Tatalaksana Cerebral Palsy

Embed Size (px)

Citation preview

a. Tatalaksana Cerebral Palsy CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk memperbaiki kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada CP adalah mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal dengan mengelola problem neurologis yang ada seoptimal mungkin. Disini tidak ada terapi standar yang berlaku untuk semua penderita CP. Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian menentukan terapi individual yang cocok untuk setiap penderita (Goldberg, 1991; Champbell, 1996). Beberapa pendekatan tatalaksana yang direncanakan meliputi obat-obatan untuk mengontrol kejang dan spasme otot, penyangga khusus untuk kompensasi keseimbangan otot, pembedahan, peralatan mekanis untuk membantu kelainan yang timbul, konseling emosional dan kebutuhan psikologis, dan fisik, okupasi, bicara dan terapi perilaku. 1. Tatalaksana Masalah Utama Penderita Cerebral Palsy Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah akan menyebabkan anak tampak selalu berliur. Air liur dapat menyebabkan iritasi berat kulit dan menyebabkan seseorang sulit diterima dalam kehidupan sosial dan pada akhirnya menyebabkan anak akan terisolir dalam kehidupan kelompoknya. Walaupun sejumlah terapi untuk mengatasi drooling telah dicoba selama bertahuntahun, dikatakan tidak ada satupun yang selalu berhasil. Obat yang dikenal dengan antikholinergik dapat menurunkan aliran saliva tetapi dapat menimbulkan efek samping yang bermakna, misalnya mulut kering dan digesti yang buruk. Pembedahan, walaupun kadang-kadang efektif, akan membawa komplikasi, termasuk memburuknya masalah menelan. Beberapa penderita berhasil dengan teknik biofeedback yang dapat memberitahu penderita saat drooling atau mengalami kesulitan untuk mengendalikan otot yang akan membuat mulut tertutup. Terapi tersebut tampaknya akan berhasil jika penderita mempunyai usia mental 2-3 tahun, dimana dapat dimotivasi untuk mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa drooling akan menyebabkan seseorang secara sosial sulit diterima. Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada mulut, dapat menyebab gangguan nutrisi yang berat. Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi dan menyebabkan gagal tumbuh. Untuk membuat menelan lebih mudah, disarankan untuk membuat makanan semisolid, misalnya sayur dan buah yang dihancurkan. Posisi ideal, misalnya duduk saat makan atau minum dan menegakkan leher akan menurunkan resiko tersedak. Pada kasus gangguan menelan berat

dan malnutrisi, klinisi dapat merekomendasikan penggunaan selang makanan, yang digunakan untuk memasukkan makanan dan nutrien ke saluran makanan, atau gastrostomy, dimana dokter bedah akan meletakkan selang langsung pada lambung. Inkontinentia Urin. Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinentia urin ini disebabkan karena penderita CP kesulitan mengendalikan otot yang selalu menjaga supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinentia urin dapat berupa enuresis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan urinasi selama aktivitas fisik (stress inkonentia), atau merembesnya urine dari kandung kemih. Terapi medikasi yang dapat diberikan untuk inkonensia meliputi olah raga khusus, biofeedback, obatobatan, pembedahan atau alat yang dilekatkan dengan pembedahan untuk mengganti atau membantu otot. 2. Terapi Spesifik Cerebral Palsy a. Terapi Fisik, Perilaku dan Lainnya Terapi, apakah untuk pergerakan, bicara atau kemampuan mengerjakan tugas sederhana, merupakan tujuan dari terapi CP. Terapi CP ditujukan pada perubahan kebutuhan penderita sesuai dengan perkembangan usia. Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera setelah diagnostik ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik mempunyai 2 tujuan utama yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal. Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan perkembangan motorik anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut dengan tehnik Bobath. Dasar dari program tersebut adalah refleks primitif akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan anak untuk belajar mengontrol gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk menetralkan refleks tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang berlawanan. Jadi, sebagai contoh, jika anak dengan CP normalnya selalu melakukan fleksi pada lengannya, terapis seharusnya melakukan gerakan ekstensi berulang kali pada lengan tersebut (Bobath, 1967). Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola, berdasarkan prinsip bahwa kemampuan motorik seharusnya diajarkan dalam ururtan yang sama supaya berkembang secara normal. Pada pendekatan kontrovesial tersebut, terapis akan membimbing anak sesuai dengan gerakan sepanjang alur perkembangan motorik normal. Sebagai contoh, anak belajar gerakan dasar seperti menarik badannya pada posisi

duduk dan merangkak sebelum anak mampu berjalan, yang berhubungan dengan tanpa melihat usianya. Pada terapi okupasi, terapis bekerja dengan anak untuk mengembangkan kemampuan makan, berpakaian, atau menggunakan kamar mandi. Hal ini akan menurunkan kebutuhan pada pengasuh dan mempertinggi kepercayaan pada diri sendiri. Untuk anak yang mengalami kesulitan berkomunikasi, terapi wicara bekerja untuk mengidentifikasi kesulitan spesifik dan membawa mereka dalam program latihan, menggunakan alat komunikasi khusus, misalnya komputer dengan suara. Terapi perilaku merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kemampuan anak. Terapi ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang dapat melengkapi terapi fisik, bicara dan okupasi. Sebagai contoh, terapi perilaku meliputi menyembunyikan boneka dalam kotak dengan harapan anak dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan menggunakan tangan yang lebih lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf depan b dapat menggunakan balon untuk menciptakan kata tersebut. Pada kasus yang lain, terapis dapat mencoba menghindari perilaku yang tidak menguntungkan atau perilaku merusak, misalnya menarik rambut atau menggigit, dengan menunjukkan hadiah pada anak yang menunjukkan aktivitas yang baik. Alat Mekanik Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk yang canggih seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat yang diletakkan dirumah, sekolah dan tempat kerja dapat membantu anak atau dewasa dengan CP untuk menutupi keterbatasannya. Terapi Medikamentosa Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. obat yang diberikan secara individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat mengontrol semua tipe kejang. Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita CP adalah: 1. Diazepam Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada anak usia 6 bulan diberikan dengan dosis 0,12 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 8 jam, dan tidak melebihi 10 mg/dosis 2. Baclofen Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot.

Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut: 2 7 tahun: Dosis 10 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 15 mg/hari, maksimal 40 mg/hari 8 11 tahun: Dosis 10 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 15 mg/hari, maksimal 60 mg/hari > 12 tahun: Dosis 20 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80 mg/hari 3. Dantrolene Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat, tetapi untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan efek jangka panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas. Satu solusi untuk menghindari efek samping adalah dengan mengeksplorasi cara baru untuk memberi obatobat tersebut (Albright, 1996). Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obatobatan yang dapat membantu menurunkan gerakan-gerakan abnormal. Obat yang sering digunakan termasuk golongan antikolinergik, meliputi trihexyphenidyl, benztropine dan procyclidine hydrochloride. Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh dengan alkohol atau injeksi alcohol kedalam otot untuk menurunkan spastisitas untuk periode singkat. Botulinum Toxin (BOTOX) Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan acetilcholine dari presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan kelemahan otot. Kombinasi terapi antara melemahkan otot dan menguatkan otot yang berlawanan kerjanya akan meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang sesuai dengan pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot yang menyebabkan deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya spastisitas pada tumit yang menyebabkan gait jalan berjinjit (Toe-heel gait) atau spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan crouch gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf terminal, yang merupakan proses dengan puncak terjadi pada 60 hari (Cosgrove, Graham, 1994).

Baclofen Intratekal Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal melalui pompa yang ditanam akan sangat membantu penderita dalam mengatasi kekakuan otot berat yang sangat mengganggu fungsi normal tubuh (Albright, 1996). Karena Baclofen tidak dapat menembus BBB secara efektif, obat oral dalam dosis tinggi diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan jika dibandingkan dengan cara pemberian intratekal. Dijumpai penderita dengan baclofen oral akan tampak letargik. Terapi Bedah Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan menyebabkan masalah pergerakan berat. b. Pencegahan Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP pun bisa dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara lain: 1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal selama mandi dan bermain. 2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar. 3. Rubella, atau campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan imunisasi sebelum hamil. Sebagai tambahan, sangat baik jika kita berpedoman untuk menghasilkan kehamilan yang baik dengan cara asuhan pranatal yang teratur dan nutrisi optimal dan melakukan eliminasi merokok, konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat. Walaupun semua usaha terbaik yang sudah dilakukan oleh orang tua dan dokter, tetapi masih ada anak yang terlahir dengan CP, hal tersebut karena sebagian besar kasus CP tidak diketahui sebabnya. c. Prognosis Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP, derajat kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks patologis, dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi, sensoris, dan emosional. Tingkat kognisi sulit ditentukan pada anak kecil dengan gangguan motorik, tetapi masih mungkin diukur (McCarthy et al, 1986). Tingkat kognisi sangat berhubungan dengan tingkat fungsi mental yang akan sangat menentukan kualitas hidup seseorang. Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total; paling banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun.

Fungsi intelektual sering seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar akan menambah kesulitan yang sudah ada. Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang persisten merupakan gambaran yang menunjukkan buruknya keadaan. Mayoritas anak-anak tersebut memiliki limitasi intelektual. Pada kasus : Quo ad fungsionam : dubia ad malam Quo ad vitam : dubia ad bonam d. Kompetensi Dokter Umum Cerebral Palsy : 3A 2. Malnutrisi a. Definisi Malnutrisi atau gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai. b. Penyebab Penyebab langsung Yaitu makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik, daya tahan tubuh melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan lingkunga, tersedianya air bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung Pertama, ketahanan pangan dalam keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan makan untuk seluruh anggota keluarga baik dalam jumlah maupundalam komposisi zat gizinya. Kedua, pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan mental),status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan dan sebagainya dari si ibudan pengasuh lainnya. Ketiga, faktor pelayanan kesehatan yang baik, seperti; imunisasi, penimbangan anak, pendidikan dan kesehatan gizi, serta pelayanan posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit. c. Klasifikasi malnutrisi Tingkat Berat Badan Tinggi Badan Berat Badan Terhadap Malnutrisi Menurut Usia Menurut Usia Tinggi Badan

0, Normal 1, Ringan 2, Sedang 3, Berat

> 90 75-90 60-74 95 90-95 85-89 90 81-90 70-80 2 detik) kulit/turgor kulit lambat. (catatan: turgor biasanya lambat pada anak wasting walaupun tidak dehidrasi)

6

Haus

7

Kembalinya cubitan/ turgor kulit lambat

8

Kencing terakhir

Bila lebih dari 6 jam dicurigai ada dehidrasi

Cara mengatasi dehidrasi Beri ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) ReSoMal terbuat dari oralit yang diencerkan, gula pasir, larutan elektrolit/mineral mix. Bila larutan elektrolit/mineral mix tidak tersedia, sebagai alternatif atau pengganti ReSoMal dapat dibuat cairan pengganti ReSoMal. Kandungan ReSoMal : o Oralit : diencerkan 2 x untuk menurunkan kadar Na agar tidak terjadi retensi cairan hipervolemia edema paru, gagal jantung o Gula : menambah energi dan mencegah hipoglikemia o Mineral Mix/larutan elektrolit : mengatasi kekurangan elektrolit (K, Mg, Cu, Zn) 4. Memperbaiki Gangguan Keseimbangan Elektrolit Anak Gizi Buruk: terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh relatif mengandung kadar natrium (Na) lebih tinggi dan kalium (K) rendah berikan mineral mix yang dicampurkan ke dalam formula khusus (F75, F 100) dan ReSoMal. 5. Mengobati Infeksi Tidak ada komplikasi/infeksi y yang jelas kotrimoksasol/oral/12 jam selama 5 hr Ada komplikasi gentamisin iv atau im selama 7 hari ampisilin iv atau im/6 jam selama 2 hr, dilanjutkan amoksisilin/8 jam selama 5 hari Dalam 48 jam tidak membaik kloramfenikol iv atau im/6 jam selama 10 hari Bila ada infeksi khusus antibiotika khusus sesuai dgn penyakitnya 6. Memperbaiki Kekurangan Zat Gizi Mikro Dosis Vitamin C Asam Folat Vitamin B compleks BENTUK FORMULA Fe BB < 5 kg: 50 mg/hari (1 tablet) BB > 5 kg: 100 mg/hari (2 tablet) Hari I: 5 mg/hari, selanjutnya 1 mg/hari 1 tablet/hari DOSIS

TABLET BESI/FOLAT (sulfas ferosus 200 mg atau 60 mg besi elemental + 0,25 mg as folat) SIRUP BESI (sulfas ferosus 150 ml), setiap 5 ml mengandung 30 mg besi elemental 10 mg ferosulfat setara dengan 3 mg besi elemental

Bayi 6 - < 12 bln 1 x sehari tab Anak 1-5thn 1 x sehari tablet Bayi 6 - < 12 bln 1 x sehari 2 ,5 ml ( sendok teh) Anak 1-5 thn 1 x sehari 5 ml (1 sendok teh)

Catatan: Fe diberikan setelah minggu ke2 (pd fase rehabilitasi) Jadwal dan dosis pemberian vit A Gejala Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 15

Tidak ada gejala mata atau tidak pernah sakit Campak dlm 3 bulan terakhir Ada salah satu gejala : Bercak Bitot Nanah/Radang Kornea keruh Ulkus kornea Pernah sakit Campak dalam 3 bulan terakhir

Beri kapsul dgn dosis sesuai umur Beri kapsul dengan dosis sesuai umur

Tdk diberi kapsul Beri kapsul dengan dosis sesuai umur

Tdk diberi kapsul Beri kapsul dengan dosis sesuai umur

Dosis kapsul vitamin A dosis tinggi untuk anak umur 6 bukan sampai 5 tahun Umur < 6 bulan 6 11 bulan 1 5 tahun Dosis 50.000 SI ( kapsul biru ) 100.000 SI ( 1 kapsul biru ) 200.000 SI ( 1 kapsul merah )

7. Memberikan Makanan untuk Stabilisasi dan Transisi Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian makan Pada Anak Gizi Buruk A. Fase Stabilisasi (F75)

Energi : 80 100 Kkal/kgBB/hari Protein : 1 1,5 g/kgBB/hari Cairan : 130 ml/kgBB/hari atau 100 ml/kgBB/hari (bila edema +++) Untuk menstabilkan kondisi anak, bukan utk menaikkan berat badan. B. Fase Transisi (F 100) Energi: 100 150 Kkal/kgBB/hari Protein: 2 3 g/kgBB/hari Cairan: 150 ml/kgBB/hari Umumnya mulai terjadi kenaikan berat badan 8. Memberikan Makanan untuk Tumbuh Kejar C. Fase Rehabilitasi (F100 & tambahan makanan) Energi : 150 220 Kkal/kgBB/hari Protein : 4 6 g/kgBB/hari Cairan : 150 200 ml/kgBB/hari Beri F100, kemudian ditambah makanan: BB < 7 kg makanan bayi/lembik BB 7 kg makanan anak/lunak D. Fase Tindak lanjut: Makanan keluarga + PMT-P (energi 350 kkal & protein 15 g) 9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang Anak gizi buruk keterlambatan perkembangan mental dan perilaku. Stimulasi diberikan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak terhadap empat aspek kemampuan dasar anak: o gerak kasar o gerak halus o bicara dan bahasa o sosialisasi dan kemandirian Stimulasi terstruktur selama 15 30 menit/hari (permainan ci-luk-ba atau menggunakan Alat Permainan Edukatif) Hal-Hal Penting yang Harus Diperhatikan 1. Jangan berikan Fe sebelum minggu ke 2 (Fe diberikan pada fase rehabilitasi) 2. Jangan berikan cairan intra vena, kecuali syok atau dehidrasi berat 3. Jangan berikan protein terlalu tinggi 4. Jangan berikan diuretik pada penderita kwashiorkor 10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah Persiapan dilakukan sejak anak dlm perawatan (libatkan ibu dlm kegiatan merawat anaknya) Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah anak dipulangkan

Anjurkan untuk kontrol teratur setelah pulang: o 1x/minggu pada bulan pertama, o 1x/2 minggu pada bulan kedua, selanjutnya 1x/bulan sampai 6 bulan atau lebih Melengkapi imunisasi dasar ataupun ulangan sesuai program PPI (Program Pengembangan Imunisasi)

Anak dapat dipulangkan bila : Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif, nafsu makan baik BB/TB-PB >-3SD Komplikasi sudah teratasi Ibu sudah memahami cara merawat anaknya dan mendapat konseling gizi f. Prognosis Dubia ad bonam jika diterapi dengan baik g. Komplikasi Kematian h. Kompetensi Dokter Umum 4