8
Bahar dan Syuryawa: Tanggapan Penyuluh Pertanian ... 20 Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri Tepung Jagung di Kabupaten Bantaeng Bahtiar dan Syuryawati Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros, Sulawesi Selatan Email: [email protected] Abstrak Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang tersebar di pelosok pedesaan sangat potensil menjadi pembimbing petani dalam melakukan aktivitas usahatani jagung, tidak terbatas pada aktivitas bercocok tanam saja, tetapi juga pada pembinaan dalam pemasaran hasilnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon PPL terhadap potensi pasokan bahan baku jagung ke industri tepung jagung di kabupaten Bantaeng. Penelitian menggunakan pendekatan Focus Group Discussion di setiap kabupaten. Penelitian ini dilaksanakan pada 6 kabupaten yaitu Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, dan Soppeng dengan pertimbangan bahwa terdapat peluang jagung dipasarkan ke kabupaten Bantaeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon PPL bervariasi dari sangat setuju sampai agak setuju. Di kabupaten Bantaeng dan Bulukumba, seluruh PPL berpendapat sangat setuju dan mendukung dengan pertimbangan bahwa, selain biaya pengangkutan yang lebih murah karena jarak antara produsen jagung dengan pabrik relatif dekat, juga industri tepung jagung memerlukan jagung dalam jumlah yang banyak, sehingga dipandang sebagai pasar potensil yang dapat mengangkat harga jagung di tingkat petani. Di kabupaten Jeneponto, Sinjai, dan Bone sebagian PPL sangat setuju dan sebagian hanya memberi penilaian setuju. PPL yang sangat setuju didaerah tersebut beralasan pedagang dapat mengalihkan penjualan jagungnya ke Bantaeng apabila harga yang ditawarkan oleh industri tepung jagung minimal sama dengan penawaran pasar yang tersedia. Lain halnya di kabupaten Soppeng 60% PPL berpendapat kurang setuju dengan pertimbangan jaraknya jauh dan juga terdapat pasar jagung potensil yang dapat menyerap produksi jagung di kabupaten Soppeng yaitu peternak ayam di Sidrap dan eksportir antar pulau di pelabuhan Pare-Pare, serta industri pakan ternak di Kawasan Industri Makassar. Kata kunci: industri tepung jagung, respon PPL, pemasaran jagung. Abstract Field Agricultural Extension Workers (FAEW) scattered in rural areas are very potential to be farmers’ mentors in conducting corn farming activities, not only limited to farming activities, but also in coaching in the marketing of the results. The objective of this study was to determine the response of FAEW to the potential supply of raw materials for corn to the corn flour industry in Bantaeng district. Implemented with the Focus Group Discussion approach in each district. This study was carried out in 6 districts, namely Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, and Soppeng with the consideration that there was a chance that corn would be marketed to Bantaeng district. The results showed that the FAEW response varied from strongly agree to somewhat agree. In Bantaeng and Bulukumba districts, all FAEWs were of the utmost agreement and support with the consideration that, in addition to cheaper transportation costs because the distance between corn producers and factories was relatively close, also the corn flour industry needed large amounts of corn, which was considered a potential market that can raise the price of corn at the farm level. In Jeneponto, Sinjai, and Bone districts some FAEWs strongly agree and some just give an agree rating. FAEW who strongly agree in the area argued that traders can divert corn sales to Bantaeng if the price offered by the corn flour industry is at least equal to the available market offer. Another case in Soppeng district, 60% of FAEWs thought that they do not agree with the long distance and there is also a potential corn market that can absorb corn production in Soppeng regency, namely Sidrap chicken farmers and inter-island exporters in Pare-Pare port, and the animal feed industry in Makassar Industrial Area. Keywords: corn flour industry, FAEW response, corn marketing.

Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

Bahtiar dan Syuryawati: Tanggapan Penyuluh Pertanian ...

20

Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri Tepung Jagung di Kabupaten Bantaeng

Bahtiar dan SyuryawatiBalai Penelitian Tanaman Serealia

Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros, Sulawesi SelatanEmail: [email protected]

AbstrakPenyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang tersebar di pelosok pedesaan sangat potensil menjadi pembimbing petani dalam melakukan aktivitas usahatani jagung, tidak terbatas pada aktivitas bercocok tanam saja, tetapi juga pada pembinaan dalam pemasaran hasilnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon PPL terhadap potensi pasokan bahan baku jagung ke industri tepung jagung di kabupaten Bantaeng. Penelitian menggunakan pendekatan Focus Group Discussion di setiap kabupaten. Penelitian ini dilaksanakan pada 6 kabupaten yaitu Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, dan Soppeng dengan pertimbangan bahwa terdapat peluang jagung dipasarkan ke kabupaten Bantaeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon PPL bervariasi dari sangat setuju sampai agak setuju. Di kabupaten Bantaeng dan Bulukumba, seluruh PPL berpendapat sangat setuju dan mendukung dengan pertimbangan bahwa, selain biaya pengangkutan yang lebih murah karena jarak antara produsen jagung dengan pabrik relatif dekat, juga industri tepung jagung memerlukan jagung dalam jumlah yang banyak, sehingga dipandang sebagai pasar potensil yang dapat mengangkat harga jagung di tingkat petani. Di kabupaten Jeneponto, Sinjai, dan Bone sebagian PPL sangat setuju dan sebagian hanya memberi penilaian setuju. PPL yang sangat setuju didaerah tersebut beralasan pedagang dapat mengalihkan penjualan jagungnya ke Bantaeng apabila harga yang ditawarkan oleh industri tepung jagung minimal sama dengan penawaran pasar yang tersedia. Lain halnya di kabupaten Soppeng 60% PPL berpendapat kurang setuju dengan pertimbangan jaraknya jauh dan juga terdapat pasar jagung potensil yang dapat menyerap produksi jagung di kabupaten Soppeng yaitu peternak ayam di Sidrap dan eksportir antar pulau di pelabuhan Pare-Pare, serta industri pakan ternak di Kawasan Industri Makassar.

Kata kunci: industri tepung jagung, respon PPL, pemasaran jagung.

AbstractField Agricultural Extension Workers (FAEW) scattered in rural areas are very potential to be farmers’ mentors in conducting corn farming activities, not only limited to farming activities, but also in coaching in the marketing of the results. The objective of this study was to determine the response of FAEW to the potential supply of raw materials for corn to the corn flour industry in Bantaeng district. Implemented with the Focus Group Discussion approach in each district. This study was carried out in 6 districts, namely Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, and Soppeng with the consideration that there was a chance that corn would be marketed to Bantaeng district. The results showed that the FAEW response varied from strongly agree to somewhat agree. In Bantaeng and Bulukumba districts, all FAEWs were of the utmost agreement and support with the consideration that, in addition to cheaper transportation costs because the distance between corn producers and factories was relatively close, also the corn flour industry needed large amounts of corn, which was considered a potential market that can raise the price of corn at the farm level. In Jeneponto, Sinjai, and Bone districts some FAEWs strongly agree and some just give an agree rating. FAEW who strongly agree in the area argued that traders can divert corn sales to Bantaeng if the price offered by the corn flour industry is at least equal to the available market offer. Another case in Soppeng district, 60% of FAEWs thought that they do not agree with the long distance and there is also a potential corn market that can absorb corn production in Soppeng regency, namely Sidrap chicken farmers and inter-island exporters in Pare-Pare port, and the animal feed industry in Makassar Industrial Area.

Keywords: corn flour industry, FAEW response, corn marketing.

Page 2: Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 2, No. 2, Desember 2018

21

PendahuluanSaat ini sudah mulai bermunculan industri

makanan: nasi jagung, krifik jagung, susu jagung, es krim jagung, saus dan juga custard sebagai isian kue maupun untuk pelengkap puding jagung yang membutuhkan tepung jagung untuk pembuatan (Nuhung 2016; www.markaindo.co.id, 2017a). Keunggulan jagung sebagai bahan makanan antara lain: mempunyai kandungan serat tinggi yang bermanfaat untuk pencegahan penyakit diabetes, dapat dicampur dengan terigu dengan perbandingan 1:3 untuk berbagai kue-kue kering, tepung jagung dapat membuat masakan renyah (WWW.markaindo.co.id 2017b).

Pelibatan swasta dalam pembangunan ketahanan pangan mendukung Nawacita Presiden Jokowi JK sangat diperlukan. PT. Inensunan Mills Indonesia, tahun 2016 mendapat kesempatan untuk membangun pabrik tepung yang berkapasitas 100 ton per hari yang rencananya beroperasional di tahun 2017 (Baramuli 2016a). PT. Inensunan Mills Indonesia membangun pabrik tepung dengan prinsif tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga ingin berpartisifasi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui berbagai kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti penyerapan hasil panen, penyerapan tenaga kerja dalam seluruh rangkaian kegiatan (Baramuli 2016b).

Peranan industri pengolahan jagung sangat banyak antara lain menjadi salah satu alternatif pasar yang diharapkan dapat mengurangi tingkat fluktuasi harga jagung di tingkat petani, penyedia alternatif bahan makanan mendukung diversifikasi menu, menjadi arah dan tantangan bagi lembaga penelitian untuk melahirkan varietas-varietas spesifik yang mempunyai kualitas biji yang baik untuk kesehatan manusia (Bahtiar 2016).

Salah satu komponen masyarakat yang paling diharapkan memberi dukungan adalah tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) karena: 1) Pendidik dan pemimpin petani dalam berusahatani, 2) Mitra petani dalam perencanaan kegiatan musiman, 3) Mitra petani dalam

pemasaran hasil pertanian, dan 4) Penyampai informasi teknologi pertanian melalui berbagai aktivitas riil di lapangan dan agen pembaharu di pedesaan (Kartasapoetra 1994; https://wordpress.com/2010; Wowor 2013; Titahena 2001; Murdiyani 2001; Suhardiyono 1992; Rufaidah, Zahri, Sriati, dan Rizal 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon dan reaksi Penyuluh Pertanian Lapangan terhadap pembangunan pabrik tepung jagung di kabupaten Bantaeng.

Bahan dan Metode

1. Waktu dan Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni

sampai Desember 2016 dengan menggunakan metode survei pada enam kabupaten sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan, yaitu Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, dan Soppeng. Penetapan lokasi tersebut didasari pertimbangan bahwa daerah tersebut yang mempunyai peluang besar untuk mensuplai jagung ke kabupaten Bantaeng karena jaraknya yang lebih dekat dibanding ke pusat-pusat pembelian jagung besar lainnya di Sulawesi Selatan.

2. Penentuan RespondenResponden adalah Penyuluh Pertanian

Lapangan yang senior yang dipandang mempunyai pengalaman dan kinerja dalam menjalankan tugasnya. Kriteria responden adalah Penyuluh senior di tingkat kecamatan (PPK). Asal responden dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran pendapat dari berbagai penyuluh yang tersebar di beberapa kabupaten sekitar Bantaeng terhadap rencana pendirian pabrik tepung jagung di Bantaeng. Melalui koordinasi dengan Dinas Pertanian setempat dapat dihadirkan responden yang berkompoten dalam setiap pelaksanaan FGD di masing-masing kabupaten. Mereka berasal dari kecamatan sentra produksi jagung. Jumlah responden setiap kabupaten melebihi target dan bervariasi dari 6 PPL sampai 10 PPL dengan latar belakang PPL Tanaman Pangan (Tabel 1).

Page 3: Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

Bahtiar dan Syuryawati: Tanggapan Penyuluh Pertanian ...

22

Tabel 1. Penyebaran Responden pada kegiatan peranan PPL dalam penyediaan jagung bagi industri tepung Jagung, 2016

Kabupaten Jumlah (PPL) Kecamatan yang mewakili

Jeneponto 10 Bangkala Barat, Binamo, Tammalatea, Bonto Ramba, Kelara.Bantaeng 9 Bissapu, Sinoa, Ermerase, Pa’jukukang, Gattarengkeke, Bulukumba 7 Herlang, Bontotiro, Bontobahari, Kajang, Ujung Loe

Sinjai 8 Sinjai Utara, Sinjai Timur, Bulupoddo, Sinaji Tengah, Sinjai Selatan

Bone 6 Kahu, Kajuara, Libureng, Salomekko, PatimpengSoppeng 10 Marioriwawo, Ganra, Lilirilaja, Lilirilau, Citta

sangat setuju. Skala tersebut dilengkapi dengan penjelasan sebab akibat yang mempengaruhinya. Tanggapan positif semakin baik semakin besar nilanya, sedangkan tanggapan negatif semakin jelek semakin rendah nilainya (Mueler, D.J., 1996). Skor Skala Litkert dirumuskan sebagai berikut:

∑i1-5nix biSkor = ------------- N

Keterangan: Skor = 1 sampai 5, semakin besar skornya

semakin setujuh/sesuai. ni = Jumlah responden pada i

bi = Bobot penilaian pada i

N = Jumlah Responden

Hasil dan PembahasanPembahasan dalam penelitian ini difokuskan

pada empat hal yang terkait dengan PPL yaitu: penyebarannya, identitasnya, dukungan dan tanggapanya terhadap pembangunan pabrik tepung jagung di kabupaten Bantaeng.

a. Identitas RespondenKemampuan penyuluh dalam memotivasi

petani sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, pendidikan, pengalaman dan modal yang dimiliki (Titahena 2001). Sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan memerlukan kemahiran berkomunikasi dan berinteraksi dengan petani (Suhardiyono 1992; Chambers 1983). Selain itu juga harus memiliki jiwa

3. Pengumpulan DataPen deka t a n ya n g dig u n a ka n da l a m

pengumpulan data adalah pendekatan Forum Group Discussion (FGD) dengan pertimbangan data yang ingin digali adalah data tidak tertulis tetapi merupakan pengetahuan dari responden. Pendekatan ini dinilai lebih efisien waktu dan biaya dibanding dengan pendekatan wawancara karena respondennya adalah pakar yang mengetahui kondisi obyek yang diteliti, sehingga diberikan kesempatan untuk menceritakan proses yang terjadi dalam sistim produksi dan pemasaran jagung di tingkat petani.

Tiga informasi/data yang difokuskan pada tingkat PPL yaitu: identitas PPL yang menggambarkan potensinya untuk melaksanakan tugas penyuluhan, tanggapanya terhadap pembangunan pabrik tepung di Bantaeng terkait dengan persaingan pasar jagung di tingkat petani, dan peran yang diharapkan dilakukan sebagai pendukung pembangunan pabrik tepung jagung di Bantaeng.

4. Analisa dan Penyajian DataData dan informasi yang diperoleh diedit,

ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Untuk mengetahui respon atau tanggapan, dilakukan dua analisis yaitu analisis persentase dan analisis skoring berdasarkan klasifikasi skala Likert. Analisis persentase menunjukkan jumlah responden yang mempunyai pendapat yang sama, sedang analisis skoring menunjukkan pernyataan penilaian yaitu: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3 = agak setuju, 4 = setuju, dan 5 =

Page 4: Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 2, No. 2, Desember 2018

23

kepemimpinan yang dapat memotivasi dan menggerakkan petani (Syahyuti 2006), kepercayaan diri yang tinggi dan keinginan untuk mentransfer teknologi ke pengguna (Kartasapoetra 1994). Kondisi tersebut terbentuk dengan sendirinya apabila PPL memiliki ilmu pengetahuan dan pengalaman yang memadai dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh pertanian lapangan.

Berdasarkan identitas, dapat diketahui bahwa kemampuan PPL berkomunikasi dan berinteraksi dengan petani cukup memadai karena telah ditunjang oleh pendidikan dan pengalaman yang

banyak. Eksistensi PPL berdasarkan umur dapat dikategorikan terancam, karena sebagian besar sudah berada pada umur menjelang pensiun (>45 tahun) sementara pengangkatan sangat terbatas. Di kabupaten Jenepontoh 40%, di Bantaeng 45% di Bulukumba 57%, bahkan di Sinjai mencapai 62% yang berumur lebih dari 45 tahun. Dengan demikian persentase PPL yang telah berpengalaman selama lebih 30 tahun menjalankan tugas sebagai penyuluh juga rata-rata diatas 40%, bahkan di kabupaten Bone dan Soppeng mencapai 80% (Tabel 2).

Tabel 2. Identitas responden pada studi peranan PPL terhadap pembangunan pabrik tepung jagung di kabupaten Bantaeng, 2016

Identitas Penyuluh Pertanian Lapangan

Kabupaten (%)Jeneponto

n=10Bantaeng

n=9Bulukumba

n=7Sinjai n=8

Bone n=6 Soppeng n=10

Umur (th) : < 45 tahun 60 55 43 38 83 60 = 45 tahun 0 0 0 0 0 20 > 45 tahun 40 45 57 62 17 20Pendidikan (thn): SM 20 0 28 25 33 20 S1 80 100 71 75 67 60 S2 0 0 1 0 0 20Pengalaman (thn): < 30 thn 40 55 0 0 0 0 = 30 thn 20 0 28 37 17 20 > 30 thn 40 45 72 63 83 80Pekerjaan sampingan Bertani 80 44 100 100 100 100 Berdagang 20 0 28 37 33 0 Mengajar 0 0 0 25 0 0Fungsional: Penyuluh Muda 0 22 0 0 0 0Penyuluh Madya 60 44 80 62 67 80Penyuluh Utama 40 34 20 38 33 20Alat transfortasi: Sepeda 100 100 100 100 100 100 Roda 2 100 100 100 100 100 100 Roda 4 20 44 43 25 17 40

Page 5: Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

Bahtiar dan Syuryawati: Tanggapan Penyuluh Pertanian ...

24

Identitas Penyuluh Pertanian Lapangan

Kabupaten (%)Jeneponto

n=10Bantaeng

n=9Bulukumba

n=7Sinjai n=8

Bone n=6 Soppeng n=10

Pengalaman Training Frekuensi < 5 20 44 0 0 17 0 Frekuensi = 5 0 22 43 25 33 20 Frekuensi > 5 80 34 57 75 50 80

daerah, sehingga banyak PPL beralih fungsi dari tugas fungsional ke tugas struktural (Wowor 2013). Walaupun dengan kondisi demikian, PPL masih sangat diharapkan melakukan tugas-tugas penting dalam pembangunan pertanian.

Te r k a i t d e n g a n p e n d i r i a n p a b r i k tepung jagung di kabupaten Bantaeng, PPL memungkinkan dapat berperan aktif melakukan dukungan terhadap ketersediaan bahan baku yang diperlukan oleh industri tepung. Bentuk dukungan yang dapat dilakukan adalah membina petani dalam hal bercocok tanam dengan teknologi modern, dalam pasca panen agar tidak terkontaminasi dengan jamur aflatoxine, melakukan pendekatan kepada pedagang yang ada di daerahnya agar turut bersama-sama mengembangkan industri tepung jagung di Bantaeng. Aktivitas PPL yang terkait langsung atau tidak langsung dengan industri tepung jagung adalah memantau kemajuan perjagungan di wilyah kerjanya, membimbing petani menerapkan teknologi bercocok tanam dan teknologi pasca panen jagung, dan mengkordinasikan penyediaan saprotan dan pemasaran hasil.

Aktivitas PPL di enam kabupaten terlihat sangat jelas. Di kabupaten Jeneponto, seluruh PPL mengetahui potensi produksi jagung di wilyahnya, mengetahui teknologi bercocok tanam modern, mengetahui keberadaan pedagang, namun yang akrab dengan pedagang hanya 20%. Lain halnya di Bantaeng, Bone dan Soppeng PPL yang akrab dengan pedagang sudah mencapai lebih dari 40% (Tabel 3). Kondisi tersebut merupakan potensi SDM yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem pemasaran jagung yang memihak kepada industri tepung jagung di Bantaeng.

Perbaikan status PPL melalui peningkatan pendidikan tergambar cukup baik. Hal ini dimungkinkan karena adanya perguruan tinggi di daerah yang dapat menampung mahasiswa dengan persyaratan yang tidak terlalu ketat, sehingga PPL dapat melanjutkan pendidikan dengan biaya sendiri. Di semua kabupaten persentase PPL yang berpendidikan S1 lebih besar dari 60% bahkan di kabupaten Soppeng 20% berpendidikan S2. Hal ini menggambarkan potensi pendidikan sudah cukup memadai dan juga mengangkat status fungsionalnya ke jenjang yang lebih tinggi (penyuluh Utama) mencapai rata-rata di atas 20%, bahkan dikabupaten Jenepontoh mencapai 40%.

Kemudian yang sangat menunjang mobilitas PPL dalam menjalankan tugasnya adalah kendaraan yang dimiliki. Kendaraan yang dimaksud ada yang berstatus kendaraan dinas (Motor) tetapi juga ada yang milik pribadi. Untuk kendaraan roda 4 semuanya milik pribadi yang jumlahnya 17 sampai 43% PPL memiliki kendaraan roda 4.

b. Dukungan Penyuluh Pertanian LapanganTenaga Penyuluh Pertanian Lapangan merupakan

aparat pertanian terdepan yang berhadapan langsung dengan petani (Faqih 2014). Di jaman Bimas tahun 80-an dikenal sebagai ujung tombak dalam mencapai swasembada beras tahun 1984 (Jamal 2016), program penyuluhannya terencana dan terukur melalui kunjungan lapangan dan melaporkan dalam agenda pertemuan penyuluhan (https://wordpress.com/2010). Tetapi dalam perkembangannya mengalami banyak perubahan, dan yang paling berpengaruh terhadap kinerja PPL adalah adanya peralihan status kepegawaian dari pusat ke daerah yang penanganannya tidak maksimal oleh pemerintah

Page 6: Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 2, No. 2, Desember 2018

25

Tabel 3. Tugas yang diharapkan dari PPL mendukung pabrik tepung jagung di Bantaeng, 2016

Tugas yang diharapkanKabupaten (%)

Jeneponto n=10

Bantaeng n=9

Bulukumba n=7

Sinjai n=8

Bone n=6

Soppeng n=10

Mengetahui luas tanam dan produksi jagung di wilayah kerjanya 100 100 100 100 83 100

Mengetahui tingkat produktivitas jagung di wilayah kerjanya 100 100 42 48 83 100

Mengetahui teknologi budidaya modern dan teknologi yang diterapkan petani

100 55 42 48 67 80

Mengetahui teknologi pasca panen dan yang diterapkan petani 100 89 42 48 50 80

Mengetahui jumlah pedagang jagung diwilayah kerjanya 100 78 100 100 67 100

Akrab dengan pedagang jagung di wilayah kerjanya 20 44 14 32 50 40

Mempunyai bakat/jiwa bisnis hasil-hasil pertanian 20 44 14 16 33 20

Berperanan dalam penyediaan saprodi 100 100 100 100 100 100Berperanan dalam penjualan hasil 0 0 0 16 0 0Akrab dengan pemilik kendaraan pengangkut jagung 0 0 0 16 0 0

Mengetahui permasa lahan pemasaran jagung 100 100 100 87 100 100

sangat setuju (Tabel 4). Hal itu dapat dipahami karena terbuka pasar baru di daerahnya. Jagung di kabupaten Bantaeng dan Bulukumba selama ini pemasarannya ke Gudang Penampungan di kabupaten Gowa atau ke Industri Pakan Ternak di Kawasan Industri Makassar (KIMA) dapat beralih ke Industri Tepung Jagung di Bantaeng. Dengan demikian biaya transportasi dapat dihemat dan diharapkan dapat memicu peningkatan harga di tingkat petani.

Lain halnya dengan respon PPL di kabupaten Jeneponto, Bone, Sinjai, dan Soppeng. Di Jeneponto hanya 20% sangat setuju, 40% setuju, dan 40% agak setuju. Di kabupaten Bone dan kabupaten Sinjai persentase PPL yang sangat setuju lebih tinggi, sedang di Kabupaten Soppeng 60% setuju dan 40% agak setuju. Pertimbangan dari masing PPL di setiap kabupaten hanya ada dua yaitu jarak dan harga jagung. Jarak berkaitan dengan biaya transfortasi. Kabupaten

Satu hal yang sesungguhnya kurang dimiliki PPL adalah jiwa bisnis yang rendah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, hampir seluruh PPL tidak berperanan dalam penjualan hasil kecuali di kabupaten Sinjai terdapat 16% PPL yang terlibat dalam penjualan hasil jagung. Hal ini dapat dipahami karena ada kehati-hatian PPL untuk tidak melanggar aturan bahwa PPL tidak diperbolehkan berbisnis.

c. Respon Penyuluh Pertanian LapanganPembangunan industri tepung di kabupaten

Bantaeng secara bertahap dilakukan. Tahun pertama fokus pada penyelesaian drayer sebanyak tiga unit dengan kapasitas tampung 100 ton/unit, membutuhkan jagung yang tidak sedikit dari petani (Baramuli 2016a). Tanggapan PPL terkait dengan pasokan jagung tersebut beragam. Di kabupaten Bantaeng dan Bulukumba meresponnya dengan pernyataan

Page 7: Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

Bahtiar dan Syuryawati: Tanggapan Penyuluh Pertanian ...

26

Jeneponto terletak diantara dua pasar yang sama jaraknya yaitu gudang penampungan di kabupaten Gowa dan industri tepung jagung di Bantaeng. Demikian pula di kabupaten Bone bagian Selatan dan kabupaten Sinjai, jaraknya ke industri tepung jagung lebih dekat dibanding dengan ke KIMA. Kemudian di kabupaten Soppeng, kecil peluangnya ke Bantaeng karena

posisi Soppeng lebih dekat dengan tiga penyerap jagung yaitu: peternak di kabupaten Sidrap, eksportir di pelabuhan Kotamadya Pare-Pare dan industri pakan ternak di KIMA. Namun demikian pedagang akan pertimbangkan ke Bantaeng jika harga yang ditawarkan oleh industri tepung jagung lebih tinggi.

Tabel 4. Respon Petugas Pertanian Lapangan terhadap pembangunan pabrik tepung jagung di kabupaten Bantaeng, 2016

Respon PPLKabupaten (%)

Jeneponto n=10

Bantaeng n=9

Bulukumba n=7 Sinjai n=8 Bone n=6 Soppeng

n=10Sangat setuju 20 100 100 75 67 0Setuju 40 0 0 25 17 40Kurang setuju 40 0 0 0 16 60Tidak setuju 0 0 0 0 0 0Sangat tidak setuju 0 0 0 0 0 0

Tantangan yang berat dihadapi pihak industri tepung jagung untuk mendapatkan jagung adalah pedagang pengumpul di setiap daerah. Mereka sudah lama menjadi mitra petani, bahkan berani memberi pinjaman untuk pembiayaan usahatani jagungnya dengan perjanjian mereka yang harus membeli dengan standar harga yang disepakati. Oleh karena itu, potensi pasar bagi industri tepung jagung hanya petani mampu dan tidak terikat oleh pedagang pengumpul (rentenir), atau bekerjasama dengan pedagang pengumpul menata harga jagung di tingkat petani yang saling menguntungkan.

Potensi lain yang dapat dikembangkan oleh industri tepung jagung adalah melibatkan tenaga PPL untuk menyerap hasil. Beberapa keuntungannya adalah tenaga PPL tersebar di setiap desa dan sudah terampil dan akrab dengan petani, sehingga dengan mudah mereka mengajak petani untuk kerjasama dalam pemasaran jagung di wilayahnya. Peran PPL dalam hal ini dapat memberikan gambaran potensi hasil dan waktu-waktu ketersediaan jagung di wilayahnya serta harga yang berlaku di tingkat petani,

sehingga pihak industri tepung jagung dapat mengantisipasinya dengan baik.

KesimpulanRespon PPL terhadap pembangunan industri

tepung jagung di kabupaten Bantaeng beragam dari kurang setuju sampai sangat setuju. Penilaian sangat setuju dinyatakan oleh 100% PPL di kabupaten Bantaeng dan Bulukumba, 20% PPL di Jeneponto, 75% PPL di Sinjai, dan 67% PPL di Bone. Mereka mengemukaan beberapa alasan antara lain: 1) industri tepung jagung di Bantaeng dapat menjadi pasar potensial baru bagi pedagang pengumpul, 2) biaya transportasi berkurang karena jarak yang lebih dekat dibanding dengan pasar sebelumnya, 3) Bagi petani sekitar industri tepung jagung dapat pilihan pembeli yang sebelumnya dimonopoli oleh pedagang pengumpul, 4) stabilitas harga jagung di tingkat petani dapat ditingkatkan, 5) Semua alasan tersebut berlaku apabila industri tepung jagung menawarkan harga jagung yang bersaing.

Pendapat yang kurang setuju dikemukakan oleh 40% PPL di Jeneponto, 16% PPL di Bone, dan 60% PPL di Soppeng. Mereka berpendapat

Page 8: Tanggapan Penyuluh Pertanian terhadap Pembangunan Industri

Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 2, No. 2, Desember 2018

27

bahwa industri tepung jagung di Bantaeng hanya dapat menyerap jagung jika berani menawarkan pembelian yang lebih tinggi, karena pedagang selama ini sudah mempunyai kontrak dengan perusahaan industri pakan ternak.

Daftar PustakaBahtiar, Syuryawati, M. S. Lalu, H.A. Dahlan,

Suarni, dan A.Biba. 2016. Studi Kelayakan Pasokan Bahan Baku Pabrik Tepung Jagung di Bantaeng. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama PT. Unicotin dengan Balitsereal, Maros, 2016.

Baramuli, A.Y.S. 2016a. Proposal pabrik pengering dan tepung jagung. Disampaikan pada Acara Sosialisasi Rencana Pembangunan Pabrik Tepung, Bantaeng.

Baramuli, A.Y.S. 2016b. Company Profile 2016 of The Poleko Group. Disampaikan pada Acara Sosialisasi Rencana Pembangunan Pabrik Tepung, Bantaeng.

Faqih, Achmad. 2014. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Dalam Pemberdayaan Kelompok Tani (Studi kasus pada kelompok tani tanaman pangan di pesisir pantai Kabupaten Cirebon). Other thesis, Universitas Sebelas Maret

https://wordpress.com. 2010 . Aanalisis-penilaian-petani-terhadap-peranan-penyuluh-pertanian-lapangan-sebagai-a g e n - p e r u b a h a n - d i - K e c a m a t a n Mojosongo-Kabupeten-Boyolali.

Kartasapoetra, G.A. 1994. Teknologi penyuluhan Pertanian, Bumi Aksara, Jakarta

Mueler, D.J. 1996. Measuring Social Attitudes. A handbook for Reaserchers and Practitioners Dalam: Kartawidjaja, E.S (Penerjemah). Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Murdiyani. 2001. Studi kinerja penyuluh pertanian lapangan (PPL) menurut petani padi sawah di wilayah kerja balai penyuluhan pertanian (WKBPP) Suluh Manuntung Lempake Kota

Samarinda. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman (tidak dipublikasikan).

Nuhung, A.I. 2016. Jagung sebagai bahan pangan masa depan. Disampaikan pada Acara Sosialisasi Rencana Pembangunan Pabrik Tepung Jagung, Bantaeng.

Rufaidah, E.,I. Zahri, Sriati, dan S.Rizal. 2008. Analisis pemasaran buah duku di kabupaten ogan komering ilir, Sumatera Selatan. Jurnal Agribisnis dan Industri Pertanian. Vol.7 No.1, 2008.

Sri Mas Sari. 2016. Produsen Pakan Ternak Ragukan Data Produksi Jagung. Bisnis.com, Jakrta

Subagyo, 2014. Kebutuhan jagung untuk pakan ternak 14,7 juta ton. ANTARA News, Jakarta.

Sudirman. 2015. Kebutuhan jagung untuk pakan ternak. Disampaikan pada Acara Kongres ke-13. Tema Kepastian Ketersediaan Bahan Pakan Untuk Menunjang Daya Saing. Bogor.

Suhardiyono, L. 1992. Penyuluhan petunjuk bagi penyuluh pertanian. Erlangga. Jakarta.

Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Penjelasan «Konsep, Istilah, Teori, dan Indikator serta Variabel. Penerbit PT. Bina Rena Pariwara.

Titahena, M. L. J. 2001. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PPL pertenakan (kasus usaha peternakan domba di Kabupaten Cianjur). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor (tidak dipublikasikan).

Wowor, V. 2013. Peranan penyuluh dalam m e n d u ku n g ke t a h a n a n p a n ga n d a n swasembada beras di provinsi Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Nasional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertania.

www.markaindo.co.id. 2016. Berbagai manfaat Tepung Jagung.