Upload
syarifudin-ambon
View
243
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kajian studi islam maluku
Citation preview
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 35
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 36
WAWASAN PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL IMAM RIJALI
DALAM PERSPEKTIF DAKWAH
Oleh: Syarifudin
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
IAIN Ambon
email: [email protected]
Kata Kunci: Pendidikan, Multikultural,
Imam Rijali, Pembelajaran.
ABSTRAK; Penelitian ini berkaitan
dengan Tokoh dan ulama Maluku yang
menyebarkan Islam pada tahun 1539.
Penelitian ini bercorak kualitatif,
menggunakan artefak sebagai sumber
data yang dipotret dengan Perspektif
Dakwah. Kajian ini menemukan bahwa
seorang guru yang dapat mengajarkan
pendidikan multikultural ketika guru
memiliki kompetensi AISYATEK
(Kecerdasan Aqidah, Kecerdasan
Intelektual, Kecerdasan Syari’ah,
Kecerdasan Akhlaq, Kecerdasan
Entrepreneurship dan Kecerdasan
Teknologi. Kompetensi ini temua
disertasi Syarifudin yang biasanya
digunakan dalam mengkur komptensi
mubalig. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa nilai-nilai
pendidikan dalam ritual pukul sebagai
pesan simbolik yang digelar dalam ritual
pemukulan fisik setiap selesai bulan suci
Ramadhan. Tradisi puku sapu sebagai
simbol pendidikan untuk mencegah
manusia melakukan kemungkaran.
Kemungkaran menurut Ibnu Suleman
adalah mencegah manusia untuk
berprilaku negatif pada diri sendiri dan
orang lain. Efek sosial dari ritual ini
adalah media untuk menggerakkan
masyarakat di Maluku menjadi terhormat.
Ajaran pedidikan Imam Rijali ini sebagai
sang pencerah di tengah masyarakat.
Gagasan Pendidikan multikultural Imam
Rijali sebagai model percontohan
pendidikan multikultural yang dapat
menjadi pilihan akademik bagi
pengembangan wawasan Pembelajaran
secara simbolik.
Key word; Education, Multicultural
Society,The Priest Rijali, Learning.
ABSTRAC This Research connected
with this figure and scholars who spread
Islam Maluku in 1539. This Research
striped qualitative research, using artifacts
as source that is seen through the
perspective. This study found that a
teacher who can teach multicultural
education when teachers have
competency AISYATEK (intelligence
Creeds, Intellectual, intelligence Shari'a,
the intelligence morality, intelligence
Entrepreneurship and intelligence
Technology. This Order temua
dissertation Syarifudin that usually used
in mengkur komptensi mubalig could
stifle. This research proved that the values
education in rituals at as a message that
was held to celebrate the symbolic ritual
beatings physical holy month of Ramadan
after. Tradition puku broom as a symbol
education to prevent people cut off.
According to Ibnu Suleman Denial is to
prevent people to acted very modestly
negative impact on themselves and
others. Social Effects of this ritual is to
move media community in Maluku to
honor. Equip teaching priest Rijali this as
the pencerah in the middle of society.
Multicultural Education ideas Priest Rijali
as a model that can be a pilot
multicultural education become the first
choice for development of the vision
academic learning in a symbolic manner.
PENDAHULUAN
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 37
model peradaban Islam Maluku
didesain oleh berbagai unsur
budaya sehingga membentuk citra yang
sangat kompleks dengan paradigma dan
perspektif masing-masing. Kekayaan
khazanah peradaban Islam Maluku ketika
tidak di jaga, dirawat, dan dilestarikan
dengan baik maka akan berwajah buruk
dalam proses pengembangan budaya
kedepan dengan ancaman imprealisme
budaya global dan aliran transnasional
yang mengkonstruksi struktur
masyarakat Maluku sangat kuat dengan
berbagai macam faslitas teknologi, gaya
hidup, dan model penataan Negara
dengan sistem demokrasi yang akan
berimplikasi pada spirit peradaban Islam
yang berwawasan pancasila dalam
bingkai multikultural yang diakomodir
dalam perspektif pemikiran dakwah
Imam Rijali.
Dominasi imprealisme budaya
global ini membutuhkan metode adabtasi
budaya dengan tidak meninggalkan
budaya timur sebagai identitas diri dan
wajah budaya Maluku. Perjumpaan panca
indra budaya inilah sebagai wawasan
untuk mendapatkan rumusan baru jejak
pergerakan peradaban Islam melalui
arefak budaya berupa naskah kuno,
tarian, yang dikonstruksi secara turun-
temurung kepada umat Islam yang
bermukim di Maluku dewasa ini.
Kekayaan khazanah peradaban ini
membutuhkan ilmuan budaya untuk
mengungkap kronologis yang
membentuk citra sebuah peradaban.
Karena pentingnya rekaman jejek-jejak
tersebut sebagai khazanah keilmuan dari
para ulama masa lalu sebagai kerangka
dasar mendesain sebuah peradaban di
masa yang akan datang. Tulisan ini akan
berupaya menginventarisasi dan
memotret peradaban Islam Maluku
sebagai paradigm budaya yang bercorak
multikultural yang ber-wawasan Islam
kepulauan dan kemaritiman dalam
bingkai multikultural.
Secara historiografi peradaban
Islam Maluku yang datang dari timur
tengah dan melintasi ruang, waktu,
teknologi, dan berbagai macam daratan
budaya sehingga membentuk karakter
baru dengan berakulturasi dengan budaya
lokal sehingga lahirlah peradaban Islam
Maluku. Peradaban Panca indra budaya
peradaban Islam yang tinggal di Maluku
saat ini adalah Islam yang ingklusif dari
Timur Tengah yang melintasi berbagai
macam perjumpaan budaya, bahasa
dengan melalui berbagai daratan, laut,
dan corak pemikiran.1
Selain itu Islam berakulturasi
dengan budaya setempat sehingga
membentuk karakter baru yang disebut
oleh Rektor IAIN Ambon adalah corak
Islam Mazhab Maluku. Islam Maluku ini
dikenal dengan budaya Salam-Sarani
sebagai buah dari peradaban Maluku
dalam menjaga kerukun-an antar umat
beragama di Maluku. Peradaban Maluku
juga dikenal dengan Seni Budaya
Qasidah dan artikulasi religi melalui
sajak-sajak atau dikenal dengan kapata-
kapata yang sarat dengan spirit wawasan
pendidikan multikultural warisan
pemikiran Imam Rijali.
Petuah bijak sang Ulama Maluku
Imam Rijali tampak dalam konten kapata
yang mengndung nilai-nilai dakwah
dalam liriknya mengandung spirit
multikultural, penulis mengduga kuat
cerminan masyarakat hari ini sangat
1Azyumardi Azrah, Jaringan Ulama Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII &
XVIII (Cet. II; Jakarta: Prenada Media, 2008), h.
44.
M
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 38
tergantung pada karya pemikiran masa
lalu termasuk tokoh Maluku yaitu Imam
Rijali untuk menjaga ekosistem publik
dalam mealuka interaksi sosial antar
umat Bergama.
Islam Maluku terkenal dengan
pantong, nyanyian, cigulu-cigulu,
kapatah tentang rasa, serta kearifan lokal
lainnya yang diduga kuat bersumber dari
akulturasi budaya lokal dengan Islam
yang datang dari tanah Arab.2
Perjumpaan budaya inilah yang
memberikan keunikan bagi Islam di
Maluku yang ada di negeri Raja-Raja ini.
Selain pemahaman tersebut Islam
yang ada di Maluku memiliki tradisi
yang sampai saat ini menjadi khazanah
budaya antara lain; Pemancangan Tiang
Alif Masjid di Maluku, Masjid Tua
Wapauwe, Abda’u di Tulehu Maluku
Tengah, Pukul Sapu di Morella dan
Mamala, Aroha di Pelauw Maluku
Tengah, Dabus di Geser Seram bagian
Timur, Ritul Memandikan Kain Gajah
dan Kora-Kora di Banda, Naskah Kuno
di Morella dan Hila, dan tarian Sawat
dari kabupaten Tual (Maluku Tenggara).
Peradaban Islam nusantara ini yang
ada di Maluku menjadi bukti atau fakta
sejarah bahwa Maluku perlu dieksplorasi
budaya keislamannya untuk menjelajahi
factor apa saja yang mengkonstruksi
corak Islam di Maluku sehingga memiliki
banyak peradaban dan ritual keagamaan
yang sampai saat ini belum mendapat
penjelasan secara komprehensip melalui
metodologi dan kajian filosofi-historiy
yang mendalam.
PEMBAHASAN
2Kementerian Agama Republik Indonesia:
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama
Makassar (Jurnal Al-Qalam Volume 19 Nomor 2
November 2013), h.232
Wawasan pendidikan multikultural
Imam Rijali dalam lintasan sejarah
sangat sedikit kecuali karya monumen-
talnya hikayat Tanah Hitu. Tetapi fakta
lisan di tengah masyarakat sangat banyak
yang dikonstruksi sebagai bagian dari
pemikiran pendidikan multikultural
Imam Rijali yang diwariskan secara lisan
turun-temurun sampai saat ini.3
Sebelum memberikan pengertian
terhadap istilah yang digunakan dalam
kajian ini perlu dipahami bahwa yang
dimaksudkan dengan peradaban Islam
Maluku adalah Umat Islam yang tinggal
selama lima tahun berturut-turut
sehingga ia beradabtasi dan berinteraksi
dengan budaya lokal dan budaya migrasi
dari berbagai etnis, suku, dan corak
pemikiran sehingga ia terbentuk satu
budaya Islam yang disebut peradaban
Islam mazahab Maluku.4
Pengertian peradaban yang
dimaksudkan dalam tulisan ini adalah
semua karya umat Islam yang ada di
Maluku yang dijadikan sebagai ritual
yang tidak bertentangan dengan syari’at,
akal, budaya, dan agama Islam. Islam
Maluku adalah agama yang telah
beradabtasi dengan budaya lokal dan
membentuk corak pemahaman baru
sesuai dengan nilai-nilai syari’ah Islam.
Dari pengertian tersebut maka
dapat digambarkan bahwa cerminan
peradaban Islam Maluku menurut data
klasik/kuno yang didapatkan di Morella,
Hila, dan Seram Bagian Timur,
memberikan gambaran bahwa corak
Islam Maluku adalah Islam Syiah-Sunny
yang memiliki pemahaman Islam tasawuf
3Lating(Sejarawan Masjid Tua Wapauwe)
wawancara di Hila, 13 Desember 2014. 4Jafar Laein(Imam Masjid Tua Wapauwe)
wawancara di rumanya 23 Oktober 2014.
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 39
dengan keunikan dalam berbagai aspek
kepercayaannya dalam melakukan ritual-
ritual dalam berbagai aspek.5 Misalnya
aspek pemahaman tentang Haji, Khutbah
Jumat, dan budaya lainnya yang
diupacarakan saat datang bulan suci
ramadhan, pasca bulan suci ramadhan
dan bulan-bulan tertentu yang dianggap
sakral berdasarkan warisan dari tuang
Guru yang dianggap ‘alim oleh
masyarakat Maluku.
Buah pena para ulama klasik di
Maluku yang telah menorehkan
peradaban Islam sampai saat ini belum
pernah dipentaskan secara akademik
sehingga warisan pendidikan secara
simbolik masih sangat kurang di Maluku.
Sistem pendidikan simbolik di Maluku
perlu dikaji dan dikembangkan untuk
memberikan wawasan pendidikan
multikultural yang bijak dan arif kepada
generasi selanjutnya melalui media
artefak sejarah dan ritual pukul sapu
sebagai media silaturrahmi kebudayaan.
Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa
Islam di Maluku memiliki peradaban
yang cukup signifikan dan terpelihara
secara baik sampai saat ini lewat tradisi
lisan.
Kerangka Konseptual.
Dalam mengungkap dinamika pen-
didikan multikultural Imam Rijali dari
Perspektif Dakwah, sesuai jejak
peradaban Islam di Maluku penulis
menggunakan teori dakwah Mula Sadra
yang mengungkapkan bahwa ekspresi
suatu fenomena peradaban Islam sangat
dipengaruhi oleh tiga paradigm yakni
5Muhammad As’ad dan Muh. Idham dkk,
Buah Pena Sang Ulama (Cet. I; Jakarta: Orbit
Publishing Jakarta: 2011), h. 242.
paradigma burhani, bayani, dan irfani.6
Menurut Mula Sadra ketiga aspek
metode berpikir inilah yang sangat
menentukan arah dan gerak sebuah
peradaban Islam. Teori ini relevan
dengan paradigma berpikir Syekh Ali
Mahfuz pemikir Mesir yang kutip oleh
Andi Faisal Bakti mengungkapkan bahwa
peradaban itu dapat diketahui melalui
tiga metode sistem berpikir.
Ketiga sistem berpikir ini
melahirkan corak budaya dan mazhab
pendidikan dengan menelaah cara
memahmi objek, menjelaskan objek, dan
membahasakan objek pendidikan
multikultural dari perspektif dakwah.7
Paradigma ini sesuai dengan Azyumardi
Azra bawah gerak sebuah peradaban
sangat ditentukan oleh kemampuan daya
nalar sebuah komunitas. Semakin
canggih daya nalar membaca fenomena
Tuhan semakin baik rumusan peradaban
yang dihasilkan.
Olehnya G.E. Von Grunebaum
berpendapat bahwa Perdaban Islam
ketika bertemu dengan peradaban Asing,
memunculkan tiga sikap, pertama,
peradaban itu akan menyerap jika
peradaban Asing itu tidak bertentangan
dengan Aqidah/ajaran Islam, kedua,
peradaban itu akan memodifikasi, jika
peradaban itu memiliki relevansi, dan
ketiga, peradaban itu akan ditolak jika
peradaban asing itu akan bertentangan
dengan Aqidah Islam.8
6H. Rustam E. Tamburaka, Ilmu Sejarah,
Teori Sejarah, Filsafat, dan IPTEK (Cet. II;
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 91. 7H. Faisal Bakti, Nation Bilding:
Kontribusi Komunikasi Lintas Budaya Terhadap
Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta:
Curia Press, 2006), h. 91. 8Samiang Katu, Pasang Ri Kajang : Kajian
tentang Akomodasi Islam dengan Budaya Lokas
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 40
Selain teori tersebut juga
menggunakan teori AGIL yang sangat
relevan dalam menjelaskan pergerakan
peradaban Islam di Maluku sebagai
instrument dalam memahami,
menjelaskan dan membahasakan konsep
peradaban Islam yang ada di Maluku.
Teori AGIL ini termasuk aliran structural
fungsional dari Talcot Pason yang
mengungkapkan bahwa peradaban
sejarah itu sangat ditentukan oleh
kecenderungan manusia yang terdiri dari;
cara beradabtasi, cara menentukan
tujuan, cara melakukan integrasi budaya,
dan laten (alam bawa sadar) yang
tersimpan dalam memorinya yang
berdampak dalam prilakunya.9
Teori Talcot Parson ini relevan
dengan paradigma pendidikan
multikultural Imam Rijali. Sistem
produksi pendidikan Imam Rijali dalam
mengkonstruksi sistem pendidikan
multikultural di Maluku dapat dilihat
dalam peta keilmuan sebagai berikut;
Model Pemikiran Pendidikan Imam
Rijali.
Pemahaman tentang Tiang Alif di
Maluku salah satu peradaban sejarah
Islam di Maluku yang sangat
monumental adalah tradisi ritual tiang
alif. Tradisi ini mengandung wawasan
pendidikan aqidah, syari’ah, dan akhlaq.
Tradisi pemahaman Islam Maluku dalam
pendidikan tiang alif dapat dimaknai dari
berbagai aspek. Tiang alif difahami oleh
masyarakat Maluku adalah sebab dari
segala sesuatu dan ia adalah kehormatan
di Sulawesi Selatan, (Makassar: PPIM, 2000), h.
63. 9Talcott Parson, Sistem Interactional Civil
Society (New York: Sage publishing, 2003), h.
210.
umat manusia dalam menjalani
hidupnya.10
Atas dasar inilah sehingga ketika
melakukan shalat jumat maka mereka
menggunakan tongkat saat khutbah
jumat sedang berlangsung. Karena
tongkat difahami sebagai kekuatan bagi
kaum pria dan kesejahteran bagi kaum
wanita. Model pemahaman agama ini
cukup sederhana dan menjadi corak dan
cara beragama bagi Islam Maluku dalam
menjelakan ajaran Islam di Indonesia.
Apabila kita perhatikan dengan
seksama, maka huruf "Alif" dalam Islam
itu mengandung arti dan makna yang
amat dalam. Betapa tidak. Coba kita
renungkan, Asma Allah, diawali dengan
huruf "Alif". Abjad huruf Arab juga
diawali dengan huruf "Alif". Angka Arab
ditulis dari kanan kekiri, maka angka satu
itupun dilambangkan dengan huruf "alif".
Coba kita perhatikan kitab Suci Al
Qur'an.
Surat Al-Fatihah, juga diawali
dengan huruf "Alif". Kata syukur dan
terima kasih kepada Ilahi, dinyatakan
dengan kata " Alhamdulillah', segala puji
bagi Allah, diawali dengan huruf "Alif".
Pada waktu wahyu Tuhan untuk pertama
kali turun dan Al-Qur'an disampaikan
Allah melalui malaikat Jibril, maka Nabi
Muhammad SAW diajari Jibril dengan
kata-kata : "Iqra", bacalah, wahyu Tuhan
yang pertama turun kepada Muhammad
sebagaimana tertera dalam Surah Al
Alaq, adalah diawali dengan huruf
"Alif".11
10
Bapak Lating tokoh agama di Hila,
wawancara dirumahnya 12 Desember 2014. 11
Bapak Tete Pelu tokoh agama di Hitu
Lama, wawancara dirumahnya 20 Nopember
2014.
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 41
Nilai pendidikan multikultural yang
didapatkan dalam model pendidikan
seperti ini bahwa ilmu alif itu adalah
mata air segala ilmu ketika manusia telah
menguasai ilmu alif maka tuntaslah
pelajaran dunia akhirat. Nilai pendidikan
lain dari tradisi alif ini saat membangun
masjid ada pesan simbolik yang
mengandung makna persatuan,
perdamain, dan silaturrahmi antar sesama
muslim saat prosesi pembangunan tiang
alif.
a) Nilai Pendidikan Multikulutral di
Masjid Tua Wapauwe.
Masjid wapauwe sebagai pusat
pendidikan multikultural Imam Rijali
sebagai bukti artefak dan sekaligus jejak
peradaban Islam di Maluku sangat
berkembang dengan adanya rumah
ibadah masjid Wapaue sebagai pusat
organisasi membangun peradaban
Pendidikan, artefak sejarah masjid ini
sebagai madrasah yang dibangun pada
tahun 1414, dan salah satu ulama Islam
yang pernah menjadi Imam di Masjid
tersebut adalah Imam Rijali.
Masjid ini awalnya berada di atas
Gunung tetapi ketika terjadi perang
Wawane pada tahun 1682 maka bangsa
Belanda menyuruh pindahkan masjid ini
di dekan pantai, tetapi akibat tidak ada
tenaga yang kuat berkat ilmu
supranatural Imam Rijali maka dalam
satu malam masjid Wapauwe pindah
dengan tidak ada yang rusak ia berpidah
sesuai dengan bentuk dan bangunan
aslinya.12
Menara kubah Masjid Negeri Hila
secara spritual memiliki makna simbolik.
Pemahaman masyarakat Negeri Hila
12
Jafar Lein (Imam Masjid Tua Wapauwe)
wawancara di Hila Kaitetu, 11 Desember 2014.
terhadap tiang alif tidak menyebut
‘menara kubah’ seperti lazimnya
masyarakat lain. Masyarakat lebih
menyebutnya sebagai tiang alif yang
berarti huruf pertama dalam abjad Arab,
atau berdiri tegak lurus di puncak kubah
dengan memberi mahkota, maka
memperindah seluruh fisik bangunan
masjid itu dari berbagai sudut pandang.
Apalagi ditambah dengan ornamen seni
tangan mengukir mengelilingi ruang
Masjid.
Ada ukiran delapan sisi pada
menara Masjid mengandung makna
penjuru mata angin bagi aktifitas
manusia secara ekonomi, agraria, melaut.
Empat kipas diperut tiang alif maknya
adalah memberi perlindungan kepada
masyarakat. Ukuran panjang tiang
mencapai lima meter mengisyaratkan
shalat lima waktu.13
‚Makna paling mendalam dan
memiliki hubungan kaualitas dengan
kehidupan manusia khususnya
masyarakat Negeri Hila sebagai negeri
Islam yang memiliki ketekunan atas adat
istiadat yang ditinggalkan para leluhur
sebelumnya,‛ ujar Suleman. Dirinya
mengakui, begitu panjang jika diungkit
satu persatu manuskrip pembangunan
masjid yang terletak dulunya di pesisir
tanah Hitu ini. Berdasarkan buku
Hikayat Tanah Hitu dalam Al-Kisah
XXVI yang ditulis salah satu penyiar
Islam di Maluku khususnya tanah Hitu,
Imam Ridjali yang kemudian dikutip
penulis Eropa. Rumpius tahun 1700
menjelaskan, pembangunan masjid
Negeri Hila dilaksanakan dalam tiga fase
13
Hj. Suleman Launuru, Ketua Panitia
Pemasangan Kubah Masjid Negeri Hila
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 42
dengan tiga bentuk atau arsitektur
bangunan masjid yang berbeda. 14
‚Masjid Negeri Hila dibangun
pada masa siar Islam di Maluku. Dulunya
kawasan ini dikenal dengan Tanah Hitu.
Hal ini diungkapkan oleh Imam Ridjali
salah satu tokoh dan penyiar Islam dalam
cerita Hikayat tanah Hitu. Kemudian,
kembali disaling oleh seorang Jermanis
yang dulunya menulis soal flora dan
fauna Maluku yakni Rumphius,
‛kisahnya. Bangunan Masjid pertama
berdiri pada abad 12 berbentuk surau
tergantung dengan empat pilar
penyanggah. Bangunan masjid kedua
pada abad 14 berbentuk piramid dan
bangunan ketiga abad 18 dan masih
bertahan hingga saat ini.
Kejadian ini ketika dianalisis
secara ilmiah maka sulit dibuktikan
dengan fakta-fakta tetapi konstruksi
informasi yang diceritakan secara turun
temurung semua data dalam bentuk tutur
menisbahkan seperti itu. Sebuah suku
terdiri dari beberapa klan yang dihimpun
melalui suatu proses pengorganisasian.
Sementara sebuah klan terdiri dari
beberapa keluarga.15
b) Abda’u di Tulehu Maluku Tengah
Pelaksanaan tradisi abda’u ini
Peradaban Islam Maluku yang ada di
Kabupaten Maluku tengah yang
dilakukan setiap hari idul adha atau hari
raya kurban. Ritual abda’u dilakukan
setelah selesai shalat idul adha.16
Adapun
14
Jafar Lein (Penjaga Masjid Kaitetu),
wawancara di Rumahnya 23 Juni 2014. 15
Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia
Arab. Terj. Usuluddin Hutagalung dan O.D.P.
Sihombing (Yogyakarta : Pustaka Iqra, 2001), h.
16 16
J. Saleh Ohorella (Raja Negeri Tulehu),
Wawancara, di rumahnya 19 Juli 2013.
persiapan ritual dilakukan dengan
berpuasa selama tiga hari berturut-turut
sebelum masuk menjadi peserta
napatatilas sejah Ibrahim yang
diperankan dalam bantuk teater abda’u
ditengah masyarakat negeri Tulehu yang
berada di kabupaten Maluku Tengah
Provinsi Maluku.
Mengakatan ritual napaktilas
perebutan bendera yang bertuliskan
Lailaha Illah Muhammadurrasulullah
sebagai simbol perjuangan. Apa
pelajaran yang bisa diambil dari
refleksi sejarah keluarga Nabi Ibrahim
as sebagai modal dasar memperkokoh
keluarga kita? Dan apa saja pelajaran
yang sesuai dengan permasalahan hidup
kita di era modern ini? Inilah yang akan
direfleksikan melalui khutbah idul adha
yang mubarakah ini. Informasi dalam
Al-Quran Allah menjelaskannya dalam
peristiwa ‘idul kurban keluarga Nabi
Ibrahim merefleksikan tiga figur secara
simbolik yang dapat diteladani untuk
memecahkan persoalan sosial yang kita
hadapi sekarang ini. 17
Sosok/profil keluarga Ibrahim as
yang tangguh memiliki empat
pelajaran besar antara lain; Pelajaran
spiritual Nabi Ibrahim, Ketangguhan
Sitti Hajar menghadapi masalah, dan
ketaqwaan Ismail as sebagai anak
menghadapi tantangan hidup yang
berat melalui gersangnya padang pasir
sembari bermunajad pada Allah.18
Pengorbanan keluarga Ibrahim sebagai
simbolisasi haji melalui perjalan sa’i,
tawwaf, wukuf di arafah adalah
17
Abd Rahman Umarellah (68 Tahun),
Mantan Dosen IAIN Ambon wafat pada tahun
2011 di Tulehu, wawancara di rumahnya 17 Juli
2002. 18
Abdullah Lestaluhu (Imam Masjid
tulehu), Wawancara, di rumahnya 17 Juli 2014.
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 43
pelajaran besar yang perlu diangkat
untuk dijadikan sebagai rumus
menyelesaikan problematika sosial kita
di Maluku menurut Syarifudin yang
dikuti dar Tuang guru Tete Haji Ali
bahwa pelajaran abda’u setiap tahun
diperingati untuk mendapatkan hikmah
dan ibrah dari perayaan Idul Adha untuk
mencapai keluarga yang sakina melalui
spirit pengorbanan Nabi Ibrahim dan
Ismail.
c) Pukul Sapu di Morella dan Mamala
Secara bahasa, akulturasi diartikan
dengan ‚proses percampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling
bertemu dan saling mempengaruhi‛.19
Secara istilah akulturasi adalah proses
perubahan sebuah kebudayaan karena
kontak langsung dalah jangka waktu
yang lama dan terus-menerus dengan
kebudayaan lain atau kebudayaan ‚asing‛
yang berbeda. Kebudayaan tadi
dihadapkan dengan unsur-unsur
kebudayaan lain. Yang lambat laun dan
secara bertahap diterimanya menjadi
kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan
kepribadian aslinya.20
Unsur kebudayaan
asing itu diterima secara selektif yang
akhirnya akan muncul beragam penilaian,
unsur kebudayaan asing yang dengan
mudah diterima, ada yang dengan sukar
diterima atau bahkan ditolak.
Islam yang kami maksud disini
adalah Agama Islam yang bersumber dari
Al Qur’an dan Al Hadits, pengamalan
yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
yang merupakan satu kesatuan yang
19
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi kedua (Jakarta: Balai Pustaka,
1995), h. 20 20
Hasan Lauselang (Dosen Syari’ah IAIN
Ambon), Wawancara, di rumahnya 16 Juli 2014..
utuh, dalam analisis kesejarahan muncul
adanya aspek aqidah (Iman), Aspek
Syari’ah (aturan-aturan formal) dan
aspek Ihsan (moral spiritual).21
Kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat,22
sedangkan local adalah di suatu tempat
(tempat pembuatan, tumbuh, produksi,
hidup, dsb).23
Jadi yang dimaksudkan
dengan Kebudayaan Lokal adalah hasil
dari sebuah karya cipta dan rasa suatu
masyarakat di suatu tempat/daerah
tertentu.
Proses Akulturasi Islam dengan
Budaya Lokal, Agama Islam yang
disebarkan oleh Nabi Muhammad saw.
dari Mekkah ke Madinah adalah Islam
yang masih murni yang memancarkan
nilai-nilai Syar’i, yang belum dipengaruhi
oleh budaya lokal, akan tetapi justru
kehadiran Islam telah merubah budaya
Arab Zaman Jahiliyah. Yang menyembah
berhala, dan inilah kemusyrikan yang
nyata.24
Sementara Islam hadir untuk
menyampaikan serta memperkenalkan
agama Tauhid, yang hanya menyembah
satu Tuhan, yaitu Allah swt.
Budaya Pukul Sapu di Mamala
Nilai-nilai pendidikan multikultural
yang ditemukan dalam tradisi pukul sapu.
Ritual. Setiap tahunnya selesai bulan suci
ramadhan setiap tanggal satu syawal
acara ritual pukul sapu mulai di
21
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya
Jawa, (Jakarta : Teraju, 2003), h. 7. 22
Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi
(ed.) Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta:
Fakultas ekonomi UI, 2008), h. 113. 23
Mahdi Malawat (Anak Raja Mamala),
Wawancara, di ruang kerjanya Fakultas Dakwah
dan Ushuluddin 9 Mei 2014. 24
Sitti Yulia Malawat (Anak Raja
Mamala), Wawancara, di rumahnya 9 Juli 2014..
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 44
semarakkan dengan berbagai atraksi seni
budaya Islam seperti sawat, hadrat, dan
seni buju anak para tidor. Kekayan
peradaban Islam ini setiap bulan syawal
ada puasa sunat selama 6 hari menjelang
pukul sapu mulai dari tanggal 2-6 syawal.
25
Setelah puasa ada acara tahlilan
untuk mendoakan para leluhur dan
lainnya mengambil lidi dari pohon enau.
Setelah itu membuat minyak mamala
dengan menggunakan guci dan membaca
ritual di ruma raja Mamala. Minyak
mamala setelah ritual pembacaan mantra
didistribusikan dalam bentuk botol-botol
kecil untuk persiapan masing-asing
kelompok saat acara pukul sapu di
mulai.26
Sebelum acara pukul sapu (uku ala
maihate) di mulai persiapan personil
sebanyak seratus orang satu kelompok
berjumlah 50 orang dan berbaris dengan
saf yang rapi seperti saf saat shalat. Sapu
lidi yang sudah disiapkan setiap orang
mendapat satu genggam sapu lidi sebagai
yang siap dipakai unuk memukul lawan
main. Dari jumlah pemaian ini
menelusuri lorong dan menyanyikan lagu
spiritual sebagai spirit membangkitkan
semangat jihat Tatatertib dalam dalam
pembukaan ada durasi waktu yang
disediakan 1-3 menit untuk saling
berbalas cambukan.
Pelajaran dari sistem cambuk ini
lebih pada ajaran simbolik mencambuk
sifat-sifat negatif dalam diri, sehingga
fisik lebih ditonjolkan dengan cara
membuka baju untuk dicambuk sebagai
25
Abdullah Malawat (Raja Mamala),
Wawancara, di rumahnya 12 Juli 2014.. 26
Mahdi Mawalat(Ketua Jurusan Jurnalistik
IAIN Ambon) wawancara di ruangan kerjanya di
Jurusan Jurnalistik 19 Juni 2014.
bukti bahwa tuntutan fisiklah yang
banyak memengaruhi manusia.
Ritual ini memberikan pendidikan
bahwa pemukulan fisik dengan sapu lidi
sebagai simbol pendidikan kebutuhan
fisik perlu ditata untuk mencegah
manusia melakukan kemungkaran.
Kemungkarang menurut Ibnu Suleman
adalah mencegah manusia berprilaku
negatif pada diri sendiri dan orang lain.
Pendidikan Budaya di Morella
Asal mula Negeri Morella adalah
penggabungan dari beberapa Aman (
Hena) atau Negeri Lama, yakni Negeri
Lama Kapahaha, Negeri Lama Iyal Uli,
Negeri Lama Putulesi dan Negeri Lama
Ninggareta. Keempat Aman atau Negeri
Lama inilah yang membentuk suatu
Aman atau Negeri Hausihu Morella.
Menurut tua-tua adat, leluhur yang
tinggal di Negeri-negeri lama tersebut
berasal dari Ula Pokol. Ula Pokol
merupakan pusat negeri pertama sejak
dulu, juga merupakan tempat yang sangat
disakralkan oleh masyarakat Morella
karena dipercayai sebagai tempat hunian
Roh-roh Gaib (Rijalal Gaib). Ula Pokol
terletak di pegunungan Salahutu, mula-
mula yang hidup ditempat tersebut
adalah Uka Latu Tapil, Beliau berasal
dari Timur Tengah. Uka Latu Tapil
datang ditempat tersebut dengan
membawa seekor burung Manulatu
(Burung Raja).
Dikisahkan pula oleh para Tua-tua
Adat setelah Uka Latu Tapil berada di
Ula Pokol muncul tiga orang yang
masing-masing mengklaim dirinya
sebagai pendahulu atau penemu daerah
baru tersebut, ditengah peredebatan
sengit itu tiba-tiba mereka mendengar
kicauan Burung Manulatu. Akhirnya
mereka menyadari ternyata daerah itu
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 45
telah berpenghuni dan mereka bertiga
pun bersepakat untuk menemukan
pemilik Manulatu tersebut. Ketiga orang
tersebut adalah Tuhe, Meten dan Hiti.
Tidak beberapa lama kemudian Tuhe,
Meten dan Hiti menemukan orang yang
dicari di Ula Pokol tersebut, saat itu dia
sedang duduk bersemedi (Bersembah-
yang).
Dihadapan orang yang sedang
duduk itu, mereka mengikrarkan ‚ Upu
Tapil Ame‛ yang bermakna Tuanku
Pelindung/Junjungan Kami, beliaulah
Uka Latu Tapil. Tuhe, Meten dan Hiti
kemudian dikukuhkan sebagai Hulu-
balang atau pengawal Uka Latu Tapil,
selanjutnya Uka Latu Tapil kemudian
meletakkan tiga buah batu di Salahutu
sebagai ‚ Hatu Manuai Telu‛ atau Batu
Tiga Tuan Tanah karena disinilah tempat
pertemuan Tuhe, Meten dan Hiti.
Dalam perkembangan selanjutnya
Tuhe Meten Dan Hiti meminang seorang
putri yang bernama Hatuatina yang
berasal dari Nusa Ina (Pulau Seram)
tepatnya di pusat tiga aliran sungai Eti,
Tala dan Sapalewa di Nunusaku Salahua
untuk menjadi istri Uka Latu Tapil, dari
perkawianan itu Uka Latu Tapil dan
istrinya memperoleh tujuh orang anak
laki-laki dan satu orang anak perempuan.
Dari ketujuh anak laki-laki tersebut
hanya anak yang bernama Tuharela /
Umarella yang menjalani kehidupan
normal sebagai manusia, sedangkan
keenam lainnya menjalani hidup sebagai
Sufisme Tulen (Gaib). Tuharella
beristrikan seorang perempuan yang
bernama Alungnusa dari Pulau Seram.
Dari perkawinan inilah melahirkan/
beranak pinak sebagian besar warga
Morella sekarang.
Melalui proses perkawinan maka
semakin banyak manusia di tempat itu
(Ula Pokol) dan karena keadaan alam,
merekapun mengadakan perpindahan ke
beberapa tempat di daerah pegunungan
yaitu ke Ama Ela (Gunung Kukusan)
kemudian berpindah lagi ke Kapahaha
dan sebagian ke Iyal Uli, Ninggareta, dan
Putulessy. Walaupun ke-empat negeri
lama ini terpisah jarak satu dengan yang
lain namun kehidupan mereka bersatu
dalam sistem kehidupan sosial
kemasyarakatan, dimana pusat
pemerintahan adatnya berada di
Kapahaha yang saat itu pimpinan adat
tertinggi di pegang oleh Tuhe, Meten,
dan Hiti (Salamoni). Sementara
pelaksanaan keagamaannya di pusatkan
di Iyal Uli.
Dari abad keabad kehidupan empat
negeri lama ini dalam keadaan rukun dan
damai, sampai pada akhir abad ke-6
ketika Bangsa Penjajah bercokol di
Maluku, ke empat negeri lama ini bersatu
untuk mempertahankan wilayah mereka
dari serangan kaum penjajah. Kapahaha
kemudian dijadikan sebagai pusat
pertahanan untuk melawan kaum
penjajah tersebut hal ini dikarenakan
letaknya yang strategis dengan Kapitan
Telukabessy (Ahmad Leikawa) sebagai
panglima perang. Pada saat itu beberapa
benteng pertahanan di Maluku sudah di
taklukkan oleh Belanda sehingga para
kapitan dan malesi dari daerah-daerah
tersebut di tambah dengan bala bantuan
dari daerah-daerah lain bergabung di
Benteng Kapahaha seperti dari Kerajaan
Ternate, Kerajaan Gowa, Tuban, Alaka,
Huamual, Iha, Buru, Nusa Laut, Banda
dan lain-lain. Mereka melakukan
perlawanan terhadap kaum kompeni yang
berlangsung dari tahun 1637 sampai
dengan 1646.
Ketika pada tahun 1646 Kapahaha
berhasil ditaklukkan oleh kaum penjajah
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 46
Belanda, maka semua rakyat kapahaha,
para kapitan dan malesi serta seluruh
personil bantuan tersebut diturunkan dari
Bentang Kapahaha dan ditawan di pantai
Teluk Telapuan (Teluk Sawatelu
Morella).
Setelah adanya pengumuman
pembebasan tawanan perang kapahaha
oleh gubernur Van Deimer, maka mereka
mengadakan acara perpisahan sebelum
kembali ke daerah masing-masing, dalam
acara perpisahan itu di isi dengan lagu-
lagu dan tari-tarian adat serta
sekelompok Pemuda Kapahaha
mengadakan Atraksi Pukul Sapu Lidi.
Hari itu yang bertepatan dengan tanggal
27 Oktober 1646 mereka memberikan
nama bagi Rakyat Kapahaha yang akan
mereka tinggalkan dengan gelar Hausihu
yang bermakna Kobaran Api Perjuangan
(Kapahaha Hausihu Holi Siwalima). 27
Sementara itu, Rakyat Kapahaha
Hausihu oleh belanda tidak
diperkenangkan untuk kembali lagi ke
Negeri Lama dipegunungan dengan
maksud untuk memudahkan pengawasan
Belanda terhadap mereka. Maka mereka
kemudian menempati wilayah kurang
lebih 3 km kearah selatan dari arah
Sawatelu yaitu wilayah Morella sekarang
dengan nama negerinya Hausihu Morella.
Negeri Hausihu Morella termasuk dalam
wilayah Ulisailessy bersama dengan
Negeri Liang dan Negeri Waai.
Kapata-kapata di Morella
Kapata-kapata dan cigulu-cigulu
adalah modep peradaban Islam dari aspek
arth communication. Kapata ini terdiri
dari berbagai model ada kapata agama,
27
Yus Kerubun, Sawat Morella Berpadu di
Arena Pukul Sapu Lidi Tahun 2010 Date Picture
Taken : 17-09-2010.
budaya, yang dilombakan TPQ-TPQ
yang ada di Morellah dan bahkan di
Mamala antar kampong. Saat ini kedua
kampong ini konflik horizontal mulai
dari 2012 sampai sekarang. Kondisi ini
menunjukkan bahwa ada adat yang sudah
terdegradasi dengan imprealisme budaya
global. Negeri Morella terdapat beberapa
dati-dati kecil seperti :
a. Huta Haha sebagai dati Tuhe b. Ima Uli sebagai dati Manilet c. Sia’ Aman sebagai dati Sialana d. Uli Kau sebagai dati tawainlatu e. Uli Ina sebagai dati Leikawa f. Ninggareta sebagai dati Ulath g. Putulessy sebagai dati Latukau h. Sipil sebagai dati Lekai i. Ula Pokol sebagai dati Sasole 28
Kapata Hubungan Pela-Gandong
Soya-Morella. Berikut ini adalah sebuah
Lani (Kapata) di Negeri Morella yang
mengisahkan sejarah hubungan Negeri
Morella dan Negeri Soya :
Meten Tuhe Hiti Naistita Nusa (Meten Tuhe Hiti Keliling Pulau) Pasoutama Nusa Yupu Latu Tapi (Utusan Pemuka Pulau Latu Tapi) Tou Nusaniwe Sirimau Mahu (Pandang Nusa Niwe Jauh Terpisah) Niwe Paukala Apono Paso Soko (Menggalak Niwe Dan Apono
Menyatu)
Meten Lehe Nusa Niwe (Meten
Mendarat Ke Nusa Niwe) Mo Ete Sohu Siri Mau (Kamu-Kamu
Liput Sirimau) Supu Yama Raila Yisasehu (Jumpa
Yama Raila Sendiri) Sirimau Pamau Yamaraila (Sirimau
Pelindung Yamaraila) Meten Peha Luasi Mae (Meten
Berseruh Keduanya)
28
Hasan Lauselang, Sawat Morella
wawncara di kantornya IAIN Ambon 2014
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 47
Tuhe Hiti Naikeulai (Muncul Tuhe
Dengan Hiti) Hata-Hiti Hutu Lia Yulapoko (Empat Berangkat Menuju
Yulapoko)
Sailaputi Wela Wela Anomia (Lambang Putih Lamai Meria) Yupu Latu La Hate Reihata (Latu
Restu Empat Berjumpa) Soya Souhatu Sabila Maralesi (Jatuh
Cinta Sabila Maralesi) Le Atane Hale Nusa Niwe (Pindah
Tempat Ke Nusa Niwe) Nisa Simi Yupulatu Yisa Sehu (Turunan Yupulatu Yisa Sehu)
Kapata Hubungan Pela-Gandong
Morella-Waai Kapata (Lani) di Negeri
Morella yang menceritrakan sejarah
hubungan pela gandong Negeri Morella
dan Negeri Waai. Menurut hasil
penelitian tahun 2013 Aisya Ipaenin
mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam
di IAIN Ambon mengungkapkan bahwa
pela terdiri dari dua macam;
a) Pertama; Pela berdasarkan
akangkat saudara akibat ada
kesamaan nasib dalam perjuangan
bersama saat membawa upeti di
Ternate. Model pela ini masih bisa
menikah.
b) Kedua; Pela gandong yang
kebetulan saat belanda menjajah
orang Maluku selama 350 tahun
kedua bersaudara berpisah karena
Bangsa Belanda memasukkan
mereka agama Kristen. Pela seperti
ini terjadi di Desa Seit dan Ou
dimana Ou yang beragama Kristen
dan Seith Bergama Islam. Kedua
desa ini tidak bias saling menikah
karena satu dara atau satu
kandung.29
Pela gandong dan pela bukan
gandong ini semua memiliki peradaban
kapata-katapa yang digunakan saat
pembinaan keluarga, masyarakat, dan
pemerintahan. Keunikan dari artikulasi
kapata-kapata ini kontengnya sangat
universal karena ada spirit kerukunan
antar umat beragama yang di konstruksi
dalam kapata itu.
Letekori Lau Yupu Towa Paila
(Zaman Nenek Moyang Sejak Dahulu Kala) Sane Taha Lepaila Tuharella (Turunan Dari Moyang Tuharella) Rula Tahinano Yina Tatielya (Dengan
Istrinya Nenek Tatielia) Huni Yulapoko Amanuela (Penghuni
Ulapoko Amanuela) Sane Kutika Luwai Tapasala (Disuatu
Saat Timbul Masalah) Wali Aa Kilingsina Tapiula (YaituKedua Kakak Beradik
Kilingsina dan Tapiula) Rihu Sama Kilingsina Tapiula (Berpisah Tempat Tinggal Kilingsina
dan Tapuila).
Tapiula Takata Tiri Haita Paukala (Tapiula Ke Tatiri Pantai Baguala) Kilingsina Taka Moki Haita Tunuhala (Kilingsina Ke Moki Pantai Tunuhala) Tapiula Kupa Hunimua Metiela (Tapiula di Hunimua Tanjung Meti
ela) Kilingsina Kupa Lataela (Kilingsina
di Daratan Lataela) Lea Asele Taisa Sila-Sila (Terbagi
Turunan Dua Sila-sila)30
29
Sumber : Bapak Sulaiman Latukau (Tua
Adat Negeri Morella)
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 48
Kapa-Kapa Wali Aa Kakula (Bersatu
Kembali Seperti Sedia Kala) Hanu Soa Hatu Waai Morella
(Membangun Persatuan Waai dan
Morella) Di sebuah rumah tua atap daun kering terpanggang abad Tiang kokoh tampak berkerut Tak ada lumut. Angin dari laut berhembus Takmampu menghalau gelisah Dalam cucuran keringat Berlelehan di tubuh tanpa sungut.31 Mungkin hanya peti besi tua Yang mampu menguak sejarah Negeri yang dulu berdiri dengan gagah Kini tampak letih - namun takmerasa kalah. Aku menemu malam bertabur bintang Dalam temaram cahayanya Gelombang laut februari terus berlari Mengejar mimpi lelaki sejati. Di dalam rumah tua Kilatan cahaya terus menerpa sejuta aksara yang tertulis di atas kertas - nasibnya sengsara seperti cinta sejati leluhur kita Engkau hapus debu yang menyelimutinya.
Mungkin ada do'a para ulama di tubuhnya Kulihat cahaya melesat menembus cakrawala
30
Label : Konvoi Lagu Gandong 4 Negeri
Basudara (Morella, Waai, Soya & Kaibobu) Usai
Perayaan Pukul Sapu Lidi Tahun 2010 Date
Picture Taken : 17-09-2010 Author : Yus Kerubun 31
Oleh: Bambang Widiatmoko
Barangkali juga mantera mengiringi laju perahu Tempat ikan berenag dan menunggu Di rumah tua - aku tertegun malu. Morella telah menjadi nyala api di hati Seribu kitab tersimpan dalam almari besi Menyembunyikan rasa nyeri Menyembunyikan air mata leluhur kami Menyembunyikan diriku di balik jeruji nurani.
Nilai-nilai dari kapata tersebut
mengandung nilai pendidikan
persaudaraan, kecerdasan hidup harmoni,
dan liriknya mengandung nilai religi yang
sarat dengan muatan multikultural, dari
tafsiran dari artefak sejarah semua
warisan intelektual itu di asumsikan
sebagai warisan pendidikan mutlikultural
Imam Rijali.
Karena asumsi kajian ini
beranggapan bahwa cerminan realitas
sosial hari ini adalah gambaran sistem
pendidikan masa lalu yang dikonstruksi
oleh para ulama dan termasuk Imam
Rijali sebagai ulama Maluku yang selama
ini sepi dalam dokumen sejarah, sehingga
pemikirannya tentang Pendidikan
multikultural dapat dikonstruksi kembali
sebagai mata air keilmuan tokoh masa
lalu yang cemerlang.
PENUTUP
Penelitian ini membuktikan bahwa
wawasan pendidikan multikultural Imam
Rijali dalam perspektif dakwah memiliki
dinamika yang signifikan ketika memiliki
potensi 5 kecerdasan. Kelima Kecerdasan
itu disingkat menjadi Teori AISYATEK
(Kecerdasan Aqidah, Kecerdasan
Intelektual, Kecerdasan Syari’ah,
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 49
Kecerdasan Akhlaq dan sosial,
Kecerdasan Entrepreneurship dan
Kecerdasan Teknologi. Ketika empat
kecerdasan ini dimiliki seseorang Guru
dan mubalig maka pergerakan sosial
berjalan sesuai arah dan spirit Al-Quran
dan Sunnah di Maluku. Konflik
kekerasan dapat diminimalisasi sebesar
75%. Kelima modal kecerdasan ini
sebagai standar kompetensi Guru dan
Mubalig dalam menggerakkan arah
pergerakan sosial di tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azrah, Jaringan Ulama Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII & XVIII (Cet. II;
Jakarta: Prenada Media, 2008.
Kementerian Agama Republik Indonesia:
Balai Penelitian dan Pengembangan
Agama Makassar (Jurnal Al-Qalam
Volume 19 Nomor 2 November
2013.
Muhammad As’ad dan Muh. Idham dkk,
Buah Pena Sang Ulama (Cet. I;
Jakarta: Orbit Publishing Jakarta:
2011.
H. Rustam E. Tamburaka, Ilmu Sejarah,
Teori Sejarah, Filsafat, dan IPTEK
(Cet. II; Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002.
H. Faisal Bakti, Nation Bilding:
Kontribusi Komunikasi Lintas
Budaya Terhadap Kebangkitan
Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta:
Curia Press, 2006).
Samiang Katu, Pasang Ri Kajang :
Kajian tentang Akomodasi Islam
dengan Budaya Lokas di Sulawesi
Selatan, (Makassar: PPIM, 2000.
Talcott Parson, Sistem Interactional
Civil Society (New York: Sage
publishing, 2003.
Hj. Suleman Launuru, Ketua Panitia
Pemasangan Kubah Masjid Negeri
Hila
Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia
Arab. Terj. Usuluddin Hutagalung
dan O.D.P. Sihombing (Yogyakarta
: Pustaka Iqra, 2001.
Abd Rahman Umarellah (68 Tahun),
Mantan Dosen IAIN Ambon wafat
pada tahun 2011 di Tulehu,
wawancara di rumahnya 17 Juli
2002.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi
kedua
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya
Jawa, (Jakarta : Teraju, 2003..
Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi
(ed.) Setangkai Bunga Sosiologi,
(Jakarta: Fakultas ekonomi UI,
2008.
Yus Kerubun, Sawat Morella Berpadu di
Arena Pukul Sapu Lidi Tahun 2010
Date Picture Taken : 17-09-2010.
Sumber: Bapak Sulaiman Latukau (Tua
Adat Negeri Morella)
Label : Konvoi Lagu Gandong 4 Negeri
Basudara (Morella, Waai, Soya &
Kaibobu) Usai Perayaan Pukul
Sapu Lidi Tahun 2010 Date Picture
Taken : 17-09-2010 Author : Yus
Kerubun