Upload
ahm
View
7
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ahwalus Ayakhsiah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pensyari’atan Nikah
Agama Islam adalah agama yang tidak pernah bertentangan dengan
sesuatu hal yang bersifat alami. Oleh karena itu syari’at Islam akan senantiasa
selaras dengan fitrah manusia normal. Dan diatara bukti keselarasan tersebut
disyari’atkannya pernikahan. Yang demikian itu karena manusia diciptakan
didunia ini dalam keadaan memiliki kebutuhan biologis, kebutuhan akan makan,
minum, tidur, dan kebutuhan seksual dst. Berbagai kebutuhan biologis manusia
normal ini tidaklah pernah dihapuskan atau dilalaikan dalam islam, akan tetapi
diatur sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan tujuan utama
diciptakannya manusia di dunia ini, yaitu beribadah kepada Allah. Bahkan
pemenuhan terhadap berbagai kebutuhan tersebut menjadi bagian dari ketaatan
kepada Allah Ta’ala dan rasul-Nya.
Dan dalam kaitannya dengan permasalahan yang menjadi tema
pembicaraan kita, syari’at islam mengajarkan agar umatnya menjadikan
pernikahan sebagai sarana pelampiasan terhadap kebutuhan biologis seksual
dengan cara-cara yang baik. Sehingga bila kebutuhan biologis ini dapat terpenuhi,
maka seseorang -dengan izin Allah- akan dapat menjaga dirinya dari perbuatan
yang melanggar syari’at.
Suatu hal yang lazim terjadi dari pernikahan adalah dilahirkannya
keturunan yang diatas punggung merekalah terletak tanggung jawab perjuangan,
dakwah, pembelaan terhadap negara dan agama. Sebab dengan jumlah ummat
yang banyak, maka kekuatan ummat islam akan bertambah, baik kekuatan militer,
ekonomi, dan lain-lain.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir Ayat-Ayat Tentang Perkawinan ( Munakahat )
A. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 221 ( Tentang Larangan Menikah dengan
Wanita Musyrik )
Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran ( Al-baqarah 221 ).
Tafsirnya:
� و�ال � �نكح�وا Jumhur membacanya dengan fathah pada ,(Janganlah kamu nikahi) ت
Huruf “Ta, sedangkanb bacaan yang janggal dengan harakat dhammah, ada yang
mengatakan bahwa artinya seolah-olah yang menikahi itu menikahi si wanita dengan
dinikahkan oleh dirinya sendiri. Ayat ini melarang menikahi wanita-wanita musyrik.
Para ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini, Jumhur (mayoritas ulama)
berpendapat bahwa di dalam ayat ini Allah mengharamkan menikahi wanita-wanita
musyrik dan wanita-wanita ahli kitab termasuk di dalamnya, sedangkan sebagian kecil
lainnya mengatakan tidak termasuk ahli kitab.Namun kesimpulannya berdasarkan
Jumhur (mayoritas ulama)
2
�م�ة� و�أل �ة� ) م�ؤ�من sesungguhnya wanita budak yang mukmin )yakni budak
perempuan yang beriman,ada juga yang mengatakan yang dimaksud dengan “ammatun”
(wanita budak) disini adalah wanita merdeka, karena semua manusia hamba Allah.
Pendapat pertama lebih mengena, karena berdasarkan riwayat yang akan dikemukakan
nanti, bahwa konotasi lafadznya menunjukkan demikian, disamping pemaknaan lebih
mendalam, karena diutamakannya hamba sahaya perempuan yang beriman daripada
wanita merdeka yang musyrik.
�و� و�ل �م� ك �ت� ب �ع�ج� ) أ Walaupun dia menarik hatimu), yakni walaupun wanita
musyrik itu lebih menarik hatimu karena factor kecantikan, harta atau status sosialnya.
Kalimat ini adalah jumlah haliyah (menerangkan keadaan).
� و�ال � �نكح�وا ت ين� رك �م�ش ,( Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik ) ال
yakni janganlah kalian menikahkan mereka dengan wanita-wanita yang beriman, � �وا �ؤ�من ي
,Al-qrthubi berkata “ Ummat islam telah sependapat.(sebelum mereka beriman ) ح�ت#ى
bahwa laki-laki musyrik tidak boleh menggauli wanita beriman dengan cara apapun,
karena hal ini berarti menodai islam.”
Para ahli qira’at sependapat men-dhammah-kan huruf ta pada kalimat � �نكح�وا ت
(kamu nikahkan).
�د� م�ؤ�من� �ع�ب و�ل ( Sesungguhnya budak yang mukmin) pembahasannya sama dengan
pembahasan tentang firman-Nya : م�ة�� .(sesungguhnya budak wanita) و�أل
ك� ئ ـ� و�ل� adalah isyarat yang menunjukkan kepada laki-laki musyrik dan (mereka ) أ
para wanita musyrik. د�ع�ون�� ي �ى ل إ #ار ) الن mengajak ke neraka), yakni mengajak ke
perbuatan-perbuatan yang mengharuskan masuk neraka. 0ه� و�الل �د�ع�و� ي �ى ل إ #ة ن �ج� ) ال
Sedangkan Allah mengajak ke surga ) ada yang mengatakan, bahwa para wali Allah itu
adalah orang yang beriman yang mengajak ke surga.
ه ذ�ن إ yakni : dengan perintah-Nya. Demikian dikatakan oleh (dengan izin-Nya ) ب
Az-Zujaj, ada juga yang mengatakan, bahwa maksudnya adalah dengan dimudahkan-Nya
dan atas petunjuk-Nya. Demikian menurut penulis Al-Kasysyaf. 1
1 Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir,(Jakarta ; Pustaka Azzam,2008) terj hal. 862 - 865
3
B. Al-qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 228 ( Tentang Iddah Wanita )
Artinya : Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru' . Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya . Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Al-Baqarah : 228 )
Tafsir :
Firman-Nya ( ات� الم�ط�ل�ق� ,”wanita-wanita yang ditalak“ ( و� keumumannya
mencakup juga isteri yang diceraikan sebelum digauli, kemudian dikhususkan oleh
firman-Nya “maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya”(Qs.Ahzaab : 49). Maka diterapkan yang umum dengan
mengecualikan yang dikhususkan, yaitu isteri yang dicerai sebelum digauli, dan juga
isteri yang sedang hamil yang dikhususkan dengan firman-Nya “ Dan perempuan-
perempuan yang hamil maka mereka ialah sampai melahirkan kandungannya”(At-Thalaq
:65)
Quru’ adalah jamak dari Qar’un dengan memathahkan Qaf, mengenai hal ini
ada dua pendapat ulama; ada yang mengatakan suci dan adapula yang mengatakan haid,
ini mengenai wanita yang telah dicampuri.
Sebab perbedaan pendapat adalah karena quru’ memiliki dua arti ( musytarakah ).
4
Sebagaimana dalam gramatika bahasa arab, apabila bilangan mu’annats maka
pembilangnya mudzakkar, sebaliknya apabila bilangannya mudzakkar maka,
pembilangnya mu’annats.
Sebagian ulama berpendapat bahwa :
Quru’ adalah Muzakkar, sedangkan artinya adalah mu’annats yaitu haid, adapun
ta dalam lafadh “Tsalasah” hanya untuk menjaga susunan lafazh (Mu’ra’at Al-lafazh).
Ada juga yang berpendapat mengatakan” apabila lafazh mudzakkar artinya
mua’annats, maka tidak perlu ta’ dalam bilangannya, Akan tetapi boleh untuk mura’at al-
lafazh “2
Adapun wanita yang belum dicampuri, maka tidak ada iddahnya berdasarkan
firman Allah “ Maka mereka tidak mempunyai iddah bagimu, juga bukan wanita yang
berhenti haidnya, atau anak-anak yang masih di bawah umur, karena bagi mereka
iddahnya selama tiga bulan, mengenai wanita-wanita yang hamil, maka iddahnya sampai
mereka melahirkan kandungannya, Sebagaimana yang tercantum dalam surat At-Thalaq,
Sedangkan wanita-wanita yang Budak sebagaimana yang menurut Sunnah yaitu 2 kali
quru’.
ن� ب�ع�ول�ت�ه� و� ق� أ�ح� د�ه�ن� ب�ر� ف�ي ذ�ل�ك� إ�ن اد�وا ر�أ� ا ال�ح$ إ�ص
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah”
Selama mereka dan bukan untuk menyusahkan isteri, ini merupakan dorongan
bagi orang yang berniat mengadakan perbaikan, bukan merupakan syarat bagi
diperbolehkannya ruju’, ini mengenai talak raji’ dan memang tidak ada yang lebih utama
daripada suami, karena sewaktu masih dalam keadaan iddah, tidak ada hak bagi orang
lain untuk mengawini isterinya.3
ة' ج� وف� د�ر� عر� ب�الم� ال� ج� ل�لر� و� ن� ال�ذ�ي ع�ل�يه� ن� ن� ع�ل�يه� ل�ه� و� ثل� م�
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya”
2 Syaikh Asy-Syanqithi,Tafsir Adhwa’ul Bayan,( Jakarta ; Pustaka Azzam,2006)pnj.Fachrurrazi, 341 -3423 Imam Jalaluddin Al-Mahalli, dkk,Tafsir Jalalain,( Bandung ; Sinar Baru Algesindo, 2004). Hal. 112
5
Maksudnya ialah, bahwa hak dan kewajiban kedua belah pihak, pengaturannya
diserahkan kepada norma-norma, tata cara dan kebiasaan yang berlaku pada suatu
masyarakat dalam bermuamalah, Jika suami meminta sesuatu dari isterinya, ia pun harus
mengingat bahwa ia mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap isterinya. Oleh
karena itu ada suatu riwayat yang menceritakan bahwa sahabat Abdullah bin Abbas
pernah mengatakan “ Saya berhias demi isteri saya, sebagaimana ia berhias untuk saya
karena adanya ayat ini”
Yang dimaksud dengan persamaan hak disini adalah bahwa antara keduanya saling
member dan saling mencukupi.4
C. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 232
Artinya : Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal
suaminya , apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara
yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan
lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Tafsir :
Khithab pada ayat ini dengan redaksi ; ( ت�م� �ذ�ا ط�ل�ق إ و� ) “ apabila kamu
menceraikan” dan dengan redaksi :( � ال ف� ل�وه�ن� Maka janganlah kamu( para ”( ت�عض�
wali) menghalangi mereka”bisa ditujukan kepada para suami, sehingga makna al-adhl
(menghalangi) yang mereka lakukan adalah menghalangi mantan isteri untuk menikah de
ngan laki-laki yang mereka kehendaki setelah habisnya masa iddah, hal ini disebabkan
oleh fanatisme jahiliyah sebagaimana banyak dilakukan oleh sejumlah pemimpin dan
penguasa karena cemburu bila para wanita yang pernah menjadi isteri mereka diperisteri
4 Ahmad Mustafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi.,( Semarang;CV Toha Putra,1992 ) pnj. Drs Anwar Rasyidi,dkk,cet 2. Hal. 286
6
oleh orang lain. Demikian itu karena setelah mereka meraih tabuk kepemimpinan
duniawi, mereka dilanda dengan keangkuhan dan keseombongan, mereka mengkhayal
sekan-akan mereka telah keluar dari batas jenis manusia, kecuali orang-orang yang
dilindungi Allah dengan keshahihan dan kerendahan hati. Bila juga khitab ini ditujukan
kepada para wali, sehingga makna penyandaran talak kepada mereka adalah, kerena
mereka yang menjadi penyebabnya. Yakni karena merekalah yang telah menikahkan para
wanita yang dicerai itu.
ن� ل�ه� ج�ب�ل�غن� أ� ف� Yang dimaksud dengan “Al-Ajal”disini adalah makna yang
sebenarnya, yaitu telah sampai pada batas akhirnya (telah habis iddahnya), tidak seperti
ayat yang lalu. Makna Al-Adhl adalah al-habs (menahan). Al-Khalil menyebutkan :
Dajjajah (ayam betina) disebut mu’dhalah, karena ia mengerami telurnya” ada juga yang
mengatakan bahwa Al-adhl adalah menyempitkan dan mencegah. Ini juga kembali
kepada makna al-habs (menahan). Dikatakan Aradu amranfa’adhaltani ‘anhu (aku
menginginkan suatu hal tetapi engkau menghalangiku darinya), yakni mencegahku
dengan mempersempitkanku. A’dhala al amr ( perkara rumit) bila menyulitkanmu untuk
memecahkannya, Al Azhari mengatakan Asal Al adhl dari ungkapan : “ Adhalat An-
naaqah, apabila unta itu menduduki anaknya sehingga tidak bersuara saat dilahirkan.
‘Adhalat Ad-dhajjaj, apabila ayam betina itu mengerami telurnya. Orag Arab menyebut
setiap hal yang rumit dengan sebutan mu’dhal.
( أ�ن ن� ( ي�نك�ح “kawin lagi”,yakni ; Min an yankihna ( untuk menikah lagi),
sehingga menurut al-khalil, kalimat ini pada posisi majrur (karena ada partikel jaar yang
tidak ditampakkan), Sedangkan menurut Sibawaih dan Al-farra’ pada posisi nashab. Ada
juga yang mengatakan, bahwa kalimat ini sebagai badl isytimal dari zhamir manshub
pada kalimat : ( � ال ف� ل�وه�ن� ت�عض� أ�ن ن� ي�نك�ح ن� ه� و�اج� ز� maka janganlah ”( أ
kamu (para wali) menghalangi mereka).5
D. Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 3 – 4 ( Tentang Poligami )
5 Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, op,cit hal. 934 -935
7
Artinya : 3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja , atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.( Al-Baqarah : 3 )
4. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
(Al-Baqarah : 4 )
Tafsir :
Setelah Allah menjelaskan kewajiban-kewajiban yang harus ditaati sseeorang
hamba,agar terhindar dari kemurkaan dan kemarahan Allah, di dunia dan akhirat,
Selanjutnya Allah Menjelaskan jenis-jenisnya. Pertama memberikan kepada anak-anak
yatim harta benda mereka. Kedua mengenai hukum-hukum bilangan isteri yang boleh
dinikahi, dan penjelasan mengenai kapan cukup dengan seorang isteri saja, kemudian
mengenai wajib memberikan mas kawin kepada mereka.
( وا انك�ح� ف� ا م� ط�اب� ل�ك�م م�ن� اء الن�س� ثن�ى م� ث�ال�ث� و� ب�اع� ر� و�
إ�ن و� ت�م ف خ� أ�ال� ط�وا س� ت�ق ف�ي (الي�ت�ام�ى
Dan apabila kamu merasa takut terhadap dirimu sendiri karena khawatir memakan
harta isteri yatim, maka janganlah kamu kawin dengannya, karena sesungguhnya Allah
telah memberikan kekuasaan terhadap kamu untuk tidak menikahi isteri yatim, yaitu
8
dengan menghalakan kamu boleh nikah dengan wanita-wanita selain yatim, satu, dua,
tiga atau empat.
( إ�ن ف� ت�م ف خ� أ�ال� ت�عد�ل�وا د�ة$ و�اح� ( ف�
Tetapi jika kamu merasa tidak akan berlaku adil, diantara dua orang isteri atau
isteri-isterimu, maka kamu menikahi seorang isteri saja. Perasaan takut tidak bisa berbuat
adil bisa dirasakan dengan zan (kepastian) dan juga syak ( ragu-ragu) terhadapnya. Laki-
laki yang diperbolehkan menikah lebih dari satu hanyalah orang-orang yang merasa
yakin dirinya bisa berbuat adil terhadap isteri-isterinya nanti. Keyakinan dalam hal ini
tidak boleh dicampuri dengan perasaan ragu-ragu.
( ان�ك�م يم�� و أ
� أ ا م� ل�ك�ت م� )
Hendaklah kalian mencukupkan dengan seorang isteri dari wanita-wanita
merdeka, dan bersenang-senang dengan wanita yang kamu sukai dari hamba-hamba
wanita, karena tidak ada kewajiban berbuat adil di antara mereka. Tetapi mereka hanya
berhak mendapatkan kecukupan nafkah, sesuai dengan standar yang berlaku di kalangan
mereka.
ذ�ل�ك� ) �دن�ى أ �ال� ت�ع�وأل� ( وا
Memilih seorang isteri atau mengambil gundik lebih menghindari perbuatan zina
dan aniaya.
Kesimpulannya , bahwa menjauhi perbuatan zina adalah dasar disyariatkannya hukum
perkawinan. Dalam hal ini terkandung pengertian yang menunjukkan persyaratan adil
memang sulit diwujudkan,6 Sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya :
“ Dan kamu sekali-sekali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
Walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian…..(An-Nisa’129).
E. Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 32 ( Tentang Mengawinkan Orang yang Tidak
Beristeri atau Tidak Bersuami )
6 Ahmad Mustafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi,op,cit, Hal. 324 - 325
9
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui.( An-Nuur : 32 )
Tafsir :
Ayat-ayat ini mengandung anjuran kawin dan membantu laki-laki yang belum
beristeri dan perempuan yang belum bersuami agar mereka kawin, termasuk juga budak-
budak yang layak dan cukup usia, hendaklah dibantu mereka dikawinkan dan janganlah
sekali-sekaki kemiskinan dijadikan penghalang untuk kawin, Allah berfirman bahwa jika
sewaktu kawin berada dalam keadaan tidak mampu, orang itu akan diberikan rizki dan
kemampuan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya.7 Sebagaimana sabda Rasul :
Dan kawinlah kamu dalam keadaan miskin, pasti Allah akan memampukan dan
memperkaya kamu.
yang pada mulanya artinya perempuan yang tidak memiliki pasangan yakni kata
ini hanya digunakan untuk para janda, kemudian meluas maknanya termasuk juga gadis-
gadis, bahkan mencakupi pria yang bujang,baik jejaka maupun duda, kata tersebut
bersifat umum, sehingga termasuk juga, bahkan lebih-lebih wanita tuna susila, apalagi
ayat ini bertujuan menciptakan lingkungan yang sehat, religius, sehingga dengan
mengawinkan para tuna susila, maka masyarakat secara umum dapat terhindar dari
prostitusi serta dapat hidup dalam suasana bersih.
Kata dipahami oleh banyak ulama dalam arti yang layak kawin yakni yang
mampu secara mental dan spiritual untuk membina rumah tangga bukan dalam arti
kesalehan beragama lagi bertakwa.
7 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,(Kuala Lumpur; Victory Agencie ,1994) terj. Hal 468 – 470
10
Kata wasi’ terambil dari akar kata yang memgunakan huruf waw Sin dan ain yang
maknanya berkisar pada antonim “kesempitan dan kesulitan”. Dari sini lahir makna-
makna seperti ; kaya, mampu, luas, meliputi,langkah panjang dan sebagainya. Dalam Al-
qur’an kata ini ditemukan sebanyak 9 kali, kesemuanya menjadi sifat Allah.
Kata pada ayat 33 adalah masdar (kata jadian) dari kata kerja Baghi, yang
terambil kata yang artinya melampaui batas, artinya wanita pelacur atau laki-laki
penzina.8
Kawinlah lelaki merdeka yang tidak beristeri dan wanita merdeka yang tidak
bersuami, maksudnya ialah ulurkanlah bantuan kepada mereka dengan berbagai jalan
agar mereka mudah menikah, seperti membantu dengan harta dan mempermudahkan
jalan yang dengan itu perkawinan serta kekeluargaaan dapat tercapai.
Dan para lelaki serta yang mampu untuk menikah dan menjalankan hak-hak
suami –isteri, seperti berbadan sehat, mempunyai harta dan lain sebagainya.
Ringkasan : Di dalam ayat ini terdapat perintah kepada para wali untuk mengawinkan
budak laki-laki serta budak perempuannya. Akan tetapi, Jumhur memasukkan perintah ini
ke dalam hukum istihsan (sebaiknya) bukan wajib, karena pada masa Nabi Saw, dan
masa sesudahnya, terdapat banyak laki-laki dan wanita yang tidak kawin, dan tidak
seorangpun mengingkari kenyataan itu. Yang jelas perintah ini adalah wajib jika
dikhawatirkan terjadi fitnah dan dimungkinkan akan terjadi perzinaan oleh laki-laki atau
wanita yang tidak kawin itu.
Kemudian , Allah menganjurkan agar kawin dengan laki-laki dan wanita yang
fakir,dan hendaklah tidak adanya harta jangan menjadi penghalang bagi
dilangsungkannya perkawinan itu :
8 M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah,(Jakarta;Lentera Hati,2002). Hal. 335 - 339
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dasar disyari’atkan Perkawinan ( Nikah) adalah untuk menghindari manusia perbuatan
keji yaitu zina.
2. Pada Surat Al-baqarah ayat 221 Allah mengharamkan menikahi
wanita-wanita musyrik dan wanita-wanita ahli kitab termasuk di
dalamnya, sedangkan sebagian kecil ulama lainnya mengatakan tidak
termasuk ahli kitab.Namun kesimpulannya berdasarkan Jumhur
(mayoritas ulama)
3. Quru’ adalah jamak dari Qar’un dengan memathahkan Qaf, mengenai hal ini ada dua
pendapat ulama; ada yang mengatakan suci dan adapula yang mengatakan haid, ini
mengenai wanita yang telah dicampuri.
4. Di dalam surat An-nuur ayat 32 Allah memerintahkan kepada para wali untuk
mengawinkan budak laki-laki serta budak perempuannya. Akan tetapi, Jumhur
memasukkan perintah ini ke dalam hukum istihsan (sebaiknya) bukan wajib, karena pada
masa Nabi Saw, dan masa sesudahnya, terdapat banyak laki-laki dan wanita yang tidak
kawin, dan tidak seorangpun mengingkari kenyataan itu. Yang jelas perintah ini adalah
wajib jika dikhawatirkan terjadi fitnah dan dimungkinkan akan
5. terjadi perzinaan oleh laki-laki atau wanita yang tidak kawin itu.
12
DAFTAR PUSTAKA
Al Asy-Syaukani, Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad,Tafsir Fathul Qadir,
Pustaka Azzam,Jakarta,2008
Syaikh Asy-Syanqithi,Tafsir Adhwa’ul Bayan, pnj.Fachrurrazi,Pustaka Azzam,Jakarta,
2006
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin,dkk,Tafsir Jalalain,Sinar Baru Algesindo,Bandung,2004
Al-Maraghi,Ahmad Mustafa,Tafsir Al-Maraghi, pnj. Drs Anwar Rasyidi,dkk,cet 2.
Toha Putra,Semarang,1992
Katsir, Ibnu ,Tafsir Ibnu Katsir,Victory Agencie,Kuala Lumpur,1994
Shihab, Dr.M.Quraish,Tafsir Al-Mishbah,Lentera Hati,Jakarta, 2002
13
MAKALAH
TAFSIR AYAT HUKUM PERDATA
“Perkawinan”
Dosen Pengampu : Zainal Arifin, S.Ag, M.Hi
Di Susun Oleh :
NAMA : SAPARUDDIN
NIM : 1221000091
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MA’ARIF JAMBI
2014
14
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat serta ridho yang
telah dianugrahkan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat terselesaikan juga.
Shalawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, yang telah memberikan petunjuk bagi kebenaran iman, ilmu dan amal
untuk sekalian umatnya, sehingga berbahagialah mereka yang sadar dan ikhlas
mengikutinya.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam upaya menyelesaikan makalah. Penulis
menyadarai bahwa penyusunan makalah ini sangat sederhana, dalam arti terlalu
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk penulis di harapkan demi kesempurnaan selanjutnya.
15
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 221 ( Tentang Larangan Menikah dengan
Wanita Musyrik )........................................................................................ 2
B. Al-qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 228 ( Tentang Iddah Wanita ).............. 4
C. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 23......................................................... 6
D. Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 3 – 4 ( Tentang Poligami )..................... 8
E. Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 32 ( Tentang Mengawinkan Orang yang
Tidak Beristeri atau Tidak Bersuami )........................................................ 10
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
16