Upload
bens-benk
View
660
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Perancangan Pompa Pengisi Air Ketel Uap Dengan Tekanan 9 Atm Dan Kapasitas 20 Ton Per Jam
Citation preview
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP
DENGAN TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20
TON/JAM
Disusun Oleh :
Nama : Rachmana Sandi
No. Mhs : 00.03.2239
Jurusan : Teknik Mesin
Program studi : Strata 1 (S-1)
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2008
i
PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP
DENGAN TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM
Tugas Akhir / Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh :
Nama : Rachmana Sandi
No Mhs : 00.03.2239
Jurusan : Teknik Mesin
Program Studi : Strata – 1
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2008
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul :
PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP DENGAN
TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM
Yang dibuat guna melengkapi salah satu persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada
Jenjang Strata-1 (S-1) Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri
Institut Sains Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Sejauh yang saya ketahui bukan
tiruan atau duplikasi dari tugas akhir yang sudah dipublikasikan dan atau pernah
dipakai untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di lingkungan Institut Sains dan
Teknologi AKPRIND Yogyakarta maupun di perguruan tinggi atau instansi
manapun, kecuali sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Dibuat di : Yogyakarta
Pada tanggal : 2 April 2008
Penulis
Rachmana Sandi 00032239
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP
DENGAN TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Nama : RACHMANA SANDI
No. Mhs : 00.03.2239
Telah Diterima dan Disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Kelengkapan Program
Studi Teknik Mesin Srata-1 (S-1), Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin
Instintut Sains dan Teknologi AKPRIND
Yogyakarta
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing II
(Ir. H. SAIFUL HUDA, MT) (AGOES DUNIAWAN, ST)
Mengetahui
Dekan Ketua
Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin
(Ir. JOKO WALUYO, MT) (Ir. TOTO RUSIANTO, MT)
iv
LEMBAR PENGUJI
PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP DENGAN
TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM
Tugas akhir/Skripsi
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang Pendadaran Tugas
Akhir Strata-1 (S-1) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut
Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Pada hari/tanggal : Rabu, 02 April 2008
Jam : 14.00 WIB
Tempat : Ruang Sidang Jurusan Mesin
Tim Pengunji Tanda Tangan
1. Ir. H. SAIFUL HUDA, MT ……………………………
2. AGOES DUNIAWAN, ST. ……………………………
3. Ir. HARY WIBOWO, MT. …………………………….
v
4.
KARYA INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA :
Ibunda dan Ayahanda tercinta yang selalu
mendidik dan memberi pengertian dengan
penuh kesabaran, penuh kasih sayang,
serta ikhlas dalam harap dan do’a selalu
dipanjatkan kehadiarat allah SWT.
Artiyati yang selalu memotifasi dan
menyertai terselesaikannya karya ini serta
kepercayaan dalam penantiannya yang
panjang.
Krue JMC dan JEEP D-ONE
You are the best brother I have
Thanks for gives more chalanges
vi
HALAMAN MOTTO
PERJUANGKAN SAMPAI HEMBUS NAFAS TERAKHIRMU APAKAH
BENAR ITU NASIB MU
(The Last Samurai)
TERUS BERUSAHA ADALAH KEWAJIBAN KITA, KEPADA ALLAH
KITA MEMINTA, DAN JANJINYA MEMANG NYATA
SESAL MEMANG DATANG KEMUDIAN, TAPI BUKAN UNTUK
DITANGISI DAN DIRATAPI LEBIH BAIK DIMENGERTI
DAN DIPAHAMI
INGATLAH KITA TERCIPTA DARI CAIRAN HINA, YANG BERASAL DARI SARI PATI TANAH
DAN AKAN KEMBALI KETANAH. TAPI DENGAN TAKWA KITA AKAN BAHAGIA
vii
CARILAH ILMU SAMPAI KE NEGERI CINA,
TAPI APALAH ARTINYA ILMU
TANPA NORMA DAN AGAMA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, barokah dan hidayah-Nya dan sholawat serta salam saya haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “PERENCANAAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP
DENGAN KAPASITAS 20 TON/JAM DAN TEKANAN 9 ATM”.
Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
program strata satu (SI) pada jurusan Teknik Mesin Institut Sains & Teknology
AKPRIND Yogyakarta.
Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penyusun mengucapkan
terima kasih kapada semua pihak yang telah dengan ikhlas dan keringan hati
membantu penyusunan laporan ini, dan penyususn mengucapkan terima kasih
kapada :
1. Ibunda dan Ayahanda tercinta serta Ibu dan Bapak mertua tercinta yang
dengan tulus telah mendidik,membiayai dan tanpa henti-hentinya selalu
berdoa untuk kelancaran dan keberhasilan dalam segala hal.
2. Bapak Prof. Dr Bambang Soedijonju Wiriaatmadja, selaku Rektor “Institut
Sains & Teknologi Akprid”
3. Bapak Ir. Toto Rusianto,MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin.
viii
4. Bapak Ir. Saiful Huda, MT, selaku Dosen Pembimbing Pertama Tugas
Akhir yang telah bersedia melungkan waktunya dan dengan sabar
memberikan bimbingannya.
5. Bapak Agas Duniawan, ST selaku Dosen Pembimbing Kedua yang selalu
sabar membimbing hingga terselesaikannya laporan skripsi ini.
6. Bapak Ir. Hary Wibowo, MT , selaku Dosen Penguji,saya ucapkan terimah
kasih
7. Adik-adik saya yang tercinta : Komala Dewi (Skripsinya cepat
diselesaikan ya sayang), Indri maryani selalu jadi pertimbangan dan
semangat a’a dalam perjuangan hidup.
8. Artiyati kekasih k’k tercinta, selangkah kedepan sudah terlampaui,
langkah selanjutnya k’k akan berusaha dan terus berusaha menuju
kepastian hidup dengan mu yang k’k damba.
9. Kakak ku : Utis Sutisna (pengalaman dan petuahnya begitu berharga
dalam hidupku), jangan bosan untuk perhatiin aku ya.
10. Ponakan-ponakan ku yang ganteng dan jail (lamba ade)
11. Krue JMC (thank’s for all brothers, keep save anyone)
12. Krue JEEP D-wan (dont’t worry be driver, cos N-SOBI give your
freedom)
13. Sahabat sejatiku : Awing “WIDI”(cepet diurus skripsimu, sayangi duit
mu), Tatang “ABAH”(beuteng kuruan tah meh maco), CIUT (terima kasih
atas bantuannya), Tri “Bikers cilacap” (makasih banyak bro, tapi motor
ix
mu minta naik piston mobil tuh biar bisa ngalahin gua), Raden “Bikers
Jatim” (rawat terus motor mu tapi ingat skripsimu cepat diselesaikan Bro).
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyususnan
skripsi ini dan bahkan masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu segala kritik
dan saran demi sempurnanya penyusunan tugas akhir ini sangatlah penyusun
harapkan.
Akhirnya penyusun mohon maaf apabila selama penyusunan skripsi ini
ada hal-hal yang kurang berkenan baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Semoga tugas akhir ini berguna bagi semua pihak, terima kasih.
Yogyakarta, 2 April 2008
Penyusun
(RACHMANA SANDI)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… iii
LEMBAR PENGUJI ………………………………………………… iv
LEMBAR PENETAPAN JUDUL ………………………………………… v
LEMBAR BIMBINGAN ………………………………………………… .vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ………………………………………… vii
MOTTO ………………………………………………………………… viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………… ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xvii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xx
ABSTRAKSI ………………………………………………………………… xxi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar belakang ……………………………………........ 1
1.2 Tujuan perencanaan ………………………………………… 2
xi
1.3 Rumusan masalah ………………………………………… 3
1.4 Batasan masalah ………………………………………… 3
1.5 Tinjauan pustaka ………………………………………… 4
1.6 Metode pengumpulan data ………………………………… 6
1.7 Sistematika penulisan ………………………………………… 7
BAB II LANDASAN TEORI ………………………………… 9
2.1 Pengertian dasar pompa ………………………………… 9
2.1.1 Pompa perpindahan positif ………………………… 9
2.1.2 Pompa perpindahan dinamis ………………………… 15
2.2 Spesifikasi pompa ………………………………………… 26
2.3 Head (kapasitas aliran) ………………………………… 28
2.3.1 Head total pompa ………………………………… 28
2.3.2 Head losses ………………………………………… 29
2.4 Air ketel ………………………………………………… 33
2.5 Kavitasi ………………………………………………… 35
2.5.1 NPSH ………………………………………………… 37
BAB III PEMILIHAN JENIS POMPA ………………………………… 41
3.1 Kapasitas pompa ………………………………………… 42
3.1.1 Head total pompa ………………………………… 43
3.1.1.1 Head statis ………………………………… 44
3.1.1.2 Head dinamis ………………………………… 44
3.2 Penentuan jenis pompa ………………………………… 56
3.3 Penentuan penggerak mula ………………………………… 57
xii
3.4 Penentuan jumlah tingkat ………………………………… 60
3.5 Daya poros ………………………………………………… 64
3.6 NPSH ………………………………………………………… 66
BAB IV PERENCANAAN BAGIAN-BAGIAN POMPA ………………… 71
4.1 Pengertian umum ………………………………………… 71
4.2 Dimensi impeller ………………………………………… 72
4.2.1 Diameter poros ………………………………… 72
4.2.2 Diameter sisi masuk ………………………………… 75
4.2.3 Sudut sisi masuk ………………………………… 79
4.2.4 Lebar sisi masuk ………………………………… 81
4.2.5 Diameter sisi keluar impeller ………………………… 83
4.2.6 Lebar sisi keluat impeller ………………………… 85
4.2.7 Koreksi terhadap jumlah sudu …………….…... 87
4.2.8 Segitiga kecepatan ………………………………… 88
4.2.8.1 Segitiga kecepatan sisi masuk impeller … 89
4.2.8.2 Segitiga kecepatan sisi keluar impeller … 90
4.3 Perencanan sudu impeller ………………………………… 94
4.3.1 Rangkaian hasil perhitungan impeller ………… 97
4.3.2 Lebar impeller untuk tiap titik ………………… 99
4.4 Perencanaan diffuser dan return channel ………………… 100
4.4.1 Diffuser ………………………………………… 101
4.4.2 Return channel ………………………………… 105
xiii
BAB V PERENCANAAN POROS DAN BANTALAN ………………… 108
5.1 Poros pompa ………………………………………… 109
5.1.1 Pengimbangan gaya aksial ………………………… 109
5.1.2 Perhitungan gaya aksial ………………………… 111
5.1.2.1 Cincin penahan aus ………………………… 114
5.1.3 Perhitungan gaya radial ………………………… 116
5.1.4 Bentuk impeller ………………………………… 117
5.1.5 Bentuk kopling ………………………………… 118
5.1.6 Kontruksi poros ………………………………… 121
5.1.7 Tinjauan poros terhadap bidang momen ………… 123
5.1.8 Pemeriksaan terhadap sudut puntir ………………… 129
5.1.9 Kontruksi tegangan yang terjadi pada poros ………… 129
5.1.10 Kntruksi tegangan yang terjadi pada alur pasak … 132
5.1.11 Kotak packing ………………………………………… 137
5.1.12 Tinjauan poros terhadap defleksi ………………… 139
5.2 Perencanaan bantalan ………………………………………… 141
5.2.1 Pelumasan bantalan ………………………………… 146
BAB VI EFISIENSI, KAVITASI DAN KARAKTERISTIK POMPA … 148
6.1 Efisiensi ………………………………………………… 148
6.1.1 Efisiensi volumetric ………………………………… 148
6.1.2 Efisiensi hidrolik ………………………………… 149
6.1.3 Efisiensi mekanis ………………………………… 150
xiv
6.2 Kavitasi ………………………………………………… 152
6.2.1 NPSH ………………………………………………… 153
6.2.2 NPSH yang dibutuhkan ………………………… 155
6.3 Karakteristik pompa ………………………………………… 157
6.3.1 Karakterisrik hubungan antara head dengan kapasitas... 158
6.3..2 Kurva head kapasitas pompa dan system ………… 164
6.3.2.1 Fluida horse power(FHP) ………………… 167
6.3.2.2 Daya untuk mengatasi kebocoran (HPL) … 167
6.3.2.3 Daya untuk mengatasi gesekan (HPDF) … 168
6.3.2.4 Daya untuk mengatasi kerugian hidrolis (HPHV). 168
6.3.2.5 Daya untuk mengatasi kerugian mekanis (HPM). 169
6.3.2.6 Brake horse power (BHP) ………………… 169
6.3.2.7 Efisiensi pompa ………………………… 169
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 172
7.1 Kesimpulan ………………………………………………… 172
7.2 Saran ………………………………………………………… 175
xv
DAFTAR GAMBAR
2.1 External-gear rotary pump ………………………………………… 12
2.2 Internal-gear rotary pump ………………………………………… 12
2.3 Single-screw pump ………………………………………………… 13
2.4 Two-screw pump ………………………………………………… 13
2.5 Three-screw pump ………………………………………………… 13
2.6 Swinging-vane pump ………………………………………………… 14
2.7 Sliding-vane pump ………………………………………………… 14
2.8 Two-lobe rotary pump ………………………………………… 14
2.9 Four-lobe rotary pump ………………………………………… 14
2.10 Pompa aliran campur ………………………………………………… 16
2.11 Pompa aliran aksial ………………………………………………… 17
2.12 Impeler jenis radial, hisapan ganda dan francis ………………… 18
2.13 Impeler jenis aliran campur dan jenis propeller ………………… 20
2.14 Pompa volute isapan tunggal ………………………………………… 20
2.15 Pompa diffuser isapan tunggal ………………………………… 21
2.16 Pompa aliran campur jenis volute ………………………………… 21
2.17 Pompa volute jenis isapan ganda ………………………………… 22
2.18 Pompa sentrifugal tingkat banyak ………………………………… 23
2.19 Pompa aliran campur mendatar ………………………………… 24
2.20 Pompa aliran aksial mendatar ………………………………………… 24
2.21 Pompa aliran campur tegak ………………………………………… 24
xvi
2.22 Gelembung akibat kavitasi ………………………………………… 36
2.23 NPSH, bila tekanan atmosfir bekerja pada permukaan air ………… 39
3.1 Instalasi pompa ………………………………………………… 41
3.2 Bentuk ujung masuk pipa ………………………………………… 48
3.3 Grafik daerah operasional pompa ………………………………… 57
3.4 Efisiensi standar pompa ………………………………………… 66
3.5 Bstas-batas kavitasi pompa ………………………………………… 70
4.1 Grafik koefisien kecepatan kcm1 dan kcm2 ………………………… 76
4.2 Profil impeller pompa sentrifugal ………………………………… 79
4.3 Bentuk sudu sisi masuk ………………………………………… 82
4.4 Sudu sisi keluar ………………………………………………… 86
4.5 Diagram segitiga kecepatan pada sudu-sudu ………………………… 89
4.6 Segitiga kecepatan sisi masuk ………………………………………… 89
4.7 Segitiga kecepatan sisi keluar ………………………………………… 90
4.8 Bentuk haluan impeller, sudut inlet dan sudut outlet ………………… 94
4.9 Metode point by point ………………………………………………… 95
4.10 Profil impeller ………………………………………………………… 97
4.11 Desain sudu impeller ………………………………………………… 99
5.1 Lubang pengimbang ………………………………………………… 110
5.2 Dimensi berat impeller ………………………………………… 117
5.3 Bentuk kopling flens luwes ………………………………………… 118
5.4 Konstruksi poros ………………………………………………… 122
5.5 Gaya beban yang menumpu poros ………………………………… 124
xvii
5.6 Diagram momen lengkung ………………………………………… 127
5.7 Faktor konsentrasi tegangan ( β ) untuk pembebanan puntir statis … 131
5.8 Faktor konsentrasi tegangan (α ) untuk pembebanan puntir statis … 133
5.9 Dimensi bantalan bola alur dalam ………………………………… 144
6.1 Batas-batas kavitasi operasi pompa ………………………………… 157
6.2 Kurva karakteristik pompa hubungan antara ∞tH , Htz, dan Hakt … 163
6.3 Kurva karakteristik hubungan antara Hakt dengan Hsistem ………… 165
6.4 Grafik Whp dan Bhp dari kapasitas bervariasi ………………… 171
xviii
DAFTAR TABEL
2.1 Data pemilihan pompa ………………………………………… 27
2.2 Sifat-sifat fisik air ………………………………………………… 34
3.1 Koefisien kerugian belokan pipa ………………………………… 54
3.2 Putaran sinkron motor listrik ………………………………………… 59
4.1 Harga β dan θ berbagai titik ………………………………… 98
4.2 Lebar laluan tiap titik ………………………………………………… 100
5.1 Ukuran kopling flens ………………………………………………… 119
5.2 Bantalan untuk permesinan ………………………………………… 143
6.1 Karakteristik pompa hubungan antara ∞tH , Htz dan Hakt ………… 163
6.2 Hubungan antara jumlah kerugian head isap, tekan dan statis dengan
Head system ………………………………………………………… 164
6.3 Harga dari Bhp dan opη pada setiap kapasitas ………………………… 170
xix
ABSTRAKSI
Pompa yang dirancang merupakan pompa untuk memindahkan air dari
Daerator ke ketel uap. Didalam pemilihan perancangan pompa ini dengan
menganalisis kondisi dilapangan dan paktor fluida serta kapasitas pemompaan,
maka dipilih pompa sentrifugal dengan aliran radial, karena listrik telah tersedia
maka penggerak menggunakan motor listrik dengan putaran 2950 rpm.
Dengan konstruksi pipa sederhana yang telah ada dilapangan maka pompa
ini bekerja untuk kebutuhan air minum dengan kapasitas 20 ton/jam dan head total
pompa sebesar 86 m. Dari kapasitas tersebut maka pompa dirancang
menggunakan enam tingkat (neka-tingkat) dengan enam impeller dilengkapi
diffuser.
Untuk menghindari dari kavitasi maka pompa harus mempunyai Net
Positive Suction Head (NPSH) yang tersedia > NPSH yang dibutuhkan. Dari
perancangan pompa ini NPSH yang tersedia sebesar = 6,9547 m dan NPSH yang
dibutuhkan sebesar = 1,909 m sehingga pompa yang dirancang aman dari
kavitasi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan moderen sekarang ini, kecanggihan teknologi sangat
diperlukan dan dilakukan riset-riset untuk inovasi baru dalam efisiensi kerja
alat, manusia dituntut untuk mencari jalan yang praktis dan efisien dalam
penggunaan peralatan untuk membantu kelancaran kegiatan kerjanya. Salah
satu contohnya adalah pada pompa sebagai alat untuk memindahkan fluida
yang penggunaanya meliputi berbagai bidang, baik untuk kebutuhan rumah
tangga maupun untuk kebutuhan industri.
Dalam dunia industri pompa merupakan salah satu alat pendukung dari
mesin-mesin konversi. Salah satunya adalah pendukung pada ketel uap pipa
air, dimana pompa berfungsi untuk mensirkulasikan air kedalam pipa-pipa
ketel untuk nantinya dijadikan uap keringbertekanan yang berguna sebagai
tenaga penggerak turbin atau mesin-mesin penggerak mula.
Dalam sirkulasi ketel uap (Steam Boiler), fluida (zat cair) yang akan
masuk merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan produk uap
yang diinginkan. Dimana untuk memasukan air ketelkedalam ketel digunakan
sebuah instalasi pompa yang biasanya kita sebut dengan pompa pengisi air
ketel uap.
Pada suatu instalasi ketel uap dibutuhkan pompa air yang dapat bekerja
dengan baik selama ketel uap beroperasi yaitu untuk memindahakan air
1
2
kondensat bertekanan tinggi dan biasanya bekerja dengan tekanan yang cukup
besar dan hasil kerja system ini biasanya dinyatakan dalam bentuk kecepatan
spesifik (ns) dari pompa, oleh karena itu dibutuhkan pompa sentrifugal
bertingkat.
Karena itu penyusun tertarik untuk mengangkat topik tersebut dalam
sebuah tugas akhir dengan judul “ Perancangan Pompa Suplai Air Ketel Uap
Pada Tekanan 9 Atm dan Kapasitas 20 Ton /jam “, disini penyusun
mengkususkan pada perancanaan pompa pengisi air ketel uap pada pabrik gula
dengan kapasias 20 ton/jam dan tekanan 9 atm. Fluida yang digunakan adalah
air hasil kondensasi dari proses masakan gula dan evaporator yang kemudian
diproses kembali, supaya air yang nantinya digunakan untuk mengisi ketel
tidak mengandung glukosa yang dapat menyebabkan kerusakan pada pipa-
pipa ketel.
1.2. Tujuan Perencanaan
Dalam tugas akhir ini yang dibahas adalah perancangan ulang pompa
pensuplai air untuk ketel uap (Boiler) yang sangat dibutuhkan efisiensi
kerjanya untuk mendukung kerja ketel uap dalam suatu perusahaan/instansi
yang menggunakan ketel uap sebagai tenaga penggerak. Serta perancangan ini
mempunyai tujuan agar penulis mampu menerapkan ilmu dan pengetahuan
yang diperoleh dibangku kuliah sesuai bidangnya sehingga siap menghadapi
dunia kerja. Adapun tujuan lain yaitu :
a. Untuk mengetahui dimensi pompa pengisi air ketel pada suatu
industri
3
b. Untuk merencanakan pompa yang dapat melayani pengisian air
ketel uap dengan tekanan kerja 9 atm dan kapasitas 20 ton/jam
1.3. Rumusan Masalah
Dalam perencanaan ini permasalahan yang dibahas adalah kontruksi dari
pompa yang digunakan untuk mengisi kebutuhan air dalam ketel uap selama
ketel tersebut beroperasi.
Dengan mengetahui data-data yang diperoleh dari survey lapangan
diharapkan penyusun dapat mengembangkan dan menggali lebih dalam
tentang pompa pengisi air ketel, data-data tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tekanan kerja ketel : 9 atm
b. Kapasitas ketel ( dalam hal ini uap jenuh) : 20 ton/jam
c. Suhu masuk ketel : 1100C
d. Blow down : 10%
e. Putaran motor penggerak : 2950 rpm
1.4. Batasan Masalah
Masalah pokok dari TA ini adalah merancang pompa untuk mensuplai air
kedalam ketel sehingga efisien dalam memenuhi kebutuhan ketel ,
Adapun batasan-batasan yang dimaksud yaitu perencanaan dimensi utama
pompa meliputi perencanaan :
a. Impeller dan sudu
b. Difuser
c. Rumah pompa
d. Poros
4
e. Bantalan
1.5. Tinjauan Pustaka
Budianto, 2003, Tugas Akhir, “ Perencanaan pompa untuk melayani
pengisian air ketel (Boiler) dengan tekanan kerja 19 Atm dan kapasitas 60
ton/jam ”. Jurusan Teknik Mesin, IST Akprind, Yogyakarta. Menyimpulkan
pompa yang dirancang adalah pompa pengisi air ketel uap dengan spesifikasi
sebagai berikut :
Jenis pompa : Sentrifugal
Jenis impeller : Impeller radial
Jumlah tingkat : 5 tingkat
Putaran : 2950 rpm
Head pompa : 2235 m
Kapasitas pompa : 68 ton/jam
Tekanan pompa : 23.5 atm
Daya poros : 73 Hp
Nyoman, 2006, Tugas Akhir, “ Perancangan pompa sentrifugal untuk
mensuplai air pada ketel uap di PG. Mojo Sragen “ menyimpulkan pompa
yang dirancang adalah pompa pengisi air ketel uap dengan spesifikasi sebagai
berikut :
Jenis pompa : Sentrifugal
Jenis impeller : Impeller radial
Jumlah tingkat : 4 tingkat
Putaran : 2950 rpm
5
Head pompa : 185 m
Kapasitas pompa : 40 ton/jam
Tekanan pompa : 17 kg/cm2
Daya poros : 37 Hp
Widhi A, 2003, Tugas Akhir, “Perancangan ulang pompa sentrifugal untuk
air pendingin kilang minyak dengan kapasitas 5900 m3/jam di area Utilities
PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap, Jurusan Teknik Mesin IST
Akprind, Yogyakarta, menyimpulkan bahwa :
Jenis Pompa : Sentrifugal
Jenis impeller : Impeller radial
Jumlah tingkat : 1 tingkat
Putaran : 1000 rpm
Head pompa : 38.1 m
Kapasitas pompa : 5900 m3/jam
Tekanan discharge : 4.4 kg/cm2
Tekanan suction : 1.77 kg/cm
Jajang J, 2006, Tugas Akhir, “Perencanaan pompa distribusi air bersih
PDAM di Kabupaten Cirebon”, Jurusan Teknik Mesin IST Akprind,
Yogyakarta, menyimpulkan bahwa :
Jenis pompa : Sentrifugal
Jenis impeller : Impeller radial (tertutup)
Jumlah tingkat : 1 tingkat
Putaran : 2950 rpm
6
Head pompa : 33 m
Kapasitas pompa : 38 m3/jam
NPSH : 7.1 m
1.6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penyusunan
laporan tugas akhir ini melalui beberapa metode, yaitu :
1. Metode Observasi
Melakukan pengamatan dan pencatatan dengan meninjau langsung
kelapangan serta melhiat secara lansung objek yang diteliti, sehingga akan
diperoleh data yang sistematis dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
2. Riset pustaka
Pengumpulan data-data yang diperoleh dari buku-buku referensi
diberbagai tempat dan sumber-sumber yang ada kaitanya dengan objek
yang diteliti, yang nantinya berguna untuk mengembangkan hasil
interview dan observasi.
3. Metode Interview
Suatu metode pengumpulan data, melalui wawancara dengan pihak
instansi/perusahaan yang bersangkutan untuk memperoleh data-data yang
diperlukan.
1.7. Sistematika Penulisan
Agar tugas akhir yang disusun dan dapat di mengerti dengan baik oleh
semua pihak,maka sistematika PERANCANGAN POMPA SUPLAI AIR
7
KETEL UAP PADA TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM
adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara singkat mengenai latar belakang
masalah, tujuan, pembatasan masalah, metode penelitian, sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi tentang pengertian / pandangan pengetahuan umum tentang
pompa
BAB III PERHITUNGAN HEAD TOTAL DAN KAPASITAS POMPA
Berisi tentang perhitungan perencanaan pompa untuk menghandle
kebutuhan ketel uap (Boiler) yang memiliki kapasitas 20 ton/jam dan
tekanan 9 atm.
BAB IV PERENCANAAN BAGIAN-BAGIAN POMPA
Berisi tentang perhitungan head loss pada pipa yang terjadi akibat
panjang pipa, perhitungan head loss yang terjadi akibat gate valve,
perhitungan head loss yang diakibatkan oleh kontraksi dari reservoir ke
pipa ,perhitungan penurunan tekanan pada gate valve, elbow dan tee,
kerugian gesek dan penurunan tekanan pada reducer.
BAB V PEMILIHAN POMPA
Berisi tentang pengertian pompa dan fungsinya, perhitungan NPSH (
Head Isap Positif Neto), efisiensi pompa, pemilihan pompa.
8
BAB VI PENUTUP DAN KESIMPULAN
Berisi tentang data spesifikasi dari penelitian baik data dari buku
pedoman maupun dari data yang terdapat dilapangan, serta kesimpulan
dari PERANCANGAN POMPA UNTUK MENSUPLAI AIR KETEL
UAP DENGAN KAPASITAS 20 TON/JAM DAN TEKANAN 9 ATM.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Dasar Pompa
Pompa merupakan suatu alat konversi energi yang digunakan untuk
memindahkan fluida dari satu tempat ketempat lain. Untuk memindahakn
fluida tersebut digunakan pipa-pipa sebagai saluran , energi aliran fluida itu
sendiri terdiri dari energi potensial, energi tekan dan energi kinetik (gerak).
Pompa beroperasi dengan mengadakan perbedaan tekanan antara bagian
masukan dan bagian keluaran. Fungsi pompa adalah mengubah atau
meneruskan tenaga mekanis suatu sumber tenaga menjadi tenaga fluidadan
mengatasi gesekan yang ada. Untuk menggerakan pompa perlu suatu sumber
tenaga yang dapat berupa motor listrik atau turbin uap.
Berdasarkan cara kerja, pompa dapat dibedakan menjadi :
2.1.1. Pompa Perpindahan Positif (Positive Displacement pumps)
a. Pompa Resiprokating
Pompa resiprokating adalah pompa yang mekanis kerjanya
menggunakan perantara elemen yang bergerak secara bolak balik
waktu memindahkan fluida kerja. Pompa resiprokating dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Menurut cara kerjanya (action)
- Pompa yang bekerja tunggal (single action pumps)
- Pompa yang bekerja ganda (double action pumps)
9
10
2) Menurut tekanan yang ditimbulkan
- Pompa tekanan rendah ( 0 -5 kg/cm2 )
- Pompa tekanan menengah ( 5-50 kg/cm2 )
- Pompa tekenan tinggi ( > 50 kg/cm2 )
3) Menurut kapasitasnya
- Pompa kapasitas rendah ( 0 – 20 m3/jam )
- Pompa kapasitas menengah ( 20 – 60 m3/jam )
- Pompa kapasitas tinggi ( > 60 m3/jam )
4) Menurut putaranya (Rpm)
- Pompa putaran rendah ( 0 – 80 )
- Pompa putaran menengah ( 80 – 150 )
- Pompa putaran tinggi ( > 150 )
5) Berdasar kontruksinya
- Pompa torak piston
- Pompa torak plunyer
- Pompa duplex, triplex
- Pompa horizontal dan vertical
Keuntungan pompa reciprocating :
1. Tekanan yang dihasilkan biasa tinggi, tergantung pada daya
penggerak pompa dan kekuatan bagian-bagian pompa.
2. Tekanan yang dihasilkan tidak tergantung pada kapasitas pompa.
3. Menghasilkan tekanan tertentu pada setiap putaran atau langkah
per menit.
11
4. Pompa dapat bekerja pada pengisapan kering.
Kerugian pompa reciprocating :
1. Gaya inersia yang timbul karena gerak bolak balik dari piston
mengakibatkan gerakan yang tidak mantap dari cairan didalam
pipa isap dan tekan.
2. Kerja pompa membutuhkan katup-katup, sehingga menambah
biaya pompa dan sering menimbulkan masalah.
3. Karena pompa jenis ini bekerja pada putaran rendah, sehingga
untuk mendapatkan kapasitas yang tinggi diperlukan ukuran yang
besar.
4. Pompa ini tidak sesuai untuk memompa cairan yang bercampur zat
padat.
b. Pompa Rotary
Pompa rotary adalah pompa perpindahan positif dimana energi
ditransmisikan dari mesin penggerak ke cairan dengan menggunakan
elemen yang berputar (rotor) didalam rumah (Casing). Pada waktu
elemen berputar didalam rumah pompa terbentuk kantong- kantong
yang mula-mula volumenya besar (pada sisi pemasukan) kemudian
volumenya berkurang (Pada sisi tekan/out let). Karena putaran tadi
konstan, maka cairan zat cair yang dihasilkan hampir merata
(uniform),. Ruang pemasukan pada pompa rotary harus dipisahkan
dengan ruang pengeluaran untuk mencegah aliran balik cairan dari
ruang pengeluaran ke ruang pemasukan. Pompa rotary banyak
12
dijumpai pada pemompaan zat cair yang viskositasnya lebih tinggi dari
air. Beberapa contoh pompa rotary yaitu :
1. Pompa roda gigi
Pompa ini mempunyai dua buah roda gigi/lebih dengan pengisian
luar (external) atau dalam (internal), salah satu dari poros yang
dipasang digerakan dan menggerakan poros dengan roda gigi lainya.
Zat cair mengalir antara gigi-gigi karena mata roda gigi saling
bebaskan rongga atau mata gigi lainya, sehingga zat cair dibawa atau
terbawa bergeraknya roda gigi. Untuk pengisian atau bentuk gigi dapat
kita gunakan provil-provil gigi involut, hiposiklida, spiral logaritmis,
busur lingkaran dan lengkung lainya. Pompa ini baik digunakan
sebagai pompa pelumas.
Gambar 2.1. External-gear rotary Gambar 2.2. Internal-gear rotary
pump pump
(Tyler G dan Edwards 1971 :33)
2. Pompa sekrup (ulir)
Prinsip sederhana pompa ini adalah pompa ulir poros tunggal oleh
gerak putar poros ulir. Pada sisi kempa terjadi tekanan letih, zat cair
13
akan mengalir sepanjang saluran yang dibentuk oleh ulir. Pada tekanan
yang lebih tinggi pada sisi kempa dan pada viskositas zat cair yamg
rendah kerugian yang terjadi dalam arus volume dapat menjadi lebih
besar, oleh sebab itu pompa ini hanya dapat dipergunakan untuk
tekanan lawan yang rendah. Pompa ini terdiri dari beberapa buah poros
ulir yang berputar saling menangkap dan terkurung oleh rumah pompa,
biasanya hanya digerakan oleh satu poros sekrup.
Gambar 2.3. Single-screw pump Gambar 2.4. Two-screw pump
Gambar 2.5. Three-screw pump
(Tyler G dan Edwards 1971 : 33)
3. Pompa Vane
Pompa berporos tunggal ini digerakan oleh sebuah rotor bentuk
silinder yang diberi aliran-aliran lurus disekelilingnya. Dalam aliran-
aliran ini dimasukan sudu-sudu lurus (dinding) yang dapat bergerak
secara radial karena gaya sentrifugal akibat perputaran rotor, maka
14
sudu-sudu akan tertekan kedinding dari rumah pompa dan timbulah
kincir-kincir yang terpisah satu sama lainya.
Gambar 2.6. Swinging-vane pump Gambar 2.7. Sliding-vane pump
(Tyler G dan Edwards 1971 : 34)
4. Pompa Lobe
Prinsipnya pompa ini menyerupai pompa roda gigi dalam mekanis
kerjanya dan memiliki dua atau lebih roda gigi yang terdiri dari dua
atau lebih lobe (cuping) pada tiap-tiap roda gigi, roda gigi berputar
serentak dengan perputaran positif dari roda gigi luar.
Gambar 2.8. Two-lobe rotary Gambar 2.9. Four-lobe rotary
pump pump
(Tyler G dan Edwards 1971 :32)
Keuntungan pompa rotary :
1. Ukuran keseluruhan lebih kecil
15
2. Lebih ringan
3. Aliran yang dihasilkan lebih merata
4. Putaran pompa bisa lebih tinggi, sehingga dapat dihubungkan
langsung dengan penggeraknya.
5. Bisa menghasilkan tekanan yang cukup tinggi.
6. Bisa bekerja pada pengisapan kering.
7. Bisa dipasang atau bekerja pada macam-macam posisi.
8. Randemen mekanisnya tinggi.
2.1.2. Pompa Perpindahan Dinamis (Non Positive Displacement Pumps)
Pompa perpindahan dinamik adalah jenis pompa yang dapat
memberikan energi secara terus menerus pada fluida kerjanya, diantaranya
a. Pompa Sentrifugal
Pompa digerakan oleh motor, daya motor diberikan pada poros
pompa untuk memutar impeler yang dipasangkan pada poros tersebut,
zat cair yang ada didalam impeler akan berputar karena dorongan
sudu-sudu. Karena timbul gaya sentrifugal, maka zat cair mengalir dari
tengah impeler keluar melalui saluran diantara sudu-sudu dan
meninggalkan impeler dengan kecepatan yang tinggi.
Zat cair yang keluar dari impeler kemudian melalui saluran yang
penampangnya makin membesar (volut/diffuser) sehingga terjadi
perubahan dari head kecepatan menjadi head tekanan. Maka zat cair
yang keluar dari flens keluar head totalnya bertambah besar.
Pengisapan terjadi karena setelah zat cair dilemparkan oleh impeller
16
ruang diantara sudu-sudu menjadi vakum, sehingga zat cair akan
terhisap masuk. Selisih energi per satuan berat atau hed total dari zat
cair pada flens keluar (tekan) dan Flens masuk (isap) disebut head total
pompa.
Pompa sentrifugal dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara,
yaitu:
a) Menurut jenis aliran dalam impeler
1. Pompa aliran radial (radial flow)
Pompa ini mempunyai kontruksi sedemikian rupa sehingga zat
cair yang keluar dari impeller akan tegak lurus pada poros
pompa (arah radial).
2. Pompa aliran campur (mexed flow)
Aliran zat cair didalam pompa waktu meninggalkan impeller
akan bergerak sepanjang permukaan kerucut (miring), sehingga
komponen kecepatannya berarah radial dan aksial (campur).
Gambar 2.10. Pompa aliran campur
(Sularso, 2000 : 8)
17
3. Pompa aliran aksial (axial flow)
Aliran zat cair yang meninggalkan impeler akan bergerak
sepanjang permukaan silinder (arah aksial).
Gambar 2.11. Pompa aliran aksial
(Sularso,2000 : 8)
b) Menurut jenis impeler
1. Impeler Jenis radial
Tinggi tekan umumnya sebagian besar disebabkan oleh gaya
sentrifugal. Impeller yang ditunjukkan pada gambar 2.5.(a) adalah
impeller yang dipakai untuk tinggi-tekan medium (menengah) dan
yang tinggi (kira-kira di atas 150 ft). impeler ini adalah jenis
impeler konvensional, dan secara praktis dipakai pada semua
mesin-mesin yang bertingkat banyak. Daerah kecepatan
spesifiknya pada umumnya adalah dari 500 sampai 3000.
perbandingan diameter buang (discharge) dengan diameter mata
sisi masuk (inlet eye diameter) adalah 2.
Bila jumlah yang lebih besar harus dipompakan, impeler
hisapan ganda, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5.(b) dapat
18
dipakai. Daerah kecepatan spesifik adalah kira-kira sama dengan
impeller hisapan tunggal. Impeller ini mempunyai keuntungan
yaitu dalam hal keseimbangan hidraulisnya, yakni gaya-gaya aksial
saling berlawanan dan saling menghilangkan.
2. Impeler Jenis Francis
Impeller jenis FrancisUntuk tinggi-tekan yang lebih rendah
sering dipakai impeller pembuangan radial, hisapan aksial (aksial
inlet radial discharge impeller) seperti yang ditunjukkan gambar
2.5.(c) perbandingan diameter buang (discharge) dengan diameter
mata masuk biasanya lebih kecil dari jenis pertama. Untuk
kapasitas dan tinggi-tekan yang ditentukan jenis impeller ini
beroperasi pada kecepatan yang lebih tinggi dari impeller yang
konvensional. Kecepatan spesifik adalah dari 1500 sampai 4500.
Sudut sudu sisi masuk harus berkurang sesuai dengan jari-jarinya
atau kecepatan keliling impeller, untuk menjamin masuknya fluida
secar mulus sehingga bentuknya menyerupai turbin Francis. Jenis
impeller ini dapat juga dipakai untuk impeller hisapan ganda.
Gambar 2.12. Impeler jenis radial, hisapan ganda, Impeler jenis Francis.
(Austin H.Church, 2000 : 53)
19
3. Impeler Jenis Aliran Campur
Tinggi tekan yang dihasilkan pada impeller jenis ini sebagian
adalah disebabkan oleh gaya sentrifugal dan sebagian lagi oleh
tolakan impeller. Aliran buangnya sebagian radial dan sebagian
lagi aksial, inilah sebabnya jenis impeller ini disebut jenis aliran
campur. Diameter buang rata-rata biasanya kira-kira sama dengan
diameter mata sisi masuknya, walaupun dapat juga lebih. Impeller
dibuat berbentuk sekrup (dibengkokkan 2 kali) untuk alas an yang
sama dengan impeller jenis Francis yang ditunjukkan pada gambar
2.5. Daerah kecepatan spesifiknya biasanya adalah antara 4500
sampai 8000.
4. Impeller Jenis Propeler
Praktis semua tinggi-tekan yang dihasilkan adalah akibat
tolakan sudu-sudu, aliran hampir seluruhnya seperti ditunjukkan
pada gambar 2.7. impeller ini mempunyai kecepatan spesifik yang
tertinggi (diatas 8000) dan kapasitas besar, disebabkan oleh
pengarahan yang sedikit diberikan pada fluida, impeller ini tidak
sesuai untuk tinggi hisap yang besar.
5. Tingkat yang Banyak
Impeler-impeler yang dijelaskan sebelumnya adalah impeller-
impeler yang digunakan untuk satu tingkat. Bila tinggi tekan yang
harus dihasilkan menjadi terlalu besar untuk impeller satu tingkat,
beberapa impeller dipasangkan pada satu poros secara seri Impeler
20
ini biasanya adalah impeller jenis radial seperti ditunjukan pada
gambar 2.5.(a) karena jenis impeller radial dapat menghasilkan
tinggi-tekan yang lebih besar daripada impeller-impeler jenis
lainya :
(a) (b)
Gambar 2.13. (a) Impeler jenis aliran-campur.
(b) Impeler jenis propeller
(Austin H.Church, 2000 : 54)
c) Menurut bentuk rumah
1. Pompa Volut
Sebuah pompa sentrifugal, dimana zat cair dari impeller secara
langsung dibawa kwrumah volut.
Gambar 2.14. Pompa volute isapan tunggal
(Sularso , 2000 : 7)
21
2. pompa Difuser
Pompa ini adalah pompa sentrifugal yang dilengkapi sudu
diffuser dikeliling luar impelernya.
Gambar 2.15. Pompa diffuser
(Sularso , 2000 : 8)
3. pompa aliran campur jenis volut
Pompa ini memiliki impeller jenis aliran campuran dan sebuah
rumah volut, disini tidak digunakan sudu-sudu diffuser
melainkan dipakai saluran yang lebar untuk mengalirkan fluida.
Gambar 2.16. Pompa aliran campur jenis volute
(Sularso , 2000 : 77)
d) Menurut sisi masuk impeler
22
1. Pompa isap tunggal
Pada pompa ini zat cair masuk dari satu sisi impeler saja,
kontruksinya sangat sederhana. Namun tekanan yang bekerja
pada masing-masing sisi impeler tidak sama, sehingga akan
timbul gaya axial kearah sisi isap.. gaya ini dapat ditahan oleh
bantalan axial untuk pompa ukuran kecil, sedangkan untuk
pompa besar harus dicari cara untuk mengurangi atau
meniadakan gaya axial ini.
2. Pompa isap ganda
Pompa ini memasukan air dari kedua sisi impeler. Impeler
ini pada dasarnya sama dengan dua buah impeler pompa isapan
tunggal yang dipasang secara bertolak belakang. Dengan
demikian gaya axial yang timbul akan saling mengimbangi
(menjadi nol).
Gambar 2.17. Pompa volute jenis isapan ganda
(Sularso , 2000 : 8)
e) Menurut jumlah tingkat
23
1. Pompa satu tingkat
Pompa ini memiliki satu impeler, head total yang timbul
hanya bersal dari satu impeler saja.
2. Pompa bertingkat banyak
Pompa ini menggunakan beberapa impeler yang dipasang
secara seri pada satu poros. Zat cair yang keluar dari impeller
pertama, dimasukan keimpeler berikutnyadan seterusnya
hingga impeller yang terakhir dan head total yang timbul
relative tinggi.
Gambar 2.18. Pompa sentrifugal bertingkat banyak
(Sularso , 2000 : 78)
f) Menurut letak poros
1. Pompa jenis poros mendatar
Pompa ini mempunyai poros dengan posisi mendatar.
24
Gambar 2.19. Pompa aliran campur mendatar
(Sularso, 2000 : 8)
Gambar 2.20. Pompa aliran aksial mendatar
(Sularso, 2000 : 8)
2. Pompa jenis poros tegak
Gambar 2.21. Pompa aliran campur tegak
(Sularso , 2000 : 27)
25
Pompa ini mempunyai poros dengan posisi tegak. Jenis
poros ini sering digunakan pada pompa aliran campur dan
pompa axial.
Pompa yang digunakan dalam perencanaan ini adalah pompa sentrifugal,
berdasarkan beberapa pertimbangan. Adapun keuntungan dari pompa
sentrifugal yaitu :
• Pada aliran volume yang sama, harga pembelian lebih murah
• Tidak banyak bagian-bagian yang bergerak jadi biaya pemeliharaan
rendah
• Lebih sedikit memerlukan tempat
• Jumlah putaran yang tinggi sehingga memberi kemungkinan untuk
pergerakan oleh sebuah electromotor
• Jalan operasionalnya tenang sehingga pondasi dapat dibuat ringan
• Aliran zat cair tidak terputus-putus
Dan kerugian-kerugian dari pompa sentrifugal yaitu :
• Rendemen lebih rendah terutama pada aliran volume yang kecil dan daya
dorong yang besar
• Dalam pelaksanaan normal (kondisi tertentu) tidak dapat menghisap
sendiri
• Kurang cocok untuk mengerjakan zat cair kental terutama pada aliran
volume kecil.
26
2.2. Spesifikasi Pompa
Dalam memilih suatu pompa untuk suatu maksud tertentu, terlebih dahulu
harus dimengetahui kapasitas aliran serta head yang diperlukan untuk
mengalirkan zat cair yang akan dipompa.
Selain dari pada itu, agar pompa dapat bekerja tanpa mengalami kavitasi,
perlu ditaksir berapa tekanan minimum yang tersedia pada sisi masuk pompa
yang terpasang pada instalasinya. Atas dasar tekanan isap ini maka putaran
pompa dapat ditentukan.
Kapasitas aliran, head, dan putaran pompa dapat ditentukan seperti
tersebut di atas. Tetapi apabila perubahan kondisi operasi sangat besar
(khususnya perubahan kapasitas dan head) maka putaran dan ukuran pompa
yang akan dipilih harus ditentukan dengan memperhitungkan hal tersebut.
Selanjutnya, untuk menentukan penggerak mula yang akan dipakai, harus
lebih dahulu dilakukan penyelidikan tentang jenis sumber tenaga yang dapat
digunakan di tempat yang bersangkutan.
Kapasitas pompa (Qp) dapat dicari dengan rumus :
Qp= Kapasitas air isian ketel + (10% x kapasitas air isian ketel) m3/jam…(2.1)
Suhu air isian (T)
T = 1100C
Y = 0.5906 kg/l (1/1000 m3
) = 950.6 kg/m3
Kapasitas total dari pompa (Qtp)
Qtp = Y
Qp ………...……………………………………………………….(2.2)
= (1 m/s = 103 liter/s)
27
= (1 liter/s = 0.264 gallon/s)
= ton/jam
= (1 gpm = 264.2 m3/menit)
Dimana :
Qtp = Kapasitas total dari pompa
Qp = Kapasitas pompa (ton/jam)
Y = Berat persatuan volume zat cair yang dipompa (kgf/I)
Contoh data yang umumnya diperlukan untuk memilih pompa disajikan
dalam Tabel 2.1.
Table 2.1. Data yang diperlukan untuk pemilihan pompa.
No Data yang diperlukan Keterangan
1 Kapasitas Diperlukan juga keterangan mengenai kapasitas
maksimum dan minimum.
2 Kondisi isap
Tinggi isap dari permukaan air isap ke level pompa.
Tinggi fluktuasi permukaan air isap.
Tekanan yang bekerja pada permukaan air isap.
Kondisi pipa isap.
3 Kondisi keluar
Tinggi permukaan air keluar ke level pompa.
Tinggi fluktuasi permukaan air keluar.
Besarnya tekanan pada air permukaan keluar.
Kondisi air pipa keluar
4 Head total pompa Harus di tentukan berdasarkan kondisi-kondisi di
atas
5 Jenis zat cair
Air tawar, air laut, minyak, zat cair khusus (zat
kimia), temperature, berat jenis, viskositas,
kandungan zat padat, dll.
28
6 Jumlah pompa
7 Kondisi kerja Kerja terus menerus, terputus-putus, jumlah jam
kerja seluruhnya dalam setahun
8 Penggerak Motor listrik, motor bakar torak, turbin uap
9 Poros tegak atau mendatar
Hal ini kadang-kadang ditentukan oleh pabrik
pompa yang bersangkutan bberdasarkan
instalasinya.
10 Tempat instalai Pembatasan-pembatasan pada ruang instalasi
11 Lain-lain
(Sularso dan Tahara, 2000 : 14)
2.3. Head
2.3.1. Head total pompa
Head total pompa merupakan pertambahan energi fluida antara sisi
inlet dan sisi outlet (head statis dan head dinamis).
Head statis adalah head yang besarnya tidak dipengaruhi oleh
kecepatan aliran (perbedaan tinggi permukaan air antara permukaan air
disisi keluar dan permukaan air disisi isap). Dan head dinamis besarnya
dipengaruhi kecepatan aliran fluida, head ini digunakan untuk mengatasi
kerugian-kerugian.
Untuk dapat menyediakan head total pompa agar mampu mengalirkan
jumlah air yang direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang
akan dilayani pompa. Head total pomp adapt dihitung menggunakan
rumus :
H = ha + ∆hp + h1 + g
Vd
2
2
…………………….…………………...(2.3)
Dimana :
29
H = Head total pompa (m)
Ha = Head statis total (m)
Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air disisi keluar :
tanda positif (+) dipakai apabila muka air disisi keluar lebih tinggi
dari pada sisi isap.
∆hp = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air
(m)
∆hp = hp2 – ∆hp2
H1 = Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan, dan lainya (m)
H1 = h1d + hls
Vd = Head kecepatan keluar (m)
g = Percepatan gravitasi (9.81 m/s2)
2.3.2. Head Losses
Head loss adalah suatu aliran fluida dalam pipa yang akan
menyebabkan gesekan antara fluida dengan permukaan dalam pipa.
Gesekan-gesekan tersebut merupakan kerugian-kerugian head, bisa juga
disebabkan oleh peralatan-peralatan yang ada disepanjang pipa yang
dilaluioleh fluida seperti Valve, Elbow, Tee dan lain-lain. Head loss bias
dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Head statis
Head statis adalah head yang besarnya tidak dipengaruhi oleh
kecepatan aliran fluida, head ini merupakan perbedaan tinggi antara muka
air disisi keluar dan sisi isap; (positif (+) apabila muka air disisi keluar
30
lebih tinggi dari pada sisi isap dan negative (-) apabila muka air disisi
keluar lebih rendah dari sisi isap. Untuk menghitung head ini digunakan
rumus :
Hst = (±Hs + Hd) m …………………………………………………(2.4)
Dimana :
Hst = Head statis
Hs = Tinggi permukaan (m)
Hd = Tinggi saluran pipa kebak penampung (m)
2. Head dinamis
Head ini besarnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran fluida,
head ini digunakan untuk mengatasi kerugian-kerugian gesek sepanjang
pipa dan kerugian-kerugian karena perubahan momentum selama cairan
mengalir. Dengan rumus :
Hdn = ∆hp + h1 + gvd
2
2
…….…………………..……………………….(2.5)
Dimana :
Hdn = Head dinamis
∆hp = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua
permukaan air (m)
h1 = Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan, dan lain-
lain (m)
Vd = Head kecepatan keluar
g = Percepatan gravitasi (9.8 m/s2)
Untuk kecepatan aliran pada sisi isap digunakan rumus :
31
V1 = AQ (m/s) …..………..……………………………………………(2.6)
V1 = 2
4 DQ
π (m/s)
Dimana :
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
Q = Kapasitas pompa (m3/jam)
D = Diameter pipa (m)
Kemudian untuk menentukan jenis aliran, dipakai bilangan Reynold,.
Yaitu :
Re = vDV . ….………………..………………………………….…(2.7)
Dimana :
Re = Bilangan reynold
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
D = Diameter pipa (m)
ν = Viskositas kinematik zat cair (m2/s)
Untuk mencari head loss pipa hisap ditentukan diameter pipa, diameter
pipa bias standar atau dicari menggunakan rumus :
Ds = xVs
xQtpxπ
1444 (Inch) …...…………………..………………...(2.8)
Dimana :
Vs = Kecepatan rata-rata sisi isap (ft/det)
Qtp = Kapasitas total pompa (ft3/det)
32
= (1 m3/det = 35.3134 ft3/det)
Kerugian head pada pipa hisap
Head loss mayor disebabkan karena adanya gesekan fluida dengan
permukaan dalam pipa yang tersentuh fluida. Gesekan fluida itu sendiri
disebabkan oleh kekasaran permukaan dalam pipa.
Hf1 = λ x DL x
xgVs2
2
(m) ….………………..…………………….(2.9)
Dimana :
λ = Koefisien kerugian gesek
L = Panjang pipa hisap (m)
Vs = Kecepatan aliran sisi isap (m/s)
g = Percepatan gravitasi (9.81 m/s2)
D = Diameter pipa isap (m)
Head loss minor Saat fluida mengalir dalam pipa akan terjadi
kerugian-kerugian akibat adanya peralatan-peralatan sepanjang jalur pipa
(distribusi air) head losss tersebut bermacam-macam dinamakan head loss
minor. Untuk menghitung head loss minor digunakan rumus :
Hf2 = λ x xg
Vs2
2
(m) …...……………………..…………………….(2.10)
Dimana :
Hf2 = Kerugian head untuk orifis (m)
λ = Koefisien kerugian gesek
Vs = Kecepatan aliran sisi isap (m/s)
g = Percepatan gravitasi (9.81 m/s)
33
2.4. Air Ketel
Umpan untuk membuat uap lazim disebut dengan air ketel, dalam hal ini
ketel harus bersih agar tidak menyulitkan operasi ketel. Air ketel biasanya
memiliki temperature yang cukup tinggi yaitu 70-110 0C, hal ini dilakukan
untuk menjaga agar jangan terjadi perbedaan suhu yang cukup besar antara air
pengisi ketel dengan air didalm ketel. Perbedaan suhu yang cukup besar dapat
menimbulkan tegangan-tegangan pada plat maupun sambungan ketel.
Dalam tugas akhir ini pompa yang direncanakan akan memompa air
dengansuhu 110 0C dari daerator ke ketel uap. Pada temperature yang cukup
tinggi akan menyebabkan besar kemungkinan terjadinya kavitasi pada pompa,
hal ini terjadi karena air isian akan lebih cepat mendidih pada tekanan rendah.
Performansi sebuah pompa dapat berubah-ubah tergantung pada
karakteristik zat cair yang dialirkan. Jadi, dalam menentukan spesifikasi
pompa, karakteristik ini harus diperhatikan. Sifat-sifat air dan beberapa fluida
penting diberikan dibawah ini
Berat per satuan volume, viskositas kinematik, dan tekanan uap air untuk
berbagai temperature diberikan didalam table 2.2.
34
Tabel.2.2. Sifat-sifat fisik air (air di bawah 1 atm, dan air jenuh di atas
1000C)
Temperature ( 0C )
Kerapatan (kg/ι)
Viscosias Kinematik
(m2/s)
Tekanan Uap jenuh (kgf/cm2)
0 5 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
0,9998 1,0000 0,9998 0,9983 0,9957 0,9923 0,9880 0,9832 0,9777 0,9716 0,9652 0,9581 0,9431 0,9261 0,9073 0,8869 0,8647 0,8403 0.814 0,784 0,751 0,17
1,792 x10-9
1,520 1,307 1,004 0,801 0,658 0,554 0,475 0,413 0,365 0,326 0,295 0,244 0,211 0,186 0,168 0,155 0,150 0,136 0,131 0,128 0,127
0,00623 0,00889 0,01251 0,02383 0,04325 0,07520 0,12578 0,20313 0,3178 0,4829 0,7149 1,0332 2,0246 3,685 6,303 10,224 15,855 23,656 34,138 47,869 65,468 87,621
(Sularso dan Tahara, 2000 : 24 )
Konversi Head ke pressure
Pressure (p) = Head (H) x Specific weight (∂ )
Atau H = ∂p
Jadi Pressure (psi) = 144
)( feetxhead∂
Atau
Pressure (psi) = 0.434 x head x specific gravity
35
Head (feet) = 2.31 x pressure (psi) x specific gravity
1 atmosfer (atm) = 14.696 ( )2Inclb
= 1.01325 x105 ( )2mN
= 2116 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
2ftlbf
= 760 (mmhg)
1 bar = 105 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
2mN = 100 Kpa = 14.504 psi
1 2mN = 1 Pascal (Pa) = 1.45038 x 10-4 ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛
2inlbf
1 2mKN = 1 kpa = 0.145 psi; 1 mmHg 0.0394 in.Hg = 133.3 Pa
1 mm H2O = 9.807 Pa; 101.325 Kpa = 760 mmHg = 29.92 in.Hg
= 14.7 psi
Specific volume : 1 kgm3
= 515.5 slugft 3
2.5. Kavitasi
Mengingat kavitasi adalah persoalan paling dalam pada masalah pompa,
maka dalam perencanaan ini akan dibahas beberapa hal mengenai kavitasi.
Bila tekanan dalam suatu titik dalam pompa turun menjadi lebih rendah dari
tekanan uap pada temperature cairnya, maka fluida ini akan menguap dan
membentuk suatu rongga uap. Gelembung-gelembung uap ini akan mengalir
bersam dengan aliran cairan sampai pada daerah yang lebih tinggi, dimana
pada daerah ini gelembung-gelembung akan mengecil dan pecah secara tiba-
36
tiba kearah dalam yang akan mengakibatkan suatu kejutan besar pada dinding
didekatnya, peristiwa ini disebut kavitasi.
Gambar 2.22. Gelembung akibat kavitasi
Peristiwa pecahnya gelembung-gelembung itulah yang menyebabkan
kerugian pada mesin-mesin fluida sehingga dengan adanya kavitasi,
menimbulakn pengaruh kurang baik pada daerah operasi pemompaan baik
pada pompa itu sendiri maupun pada instalasi ketel uap, pengaruh tersebut
antara lain :
a. Korosi
Apabila gelembung-gelembung uap tersebut mengalir sampai pada satu
daerah yang tekananya lebih besar dan sisanya adalah gas, reaksi kimia antara
gas-gas tersebut dengan logam akan menyebabkan terjadinya korosi.
b. Erosi
Masuknya fluida secara tiba-tiba kedalam ruangan yang terjadi akibat
gelembung-gelembung uap akan menyebabkan lubang-lubang pada sudu
impeller dan pada dinding rumah pompa yang disebut dengan erosi.
c. Suara dan getaran
Pada operasi pompa dengan kavitasi yang berlebihan akan menimbulkan
suara berisik dan menyebabkan timbulnya getaran pada pompa.
37
d. Penurunan kapasitas
Karena volume fluida yang berubah menjadi uap, maka pompa yang
mengalami kavitasi akan mengalami penurunan kapasitas pemompaan. Hal
ini disebabkan oleh bagian yang harusnya terisi oleh fluida ditempati
gelembung-gelembung uap.
e. Penurunan head dan efisiensi
Dimana energi yang timbul untuk melakukan percepatan pada fluida untuk
mendapat kecepatan yang tinggi dalam pengisian yang tiba-tiba menimbulkan
adnya ruang kosong, ruang kosong itu adalah suatu kerugian.
2.5.1. NPSH (Net Positif Suction Head)
Terjadinya kavitasi berkaitan dengan kondisi pompa pada sisi isap.
Tekanan isap minimum yang dimiliki pompa sehingga mampu
memasukan cairan kepompa disebut NPSH.
NPSH dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Tekanan absolute pada permukaan cairan yang dipompa
2. Tekanan uap jenuhnya pada permukaan cairan yang dipompa
3. Ketinggian permukaan cairan pada poros pompa
4. Kerugian yang disebabkan oleh gesekan atau turbulensi aliran
dalam pipa isap, antara permukaan cairan hingga kepompa.
NPSH dibedakan menjadi NPSH yang tersedia yang ditentukan
oleh system atau instalasi pemompaan serta NPSH yang dibutuhkan oleh
pompa yang ditentukan oleh pembuat pompa. Agar dapat bekerja tanpa
38
terjadinya gangguan kavitasi; maka pemompaan harus beroperasi pada
kondisi dimana:
NPSH yang tersedia > NPSH yang dibutuhkan
a). NPSH yang dibutuhkan
Tekanan terendah dalam pompa biasanya terjadi pada titik-titik
disekitar sisi masuk sudu impeller. Tekanan pada titik ini lebih rendah
dari tekanan pada lubang isap pompa karena adanya kerugian head pada
nozel isap serta kenaikan kecepatan aliran karena luas penampang yang
mengecil. Selanjutnya pennguapan cairan tidak akan terjadi jika tekanan
masuk pompa dikurangi dengan penurunan tekanan didalam pompa lebih
besar dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur operasi. Besarnya
penurunan head dalam pompa yang disebut dengan NPSH yang
dibutuhkan pompa yang besarnya ditentukan oleh pabrik pembuat pompa
melalui pengujian pompa sebenarnya.
Meskipun demikian kita memperkirakan besarnya NPSH yang
dibutuhkan (NPSHR) dengan persamaan:
NPSHR = σ x H (m) …………………..……………………(2.11)
Dimana :
σ = koefisien kavitasi thoma
H = head total pompa (m)
Untuk mengetahui besarnya koefisien kavitasi thoma dapat dicari dengan
gambar berikut:
39
Gambar 2.23. NPSH, bila tekanan atmosfir bekerja pada
permukaan air yang diisap
( Sularso dan tahara, 2000 : 44)
ns = n 4
3
21
Hn
Qn (rpm) ………..…..…………………..………………(2.12)
Dimana:
n = putaran (rpm)
QN = kapasitas (m3/detik)
HN = head total pompa (m)
b). NPSH yang tersedia
NPSHA = HlsHsPvPa−−−
γγ (m) …………..……………………(2.13)
Dimana :
Pa = tekanan atmosfer (kgf/m2)
Pv = tekanan uap jenuh pada temperatur (kgf/cm2)
40
= (1 kgf/cm2 = 98.1 kpa)
Hs = kerugian permukaan yang diisap (m)
Hls = kerugian head dalam pipa isap (m)
γ = Berat zat cair yang dipompa (kgf/m3)
41
BAB III
PEMILIHAN JENIS POMPA
Dalam memilih suatu pompa untuk digunakan pada suatu instalasi ketel
uap terlebih dahulu harus diketahui kapasitas dari aliran dan head yang
diperlukan untuk mengalirkan zat cair yang akan dipompakan. Gambaran
instalasi pompa ke ketel uap seperti pada gambar (3.1). Selain itu agar pompa
dapat bekerja tanpa mengalami kavitasi, perlu diketahui tekanan yang ada
pada sisi masuk pompa. Adapun sistem instalasi pompa sebagai berikut :
Gambar. 3.1. Instalasi Pompa
41
42
Berikut ini adalah data-data untuk perencanaan pompa :
Teakanan daerator : 1.5 atm
Blow down : 10%
Tinggi elevasi pipa isap : 7 m
Tinggi elevasi pipa tekan : 12 m
Diameter pipa isap : 4 inch
Diameter pipa tekan : 3 inch
Panjang pipa isap : 10 m
Panjang pipa tekan : 17 m
3.1. Kapasitas Pompa (Q)
Debit air efektif (Qp) dari kapasitas air sebanyak 20 ton/jam dapat
diketahui dari :
Qp = Kapasitas air isian ketel + (10% x kapasitas air isian ketel) …(3.1)
= 20 ton/jam + (10 % x 20 ton/jam)
= 22 ton/jam
= 6.1 kg/s
Suhu air isian (T)
Karena fluida yang dialirkan kedalam boiler memiliki temperature 1100C
untuk mengurangi perbedaan temperature didalam ketel dengan fluida yang
akan suplai ke ketel. Dan pada perancangan ini temperature fluida keluar
daerator adalah 1100C.
T = 1100C
Y = 0.9506 kg/L(1/1000 m3
) = 950.6 kg/m3
43
Qtp = Y
Qp …………………………………………………………(3.2)
= )/(6.950
)/(1.63mkg
skg
= 0.0064 m3/s
= 6.4 liter/s (1 m3/s = 103 liter/s)
= 1.69 gallon/s (1 liter/s = 0.264 gallon/s)
3.1.1. Head Total Pompa
Head total pompa adalah sama dengan pertambahan energi fluida
antara sisi inlet dan ujung sisi outlet. Head total adalah penjumlahan
dari dua head yaitu: head statis dan head dinamis. Maka head total
pompa dapat dirumuskan (Sularso dan Tahara, 2000 : 26) sebagai
berikut:
Ht = hst+ ∆hp + h1 + gd
2
2ν …………………………….......................(3.3)
Dimana :
Ht = Head total pompa (m)
Hst = Head statis total (m)
Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air disisi
keluar : tanda positif (+) dipakai apabila muka air disisi
keluar lebih tinggi dari pada sisi isap.
∆hp = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua
permukaan air (m),
∆hp = hp2 - ∆hp2
44
h1 = Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan,
sambungan, dll (m)
h1 = hld + hls
ν2d/2g = Head kecepatan keluar (m)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
3.1.1.1. Head Statis
Pada perancangan ini pompa yang dirancang termasuk pompa
positif sehingga head statisnya sebesar :
Hst = ( ± Hs + Hd ) …... ……………………………………(3.4)
Dimana :
Hst = Head statis (m)
Hs = Tinggi permukaan (m)
Hd = Tinggi saluran pipa kebak penampung (m)
Hst = ± Hs + Hd
= - 7 m + 12 m
= 5 m
3.1.1.2. Head Dinamis
Head ini digunakan untuk mengatasi kerugian-kerugian karena
perubahan momentum selama cairan mengalir, seperti telah
dijelaskan pada bab sebelumnya. Yang dirumuskan :
Hdn = ∆hp + h1 + gvd
2
2
…………………………………………(3.5)
Dimana :
Hdn = Head dinamis
45
∆hp = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua
permukaan air (m)
Hp = γp ; ∆hp = hp2 – hp1
h1 = Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan, dan
lain-lain (m)
Vd = Head kecepatan keluar (m)
g = Percepatan gravitasi (9.81 m/s2)
Untuk kecepatan aliran pada sisi isap digunakan rumus :
V1 = AQ (m/s) …………………………………………………(3.6)
V1 = 2
4 DQ
π (m/s)
Dimana :
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
Q = Kapasitas pompa (m3/jam)
= (0.0064 m3/det = 23 m3/jam)
D = Diameter dalam pipa (m)
= (4 inch = 101.6 mm = 0.1016 m)
Sehingga diperoleh :
V1 = 2)1016.0(4
0064.0xπ
; V1 = 0.79 m/s
Jadi kecepatan aliran dalam pipa isap = 0.79 m/s
46
Selanjutnya kita menetukan jenis dari aliran pipa isap, karena
untuk aliran laminar dan turbulen terdapat rumus koefisien kerugian
gesek yang berbeda. Sehingga untuk menetukan aliran dipakai
bilangan reynold yang dirumuskan (Sularso dan Tahara, 2000 : 28)
sebagai berikut :
Re =vDV .1 ………... ………………………………………(3.7)
Dimana :
Re = Bilangan reynold
V1 = Kecepatan aliran dalam pipa, = (0.79 m/s)
D = Diameter dalam pipa, = (0,1016 m)
v = Viskositas kinematik zat cair (m2/s)
= 0,269 x 10-6 (cairan pada suhu 1100 C)
Re = 610269,01016.079.0
−xx
= 297826
Re > 4000, maka aliran bersifat turbulen, untuk menghitung kerugian
gesek aliran turbulen dalam pipa dengan menggunakan rumus Darcy
& Hazen-Williams.
λ = 0,020 + D
0005,0 …………...…………………………….(3.8)
λ = 0,020 + 1016,00005,0
λ = 0,02492
47
a. Kerugian head pada sisi isap (∑∆hi)
1. Rugi-rugi hulu (pipa lurus)
Dihitung dengan persamaan darcy yang dirumuskan
(Sularso dan Tahara, 2000 : 26) sebagai berikut:
hfs = λ g
VDL
2
21 …………..……………………………..(3.9)
Dimana :
hƒs = Head kerugian gesek dalam pipa isap(m)
λ = Koefisien kerugian gesek = (0,02492)
g = Percepatan gravitasi (9,81m/s2)
L = Panjang pipa (m) = 10 m
D = Diameter dalam pipa = 0,1016 (m)
V1 = Kecepatan aliran dalam pipa, = (0.79 m/s)
hƒs = 0,02492 x1016.010 x
81.92)79.0( 2
x
hƒs = 0,078 m
2. Kerugian ujung masuk pipa:
hƒ1 = ƒ g
V2
21 ……………......................................................(3.10)
Dimana :
V1= Kecepatan aliran didalam pipa (m/s)
ƒ = Koefisien kerugian
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
hƒ = Kerugian head (m)
48
Gambar. 3.2. Berbagai bentuk ujung masuk pipa.
(Sularso dan Tahara, 23 : 2000)
(i). ƒ = 0,5
(ii). ƒ = 0,25
(iii) ƒ = 0,06 (untuk r kecil) sampai 0,005 ( untuk r besar )
(iv) ƒ = 0,56
(v) ƒ = 3,0 (untuk sudut tajam) sampai 1,3 (untuk sudut 450)
(vi) ƒ = ƒ1 + 0,3 cos θ + 0,2 cos 2 θ
dimana ƒ1 adalah koefisien bentuk dari ujung masuk dan
mengambil harga (i) sampai (v) sesuai bentuk yang dipakai.
ƒ diambil gambar (iii) sehingga diperoleh:
hƒ1 = 0,6 81,92)79.0( 2
x
hƒ1 = 0.019 m
3. Rerugi kecil (katup)
Rerugi kecil pada pipa isap disebabkan oleh adanya 2 buah
katup isap dengan saringan dan 1 buah bwlokan (elbow 900),
rerugi kecil tersebut dapat dihitung dengan persamaan :
a) 2 buah katup isap dengan saringan
hƒ2 = ƒv gV2
21 …………………............................................(3.11)
49
Dimana :
V1 = Kecepatan rata-rata didalam pipa = (0.79 m/s)
ƒv = Koefisien kerugian = (1,91)
(terdapat 2 katup isap dengan saringan pada
diameter > 100 mm)
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
hƒ2 = Kerugian head katup (m)
Sehingga diperoleh:
hƒ2 = 2 x 1,91 x 81,92)79.0( 2
x
hƒ2 = 0,12 m
b) Rerugi belokan (elbow 900)
hƒ3 = ƒ g
V2
21 ……………………………………………….(3.12)
Dimana :
V1 = Kecepatan rata-rata didalam pipa = (0.79 m/s)
ƒ = Koefisien kerugian = (1,129)
(terdapat 1 elbow 900)
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
hƒ3 = Kerugian head pada belokan pipa (m)
Sehingga diperoleh:
hƒ3 = 1,129 x 81,92)79.0( 2
x
hƒ3 = 0,036 m
50
kerugian (head loss) posisi isap (∑∆hs):
∑∆hs = hfs + hf1 + hf2 + hf3
∑∆hs = 0,078 m + 0.019 m + 0,12 m + 0.036 m = 0.253 m
Untuk kecepatan aliran pada sisi keluar diameter pipa keluar
(tekan) sebesar (D) = 3 inch = 0.0762 m dengan pertimbangan bahwa
diameter pipa isap ≥ diameter pipa keluar.
Maka untuk kecepatan aliran pada sisi keluar (tekan) adalah :
V2 = 2
4 DQ
π ………..............................................................(3.13)
V2 = 2)0762,0(4
0064,0π
= 1,4 m/s
Dan bilangan reynold aliran pada posisi keluar (tekan) adalah:
Re =vDV .2 …………..........................................................(3.14)
Dimana :
v = Viskositas kinematik zat cair (m2/s) lihat tabel 2.2
( 0.269 x 10-6 pada suhu 1100 C )
Re = 610269,00762,04,1
−xx
Re = 395844
Re > 4000, mka aliran bersifat turbulen, untuk menghitung kerugian
gesek aliran turbulen dalam pipa dengan menggunakan rumus
Darcy& Hazen-Williams (Sularso dan Tahara, 2000 : 29).
51
λ = 0,020 + D
0005,0 ………………….......................................(3.15)
Dimana :
D = diameter dalam pipa = (0,0762 m); dengan pipa baru
dari besi cor: sehingga (λ):
λ = 0.020 + 0762.000055.0
λ = 0.02656
1. Rerugi hulu (pipa lurus) pada sisi keluar (tekan)
Dihitung dengan persamaan (Sularso dan Tahara, 2000 : 28)
sebagai berikut :
hfs = λ g
VDL
2
22 ………..............................................................(3.16)
Dimana :
hƒs = head kerugian gesek dalam pipa tekan(m)
λ = koefisien kerugian gesek = (0,02656)
g = percepatan gravitasi = (9,81m/s2)
Ls = panjang pipa tekan (m) = (17 m)
D = diameter dalam pipa tekan = (0,0762 m)
V2 = kecepatan aliran dalam pipa tekan = (1,4 m/s)
hfs = 0,02656 x)81,9(20762,0
)4,1(17 2
xx
= 0.59 m
52
2. Kerugian pada ujung keluar pipa
hf1 = f g
V.2
22 …………………………………………………..(3.17)
Dimana :
f = koefisien kerugian = (1.0)
V2 = kecepatan rata-rata pipa keluar = (1.4 m/s)
g = percepatan gravitasi = (9.81 m/s2)
hf1 = Kerugian ujung keluar pipa (m)
hf1 = 1.0 x 81.92)4.1( 2
x
= 0.099 m
= 0.1 m
3. Rerugi kecil
Rerugi kecil pada pipa tekan ini di sebabkan
a) 2 buah katup cegah angkat bebas
hƒ2 = ƒ g
V.2
22 ...........................................................................(3.18)
Dimana :
V2 = Kecepatan rata-rata didalam pipa = (1.4 m/s)
ƒ = Koefisien kerugian = (1,44)
(terdapat 2 katup cegah angkat bebas pada
diameter <100 mm)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
hƒ2 = Kerugian pada katup cegah (m)
53
hf2 = 2 x 1.44 x )81.9(2
)4.1( 2
= 0.287 m
b) 1 buah katup sorong
Perhitungan menggunakan rumus sama dengan katup
cegah, hanya pada koefisien kerugian (f) katup sorong besarnya
0.14 pada diameter < 100 mm, sehingga :
hf3 = 0.14 x )81.9(2
)4.1( 2
= 0.0139 m
c) 1 belokan 900 (elbow 900)
hf4 = f g
V.2
22 ………………………………………………..(3.19)
Dimana :
V2 = Kecepatan rata-rata didalam pipa (1.4 m/s)
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
hƒ4 = Kerugian pada elbow (m)
ƒ = Koefisien kerugian (1,129)
Nilai f juga dapat dicari dengan menggunakan
rumus Fuller dengan R/D = 1 :
f = ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+
5.3
.2847.1131.0
RD
5.0
90⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ θ
.......................(3.20)
Dimana :
D = Diameter dalam pipa (m)
54
R = Jari-jari lengkung sumbu belokan (m)
θ = Sudut belokan (derajat)
f = Koefisien kerugian
Tabel.3.1. Koefisien kerugian belokan pipa
θ 5 10 15 22,5 30 45 60 90
ƒ Halus 0,016 0,034 0,042 0,066 0,130 0,236 0,471 1,129
kasar 0,024 0,44 0,062 0,154 0,165 0,322 0,654 1,165
( Sularso dan Tahara, 2000 : 34)
Karena nilai koefisien kerugian telah diketahui dari tabel, maka :
hf4 = 1.129 x )81.9(2
)4.1( 2
= 0.1127 m
Kerugian head (head loss) pada sisi keluar ( ∆∑ hd)
∆∑ hd = hfs + hf1 + hf2 + hf3 + hf4
= 0.592 m + 0.0713 m + 0.287 m + 0.0139 m + 0.1127 m
= 1.0769 m
Total head loss (HL) = ( hs∆∑ ) + ( hd∆∑ )
= 0.253 m + 1.0769 m
= 1.3299 m
Tekanan (P) yang bekerja pada kedua permukaan
Tekanan (P1) pada sisi isap (daerator) = 1.5 atm = 15000 kg/m2
Tekanan (P2) pada sisi keluar = 9 atm = 90000 kg/m2
hp∆ = hp2 – hp1
55
Hp = γP (m) .……………………………………………….(3.21)
Dimana :
P = Tekanan yang bekerja (kg/m2)
γ = Berat zat cair per satuan volume (kgf/m3)
= ( 0.9506 kg/l (1/1000 m3
) = 950.6 kg/m3 )
Hp1 = γ
1P
= 3
2
/6.950/15000mkgmkg
= 15.78 m
Hp2 = γ
2P
= 3
2
/6.950/90000mkgmkg
= 94.677 m
hp∆ = 94.677 m – 15.78 m
= 78.9 m
Head total pompa
H = ha + hp∆ + h1 + g
Vd
.2
2
………….…………………….(3.22)
Dimana :
H = Head total pompa (m)
ha = Head statis total (5 m)
hp∆ = Perbedaan head tekanan (78.9 m)
56
h1 = Berbagai kerugian head di pipa (1.3299 m = 1.33 m)
gVd
.2
2
= Head kecepatan keluar ()81.9(2
)4.1( 2
= 0.099 m = 0.1 m)
g = Percepatan gravitasi (9.8 m/s2)
H = 5 m + 78.9 m + 1.33 m + 0.1 m
= 85.33 m = 86 m
= 279.96 ft = 280 ft ( 1 m = 3.281 ft)
Qtp = 0.0064 m3/s = 0.384 m3/s
= 101.4 gpm ( 1 m = 3.281 ft)
3.2. Penentuan Jenis Pompa
Pemilihan jenis pompa air ketel uap dapat diketahui dari data-data pompa ,
adapun pemilihanya dapat dilihat dari kapasitas dan head pompa sebagai
berikut :
- Kapasitas pompa (Qtp) = 0.0064 m3/s = 0.384 m3/menit
= 6.4 liter /s (1 m3/s = 103 liter/s)
= 1.69 gallon/s (1 liter/s = 0.264 gallon/s)
= 101.45 gpm (1 gpm = 264.2 m3/menit)
- Head total pompa (H) = 85.33 m = 86 m
= 280 ft (1 m = 3.281 ft)
Secara sederhana pemilihan jenis pompa dapat dibantu menggunakan
gambar grafik berikut :
57
Gambar 3.3. Grafik daerah operasional berbagai jenis pompa
Dari gambar 3.3. Tampak bahwa pompa memiliki kapasitas sebesar 101.4
gpm, dan head pompa 325.90 ft,adalah pompa jenis Radial (sentrifugal)
3.3. Penentuan Penggerak Mula
Pemilihan penggerak mula pompa harus mempertimbangkan kondisi kerja
pompa serta ketersediaan tenaga di lokasi dimana pompa bekerja. Macam
penggerak mula pompa yang dipakai antara lain: motor listrik, motor baker
(torak), turbin gas maupun turbin uap. Adapun yang paling sering adalah
motor listrik, sedangkan turbin gas dan turbin uap hanya dipakai pada kondisi
khusus dalam industri. Motor listrik mempunyai keuntungan dan kekurangan
dalam pemakaiannya. Berikut keuntungan dan kerugian yang dimiliki oleh
motor listrik antara lain:
58
a. Motor listrik
Keuntungan :
- Motor listrik dapat dibuat dalam berbagai ukuran daya
- Kecepatan putar range yang cukup luas
- Pengoperasian dan perawatan mudah
- Ringan dan hampir tidak menimbulkan suara
- Jika tersedia jaringan listrik PLN maka ongkos akan
lebih murah.
Kerugian:
- Jika listrik padam pompa akan mati/tidak dapat
beroperasi
- Jika jarang di pakai maka biaya operasional akan mahal
- Jika tidak tersedia jaringan listrik maka biaya
penyambungan akan mahal
b. Motor torak
Keuntungan :
- Operasi tidak bergantung pada tenaga listrik dari PLN
- Biaya fasilitas tambahan bisa lebih rendah dari pada
motor listrik
Kerugian :
- operasi lebih berat dari motor listrik dan memerlukan
air dingin cukup banyak jumlahnya.
- Getaran dan suara mesin sangat besar
59
Maka dalam perencanaan pompa ini penulis memilih motor listrik sebagai
penggerak mula pompa yang kita akan rancang, karena selain memiliki
kelebihan diatas motor listrik induksi ini memiliki kelebihan lain:
- Konstruksi sederhana
- Easy handling
- Lebih murah dibandingkan tenaga penggerak lain
Kecepatan putar motor listrik induksi dirumuskan (Sularso dan Suga,
20002 : 15) sebagai berikut:
Nm = 120 ( )spF
−1 …………….………………………………….(3.23)
Dimana :
Nm = Actual speed of motor (rpm)
S = Slip
P = Jumlah kutub
F = Frekuensi (Hz)
Tabel 3.2. Putaran sinkron motor listrik
Jumlah kutub Putaran sinkron
2
4
6
8
10
12
3000 rpm
1500 rpm
1000 rpm
750 rpm
600 rpm
500 rpm
(Sularso dan Tahara, 2000 : 50)
60
nsyn = p
F.120 (rpm)
Dimana :
F = 50 Hz
P = 2
nsyn = 2
50120x
= 3000 rpm
Sedangkan slip pada motor sinkron tergantung dari besar kecilnya beban
motor, slip yaitu perbedaan antara kecepatan sinkron (nsyn) dan kecepatan
yang sebenarnya (nactual). Persentasi slip berkisar 1-2 %, diasumsikan slip
sebesar 1.7 %, maka:
Np = nsyn (1 - 1.7%) ………...………………………………..…….(3.24)
= 3000 (1 – 1.7%)
= 2949 rpm = 2950 rpm
Nslip = nsyn - np ……………….………………………………………………………………………(3.25)
= 3000 – 2950
= 50 rpm
3.4. Penentuan Jumlah Tingkat
Untuk pompa pengisian air ketel dengan head pompa yang tinggi, maka
pompa harus dibuat bertingkat dengan menggunakan rumus
i = 4
3 ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
sq
sp
nn
……………...……………………………………………(3.26)
61
Dimana :
i = Jumlah tingkat
nsp = Kecepatan spesifik dinamik
nsq = Kecepatan spesifik kinematik
Kecepatan spesifik pompa (ns) dengan head total yang tinggi dan kapasitas
aliran yang kecil cenderung mempunyai harga (ns) kecil, kecepatan spesifik
pompa ini adalah bukan bilangan tak bereliminasi jadi untuk bentuk impeler
yang sama harga (ns) dapat berbeda bergantug pada satuan yang dipakai untuk
menyatakan putaran penggerak pompa (n), kapasitas (H) dan head (H).
Penggerak yang digunakan yaitu motor 3 fase dengan (n) 2950 rpm, 50 Hz
dan tegangan 380 V.
Kecepatan spesifik kinematik
Kecepatan spesifik kinematik di definisikan sebagai kecepatan dari
impeller yang secara geometris sama dengan diameter tertentu apabila
ukurannya di ubah secara proposional agar dapat memberikan kapasitas 1
m3/detik pada tinggi tekan (head) 1 meter. Kecepatan spesifik kinematik (nsq)
dirumuskan (Lazarkiewics, 1965 : 49) sebagai berikut:
nsq = 4/3HtpQn
(rpm) ……….……………………………………….(3.27)
Dimana :
n = Putaran pompa ( 2950 rpm)
Qtp = Kapasitas total pompa (0.0064 m3/s)
H = Head total pompa ( 86 m)
62
nsq = 4/3860064.02950
= 8.357 rpm
Kecepatan spesifik dinamik
Kecepatan spesifik dinamik di definisikan sebagai kecepatan dari impeller
yang secara geometris sama, dimana untuk mengangkat cairan setinggi 1
meter membutuhkan daya sebesar satu hp dan kapasitasnya 0,075 m3/s.
Kecepatan spesifik dinamik dinyatakan dengan persamaan (Lazarkiewics,
1965 : 108) sebagai berikut:
nsp = C x nsq (rpm) …………….………………………………………….(3.28)
= 3.65 x 8.357
= 30.5 rpm
Bilangan bentuk
Selain besaran di atas, dikenal juga kecepatan spesifik yang menyatakan
bilangan bentuk (shape number) bilangan bentuk (nsf) dinyatakan dalam
persamaan (Lazarkiewics, 1965 : 120) sebagai berikut:
nsf = ( ) 4/3..60
..1000Hg
Qn …………...…………………………………………..(3.29)
= 4/3)86.81,9.(600064.0.2950.1000
= 25 rpm
Dari perhitungan di atas nampak bahwa
nsq < 30
nsp < 110
63
nsf < 90
Berdasarkan hal ini maka perencanaan impeller ini akan di gunakan
impeller dengan sudut single curvature.
Karena nsq sangat kecil dibandingkan dengan kecepatan spesifik nsp, maka
pompa dibuat bertingkat.
i = 3
4
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
sq
sp
nn
……………...……………………………………………(3.30)
= 3
4
356.85.30⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
= 5.62 = 6 Tingkat
Head tiap tingkat (Ht)
Ht = iH (m) ……………...…………………………………………….(3.31)
Dimana :
H = Head total pompa (86 m)
i = Jumlah tingkat (6 tingkat)
Ht = 6
86
= 14.33 m = 15 m
= 47 ft
Kecepatan spesifik dinamik tiap tingkat (nsp1)
nsp1 = 3,65 4/3150064.02950 ……………...……………………………….(3.32)
= 113 rpm
64
Kecepatan spesifik kinematik tiap tingkat (nsq1)
nsq1 = 4/3150064.0.2950 …………..……………………………………(3.33)
= 31 rpm
3.5. Daya Poros
Daya poros sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah dengan
kerugian yang terjadi pada pompa. Daya air merupakan energi yang secara
efektif diterima oleh air dari pompa persatuan waktu.
Pw = 0.163 x γ x Qtp x H ………………………………………………..(3.34)
Dimana :
Pw = Daya air (kw)
γ = Berat air persatuan volume ( 0.9506 kgf/l)
Qtp = Kapasitas (0.384 m3/m)
H = Head total pompa (86 m)
Pw = 0.163 x 0.9506 x 0.384 x 86
= 6.86 hp = 7 hp
Daya poros yang digunakan untuk menggerakan pompa
P = p
wPη
(kw) …………….………………………………………….(3.35)
Dimana :
P = Daya poros (kw)
Pw = Daya air (kw)
pη = Efisiensi pompa (pecahan)
65
P = 7,0
86,6
= 9,8 hp = 10 hp
= 7.3 KW
Efisiensi pompa bergantung pada kapasitas, tinggi tekan dan kecepatan
putaran penggerak pompa. Secara keseluruhan termasuk dalam kecepatan
spesifik, nilai kecepatan spesifik dapat ditentukan dengan rumus Austin .H
churc sebagi berikut :
ns = 4/3HQtpn
(rpm) ……………………………………………......(3.36)
Dimana :
ns = Kecepatan spesifik (rpm)
n = Putaran pompa (2950 rpm)
Qtp = Kapasitas total (101.4 gpm)
H = Head pertingkat (47 ft)
ns = 4/3474.1012950
= 1655.3 rpm
66
Gambar . 3.4. Efisiensi standar pompa
(Lazarkiewics, 1965 : 129)
Kecepatan spesifik di ketahui sebesar 1655.3 Rpm, kemudian untuk harga
kecepatan spesifik yang berkisar antara 500 - 1800 Rpm, maka didapat bentuk
impeller radial.
3.6. NPSH (Net positif suction head)
kavitasi akan terjadi apabila tekanan statis suatu aliran zat cair turun
sampai dibawah tekanan uap jenuhnya, untuk menghindari kavitasi, harus
diusahakan agar tidak ada suatu bagian pun dari aliran di dalam pompa yang
mempunyai tekanan statis lebih rendah dari tekanan uap jenuh cairan pada
temperatur yang bersangkutan.
67
Terjadinya kavitasi berkaitan dengan kondisi pompa pada sisi isap.
Tekanan isap minimum yang dimiliki pompa sehingga mampu memasukan
cairan kepompa disebut NPSH.
NPSH dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Tekanan absolute pada permukaan cairan yang dipompa
2. Tekanan uap jenuhnya pada permukaan cairan yang dipompa
3. Ketinggian permukaan cairan pada poros pompa
4. Kerugian yang disebabkan oleh gesekan atau turbulensi aliran
dalam pipa isap, antara permukaan cairan hingga kepompa.
NPSH dibedakan menjadi NPSH yang tersedia yang ditentukan oleh
system atau instalasi pemompaan serta NPSH yang dibutuhkan oleh pompa
yang ditentukan oleh pembuat pompa. Agar dapat bekerja tanpa terjadinya
gangguan kavitasi; maka pemompaan harus beroperasi pada kondisi dimana:
NPSH yang tersedia > NPSH yang dibutuhkan
1. NPSH yan tersedia
NPSHA = HlsHsPvPa−−−
γγ ………….…………………….(3.37)
Dimana :
Pa = Tekanan mutlak dalam daerator
= 1.5 atm = 151.95 kpa (1 atm = 101,3 kpa)
= 15498 kgf/m2 (1 atm = 10332,3 kgf/m2)
Pv = Tekanan uap jenuh pada temperatur 1100
= 1,5289 kgf/cm2 = 15289 kgf/m2
γ = 0,9506 kg/l = 950,6 kg/m3
68
Hs = Kerugian permukaan yang diisap (7 m)
Hls = hs∆∑ (Kerugian yang di sebabkan oleh gesekan atau
turbulensi aliran dalam pipa isap, antara permukaan cairan
hingga kepompa = 0,253 m)
NPSHA = 6.950
15489 - 6.950
15289 - (-7) – 0.253
= 6,9574 m
= 22,82 ft
2. NPSH yang diperlukan
Tekanan terendah dalam pompa biasanya terjadi pada titik-titik
disekitar sisi masuk sudu impeller. Tekanan pada titik ini lebih rendah
dari tekanan pada lubang isap pompa karena adanya kerugian head pada
nozel isap serta kenaikan kecepatan aliran karena luas penampang yang
mengecil.
Selanjutnya pennguapan cairan tidak akan terjadi jika tekanan
masuk pompa dikurangi dengan penurunan tekanan didalam pompa lebih
besar dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur operasi. Besarnya
penurunan head dalam pompa yang disebut dengan NPSH yang
dibutuhkan pompa yang besarnya ditentukan oleh pabrik pembuat pompa
melalui pengujian pompa sebenarnya.
Meskipun demikian kita memperkirakan besarnya NPSH yang
dibutuhkan (NPSHR) dengan persamaan:
NPSHR = σ x H ………...….…………………………………..(3.38)
69
Dimana :
σ = koefisien kavitasi thoma
H = head total pompa (282.2 ft)
Untuk menghitung nilai koefisien kavitasi thoma dapat
menggunakan bilangan kecepatan spesifik isap (S). Untuk pompa
bertingkat banyak tekanan tinggi (hisapan tunggal) harga S berkisar 5500
sampai 7500 (Austin H. Churc, 1944 : 82) diambil 7500, sehingga nilai
koefisien kafitasi Thoma :
σ = 3/4
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Sns ……………….……………………………………….(3.39)
Dimana :
S = Kecepatan spesifik hisap 7500 rpm
Ns = Kecepatan spesifik pompa
Ns = 4
3H
Qtpn
Dimana :
N = Putaran motor (2950 rpm)
Qtp = Kapasitas (0,0064 m3/s = 101,4 gpm)
H = Head total pompa (86 m = 282,2 ft)
= 4
32,282
4,1012950 = 431,4 rpm
Sehingga nilai koefisien kavitasi thoma adalah :
σ = 3/4
75004,431⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ = 0.022
70
Koefisien kavitasi thoma juga dapat dicari dengan gambar berikut :
Gambar. 3.5. Batas – batas kavitasi operasi pompa
(Austin H. Churc, 1994 :82)
Sehingga NPSHR = σ x H
= 0.022 x 282.2
= 6,2084 ft = 1,909 m
Maka didapatkan NPSHA > NPSHR yaitu 22,82 ft > 6,2 ft, pada
perencanaan ini pompa bekerja dengan baik tanpa mengalami kavitasi.
71
71
BAB IV
PERENCANAAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA POMPA
4.1. Pengertian Umum
Impeller merupakan saluran zat cair yang dilengkapi sudu-sudu yang
berfungsi untuk memberikan kerja pada cairan, sehingga energi yang
dikandung cairan akan bertambah. Cairan akan ikut berputar akibat dari
putaran impeller, maka akan timbul gaya sentrifugal sehingga cairan akan
mengalir dari sisi masuk impeller kesisi lainya melalui panjang sudu
keseluruhan dan head kecepatan cairan menjadi lebih besar. Energi kecepatan
didalam pompa dirubah menjadi head tekanan (H).
Impeller biasanya dicor dalam satu kesatuan untuk memperoleh efisiensi
yang tinggi juga permukaan impeller dibuat sehalus mungkin. Bentuk impeller
dan sudu harus disesuaikan dengan jenis zat cair, tekanan pembawa naik (head
tekan / H), kapasitas (Q), putaran (n), dan lain sebagai nya.
Bentuk ukuran dan kecepatan impeller, demikian juga jumlah sudu
mempunyai pengaruh besar terhadap tekanan naik dan aliran volume. Maka
semakin besar garis tengah impeller makin tinggi kecepatan, makin besar pula
tekanan naik yang dapat dicapai. Lengkungan sudu sedikit berpengaruh
terhadap tekanan naik yang akan dicapai akan tetapi sudu yang tepat lebih
penting untuk rendemen atau efisiensi dari pada tekanan aliran volume, dan
zat cair yang akan dipompakan sangat bergantung pada lubang impeller,
laluan lubang masuk dan lebar sudu harus memiliki ukuran yang tepat.
71
72
Tekanan naik pompa sentrifugal dapat diperbesar dengan menggunakan
lebih banyak impeller (bertingkat). Disini zat cair mula-mula melalui sebuah
impeller yang memberikan sebuah takanan tertentu. Sesudah itu zat cair yang
berada dibawah tekanan ini dibawa ke impeller berikutnya dan seterusnya
sampai tingkat terakhir.
4.2. Dimensi Impeller
Untuk merancang sebuah impeller, kita harus menghitung dimensi-
dimensi utama impeller yang meliputi ukuran diameter poros, diameter mulut
isap, diameter awal sisi masuk (ujung permulaan sudu), lebar roda, diameter
luar dan sudut sudu.
4.2.1. Diaemeter Poros
Diameter poros akan sangat di tentukan oleh besar dan jenis beban
poros yang di terima poros serta kekuatan dari bahan yang dipakai
sebagai poros. Diameter poros di desain sedemikian rupa sehingga
mampu menahan beban-beban dan gaya-gaya yang diterimanya. Sebuah
poros biasanya menahan beban-beban berikut:
1. Beban torsi (torsional force)
Beban ini disebabkan oleh putaran motor penggerak sehingga besar
kecilnya sangat tergantung dari daya yang ditransmisikan dan
kecepan putar motor penggerak.
2. Beban lengkung (handling force)
Beban ini terdiri dari beban mati dari poros itu sendiri, berat
impeller, serta bagian lain yang membebani poros. Selain itu juga
73
ditimbulkan oleh gaya radial lain yang membebani poros. Selain itu
juga ditimbulkan oleh gaya radial lain seperti gaya yang di timbul
akibat ketidak seimbangan massa yang berputar.
3. Gaya aksial
Beban ini diakibatkan oleh berat poros itu sendiri jika poros dipasang
vertikal serta dorongan dari arah aksial dari fluida yang di pompakan
akibat dari perbedaan tekanan fluida yang ada, pada beban ini
umumnya relative kecil.
Perhitungan awal, kita menentukan momen puntir yang dapat
dihitung dari persamaan (Sularso dan Suga, 1994 : 8) sebagai berikut :
T = 9,74 x 105 n
Pd …………………………………………………(4.1)
Dimana :
Pd = Daya rencana (dari hasil perhitungan pada bab sebelumnya
didapatkan 10 hp = 7.3 KW)
n = Kecepatan putaran penggerak (2950 rpm)
T = 9,74x 105 295010
= 3301,695 kg.mm = 3302 kg.mm
Selanjutnya poros pompa dipilih bahan dari baja karbon S55C
dengan kekuatan tarik σb = 66 kg/mm2 yang menggunakan standar
industri jepang JIS G 4501. Besarnya tegangan geser yang di ijinkan (τa)
dapat di hitung dengan menggunakan persamaan.
74
aτ = 2.1 ff
B
SSσ …………………………………………………(4.2)
Dimana :
Bσ = Kekuatan tarik poros (66 kg/m2)
Sf1 = Faktor keamanan kelelahan puntir diambil = 5
Sf2 = 1,3 sampai 3,0 (faktor keamanan, jika poros diberi alur
pasak diambil 3,0)
aτ = 0,3.5
66
= 4,4 kg/mm2
Diameter poros (ds) dapat di hitung dengan persamaan (Sularso
dan Suga, 1994 : 8) sebagai berikut:
ds = 3
1
..1,5⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛TCbkt
aτ …………………………………………(4.3)
Dimana :
ds = Diameter poros (mm)
Kt = Faktor koreksi pembebanan punter tumbukan
Cb = Faktor koreksi pembebanan lentur
T = Momen puntir (3302 kg.mm)
aτ = Tegangan geser (4,4 kg/mm2)
Faktor koreksi beban kejut yang di anjurkan oleh ASME adalah :
Kt = 1 jika beban di kenakan secara halus
= 1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan/tumbukan
75
= 1,5 – 3,0 jika beban yang dikenakan terjadi kejutan besar (dalam
perencanaan diambil = 3.0)
Sedangkan faktor koreksi beban lentur (Cb) adalah :
Cb = 1,2 – 2,3 jika di perkirakan terjadi beban lentur
= 1,0 jika diperkirakan tidak terjadi beban lentur
Diasumsikan terjadi beban lentur, sehingga diambil Cb = 2.0
sehingga di dapat diameter poros sebesar
ds = 3/1
3302.0,2.0,3.4,41,5
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
= 28,4 mm
Diameter poros minimal adalah 28,4 mm. Selanjutnya diambil
poros dengan diameter 30 mm. Ukuran poros diperbesar untuk
mengantisipasi beban lengkung.
4.2.2. Diameter Sisi Masuk
Pada saat impeller berputar, fluida kerja mendapatkan tambahan
energi sehingga keluar impeller dengan kecepatan tinggi. Namun tidak
seluruh fluida mengalami hal yang sama. Ada bagian lagi yang dialirkan
kesisi isap, jumlah total fluida yang melewati impeller adalah jumlah
fluida yang keluar dari discharge pompa di tambah dengan fluida yang
kembali lagi kesisi isap. Meskipun kebocoran ini tidak di pengaruhi
head pompa, namun sangat berpengaruh terhadap kapasitas fluida yang
melewati impeller. Sehingga pada perhitungan kapasitas fluida perlu di
masukan harga efisiensi Volumetric (ηv)
76
Kecepatan meredian pada sisi masuk (Cm1) dihitung dengan
persamaan ( Lazarkiewics, 1965 : 133) sebagai berikut :
Cm1 = Kcm1 Hg..2 …………………………………………(4.4)
Dimana :
H = Head pertingkat (15 m)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
Kcm1 = Koefisien kecepatan pada sisi isap (dari grafik)
Gambar. 4.1. Grafik koefisien kecepatan kcm1 & kcm2
Dari grafik diatas dapat dicari besarnya Kcm1, berdasarkan
kecepatan spesifiknya. Untuk nsq = 30,9 diperoleh harga kcm1 = 0,17
Cm1 = 0,17 15.81,9.2
= 2,91637 m/s
Harga kecepatan aksial air masuk (Co) untuk pompa dengan end
suction adalah :
Co = (0,9 – 1,0) Cm1 ……………………………………........(4.5)
77
Besar kecepatan aksial air masuk impeller biasanya sebesar 1,5 m/s
hingga 6 m/s, namun untuk kasus tertentu bisa mencapai 12 m/s. Jika
kita ambil asumsi bahan besarnya kecepatan aksial cairan untuk impeller
sebesar 0,97 maka :
Co = 0,97 x 2,91637
= 2,8288 m/s
Kapasitas pompa dengan kerugian kebocoran (Q1) merupakan hasil
dari kapasitas total dibagi efisiensi volumetric, dan diperoleh nilai seperti
dibawah ini :
Q1 = v
Qη
…………………………………………………………(4.6)
Dimana :
Q = Kapasitas total pompa (0,0064 m3/s = 101,4 gpm)
vη = Efisiensi volumetric ( 0,90)
Q1 = 90,0
0064,0
= 0,0071 m/s
= 112,5 gpm
Sehingga kita cari luas penampang masuk impeller (Ao) dengan
menggunakan persamaan :
Ao = CoQ1
…………………………………………………………(4.7)
= 8288,20071,0
78
= 0,002509891 m2
= 2509,9 mm2
Selanjutnya kita hitung diameter hubungan (dh) dengan
menggunakan persamaan ( Lazarkiewics, 1965 : 132) sebagai berikut:
dh = (1,3-1,4).dsh …………………………………………………(4.8)
= 1,3 x 30
= 39 mm
Luas penampang hubungan (Ah) adalah :
Ah = 4π dh
2 ……………………………………………........(4.9)
= 414,3 (39)2
= 1193,98 mm2
Diameter hubungan belakang (dh1) dicari dengan persamaan:
dh1 = (1,35-1,5) dsh ………………………………………..(4.10)
= 1,45 x 30
= 43,5 mm
Selanjutnya kita cari luas penampang masuk total (AO,) yang
merupakan penjumlahan dari luas penampang sisi masuk impeller (AO)
dari luas penampang hubungan (Ah) :
Ao1 = Ao + Ah ………………………………………………..(4.11)
= (2509,89 + 1193,98) mm2
= 3703,87 mm2
79
Kemudian kita cari diameter inlet impeller (do) dengan
menggunakan persamaan :
do = π
1.4 Ao ………………………………………………..(4.12)
= 14,3
87,3703.4
= 68,69 mm
Gambar. 4.2. Profil Impeller pompa sentrifugal
(Lazarkiewics, 1965 : 126)
4.2.3. Sudut Sisi Masuk ( 1β )
Pada perencanaan ini, sudu direncanakan adalah sudu dengan
kelengkungan tunggal (single curvature). Sebelum mencari sudut sisi
80
masuk, terlebih dahulu kita cari besarnya kecepatan keliling posisi inlet
impeller, yaitu dengan menggunakan persamaan (Lazarkiewics, 1965:
133) sebagai beikut:
u1 = 60
.1 ndπ ………………………………………………………..(4.13)
Dimana :
d1 = do = Diameter sisi masuk impeller (68,69 mm = 0,06869 m)
n = Kecepatan putar poros (2950 rpm)
Pada perencanan pompa ini mempunyai nilai nsf = 25 rpm sehingga
sudu akan dirancang lurus dan d1 dibuat sama dengan do sehingga
diperoleh :
u1 = 60
2950.06869,0.14,3
= 10,6 m/s
Dengan mengasumsikan bahwa sudut α1 adalah 900, maka arah
aliran memasuki sudu impeller dalam arah radial (tegak lurus sumbu
poros impeller) dan harga β1 berkisar antara 150- 300, mka sudut sisi
masuk sudu (β1) adalah :
tg β1 = 1
1
UCm ………………………………………………………..(4.14)
= arc tg 6,10
91637,2
= 15,3760
Penyelidikian yang telah kita lakukan pada pompa sentrifugal
menunjukan bahwa debit optimal pada kondisi efisiensi maksimum
81
adalah lebih kecil dari yang seharusnya dimiliki agar dapat mencapai
debit yang di inginkan maka sudut β1 harus diperbesar seharga δ1
berkisar antara 20 – 60 ( ibid hal 135). Pada perancangan ini diambil
harga δ1 = 2,50, sehingga diperoleh:
β11 = β1 + δ1 ………………………………………………..(4.15)
= 15,376 + 2,5
= 17,8760 = 180
Sehingga untuk harga meredian ( Cm11) adalah sebesar:
Cm11 = u1 tg β1
1 ………………………………………………..(4.16)
= 10,6 tg 180
= 3,44 m/s
4.2.4. Lebar Sisi Masuk
Lebar sisi masuk impeller (b1) dirumuskan :
b1 =1
1
.dAπ
………………………………………………..(4.17)
Dimana :
A1 = Luas penampang sisi masuk (mm2)
d1 = Diameter sisi masuk impeller (mm)
Dengan mengasumsikan bahwa jumlah sudu impeller (z) adalah 7
buah, maka panjang lingkar antar sudu atau panjang pitch pada posisi
masuk impeller (t1) adalah :
t1 = zd1.π ………………………………………………………..(4.18)
82
= 7
69,68.14,3
= 30,8 mm
Gambar. 4.3. Bentuk sudu sisi masuk inlet
(Lazarkiewics, 1965 : 84)
Tebal pada posisi dan arah keliling (Su1) ditentukan dengan persamaan :
Su1 = 1
1
sin βS ………………………………………………..(4.19)
Dimana :
S1 = Tebal sudu sisi masuk (diambil 2,5 mm)
Su1 = 018sin5,2
= 8,09 mm
Selanjutnya kita cari, besar koefisien penyempitan pada sisi masuk
(φ), yaitu dengan menggunakan persamaan:
ϕ = 11
1
ustt−
..………………………………………………(4.20)
=09,88,30
8,30−
= 1,356
83
Luas penampang sisi masuk impeller (A1) ditentukan dengan
menggunakan persamaan :
A1 = mlC
Q1
ϕ ………………………………………………..(4.21)
= 1,356 91637,20071,0
= 0,003301227 m2
= 3301,227 mm2
Lebar sisi masuk impeller (b1) adalah :
b1 = 69,68.14,3
227,3301
= 14,56 mm = 15 mm
4.2.5. Diameter Sisi Keluar Impeller
Sebelum menghitung diameter sisi keluar impeller, perlu terlebih
dahulu di hitung keliling pada sisi keluar impeller, yang dirumuskan
( Lazarkiewics, 1965 : 138) sebagai berikut:
u2 = ( )pthmm CHg
tgC
tgC
++⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+ 1..
.2.2 2
22
ββ ……………………......(4.22)
Dimana :
Cm2 = Kecepatan meridian pada sisi keluar (m/s)
β2 = Sudut sisi keluar sudu, dibatasi 100 - 400
diambil sudut β2 = 230
g = Percepatan gravitasi ( 9,81 m/s2)
Hth = Head teoritis untuk impeller dengan jumlah sudu
84
terbatas (m)
1+Cp = Koreksi pfielderer untuk impeller dengan jumlah
terbatas antara 1,25-1,35.
Besarnya head teoritis (Hth) dihitung dengan menggunakan
persamaan :
Hth = h
Hη
………………………………………………………..(4.23)
Dimana :
H = Head pompa pertingkat (15 m)
hη = Efisiensi hidrolis ( 0,65)
Hth = 65,0
15
= 23,076 m
Besarnya kecepatan meridian pada sisi keluar (Cm2) ditentukan
dengan persamaan :
Cm2 = Kcm2 Hg..2 ………………………………………..(4.24)
Dari grafik koefisien kecepatan terhadap kecepatan spesifik untuk
nsq, dan H pertingkat = 15 m. Diperoleh harga Kcm2 = 0,125
Cm2 = 0,125 15.81,9.2
= 2,14439 m/s
Selanjutnya kita periksa harga Cm2 dan Cm1 :
1
2
m
m
CC
= antara 0,7-0,75
85
91637,214439,2 = 0,735 (memenuhi syarat)
Selanjutnya kita hitung besar kecepatan keliling pada sisi keluar :
u2 = 23.2
14439,2tg
+ )35,1.(076,23.81,923.2
14439,2+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛tg
= 20,079 m/s
Selanjutnya kita hitung besar diameter luar impeller dengan
kecepatan putaran penggerak (n) 2950 rpm :
d2 = nu..60 2
π ………………………………………………..(4.25)
= 2950.14,3
079,20.60
= 0,130 m = 130 mm
4.2.6. Lebar Sisi Keluar Impeller
Jika kecepatam meredian (Cm2) konstan sepanjang sisi outlet dan
koefisien desak di asumsikan berkisar antara 1,05 – 1,1 maka lebar sisi
keluar impeler (b2) dapat dihitung dengan persamaan:
b2 =2
2
.dAπ
………………………………………………..(4.26)
Dimana :
A2 = Luas penampang sisi keluar impeller (mm2)
d2 = Diameter sisi keluar impeller (mm)
Kita cari lebar pitch pada sisi keluar sudu (t2), dengan persamaan :
t2 = zd 2.π ……………………………………………......(4.27)
86
Dimana :
z = Jumlah sudu (7)
d2 = Diameter impeller (130 mm)
t2 = 7130.14,3
= 58,31 mm
Gambar. 4.4. Sudu sisi outlet
(Lazarkiewics, 1965 : 85)
Ketebalan sudu pada sisi keluar dalam arah keliling (S2) dihitung
dengan persamaan :
Su2 = 2
2
sin βS ………………………………………………..(4.28)
Dimana :
S2 = S1 = 2,5 mm
2β = 230
Su2 = 23sin5,2
= 6,398 mm
87
Koefisien desak ( 2ϕ ) disisi outlet dihitung dengan persamaan :
2ϕ = 22
2
uStt−
………………………………………………..(4.29)
= 398,631,58
31,58−
= 1,123
Besarnya φ2 dibatasi antara 1,05 – 1,1 (ibid hal 139), sehingga
harga perhitungan dapat diterima.
Luas penampang sisi outlet (A2) dihitung dengan persamaan :
A2 = ϕ2
1
mCQ ………………………………………………..(4.30)
= 1,123 14439,20071,0
= 0,0037182135 m2
= 3718,213 mm2
Selanjutnya kita hitung lebar outlet impeller (b2) :
b2 = 2
2
.dAπ
………………………………………………..(4.31)
= 130.14,3213,3781
= 9,108 mm
4.2.7. Koreksi Terhadap Jumlah Sudu
Penetapan asumsi untuk jumlah sudu sebanyak 7 buah pada
impeller perlu dicek ulang dengan menggunakan rumus persaman
(Lazarkiewics, 1965: 138) sebagi berikut:
88
z = 6,5 mdddd βsin
12
12
−+ ………………………………………..(4.32)
Dimana :
D1 = Diameter ujung sisi masuk impeller (68,69 mm)
D2 = Diameter ujung sisi keluar impeller (130 mm)
2
21 βββ +=m ; 1β = 180, 2β = 230
z = 6,5 69,6813069,68130
−+ sin ⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
22318
= 7,3
= 7 sudu
Dengan demikian asumsi bahwa jumlah sudu sebanyak 7 buah
dapat diterima.
4.2.8. Segitiga Kecepatan
Lintasan dan kecepatan partikel-partikel fluida melalui suatu
impeler akan berbeda menurut pengamat yang sedang berdiri di tanah,
dengan pengamat lain yang ditempatkan di dalam impeler yang berputar.
kecepatan partikel relatif terhadap tanah disebut kecepatan absolut;
kecepatan yang relatif terhadap impeler di sebut kecepatan relatif. untuk
fluida yang mengalir melalui impeler yang sedang berputar, u adalah
kecepatan suatu titik pada impeler tersebut relatif terhadap tanah, adalah
kecepatan absolut partikel fluida yang mengalir melalui impeler terhadap
tanah, dan w adalah kecepatan partikel fluida relatif terhadap impeler.
89
Gambar. 4.5. Gambar diagram segi tiga kecepatan pada sudu-sudu
(Lazarkiewics, 1965 : 76)
4.2.8.1. Segitiga Kecepatan Sisi Masuk Impeller
Pada pompa sentrifugal, kecepatan fluida bisa dilukiskan
dalam tiga vector kecepatan yang membentuk segitiga. Untuk
segitiga sisi masuk dapat di gambarkan sebagai berikut
Gambar. 4.6. Segitiga kecepatan sisi masuk
(Lazarkiewics, 1965 : 91)
Pada gambar nampak bahwa sudut datang sebesar 900,
artinya fluida datang memasuki impeller dalam arah radial atau
tegak lurus dengan pompa.
90
Dari perhitungan sebelumnya maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
u1 = 10,6 m/s
Cm1 = 2,91637 m/s
Cm1 = 3,444 m/s
11β = 180
Dengan menggunakan persamaan segitiga maka didapat kecepatan
relative fluida disisi masuk adalah :
W1 = 11
11
sin βmC
………………………………………..(4.33)
= 18sin
91637,2
= 9,437 m/s
4.2.8.2. Segitiga Kecepatan Sisi Keluar Impeller
Segitiga kecepatan sisi keluar menunjukan penomena yang
berbeda dengan kecepatan disisi masuk, seperti tampak pada
gambar berikut:
Gambar.4.7. Segitiga Kecepatan Sisi Keluar.
(Lazarkiewics, 1965 : 91)
91
Dari perhitungan sebelumnya, didapat :
u2 = 20,079 m/s
Cm2 = 2,14439 m/s
2β = 230
ϕ 2 = 1,123
Kecepatan meridian dekat outlet :
Cm21 =
2
2
ϕmC
………………………………………………..(4.34)
= 123,1
14439,2
= 1,909 m/s
Selanjutnya kita dapat menetukan kecepatan absolute dalam
arah tangensial di sisi outlet impeller dengan menggunakan
persamaan:
Cu2 = U2 – Wu2 ………………………………………..(4.35)
Dimana :
Wu2 = 2
2
tan βmC
………………………………………..(4.36)
= 23
14439,2tg
= 5,0518 m/s
Sehingga diperoleh
Cu2 = 20,079 – 5,0518
= 15,0272 m/s
92
Penyimpangan aliran fluida yang terjadi saat air mengalir
melewati laluan sudu yang mengakibatkan turunnya kecepatan
absolut dalam komponen tangensial. Hal ini menyebabkan air
meninggalkan impeller dengan sudut yang lebih kecil dari sudut β2.
fenomena ini disebut slip, besarnya slip (µ ) yang terjadi di peroleh
dengan persamaan:
µ = 1 - z
2sin βπ ………………………………………..(4.37)
= 1 - 7
23sin.14,3
= 0,825
Besarnya kecepatan meridian dalam komponen tangensial :
Cu21 = µ .Cu2 ………………………………………..(4.38)
= 0,825 . 15,0272
= 12,397 m/s
12β = arc tan
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
− 122
12
u
m
CuC
= arc tan ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡− 397,12079,20
909,1
= arc tan 0,248
= 13,90
W2 = 2
2
sin βmC
………………………………………..(4.39)
= 23sin
14439,2
93
= 5,488 m/s
Dari persamaan segitiga diperoleh :
α2 = arc tan ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
2
2
u
m
CC ………………………………..(4.40)
= arc tan ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡0272,15
14439,2
= arc tan 0,1427
= 8,120
α21 = arc tan
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡1
2
12
u
m
CC
………………………………..(4.41)
= arc tan ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡397,12
909,1
= arc tan 0,1539
= 8,7490
Dari perhitungan diatas nampak bahwa terjadi pembesaran
sudu d2. hal ini karena disebabkan adanya pengaruh jumlah sudu
serta adanya aliran pusar yang mengakibatkan turunnya kecepatan
absolut dalam arah tangensial.
94
4.3. Perencana Sudu Impeller
Gambarr 4.8. Bentuk haluan impeller, sudut inletβ1, sudut outlet β2.
(Lazarkiewics, 1965 : 131)
Dalam perencanaan sudu impeller ini banyak hal yang harus diperhatikan
antara lain mengenai bentuk sudu yang akan dipilih, karena hal ini sangat
mempengaruhi unjuk kerja pompa yang dirancang. Laluan sudu gerak yang
berurutan, panjang sudu gerak dalam hal ini panjang laluan dapat berbeda
untuk d1, d2, sudut β1, β2, serta jumlah sudu yang sama. Dalam melukis laluan
sudu harus benar-benar memperhatikan factor geometri lengkungan sudu
terhadap fluida kerja.
Pada laluan yang pendek (sudut over lapping kecil), perubahan sudut
lengkungan atau divergensi sangatlah besar. Hal ini harus dihindari karena
akan menyebabkan kerugian pemisahan dan pusaran (turbulensi). Impeller
dengan laluan yamg sangat panjang dan dengan sudu divergensi yang juga
kecil tidak baik bagi unjuk kerja pompa. Meskipun kerugian akibat separasi
95
dan turbulensi dapat ditekan, namun akan timbul pula kerugian yang cukup
besar akibat gesekan antara sudu dengan fluida. Untuk itu dipilih model alur
yang biasa memberikan unjuk kerja yang optimal.
Untuk impeller dengan jumlah sudu antara 5-9 buah, disyaratkan memiliki
sudut over lapping berkisar antara 300 – 450. Ada tiga metode yang biasa
digunakan untuk menggambar sudu impeller yaitu:
1. Circular arc method
2. Point by point method
3. Compormal representation method
Gambar. 4.9. Metode point by point
(Lazarkiewics, 1965 : 143)
Pada perencanaan kali ini digunakan metode point by point. Metode ini
pertama kali diperkenalkan oleh pfleiderer dengan mendasarkan pada suatu
asumsi bahwa pergeseran sudut sudu dari β1 sehingga β2 merupakan fungsi
dari jari-jari ( r ). Besarnya sudut θ suatu titik didapat setelah kita mengetahui
besarnya jari – jari ( r ) dan sudut β di titik tersebut. Nilai r dan β suatu titik
akan memberikan gambaran dimana pada sisi titik tersebut dalam suatu bidang
96
koordinat polar. Selanjutnya setelah kita dapatkan rangkaian titik – titik
tersebut kita apat menghubungkan titik – titik itu sehingga membentuk sudut
gerak.
Dari gambar. 4.11. terlihat bahwa segitiga PP,T dengan sisi PT terletak
diantara dua jari – jari serta memilih sudut θ yang sangat kecil, sehingga :
PT = βtan
,TP ………………………………………………………..(4.42)
Karena PT menggambarkan suatu pertambahan yang sangat kecil dalam
radius dr, maka kedua persamaan dapat ditulis dalam persamaan:
R .dθ = βtan
dr ………………………………………………………..(4.43)
Sehingga:
Dθ = βtanr
dr
Dengan pengintegralan antara r1 hingga r serta mengalikannya dengan
π180 , maka akan diperoleh suatu rumus untuk sudut θ yang dinyatakan dalam
derajat yaitu:
∫=r
n rdr
βπθ
tan180 ………………………………………………..(4.44)
Bentuk integrasi ini akan dapat diselesaikan secara numeris dengan
menggunakan data yang didapat dengan cara membagi antara r1 dan r2
menjadi beberapa bagian yang selanjutnya disusun dalam satu tabel.
97
4.3.1. Rangkaian Hasil Perhitungan Impeller
Gambar.4.10. Profil impeler
(Lazarkiewics, 1965 : 132)
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai
berikut:
1. Diameter lubang poros (ds) = 30 mm
2. Diameter lubang impeller (dh) = 39 mm
3. Diameter hubungan impeller bagian belakang (dh1) = 43,5 mm
4. Diameter sisi masuk (d1) = 68,69 mm
5. Sudut sisi masuk (β1) = 180
6. Sudut jatuh (δ) = 2,50
7. Lebar sisi masuk (b1) = 15 mm
8. Diameter sisi keluar (d2) = 130 mm
9. Sudut sisi keluar (β2) = 230
10. Lebar sisi keluar impeller (b2) = 9,108 mm
11. Tebal sudu (s) = 2,5 mm
12. Tebal dinding / tutup impeller = 2,5 mm
13. Jumlah sudu (z) = 7 buah
98
Tabel. 4.1. Harga β dan θ berbagai titik
Titik R (m) ∆r (m) Cml. (m/s) W (m/s) β0
A1 0,0343 0 2,916 9,436 18
1 0,0374 0,0031 2,838 8,944 18,5
2 0,0405 0,0031 2,761 8,480 19
3 0,0436 0,0031 2,684 8,040 19,5
4 0,0467 0,0031 2,607 7,622 20
5 0,0498 0,0031 2,530 7,224 20,5
6 0,0529 0,0031 2,452 6,842 21
7 0,0560 0,0031 2,375 6,480 21,5
8 0,0591 0,0031 2,298 6,134 22
9 0,0622 0,0031 2,221 5,804 22,5
A2 0,0650 0,0031 2,144 5,487 23
Titik R tan β B = βtan
1r
∆a =
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +∆ −
21nn BB
a∆∑ n∆∑=
πθ 180
A1 0,01114 89,766 0 0 0
1 0,01251 79,936 0,2630 0,2630 15,076
2 0,01394 71,736 0,2351 0,4981 28,553
3 0,01544 64,767 0,2116 0,7097 40,683
4 0,01689 56,251 0,1876 0,8973 51,437
5 0,01862 53,706 0,1704 1,0677 61,206
6 0,02031 49,237 0,1596 1,2273 70,355
7 0,02206 45,331 0,1466 1,3739 78,758
8 0,02388 41,876 0,1352 1,5901 86,509
9 0,02576 38,819 0,1251 1,6342 93,680
A2 0,02759 36,245 0,1163 1,7505 100,347
99
Gambar 4.11 .Desain sudu impeller
4.3.2. Lebar Impeller Untuk Tiap Titik
Lebar impeller sepanjang laluan sudu dari sisi inlet hingga ke
outlet tidaklah sama, namun variasi untuk setiap titiknya untuk
mengetahui lebar impeller (b) pada setiap titik maka digunakan rumus
persamaan (Church, 1989:106) sebagai berikut:
b = mCD
Q...
1
∈π ………………………………………………..(4.45)
Dimana :
Q1 = Kapasitas fluida yang di pompakan (m/s)
Cm = Kecepatan meridian untuk tiap - tiap titik (m/s)
∈ = Faktor penyempitan (faktor kontraksi)
D = Diameter titik yang ditinjau (m)
100
Hanya faktor kontraksi untuk tiap titik berbeda, hal ini tergantung
pada diameter titik yang ditinjau, sudut β serta jumlah sudu. Harga
kontraksi dirumuskan (є) sebagai berikut:
D
tzD
.sin
.
πβ
π −∈= ………………………………………………..(4.46)
Dimana :
z = Jumlah sudu
t = Tebal sudu yang ditinjau (mm)
β = Sudut yang dtinjau
Selanjutnya hasil perhitungan lebar sudu untuk setiap titik dapat
dilihat pada table berikut ini :
Tabel. 4.2. Lebar laluan untuk setiap titik
Titik r (m) ∆r (m) Cm (m/s) φ b
A1 0,0343 0 2,916 1,290 15
1 0,03869 0,004386 2,8057 1,2661 14,158
2 0,04307 0,004386 2,6954 1,2423 13,317
3 0,04746 0,004386 2,5851 1,2184 12,475
4 0,05184 0,004386 2,4748 1,1946 11,634
5 0,05623 0,004386 2,3645 1,707 10,792
6 0,06062 0,004386 2,2543 1,1469 9,951
A2 0,0650 0,004386 2,144 1,123 9,11
101
4.4. Perencanaan Diffuser dan Return Channel
Untuk memperbaiki efisiensi pompa, maka pada pompa ini dilengkapi
dengan sudu diffuser yang terbuat dari besi cord an ditempatkan dibagian luar
keliling impeller. Fungsi dari diffuser ini adalah untuk membuat velocity head
menjadi pressure head, selain itu juga menggerakan fluida ketingkat
berikutnya dengan perantara U-turn dan Return Channel
4.4.1. Diffuser
1. Jari-jari lingkaran dalam diffuser
Untuk menjamin kesamaan kecepatan fluida meninggalkan impeler
serta untuk memberikan ruang bebas yang cukup antara impeler dan
diffuser ring, besarnya jari-jari dalam diffuser (r3) dinyatakan dengan
persamaan (Khetagurov M. hal 244)
r3 = (1,02-1,05) r2 ……………………………………. ....(4,47)
Dimana :
r2 = Jari-jari sisi luar impeller (0,0650 m = 65 mm)
Sehingga jari-jari lidah adalah :
r3 = 1,03 x 65
= 66,95 mm
2. Ruang bebas radial antara impeler dengan ujung-ujung sudu difuser
lingkaran dalam (R)
R = r3 – r2 ......................................................................................(4.48)
= 66,95 - 65
= 1,95 mm
102
3. Jari-jari luar diffuser
r4 = (1,4 – 1,8) r3 ..........................................................................(4.49)
= 1,5 x 66,95
= 100,425 mm
= 3,957 inch
4. Lebar saluran masuk dari diffuser
b3 = b2 + (0,025 r2) ………………………………………..(4.50)
Dimana :
b2 = Lebar sisi keluar impeller (9,11 mm)
Sehingga lebar celah saluran volut :
b3 = 9,11 + (0,025 x 65)
= 10,735 mm
= 0,423 inch
5. Lebar saluran keluar sudu diffuser
b4 = (1,2 – 2) b2 ..........................................................................(4.51)
= 1,5 x 9,11
= 13,665 mm
= 0,538 inch
6. Sudut masuk sudu diffuser
Arc tan 3α = cuk2
12tanα
..............................................................(4.52)
Dimana :
12α = sudut sisi keluar aktual impeler (8,7490)
103
K2cu = Faktor sirkulasi (0,6 – 0,8, diambil 0,7)
Arc tan 3α = 7,0
749,8
3α = 12,40
7. Sudut sudu diffuser sisi keluar
Arc tan 4α = 4
3
bb
tan 3α ..............................................................(4.53)
Arc tan 4α = 665,13735,10 x tan 12,4
Arc tan 4α = 0,173
4α = 9,80
8. Kecepatan air masuk sudu diffuser
V3 =3
2
bb x
3
2
dd x V2
1 ..............................................................(4.54)
Dimana :
d3 = Diameter dalam diffuser (r3 x 2)
= 133,25 mm = 0,13 m
V21 = Cu2
1 = 12,397 m/s
V3 = 735,1011,9 x
25,133130 x 12,397
= 10,26 m/s
= 33,66 ft/s
Luas leher total yang dibutuhkan (A3) :
A3 =3
.144V
Q ..........................................................................(4.55)
104
Dimana :
Q = Kapasitas pompa (0,0064 m3/s = 0,226 ft3/s)
A3 =66,33
226,0.144 x
= 0,967 In2
9. Jumlah sudu-sudu diffuser
Zvd = Z ± 1 ..........................................................................(4.56)
= 7 ± 1
= 8 sudu
Jumlah sudu diffuser dibuat tidak sama dengan jumlah sudu dari
impeler, hal ini untuk mengurangi terjadinya getaran yang lebih besar.
Pada perancangan ini dibuat 8 buah sudu diffuser dengan tinggi leher
diffuser (h3).
h3 = 3
3
ZxbA
......................................................................................(4.57)
= 423,08
967,0x
= 0,2857 inch
= 7,253 mm
10. Kecepatan air keluar sudu diffuser
V4 = 4
3
bb
x4
3
dd
x V3 ..........................................................................(4.58)
Dimana :
d4 = Diameter luar diffuser (r4 x 2)
105
= 200,85 mm = 7,91 inch
V4 = 665,13735,10 x
85,20025,133 x 10,26
= 5,347 m/s
= 17,542 ft/s
Luas mulut total yang dibutuhkan (A4)
A4 = 4
144V
xQ ..........................................................................(4.59)
= 542,17
226,0144x
= 1,855 In2
= 1196,8 mm2
Tinggi leher diffuser (h4)
h4 = 4
4
xbZA
vd
..........................................................................(4.60)
= 538,08
855,1x
= 0,4309 inch
= 10,94 mm
4.4.2. Return Channel
Fluida yang keluar dari diffuser dengan melalui U-turn dialihkan ke
Return Channel yang arahnya radial dan kemudian masuk ke impeler
tingkat berikutnya dengan arah aksial. Dari tiap-tiap ujung saluran diffuser
dihubungkan langsung dengan U-turn dan Return Channel.
Dalam perhitungan selanjutnya ditinjau dari titik tertentu:
106
1. kondisi kecepatan aliran pada U-turn adalah sama dengan
kecepatan aliran fluida meninggalkan diffuser (V4) yaitu 17,542
ft/s dan diteruskan ke return channel.
2. Kecepatan aliran (V5)
Karena adanya kerugian dalam U-turn atau masuk return channel
sedikit lebih kecil, sehingga dalam perencanaan ini kecepatan
aliran return channel diambil sebesar 17 ft/s.
3. Lebar masuk return channel
Untuk mencari lebar sisi return channel digunakan persamaan
b5 = βεπ sin
144
55 xxVxxdxQ ..................................................(4.61)
Dimana :
Q = Kapasitas pompa (0,0064 m/s = 0,226 ft/s)
d5 = Diameter luar return channel = diameter luar diffuser
(7,9 In)
ε = Faktor kontraksi (0,85)
V5 = Kecepatan aliran 17 ft/s
β = Sudut masuk retun channel dibuat = sudut aktual sisi
keluar impeler (8,7490)
b5 = 749,8sin1785,09,714,3
266,0144xxxx
x
= 0,7025 inch
= 17,79 mm
107
4. Kondisi pada sisi keluar return channel
a. Sudut keluar return channel ( 6β )
Telah diutarakn didepan, bahwa air yang keluar dari return
channel pada posisi radial, masuk ke mata impeler secara
aksial sehingga untuk menghindari terjadinya pra rotasi,
maka sudut keluar return channel dibuat sebesar 900
b. Diameter dalam return channel (d6)
Dalam perencanaan ini dibuat = diameter dalam impeler
(d1= 68,69 mm = 2,71 inch)
c. Kecepatan aliran keluar return channel (V6) lebih kecil dari
kecepatan aliran sisi masuk (V5) sebesar 16,85 ft/s
d. Leher saluran sisi keluar pada return channel (b6)
b6 = βεπ sin
144
66 xxVxxdxQ ......................................(4.62)
= 90sin85,1685,071,214,3
266,0144xxxx
x
= 0,314 inch
= 7,98 mm
108
108
BAB V
PERENCANAAN POROS DAN BANTALAN
5.1. Poros Pompa
Poros pompa berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik yang
dibangkitkan oleh penggerak mula ke impeller pompa yang dipasang pada
poros. Melihat dari fungsinya maka dapat dikatakan bahwa poros pompa
adalah sebuah poros yang akan menerima beban puntir gabungan dan beban
lengkung. Dalam perencanaan poros harus dipilih bahan yang sesuai dengan
persyaratan dan ketentuan-ketentuan untuk sebuah poros pompa diantaranya
adalah kekuatan poros terhadap tegangan-tegangan yang terjadi, perhitungan
terhadap putaran kritis, perhitungan terhadap moment puntir dan beban
lengkung.
Sebelum menghitung kekuatan poros terlebih dahulu ditentukan kondisi
kerja poros yang direncanakan. Kondisi kerja poros ini ditekankan pada
pembebanan terhadap poros tersebut. Sedangakan beban yang diterima poros
adalah beban dinamis dan beban statis. Beban statis dipengaruhi oleh
beban/berat impeller dan berat poros itu sendiri. Sedangkan untuk beban
dinamis dipengaruhi oleh momen puntir/torsi.
Poros pompa biasanya dibuat bertingkat dengan diameter terbeban berada
didekat pertengahannya, sehingga konstruksi seperti ini akan membantu
perencanaan pompa. Sebelum merencanakan konstruksi poros pompa, mula-
mula akan ditentukan bahan yang sesuai untuk poros pompa. Untuk bahan
108
109
poros yang direncanakan adalah bahan dari baja karbon konstruksi mesin ( S
55 C) yang menggunakan standar industri Jepang JIS G 4501 yang
mempunyai unsur-unsur kimia sebagai berikut:
a. kadar karbon (c) = 0,52 – 0,58 %
b. silisium (si) = 0,15 – 0,35 %
c. mangan = 0,6 – 0,9 %
d. posfor (p) = 0,030 %
e. sulfur (s) = 0,035 %
Sedangkan untuk sifat-sifat mekanis baja karbon untuk konstruksi mesin
(S 55 C) adalah sebagai berikut:
Kekuatan tarik (σB) = 66 kg/mm2
Batas mulur = 40 kg/mm2
Kekuatan brinnell (hb) = 185 – 255
Pada Bab sebelumnya telah diketahui besar diameter poros (ds) yang
didasarkan pada harga momen torsi yang ditransmisikan, kemudian dalam
perencanaan ini akan ditinjau pengaruh gaya-gaya lain terhadap diameter
poros yang direncanakan.
5.1.1. Pengimbangan Gaya Aksial
Pada pompa dengan jenis isap tunggal akan terjadi gaya aksial
yang mendorong impeller kearah sisi isap. Gaya ini cenderung
menggerakkan impeller menjauhi sisi isap pompa. Untuk mengatasi hal
ini terdapat beberapa cara pengimbang, yaitu :
a. Torak pengimbang
110
b. Lubang pengimbang
c. Susunan berimbang
d. Bantalan aksial
e. Cakram pengimbang
Adapun prinsip elemen pengimbang adalah untuk membuat
tekanan didepan dan di belakang impeller adalah sama. Dari berbagai
macam alat pengimbang gaya aksial tersebut diatas, dalam merancang
pompa sentrifugal ini untuk mengalirkan air di gunakan lubang
pengimbang. Cara ini menggunakan impeller yang mempergunakan
cincin pengikat di dinding. Belakang impeller untuk membentuk ruang
pengimbang seperti pada gambar 5.2. Ruang ini di hubungkan dengan
sisi isap oleh lubang pengimbang.
Gambar 5.1. Lubang Pengimbang
(Sularso dan Tahara, 1983 ; 89)
111
5.1.2. Perhitungan Gaya Aksial
Tekanan air yang bekerja pada impeller memberikan konstruksi
yang cukup besar terhadap gaya aksial, terutama pada pompa sentrifugal
isapan tunggal.
Gaya geser aksial terjadi akibat adanya fluida bertekanan yang
masuk kedalam ruang utama yaitu antara impeller dan rumah pompa.
Hal ini menyebabkan adanya perbedaan tekanan dari fluida yang berada
di belakang impeller dengan tekanan pada saat masuk impeller. Karena
tekanan dibelakang impeller lebih besar dari tekanan fluida zat cair yang
masuk ke impeller, sehingga gaya aksial yang cenderung menggerakan
impeller kearah isap.
Untuk menghitung perbedaan tekanan yang terjadi pada gaya
aksial pompa dapat dihitung dengan rumus persamaan (Church, 1989 :
156)
Po – Pt = HL x γ …………………………………………(5.1)
Dimana :
HL = Beda tinggi tekan sisi-sisi cincin (m)
γ = Berat jenis fluida (950,6 kg/m3)
Untuk menentukan beda tinggi tekan antara sisi-sisi cincin
digunakan persamaan :
HL = 43
guu
.2)()( 2
12
2 − …………………………………………(5.2)
Dimana :
112
u2 = 20,079 m/s (65,88 ft/s)
u1 = 10,6 m/s (34,78 ft/s)
g = 9,81 m/s (32,2 ft/s)
HL = 43
2,32.2)78,34()88,65( 22 −
= 36,46 ft
=11,112 m
Kemudian kita hitung perbedaan tekanan yang terjadi :
Po – Pt = 11,112 x 950,6
= 10563,07 kg/m2
= 1,06 kg/cm2
Karena pompa dirancang dengan 7 tingkat, maka :
Po – Pt = 1,06 x 6
= 6,36 kg/cm2
Dalam menentukan besarnya gaya aksial secara teoritis dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Fth = (Pt - Po) 4π (Do2 - Dh
2) …………………………………(5.3)
Dimana :
Do = Diameter mata impeller (68,69 mm = 6,869 cm)
Dh = Diameter leher impeller (39 mm = 3,9 cm)
Fth = (1,06) 414,3 (6,8692 – 3,92)
= 27,9 kg = 28 kg
113
Karena pompa dirancang dengan 6 tingkat, maka :
Fth = 28 x 6
= 168 kg
Pada saat fluida masuk mata impeller mempunyai kecepatan
sebesar Co dalam m/s. Maka pada kecepatan ini mengakibatkan
perubahan momentum yaitu:
Fm = oCgw . …………………………………………………………(5.4)
Dimana :
W = Berat fluida yang mengalir
= Q,.γ
Q, = Kapasitas theoritis ( 0,0071m3/s)
γ = Berat jenis fluida (950,6 kg/m3)
w = 0,0071 x 950,6
= 6,75 kg/s
Co = Kecepatan fluida pada mulut isap digunakan (2,83) untuk
38 m3/jam dan putaran 2950 rpm
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s)
Fm = 81,975,6 x 2,83
= 1,95 kg
Gaya aksial yang terjadi akibat perubahan yang berlawanan arah
dengan gaya aksial yang terjadi sesungguhnya :
114
Fa = Fth – Fm …………………………………………………(5.5)
= 28 – 1,95
= 26,05 kg
Gaya aksial yang terjadi sesungguhnya pada tiap tingkat sebesar
26,05 kg
5.1.2.1. Cincin Penahan Aus
Cicin penahan aus (wearing ring) berfungsi untuk
menghindari kemungkinan terjadi gerakan langsung antara
impeller dan rumah pompa.
Cincin penahan aus ini terdiri dari dua buah bagian yaitu
bagian pertama terpasang pada impeller dan bagian kedua
terpasang pada rumah pompa. Kedua bagian itu berbeda, dengan
tujuan untuk mencegah gerakan antara cincin, akiabat perbedaan
temperatur getaran dan lain-lain.
Dalam perencanaan ini bahan cincin penahan aus untuk
rumah pompa adalah besi coran untuk cincin penahan pada
impeller dengan penahan aus pada impeller dengan bahan dari
bronze. Untuk menghitung jumlah kebocoran yang terjadi
dengan persamaan rumus (Stepanoff, 1957 : 187) sebagai
berikut:
QL = C.A. LHg..2 …………………………………(5.6)
Dimana :
QL = Jumlah kebocoran (m3/s)
115
C = Koefisien aliran tergantung pada cincin yang
digunakan (0,344)
A = Luas penampang daerah kebocoran (m3)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s)
HL = Beda tinggi tekan antara cincin-cincin (m)
Besarnya celah pada wearing ring ini adalah (s) = 0,25 =
0,645 in. Dengan demikian diameter clearance rata-rata dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
S = 0,01 + (D-6) x 0,001 …………………………(5.7)
D = 001,0
01,001,0006,0 −+
= 6 inc
= 15,2 cm
Dengan demikian kebocoran yang terjadi pada cincin
penahan aus dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
A = SD...21 π ………………………………………....(5.8)
= 01,0.6.14,3.21
= 0,094 inc2
= 0,0024 m2
Sehingga volume kebocoran adalah :
LL HgACQ ..2..= …………………………………………(5.9)
= 0,344 x 0,000654 46,36.2,32.2
116
= 0,0109 ft3/s
Persentasi kebocoran yang terjadi :
QL1 =
QQL x 100 % ………………………………………..(5.10)
Dimana :
Q = gpm x 0,134
= 101,4 x 0,134
= 13,58 cfm
= 0,2263 ft3/s (1ft3/s = 60 cfm)
QL1 =
2263,00109,0 x 100 %
= 4,82 %
Kerugian akibat kebocoran berkisar antara 2 sampai 10%
dari kapasitas pompa sehingga persentase kebocoran yang terjadi
pada cincin penahan aus masih dalam batas yang ditentukan.
5.1.3. Perhitungan Gaya Radial
Di dalam rumah pompa energi kecepatan diubah menjadi tekanan,
sehingga terjadi suatu gaya resultante radial yang mengakibatkan momen
lengkung terhadap peroses pompa. Untuk menentukan besarnya gaya
radial impeller yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Fri = kr.γ.P.d2.b2 ………………………………………………..(5.11)
Dimana :
Fri = Gaya radial impeller
117
Kr = Koefisien berdasarkan putaran yang direncanakan = 0,17
pada kapasitas 101,4 gpm dengan nsq = 30,9 rpm;
0=QnQ
P = Tekanan yang dihasilkan pompa (86 m)
γ = Berat jenis fluida (air) = 950,6 kg/m3
d2 = Diameter sisi keluar (0,13 m = 133 mm)
b2 = Lebar sudu impeller pada sisi keluar (0,009108 m =
9,108 mm)
Fri = 0,17 x 950,6 x 86 x 0,13 x 0,009108
= 16,45 kg
5.1.4. Berat Impeler
Gambar. 5.2. Dimensi berat Impeller.
(Lazarkiewics, 1965 : 132)
Dari gambar tersebut maka dapat diketahui berat impeller dengan
menggunakan persaman berikut:
118
Wip = ( ) iib
dsd γπ24
222 − ………………………………………..(5.12)
Dimana :
ds = Diameter poros (30 mm = 3 cm)
d2 = Diameter sisi luar (130 mm = 13 cm)
γi = Berat jenis bahan impeller (bronze)
= 8,5254 .10-3 kg/cm3
Wip = ( ) 322 105254,8.25,1313
414,3 −− x
= 1,606 kg
Jadi berat impeller sebesar 1,606 kg. Karena pompa dirancang
dengan 6 tingkat maka berat impeller menjadi 9,636 kg.
5.1.5. Bentuk Kopling
Ukuran-ukuran kopling flens luwes dengan menetapkan diameter
poros kopling 34,5 serta ditentukn suatu normalisasi JIS B 1451 – 1962
(lihat gambar) berikut:
Gambar .5.3. Bentuk kopling flens luwes
(Sularso dan Suga 1994 : 31)
119
Keterangan :
A = Diameter luar kopling flens luwes (112 mm)
B = Diameter baut (75 mm)
D = Diameter poros kopling minimal ( 20 mm)
Diameter poros kopling maksimal (25 mm)
C = Diameter hubungan (45 mm)
F = Total flens (11,2 mm)
G = 100 mm
H = Lebar tepi flens (22,4 mm)
K = Total tepi flens (4 mm)
L = Panjang setengah kopling (40 mm)
n = Jumlah baut kopling flens luwes (4 buah)
Tabel. 5.1. Ukuran kopling flens
(Sularso dan Suga, 1994 : 31)
120
Untuk menentukan berat kopling flens luwes (Wk), kita hitung
terlebih dahulu voume lubang kopling total (VkT) dengan menggunakan
persamaan berikut :
Volume kopling
Vk1 = 4π (A2 – G2) . H ………………………………………..(5.13)
= 414,3 (1122 – 1002) x 22,4
= 44733,696 mm3
Vk2 = 4π (G2 – C2) . F ………………………………………..(5.14)
= 414,3 (1002 – 452) x 11,2
= 70116,2 mm3
Vk3 = 4π (C2 – D2) . L ………………………………………..(5.15)
= 414,3 (452 – 202) x 40
= 51025 mm3
Volume lubang baut
VkL =4π (D)2 . F . K ………………………………………..(5.16)
= 414,3 (20)2 x 11,2 x 4
= 14067,2 mm3
Volume lubang kopling total
121
VkT = (Vk1 + Vk2 + Vk3) - VkL ..................................................(5.17)
= 165874,896 – 14067,2
= 151807,696 mm3
Berat kopling dapat dihitung dengan mengalikan VkT dengan berat
jenis bahan kopling (7,85.10-6). Seperti dibawah ini :
Wk = VkT x 7,85 .10-6 ………………………………………..(5.18)
= 151807,696 x 7,85.10-6
= 1,192 kg
5.1.6. Kontruksi Poros
Poros yang direncanakan dibuat bertingkat, dengan tujuan
mempertahankan kekuatan poros serta mencegah bergesernya
komponen-komponen pompa yang terpasang pada poros. Konstruksi
poros yang direncanakan dapat dilihat pada gambar (5.4). Sedangkan
untuk menghitung berat poros dapat diperoleh dengan cara membagi
poros menjadi beberapa bagian untuk berat masing-masing bagian, dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:
Wpi = γπ ...4
21 Lid ………………………………………………..(5.19)
Dimana :
Wpi = Berat poros masing-masing bagian (kg)
di = Diameter poros bagian masing-masing bagian (mm)
Li = Panjang poros masing-masing bagian (mm)
γ = Berat jenis poros (baja karbon)
= 7,85x10-3 kg/cm3 = 7,85.10-6 kg/mm3
122
Gambar 5.4. Kontruksi poros
Dengan diketahuinya ukuran-ukuran dan bahan poros, maka
masing-masing bagian dapat dihitung :
Wp1 = 4π .(da)2.La.γ ………………………………………..(5.20)
=414,3 (20)2.60.7,85.10-6
= 0,15 kg
Wp2 = 4π .(db)2.Lb.γ ………………………………………..(5.21)
= 414,3 .(20)2.24.7,85.10-6
= 0,06 kg
Wp3 = γπ ..).(4
2cc Ld ………………………………………..(5.22)
= 414,3 .(25)2.117.7,85.10-6
= 0,45 kg
123
Wp4 = γπ ..).(4
2dd Ld ………………………………………..(5.23)
=414,3 .(30)2.366.7,85.10-6
= 2.03 kg
Wp5 = γπ ..).(4
2ee Ld ………………………………………..(5.24)
= 414,3 .(25)2.117.7,85.10-6
= 0,45 kg
Wp6 = γπ ..).(4
2ff Ld ………………………………………..(5.25)
= 414,3 .(20)2.24.7,85.10-6
= 0,06 kg
Sehingga berat total :
Wptotal = Wp1 + Wp2 + Wp3 + Wp4 + Wp5 + Wp6 ………..(5.26)
= 0,15 kg + 0,06 kg + 0,45 kg + 2 kg + 0,45 kg + 0,06 kg
= 3.,2 kg
5.1.7. Tinjauan Poros Terhadap Bidang Momen
Di dalam perhitungan proses terhadap bidang momen digunakan
untuk menghitung besarnya momen lengkung, yang disebabkan oleh
adanya poros, impeller dan kopling serta gaya dorong radial yang tidak
seimbang yang bekerja pada impeller tersebut. Dengan menganggap
beban benda ditengah-tengah poros yang ditinju, maka yang timbul pada
kedua bantalan dapat dihitung dari poros untuk masing-masing bagian.
124
Gambar. 5.5. Gaya (beban) yang menumpu pada poros
Keterangan :
P1 = Gaya akibat poros (WP1) & kopling
= 0,15 kg + 1,192 kg
= 1,342 kg
P2 = Gaya akibat berat poros (WP2) = 0,45 kg
P3 = Gaya akibat berat poros (Wp3) & impeller
= 2,03 kg + 1,606 kg
= 3,636 kg
P4 = Gaya akibat berat poros (Wp4) & impeller = 3,636 kg
P5 = Gaya akibat berat poros (Wp5) & impeller = 3,636 kg
P6 = Gaya akibat berat poros (Wp5) & impeller = 3,636 kg
P7 = Gaya akibat berat poros (Wp5) & impeller = 3,636 kg
P8 = Gaya akibat berat poros (Wp5) & impeller = 3,636 kg
P9 = Gaya akibat berat poros & cakram penyeimbang
= 0,45 kg + 1,45 kg
= 1,9 kg
125
Menentukan reaksi pada tumpuan poros :
BM∑ = 0
= - P9 (122) – P8 (162,5) – P7(223,5) – P6(284,5) –
P5(345,5) – P4(406,5) – P3(467,5) – P2(605) + RA(624) –
P1(684)
624 RA = 1,9 (122) + 3,636 (162,5) + 3,636 (223,5)+ 3,636 (284,5)
– 3,636 (345,5) + 3,636 (406,5) + 3,636 (467,5) + 0,45
(605) + 1,342 (684)
= 624
018,8294 kg
= 13,292 kg
AM∑ = 0
= RA + RB – P1 – P2 – P3 – P4 – P5 – P6 – P7 – P8 – P9
Jadi ; RB = 25,508 kg – 13,292 kg
= 12,216 kg
Momen lengkung pada poros :
MB = MC = 0
MA = - P1 (60)
= - 1,342 kg x 60 mm
= - 80,52 kg.mm
MD = - P1 (83,5) + RA (40)
= -(1,342 x 83,5) + (13,292 x 19)
= 140,491 kg.mm
126
ME = - P1 (216,5) + RA (156,5) – P2 (137,5)
= -(1,342 x 216,5) + (13,292 x 156,5) – (0,45 x 137,5)
= 1727,78 kg.mm
MF = - P1 (277,5) + RA (217,5) – P2 (198,5) – P3 (61)
= -(1,342 x 277,5) + (13,292 x 217,5) – (0,45 x 198,5) – (3,636 x 61)
= 2207,484 kg.mm
MG = - P1 (338,5) + RA (278,5) – P2 (259,5) – P3 (122) – P4 (61)
= -(1,342 x 338,5) + (13,292 x 278,5) – (0,45 x 259,5) – ((3,636 x
122) – (3,636 x 61)
= 2465,392 kg.mm
MH = - P1 (399,5) + RA (339,5) – P2 (320,5) – P3 (183) – P4 (122) – P5
(61)
= -(1,342 x 399,5) + (13,292 x 339,5) – (0,45 x 320,5) – (3,636 x
183) – (3,636 x 122) – (3,636 x 61)
= 2501,504 kg.mm
MI = - P1 (460,5) + RA (400,5) – P2 (381,5) – P3 (244) – P4 (183) – P5
(122) – P6 (61)
= -(1,342 x 460,5) + (13,292 x400,5) – (0,45 x 381,5) – (3,636 x
244) – (3,636 x 183) – (3,636 x 122) – (3,636 x 61)
= 2315,82 kg.mm
MJ = -P1 (521,5) + RA (461,5) – P2 (442,5) – P3 (305) – P4 (244) – P5
(183) – P6 (122) – P7 (61)
127
= -(1,342 x 521,5) + (13,292 x 461,5) – (0,45 x 442,5) – (3,636 x
305) – (3,636 x 244) – (3,636 x 183) – (3,636 x 122) – (3,636 x 61)
= 1908,34 kg.mm
MK = RB (122)
= 12,216 kg x 122 mm
= 1490,352 kg.mm
Gambar. 5.6. Diagram momen lengkung
128
Untuk perhitungan diameter poros dengan mempertimbangkan
momen lengkung dan momen puntir dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus persamaan (Sularso dan Suga, 1994 : 18) sebagai
berikut berikut:
ds > ( )3
1
22 ).(..1,5⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+ TktMkm
aτ ………………………………..(5.27)
Dimana :
ds = Diameter poros
aτ = Tegangan geser poros yang diijinkan
= 4,4 kg/mm2
km = Factor koreksi momen lengkung berkisar antara (1,5-2,0)
untuk perencanaan diambil = 1,75
M = Momen lengkungan maksimal (MH)
= 2501,504 kg.mm
kt = Factor koreksi antara (1,0-1,5), diambil 1,25
T = Momen puntir poros (3302 kg.mm)
ds ≥ ( ) ( )3
122 330225,1504,250175,1.
4,41,5
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ + xx
ds ≥ 19,105 mm
30 mm ≥19,105 mm
Dengan demikian harga diameter poros sebesar 30 mm dapat
diterima, karena lebih besar dari diameter poros dengan pertimbangan
momen lengkung dan momen puntir 19,105 mm.
129
5.1.8. Pemeriksaan Terhadap Sudut Puntir
Untuk pemeriksaan poros terhadap sudut puntir yang terjadi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (Sularso dan Suga,
1994 : 18) sebagai berikut:
θ0 = 584. 4.dsGTL ………………………………………………..(5.28)
Dimana :
θ0 = Defleksi puntiran
T = Momen torsi (3302 kg.mm)
G = Modulus geser untuk bahan poros dari baja
= 8,3.103 kg/mm2
ds = Diameter poros (30 mm)
L = Panjang poros (708 mm)
θ0 = 584. 43 3010.3,87083302x
x
= 0,20310
Sehingga sudut poros masih dibawah batas harga yang di
perbolehkan yaitu lebih kecil dari 0,250 untuk setiap meter panjang
poros.
5.1.9. Konsentrasi Tegangan Yang Terjadi Pada Poros
Untuk menentukan tegangan yang terjadi pada poros dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:
130
τ = ( ) 223 ).(..
.16 TCtMCmds
+π
………………………………..(5.29)
Dimana :
τ = Tegangan geser yang terjadi pada poros (kg/mm2)
ds = Diameter poros (30 mm)
Cm = Factor pembebanan momen lengkung untuk proses yang
berputar antara 1,5 sampai 2,0 (diambil 1,75)
M = Momen lengkung maksimal yang terjadi pada poros
(2501,504 kg mm)
Ct = Faktor koreksi beban torsi berkisar antara 1 sampai 1,5
(diambil 1,25)
T = Momen torsi yang bekerja pada poros (3302 kg mm)
τ = ( ) 223 )330225,1(504,250175,1.
)30.(14,316 xx +
= 1,1355 kg/mm2
Kemudian diameter poros dimana impeller terpasang telah
diketahui sebesar 30 mm, sedangkan untuk diameter poros fillet
besarnya direncanakan dibuat sebesar 25 mm.
Untuk harga faktor konsentrasi tegangan pada poros
berongga/bertingkat dengan pengecilan diameter yang diberi jari-jari
filet dapat diperoleh dari diagram R.E. Peterson (Sularso dan Suga, 1994
: 11).
131
Gambar. 5.7. Faktor konsentrasi tegangan (β) untuk pembebanan
puntir statis dari suatu poros bulat dengan pengecilan
diameter yang diberi filet.
Dan untuk harga jari-jari filetnya adalah :
r = 2
dsD − ………………………………………………………..(5.30)
= 2
2530 −
= 2,5 mm
Serta untuk perbandingan jari-jari filet (r) dengan diameter poros
impeller (dr) adalah :
dsr =
305,2 = 0,0833
Selanjutnya kita telah mengetahui untuk perbandingan antara
diameter poros bertangga atau bertingkat dengan diameter poros impeller
(ds) adalah : 0,0833.
132
Dengan diketahuinya harga-harga perbandingan diatas, maka dapat
ditentukan konsentrasi tegangan (β) adalah 1,35 dari gambar konsentrasi
tegangan (Sularso & Suga : 11)
Syarat aman yang harus dipenuhi untuk harga konsentrasi tegangan
pada poros adalah :
τβ
τ ..... ktcbSfa ≥= ………………………………………………..(5.31)
Dimana :
τa = Tegangan geser yang diijinkan ( 4,4 kg/mm2)
Sf2 = Factor korelasi keamanan, (diambil 3)
β = Konsentrasi tegangan (1,35)
τ = Tegangan geser yang terjadi pada poros (1,1355 kg/mm2)
Cb = Faktor lenturan (1,2-2,3 ≈ diambil 1,5)
Kt = Faktor korelasi tumbukan (1,5-2,3 ≈ diambil 2,3)
4,435,13 ≥ 1,5 . 2,3 . 1,1355
9,78 ≥ 3,1975 (Sularso & Suga : 139)
Sehingga poros yang direncanakan untuk poros bertingkat lebih
besar dari poros yang mengalami tegangan poros.
5.1.10. Konsentrasi Tegangan Pada Alur Pasak
Untuk menentukan besarnya faktor konsentrasi tegangan yang
terjadi pada poros karena adanya alur pasak dapat dilihat pada gambar
brikut:
133
Gambar. 5.8. factor konsentrasi tegangan (α) untuk pembebanan
puntir statis suatu poros bulat dengan alur pasak
persegi yang diberi filet.
(Sularso dan Suga, 1994 : 9)
Impeller dan kopling akan ditetapkan pada poros dengan
menggunakan pasak. Oleh karena itu perlu ditinjau juga untuk
konsentrasi tegangan yang terjadi karena alur pasak pada poros. Disini
akan ditinjau konsentrasi tegangan pada poros dimana impeller tersebut
ditempatkan yaitu pada poros yang berdiameter 30 mm.
Jari-jari filet untuk alur pasak diambil 0,3 dari referensi poros dan
pasak dengan diameter antara 30-38 mm (dapat dilihat pada lampiran
untuk ukuran dan alur pasak). Maka besarnya perbandingan poros
impeller adalah:
303,0
=dsr = 0,01
134
Dan akan diperoleh harga faktor konsentrasi tegangan (α) adalah =
3,2 (dengan α > β). Syarat aman yang harus dipenuhi untuk harga
konsentrasi tegangan yang terjadi pada alur pasak adalah :
τα
τ ..... 2 ktcbSf
a ≥= ………………………………………..(5.32)
Dimana :
α = 3,2
τa = Tegangan geser yang diijinkan (4,4 kg/mm2)
Sf2 = Factor korelasi keamanan, dinyatakan dengan harga
sebesar (1,3 - 3,0 ≈ diambil 3)
τ = tegangan geser terjadi pada poros (1,1355 kg/mm2)
Cb = Factor lenturan (1,2-2,3 ≈ diambil 1,5)
Kt = Factor korelasi tumbukan (1,5-2,3 ≈ diambil 2,3)
4,4 2,3
3 ≥ 1,5 . 2,3 . 1,1355
4,125 ≥ 3,9175 (Sularso & Suga )
Sehingga poros yang direncanakan lebih besar dari poros dengan
konsentrasi tegangan yang terjadi pada alur pasak.
Pasak untuk impeller dan kopling.
1. Pasak impeller
Besar gaya tangensial (Ft) pada permukaan poros impeler dapat
dihitung menggunakan persamaan :
Ft = )2/(ds
T ………………………………………..(5.33)
135
Dimana :
T = Momen rencana dari poros (3302 kg.mm)
ds = Diameter poros (30 mm)
Ft = )2/30(
3302
= 220,13 kg
Ukuran penampang mendatar b x l (mm2) direncanakan = 8 x 7
Ukuran standar alur pasak pada poros (t1) = 4,0 mm
Ukuran standar alur pasak pada naf (t2) pasak tirus = 2,4 mm
Karena adanya gaya geser tangensial yang bekerja pada permukaan
poros, maka harga panjang panjang pasak dapat dicari dengan
ketentuan panjang pasak (l) tidak lebih 1,3 dari diameter poros
(diambil 30 mm) dengan bahan S55C :
l1 ≥ abx
Fτ
………………………………………………..(5.34)
30 ≥ 4,48
13,220x
30 mm ≥ 6,25 mm
Koreksi lebar pasak sebaiknya antara 25 – 35 % dari diameter
poros.
dsb =
308 = 0,266
0,25 < 0,266 < 0,35
Koreksi panjang pasak sebaiknya antara 0,75 – 1,5 dari diameter
poros, direncanakan 35 mm.
136
dsl1 =
3035 = 1,17
0,75 < 1,17 < 1,5
2. Pasak kopling
Besar gaya tangensial (Ft) pada permukaan poros kopling dapat
dihitung menggunakan persamaan :
Ft = )2/(ds
T ………………………………………………..(5.35)
Dimana :
T = Momen rencana dari poros (3302 kg.mm)
ds = Diameter poros (20 mm)
Ft = )2/20(
3302
= 330,2 kg
Ukuran penampang mendatar b x l (mm2) direncanakan = 7 x 7
Ukuran standar alur pasak pada poros (t1) = 4,0 mm
Ukuran standar alur pasak pada naf (t2) pasak tirus = 3,0 mm
Karena adanya gaya geser tangensial yang bekerja pada permukaan
poros, maka harga panjang panjang pasak dapat dicari dengan
ketentuan panjang pasak (l) tidak lebih 1,3 dari diameter poros
(diambil 20 mm) dengan bahan S55C
l1 ≥ abx
Fτ
………………………………………………..(5.36)
20 ≥ 4,472,330
x
137
20 mm≥10,72 mm
Koreksi lebar pasak sebaiknya antara 25 – 35 % dari diameter
poros.
dsb =
207 = 0,34
0,25 < 0,34 < 0,35
Koreksi panjang pasak sebaiknya antara 0,75 – 1,5 dari diameter
poros, direncanakan 35 mm.
dsl1 =
2024 = 1,2
0,75 < 1,2 < 1,5
5.1.11. Kotak Paking (Stuffing Box)
Pertama, kita hitung tebal paking dengan persamaan :
S = Dds 2− ………………………………………………..(5.37)
Direncanakan tebal paking 1,5 ds , (ds) merupakan diameter poros =
25 mm
S = 1,5 ds
= 1,5 25
= 7,5 mm
Kemudian dicari panjang paking dengan persamaan :
h = (4 – 8) S ………………………………………………………..(5.38)
Dalam perencanaan ini panjang paking dipilih 5. S sehingga :
h = 5 . S
138
= 5 x 7,5
= 37,5 mm
Jarak antara penekan paking dengan kotak paking dihitung dengan
persamaan :
h1 = 3 x S ………………………………………………………..(5.39)
= 3 x 7,5
= 22,5 mm
Diameter kotak paking dihitung dengan persamaan :
Dp = ds + (2 . S) ………………………………………………..(5.40)
= 25 + (2 x 7,5)
= 40 mm
Dengan menggunakan factor jenis paking a =1 (untuk menset yang
tidak perlu ditekan), dan a = 3 (untuk cincin paking yang perlu dipres
dengan tekanan letih (P) karena h = 5 . S , maka P = 16 bar = 0,163
kg/mm2. Maka dapat dicari gaya yang diperlukan menekan paking
dengan persamaan :
Fp = 4π (D2 – ds2) x P x a ………………………………………..(5.41)
Dimana :
D = Dp (Diameter kotak paking 40 mm)
ds = Diameter poros (25 mm)
P = Tekanan letih (0,163 kg/mm2)
a = Faktor jenis paking (3)
139
Fp = 414,3 (402 – 252) x 0,163 x 3
= 374,27 kg
5.1.12. Tinjauan Poros Terhadap Defleksi
Defleksi (lendutan) pada poros dapat ditentukan secara analitis
maupun secara grafis. Dalam perencanaan ini defleksi (lendutan) dapat
dihitung dengan cara analitis defleksi (lendutan) pada poros dapat
dihitung dengan rumus persamaan (Sularso dan Suga, 1994 : 18) sebagai
berikut:
Momen inersia pada masing-masing bagian poros :
I = 64. 4dπ ……………………………………………….……….(5.42)
IC = 642. 4π = 0,785 cm4
ID = 64
5,2. 4π = 1,9165 cm4
IE = 643. 4π = 3,974 cm4
IE = IF = IG = IH = II = IJ
IK = 64
5,2. 4π = 1,9165 cm4
Defleksi yang terjadi pada poros
Y = I
LP..3
. 2
Ε ………………………………………………………..(5.43)
Dimana :
P = Beban yang diterima poros (kg)
140
L = Panjang poros (cm)
Ε = Modulus elastisitas (2,1 x 106 kg/cm2)
I = Momen inersia (cm4)
YC = 785,0)10.1,2(.3
6342,16
2
xxx = 9,77 x 10-6
YD = 9165,1)10.1,2(.3
7,11451,06
2
xxx = 5,11 x 10-6
YE = YF = YG = YH = YI = YJ
YE = 844,23)10.1,2(.3
6,36816,216
2
xxx = 1,945 x 10-4
YK = 9165,1)10.1,2(.3
7,119,16
2
xxx = 2,154 x 10-5
Titik W (kg) Ү(cm) Wү Wү2
C 1,342 9,77.10-6 1,31.10-5 1,28.10-10
D 0,451 5,11.10-6 2,306.10-6 1,179.10-11
E 21,816 1,945.10-4 4,24.10-3 8,26.10-7
K 1,9 2,154.10-5 4,09.10-5 8,82.10-10
Jumlah (Σ) 4,3005.10-3 8,2669.10-7
Tinjauan terhadap putaran kritis poros
Untuk menghitung putaran kritis poros dapat ditentukan dengan
persamaan :
NC = π298160 2WY
WY∑∑ ………………………………………..(5.44)
Dimana :
141
NC = Putaran kritis poros pompa (Rpm)
g = Percepatan gravitasi (981 cm/s)
W = Wp gaya yang menumpu poros (kg)
Y = Defleksi pada bagian-bagian poros (cm)
NC = π298160 7
3
102669,8103005,4
−
−
xx
= 21539,6158 Rpm
Kecepatan operasi poros harusnya minimal 20 % dari harga putaran
kritis :
NC = NC x 0,2
= 21539,6158 x 02
= 4307,8 Rpm
Dengan demikian poros haruslah tidak beroperasi lebih dari 4307,8
rpm. Sehingga dalam perencanaan pompa ini dengan kecepatan
operasinya 2950 rpm adalah aman.
5.2. Perencanaan Bantalan
Bantalan adalah suatu elemen mesin yang fungsinya untuk menumpu
poros terbeban, sehingga putaran atau gerakan dapat berlangsung secara halus,
aman dan berumur panjang. Bantalan harus cukup kokoh untuk menumpu
poros atau elemen mesin lainya. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik
maka kerja seluruh sisitem akan menurun atau tidak dapat bekerja dengan
baik.
142
Bantalan yang dugunakan harus mampu menahan beban aksial dan beban
radial, maka dalam perencanaan ini dipilih bantalan gelinding. Dan dalam
perencanaan ini jenis bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding
peluru dengan sudut kontak.dipilihnya bantalan selain dapat beroperasi pada
putaran tinggi, juga mampu menahan potensial dan gaya radial yang besar
dengan gesekan yang kecil.bantalan ini termasuk roling kontak bearing yang
menggunakan bola-bola speris atau bermacam-macam tipe roller yang di
letakan diantara elemen yang diam.bantalan jenios ini mempunyai beberapa
keuntungan diantara nya :
1. rugi-rugi gesekan kecil
2. ukuran nya lebih kecil
3. konsumsi minyak rendah
4. pengoperasian nya lebih mudah
5. umurnya lebih lama jika pemilihan ukuran dan tipe bantalan dilakukan
secara benar
Tabel. 5.2. Bantalan Untuk Permesinan Serta Umurnya
143
(Sularso dan Suga, 1994 : 137)
Dengan memperhatikan table 5.2. maka bantalan di rencanakan berumur
antara 40000 – 60000 jam. Dan untuk pemilihan jenis bantalan, bantalan yang
direncanakan adalah jenis bantalan gelinding atau bantalan bola maupun
sendiri batas ganda.dengan ketentuan pemilihan disarankan atas diameter
poros untuk tempat bantalan. Untuk bantalan dengan diameter poros sebesar
20 mm, maka bantalan yang di pilih adalah bantalan bola sudut no 6004 04ZZ
(Sularso dan Suga, 1994 : 145) dengan ukuran-ukuran sebagai berikut :
D = diameter luar bantalan
= 42 mm
d = diameter dalam bantalan
= 20 mm
B = lebar bantalan
=12 mm
C = kapasitas nominal dinamis spesifik
= 735 kg
C0 = kapasitas nominal dinamis spesifik
=465 kg
X = paktor beban radial; untuk baris tunggal
= 0,56
Y = faktor beban aksial baris tunggal
= 1,49
144
Jadi untuk menentukan beban equivalen dinamis bantalan radial dapat di
tentukan dengan menggunakan rumus (Sularso dan Suga, 1994 :135) sebagai
berikut:
Gambar. 5.9. Dimensi Bantalan Bola Alur Dalam
Pr = X.V.Fr + Y.Fa ………………………………………………..(5.45)
Dimana :
Pr = Beban ekuivalen dinamis
X = Faktor beban radial untuk baris tunggal
= 0,56
V = Beban datar pada cermin dalam (1)
Fr = Gaya radial pada bantalan
= 16,45 kg
Y = Faktor beban aksial untuk baris tunggal
= 1,49
Fa = Gaya aksial pompa
= 26,05 kg
Sehingga : Pr = 0,56. 1 . 16,45 + 1,49 . 26,05
= 48,03 kg
145
Untuk menentukan faktor kecepatan bantalan dapat di tentukan dengan
menggunakan persamaan berikut ini :
fn =3
13,33⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
n ………………………………………………………..(5.46)
Dimana :
fn = Factor kecepatan bantalan
n = Putaran poros pompa (2950 rpm)
fn = 3
1
29503,33⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ = 0,224
Dan untuk menentukan factor umur bantalan dapat ditentukan dengan
menggunakan persaman:
fh = fn.PC ………………………………………………………..(5.47)
Dimana :
fh = Factor umur bantalan
fn = Factor kecepatam bantalan (0,227)
C = Kapasitas normal dinamis spesifik (735 kg)
P = Pr (Beban ekuivalen dinamis 48,03 kg)
fh = 0,227.03,48
735
= 3,47
Jadi untuk menentukan umur nominal bantalan dapat ditentukan dengan
persamaan :
Lh = 500 fh3 ………………………………………………………..(5.48)
146
= 500 x (3,47)3
= 20890,96 jam
Dengan perbaikan besaran dalam mutu bantalan karena tuntutan keandalan
yang lebih maka bantalan modern direncanakan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Ln = a1.a2.a3.Lh ………………………………………………………..(5.49)
Dimana :
Ln = Keandalan umur
a1 = Faktor keandalan
= 90 % (a1 = 1)
a2 = Faktor bahan (baja tempa)
= 3
a3 = Faktor kerja (kondisi normal)
= 1
Lh = umur nominal bantalan (20890,96 jam)
Ln = 1 x 3 x 1 x 20890,96
= 62672,88 jam
Dimana bantalan untuk pompa, umur bantalan berkisar antara 40.000-
60.000 jam.
Pelumasan Bantalan
rendah. Penggunaan gemuk sebagai pelumas karena lebih mudah
dalam Dalam berbagai posisi bantalan, terutama posisi banataln yang
miring atau tegak. Tujuan dari pelumasan adalah untuk menghindari
147
kontak langsung antara permukaan-permukaan yang berputar. Kontak
langsung ini dapat dihindari karena adanya lapisan tipis dari pelumas
pada pada permukaan tersebut. Dengan demikian laju keausan dapat
diperlambat serta timbulnya korosi dapat dicegah. Selain tiu
pelumasan juga dapat mencegah masuknya kotoran atau debu.
Cara pelumasan yang biasa digunakan untuk semua jenis bantalan
bola dan bantalan roll adalah pelumasan gemuk dan pelumasan
minyak. Pelumasan gemuk biasanya digunakan pada kecepatan
perencanaan ini dipilih pelumasan gemuk.
148
149
148
BAB VI
EFISIENSI, KAVITASI DAN KARAKTERISTIK POMPA
6.1. EFISIENSI
Setiap rugi-rugi yang timbul pada pompa aakan selalu berdampak pada
turunnya efisiensi pompa. Rugi-rugi yang terjadi pada pompa sentrifugal
biasanya disebabkan adanya kebocoran, turbulensi aliran, gesekan pada
bantalan, gesekan pada impeller, serta bagian lainnya yang berputar. Sehingga
besarnya efisiensi pompa dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
1. Rugi-rugi hidroulis akibat adanya rugi-rugi dalam aliran turbulen dan
gesekan.
2. Rugi-rugi mekanis akibat gedekan pada bantalan dan paking
3. Rugi-rugi gesekan pada impeller
4. Rugi-rugi kebocoran
Jumlah kerugian secara total dapat dilihat pada efisiensi totalnya. Efisiensi
total pompa (over all efisiensi) adalah hasil kali dari efisiensi mekanis ,
efisiensi hidolis dan efisiensi volumetric.
6.1.1. Efisiensi volumetric
Efisiensi volumetric sangat dipengaruhi oleh besarnya kebocoran
yang terjadi dalam pompa. Kebocoran ini dapat berupa fluida yang
sudah mengalami pemompaan namun kembali lagi ke sisi isap melewati
celah antara komponen yang berputar dengan komponen yang diam dari
pompa yang akhirnya terpompa lagi.
148
149
Kerugian volumetric dapat dilihat dari harga volumetrisnya yang
merupakan perbandingan antara kapasitas pemompaan dengan kapasitas
aliran yang melalui impeller. Besarnya efisiensi volumetric (ηv) dicari
dengan menggunakan persamaan rumus (Stepanoff, 1957 : 37):sebagai
berikut
1QQv =η …………………………………………………………(6.1)
Dimana :
Q = kapasitas (0,0064 m3/s)
Q1 = kapasitas aliran fluida dengan kebocoran ( 0,0071 m3/s)
Sehingga diperoleh :
0071,00064,0
=vη
= 0,902
6.1.2. Efisiensi hidrolis
Kerugian hidrolis disebabkan adanya rugi-rugi aliran dalam pompa
akibat adanya turbulensi atau karena adanya gesekan. Jumlah kerugian
hidrolis dapat dilihat dari besarnya efisiensi hidrolis yang merupakan
perbandingan antara head total pompa sesungguhnya dengan head
teorotis. Efisiensi hidrolis (ηh) dirumuskan:
HthHh =η ………………………………………………………....(6.2)
Hth = head teoritis pompa (m )
150
= g
CCCU uu,1
111
22 .. − ; sudut α = 900 sehingga Cu1 = 0
= gCU u
122 .
= 81,9
397,12.079,20
= 23,134
Karena head yang digunakan adalah head pertingkat H =15 m = 47 ft
Sehingga diperoleh:
134,2315
=hη
= 0,65
6.1.3. Efisiensi mekanis
Rugi-rugi mekanis meliputi rugi-rugi gesekan pada bantalan serta
gesekan pada kotak packing. Sulit untuk menentukan besarnya rugi-rugi
mekanis secara tepat. Sehingga daya yang digunakan untuk mengatasi
rugi-rugi ini di ambil 2% - 4% dari daya kuda. Jika kita ambil daya yang
digunakan untuk mengatasi rugi-rugi pada bantalan packing adalah 2%,
maka besarnya daya ini (hpm) adalah:
Hpm = 0,02 x 10
= 0,2
Besarnya daya yang digunakan untuk mengatasi gesekan pada
impeller dirumuskan dengan persaman:
151
Hpdf = 0,16.γ . ( 53
.1000
dn⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ………………………………………....(6.3)
Dimana :
γ = Berat jenis fluida (950,6 kg/m3)
n = Putaran poros (2950 rpm)
d2 = Diameter luar impeller (0,130 m)
Sehingga diperoleh :
Hpdf = 0,16.950,6. 5130,0.10002950
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
= 0,145 Hp
Efisiensi mekanis dirumuskan:
bhphpmHbhp pdf
m
−−=η …………………………………..……..(6.4)
Dimana :
bhp = Daya kuda rem (10 hp)
hpdf = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan pada
impeller (0,70 Hp)
hpm = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan pada
bantalan ( 0,2 Hp)
Sehingga diperoleh:
102,0145,010 −−
−mη
= 0,96
152
Efisiensi total pompa di peroleh dengan mengalikan evisiensi
volumetric, efisiensi hidrolis dan efisiensi mekanis:
mhvt xx ηηηη = ………………………………………………....(6.5)
= 0,902 x 0,65 x 0,96
= 0,56
6.2. KAVITASI
Kavitasi adalah gejala menguapnya zat cair yang sedang mengalir, karena
tekanan berkurang dibawah uap jenuh. Misalnya air pada tekanan atmosfer
akan mendidih dan menjadi uap pada temperature 1000 c. Tetapi jika tekanan
direndahkan , maka air akan mendidih pada temperatur yang lebih rendah.
Jika tekanannya cukup rendah, pada temperetur kamar pun air dapat mendidih.
Apabila zat cair mendidih, maka akan timbul gelembung-gelembung uap
zat cair. Hal ini dapat terjadi pada zat cair yang sedang mengalir di alam
pompa maupun didalam pipa. Tempat-tempat yang bertekanan rendah atau
berkecepatan tinggi didalam aliran, sangat rawan terhadap terjadi kavitasi
pada pompa misalnya, bagian yang mengalir kapitasi adalah pada sisi isap,
kavitasi akan timbul bila tekanan isap terlalu rendah.
Jika pompa mengalami kavitasi, maka akan timbul berisik dan getaran.
Selain itu performansi pompa akan menurun secara tiba-tiba, sehingga pompa
tidak dapat bekerja dengan baik. Bila pompa dijalankan dalam keadaan
kavitasi secara terus menerus maka permukaan dinding saluran sekitar aliaran
akan mengalami kerusakan.
153
Kavitasi merupakan peristiwa perubahan fase dari zat cair menjadi uap
yang disebabkan turunnya tekanan absolut zat cair sampai dibawah tekanan
uap jenuhnya. Untuk itu ada bebebrapa cara untuk pencegahan kavitasi,
diantaranya:
1. Jarak isap dengan zat cair yang dihisap dibuat sedekat mungkin.
2. Mengusahakan agar permukaan impeller sehalus mungkin terutama pada
daerah dekat dengan sisi zat cair.
3. NPSH yang tersedia harus lebih besar dari NPSH yang dibutuhkan
4. Harus diusahakan membuat sudu yang mencukupi agar dapat memberikan
pengaruh zat baik dan menjaga tekanan cairan pada sudu-sudu tetap
rendah
6.2.1. (NPSH) Net Positif Suction Head
Seperti telah duiraikan didepan bahwa kavitasi akan terjadi apabila
tekanan statis suatu aliran zat cair turun sampai dibawah tekanan uap
jenuhnya, untuk menghindari kavitasi, harus diusahakan agar tidak ada
suatu bagian pun dari aliran di dalam pompa yang mempunyai tekanan
statis lebih rendah dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur yang
bersangkutan.
Terjadinya kavitasi berkaitan dengan kondisi pompa pada sisi isap.
Tekanan isap minimum yang dimiliki pompa sehingga mampu
memasukan cairan kepompa disebut NPSH.
NPSH dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Tekanan absolute pada permukaan cairan yang dipompa
154
2. Tekanan uap jenuhnya pada permukaan cairan yang dipompa
3. Ketinggian permukaan cairan pada poros pompa
4. Kerugian yang disebabkan oleh gesekan atau turbulensi aliran dalam
pipa isap, antara permukaan cairan hingga kepompa.
NPSH dibedakan menjadi NPSH yang tersedia yang ditentukan
oleh system atau instalasi pemompaan serta NPSH yang dibutuhkan oleh
pompa yang ditentukan oleh pembuat pompa. Agar dapat bekerja tanpa
terjadinya gangguan kavitasi; maka pemompaan harus beroperasi pada
kondisi dimana:
NPSH yang tersedia > NPSH yang dibutuhkan
1. NPSH yan tersedia
NPSHA = HlsHsPvPa−−−
γγ ……….……………………..….(6.6)
Dimana :
Pa = Tekanan mutlak dalam daerator
= 1.5 atm = 151.95 kpa (1 atm = 101,3 kpa)
= 15498 kgf/m2 (1 atm = 10332,3 kgf/m2)
Pv = Tekanan uap jenuh pada temperatur 1100
= 1,5289 kgf/cm2 = 15289 kgf/m2
γ = 0,9506 kg/l = 950,6 kg/m3
Hs = Kerugian permukaan yang diisap (7 m)
155
Hls = hs∆∑ (Kerugian yang di sebabkan oleh gesekan atau
turbulensi aliran dalam pipa isap, antara permukaan cairan
hingga kepompa = 0,253 m)
NPSHA = 6.950
15489 - 6.950
15289 - (-7) – 0.253
= 6,9574 m
= 22,82 ft
6.2.2. NPSH yang dibutuhkan
Tekanan terendah dalam pompa biasanya terjadi pada titik-titik
disekitar sisi masuk sudu impeller. Tekanan pada titik ini lebih rendah
dari tekanan pada lubang isap pompa karena adanya kerugian head pada
nozel isap serta kenaikan kecepatan aliran karena luas penampang yang
mengecil.
Selanjutnya pennguapan cairan tidak akan terjadi jika tekanan
masuk pompa dikurangi dengan penurunan tekanan didalam pompa lebih
besar dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur operasi. Besarnya
penurunan head dalam pompa yang disebut dengan NPSH yang
dibutuhkan pompa yang besarnya ditentukan oleh pabrik pembuat pompa
melalui pengujian pompa sebenarnya.
Meskipun demikian kita memperkirakan besarnya NPSH yang
dibutuhkan (NPSHR) dengan persamaan:
NPSHR = σ x H ………...….……………………………..……..(6.7)
Dimana :
σ = koefisien kavitasi thoma
156
H = head total pompa (282.2 ft)
Untuk menghitung nilai koefisien kavitasi thoma dapat
menggunakan bilangan kecepatan spesifik isap (S). Untuk pompa
bertingkat banyak tekanan tinggi (hisapan tunggal) harga S berkisar
5500 sampai 7500 (Austin H. Churc, 1944 : 82) diambil 7500, sehingga
nilai koefisien kafitasi Thoma :
σ = 3/4
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Sns ……………….……………………………..………….(6.8)
Dimana :
S = Kecepatan spesifik hisap 7500 rpm
Ns = Kecepatan spesifik pompa
Ns = 4
3H
Qtpn
Dimana :
N = Putaran motor (2950 rpm)
Qtp = Kapasitas (0,0064 m3/s = 101,4 gpm)
H = Head total pompa (86 m = 282,2 ft)
Ns = 4
32,282
4,1012950 = 431,4 rpm
Sehingga nilai koefisien kvitasi thoma adalah :
σ = 3/4
75004,431⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ = 0.022
Koefisien kavitasi thoma juga dapat dicari dengan gambar berikut :
157
Gambar. 6.1. Batas – batas kavitasi operasi pompa (Austin H. Churc, 1994 :82)
Sehingga NPSHR = σ x H
= 0.022 x 282.2
= 6,2084 ft = 1,909 m
Maka didapatkan NPSHA > NPSHR yaitu 22,82 ft > 6,2 ft, pada
perencanaan ini pompa bekerja dengan baik tanpa mengalami kavitasi.
6.3. KARAKTERISTIK POMPA
Karakteristik pompa yaitu grafik yang menunjukan hubungan antara head
(H), Brake Horse Power (BHP) dan efisiensi (η) terhadap kapasitas pompa (Q)
pada putaran kerja yang konstan. Pada kenyataanya karakteristik pompa hanya
dapat diperoleh dari percobaan yang dilakkan pada pompa tersebut, akan
tetapi secara teoritis karakteristik pompa dapat diperoleh dengan perhitungan
sesuai dengan persamaan dan dapat dipakai sebagai karakteristik pompa yang
diperoleh dari hasil percobaan.
158
6.3.1. Karakteristik Pompa Hubungan Antara Head Dengan Kapasitas
1. Head Euler’s (Ht∞) dengan kapasitas
Dalam hubungan dengan head yang menggambarkan pompa ideal
dengan mengabaikan kerugian-kerugian pada pompa tersebut, dengan
asumsi sebagai berikut :
a. Jumlah sudu tidak terbatas
b. Tebal sudu diabaikan
c. Aliran fluida merata dan gesekan relative kecil
Head Euler’s disebut juga head ideal, dan dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut: (Fritz Dietzel, hal 311)
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡××
×−×=∞
22
22
2
bdCotgQU
gUH t π
β ....................................................(6.9)
Dimana:
U2 = Kecepatan sisi keluar tangensial (20,079 m/s)
β = 2β = Sudut keluar sudu 230
d2 = Diameter sisi keluar impeller (130 mm = 0,13 m)
b2 = Lebar sudu keluar (0,009108 m)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
Maka:
∞tH ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
×××
−×=009108,014,313,0
3558,2079,2081,9079,20 vQ
= 41,097 – 1296,9 Qv
Untuk:
159
Qs = o m3/s maka didapat ∞tH = 41,097 m
Qs = 0,0064 m3/s maka didapat ∞tH = 32,797 m
2. Head teoritis (Htz) dengan kapasitas
Head teoritis merupakan head yang telah dipengaruhi oleh
fenomena sirkulasi aliran yang belum dimasukkan dalam asumsi ideal
head Euler’s. Head teoritis ini dinyatakan dengan rumus : (Khetagurov
M, Marine Auxiliary Machine And System, 1968 ; 267 )
uttz CKHH 2×= ∞ …………………………………………….….(6.10)
Dimana:
K2Cu = factor koefisien sirkulasi (0,6 - 0,8 diambil 0,8)
Htz = 0,8 (41,097 – 1296,9 Qv)
= 32,88 – 1037,52 Qv
Qs = 0 m3/s maka didapat Htz = 32,88 m
Qs = 0,0064 m3/s maka didapat Htz = 26,24 m
3. Head aktual (Hakt) dengan kapasitas
Head aktual merupakan head yang dihasilkan oleh pompa. Head ini
dapat ditentukan dengan head teoritis (Ht) dan kerugian hidrolis (Hh).
Kerugian hidrolis meliputi kerugian kejut (shock lossed), kerugian
turbulensi, kerugian gesekan. Head aktual dapat dinyatakan dengan
rumus: (B. Nekrasov, hal 193)
Hakt = Htz – h ……………………………….……….(6.11)
Dimana:
Htz = Head teoritis (26,24 m)
160
Hakt= Head actual (15 m pertingkat)
h = hfd + hsh (kerugian hidrolis)
Kerugian hidrolis yang meliputi kerugian kejut, kerugian turbulensi
dan kerugian gesek dinyatakan dengan rumus:
h = hfd + hsh
Dimana:
hsh = Kerugian kejut turbulensi (m)
hfd = Kerugian gesek (m)
Maka:
Hakt = Htz – h
15 = 26,24 – (hfd + hsh)
(hfd + hsh) = 26,24 – 15
= 11,24 m
Kondisi terbaik dari suatu pompa adalah pada saat kerugian
hidrolis minimum, kondisi ini disebut Best Efficiency Point (BEP).
Suatu pompa dalam keadaan BEP apabila pompa tersebut beroperasi
pada efisiensi yang tinggi dan keadaan tersebut dicapai apabila hfd =
hsh karena kondisi ini kerugian hidrolis minimum, menjadi:
hfd = hsh = 224,11 = 5,62 m
Sehingga kerugian head akibat gesekan dan putaran (hfd) pada
kapasitas (Qs), adalah: (M. Khetagurov, hal 267)
161
hfd = (1 - hmη ) Hn 2
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
nQQ = K . Q2 …………………….….(6.12)
Dimana:
K = Konstanta gesekan
Q = Kapasitas pompa (0,0064 m3/s)
Maka:
hfd = K . Q2
K = ( )20064,0
62,5
= 137207,03
Untuk kapasitas pompa yang bervariasi, kerugian head karena
gesekan menjadi hfd = 137207,03
Kerugian head karena kejutan (hsh) adalah: (M. Khetagurov, hal 267)
hsh =
gKsh
.2
22
3
2221 1.. ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
nu Q
QxddCKUU ………………….……….(6.13)
Dimana:
Ksh = Faktor rugi kejutan sisi masuk (0,6 – 0,8 diambil 0,7)
hsh = Kerugian head karena kejutan (5,62 m)
U1 = Kecepatan sisi masuk impeller (10,6 m/s)
U2 = Kecepatan sisi keluar impeller (20,079 m/s)
K2Cu= Koefisien sirkulasi (0,6 – 0,8 diambil 0,8)
d2 = Diameter sisi keluar impeller (130 mm = 0,13 m)
d3 = Diameter lidah volut (2 x Rt); dimana Rt = 66,95 mm
162
= 2 x 66,95 mm = 0,1339 m
Q = Kapasitas aliran pompa (0,0064 m3/s)
Qn = Kapasitas aliran saat hsh (saat terjadi kejutan m3/s)
Maka:
5,62 = ( )22
2 0064,011339,0
13,08,0079,206,081,9.27,0
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛+nQ
xxx
5,62 = 12,68 2
0064,01 ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
nQ
68,1262,5 =
nQ0064,01−
0,68 = nQ
0064,01−
nQ0064,0 = 1 – 0,68
Qn = 0,020 m3/s
Dengan demikian untuk kapasitas yang bervariasi, kerugian head
karena kejutan adalah:
hs = 12,682
var
020,01 ⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛− iasiQ
besarnya kerugian head karena kejutan dengan kapasitas yang
bervariasi ditentukan dengan menggunakan tabel dibawah ini.
163
Tabel 6.1.
Karakteristik pompa hubungan antara head euller’s, head teoritis, head
actual dengan kapasitas aliran bervariasi
Q
(m3/dt)
Ht∞
(m)
Htz
(m)
hfd
(m)
hsh
(m)
h
(m)
HAkt
(m)
0 41.097 32.88 0 9.13 9.13 23.75
0.00167 40.403 32.325 0.203 8.796 8.999 23.326
0.00214 39.709 31.769 0.814 8.469 9.283 22.486
0.00321 39.015 31.215 1.831 8.147 9.978 21.237
0.00428 38.321 30.659 3.256 7.832 11.088 19.571
0.00535 37.628 30.104 5.087 7.523 12.61 17.494
0.00640 36.947 29.56 7.3 7.23 14.53 15.03
0.00747 36.253 29.005 9.92 6.929 16.847 12.158
0.00854 35.559 28.449 12.962 6.639 19.601 8.848
0.00961 34.865 27.894 16.414 6.355 22.769 5.125
05
1015202530354045
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012
Kapsitas M^/s
Head
(M)
Ht¥ (m) Htz (m) HAkt (m)
Gambar 6.2. Kurva karakteristik pompa hubungan antara head
actual, head teoritis, head euller’s dengan aliran kapasitas
bervariasi
164
6.3.2 Kurva Head Kapasitas Pompa & Sistem
Kurva head kapasitas dari pompa menyatakan kemampuan untuk
menentukan head (H) yang besarnya tergantung kapasitas laju aliran.
Pada kurva head kapasitas ini merupakan head actual pompa, sedangkan
head system yaitu head yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair
melalui system pipa yang besarnya sama dengan head untuk mengatasi
kerugian gesek ditambah dengan hal statis system. Nilai kerugian head
pompa pipa diambil dari persamaan aliran (V) yang bervariasi terhadap
kapasitas laju aliran dalam pipa. Besarnya kerugian head sepanjang pipa
hisap, pipa tekan dan head system seperti terlihat dalam table 6.2.
Tabel 6.2. Hubungan antara jumlah head isap, head tekan dan head
statis dengan head system.
Kerugian head isap & tekan Jumlah kerugian head isap &
tekan (m) hs (m) hd (m)
0 0 0
0.0506 0.2154 0.2659
0.1012 0.4307 0.5319
0.1518 0.6461 0.7979
0.2024 0.8615 1.0639
0.2530 1.0769 1.3299
0.3036 1.2923 1.5959
0.3542 1.5077 1.8619
0.4048 1.7230 2.1278
165
Kerugian
head isap &
tekan (m)
Head statis ha
(m)
ph∆
(m)
Head system
hsis (m)
H
(m)
0 5 78.9 83.9 142.5
0.2695 5 78.9 84.2 139.21
0.5319 5 78.9 84.4 132.3
0.7979 5 78.9 84.7 121.8
1.0639 5 78.9 84.9 107.8
1.3299 5 78.9 85.2 90
1.5959 5 78.9 85.5 69.3
1.8619 5 78.9 85.8 44.6
2.1278 5 78.9 86 16.4
Gambar 6.3. Kurva karakteristik hubungan antara head actual dengan head
system
020406080
100120140160
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01
Kapasitas (M^3/s)
Head
(m)
Head system hsis (m) H (m)
166
6.3.3. Kurva karakteristik BHP dan kapasitas
Karakteristik brake horse power terjadap kapasitas (BHP dan Q)
dan efisiensi terhadap kapasitas (η dan Q) dalam perhitungan ini diambil
contoh, yaitu untuk harga kapasitas (Q) = 0,0064 m3/s, maka akan
diperoleh besaran-besaran sebagai berikut:
∞Ht = 221.682 m
Htz = 177.36 m
H = 86 m
Apabila pompa dioperasikan pada putaran konstan dan kapasitas
pompa yng diubah-ubah, maka akan di ikuti oleh perubahan daya (bhp)
dan efisiensi (ηop). untuk menghitung harga BHP dapat ditentukan
dengan rumus:
BHP = FHP + HPL +HPDF +HPHV +HPM .………….................…(6.14)
(Church, Pompa dan Blower Sentifugal, 1993 ; 35)
Dimana:
BHP = Brake Horse Power (Hp)
FHP = WHP = Fluida Horse Power (Hp)
HPL = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi kebocoran (Hp)
HPDF= Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan air antara
impeler dan rumah pompa Hp)
HPHV = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi kerugian hidrolis
(Hp)
167
HPM = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi kerugian mekanis
(HP)
6.3.3.1. Fluida Horse Power (FHP)
FHF = WHP = 75
.. HQsγ ………………….…………………….(6.15)
Dimana:
Qs = kapasitas yang dapat di ubah-ubah
γ = Berat jenis air = 950,6 kg/m3
H = Head untuk karakteristik pompa = 86 m
Untuk :
Kapasitas (Q) = 0,0064 m3/s
Maka :
FHP = 75
860064,06,950 xx
= 6,976 Hp
6.3.3.2. Daya untuk mengatasi kebocoran (HPL)
75L
PLHQlx
Hγ
= ………………..………………………(6.16)
Dimana:
QL = Kapsitas kebocoran
= (2% - 10% x 0,0064 m3/s)
Htz = Head teoritis
= 29,56 m
168
γ = Berat jenis air
= 950,6 kg/m3
Maka :
HPL = 75
36,1776,95000032,0 xx = 0,72 Hp
6.3.3.3. Daya Untuk Mengatasi Ggesekan HPDF
HPdf = 1,83 x 2
23
2
10100 ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ D
xU
…………………….………….(6.17)
(Church: 34)
Dimana:
U2 = 20,079 m/dt = 65,87 ft/dt (1 m/dt = 3,2808 ft/dt)
d2 = 0,13 m = 5,12 in (1 meter = 39,37 in)
HPDF = 1,83 23
1012,5
10087,65
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ = 0,14 Hp
6.3.3.4. Daya Untuk Mengatasi Kerugian Hidrolis (HPHV)
HPHV = 75
)( shfd hhQsx +γ ……………………….……….(6.18)
Dimana:
Qs = Kapasitas pompa yang bervariasi
γ = Berat jenis air = 950,6 kg/m3
hfd = kerugian head akibat adanya gesekan dan terjadinya
pusaran (6,4614 m)
hsh = kerugian head akibat kejutan/shick (1,518 m)
Untuk:
169
Qs = 0,0064 m3/s
Maka :
HPHV = 75
)518,14614,6(6,9500064,0 +xx
= 0,65 Hp
6.3.3.5. Daya Untuk Mengatasi Kerugian Mekanis (HPM)
Besarnya daya untuk mengatasi kerugian mekanis berkisar
antara 2% - 4% dari Brake Horse Power (BHP) (Austin H Church,
hal 32).
Sehingga dalam perencanaan ini diambil 2,1% dari harga BHp.
HPM =2,1% x BHP
6.3.3.6. Brake Horse Power (BHP)
Besarnya Brake Horse Power (BHP) pada kapasitas Qs =
0,0064 m3/dt, dihitung menggunakan persamaan (6.9)
BHP = FHP + HPL + HPDF HPHV + HPM ………………….…….(6.19)
= 6,976 +0,72 + 0,65 + 0,14 + 0,021 (BHP)
0,979 BHP = 8,507
BHP = 8,689 Hp
Sehingga kerugian daya untuk mengatasi rugi-rugi mekanis
(HPM) dengan menggunakan persamaan (7.14)
HPM = 0,021 x 8,689
= 0,1825 Hp = 2 Hp
170
6.3.3.7. Efisiensi Pompa
Efisiensi pompa yang terjadi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
ηop = %100xBHPFhp ………………………..………………(6.20)
Dimana:
FHP = 6,976 Hp
BHP = 8,689 Hp
Maka :
ηop = %100689,8976,6 x
= 80,55 %
Tabel 6.3. Harga dari BHP dan opη pada setiap kapasitas
Qs
(m3/s)
Whp
(Hp)
HPL
(Hp)
HPDF
(Hp)
HPHV
(Hp)
Bhp
(Hp)
ηop
0.
0.0024
0.0034
0.0044
0.0054
0.0064
0.0074
0
2.616
3.706
4.792
5.886
6.976
8.066
0
0.2697
0.382
0.494
0.6069
0.72
0.83
0.137
0.137
0.137
0.137
0.137
0.137
0.137
0
0.243
0.344
0.445
0.546
0.65
0.748
0.137
3.336
4.667
5.998
7.33
8.69
9.99
0
0.7842
0.7941
0.7993
0.803
0.8055
0.815
171
Gambar 6.4. Grafik Whp dan BHP dari kapasitas bervariasi
0
2
4
6
8
10
12
0 0.005 0.01
Q M^3/s
Hp Whp (Hp)
Bhp (Hp)
172
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dalam setiap pemilihan suatu pompa haruslah terlebih dahulu diketahui
jenis fluida yang akan dialirkan, kapasitas aliran dan head yang diperlukan untuk
mengalirkan zat cair yang akan dipompa. Dengan ketepatan pemilihan pompa
yang sesuai dengan penggunaan tentunya dapat diberikan efisiensi dalam segala
hal, baik dari segi ekonomi, waktu maupun kelancaran pemompaan.
Selain dengan ketepatan pemilihan pompa, hal yang perlu diperhatikan
agar pompa dapat bekerja dengan baik, perlu diperhatikan pula tentang instalasi
pompa. Instalasi pompa yang dimaksud disini adalah meliputi letak pompa,
perpipaan, katup dan tangki tekan.
Untuk itu diharapkan dalam perancangan pompa sentrifugal untuk
memindahkan air dari bak sterilisasi ke bak pengisian pada Tugas Akhir ini biar
menghasilkan sebuah perancangan pompa yang dapat bekerja dengan baik dan
efisien. Dalam kesimpulan ini disajikan hasil perhitungan – perhitungan pokok
pada perancangan pompa sebagai berikut :
Spesifikasi pompa:
Jenis pompa = Pompa sentrifugal enam tingkat
Fluida kerja = Air tawar
Head total = 86 m
Kapasitas = 20 ton/jam
172
173
Putaran = 2950 rpm
Daya motor penggerak = 10 hp
Efisiensi Volumetris = 90.2 %
Efisiensi Hidrolis = 65 %
Efisiensi Mekanis = 96 %
Efisiensi Total = 56 %
Komponen pompa sentrifugal ;
1. Impeller
Bahan = Bronze
Diameter poros (ds) = 30 mm
Diameter masuk (d1) = 68.69 mm
Diameter keluar (d2) = 130 mm
Lebar sisi masuk (b1) = 15 mm
Lebar sisi keluar (b2) = 9.108 mm
Sudut sisi masuk (β1) = 18o
Sudut sisi keluar (β2) = 23o
Jumlah sudu = 7 buah
Tebal sudu (s) = 2,5 mm
Type sudu = Singel curvature
2. Poros
Bahan = Baja karbon (S 55 C), JIS G 4501)
Kekuatan tarik (σt) = 66 kg/mm2
Tegangan lentur = 4.4 kg/mm2
174
Diameter (da) = 20 mm
Diameter (db) = 20 mm
Diameter (dc) = 25 mm
Diameter (dd) = 30 mm
Diameter (de) = 25 mm
Diameter (df) = 20 mm
Panjang = 708 mm
3. Kopling
Jenis = JIS G 5101 (SC42)
= Kopling flens luwes
Bahan = Baja karbon cor
Diameter luar kopling = 112 mm
Diameter poros kopling = Minimal 20 mm
= Maksimal 25 mm
Jumlah baut = 4 buah
Diameter baut = 10 mm
4. Bantalan
Nomor bantalan = 6004 (SUJ5)
Jenis = Bantalan gelinding alur dalam
Diameter dalam = 20 mm
Diameter luar (D) = 42 mm
Lebar bantalan (B) = 12 mm
175
5. Pasak
Pasak kopling
Jenis = JIS G 4501 (S55C)
= Baja karbon
Kekuatan tarik = 66 kg/mm2
Ukuran nominal = 8 x 7 mm
Ukuran standar = 8 mm
Pasak impeller
Jenis = JIS G 4501 (S55C)
= Baja karbon
Kekuatan tarik = 66 kg/mm2
Ukuran nominal = 7 x 7 mm
Ukuran standar = 7 mm
6. Kavitasi
NPSH yang diperlukan = 1.909 m
NPSH yang tersedia = 6.9574 m
7.2. Saran
Dalam pemasangan dan pengoperasian pompa sentrifugal, harus
diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Sumber listrik
Data terperinci dari tegangan (volt), fasa dan frekuensi terdapat pada data
teknis motor. Data ini harus sesuai dengan sumber listrik yang digunakan.
176
2. Kabel
Lindungi kabel dari benda-benda yang dapat merusak kabel (terkelupas).
Kabel sebaiknya diletakkan pada kolom dengan plastik diatas dan dibawah
flens atau socket.
3. Pemasangan pompa
Pompa harus diletakkan sedekat mungkin dengan tadah isap, posisinya harus
sedimikian rupa hingga tidak memerlukan terlalu basnyak belokan pada pipa
isap.