Upload
elsa-key-sung-suyetriana
View
107
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS
“ANALISIS TANGGAP BENCANA GEMPA BUMI”
KESEHATAN LINKUNGAN PERKOTAAN
OLEH
INDAH DWI ASTUTI 10101001038
M. AZIZ HASYIM 10101001027
HERU ADMADINATA 10101001041
ELSA SUYETRIANA 10101001047
MEILISA 10101001072
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
20013
PENDAHULUAN
Ditinjau dari letak geografi dan struktur geologi/kebumian, Indonesia termasuk
wilayah rawan terhadap bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi di luar dugaan, antara
lain gempa bumi tektonik, aktifitas vulkanik, banjir, tanah longsor, angin topan, tsunami, dan
kebakaran (Hadisantono dan Bronto, 1994). Bencana alam ada yang dapat dicegah atau
kemungkinan terjadinya dapat diminimalkan dan ada yang tidak dapat dicegah
(Karnawati,2002)
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau kehancuran
bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana
fisik (jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi,
dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan. (Pekep
BNPB no 4 tahun 2008)
PENYEBAB GEMPA BUMI
Berdasarkan penyebabnya gempa bumi dapat terjadi akibat aktifitas vulkanik dan aktifitas
tektonik :
a. Akibat aktifitas kegiatan vulkanik
Aktivitas gunung api dapat menimbulkan gempa bumi yang dinamakan gempa
bumi vulkanik. Gempa bumi ini terjadi baik sebelum, selama, maupun setelah
peledakan suatu gunung api. Penyebabnya adalah akibat terjadinya persentuhan antara
magma dengan dinding gunung api dan tekanan gas pada peledakan yang sangat kuat
atau perpindahan magma secara tiba-tiba di dalam dapur magma.
Gempa bumi vulkanik sebenarnya kekuatannya sangat lemah dan hanya terasa
di wilayah sekitar gunung api yang sedang aktif saja. Dari seluruh gempa bumi yang
terjadi, hanya 7% saja yang termasuk gempa bumi vulkanik. Kendatipun demikian
kerusakan atau efek yang ditimbulkannya cukup luas, sebab gempa bumi vulkanik
biasanya disertai pula dengan kemungkinan akan meletusnya suatu gunung api.
Berdasarkan kedudukan sumber gempanya (posisi kegiatan magma), maka dapat
dibedakan menjadi empat jenis gempa bumi vulkanik : Gempa bumi vulkanik dalam,
Gempa bumi vulkanik dangkal, Gempa bumi ledakan, Getaran vulkanik atau tremor
b. Akibat aktifitas Kegiatan Tektonik
Gempa bumi yang banyak terjadi dan mempunyai efek sangat serius
sebenarnya berasal dari kegiatan tektonik, yaitu mencakup 90% dari seluruh kejadian
gempa bumi. Gempa bumi ini berhubungan dengan kegiatan gaya-gaya tektonik yang
tengah terus berlangsung dalam proses pembentukan gunung-gunung, terjadinya
patahan-patahan batuan (faults) dan tarikan atau tekanan dari pergerakan lempeng-
lempeng batuan penyusun kerak bumi.
Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi karena
pergeseran lempengan plat tektonik. Teori dari tektonik plate (plat tektonik)
menjelaskan bahwa kulit bumi atau litosfer yang menutupi permukaan bumi
keadaanya tidak utuh, melainkan terpecah-pecah berbentuk lempeng, yang satu sama
lain bergerak saling menjauh, bertumbukan dan ada juga yang saling berpapasan.
Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu
sama lainnya. Gerakan litosfer tersebut diakibatkan oleh adanya gerakan astenosfer
yang sifatnya cair kental. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.
Gempa bumi tektonik memang unik. Peta penyebarannya mengikuti pola dan
aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-
lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi),
kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena
gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan
batas pertemuan lempeng tektonik.
ANALISIS PRA-BENCANA GEMPA BUMI
Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana
umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara
khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut
rencana mitigasi.
Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan
Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario
menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut
Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
Beberapa langkah awal yang dapat dilakukan dalam penanggulangan pra-bencana gempa
antara lain:
Pemetaan daerah rawan gempa yang bisa dilakukan oleh lembaga riset atau
perguruan tinggi. Hasil penelitian itu dapat dijadikan landasan untuk kebijakan
pemerintah pusat dan daerah serta untuk peningkatan kesadaran masyarakat terhadap
ancaman bencana. Kejadian gempa masa lampau dan pencatatan yang akurat dari luas
lahan dan pengaruh-pengaruhnya. Kecenderungan gempa bumi untuk muncul lagi di
daerah-daerah yang sama setelah masa seratus tahun. Perencanaan lokasi untuk
mengurangi kepadatan penduduk di perkotaan di daerah-daerah geologi yang
diketahui dapat melipat gandakan getaran-getaran bumi.
Pola bencana gempa bumi dapat dicermati untuk sebagai dasar perencanaan
mitigasi bencana gempa bumi. Prediksi seorang pakar seismologi dari ITB,
berdasarkan kajian ilmiah seismologi memprediksi akan ada gempa dengan skala 8,9
richter dan tsunami 15 meter di daerah Sumatra. Meskipun bencana gempa bumi tidak
bisa diketahui kapan persis terjadinya, paling tidak prediksi tersebut dapat dijadikan
perencanaan mitigasi yang cermat dan tepat.
Membuat aturan tentang pendirian bangunan, baik perumahan, perkantoran,
maupun fasilitas publik dengan konstruksi yang tahan gempa, sehingga bisa
meminimalisasi korban jiwa. Hal ini sering disebut mitigasi struktural karena
menekankan pada penguatan seluruh bangunan fisik. Pemerintah sampai saat ini
belum mampu mengeluarkan building codes dan peraturan keselamatan bangunan
berdasar zonasi kegempaan. Strategi mitigasi struktural tersebut adalah melakuikan
rekayasa bangunan-bangunan untuk menahan kekuatan getaran. Undang-undang
bangunan gempa, kepatuhan terhadap persyaratan-persyaratan undang-undang
bangunan dan dorongan akan standar kualitas bangunan yang lebih tinggi harus terus
diupayakan. Konstruksi dari bangunan-bangunan sektor umum yang penting menurut
standar tinggi dari rancangan teknik sipil. Memperkuat bangunan-bangunan penting
yang sudah ada yang diketahui rentan.
pembuatan jalur-jalur evakuasi serta rambu-rambu, seperti tanda pintu darurat
untuk membantu warga pada saat melakukan evakuasi jika bencana gempa bumi
terjadi. Pembuatan jalur ini penting untuk mengurangi kemacetan, saat gempa lalu
serta untuk mengurangi risiko terjadi kecelakaan. Pembuatan jalur ini perlu diikuti
penyuluhan dan latihan evakuasi bagi pengguna jalan raya, latihan atau simulasi
menyelamatkan diri atau keluar secara aman dan tidak panik saat menggunakan
tangga darurat di gedung-gedung tinggi saat keluar dari pusat perbelanjaan, pasar, dan
sekolah, serta cara berlindung di tempat yang aman saat gempa terjadi. Latihan dalam
evakuasi gempa tersebut merupakan pendidikan dalam mitigasi gempa yang sangat
penting dilakukan. Seharusnya latihan dan simulasi hal ini merupakan kurikulum
wajib yang harus dilakukan setiap tahun bagi semua sekolah, kantor dan tempat-
tempat umum lainnya. Sehingga kelemahan dan kekurangan yang terjadi senantiasa
dapat diperbaiki.
Tanggap darurat gempa adalah mitigasi lain yang harus dipersiapkan saat terjadinya
bencana. Peningkatan kemampuan menghadapi ancaman dengan cara pemberian
pengetahuan dan keterampilan tentang pertolongan pertama, penyiapan peralatan
kesehatan dan kebutuhan dasar, Organisasi tanggap darurat yang telah dibentuk
pemerintah sampai tingkat pemerintahan tertentu di daerah jangan hanya sekedar di
atas kertas. Perlu terus dilakukan reorganisasi dan konsolidasi secara berkala sehingga
saat terjadi bencana organisasi Tanggap Darurat di daerah hanya menjadi macan
ompong.
Mitigasi nonstruktural dapat dilakukan dengan memperkenalkan atau
menerapkan asuransi bencana di daerah yang rawan sehingga masyarakat tidak
harus menunggu bantuan pemerintah atau donatur saat harus melakukan pemulihan
pascabencana dan masyarakat dapat kembali melakukan berbagai aktivitas sosial dan
ekonomi lebih segera.
Tabel 1. Pilihan tindakan penanggulangan bencana berdasarkan perkiraan ancaman bahaya
Pencegahan dan mitigasi Kesiapsiagaan
Tindakan pencegahan yang tergolong
dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
- Pembuatan peta rawan bencana dan
pemetaan masalah
- Pembuatan pedoman/ standar/
prosedur
- Pembuatan brosur/leaflet/poster
mengenai bencana gempa bumi
Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat
bencana mulai teridentifikasi akan terjadi,
kegiatan yang dilakukan antara lain:
- Pengaktifan pos-pos siaga
bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
- Pelatihan siaga / simulasi / gladi /
teknis bagi setiap sector
- Pengkajian / analisis risiko bencana
Penanggulangan bencana (SAR,
sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
- Inventarisasi sumber daya
pendukung kedaruratan
- Penyiapan dukungan dan
mobilisasi sumber daya/logistik.
- Penyiapan sistem informasi dan
komunikasi yang cepat dan
terpadu guna mendukung tugas
kebencanaan.
- Penyiapan dan pemasangan
instrumen sistem peringatan dini
(early warning)
- Penyusunan rencana kontinjensi
(contingency plan)
- Mobilisasi sumber daya (personil
dan prasarana/saranaperalatan
Tindakan pencegahan yang tergolong
dalam mitigasi aktif antara lain :
- Pembuatan dan penempatan
tanda-tanda peringatan,
bahaya,larangan memasuki daerah
rawan bencana dsb
- Pengawasan terhadap pelaksanaan
berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan
bangunan (IMB), dan peraturan
lain yang berkaitan dengan
pencegahan bencana
- Pelatihan dasar kebencanaan bagi
aparat dan masyarakat
- Pemindahan penduduk dari
daerah yang rawan bencana
kedaerah yang lebih aman
- Penyuluhan dan peningkatan
kewaspadaan masyarakat
- Perencanaan daerah penampungan
sementara dan jalur-jalur evakuasi
jika terjadi bencana
- Pembuatan bangunan struktur
yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi
dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam,
penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.
Melihat pentingnya upaya mitigasi bencana alam tersebut, tampaknya harus segera
dilakukan oleh semua pihak yang diprakarsai oleh departemen sosial. Mitigasi gempa
tersebut harus dilakukan secara terpadu, terus-menerus, dan dilakukan semua pihak, sehingga
kerugian cacat fisik, jiwa dan harta benda,dapat diminimalkan. Berbagai kejadian
mengenaskan yang terjadi dalam bencana gempa tersebut adalah merupakan pengalaman
berharga. Seringkali penyesalan itu terulang lagi hanya karena tidak ada inisiatif untuk
memulai mitigasi bencana yang sangat penting ini
ANALISIS SAAT BENCANA GEMPA BUMI
Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang
merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi
yang telah disusun sebelumnya.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: (Pekep BNPB
no 4 tahun 2008)
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,dan sumber daya.
b. penentuan status keadaan darurat bencana.
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
d. pemenuhan kebutuhan dasar.
e. perlindungan terhadap kelompok rentan.
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
ANALISIS PASCA BENCANA GEMPA BUMI
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi: tahap
pemulihan awal, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Tujuan umum dari pelaksanaan tiap
tahapan tersebut adalah untuk mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat di wilayah
pascabencana alam.
a. Tahap Pemulihan Awal dilaksanakan segera dalam waktu 1-3 bulan sangat
mungkin masih bersinggungan dengan kegiatan bantuan kemanusiaan, bertujuan
untuk memulihkan kondisi sosial psikologis korban bencana alam, menyediakan
tempat tinggal sementara dan pelayanan dasar seraya melakukan berbagai
persiapan bagi pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
b. Tahap Rehabilitasi dilaksanakan dalam waktu 3 – 12 bulan setelah masa tanggap
darurat sebagai respon atas berbagai isu yang bersifat mendesak dan
membutuhkan penanganan yang segera. Sesuai dengan Undang Undang no. 24
tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana pasal 58 rehabilitasi dilakukan
melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah bencana; perbaikan prasarana dan
sarana umum; pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; pemulihan sosial
psikologis; pelayanan kesehatan; rekonsiliasi dan resolusi konflik; pemulihan
sosial-ekonomi-budaya; pemulihan keamanan dan ketertiban. Upaya yang
dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah
yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih
baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
c. Tahap Rekonstruksi dilaksanakan dalam waktu 6 - 24 bulan bersinggungan
dengan kegiatan rehabilitasi, serta bertujuan untuk memulihkan sistem secara
keseluruhan serta mengintegrasikan berbagai program pembangunan ke dalam
pendekatan pembangunan daerah. Sesuai dengan Undang Undang no. 24 tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 59, rekonstruksi dilakukan melalui
kegiatan pembangunan yang lebih baik (building back better) meliputi: (i)
pembangunan kembali prasarana dan sarana, (ii) pembangunan kembali sarana
sosial masyarakat, (iii) pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat, (iv) penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, (v) peningkatan
partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat, (vi) peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, (viii)
peningkatan fungsi pelayanan publik, dan (ix) peningkatan pelayanan utama
kepada masyarakat. Tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun
kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan
sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu
perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
Maka strategi umum pemilihan terdiri dari kelompok - komponen pemulihan sebagai
berikut:
Pemulihan Perumahan dan Prasarana Lingkungan Permukiman; yang seluruhnya
merupakan milik masyarakat.
Pemulihan Prasarana Publik; untuk segera memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pemulihan Sosial dan Ekonomi Masyarakat ; untuk menata kembali dan
mengembangkan pola kehidupan sosial budaya masyarakat yang lebih baik.
Tabel 1. Usaha pemulihan awal, rehabilitasi dan rekontruksi pasca gempa bumi
Pemulihan Awal Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pemulihan
Perumahan
dan Prasarana
Permukiman
Penyediaan tempat tinggal
sementara
Penyediaan pelayanan air bersih
dan sanitasi
Persiapan pelaksanaan rehabilitasi
dan rekonstruksi
Perbaikan rumah rusak ringan
Identifikasi analisis risiko
terjadinya gempa bumi dalam
pembangunan kembali rumah
roboh/rusak berat/rusak ringan
dan prasarana permukiman
yang sesuai dengan standar
yang dapat mengurangi risiko
cidera/kematian.
Memberikan pemahaman
mitigasi, kesiapsiagaan dan
pengurangan risiko bencana
bagi masyarakat
Relokasi permukiman pada
daerah rawan bencana
(substitusi lokasi permukiman)
Pemulihan
Prasarana
Publik
Rehabilitasi fungsi pelayanan publik Penerapan rancang bangun
sesuai peraturan bagi
pemulihan prasarana publik,
bisa dijangkau masyarakat
dalam keadaan bencana terjadi.
• Peningkatan pelayanan publik
kepada masyarakat, sarana
kesehatan dan peningkatan
individual hygiene.
• Perencanaan pengurangan
risiko bencana dalam kerangka
pembangunan daerah,
didukung dengan kebijakan
dari pemerintah dengan
program tanggap bencana
gempa bumi.
Pemulihan
Sosial dan
Ekonomi
Masyarakat
Pelayanan sosial kepada masyarakat
korban bencana, agar tidak terjadi
trauma berat pada anak-anak yang
bisa mengakibatkan terhambat
pertumbuhan mental.
Pemberian bantuan bagi
pembangkitan usaha masyarakat,
dengan tujuan masyarakat bisa
beraktivitas seperti sediakala.
Peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat dengan
peningkatan pemahaman
tentang pengurangan risiko
bencana dengan cara
penyuluhan dan pelatihan
tanggap bencana.
DAFTAR PUSTAKA
FTSL. 2011. “mitigasi bencana gempa bumi”. http://mitigasigempa.blogspot.com/2011/11/mitigasi-bencana_23.html diakses tanggal 31 oktober 2013
Hadisantono.RD dan Bronto S., 1994, Sistem peringatan dini bahaya letusan gunungapi, Seminar nasional Mitigasi Bencana alam, UGM Yogyakarta.
Karnawati.D, 2002 Manajemen Bencana Alam Gerakan Tanah di Indonesia: Evaluasi dan Rekomendasi, Workshop PMBA, Jurs.T.Geologi FT-UGM BAPPEDA Bali, Yogyakarta.
Pekep BNPB. 2008. “Peraturan Kepala Badan Nasional Penganggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana”