Upload
syarifudin-amq
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
DAKWAH MELALUI MEDIA
CETAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecanggihan alat teknologi di era sekarang, telah
mengubah sudut pandang masyarakat mengenai informasi. Hal
ini tidak dapat dipungkiri bila dilihat dari realitas masyarakat
yang menjadikan teknologi sebagai bagian dari kehidupannya.
Akan tetapi, kemajuan teknologi tidak akan maju seperti
sekarang bila bukan hasil penemuan dan ujicoba dari para
sarjana-sarjana di era-era sebelumnya.
Secara umum menurut Mcluhan dan Quentin Fiore,
sejarah media massa itu berbagi kepada empat era, di mana fase
itu berbeda-beda. era pertama, era tribal, Zaman di mana tradisi
lisan dianut dan pendengaran merupakan indra yang sangat
penting. Kedua, Era Melek Huruf, Zaman di mana komunikasi
tertulis berkembang pesat dan mata menjadi organ indra yang
2
dominan. Ketiga, Era cetak, zaman di mana mendapatkan
informsi melalui kata-kata tercetak merupakan hal yang biasa
dan penglihatan merupakan indra yang dominan. Keempat, era
elektronik, zaman di mana media elektronik melingkupi semua
individu, memungkinkan orang-orang di seluruh dunia untuk
terhubung.1
Di antara era-era yang yang telah disebutkan di atas,
maka era cetaklah yang menjadi tonggak sejarah dari
perkembangan dunia komunikasi di zaman sekarang.
Semenjak penemuan mesin cetak oleh Johann
Gutenberg (1400-1468)2 merupakan babak awal dari
perkembangan media komunikasi. Dengan ditemukannya
mesin cetak ini, maka naskah tertulis yang dulunya terbatas dan
sangat lama pengerjaan, telah tergantikan dengan yang lebih
1Richard West dan Lynn H. Turner, Introduce Communication
Theory: Analysis and Aplication. Terj. Maria Natalia Damayanti Maer,
Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Edisi. 3 (Cet. I; Jakarta:
Salemba Humanika, 2008), h. 143-145.
2Lihat Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh
dalam Sejarah (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1982), h. 45-49.
3
cepat dan praktis, yang selanjutnya mendorong terjadinya
standarisasi bahasa dan tumbuhnya kepustakaan nasional.3
Peran media cetak sangatlah penting, sehingga sulit
dibayangkan negara-bangsa (nation-state) modern bisa hadir
tanpa keberadaannya. Selama beradab-abad media cetak
menjadi satu-satunya alat pertukaran dan penyebaran informasi,
gagasan, dan hiburan, yang sekarang ini dilayani oleh aneka
media komunikasi. Selain menjadi alat utama menjangkau
publik, media cetak juga menjadi sarana utama untuk
mempertemukan para pembeli dan penjual.4
Proses kerja dari hasil para penulis, dan penyunting
media cetak telah menghasilkan berbagai macam bentuk dan
modelnya. Di antaranya adalah surat kabar, majalah, artikel,
buku, buletin, dan media cetak yang berbasis online; sehingga
dengan berbagai inovasi ini akan memudahkan bagi setiap
individu di dalam mengakses informasi. Akan tetapi, dari hasil
karya-karya para penulis di atas bila tidak memegang etika
3Wiliam L. Rivers, et al., Mass Media and Modern Siciety 2nd
Edition, Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna, Media Massa dan
Masyarakat Modern, Edisi ke-2 (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2008), h. 17.
4Ibid., h. 17.
4
jurnalis, maka akan sangat membahayakan, terutama bagi
generasi muda.
Bagi jurnalis media cetak yang tidak memegang etiket
jurnalis, akan menghasilkan karya-karya yang dapat merusak
dan menyesatkan pemikiran bagi generasi mudah, seperti
menampilkan konten-konten porno, dan menuliskan pemikiran-
pemikiran liberal, komunis, dan sekuler.
Oleh sebab itu, dalam usaha membendung pengaruh-
pengaruh di atas, maka diperlukan tulisan-tulisan dari para
jurnalis yang memegang kode etik jurnalis. Salah satu jurnalis
yang dianggap memegang kode etik ini adalah jurnalis yang
menerbitkan tulisan-tulisan yang berhaluan keislaman. Namun
bukan berarti jurnalis yang tidak berada pada media cetak yang
berhaluan Islam dikatakan tidak beretiket, tetapi jurnalis yang
beretiket adalah jurnalis yang tetap memegang dan menjunjung
tinggi norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat.
Melalui media cetak inilah para jurnalis muslim
menyampaikan informasi, gagasan, dan pemikirannya; oleh
sebab itu, ajaran-ajaran Islam dapat dengan mudah
5
didakwahkan melalui media, sehingga cepat tersebar ke seluruh
penjuru dunia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penyajian dakwah melalui media cetak?
2. Bagaimana pendekatan kritis terhadap dakwah melalui
media cetak?
6
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Teori Pers
Tulisan dan khususnya penemuan percetakan,
menyebabkan perubahan mendalam pada masyrakat. Ketika
menulis sesuatu, dapat dipisahkan dari waktu. Dapat pula
dimanipulasi, mengubah dan menyuntingnya, dan menyebarkan
ulang tulisan tersebut. Dengan kata lain, dapat “menggunakan”
informasi dan pengetahuan dlaam cara yang tidak mngkin
dilakukan dalam tradisi lisan. Hal ini menyebabkan adanya
pemisahan pengetahuan (apa yang diketahui) dari yang
mengetahui (apa yang mengetahuinya). Semua orang yang
dapat membaca dan menulis memiliki status khusus, sehingga
pendidikan formal memiliki peran yang penting. Lebih lanjut,
pengetahuan simbolistik dan dapat dianggap sebagai status
kebenaran, dan individu serta kelompok dapat dibagi antara
mereka yang “memiliki” kebenaran dan mereka yang tidak.
Selanjutnya informasi dapat disimpan, atau dikesampingkan,
7
menjadikan tulisan sebagai alat percakapan. Kepentingan pada
apa yang “disimpan” dalam bahasa tulisan.5
1. Authoritarian Theory (Teori Pers Otoriter)
Teori ini dianggap sebagai teori pers yang paling tua,
berasal dari abad ke-16. ia berasal dari falsafah kenegaraan
yang membela kekuasaan absolut. Penetapan tentang hal-hal
“yang benar” dipercayakan hanya kepada segelintir “orang
bijaksana” yang mampu memimpin. Jadi, pada dasarnya,
pendekatan dilakukan dari atas ke bawah. Pers harus
mendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi kepada
negara. Pers harus mendukung kebijakan pemerintah dan
mengabdi kepada negara. Para penyampai berita diawasi
melalui paten-aten, izin-izin terbit, dan sensor. “Konsep ini
menetapkan pula hasil bagi sebagian besar sistem-sistem pers
nasional dunia, dan masih bertahan sekarang.
Yang penting dicatat juga, prinsip authoritarian theory
ini adalah bahwa negara memiliki kedudukan lebih tinggi dari
5Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Theories of Human
Communication. Terj. Mohammad Yusuf Hamdan, Komunikasi, Edisi 9
(Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 412.
8
pada individu dalam skala nilai kehidupan sosial. Bagi seorang
individu, hanya dengan menempatkan diri di bawah kekuasaan
negara, maka individu yang besangkutan bisa mencapai cita-
citanya dan memiliki atribusi sebagai orang yang beradab.6
2. Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial (Social
Respansibility Theory)
Teori pers bertanggung jwab sosial dijabarkan
berdasarkan asumsi bahwa prinsip-prinsip teori pers libertarian
terlalu menyederhanakan persoalan. Dalam pers libertarian,
para pemilik dan para operator perslah yang terutama
menentukan fakta-fakta apa saja yang boleh disiarkan kepada
publik dan dalam versi apa. Teori pers libertarian tidak berhasil
memahami masalah-masalah seperti proses kebebasan internal
pers dan proses konsentrasi pers. Teori pers bertangguang
jawab sosial yang ingin mengatasi kontradiski antara kebebasan
media massa dan tanggung jawab sosialnya ini diformulasikan
secara jelas sekali pada tahun 1949 dalam laporan “commision
6Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik:
Teori dan Praktik (Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 19.
9
on the Freedom of the Press” yang diketahuai oleh Robert
Hutchins.
Teori tanggung jawab sosial mengatakan bahwa setiap
orang yang memiliki sesuatu yang penting untuk dikemukakan
harus diberikan hak dalam forum, dan jika media dianggap
tidak memenuhi hak dan kewajibannya, maka ada pihak yang
harus memaksanya. Di bawah teori ini, media dikontrol oleh
pendapat masyarakat, tindakan konsumen, kode etik
profesional, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan
pengatur mengingat keterbatasan teknis pada jumlah saluran
frekuensi yang tersedia.7
Komisi yang selanjutnya terkenal dengan sebutan
Hutchins Commision ini mengajukan 5 prasyarat bagi pers yang
bertanggung jawab kepada masyarakat. Lima prasyarat tersebut
adalah:
a. Media harus menyajikan berita-berita peristiwa
sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan
7Severin, Werner, J. dan James W. Tankard, Jr., Communication
Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, Edisi Ke- 5 (Cet. 4;
Jakarta: Kencana, 2009), h. 379.
10
cerdas dalam konteks yang memberikannya makna.
(media harus akurat; mereka tidak harus
melaporkan dengan cara yang memberikan arti
secara internasional, dan harus lebih dalam dari
sekedar menyajikan fakta-fakta dan harus
melaporkan kebenaran).
b. Media harus berfungsi sebagai forum untuk
pertukaran komentar dan kritik. (media harus
menjadi sarana umum; harus memuat gagasan-
gagasan yang bertentangan dengan gagasan-gagasan
mereka sendiri, “sebagai dasar pelaporan yang
objektif”; semua “pandangan dan kepentingan yang
penting” dalam masyarakat harus diwakili; media
harus mengidentifikasi sumber informasi mereka
karena hal ini “perlu bagi sebuah masyarakat yang
bebas.”
c. Media harus memproyeksikan gambaran yang
benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok
konstituen dalam masyarakat. (Ketika gambaran-
gambaran yang disajikan media gagal menyajikan
11
suatau kelompok sosial dengan benar, maka
pendapat disesatkan; kebenaran tentang kelompok
mana harus benar-banar mewakili; ia harus
mencakup nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi kelompok,
tetapi ia tidak boleh mengecualikan kelemahan-
kelemahan dan sifat-sifat buruk kelompok).
d. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-
tujuan dan nilai-nilai masyarakat. (Media adalah
instrumen pendidikan mereka harus memikul suatu
tanggungjawab untuk menyatakan dan menjelaskan
cita-cita yang diperjuangkan oleh masyarakat.
e. Media harus menyediakan akses penuh terhadap
informasi-informasi yang tersembunyi pada suatu
saat. (ada kebutuhan untuk “pendistribusian berita
dan opini secara luas”).8
3. Teori Persamaan Media (Media Equation Theory)
Teori ini Pertama kali dikenalkan oleh Byron Reeves
dan Clifford Nass (profesor jurusan komunikasi Univesitas
8Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, op.cit., h.
20-22.
12
Standford Amerika) dalam tulisannya The Media Equation:
How People Treat Computers, Televition, and New Media Like
Real People and Places pada tahun 1996.
Media Equation Theory atau teori persamaan media ini
ingin menjawab persoalan mengapa orang-orang secara tidak
sadar dan bahwa secara otomatis merespons apa yang
dikomunikasikan media seolah-olah (media itu) manusia.
Menurut teori ini, media diibaratkan manusia. Teori ini ini
memperhatikan bahwa media juga bisa diajak berbicara. Media
bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi
interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to
face. Misalnya, berbicara (meminta pengolahan data) dengan
komputer seolah-olah komputer itu manusia.9
Dalam komunikasi interpersonal, misalnya, manusia
bisa belajar dari orang lain, bisa dimintai nasihat, bisa dikritik,
bisa menjadi penyalur kekesalan atau kehimpitan hidup.10
Dalam media cetak misalnya, seseorang bisa meminta nasihat
9Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Ed. I (Cet. II; Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada 1997), h. 178.
10Ibid,. h. 179.
13
masalah-masalah psikologi, tanya jawab mengenai persoalan
agama, bahkan melalui media cetak bisa menjadi media
perantara dalam mencari jodoh.
4. Media Critical Theory
Teori media kritis akarnya berasal dari aliran ilmu-ilmu
kritis yang bersumber pada ilmu sosial Marxis. Teori-teori
kritis secara terbuka menekankan perlunya evaluasi dan kritik
terhapda staus quo Teori kritik membangun pertanyaan dan
menyediakan alternatif jalan untuk menginterpretasikan hukum
sosial media massa.
Teori kritis sering menganalisis secara khusus lembaga
sosial, penyelidikan luas untuk yang dinilai objektif adalah
mencari dan mencapai. Media massa dan budaya massa telah
mempromosikan banyak hal yang ikut menjadi sasaran teori
kritis. Bahkan ketika media massa tidak melihat sebagai sumber
secara khusus, mereka dikritik untuk memperburuk atau
melindungi masalah dari yang diidenfikasikan atau disebut dan
14
dipecahkan.11
Contohnya seorang teoritikus berpendapat bahwa
isi praktik produksi para praktisi media.
Kebebasan seperti ini juga dinikmati oleh penerbit
majalah dan buku. Meskipun demikian, ini tidak berarti bahwa
tidak ada pembatasan sama sekali terhadap media cetak. Di
masyarakat manapun pembatasan selalu ada dalam kadar
tertentu.12
Di antara teori-teori yang telah disebutkan di atas,
kesemuanya saling menutupi kekurangan, dikarenakan pada
dasarnya sebuah teori itu tidak dapat berdiiri sendiri.
11
Ibid., h. 199-200.
12Wiliam L. Rivers, et al., Mass Media and Modern Siciety 2nd
Edition, Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna, Media Massa dan
Masyarakat Modern, Edisi ke-2 (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2008), h. 169.
15
BAB III
PEMBAHASAN
A. Jurnalistik Dakwah Media Cetak
Sekurang-kurangnya ada tiga jenis media cetak: Surat
Kabar, Majalah dan Buku. Sejak awal pertumbuhannya hingga
saat ini, ketiga jenis media cetak itu telah mengalami berbagai
perubahan yang amat besar. Dari sisi perwajahannya,
sopistikasi bahasanya, kualitas pesan-pesannya dan lain
sebagainya, semuanya telah berubah sejalan dengan perubahan
masyarakat dan kemajuan teknologi pendukungnya.
1. Surat kabar
Setiap surat kabar saat mencapai pembaca adalah hasil
dari suatu seri keseluruhan pemilihan mengenai item apa akan
dicetak, dalam posisi apa akan dicetak, seberapa besar ruang
yang ditempati masing-masing, penekanan apa yang tiap-tiap
item akan punyai13
13
Scott M. Cutlip, Allen H. Center, dan Glen M. Broom, Effectife
Publc Relations, Edtion 8. Terj. Ch. Renata V.H. Pohan, Effective Public
Relations: Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Kehumasan dengan
Sukses (Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2005), h. 221.
16
Surat kabar atau biasa disebut juga koran merupakan
salah satu kekuatan sosial dan ekonomi yang cukup penting
dalam masyarakat, pada awal perkembangannya, di Italia,
suratkabar, dalam bentuk “posted bulletins,” tumbuh secara
bertahap mulai dari bentuknya yang amat sederhana hingga
dalam bentuknya seperti yang sekarang dapat dilihat dengan
jumlah halaman serta dalam radiasi publikasi internasional.
Dalam pengamatan Bitnerr (1986), di Amerika,
perusahaan koran memuat hampir seluruh berita komersial
yang dipublikasikan lewat sistem percetakan yang legal dan
dengan subsidi pemerintah. Tidak ada perusahaan koran yang
tidak mendapatkan subsidi di satu pihak, dan di pihak lain,
koran juga memiliki kebebasan yang cukup besar. Namun
kemudian hal itu berubah, terutama setelah meledaknya kasus
John Peter Zenger, seorang pimpinan redaksi sebuah surat
kabar News York Weekly Journal yang melancarkan kritik
terhadap pemerintah. Kasus ini membuka telah membuka jalan
baru bagi kekuasaan untuk melakukan kontrol terhadap pers
pada umumnya. Dari kasus inilah, antara lain, kemudian
17
muncul ke permukaan tentang apa yang kini dikenal dengan
“kebebasan pers.”14
Seiring dengan perkembangan zaman mundurnya minat
seseorang untuk mendapatkan informasi melalui surat kabar
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a. Hilangnya segmentasi pasar surat kabar yang
efektif, atau dengan kata lain adanya
ketidakmampuan untuk mencari pembacar agar
sebuah surat kabar dapat membedakan diri dari
pesaing iklan di mana memasang iklan merasakan
keuntungan publikasi dari uang yang telah
dibayarkan.
b. Persaingan keuntungan iklan dari media siar.
c. Penurunan jumlah pembaca masing-masing rumah
tangga.
d. Penduduk berubah, dari penduduk kota yang sangat
beragam menjadi penduduk pinggiran homogen
dengan surat kabar pinggiran individu yang dapat
14Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistk: Pendekatan Teori dan Praktik
(Cet. I; Jakarta: Logos, 1999), h. 88-89.
18
mewakili homogenitas tersebut secara lebih
efisien.15
Hal ini juga yang menimpa koran-koran yang
berorientasi Islam, ketidak universalan isi dari pada topik koran
yang berorientasi Islam, menyebabkan koran-koran tersebut
lambat berkembang, sehingga jangkauan di dalam memperluas
jaringannya menjadi sempit. Selain itu, faktor ketidak banggaan
dari umat Islam untuk merasa memiliki salah satu kekayaan
Islam, juga merupakan faktor kurangnya minat masyarakat
Islam untuk membeli koran-koran yang berorientasi Islam.
2. Artikel
Secara definitif, artikel diartikan sebagai sebuah
karangan faktual (nonfiksi) tentang suatau masalah secara
lengkap, yang panjangnya tak tentu, untuk dimuat disurat
kabar, majalah, buletin, dan sebagainya, dengan tujuan untuk
15
Severin, Werner, J. dan James W. Tankard, Jr., Communication
Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, Edisi Ke- 5 (Cet. 4;
Jakarta: Kencana, 2009), h. 426-427.
19
menyampaikan gagasan fakta guna meyakinkan, mendidik,
menawarkan pemecahan suatu masalah, atau menghibur.16
Artikel dakwah adalah tulisan tentang masalah ajaran
Islam (akidah/iman, syariah/Islam, akhlak/ihsan) berikut
pendapat penulisnya yang bersifat preskriptif. Ia berisi ajakan,
tuntunan, atau petunjuk untuk memahami dan mengamalkan
ajaran Islam.17
Idealnya, penulis artikel dakwah memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang lebih dibandingkan pembaca atau “di
atas rata-rata” pembaca. Meskipun demikian, penulis artikel
dakwah tidak selalu harus demikian. Prinsipnya, kebenaran
sekecil apapun yang dimiliki harus disampaikan kepada orang
lain.18
Artikel dakwah dapat ditulis dengan mengikuti salah
satu format atau gabungan dari keempat format berikut:
16
Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi
Dakwah Bil Qalam (Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 65.
17Ibid., 66.
18Ibid.
20
a. Deskriptif
Artikel deskriptif (to describe=menggambarkan) adalah
tulisan yang menjawab pertanyaan “apa”. Isinya
menggambarkan secara detil atau garis besar tentang
suatu masalah, sehingga pembaca mengetahui secara
utuh masalah yang dikemukakan.
b. Eksplanatif
Artikel eksplanatif (to explain= menerangkan,
menjelaskan) adalah tulisan yang menjawab pertanyaan
“mengapa”. Isinya menerangkan sejelas-jelasnya
tentang suatu masalah, sehingga si pembaca memahami
betul masalah yang dikemukakan.
c. Artikel Prediktif
Artikel prediktif (to predict= meramalkan) menjawab
“apa yang akan terjadi nanti”. Isinya berupa perkiraan
apa yang kemungkinan terjadi pada masa datang,
berkaitan dengan masalah yang dikemukakan.
d. Artikel Preskriptif
Artikel preskriptif (to prescribe= menentukan,
menuntun) menjawab pertanyaan “apa yang harus
21
dilakukan”. Isinya mengandung aga melakukan sesuatu.
Kata-kata “harus”, “seharusnya”, “hendaknya”, dan
semacamnya mendominasi tulisan jenis ini.19
3. Majalah
Klarifikasi majalah umumnya dikategorikan
berdasarkan khalayak luas yang mereka layani: (1) Majalah
Konsumen, (2) Majalah Bisnis, (3) Majalah Pertanian, dan (4)
majalah Komputer/internet. Sebuah kategori baru yang sedang
bangkit adalah majalah online.20
Kebanyakan majalah tampil lebih mengkilap ketimbang
koran. Majalah menggunakan kertas mengkilap dan sampul
tebal, penuh warna, dan desain yang cerdas. Majalah tampak
segar, punya banyak white space, dan menarik perhatian
pembaca serta memuat iklan yang menarik.
Berita-beritanya lebih panjang (sekitar 2000 kata) jika
dibandingkan dengan berita koran yang sekitar 700-an kata,
19
Ibid., 68.
20Monle, & Carla Johnson, Princples of Adversiting: A Global
Perspective, terj. Haris Munandar, dan Dudi Priatna, Prinsip-Prinsip Pokok
Periklanan dalam Prefektif Global. Edisi Pertama (Cet. II; Jakarta:
Kencana, 2007), h. 242.
22
namun majalah sering memuat foto berwarna. Isi beritanya
tidak begitu formal dan lebih mendalam. Ringkasnya majalah
cenderung tetap disimpan di rumah lebih dari sebulan atau
seminggu sejak mereka diterbitkan.21
Majalah yang diterbitkan tidak selamanya menyangkut,
topik-topik seputar persoalan kemasyarakatan, tetapi juga
persoalan keagamaan juga disinggung. Salah satu majalah yang
memuat topik keagamaan yang terbilang sukses adalah Panji
Masyarakat.
Panji Masyarakat atau disingkat dengan Panjimas
adalah majalah berorientasi Islam yang dimiliki Indonesia.
Yang dalam perkembangannya Panjimas berusaha
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, awal
didirikannya pada tanggal 15 Juni 1959 oleh KH Faqih Usman,
Harnka (H. Abdul Malik Karim Amrullah), Joesof Abdoellah
Poear, dan HM. Joesoef Ahmad. Semula terbit sebagai
dwimingguan, kemudian tiga kali sebulan. Semula hampir
seluruh isinya berupa artikel tentang agama. Tetapi setelah
21
Christoper K. Passante, The Complete Ideal’s Guides:
Journalism, Edisi I (Cet. I; ttp: Alpha Book, tth), h. 90.
23
melewati umur seperempat abad, isi dan penampilan tata
wajahnya (layout) lebih mengarah ke majalah berita. Sekitar
separo isinya berupa berita aktual dan laporan, dan selebihnya
berupa opini.
Pada awalnya, memiliki ikatan yang erat dengan
organisasi Islam yakni Muhammadiyah, kemudian mencoba
menerobos pembaca yang lebih luas. Majalah ini beredar tidak
hanya di Indonesia, juga di Brunei Darussalam, Singapura, dan
Malaysia. Majalah ini sempat ditutup selama bertahun-tahun
setelah dilarang terbit pemerintah karena memuat karangan
mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta, "Demokrasi Kita",
bulan Mei 1960. Tulisan itu mengandung kritik yang tajam
terhadap pemerintahan Soekarno. Ketika situasi politik
berubah, tanggal 5 Oktober 1966 Panjimas terbit kembali di
bawah pimpinan Rusydi.22
Selain Panji Masyarakat ada juga majalah yang
berorientasi Islam, yaitu majalah Sabili; majalah Sabili
dianggap cukup konsisten menyuarakan politik yang membela
22
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2152
(Diakses: senin, 24 Oktober 2011, pukul 22.15 Wita).
24
dakwah Islam yang dipojokkan. Bahasa majalah ini cukup kritis
dan membakar bagi para pembacan. Sabili sempat menjadi
majalah dakwah yang cukup laris dan berada sebanding dengan
media-media nasional kelas atas. Sabili cukup mampu bertahan
di tengah sulitnya arus industri media cetak di tanah air,
terlebih untuk media-media dakwah.23
Untuk meningkatkan jaringan dakwah melalui media
cetak, agar tidak hilang ditelan masa, maka hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
Pertama, makna komunikator harus diperluas. Kalau
selama ini komunikator atau penyampai pesan cenderung
dilihat hanyalah mereka yang dapat disebut ulama, atau
mubaligh di majelis taklim, mimbar-mimbar masjid dan
musholla, maka makna itu sebaiknya diperbesar. Harus
dipersepsikan bahwa setiap muslim mempunyai tugas keda’ian.
Seorang wartawan yang menyadari kebesaran Allah SWT lewat
kesempurnaan sebab akibat dan kronologis suatu
kejadian/peristiwa, dapat berdakwah dengan menyampaikan
23
http://www.anneahira.com/majalah-dakwah.htm (Diakses: Senin,
24 Oktorber 2011, Pukul 22. 51 Wita).
25
“kesadarannya” itu pada khalayak melalui etika pemberitaan
menurut norma-norma agama. Negarawan, peneliti, teknolog
dan sebagainya semuanya dapat melaksanakan peran-peran
keda’ian pada bidang keahlian dan tekunannya masing-masing.
Kedua, isi pesan juga perlu terus diperluas. Isi pesan dakwah
diharapkan tidak semata menyampaikan al-Quran, Hadis,
dalam arti secara harfiah membaca/menyebutkan ayat suci al-
Qur’an. Dengan tidak memungkiri bahwa sumber baku dakwah
itu adalah al–Qur’an dan Hadis. Isi pesan dakwah harus
dipahami yaitu segala sesuatu yang dapat memberikan
pencerahan hati dan pikiran masyarakat, baik melalui
perkataan, tulisan dan perbuatan. materi dakwah pun sebaiknya
harus dapat menyahuti kebutuhan dalam konteks kekinian
sesuai dengan perkembangan zaman. Ketiga, media untuk
menyampaikan pesan dakwah juga perlu diperluas maknanya.
Semua jenis media massa, seperti radio, televisi, surat kabar,
majalah dan seterusnya mestinya dapat dimanfaatkan untuk
tujuan-tujuan dakwah. Tentu saja kontak interpersonal tak
kalah pentingnya. Perbuatan atau prestasi baik dalam satuan-
satuan kerja dan pengabdian kita pun dapat dijadikan sebagai
26
suatu media dakwah. Keempat, khalayak atau target audience
juga perlu diperluas maknanya. Selain komunitas masjid,
langgar, musholla, majelis taklim, juga mereka yang berada di
tempat-tempat lain seperti di kantor, perusahaan, rumah sakit
dan sebagainya. Tentu saja dengan cara ataupun pendekatan
yang berbeda-beda. Semua anggota masyarakat, sebagai
individu atau kelompok, yang kaya dan miskin, di kota
metropolitan dan di desa terpencil, seharusnya terjangkau oleh
dakwah dengan medium dan materi yang sesuai.24
B. Pendekatan Kritis terhadap Dakwah Melalui Media Cetak
Untuk mengkritisi dakwah melalui media cetak ini,
diperlukan beberapa teori seperti yang telah disebutkan pada
bab II mengenai kerangka teori dan konsep, yaitu: teori otoriter
(authoritarian theory), Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial
(Social Respansibility Theory), Teori Persamaan Media (Media
Equation Theory), dan Media Critical Theory.
1. Teori otoriter (authoritarian theory)
24
http://abahmarasakti.wordpress.com/2010/01/11/dakwah-di-surat-
kabar-kajian-kritis/ (Diakses: senin, 24 Oktober 2011. Pukul 21.26 Wita)
27
Berdasarkan teori otoriter (authoritarian theory) bahwa
media-media berada dalam pengawasan ketat pemerintah,
sehingga pemberitaan melalui media massa yang menyudutkan
kekuasaan pemerintah harus dibrendel (difilter), karena dapat
mengancam segala kebijakan pemerintah yang bersifat otoriter.
Oleh sebab itu keberadaan teori otoriter, akan
menjadikan media sebagai alat yang baik bagi pencitraan
politik pemerintah, sehingga isi berita hanya memuat kebaikan-
kebaikan pemerintah, sedangkan pemberitaan yang
menyangkut keburukan-keburukannya tidak boleh diberitakan.
Teori otoriter bila terus diterapkan, maka akan
menjadikan pemberitaan bagi media menjadi tidak objektif,
sehingga boleh jadi kesalahan pemerintah bisa menjadi
kebenaran bila telah sampai ke pembaca atau pemirsa.
Teori otoriter juga tidak selamanya merugikan, tetapi
bisa juga bermanfaat di dalam membendung pemberitaan yang
terus-menerus mencari kesalahan pemerintah, teori yang terus
mencari atau mengkritisi kesalahan pemerintah, dengan sebutan
teori kritik media (Media Critical Theory). Sebab, tidak
selamanya kesalahan bertumpu pada pimpinan dalam sebuah
28
lembaga pemerintah; tetapi bisa disebabkan oleh faktor
persaingan politik yang tidak sehat, sehingga ada usaha dari
lawan-lawan politik untuk menjatuhkan pimpinan dalam
pemerintahan.
Jurnalis muslim yang meliput, mengolah, dan
menyampaikan berita melalui media cetak harus memiliki
sebuah integritas yang tinggi di dalam melaksanakan tugas
kewartawanannya, karena pemberitaan di bawah pengaruh teori
otoriter akan menyembunyikan sebuah kebenaran. Sementara
prinsip pemberitaan yang dibangun dalam oleh ajaran Islam
haruslah berlandaskan sabda Nabi, yang berarti: “Katakanlah
kebenaran itu (jujurlah), sekalipun itu pahit.”
Selain hal di atas, seorang jurnalis muslim harus
memperhatikan hal-hal yang bisa mengancam jiwa, agama, dan
negara; karena jika terus-menerus memberitakan sesuatu
pemberitaan yang melawan pemerintahan otoriter, dengan cara
menghasut, dan memprovokasi, akan menyebabkan
ketidakstabilan dalam sebuah pemerintahan, seperti yang
menimpa negara-negara yang berada di kawasan timur tengah
sekarang, seperti: aksi penurunan paksa terhadap presiden
29
Husni Mubarak di Mesir. Imbas dari pada penurunan presiden
Husni Mubarak di Mesir telah mengubah keadaan situasi
politik, di berbagai negara yang berada di sekitar kawasan
timur tengah khususnya negara-negara Arab.
Oleh karena itu, sebagai jurnalis muslim yang bergerak
dalam bidang kewartawanan dalam media cetak, harus
mempunyai analisis yang tajam terhadap dampak yang
ditimbulkan dari pemberitaan yang bersifat propokatif, maka
dari itu pertimbangan di dalam “mencegah kemudaratan lebih
didahulukan ketimbang mengambil kemaslahatan.”
2. Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial (Social
Respansibility Theory)
Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial (Social
Respansibility Theory) bisa dikatakan sebagai teori yang
mengandung nilai-nilai yang Islami. Dikarenakan teori ini
menjunjung tinggi kode etik pekerjaan kewartawanan,
tanggung jawab, serta kejujuran. Di mana kode etik ini sangat
dibutuhkan pada diri jurnalis, sehingga dengan memegang dan
mengikuti teori ini, akan memberikan efek positif terhadap
dunia pemberitaan.
30
Akan tetapi, teori pers bertanggung jawab sosial yang
telah dirumuskan, secara realitas di lapangan, belum
menunjukkan hasil yang maksimal. Disebabkan, masih ada
jurnalis yang tidak bertanggung jawab terhadap perubahan
sosial yang ditimbulkan dari hasil pemberitaannya melalui
media cetak. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya gambar-
gambar vulgar pada iklan-iklan dalam surat kabar, penyebaran
buku-buku yang memuat paham-paham menyesatkan,
pembuatan karikatur-karikatur gambar Nabi Muhammad,
tulisan-tulisan yang melecehkan ajaran agama, tulisan-tulisan
yang memperjuangkan kebebasan gender bagi kaum wanita,
dan tulisan yang memperjuangkan pengakuan status kelamin
waria dengan alasan kebebasan HAM.
Selain hal di atas, perlindungan hukum terhadap
wartawan juga menjadi payung hukum yang kuat bagi mereka
untuk melanggar kode etik. Hal ini dapat dilihat dari keberatan
pembaca yang dirugikan akibat pemberitaan-pemberitaan gosip
dan pencemaran nama baik yang dilakukan melalui surat kabar,
yang hanya diladeni melalui hak jawab konsumen; sehingga
bisa dikatakan bahwa kesalahan wartawan akibat dari kelalaian
31
dalam menyampaikan berita ke khalayak ramai, hampir tidak
diketemukan yang dijerat hukum pidana.
Sebagai jurnalis muslim, memegang kode etik sebagai
tanggung jawab sosial harus dipertahankan, yang merupakan
ciri khas utama di dalam menyampaikan dakwah melalui media
cetak.
Sifat amanah (bertanggung jawab) merupakan salah
satu sifat Nabi Muhammad saw., yang harus diwarisi bagi
seorang jurnalis, karena dari sifat ini akan menjadi kontrol bagi
bagi jurnalis di dalam meliput, mengolah, dan menyampaikan
berita; sehingga ia tidak akan serta merta menyampaikan berita,
tetapi ia harus menganalisis dampat yang ditimbulkan akibat
pemberitaannya.
3. Teori Persamaan Media (Media Equation Theory)
Teori persamaan Media (Media Equation Theory)
secara singkat dapat dikatakan sebagai teori yang memberikan
stimulus kepada responden atau pembaca untuk melakukan
interaksi melalui media massa. Dari hasil interaksi itulah
melahirkan tanya-jawab atau umpan balik (feedback) antara
32
pembaca dan jurnalis, sehingga terciptalah iklim kebersamaan
di dalam membangun komunikasi.
Adapun rubrik dari hasil yang diciptakan dari teori ini
adalah rubrik tanya jawab, rubrik ini biasa ditangani oleh
tenaga ahli yang kompetitif dibidangnya, misalnya: ulama ahli
dalam bidang agama, dokter ahli dalam bidang kesehatan, dan
psikiater ahli dalam bidang kesehatan jiwa.
Rubrik tanya jawab melalui media cetak terbilang baik,
akan tetapi proses umpan-balik melalui pertanyaan-tanyaan
yang diajukan oleh responden terbilang lambat, karena
membutuhkan jeda waktu yang lama, bila dibandingkan dengan
media elektronik.
Selain rubrik tanya jawab dari hasil yang dilahirkan
oleh teori ini, ada juga rubrik pencaharian jodoh, dan juga
tempat untuk mencurahkan perasaan benci, marah, dan tidak
senang. Rubrik seperti ini bisa memberikan pengaruh positif
maupun negatif terhadap pembaca; pengaruh positifnya adalah
bagi orang yang kesulitan mendapatkan jodoh, akan
terbantukan dengan adanya rubrik ini, akan tetapi negatifnya
adalah tidak selamanya sesuatu yang dicita-citakan sesuai
33
dengan apa yang diinginkan, misalnya: jodoh yang diharapkan
tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.
4. Teori Kritik Media (Media Critical Theory)
Teori Kritik Media (Media Critical Theory) adalah teori
yang membangun kritik terhadap segala perkembangan sosial
yang terjadi di masyarakat, melalui teori ini media cetak
dimanfaat sebagai medium di dalam menuangkan segala ide-ide
terhadap perkembangan sosial yang mencakup politik, agama,
budaya, dan pemikiran.
Bila dilihat dalam praktek teori ini, maka kritikan-
kritikan dari seorang kritikus yang memberikan beban berat
bagi orang yang dikritik, tanpa memberikan solusi yang tepat
bagi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Kritik yang
hanya menitik-beratkan kesalahan orang menyebabkan tidak
Oleh karena sebagai teori yang dibangun untuk
mengkritik terhadap perkembangan sosial, maka melalui media
cetak sebagai media dakwah, akan memberikan kritikan-
kritikan terhadap perkembangan sosial melalui dasar-dasar
yang dibangun melalui landasan normatif, yaitu al-Qur’an dan
al-Hadis. Dari landasan inilah dibangun konstruk pemikiran,
34
yang memberikan jalan keluar bagi permasalahan-
permasalahan yang timbul akibat perubahan sosial yang begitu
cepat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, maka kesimpulan pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Penyajian dakwah melalui media cetak, dapat dilakukan
lewat medium surat kabar, artikel, dan majalah; dakwah
yang dilakukan melalui media harus berisi pesan-pesan
keagamaan dalam bentuk berita politik dunia Islam,
rubrik tanya jawab, dan konsultasi. Landasan yang
dipergunakan adalah al-Qur’an dan al-hadis, selain itu
harus dipadukan dengan topik-topik kontemporer yang
menyangkut problematika yang dihadapi umat Islam di
zaman sekarang.
2. Pendekatan teori yang dipakai di dalam mengeritik
media cetak sebagai media dakwah, yaitu: pertama,
35
teori media otoriter; yaitu media yang diawasi ketat oleh
pemerintah, dan penyajian harus berdasarkan keinginan
pemerintah, namun hal ini tidak bisa terus berlanjut,
melainkan ada perpaduan dengan teori kritik media.
Kedua, teori pers bertanggung jawab sosial; teori ini
menitikberatkan peran jurnalis yang memegang
tanggung jawab sosial, mengenai alur pemberitaan
dalam media cetak. Di mana seorang jurnalis muslim
harus beretika sesuai dengan yang digariskan oleh
ajaran Islam. Ketiga, teori persamaan media; yaitu teori
yang mengajak respondennya untuk berinteraksi dengan
media cetak sebagai bagian dari rubrik yang
ditampilkan pada karya tulisnya. Keempat, teori kritik
media; yaitu teori yang menitik beratkan pada media
cetak yang mengkritik segala penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi di masyarakat dengan
memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut.
36
B. Implikasi
Adapun implikasi dari makalah ini adalah untuk
mengetahui peran media cetak sebagai media dakwah di dalam
memberikan informasi-informasi ke-Islaman kepada seluruh
umat manusia, dan juga untuk mengetahui pendekatan-
pendekatan teori yang dipakai dalam mengkritik media cetak
sebagai media dakwah.