17
APLIKASI SEMEN DALAM PEMBANGUNAN TAMAN ATAP (ROOF GARDEN) SEBAGAI “RUANG HIJAU ALTERNATIF” DI KAWASAN PERKOTAAN (MEMAHAMI EKSISTENSI SEMEN DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKELANJUTAN) Pembangunan Kota Berkelanjutan (Sustainable City) Berbagai permasalahan lingkungan global dan isu keberlanjutan (sustainability issue) yang dalam dua dekade terakhir marak dibicarakan dalam forum-forum internasional telah berimplikasi luas dalam banyak bidang kehidupan, tak terkecuali bagi paradigma pembangunan kota (Roychansyah, 2006). Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Korea, dan negara Skandinavia di kawasan Eropa telah melakukan pembangunan kota dengan menitik beratkan pada aspek keberlanjutan (sustainability) sejak dua dasawarsa terakhir. Saat ini telah berkembang banyak paradigma dan model pembangunan kota yang menghendaki terciptanya kota berkelanjutan (sustainable city). Beberapa diantaranya adalah paradigma kota kompak (compact city), kota sehat (healthy city), dan kota ekologis atau kota hijau (green city). Tampak di sini bahwa ketiga paradigma tersebut menghendaki substansi keberlanjutan sebagai suatu landasan ideal (esensi) bagi pembangunan kota saat ini dan masa mendatang. Pembangunan kota berkelanjutan sendiri terintegrasi dengan tiga aspek utama yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan dimana ketiganya harus dijalankan secara seimbang agar tujuan “keberlanjutan” dapat dicapai (Gambar 2.1). Menurut Dharma (2005) dalam wacana kota yang berkelanjutan, dapat dijelaskan bahwa hubungan aspek ekonomi dengan masyarakat kota tercermin dari taraf hidup, hubungan ekonomi dengan lingkungan tercermin dari kegiatan konservasi, dan hubungan masyarakat dengan lingkungan tercermin dari ko-eksistensi mereka. Wacana sustainability dalam arsitektur dan perencanaan tata ruang kota merupakan isu pembangunan kota yang sulit direalisasikan. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya aspek yang perlu diperhatikan, antara lain: topografi dan iklim mikro, efisiensi infrastruktur, tata guna lahan, transportasi, dan sumber energi. EKONOMI SOSIAL LINGKUNGAN PERANGKAT UKUR : Teknologi Informasi Partisipasi publik Pendidikan KRITERIA : Rendah emisi Sehat Aman Nyaman Ramah (menyenangkan) PRINSIP : pemerintahan, kebijakan terintegrasi, ekosistem, dan kerjasama (partnership) “Human Well Being” (Sustainability) External force: pemanasan global & keterbatasan SDA Gambar 2.1 Sketsa Kasar Sustainable City (Dharma, 2005)

Taman Atap

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Taman Atap

APLIKASI SEMEN DALAM PEMBANGUNAN TAMAN ATAP (ROOF

GARDEN) SEBAGAI “RUANG HIJAU ALTERNATIF” DI KAWASAN PERKOTAAN

(MEMAHAMI EKSISTENSI SEMEN DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKELANJUTAN)

Pembangunan Kota Berkelanjutan (Sustainable City)

Berbagai permasalahan lingkungan global dan isu keberlanjutan (sustainability issue) yang dalam dua dekade terakhir marak dibicarakan dalam forum-forum internasional telah berimplikasi luas dalam banyak bidang kehidupan, tak terkecuali bagi paradigma pembangunan kota (Roychansyah, 2006). Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Korea, dan negara Skandinavia di kawasan Eropa telah melakukan pembangunan kota dengan menitik beratkan pada aspek keberlanjutan (sustainability) sejak dua dasawarsa terakhir. Saat ini telah berkembang banyak paradigma dan model pembangunan kota yang menghendaki terciptanya kota berkelanjutan (sustainable city). Beberapa diantaranya adalah paradigma kota kompak (compact city), kota sehat (healthy city), dan kota ekologis atau kota hijau (green city). Tampak di sini bahwa ketiga paradigma tersebut menghendaki substansi keberlanjutan sebagai suatu landasan ideal (esensi) bagi pembangunan kota saat ini dan masa mendatang.

Pembangunan kota berkelanjutan sendiri terintegrasi dengan tiga aspek utama yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan dimana ketiganya harus dijalankan secara seimbang agar tujuan “keberlanjutan” dapat dicapai (Gambar 2.1). Menurut Dharma (2005) dalam wacana kota yang berkelanjutan, dapat dijelaskan bahwa hubungan aspek ekonomi dengan masyarakat kota tercermin dari taraf hidup, hubungan ekonomi dengan lingkungan tercermin dari kegiatan konservasi, dan hubungan masyarakat dengan lingkungan tercermin dari ko-eksistensi mereka. Wacana sustainability dalam arsitektur dan perencanaan tata ruang kota merupakan isu pembangunan kota yang sulit direalisasikan. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya aspek yang perlu diperhatikan, antara lain: topografi dan iklim mikro, efisiensi infrastruktur, tata guna lahan, transportasi, dan sumber energi.

EKONOMI

SOSIAL

LINGKUNGAN

PERANGKAT UKUR : • Teknologi • Informasi

• Partisipasi publik • Pendidikan

KRITERIA : • Rendah emisi • Sehat • Aman • Nyaman • Ramah (menyenangkan)

PRINSIP : pemerintahan, kebijakan terintegrasi, ekosistem, dan kerjasama (partnership)

“Human Well Being” (Sustainability)

External force: pemanasan global & keterbatasan SDA

Gambar 2.1 Sketsa Kasar Sustainable City (Dharma, 2005)

Page 2: Taman Atap

Kota secara garis besar, terutama dilihat dari makro-fisik kota, bisa dibedakan ke dalam tiga bagian yang besar atau trimatra. Pertama, bentuk kota yang menggambarkan perwujudan fisik kota yang sangat dipengaruhi oleh fungsi lahan perkotaan, termasuk pembagian maupun penggunaan ruang oleh beragam aktivitas dalam kota. Kedua, transportasi kota yang berfungsi sebagai penghubung warga, barang, dan kegiatan manusia antar-ruang kota. Keduanya menurut Wegener (2004) mempunyai hubungan kuat untuk mempengaruhi kondisi lingkungan kota. Ketiga, kondisi lingkungan yang secara langsung memberi umpan balik pada model morfologi sebuah kota dan model transportasinya (Gambar 2.2).

Perubahan berbagai faktor dalam sebuah entitas wilayah kota (penduduk, sosial,

ekonomi, budaya, lingkungan alam, dan lain sebagainya) akan membawa perubahan pada ketiganya. Perubahan pada morfologi kota membawa perubahan cepat pada transportasi dan lingkungan kota. Sebaliknya kondisi transportasi yang berubah cepat ini akan membawa perubahan pada bentukan dan lingkungan kota selanjutnya. Akibat sifat perubahan yang cepat (fast speed of change) pada matra transportasi ini, maka perubahan kebijakan transportasi kota pun lebih dinamis dibandingkan matra yang lain. Tautan aksi-reaksi ini berjalan begitu dinamis dan terus-menerus seiring pembangunan kota. Di sisi lain, masalah pelik akibat degradasi lingkungan global maupun lokal, menuntut munculnya ide-ide responsif dalam mengusung pembangunan yang makin bersahabat dengan masa depan dalam sebuah ruang kota (sustainable urban development). Dalam pembangunan kota yang berkelanjutan, ketiga matra ini merupakan titik tolak menuju perubahan yang lebih baik (Roychansyah, 2006).

Pengertian dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota

Kecenderungan yang terjadi pada kota-kota dunia sampai saat ini adalah menata kembali kotanya menuju ke arah keseimbangan antara daerah ’hijau’ dengan ’non hijau’ sehingga tercapai lingkungan perkotaan yang layak huni yaitu kondisi lingkungan kota yang sehat, nyaman dan berkelanjutan. Dalam rangka mencapai keseimbangan tersebut maka penting untuk mempertahankan dan melestarikan “ruang hijau” yang berada di kawasan kota, salah satunya adalah ruang terbuka hijau (RTH) kota. Sebagai salah satu unsur kota yang penting khususnya dilihat dari fungsi ekologis, maka sudah seharusnya RTH Kota (Urban Green Open Space) dipandang sebagai salah satu komponen vital pembangunan kota.

Menurut Purnomohadi, 1995 (dalam Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006) pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah “sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status

MORFOLOGI

LINGKUNGAN

TRANSPORTASI

Pengaruh Umpan balik

Gambar 2.2 Tautan antara Morfologi, Transportasi, dan Lingkungan (Wegener, 2004).

Page 3: Taman Atap

penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan”. Sementara itu, menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, RTH didefinisikan sebagai “bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan” (Departemen Arsitektur Lanskap IPB, 2005)

Dalam masalah perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu sub-sistem dari

sistem kota secara keseluruhan. Keberadaan RTH di kawasan kota mempunyai fungsi dasar yang secara umum dibedakan sebagai berikut (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006):

1. Fungsi bio-ekologis (fisik); RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (’paru-paru kota’) dan pengatur iklim mikro sehingga sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar; sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan udara, air dan tanah, serta penahan angin;

2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif) dan budaya; RTH mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, sekaligus merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian;

3. Ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain;

4. Fungsi estetis; meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota (baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan). Mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan ’keseimbangan kehidupan fisik dan psikis’. Dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali.

Taman Atap (Roof Garden): Sejarah, Manfaat, dan Aplikasinya

Pengembangan taman atap modern (roof garden atau green roof) merupakan fenomena yang relatif baru. Teknologi taman atap pertama kali dikembangkan di Jerman pada tahun 1980-an yang selanjutnya menyebar ke berbagai negara Eropa lainnya seperti Swiss, Belanda, Austria Inggris, Italia, Perancis, dan Swedia (www.efb-greenroof.eu). Bahkan saat ini diperkirakan 10% dari semua bangunan yang ada di Jerman telah memiliki taman atap. Selain Jerman, Austria (kota Linz) telah mengembangkan proyek taman atap sejak tahun 1983, demikian juga dengan Swiss yang mulai intensif mengembangkan taman atap sejak tahun 1990. Di Inggris, pemerintah kota London dan Sheffield bahkan telah membuat kebijakan khusus mengenai pengembangan taman atap. Pengembangan taman atap juga populer di Amerika meskipun tidak seintensif di Eropa. Di Amerika konsep taman atap pertama kali dikembangkan di Chicago, kemudian menjadi populer di Atlanta, Portland,

Page 4: Taman Atap

Washington, dan New York (Wikipedia, 2008). Beberapa negara di Asia seperti Jepang, Korea, Hongkong, China, dan Singapura merupakan penggiat dalam proyek-proyek taman atap. Beberapa contoh proyek pengembangan taman atap yang sukses adalah Flying Green Project (Tokyo dan Hong Kong), Skyrise Greening Project (Singapura), Ecoroof Project (Berlin), Green Roof Project (New York dan Washington) (Joga, 2008).

Keberadaan taman atap, khususnya di kota-kota besar (metropolis) memiliki peran penting seperti halnya ruang hijau lainnya. Ancaman terhadap eksistensi RTH akibat pembangunan infrastruktur-infrastruktur kota dapat diimbangi atau dikompensasi dengan mengembangkan taman atap. Pada umumnya manfaat taman atap (roof garden) adalah sebagai berikut (Green Rooftops, 2008; Holladay, 2006):

1. Mengurangi tingkat polusi udara, vegetasi pada taman atap mampu merubah polutan (toksin) di udara menjadi senyawa tidak berbahaya melalui proses reoksigenasi; taman atap juga berperan dalam menstabilkan jumlah gas rumah kaca (karbon dioksida) di atmosfir kota sehingga dapat menekan efek rumah kaca;

2. Menurunkan suhu udara, keberadaan taman atap dapat mengurangi efek panas radiasi sinar matahari yang berasal dari dinding bangunan maupun dari tanah (heat island effect);

3. Konservasi air, taman atap dapat menyimpan sebagian air yang berasal dari air hujan sehingga menyediakan mekanisme evaporasi-transpirasi yang lebih efisien;

4. Mengurangi polusi suara/ kebisingan, komposisi vegetasi pada taman atap memiliki potensi yang baik dalam meredam kebisingan yang berasal dari luar bangunan (suara bising kendaraan bermotor atau aktivitas industri)

5. Menampilkan keindahan pada aspek bangunan (estetika), sama halnya dengan fungsi taman pada umumnya, taman atap (green roof) menyediakan keindahan bagi aspek bangunan sehingga tampak lebih hidup, asri, dan nyaman;

6. Meningkatkan kenaekaragaman hayati kota, taman atap dapat berfungsi sebagai habitat sekaligus penghubung bagi pergerakan organisme (wildlife) antar ruang hijau di kawasan perkotaan

Berdasarkan jumlah biaya (perawatan) yang dibutuhkan, kedalaman tanah (media tanam), dan jenis tanaman yang digunakan, taman atap dibedakan menjadi tiga macam yaitu (The Environment Site.org, 2006) :

1. Taman Atap Ekstensif (Extensive Green Roof), taman atap jenis ini membutuhkan biaya perawatan yang cukup murah, media tanam (tanah) yang dangkal, dan tanaman yang digunakan adalah tanaman hias ringan. Taman atap ini mempunyai skala bangunan yang ringan dan sempit sehingga banyak digunakan pada bagian rumah yang tidak terlalu luas seperti garasi, atap rumah, teras, atau dinding.

2. Taman Atap Semi Ekstensif (Semi-Extensive Green Roof), taman atap ini mempunyai kedalaman media tanam (tanah) yang lebih dibandingkan taman atap ekstensif, mampu menampung sejumlah besar jenis tanaman dan lebih dekoratif. Taman atap ini membutuhkan struktur bangunan yang lebih kuat dan berat.

3. Taman Atap Intensif (Intensive Green Roof), taman atap ini mempunyai ukuran yang luas dengan struktur bangunan yang besar dan kuat, mampu menampung berbagai jenis tanaman baik kecil maupun besar (pohon). Taman atap jenis ini banyak digunakan pada bangunan-bangunan besar (pencakar langit) serta dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi.

Di kawasan perkotaan yang sebagian besar ruangnya dipenuhi dengan bangunan-bangunan besar (pencakar langit), memiliki potensi besar untuk dikembangkan taman

Page 5: Taman Atap

atap (roof garden). Aplikasi taman atap saat ini telah berkembang luas, tidak hanya terbatas pada gedung-gedung pencakar langit melainkan dapat dikembangkan pada bangunan rumah sekalipun. Aplikasi taman atap dapat dilakukan di kawasan perkotaan (urban areas), yaitu pada gedung-gedung perkantoran, mall, hotel, apartemen, atau rumah susun; di kawasan atau kompleks perumahan (residential); di kawasan industri seperti pada pabrik-pabrik; dan di tempat-tempat lainnya seperti taman hiburan (rekreasi), museum, sekolah, universitas, rumah sakit, airport, stasiun, perpustakaan, dan lain sebagainya (Green Rooftops, 2008). Beberapa contoh bangunan yang dilengkapi dengan taman atap antara lain Gedung ACROS (Asian Crossroads Over The Sea) di kota Fukuoka, Jepang; Namba Park di Osaka, Jepang; Chicago City Hall, Amerika; Ballard Library di Seattle, Amerika; Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura; Horniman Museum dan Canary Wharf di Londond, Inggris; museum L'Historial de la Vendée, Perancis; dan Golden Gate Park di San Fransisco, Amerika (Wikipedia, 2008). Semen: Jenis dan Kegunaanya

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku berupa batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Semen digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut (Beacukai, 2002):

1. Semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari lima tipe, yaitu tipe I, II, III, IV, dan V. − Tipe I, semen Portland jenis umum (Normal Portland Cement), yaitu jenis

semen Portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.

− Tipe II, semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (Modified Portland Cement), yaitu jenis semen yang tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

− Tipe III, semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength Portland Cement). Jenis ini untuk membangun struktur bangunan yang menuntut kekuatan tinggi atau cepat mengeras.

− Tipe IV, semen Portland dengan panas hidrasi yang rendah (Low Heat Portland Cement). Jenis ini khusus untuk penggunaan panas hidrasi serendah-rendahnya.

− Tipe V, semen Portland tahan sulfat (Sulfate Resisting Portland Cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan pada bangunan-bangunan yang terkena sulfat seperti di tanah, atau di air yang tinggi kadar alkalinya.

2. Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.

Page 6: Taman Atap

3. Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

4. Mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.

Semen merupakan salah satu komoditi strategis karena peranannya yang sangat vital sebagai komponen penunjang dalam pembangunan fisik dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak dalam hal pembangunan. Semen dibutuhkan dalam pembuatan beton dan pondasi, merekatkan bata, keramik, batu alam, melicinkan dinding, dan membentuk relief. Dalam hal ini beton adalah produk penting dari semen yang mendominasi hampir seluruh kegiatan konstruksi. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen yang berfungsi mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basait, dan sebagainya) (Sagel, 1997). Penggunaan semen dan beton ini antara lain untuk pembangunan perumahan, gedung, pembangunan sarana transportasi seperti pembuatan jalan, jembatan, pelabuhan, bantalan kereta api beton, tiang listrik dan sebagainya (Dirjen Kimia Dasar, 1990).

Menilai Potensi Pengembangan Taman Atap (Roof Garden) sebagai Upaya Mempertahankan Fungsi RTH Kota

Ketika alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) kota tidak dapat dihindari akibat kebijakan pembangunan kota, maka sesungguhnya diperlukan upaya alternatif untuk menggantikan keberadaan atau fungsi RTH tersebut mengingat bahwa fungsi ekologis RTH yang sifatnya tak tergantikan. Pengembangan taman atap (roof garden atau green roof) di kawasan kota-kota besar (metropolis) merupakan salah satu solusi cerdas yang layak ditawarkan untuk mengatasi minimnya ketersediaan RTH kota. Townshend dan Duggie (2007) menjelaskan bahwa green roof telah dikembangkan di sejumlah negara dan terbukti memiliki berbagai manfaat yang signifikan dalam aspek kenyamanan dan estetika, lingkungan, serta ekonomi.

Sama halnya dengan manfaat ruang hijau lainnya, taman atap juga memberikan banyak keuntungan apabila dikembangkan secara intensif khususnya di pusat-pusat kota. Pembangunan taman atap di pusat-pusat kota turut berkontribusi dalam mengimbangi atau ‘mengkompensasi’ berbagai bentuk penurunan kualitas lingkungan akibat pembangunan fisik kota. Taman atap terutama berperan penting dalam menyuplai pasokan oksigen dan mereduksi jumlah polutan udara (air quality improvement) serta efek panas kota (urban heat island effect) (Townshend dan Duggie, 2007; Gambar 3.1). Keberadaan taman atap juga menjadi titik-titik awal bagi terciptanya jejaring infrastruktur alam di kawasan kota (green roof network) sehingga dapat mengatasi isolasi dan kesulitan untuk membangun jejaring ekologis yang kontinu pada ruang kota. Dalam hal ini taman atap adalah batu pijakan (stepping stone) bagi pergerakan rantai ekologi (ecological and wildlife) antara taman atap dengan ruang hijau di kawasan kota maupun dengan "kawasan sumber" (resources pool) yang berada di luar kota (Pramukanto, 2005).

Page 7: Taman Atap

Selain berperan penting dalam proses-proses penyehatan lingkungan kota,

kehadiran taman atap sekaligus memberikan keuntungan estetik dan ekonomi. Seperti telah diketahui bahwa salah satu masalah utama di kawasan kota adalah peningkatan suhu udara (urban heat island effect). Akibatnya, sebagian besar bangunan (gedung) di kawasan kota menggunakan peralatan listrik untuk pendingin ruangan (AC) sehingga berdampak terhadap meningkatnya konsumsi energi (listrik). Berkaitan dengan hal tersebut, keberadaan taman atap telah diketahui turut berkontribusi menekan konsumsi energi dari peralatan listrik untuk pendingin ruangan (AC) melalui peranannya mereduksi efek panas kota. Menurut Holladay (2006) taman atap dapat menekan fluktuasi suhu udara sehingga relatif stabil sepanjang hari. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Florida menemukan bahwa rata-rata maksimum suhu udara siang hari di Florida (periode Juli sampai September 2005) pada permukaan atap bangunan tanpa taman atap adalah 1300 F (± 550 C), sedangkan pada bangunan dengan taman atap adalah 910 F (± 360 C). Beberapa keuntungan ekonomi lainnya dari pengembangan taman atap adalah mengurangi penggunaan AC berdaya (watt) tinggi; meningkatkan insulasi terhadap bising (Dunnett dan Kingsbury, 2004); melindungi atap bangunan dari kerusakan mekanis maupun fisik akibat sinar matahari dan air hujan sehingga lebih tahan lama (Porsche dan Köhler, 2003); berpotensi dikembangkan sebagai tempat rekreasi (tergantung tipe dan keunikannya) serta memberikan nuansa baru dalam bisnis properti (Environmental Design and Construction, 2005).

Diakui atau tidak taman atap mempunyai potensi besar untuk dikembangkan hampir di semua kawasan perkotaan, terutama di kota-kota metropolitan dan megapolitan yang tidak lagi memiliki cukup ruang terbuka hijau (RTH). Potensi tersebut berkaitan dengan dua hal yaitu pertama, paradigma pembangunan kota yang cenderung kuat mengancam eksistensi ruang hijau sekaligus semakin kuatnya tuntutan dan tekanan dari banyak pihak untuk melestarikannya. Jika demikian kenyataanya,

Mengurangi penggunaan AC dalam ruangan

Menurunkan suhu udara di luar ruangan melalui pendinginan uap panas

(evaporate cooling)

menangkap partikulat/polutan di sekitar bangunan

Mengurangi konsumsi energi

Membatasi reaksi dan jangkauan asap /polutan

Sumber area pemantul panas

(radiasi) berkurang

Mengurangi penggunaan AC

pada semua bangunan

INFR

ASTR

UKTU

R T

AMAN

ATA

P •

fungs

i nau

ngan

fungs

i eva

po-tr

ansp

irasi

• fun

gsi p

enya

ring (

filter

)

Menghemat biaya konsumsi energi

Mengurangi risiko gangguan kesehatan

Mengurangi konsentrasi partikulat

dan debu

Kadar CHGs, NOx, SOx, dan polutan

udara lain berkurang

Mengurangi kadar radikal bebas dan gas

rumah kaca (GRK)

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 3.1 Peran Taman Atap dalam Mengurangi Efek Panas Kota dan Meningkatkan Kualitas Udara (www.greenroofs.net, 2005)

Page 8: Taman Atap

taman atap tentu menjadi sebuah alternatif terbaik oleh karena pengembangannya sejalan dengan model pembangunan kota seperti yang dimaksud. Artinya, pembangunan taman atap tidak memerlukan lahan khusus yang cukup luas sebagaimana RTH lainnya. Lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan taman atap berupa atap-atap atau struktur bangunan (gedung) yang memang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi taman atap, sehingga pada realisasinya tidak menimbulkan masalah serius terkait pemanfaatan ruang. Di samping itu, ruang kota pada umumnya dipenuhi oleh bangunan pencakar langit dan gedung-gedung raksasa yang tersebar secara acak (tidak tertata) sehingga menyebabkan ruang kota menjadi terfragmentasi. Keadaan tersebut mengakibatkan kesulitan tersendiri dalam mengembangkan suatu area terbuka hijau konvensional yang membutuhkan lahan cukup luas. Dalam kasus semacam ini, pembangunan taman atap menjadi sangat relevan sebagai suatu upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan ‘ruang hijau’ secara berkelanjutan di dalam ruang kota yang terfragmentasi oleh bangunan-bangunan beton.

Kedua, munculnya trend baru dalam bidang arsitektur dan bisnis properti yang menghendaki pengembangan bangunan ramah lingkungan (green building). Dampak perubahan iklim akibat pemanasan global telah memaksa sebagian besar pelaku industri properti untuk mengembangkan konsep rumah dan bangunan ramah lingkungan. Pengembangan taman atap dalam bisnis properti tidak lagi terbatas pada bangunan-bangunan pencakar langit melainkan telah meluas untuk perumahan (real estate). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan hunian berkonsep ramah lingkungan tidak hanya sekedar trend tetapi juga mulai mengarah kepada gaya hidup (life style). Dalam hal ini roof garden adalah salah satu komponen unik dalam bangunan ramah lingkungan yang memberikan banyak keuntungan baik ekologis, ekonomi, maupun estetik.

Jelaslah kiranya bahwa pengembangan taman atap (roof garden) di kawasan kota boleh jadi adalah salah satu solusi terbaik dalam rangka menjamin ketersediaan ruang hijau kota yang berkelanjutan sekaligus menampilkan aspek estetik kota. Hal tersebut terutama didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut: 1) kenyataan bahwa aktivitas pemanfaatan ruang kota untuk pembangunan infrastruktur seringkali mengorbankan ruang terbuka hijau (RTH) kota; 2) banyaknya gedung (bangunan) raksasa di kawasan perkotaan menyediakan potensi ruang bagi pengembangan taman atap; 3) pengalaman dari beberapa negara seperti Jepang, Amerika, Korea, Hong Kong, dan negara di kawasan Eropa memperlihatkan bahwa banyak keuntungan yang bisa diperoleh dengan mengembangkan proyek-proyek taman atap (green roof project). Namun demikian, haruslah disadari bahwa manfaat yang diperoleh dari pengembangan taman atap terkait dengan perbaikan kualitas lingkungan kota tidaklah serta merta menunjukkan hasil yang signifikan mengingat banyak faktor yang mempengaruhi. Hasil tersebut mulai tampak jelas ketika pengembangan taman atap dilakukan secara intensif dan berkelanjutan sekaligus disesuaikan dengan kebutuhan ruang hijau kota. Jika hal ini telah dilakukan maka selanjutnya taman-taman atap yang ada akan membentuk suatu jaringan ekologis di dalam ruang kota yang pada gilirannya akan menciptakan ekosistem kota yang lebih ‘hidup’, sehat, dan nyaman.

Konsep Dasar Pengembangan Taman Atap (Roof Garden)

Hampir semua taman atap dibangun di atas atap bangunan atau struktur bangunan yang lain seperti teras bangunan, tangga, atau bahkan pada dinding-dinding bangunan. Berkaitan dengan konsep pengembangan taman atap, berikut adalah beberapa definisi dari taman atap.

Page 9: Taman Atap

1. Suatu sistem atap yang didesain secara khusus untuk mendukung pertumbuhan tanaman (vegetasi) (Liu dan Baskaran, 2005)

2. Atap bangunan yang sebagian atau seluruhnya ditutupi dengan tanaman dan media tanam (tanah) yang dilengkapi dengan lapisan (membran) kedap air (Wikipedia.org)

3. Pengembangan atap bangunan menjadi suatu (sistem) taman yang terdiri atas membran kedap air, sistem penangkis akar (root repellent), sistem saluran air, membran penyaring, media tanam (tanah), dan vegetasi (Environmental Design and Construction, 2005)

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil suatu pengertian umum mengenai taman atap (roof garden), yaitu suatu model taman yang dikembangkan secara khusus pada bagian atap bangunan (atau struktur bangunan lain yang memungkinkan) untuk tujuan tertentu. Dari pengertian ini diperoleh suatu konsep dasar bagi pengembangan taman atap yaitu terintegrasi (menyatu) dengan suatu bangunan, atau dengan kata lain taman atap bukanlah model taman yang dikembangkan secara terpisah (sendiri) pada lahan tertentu sebagaimana taman-taman pada umumnya. Dalam hal ini taman atap dikembangkan sebagai upaya untuk memperoleh sejumlah keuntungan (terutama ekologis, estetik, dan ekonomi) yang dibutuhkan bagi peningkatan nilai suatu bangunan, orang-orang yang berada di dalamnya, maupun bagi lingkungan masyarakat sekitarnya.

Pada umumnya pemilihan model atau jenis taman atap paling tidak ditentukan oleh tiga hal yaitu grand desain bangunan, keseluruhan ukuran dan struktur bangunan, serta tujuan pengembangan taman atap itu sendiri. Ketiganya haruslah dipertimbangkan dengan baik dan cermat agar pengembangan taman atap nantinya memberikan hasil yang optimal. Terkait dengan tujuan pengembangannya, Asosiasi Taman Atap Internasional (International Green Roof Association) menjelaskan bahwa terdapat dua pilihan utama dalam menggunakan taman atap. Pertama, sebagai sebuah taman atap yang diperuntukkan bagi sarana rekreasi dimana orang-orang dapat menikmati indahnya alam, bersantai, atau melakukan suatu pekerjaan. Kedua, sebagai suatu area yang hanya diperuntukkan bagi habitat flora dan fauna di dalam belantara beton kota (the concrete jungle of urban) (Jim, 2007).

Berdasarkan beberapa karakteristik seperti kemampuan menahan beban (kapasitas), biaya pemeliharaan (maintenance), serta jenis substrat dan tanaman yang digunakan, terdapat dua jenis taman atap yaitu ekstensif (extensive green roof) dan intensif (intensive green roof). Sebagian literatur juga menyebutkan terdapat jenis taman atap semi-ekstensif (semi-extensive green roof). Contoh-contoh bangunan dengan taman atap dapat dilihat pada gambar 3.2.

Page 10: Taman Atap

Taman atap jenis ekstensif memiliki karakteristik antara lain kemampuan menahan beban (kapasitas) kecil, biaya perawatan rendah, kedalaman media tanam (tanah) relatif dangkal, dan jenis tanaman yang digunakan sebagian besar adalah golongan tanaman ringan seperti rumput-rumputan, tanaman hias dan bunga-bungaan.

I-3 SE-1

I-1 I-2

E-3

I-4

E-1 E-2

Gambar 3.2 Bangunan-bangunan dengan Jenis Taman Atap yang Berbeda Ket: E : ekstensif (extensive green roof), I : intensif (intensive green roof)

E-1: Gimbels Building, USA I-1: ACROS Fukuoka, Jepang E-2: Augustenborg's Botanical I-2: Business Innovation Center, Belanda

Roof Garden, Swedia I-3: Punggol Roof Garden, Singapura E-3: Cook & Fox Architects, USA I-4: Chicago City Hall, USA E-4: The Landesbank, Stuttgart

E-4

Page 11: Taman Atap

Sebaliknya, taman atap jenis intensif mempunyai kapasitas yang besar; biaya perawatan mahal; membutuhkan sejumlah besar media tanam; dan jenis tanaman yang digunakan beranekaragam, mulai dari rumput, semak hingga pohon (Liu dan Baskaran, 2005). Sedangkan taman atap yang memiliki karakteristik antara jenis ekstensif dan intensif dapat dikategorikan sebagai taman atap semi ekstensif (semi-extensive green roof). Selain itu juga terdapat taman atap yang mengkombinasikan jenis ekstensif maupun intensif, taman atap seperti ini disebut extensive-intensive green roof. Karakteristik khusus antara taman atap ekstensif dan intensif dapat dibaca pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Spesifikasi antara Taman Atap Ekstensif dan Intensif (sumber: Liu dan Baskaran, 2005; IGRA, 2007; Townshend dan Duggie, 2007)

Kriteria/ Parameter Extensive Green Roof Intensive Green Roof Bobot (kg/m2) < 300 300 – 1000 Kedalaman media tanam (mm) 50 – 200 200 – 2000

Komunitas tanaman (vegetasi) Lumut, herba, rumput, semak Rumput, semak, perdu, pohon

Biaya perawatan ($/m2/tahun) 1 – 3 (murah) 10 – 50 (relatif mahal)

Irigasi Minim (jarang) Teratur

Fungsi Menyediakan manfaat ekologis dan estetik

Menyediakan manfaat dan fitur taman secara lengkap

Kelebihan

Sesuai untuk proyek jangka pendek; biaya pembangunan

relatif murah (400-1000$/m2); cocok untuk area yang luas; dapat dikembangkan pada atap dengan kemiringan

hingga 300

Mempunyai beragam manfaat (tempat rekreasi, ruang terbuka, atau produksi

tanaman pangan); diversitas vegetasi tinggi; menyediakan

jasa insulasi; dapat dikembangkan secara atraktif

Kelemahan

Diversitas tanaman terbatas, tidak dapat diakses, dan

seringkali kurang menarik (khususnya pada musim

kering)

biaya pembangunan mahal (1000-

5000$/m2),membutuhkan konsumsi energi, air, dan

material dalam jumlah besar

Mengacu pada konsep dasar dan jenis taman atap seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka pelaksanaan pembangunan taman atap di kawasan kota dapat dibedakan menjadi dua yaitu pembangunan yang direncakan sebagai bagian dari grand desain dan pembangunan yang dilakukan pada bangunan yang sudah berdiri (existing building). Mengenai yang pertama, pembangunan taman atap sudah direncanakan sejak awal sehingga jenis taman atap yang akan dikembangkan telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian tidak terdapat kendala yang berarti dalam realisasinya. Saat ini kebanyakan taman atap di negara-negara maju dikembangkan sebagai bagian dari grand desain konsep ‘bangunan hijau’ seperti yang tampak pada gedung ACROS (Asian Crossroads Over The Sea) di Fukuoka Jepang atau Punggol Roof Garden di Singapura. Sedangkan pada kasus yang kedua, pembangunan taman atap dilakukan pada bangunan yang sudah berdiri sehingga jenis taman atap yang akan dikembangkan harus disesuaikan terlebih dahulu dengan luas atap bangunan, struktur bangunan secara keseluruhan, dan fungsi bangunan itu sendiri.

Di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya sebagian besar bangunan-bangunannya ternyata tidak didesain untuk dilengkapi dengan sebuah taman atap, hal ini tampak dari minimnya bangunan (gedung) yang memiliki taman atap. Oleh

Page 12: Taman Atap

karena itu jenis taman atap yang lebih cocok dikembangkan pada bangunan-bangunan di kota (existing building) adalah jenis ekstensif atau semi-ekstensif. Alasannya adalah jenis taman atap tersebut memiliki bobot yang cukup ringan sehingga risiko yang ditimbulkan lebih kecil, selain itu pengembangan taman atap ekstensif tidak membutuhkan biaya yang mahal sehingga kemungkinan realisasinya menjadi lebih besar. Seperti yang disampaikan oleh Grant et al (2003) bahwa pembangunan taman atap intensif pada bangunan yang sudah berdiri membutuhkan struktur tambahan dengan biaya konstruksi sangat mahal sehingga pilihan seringkali jatuh pada taman atap jenis ekstensif. Pengembangan taman atap tipe ekstensif atau semi ekstensif di kawasan kota dapat diterapkan pada berbagai jenis bangunan mulai dari apartemen, rumah susun, gedung perkantoran, hotel, mall, stasiun, airport, atau gedung sekolah. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan bagi pengembangan taman atap jenis intensif pada bangunan-bangunan yang sudah berdiri. Hal ini dikarenakan sebagian bangunan atau gedung berukuran besar yang berada di kawasan kota telah memiliki struktur yang kuat sehingga memungkinkan bagi pengembangan taman atap jenis intensif. Menurut Caudrey (2005), yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan taman atap jenis intensif pada bangunan yang sudah berdiri adalah kapasitas (bobot) total taman meliputi bobot vegetasi, media tanam (tanah), dan potensi bobot lainnya (mesin dan manusia).

Keterkaitan Antara Pemanfaatan Semen dengan Pengembangan Taman Atap

Membahas mengenai pembangunan taman atap dengan segala manfaatnya tidaklah terlepas dari bagaimana taman atap itu sendiri dibangun. Seperti telah diketahui bahwa hampir semua taman atap dikembangkan pada atap ataupun struktur bangunan yang lain, sehingga dengan sendirinya pembangunan taman atap bersifat terintegrasi (menyatu) dengan struktur bangunan secara keseluruhan. Artinya, membangun taman atap baik ekstensif, intensif maupun semi-ekstensif, sepenuhnya tergantung pada keseluruhan struktur bangunan yang sekaligus menjadi penyokong tunggal bagi berdirinya taman atap. Maka dari itulah pembangunan taman atap menjadi sangat erat (tak terpisahkan) dengan kebutuhan akan material-material bangunan yang merupakan komponen dasar bagi eksistensi suatu bangunan.

Salah satu material bangunan yang peranannya sangat luas dan belum tergantikan hingga saat ini adalah semen. Fungsi vital semen tidak lain adalah sebagai bahan pengikat campuran pada hampir semua kegiatan konstruksi dan pengecoran, mulai dari campuran beton, plesteran/acian dinding, dan campuran untuk memasang bata/batako. Dikarenakan perannya yang fundamental dan mencakup hampir seluruh kegiatan konstruksi, maka perlu untuk diketahui bagaimana aplikasi semen dalam pembangunan taman atap sekaligus eksistensinya dalam mendukung pembangunan fisik, lingkungan, maupun sosial budaya.

Aplikasi Semen dalam Struktur Taman Atap (Roof Garden)

Taman atap merupakan suatu model taman yang dikembangkan secara khusus pada atap bangunan sebagai lahannya (wadah tanam) sehingga membutuhkan beberapa perlengkapan (teknologi) tambahan guna memberikan hasil yang optimal. Secara umum struktur taman atap dapat dilihat pada gambar 3.3

Page 13: Taman Atap

Pada gambar 3.3 tampak bahwa semua komponen taman atap ditopang sepenuhnya oleh struktur dasar yang tidak lain adalah atap bangunan (roof). Di sini atap bangunan berfungsi sebagai pijakan dasar sekaligus wadah tanam bagi taman atap. Oleh karena itu, agar atap bangunan mampu memberikan daya tahan yang kuat (maksimal) terhadap seluruh beban yang ada maka dibutuhkan teknik dan komponen khusus dalam pembuatannya. Struktur atap yang kuat dan kokoh menjadi syarat penting untuk mendukung pengembangan taman atap. Dengan demikian, pemanfaatan semen dalam pengembangan taman atap menjadi kebutuhan mendasar yang tidak tergantikan. Aplikasi semen dalam pembangunan taman atap dapat dilihat dari dua bagian yang sesungguhnya merupakan satu kesatuan, yaitu atap bangunan yang sekaligus menjadi struktur pijakan taman atap (structural deck) dan badan bangunan sebagai struktur penopang taman atap (Gambar 3.4).

Aplikasi semen dalam konstruksi atap bangunan sebagai structural deck dari

taman atap terkait dengan penggunaan beton sebagai bahan konstruksinya. Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang mempunyai sifat khas yaitu mampu memikul gaya tekan yang besar sehingga banyak digunakan dalam aneka kegiatan konstruksi (sebagai balok, kolom, maupun pelat). Material beton mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap benturan/impak dan temperatur yang sangat tinggi tanpa kehilangan kemampuan integritas strukturnya. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki beton menjadikannya sangat dibutuhkan dalam pembangunan taman atap, khususnya jenis taman atap intensif yang memiliki bobot sangat besar (300–1000kg/m2). Menurut

TANAMAN (VEGETASI)

MEDIA TANAM (SUBSTRAT)

LAPISAN PENYARING (FILTER)

LAPISAN SALURAN AIR

LAPISAN PENYERAP LEMBAB (PILIHAN)

LAPISAN KEDAP AIR & PENAHAN AKAR

STRUKTUR DASAR

LAPISAN PEMISAH/ INSULATOR PANAS/ PENGATUR UAP AIR/ KELEMBABAN (PILIHAN)

Gambar 3.3 Struktur Dasar Taman Atap (Ekstensif dan Intensif) Sumber: Townshend dan Duggie, 2007

VEGETASI

ATAP BANGUNAN

BADAN BANGUNAN

Gambar 3.4 Struktur Bangunan dengan Taman Atap Foto: Punggol Roof Garden, Singapura

BADAN BANGUNAN

Page 14: Taman Atap

Grant et al (2003) pembangunan taman atap jenis intensif (intensive green roof) membutuhkan struktur beton bertulang (reinforced concrete) untuk menahan beban akibat banyaknya media tanam yang digunakan (ketebalan tanah hingga 2000mm). Beton bertulang mampu menahan beban berat seluruh komponen taman atap (media tanam, vegetasi, dan komponen lain) dalam jangka waktu yang lama, selain itu penggunaan beton juga menghasilkan permukaan atap yang lebih rata (Anonim, 2008). Peran penting beton dalam konstruksi atap bangunan yang sekaligus sebagai struktur dasar taman atap (structural deck) sesungguhnya tidak terlepas dari peran semen sebagai komponen esensial dalam pembuatan beton. Seperti telah diketahui bahwa beton dibuat dari campuran semen, agregat (kasar dan halus), dan air. Semen berfungsi sebagai material perekat yang menyatukan agregat kasar dan halus melalui reaksi hidrasi dengan air sehingga menghasilkan struktur beton yang keras.

Oleh karena beton mempunyai peran penting dalam konstruksi taman atap, maka aplikasi semen pada pembangunan taman atap dapat dikembangkan lebih lanjut melalui teknologi pembuatan beton khusus. Beton khusus tersebut dapat dibuat dengan menggunakan jenis semen tertentu dan atau menambahkan material aditif. Berikut adalah beberapa jenis beton khusus yang sesuai diaplikasikan bagi pembangunan taman atap sekaligus manfaatnya:

1. Beton kedap air (waterproof concrete) memungkinkan tidak digunakannya membran kedap air (waterproof layer) pada struktur taman atap sehingga desain dan proses konstruksi taman atap menjadi lebih sederhana.

2. Beton ringan (lightweight concrete) dalam konstruksi atap dapat digunakan untuk menghasilkan struktur taman atap dengan tingkat kemiringan tertentu. Selain itu aplikasi beton ringan akan mengurangi beban pada struktur atap.

3. Beton termal (thermal concrete) memungkinkan tidak digunakannya insulator suhu (thermal insulator) pada struktur taman atap sehingga mengurangi biaya produksi dan menjadikan proses konstruksi lebih sederhana.

Selain digunakan sebagai campuran beton, jenis semen tertentu dapat diaplikasikan sebagai campuran bahan plesteran/acian untuk melapisi permukaan atap bangunan ataupun dinding sekitar taman atap dari kerusakan tertentu. Misalnya penggunaan jenis semen Portland tipe V (semen portland tahan sulfat) untuk melindungi permukaan atap dan dinding sekitar taman yang rentan mengalami korosi akibat kontak dengan tanah dan air. Beberapa kemungkinan kerusakan yang dapat terjadi pada struktur dinding taman atap seperti korosi, pelapukan, atau keretakan dapat diminimalisir dengan menggunakan jenis semen khusus, baik diaplikasikan sebagai plesteran dinding ataupun campuran beton.

Mengingat bahwa keberadaaan taman atap terintegrasi dengan keseluruhan bangunan (gedung), maka aplikasi semen dalam pembangunan taman atap sekaligus terkait dengan pembangunan badan bangunan. Badan bangunan yang dimaksud adalah keseluruhan struktur bangunan yang menopang keberadaan taman atap, meliputi pondasi (pile cap dan sloof) dan struktur atas bangunan (balok, kolom, pelat dan dinding). Pembangunan badan bangunan ini tentunya membutuhkan semen dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada struktur atap bangunan. Penggunaan semen hampir mendominasi semua bagian badan bangunan, mulai dari pondasi, balok, kolom, pelat dan dinding. Kesemuanya sekaligus menunjukkan bahwa peran dan aplikasi semen dalam pembangunan taman atap bersifat mendasar dan menyeluruh. Baik taman atap jenis ekstensif maupun intensif, konstruksi keduanya tidak dapat dilepaskan dari semen. Lebih daripada itu, keberadaan jenis-jenis semen tertentu dapat diaplikasikan dalam konstruksi taman atap untuk menghasilkan jenis beton dengan fungsi khusus yang memberikan banyak keuntungan. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan realisasi

Page 15: Taman Atap

taman atap ditentukan oleh keseluruhan proses konstruksi bangunan sehingga eksistensi taman atap menjadi tidak terpisahkan dengan semen.

3.3.2 Eksistensi Semen dalam Taman Atap: Memadukan Pembangunan Fisik

dan Lingkungan Kota

Setelah mengetahui peran dan aplikasi semen dalam pembangunan taman atap, dapatlah dipahami bahwasanya semen mempunyai manfaat lebih daripada sekedar material perekat dalam kegiatan konstruksi bangunan. Hal tersebut terkait erat dengan nilai dan manfaat taman atap itu sendiri. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pembangunan dan pengembangan roof garden pada bangunan-bangunan beton di kawasan kota merupakan suatu tindakan efektif yang mempunyai banyak nilai dan manfaat. Pemanfaatan ruang kota yang seringkali menimbulkan problem-problem dilematis khususnya antara kepentingan pembangunan fisik dan pelestarian ‘ruang hijau’, menjadikan pengembangan taman atap sebagai solusi jalan tengah yang feasible. Pengembangan taman atap sangat memungkinkan berjalannya pembangunan fisik kota secara kontinyu tanpa harus menyebabkan hilangnya potensi ekologis lingkungan kota.

Dalam keseluruhan aspek pembangunan taman atap, setidaknya terdapat dua hal pokok yang penting untuk diperhatikan. Pertama, kehadiran jejaring taman atap di kawasan kota adalah sebuah kebutuhan sekaligus tuntutan yang cepat atau lambat harus dipenuhi guna menyediakan ‘ruang hijau alternatif’. Kedua, pembangunan taman atap membutuhkan material-material konstruksi yang kesemuanya dapat diwujudkan menjadi suatu infrastruktur taman atap jika atau hanya jika kebutuhan akan semen terpenuhi. Menyadari terdapat keterkaitan erat antara “nilai dan manfaat taman atap” dengan “semen”, sesungguhnya kedua hal tersebut sekaligus menyiratkan bahwasanya eksistensi semen dalam infrastruktur taman atap memiliki makna filosofis tersendiri bagi pembangunan kota secara keseluruhan. Keterkaitan antara eksistensi semen dalam infrastruktur taman atap dengan pembangunan kota dapat dilihat pada gambar 3.5

Pada gambar 3.5 di atas dapat dilihat bahwa semen dan beton diperlukan dalam pembangunan infrastruktur taman atap. Infrastruktur taman atap merupakan semua bangunan atau gedung-gedung yang nantinya digunakan sebagai sarana bagi pengembangan taman atap, bisa berupa hotel, mall, apartemen, gedung perkantoran, airport, museum, dan lain-lain. Ketika taman atap mulai dikembangkan secara intensif bersamaan dengan pembangunan infrastruktur lainnya, maka pada gilirannya akan tercipta suatu jejaring taman atap yang terus meluas sekaligus saling bersinergi satu sama lain. Jejaring taman atap dapat menjadi ‘ruang hijau alternatif’ yang menyediakan

MATERIAL BANGUNAN: SEMEN DAN BETON

INFRASTRUKTUR TAMAN ATAP

JEJARING TAMAN ATAP (GREEN ROOF NETWORK)

MENYEDIAKAN “RUANG HIJAU ALTERNATIF” YANG

BERKELANJUTAN

SUSTAINABLE URBAN

DEVELOPMENT

Gambar 3.5 Keterkaitan antara Eksistensi Semen dalam Jejaring Infrastruktur Taman Atap dengan Pembangunan Kota Berkelanjutan

Page 16: Taman Atap

beraneka ragam manfaat dan keuntungan, baik ekologis, estetik, ekonomi, maupun manfaat sosial budaya. Bahkan sangat mungkin jejaring taman atap ini dapat dikembangkan menjadi semacam aset wisata yang menarik. Oleh karena jejaring taman atap hanya dapat diwujudkan melalui ketersediaan infrastruktur yang memadai, dengan sendirinya peran semen menjadi komponen integral di dalamnya. Di sini peran semen tidak lagi sekedar sebagai material untuk pembangunan fisik semata melainkan telah meluas sebagai material perekat yang menghubungkan pembangunan fisik dan lingkungan.

Dalam konteks pembangunan jejaring infrastruktur taman atap, eksistensi semen adalah sebagai material perekat yang turut memadukan pembangunan fisik dan lingkungan (ekologis) kota, sehingga semen menjadi bagian tak terpisahkan dari cita-cita pembangunan. Kontribusi semen dalam pengembangan taman atap mencakup ke dalam segenap aspek fisik, ekonomi, lingkungan, sosial maupun budaya. Oleh karena itu dapatlah dimengerti bahwa pemanfaatan semen dalam pembangunan taman atap (roof garden) dengan sendirinya menjadi bagian penting dalam skenario pembangunan kota berkelanjutan (sustainable city).

Kesimpulan

Berdasarkan uraian secara keseluruhan, kesimpulan yang dapat disusun dari hasil penulisan karya tulis ini adalah:

1. − Pengembangan taman atap (roof garden) di kawasan perkotaan mempunyai potensi besar untuk direalisasikan. Hal tersebut terutama didasari oleh dua hal yaitu: pertama, paradigma pembangunan kota yang cenderung kuat mengancam eksistensi ruang terbuka hijau (RTH) sekaligus kebutuhan untuk melestarikannya; kedua, hadirnya trend baru dalam bidang arsitektur dan bisnis properti yang menghendaki pengembangan bangunan berkonsep ramah lingkungan (green building).

− Kehadiran jejaring taman atap di kawasan kota akan menciptakan ‘ruang hijau alternatif’ yang berkontribusi dalam mengimbangi atau ‘mengkompensasi’ berbagai bentuk penurunan kualitas lingkungan kota, bahkan dapat menggantikan secara efektif fungsi ekologis RTH kota. Pengembangan taman atap sangat memungkinkan berjalannya pembangunan fisik kota secara kontinyu tanpa harus menyebabkan hilangnya potensi ekologis liingkungan kota.

2. Konsep dasar pengembangan taman atap adalah terintegrasi (menyatu) dengan keseluruhan bangunan; dapat dikembangkan pada bangunan yang sudah berdiri (existing building) ataupun sebagai sebuah grand desain ‘bangunan hijau’. Taman atap bisa dikembangkan dengan tipe ekstensif, intensif, ataupun semi-ekstensif tergantung kepada kapasitas atap dan struktur bangunan, jenis vegetasi serta kuantitas media tanam (tanah), dan biaya pemeliharaan. Pembangunan taman atap dapat ditujukan sebagai sarana publik yang bisa diakses (tempat rekreasi) atau hanya diperuntukkan bagi habitat flora dan fauna tanpa bisa diakses oleh publik.

3. − Aplikasi semen dalam pembangunan taman atap dapat dilihat dari dua bagian yang sesungguhnya merupakan satu kesatuan, yaitu atap bangunan yang sekaligus menjadi struktur pijakan taman atap (structural deck) dan badan bangunan sebagai struktur penopang taman atap. Aplikasi semen pada kedua bagian tersebut terutama terkait dengan penggunaan teknologi beton, yaitu

Page 17: Taman Atap

beton bertulang, beton kedap air, beton termal, dan beton ringan. Penggunaan jenis beton tersebut dalam konstruksi taman atap memungkinkan dihasilkannya struktur taman atap yang lebih sederhana, efisien, dan tahan lama. Selain itu, penggunaan semen jenis tertentu baik sebagai campuran beton maupun plesteran/acian dinding dapat meningkatkan ketahanan struktur dinding taman atap dari kemungkinan kerusakan seperti korosi, pelapukan, atau retak.

− Eksistensi semen dalam konteks pembangunan infrastruktur taman atap adalah sebagai material perekat yang memadukan pembangunan fisik dan lingkungan (ekologis) kota, sehingga semen menjadi bagian tak terpisahkan dari cita-cita pembangunan. Berbagai manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari keberadaan jejaring taman atap, menjadikan kontribusi semen dalam pengembangan taman atap mencakup ke dalam segenap aspek fisik, ekonomi, lingkungan, sosial maupun budaya. Oleh karena itu aplikasi semen dalam pembangunan taman atap dengan sendirinya menjadi bagian penting dalam skenario pembangunan kota berkelanjutan (sustainable city).

Saran

1. Perlu adanya studi lapangan mengenai model spesifik pengembangan taman atap di kawasan kota-kota besar di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan penetapan kriteria-kriteria dasar dalam menentukan jenis taman atap yang akan dikembangkan pada bangunan yang sudah berdiri (existing building).

2. Perlu dilakukan kajian penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas penggunaan jenis semen tertentu untuk menghasilkan struktur atau jenis beton tertentu yang memiliki sejumlah keunggulan terkait konstruksi taman atap, misalnya beton kedap air atau beton ringan.