Upload
gilangsan
View
785
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
MENGUKUR VOCABULARY SIZE DALAM EAL
Lynne Cameron
Makalah ini melaporkan temuan dari sebuah penelitian dua-tahap yang
mengujikan tes vocabulary size dalam EAL (English as an Additional Language).
Tahap pertama mengujikan Levels test (Nation, 1990) dan Yes/No test (Meara,
1992) pada siswa-siswa sekolah menengah berusia 15 tahun dengan rata-rata
pengalaman belajar dalam bahasa Inggris selama 11 tahun. Levels test terbukti
lebih memberikan manfaat, terutama karena penggunaan non-word dalam Yes/No
test menunjukkan hasil yang tidak reliable.
Dalam tahap kedua, Levels test diujikan pada siswa-siswa berusia 13 dan
14 tahun, yaitu 63 siswa yang bagi mereka bahasa Inggris merupakan additional
language, dan 84 siswa yang merupakan pengujar bahasa Inggris monolingual.
Hasil tes menunjukkan profile nilai yang berbeda pada EAL jika dibandingkan
dengan yang biasanya diperoleh dalam konteks EFL pada umumnya. Para siswa
EAL, yang memiliki pengalaman rata-rata 10,5 tahun belajar dengan medium
bahasa Inggris, menunjukkan gap dalam pengetahuan mereka terkait kata-kata
yang paling sering muncul, serta sejumlah masalah yang lebih serius terkait kata-
kata yang lebih jarang muncul, yang membawa berbagai implikasi penting pada
prestasi mereka. Perbandingan antara nilai mean siswa EAL dan nilai mean rekan
mereka yang native speaker dengan mengggunakan t-test mengungkap sejumlah
perbedaan signifikan pada level 3K dan level 5K.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Levels test bisa menjadi instrumen
riset sekaligus instrumen pedagogik yang bermanfaat dalam konteks belajar EAL,
memberikan gambaran keseluruhan tentang proses belajar vocabulary reseptif
dalam sejumlah kelompok siswa. Tes tersebut juga menghasilkan informasi
tentang perkembangan bahasa individu yang dapat digunakan untuk membantu
rencana pengajaran. Implikasi yang diperoleh mencakup perlunya riset lebih
lanjut mengenai pengaruh lingkungan belajar terhadap perkembangan bahasa, dan
perlu dilanjutkannya intervensi secara kompeten dalam perkembangan additional
language selama periode pendidikan sekolah menengah.
Institusi di Jepang yang telah berusaha keras untuk mengukur vocabulary
mahasiswa mereka adalah Temple University Japan melalui Corporate Education
Program (CEP). Program ini menggunakan salah satu versi Vocabulary Levels
Tests dari Paul Nation (Nation, 1990). Tes ini relatif tidak berbelit-belit, dan
terdiri dari sejumlah set yang masing-masing mencakup enam kata dan tiga
definisi, seperti dalam contoh berikut:
1. _________ first2. _________ not public3. _________ all added together
a. royalb. slowc. originald. sorrye. totalf. private
Tes ini didesain untuk mengukur pengetahuan dasar examinee tentang
berbagai makna umum kata, dan terutama sejauh mana mereka mengetahui makna
umum kata pada word level 2.000, 3.000, 5.000, 10.000, ataupun pada University
Word List. Tes tersebut dapat digolongkan sebagai tes vocabulary sensitif, yang
berarti bahwa formatnya sensitif terhadap pengetahuan-kata parsial atau subjektif.
Tes yang tidak begitu sensitif (misalnya multiple-choice cloze test yang terfokus
hanya pada content word tertentu) akan menghasilkan skor yang lebih rendah
bahkan jika yang diujikan adalah kata-kata yang sama.
Pada awalnya, tes ini memiliki 90 item, tetapi setelah dicobakan pada
siswa-siswa Jepang, maka dipilihlah 60 item yang paling baik untuk digunakan.
Tes ini cukup cepat, dapat dijalankan dengan mudah dalam waktu 20 menit, dan
reliable (Cronbach’s alpha = .95 dan Rasch reliability = .97). Dengan kata lain,
tes ini akan memberikan gambaran umum mengenai jumlah kata yang diketahui
seorang pengujar bahasa Inggris.
Paul Nation dan Batia Laufer telah memakai sejumlah versi Vocabulary
Levels Tests untuk mengukur vocabulary dengan cara begini: jika siswa A
mendapatkan skor 9 dari 12 (75%) pada word level 2.000, maka dia diperkirakan
mengetahui kira-kira 75% (1.500) dari 2.000 kata pertama dalam bahasa Inggris.
Jika kita terus menggunakan logika ini pada hasil tes lainnya (yaitu tes pada word
level 3.000, 5.000, 10.000, dan University Word List), maka kita bisa memperoleh
suatu estimasi vocabulary size.
Cara lain untuk mengukur vocabulary adalah dengan memfokuskan pada
kata-kata yang memiliki peran lebih penting dibanding kata-kata lainnya, dan
dengan hanya mengujikan kata-kata tersebut. Kelebihannya adalah dengan
berfokus pada lingkup kata yang lebih sempit, maka kita bisa mengujikan lebih
banyak item dan kemungkinan memperoleh perkiraan yang lebih akurat mengenai
apa yang siswa tahu. Beglar & Hunt (1999) menerapkan cara tersebut dengan
beberapa versi tes untuk word level 2.000 dan University Word List. Mereka
mengujikan 72 item pada native speaker bahasa Jepang, memilih 54 item yang
berfungsi paling baik untuk tiap versi tes, dan membuat dua sheet paralel yang
masing-masing terdiri dari 27 item. Kedua sheet ini dapat dilihat pada appendiks
penelitian Beglar & Hunt (1999), atau silahkan kirim e-mail untuk mendapatkan
copy-nya. Dalam artikel yang sama, kami juga membahas secara singkat mengapa
word level 2.000 dan University Word List merupakan kelompok kata yang
penting untuk diketahui siswa.
Selain tes-tes ini, Paul Meara dengan sejumlah rekan dan mahasiswanya
(misalnya, Meara & Jones, 1987; Meara & Jones, 1990) telah bekerja secara
ekstensif menggunakan Eurocentres Vocabulary Size Test, sebuah checklist test
di mana si examinee mencentang kata-kata yang menurutnya dia tahu. Sejumlah
riset berpendapat bahwa tes seperti ini sangat bagus, tetapi beberapa yang lain
menyatakan bahwa tes semacam ini sangat buruk (misalnya karena reliability
yang rendah). Informasi lebih lanjut mengenai tes ini dapat ditemukan di
homepage Vocabulary Acquisition Research Group di
http://www.swansea.ac.uk/cals/calsres.html [Expired link]. Sejumlah tes dapat
diunduh dari bagian freebies di webpage tersebut, seperti EVST (sebuah tes
vocabulary size dasar) dan LLEX 2.21 (suatu tes dasar untuk kemampuan
mengingat vocabulary). Selain itu, sejumlah mahasiswa Paul Meara seringkali
mem-posting informasi ke webpage ini mengenai berbagai riset yang sedang
dijalankan. Menurut pengalaman saya, hampir selalu ada artikel yang ditulis di
situ terkait Eurocentres Vocabulary Size Test. Anda pun bisa memperoleh banyak
tes melalui layanan reproduksi dokumen ERIC (lihat referensi Meara, 1992).
Jika Anda ingin membaca lebih banyak tentang cara menguji pengetahuan
vocabulary, tidak salahnya mencoba karya John Read (2000) terbitan Cambridge,
atau sebuah manuskrip buku mengenai proses perolehan dan pengajaran
vocabulary dari Paul Nation (1999) yang dapat dipesan via e-mail. Selain
membahas tentang segala hal yang berkaitan dengan pengajaran vocabulary,
manuskrip tersebut juga memiliki bab cukup lengkap terkait tes vocabulary yang
mengetengahkan sejumlah isu menarik seperti tes-tes vocabulary yang sensitif
terhadap level pengetahuan-kata yang tidak setara.
VOCABULARY SIZE, TEXT COVERAGE, DAN WORD LIST
Paul Nation dan Robert Waring
Berapa banyak vocabulary yang dibutuhkan seorang pelajar ESL?
Ada tiga cara untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama dengan bertanya
‘Berapa jumlah kosa-kata yang ada dalam bahasa targetnya?’, atau dengan
bertanya ‘Berapa banyak kosa-kata yang native speaker tahu?’, atau cara ketiga
dengan pertanyaan ‘Berapa banyak kosa-kata yang dibutuhkan untuk melakukan
hal yang perlu dilakukan oleh seorang pengguna bahasa?’
Pembahasan ini hanya terfokus pada vocabulary, dan tidak seharusnya
diasumsikan bahwa vocabulary yang cukup akan membuat segala hal lain
menjadi mudah. Pengetahuan vocabulary hanyalah satu dari sejumlah komponen
kemampuan bahasa seperti reading dan speaking. Kita juga tidak boleh
beranggapan bahwa pengetahuan vocabulary selalu menjadi prasyarat bagi
performa kemampuan berbahasa. Pengetahuan vocabulary memungkinkan
penggunaan bahasa, penggunaan bahasa memungkinkan peningkatan pengetahuan
vocabulary, pengetahuan umum memungkinkan peningkatan pengetahuan
vocabulary dan penggunaan bahasa, dan seterusnya (Nation, 1993b).
Berapa banyak jumlah kata yang ada dalam bahasa Inggris?
Cara paling gamblang untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan melihat
berapa jumlah kata yang terdaftar dalam kamus bahasa Inggris terbesar. Hal ini
biasanya membuat kesal para pembuat kamus. Mereka melihat vocabulary bahasa
Inggris sebagai suatu entitas (kesatuan) yang terus menerus berubah dengan
adanya penambahan kata-kata baru dan penggunaan baru kata-kata lama, serta
adanya kata-kata lama yang tidak lagi digunakan. Mereka juga mendapati masalah
dalam menetapkan apakah ‘walk’ sebagai noun adalah kata yang sama dengan
‘walk’ sebagai verb, apakah compound word seperti ‘goose grass’ dihitung
sebagai dua kata, dan apakah nama-nama seperti ‘Vegemite’, ‘Agnes’, dan
‘Nottingham’ juga dianggap sebagai kata. Semua ini merupakan masalah yang
nyata, tetapi dapat diatasi secara sistematis dengan cara yang reliable.
Dua studi terpisah (Dupuy, 1974; Goulden, Nation, & Read, 1990) telah
memeriksa vocabulary dalam Webster’s Third International Dictionary (1963),
kamus bahasa Inggris non-historis terbesar pada masa diterbitkannya. Jika
compound word, archaic word, abbreviation, proper name, alternative spelling,
dan dialect form tidak ikut dipertimbangkan, dan jika kata diklasifikasikan ke
dalam famili kata (word family) yang terdiri dari sebuah kata dasar, bentuk
infleksinya, dan derivasi/turunannya yang paling jelas, maka Webster’s 3rd
memiliki jumlah vocabulary sekitar 54.000 famili kata. Angka ini adalah target
belajar yang jauh di luar jangkauan pelajar ESL, dan seperti yang akan kita lihat
nanti, jauh di luar jangkauan sebagian besar native speaker.
Berapa banyak jumlah kata yang diketahui native speaker?
Selama 100 tahun lebih, banyak laporan yang dipublikasikan terkait berbagai
usaha sistematis untuk mengukur vocabulary size yang dimiliki para native
speaker bahasa Inggris. Studi semacam ini dilatarbelakangi oleh banyak alasan,
tetapi kebanyakan di antaranya dilakukan atas dasar gagasan bahwa vocabulary
size merupakan refleksi seberapa terdidik, cerdas, atau berpengetahuannya
seseorang. Vocabulary size yang besar dianggap sebagai sesuatu yang berharga.
Sayangnya, pengukuran vocabulary size selalu mengalami sejumlah masalah
metodologi yang serius, terutama berkisar pada pertanyaan ‘Apa saja yang dapat
dianggap sebagai kata?’, ‘Bagaimana menentukan sampel dari begitu banyaknya
kata dalam sebuah kamus untuk dapat digunakan dalam tes vocabulary?’, dan
‘Bagaimana kita menguji untuk melihat apakah suatu kata telah diketahui atau
belum?’. Kegagalan dalam memberi jawaban yang memadai untuk pertanyaan
tersebut telah membawa pada sejumlah penelitian vocabulary size yang
menunjukkan hasil yang sangat tidak representatif. Pembahasan mengenai isu-isu
seperti ini dapat dilihat di Nation (1993a), Lorge & Chall (1963), dan Thorndike
(1924).
Guru-guru ESL mungkin tertarik dengan ukuran vocabulary size para
native speaker karena hal ini dapat memberikan suatu indikasi seberapa besar
tugas belajar yang harus dihadapi siswa-siswanya, terutama mereka yang harus
belajar atau bekerja berdampingan dengan native speaker di sekolah, universitas,
atau tempat kerja yang menggunakan medium bahasa Inggris.
Saat ini, aturan konservatif terbaik yang bisa kita ikuti adalah bahwa
hingga vocabulary size sekitar 20.000 famili kata, kita ekspektasikan bahwa
native speaker akan menambahkan sekitar 1.000 famili kata dalam setahun ke
dalam vocabulary size mereka. Ini berarti bahwa seorang anak berusia lima tahun
yang mulai bersekolah memiliki vocabulary sekitar 4.000 hingga 5.000 famili
kata. Seorang lulusan universitas akan memiliki vocabulary sekitar 20.000 famili
kata (Goulden, Nation & Read, 1990). Angka-angka ini belumlah akurat dan
sangat mungkin terjadi variasi yang begitu besar antara setiap individu. Angka-
angka tidak mencakup proper name, compound word, abbreviation, dan foreign
word. Satu famili kata meliputi satu kata dasar, bentuk-bentuk infleksinya, dan
beberapa bentuk turunan regularnya (Bauer & Nation, 1993). Sejumlah peneliti
menyatakan ukuran vocabulary size yang lebih besar ketimbang angka-angka di
atas (lihat Nagy dalam volume ini), tetapi dalam berbagai studi yang dijalankan
dengan baik (misalnya D’Anna, Zechmeister & Hall, 1991) selisih angka tersebut
terutama diakibatkan oleh perbedaan dalam hal item apa saja yang dihitung
sebagai kata dan bagaimana suatu famili kata didefinisikan.
Suatu studi kecil mengenai perkembangan vocabulary para non-native
speaker dalam sebuah sekolah dasar bermedium bahasa Inggris (Jamieson, 1976)
menunjukkan bahwa dalam situasi semacam itu, vocabulary siswa non-native
speaker berkembang dengan kecepatan yang sama seperti halnya vocabulary
siswa native speaker, tetapi gap awal yang ada di antara keduanya tidak tertutup.
Pada pelajar EFL dewasa, gap antara vocabulary size mereka dan native speaker
biasanya sangat besar, di mana banyak pelajar EFL dewasa memiliki vocabulary
size jauh di bawah 5.000 famili kata walaupun sudah belajar bahasa Inggris
selama beberapa tahun. Banyak pelajar ESL yang mampu mencapai vocabulary
size yang hampir menyamai native speaker berpendidikan, tetapi mereka
bukanlah orang pada umumnya.
Tetapi masih ada sisi baik dalam masalah ini. Studi oleh Milton & Meara
(1995) yang menerapkan Eurocentres Vocabulary Size Test (Meara & Jones,
1988, 1990) menunjukkan bahwa perkembangan vocabulary signifikan dapat
terjadi jika proses belajarnya dilakukan dalam lingkungan ESL. Dalam penelitian
mereka mengenai program belajar ke luar negeri yang diikuti oleh 53 pelajar
Eropa dengan advanced proficiency, perkembangan vocabulary rata-rata per
orang telah mendekati kecepatan 2.500 kata per tahun selama enam bulan masa
program tersebut. Tingkat perkembangan ini serupa dengan sebagian besar
estimasi perkembangan bahasa ibu pada masa remaja. Walaupun target
vocabulary size yang setara dengan native speaker bukanlah tujuan mustahil,
tetapi target tersebut sangat ambisius bagi sebagian besar pelajar EFL.
Berapa banyak kata yang dibutuhkan untuk melakukan hal yang harus
dilakukan seorang pengguna bahasa?
Walaupun bahasa menggunakan kata dalam jumlah besar, tetapi tidak setiap kata
memiliki kegunaan. Salah satu ukuran kegunaan kata adalah frekuensinya (word
frequency), yaitu seberapa sering suatu kata muncul dalam pengunaan normal
bahasa. Jika dilihat dari frekuensinya, kata the adalah kata yang sangat penting
dalam bahasa Inggris. Kata ini sangat sering muncul hingga sekitar 7% kata yang
ada dalam satu halaman bahasa Inggris dan proporsi yang sama pada kata-kata
dalam suatu percakapan, terdiri dari kata the.
Kabar baiknya bagi para guru dan pelajar ESL adalah bahwa hanya
sebagian kecil saja kata-kata dalam bahasa Inggris yang muncul dengan frekuensi
sangat tinggi, dan jika seorang siswa mengenal kata-kata tersebut, maka dia akan
tahu sebagian besar running word* dalam suatu teks tertulis atau ujaran.
Kebanyakan dari kata-kata tersebut adalah content word, dan pengetahuan content
word dalam jumlah yang cukup akan sangat mempermudah pemahaman teks.
Berikut ini adalah sejumlah angka yang menunjukkan proporsi teks yang di-cover
oleh kata-kata berfrekuensi tinggi dalam jumlah tertentu.
TABEL 1 Vocabulary size dan text coverage dalam corpus† Brown
* running word: kata yang pada masa tersebut masih sering digunakan dalam aktivitas berbahasa suatu masyarakat, berbeda dengan kata-kata yang sudah kuno dan tidak lagi digunakan.
Vocabulary size Text coverage
1.000 72,0%2.000 79,7%3.000 84,0%4.000 86,8%5.000 88,7%6.000 89,9%
15.851 97,8%
Angka-angka dalam Tabel 1 merujuk pada teks tertulis dan diperoleh dari
Francis & Kucera (1982), sebuah corpus yang sangat beragam dan mencakup
lebih dari 1.000.000 running word yang terdiri dari 500 teks yang masing-masing
panjangnya sekitar 2.000 running word. Seperti yang akan kita lihat, semakin
beragam teks dalam suatu corpus, maka semakin besar jumlah kata-kata yang
berbeda, dan kata-kata berfrekuensi tinggi meng-cover bagian yang lebih sedikit
dari teks tersebut, sehingga angka-angka di atas belum merupakan estimasi yang
pas. Angka di baris paling bawah tabel didapat dari Kucera (1982). Menurut
COBUILD Dictionary, 15.000 kata meng-cover 95% dari running word yang ada
dalam corpus mereka. Angka-angka di Tabel 1 hanya untuk lemma saja, bukan
untuk famili kata. Famili kata akan memberikan coverage yang sedikit lebih
tinggi. Tabel 1 mengasumsikan bahwa kata-kata berfrekuensi tinggi dikenal
sebelum kata-kata berfrekuensi rendah; tabel ini juga menunjukkan bahwa dengan
mengenal sekitar 2.000 famili kata, maka hampir 80% coverage yang akan
dicapai untuk teks tertulis. Jumlah yang sama juga akan menghasilkan coverage
lebih besar untuk teks lisan informal, yaitu sekitar 96% (Schonell, Meddleton, &
Shaw, 1956).
Dengan vocabulary size 2.000 kata, seorang siswa akan mengetahui 80%
kata dalam suatu teks, yang berarti bahwa 1 dari setiap 5 kata (kira-kira 2 kata
dalam setiap baris) belum dikenalnya. Riset oleh Liu Na & Nation (1985)
menunjukkan bahwa rasio tersebut tidaklah cukup untuk memungkinkan guessing
yang berhasil mengenai makna kata-kata yang belum dikenal. Setidaknya 95%
coverage dibutuhkan untuk hal itu. Studi oleh Laufer (1989) mengungkap bahwa
95% coverage sudah memadai untuk mencapai komprehensi suatu teks.
Vocabulary size yang lebih besar tentu saja lebih baik. Tabel 2 didasarkan pada
†corpus: koleksi berbagai contoh penggunaan bahasa, berupa teks-teks tertulis atau rekaman lisan, yang digunakan untuk analisis linguistik.
penelitian Hirsh & Nation (1992) terhadap sejumlah novel yang ditulis untuk
pembaca remaja.
TABEL 2 Vocabulary size dan text coverage dalam novel remaja
Vocabulary size % coverage Densitas/frekuensi kata yang belum dikenal
2.000 kata 90% 1 per 10 kata2.000 + proper noun 93,7% 1 per 16 kata
2.600 kata 96% 1 per 25 kata5.000 kata 98,5% 1 per 67 kata
Penelitian Hirsh & Nation (1992) menggunakan novel remaja karena
novel semacam ini kemungkinan memberikan kondisi yang paling sesuai untuk
pelajar ESL agar dapat membaca teks bukan hasil penyederhanaan (simplifikasi)
atau adaptasi. Kondisi seperti ini dapat terjadi karena novel semacam itu ditujukan
untuk pembaca non-dewasa sehingga ada kecenderungan bagi penulis untuk
menggunakan vocabulary yang lebih sederhana, dan karena sebuah novel
berkelanjutan yang ditulis mengenai satu topik dan oleh satu penulis saja akan
menyediakan kesempatan bagi terjadinya pengulangan vocabulary. Tabel 2
menunjukkan bahwa dengan kondisi yang sesuai, vocabulary size sebesar 2.000
hingga 3.000 kata akan memberikan basis yang sangat baik bagi penggunaan
bahasa.
Arti penting informasi tersebut adalah bahwa walaupun terdapat lebih dari
54.000 famili kata dalam bahasa Inggris, dan walaupun native speaker dewasa
yang berpendidikan mengenal sekitar 20.000 dari famili kata tersebut, tetapi
hanya jumlah yang jauh lebih kecil, katakanlah antara 3.000 hingga 5.000 famili
kata, yang dibutuhkan untuk memberikan basis bagi komprehensi. Tidak mustahil
menggunakan jumlah kata yang lebih sedikit, sekitar 2.000 hingga 3.000, untuk
penggunaan produktif bahasa dalam speaking dan writing. Tetapi Hazenburg &
Hulstijn (1996) menyarankan jumlah yang mendekati 10.000 untuk bahasa
Belanda sebagai bahasa kedua (Dutch as a Second Language/DSL).
Sutarsyah, Nation & Kennedy (1994) mendapati bahwa sebuah teks
Ekonomi yang panjang tersusun dari 5.438 famili kata, dan sebuah corpus dengan
panjang yang sama dan terdiri dari teks-teks akademik beragam yang pendek
mengandung 12.744 famili kata. Dalam ranah yang lebih sempit atau terfokus,
seperti dalam teks ilmu Ekonomi, dibutuhkan vocabulary yang jauh lebih sedikit
ketimbang jika kita hendak membaca beragam jenis teks dengan berbagai topik
berbeda.
Berapa banyak kata yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya?
Sekarang kita akan menjawab pertanyaan ‘Berapa banyak vocabulary yang
dibutuhkan seorang siswa ESL?’. Tentu saja dia harus mengetahui sekitar 3.000-
an kata berfrekuensi tinggi dalam bahasa Inggris. Kata-kata berfrekuensi tinggi ini
merupakan prioritas utama yang harus segera dicapai, dan tampaknya kurang
rasional jika berfokus pada vocabulary lainnya sebelum kata-kata tersebut telah
dipelajari dengan baik. Nation (1990) berpendapat bahwa setelah kata-kata
berfrekuensi tinggi ini dipelajari, fokus selanjutnya bagi guru adalah membantu
siswanya mengembangkan sejumlah strategi untuk memahami dan mempelajari
kata-kata berfrekuensi rendah. Karena sangat minimalnya coverage yang
diberikan kata-kata berfrekuensi rendah, maka sepertinya kurang bermanfaat
menghabiskan waktu belajar di kelas untuk benar-benar mengajarkan kata-kata
tersebut. Akan lebih efisien jika waktu di kelas digunakan untuk mengajarkan
berbagai strategi mengenai (1) teknik guessing menurut konteks, (2) penggunaan
bagian-bagian kata dan teknik-teknik mnemonik untuk mengingat kata, dan (3)
pemakaian word card untuk mengingat pasangan kata bahasa ibu-bahasa asing.
Penjelasan terperinci tentang berbagai strategi ini dapat ditemukan di Nation
(1990). Ingat bahwa walaupun fokus guru adalah untuk membantu siswa
menguasai strategi-strategi penting, tetapi fungsi utama berbagai strategi tersebut
adalah untuk membantu siswa agar dapat terus mempelajari kata-kata baru dan
meningkatkan vocabulary size mereka.
Salah satu cara untuk membantu siswa mempelajari vocabulary dalam
jumlah yang sangat besar adalah melalui belajar tak-langsung atau insidental.
Contohnya adalah mempelajari kata baru (atau memperdalam pengetahuan
mengenai kata-kata yang sudah dikenal) dalam konteks melalui listening dan
reading secara ekstensif. Belajar dari konteks sangatlah penting hingga sejumlah
studi menyatakan bahwa orang belajar sebagian besar vocabulary bahasa ibu
mereka melalui cara tersebut (Sternberg, 1987). Extensive reading adalah cara
yang bagus untuk memacu pengetahuan vocabulary dan memberi banyak
kesempatan bagi siswa untuk bertemu dengan kata-kata yang paling sering
muncul dan paling berguna. Pada level awal dan level menengah proses belajar
bahasa, buku-buku bacaan hasil simplifikasi dapat memberi manfaat cukup besar.
Sumber belajar insidental lainnya adalah aktivitas kerja kelompok pemecahan-
masalah (Joe, Nation, & Newton, 1996) dan aktivitas formal kelas di mana
vocabulary bukanlah fokus utamanya.
Masalah bagi siswa dan pembaca pemula adalah mencapai level
vocabulary minimal yang akan memungkinkan mereka untuk bisa mulai belajar
dari konteks. Singkatnya, jika seseorang tidak cukup mengetahui makna kata-kata
pada sebuah halaman, dan tidak memahami apa yang sedang dibacanya, maka dia
akan menemui kesulitan untuk belajar dari konteks. Liu Na & Nation (1985)
menunjukkan bahwa kita membutuhkan vocabulary sekitar 3.000 kata yang akan
memungkinkan text coverage setidaknya 95% sebelum kita bisa secara efisien
belajar dari konteks dengan teks yang tak disimplifikasi. Angka tersebut adalah
jumlah vocabulary awal yang cukup besar yang dibutuhkan siswa, dan hanya
untuk memahami teks-teks umum saja.
Anjuran bahwa siswa sebaiknya belajar langsung dari word card, yang
sangat berada di luar konteks, mungkin oleh sejumlah guru dianggap sebagai
metode belajar yang ketinggalan zaman dan tidak sejalan dengan pendekatan
komunikatif dalam proses belajar bahasa. Mungkin memang begitu, tetapi bukti
penelitian yang mendukung penggunaan word card sebagai salah satu bagian
program belajar vocabulary cukuplah kuat.
1) Banyak sekali studi yang membuktikan efektivitas metode belajar tersebut
terkait jumlah vocabulary yang dipelajari dan kecepatan belajar. Lihat Nation
(1982), Paivio & Desrochers (1981) dan Pressley et al. (1982) untuk review
mengenai studi-studi tersebut.
2) Riset mengenai belajar dari konteks menunjukkan bahwa proses belajar
semacam ini benar-benar terjadi tetapi membutuhkan banyak sekali aktivitas
reading dan listening karena belajar dari konteks bersifat kecil dan kumulatif
(Nagy, Herman, & Anderson, 1985). Pernyataan ini tidak boleh digunakan
sebagai argumen bahwa belajar dari konteks tidak diperlukan. Sejauh ini,
belajar dari konteks merupakan strategi belajar vocabulary yang paling
berperan penting, serta bagian esensial setiap program belajar vocabulary.
Akan tetapi, untuk menambah vocabulary secara cepat, belajar dari konteks
saja tidaklah cukup. Tidak ada riset yang menunjukkan bahwa belajar dari
konteks memberikan hasil yang lebih baik ketimbang belajar dari word card
(Nation, 1982).
3) Penelitian mengenai belajar grammar mengungkapkan bahwa pengajaran
yang terfokus pada form merupakan komponen berharga dalam pelajaran
bahasa (Ellis, 1990; Long, 1988). Pelajaran dengan komponen berfokus pada
form akan mencapai hasil lebih baik ketimbang pelajaran tanpa unsur
semacam itu. Masalah pentingnya adalah untuk mencapai keseimbangan
antara aktivitas yang berfokus pada meaning, aktivitas yang berfokus pada
form, dan aktivitas pengembangan fluency (Nation, belum dipublikasikan).
Belajar vocabulary langsung dari word card adalah bentuk pengajaran yang
berfokus pada form, yang dapat memberikan manfaat yang sama, bahkan
mungkin lebih signifikan, seperti halnya pengajaran grammar yang berfokus
pada form.
Ada beberapa kelebihan lain dalam penggunaan word card. Word card
dapat memunculkan rasa adanya kemajuan yang telah dicapai, terutama jika target
angka tertentu telah ditetapkan dan terpenuhi. Word card sangatlah portable dan
dapat digunakan saat waktu luang di dalam ataupun di luar kelas, baik untuk
mempelajari kata-kata baru ataupun memperdalam kata-kata yang sudah dikenal.
Word card khusus dibuat agar sesuai dengan level perkembangan siswa dan
kebutuhan mereka, sehingga dapat memacu motivasi diri.
Belajar dari word list atau word card hanyalah tahap awal dalam proses
mempelajari suatu kata (lihat Schmitt & Schmitt, 1995 untuk informasi lebih
lanjut). Word card merupakan alat belajar yang dapat digunakan untuk setiap
level vocabulary proficiency. Akan selalu ada kebutuhan untuk memberi
kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk bertemu dengan kata-kata yang
dipelajarinya melalui reading, listening dan speaking, selain pelajaran formal
ekstra mengenai kata-kata tersebut, collocate-nya, asosiasinya, makna-maknanya
yang berbeda, grammar, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan hubungan saling-
melengkapi antara belajar kata-kata baru secara kontekstual dan belajar secara
dekontekstual melalui word card.
Kata-kata apa yang dibutuhkan oleh mereka yang sedang belajar bahasa?
Kita akan melihat sejumlah daftar vocabulary penting berdasarkan frekuensi dan
me-review penelitian mengenai kelayakan General Service List (West, 1953).
Sebagian besar hitungan juga mempertimbangkan aspek rentangan (range), yaitu
kemunculan suatu kata pada beberapa sub-bagian dalam sebuah corpus
(McIntosh, Halliday, & Strevens, 1961).
Praktik menghitung kata sudah dilakukan sejak masa Yunani kuno
(DeRocher, 1973). Beberapa angka hitungan awal disebutkan dalam Fries &
Traver (1960). Cukup banyak daftar mengenai kata-kata yang paling sering
muncul dalam bahasa Inggris, dan beberapa di antaranya yang paling dikenal akan
dijelaskan di bawah ini.
1) General Service List (West, 1953). GSL mengandung 2.000 headword dan
dikembangkan pada tahun 1940-an. Angka frekuensi untuk sebagian besar
item didasarkan pada corpus tertulis yang terdiri dari 5.000.000 kata. Angka
persentase diberikan untuk berbagai meaning dan part of speech yang berbeda
dari headword tersebut. Walaupun sudah cukup tua, memiliki sejumlah
kesalahan, dan hanya berbasis pada bahasa tulisan, tetapi GSL masih menjadi
daftar terbaik yang ada karena informasi yang diberikannya mengenai
frekuensi meaning, dan penggunaan sejumlah kriteris secara hati-hati oleh
West selain aspek frekuensi dan rentangan.
2) Teachers Word Book of 30,000 Words (Thorndike & Lorge, 1944). Daftar
yang mencakup 30.000 lemma ini (atau sekitar 13.000 famili kata (Goulden,
Nation, & Read, 1990)) didasarkan pada penghitungan corpus tertulis yang
terdiri dari 18.000.000 kata. Kelebihannya terletak pada ukurannya, yang
didasarkan pada corpus yang sangat besar dan mengandung kata yang sangat
banyak sekali. Tetapi, daftar ini sudah cukup tua, didasarkan pada
penghitungan lebih dari enam-puluh tahun yang lalu.
3) American Heritage Word Frequency Book (Carroll, Davies, & Richman,
1971). Daftar komprehensif ini didasarkan pada corpus yang terdiri dari
5.000.000 running word yang berasal dari teks-teks tulisan yang digunakan di
berbagai sekolah di Amerika Serikat, dari berbagai level pendidikan (grade)
dan ranah ilmu atau bidang pelajaran yang berbeda. Kelebihan utama daftar
ini adalah fokusnya pada teks-teks sekolah dan pencantuman angka-angka
rentangan, yaitu frekuensi tiap kata dalam setiap level grade sekolah dan
dalam setiap bidang pelajaran.
4) Corpus Brown (Francis & Kucera, 1982), LOB, dan sejumlah corpus terkait
lainnya. Sekarang ada beberapa corpus tertulis yang masing-masing
mencakup sekitar 1.000.000 kata dan mewakili satu dialek bahasa Inggris
yang berbeda. Beberapa di antaranya telah mempublikasikan word list yang
terdiri dari lemma-lemma, yang diurutkan berdasarkan frekuensinya.
Daftar klasik kata-kata berfrekuensi tinggi adalah General Service List
(1953) karya Michael West. GSL dengan 2.000 kata ini banyak digunakan oleh
para guru dan perancang kurikulum karena kata-kata dalam satu famili dinyatakan
dengan frekuensinya masing-masing. Misalnya, ‘excited’, ‘excites’, ‘exciting’ dan
‘excitement’ berada di bawah headword ‘excite’. GSL dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat digunakan sebagai sumber acuan untuk menyusun teks-teks
reading tersimplifikasi ke dalam sejumlah tahapan atau bagian. West dan
beberapa koleganya telah menciptakan begitu banyak pembaca teks hasil
simplifikasi melalui vocabulary dalam GSL ini. GSL sebenarnya daftar yang
sudah sangat tua yang didasarkan pada sejumlah studi mengenai frekuensi kata
yang dilakukan selama beberapa dekade awal abad ke-20. Sejumlah keraguan
telah diarahkan pada kelayakan GSL karena masalah usianya (Richards, 1974)
dan relatif rendahnya coverage yang diberikan oleh kata-kata di luar 1.000 kata
pertama dalam daftar vocabulary tersebut (Engels, 1968).
Engels menunjukkan dua poin penting. Walaupun jika vocabulary terbatas
mampu meng-cover 95% bagian dari sebuah teks, masih jauh lebih banyak lagi
vocabulary yang dibutuhkan untuk meng-cover 5% sisanya (p. 215). Tetapi
Engels membuat estimasi berlebihan terkait jumlah vocabulary tersebut, yaitu
497.000 kata. Poin keduanya adalah bahwa jumlah vocabulary terbatas yang
dipilih oleh West (1953) bukanlah seleksi terbaik. Engels memeriksa 10 teks yang
masing-masing terdiri dari 1.000 kata. Dia mendapati bahwa GSL West plus
number (vocabulary angka) mampu meng-cover 81,8% running word (jumlah ini
tidak mencakup proper noun yang meng-cover 4,13%). Definisi Engels mengenai
apa yang harus dimasukkan ke dalam satu famili kata tidak sama dengan definisi
West, sehingga Engels menganggap bahwa GSL West mengandung 3.372 kata.
Hal ini karena Engels menganggap ‘flat’ dan ‘flatten’, serta ‘police’ dan
‘policeman’, masuk ke dalam famili kata yang berbeda. West memang
menggunakan angka-angka berbeda untuk item-item semacam itu, tetapi
mengindikasikan melalui format GSL bahwa kata-kata tersebut berada dalam
famili yang sama. Akan tetapi, perbedaan ini tidak mempengaruhi hasil. Engels
menganggap 1.000 kata pertama dalam GSL merupakan pilihan yang bagus
karena kata-kata tersebut berfrekuensi tinggi dan memiliki rentangan yang luas (p.
221).
Engels secara akurat mengungkapkan bahwa GSL tidak memberikan text
coverage 95%. Dia juga menyatakan bahwa kata-kata di luar 1.000 kata pertama
GSL ‘tidaklah tepat… [karena] kata-kata tersebut tidak bisa dianggap sebagai
kata-kata yang memiliki kegunaan umum (general-service word)’. Menurut
Engels, rentangan dan frekuensi kata-kata tersebut terlalu rendah untuk dapat
dimasukkan ke dalam GSL. Untuk kata-kata berfrekuensi rendah dalam GSL,
‘proses seleksinya harus diulang lagi dari awal’ (p. 226), dengan memberi
perhatian lebih pada pengelompokkan topik dan genre.
Hwang & Nation (1995) melakukan studi serupa. Hasil studi tersebut
hanya sebagian mendukung pendapat-pendapat Engels. 452 kata dalam GSL
dapat diganti dengan 250 kata yang berfrekuensi lebih tinggi dalam rentangan
sejumlah genre, tetapi perubahan text coverage totalnya masih sangat kecil—dari
82,3% ke 83,4%. Bahkan dengan menyesuaikan jumlah kata dalam GSL, 2.147
kata menjadi daftar baru berisi 1.945 kata, tetap tidak merubah selisih persentase
coverage sebesar 1,68%. Jadi, walaupun GSL perlu diganti karena usia, sejumlah
kesalahan, dan fokusnya pada teks tulisan, tetapi daftar ini masih menjadi daftar
vocabulary terbaik yang ada saat ini, dengan rentangan informasi yang
dikandungnya mengenai frekuensi relatif makna berbagai kata yang ada dalam
daftar tersebut. Dalam berbagai penelitian (Hwang, 1989; Hirsh & Nation, 1992;
Sutarsyah, Nation, & Kennedy, 1994) GSL telah memberikan coverage sebesar
78% - 92% dari beragam jenis teks tertulis, dengan coverage rata-ratanya sekitar
82%.
Engels (1968) mengkritik rendahnya coverage yang diberikan oleh kata-
kata di luar 1.000 kata pertama dalam GSL. Dia menemukan bahwa walaupun
1.000 kata pertama mampu memberikan coverage 73,1% running word dalam 10
teks yang diperiksanya—setiap teks mengandung 1.000 kata—tetapi kata-kata di
luar 1.000 kata pertama tersebut hanya mampu meng-cover 7,7% running word.
Para peneliti lain juga mendapati perbedaan serupa.
TABEL 3 Coverage 1.000 kata pertama dan 1.000 kata kedua dalam GSL
Peneliti 1.000 kata pertama 1.000 kata kedua TotalSutarsyah (1993)teks-teks akademik 74,1% 4,3% 78,4%
Sutarsyah (1993)sebuah teks Ekonomi panjang 77,7% 4,8% 82,5%
Hwang (1989)teks-teks beragam 77,2% 4,9% 82,1%
Hirsh (1992)novel-novel pendek 84,8% 5,8% 90,6%
Hal lain yang juga menarik adalah jumlah kata-kata yang berbeda (tipe
kata) dari 1.000 kata kedua yang sebenarnya muncul dalam beragam jenis teks
jika dibandingkan dengan teks-teks yang lebih homogen. Dalam teks apapun,
misalnya sebuah novel atau textbook, sekitar 400 hingga 550 kata dari 1.000 kata
kedua GSL benar-benar muncul. Tetapi, jika campuran beragam jenis teks yang
dilihat, maka sekitar 700 hingga 800 kata dari kelompok 1.000 kata kedua
tersebut yang muncul (Hirsh & Nation, 1992; Sutarsyah, Nation, & Kennedy,
1994).
1.000 kata kedua tersebut menunjukkan pola semacam ini karena memiliki
frekuensi lebih rendah ketimbang 1.000 kata pertama dan rentangan kemunculan
yang lebih kecil. Artinya, kemunculan (occurrence) kata-kata tersebut lebih
berkaitan erat dengan topik atau ranah ilmu teksnya ketimbang kata-kata dalam
kelompok 1.000 kata pertama yang memiliki kegunaan lebih umum dan rentangan
luas. Tetapi dengan beragam jenis topik dan genre, dan jumlah teks mencukupi,
1.000 kata kedua tersebut secara umum lebih berguna jika dibandingkan dengan
daftar-daftar kata lainnya.
Setelah 2.000 kata berfrekuensi tinggi dari GSL, vocabulary apa lagi yang
dibutuhkan seorang siswa ESL? Jawabannya tergantung pada tujuannya
menggunakan bahasa Inggris. Jika siswa tersebut tidak memiliki tujuan akademik
khusus, maka dia harus melatih strategi untuk mempelajari kata-kata berfrekuensi
rendah. Tetapi jika dia berniat untuk melanjutkan ke studi akademik di sekolah
tinggi ternama atau universitas, maka jelas dibutuhkan vocabulary akademik
umum. Vocabulary semacam ini dapat ditemukan dalam University Word List
(UWL) yang mencakup 836 kata (Xue & Nation, 1984; Nation, 1990).
UWL terdiri dari kata-kata yang tidak dicakup dalam 2.000 kata pertama
GSL tetapi sering muncul dan memiliki rentangan luas dalam berbagai teks
akademik. Rentangan yang luas berarti bahwa kata-kata tersebut muncul atau
digunakan tidak hanya dalam satu atau dua disiplin ilmu seperti Ekonomi atau
Matematika, tetapi juga dalam beragam ranah disiplin ilmu. Kata ‘frustrate’
misalnya, dalam UWL bisa dijumpai pada banyak disiplin ilmu berbeda. UWL
sebenarnya merupakan suatu kompilasi dari empat studi berbeda, Lynn (1973),
Ghadessy (1979), Campion & Elley (1971), dan Praninskas (1972). Berikut ini
adalah sejumlah item dari UWL.
accompany formulate index major objectivebiology genuine indicate maintain occurcomply hemisphere individual maximum passivedeficient homogeneous job modify persistedit identify labour negative quotefeasible ignore locate notion random(Nation, 1990)
Kelebihan UWL dapat terasa jika kita melihat coverage teks akademik
yang diberikannya.
TABEL 4 Coverage yang dihasilkan 2.000 kata pertama GSL dan UWL
Peneliti 2.000 kata pertama dalam GSL UWL TotalHwang (1989)teks-teks akademik
78,1% 8,5% 86,6%
Sutarsyah (1993)satu teks Ekonomi 82,5% 8,7% 91,2%
Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk teks akademik, pengetahuan mengenai
vocabulary UWL akan membuat perbedaan antara sekitar 80% text coverage (1
kata belum dikenal dari setiap 5 kata) dan 90% text coverage (1 kata belum
dikenal dari setiap 10 kata). Tabel 5 berikut yang diambil dari Hwang (1989)
menunjukkan sifat UWL yang agak lebih spesial.
TABEL 5 Coverage UWL pada beragam teks
Sumber 2.000 kata pertama (GSL) UWL Total
akademik 78,1% 8,5% 86,6%
surat kabar 80,3% 3,9% 84,2%
majalah populer dsb. 82,9% 4,0% 86,9%
fiksi 87,4% 1,7% 89,1%
Perhatikan rendahnya coverage UWL dalam karya fiksi. Surat kabar dan majalah
yang bersifat lebih formal menggunakan lebih banyak vocabulary UWL,
sementara teks akademik yang sangat formal menjadi teks yang paling banyak
mencakup vocabulary UWL. Karena itu UWL merupakan word list bagi siswa
dengan tujuan spesifik, yaitu academic reading. Maksud dibalik penyusunan
UWL adalah untuk menciptakan daftar serangkaian kata berfrekuensi tinggi bagi
mereka yang memiliki tujuan akademik, sehingga kata-kata tersebut dapat
diajarkan dan secara langsung dipelajari dengan cara yang sama seperti halnya
vocabulary dalam GSL.
Daftar frekuensi kata
Tema utama dalam makalah ini adalah bahwa kita harus mempunyai tujuan yang
jelas dan nyata untuk proses belajar vocabulary. Informasi mengenai frekuensi
kata akan memberikan dasar yang rasional untuk memastikan bahwa siswa
mendapatkan hasil yang setara atas usaha belajar mereka. Daftar frekuensi
vocabulary yang juga mempertimbangkan faktor rentangan memiliki peran
penting dalam perancangan kurikulum dan penetapan tujuan atau target belajar.
Hal ini bukan berarti bahwa siswa harus disajikan dengan daftar vocabulary yang
begitu banyak sebagai sumber belajar utama mereka, tetapi bahwa para perancang
program pendidikan harus memiliki daftar vocabulary sebagai acuan saat mereka
mempertimbangkan komponen vocabulary untuk suatu pelajaran bahasa. Guru
juga harus memiliki daftar referensi vocabulary untuk menentukan apakah suatu
kata tertentu layak mendapat perhatian lebih, dan apakah suatu teks sesuai untuk
kelasnya.
Adanya teknologi komputer dan sangat banyaknya corpus saat ini, telah
membuat pengembangan daftar vocabulary jauh lebih mudah ketimbang puluhan
tahun yang lalu saat Thorndike & Lorge (1944) dan sejumlah rekannya secara
manual menghitung 18.000.000 running word. Tetapi, pembuatan daftar frekuensi
bukanlah sekedar pekerjaan yang bersifat mekanis, dan judgement menurut
sejumlah kriteria yang kuat perlu dibuat. Di bawah ini adalah beberapa faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan daftar referensi vocabulary
berfrekuensi tinggi.
1) Representativitas (representativeness). Corpus yang dijadikan dasar
penyusunan harus secara memadai merepresentasikan penggunaan bahasa
dalam ruang lingkup yang luas dan beragam. Sebelumnya, kebanyakan word
list didasarkan pada corpus tertulis. Corpus lisan dalam jumlah yang memadai
perlu dipertimbangkan dalam penyusunan suatu general-service list. Corpus
lisan dan tulisan yang digunakan juga harus meliputi beragam tipe teks yang
cukup representatif. Sejumlah penelitian corpus yang dilakukan Biber (1990)
mengungkap bagaimana fitur-fitur tertentu bahasa terpusat pada tipe-tipe teks
tertentu juga. Corpus yang digunakan harus mengandung beragam tipe teks
penting sehingga bias terkait tipe teks tertentu tidak akan terlalu
mempengaruhi daftar yang dihasilkan.
2) Frekuensi dan rentangan (frequency & range). Sebagian besar studi mengenai
frekuensi kata telah mengakui pentingnya faktor rentangan kemunculan
(range of occurrence). Sebuah kata tidak dimasukkan ke dalam suatu general-
service list hanya karena kata tersebut sering sekali muncul. Kata ini harus
sering muncul dalam beragam jenis teks berbeda juga. Hal ini bukan berarti
bahwa frekuensinya kira-kira harus sama dalam beragam teks tersebut, tetapi
bahwa kata ini harus muncul dengan bentuk tertentu dalam sebagian besar
teks atau kategori-kategori teks yang berbeda.
3) Famili kata (word family). Penyusunan suatu general-service list
membutuhkan serangkaian kriteria nyata terkait form dan use seperti apa yang
akan dimasukkan ke dalam famili kata yang sama. Apakah kata ‘governor’
dihitung sebagai bagian dari famili kata ‘govern’? Saat membuat keputusan
semacam ini, kita perlu mempertimbangkan tujuan penyusunan daftar kata
tersebut dan kepada siapa daftar tersebut ditujukan. Selain mendasarkan
keputusan pada sejumlah fitur seperti regularitas, produktivitas, dan frekuensi
(Bauer & Nation, 1993), kita juga perlu memperhatikan kemungkinan mampu
tidaknya siswa melihat hubungan-hubungan tersebut (Nagy & Anderson,
1984).
4) Idiom dan ungkapan sehari-hari (idiom & set expression). Sejumlah item yang
lebih besar dari sebuah kata memiliki sifat seperti kata-kata berfrekuensi
tinggi. Artinya, item-item tersebut sering muncul sebagai satu unit atau
kesatuan (‘good morning’, ‘never mind’), dan makna mereka tidak terlihat
dari makna bagian-bagiannya (‘at once’, ‘set out’). Jika frekuensi item
semacam itu cukup tinggi untuk dapat dimasukkan ke dalam general-service
list seperti halnya kata-kata tunggal, maka mungkin sebaiknya dimasukkan.
Keputusan untuk memasukkan idiom sudah didukung dengan sejumlah
argumen kuat, sementara ungkapan sehari-hari dapat dikelompokkan di bawah
salah satu kata penyusunnya (tetapi silahkan lihat Nagy, dalam volume ini).
5) Rentangan informasi (range of information). Agar dapat digunakan
sepenuhnya dalam perancangan program pendidikan, daftar kata berfrekuensi
tinggi perlu mencakup informasi berikut ini untuk setiap kata (1) form dan
part of speech yang dimasukkan dalam satu famili kata, (2) frekuensi, (3)
makna dasar kata, (4) variasi meaning dan collocation, serta frekuensi relatif
makna dan penggunaanya, dan (5) batasan penggunaan kata terkait aspek tata-
krama, penyebaran geografis, dsb. Sejumlah kamus, terutama edisi revisi
COBUILD Dictionary, sudah mencakup banyak informasi ini, tetapi masih
belum lengkap. Beragam informasi tersebut perlu disajikan sedemikian rupa
sehingga dapat dengan mudah diketahui oleh guru dan siswa.
6) Kriteria-kriteria lainnya. West (1953:ix) mendapati bahwa kriteria frekuensi
dan rentangan saja tidak cukup untuk menentukan apa yang harus dimasukkan
ke dalam suatu word list yang dirancang untuk tujuan pengajaran. West
menggunakan kriteria (1) kemudahan atau kesulitan dalam belajar
[ease/difficulty of learning] (lebih mudah mempelajari makna terkait lainnya
dari sebuah kata yang sudah dikenal ketimbang mempelajari kata yang
berbeda), (2) kebutuhan mendesak [necessity] (kata-kata yang dapat
mengungkapkan gagasan yang tidak bisa diekspresikan dengan kata-kata lain),
(3) cakupan [cover] (tidak efisien jika mengungkapkan gagasan yang sama
dengan sejumlah cara berbeda; akan lebih efisien jika mempelajari sebuah
kata yang mencakup suatu gagasan yang benar-benar berbeda), dan (4) level
gaya bahasa dan kata-kata emosional [stylistic level & emotional word] (West
menganggap siswa ESL mula-mula membutuhkan vocabulary yang netral).
Salah satu dari sekian banyak temuan menarik dalam proyek COBUILD
adalah bahwa bentuk-bentuk berbeda dari sebuah kata seringkali
menampakkan ‘perilaku’ tidak sama, memiliki serangkaian collocate-nya
sendiri dan mengekspresikan cakupan meaning yang bervariasi (Sinclair,
1991). Pertimbangan seksama perlu diberikan pada berbagai kriteria ini dalam
tahap-tahap akhir penyusunan general-service list.
Dengan penekanan terus menerus pada aspek komunikasi dalam
pengajaran bahasa, maka ada kecenderungan untuk sedikit mengabaikan
pemilahan dan pengecekan language form dalam rancangan program pendidikan.
Sekarang karena manfaat pengajaran yang berfokus pada form telah ditanggapi
secara positif, kita pun mulai melihat perubahan sikap dalam memandang
vocabulary list dan berbagai studi mengenai frekuensi kata. Manfaat perhatian
terhadap prinsip-prinsip seleksi dan gradasi dalam pengajaran tetaplah penting
apapun pendekatan yang digunakan. Tujuan review berbagai temuan riset
mengenai vocabulary size dan vocabulary frequency ini adalah untuk
menunjukkan bahwa informasi di dalamnya dapat memberi manfaat yang begitu
besar baik bagi guru ataupun siswa.