14

Click here to load reader

tabir-surya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: tabir-surya

TABIR SURYA

Matahari, udara, dan air merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam proses kehidupan

di bumi. Sinar surya diperlukan untuk proses fotosintesis, sintesis vitamin D, sumber cahaya

alamiah, membunuh kuma pathogen, dan fototerapi atau fotokemoterapi. Akan tetapi di sisi lain

sinar ultraviolet (UV) yang merupakan komponen sinar surya dapat pula menimbulkan terbakar

surya, kanker kulit, dermatoheliosis, katarak, disamping rekasi fototoksik dan fotoalergik serta

merupakan pencetus beberapa penyakit kulit seperti porfiria, reaksi urtikaria, dermatitis dan

laim-lain.

Efek buruk dari sinar UV ini dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi dan lamanya

pajanan, serta intensitas radiasi sinar UV. Reaktivasi individu terhadap sinar UV bergantung

pada warna kulit konstitutif serta tipe kulit yang diturunkan secara genetik. Sedangkan intensitas

radiasi sinar UV bergantung pada letak geografis matahari, yaitu letak lintang, tinggi tempat dari

permukaan bumi adalah dengan panjang gelombang lebih dari 290 nm, sedang sinar UV-C

(200nm-290nm) yang bersifat karsinogenik pada masa lalu memang dianggap tidak mencapai

permukaan bumi karena telah diabsorbsi secara selektif dan difilter oleh lapisan ozon dan

molekul oksigen di stratosfir. Akan tetapi dengan bocornya lapisan ozon, maka sinar UV-C ini

diperkirakan telah mencapai permukaan bumi dan dianggap bertanggung jawab terhadap

peningkatan angka kejadian kanker kulit.

Untuk mencegah efek buruk pajanan sinar surya ini dapat dilakukan dengan cara

menghindari pajanan sinar surya secara berlebihan, yaitu tidak berada di luar rumah pada jam

10.00 - 16.00, memakai pelindung fisik misalnya pakaian tertutup, paying, caping, kacamata

pelindung, dan memakai tabir surya topikal apabila kegiatan mengharuskan berada dibawah terik

matahari. Untuk pemakaian tabir surya ini direkomendasikan tabir surya dengan spectrum lebar

(UV-B dan UV-A), dengan Sun Protecting Factor (SPF) minimal 15.

SINAR SURYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KULIT

Sinar surya merupakan energy electromagnet yang dipancarkan dari permukaan matahari

sebagai hasil dari rekasi termonuklir. Energi tersebut dipancarkan dalam bentuk gelombang sinar

X yang berenergi tinggi sampai gelombang radio yang berenergi sangat terendah. Sebagian besar

pancaran gelombang electromagnet tersebut dalam perjalanannya ke bumi diserap oleh atmosfir

Page 2: tabir-surya

bumi, terutama oleh lapisan ozon sehingga di permukaan bumi setinggi air laut spectrum sinar

surya adalah dengan panjang gelombang lebih dari 290nm. Sinar surya yang sampai di

permukaan bumi dan mempunyai dampak terhadap kulit tersenut dibedakan menjadi sinar UV-B

(290-320 nm), UV-A (320-400 nm), sinar kasat mata (400-760 nm), dan sinar inframerah (700-

1800 nm). Walaupun energi yang berasal dari matahari relatif konstan, akan tetapi intensitas UV

dan spektrum yang sampai di permukaan bumi bervariasi bergantung pada waktu, musim,

kondisi atmosfir setempat, letak lintang dan tinggi dari permukaan laut. Puncak radiasi UV-B ini

terjadi antara pukul 10.00 sampai pukul 16.00.

Apabila sinar UV mengenai suatu partikel masa sinar tersebut dapat dipantulkan,

dihamburkan, atau diserap. Hal ini bergantung pada diameter partikel tersebut. Bila diameter

partikel lebih besar dari dua kali panjang gelombang maka sinar yang mengenai partikel tersebut

lebih kecil dari satu setengah panjang gelombang dan tersebar rata pada media yang mempunyai

indeks refraksi berbeda dengan partikel tersebut.

Lapisan ozon akan menyerap semua energi dengan panjang gelombang sekitar 200 nm-

340 nm. Oksigen dalam atmosfir merupakan penyerap kuat semua energi dengan panjang

gelombang lebih kecil dari 200 nm. Selain bergantung kepada ozon, banyaknya energi surya

yang mencapai permukaan bumi dipengaruhi oleh tebal-tipisnya massa udara, polutan, awan dan

kondisi permukaan bumi. Semakin tebal lapisan udara maka rintangan yang dilalui semakin

besar dan gelombang pendek lebih mudah terpengaruh dibandingkan dengan gelombang

panjang. Debu dan asap dapat menyerap atau memantulkan UV. Sedangkan polutan industri

terutama hidrokarbon aromatic merupakan penyerap UV yang kuat dan dapat menurunkan

intensitas radiasi. Partikel debu, asap, dan kabut dengan pula menghamburkan UV gelombang

pendek. Sedangkan awan yang merupakan titik air dapat menyerap gelombang panjang, terutama

radiasi inframerah. Permukaan yang mengkilat, misalnya pasir pantai, beton, dan logam

memantulkan sinar surya, sedangkan kaca jendela dapat menghambat UV-B.

Bila sinar surya mencapai permukaan kulit manusia maka sebagian sinar tersebut akan

dipantulkan, sebagian diserap dan sebagian lagi akan menembus kulit dan energi yang

dikandungnya akan dihamburkan dan dapat menimbulkan gangguan pada kulit manusia.

Semakin besar panjang maka kemungkinan mencapai dermis lebih besar. Perbedaan ketebalan

stratum korneum dan tingkat pigmentasi akan mempengaruhi absorpsi dan transmisi sinar UV.

Page 3: tabir-surya

Secara alamiah kulit sudah mempunyai perlindungan terhadap sinar surya, yaitu dengan

adanya stratum korneum, melanin, dan asam urokanat. Ketebalan stratum korneum berfungsi

merintangi sinar surya dengan cara menyerap atau menghamburkan, sehingga makin tebal

stratum korneum akan semakin sulit ditembus oleh sinar UV. Adanya melanin berfungsi

menyerap dan menghamburkan sinar UV, disamping berfungsi sebagai penangkap gugus radikal

bebas, serta sebagai filter optic DNA pada nucleus. Asam urokanat dijumpai pada keringat,

diduga bekerja sebagai protector terhadap sinar UV-B, akan tetapi saat ini peran asam urokanat

ini diragukan karena Cis-asam urokanat mempunyai efek imunosupresi yang bahkan

diperkirakan berperanan pada pembentukan kanker kulit.

Adanya radiasi UV ini dapat menimbulkan reaksi yang bersifat akut atau segera akibat

sekali pajanan dengan energi yang berlebihan, dan reaksi tertunda akibat pajanan yang kronis.

Respon kulit yang dapat terlihat setelah pajanan dengan sinar UV dapat dibedakan menjadi

respons eritema, respons pigmentasi, dermatoheliosis, dan fotokarsinogenesis.

1. Eritema

Spektrum UV yang eritematogenik adalah sinar UV-B dan UV-A 2, walaupun pajanan

dengan sinar kasat mata dan sinar inframerah dapat pula menyebabkan kemerahan pada kulit

yang segera tampak dan segera hilang pada akhir radiasi. Eritema ini juga dapat ditimbulkan oleh

sinar UV-C yang terdapat dalam lampu untuk sterilisasi.

Radiasi sinar UV-B merupakan penyebab terjadinya terbakar surya yang terjadi secara

akut. Pada individu berkulit terang diperlukan sekitar 20-70 mJ/cm2 untuk menimbulkan reaksi

eritema yang dapat terlihat oleh mata (MED = minimal erythema dose atau DEM = dosis eritem

minimal).

Radiasi sinar UV-A juga dapat menimbulkan terbakar surya walaupun kapasitas

eritematogenik dari sinar UV-A ini sangat lemah, yaitu 600-1000 kali lebih lemah dibandingkan

dengan sinar UV-B. Diperlukan 20-100 J/cm2 sinar UV-A untuk menimbulkan eritema. Eritema

ini segera tampak sesudah pajanan, intensitasnya optimal setelah 10-12 jam dan masih tetap

tampak sampai 24 jam. Sinar UV-A dengan panjang gelombang 320-340 nm disebut pula sinar

UV-A 2, sedang sinar UV-A dengan panjang gelombang 340-400 disebut sinar UV-A1. Sinar

UV-A2 mempunyai efek eritematogenik dan melanogenik yang mirip dengan sinar UV-B.

Perbandingan sinar UV-A mempunyai peran yang cukup berarti pada proses terbakar surya.

Page 4: tabir-surya

2. Pigmentasi

Respon pigmentasi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu pigmentasi segera dan pigmentasi

lambat. respons pigmentasi ini diransang oleh sinar UV-A, UV-B maupun sinar tampak. Radiasi

sinar UV-A terhadap kulit manusia dapat segera menimbulkan reaksi pigmentasi (immediate

pigment-darkening = IPD). Reaksi tampak beberapa menit sesudah pajanan dan reaksi ini

bergantung kepada jumlah melanin yang telah ada serta dosis radiasi. Reaksi IPD atau

pigmentasi cepan (PC) ini merupakan foto-oksidasi dari melanin yang telah ada. Pigmen hasil

radiasi sinar UV-A ini hanya tersebar pada stratum basale.

Reaksi pigmentasi lambat (delayed tanning) disebabkan oleh sinar UV-B atau UV yang

eritematogenik. Reaksi pigmentasi lambat ini merupakan hasil dari reaksi yang kompleks pada

melanosit termasuk proliferasi, sintesis baru melanin, serta redistribusi melanin dalam melanosit

dan keratinosist sekitarnya. Reaksi ini dimulai beberapa jam setelah pajanan, dimana melanin

pada stratum basale mengalami oksidasi dan bermigrasi ke permukaan. Puncak reaksi terjadi 10

jam, dan akan menghilang 100-200 jam. Sedang proses melanogenesis dimulai dari oksidasi

gugus sulfhidril oleh energi dari sinar UV, yang mengaktifkan tirosinase, kemudian terbentuk

DOPA, dan akhirnya terbentuknya melanin. Reaksi ini dimulai sekitar 2 hari sesudah pajanan

sinar UV dan mencapai puncaknya setelah 2-3 minggu.

3. Dermatoheliosis

Dermatoheliosis adalah reaksi pada kulit yang bersifat polimorfik dari berbagai

komponen kulit yaitu komponen vaskuler, komponen keratinosit, melanosit, dan komponen

jaringan ikat. Reaksi pada komponen vaskular didermis berupa dilatasi sementara sampai

teleangiektasis. Pada keratinosit berupa hiperplasia epidermal yang atipik, misalnya terjadi

keratosis aktinik. Pada melanosit berupa pigmentasi, yaitu freckles, lentigo solaris, dan

hipopigmentasi gutata. Sedangkan pada jaringan ikat dermis berupa kulit keriput dan kasar, serta

elastosis aktinik.

4. Fotokarsinogenesis

Fotokarsinogenesis sinar UV mempunyai hubungan erat dengan pathogenesis karsinoma

sel basal. Karsinoma sel skuamosa dan melanoma maligna, sedangkan di Indonesia tampaknya

hal ini hanya berlaku bagi karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel basal. Spektrum

Page 5: tabir-surya

karsinogenik dari sinar surya identik dengan spektrum eritematogenik. Penelitian pada binatang

menunjukkan bahwa radiasi polikromatik antara 200-400 nm dapat menimbulkan tumor kulit.

Patut diperhatikan bahwa proses kerusakan kulit akibat sinar surya ini bersifat kumulatif dan

telah dimulai sejak lahir.

KLASIFIKASI TABIR SURYA

Tabir Surya (TS) adalah suatu substansi yang formulanya mengandung senyawa kimia

aktif yang dapat menyerap, memantulkan atau menghamburkan energi sinar surya yang

mengenai kulit manusia. Di samping telah ada perlindungan alamiah, maka perlindungan

terhadap efek merugikan sinar surya dapat pula dilakukan baik secara sistemik maupun topikal.

Perlindungan secara sistemik mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain belum terbukti

mempunyai kemampuan mencegah terbakar surya. Beberapa bahan pelindung surya yang

digunakan secara sistemik, antara beta karoten, beberapa antioksidan misalnya asam askorbat

dan vitamin E, klorokuin, dan lain-lain.

Tabir surya topikal berdasarkan cara kerjanya dibedakan menjadi 3 macam, yaitu TS

fisik, TS kimiawi, dan TS kombinasi. TS fisik mengandung substansi aktif yang dapat

memantulkan dan menghamburkan sinar surya karena sifat-sifat fisik dan partikel-partikelnya.

Sedang tabir surya kimiawi bekerja secara aktif melalui reaksi fotokimiawi, yaitu dengan

menyerap gelombang tertentu. Berdasarkan spektrum sinar surya yang dihambatnya tabir surya

kimiawi dibedakan menjadi tabir surya UV-A, UV-B dan spektrum luas.

Tabir surya fisik biasanya merupakan formulasi yang tidak tembus cahaya yang bekerja

dengan memantulkan serta menghamburkan sinar berdasarkan ukuran partikelnya dan ketebalan

lapisannya. Tabir surya fisik bekerja efektif pada spektrum sinar UV-A, UV-B dan sinar kasat

mata akan tetapi TS fisik secara kosmetik kurang disukai walaupun dapat digunakan, misalnya

dalam alas bedak. Termasuk bahan tabir surya fisika adalah zink oksida, titanium dioksida, talk

(Mg silikat) dan lain-lain (lihat tabel).

Tabel 1. Bahan aktif tabir surya fisik

Zink oksida (ZnO), 5-20%

Titanium dioksida (TiO2) 5- 20%

Magnesium silikat (Talk)

Barium sulfat

Page 6: tabir-surya

Kaolin

Feri oksida

Red veterinary petrolatum, 30-100%

Tabir surya kimiawi secara kosmetik lebih disukai karena tidak berwarna. Tabir surya kimiawi

yang beredar dipasar dapat dikelompokkan menjadi golongan PABA (para amino benzoic acid)

dan derivatnya, golongan non PABA dan kombinasi yang mengandung lebih dari 1 bahan aktif

1. PABA dan derivatnya

PABA merupakan senyawa poliaromatik dengan inti cincin benzene. Besarnya daya

absorbsi bergantung pada banyaknya ikatan rangkap, baik yang terdapat dalam cincin benzene

maupun tambahan rantai hidrokarbon yang membentuk ester. PABA mempunyai absorbs pada

panjang gelombang 250-320 nm dengan puncak pada 288 nm. Pada penambahan ikatan rangkap,

misalnya pada aktif dimetil PABA akan menambah daya absorbs yang puncaknya pada 312 nm.

PABA dan derivatnya mempunyai SPF bervariasi antara 4-15 bergantung pada konsentrasi,

macam ester dan bahan pembawanya.

2. Tabir surya non PABA

Tabir surya PABA dan derivatnya termasuk TS yang paing efektif dan banyak digunakan akan

tetapi proteksinya terutama pada spektrum sinar UV-B, sedangkan TS golongan non-PABA

selain bekerja pada spektrum sinar UV-B juga pada UV-A, misalnya golongan bensofenon,

sinamat, salisilat, dan antranilat. Hanya TS golongan non PABA yang daya proteksinya lebih

rendah dibandingkan dengan golongan PABA dan derivatnya. Saat ini di Amerika golongan

PABA dan derivatnya serta bensofenon lebih popular, sedangkan di Eropa lebih banyak

menggunakan sinamat dan golongan kamfer sebagai pelindung terhadap sinar UV-B

3. Tabir surya kombinasi

Kombinasi beberapa bahan aktif dapat meninggi SPF disamping memperlebar rentang spektrum

sinar surya yang ditapisnya, misalnya kombinasi antara derivate PABA dan bensofenon dapat

meningkatkan SPF 10-15.

Page 7: tabir-surya

Tabel 2. Bahan Aktif tabir surya kimiawi dan spektrum absorbsinya

Bahan Aktif Konsentrasi % Spektrum BPS

Golongan PABA :p-Aminobenzoic acid (PABA)

Golongan PABA ester :Glyceril PABA (Escall 506)Octyl dimethyl PABA (Padimate-O, Escalol 507)

Golongan Benzophenon :2,2-dihydroxy-4methoxybenzophenone (dioxybenzone)2-dihydroxy-4methoxybenzophenone (oxbenzone)2-dihuydroxy-4methoxybenzophenone 5 sulfonic acid (sulisobenzone)Avobenzone

Golongan salicylate :2-ethylhexylsalicylateHomomethyl salicylate

Golongan cinnamates :Ethyl-hexyl-p-methoxycinnamate (Parsol MCX)

Golongan anthranilate :Menthyl anthranilate

Golongan camphor:3-(4-mehylbenzylidene) camphor (Eusolex 6300)3-(4-mehylbenzylidene) camphor + 4 isopropyldibenzoyl methan (Eusolex 8021)

Lain-lain :Buthylmethoxydibenzoyl methane (Parsol 1789)Digalloyl trioleate

5,0 - 15,0

1,0 - 5,01,4 - 4,8

3,0

2,0 - 6,05,0 - 10,0

2,0 -7,5

3,5-5,0

2,0 - 3,02,0 - 5,0

260-313

290-315290-315

260-380

270-350270-360

280-320270-330

290-380

322-350

280-315>370

358270 - 320

4-8

6-10

4-6

2-6

4-6

2-6

POTENSI TABIR SURYA DAN FAKTOR PELINDUNG SURYA

Kemampuan suatu tabir surya untuk melindungi kulit terhadap efek buruk pajanan sinar

surya dinyatakan dengan istilah Faktor Pelindung Surya (FPS) atau Sun Protecting Factor (SPF).

Besarnya FPS ditentukan berdasarkan perbandingan antara DEM kulit yang diolesi tabir surya

dengan DEM kulit, yang tidak diolesi tabir surya.

Page 8: tabir-surya

DEM ditentukan dengan melihat adanya respons eritema berbatas tegas, oleh karena itu

istilah FPS lebih ditujukan pada perlindungan terhadap sinar yang eritematogenik, yaitu sniar

UV-B. Sedangkan terhadap sinar UV-A dikenal istilah Faktor Pelindung Surya A (FPA) atau

Ultraviolet A Procteting Factor (FPA). Pengukuran FPA sampai saat ini belum ada kesepakatan

mengenai respon kulit yang akan diukur. Cole (1994) membuktikan bahwa baik respons

pigmentasi maupun eritema ideal digunakan untuk mengukur FPA. Respons tersebut diukur

setelah 16-24 jam. Sehingga FPA dibuat berdasarkan perbandingan antara Dosis Respons

(eritema atau pigmentasi). Minimal atau (DRM) atau Minimal Response Dose (MDR) antara

kulit yang diolesi tabir surya dengan DRM kulit yang tidak diolesi tabir surya.

Pengukuran potensi suatu tabir surya pada kulit manusia yang terpajan sinar matahari

adalah cara yang paling sahih (valid) untuk mengevaluasi suatu tabir surya. Akan tetapi karena

prosedurnya cukup sulit maka pada pengukuran FPS atau FPA dilakukan dengan atau sumber

cahaya buatan yang biasanya dikerjakan di dalam ruangan.

Pada prakteknya FPS atau FPA dari suatu tabir surya tidak menggambarkan kemampuan

proteksi secara tepat, yaitu karena perngaruh faktor dalam tabir surya maupun pengaruh

lingkungan. Dalam tabir surya perlu diperhatikan kemampuan lekat pada kulit yang tidak hanya

bergantung pada bahan aktif tetapi juga stabilitas bahan pembawanya. Keringat atau air akan

menurunkan potensi suatu tabir surya. Juga adanya reaksi fotokimiawi dapat menyebabkan

bahan aktif menjadi tidak aktif lagi, sehingga FPS suatu tabir surya dapat turun apabila dosis

radiasi semakin besar. Sehingga dalam mengukur FPS suatu tabir surya perlu juga dilakukan

dibawah sinar matahari, setelah berkeringat, dan setelah berenang.

Di Indonesia saat ini telah banyak beredar tabir surya dengan daya proteksi tinggi (ultra

protection), yaitu FPS lebih dari 15 bahkan sampai 35. Untuk mengetahui potensi tabir surya

yang beredar di Indonesia dan spektrum yang dihambatnya. Bagian Penyakit Kulit FK UGM

telah melakukan pengukuran FPS dan FPA ini sejak tahun 1986.

EFEK SAMPING TABIR SURYA

Efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian TS adalah dermatitis kontak iritan,

dermatitis kontak alergi, dermatitis fotokontak alergik, dermatitis fototoksik dan urtikaria kontak.

Tabir surya termasuk obat topikal yang mempunyai resiko efek samping rendah sampai sedang,

yaitu menurut FDA sekitar 1 kasus untuk setiap penggunaan lebih dari 5000 unit. Seperti obat

Page 9: tabir-surya

topikal lainnnya, efek samping ini selain disebabkan oleh bahan aktif juga oleh bahan dasarnya.

Cukup tingginya angka kejadian dermatitis kontak alergi karena PABA di Amerika Serikan dan

Eropa, menyebabkan TS non PABA lebih populer. Walaupun demikian bahan-bahan yang non

PABA ternyata tetap tidak bebas dari efek samping. Padimate A atau Escalol 506 melaporkan

dapat menimbulkan reaksi fototoksik.

Efek samping lainnya yang cukup sering dijumpai adalah akne kosmetika. Radiasi sinar

UV-A dan UV-B pada telinga kelinci yang diolesi bahan yang komedogenik ternyata terbukti

meningkatkan pembentukan komedo. Beberapa bahan tabir surya fisik, misalnya red veterinary

petrolatum jelas terbukti mempunyai efek komedogenik. Hanya patut dipertimbangkan bahwa

kemungkinan besar yang bertanggung jawab dalam pembentukan komedo pada pemakaian tabir

surya ini adalah bahan pebawanya dibandingkan bahan aktifnya. Mills dan Kligman pada tahun

1982 dalam penelitiannya tidak berhasil membuktikan efek komedogenik bahan aktif tabir surya