29
a. Bagaimana alur rujukan pasien dari posyandu ke rumah sakit? Sumber: petunjuk teknis sistem rujukan pelayanan kesehatan Jalur Rujukan Dalam kaitan ini jalur rujukan untuk kasus gawat darurat dapat dilaksanakan sebagai berikut :

Syok Anafilaktik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Syok anafilaktik

Citation preview

Page 1: Syok Anafilaktik

a. Bagaimana alur rujukan pasien dari posyandu ke rumah sakit?

Sumber: petunjuk teknis sistem rujukan pelayanan kesehatan

Jalur Rujukan

Dalam kaitan ini jalur rujukan untuk kasus gawat darurat dapat dilaksanakan

sebagai berikut :

Dari Kader

Dapat langsung merujuk ke :

1) Puskesmas pembantu

Page 2: Syok Anafilaktik

2) Pondok bersalin / bidan desa

3) Puskesmas / puskesmas rawat inap

4) Rumah sakit pemerintah / swasta

Dari Posyandu

Dapat langsung merujuk ke :

1) Puskesmas pembantu

2) Pondok bersalin / bidan desa

3) Puskesmas / puskesmas rawat inap

4) Rumah sakit pemerintah / swasta

Dari Puskesmas Pembantu

Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

Dari Pondok bersalin / Bidan Desa

Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

b. Berapa cakupan wilayah dari binaan puskesmas?

c. Apa saja yang perlu ditanyakan untuk melengkapi anamnesis pada Bintang?

Keluhan

Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya sesuai

berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang, namun

pada tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah

gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat timbul

bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa detik

sampai beberapa jam. Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul makin berat

keadaan penderita.

Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang

kemudian segera diikuti dengan sesak napas.

Gejala pada kulit merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi

anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting

Page 3: Syok Anafilaktik

untuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk

timbulnya gejala yang lebih berat berupa gangguan nafas dan gangguan sirkulasi.

Oleh karena itu setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai

untuk kemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan

gastrointestinal berupa perut kram,mual,muntah

sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala

gangguan nafas dan sirkulasi.

Faktor Risiko : Riwayat alergi

Bintang, laki-laki, 18 bulan, berat badan 11 kg, mengalami sembab kemerahan , respiratori

distres dan gangguan perfusi et causa syok anafilaktik.

1. DD

Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti:

1. Urtikaria

Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (kurang dari 6

minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui. Urtikaria kronik, yaitu urtikaria

yang berlangsung lebih dari 6 minggu, dan urtikaria berulang biasanya tidak diketahui

pencetusnya dan dapat berlangsung sampai beberapa tahun.2

2. Reaksi vasovagal

Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak

pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada

reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya

turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik. 1

3. Infark miokard akut

Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa

penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda

obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada. 1

4. Reaksi hipoglikemik

Page 4: Syok Anafilaktik

Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.

Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-

kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan

pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. 1

5. Reaksi histeris

Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau

sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-

tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis. 1

6. Carsinoid syndrome

Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare,

serangan sesak napas seperti asma. 1

7. Chinese restaurant syndrome

Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa

menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1 gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa

menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan

tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.

8. Asma bronkial

Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang

berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas

fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari. 1

9. Rhinitis alergika

Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang

hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu, terutama

di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA. 1

2. Tatalaksana (kuratif, rehabilitatif)

Penatalaksanaan

a. Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan

kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga tekanan darah ikut

meningkat.

Page 5: Syok Anafilaktik

b. Pemberian Oksigen 3–5 ltr/menit harus dilakukan, pada keadaan yang amat ekstrim

tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.

c. Pemasangan infus, Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama guna

dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer

Laktat atau NaCl fisiologis

dapat dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan

sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.

d. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang

dapat diulangi 5–10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja

adrenalin cukup singkat. Jika respon

pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravenous setelah

0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan

perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena

efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga

absorbsi obat tidak terjadi.

e. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum

hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama

10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap

perlu.

f. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua

obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan setelah

gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum

Page 6: Syok Anafilaktik

sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah

difenhidramin HCl 5 – 20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan

deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrokortison 100 – 250 mg IV.

g. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest)

maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah

ABC dan seterusnya. Mengingat

kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka

sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency,

perangkat infus dan cairannya juga

perangkat resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan secepatnya.

h. Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis

 

Page 7: Syok Anafilaktik

 

Rencana Tindak Lanjut

Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan mencatatnya di rekam medis serta

memberitahukan kepada pasien dan keluarga.

Konseling dan Edukasi

Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-

obat yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum,penisillin, anestesi lokal, dll) harus

selalu waspada untuk timbulnya reaksi anafilaktik. Penderita yang tergolong risiko

tinggi (ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit alergi lainnya) harus

lebih diwaspadai lagi.

Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat

alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang lebih aman.

Syok Anafilaktik pada Anak

2.1 Definisi

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang mengancam jiwa yang diperantarai

oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal

ini disebabkan oleh adanya suatu Reaksi Antigen-Antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang

sensitif untuk seseorang telah masuk dalam sirkulasi. 1,3

Page 8: Syok Anafilaktik

Secara harafiah, anafilaktik berasal dari kata ana = balik; phylaxis = perlindungan. Dalam hal ini

respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain

kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis = anaphylaxis). Istilah ini pertama kali digunakan oleh

Richet dan Portier pada tahun 1902 untuk menerangkan terjadinya renjatan yang disusul dengan

kematian pada anjing yang disuntik bisa anemon laut. Pada suntikan pertama tidak terjadi reaksi, tetapi

pada suntikan berikutnya sesudah beberapa hari terjadi reaksi sistemik yang berakhir dengan kematian. 1,2

Renjatan anafilaktik merupakan salah satu manifestasi reaksi anafilaktik yang berat dengan

tanda-tanda kolaps vaskular dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi ini terjadi akibat

pengeluaran mediator mastosit jaringan atau basofil darah perifer yang mengakibatkan vasodilatasi

umum pembuluh darah perifer dan peningkatan permeabilitas. Akibatnya terjadi kebocoran cairan ke

jaringan sehingga volume darah efektif menurun, disamping hipoksemia dan disfungsi ventrikel.

Reaksi anafilaktik terjadi akibat pajanan ulang alergen yang sama yang dimediasi oleh IgE

spesifik yang melekat pada dinding mastosit dan basofil. Reaksi ini dapat diperberat dan diperpanjang

oleh mediator sekunder yang dikeluarkan oleh sel-sel radang yang tertarik ke lokasi reaksi. 2

Reaksi anafilaktik timbulnya tiba-tiba, tidak terduga dan potensial mematikan, serta

memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu harus dimengerti dan selalu

diwaspadai.

Dewasa ini, umumnya para sarjana di seluruh dunia lebih banyak mempergunakan cara

klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL, oleh karena dirasakan lebih tepat. Mereka membagi

reaksi alergi menjadi empat tipe, yaitu:

a. Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik

b. Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik

c. Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik

d. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler

Tipe I hingga III, semuanya termasuk alergi atau hipersensitivitas tipe cepat, sedangkan tipe IV

termasuk tipe lambat.2

Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik yaitu:

Page 9: Syok Anafilaktik

1. Rapid reaction/reaksi cepat, terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan alergen

2. Moderate reaction/reaksi moderat terjadi antara 1-24 jam setelah terpapar dengan alergen

3. Delayed rection/reaksi lambat terjadi >24 jam setelah terpapar dengan alergen.1

2.2 Etiologi

Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum

kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-

lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin,

sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-rumputan atau jamur, atau serum

ATS, ADS dan anti bisa ular.

Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan

anafilaksis misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan

anestetikum lokal seperti prokain atau lidokain. Bisa yang dapat menimbulkan anafilasik misalnya bisa

ular, semut, dan sengatan lebah. Darah lengkap atau produk darah seperti gamaglobulin dan

kriopresipitat dapat pula menyebabkan anafilaksis. Makanan yang telah dikenal sebagai penyebab

anafilaksis seperti misalnya susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur dan udang.

Dengan melihat ada begitu banyak alergen yang dapat menyebabkan atau mencetuskan syok

anafilaksis, maka dari itu, khusus untuk pemberian terapi (obat-obatan) sebaiknya dilakukan ’skin test’

terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya syok anafilaksis tersebut. Teknik pelaksanaan skin test,

antara lain:

a. Fiksasi daerah follar antebraki

b. Suntikkan 0,02 ml intrakutan, obat yang akan digunakan dalam pengobatan nantinya

c. Lalu buat lingkaran dengan diameter ± 2 cm mengelilingi daerah suntikan

d. Tunggu ± 15 menit untuk melihat apakah terjadi pembesaran melebihi daerah lingkaran yang dibuat

(dianggap dapat mengakibatkan anafilaksis bila lingkaran kemerahan akibat suntikan mencapai 1

inci = 2,54 cm). 1,2

2.3 Patogenesis

Page 10: Syok Anafilaktik

Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi anafilaktik pada

umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh mastosit/basofil baik yang timbul segera (yang

timbul dalam beberapa menit) maupun yang timbul belakangan (sesudah beberapa jam). 1

Fase Sensitisasi

Fase ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor

spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas

atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut

kepada Limfosit T, di mana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B

berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik

untuk antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan

basofil.

Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan mediatornya, mekanismenya

dapat melalui reaksi yang dimediasi IgE (IgE mediated anaphylaxis). Pada pajanan alergen, alergen

ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) seperti makrofag, sel dendritik, sel langerhans, atau yang

lain. Kemudian antigen tersebut dipersembahkan bersama beberapa sitokin ke sel T-Helper melalui MHC

kelas II. Sel T-Helper kemudian aktif dan mengeluarkan sitokin yang merangsang sel B melakukan

memori, proliferasi dan peralihan menjadi sel plasma yg kemudian menghasilkan antibodi termasuk IgE

lalu melekat pada permukaan basofil, mastosit dan sel B sendiri. 1,4

Fase Aktivasi

Fase ini adalah waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit

dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada

kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E

spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,

serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah

Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel

yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah

degranulasi yang disebut Newly formed mediators. 1,4

Page 11: Syok Anafilaktik

Fase Efektor

Fase ini adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang

dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin

memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan

edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin

menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan

meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik

menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian

juga dengan Leukotrien.4

2.4 Gambaran klinik

Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi maupun luas dan

beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit sesudah terpajan alergen dan

gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala

prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat. Gejala dapat terjadi segera setelah

terpapar dengan antigen, yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ target, antara lain

kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing.

Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata

dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut. 4

Gejala yang timbul pada organ ialah:

a. Kardiovaskuler

Dapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi perifer dapat dilihat dari pucat dan

ekstremitas dingin. Selain itu kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan

penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah rendah, vena perifer kolaps, CVP

rendah, palpitasi, takikardi, hipotensi, aritmia, penurunan volume efektif plasma, nadi cepat dan

Page 12: Syok Anafilaktik

halus sampai tidak teraba, renjatan, pingsan, pada EKG dapat ditemukan aritmia, T mendatar atau

terbalik, irama nodal, fibrilasi ventrikel sampai asistol.

b. Respirasi

Dapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal dihidung, batuk, sesak, mengi,

stridor, suara serak, gawat napas, takipnea sampai apnea, kongesti hidung, edema dan hiperemi

mukosa, obstuksi jalan napas, bronkospasme, hipersekresi mukus, wheezing dispnea, dan

kegagalan pernafasan.

c. Gastrointestinal

Kram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal. Mual, muntah, sakit perut, diare.

d. Kulit

Pruritus, urtikaria, angioedema, eritema.

e. Mata

Gatal, lakrimasi, merah, bengkak.

f. Susunan saraf pusat

Disorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang, koma.

g. Sistem saluran kencing

Produksi urin berkurang. 1,3,4

Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang ireversibel.

Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ, Manifestasi klinik syok Anafilaksis masih dibagi

dalam derajat berat ringannya, yaitu sebagai berikut:

a. Ringan

1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok.

2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, mata berair.

3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. 1

b. Sedang

Page 13: Syok Anafilaktik

1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas

atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi.

2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.

3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. 5

c. Berat/parah

1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang

telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat ke arah bronkospame, edema laring,

dispnea berat dan sianosis.

2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang.

3. Henti jantung dan koma jarang terjadi. 4

Gambar 2. Gambaran klinis anafilaktik

Tabel 1. Gajala & tanda syok anafilaktik

Tanda dan gejala Keterangan

Tekanan darah Turun sampai sangat turun

Page 14: Syok Anafilaktik

Tekanan nadi Turun sampai sangat turun

Denyut nadi Meningkat sampai sangat meningkat

Isi nadi Normal atau kecil

Vasokonstriksi perifer Meningkat

Suhu kulit Dingin

Warna Normal atau pucat

Tekanan vena sentral Normal atau rendah

Diuresis Tidak ada

EKG Normal

Foto paru Normal

2.5 Diagnosis Banding

Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti:

1. Urtikaria

Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (kurang dari 6 minggu) dan

umumnya penyebabnya dapat diketahui. Urtikaria kronik, yaitu urtikaria yang berlangsung lebih dari

6 minggu, dan urtikaria berulang biasanya tidak diketahui pencetusnya dan dapat berlangsung

sampai beberapa tahun.2

2. Reaksi vasovagal

Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak pingsan,

pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi vasovagal

nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih

mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik. 1

3. Infark miokard akut

Page 15: Syok Anafilaktik

Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran.

Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas.

Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada. 1

4. Reaksi hipoglikemik

Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain. Pasien

tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-kadang

menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi

anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. 1

5.  Reaksi histeris

Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau sianosis.

Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas

dijumpai pada reaksi anafilaksis. 1

6.  Carsinoid syndrome

Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare,

serangan sesak napas seperti asma. 1

7. Chinese restaurant syndrome

Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit setelah

mengkonsumsi MSG lebih dari 1 gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun

tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang

diberi makanan tanpa MSG.

8. Asma bronkial

Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi ngik-

ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan

lebih sering terjadi pada pagi hari. 1

9. Rhinitis alergika

Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang hilang-timbul,

mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu, terutama di udara dingin.dan

hampir semua kasus asma diawali dengan RA. 1

Page 16: Syok Anafilaktik

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada

pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-

obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini

diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat

organ tubuh menetap. 6

Pada komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral

maupun parenteral, maka tindakan awal yang dilakukan, adalah:

1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk

meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan

tekanan darah. 3

2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama

sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke

belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan,

dan buka mulut.3

B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas,

baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring,

dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami

sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan

napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan

lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. 6

C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis),

segera lakukan kompresi jantung luar. 3

Setelah dilakukan tindakan awal, dilanjutkan dengan penanganan untuk syok anafilaktik, yaitu

sebagai: 5

a. Oksigenasi

Page 17: Syok Anafilaktik

Prioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang etrbuka dan bebas

harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC-nya resusitasi. 3,5

Penderita harus mendapatkan oksigenasi yang adekuat. Bila ada tanda-tanda pre syok/syok,

tempatkan penderita pada posisi syok yaitu tidur terlentang datar dengan kaki ditinggikan 30-45º agar

darah lebih banyak mengalir ke organ-organ vital. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen dengan

masker. Apabila terdapat obstruksi laring karena edema laring atau angioneurotik, segera lakukan

intubasi endotrakeal untuk fasilitas ventilasi. Ventilator mekanik diindikasikan bila terdapat spasme

bronkus, apneu atau henti jantung mendadak. 3

b. Epinefrin

Epinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamine dan mediator lain

yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin meningkatkan siklik AMP dalam sel mast dan basofil

sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu

adrenalin mempunyai kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah

perifer dan otot polos bronkus. 1,3

Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg sub kutan setiap 15 menit sesuai berat gejalanya. Bila

penderita mengalami presyok atau syok dapat diberikan dengan dosis 0,01 mg/kgbb secara intra

muskuler dan dapat diulang tiap 15 menit sampi tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg. Cara

lain adalah dengan memberikan larutan 1-2 mg dalam 100 ml garam fisiologis secara intravena,

dilakukan bila perfusi otot jelek karena syok dan pemberiannya dengan monitoring EKG. Pada penderita

tanpa kelainan jantung, adrenalin dapat diberikan dalam larutan 1:100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml

adrenalin dalam 9,9 ml NaCl 0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara intravena pelan-pelan dalam 5-

10 menit. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada penderita yang mendapat anestesi volatil

untuk menghindari terjadinya aritmia ventrikuler. 3,6,7

c. Pemberian cairan infus intravena

Pemberian cairan infus dilakukan bila tekanan sistolik belum mencapai 50 mmHg. Karena cairan

koloid dapat menyebabkan alergi, sebaiknya tidak digunakan pada kasus syok anafilaktik. Hartmann

Page 18: Syok Anafilaktik

solution atau salin 0,9% adalah cairan yang tepat untuk resusitasi awal. Karena cukup banyak cairan

yang dibutuhkan, pemantauan CVP dan hematokrit secara serial sangat membantu. 3

d. Obat-obat vasopresor

Bila pemberian adrenalin dan cairan infus yang dirasakan cukup adekwat tetapi tekanan sistolik

tetap belum mencapai 90 mmHg atau syok belum teratasi, dapat diberikan vasopresor. Dopamin dapat

diberikan secara infus dengan dosis awal 0,3mg/KgBB/jam dan dapat ditingkatkan secara bertahap

1,2mg/KgBB/jam untuk mempertahankan tekanan darah yang membaik. Noradrenalin dapat diberikan

untuk hipotensi yang tetap membandel. 1,7

e. Kortikosteroid

Berperan sebagai penghambat mitosis sel prekursor IgE dan juga menghambat pemecahan

fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat. Kortikosteroid digunakan untuk mengatasi

spasme bronkus yang tidak dapat diatasi dengan adrenalin dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari

anafilaksis. Dosis yang dapat diberikan adalah 7-10 mg/kg i.v prednisolon dilanjutkan dengan 5 mg/kg

tiap 6 jam atau dengan deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol dapat diberikan secara i.v dengan dosis 100-

200 mg dalam interval 24 jam dan selanjutnya diturunkan secara bertahap. 3

Dosis hidrokortison diberikan sesuai dengan usia yaitu:

> 12 tahun dan dewasa : 200 mg IM atau IV perlahan

> 6 – 12 tahun : 100 mg IM atau IV perlahan

> 6 bulan – 6 tahun : 50 mg IM atau IV perlahan

< 6 bulan : 25 mg IM atau IV perlahan. 3

f. Antihistamin

Page 19: Syok Anafilaktik

Bekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel target. Antihistamin

diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila terjadi edema angioneurotik dan urtikaria.

Difenhidramin dapat diberikan dengan dosis 1mg/kg tiap 4-6 jam.

Dosis klorpenamin tergantung dengan usia, yaitu:

> 12 tahun dan dewasa : 10 mg IM atau IV perlahan

> 6 – 12 tahun : 5 mg IM atau IV perlahan

> 6 bulan – 6 tahun : 2,5 mg IM atau IV perlahan

< 6 bulan : 250 µg/kgbb IM atau IV perlahan. 3

g. Resusitasi Jantung Paru

RJP dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan sirkulasi dan pernafasan. Untuk itu

tidakan RJP yang dilakukan sama seperti pada umumnya.

Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya, maka sebaiknya

penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak bijaksana mengirim penderita syok

anafilaksis yang belum stabil penderita akan dengan mudah jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan

fatal. Saat evakuasi, sebaiknya penderita dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai penanganan

kasus gawat darurat. 3

Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena kemungkinan

terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap dimonitor paling tidak untuk 12-24 jam.

Untuk keperluan monitoring yang kektat dan kontinyu ini sebaiknya penderita dirawat di Unit

Perawatan Intensif. 3

Mempertahankan Suhu Tubuh

Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah

kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita

karena akan sangat berbahaya.

Page 20: Syok Anafilaktik

Pemberian Cairan

Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang

karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru. Jangan memberi minum kepada penderita yang

akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak). Penderita hanya

boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus

dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah. 3

Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan

resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan

plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler. 3

Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang

hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada

perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan

cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler

dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila

menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang.

Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama

efektifnya dengan darah lengkap. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah

pemberian cairan yang berlebihan. 6

Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan

membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.

Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik

biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat

canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah. 1

2.7 Pencegahan

Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat,

tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan,

antara lain:

Page 21: Syok Anafilaktik

1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.

2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi

terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok

anafilaktik.

3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi

pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi

anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai

kemungkinan reaksi sebesar 1–3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila

tes kulit positif.

4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan. 6