Syok Hipovolemik Dan Resusitasi Intravena

Embed Size (px)

DESCRIPTION

e

Citation preview

REFERAT

PAGE

REFERAT

Syok Hipovolemik dan Resusitasi Intravena

Disusun oleh:

Yonathan Adi Purnomo

0110072Pembimbing:

Dr. Rimonta F. Gunanegara, SpOG

KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

RUMAH SAKIT IMMANUEL

BANDUNG

2006DAFTAR ISIHalaman Juduli

Daftar isiii

Daftar Tabeliv

Daftar Gambarv

BAB I PENDAHULUAN1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA3

2.1 Epidemiologi3

2.1.1 Mortalitas dan morbiditas4

2.2 Perubahan fisiologi wanita hamil5

2.2.1 Perubahan hematologi5

2.2.2 Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit6

2.2.3 Koagulasi7

2.3 Syok8

2.3.1 Patofisiologi8

2.4 Syok hipovolemik11

2.4.1 Patofisiologi11

2.4.2 Pemeriksaan fisik21

2.4.3 Perkiraan banyaknya kehilangan darah22

2.4.4 Penatalaksanaan23

2.4.4.1 Oksigenasi dan ventilasi232.4.4.2 Akses intravena24

2.4.4.5 Monitoring standar24

2.4.4.6 Penentuan dan penapisan versus pencocokan silang25

2.5 Resusitasi cairan dan darah26

2.5.1 Resusitasi cairan kristaloid28

2.5.1.1 Keseimbangan cairan dan kompartemen cairan28

2.5.1.2 Keseimbangan air30

2.5.1.3 Keseimbangan elektrolit32

2.5.1.4 Kehilangan cairan dan elektrolit39

2.5.1.5 Cairan IV41

2.5.2 Transfusi darah dan komponen darah46

2.5.2.1 Packed red blood cells48

2.5.2.2 Trombosit48

2.5.2.3 Fresh frozen plasma49

2.5.2.4 Kriopresipitat49

2.5.2.5 Transfusi autolog50

2.5.3 Resusitasi koloid50

2.5.4 Cairan resusitasi pengikat/pembawa oksigen/pengganti sel darah merah51

2.5.5 Resusitasi dengan cairan hipertonis53

2.6 Tujuan akhir resusitasi54

2.7 Komplikasi56

2.7.1 Infeksi terkait transfusi62

2.7.2 Koagulopati pengenceran63

2.7.3 Koagulopati konsumtif64

2.7.4 Hiperkoagulobilitas kehamilan65

2.7.5 Aktivasi koagulasi secara patologis65BAB III KESIMPULAN68DAFTAR PUSTAKA69DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab penyebab kematian ibu yang berkaitan

dengan kehamilan dan persalinan4

Tabel 2.2 Klasifikasi klinis syok hipovolemik12

Tabel 2.3 Perbandingan nilai elektrolit untuk CIS, CFS, dan nilai serum

pada hasil laboratorium29Tabel 2.4 Masukan dan keluaran cairan yang normal

pada orang dewasa yang makan 2500 kalori per hari32

Tabel 2.5 Hipernatremia dan hiponatremia34Tabel 2.6 Hiperkalemia dan hipokalemia35Tabel 2.7 Kelebihan dan kekurangan klorida37Tabel 2.8 Hiperkalsemia dan hipokalsemia38Tabel 2.9 Hipermagnesia dan hipomagnesia39Tabel 2.10 Pengkajian dan Temuan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit40Tabel 2.11 Cairan IV42Tabel 2.12 Komponen darah yang sering ditransfusikan dalam Obstetri47Tabel 2.13 Efek-efek yang merugikan dari transfusi darah58DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Carotid Baroreseptor Strecth Reflex10Gambar 2.2 Respon kompensasi organ pada syok hipovolemik12

Gambar 2.3 Vaskuler yang kolaps pada syok hipovolemik14Gambar 2.4 Efek sistem simpatis18

Gambar 2.5 Kompartemen kompartemen cairan tubuh28Gambar 2.6 Distribusi cairan tubuh pada orang dewasa

dengan berat rata rata 70kg29

Gambar 2.7 Transport garam dan air melalui membran sel31Gambar 2.8 Efek cairan isotonik terhadap kadar natrium plasma33Gambar 2.9 Regulasi transport kalium35DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Angka Kematian Ibu negara negara Asia Tenggara dan Selatan2Grafik 2.1 Hubungan antara angka kematian ibu dengan usia dan ras3Grafik 2.2 Perubahan volume darah, plasma, dan sel darah merah

ibu selama kehamilan.6BAB I

PENDAHULUANTiap menit setiap hari, disuatu tempat di dunia ini dan kebanyakan di negara berkembang, seorang wanita meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Minimal 515.000 wanita meninggal tiap tahunnya. Hampir seluruh (99 persen) kematian ibu ini terjadi di negara berkembang, hal ini menimbulkan kesenjangan statistik mortalitas maternal antara negara maju dengan negara berkembang. 1 Wanita hamil di negara berkembang kebanyakan meninggal dunia akibat perdarahan atau tekanan darah tinggi dibandingkan sebab lain. Penelitian tim World Health Organization (WHO), The Lancet pada 35.000 kematian ibu baik yang sedang dalam kehamilan atau 42 hari setelah persalinan, mereka menemukan bahwa perdarahan adalah penyebab utama (30 persen) kematian maternal di Asia dan Afrika. 2 Menurut data Depkes RI, angka kematian ibu di Indonesia tahun 2005 sebesar 365 / 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan dan persalinan yang berupa perdarahan atau infeksi. Yang menyedihkan adalah 51 persen dari jumlah kematian ibu tersebut disebabkan abortus yang tidak aman. 3 Kematian ibu disebabkan oleh jatuhnya ibu yang mengalami perdarahan jatuh ke dalam syok hipovemik. Syok hipovolemik dapat dicegah dengan pemeriksaan dan pemantauan serta penanganan perdarahan yang tepat. Tingginya angka kematian ibu yang disebabkan perdarahan menjadi alasan pentingnya masalah ini dibahas dalam makalah.

Gambar 1.1 Angka Kematian Ibu negara negara Asia Tenggara dan Selatan

Resusitasi intravena merupakan usaha atau tindakan memasukan cairan resusitasi atau darah atau komponen darah melalui akses intravena untuk mengatasi keadaan pemenuhan kebutuhan oksigenasi jaringan akibat volume darah yang berkurang pada syok hipovolemik akibat perdarahan. Tindakan resusitasi yang tepat dapat mencegah kematian akibat syok hipovolemik.4BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EpidemiologiKesehatan wanita hamil merupakan indikator penting bagi pelayanan kesehatan nasional. Pada tahun 2002, di amerika Serikat total kematian ibu sebanyak 336 yang diperoleh dari statistik vital. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai pelayanan obstetri adalah risiko kematian akibat komplikasi kehamilan menurun sampai 99 persen selama abad ke-20. Angka kematian ibu diperkirakan 850 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1900 dan menurun hingga 7,5 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1982 dan tahun tahun berikutnya tidak banyak menurun. Seperti nampak pada (grafik 2.1) kematian ibu berhubungan dengan usia dan ras. Pada (Tabel 2.1) nampak penyebab penyebab kematian ibu yang berhubungan dengan kehamilan. Perdarahan dan infeksi adalah penyebab kematian yang sering pada kehamilan ektopik dan aborsi, sementara hipertensi, emboli, perdarahan serta infeksi adalah penyebab kematian yang utama pada wanita bersalin setelah usia pertengahan kehamilan. Nampak perbedaan jumlah kematian yang signifikan terus bertambah terhadap kaum minoritas dan populasi kaum miskin. 5

Grafik 2.1 Hubungan antara angka kematian ibu dengan usia dan ras

Tabel 2.1 Penyebab penyebab kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan

2.1.1 Mortalitas dan morbiditasAncaman kematian dalam kehamilan berupa perdarahan, infeksi dan preeklamsi. Kematian ibu secara langsung dapat terjadi selama kehamilan, persalinan, atau pada masa nifas. Kematian secara tidak langsung disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh ibu sebelumnya yang diperberat oleh kehamilan. Tingkat mortalitas ibu di amerika serikat (jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup) menurun dari 582 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1935 menjadi 8,5 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 pada wanita kulit putih sedangkan wanita kulit hitam jumlahnya 3 kali lebih besar. Perbedaan ini terjadi akibat perbedaan sosial ekonomi yang berkaitan dengan antenatal atau prenatal care yang kurang serta asupan gizi ibu yang buruk. Pada tahun 1990, 40 persen wanita kulit hitam tidak mendapat pelayanan antenatal atau prenatal care dibandigkan dengan wanita kulit putih sebanyak 20 persen. Mortalitas pada ibu hamil paling banyak disebabkan oleh penyakit penyakit pada trimester pertama kehamilan seperti kehamilan ektopik, abortus spontan, abortus provokatus, dan penyakit trofoblas gestasional. Mortalitas maternal meningkat seiring bertambahnya umur. Penyakit penyakit penyebab kematian adalah emboli pulmonum, kehamilan ektopik, hipertensi yang diinduksi kehamilan terutama kerusakan serebrovaskuler, perdarahan pasca salin serta penyakit infeksi. Kegawatdaruratan pada setengah masa kehamilan pertama berupa kehamilan ektopik, perdarahan per vaginam, penyakit trofoblas kehamilan, infeksi saluran kemih, dan hiperemesis gravidarum. Kegawatdaruratan pada setengah masa kehamilan pertama berupa hipertensi, preeklamsi, eklamsi dan sindroma HELLP, perdarahan pervaginam akibat abrubtio placentae, placenta previa, persalinan prematur, dan ketuban pecah sebelum waktu.Kegawatdaruratan pasca salin berupa perdarahan pasca salin dan infeksi adalah penyebab tersering namun perlu diwaspadai juga penyakit lain seperti emboli air ketuban dan eklamsi pasca salin.62.2 Perubahan fisiologi wanita hamil

2.2.1 Perubahan hematologis

Volume darah ibu hamil meningkat selama kehamilan. Penelitian pada wanita hamil normal menunjukan volume darah mendekati atau sekitar rata rata 40 45% diatas volume darah wanita tidak hamil. Derajat pertambahannya dapat bervariasi. Pada beberapa wanita hanya meningkat dalam jumlah sedang, dilain pihak ada yang meningkat hampir dua kali lipat. Keberadaan janin tidak terlalu berpengaruh terhadap pertambahan volume darah, dimana didapatkan pula pertambahan volume darah pada mola hydatidosa.7Hipervolemia yang diinduksi oleh kehamilan memiliki beberapa fungsi yang penting:

1. untuk mencukupi vaskularisasi uterus yang membesar

2. untuk melindungi ibu dan selanjutnya bayi dari efek penurunan venous return pada posisi berbaring dan berdiri.

3. untuk melindungi nyawa ibu dari efek samping kehilangan darah pada saat persalinan

Volume darah ibu mulai meningkat pada trimester pertama. Kenyataannya dalam jangka waktu 12 minggu siklus menstruasi, volume plasma bertambah 15% bila dibandingkan dengan sebelum kehamilan. Seperti terlihat pada grafik (2.2), volume darah meningkat sangat cepat selama trimester ke-2 dan sedikit bertambah lagi pada trimester ke-3 mendatar pada minggu minggu terakhir kehamilan Volume darah meningkat akibat peningkatan plasma dan eritrosit, meskipun peningkatan plasma lebih tinggi daripada eritrosit pada sirkulasi ibu, namun pertambahan eritrosit patut diperhitungkan karena pertambahannya mencapai 450 mL. Terjadi hiperplasia eritroid yang sedang di dalam sumsum tulang dan retikulosit meningkat sedikit selama kehamilan normal. Perubahan ini diakibatkan peningkatan eritropoetin selama kehamilan terutama puncaknya pada trimester ke-3 sehingga produksi eritrositpun maksimal.7

Grafik 2.2 Perubahan volume darah, plasma, dan sel darah merah ibu selama kehamilan.

2.2.2 Konsentrasi hemoglobin dan hematokritMeskipun terjadi peningkatan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit menurun perlahan pada kehamilan yang normal, sebagai hasilnya viskositas darah berkurang. Rata rata konsentrasi hemoglobin 12,5 g/dl dan sebanyak 6% lainnya dibawah 11,0 g/dl. Pada kebanyakan wanita yang mengalami penurunan konsentrasi hemoglobin dibawah 11,0 g/dl terutama pada kehamilan tua perlu dipertimbangkan adanya abnormalitas seperti defisiensi zat besi dibandingkan dengan keadaan hipervolemia.72.2.3 KoagulasiPada kehamilan normal, kaskade koagulasi berada dalam keadaan teraktivasi. Bukti adanya aktivasi adalah didapatkan peningkatan semua faktor koagulasi kecuali faktor XI dan XIII, dengan peningkatan jumlah komplek high molecular weight fibinogen. Dengan pertimbangan meningkatnya plasma secara fisiologis, maka jumlah prokoagulan ini pun bertambah. Sebagai contoh, fibrinogen plasma (faktor I) pada wanita yang tidak hamil rata rata sekitar 300 mg/dl dengan kisaran 200 400 mg/dl. Selama kehamilan normal akan meningkat sekitar 50% dengan rata rata 450 mg/dl pada akhir kehamilan dengan kisaran 300 600 mg/dl namun persentase jumlah high molecular weight fibinogen tidak berubah. Keadaan ini memberi kontribusi terhadap peningkatan laju endap darah. 7Komplek High molecular weight soluble fibrin-fibinogen beredar pada kehamilan normal dan konsentrasi serum D-dimer meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia kehamilan. Waktu pembekuan darah tidak berbeda bermakna dibandingkan wanita yang tidak hamil. Keadaan peningkatan faktor koagulasi pada kehamilan ini dapat ditiru dengan pemberian estrogen ditambah progesteron pada wanita tidak hamil (wanita yang memakai kontrasepsi hormonal). 7Kehamilan yang normal juga melibatkan perubahan jumlah platelet. Penelitian pada 7000 wanita menunjukan rata rata penurunan hitung platelet yang ringan selama kehamilan yaitu 213.000/L dibandingkan dengan 250.000/L pada wanita kontrol yang tidak hamil. Penelitian tersebut mengatakan bahwa trombositopenia didefinisikan penurunan jumlah trombosit lebih dari persentil 2,5 yaitu sekitar 116.000/L. Selama kehamilan luas dan volume platelet betambah. Penurunan konsentrasi platelet sebagian dikarenakan efek hemodilusi, tetapi juga dapat menggambarkan peningkatan konsumsi platelet. Konsep yang lain mengemukakan bahwa pada permulaan kehamilan pertengahan, produksi tromboxan A2 yang menginduksi agregasi platelet secara progresif meningkat. 7Produk akhir kaskade koagulasi adalah pembentukan fibrin dan fungsi utama sistem fibrinolitik adalah untuk menyingkirkan kelebihan fibrin. Penelitian mengenai sistem fibrinolitik ini masih belum menemui kesepakatan meskipun ada bukti bahwa ada penurunan aktifitas selama kehamilan normal dikarenakan penigkatan aktivitas plasminogen aktivator inhibitors. 7 2.3 SyokSyok didefinisikan sebagai tidak terpenuhinya penghantaran substrat dan oksigen dalam mencukupi kebutuhan metabolik jaringan. Ketika sel mengalami kelaparan oksigen dan substrat, mereka tidak dapat mempertahankan produksi oksigen aerobik yang efisien. Metabolisme aerobik menghasilkan 36 molekul ATP tiap molekul glukosa. Ketika penghantaran oksigen terganggu, maka sel akan mengubahnya menjadi metabolisme anaerobik yang hanya menghasilkan 2 ATP ditambah produksi serta akumulasi asam laktat. Terkadang metabolisme seluler tidak dapat lagi menghasilkan energi yang cukup untuk memberi tenaga tiap komponen homeostatis seluler yang menimbulkan kerusakan pada pompa ionik membran sel, akumulasi natrium intrseluler dengan efluks kalium, serta akumulasi kalsium sitosol. Sel menjadi bengkak, membran sel pecah, dan akhirnya sel mati. Kematian sel yang luas menimbulkan multiple organ failure dan bila ireversibel maka pasien akan meninggal. 82.3.1 PatofisiologiSyok juga didefinisikan sebagai insufisiensi sirkulasi yang menciptakan sebuah ketidakseimbangan antara suplai oksigen jaringan dengan kebutuhan oksigen. Hipoperfusi jaringan global dikaitkan dengan penurunan kandungan oksigen vena dan asidosis metabolik. Syok diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan etiologinya: (1) hipovolemik (dikarenakan tidak cukupnya volume darah yang beredar), (2) kardiogenik (dikarenakan tidak mencukupinya fungsi pompa jantung), (3) distributif (maldistribusi aliran darah), (4) obstruktif (obstruksi ekstrakardial terhadap aliran darah). 9Pengetahuan mengenai prinsip transport oksigen dan konsumsinya sangat penting dalam mengerti keadaan syok. Maksimal empat molekul oksigen yang dapat diikat oleh hemoglobin ketika darah melewati paru paru. Apabila semua tempat kedudukan molekul oksigen diisi (4 molekul oksigen per molekul hemoglobin) maka Sao2 adalah 100 persen. Cao2 jumlah oksigen yang terikat hemoglobin ditambah sejumlah kecil yang larut dalam plasma. Penghantaran oksigen ke jaringan memerlukan fungsi pompa jantung. Do2 adalah produk dari Cao2 dan cardiac output (CO). 9Do2 dan Vo2 mengandung sebuah keseimbangan antara supplay dan demand. Normalnya 25 persen oksigen yang dibawa oleh hemoglobin dikonsumsi oleh jaringan dan darah vena yang kembali ke jantung kanan normal 75 persen jenuh. Ketika suplai oksigen tidak mencukupi kebutuhan, kompensasi yang pertama kali dilakukan adalah peningkatan cardiac output (CO). Apabila peningkatan CO tetap tidak mencukupi maka oksigen yang dieksraksi oleh jaringan dari hemoglobin akan meningkat, yang akan menurunkan Smvo2. 9Ketika mekanisme kompensasi gagal memperbaiki ketidakseimbangan antara supply dan demand, maka metabolisme anaerob akan muncul, dengan hasil berupa pembentukan asam laktat. Jumlah asam laktat yang meningkat berhubungan dengan Smvo2 yang kurang dari 50 persen. Kebanyakan kasus asidosis laktat diakibatkan oleh tidak mencukupinya hantaran oksigen, seperti pada syok kardiogenik, tetapi asidosis laktat terkadang dapat timbul ketika terdapat kebutuhan oksigen yang tinggi (peningkatan Vo2 yang abnormal), contohnya pada status epilepsi. Terkadang asidosis laktat dapat timbul oleh karena kegagalan pemanfaatan oksigen jaringan, seperti pada sepsis dan setelah resusitasi henti jantung. Peningkatan asam laktat dan Smvo2 yang normal menandakan adanya kegagalan pemanfaatan oksigen jaringan. Asam laktat adalah penanda berat tidaknya ketidakseimbangan supplay dan demand serta dapat dipakai dalam triage, diagnosis, terapi, dan prognosis pasien. 9 Peristiwa syok menginduksi respon otonomi, yang timbul untuk memelihara perfusi organ organ vital. Stimulasi carotid baroreseptor strecth reflex mengaktivasi sistem saraf simpatis yang menyebabkan: (1) vasokonstriksi arteri, yang mengalhkan autoregulasi lokal dan meredistribusi volume darah dari kulit, otot, ginjal, dan organ organ viseral pencernaan; (2) peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas sehingga meningkatkan cardiac output ; (3) konstriksi pembuluh pembuluh darah yang mengisi vena, mengakibatkan peningkatan venous return; (4) pelepasan hormon hormon vasoaktif seperti epinefrin, norepinefrin, dopamin dan kortisol untuk memelihara konstriksi arterial dan vena; (5) sekresi hormon antidiuretik dan aktivasi sistem renin angiotensin untuk meningkatkan konservasi air dan natrium untuk menjaga volume intravaskuler. Mekanisme kompensasi ini untuk memelihara Do2 organ organ yang sangat penting yaitu sirkulasi koroner dan serebral. Pada proses ini, aliran darah ke ginjal dan gastrointestinal berkurang. 9

Gambar 2.1 carotid baroreseptor strecth reflexRespon seluler terhadap penurunan Do2 adalah deplesi ATP yang mengakibatkan disfungsi pompa ion, influk natrium, dan efluk kalium serta reduksi membrane resting potensial. Udem seluler timbul secara sekunder karena peningkatan natrium intraseluler sementara itu reseptor membran sel menjadi kurang responsif terhadap sters hormon insulin, glukagon, kortisol dan katekolamin. 92.4 Syok hipovolemik

Syok hipovolemik terjadi sebagai akibat turunnya volume darah yang beredar. Penyebab utamanya adalah trauma yang menyebabkan perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tersembunyi, hal ini juga terjadi pada perembesan cairan ke organ organ visera atau cavum abdomen. 102.4.1 PatofisiologiHemoragik akut didefinisikan sebagai kehilangan darah yang cepat yang dapat mengikuti pada berbagai kondisi medik dan situasi operasi. Penyebab yang paling umum dari sebuah perdarahan adalah trauma, kelainan traktus gastrointestinal dan traktus genitaliaserta penyakit vaskuler. Syok hemoragik dapat terjadi saat kehilangan darah cukup besar dan tidak dapat dikompensasi lagi oleh respon fisiologis serta perfusi dan oksigenasi jaringan. Hemoragik akut memicu berbagai macam respon fisiologis yaitu: kardiovaskuler, respiratori, renal, hematologi, serta respon neuroendokrin. Tujuan dari berbagai respon ini adalah untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas, redistribusi dari aliran darah untuk menjaga fungsi organ organ vital, menjaga kadar air dan natrium, serta mengontrol kehilangan darah dari tempat terjadinya luka.12

Gambar 2.2 Respon kompensasi organ pada syok hipovolemik

Syok hipovolemik tidak hanya tergantung pada defisit volume tetapi juga pada umur dan status premorbid pasien. Jumlah volume yang hilang adalah faktor terpenting dalam respon kompensasi. Kehilangan darah yang kronis meskipun pada orang berumur lanjut atau orang yang sakit berat sekalipun masih lebih mudah ditoleransi dibandingkan kehilangan darah yang cepat. Secara klinis syok hipovolemik diklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat tergantung jumlah darah yang hilang. Sementara klasifikasi ini dipakai secara umum, beratnya penyakit sebelumnya dapat menimbulkan sebuah situasi kritis walau hanya terjadi hipovolemik yang minimal. Syok hipovolemik menimbulkan respon /efek kompensasi berbagai organ. 10Tabel 2.2 Klasifikasi klinis syok hipovolemikPatofisiologiGambaran klinis

Ringan

(< 20% dari volume darah)Penurunan perfusi organ yang dapat mentoleransi iskemik (kulit, lemak, otot skeletal, tulang). Redistribusi aliran darah ke organ organ vitalKeluhan subjektif seperti kedinginan. Perubahan tekanan darah dan pulsasi saat berdiri. Pucat, dingin, kulit lembab, vena leher yang datar. Urin yang pekat

Sedang

(defisit = 20 40% volume darah)Berkurangnya perfusi organ yang kurang dapat mengatasi iskemik(pankreas, limpa, ginjal)Keluhan subjektif berupa rasa haus. Tekanan darah lebih rendah dari normal pada posisi berbaring. Oliguri

Berat

(defisit > 40% volume darah)Penurunan perfusi otak dan jantungPasien sangat lemah, agitasi, kesadaranya menurun. Tekanan darah yang rendah dengan pulsasi yang lemah dan sukar diraba. Takipnea hingga henti jantung

A. Efek kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler berespon terhadap kehilangan volume melalui mekanisme homeostatic untuk mempertahankan cardiac output dan tekanan darah. Kedua respon primer adalah meningkatnya denyut jantung dan vasokonstriksi perifer, dimana keduanya dimediasi oleh system saraf simpatis. Respon neuroendokrin yang menghasilkan kadar angiotensin dan vasopressin yang tinggi menambah efek simpatis. Hilangnya pengaruh adrenergic mengakibatkan konstriksi venula venula berkapasitas besar dan kecil sehingga mengurangi kapasitas system vena. Dikarenakan 60% darah yang beredar berada dalam reservoir system vena maka akibat aktifitas ini maka darah akan berpindah lebih banyak ke dalam jantung untuk meningkatkan pengisisan diastolik dan stroke volume. Hal ini menunjukan bahwa konstriksi system vena adalah mekanisme kompensasi tunggal terpenting dalam mekanisme kompensasi syok hipovolemik. 10Spingter prekapiler dan vasokonstriksi arteriol terjadi akibat pengaturan aliran darah. Penurunan yang berat terjadi di organ visceral dan sirkuit usus. Aliran darah ke usus dan hepar menurun pada awal syok. Perfusi intestinal ditekan untuk mengurangi cardiac output ke usus. Reduksi aliran ke ginjal ditandai oleh menurunnya filtrasi glomerulus dan output urin, sementara turunnya aliran darah ke kulit berakibat turunya suhu kulit yang berhubungan dengan hipovolemia. Respon vasokonstriksi kutaneus mengalihkan aliran ke organ organ penting dan memberikan akibat heat loss melalui kulit. Berkurangnya diameter pembuluh darah kecil yang beresistensi tinggi meningkatkann aliran darah dan menurunkan viskositas darah ketika mencapai ujung vaskuler yang iskemik, hal ini menimbulkan aliran mikrosirkulasi yang efisien. Peningkatan kecepatan aliran dalam mikrosirkulasi memiliki keuntungan tambahan dalam meningktkan penghantaran oksigen dan dilain pihak menurunkan asidosis jaringan. 10

Gambar 2.3 Vaskuler yang kolaps pada syok hipovolemik

Keseimbangan cairan yang berpindah antara ruang intravaskuler dengan ruang ekstravaskuler mengikuti hukum Starling dimana terkait flux bersih transvaskuler kepada perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotic. 10Q=K[(Pc - Pi) (c - i)]

Dimana Q adalah flux cairan, (Pc - Pi) adalah gradien tekanan hidrostatik, (c - i) adalah gradient tekanan osmotic, K adalah koefisien permeabilitas, dan adalah koefisien refleksi. 10Pada keadaan normal tekanan hidrostatik intravaskuler lebih besar dibandingkan tekanan hidrostatik interstisial sehingga cairan berpindah dari kapiler ke interstitial. Tekanan osmotic interstitial biasanya lebih rendah daripada tekanan osmotic intravaskuler sehingga menarik kembali cairan ke dalam kapiler. Ketika hipovolemia terjadi, tekanan intravaskuler menurun, mengakibatkan cairan berpindah dari interstitial ke dalam ruang intravaskuler. Keadaan translokasi ini terbatas karena saat cairan berpindah ke dalam vaskuler, albumin yang tertinggal dalam interstitium meningkatkan tekanan osmotik ekstravaskuler. Vasokonstriksi kompensasi memudahkan proses ini karena cairan dapat pulih lebih mudah jika ruang vaskuler kolaps daripada yang berdilatasi. Derajat translokasi ini mungkin terbatas pada jumlah 1 2 Liter. Pengisian kembali vaskuler diperhitungkan tidak hanya untuk penurunan tekanan osmotic intravaskuler tetapi juga berpengaruh pada penurunan hematokrit pada pasien hipovolemia sebelum dilakukannya resusitasi. 10Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas penting untuk respon homeostatis terhadap hipovolemia.respon adrenergic langsung dan epinefrin yang disekresi medulla adrenal, keduanya bertanggung jawab terhadap reflek ini. Cardiac output merupakan hasil perkalian denyut jantung dengan stroke volume. Keadaan ini dibantu oleh adanya takikardi dan translokasi cairan. Dikarenakan tekanan darah adalah hasil perkalian resistensi vaskuler sistemik dan cardiac output , maka resistensi perifer merupakan faktor esensial dalam meningkatkan tekanan darah. 10B. Efek metabolik

Jalur metabolisme jaringan memerlukan ATP sebagai sebuah sumber energi. Normalnya, ATP diproduksi melalui siklus krebs via metabolisme aerobic dari glukosa. Ketika oksigen tidak tersedia maka ATP dihasilkan melalui glikolisis anaerob, dimana tidak hanya dihasilkan jumlah oksigen yang sedikit tetapi juga asam laktat yang bertanggung jawab atas asidosis dari keadaan iskemik. Titik perubahan metabolisme dari aerobic kepada anaerobic disebut ambang anaerobic. Teori titik ini bervariasi antara situasi klinis dengan jaringan. Asam laktat dapat dijadikan penanda untuk mendeteksi ambang anaerobic ini. Faktor tepenting yang mempengaruhi perubahan kepada glikolisis anaerob adalah ketersediaan oksigen. 10Penghantaran oksigen bergantung pada jumlah oksigen yang terdapat di dalam darah serta cardiac output. Dahulu disebut sebagai kandungan oksigen yang dihitung dengan rumus:

CaO2 = 1,34 x Hb x SaO2 + (0,0031 x PaO2)

Dimana CaO2 adalah kandungan oksigen arterial (dalam mL/dL), Hb adalah konsentrasi hemopglobin (dalam g/dL), SaO2 adalah saturasi hemoglobin (saat itu), dan PaO2 adalah tekanan parsial dari oksigen terlarut dalam darah arteri (dalam mmHg) 10Prisip yang membedakan kandungan oksigen adalah konsentrasi hemoglobin dan saturasinya. Meskipun PaO2 adalah indikator paling umum dipakai sebagai indikator oksigenasi, komponen oksigen terlarut hanya memberi kontribusi minimal pada kandungan oksigen pada pasien dengan konsentrasi dan saturasi hemoglobin yang normal ketika terjadi anemia, kontribusi relatif dari oksigen terlarut bertambah. Penghantaran oksigen sistemik terlihat dalam rumus berikut:

DO2 = CaO2 x CO x 10

Dimana DO2 adalah penghantaran oksigen sistmik (mL/min), CaO2 adalah kandungan oksigen (mL/dL) dan CO adalah cardiac output (L/min) 10Normalnya, DO2 dalam kisaran 1000mL/min. Ketika cardiac output turun dengan syok hipovolemik DO2 mengalami penurunan juga. Besarnya penurunan tidak hanya tergantung pada cardiac output namun juga pada turunnya konsentrasi hemoglobin. Ketika hantaran oksigen menurun, sebagian besar organ organ meningkatkan serapan oksigen dari darah yang diterimanya dan mengeluarkan darah yang miskin oksigen ke aliran vena. Konsumsi oksigen sistemik diperhitungkan dengan persamaan Ficks:

VO2 = (a-v)Do2 x CO x 10

Konsumsi oksigen sistemik biasanya 200 260 mL O2/min untuk pasien dengan berat 70 kg dibawah kondisi dasar. Oksigen arterivena mengandung (a-v)Do2 yang diperkirakan 5 + 1 mL/dL pada keadaan syok hipovolemik. 10C. Efek neuroendokrin

Pelepasan adrenergik dan sekresi vasopresin dan angiotensin merupakan mekanisme kompensasi neuroendokrin yang secara bersamaan menimbulkan vasokonstriksi, perpindahan cairan dari interstitial ke ruang vaskular dan memelihara jumlah cardiac output. Sejumlah respon humoral telah dijabarkan dengan baik. 101. Sekresi aldosteron dan vasopresin, secara bersamaan hormon hormon ini meningkatkan retensi air dan garam pada ginjal dalam membantu memelihara volume darah yang beredar.

2. Sekresi epinefrin, kortisol dan glukagon. Hormon hormon ini meningkatkan konsentrasi glukosa ekstraseluler dan membuat simpanan energi tersedia untuk metabolisme seluler. Mobilisasi lemak meningkat. Serum insulin menurun.

3. Endorfin, meskipun peranannya masih belum jelas, opioid endogen ini dikenal sebagai penurun rasa nyeri. Zat ini memicu pernafasan yang dalam, yang mungkin meningkatkan venous return dengan menurunkan resistensi vaskular intratorakal. Endorfin memiliki efek vasodilatasi dan mungkin dapat melawan pengaruh simpatis

Gambar 2.4 Efek sistem simpatis

D. Efek imunologis

Syok hipovolemik memicu beberapa respon inflamasi yang mungkin memiliki efek yang merusak.Stimulasi sirkulasi dan mkrofak tetap menginduksi produksi dan pelepasan tumor necrosis factor (TNF) dimana sebaliknya memimpin pada produksi neutrofil, inflamasi dan aktifasi kaskade pembekuan darah. Neutrofil dikenal sebagai pelepas oksigen radikal, enzim lisosomal serta leukotrien C4 dan D4. Mediator mediator ini dapat merysak integritas endotel vaskuler sehingga mengakibatkan kebocoran vaskuler ke dalam ruangan interstitial. Pengaktifan komplemen dan serta produk produk dari jalur asam arakidonat meningkatkan respon imunologis ini. 10Molekul adesi seperti glikoprotein mengakibatkan perkrutan dan migrasi leukosit setelah syok hemoragik. Molekul molekul sel adhesi yang sering terlibat adalah selektin, integrin, dan imunoglobulin. Korelasi antara jumlah molekul sel adhesi terlarut (soluble cell adhesion molecules/SCAMs) dengan beratnya kerusakan masih dalam penyelidikan. Peneliti yang lain masih menyelidiki hubungan munculnya multiple organ failure dengan ekspresi SCAMs. Metabolit oksigen termasuk anion superoksida, hidrogen perida dan radikal bebas hidroksil, diproduksi ketika pembentukan H2O oleh oksigen tidak lengkap. Radikal bebas ini sangat toksik karena efeknya pada membran lipid ganda, enzim enzim intraseluler, struktur struktur protein, asam nukleat dan karbohidrat. Sel sel fagosit secara normal mengeluarkan oksigen radikal untuk membantu menghancurkan bahan bahan yang telah difagosit. Antioksidan melindungi jaringan sekitar dari bahan bahan fagosit yang bocor dari sel fagosit. Iskemia yang terjadi diikuti reperfusi yang mengakselerasi produksi oksigen metabolit toksik oleh sel sel inflamasi. Sindrom iskemik reperfusi mengakiibatkan kerusakan yang luas pada jaringan sekitar dan berperan penting dalam menentukan outcome syok hipovolemik. 10E. Efek renal

Aliran darah ke ginjal menurun secara drastis pada syok hipovolemik. Penurunan aliran darah aferen mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus turun sampai dibawah batas untuk memfiltrasi ke dalam capsula bowman. Ginjal dalam melakukan fungsinya memerlukan aliran darah yang cukup untuk memelihara metabolisme. Bila terjadi hipotensi yang memanjang mengakibatkan nekrosis tubuler. 10F. Efek hematologik

Ketika hipovolemik diakibatkan kehilangan cairan tanpa kehilangan darah seperti muntah muntah, diare, atau luka bakar, ruang intravaskular menjadi hemokonsentrasi dan menimbulkan trombosis dengan iskemik di daerah distal. 10G. Efek neurologis

Stimulasi simpatis tidak menyebabkan vasokonstriksi yang tidak signifikan dari pembuluh darah serebral. Otoregulasi dari aliran darah otak tetap konstan selama tekanan darah tidak turun dibawah 70 mmHg. Dibawah tekanan ini kesadaran akan menurun secara cepat diikuti penurunan fungsi otonomik. 10H. Efek gastrointestinal

Hipotensi mengakibatkan penurunan aliran darah usus. Pada percobaan binatang tampak penurunan tekanan oksigen jaringan yang dapat menimbulkan sindrom reperfusi atau translokasi bakteri. Peningkatan konsentrasi xantin oksidase diantara mukosa juga bertangung jawab terhadap translokasi bakteri. 10 Syok akibat perdarahan berkembang melalui beberapa stadium. Pada tahap awal perdarahan masif, terjadi penurunan tekanan arteri rata-rata, isi sekuncup, curah jantung, tekanan veina sentral, dan wedge pressure kapiler paru. Meningkatnya perbedaan kandungan oksigen arteriovena mencerminkan peningkatan relatif pelepasan oksigen di jaringan walaupun konsumsi oksigen secara keseluruhan turun. Aliran darah ke jaringan kapiler di berbagai organ dikendalikan oleh arteriol, yang merupakan pembuluh pengatur resistensi dan juga dikendalikan oleh susunan saraf pusat. Paling tidak 70 persen volume darah terdapat di dalam venula, yaitu pembuluh yang memberikan resistensi secara pasif yang dikendalikan oleh faktor-faktor humoral. Katekolamin yang dibebaskan selama perdarahan menyebabkan peningkatan generalisata tonus venula sehingga terjadi autotransfusi dari reservoir kapasitas ini. Perubahan - perubahan ini disertai oleh peningkatan frekuensi denyut jantung kompensatorik, resistensi vaskular sistemik dan pulmonar, dan kontraktilitas miokardium. Selain itu, terjadi redistribusi curah jantung dan volume darah oleh konstriksi arteriol secara selektif yang dikendalikan dari sentral. Hal ini menyebabkan berkurangnya perfusi ke ginjal, jaringan kapiler splanknik, kulit, dan uterus sementara aliran darah ke jantung, otak, dan kelenjar adrenal yaitu organ - organ yang mengatur sendiri (autoregulasi) aliran darah mereka relatif dipertahankan. Apabila defisit volume darah melebihi 25 persen, mekanisme kompensasi biasanya tidak sanggup mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Pada tahap ini, sedikit saja pertambahan darah yang keluar sudah dapat menyebabkan perburukan keadaan klinis. Walaupun pada awalnya terjadi peningkatan pelepasan oksigen total oleh jaringan ibu, maldistribusi aliran darah menyebabkan hipoksia jaringan lokal dan asidosis metabolik, yang memicu lingkaran setan vasokontriksi, iskemia organ, dan kematian sel. Perdarahan juga mengaktifkan lokus CD-18 limfosit dan monosit, yang memperantarai interaksi leukosit - sel endotel. Proses-proses ini menyebabkan hilangnya integritas membran kapiler dan meningkatnya defisit volume intravaskular. Sebagian efek simpang ini tampaknya diperantarai oleh sitokin dan leukotrien peptida dan mungkin secara eksperimental dapat diperbaiki dengan memberikan mediator-mediator antagonisnya. Pada syok hipovolemik juga terjadi peningkatan agregasi trombosit sehingga terjadi pembebasan sejumlah mediator vasoaktif yang menyebabkan oklusi pembuluh halus dan semakin parahnya gangguan perfusi mikrosirkulasi. Yang sering diabaikan adalah peran penting pergeseran elektrolit dan cairan ekstrasel ular balik pada patofisiologi maupun keberhasilan terapi syok hipovolemik. Hal ini melibatkan perubahan-perubahan dalam transportasi selular berbagai ion, yaitu ketika natrium dan air masuk ke otot rangka dan kalium intrasel ular keluar ke cairan ekstrasel ular. Dengan demikian, penggantian cairan ekstrasel ular merupakan komponen penting terapi pada syok hipovolemik. Memang, kelangsungan hidup tampaknya berkurang pada syok hemoragik akut yang hanya mendapat darah dibandingkan dengan yang mendapat darah dan larutan Ringer laktat. 112.4.2 Pemeriksaan fisikTemperatur

Dapat timbul hipertermi atau hipotermi. Sangat penting untuk membedakan hipotermi endogen (syok hipometabolik) dari hipotermi eksogen sekunder pada pajananlingkungan.

Denyut jantung

Biasanya meningkat. Bagaimanapun, bradikardi paradoksik dapat terjadi pada syok hemoragika (mencapai 30%), hipoglikemi, pengguna b-bloker dan gejala awal penyakit jantung.

Tekanan darah sistolik

Dapat secara aktual meningkat perlahan ketika kontraktilitas jantung meningkat pada syok awal dan menurun ketika syok memburuk.92.4.3 Perkiraan banyaknya kehilangan darahInspeksi visual paling sering digunakan tetapi sering tidak akurat. Pada beberapa laporan, jumlah darah yang diperkirakan hilang berdasarkan inspeksi visual rata - rata separuh dari kehilangan yang terukur. Perlu diingat, dalam obstetrik sebagian atau seluruh perdarahan dapat tertutup (tersembunyi). Perlu disadari bahwa dalam situasi perdarahan akut, hematokrit yang terukur pada awalnya mungkin tidak mencerminkan kehilangan darah yang sebenarnya. Setelah kehilangan darah 1000 ml, hematokrit biasanya hanya turun 3 persen volume pada jam pertama. Namun, infus cepat kristaloid intravena akan mempercepat terjadinya keseimbangan. Pengeluaran urin adalah salah satu parameter penting yang perlu diikuti pada pasien perdarahan. Apabila diukur dengan cermat, kecepatan pengeluaran urin, tanpa dilpengaruhi oleh diuretik, mencerminkan tingkat keadekuatan perfusi ginjal dan berikutnya, perfusi ke organ vital lain, karena aliran darah ginjal sangat peka terhadap perubahan volume darah. Pengeluaran urin paling sedikit 30 ml, dan sebaiknya 60 ml, per jam harus dipertahankan. Pada perdarahan yang berpotensi membahayakan, pasien harus segera dipasangi kateter Foley untuk mengukur aliran urin. Diuretik kuat seperti furosemid meniadakan hubungan antara aliran urin dan perfusi ginjal. Namun, hal ini tidak menjadi masalah dalam penatalaksanaan wanita dengan perdarahan karena pemakaian diuretik dikontraindikasikan. Penurunan volume intravaskular lebih lanjtit oleh pemberian diuretik merupakan hal yang membahayakan pada pasien hipovolemik. Efek lain furosemid adalah venodilatasi, yang semakin menurunkan aliran balik vena ke jantung sehingga semakin mengurangi curah jantung.112.4.4 Penatalaksanaan Apabila terdapat kemungkinan perdarahan berlebihan, perlu segera dilakukan langkah-langkah untuk mengidentifikasi ada tidaknya atonia uteri, retensi sisa plascena, atau laserasi traktus genitalia. Paling tidak satu atau dua jalur infus intravena dengan kaliber besar segera dipasang agar kita dapat cepat memberikan larutan kristaloid dan darah. Ruang operasi, tim bedah, dan ahli anestesia harus selalu segera tersedia. 11Ada 2 tujuan penatalaksanaan syok hemoragik yaitu mengontrol perdarahan dan menjaga penghantaran oksigen. Terapi definitif dari perdarahan adalah menangani sumber perdarahan dan terkadang dalam hal ini memerlukan tindakan bedah. Sehingga untuk kebanyakan pasien, ketidakseimbangan hemodinamik akibat sekunder dari perdarahan perlu konsultasi dan intervensi bedah secepatnya. 122.4.4.1 Oksigenasi dan ventilasiUntuk menjaga pengahantaran oksigen jaringan pertama tama dan selanjutnya memerlukan penilaian kecukupan oksigenasi dan ventilasi. Hal hal yang perlu penilaian segera adalah kelancaran jalan nafas, warna kulit, kedalaman dan frekuensi pernafasan, ada tidaknya obstruksi mekanis pada pernafasan seperti pneumotorak, hemotorak ataupun dada yang tertekan. Penambahan oksigen diperlukan untuk semua pasien dalam keadaan syok dan pada semua pasien dengan perdarahan akut. Banyak pasien syok memerlukan intubasi endotrakeal serta bantuan ventilasi. Henti nafas disebabkan kelelahan otot otot pernafasan intercostal dan diafragma yang biasanya mengawali henti jantung pada stadium terminal dari syok. 122.4.4.2 Akses intravenaOksigenasi jaringan juga memerlukan restorasi dari volume darah yang beredar sehingga dalam keadaan ini secara rutin dipasang dua jalur intravena (IV lines) untuk cairan kristaloid dan mungkin juga darah. Pada saat resusitasi ukuran akses intravena membatasi kecepatan pemberian infus. Bore catheter yang digunakan harus berukuran besar untuk pasien pasien yang memerlukan pemberian cairan yang agresif. Pada semua pasien harus dilakukan pemonitoran fungsi jantung dan pulse oximeter. Ketika pemasangan akses intranvena diambil sedikit darah untuk penentuan golongan darah dan crossmatch, fungsi pembekuan PT dan PTT, jumlah trombosit, complete blood count (CBC). Kadar glukosa darah diperlukan untuk pasien dengan penurunan kesadaran. Penilaian keadaan metabolik dasar memerlukan pemeriksaan laboratorium yang lebih banyak seperti elektrolit serum, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, fungsi hepar. Arterial blood gas (ABG) memberikan informasi yang penting mengenai keadaan asam basa pasien, oksigenasi, dan status ventilasi, dan apabila terdapat blood gas analyzer, data yang diperlukan adalah hematokrit dan kadar bikarbonat. Elektrokardiogram harus dinilai sejak awal, kateter urin harus terpasang untuk menentukan urine output yang menggambarkan keadaan perfusi ginjal. 122.4.4.5 Monitoring standarParameter parameter yang harus dipantau selama resusitasi pada perdarahan akut adalah tanda tanda vital, kesadaran, temperatur kulit, saturasi oksigen arterial, urine output. Pemantauan tekanan darah dengan frekuensi yang sering diperlukan untuk memantau keadekuatan terapi yang diberikan dengan naiknya tekanan darah ke ukuran yang normal. Penting untuk dketahui meskipun pengukuran ini tidak secara tepat menggambarkan cardiac output dan memberikan gambaran yang buruk mengenai metabolisme seluler. Namun perlu diwaspadai pengembalian tensi ke ukuran normal pada vascular injury malah menambah beratnya perdarahan. Memonitor tekanan vena sentral membantu konfirmasi diagnosis hipovolemik dan kecukupan terapi. Tekanan vena sentral rendah (< 5 cmH2O) mendukung diagnosis hipovolemi, dan apabila tekanan vena sentral tidak meningkat setelah pemberian cairan menandakan adanya hipovolemi persisten yang mengindikasikan pemberian cairan tambahan. 122.4.4.6 Penentuan dan penapisan versus pencocokan silang

Transfusi darah biasanya tidak diperlukan bagi sebagian besar wanita yang melahirkan pervaginam, dan bahkan dengan seksio sesarea, hanya 2 sampai 5 persen yang akan memerlukan transfusi (Dickason dan Dinsmoor, 1992; Klapholtz, 1990). Pada setiap wanita yang berisiko cukup besar mengalami perdarahan, perlu dilakukan penentuan golongan darah dan penapisan (typing and screening) atau pencocokan silang (cross-match). Prosedur penapisan dilakukan dengan mencampur serum ibu dengan sel darah merah reagen standar yang mengandung antigen yang akan bereaksi dengan kebanyakan antibodi (yang secara klinis signifikan). Pencocokan silang, di lain pihak, melibatkan pemakaian eritrosit donor yang sebenarnya dan bukan sel darah merah standar. Hanya 0,03 sampai 0,07 persen pasien yang pada prosedur penentuan dan penapisan ditentukan tidak memiliki antibodi kemudian memiliki antibodi berdasarkan pemeriksaan pencocokan silang (Boral dkk., 1979). Karena itu, dalam keadaan darurat, pemberian darah yang sudah diuji penapisan sangat jarang menimbulkan sekuele klinis menyimpang. Tidak meminta pemeriksaan pencocokan silang juga akan mengurangi biaya bank darah. Selain itu, darah yang dicocoksilangkan hanya digunakan untuk calon resipien, sementara pada pemeriksaan penapisan, darah tersedia untuk lebih dari satu calon resipien sehingga pemborosan darah di bank darah berkurang. Karena itu, dalam sebagian besar situasi obstetri lebih disukai penentuan dan penapisan. 112.5 Resusitasi cairan dan darah

Resusitasi cairan adalah standar terapi pada syok hemoragik di bagian kegawatdaruratan, dengan tujuan untuk mengembalikan dan memelihara oksigenasi jaringan meskipun perdarahan masih berlangsung. Penelitian penelitian saat ini ditujukan untuk menemukan cairan resusitasi yang optimal begitu pula cara pemberiannya. Meskipun penelitian yang dilakukan sangat hebat, namun masih menyisakan pertanyaan mengenai agen resusitasi yang ideal, waktu pemberiaannya, serta hasil akhir yang diharapkan. 12Terapi perdarahan yang serius menuntut pengisian kembali kompartemen intravaskular secara cepat dan memadai. Untuk resusitasi volume pada tahap awal, biasanya digunakan larutan kristaioid. Larutan semacam ini secara cepat membentuk keseimbangan ke ruang ekstravaskular dan pada pasien sakit berat, hanya 20 persen kristaloid yang menetap di dalam sirkulasi setelah I jam. Karena keseimbaaigan tersebut, infus cairan awal harus menggunakan paling tidak larutan kristaloid yang banyaknya tiga kali lipat dari kehilangan darah yang diperkirakan. Terjadi silang pendapat mengenai resusitasi cairan pada syok hipovolemik dengan larutan koloid versus kristaloid. Berdasarkan kajian mereka, Schierhout dan Roberts (1998) mendapatkan peningkatan kematian sebesar 4 persen pada pasien nonhamil yang diresusitasi dengan cairan koloid dibandingkan dengan cairan kristaloid. The Cochrane Injuries Group Albumin Rewiewers (1998) mendapatkan peningkatan mortalitas sebesar 6 persen pada pasien nonhamil dengan syok yang diterapi albumin. Wiliiam Obstetris sependapat dengan Bonnar (2000) bahwa resusitasi cairan sebaiknya menggunakan larutan kristaloid dan darah. Perdebatan yang hangat juga mewarnai penetapan kadar hematokrit atau konsentrasi hemoglobin sebagai indikasi transfusi. Berdasarkan hasil Consensus Development Conference (1988), curah jantung tidak secara nyata meningkat sampai konsentrasi hemoglobin turlin menjadi sekitar 7 g/dI. WaIaLipLin komite melaporkan bahwa hewan sehat yang dianestesii dapat bertahan hiaup dari anemia isovolemik dengan hematokrit turun sampai 5 persen volume, mereka juga menyatakan bahwa sebelum kadar tersebut tercapai, sudah terjadi kemerosotan fungsi yang bermakna. Mendefinisikan kadar hematokrit atau hemoglobin universal tertentu sebagai indikasi atau kontraindikasi transfusi darah merupakan hal yang sulit. Namun, rekomendasi dari hasil Consensus Development Conference harus dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan klinis. Menurut pedoman itu, infus sel darah merah tidak diindikasikan untuk anemia sedang pada wanita yang keadaannva stabil. 11Bagi wanita yang mengalami perdarahan akut, dianjurkan pemberian transfusi darah secara cepat apabila hematokrit kurang dari 25 persen volume. Dernikian juga, Morrison dkk (1993) merekomendasikan transfusi apabila hematokrit kurang dari 24 persen volume atau apabila hemoglobin kurang dari 8 g/dl jika pasien akan segera dioperasi atau terjadi perdarahan operisi akut, hipoksia akut, kolaps vaskular, atau adanya faktor lain. Dukungan lebih lanjut terhadap rekomendasi ini datang dari Czer dan Shoemaker (1978). Pada 94 pasien pascaoperasi yang sakit kritis, angka kematian paling rendah didapatkann apabila kadar hematokrit dipertahankan antara 27 - 33 persen % volume. 11Hebert dkk. (1991) melaporkan hasil-hasil dari Canadian Critical care Trials Group. Total 838 pasien nonhamil yang sakit berat dibagi secara acak untuk mendapat transfusi sel darah merah terbatas guna mempertahankan konsentrasi hemoglobin di atas 7 g/dl atau mendapat transfusi dalam jumlah besar untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin 10 sampai 12 g/dl. Angka kematian 30 hari setara (19 versus 23 persen, terbatas versus jumlah besar, namun pada pasien yang sakitnya tidak terlalu parah (skor APACHE 20 atau kurang) angka kematian 30 hari secara bermakna lebih rendah pada kelompok terbatas (9 versus 26 persen). Morrison akk. (1991) melaporkan bahwa transfusi sel darah merah tidak bermanfaat untuk wanita yang mengalami perdarahan postpartum dan yang isovolemik namun mengalami anemia dengan hematokrit antara 18 sampai 25 persen volume. Jelaslah, kadar patokan untuk transfusi bagi wanita bergantung tidak saja pada masa sel darah merah yang ada, tetapi juga pada kemungkinan bertambahnya kehilangan darah. 112.5.1 Resusitasi cairan kristaloid2.5.1.1 Keseimbangan cairan dan kompartemen CairanKebutuhan cairan dan elektrolit tubuh dipengaruhi oleh berbagai penyakit dan kondisi. Bila seseorang sakit, kebutuhan per hari terus-menerus berubah. Tetapi cairan IV diperlukan untuk memperbaiki defisiensi dan mencapai keseimbangan dengan memasok kebutuhan pemeliharaan air dan elektrolit dan mengganti kehilangan yang terus-menerus. 13

Gambar 2.5 Kompartemen kompartemen cairan tubuh

Meskipun sejumlah kecil cairan tubuh adalah transeluler, cairan tubuh. terutama adalah intraseluler atau ekstraseluler. Cairan intraseluler (CIS)cairan di dalarn sel-beriumlah kira-kira 25 liter pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Cairan ekstraseluler (CES) berada dalam ruang antar sel (ruang interstisial) dan dalam cairan atau plasma intravaskular. Kira - kira 15 liter cairan terdapat dalam CES, 12 liter dalam ruang interstisial dan 3 liter dalam plasma atau ruang intravaskular. Nilai CES hampir sama dengan laporan laboratorium kimia (Tabel).13Kira-kira dua pertiga dari cairan tubuh total terdapat dalam ruang CIS, dan sepertiga dalam ruang CES. Cairan berpindah dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya karena konsentrasi elektrolit (solut) berubah di dalam tubuh. Cairan selalu berpindah dari kompartemen dengan konsentrasi solut yang rendah ke kornpartemen dengan konsentrasi solut yang tinggi. Dehidrasi atau hilangnya cairan tubuh, menyebabkan konsentrasi elektrolit lebih besar dalam kompartemen ekstraseluier. Dehidrasi diatasi dengan pemberian cairan IV. Retensi cairan dadam kompartemen CES diatasi dengan pembatasan natrium dan pembatasan jumlah cairan. 13

Gambar 2.6 Distribusi cairan tubuh pada orang dewasa dengan berat rata rata 70kg

Tabel 2.3 Perbandingan nilai elektrolit untuk CIS, CFS, dan nilai serum

pada hasil laboratoriumElektrofitCISCES

Lab. NormalNatrium2- 1 0 mEq/L 138-142 mEq/L135-145 mEq/L

Kalium135-155 mEq/L 3,8-5 mEq/L

3,5-5 mEq/L

Klorida4- 1 0 mEq/L 92-105 mEq/LI 00- I IO mEq/L

Kalsium< mg/dl 145 mEq/LNatrium serum < 135 mEq/L

HipotensiHipertensi, tekanan intrakranial

meninggiHipervolemiaHipovolemia

Membran mukosa keringSalivasi meningkat

Volume urin 5 mEq/L

K+ Serum < 3,5 mEq/L

Gangguan konduksi jantung

Aktivitas jantung ektopik

EKG: gelombang T memuncak, QRS

EKG: gelombang T mendatar, segmen melebar, P-R memanjang

ST depresi

Diare, nyeri abdomen

Bising usus menurun, ileus

Iritabilitas neuromuskular

Kelemahan otot, parestesia

Oliguria atau anuria

Poliuria

Gagal jantung

Toksisitas digitalis

Kalium diberikan secara intravena dalam bentuk kalium klorida. Hipokalemia diatasi dengan pemberian kalium klorida (KCI) per oral atau IV. Kekurangan kalium diperbaiki dengan perlahan-lahan untuk menghindari perkembangan hiperkalemia sepintas. Pengobatan hiperkalemia tergantung pada angka di mana kadar kalium meningkat. Tindakan pengobatan yang cepat meliputi pemberian kalsium glukonat, natrium bikarbonat, glukosa, atau insulin per IV. Pada keadaan hiperkalemia ringan, masukan kalium per oral dan IV dibatasi. 13KEWASPADAAN KLINIK

I .Keluaran urin minimal 30 ml/jam harus periksa sebelum memulai pemberian kalium per IV.

2.Jika kecepatan pemberian melebihi 20 mEq/jam, dianjurkan untuk melakukan pemantauan jantung.

3.Kalium klorida tidak boleh diberikan secara langsung dalam bentuk yang pekat dengan dorongan IV karena bahaya henti jantung.

4.KCI harus dicampur secara sempurna bila menambahkan pada kantung IV untuk mencegah terbentuknya lapisan kalium pada dasar kantung.

5.Dosis lidokain yang rendah dapat ditambahkan pada larutan KCI untuk mengurangi sensasi terbakar yang sering dikeluhkan pasien bila infus IV berisi kalium yang lebih besar dari 40 mEq/L.

KloridaKlorida merupakan elektrolit utama dalam CES. Kadar klorida dalam darah secara pasif berhubungan dengan kadar natrium, sehingga bila natrium serum meningkat, klorida juga meningkat. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan atau bertambahnya klorida seringkali mempengaruhi kadar natrium. Kadar klorida yang meningkat disebabkan oleh dehidrasi, gagal ginjal, atau asidosis. Kadar klorida yang menurun akibat dari hilangnya cairan dalam saluran gastrointestinal (mual, muntah, diare, dan pengisapan lambung). 13Tabel 2.7 Kelebihan dan kekurangan kloridaKelebihan Klorida

Kekurangan KloridaCl- serum > I 10 nEq/L

Cl- serum < I 00 nEq/L

Dehidrasi

Demam

Hiperventilasi

Mual dan muntah

Keluaran urin kurang dari 30 ml/jam

Terbuang melalui jaringan

Klorida selalu diberikan secaraintravena bersama-sama dengan natrium

dan kalium.

KalsiumKalsium, elektrolit yang paling banyak dalam tubuh manusia, terutama ter-dapat dalam tulang. Lebih dari 99 persen kalsium tulang tidak tersedia untuk pengaturan elektrolit hari per hari. Kalsium dijumpai dalam darah dalain dua bentuk: kalsium bebas, terionisasi yang terdapat dalam sirkulasi dan kalsium yang berikatan dengan protein. Bentuk yang berikatan ini berikatan dengan protein plasma (albumin) dan zat-zat kompleks lainnya seperti fosfat. Untuk alasan ini adalah penting untuk menghubungkan konsentrasi kalsium serum dengan kadar albumin serum. 13Kadar kalsium mempunyai efek pada fungsi neuromuskular, status jantung, dan pembentukan tulang. Gangguan dalam keseimbangan kalsium akibat dari perubahan pada metabolisms tulang, sekresi hormon paratiroid, disfungsi ginjal, dan masukan diet yang berkurang. 13Tabel 2.8 Hiperkalsemia dan hipokalsemiaHiperkalsemia

HipokalsemiaCa serum > 10,5 mEq/L

Ca serum < 8,5 mEq/L

Kewaspadaan mental menurunIritabilitas neuromuskular, contohnya

baal dan kesemutan, refleks hiperaktif, dan

kejang

Nyeri abdomen, kelemahan otot,Nyeri tulang

mual dan muntah, dan hipertensi

Gejala-gejala hipokalsemia akut diatasi dengan pemberian kalsium glukonat atau kalsium klorida per IV. Suplemen kalsium oral digunakan untuk keadaan hipokalsemia kronik. Pengobatan hiperkalsemia meliputi tindakan-tindakan penunjang untuk menurunkan kadar kalsium serum dan untuk memperbaiki penyebab yang mendasari. Infus natrium klorida dan pemberian diuretik thiazide-biasa-nya furosemide diberikan untuk meningkatkan ekskresi kalsium tubuh. 13MagnesiumMagnesium diperoleh secara normal dari masukan diet. Ekskresi magnesium adalah melalui ginjal. Hipomagnesemia jauh lebih umum daripada hipermagnesemia. Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan defisit magnesium meliputi malnutrisi atau starvasi yang lama, alkoholisme, dan terapi IV jangka panjang tanpa suplementasi magnesium. Gejaia-gejala diperkuat oleh hipokalsemia. Hipermagnesemia paling sering terjadi pada pasien-pasien yang menderita gagal ginjal, mereka yang mengalatni ketoasidosis diabetik, dan mereka yang menggunakan antasid atau laksatif dalam jumlah yang berlebihan. 13Tabel 2.9 Hipermagnesia dan hipomagnesiaKelebihan MagnesiumKekurangan MagnesiumMg++ serum > 3,4 mEq/LMg++ serum < 1,7 mEqIL

LetargiDisorientasi

Refleks tendon dalam tidak adaRefleks hiperaktif

HipotensiTremor, tetani

Depresi pemapasan

Larutan natrium sulfat dapat diberikan secara intravena untuk memperbaiki kekurangan magensium, meskipun pemantauan diperlukan untuk menghindari efek-efek jantung. Kelebihan magnesium dapat diatasi dengan pemberian kalsium glukonat per IV, yang membalikkan pengaruh magnesium. Glukosa atau insulin dapat diberikan untuk meningkatkan ekskresi magnesium melalui ginjal. 132.5.1.4 Kehilangan Cairan dan ElektrolitKomponen utama cairan tubuh adalah air dan elektrolit. Kehilangan air terjadi bila air meninggalkan tubuh melalui ginjal, paru-paru, kulit, dan traktus gastrointestinal. Ginjal adalah organ utama yang bertanggung jawab untuk mengatur volume dan konsentrasi semua cairan tubuh. Bila diberikan sejumlah air dan elektrolit yang optimal, ginjal yang berfungsi secara normal dapat mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit. Bagaimanapun, selama penyakit yang serius ginjal kadang-kadang tidak mampu untuk melakukan pengaturan akhir terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit. 13Kehilangan air melalui paru-paru dan kulit meningkat dengan peningkatan suhu lingkungan, demam, frekuensi penapasan yang cepat, dan hilangnya penutupan oleh kulit. Contoh dari situasi-situasi yang mengakibatkan hilangnya penutupan oleh kulit adalah prosedur bedah, luka bakar, dan luka. Kehilangan melalui gastrointestinal meningkat bila dijumpai muntah dan diare. Kehilangan cairan dan elektrolit diganti melalui masukan makanan dan air. 13Tabel 2.10 Pengkajian dan Temuan Keseimbangan Cairan dan ElektrolitPengkajian

TemuanBandingkan masukan cairan total dan Masukan kira-kira harus sama keluaran cairan total

dengan keluaran

Bandingkan berat badan harian yang Kenaikan I kg berat badan dapat

diperoleh pada waktu yang sama

disamakan dengan I liter cairan

dengan timbangan yang sama Tinjau nilai laboratorium elektrolit

Kelebihan cairan: kadar elektrolit Serum

encer, jadi nilai laboratorium turun

Kekurangan cairan: Kadar elektrolit

pekat, mengakibatkan kadar

laboratorium meningkat

Amati status klinik

Kondisi membran mukosa, kulit,

frekuensi jantung, adanya rasa haus

, dan kewaspadaan mental.

Perlu dipertimbangkan bahwa penelitian mengenai keuntungan tindakan resusitasi cairan yang awal dan agresif pada perdarahan yang sedang berlangsung yang diberikan sebelum masuk rumah sakit ataupun di bagian gawat darurat masih menyisakan hal hal yang belum terbukti. Banyak penelitian pada binatang yang menunjukan bahwa peningkatan tekanan darah baik dengan obat obat vasopresor atau cairan juga bisa memperburuk angka kematian bahkan bisa sangat dramatis. Ada penemuan kasus yang telah dibuktikan melalui penelitian klinik prospektif dari seorang pasien hipotensi dengan luka tusuk tembus yang mendapat penundaan resusitasi cairan sampai sesaat akan dimulai tindakan operasi menunjukan hasil yang lebih baik. Penelitian ini menunjukan bahwa resusitasi pada pasien yang normotensi adalah berbahaya karena dapat menimbulkan eksaserbasi perdarahan berkelanjutan dan ada beberapa derajat underresucitation yang malah memberi keuntungan. Kebalikannya, secara sengaja menunda resusitasi ketika pasien kehilangan darah adalah suatu kesalahan. 12Penelitian baik pada binatang ataupun manusia terus dilakukan untuk menemukan kecepatan dan volume pemberian juga penghentian resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan isotonik perfusi jaringan yang adekuat pada pemeriksaan klinis. Hal lain yang perlu diketahui adalah penggunaan transfusi darah dimulai bila kadar Hb 10g/dl atau hematokrit 30 % dimana keadaan ini disebut transfusion trigger namun panduan ini tidak cocok digunakan pada pasien yang sedang dalam perdarahan aktif seperti pada keadaan trauma. Saat ini penggunaan plasma ekspander harus disesuaikan dengan keadaan klinis pasien bukan pada kebijakan kebijakan institusi semata mata. Disebagian besar rumah sakit kristaloid isotonik seperti NaCl fisiologis atau Ringer Lactat adalah cairan terpilih sebagai penatalaksanaan perdarahan akut. Standar terapi pemberian cairan untuk hemodinamik yang tidak stabil adalah 20 40 mL/Kg secepat mungkin terutama untuk 10 20 menit. Jumlah cairan kristaloid isotonik yang tinggal di dalam intravaskuler maksimal hanya 30%, pengembalian volume darah dengan NaCl fisiologis atau Ringer Laktat memerlukan jumlah 3 kali volume darah yang hilang. Infus cairan isotonik 30 mL/kg diharapkan dapat menaikan volume darah 10mL/kg. Bila tanda tanda gangguan perfusi masih tampak setelah pemberian cairan 30mL/kg (2L) kemungkinan kehilangan darah sudah melebihi 15% dari total volume darah. 122.5.1.5 Cairan IV

Cairan IV diklasifikasikan sebagai larutan isotonik, hipotonik, atau hipertonik yang tergantung pada efek cairan pada kompartemen CIS dan CES (Tabel 2.12). 13Larutan lsotonikLarutan isotonik digunakan untuk menambah volume CES. Larutan ini mengandung konsentrasi larutan yang sama dengan cairan seperti dalam cairan tubuh dan menghasilkan tekanan osmotik yang sama seperti CES dalam keadaan normal dan stabil. 13Larutan saline normal, atau NIS 0,9%, Ringer lactat, dan dekstrosa 5% dan air semuanya berfungsi sebagai larutan isotonik. Jika larutan isotonik diinfuskan ke dalam sistem intravaskular, volume cairan meningkat. Satu liter larutan isotonik menambah CES dengan I liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk mengganti I liter darah yang hilang. 13Larutan hipotonikLarutan hipotonik menghasilkan tekanan osmotik yang lebih rendah daripada CES. Infus cairan hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan deplesi cairan intravaskular, hipotensi, edema seluler, dan kerusakan sel.Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi yang serius, pasien dan infus harus dipantau dengan teliti. Larutan hipotonik dari natrium klorida 0,45 persen dan natrium klorida 0,3 persen memberikan air, natrium, dan klorida bebas untuk membantu ginjal dalmn ekskresi solute. 13Tabel 2.11 Cairan IV

Cairan dan TonusitasKeterangan

Larutan Saline

Natrium Klorida 0,33%Sangat hipotonik, digunakan hanya

Hipotonikdengan observasi yang teliti

Tidak memasok kalori

Natrium klorida 0,45%Tidak memasok kalori

Hipotonik

Natrium klorida 0,9%Digunakan untuk menambah volume

Isotonikplasma; memberikan natrium dan

klorida dalam kelebihan kadar plasma;

diberikan terutama dengan transfuse

darah dan untuk mengganti kehila-

ngan natrium yang banyak,

contohnya luka bakar, kehilangan

cairan melalui gastrointestinal

Tidak memasok kalori

Natrium klorida 3%Koreksi deplesi natrium yang berat

HipertonikTidak memasok kalori

Natrium klorida 5%Jumlah maksimum harian tidak boleh

Hipertoniklebih dari 400 n-d; dapat

mengakibatkan kelebihan volume

cairan dan edema paru

Tidak memasok kalori

Larutan Dekstrosa

dalam Air

Dekstrosa 5% dalam airDigunakan untuk mempertahankan

lsotonikmasukan cairan atau untuk mengem-

balikan Volume plasma; tidak meng

ganti kekurangan elektrolit; mem-

bantu ekskrcsi solut melalui ginjal

Memasok 170 kalori/L

Dekstrosa 10% dalam airDigunakan untuk nutrisi perifer

HipertonikMemasok 340 kalori

Dekstrosa 20% dalam airMengiritasi vena; bertindak seperti

Hipertonikdiuretik; dapat meningkatkan

kehilangan cairan; diperlukan jalur

sentral

Memasok 680 kalori/L

Dekstrosa 50% dalam airHarus diberikan melalui j alur sentral

HipertonikMemasok 1700 kalori/L

Dekstrosa 70% dalam airDigunakan untuk memberikan kalori

Hipertonikpada orang-orang dengan status

jantung dan ginjal yang lemah;

diperiukan j alur sentral

Memasok 2400 kalori/L

Larutan Dekstrosa dalam Air

dan Saline

Dekstrosa 5% dan NaCl 0,2%Memasok 170 kalori/L

Isotonik

Dekstrosa 5% dan NaCl 0,3%Memasok 170 kalori/L

Isotonik

Dekstrosa 5% dan NaCl 0,45%Digunakan untuk mengatasi

Hipertonikhipovolemia dan untuk memperbaiki

diuresis pada dehidrasi; digunakan

untuk mempertahankan masukan

cairan; mempertahankan cairan

pilihan jika tidak ada abnormalitas

elektrolit

Memasok 170 kalori/L

Dekstrosa 5% dan NaCi 0,9%Memasok 170 kalori/L

Hipertonik

Dekstrosa 10% dan NaCl 0,9%Memasok 340 kalori/L

Hipertonik

Larutan Elektrolit

Multipel

Larutan RingerKonsentrasi elektrolit natrium,

Isotonikkalium, kalsium, dan klorida sama

dengan kadar plasma yang normal

Memasok kalori hanya jika

dicampur dengan dekstrosaLarutan Ringer LaktatKonsentrasi elektrolit hampir sama

Isotonikdengan kadar plasma; laktat untuk

koreksi asidosis metabolik; digunakan

untuk mengganti kehilangan cairan

karena drainase empedu, diare, dan

luka bakar; cairan pilihan untuk

penggantian kehilangan darah akut

Tidak memasok kalori

Dekstrosa 5% dan Larutan RingerDigunakan untuk mengganti

Laktatkehilangan cairan lambung; tidak boleh

Hipertonikdiberikan dengan produk darah

Memasok 170 kalori

Dekstrosa 5% dan elektrolit # 2Larutan pemeliharaan elektrolit

HipertonikMemasok 170 kalori

KEWASPADAAN KLINIK: Jangan memberikan air suling sterit se-cara intravena kecuali bila menggunakannya sebagai pengencer obat, kare-na air suling biasa mempunyai efek sangat hipotonik pada sel merah darai dan dapat menyebabkan lisis sel darah merah.

2.5.2 Transfusi darah dan komponen darahPemberian transfusi darah dipertimbangkan saat perdarahan tidak terkontrol lagi. Bila keadaan pasien masih stabil, masih ada waktu untuk melakukan cross match tetapi keputusan dapat diambil secara individual berdasarkan penilaian darah yang hilang serta persediaan bank darah. Ketika meragukan lakukan pemeriksaan golongan darah. Beberapa penelitian, tindakan ini merupakan tindakan yang aman namun menunda penyediaan kapasitas pembawa oksigen yang membahayakan pasien. Pemberian darah lebih awal sangat penting untuk pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit paru paru dan jantung karena penurunan kapasitas pengangkut okigen secra signifikan dapat diperbaiki. Tindakan yang lebih agresif dilakukan pada pasien yang menunjukan ketidakstabilan hemodinamik atau tanda tanda hipoperfusi end-organ. Pasien seperti ini hampir selalu memerlukan transfusi darah, dan perlu pemberian awal meskipun sudah ada tanda tanda perbaikan dengan NaCl fisiologis. Pemberian transfusi darah diindikasikan untuk pasien yang datang dengan hipotensi, pasien yang masih hipotensi setelah pemberian infus kristaloid, dan pasien yang menunjukan perdarahan banyak yang terus menerus. Pemberian cairan kristaloid yang terus menerus tanpa pemberian darah mengakibatkan pengenceran darah, platelet dan faktor faktor koagulasi juga dapat mengganggu pembentukan klot pada pembuluh darah yang terluka. 12Pada pasien yang hampir meninggal pengembalian sirkulasi lebih mendesak dengan darah. Pada kasus ini golongan darah O bila tersedia dapat diberikan apapun golongan darahnya, dan lebih baik dengan golongan O dengan Rh positif. Sebelum pemberian golongan darah O, lakukan pemeriksaan golongan darah pasien. 12Isi dan efek transfusi berbagai komponen darah diperlihatkan Tabel 2.2. Darah lengkap (whole blood) yang sesuai merupakan terapi ideal untuk hipovolemia akibat perdarahan akut yang masif. Darah lengkap memiliki waktu simpan 40 hari, dan 70 persen sel darah merah yang ditransfusikan tetap hidup selama paling sedikit 24 jam setelah transfusi. Darah ini mengganti banyak faktor pembekuan , terutama fibrinogen, dan kandungan plasmanya mengatasi hipovolemia akibat perdarahan. Secara umum pasien perdarahan yang diresusitasidengan darah lengkap tidak terpajan ke banyak donor. Satu unit darah lengkap akan meningkatkan hematokrit sebesar 3 sampai 4 persen volume. Selama dua dekade, pada sebagian besar kasus perdarahan obstetri, serta disebagian besar bidang kedokteran, penggantian sel darah merah sering digunakan dan terbukti memadai. Pengecualiannya adalah wanita dengan perdarahan yang deras. Autotransfusi telah bertahun - tahun digunakan dalam berbagai prosedur bedah dan kini semakin populer (Schwartz, 1999). Keamanan penyimpanan darah autolog intraoperasi dan autotransfusi dievaluasi oleh sebuah studi kohort multisentra oleh Rebarber dkk. (1998). Saat 139 wanita yang menjalani seksio sesarea dan mendapat autotransfusi dibandingkan dengan 87 wanita kontrol, tidak dijumpai perbedaan bermakna dalam efek simpang. Secara spesifik, tidak dijumpai tanda-tanda gawat napas atau emboli cairan amnion. 11Tabel 2.12 Komponen darah yang sering ditransfusikan dalam Obstetri

Fraksionasi darah lengkap menghasilkan komponen-komponen spesifik - faktor pembekuan dan trombosit- yang biasanya jarang dijumpai sehingga tidak tersedia untuk defisiensi spesifik. Menurut National institute of Health (1993), terapi komponen merupakan pengobatan yang lebih baik karena hanya komponen yang dibutuhkan yang diberikan. Terapi ini juga menghemat darah karena komponen-komponen dari satu unit darah dapat digunakan untuk beberapa pasien. Karena itu, infus darah lengkap biasanya tidak diperlukan dan jarang tersedia. 112.5.2.1 Packed Red Blood Cells Sel-sel yang berasal dari satu unit darah lengkap memiliki kadar hematokrit 60 sampai 70 persen volume, bergantung pada metode yang digunakan untuk persiapan dan penyimpanaanya. Satu unit packed red blood cells mengandung volume eritrosit yang sama dengan darah lengkap dan juga akan meningkatkan hematokrit sebesar 3 sampai 4 persen volume. Packed red blood cells dan infus kristaloid merupakan hal pokok dalam terapi transfuse bagi sebagian besar kasus perdarahan obstetri. 112.5.2.2 TrombositApabila diperlukan transfusi, sebaiknya digunakan trombosit yang diperoleh melalui aferesis dari satu donor. Dalam skema ini, ekivalen trombosit dari enam donor individual diberikan sebagai transfusi satu unit satu donor. Unit semacam ini umumnya tidak dapat disimpan lebih dari 5 hari. Plasma donor harus kompatibel dengan eritrosit resipien. Selain itu, karena ada sel darah merah yang ikut ditransfusikan bersama trombosit, hanya trombosit dari donor Rh-negatif yang harus diberikan kepada resipien Rh-negatif. Transfusi trombosit perlu dipertimbangkan bagi pasien perdarahan dengan hitung trombosit kurang dari 50.000/l. Pada pasien nonbedah, perdarahan jarang dijumpai apabila hitung trombosit lebih dari 5000 sampai 10.000/l (Sachs, 1991). 11Apabila trombosit satu-donor tidak tersedia, digunakan konsentrat trombosit dari donor acak. Trombosit ini dipersiapkan dari masing-masing unit darah lengkap dengan sentrifugasi, kemudian disuspensikan kembali dalam 50 sampai 70 ml plasma. Satu unit trombosit donor acak mengandung sekitar 5,5 x 1010 trombosit; transfusi umumnya menggunakan 6 sampai 10 unit ini. Setiap unit yang ditransfusikan seyogyanya meningkatkan hitung trombosit sebesar 5000/l (National Institutes of Health, 1993). 112.5.2.3 Fresh Frozen Plasma

Komponen ini dibuat dengan memisahkan plasma dari darah lengkap, kemudian membekukannya. Fresh-frozen plasma (plasma segar-beku) adalah sumber semua faktor pembekuan yang stabil dan labil, termasuk fibrinogen. Komponen ini sering digunakan dalam terapi akut wanita dengan koagulopati konsumtif atau pengenceran. Fresh frozen plasma tidak cocok digunakan sebagai penambah volume (volume expander) tanpa defisiensi faktor pembekuan spesifik. Pemberian komponen ini liarus dipertimbangkan pada wanita dengan perdarahan dan memiliki kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl serta waktu protrombin dan tromboplastin parsialnya abnormal. 112.5.2.4 KriopresipitatKomponen ini dibuat dari fresh frozen plasma. Kriopresipitat mengandung faktor VIII:C, faktor VIII: faktor von Willebrand, fibrinogen (minimal 150 mg), faktor XIII, dan fibronektin dalam kurang dari 15 ml plasma tempat komponen ini berasal. 11Pada wanita yang mengalami perdarahan, dibandingkan dengan plasma segar beku, pemakaian kriopresipitat sebagai pengganti faktor pembekuan umum tidak lebih baik. Kriopresipitat hanya diindikasikan pada keadaan-keadaan defisiensi faktor umum yang memiliki kemungkinan masalah kelebihan volume (overload) dan pada beberapa penyakit yang melibatkan defisiensi faktor tertentu. Indikasi utama pemberian fraksi ini adalah hipofibrinogenemia berat akibat solusio plasenta pada seorang wanita dengan insisi bedah. 112.5.2.5 Transfusi autolog Pada beberapa keadaan, mungkin perlu dipertimbangkan penyimpanan darah autolog untuk transfusi. McVay dkk. (1989) melaporkan pengamatan pada 273 wanita hamil yang darahnya diambil pada trimester ketiga. Persyaratan minimal adalah konsentrasi hemoglobin 11 g/dl atau hematokrit 34 persen volume. Namun, hampir tiga perempat wanita di atas ini hanya mendonorkan satu unit, suatu jumlah yang manfaatnya dipertanyakan. Mereka melaporkan tidak adanya penyulit. Selain itu, kebutuhan akan transfusi umumnya tidak dapat diperkirakan. Sherman dkk. (1992) meneliti 27 wanita yang mendapat dua atau lebih transfusi pada lebih 16.000 persalinan. Hanya 40 persen yang dapat diidentifikasi adanya faktor risiko antepartum. Andres dkk. (1990) serta Etchason dkk. (1995) menyimpulkan bahwa transfusi autolog tidak efektif biaya. 112.5.3 Resusitasi KoloidMeskipun penggunaan NaCl fisiologis sudah umum dipakai untuk melakukan resusitasi awal syok hemoragik namun perdebatan mengenai keuuntungan penambahan koloid sebagai rejimen resusitasi masih terus terjadi. Pemakaian albumin sudah ditinggalkan, sedangkan penggunaan purified protein frction (PPF) dan fresh frozen plasma (FFP) terus direkomendasikan untuk digunakan. Masalah utama yang menjadi perdebatan adalah efek resusitasi cairan tehadap interstitial paru paru. Kelompok yang setuju dengan penggunaan koloid/komponen protein berpendapat bahwa resusitasi dengan cairan mengakibatkan penurunan tekanan onkotik intravaskuler dan membalikan gradien tekanan normal yang mempertahan kan cairan di dalam intravaskuler. Secara teoritis keaadaan ini mengakibatkan udem pulmonal dan mengganggu oksigenasi jaringan. Pemberian koloid dianjurkan untuk menaikan tekanan onkotik kapiler paru paru. Pendapat ini mengabaikan fakta bahwa pada endotel kapiler paru paru dapat terjadi aliran cairan termasuk protein plasma antara kapiler dan interstitial. Turunnya tekanan onkotik intravaskuler akan dikompensasi oleh turunya tekan onkotik interstisial paru sehingga meminimalkan perubahan gradien tekanan yang terjadi. Tampak peranan tekanan hidrostatik kapiler paru lebih besar dibandingkan tekanan onkotik kapiler paru dalam menentukan jumlah cairan yang dapat masuk ke interstisial. Menjaga tekanan kapiler pulmonal dibawah 15 mmHg adalah faktor terpenting dalam mencegah terjadinya udem pulmonal. Melalui peninjauan ulang penelitian penelitian klinis yang telah dilakukan didapatkan tidak ada perbedaan keuntungan yang jelas antara resusitasi dengan menggunakan koloid dibandingkan resusitasi dengan menggunakan cairan kristaloid. Para klinisi yang menggunakan albumin, PPF, atau FFP dalam resusitasi syok hemoragik patut mempertimbangkan keuntungan terapi ini dibandingkan harga yang dibayar serta risiko transmisi penyakit terutama pada penggunaan FFP. 12Alternatif lain dari penggunaan koloid alami yaitu penggunaan koloid sintetik seperti hydroxyethyl starch (HES) dan dextran 70. Kemampuan ekspansi HES ekuivalen dengan albumin 5%. Jenis koloid ini berbeda secara signifikan dengan albumin dikarenakan HES lebih bayak tertahan di dalam intravaskuler karena berat molekulnya yang besar dan struktur cabangnya. Kemampuan ekspansi plasmanya lebih lama dibandingkan albumin dan udem interstisial bukanlah pertimbangan pemakaiannya. Ketidakmampuanya dalam mengembalikan kapasitas pengankutan oksigen merupakan suatu kerugian, begitu pula dengan berbagai jenis kristaloid dan koloid yang lain kecuali transfusi darah. 122.5.4 Cairan resusitasi pengikat/pembawa oksigen / pengganti sel darah merah

Darah bila ditinjau dari sudut pandang fisiologi merupakan agen resusitasi yang paling ideal namun pada kenyataannya terdapat bebagai batasan dalam penggunaannya. Meskipun potensi penularan penyakit telah dikurangi secara signifikan dengan teknik donor yang modern saat ini namun tetap saja tidak tereliminasi seluruhnya. Masalah lain yang mengakibatkan terbatasanya persediaan darah adalah biaya pengumpulan, penyimpanan, dan transfusi darah, kurangnya lemari penyimpanan darah serta larangan transfusi oleh beberapa agama. Keadaan ini mengakibakan beberapa peneliti mencari agen agen alternatif yang aman dan efktif dalam penghantaran oksigen kedalam sel. Saat ini penggunaan stoma free hemoglobin seperti pyridoxalated-hemoglobin-polyoxyethylen (PHP) konjugat, adalah contoh dari bahan bahan berbasis hemoglobin yang masih dalam penyelidikan. 12Pemakaian larutan hemoglobin mulai disukai saat Perang Dunia II dikarenakan kesulitan dalam penyimpanan darah dan pemeriksaan kompatibilitas yang sulit selama dimedan pertempuran. Penggunaan larutan ini mengalami penolakan secara keseluruhan ketika mencapai waktu paruhnya yang pendek dan terkadang menimbulkan efek samping seperti hipotensi. Penelitian selanjutnya diarahkan untuk memodifikasi larutan ini untuk mengeliminasi efek sampingnya seperti gagal ginjal dan kelainan perdarahan. Saat ini meskipun beberapa larutan hemoglobin yang telah dimodifikasi mungkin efektif dalam mengembalikan tekanan darah dan cardiac index, keefektifan penggunaannya dibatasi oleh waktu paruhnya yang pendek serta potensi toksisitas yang ditimbulkannya. Hemoglobin telah diidentifikasi sebagai neurotoksin dan telah diketahui mengakibatkan vasokonstriksi, adesi platelet, serta kerusaan oleh radikal bebas. 12Perflurocarbons (PFCs) juga telah diselidiki kemungkinannya dipakai sebagai pengganti darah karena kelarutan oksigennya yang tinggi. Namun sayang sekali emulsi PFC yang baru menimbulkan efek toksik pada paru paru karena kecenderungan ketergantungan dosis, sehingga membatasi kemampuanya untuk meningkatkan kapasitas pengikatan oksigen. Dikarenakan masalah masalah ini maka penggunaan subtituen darah tidak direkomendasikan sebagai pengganti transfusi darah dalam penatalaksanaan syok hemoragik. Namun hal ini tidak mengurangi kepentingan penelitian untuk menemukan subtituen darah yang aman dan efektif. 12Pengganti ini terdiri atas tiga varian: perfluorochemicals, hemoglobin terselubung liposome (liposome-encapsulated hemoglobin), dan pengangkut oksigen berbasis hemoglobin (hemoglobin-base oxygen carrier). Sejarah dan perkembangan pengganti eritrosit baru-baru ini diulas oleh Cohn (2000). Hidrokarbon berfluorida adalah cairan yang secara biologis inert dengan kelarutan oksigen yang relatif tinggi. Pemakaian emulsi semacam ini memungkinkan oksigen diangkut dan disalurkan ke jaringan melalui proses difusi sederhana. Emulsi yang paling sering digunakan, Fluosol, harus disimpan beku dan dicairkan dalam 24 jam setelah penggunaan. Manfaat klinis berbagai emulsi ini belum dipastikan, tetapi bahan-bahan ini mungkin dapat mengurangi kebutuhan darah pada perdarahan masif (Klein, 2000). Hemoglobin terselubung-liposom belum terbukti menjanjikan. Satu formulasi pengangkut oksigen berbasis hemoglobin, diaspirin cross-linked hemoglobin (DCLHb), terbukti berbahaya (Sloan dkk., 1999). Yang terbaru, Mullon dkk. (2000) melaporkan keberhasilan pemakaian polimer hemoglobin sapi, HBOC-201, sebagai pengganti darah untuk wanita nonhamil dengan anemia hemolitik yang parah. 112.5.5 Resusitasi dengan cairan hipertonisHypertonic saline (HS) telah direkomendasikan sebagai alternatif resusitasi cairan yang didasarkan pada efek hemodinamik yang mengagumkan pada percobaan binatang yang mengalami perdarahan akut. Pemberian dosis kecil yang terkadang dikombinasi dengan dextran 70 6%, HS mengakibatkan perpindahan cairan yang cepat dan bertahan lama dari kompartemen interstitial ke kompartemen intravaskular. Berdasarkan penelitian ini, HS direkomendasikan sebagai agen yang ideal untuk resusitasi perdarahan prehospital. Sejauh ini studi klinis belum menunjukan perbaikan secara keseluruhan pada pasien pasien trauma yang mengalami hipotensi yang diberi HS. Namun demikian ada kecenderungan perbaikan outcome pada beberapa subpopulasi pasien trauma yang mengalami hipotensi yang diberi HS. Tidak nampaknya keuntungan yang diperoleh populasi pasien perdarahan secara umum mengakibatkan tidak direkomendasikannya HS karena potensi komplikasi yang ditimbulkan meskipun jarang. Komplikasi yang dapat terjadi adalah confusion, kejang, dan central pontine myelinolysis. Penambahan dextran juga menimbulkan kerugian akibat timbulnya syok anafilatik dan koagulopati. 12Larutan hipertonik menghasilkan tekanan osmotik yang lebih besar dari-pada CES. Larutan ini digunakan untuk menggeser CES ke dalam plasma darah dengan melakukan difusi cairan dari jaringan untuk menyamakan so-lut dalam plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat menye-babkan kelebihan (overload) sirkulasi dan dehidrasi. Cairan IV hipertonik adalah dekstrosa 5 persen dalam saline 0,9 persen, dekstrosa 5 persen dalam larutan Ringer laktat, dan larutan dekstrosa dan air dengan dekstrosa 10 persen dan yang lebih besar. 132.6 Tujuan akhir resusitasiMungkin tantangan terbesar dalam penatalaksanaan syok yang dihadapi baik oleh para klinisi maupun peneliti saat ini adalah identifikasi parameter syok yang sahih dan handal untuk menilai tingkat keparahan perdarahan dan adekuatnya resusitasi yang dilakukan. Dimasa lalu, gambaran kasar dari keadaan fisiologi seperti denyut jantung, tekanan darah, pengisisan kapiler, keluaran urin, dan tekanan vena sentral digunakan untuk menilai tingkat keparahan suatu perdarahan. Meskipun parameter ini telah digunakan secara klinis sejak dahulu namun parameter ini berulang kali menunjukan ketidaktepatanya. Indikator indikator yang lebih tepat digunakan adalah mixed venous oxygen saturation dan serum lactate concentration, keduanya menunjukan ada tidaknya hipoperfusi, meskipun pemeriksaan tanda tanda vital menunjukan hasil yang normal. 12Beberapa parameter lain telah diperkenalkan sebagai penanda hasil resusitasi yang potensial seperti supernormal oxygen transport variables, mixed venous oxygen saturation (Smvo2), central venous oxygen saturation (Scvo2), gastric intramucosal pH, end tidal CO2, serum lactate, dan base deficit. Variabel variabel transpor oksigen yang berhubungan dengan keadaan ini adalah cardiac index (CI), oxygen delivery (Do2), dan Oxygen consumption (Vo2). Pengukuran indikator indikator ini memberikan gambaran yang akurat mengenai cadangan oksigen dan perfusi jaringan. Pemilihan intervensi terapi dalam rangka meraih nilai supernormal akan menandakan tingkat adekuatnya resusitasi. 12Pengukuran oxygen transport variable dan mixed venous oxygen saturation memerlukan pemasangan katater arteri pulmonal, sebuah prosedur yang memakan waktu dan memiliki risiko yang tinggi. Central venous oxygen saturation monitoring dapat dipakai sebagai alternatif sejak diketahui ada hubungan antara pengukuran Scvo2 dengan Smvo2. Meskipun sifatnya tetap invasif namun memiliki prosedur yang lebih singkat. 12Gastric intramucosal pH telah diteliti sebagai penanda perfusi regional yang kurang invasif. Lapisan saluran cerna sangat sensitif terhadap keadaan hipoperfusi karena aliran darah dialihkan untuk menjaga aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Secara teoritis, perbaikan perfusi saluran cerna menandakan resusitasi yang dilakukan telah adekuat. Namun penelitian terhadap teknik pemeriksaan ini tidak dikembangkan lagi karena ada teknik pemeriksaan lain yang lebih memberikan gambaran global mengenai hipoperfusi, seperti serum laktat dan defisit basa. 12End tidal CO2 monitoring juga direkomendasikan sebagai alat pemantauan yang tidak invasif selama keadaan syok. Turunnya cardiac output dan aliran darah paru paru akan diikuti penurunan produksi CO2 dan menggambarkan rendahnya end tidal CO2. penelitian menunjukan end tidal CO2 yang rendah berhubungan dengan outcome yang buruk, namun belum ada percobaan yang menunjukan bahwa teknik pengukuran ini memiliki kontribusi untuk pengambilan keputusan. 12Konsentrasi serum laktat memiliki keunggulan sebagai alat pengukuran secara tidak langsung untuk menilai oksigenasi dan perfusi jaringan sebab setiap keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerobik manjadi anaerobik yang meningkatkan produksi laktat. Kadar serum laktat menunjukan tingkat keparahan syok serta menilai apakah tindakan resusitasi yang dilakukan sudah adekuat atau belum. Pemeriksaan serial serum laktat ini dapat menunjukan prognosis pasien yang dalam keadaan syok. Namun pengunaan pengukuran serum laktat ini dibatasi oleh waktu yang diperlukan untuk mengukur. Penelitian telah dilakukan untuk menciptakan alat pengukur serum laktat yang dapat dilakukan secara bedside. 12Defisit basa juga telah digunakan sebagai alat pengukur global acidosis yang dikarenakan tidak adekuatnya perfusi organ. Defisit basa didefinisikan sebagai jumlah basa (dalam milimol) yang diperlukan untuk mentitrasi 1 liter seluruh darah arterial untuk mencapai pH 7,40 dengan sampel yang jenuh dengan O2 pada suhu 37oC dan Pco2 40mmHg. 122.7 KomplikasiBanyaknya data klinis dan ilmiah yang menyatakan bahwa penginfusan cairan resusitasi merupakan prosedur yang sangat aman namun tetap memiliki risiko komplikasi. Persentase keseluruhan dari intervensi yang mengalami komplikasi cukup rendah tetapi memberikan frekuensi apabila resusitasi cairan dilakukan sering diikuti munculnya komplikasi. Kejadian ini semata mata tampak ketika produk produk darah diinfuskan, terutama pada pemberian infus dalam jumlah yang banyak atau masif. Meskipun tidak ada kriteria yang tegas , transfusi yang masif didefinisikan sebagai transfusi yang ekuivalen dengan satu volume darah (70 sampai 80 mL/kg pada orang dewasa) dalam 24 jam. Kelainan pembekuan dapat terjadi setelah transfusi yang masif yang mengakibtkan trombositopeni pengenceran serta efek penyimpanan darah terhadap faktor faktor koagulasi, jumlah dan fungsi platelet. Panduan terdahulu merekomendasikan pemberian rutin transfusi FFP dan platelet berdasar berapa unit sel darah merah yang ditransfusikan. Nampak pada penelitian bahwa munculnya kelainan perdarahan pada trauma tidak hanya berkaitan dengan sel darah merah yang ditransfusikan namun juga dengan lamanya keadaan syok, tipe syok dan tingkat keparahan luka. Sehingga rekomendasi pemberian FFP dan platelet didasarkan bukti klinis adanya gangguan perdarahan serta pemantauan parameter parameter koagulasi. Platelet diindikasikan pada pasien trauma dengan perdarahan aktif dengan jumlah platelet 50.000 atau kurang. FFP diindikasikan bila prothrombin time memanjang 1,5 kali normal (biasanya 18). Ketika penyebab kelainan koagulasi yang mendasari diketahui, seperti pada pasien yang meminum warfarin atau pada pasien yang terbukti menderita penyakit hati yang berat maka perlu pemberian FFP yang mencukupi tanpa menunggu hasil laboratorium terlebih dahulu. 12Kemungkinan komplikasi yang lain pada pemberian transfusi darah yang masif adalah ketidakseimbangan elektrolit. Hipokalsemia dan hipomagnesia dapat muncul dikarenakan efek toksik sitrat terutama pada pasien yang mendapat trasfusi whole blood atau yang memiliki penyakit hati yang berat sebelumnya. Rendahnya kadar elektrolit ini dapat menimbulkan disritmia kordis, sehingga pemantauan elektrolit menjadi sangat penting. Terapi empiris dengan kalsium atau magnesium tidak dianjurkan. Kadar kalium juga memerlukan pemantauan yang ketat dikarenakan transfusi yang masif dapat mempresipitasi baik hiperkalemia akibat keluarnya kalium intrasel pada darah simpan dan juga hipokalemia akibat konversi sitrat dan laktat oleh hati menjadi bikarbonat dengan akibat alkalosis metabolik. Secara teoritis, transfusi masif dengan darah simpan dapat juga mempresipitasi asidosis metabolik seperti diketahui bahwa darah simpan cenderung asam dengan adanya kandungan sitrat dan laktat. Namun keadaan asidosis yang terus berlangsung pada pasien syok bukan berarti menghalangi pemberian transfusi darah, tetapi perhatikanlah perdarahan yang terus berlangsung. Meskipun asidosis yang persisten sangat menggangu, pemberian bikarbonat tidak direkomendasikan secara rutin kecuali pH darah terus menerus 7,1 atau lebih rendah. 12Banyak pasien trauma dibawa ke IGD dengan suhu tubuh kurang dari normal, kemungkinan disebabkan oleh luka yang terus menerus terbuka atau efek dari syok. Hipotermi juga dapat mengakibatkan disfungsi platelet dan disritmia cordis. Jikalau memungkinkan penghangat darah digunakan selama dilakukan resusitasi. 12Mungkin konsekuensi transfusi yang paling ditakutkan adalah reaksi hemolitik yang dimediasi transfusi serta penyakit yang ditransmisikan melalui transfusi. Penyebab paling sering dari reaksi hemolisis adalah inkompatibilitas ABO, yang menimbulkan mortalitas sebanyak 1/100.000 unit yang ditrasfusikan. 12Tabel 2.13 Efek-efek yang merugikan dari transfusi darah14Reaksi

Gejala

AnafilaktikPenyebab:Sensitisasi sebelumnya pada pasien yang kekurangan IgA yang membuat antibodi anti-IgA

Tidak ada demam, syok, distres pemapasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen; tedadi dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa mililiter darah atau plasma

Emboli UdaraPenyebab:Pemeliharaan sistem pemberian

tertutup yang tidak tepat

Sesak napas, nyeri dada, batuk, hipotensi, sianosis

Kelebihan SirkulasiPenyebab:Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat

Dispnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat; nadi, pemapasan dan tekanan darah meningkat

Toksisitas SitratPenyebab:Antikoagulan sitrat menumpuk, efek

toksik karena kalsium dalam bentuk

ion dalam darah, misainya

hipokalsemia.

Kesemutan padajari, hipotensi, mual dan muntah, aritmiajantung

Demam nonhemolitikPenyebab:Antibodi anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit atau trombosit yang ditransfusikan

Demam,flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit kepala

HemolitikPenyebab Segera:Antibodi dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam sel merah donor

Cemas; nadi, pemapasan dan suhu meningkat; tekanan daraft menurun; dispnea; mual dan muntah; menggigil; hemoglobinemia; hemoglobinuria; perdarahan abnormal; oliguria; nyeri punggung; syok. Reaksi dapat tedadi bila sedikitnya 10 sampai 15 rn] darah yang tidak kompatibel telah diinfuskan.

HemolitikPenyebab Lambat.-

Resipien menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam sistem ABO

Terjadi 2 hari atau lebih setelah transftisi; anemia yang terus-menerus, hemoglobinuria, nyeri lumbal, dan ikterus ringan

HiperkalemiaPenyebab:Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel

Serangan dalam beberapa menit; EKG berubah: gelombang-T meninggi, dan QRS melebar, kelemahan ekstreniitas, nyeri abdominal

HipokalemiaPe