakwah dengan menyampaikan

23

http://www.anneahira.com/majalah-dakwah.htm (Diakses: Senin,

24 Oktorber 2011, Pukul 22. 51 Wita).

Page 26: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

25

“kesadarannya” itu pada khalayak melalui etika pemberitaan

menurut norma-norma agama. Negarawan, peneliti, teknolog

dan sebagainya semuanya dapat melaksanakan peran-peran

keda’ian pada bidang keahlian dan tekunannya masing-masing.

Kedua, isi pesan juga perlu terus diperluas. Isi pesan dakwah

diharapkan tidak semata menyampaikan al-Quran, Hadis,

dalam arti secara harfiah membaca/menyebutkan ayat suci al-

Qur’an. Dengan tidak memungkiri bahwa sumber baku dakwah

itu adalah al–Qur’an dan Hadis. Isi pesan dakwah harus

dipahami yaitu segala sesuatu yang dapat memberikan

pencerahan hati dan pikiran masyarakat, baik melalui

perkataan, tulisan dan perbuatan. materi dakwah pun sebaiknya

harus dapat menyahuti kebutuhan dalam konteks kekinian

sesuai dengan perkembangan zaman. Ketiga, media untuk

menyampaikan pesan dakwah juga perlu diperluas maknanya.

Semua jenis media massa, seperti radio, televisi, surat kabar,

majalah dan seterusnya mestinya dapat dimanfaatkan untuk

tujuan-tujuan dakwah. Tentu saja kontak interpersonal tak

kalah pentingnya. Perbuatan atau prestasi baik dalam satuan-

satuan kerja dan pengabdian kita pun dapat dijadikan sebagai

Page 27: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

26

suatu media dakwah. Keempat, khalayak atau target audience

juga perlu diperluas maknanya. Selain komunitas masjid,

langgar, musholla, majelis taklim, juga mereka yang berada di

tempat-tempat lain seperti di kantor, perusahaan, rumah sakit

dan sebagainya. Tentu saja dengan cara ataupun pendekatan

yang berbeda-beda. Semua anggota masyarakat, sebagai

individu atau kelompok, yang kaya dan miskin, di kota

metropolitan dan di desa terpencil, seharusnya terjangkau oleh

dakwah dengan medium dan materi yang sesuai.24

B. Pendekatan Kritis terhadap Dakwah Melalui Media Cetak

Untuk mengkritisi dakwah melalui media cetak ini,

diperlukan beberapa teori seperti yang telah disebutkan pada

bab II mengenai kerangka teori dan konsep, yaitu: teori otoriter

(authoritarian theory), Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial

(Social Respansibility Theory), Teori Persamaan Media (Media

Equation Theory), dan Media Critical Theory.

1. Teori otoriter (authoritarian theory)

24

http://abahmarasakti.wordpress.com/2010/01/11/dakwah-di-surat-

kabar-kajian-kritis/ (Diakses: senin, 24 Oktober 2011. Pukul 21.26 Wita)

Page 28: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

27

Berdasarkan teori otoriter (authoritarian theory) bahwa

media-media berada dalam pengawasan ketat pemerintah,

sehingga pemberitaan melalui media massa yang menyudutkan

kekuasaan pemerintah harus dibrendel (difilter), karena dapat

mengancam segala kebijakan pemerintah yang bersifat otoriter.

Oleh sebab itu keberadaan teori otoriter, akan

menjadikan media sebagai alat yang baik bagi pencitraan

politik pemerintah, sehingga isi berita hanya memuat kebaikan-

kebaikan pemerintah, sedangkan pemberitaan yang

menyangkut keburukan-keburukannya tidak boleh diberitakan.

Teori otoriter bila terus diterapkan, maka akan

menjadikan pemberitaan bagi media menjadi tidak objektif,

sehingga boleh jadi kesalahan pemerintah bisa menjadi

kebenaran bila telah sampai ke pembaca atau pemirsa.

Teori otoriter juga tidak selamanya merugikan, tetapi

bisa juga bermanfaat di dalam membendung pemberitaan yang

terus-menerus mencari kesalahan pemerintah, teori yang terus

mencari atau mengkritisi kesalahan pemerintah, dengan sebutan

teori kritik media (Media Critical Theory). Sebab, tidak

selamanya kesalahan bertumpu pada pimpinan dalam sebuah

Page 29: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

28

lembaga pemerintah; tetapi bisa disebabkan oleh faktor

persaingan politik yang tidak sehat, sehingga ada usaha dari

lawan-lawan politik untuk menjatuhkan pimpinan dalam

pemerintahan.

Jurnalis muslim yang meliput, mengolah, dan

menyampaikan berita melalui media cetak harus memiliki

sebuah integritas yang tinggi di dalam melaksanakan tugas

kewartawanannya, karena pemberitaan di bawah pengaruh teori

otoriter akan menyembunyikan sebuah kebenaran. Sementara

prinsip pemberitaan yang dibangun dalam oleh ajaran Islam

haruslah berlandaskan sabda Nabi, yang berarti: “Katakanlah

kebenaran itu (jujurlah), sekalipun itu pahit.”

Selain hal di atas, seorang jurnalis muslim harus

memperhatikan hal-hal yang bisa mengancam jiwa, agama, dan

negara; karena jika terus-menerus memberitakan sesuatu

pemberitaan yang melawan pemerintahan otoriter, dengan cara

menghasut, dan memprovokasi, akan menyebabkan

ketidakstabilan dalam sebuah pemerintahan, seperti yang

menimpa negara-negara yang berada di kawasan timur tengah

sekarang, seperti: aksi penurunan paksa terhadap presiden

Page 30: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

29

Husni Mubarak di Mesir. Imbas dari pada penurunan presiden

Husni Mubarak di Mesir telah mengubah keadaan situasi

politik, di berbagai negara yang berada di sekitar kawasan

timur tengah khususnya negara-negara Arab.

Oleh karena itu, sebagai jurnalis muslim yang bergerak

dalam bidang kewartawanan dalam media cetak, harus

mempunyai analisis yang tajam terhadap dampak yang

ditimbulkan dari pemberitaan yang bersifat propokatif, maka

dari itu pertimbangan di dalam “mencegah kemudaratan lebih

didahulukan ketimbang mengambil kemaslahatan.”

2. Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial (Social

Respansibility Theory)

Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial (Social

Respansibility Theory) bisa dikatakan sebagai teori yang

mengandung nilai-nilai yang Islami. Dikarenakan teori ini

menjunjung tinggi kode etik pekerjaan kewartawanan,

tanggung jawab, serta kejujuran. Di mana kode etik ini sangat

dibutuhkan pada diri jurnalis, sehingga dengan memegang dan

mengikuti teori ini, akan memberikan efek positif terhadap

dunia pemberitaan.

Page 31: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

30

Akan tetapi, teori pers bertanggung jawab sosial yang

telah dirumuskan, secara realitas di lapangan, belum

menunjukkan hasil yang maksimal. Disebabkan, masih ada

jurnalis yang tidak bertanggung jawab terhadap perubahan

sosial yang ditimbulkan dari hasil pemberitaannya melalui

media cetak. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya gambar-

gambar vulgar pada iklan-iklan dalam surat kabar, penyebaran

buku-buku yang memuat paham-paham menyesatkan,

pembuatan karikatur-karikatur gambar Nabi Muhammad,

tulisan-tulisan yang melecehkan ajaran agama, tulisan-tulisan

yang memperjuangkan kebebasan gender bagi kaum wanita,

dan tulisan yang memperjuangkan pengakuan status kelamin

waria dengan alasan kebebasan HAM.

Selain hal di atas, perlindungan hukum terhadap

wartawan juga menjadi payung hukum yang kuat bagi mereka

untuk melanggar kode etik. Hal ini dapat dilihat dari keberatan

pembaca yang dirugikan akibat pemberitaan-pemberitaan gosip

dan pencemaran nama baik yang dilakukan melalui surat kabar,

yang hanya diladeni melalui hak jawab konsumen; sehingga

bisa dikatakan bahwa kesalahan wartawan akibat dari kelalaian

Page 32: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

31

dalam menyampaikan berita ke khalayak ramai, hampir tidak

diketemukan yang dijerat hukum pidana.

Sebagai jurnalis muslim, memegang kode etik sebagai

tanggung jawab sosial harus dipertahankan, yang merupakan

ciri khas utama di dalam menyampaikan dakwah melalui media

cetak.

Sifat amanah (bertanggung jawab) merupakan salah

satu sifat Nabi Muhammad saw., yang harus diwarisi bagi

seorang jurnalis, karena dari sifat ini akan menjadi kontrol bagi

bagi jurnalis di dalam meliput, mengolah, dan menyampaikan

berita; sehingga ia tidak akan serta merta menyampaikan berita,

tetapi ia harus menganalisis dampat yang ditimbulkan akibat

pemberitaannya.

3. Teori Persamaan Media (Media Equation Theory)

Teori persamaan Media (Media Equation Theory)

secara singkat dapat dikatakan sebagai teori yang memberikan

stimulus kepada responden atau pembaca untuk melakukan

interaksi melalui media massa. Dari hasil interaksi itulah

melahirkan tanya-jawab atau umpan balik (feedback) antara

Page 33: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

32

pembaca dan jurnalis, sehingga terciptalah iklim kebersamaan

di dalam membangun komunikasi.

Adapun rubrik dari hasil yang diciptakan dari teori ini

adalah rubrik tanya jawab, rubrik ini biasa ditangani oleh

tenaga ahli yang kompetitif dibidangnya, misalnya: ulama ahli

dalam bidang agama, dokter ahli dalam bidang kesehatan, dan

psikiater ahli dalam bidang kesehatan jiwa.

Rubrik tanya jawab melalui media cetak terbilang baik,

akan tetapi proses umpan-balik melalui pertanyaan-tanyaan

yang diajukan oleh responden terbilang lambat, karena

membutuhkan jeda waktu yang lama, bila dibandingkan dengan

media elektronik.

Selain rubrik tanya jawab dari hasil yang dilahirkan

oleh teori ini, ada juga rubrik pencaharian jodoh, dan juga

tempat untuk mencurahkan perasaan benci, marah, dan tidak

senang. Rubrik seperti ini bisa memberikan pengaruh positif

maupun negatif terhadap pembaca; pengaruh positifnya adalah

bagi orang yang kesulitan mendapatkan jodoh, akan

terbantukan dengan adanya rubrik ini, akan tetapi negatifnya

adalah tidak selamanya sesuatu yang dicita-citakan sesuai

Page 34: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

33

dengan apa yang diinginkan, misalnya: jodoh yang diharapkan

tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.

4. Teori Kritik Media (Media Critical Theory)

Teori Kritik Media (Media Critical Theory) adalah teori

yang membangun kritik terhadap segala perkembangan sosial

yang terjadi di masyarakat, melalui teori ini media cetak

dimanfaat sebagai medium di dalam menuangkan segala ide-ide

terhadap perkembangan sosial yang mencakup politik, agama,

budaya, dan pemikiran.

Bila dilihat dalam praktek teori ini, maka kritikan-

kritikan dari seorang kritikus yang memberikan beban berat

bagi orang yang dikritik, tanpa memberikan solusi yang tepat

bagi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Kritik yang

hanya menitik-beratkan kesalahan orang menyebabkan tidak

Oleh karena sebagai teori yang dibangun untuk

mengkritik terhadap perkembangan sosial, maka melalui media

cetak sebagai media dakwah, akan memberikan kritikan-

kritikan terhadap perkembangan sosial melalui dasar-dasar

yang dibangun melalui landasan normatif, yaitu al-Qur’an dan

al-Hadis. Dari landasan inilah dibangun konstruk pemikiran,

Page 35: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

34

yang memberikan jalan keluar bagi permasalahan-

permasalahan yang timbul akibat perubahan sosial yang begitu

cepat.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah, maka kesimpulan pada

makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Penyajian dakwah melalui media cetak, dapat dilakukan

lewat medium surat kabar, artikel, dan majalah; dakwah

yang dilakukan melalui media harus berisi pesan-pesan

keagamaan dalam bentuk berita politik dunia Islam,

rubrik tanya jawab, dan konsultasi. Landasan yang

dipergunakan adalah al-Qur’an dan al-hadis, selain itu

harus dipadukan dengan topik-topik kontemporer yang

menyangkut problematika yang dihadapi umat Islam di

zaman sekarang.

2. Pendekatan teori yang dipakai di dalam mengeritik

media cetak sebagai media dakwah, yaitu: pertama,

Page 36: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

35

teori media otoriter; yaitu media yang diawasi ketat oleh

pemerintah, dan penyajian harus berdasarkan keinginan

pemerintah, namun hal ini tidak bisa terus berlanjut,

melainkan ada perpaduan dengan teori kritik media.

Kedua, teori pers bertanggung jawab sosial; teori ini

menitikberatkan peran jurnalis yang memegang

tanggung jawab sosial, mengenai alur pemberitaan

dalam media cetak. Di mana seorang jurnalis muslim

harus beretika sesuai dengan yang digariskan oleh

ajaran Islam. Ketiga, teori persamaan media; yaitu teori

yang mengajak respondennya untuk berinteraksi dengan

media cetak sebagai bagian dari rubrik yang

ditampilkan pada karya tulisnya. Keempat, teori kritik

media; yaitu teori yang menitik beratkan pada media

cetak yang mengkritik segala penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi di masyarakat dengan

memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut.

Page 37: Syarifudin, dakwah melalui media cetak

36

B. Implikasi

Adapun implikasi dari makalah ini adalah untuk

mengetahui peran media cetak sebagai media dakwah di dalam

memberikan informasi-informasi ke-Islaman kepada seluruh

umat manusia, dan juga untuk mengetahui pendekatan-

pendekatan teori yang dipakai dalam mengkritik media cetak

sebagai media dakwah.