Teknik Penyusunan Proposal Titik

Embed Size (px)

Citation preview

TEKNIK PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS Oleh Titik Indarti, S.Pd/ M.Pd FBS Unesa A. Pengantar Dalam setiap penelitian perlu adanya pemandu yang mengarahkan berlangsungnya penelitian. Pemandu semacam itu adalah proposal penelitian. Pada hakikatnya proposal penetitian itu merupakan rancangan atau usulan yang akan dilaksanakan dalam penelitian. Proposal merupakan rambu-rambu yang membatasi penelitian, baik dan sisi teknis metodologis maupun dan sisi administratif finansial. Dalam PTK yang disponsori oleh proyek PGSM, misalnya, telah ditentukan kerangka acuan penyusunan proposal semacam itu. Dari sisi teknis metodologis, PTK seperti halnya penelitian ilmiah yang lain harus dirancang dengan mengindahkan kaidah-kaidah tertentu dalam penelitian yang selalu taat kaidah. Di samping memiliki kaidah universal dalam penelitian, PTK juga memiliki kaidah yang khas PTK. Jika kaidah umum dan kaidah yang khas PTK itu tidak ditaati, maka akan terjadi penyimpangan, yang jelas tidak sesuai dengan rambu-rambu penelitian umum maupun PTK. Setiap penelitian lazimnya memerlukan dukungan dana. Dukungan dana itu dapat berasal dan berbagai sumber. Sumbernya dapat dari pemerintah maupun dari swasta, serta sumber dana peneliti sendiri. Dukungan dana dari pemerintah juga beragam asal-usulnya. Ia dapat berasal dari suatu departemen maupun berasal dari pemerintah daerah, dan sebagainya. Dari swasta pun sumber dana itu juga cukup beragam. Lazimnya para penyandang dana itu telah membuat aturan-aturan tententu dari sisi administratif finansial. Hal itu mencakup format usulan, kelengkapan-kelengkapan administratif, maupun rincian anggaran yang harus digunakan dalam penelitian, pagu anggaran1

penelitian, jadwal pelaksanaan penelitian, dan sebagainya yang mencakup masalah pemantauan, seminar, dan laporan penelitian. Seorang peneliti yang ingin mendapatkan dukungan dana dari suatu lembaga sponsor, harus mentaati kaidah dan aturan yang dikeluarkan oleh penyandang dana itu. Jika tidak, ia tidak akan dapat dukungan dana. Misalnya, jadwal penyerahan proposal terlambat. Proposal semacam itu jelas akan masuk keranjang sampah dan tidak akan diikutkan dalam kompetisi perebutan penelitian. Format yang tidak sesuai, serta bobot proposalnya dan sisi teknis metodologis dan sebagainya. Lazimnya penyandang dana juga menyertakan kriteria penelitian proposal secara gamblang. Dengan demikian, penyusun proposal dapat mengadakan swaevaluasi terhadap proposalnya sendiri apakah sudah layak atau tidak untuk ikut bersaing dalam memperebutkan dana penelitian itu. Usulan penelitian disusun dengan kelengkapan dan sistematika sesuai dengan pedoman yang ada. Kelengkapan dan sistematika usulan (salah satu alternatif): (a) Sampul Usulan Penelitian, (b) Halaman Pengesahan Usulan Penelitian, (c) Judul Penelitian, (d) Bidang Ilmu/Mata Pelajaran, (e) Bidang Kajian, (f) Latar Belakang Penelitian, (g) Rumusan Masalah, (h) Tujuan Penelitian, (i) Manfaat Penelitian, (j) Kajian Pustaka, (k) Metodologi/Prosedur Penelitian, (l) Jadwal Penelitian, (m) Personalia Penelitian, (n) Biaya Penelitian, (o) Daftar Pustaka, dan (p) Lampiran. Penjelasan tiap-tiap komponen di atas adalah sebagai berikut. B. Sampul Usulan Penelitian Halaman sampul usulan penelitian, berisi: (1) Kata-kata, Usul Penelitian/ Proposal; (2) Judul Penelitian; (3) Logo Lembaga/Institusi Pengusul; (4) Nama pengusul, dan (5) Lembaga Pengusul.2

C. Judul Penelitian Tindakan Kelas Persyaratan judul yang ideal, yaitu: (a) ditulis secara singkat, spesifik, dan jelas; (b) menggambarkan masalah yang akan diteliti, upayanya, dan setting; (c) menggambarkan tindakan penelitian yang dipilih untuk memecahkan masalah; (d) jika untuk didanai, judul harus sesuai dengan aturan pemberi dana, misalnya: maksimal 15 kata (Dit Ketenagaan Ditjen Dikti). Contoh judul-judul Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang kurang tepat: 1. Kemampuan Mengapresiasi Dongeng Siswa Sekolah Dasar Ngunut, Kecamatan Kawedanan, Sidoarjo 2. Dampak Pembelajaran Kooperatif-STAD terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Se-Kecamatan Plaosan, Magetan3. Pembelajaran Keterampilan Menulis Terpadu (Integrated Writing)

4. Peningkatan Kemahami Teks Bahasa Inggris Siswa SMPN 2 Balong, Ponorogo 5. Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar Geger, Kabupaten Madiun 6. Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis Masalah Kekurangtepatan judul-judul di atas dapat dijelaskan, sebagai berikut ini. Judul 1 tindakannya tidak ada (penelitian kelas bukan penelitian tindakan kelas, dan latarnya terlalu luas karena Se-Kecamatan Waru seharusnya satu kelas saja. Judul 2 kesalahannya sama tidak ada tindakan dan latar terlalu luas Se- Kecamatan Mulyorejo. Judul 3 kesalahannya terletak pada tidak ada tindakan dan latarnya tidak jelas di mana (kabur). Judul 4, bentuk tindakannya tidak ada dan latarnya perlu dibatasi satu kelas saja, bukan satu sekolah. Judul ke-5 kesalahannya sama, tidak ada tindakan dan latar terlalu luas. Judulke-6 kesalahhnya sama.3

Contoh judul-judul Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang tepat: 1. Upaya Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika pada Siswa Kelas I B SMAN 3 Magetan melalui Penerapan Strategi Pemetaan Konsep2. Upaya Meminimalkan Kesalahan Konsep Matematis Siswa Kelas XI-

3 SMA Negeri 1 Mejayan melalui Peningkatan Pembelajaran Matematika Model Konstruktivis 3. Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas VIII SMPN 1 Takeran dengan Pendekatan Komunikatif 4. Peningkatan Keterampilan Menulis Ilmiah Mahasiswa Angkatan 2005/2006 Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia STKIP PGRI Ponorogo Melalui Koreksi Berpasangan D. Bidang Ilmu/Mata Pelajaran Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat diimplementasikan pada semua mata pelajaran di pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK), dan semua mata kuliah di perguruan tinggi baik kependidikan maupun nonkependidikan. E. Bidang Kajian a. Masalah belajar peserta didik di sekolah (termasuk di dalam tema ini, antara lain: masalah belajar di kelas, kesalahan pembelajaran, miskonsepsi, dan peningkatan hasil belajar). b. prosedur Rancangan pembelajaran, dan strategi pembelajaran dan inovasi di kelas metode (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah pengelolaan dan implementasi pembelajaran, interkasi di dalam kelas, partisipasi orang tua dalam proses belajar peserta didik).4

c.

Alat bantu, media, dan sumber belajar (termasuk dalam

tema ini, antara lain: masalah penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas, peningkatan hubungan antara sekolah dan masyarakat). d. Sistem asesmen dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran (termasuk di dalam tema ini, antara lain: masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen asesmen berbasis kompetensi). e. Pengembangan pribadi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya (termasuk dalam tema ini, antara lain: peningkatan kemandirian dan tanggung jawab peserta didik, peningkatan keefektifan hubungan pendidik, peserta didik dan orang tua dalam proses pembelajaran, peningkatan konsep diri peserta didik, interaksi antarpeserta didik, peserta didik-materi ajar, dan peserta didik-lingkungan belajar). f. Masalah kurikulum (termasuk dalam tema ini, antara lain: perancangan dan penerapan kurikulum, urutan penyajian materi). F. Latar Belakang Penelitian tindakan kelas dilakukan untuk memecahkan permasalahan pendidikan dan pembelajaran. Kemukakan secara jelas bahwa masalah yang akan diteliti merupakan sebuah masalah yang nyata (riil) terjadi di sekolah atau bidang pendidikan sesuai profesi peneliti dengan disertai data faktualnya dan diagnosis dilakukan oleh guru dan/atau tenaga kependidikan lainnya di sekolah. Masalah yang akan diteliti merupakan sebuah masalah penting dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat dilaksanakan dilihat dari ketersediaan waktu, biaya, dan daya dukung lainnya yang dapat memperlancar penelitian tersebut.5

Setelah

diidentifikasi

masalah

penelitiannya, selanjutnya perlu dianalisis dan dideskripsikan secara cermat akar penyebab dari masalah tersebut. Prosedur yang digunakan dalam identifikasi masalah perlu dikemukakan secara jelas dan sistematis. Selain itu, kemukakan perlakuan (treatment) yang akan digunakan sehingga perlu ada perbaikan (Supardi, 2002:138). Latar belakang memuat: (a) pendidik merasakan adanya masalah nyata di kelas (diagnosis masalah tidak dilakukan oleh dosen lalu ditawarkan kepada guru untuk dipecahkan, tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru); (b) dosen mengajak guru/dosen lain untuk berkolaborasi; (c) identifikasi dengan bukti, (d) analisis akar penyebab masalah, (e) alternatif tindakan untuk mengatasi masalah G. Rumusan Masalah Rumuskan masalah penelitian dalam bentuk suatu rumusan penelitian tindakan kelas. Dalam perumusan masalah dapat definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian. Setelah diidentifikasi masalah yang akan diteliti, selanjutnya dirumuskan ke dalam rumusan masalah yang sebaiknya menggunakan kalimat pertanyaan dengan terlihat unsur what, when, who, where, how much and how many, secara jelas (Supardi, 2002: 139). Selanjutnya, Supardi (2002:139) menyatakan peneliti mencoba menganalisis akar penyebab masalah dengan mengidentifikasi penyebab, yang kemudian memastikan akar penyebab masalah yang mendekati kenyataan. Selanjuthnya, mengajukan alternatif pemecahan masalah sertya tindakan yang akan dilakukan dan hasil positif yang diantisipasidengan mencoba mengajukan indikator keberhasilan tindakan, dan cara pengukuran serta cara mengevalusinya. Uraikan alternatif tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti, hendaknya sesuai dengan kaidah penelitian6

tindakan kelas. Cara pemecahan masalah ditentukan berdasarkan pada akar penyebab permasalahan dalam bentuk tindakan (action). Contoh masalah dengan data pendukung (bukti) secara garis besar: Masalah: Kemampuan siswa kelas XI-B SMA Negari I Kawedanan, Kabupaten Magetan, dalam hal mengapresiasi puisi rendah. Bukti a. Banyak siswa tidak dapat menunjukkan keindahan irama dalam sebuah puisi. b. Beberapa siswa tidak dapat membedakan antara rima vertikal dan rima horisontal. c. Banyak siswa tidak dapat memahami dan menghayati pengimajian (pencitraan) dalam puisi, baik pencitraan auditif, pencitraan visual, dan pencitraan taktil. Siswa tidak dapat membedakan antara pencitraan auditif, pencitraan visual, dan pencitraan taktil. Siswa tidak dapat memahami dan menghayati makna kias yang ingin dilukiskan penyair. d. Banyak terjadi kesalahan dalam memahami pencitraan, misalnya: Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil, Tengadah padaku, pada bulan merah jambu. (Toto Sudarto Bachtiar, Gadis Peminta-minta) Dengan ketam kupanen terus kesabaran hatimu Cangkulku iman, dan sajadahku lumpur yang kental (Acep Zamzam Noor, Cipasung, 1089) Kata-kata yang dicetak miring oleh siswa dipahami sebagai pencitraan auditif, padahal seharusnya pencitraan visual. Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun Karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda merta langkah pedati. Ketika langit bersih menampakkan bima sakti. (Goenawan Mohamad, Asmaradana, 1998)7

Kata-kata yang dicetak miring oleh siswa dipahami sebagai pencitraan visual, padahal seharusnya pencitraan auditif. Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. sebab bila esok pagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba karena ia tak berani lagi (Goenawan Mohamad, Parikesit, 1972) Bait pada puisi di atas mengandung pencitraan taktil, namun dipahami siswa sebagai pencitraan visual, dan sebagian siswa memahami sebagai pencitraan auditif. f. puisi. g. Siswa tidak dapat memahami makna kias pilihan kata-kata dalam puisi. h. Siswa tidak dapat mnenunjukkan sikap penyair terhadap objek tertentu dalam puisinya. i. Siswa tidak dapat menunjukkan pesan yang tersirat dalam puisi. maknai Dalam mengapresiasi puisi, selain dituntut dapat menunjukkan keindahan rima dan irama, dan memahami pencitraan, siswa juga dituntut dapat memahami dan menghayati pemilihan kata khas, kata konkret, irama (ritme), tata wajah, tema puisi, nada dan suasana puisi, perasaan dalam puisi, dan amanat puisi. Akar Penyebab Masalah a. Siswa tidak cermat dalam menghayati pilihan kata dalam puisi b. Siswa kurang dibiasakan untuk menikmati puisi. c. Tidak tersedianya buku-buku antologi puisi, majalah sastra, dan teori apresiasi puisi di perpustakaan sekolah. Siswa tidak dapat menghayati pilihan kata yang khas dalam sebuah

8

Contoh rumusan masalah Penelitian kurang tepat:

Tindakan Kelas (PTK), yang

1. Bagaimanakah kemampuan membaca aksara Jawa siswa kelas 4 SDN III Surabaya? 2. Adakah pengaruh permainan bahasa terhadap prestasi belajar Bahasa Inggris Siswa kelas VII SMPN I Secang, Kabupaten Magelang? 3. Adakah perbedaan prestasi belajar siswa SMPN I Batam yang diajar dengan pendekatan kontekstual dan pendekatan langsung? Contoh rumusan masalah Penelitian kurang tepat: 1. Apakah permainan bahasa dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Jepang siswa kelas XIIC SMAN I Surabaya? 2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan mengapresiasi puisi siswa kelas VIIB SMPNI Sidoarjo melalui strategi strata? 3. Bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis mahasiswa angkatan 2005/2006 prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, Unesa melalui koreksi berpasangan? Pemecahan masalah berisi: a. Identifikasi alternatif tindakan b. Sajian argumentasi logis terhadap pilihan tindakan, meliputi: (1) kesesuaiannya dengan masalah, (2) kemutakhirannya, (3) keberhasilannya dalam penelitian sejenis, (4) berdasarkan teori atau wawancara dengan ahli c. Hipotesis tindakan dikemukakan bila diperlukan. d. Indikator keberhasilan tindakan harus realistik dan dapat diukur (jelas cara asesmennya)9

Tindakan Kelas (PTK), yang

H. Tujuan Penelitian Kemukakan secara singkat tentang tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan pada permasalahan yang dikemukakan. Tujuan penelitian harus terjawab dalam simpulan hasil penelitian. Contoh uraian dalam Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan mengapresiasi puisi melalui penerapan model pembelajaran musikalisasi puisi siswa kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo. Tujuan tersebut dirinci, sebagai berikut: (1) meningkatkan kemampuan mengapresiasi puisi melalui penerapan model pembelajaran musikalisasi puisi siswa kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo. (2) (3) meningkatkan kinerja guru apresiasi puisi dalam pembelajaran bermodel musikalisasi puisi di kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo. meningkatkan kinerja siswa kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo dalam pembelajaran apresiasi puisi bermodel pembelajaran musikalisasi puisi. I. Manfaat Penelitian Kemukakan kontribusi hasil penelitian tentang kualitas pembelajaran sehingga tampak manfaatnya bagi, siswa, bagi guru, dan sekolah. Kemukakan inovasi yang akan dihasilkan dari penelitian. Contoh uraian dalam Manfaat Penelitian: Hasil penelitian ini berupa temuan empiris penerapan model pembelajaran musikalisasi puisi dalam konteks pembelajaran apresiasi puisi di kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo.10

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan pengembangan bangun teori pembelajaran apresiasi sastra. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihakpihak berikut. 1) Bagi guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo, hasil penelitian ini dapat (1) dijadikan sumber informasi dalam upaya meningkatkan efektivitas kegiatan mengajarnya; (2) diimplementasikan dalam pembelajaran apresiasi sastra secara umum; (3) digunakan sebagai dasar evaluasi untuk mengetahui tahap perkembangan penguasaan siswa terhadap apresiasi puisi; 2) Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk mengidentifikasi kelemahan, mengetahui cara mengatasi masalahmasalah yang dihadapi, dan meningkatkan kemampuan mengapresiasi puisi. 3) Bagi dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya yang terlibat dalam kolaborasi penelitian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan inspirasi untuk menhadirkan model-model pembelajaran apresiasi sastra yang kreatif dan inovatif. 4) Bagi pemerhati pendidikan dan peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penindaklanjutan penelitian yang membahas upaya meningkatkan kemampuan mengapresiasi puisi melalui model pembelajaran musikalisasi puisi.

J. Kajian Pustaka11

Ada dua hal yang sebaiknya dipaparkan pada kajian pustaka. Pertama, penelitian sebelumnya yang relevan. Kedua, teori dan konsepkonsep yang akan digunakan untuk memecahkan masalah penelitian. Hal itu digunakan untuk menyusun kerangka pemikiran. Pada bagian akhir dapat dikemukakan hipotesis tindakan dan indikator keberhasilan. 1. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Agar tidak terjadi duplikasi, peneliti perlu menelaah (me-review) penelitian sebelumnya yang relevan sebanyak-banyaknya, baik yang diperoleh dari berbagai perpustakaan yang ada di perguruan tinggi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, maupun yang diakses dari internet. Penelitian sebelumnya dapat dipandang sebagai pisau bermata dua. Pertama, dapat dipergunakan untuk memperkuat temuan-temuan yang kelak dihasilkan dari penelitian tersebut. Kedua, dapat dipergunakan sebagai pembuka jalan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian. Orisinalitas penelitian seseorang dapat dilihat dari hasil penelaahan terhadap penelitian sebelumnya yang relevan. Pada bagian akhir dari penelahaan tersebut akan terlihat state of the art penelitian. 2. Teori yang Digunakan Peneliti tidak perlu menumpahkan semua pengetahuannya ke dalam kajian pustaka (landasan teori). Peneliti juga tidak perlu memindah semua buku teks yang terkait ke dalam landasan teori. Peneliti perlu membatasi diri pada teori dan konsep-konsep yang relevan saja untuk memahami masalah yang akan dipecahkan. Sebagai contoh, apabila judulnya Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Puisi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Musikalisasi Puisi Siswa Kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo Tahun Akademik 200612

2007, maka dalam landasan teori yang dijelaskan, yaitu: 1) Kemampuan Mengapresiasi Puisi, dan 2) Model Pembelajaran Musikalisasi Puisi. L. Hipotesis Tindakan Setelah masalah dirumuskan secara operasional, apabila perlu dapat dirumuskan hipotesis tindakan. Hipotesis Tindakan adalah suatu tindakan yang diduga dapat memberikan alternatif pemecahan terhadap permasalahan yang ingin diatasi dengan penyelenggaraan Penelitian Tindakan Kelas (Jatmiko, 2002:8). Sedangkan Suyanto, Ibnu, dan Susilo (2006:7), menyatakan hipotesis tindakan adalah dugaan mengenai perubahan yang mungkin terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesis dalam penelitian formal. Hipotesis tindakan umumnya dirumuskan dalam bentuk keyakinan bahwa tindakan yang diambil akan dapat memperbaiki proses, atau hasil. Hipotesis tindakan merupakan alternatif tindakan yang dipandang paling tepat untuk dilakukan dalam rangka memecahkan masalah yang diteliti. Secara teknis hipotesis tindakan pada dasarnya menyatakan: Jika dilakukan suatu tindakan tertentu, peneliti percaya bahwa tindakan tersebut akan mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Selanjutnya Suyanto, Ibnu, dan Susilo (2006:7), menjelaskan berkenaan dengan pernyataan bahwa hipotesis adalah jawaban terhadap masalah yang diteliti yang secara teoretis dianggap paling paling mungkin dan paling tinggi tingkat keberhasilannya, maka untuk dapat merumuskan hipotesis tindakan secara tepat, peneliti perlu melakukan hal-hal berikut: a) kajian terhadap teori-teori pembelajaran dan teori-teori pendidikan, b) kajian terhadap hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang diteliti, c) kajian terhadap pendapat dan saran pakar pendidikan, d) diskusi intensif13

dengan teman sejawat atau sesama guru, dengan praktisi pendidikan, dan anggota masyarakat yang peduli akan perkembangan pendidikan. Kelayakan Hipotesis Tindakan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, hipotesis tindakan di atas untuk diterapkan atau dicapai. Hal ini dikemukakan mengingat beberapa hal berikut: (a) adanya komitmen dan kemampuan guru sebagai aktornya; (b) tidak memberi dampak yang merugikan siswa baik dari segi fisik, psikologis, sosial budaya dan etika; dan (c) tersedianya sarana dan fasilitas pendukung yang cukup. Contoh Hipotesis Tindakan: Berdasarkan kajian teori, hasil penelitian yang relevan, hasil diskusi dengan teman sejawat, maka hipotesis tindakan kelas ini sebagaimana tergambar berikut ini: Dengan pembelajaran musikalisasi puisi maka apresiasi puisi siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Ponorogo dapat meningkat. M. Metode Penelitian Kemukakan secara jelas prosedur penelitian yang akan dilakukan. Paparkan subjek, waktu, dan lamanya tindakan, serta latar (lokasi) penelitian secara jelas. Prosedur hendaknya dikemukakan secara rinci berupa perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan dan observasi (action and observation), serta refleksi (reflection); yang bersifat daur ulang (siklus). Pada bagian ini perlu juga dikemukakan siklus kegiatan penelitian dengan memaparkan indikator keberhasilan yang dicapai dalam setiap siklus sebelum melanjutkan pada siklus berikutnya. Hasil refleksi (perenungan) pada siklus pertama, menentukan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan peneliti pada siklus kedua. Demikian pula hasil refleksi pada siklus kedua menentukan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan peneliti pada siklus ketiga, dan seterusnya.14

Jumlah siklus bergantung pada ketercapaian Standar Ketuntasan Minimal (SKM) atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada kelas dan sekolah yang diteliti. Siklus tidak sama dengan pertemuan. Dalam setiap siklus dapat dua atau tiga pertemuan. Yang penting, pelaksanaan penelitian tidak mengganggu jadwal kegiatan guru dan siswa dalam proses belajarmengajar. Dalam rencana pelaksanaan tindakan pada setiap tahapan hendaknya digambarkan peranan dan intensitas kegiatan masing-masing anggota peneliti sehingga tampak jelas tingkat dan kualitas kolaborasi dalamkegiatan tersebut. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kemukakan latar penelitian, yang meliputi: kelas, sekolah, dan lokasinya di mana. Akan lebih ideal, kalau dipaparkan juga alasan baik secara subjektif dan objektif pemilihan latar tersebut. Misalnya: alasan subjektif karena peneliti mengajar di kelas tersebut, dan alasan objektif karena faktor siswa yang bermasalah sehingga memerlukan tindakan (action) tertentu dalam proses belajar-mengajar. Contoh uraian dalam Latar Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo. Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus yang per siklus terdiri atas dua tatap muka. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 14 sampai 28 Juli 2007, siklus II tanggal 20 sampai 29 Agustus 2007, dan siklus III 15 samppai 29 September 2007. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus karena tes pada siklus II masih di bawah indikator. Indikator dalam penelitian ini adalah rata-rata siswa memperoleh skor15

Skor tersebut merupakan nilai

tengah antara skor minimal untuk nilai .. dan skor minimal untuk nilai .

2. Subjek Penelitian Kemukakan jumlah siswa yang ada di kelas yang menjadi subjek penelitian. Berapa jumlah siswa puteri dan berapa jumlah siswa putera. Kalau perlu paparkan juga karakteristik siswa yang ada di kelas tersebut, misalnya siswa berasal dari anak nelayan, anak tukang becak, atau anak buruh tani. Hal itu akan memberikan gambaran riil secara lebih rinci. Contoh uraian dalam Subjek Penelitian: Untuk memecahkan masalah penelitian pertama dan ketiga, subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo. Siswa kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo berjumlah 40 orang, dengan rincian 18 pria dan 22 wanita. Subjek penelitian dibagi ke dalam 4 kelompok. Perkelompok beranggotakan 5 pria dan 4 wanita dengan mempertimbangkan prestasi akademik dan daerah asal variatif. Untuk memecahkan masalah kedua, subjek penelitian ini adalah guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo. 3. Teknik Pengumpulan Data Jelaskan cara-cara dan tahapan pengumpulan data. Dalam hal ini, peneliti tidak perlu lagi menjelaskan secara panjang lebar pengertian teknik pengamatan, teknik wawancara, dokumentasi, dan sistem asesmen. Yang lebih utama, yaitu: data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian yang pertama berupa apa, dan bagaimana cara pengumpulan datanya. Demikian pula, data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian yang kedua berupa apa, dan bagaimana cara pengumpulan datanya. Demikian16

pula data yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang ketiga, keempat, dan seterusnya; serta cara mengumpulkan datanya. Contoh uraian dalam Teknik Pengumpulan Data: Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengamatan atau observasi, baik pengamatan sekilas maupun pengamatan terlibat (participant observation). Pengumpulan data juga dilakukan melalui teknik wawancara, baik wawancara biasa maupun wawancara mendalam (in depth interview). Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik tes subjektif (tes buatan peneliti dan guru dalam bidang apresiasi puisi kelas VII-B SMP Negeri 1 Ponorogo). Dalam pengamatan atau observasi peneliti menyiapkan lembar pengamatan aktivitas pembelajaran, baik lembar pengamatan (observasi) untuk guru maupun lembar pengamatan untuk siswa. Dalam melaksanakan wawancara peneliti menyiapkan panduan wawancara (guide interview) untuk menggali minat, kepekaan, dan penghargaan siswa. Di pihak lain, teknik tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi. 4. Instrumen Penelitian Instrumen adalah alat untuk pengumpulan data. Meskipun dalam penelitian kualitatif, dikatakan bahwa peneliti sebagai instrumen, tetap diperlukan panduan wawancara (guide interview) dan lembar pengamatan (guide observation). Pemanfaatan instrumen bergantung pada data apa yang ingin dikumpulkan peneliti untuk mencapai atau menjawab tujuan penelitian. Penelitian tindakan kelas (PTK) berbeda dengan penelitian uji coba (eksperiment) dan penelitian pengembangan (developmental). Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan sangat sejalan dengan prosedur dan langkah penelitian tindakan kelas. Ditinjau dari hal tersebut, maka instrumen-instrumen itu dapat dikelompokkan menjadi 317

(tiga), yaitu: instrumen untuk mengobservasi guru (observing teachers), instrumen untuk mengobservasi kelas (observing classroom), dan instrumen untuk mengobservasi perilaku siswa (observing students) (Reed dan Bergermann, 1992). a) Pengamatan terhadap Perilaku Guru (Observing Teachers) Observasi merupakan alat yang efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb.Salah satu bentuk instrumen observasi adalah observasi anekdotal (anecdotal record). Observasi anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Observasi anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Observasi anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu observasi anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu: 1) pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, 2) tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, 3) hasil pengamata dicatat lengkap dan hati-hati, dan 4) pengamatan harus dilakukan secara objektif. Beberapa model pengamatan anekdotal diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing Instructional Events), b) Observasi Anekdotal Interaksi GuruSiswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form), c) ) Observasi Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping Patterns), d) Observasi Terstruktur (Structured Observation), e)18

Lembar Observasi Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model), f) Lembar Observasi Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions), g) Catatan Anekdot Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre- Whilst-, and Post-Teaching Activities), h) Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb. b) Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms) Pengamatan sangat bermanfaat anekdotal karena dapat dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di atas. Pengamatan ini mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, observasi demikian dapat menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Observasi anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas. Beberapa model pengamatan anekdotal kelas diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form forAnecdotal Record of Classroom Organization), b) Format peta Kelas (Form for a Classroom Map), c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms), d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom Social Environment), e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Cheklist for School Personnel Interviews), f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb. c) Pengamatan Perilaku Siswa (Observing Student)19

Observasi anekdotal terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan,dan seusai tindakan. Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Begermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Tes Diagnostik (Diagnostic Test), b) Cacatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students), c) Format Bayangan (Shadowing Form), d) Kartu Profil Siswa (Profile Card Chart), e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participant in Lessons), f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory), g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection), h) sosiogram, dsb. 5. Teknik Analisis Data Apabila data penelitian berupa angka-angka hasil dari asesmen, maka peneliti perlu mencantumkan rumus yang digunakan untuk menganalisis data. Misalnya: a. kegiatan pembelajaran Teknik analisis ini menggunakan penghitungan prosentase sebagai berikut: M= Keterangan: M = mean (nilai rata-rata)20fx N

Analisis data hasil penilaian RPP dan

fx = jumlah skor yang diperoleh N = jumlah skor maksimal b. Analisis data tes hasil belajar Teknik analisis ini menggunakan penghitungan prosentase keberhasilan atau ketercapaian siswa dalam menguasai konsep. Penghitungannya sebagai berikut: M= Keterangan: M = mean (nilai rata-rata) fx = jumlah nilai seluruh siswa N = jumlah siswa c. siswa Data observasi aktivitas siswa selama KBM dianalisis dengan menggunakan berikut: P=N Keterangan: P = prosentase frekuensi kejadian yang muncul f = banyaknya aktivitas siswa yang muncul N = jumlah aktivitas keseluruhan d. Analisis data hasil observasi aktivitas guru Data observasi aktivitas siswa selama KBM dianalisis dengan menggunakan penghitungan prosentase. Penghitunganya sebagai berikut: P=Nf x 100 %

fx

N

Analisis data hasil observasi aktivitas

penghitungan

prosentase.

Penghitungannya

sebagai

f

21

Keterangan: P = prosentase frekuensi kejadian yang muncul f = banyaknya aktivitas siswa yang muncul N = jumlah aktivitas keseluruhan Namun apabila data yang dikumpulkan peneliti berupa kata-kata hasil dari pengamatan/observasi dan wawancara, maka analisisnya bersifat kualitatif, yang bersifat deskriptif. Oleh sebab itu, dalam penelitian tindakan kelas (PTK) tidak tertutup kemungkinan peneliti memadukan antara analisis kualitatif dan kuantitatif. Bukankah angka-angka bukan monopoli penelitian kuantitatif. Angka-angka pun dapat dikualitatifkan. 6. Jadwal Penelitian Jadwal pelaksanaan PTK meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan, analisis, dan penyusunan laporan hasil penelitian yang dinyatakan dalam bentuk tabel. Nama bulan harus ditulis dengan jelas pada tabel jadwal penelitian, tidak dengan angka. Buatlah jadwal kegiatan penelitian yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk Gant Chart. Jadwal penelitian disusun untuk memberikan prediksi bagi peneliti dalam memprogram persiapan pengembangan profesi. 7. Personalia Penelitian Uraikan siapa saja yang terlibat dalam penelitian tersebut, baik sebagai tenaga peneliti maupun tenaga pembantu administrasi. Kemukakan nama lengkap dan gelar, pangkat dan golongan (jika ada), jabatan struktural dan jabatan fungsional (jika ada), unit kerja, dan yang lebih penting berapa jam dalam satu minggu yang bersangkutan menyediakan waktu untuk penelitian ini.22

8. Rincian Dana yang Diperlukan Uraikan bahan habis pakai yang perlu dibeli untuk pelaksanaaan penelitian, peralatan yang perlu disewa, biaya perjalanan yang diperlukan, dan biaya untuk penyusunan laporan penelitian (termasuk biaya fotocopi, seminar, dan pengetikan). Rincian penggunaan biaya penelitian untuk setiap usulan terdiri atas: a) honorarium ketua dan anggota peneliti maksimal 30% dari total biaya yang diusulkan, b) biaya operasional kegiatan penelitian sesuain dengan kebutuhan, c) bahan habis pakai yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian perlu dirinci sesuai dengan kebutuhan, d) biaya perjalanan (maksimal 15%) disesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan, termasuk perjalanan anggota peneliti ke tempat penelitian kecuali untuk guru tidak dibenarkan mendapat biaya perjalanan ke sekolahnya sendiri, e) biaya manajemen (maksimal 10%) digunakan untuk seleksi dan pemantauan institusional, pemberkasan, pengiriman usulan, dan laporan penelitian, f) pengeluaran lain-lain (maksimal 10%) antara lain digunakan untuk pembuatan laporan, fotocopy, pembelian alat tulis-menulis. Contoh: No 1 Jenis Pembiayaan Honorarium Prosentase 30% Uraian Pembiayaan Proporsi honorarium ketua dan anggota disesuaikan dengan tanggung jawab dan waktu yang dipergunakan oleh peneliti Biaya operasional adalah biaya yang digunakan untuk melaksanakan penelitian.Biaya ini perlu dirinci sesuai dengan kebutuhan Biaya perjalanan disesuaikan23

2

Biaya operasional

15%

3

Biaya

15%

perjalanan

4

Biaya manajemen

10%

5

Pengeluaran lain-lain

10%

dengan kebutuhan riil di lapangan, termasuk biaya perjalanan anggota peneliti ke tempat penelitian. Tidak dibenarkan untuk membiayai perjalanan guru ke sekolahnya sendiri yang digunakan sebagai tempat penelitian. Biaya yang digunakan untuk seleksi dan pemantauan institusional, pemberkasan, pengiriman usulan, dan laporan hasil penelitian Biaya lain yang digunakan untuk pembuatan laporan, fotocopy, dan pembelian alat-tulis menulis.

Tabel 2.1 Jenis Pembiayaan, Presentase, dan Uraian Pembiayaan Contoh Proposal PTK: PROPOSAL PENELITIAN 1. Judul Penelitian Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas VIII-A Semester 2 SMP Negeri 5 Sidoarjo melalui Pendekatan Kontekstual 2. Latar Belakang Masalah Sejak lama, pembelajaran apresiasi sastra Indonesia mengalami problematika yang beragam, salah satunya adalah problematika metode pembelajaran. Apresiasi sastra hanya sebatas diajarkan dengan cara tradisional, yakni guru aktif menerangkan tentang sastra tanpa pernah mengajak siswa bersastra secara langsung. Siswa berada dalam kondisi tabung kosong yang harus diisi materi-materi sastra tanpa pernah berhadapan langsung dengan karya sastra.24

Atmazaki (2005) menyebutkan bahwa masalah yang sering terjadi adalah bahwa mata pelajaran apresiasi sastra belum mampu membuka mata siswa terhadap daya tarik sastra. Kalau sekadar menghafal nama pengarang, judul karya, dan periodisasi sastra saja memang belum cukup menarik bagi siswa. Sekadar menentukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra, tanpa mengaitkannya dengan pengalaman siswa juga belum mampu membuka mata siswa. Sekadar membaca puisi dan menentukan rima juga belum mampu memunculkan kreativitas pada siswa. Duff dan Malay (1997:7) menyebutkan bahwa pembelajaran apresiasi sastra dapat mengatasi kesulitan bahasa, pemahaman teks yang panjang, pemahaman budaya, pemahaman acuan, konsep, dan penerimaan. Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia di sekolah disajikan secara integratif dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Dampak yang muncul dari pengintegrasian tersebut (1) adalah ketidakseimbangan bobot materi dan cara penyajian bahasa dengan apresiasi sastra, (2) guru rata-rata lebih mengedepankan pembelajaran bahasa dari pada apresiasi sastra, (3) apresiasi sastra disajikan dengan gaya yang sama saat guru mengajarkan bahasa, dan (4) pembelajaran apresiasi sastra disajikan dengan cara kognitif akibat ketidaktersediaan waktu. Dampak tersebut juga disebabkan oleh (1) pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggara bukan untuk anak; (2) pembelajaran yang diselenggarakan bersifat pemindahan isi (content transmission). Tugas pengajar hanya sebagai penyampai pokok bahasan. Mutu pengajaran menjadi tidak jelas karena yang diukur hanya daya serap sesaat yang diungkap lewat proses penilaian hasil belajar yang artifisial. Pengajaran tidak diarahkan kepada partisipatori total dari anak yang pada akhirnya dapat melekat sepenuhnya dalam diri anak; (3) aspek25

afektif cenderung terabaikan; (4) diskriminasi penguasaan wawasan terjadi akibat anggapan bahwa yang di pusat mengetahui segalanya dibandingkan dengan yang di daerah, yang di daerah merasa mengetahui semuanya dibandingkan dengan yang di cabang, yang di cabang merasa lebih tahu dibandingkan dengan yang di ranting, begitu seterusnya. Jadi, diskriminasi sistematis terjadi akibat pola pembelajaran yang subjekobjek; dan (5) pengajar selalu mereduksi teks yang ada dengan harapan tidak salah melangkah. Teks atau buku acuan dianggap segalanya. Jika telah menyampaikan isi buku acuan, guru dengan bangganya menyatakan bahwa pembelajaran yang dijalaninya berhasil. Keberhasilan hanya diukur oleh kepuasan guru dalam menuntaskan materi dan tidak diukur dari kompetensi yang dikuasai siswa. Ketidakberhasilan pembelajaran apresiasi sastra disebabkan oleh siswa yang terlalu dipatok pada kognisi. Siswa diminta untuk menghafalkan riwayat hidup pengarang, judul-judul buku pengarang, ciri-ciri angkatan, dan hal lain semacam itu. Kemudian, siswa diorientasikan secara praktis melalui ulangan, kenaikan kelas, dan ujian kelulusan. Padahal, sastra akan membuat siswa menjadi cerdas secara emosional, moral, sosial, dan sebagainya. Sebaliknya, siswa yang tidak pernah tersentuh oleh kegiatan bersastra akan menjadi tidak mempunyai kecerdasan emosional. Orang yang memiliki kecerdasan emosional rendah biasanya (1) menyikapi kritik yang diberikan kepadanya sebagai serangan pribadi bukan sebagai keluhan yang harus dihadapi, (2) gampang mengkritik tetapi kikir memuji, (3) menganggap diri lebih dari diri orang lain atau egoistis, (4) tidak memperhatikan orang di sekelilingnya atau lingkungannya, dan (5) marah menjadi bagian manajemen dirinya.26

Banyak orang gagal hanya karena tidak mampu mengelola emosinya. Kelemahan mengelola emosi itu karena kecerdasan emosinya tidak pernah diasah. Padahal, dalam diri manusia terdapat simpul-simpul kecerdasan yang kalau digesek atau diasah akan dapat tajam dan memiliki kekuatan dalam mengelola kecerdasan itu. Kegiatan bersastra dipandang mampu menggesek atau mengasah emosional siswa. Siswa melalui kegiatan bersastra mempunyai alternatif emosional karena mengenal berbagai macam realitas emosional seseorang. Pembelajaran apresiasi sastra di SMP dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan sastra. Tujuan itu berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Untuk memahami dan menghayati karya sastra, siswa diharapkan langsung membaca karya sastra, bukan membaca ringkasannya. Dari maksud/tujuan pembelajaran sastra di SMP tersebut, diketahui bahwa muara akhir pembelajaran apresiasi sastra adalah terbinanya kegemaran terhadap sastra, yang didasari oleh pengetahuan dan keterampilan di bidang sastra. Usaha-usaha pembinaan tersebut seharusnya sudah dimulai pada awal pembelajaran sastra. Sastra adalah sesuatu untuk dipelajari dan dinikmati. Oleh karena itu, bimbingan/dasardasar penafsiran dalam batas-batas tertentu perlu diberikan agar proses penikmatan menjadi lebih terarah (Wardani, 1981: 10). Dari pengamatan langsung di kelas dan hasil diskusi yang intens dengan guru-guru bahasa Indonesia di SMP, diketahui beberapa masalah yang berhubungan dengan pembelajaran apresiasi sastra pada umumnya, antara lain: a) kesulitan guru apresiasi sastra dalam memperkenalkan karya sastra baik klasik maupun modern, kemudian menghubungkan dengan karya sastra kegemaran siswa, dengan cara yang wajar dan menyenangkan, b) kesulitan membicarakan sastra tanpa kehilangan sentuhan kepekaan reaksi, memberikan kegairahan dalam membaca, c)27

kesulitan menolong siswa bereaksi secara perorangan, dengan kehalusan dan kerumitan yang berkembang, dan tidak hanya bergantung pada kedewasaan dan kematangan persepsi guru atau kritikus sastra. 3. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, masalah penelitian ini adalah lemahnya kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII-A Semester 2 SMP Negeri 5 Sidoarjo dalam menulis puisi. Siswa lemah dalam hal menyiapkan bahan puisi, menguasai bahasa puisi, bentuk ekspresi puisi, dan mengembangkan bahan tersebut. 4. Cara Memecahkan Masalah Masalah lemahnya kemampuan menulis puisi (meyiapkan bahan puisi, bahasa puisi, bentuk ekspresi puisi, dan mengembangkan bahan) tersebut akan dipecahkan secara bertahap (dilihat dari hasilnya) dan serentak (dilihat dari cara penerapan strategi pembelajaran) dengan pendekatan kontekstual, yang terdiri atas 3 langkah, yaitu: (1) memahami benar konsep Contextual Teaching and Learning, (2) memilih satu atau lebih konsep yang akan digunakan untuk sebuah tema/pokok bahasan, dan (3) menyusun rencana pembelajaran yang mencakup pengembangan materi dan kegiatan belajar-mengajar. Setelah semua disiapkan, barulah guru mengimplementasikannya di kelas. Suatu hal penting yang harus dilakukan selama atau segera sesudah itu yaitu melakukan evaluasi terhadap pengajarannya dalam bentuk catatan tentang hambatan dan hasil selama mengajar 5. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan menulis28

puisi siswa kelas VIII-A Semester 2 SMP Negeri 5 Sidoarjo. Tujuan tersebut dirinci, sebagai berikut: (1) meningkatkan kemampuan menulis puisi melalui penerapan pendekatan kontekstual siswa kelas VIII-A Semster 2 SMP Negeri 5 Sidoarjo. (2) mmeningkatkan kinerja guru apresiasi sastra dalam pembelajaran berpendekatan kontekstual di kelas VIII-A Semester 2 SMP Negeri 5 Sidoarjo. (3) meningkatkan kinerja siswa kelas VIII-A Semeter 2 SMP Negeri 1 Ponorogo dalam pembelajaran menulis puisi berpendekatan pembelajaran kontekstual.

b.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut. 1) Bagi guru Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini, guru dapat dengan baik menguasai model pembelajaran menulis puisi dengan pendekatan kontekstual. Guru dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya yang sangat berpusat pada siswa, yang berkadar CBSA tinggi. Di samping itu, dengan melakukan penelitian tindakan kelas, guru akan terbiasa melakukan penelitian kecil yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan profesionalitasnya sebagai guru dan juga demi perbaikan pembelajaran, serta kariernya sendiri. 2) Bagi siswa Penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya mengapresiasi puisi; belajar mengapresiasi puisi bukan suatu hal yang membosankan, melainkan merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan. 3) Bagi sekolah29

Penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran pada khususnya dan sekolah pada umumnya. 6. a. Kerangka Teoretik dan Hipotesis Tindakan Kerangka Teoretik Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, berupa penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis puisi di kelas. Kerangka teoretik yang akan dibahas meliputi pembelajaran menulis puisi puisi dengan pendekatan kontekstual. b. Pembelajaran Menulis Puisi Pembelajaran menulis puisi merupakan kegiatan produksi dalam apresiasi puisi (Tjahjono, tt.:35). Selama ini kita selalu bertanya-tanya sulitkah mengajarkan menulis puisi kepada siswa. Sesungguhnya tidak ada resep menulis puisi. Seandainya ada teori dan reseop, mereka justru akan membelenggu kita. Dampaknya malah kita tidak bisa menulis puisi. Mengapa demikian? Karena puisi itu ekspresi pribadi. Jadi khas dan amat subjektif. Masing-masing penyair memiliki gayanya sendiri-sendiri. Kepandaian penyair dalam menulis puisi digodog oleh pengalaman penyair dalam menulis puisi. Penyair yang jam terbangnya tinggi akan memiliki pengalaman ekspresi yang tinggi pula. Dan yang terpenting mereka memiliki pengalaman kemanusiaan yang luas, kompleks dan memiliki daya analisis yang tajam. Para pemula tidak dapat disamakan dengan mereka. Oleh karena itu, resep terbaik apabila kita ingin menjadi penyair adalah membaca, membaca, dan membaca;menulis, menulis, dan terus menulis. Serta jangan lupa, berdiskusi dan mendiskusikan puisi Anda dengan teman atau orang lain yang dianggap memiliki pengalaman lebih.30

Namun, walaupun tidak ada teori penciptakaan puisi, puisi memiliki peralatan-peralatan yang bersifat umum. Nah, hal itu yang bisa dikaji sebagai bekal petjalanan kreativitas kita dalam penyusunan puisi. Bekal itu meliputi: apa bahan puisi, bagaimana bahasa puisi, bagaimana bentuk ekspresi puisi, dan bagaimana bahan itu dikembangkan. Untuk pembelajaran apresiasi puisi di SMP, perlu dipertimbangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai: 1) Menulis pantun yang sesuai dengan syarat pantun (8.1), 2) Menanggapi cara pembacaan puisi (13.1) 3) Merefleksi isi puisi yang dibacakan (13.2) 4) Membaca indah puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinesik yang sesuai dengan isi puisi (15.1) 5) Menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam (16.1) 6) Menulis kreatif puisi berkenaan dengan peristiwa yang pernah dialami (16.2) 7) Mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi (15.2) 8) Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai (16.1) 9) Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan (16.2) 10) Menemukan tema dan pesan syair yang diperdengarkan (5.1) 11) Menganalisis unsur-unsur syair yang diperdengarkan (5.2) 12) Menyanyikan puisi yang susah dimusikalisasi dengan berpedoman pada kesesuaian isi puisi dan suasana/irama yang dibangun (6.2) c. Pendekatan Kontekstual Pembelajaran kontekstual bukan barang baru (nothing new under the sun). Pada awal abad ke-20 John Dewey sudah mengemukakan konsep pembelajaran kontekstual yang diikuti oleh Katz (1918) dan Howey & Zipher (1989). Ketiga pakar tersebut31

menyatakan bahwa program pembelajaran bukanlah sekedar deretan satuan pembelajaran. Agar pembelajaran menjadi lebih efektif, guru harus menjelaskan dan mempunyai pandangan yang sama tentang beberapa konsep dasar seperti peran guru, hakikat pengajaran dan pembelajaran, serta misi sekolah dalam masyarakat. Apabila guru menyepakati bahwa ketiga konsep tersebut bermuara pada Contextual Teaching and Learning, barulah Contextual Teaching and Learning akan berhasil baik (lihat Kasihani dan Astini, 2001:2). CTL juga merupakan suatu reaksi terhadap teori yang pada dasarnya behavioristik yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Pendekatan CTL mengakui bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kompleks dan berlangsung jauh melampaui drill-oriented dan metodologi stimulus-and response (Nur. 2001:1). Leonardo Idra Ardiana (2001:2) menegaskan dunia pengajaran untuk beberapa dekade sangat dikuasai oleh psikologi behaviorisme yang menghasilkan beberapa metode pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa dikenal adanya grammar translation method sampai ke audiolingual method. Dengan munculnya psikologi kognitivisme, terjadilah perubahan dalam dunia pembelajaran. Lebih-lebih dalam perkembangannya kognitivisme itu menunjukkan jati dirinya dalam berbagai wajah. di antaranya humanistic dan konstruktivisme. Sudut pandang terhadap pembelajaran mengalami perubahan. Perbedaan antara behavioristik dengan konstruktivistik (khususnya), sebagai berikut:

32

No Behavioristik 1 Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi 2 Belajar adalah pemerolehan pengetahuan, sedangan mengajar adalah memindahkan pengetahuan orang yang belajar

Konstruktivistik Pengetahuan itu non objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman yang konkret, aktifitas kolaboratif, dan refleksi, serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar pembelajar termotivasi dalam menggali makna serta mengahrgai ketidakseragaman Pembelajar memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan bergantung pada pengalamannya dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya Berpikir berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi perisitiwa, objek, atau prespektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic Kontrol belajar dipegang oleh pembelajar Pembelajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial dalam lingkungan belajar Kegagalan atau keberhasilan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda

3

4

5 6 7

Pembelajar dianggap memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Apa yang dipahami pegajar harus dipahami si belajar. Fungsi pikiran adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti itu ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan Kontrol belajar dipegang oleh system yang berada di luar pembelajar Pembelajar dihadapkan pada aturan ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi esensial Kegagalan harus dihukum dan keberhasilan pantas mendapatkan33

8 9 10

hadiah Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar Tujuan belajar ditekankan pada penambahan pengatahuan Pembelajaran menekankan pada hasil

yang perlu dihargai Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar Tujuan belajar ditekankan pada belajar bagaimana belajar Pembelajaran menekankan pada proses

Sebagai satu konsep pendekatan kontekstual merupakan padanan dari istilah Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL sebagai satu konsep memiliki tiga definisi. Pertama, CTL dapat didefinisikan sebagai mengaiar dan belajar yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi nyata dan yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Kedua, CTL yaitu proses belajar mengajar yang erat kaitannya dengan pengalaman nyata. Ketiga, CTL dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang harus situation and content specific dan memberi kesempatan dilakukannya pemecahan masalah secara riil atau otentik, serta latihan melakukan tugas (Kasihani dan Astini, 2001:2). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa menguatkan, memperluas. dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam-sekolah dan luar-sekolah gar dapat memecahkan masalah-masalah dunia-nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan (Nur, 2001:2). Selanjutnya. Mohamad Nur (2001:2) menjelaskan pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang34

berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga. warga negara, siswa, dan tenaga kerja. Strategi dan Langkah-langkah Pembelajaran CTL pidanan dari istilah Menurut Blanchard (dalam Nur, 2001:4) strategi pembelajaran CTL: (1) menekankan pada pemecahan masalah; (2) menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai siswa konteks memonitor seperti dan di rumah, masyarakat, dan pekerjaan; (3) mengaiar rnengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga mereka menjadi pembelajar mandiri: (4) mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan sisvva yang berbeda-beda; (5) mendorong siswa untuk belajar dari sesame teman dan belajar bersama, dan (6) menerapkan penilaian otentik. Pembelajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual selayaknya disusun untuk mendorong munculnya bentuk belajar yang disingkat REACT, yakni: Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering. Relating : belajar dalam konteks kehidupan nyata, : belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan Experencing penciptaan, Applving : belajar dengan memadukan pengetahuan dengan35

sep memiliki tiga iar yiing membantu mcniotivasi siswa sel~ati-hali sebagai nengajar yang erat eFinisikan sebagai niberi kesempatan n mclakukan iLigas

kegunaannya, Cooperating Transfering : belajar dalam konteks interaksi kelompok, dan : belajar dengan menggunakan pengetahuan

dalam konteks baru/lain. Yang dimaksud relating yaitu belajar dalam konteks pengalaman manusia. Ia merupakan jenis pembelajaran kontekstual vang khas terjadi pada anak-anak. Ketika anak-anak tumbuh semakin besar memberikan konteks yang bermakna untuk belajar menjadi semakin sulit. Kurikulum yang mencoba menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus minta perhatian siswa pada pada peristiwa, dan kondisi sehari-hari. Kemudian siswa harus menghubungkan situasi sehari-hari itu dengan informasi baru yang diserap atau masalah yang dipecahkan. Experiencing -belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan diskaveri - merupakan jantung pembelajaran kontekstual. Akan tetapi, siswa mungkin akan menjadi termotivasi dan merasa nyaman berkat hasil strategi pembelajaran lain seperti aktivitas dengan teks, ceritera, atau video. Pembelajaran tampak akan berjalan lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi alat-alat dan materi dan mengerjakan bentuk-bentuk penelitian yang lain. Applying yaitu menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang berguna sering memproyeksikan siswa ke arah masa depan yang diharapkan atau ke arah tempat kerja yang mungkin tidak familier. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan sering didasarkan pada aktivitas okupasional. Hal itu terjadi lewat teks, video, lab, dan kegiatan, meskipun dalam36

banyak

sekolah,

pengalaman

pembelajaran kontekstual itu akan diikuti dengan pengalaman

langsung, misalnya: wisata, pertanian, pengaturan, pementoran, dan pemagangan. Cooperating - belajar dalam konteks peragihan, penanggapan, dan pengkomunikasian dengan pembelajar yang lain merupakan strategi pembelajaran yang utama dalam pengajaran kontekstual. Pengalaman bekerjasama tidak hanya membantu sebagian besar siswa untuk mempelajari bahan ajar. Oleh sebab itu, keterampilan kooperatif perlu mendapatkan perhatian serius agar dapat dikuasai dengan baik oleh siswa (Ardiana, 2001:3-4). Langkah-langkah yang perlu diperhatikan guru dalam menyusun rencana pembelajaran yaitu: (1) memahami benar konsep Contextual Teaching and Learning, (2) memilih satu atau lebih konsep yang akan digunakan untuk sebuah tema/pokok bahasan, dan (3) menyusun rencana pembelajaran yang mencakup pengembangan materi dan kegiatan belajar-mengajar. Setelah semua disiapkan, barulah guru mengimplementasikannya di kelas. Suatu hal penting yang harus dilakukan selama atau segera sesudah itu yaitu melakukan evaluasi terhadap pengajarannya dalam bentuk catatan tetnang hambatan dan hasil selama mengajar (Kasihani dan Astini, 2001:3). Berdasarkan alternatif kegiatan pembelajaran apresiasi sastra, maka akan dipilh kegiatan pembelajaran sastra pada kelas VIII-A Semester 2 SMN Negeri 5 Sidoarjo, meliputi: (a) menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai (16.1) (b) menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan (16.2) Kedua kegiatan pembelajaran tersebut di atas akan dilaksanakan dalam beberapa putaran (siklus). Pada tiap-tiap siklus akan37

diterapkan pendekatan kontekstual, yang terdiri atas tiga langkah pembelajaran, yaitu penjelajahan, interpretasi, dan re-kreasi. b. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka teoretik di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut. "Dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis puisi, maka kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII-A Semester 2 SMP Negeri 5 Sidorajo akan meningkat". 7. Rencana Penelitian a. Setting Penelitisn Penelitian ini akan diadakan di SMP Negeri 5 Sidoarjo. Jumlah siswa kelas VIII-A adalah 40 orang, terdiri atas 25 orang siswa lakilaki dan 15 orang siswa perempuan. b. Faktor yang Diteliti Faktor yang ingin diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut. Faktor siswa: ingin diteliti kemampuannya memahami puisi melalui pendekatan kontekstual. Di samping itu juga akan dilihat kepekaan dan sikapnya terhadap puisi khususnya, dan sastra pada umumnya. Faktor guru: ingin diteliti cara guru merencanakan pembelajaran serta bagaimana pelaksanaannya di kelas. c. Rencana Tindakan Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri atas beberapa siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti yang telah didesain dalam faktor yang ingin diteliti. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap puisi dengan melihat unsur-unsur puisi, maka diberikanlah tes yang berfungsi sebagai tes awal. Observasi awal juga dilakukan untuk mengetahui tindakan yang38

tepat yang akan diberikan dalam rangka memantapkan pemahaman siswa terhadap puisi dan meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi puisi. Dari evaluasi dan observasi awal, maka dalam refleksi ditetapkanlah bahwa tindakan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi adalah pembelajaran puisi dengan strategi Strata. Dengan berpegang pada refleksi awal tersebut maka dilaksanakanlah penelitian tindakan kelas ini dengan prosedur (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi dalam setiap siklus. Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas untuk siklus pertama dapat dijabarkan sehagai berikut. Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalama tahap pereneanaan ini adalah sebagai berikut. a. Membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan pola srategi strata yang berjenjang dan tahap penjelajahan, interpretasi, dan re-kreasi. b. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika strategi pembelajaran srata diterapkan untuk mengapresiasi puisi. c. Membuat alat bantu mengajar untuk digunakan dalam rangka mengoptimalkan kemampuan mengapresiasi puisi siswa. d. Merancang alat evaluasi untuk melihat apakah kemampuan siswa mengapresisasi puisi meningkat, kepekaannya terhadap puisi semakin baik, dan sikapnya terhadap puisi khususnya dan terhadap sastra pada umunnya semakin positif. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembeiajaran yang telah direncanakan. 1. Observasi39

Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. 2. Refleksi Hasil yang didapatkan dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis. Dari hasil observasi guru dapat mengadakan refleksi dengan melihat data observasi, apakah kegiatan yang dilakukan telah meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi, meningkatkaan kepekaannya terhadap puisi, dan meningkatkan sikap positifhya terhadap puisi khususnya dan sastra pada umumnya. Di samping data hasil observasi, dipergunakan pula jurnal yang dibuat oleh guru, pada saat guru selesai melaksanakan kegiatan pengajaran. Data dan jurnal dapat juga dipergunakan sebagai acuan bagi guru untuk dapat mengevaluasi dirinya sendiri. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan dipergunakan sebagai acuan untuk merencakan siklus berikutnya. d. Data dan Cara Pengambilannya Sumber data adalah siswa dan seluruh anggota tim peneliti. Jenis data yang didapatkan adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang terdiri atas hasil belajar, rencana pembelajaran, hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan jumal. Cara pengambilan data adalah a) Data basil belajar diambil dengan memberikan tes kepada siswa b) Data tentang situasi belajar mengajar pada saat dilaksanakan tindakan, diambil dengan menggunakan lembar observasi. c) Data tentang refleksi serta perubahan yang terjadi di kelas diambil dari jumal yang dibuat guru. d) Data tentang keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan didapat dari rencana pembelajaran dan lembar observasi. e. Indikator Kinerja40

Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apablla kemampuan mengapresiasi puisi siswa rata-rata mendapat angka 80. Di samping itu, siswa semakin peka dan semakin bersikap positif terhadap puisi khusnya dan sastra pada umumnya.

41

f. Tim Peneliti dan Tugasnya No Nama Tugas Jam Kerja 15 jam per minggu

1.

2

3

A(Dosen) 1. Bersama-sama dengan guru mendesain praproposal 2. Bersama-sama dengan guru merencanakan dan membuat skenario pembelajaran. 3. Bersama-sama dengan guru melaksanakan observasi dan evaluasi dalam pelaksanaan tindakan. 4. Bersama-sama dengan guru meiaksanakan 1. Bersama-sam dengan dosen B(Guru) analisis mendesain dan membuat praproposal. 2. Bersama-sama dengan dosen merencanakan dan membuat skenario pembelajaran. 3. Bersama-sama dengan dosen melaksana-kan observasi terhadap pelaksanaan tindakan. 4. Bersama-sama dengan dosen melaksana-kan 1. Bersama-sama dengan dosen C(Guru) analisis mendesain dan membuat praproposal. 2. Bersama-sama dengan dosen merencanakan dan membuat skenario pembelajaran. 3. Bersama-sama dengan dosen melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan. 4. Bersama-sama dengan dosen melaksanakan analisis data dan refleksi.

15 jam per minggu

15 jam per minggu

42

8. Jadwal Penelitian Penelitian ini dijadwalkan selama sepuluh bulan dengan deskripsi kerja sebagai berikut: Jenis Kegiatan 1. Persiapan Penelitian a.Pembuatan Proposal b.Studi Pendahuluian c.Seminar Proposal Penelitian d. Penyusunan Instrumen 2. Pelaksanaan Penelitian X a. Pengambilan Data b. Pengolahan Data c. Interpretasi Data 3. Pelaporan Penelitian a. Penyusunan Draf Penelitian b. Penyempurnaan Draf c. Seminar Hasil Penelitian d. Penyempumaan Laporan Peneiitian Bnlan Ke1 2 3 4 5 6 X X X X X X X X X X X X X X X X X 7 8 9 10

9. Alokasi Dana Penelitian

43

Dana yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian ini diperkirakan sejumlah Rp 7.500. 000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Dana tersebut dialokasikan sebagai berikut.

1. Honorarium Ketua 10 bulan x Rp 90.000,00 Rp. 900.000,00 Wakil Ketua 10 bulan x Rp 80.000,00 Rp. 800.000,00 Anggota 10 bulan x 2 x Rp 70.000,00 Rp. 1.400.000,00 Tenaga Administratif lObulan x lObulan Rp. 400.000,00 Penilaian Proposal Rp. 100.000,00 Pemantau Penelitian Rp. 300.000,00 Rp. 3.820.000,00 2.Bahan dan Peralatan Kertas HVS 5 rim x Rp 40.0000,00Rp. 200.000,00 Kertas Bergaris 1 rim x Rp 50.000,00 Rp. 50.000,00 Tinta Printer 1 x Rp 100.000,00 Rp. 100.000,00 Satu Set Alat Tulis Rp. 200.000,00 Koran, Majalah, dan Buku (Sumber Data) Rp. 270.000,00 Rp. 820.000,00 3.Perjalanan Pencarian Sumber Data Penelitian Rp. 280.000,00 Rp. 280.000,00 4. Laporan Penelitian Pengumpulan data Pengolahan data Penggandaan data Revisi Naskah Pengetikan Naskah dan Penjilidan44

Rp. 250.000,00 Rp. 350.000,00 Rp. 250.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 300.000,00

Rp. 1.250.000,00 5. Seminar Seminar Proposal Seminar Hasil Rp. 250.000,00 Penelitian Rp. 350.000,00 Rp.

600.000,00

6. Biaya Lain-lain Sewa komputer Rp. 450.000,00 Konsumsi selama pelaksanaan penelitian Rp. 200.000,00 Rp. 650.000,00 Jumlah Rp. 7.500.000,00 (Tujuh juta lima ratus ribu rupiah)

45

DAFTAR PUSTAKA Ardiana, Leo Idra. 2001a. "Pembelajaran Kontekstual." Makalah Disajikan dalam Pelatihan Calon Pelatih Guru SLTP. Diselenggarakan oleh Dikmenum, 1 Oktober 2001di Surabaya. Kasihani dan Astini. 2001. "Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa Inggris". Makalah Disajikan dalam Pelatihan Calon Pelatih Guru SLTP, Diselenggarakan oleh Dikmenum, 20 Juni 2001 sampai 7 Juli 2001 di Surabaya. Nur, Mohamad. 2001. "Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual Makalah Disajikan pada Pelatihan TOT Guru Mata Pelajaran SLTP dan MTs dari Enam Propinsi (Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo), pada tanggal 20 Juni 2001 sampai 6 Juli 2001 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Wilayah IV Surabaya, Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Sudikan, Setya Yuwana. 2004. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Pertama dalam Jurnal Inovasi, Vol.1, No. 2, Nopember 2004, hlm. 93-118. Tjahjono, L. Tengsoe. Tanpa Tahun. Menembus Kabut Puisi. Malang: Dioma TIM Pelatih Proyek PGSM ,1999. Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Diektorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Wardani, I G.A.K. Pengajaran Sastra. Jakarta: P3G Depdikbud.

1