12
Global Energy & Materials Sepuluh gagasan untuk menguatkan kembali sektor energi Indonesia September 2014 Arief Budiman Kaushik Das Azam Mohammad Khoon Tee Tan Oliver Tonby

Ten Ideas to Reshape Indonesias Energy Sector Bahasa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Energy, Indonesia

Citation preview

Global Energy & Materials

Sepuluh gagasan untuk menguatkan kembali sektor energi Indonesia

September 2014

Arief BudimanKaushik DasAzam MohammadKhoon Tee TanOliver Tonby

3Sepuluh gagasan untuk menguatkan kembali sektor energi Indonesia

Indonesia memiliki sumber daya energi yang besar namun belum mampu untuk memanfaatkannya secara maksimal.

Indonesia memiliki sumber daya energi yang cukup besar, dimulai dari migas – Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas bumi konvensional sebesar 22 miliar barel, di mana 4 miliar diantaranya terpulihkan (recoverable). Jumlah tersebut kira-kira setara dengan produksi minyak selama 10 tahun dan produksi gas selama 50 tahun.1 Indonesia juga memiliki sumber daya Coal-Based Methane (CBM) sekitar 8 miliar barel

1 Termasuk cadangan minyak dan gas bumi terpulihkan (recoverable) yang belum ditemukan.

setara minyak. Indonesia memliki 28 miliar ton batu bara terpulihkan dan 28 gigawatt (GW) potensi energi geothermal (Bagan 1).

Indonesia juga memiliki potensi sumber daya yang besar dalam bentuk tenaga matahari, angin, biomassa, dan biofuel (bahan bakar nabati).

Akan tetapi, semua potensi ini belum dimanfaatkan dengan selayaknya. Konsumsi minyak domestik Indonesia telah tumbuh dari 1,2 juta barel per hari di tahun 2003 menjadi 1,6 juta barrel per hari di tahun

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, berpenduduk besar dan mayoritas berusia muda, serta memiliki perekonomian yang sedang tumbuh. Akan tetapi, Indonesia tengah menghadapai tantangan dengan sektor energi yang masih lemah.

Potensi cadangan energi Indonesia

SUMBER: Rystad Energy U Cube, July 2014, Geothermal Energy Association; US Department of Energy; Emerging Energy Research (IHS); World Geothermal Congress; Energy Information Administration (EIA); BP Statistical Review of World Energy 2014

Cadangan Minyak Konvensional (2P)1

Indonesia

4.010 Mmbbl

24

XX Peringkat Global

Cadangan Gas Konvensional (2P)1

Indonesia

1.360 Bcm

11

Cadangan Batubara Terbukti1

28

Indonesia

Miliar ton

10

Geothermal (Panas Bumi)

28

Indonesia

GW

1

1 Per akhir 2013

4

2013. Konsumsi ini diproyeksikan akan tumbuh 5 hingga 6 persen per tahun hingga tahun 2030, masa di mana Indonesia diperkirakan perlu mengimpor 75 persen dari kebutuhan minyaknya. Mengingat harga energi yang telah meningkat hampir empat kali lipat dalam 15 tahun terakhir, dalam 15 tahun ke depan Indonesia akan menjadi lebih rentan terhadap guncangan pasokan atau harga energi di masa depan.

Permintaan listrik di Indonesia tumbuh dari 90 terawatt-hours (TWh) di tahun 2003 menjadi 190 TWh di tahun 2013. Namun, jumlah pasokan tidak dapat mengejar laju permintaan yang mengakibatkan terjadinya pemadaman. Solusi saat ini masih bergantung pada bahan bakar minyak dimana kurang lebih 13 persen dari listrik Indonesia masih dihasilkan dari bahan bakar minyak. Biaya untuk menghasilkan listrik dari bahan bakar minyak tidak murah, yaitu di kisaran harga $0,18 sen/kWh dibandingkan dengan $0,05 sen/kWh jika menggunakan batu bara.2 Hanya 1 GW dari potensi geothermal Indonesia yang dikembangkan. Kekurangan sumber daya listrik yang handal dan murah menjadi penghambat bagi pertumbuhan industri dan pembangunan sektor manufaktur di Indonesia untuk terus tumbuh mencapai skala yang sama dengan negara-negara tetangganya.

Perbaikan sektor energi Indonesia membutuhkan langkah yang berani, dengan keputusan-keputusan yang sulit dan investasi dalam jumlah yang besar. Kami telah mengidentifikasi sepuluh gagasan yang dapat membantu menguatkan kembali sektor energi Indonesia dan mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan di masa mendatang.

1. Menghimpun kemauan politik (political will) untuk mengurangi subsidi energi: Angka subsidi bahan bakar minyak Indonesia sudah diketahui umum, yakni lebih dari $30 miliar setiap tahunnya. Jika kita bandingkan, jumlah tersebut melampaui pos pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan dan pendidikan. Jumlah itu juga hampir setara dengan biaya pembangunan 31.000 kilometer jalan baru; 2.000 rumah sakit kelas C; atau tiga kilang minyak kelas dunia per tahun. Jika kondisi ini terus berlangsung, kami memperkirakan bahwa

2 Semua angka yang dinyatakan dalam laporan ini dalam bentuk dollar Amerika Serikat.

biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk subsidi energi Indonesia akan mencukupi semua kebutuhan infrastruktur antara tahun 2011 hingga 2025 yaitu sekitar $200 miliar sesuai dengan masterplan pembangunan ekonomi pemerintah.

Dampak lain dari subsidi adalah hal ini tidak mendukung pengembangan sektor energi yang efisien. Potensi sumber energi yang sedianya menarik tidak dikembangkan karena penetapan harga di pasar yang terdistorsi. Sebagai contoh, geothermal yang jika berdasar pada harga pasar seharusnya sudah memiliki kontribusi yang lebih besar dalam bauran energi Indonesia belum sepenuhnya berkembang.

Upaya untuk mengurangi subsidi tentunya memerlukan kemauan politik. Kami setuju bahwa masih terdapat bagian dari masyarakat Indonesia yang masih memerlukan subisidi. Namun demikian, penyaluran subsidi perlu diberikan langsung hanya kepada mereka yang membutuhkan, untuk menjamin bahwa mereka yang membutuhkan terlindungi, sementara dana yang vital dapat direalokasikan untuk pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang akan mengakselerasi pertumbuhan Indonesia dalam jangka panjang.

Kami juga menyarankan agar pengurangan subsidi dilaksanakan secara cepat daripada dilaksanakan secara bertahap dalam waktu lama. Dari pengamatan kami di berbagai negara, pengurangan bertahap cenderung akan menimbulkan resistensi, dan terkadang kemauan politik cenderung memudar seiring berjalannya waktu.

2. Mengatasi akar permasalahan di balik lambatnya penambahan kapasitas pembangkit listrik: Industri listrik di Indonesia masih jauh dari optimal; pemerintah memberikan subsidi berjumlah besar kepada konsumen guna menjaga harga tetap rendah dan akibatnya pendapatan produsen listrik saat ini hanya dapat menutupi dua pertiga biaya produksi. Program untuk meningkatkan kapasitas pembangkit mengalami keterlambatan. Misalnya, pada tahun 2011, pembangkit listrik

5Sepuluh gagasan untuk menguatkan kembali sektor energi Indonesia

tenaga minyak diproyeksikan sebesar 5 persen dari keseluruhan pembangkit pada tahun 2013, tetapi jumlah aktualnya adalah 13 persen. Program tersebut terkendala oleh tantangan-tantangan seperti pembebasan lahan, perizinan, dan eksekusi konstruksi di lapangan. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap hal ini, namun akar permasalahannya adalah sistem yang rumit yang tidak mampu menyelaraskan kebutuhan dan insentif para politisi dan birokrat di tingkat pusat dengan tingkat regional, berbagai kementerian terkait, independent power producers (IPP) dan PLN.

Meskipun pasar pembangkit listrik telah mengakomodasi eksistensi IPP, PLN tetap merupakan pemain yang dominan dan terkadang berperan sebagai regulator (self-regulator) dengan model penetapan harga dan pelaksanaan yang seragam di seluruh nusantara. Terdapat peluang untuk mengkaji struktur industri untuk tidak hanya mendorong kompetisi tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain yang berkeinginan untuk meningkatkan infrastruktur kelistrikan. Banyak negara telah berhasil memisahkan peran

regulator dan operator dalam sektor kelistrikan dan memperoleh manfaat yang cukup signifikan baik untuk pemain industri maupun konsumen. Pemberlakuan perbedaan tarif atau penetapan harga secara regional juga dapat dipertimbangkan. Sebagai contoh, pemerintah pusat dapat memberikan subsidi kepada masyarakat kelas bawah dengan membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan penambahan (top up) nilai subsidinya di daerahnya masing-masing jika dirasa perlu.

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Indonesia mencanangkan tujuan untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik dari 42 GW pada akhir tahun 2013 menjadi 90 GW pada tahun 2022, dan di saat yang bersamaan juga meninggalkan penggunaan bahan bakar minyak yang mahal. Dalam menjawab tantangan tersebut sebuah inisiatif telah mulai dilakukan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Kementerian Keuangan. Inisiatif tersebut perlu didukung, dipertahankan, dan diperkuat, serta

97

888380

756967

6060

6057

51504542

26

Benchmark rezim konsesi di seluruh dunia Nilai rata-rata perolehan pemerintah pada harga minyak $1001, belum termasuk equity take pemerintah (%)3

NEGARA TERPILIH

SOURCE: Wood Mackenzie Global Economic Model

French Guiana China

Mozam- bique Qatar Thailand US2 Brazil Canada2 India UK Russia Brunei Norway Indonesia Australia Mexico

1 Asumsi harga minyak Brent: $100/bbl di tahun 2013 dan naik 2% setelahnya. Arus kas didiskonto dengan rate 10% dari Jan 2013 hingga akhir usia aset 2 Rata-rata berbagai konsesi di negara tersebut 3 “Take” pemerintah mengacu pada pendapatan pemerintah termasuk royalti, pajak, porsi laba negara dan pajak atau pungutan lainnya, namun tak termasuk

partisipasi perusahaan minyak nasional. Di sini ditunjukkan sebagai persentase arus kas “pre-take” di sebuah rezim.

6

idealnya diberikan mandat untuk memastikan proses pelaksanaannya.

3. Memperkenalkan insentif yang sesuai (tailored incentives) untuk eksplorasi dan pengembangan minyak dan gas, termasuk minyak non-konvensional: Indonesia memerlukan penemuan besar dan pengembangan baru dalam sektor minyak dan gas, tetapi saat ini belum melakukan investasi yang memadai dalam hal eksplorasi dan pengembangan. Data menunjukkan realitas yang memprihatinkan dimana cadangan minyak telah berkurang dari 5,6 miliar barel pada tahun 1992 menjadi 3,6 miliar barel pada saat ini.

Di tahun 2012, rasio penggantian cadangan minyak (Reserve Replacement Ratio) hanya sebesar 52%, dibandingkan dengan dengan gas sebesar 127%. Meskipun harga minyak tetap bertahan di tingkat yang tinggi dan terus meningkatnya harga gas alam, kegiatan pengeboran eksplorasi mengalami penurunan, dan di setiap tahunnya hanya sekitar 50% dari sumur eksplorasi yang ditargetkan dilaksanakan pengeborannya.

Meskipun para ahli di bidang industri melihat potensi yang tinggi sektor sumber daya di Indonesia, sejumlah tantangan masih menghadang. Rezim fiskal untuk sumber daya konvensional di Indonesia masih merupakan salah satu yang paling memberatkan di dunia. Government “take” atau proporsi nilai yang diambil pemerintah dari berbagai proyek migas di Indonesia berkisar di angka 82,7% (Bagan 2).

Hal ini berakibat terhadap berkurangnya daya tarik Indonesia di mata perusahaan lokal maupun asing dibandingkan di negara-negara lain. Indonesia perlu mempertimbangkan pemberian insentif secara selektif pada proyek eksplorasi dan pengembangan baru di sektor migas. Malaysia telah berhasil melakukan hal serupa selama beberapa tahun. Sebagai contoh, kontrak baru yang berbasis risk-sharing (berbagi risiko) mampu menarik berbagai perusahaan baru untuk bergabung dalam aktivitas pengembangan cadangan energi.

Selain persepsi permasalahan seperti korupsi dan kolusi, para pelaku industri juga berpendapat bahwa kondisi hukum di Indonesia turut berandil atas melambatnya pengembangan di sektor energi serta menambah waktu dan biaya produksi. Kurangnya kejelasan akan implementasi Undang-Undang nomor 22 (yang menjelaskan ruang lingkup regulasi migas di Indonesia) dan kekhawatiran akan kepatuhan kontrak menambah permasalahan yang telah ada.

Untuk mengatasi masalah penurunan produksi, Indonesia perlu melakukan tiga hal: 1) menciptakan insentif tambahan untuk eksplorasi dan pengembangan energi non-konvensional; 2) menegakkan semua kontrak hukum dan memperjelas peraturan pelaksanaan; 3) menangani kasus korupsi di seluruh lini sistem.

4. Mengakselerasi pembuatan ‘cetak biru’ infrastruktur gas nasional: Indonesia pernah menjadi pelopor ekspor Liquefied Natural Gas (LNG) di era 1970-an dan memproduksi gas yang melebihi kebutuhan pasar dalam negerinya. Indonesia terus melanjutkan ekspor LNG dari fasilitas LNG yang terkenal, seperti Arun, Bontang, dan Tangguh. Apabila melihat kedepan, proyek-proyek utama Hulu di Indonesia juga berada pada sektor gas, seperti misalnya, Donggi Senoro Indonesia Deepwater Development (IDD), Jangkrik, dan Masela.

Gas alam jelas memiliki peran penting untuk masa depan energi Indonesia. Selama dua dekade terakhir, tidak ada ladang gas darat (onshore) baru yang secara signifikan telah dikembangkan untuk menggantikan ladang gas yang menurun produksinya di Jawa Barat, Sumatera Tengah dan Selatan. Sementara itu gas alam diproduksi di Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Saat ini gas tersebut tidak dapat memasok kebutuhan di Pulau Jawa karena kurangnya infrastruktur transmisi termasuk defisit jaringan pipa dan terminal regasifikasi. Sejalan dengan menurunnya sumber gas lokal di Jawa dan Sumatera Selatan, Indonesia akan membutuhkan infrastruktur regasifikasi LNG baru di Jawa dan Bali, bersama dengan jalur pipa transmisi untuk menghubungkan pasar utama

7Sepuluh gagasan untuk menguatkan kembali sektor energi Indonesia

di Jawa dengan sumber gas di Indonesia bagian timur. Untuk memenuhi semua ini, investasi yang dibutuhkan akan mencapai sekitar $2 miliar.

Di Indonesia bagian timur, kilang “LNG mini” (fasilitas berskala kecil yang memungkinkan lapangan yang lebih kecil untuk dikembangkan) dapat digunakan untuk memasok gas dari sumber-sumber baru ke pulau-pulau di seluruh nusantara dengan cara yang efisien, bersamaan dengan “modular power” (unit pembangkit listrik berskala kecil yang dapat dipindahkan setelah sumber bahan bakar telah habis). PLN memiliki beberapa pembangkit listrik berskala kecil bertenaga disel dan fuel oil. Konversi dari pembangkit tersebut akan mendorong efisiensi yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah. Selain itu, beberapa produsen Hulu di Indonesia melakukan pembakaran (“flare”) gas dengan jumlah yang signifikan dikarenakan infrastruktur yang kurang memadai dan menyebabkan hilangnya potensi keuntungan negara sekitar $ 100 juta setiap tahun. Gas ini dapat dikonversi untuk menjadi pasokan listrik lokal melalui penyedia teknologi baru.

Mengakselerasi ‘cetak biru infrastruktur gas’ untuk Indonesia harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah yang baru.

5. Memperbaharui kilang lama secepat mungkin: Lima kilang minyak dan gas utama Indonesia mengalami kerugian sekitar $1 miliar per tahun mengacu pada harga pasar saat ini.Seandainya kilang-kilang ini dioperasikan dengan sempurnapun, kelima kilang tersebut masih akan mengalami kerugian dengan nilai yang hampir sama. Penyebabnya adalah konfigurasi teknis kilang tersebut pada saat dibangun yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi Indonesia pada saat ini. Sejumlah faktor seperti usia kilang, teknologi yang masih sederhana, dan fakta bahwa kilang didesain pada saat itu untuk minyak mentah Indonesia yang berupa sweet and light crude oil, konfigurasi kilang-kilang ini tidak lagi sesuai untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Alhasil, harga bensin dan diesel dari kilang-kilang tersebut jauh lebih mahal untuk diproduksi dibandingkan dengan harga produk impor.

Guna mendorong daya saing dan profitabilitas, kilang-kilang ini perlu diperbaharui secara signifikan. Total pembelanjaan modal yang perlu digelontorkan berada di kisaran $12 hingga $17 miliar. Pembaharuan kilang yang ada lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan alternatif untuk membangun kilang baru. Hal ini berpotensi meningkatkan produksi bensin dan solar dua hingga tiga kali lebih besar untuk investasi yang sama. Keuntungan ekonominya akan jauh lebih tinggi daripada proyek greenfield karena memanfaatkan infrastruktur dan lahan yang sudah ada. Pembaharuan ini memiliki potensi untuk menjadi proyek yang bernilai sangat tinggi bagi negara. Selain itu, terdapat pula potensi untuk menggandakan pasokan bahan bakar minyak (BBM) domestik.

6. Meningkatkan mutu jaringan distribusi bahan bakar: Indonesia memiliki salah satu rantai pasokan produk bahan bakar yang paling kompleks di dunia karena kondisi geografis (negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau) dan sebaran penduduknya. Negara juga bergantung pada impor bahan bakar jadi dari pasar regional dan kemungkinan akan terus membutuhkan impor di tahun-tahun mendatang. Indonesia perlu melakukan investasi secara agresif untuk meningkatkan jaringan infrastruktur bahan bakar, serta fasilitas penyimpanan dan armada tanker demi memastikan keandalan dan efisiensi pasokannya.

Dengan latar belakang tersebut, Indonesia perlu mempertimbangkan tiga hal: 1) melakukan investasi dalam peningkatan kapasitas penyimpanan guna memperoleh keuntungan dari peluang blending dan trading; dan pada saat yang bersamaan juga mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi harga; 2) meneruskan penggunaan teknologi canggih seperti gantry otomatis yang memiliki throughput tinggi, serta manajeman operasi terpusat dengan data real-time; 3) mengambil keuntungan dari lokasi geografis dan menjadi pusat alih muatan (trans-shipment hub) dan perdagangan migas, mengikuti jejak Singapura dan Johor.

8

7. Investasi pada energi terbarukan: Bauran bahan bakar (fuel mix) yang direncakan di Indonesia dirancang untuk mencapai produksi berbiaya termurah dengan memaksimalkan persentase batubara dan gas dalam bauran tersebut. Kontribusi batubara dan gas diproyeksikan untuk mencapai 84% dari total produksi listrik di tahun 2017. Namun terdapat pula kesempatan untuk meningkatkan kontribusi dari energi terbarukan dalam fuel mix Indonesia, khususnya dengan geothermal, hidro, dan biomassa. Potensi geothermal diperkirakan akan mencapai 27 GW dibanding kapasitas terpasang saat ini yang sekitar 1 GW, sedangkan potensi yang belum dimanfaatkan pada hidro di Indonesia sekitar 70 GW. Tenaga surya memiliki potensi yang lebih rendah, namun masih menjanjikan, khususnya di Indonesia bagian timur. Sejumlah teknologi ini, termasuk biomassa, masih membutuhkan pengembangan teknologi lebih lanjut sebelum mencapai tingkat ekonomis (economically viable). Energi terbarukan lain seperti tenaga surya masih belum kompetitif dalam skala besar dan untuk mencapai paritas grid (grid parity), namun bisa menjadi pilihan ekonomis untuk pembangkit listrik yang tersebar dibandingkan dengan bahan bakar minyak dan distilat yang sangat mahal (keduanya memiliki biaya energi3 yang disetarakan di kisaran 2.300 - 2.500 Rupiah/kilowatt).

Energi geothermal telah kompetitif di beberapa kawasan, namun kenaikan tarif atas kebutuhan geothermal perlu disepakati guna memberi insentif kepada produsen hulu untuk berinvestasi, dan perlu dibarengi dengan upaya percepatan lisensi dan perizinan. Guna mendorong adopsi teknologi energi terbarukan secara aktif, pemerintah dapat memperkenalkan feed-in-tariff per wilayah dan mempercepat penerbitan lisensi dan perizinan.

8. Investasi pada gas untuk transportasi: Urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong pertumbuhan yang signifikan pada kendaraan transportasi di kota-kota besar Indonesia. Hal ini menyebabkan ekspansi yang

3 Biaya yang dihitung dalam memproduksi listrik berdasarkan biaya operasi dan anualisasi belanja modal selama lifetime (masa hidup) pembangkit listrik

signifikan atas subsidi bahan bakar karena kendaraan tersebut mengonsumsi bensin dan solar serta menyebabkan polusi udara di perkotaan. Penggunaan compressed natural gas (CNG) untuk kendaraan adalah pilihan yang menarik yang dapat mengurangi subsidi dan meningkatkan kualitas udara. Hal ini telah berhasil diimplementasikan di beberapa kota di Asia, termasuk New Delhi, Mumbai, dan Bangkok. Di Indonesia, hal ini akan membutuhkan pendekatan terpadu yang menggabungkan beberapa elemen: 1) insentif ekonomi bagi konsumen, produsen, dan pemasar; diperlukan penentuan harga optimal untuk solar agar konsumen dapat memulihkan investasi yang mereka keluarkan dengan mengonversi kendaraan dalam kurun waktu 12 bulan; 2) produsen dan pemasok mendapatkan laba investasi yang memadai; 3) pemasar mendapatkan margin yang sesuai; 4) dukungan peraturan yang mewajibkan kendaraan transportasi untuk beralih menggunakan CNG; dan 5) menyiapkan infrastruktur penting yang memungkinkan pemasangan converter kit dan pompa bensin untuk mengisi bahan bakar di lokasi yang mudah terjangkau.

Indonesia perlu mematok target untuk mengonversi sekitar 250.000 kendaraan umum dalam lima tahun mendatang. Kami memperkirakan langkah ini dapat menghemat subsidi negara hingga $2 miliar.

Gas sebagai bahan bakar transportasi juga memiliki relevansi pada sektor perkapalan. Salah satu tantangan utama di Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, adalah pengangkutan barang dan penumpang ke seluruh penjuru negeri. Untuk itu diperlukan armada perkapalan domestik sekitar 2.000 kapal yang mengonsumsi hampir 7000 barel/hari bahan bakar bunker. Dengan kemajuan teknologi yang pesat dalam LNG mini dan mikro, Indonesia dapat mengonversi sebagian besar armada domestik untuk menggunakan LNG. Sepuluh persen konversi armada ke LNG berpotensi menghemat biaya tahunan sekitar $100 juta. Guna mencapai penghematan ini, diperlukan tindakan terkoordinasi karena fasilitas bahan bakar LNG harus didirikan di pelabuhan-pelabuhan

9Sepuluh gagasan untuk menguatkan kembali sektor energi Indonesia

utama; insentif ekonomi perlu ditawarkan kepada operator perkapalan; dan peraturan pendukung perlu dibuat bagi industri.

9. Mempromosikan kendaraan listrik di kota-kota besar: Kendaraan listrik (electric vehicles atau EV) dinilai dapat menghasilkan pengaruh yang signifikan sebagai salah satu opsi transportasi darat. Hal ini didasarkan pada efisiensi energi yang unggul, dampak lingkungan yang positif dan potensi bisnis yang mendukung. EV sangat relevan bagi masyarakat yang memiliki banyak jarak tempuh per tahun namun terbatas di perkotaan. Taksi adalah salah satu contoh yang bagus karena menempuh ribuan kilometer per tahun, namun masih berada dalam jangkauan yang dekat dengan stasiun pengisian. EV juga memiliki emisi karbon dioksida yang jauh lebih rendah, dan beremisi nol untuk polutan lainnya (nitrogen oksida, sulfur oksida, partikel). EV sangat dimungkinkan sebagai bentuk transportasi alternatif di kota-kota besar seperti Jakarta yang berpenduduk sangat terkonsentrasi dan memiliki proporsi tinggi untuk perjalanan jarak pendek.

Dengan kemajuan teknologi baterai terbaru, kini kinerja, keamanan dan biaya baterai telah menjadi lebih terjangkau.

Karena sistem subsidi yang kurang efisien di Indonesia, peralihan ke EV akan membantu mengurangi beban subsidi (mobil akan lebih hemat energi dengan menggunakan tenaga listrik, bukan solar/bensin). Potensi penghematan subsidi adalah sebesar Rp 800 miliar untuk setiap lot 100.000 kendaraan yang dikonversi dari bensin atau solar ke listrik.4

Mengingat bahwa terdapat sekitar 5,5 juta kendaraan di Jakarta saja (tidak termasuk sepeda motor dan skuter), terdapat potensi pengurangan subsidi BBM yang sangat besar.

Barangkali hal yang paling penting untuk dibenahi Indonesia saat ini adalah para pemimpin industri

4 Dengan asumsi 30.000 km/tahun untuk setiap kendaraan, Rp 5.000 / L subsidi bensin, Rp400/kWh subsidi listrik, konsumsi listrik 0,25 Kwh/km dan konsumsi bahan bakar 0,1 L /km.

dan kemampuan di seluruh bidang penting di sektor energi.

10. Membangun kapabilitas dan pemimpin lokal yang andal: Indonesia adalah pemimpin energi di masa lalu. Sebagai contoh, pembangunan sistem Production Sharing Contract untuk mengembangkan sumber daya hulu dan didirikannya fasilitas ekspor LNG terbesar di dunia pada era 1970-an.

Di masa mendatang, teknologi, kapabilitas, dan pemimpin adalah faktor utama untuk memenangi persaingan. Sebagai contoh, Indonesia memerlukan akses teknologi yang lebih mutakhir serta para ahli teknis guna meningkatkan produksi di ladang yang telah siap dengan menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Improved Oil Recovery (IOR). Hal ini serupa dengan teknologi non-konvensional seperti Coal Bed Methane (CBM) dan ekstraksi shale gas. Peningkatan mutu kilang membutuhkan kemampuan eksekusi proyek berskala besar yang belum pernah dilakukan dalam beberapa dekade terakhir di Indonesia. Teknologi batu bara baru, termasuk clean coal dan coal-to-liquids memiliki potensi untuk memperbaharui kembali industri ini.

Dewasa ini, Indonesia hanya memiliki segelintir pusat litbang minyak dan gas berkelas dunia untuk mengembangkan teknologi canggih. Hanya sedikit lulusan yang siap menjadi profesional di bidang industri minyak dan gas. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan upaya yang terkoordinasi untuk mengembangkan kapabilitas andal di sektor ini dan mencontoh negara lain seperti Norwegia, Malaysia, dan Brazil yang mampu mengembangkan keterampilan yang andal karena mereka telah mengembangkan sumber daya alamnya sendiri. Yang diperlukan adalah:

— Membangun lembaga bertaraf internasional untuk mengembangkan SDM lokal termasuk universitas dengan tenaga pengajar internasional dan bantuan industri untuk memastikan bahwa pelatihan ini sejalan dengan kebutuhan industri; mengadakan program pelatihan berkala untuk mengembangkan

10

2.000-3.000 doktor di bidang migas dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan dengan melakukan kolaborasi dengan institusi pendidikan perminyakan terkemuka di dunia;

— Mengembangkan insentif bagi operator dan perusahaan jasa internasional untuk membangun pusat litbang mereka di Indonesia dengan fokus kepada teknologi yang relevan untuk kawasan Indonesia; dan

— Mendorong para pemimpin (champion) migas nasional untuk mempekerjakan tenaga terampil internasional pada operasi mereka sebagai upaya untuk mengembangkan sumber daya di Indonesia

* * *

Kami percaya bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam dan manusia yang memadai untuk mencapai aspirasi pertumbuhan ekonominya. Kami berharap bahwa ide-ide di atas akan membantu Indonesia untuk mewujudkan sejumlah potensi tersebut. Indonesia layak untuk maju.

Tentang McKinsey & Company

McKinsey & Company merupakan perusahaan konsultan manajemen global yang bertujuan untuk membantu organisasi terkemuka di dunia dalam mengatasi tantangan strategis mereka. Dengan lebih dari 100 kantor di lebih dari 50 negara di seluruh dunia, McKinsey berfokus pada isu-isu strategis, operasional, organisasi, dan teknologi. Selama lebih dari delapan dekade, tujuan utama perusahaan adalah untuk melayani dan berperan sebagai penasihat eksternal terpercaya atas berbagai isu penting organisasi yang dihadapi oleh manajemen senior.

Tentang McKinsey & Company di Indonesia

McKinsey & Company telah melayani klien di Indonesia sejak tahun 1988 dan mendirikan kantor di Jakarta pada tahun 1995 dengan tim profesional yang terdiri tenaga global dan lokal. Saat ini, perusahaan tengah mempekerjakan lebih dari 60 staf dan melayani perusahaan swasta lokal, perusahaan BUMN, dan sektor publik di Indonesia, serta perusahaan-perusahaan multinasional bidang industri yang tertarik dalam membangun eksistensi mereka di negeri ini.

Ucapan Terima Kasih

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Stuart Bodden, Rahul Gupta, Michele Pani, Giovanni Bruni, Penny Burtt dan Mrinalini Reddy atas kontribusi mereka dalam melakukan penelitian dan analisis, dan membantu dalam penyusunan laporan ini.

Oliver Tonby adalah Managing Partner untuk McKinsey Asia Tenggara. Kaushik Das adalah Chairman dan Arief Budiman menjabat sebagai Presiden Direktur di McKinsey Indonesia. Khoon Tee Tan dan Azam Mohammad adalah Partner di McKinsey & Company.

Global Energy & MaterialsSeptember 2014Design oleh New Media Australia Hak Cipta © McKinsey & Company www.mckinsey.com