Upload
others
View
28
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Tentang KNKS
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan
Syariah dan mulai aktif beroperasi pada tanggal 3 Januari 2019. Lembaga ini bertugas mempercepat,
memperluas, dan memajukan pengembangan ekonomi syariah dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi nasional. Dalam menjalankan tugasnya, KNKS berperan aktif memberikan
rekomendasi arah kebijakan, mengoordinasikan para pemangku kepentingan, serta melakukan
evaluasi pelaksanaan kebijakan.
Sesuai dengan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, KNKS berupaya membangun
ekosistem ekonomi syariah yang meliputi industri halal, keuangan syariah baik komersial maupun
sosial, serta infrastruktur pendukung lainnya seperti pembangunan sumber daya manusia, sistem
informasi, dan digitalisasi ekonomi. Dalam melakukan implementasi program strategis, KNKS
mengutamakan kerja sama dan sinergi dengan kementerian/lembaga, regulator, akademisi, peneliti,
praktisi, organisasi masyarakat serta pemangku kepentingan terkait lainnya.
Informasi lebih lanjut terkait KNKS dapat diperoleh melalui www.knks.go.id
Tentang PT PII (Persero)
Meningkatnya kebutuhan pembangunan infrastruktur nasional untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi Indonesia di tengah keterbatasan anggaran Pemerintah, Pemerintah mendorong partisipasi
swasta dalam pengembangan infrastruktur nasional melalui dukungan kebijakan, instrumen dan
kerangka fiskal.
Sebagai bentuk dukungan tersebut, pada tanggal 30 Desember 2009 Pemerintah Indonesia telah
membentuk PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII, sebagai Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dibawah Kementerian Keuangan yang bertugas untuk memberikan penjaminan atas
proyek infrastruktur pemerintah yang dikembangkan dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan
Usaha (KPBU).
Informasi lebih lanjut terkait PT PII (Persero) dapat diperoleh melalui www.iigf.co.id
Ringkasan Eksekutif
Dalam rangka mendukung pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi, pemerintah membuat
kebijakan umum untuk mempercepat
pembangungan infrastruktur. Untuk itu, kebutuhan
pendanaan untuk pembangunan infrastruktur terus
meningkat. Pada periode 2020-2024, terdapat
peningkatan nilai investasi infrastruktur sebesar
34,3% dibandingkan dengan periode 2015-2019.
Kebutuhan pendanaan yang tinggi ini menjadi
kendala karena keterbatasan dana pemerintah dalam
bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Selain pendanaan, terdapat pula
keterbatasan dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM)
dan keahlian pemerintah dalam membangun dan
mengelola infrastruktur dasar.
Pemerintah telah membentuk skema kerja sama
pemerintah dengan badan usaha (KPBU) untuk
mengatasi kendala-kendala pembangunan
infrastruktur tersebut. Pembangunan infrastruktur
pemerintah juga dapat menjadi peluang bagi
perusahaan-perusahaan dikarenakan proyek strategis
ini memiliki nilai besar, jangka waktu panjang, dan
dukungan penuh dari pemerintah termasuk berupa
skema penjaminan.
Karakteristik skema KPBU ini secara umum tidak
melanggar ketentuan syariah, sehingga skema KPBU
syariah dapat diterapkan dengan menyesuaikan
transaksi-transaksi di dalamnya dengan akad-akad
yang sesuai syariah.
Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia
(MAKSI) merekomendasikan agar keuangan syariah
dapat berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
nasional yang sejalan dengan tujuan syariah dan
prioritas pemerintah Indonesia. Masuknya keuangan
syariah ke dalam arus utama strategi nasional akan
membantu pemerintah mencapai tujuan
pembangunan dengan cara menarik investasi asing
untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur yang
diperlukan. Oleh sebab itu, terdapat potensi
mengimplementasikan KPBU Syariah untuk
meningkatkan kontribusi ekonomi dan keuangan
syariah terhadap pembangunan nasional.
Setelah diskusi intensif dengan DSN MUI, KNKS dan
PT PII telah mengidentifikasi beberapa akad yang
dapat diterapkan dalam KPBU Syariah. Identifikasi
akad-akad yang dapat diterapkan dalam skema KPBU
syariah dilakukan berdasarkan skema pengembalian
investasi. Skema pengembalian investasi dengan
Availability Payment murni dapat dilakukan dengan
akad Ijarah Muntahiya Bi Tamlik sedangkan
Availability Payment Take or Pay dapat dilakukan
dengan akad jual beli dan hibah. Skema
pengembalian investasi lain yaitu User Charge dapat
dilakukan dengan akad hibah sedangkan User Charge
Revenue Sharing dapat dilakukan dengan akad
musyarakah dan hibah. Penjaminan pemerintah yang
diberikan melalui PT PII dapat dilakukan dengan akad
kafalah bil ujrah.
4
Dalam skema KPBU Syariah, diharapkan keseluruhan
transaksi bisa difasilitasi oleh keuangan syariah. Oleh
karena itu, kajian ini mengidentifikasi alternatif-
alternatif pendanaan Badan Usaha melalui industri
keuangan syariah, baik dari perbankan syariah
maupun pasar modal syariah. Perbankan syariah
dapat memberikan pembiayaan secara individu
maupun sindikasi dengan akad-akad Ijarah
Muntahiya Bi Tamlik, Istishna, Musyarakah
Mutanaqisah ataupun akad-akad lainnya yang sesuai
dengan kebutuhan dan fatwa DSN MUI. Bank syariah
juga dapat mengembangkan produk investasi Sharia
Restricted Intermediary Account (SRIA) sebagai
instrumen penempatan dana dari berbagai investor
potensial. Dari pasar modal syariah, Badan usaha
dapat memperoleh pembiayaan dengan menerbitkan
sukuk atau menerbitkan saham terbatas dengan
proyek KPBU sebagai underlying.
KPBU Syariah memiliki potensi yang besar untuk
dapat diterapkan di Indonesia. Akan tetapi, kajian ini
mengidentifikasi masih adanya beberapa isu terkait
ketentuan yang ada saat ini. Isu-isu tersebut di
antaranya adanya ketentuan time value of money
pada ketentuan mengenai penjaminan dan regres,
belum adanya fatwa DSN MUI terkait KPBU dan
penjaminan syariah, adanya risiko bagi pemberi
pembiayaan yang tidak dijamin apabila badan usaha
tidak dapat menyelesaikan pembangunan proyek,
terbatasnya BMPD perbankan syariah yang
membatasi penyaluran pembiayaan, dan perlunya
pemasangan fidusia atas tagihan badan usaha kepada
pemerintah. Isu-isu tersebut perlu didiskusikan lebih
lanjut dengan pemerintah dan regulator terkait.
5
6
Tim Penyusun Concept Note Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
(KPBU) Syariah
Komite Nasional Keuangan Syariah
Ronald Rulindo, Ph.DDirektur Inovasi Produk, Pendalaman Pasar, dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan Syariah
Yosita Nur Wirdayanti, S.T., MBA, MIFP Kepala Divisi Inovasi Produk Keuangan Syariah
Farah Rizky Ariyana, S.E. Staf Analis Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
Susatyo Kuncahyono Senior Vice President Underwriting Penjaminan 1
Raden Panji Poernomo R. A. W. Deputy Senior Manager Underwriting Penjaminan 1
Irla Nurlinda Manager Underwriting Penjaminan 1
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
Disclaimer:Concept Note ini merupakan hasil kajian yang bersifat umum dan tidak mengikat. Seluruhketentuan yang terkait dengan penerapan produk ini mengacu pada regulasi yangdikeluarkan oleh otoritas terkait.
Korespondensi: [email protected]
7
DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG
TUJUAN
KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA
(KPBU)
TIM PENYUSUN
DAFTAR ISI
6
7
9
15
16
RINGKASAN EKSEKUTIF 4
8
DAFTAR ISI
ISU-ISU TERKAIT KPBU SYARIAH DALAM
KETENTUAN YANG BERLAKU SAAT INI
KESIMPULAN
KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA
(KPBU) DAN PENJAMINAN SYARIAH
OPSI PENDANAAN SYARIAH UNTUK BUP
27
34
44
47
Kebutuhan infrastruktur pada periode 2020-2024
mencapai Rp6.445 Triliun, dimana nilai investasi
infrastruktur ini meningkat sebesar 34,3%
dibandingkan dengan periode 2015-2019.
Peningkatan tersebut sejalan dengan kebijakan
umum pemerintah dalam rangka percepatan
pembangunan infrastruktur untuk mendukung
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk
memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai
keseimbangan pembangunan, mempercepat
penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air
bersih, sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air,
pangan dan energi untuk mendukung ketahanan
nasional, dan mengembangkan sistem transportasi
massal perkotaan, yang kesemuanya dilaksanakan
secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran
kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Keterbatasan dana pemerintah dalam bentuk
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) merupakan kendala pemerintah dalam
pengadaan infrastruktur dasar. Oleh karena itu,
pemerintah perlu mencari terobosan dalam hal
kewajiban penyediaan sarana dan infrastruktur dasar
tersebut.
9
A. Masalah Pemenuhan Infrastruktur
Mengingat bahwa infrastruktur merupakan proyek
strategis yang memiliki karakteristik jangka panjang
dan investasi yang tidak sedikit, Pemerintah
melakukan inovasi berbagai skema pembiayaan
dalam membangun infrastruktur, salah satunya
melalui skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha
(KPBU). Berikut ini adalah beberapa alternatif skema
pembangunan infrastruktur:
10
B. KPBU sebagai Alternatif Solusi Pembangunan Infrastruktur
Tabel 1 Skema Pembangunan Infrastruktur
11
Berdasarkan tabel tersebut di atas, skema KPBU
dalam pembangunan infrastruktur dapat menjadi
solusi keterbatasan dana pemerintah. Beberapa hal
di bawah ini mendasari pemilihan skema KPBU dalam
penyediaan infrastruktur.
Diagram 1 KPBU sebagai Alternatif Solusi Penyediaan Infrastruktur
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa:
• Skema KPBU dapat menjadi alternatif sumber
pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan
infrastruktur atau layanan publik
• Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta
dalam penentuan proyek yang layak untuk
dikembangkan
• Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan
memberi tanggung jawab kepada pihak swasta
untuk melakukan pengelolaan secara efisien
• Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan
memberi tanggung jawab kepada pihak swasta
untuk melakukan pemeliharaan secara optimal,
sehingga layanan publik dapat digunakan dalam
waktu yang lebih lama.
12
Industri keuangan syariah di Indonesia telah
berkembang selama hampir tiga dekade. Industri ini
mencakup industri perbankan syariah, industri pasar
modal syariah, dan industri keuangan non-bank
(IKNB) syariah. Data dari Otoritas Jasa Keuangan
mencatat pada posisi September 2019, total aset
keuangan syariah di Indonesia mencapai Rp1.408
triliun dengan pangsa pasar sebesar 8,87% dari total
aset industri keuangan nasional.
Dalam jangka waktu lima tahun terakhir, industri
keuangan syariah mengalami perlambatan
pertumbuhan. Akan tetapi, selama
perkembangannya, industri keuangan syariah selalu
mencatat pertumbuhan di atas 10%. Pada September
2019, pertumbuhan industri keuangan syariah secara
year-on-year (yoy) adalah sebesar 11,30%.
Pangsa pasar industri keuangan syariah ditopang oleh
pasar modal syariah yang saat ini telah mencapai
16,33% dari total aset pasar modal nasional. Pasar
modal syariah terdiri dari nilai outstanding berbagai
instrumen pasar modal syariah seperti sukuk negara
dan sukuk korporasi, serta nilai aset bersih yang
dikelola dalam bentuk reksa dana syariah. Di luar
penghitungan total aset pasar modal syariah dari
instrumen sukuk dan reksa dana, terdapat pula
kapitalisasi saham yang terdaftar dalam Daftar Efek
Syariah sebesar Rp3.794 triliun dengan pangsa pasar
nilai efek 53,51% dari total kapitalisasi saham di pasar
modal Indonesia.
Pangsa pasar perbankan syariah pada September
2019 mencapai 5,94% dengan nominal total aset
sebesar Rp503,73 triliun. Industri perbankan syariah
telah menghimpun Dana Pihak Ketiga sebesar
Rp398,43 triliun dan menyalurkan pembiayaan
sebesar Rp353,94 triliun. Saat ini, terdapat 14 Bank
Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS),
dan 165 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Ketahanan perbankan syariah sampai saat ini
menunjukkan kondisi yang memadai. Hal ini
ditunjukkan oleh permodalan yang semakin kuat
dilihat dari Capital Adequacy Ratio yang meningkat,
Non Performing Financing yang menurun, dan
Financing to Deposit Ratio yang terjaga.
Pangsa pasar IKNB syariah pada September 2019
mencapai 4,16% dengan nominal total aset sebesar
Rp104,08 triliun. Institusi-institusi IKNB syariah di
antaranya adalah asuransi syariah, pembiayaan
syariah, penjaminan syariah, financial technology
syariah, lembaga keuangan syariah, dan institusi
lainnya.
C. Kondisi Pasar Keuangan Syariah di Indonesia
13
Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia
(MAKSI) mempunyai fokus untuk menjadikan
keuangan syariah sebagai kekuatan nyata bagi
Indonesia. MAKSI merekomendasikan agar keuangan
syariah dapat berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi nasional yang sejalan dengan tujuan syariah
dan prioritas pemerintah Indonesia. Masuknya
keuangan syariah ke dalam arus utama strategi
nasional akan membantu pemerintah mencapai
tujuan pembangunan dengan cara menarik investasi
asing untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur
yang diperlukan. Investor yang potensial di antaranya
adalah investor dari negara-negara Gulf Cooperation
Council (GCC) yang menginginkan produk investasi
syariah berkualitas, investor lokal maupun
internasional yang menginginkan produk investasi
untuk proyek-proyek yang bertanggung jawab secara
etis dan sosial, serta investor lain yang mencari kelas
aset baru untuk memperluas portofolio investasi
mereka. Selain itu, keuangan syariah juga dapat
mendiversifikasi sumber dana untuk pemerintah.
Beberapa lembaga multilateral yang dapat
mendukung KPBU di Indonesia di antaranya Islamic
Development Bank, Asian Development Bank, dan
World Bank.
KPBU beserta penjaminan untuk pembangunan
infrastruktur dapat pula dilaksanakan dengan skema
syariah. Dalam skema ini, kontrak-kontrak antara
pemerintah dan badan usaha serta perolehan
pembiayaannya harus sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Badan usaha dapat memperoleh sumber
dana dari pembiayaan bank syariah atau lembaga
pembiayaan syariah maupun penerbitan efek-efek
syariah pasar modal. Investasi dengan proyek KPBU
sebagai underlying asset akan diminati oleh investor
karena proyek-proyeknya didukung penyiapannya
dan bahkan dijamin oleh pemerintah sehingga
risikonya lebih termitigasi. Hal ini dapat mendukung
pendalaman pasar keuangan syariah dengan
memperbanyak proyek-proyek pemerintah yang
didanai oleh industri keuangan syariah. Penerapan
Proyek KPBU yang mengutamakan transparansi dan
pembagian risiko yang adil telah sejalan dengan
prinsip-prinsip syariah sehingga semua Proyek KPBU
berpotensi untuk dapat dilaksanakan secara syariah.
Merujuk pada PPP Book 2019 Bappenas di bawah ini,
terdapat banyak potensi Proyek KPBU dengan total
nilai proyek sebesar Rp67,8 triliun yang dapat
dilaksanakan dengan menggunakan skema KPBU
Syariah.
D. Potensi KPBU Syariah
14
Tabel 2 Daftar Proyek KPBU dalam PPP Book Bappenas 2019
Sampai dengan saat ini terdapat satu KPBU Syariah
yang sedang berlangsung yaitu Program
Pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin, Aceh dan merupakan KPBU Syariah
yang pertama di Indonesia. KPBU Syariah tersebut
didorong dan berlandaskan kepada aturan dan
regulasi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh
(Qanun), dimana seluruh kegiatan ekonomi di Aceh
wajib diselenggarakan dengan menggunakan prinsip
Syariah.
1. Mengidentifikasi potensi KPBU Syariah untuk meningkatkan kontribusi ekonomi dan keuangan syariah
terhadap pembangunan nasional
2. Mengidentifikasi skema-skema KPBU dan penjaminan syariah yang dapat diterapkan
3. Memberikan panduan KPBU dan penjaminan syariah kepada pemangku kepentingan
15
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang
selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah kerjasama
antara Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum
dengan mengacu pada spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian
atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan
Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko
diantara para pihak.
Skema KPBU ini merupakan solusi strategis dalam
mengatasi keterbatasan dana Pemerintah yang
berlandaskan pada regulasi sebagai berikut:
• Perpres 67/2005 j.o. Perpres 38/2015 Tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
• Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010
tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang
Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur.
• Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 260
Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha sebagaimana
diubah dengan PMK Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas PMK Nomor 260 Tahun 2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan
Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha.
16
17
• PMK Republik Indonesia Nomor 223
/PMK.011/2012 dan Nomor 170/PMK.08/2018
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 223/PMK.011/2012 tentang Pemberian
Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya
Konstruksi pada Proyek Kerja Sama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur.
• PermenPPN/Kepala Bappenas 4/2015 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur;
• PMK Republik Indonesia Nomor
219/PMK.01/2015 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Manajemen Aset Negara
• PMK 260/2016 tentang Pembayaran Ketersediaan
Layanan dalam Rangka Kerja Sama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur;
• Permendagri 96/2016 tentang Pembayaran
Ketersediaan Layanan dalam Rangka Kerjasama
Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU)
dalam Penyediaan Infrastruktur
• PMK Nomor 95 Tahun 2017 tentang Ruang
Lingkup dan Tata Cara Pemberian Penjaminan
Pemerintah di Bidang Infrastruktur oleh Badan
Usaha Penjaminan Infrastruktur.
• Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018
tentang Tata Cara Pengadaan Badan Usaha
Pelaksana Penyediaan Infrastruktur Melalui
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Atas
Prakarsa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah.
• PMK Nomor 73 Tahun 2018 tentang Fasilitas
Untuk Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi
Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan
Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Subjek KPBU terdiri dari:
Pemerintah
(Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama /PJPK)
Badan Usaha
(Badan Usaha Pelaksana/BUP)
1. Menteri
2. Kepala Lembaga
3. Kepala Daerah
4. BUMN/BUMD
1. BUMN/BUMD
2. Badan Usaha Asing
3. Perseroan Terbatas
4. Koperasi
18
Untuk meningkatkan minat investor atas Proyek-
proyek KPBU, Pemerintah menyediakan dukungan-
dukungan yaitu:
• Penyiapan Proyek (Project Development Fund)
Kemenkeu menugaskan beberapa BUMN tertentu
untuk mendampingi PJPK dalam melaksanakan
persiapan dan transaksi Proyek KPBU.
• Kelayakan Proyek (Viability Gap Fund)
Dukungan sebagian biaya konstruksi untuk
meningkatkan kelayakan proyek KPBU yang layak
secara ekonomi namun belum layak secara finansial.
• Pendanaan
Kemenkeu mendirikan PT Sarana Multi Infrastruktur
(Persero) yang menyediakan dukungan pembiayaan
jangka panjang.
• Penjaminan
Kemenkeu mendirikan PT Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur yang menyediakan penjaminan
pemerintah
Objek KPBU meliputi Infrastruktur Ekonomi & Infrastruktur sosial yang terdiri dari 19 jenis sektor
infrastruktur, yaitu :
1. Transportasi 11. Konservasi energi
2. Jalan 12. Fasilitas perkotaan
3. Sumber daya air dan irigasi 13. Kawasan
4. Air minum 14. Pariwisata
5. Sistem pengelolaan air limbah terpusat 15. Fasilitas pendidikan
6. Sistem pengelolaan air limbah setempat 16. Fasilitas sarana olahraga
7. Sistem pengelolaan persampahan 17. Kesehatan
8. Telekomunikasi dan informatika 18. Pemasyarakatan
9. Energi dan ketenagalistrikan 19. Perumahan rakyat
10. Minyak dan gas bumi
A. Potensi KPBU Syariah
19
• Pembebasan Lahan
Kemenkeu mendirikan unit khusus (Lembaga
Manajemen Aset Negara) untuk menyelesaikan
pembayaran pengadaan tanah untuk Proyek
Infrastruktur yang masuk dalam kategori Proyek
Strategis Nasional.
Dukungan-dukungan pemerintah di atas akan
meningkatkan Kelayakan Pendanaan oleh Perbankan
(Bankability Project).
B. Penjaminan Pemerintah dan Regres pada Proyek KPBU melalui PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (Persero)/PT PII
Profil PT PII
PT PII dibentuk pada tanggal 30 Desember 2009 oleh
Pemerintah sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dibawah Kementerian Keuangan sesuai PP
Nomor 35 Tahun 2009 sebagaimana diubah oleh PP
Nomor 50 Tahun 2016. Sejak berdiri pada tahun
2009, PT PII telah terlibat secara intensif pada hampir
semua tahapan proyek KPBU. Kontribusi PT PII yang
signifikan dalam Proyek KPBU juga ditegaskan dengan
keanggotaan PT PII dalam Kantor Bersama KPBU yang
keanggotaannya juga diisi lembaga-lembaga negara
lainnya seperti Kementerian Keuangan, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian
PPN/Bappenas, Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, LKPP, dan BKPM.
Sesuai dengan peraturan di atas, PT PII memperoleh
mandat dari regulator, dalam hal ini Kementerian
Keuangan, untuk mengakselerasi pembangunan
infrastruktur di Indonesia antara lain dalam bentuk:
• Penjaminan Pemerintah/Government Guarantee
Sebagai Single Window dalam memberikan
Penjaminan Pemerintah untuk Proyek Infrastruktur
• Penjaminan Pinjaman/Credit Guarantee
Menjamin Risiko kredit dari pinjaman langsung Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)
• Konsultan Pendampingan untuk Penyiapan dan
Transaksi/Transaction Advisors
Melakukan asistensi PJPK dalam Persiapan dan
Pendampingan Transaksi Proyek Infrastruktur
20
Berdasarkan mandat tersebut di atas maka
keterlibatan PT PII dalam proyek infrastruktur akan
memberi nilai tambah bagi Pemerintah dan Badan
Usaha baik dari sisi bankabilitas proyek, transparansi,
manajemen risiko dan tata kelola yang baik.
Sampai dengan saat ini PT PII memiliki portofolio penjaminan sejumlah 22 proyek infrastruktur dengan nilai
Rp202 Triliun.
21
b. Skema Penjaminan dan Regres PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Perjanjian penjaminan PT PII merupakan perjanjian
yang bersifat tambahan (accesoir) dari perjanjian
KPBU. Adapun yang diberikan penjaminan adalah
kewajiban finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja
Sama (PJPK) yang terdapat di dalam perjanjian KPBU.
Kewajiban finansial PJPK didefinisikan sebagai
kompensasi finansial yang harus dibayarkan oleh PJPK
kepada Badan Usaha Pelaksana atas terjadinya Risiko
Infrastruktur yang menjadi tanggung jawab PJPK
sesuai dengan alokasi risiko sebagaimana disepakati
dalam Perjanjian KPBU.
Adapun penjelasan skema perjanjian KPBU dapat
dilihat pada diagram di bawah ini.
Keterangan:
• Perjanjian KPBU adalah perjanjian kerja sama
antara pemerintah sebagai Penanggung Jawab
Perjanjian Kerjasama (PJPK) dan Badan Usaha
Pelaksana (BUP) dalam penyediaan infrastruktur
untuk kepentingan umum dengan mengacu pada
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian
atau seluruhnya menggunakan sumber daya
Badan Usaha Pelaksana dengan memperhatikan
pembagian risiko diantara para pihak.
• Perjanjian Penjaminan adalah kesepakatan tertulis
yang memuat hak dan kewajiban antara Penjamin
(PT PII) dan penerima penjaminan (BUP) dimana
PT PII menjamin kewajiban finansial PJPK yang
diklaim oleh BUP.
• Perjanjian Regres adalah kesepakatan tertulis
antara penjamin (PT PII) dan PJPK yang memuat
hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan
pembayaran kembali oleh PJPK kepada PT PII atas
pembayaran klaim penjaminan. Terhadap klaim
yang dibayarkan oleh PT PII kepada BUP
berdasarkan Perjanjian Penjaminan, PT PII berhak
memperhitungkan nilai waktu dari uang yang
dibayarkan tersebut (time value of money) dan
dibebankan kepada PJPK. Dasar hukum regres
diatur dalam Peraturan Presiden No. 78/2010 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260 Tahun
2010 dimana pada perjanjian regres terdapat
bunga atas pokok cicilan regres dan denda atas
tunggakan atau keterlambatan pembayaran
cicilan regres.
22
Atas penjaminan yang diberikan PT PII, BUP memiliki
kewajiban untuk membayar imbal jasa/fee
penjaminan kepada PT PII. Imbal jasa terdiri dari:
• Upfront Fee: Biaya operasional yang dikeluarkan
PT PII dalam memproses Penjaminan; dan
• Recurring Fee: Biaya operasional dan eksposur
penjaminan PT PII per tahun atas proyek selama
masa penjaminan
Adapun contoh risiko infrastruktur yang dapat dijamin oleh PT PII sebagai berikut:
C. Proses Transaksi KPBU
KPBU terdiri dari 3 (tiga) tahapan utama, yaitu tahap
perencanaan, penyiapan, dan transaksi. Saat
pelaksanaan ketiga tahapan tersebut, PJPK dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatan pendukung seperti:
(i) perencanaan dan pelaksanaan pengadaan tanah;
(ii) kajian lingkungan hidup; dan (iii) permohonan
pemberian Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan
Pemerintah. Adapun tahap perencanaan, penyiapan,
dan transaksi dalam pelaksanaan KPBU dapat dilihat
pada gambar di bawah ini: (skema baru
Tahap
Transaksi
Tahap
PenyiapanTahap
Perencanaan
Studi
Pendahuluan
Outline Business
Case (OBC) &
Final Business case
(FBC)
Prakualifikasi
(PQ)
Request For Proposal
(RFP)
Proses
Lelang
Pemenang
Lelang
23
Dalam proses KPBU terdapat beberapa tahapan
transaksi KPBU yang terdiri dari beberapa kegiatan,
yaitu:
• Pengadaan Badan Usaha Pelaksana
Pengadaan Badan Usaha Pelaksana mencakup
persiapan dan pelaksanaan pengadaan Badan Usaha
Pelaksana. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana ini
akan mengacu pada Peraturan Kepala Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perka
LKPP) No. 19 tahun 2015 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur.
• Penandatanganan Perjanjian KPBU
Penandatanganan Perjanjian KPBU dilakukan antara
PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana yang didirikan
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Badan
Usaha dinyatakan sebagai pemenang lelang.
Dalam Perjanjian KPBU ini perlu dijelaskan juga
Manajemen Pelaksanaan Perjanjian KPBU tersebut
yang meliputi 4 (empat) masa, yaitu: (i) masa pra-
konstruksi; (ii) masa Konstruksi; (iii) masa operasi
komersial; dan (iv) masa berakhirnya perjanjian
KPBU. Dalam pelaksanaan Perjanjian KPBU ini PJPK
dibantu oleh Simpul KPBU untuk mengawasi dan
mengendalikan jalannya pelaksanaan KPBU dan
pemenuhan pembiayaan (financial close). Simpul
KPBU ini dapat dibantu tim khusus.
Diagram 2 Skema Simpul dan Tim KPBU
24
Skema dan karakteristik modalitas KPBU sangat
bervariasi yang mana harus ditentukan pada tahap
perencanaan KPBU. Alternatif-alternatif modalitas
KPBU yang ada perlu dilihat terlebih dahulu sebelum
menetapkan skema KPBU. Beberapa pertimbangan
dalam penetapan skema KPBU antara lain meliputi:
• Lingkup Kerjasama KPBU
• Jangka waktu dan pentahapan KPBU
• Keterlibatan pihak ketiga
• Penggunaan Aset Daerah
• Alur Finansial Operasional
• Status kepemilikan aset dan pengalihan aset
Pada implementasinya terdapat 3 skema modalitas
dalam proyek KPBU antara lain:
• Desain–Bangun–Biaya-Perawatan-Kelola–
Alih/Design-Build-Finance-Maintenance-
Operate-Transfer (DBFMOT)
PJPK menyediakan tanah dan kepemilikannya tetap
ada di PJPK selama masa konsesi. BUP akan membuat
desain, membangun, membiayai, kemudian
memelihara dan mengoperasikannya selama masa
konsesi. Selama masa konsesi, kepemikan asset
berada pada BUP. Selanjutnya, setelah masa konsesi
berakhir, maka BUP akan menyerahkan assetnya
kepada PJPK.
• Desain–Bangun–Biaya-Serah-Perawatan-
Guna/Design–Build–Finance-Transfer-
Maintenance-Operate (DBFTMO)
PJPK menyediakan tanah dan kepemilikannya tetap
ada di PJPK selama masa konsesi. BUP akan membuat
desain, membangun, dan membiayai kemudian
setelah konstruksi selesai, maka asset akan
diserahkan pada PJPK dan menjadi milik PJPK.
Selanjutnya, BUP akan mendapat hak untuk
mengoperasikan serta wajib memelihara aset selama
masa konsesi.
• Kontrak Kelola
Pengaturan kontraktual untuk pengelolaan sebagian
atau seluruh bagian dari suatu fasilitas atau layanan
publik oleh BUP. Dalam pelaksanaannya skema
kontrak kelola dibedakan menjadi 2:
• Kontrak Kelola, BUP berperan untuk
mengelola seluruh aspek operasional dan
pemeliharaan dengan melakukan kontrak
pengoperasian dan pemeliharaan untuk
sebagian besar atau seluruh bagian dari
suatu fasilitas atau layanan publik.
Kewajiban utama penyediaan layanan ada
di tangan Pemerintah, namun
pengendalian operasional dilakukan oleh
BUP.
• Kontrak Kelola dengan
Perbaikan/Ekspansi, Kontrak ini sama
dengan kontrak kelola di atas namun BUP
juga melakukan investasi terbatas untuk
rehabilitasi atau pengembangan fasilitas.
D. Skema Modalitas dalam KPBU
25
Pada implementasinya terdapat dua jenis skema
pengembalian investasi yang lazim digunakan pada
proyek KPBU yaitu:
- Ketersediaan Layanan/Availability Payment (AP)
adalah konsesi yang diberikan kepada BUP
berdasarkan perjanjian KPBU untuk memberikan
layanan infrastruktur yang sesuai dengan kualitas
dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam
perjanjian KPBU, dimana PJPK melakukan
pembayaran secara berkala kepada BUP atas
tersedianya layanan tersebut, dan pengguna
jasa/layanan/user membayar kepada PJPK. Pada
prinsipnya dalam skema KPBU-AP, terdapat 2 jenis
skema pembayaran yang dibedakan berdasarkan
layanan atau output yang diberikan (barang atau jasa)
antara lain:
- KPBU-AP, PJPK akan melakukan pembayaran penuh
(100%) jika BUP memberikan output layanan yang
sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM)
yang telah disepakati dalam perjanjian KPBU. Skema
KPBU-AP dapat dilihat pada skema di bawah ini.
E. Skema Pengembalian Investasi dalam KPBU
Diagram 3 Skema KPBU Availability Payment
- KPBU-AP Take or Pay, PJPK melakukan pembayaran
sebesar jumlah tertentu (minimum) ditambah
dengan besaran/volume yang diminta PJPK (variable).
Skema KPBU-AP Take or Pay dapat dilihat pada skema
di bawah ini.
Diagram 4 Skema KPBU Availability Payment - Take or Pay
26
- Tarif Pengguna/User Charge adalah konsesi yang
diberikan kepada BUP berdasarkan perjanjian
KPBU untuk memberikan layanan infrastruktur
dimana BUP memberikan layanan kepada
User/pengguna dan BUP menerima pembayaran
langsung dari pengguna jasa/layanan/user atas
layanan yang diberikan. Pada prinsipnya dalam
skema KPBU User Charge, terdapat 2 jenis skema
pembayaran yang dibedakan berdasarkan layanan
atau output yang diberikan (barang atau jasa)
antara lain:
• KPBU User Charge, BUP akan memberikan
layanan langsung kepada User dan
menerima pembayaran langsung dari User
berdasarkan Konsesi atas aset yang
diberikan PJPK. Skema KPBU User Charge
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Diagram 5 Skema KPBU User Charge
• KPBU-User Charge Revenue Sharing, BUP
akan melakukan pembayaran bagi hasil
(revenue sharing) kepada PJPK berdasarkan
pendapatan yang diperoleh BUP. Skema
KPBU User Charge Revenue Sharing dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Diagram 6 Skema KPBU User Charge - Revenue Sharing
Pelaksanaan Program KPBU dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip syariah yaitu
penerapan dasar-dasar dari hukum Islam yang
berkaitan dengan Hukum Perikatan Islam dalam
perjanjian (akad) yang berprinsip muamalah.
Paramater suatu transaksi syariah antara lain:
• Tidak melakukan transaksi yang dilarang dalam
ketentuan syariat islam. Transaksi yang dilarang
itu meliputi riba, garar, ihtikar (rekayasa
dalam supply), bai' an-najasy (rekayasa
dalam demand), two-in one, maisir (judi),
risywah (suap), bai' ad-dain bi’ad-dain (jual beli
piutang), dan objek akadnya tidak halal.
• Ketentuan tentang akad atau transaksi ini sudah
diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
dan regulasi terkait.
• Berazaskan akhlak Islami dalam bermuamalah.
Transaksi antara PJPK dan BUP maupun transaksi BUP
dalam memperoleh pembiayaan dalam pelaksanaan
KPBU syariah dilakukan dengan akad-akad dan
skema-skema dalam berbagai Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) yang telah ada.
27
A. KPBU Syariah
28
a. Skema KPBU Skema Availability Payment (AP)
Syariah
Pada skema KPBU-AP, akad yang dapat diterapkan
adalah Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT). IMBT
merupakan akad sewa beli dimana BUP sebagai
pemilik proyek akan menyewakan proyeknya kepada
PJPK. Selanjutnya, PJPK akan membayarkan biaya
sewa atas proyek tersebut dengan skema availability
payment. Pada akad IMBT, di akhir periode sewa
akan ada pilihan untuk mengalihkan kepemilikan dari
BUP kepada PJPK dengan akad hibah atau jual beli.
Skema akad ijarah yang dapat diterapkan dalam
KPBU AP adalah sebagai berikut:
Diagram 7 Skema KPBU AP Syariah
b. Skema KPBU Skema AP-Take or Pay Syariah
Pada skema KPBU AP-Take or Pay, akad yang dapat
diterapkan adalah akad Jual Beli dan Hibah. Dalam
skema ini, pemesanan pembangunan proyek oleh
PJPK kepada BUP dilakukan dengan akad jual beli.
Akad jual beli dilakukan tanpa memberikan informasi
harga modal/pokok dan margin, dimana tidak ada
ketentuan tentang besarnya margin yang wajar,
selama kedua belah pihak menyepakati. Selanjutnya,
PJPK akan membayar kepada BUP atas pelayanan
yang diberikan oleh BUP sesuai dengan minimum
besaran/volum yang disepakati. Akad hibah akan
diterapkan pada saat berakhirnya perjanjian KPBU.
Skema akad Jual Beli dan Hibah yang dapat
diterapkan dalam KPBU AP-Take or Pay adalah
sebagai berikut:
Diagram 8 Skema KPBU AP-Take or Pay Syariah
29
c. Skema KPBU User Charge Syariah
Pada skema KPBU User Charge Syariah, akad yang
dapat diterapkan adalah akad Hibah. Akad Hibah
akan diterapkan pada saat berakhirnya perjanjian
KPBU. Skema akad Hibah yang dapat diterapkan
dalam KPBU User Charge adalah sebagai berikut:
d. Skema KPBU User Charge-Revenue Sharing
Syariah
Pada skema KPBU AP User Charge-Revenue Sharing,
akad yang dapat diterapkan adalah akad
Musyarakah-Hibah. Akad Musyarakah adalah bentuk
umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau
lebih menyumbangkan aset dan/atau modal dalam
melakukan usaha. Besarnya pembagian bagi hasil
dapat disesuaikan dengan proporsi modal atau
berbeda dengan proporsi modal. Dalam hal ini,
proyek KPBU dimiliki secara bersama antara PJPK dan
BUP, kemudian pendapatan dari hasil penggunaan
proyek dibagihasilkan antara PJPK dan BUP. Di akhir
periode KPBU, proyek akan dihibahkan sehingga
kepemilikan sepenuhnya beralih kepada PJPK. Skema
akad Musyarakah-Hibah yang dapat diterapkan
dalam KPBU User Charge-Revenue Sharing adalah
sebagai berikut:
Diagram 9 Skema KPBU User Charge Syariah
Diagram 10 Skema KPBU User Charge - Revenue Sharing Syariah
30
Penerapan Perjanjian Penjaminan Syariah dilakukan
dengan akad Kafalah Bil Ujrah–Dayn Kafalah. Pada
akad ini terdapat tiga pihak, yaitu PII sebagai
penjamin, BUP sebagai penerima jaminan, dan PJPK
sebagai pihak terjamin. PII akan menerima ujrah/fee
dari BUP atas manfaat yang diterima dan menerima
ujrah/fee dari PJPK atas jasa penjaminan yang
diberikan oleh PII. Selanjutnya, PII menagih kepada
PJPK atas kewajiban finansial yang telah dibayar
kepada BUP dengan menggunakan akad Dayn
Kafalah. Pembayaran dayn kafalah harus dilakukan
sesuai dengan nilai pokok dan tidak diperbolehkan
ada tambahan.
B. Penjaminan Pemerintah dan RegresProyek Syariah
Diagram 11 Skema Penjaminan dan Regres Syariah
Pada skema KPBU, BUP diwajibkan untuk
memberikan kontribusi modal untuk memenuhi
sebagian dari total kebutuhan dana untuk
pembangunan dan operasional proyek. Tidak ada
ketentuan yang mengatur mengenai porsi minimum
kontribusi modal yang harus diberikan, tetapi
umumnya kontribusi yang diberikan BUP berada di
kisaran 30% dari total kebutuhan. Kelebihan
kebutuhan dana yang tidak dipenuhi oleh modal dari
BUP dapat dipenuhi melalui berbagai opsi
pembiayaan. Pada skema KPBU Syariah, tentu
pembiayaan yang digunakan oleh BUP harus sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah dan prinsip kehati-
hatian dalam perbankan. Dalam hal ini, BUP dapat
memanfaatkan pembiayaan dari perbankan syariah,
industri keuangan non bank (IKNB) syariah, atau
pasar modal syariah.
31
32
BUP dapat mengajukan pembiayaan kepada
perbankan syariah untuk memenuhi kebutuhan
proyek. Perbankan syariah dapat memberikan
pembiayaan pada BUP setelah BUP tersebut
ditetapkan menjadi pemenang lelang dan telah
melakukan penandatanganan perjanjian KPBU.
Pembiayaan bank tersebut hanya dapat diberikan
kepada BUP pada masa konstruksi dan masa
pengelolaan.
Perbankan syariah dapat menyalurkan pembiayaan
dengan berbagai akad yang dapat diterapkan di
antaranya Istishna, Ijarah Muntahiya Bi Tamlik
(IMBT), Musyarakah Mutanaqisah (MMQ),
Musyarakah, Murabahah, atau akad lain yang sesuai
dan telah disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah
bank. Pembiayaan juga bisa dilakukan dengan
menggunakan kombinasi dari akad-akad tersebut jika
struktur pembiayaan yang diberikan kepada BUP
terdiri dari beberapa fasilitas. Bagian ini akan
menjelaskan pembiayaan melalui perbankan syariah
dengan akad Istishna Paralel, IMBT, dan MMQ, baik
secara individual maupun sindikasi.
a. Pembiayaan Perbankan Syariah dengan Akad
Istishna Paralel
Istishna merupakan akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual
(pembuat/shani’). Akad ini juga dapat dilakukan
secara paralel dimana penjual di akad istishna
pertama dapat melakukan akad istishna kedua
sebagai pembeli kedua untuk memenuhi
kewajibannya pada pembeli pertama. Dalam konteks
pembiayaan bank, pembiayaan istishna adalah
penyediaan dana kepada nasabah untuk membeli
barang sesuai dengan pesanan nasabah yang
menegaskan harga belinya kepada pembeli (nasabah)
dan pembeli (nasabah) membayar dengan harga
lebih tinggi sebagai keuntungan bank yang disepakati.
A. Pembiayaan dari Bank Syariah
33
1. BUP melaksanakan proses KPBU dan
penjaminan berdasarkan skema dan akad yang
digunakan. Proses KPBU dapat menggunakan
akad IMBT, jual beli dan hibah, atau
musyarakah, tergantung pada mekanisme
pembayaran dari PJPK kepada BUP. Perjanjian
Penjaminan antara BUP dan PT PII dapat
menggunakan akad Kafalah Bil Ujrah.
2. BUP mengajukan pembiayaan kepada bank
syariah dengan akad Istishna. BUP memesan
pembangunan proyek dengan harga di atas
harga pasar kepada bank syariah. BUP kemudian
membayar cicilan pembangunan proyek tersebut
sesuai termin tertentu. Umumnya, termin
tersebut mengikuti progress pembangunan
proyek dalam jangka waktu yang disepakati.
Pembayaran cicilan dari BUP di awal
pembangunan proyek saat BUP belum menerima
pembayaran dari PJPK dapat berasal dari
kontribusi modal BUP dalam proyek ini.
3. Bank syariah memesan pembangunan proyek
tersebut secara paralel kepada Badan Usaha
Kontraktor dengan akad Istishna pada harga
pasar. Bank syariah juga akan membayar kepada
Badan Usaha Kontraktor sesuai termin tertentu.
4. Permintaan penyerahan aset kepada PJPK
• BUP meminta bank syariah untuk
mewakilkan penyerahan aset yang telah
dibangun (delivery asset) dengan akad
wakalah.
• Bank syariah meneruskan permintaan
tersebut kepada Badan Usaha Kontraktor
untuk mewakilkan penyerahan aset yang
telah dibangun kepada PJPK dengan akad
wakalah.
5. Badan Usaha Kontraktor melakukan penyerahan
aset (delivery asset) kepada PJPK
b. Pembiayaan Perbankan Syariah dengan Akad
IMBT
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna/manfaat
atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Salah satu
pengembangan akad ijarah yang dapat digunakan
untuk pembiayaan proyek adalah Ijarah Muntahiya
Bi Tamlik (IMBT). IMBT merupakan akad ijarah
(sewa) dengan janji perpindahan kepemilikan objek
ijarah pada saat tertentu. Untuk memperoleh
pembiayaan dengan akad IMBT, BUP harus memiliki
kuasa atas proyek yang akan dibangun agar selama
masa pembiayaan kepemilikannya bisa dipegang oleh
bank syariah. Selanjutnya, BUP akan menyewa
kepada bank syariah selama periode pembiayaan dan
di akhir periode kepemilikan proyek akan dialihkan
kembali kepada BUP. . Perpindahan kepemilikan
proyek sebagai objek ijarah dari bank syariah kepada
BUP dapat menggunakan akad jual beli atau hibah
(pemberian). Umumnya, perpindahan kepemilikan
suatu aset dari bank kepada nasabah dapat dilakukan
jika aktivitas penyewaan telah berakhir atau diakhiri
dan aset ijarah telah diserahkan kepada nasabah
dengan membuat akad terpisah.
34
Akad terpisah tersebut dapat berupa hibah,
penjualan sebelum akad berakhir, penjualan pada
akhir masa ijarah, atau penjualan secara bertahap
apabila objeknya bisa dipindahkan secara bertahap.
Pada pembiayaan IMBT untuk pembangunan proyek,
aset yang akan disewakan belum menjadi aset
wujud/tangible asset karena statusnya baru akan
dibangun. Oleh karena itu, diperlukan akad sewa
yang khusus yaitu Ijarah Maushufah Fi Dzimmah
(IMFZ). IMFZ merupakan akad sewa atas suatu aset
yang pada saat akad tersebut hanya disebutkan
kriteria dan spesifikasinya. Kriteria ini harus
dideskripsikan secara jelas dan terukur dan pemberi
sewa harus memiliki kemampuan yang cukup untuk
mewujudkan dan menyerahkan aset tersebut pada
waktu yang telah disepakati.
1. BUP melaksanakan proses KPBU dan penjaminan
berdasarkan skema dan akad yang digunakan. Proses
KPBU dapat menggunakan akad IMBT, jual beli dan
hibah, atau musyarakah, tergantung pada
mekanisme pembayaran dari PJPK kepada BUP.
Perjanjian Penjaminan antara BUP dan PT PII dapat
menggunakan akad Kafalah Bil Ujrah.
2. BUP mengajukan pembiayaan kepada bank syariah
dengan akad sewa-beli/hibah dengan sewa di muka
(IMBT-IMFZ). BUP memesan pembangunan proyek
dengan harga di atas harga pasar kepada bank
syariah. Pemesanan tersebut diawali dengan akad
sewa dari BUP sebagai penyewa kepada bank syariah
sebagai pemberi sewa. Karena proyek masih dalam
proses pembangunan, sewa dilakukan di muka
dengan memperhatikan kesesuaian spesifikasi
karakteristik proyek yang sedang dibangun tersebut.
Pembayaran sewa dari BUP di awal pembangunan
proyek saat BUP belum menerima pembayaran dari
PJPK dapat berasal dari kontribusi modal BUP dalam
proyek ini.
35
3. Bank syariah memesan pembangunan proyek
tersebut secara paralel kepada Badan Usaha
Kontraktor dengan akad IMBT-IMFZ pada harga
pasar. Setelah selesai dibangun, proyek tersebut
dihibahkan atau dijual kepada bank syariah kemudian
bank syariah akan menyewakan atau menjual proyek
tersebut kepada BUP yang melakukan pemesanan.
4. Permintaan penyerahan aset kepada PJPK
• BUP meminta bank syariah untuk
mewakilkan penyerahan aset yang telah
dibangun (delivery asset) dengan akad
wakalah.
• Bank syariah meneruskan permintaan
tersebut kepada Badan Usaha Kontraktor
untuk mewakilkan penyerahan aset yang
telah dibangun kepada PJPK dengan akad
wakalah.
5. Badan Usaha Kontraktor melakukan penyerahan
aset (delivery asset) kepada PJPK
c. Pembiayaan Perbankan Syariah dengan Akad
Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) adalah salah satu
produk pengembangan dari produk berbasis akad
musyarakah. Akad ini diaplikasikan sebagai produk
pembiayaan perbankan syariah berdasarkan prinsip
kerja sama dimana porsi modal atau kepemilikan aset
salah satu mitra (bank) akan berkurang disebabkan
pembelian atau pengalihan komersial secara
bertahap kepada mitra lainnya (nasabah). Pengalihan
porsi modal atau kepemilikan aset dilakukan secara
angsuran berdasarkan suatu metode pembayaran
tertentu selama jangka waktu kontrak yang
disepakati bersama. Pembiayaan dengan akad MMQ
memerlukan izin dari PJPK kepada BUP untuk dapat
mengalihkan hak konsesi proyek KPBU. Hal ini
diperlukan untuk mengakomodasi kepentingan
perbankan syariah apabila diperlukan kondisi
pengalihan dimaksud.
36
1. BUP melaksanakan proses KPBU dan penjaminan
berdasarkan skema dan akad yang digunakan. Proses
KPBU dapat menggunakan akad IMBT, jual beli dan
hibah, atau musyarakah, tergantung pada
mekanisme pembayaran dari PJPK kepada BUP.
Perjanjian Penjaminan antara BUP dan PT PII dapat
menggunakan akad Kafalah Bil Ujrah.
2. BUP mengajukan pembiayaan kepada bank syariah
dengan akad MMQ. BUP memesan pembangunan
proyek dengan harga di atas harga pasar kepada bank
syariah. BUP dan bank syariah akan bermitra dalam
kepemilikan atas proyek tersebut. BUP akan
menyewa di muka (IMFZ) sekaligus mencicil
penambahan porsi kepemilikannya atas proyek
tersebut sehingga porsi kepemilikan bank syariah
akan berkurang seiring pembayaran cicilan oleh BUP.
Pembayaran cicilan dan/atau sewa dari BUP di awal
pembangunan proyek saat BUP belum menerima
pembayaran dari PJPK dapat berasal dari kontribusi
modal BUP dalam proyek ini.
3. Bank syariah memesan pembangunan proyek
tersebut kepada Badan Usaha Kontraktor dengan
akad IMBT atau Istishna pada harga pasar. Setelah
selesai dibangun, BUP melunasi pengalihan
kepemilikan proyek tersebut sehingga proyek
tersebut menjadi milik BUP sepenuhnya.
4. Permintaan penyerahan aset kepada PJPK
• BUP meminta bank syariah untuk
mewakilkan penyerahan aset yang telah
dibangun (delivery asset) dengan akad
wakalah.
• Bank syariah meneruskan permintaan
tersebut kepada Badan Usaha Kontraktor
untuk mewakilkan penyerahan aset yang
telah dibangun kepada PJPK dengan akad
wakalah.
5. Badan Usaha Kontraktor melakukan penyerahan
aset (delivery asset) kepada PJPK
d. Pembiayaan Sindikasi Lembaga Keuangan Syariah
dan Perbankan Syariah melalui Investor SRIA
Selain menyalurkan pembiayaan secara individual,
bank syariah juga dapat menyalurkan pembiayaan
dengan sindikasi dengan bank dan lembaga keuangan
lainnya. Salah satu lembaga yang diberi mandat
untuk menyalurkan pembiayaan untuk pembangunan
infrastruktur adalah PT Sarana Multi Infrastruktur.
Secara umum, pembiayaan sindikasi ini dapat
menggunakan akad-akad yang digunakan dalam
pembiayaan bank syariah. Pembiayaan sindikasi ini
dapat dikoordinasikan oleh Bank atau Lembaga
Keuangan Non-Bank yang disepakati oleh BUP.
Sebelum pembentukan sindikasi dan mulai
berjalannya proyek KPBU, BUP dapat memulai
dengan koordinasi dengan Bank atau Lembaga
Keuangan khususnya dalam hal project feasibility
study dan struktur pembiayaan agar dapat sesuai
dengan prinsip penyaluran pembiayaan yang sehat.
Untuk menghimpun dana dari investor, bank syariah
dapat menerbitkan produk Sharia Restricted
Intermediary Account (SRIA). SRIA juga dapat
digunakan dalam hal bank syariah menyalurkan
pembiayaan secara individu tanpa sindikasi.
37
SRIA adalah model bisnis baru pada perbankan
syariah yang dapat mengoptimalkan fungsi investasi
dengan menghimpun dana investasi profit sharing
(Profit Sharing Investment Account). Surat Edaran OJK
No.34/SEOJK.03/2015 tentang Perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko
Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar
bagi BUS menyatakan bahwa bobot risiko aset
produktif dengan sumber dana Profit Sharing
Investment Account (PSIA) ditetapkan sebesar 1%.
Secara umum, penyaluran dana dari SRIA kepada aset
perbankan syariah dapat dilakukan dalam bentuk one
to one, one to many, many to one, dan many to
many. Bentuk ini menggambarkan jumlah pihak yang
menyalurkan dana dan jumlah pihak yang menerima
dana tersebut. Untuk keperluan KPBU Syariah yang
memerlukan dana cukup besar, SRIA dapat
diimplementasikan dengan skema one to one dan
many to one. Pada bentuk one to one, satu pihak
investor menempatkan dana pada produk SRIA dan
dana tersebut disalurkan ke satu aset produktif
tertentu yang dipilih investor tersebut. Pada bentuk
many to one, beberapa investor menempatkan dana
pada produk SRIA dan secara kolektif disalurkan ke
satu aset produktif tertentu.
38
Investor SRIA dapat memilih aset produktif bank yang
akan dibiayai berdasarkan risk appetite masing-
masing dengan akad mudharabah muqayyadah.
Mudharabah muqayyadah adalah akad kerja sama
antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola
usaha (mudharib) dimana dimana terdapat batasan
atas jenis usaha, jangka waktu, dan/atau tempat
usahanya. Menurut Kodifikasi Produk dan Aktivitas
Standar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah,
nasabah produk penempatan dana dengan akad
mudharabah muqayyadah dapat memberikan syarat-
syarat dan batasan tertentu kepada bank. Nasabah
juga menanggung risiko kerugian dalam hal obyek
investasi atau underlying asset yang dibiayai
mengalami penurunan kualitas atau kerugian.
Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk
nisbah yang disepakati atas pendapatan yang secara
langsung diperoleh dari underlying asset atau obyek
investasi yang dibiayai. Oleh karena itu, bank syariah
harus menyampaikan proposal atas pembiayaan
KPBU ini untuk dipelajari dan kemudian disetujui oleh
investor.
1. BUP melaksanakan proses KPBU dan penjaminan
berdasarkan skema dan akad yang digunakan. Proses
KPBU dapat menggunakan akad IMBT, jual beli dan
hibah, atau musyarakah, tergantung pada
mekanisme pembayaran dari PJPK kepada BUP.
Perjanjian Penjaminan antara BUP dan PT PII dapat
menggunakan akad Kafalah Bil Ujrah.
2. BUP menyusun proposal pembangunan proyek
yang ingin dibiayai oleh sindikasi lembaga keuangan
syariah kemudian memesan pembangunan proyek
tersebut di atas harga pasar. Pemesanan ini dapat
dilakukan dengan akad Istishna, IMBT-IMFZ, atau
MMQ. Pembayaran cicilan dan/atau sewa dari BUP di
awal pembangunan proyek saat BUP belum
menerima pembayaran dari PJPK dapat berasal dari
kontribusi modal BUP dalam proyek ini.
3. Bank-bank syariah yang tergabung dalam sindikasi
dapat menawarkan proposal pembangunan proyek
kepada calon investor SRIA yang akan menempatkan
dana investasi dengan tenor menyesuaikan dengan
tenor pembiayaan pembangunan proyek.
39
4. Sindikasi lembaga keuangan syariah memesan
pembangunan proyek tersebut kepada Badan Usaha
Kontraktor dengan akad IMBT atau Istishna pada
harga pasar. Setelah selesai dibangun, BUP melunasi
pengalihan kepemilikan proyek tersebut sehingga
proyek tersebut menjadi milik BUP sepenuhnya.
5. Permintaan penyerahan aset kepada PJPK
a. BUP meminta bank syariah untuk
mewakilkan penyerahan aset yang telah
dibangun (delivery asset) dengan akad
wakalah.
b. Bank syariah meneruskan permintaan
tersebut kepada Badan Usaha Kontraktor
untuk mewakilkan penyerahan aset yang telah
dibangun kepada PJPK dengan akad wakalah.
6. Badan Usaha Kontraktor melakukan penyerahan
aset (delivery asset) kepada PJPK
B. Penerbitan Sukuk Mudharabah
Alternatif pembiayaan juga dapat diperoleh BUP
dengan menerbitkan efek berupa Sukuk
Mudharabah. Sukuk Mudharabah merupakan
sertifikat kepemilikan atas suatu komoditas yang
diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal
dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian,
kemudian keuntungan yang dihasilkan akan dibagi
berdasarkan porsi yang telah disetujui sebelumnya
dan kerugian finansial yang timbul ditanggung
sepenuhnya oleh pihak yang menyediakan modal.
Dalam hal ini, Special Purpose Company sebagai
penerbit sukuk yang mengumpulkan dana dari
investor menjadi penyedia modal sedangkan BUP
sebagai originator sukuk menjadi penyedia tenaga
dan keahlian.
40
1. BUP melaksanakan proses KPBU dan penjaminan
berdasarkan skema dan akad yang digunakan. Proses
KPBU dapat menggunakan akad IMBT, jual beli dan
hibah, atau musyarakah, tergantung pada
mekanisme pembayaran dari PJPK kepada BUP.
Perjanjian Penjaminan antara BUP dan PT PII dapat
menggunakan akad Kafalah Bil Ujrah.
2. BUP sebagai originator mendirikan Special Purpose
Company (SPC) yang beroperasi berdasarkan prinsip
syariah. BUP kemudian memesan pembangunan
proyek melalui SPC Syariah tersebut dengan akad
istishna tangguh di atas harga pasar dan membayar
sesuai termin yang disepakati..
3. SPC Syariah menerbitkan sukuk dengan akad
mudharabah untuk membiayai pembangunan proyek
yang dipesan oleh BUP. Sukuk Mudharabah yang
diterbitkan oleh SPC Syariah memiliki karakteristik
quasi-equity dan tidak dicatat sebagai kewajiban. Hal
ini dikarenakan SPC Syariah dapat memiliki pos Dana
Syirkah Temporer di antara pos kewajiban dan modal.
Dana yang diperoleh dari penerbitan Sukuk
Mudharabah dapat dicatat sebagai Dana Syirkah
Temporer apabila menerapkan skema bagi hasil profit
sharing. Sukuk mudharabah dapat dicatat sebagai
modal jika pembayaran pokoknya tidak dijamin dan
tidak ada jangka waktu/jatuh tempo. Imbal hasil
Sukuk Mudharabah dapat berupa fixed income
karena pemesanan proyek oleh BUP kepada SPC
menggunakan akad istishna.
4. Sukuk Mudharabah dibeli oleh investor baik secara
langsung maupun melalui produk investasi Sharia
Restricted Intermediary Account (SRIA) yang ada pada
perbankan syariah. SRIA merupakan produk investasi
yang memiliki underlying asset berupa aset produktif
bank syariah baik berupa pembiayaan tertentu,
pooling pembiayaan, maupun surat berharga syariah
yang dimiliki oleh bank syariah. Aset produktif bank
syariah yang dibiayai langsung oleh SRIA dengan akad
mudharabah muqayyadah dan mekanisme bagi hasil
profit sharing (bukan net revenue sharing)
diperhitungkan bobot Aset Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR) hanya sebesar 1%.
5. Dengan menggunakan dana dari investor, SPC
Syariah memesan pembangunan proyek dengan akad
sewa beli (IMBT) dengan sewa di muka (IMFZ) atau
Istishna. Pembayaran sewa atau pembayaran termin
Istishna dibagihasilkan kepada investor dan BUP.
6. Setelah pembangunan proyek selesai, Badan Usaha
Kontraktor melakukan penyerahan aset (delivery
asset) kepada PJPK atas permintaan dari SPC Syariah
dan BUP dengan akad wakalah.
41
BUP juga dapat memperoleh pembiayaan melalui
Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) Syariah.
RDPT adalah instrumen penghimpunan dana dari
pemodal profesional yang selanjutnya diinvestasikan
oleh Manajer Investasi pada portofolio efek atau
portofolio yang berkaitan langsung dengan proyek.
RDPT Syariah hanya ditawarkan secara terbatas
kepada pemodal profesional dan tidak boleh
ditawarkan melalui penawaran umum atau dilarang
dimiliki oleh lima puluh pihak atau lebih. Pemodal
profesional ini memiliki kemampuan untuk membeli
unit penyertaan dan melakukan analisis risiko
terhadap RDPT Syariah tersebut.
C. Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) Syariah
1. BUP melaksanakan proses KPBU dan penjaminan
berdasarkan skema dan akad yang digunakan. Proses
KPBU dapat menggunakan akad IMBT, jual beli dan
hibah, atau musyarakah, tergantung pada
mekanisme pembayaran dari PJPK kepada BUP.
Perjanjian Penjaminan antara BUP dan PT PII dapat
menggunakan akad Kafalah Bil Ujrah.
2. BUP memesan pembangunan proyek kepada
Badan Usaha Kontraktor dengan akad istishna
tangguh di atas harga pasar dan membayar sesuai
termin yang disepakati.
3. Badan Usaha Kontraktor menerbitkan saham biasa
dengan mekanisme Initial Public Offering (IPO)
Terbatas sebagai modal pembangunan proyek.
42
4. Manajer Investasi membentuk Kontrak Investasi
Kolektif (KIK) RDPT Syariah untuk menghimpun dana
investor yang merupakan pemodal profesional dalam
hal project financing.
5. Saham dari IPO Terbatas yang diterbitkan oleh
Badan Usaha Kontraktor dibeli oleh KIK RDPT Syariah
untuk menjadi underlying asset dari RDPT Syariah.
6. RDPT Syariah dibeli oleh investor yang merupakan
pemodal profesional dalam hal project
financing/infrastructure financing.
7. Setelah pembangunan proyek selesai, Badan Usaha
Kontraktor melakukan penyerahan aset (delivery
asset) kepada PJPK atas permintaan dari SPC Syariah
dan BUP dengan akad wakalah.
D. Penerbitan Sukuk Ijarah untuk Refinancing
Untuk keperluan operasional dan perawatan proyek,
BUP juga dapat menerbitkan sukuk untuk keperluan
refinancing setelah proyek KPBU selesai dibangun.
Karena proyek yang menjadi underlying sudah
selesai, BUP dapat menerbitkan sukuk dengan akad
ijarah/sewa. Sukuk yang dibeli oleh investor akan
menjadi bukti kepemilikan investor akan hak atas
pemanfaatan proyek tersebut. Agar BUP tetap dapat
memanfaatkan proyek tersebut, BUP akan menyewa
hak manfaat tersebut dari investor pemegang sukuk.
Pembayaran sewa ini yang kemudian menjadi imbal
hasil kepada investor.
43
1. BUP melaksanakan proses KPBU dan penjaminan
berdasarkan skema dan akad yang digunakan. Proses
KPBU dapat menggunakan akad IMBT, jual beli dan
hibah, atau musyarakah, tergantung pada
mekanisme pembayaran dari PJPK kepada BUP.
Perjanjian Penjaminan antara BUP dan PT PII dapat
menggunakan akad Kafalah Bil Ujrah.
2. Setelah proyek selesai dibangun, BUP akan
memerlukan pembiayaan (refinancing) untuk
menjalankan operasional dan melakukan perawatan
atas proyek tersebut. Untuk itu, BUP akan
mengalihkan hak manfaat atas proyek kepada SPC
Syariah untuk dijadikan underlying asset dari sukuk
ijarah yang akan diterbitkan oleh SPC syariah.
3. SPC Syariah menerbitkan sukuk ijarah untuk
refinancing dengan underlying asset berupa hak
manfaat atas penggunaan proyek KPBU yang akan
ditransfer kepada investor sukuk ijarah tersebut.
4. Sukuk ijarah dibeli oleh investor baik secara
langsung maupun melalui produk investasi SRIA pada
perbankan syariah.
5. BUP membayar sewa atas hak manfaat proyek
KPBU kepada investor sukuk ijarah. Pada saat jatuh
tempo, BUP akan membeli kembali hak manfaat atas
proyek KPBU dari investor sekaligus melunasi pokok
investasi sukuknya.
PMK No. 260/PMK/011/2010 pasal 1 ayat 17
menyatakan bahwa Regres adalah hak penjamin
untuk menagih PJPK atas apa yang telah
dibayarkannya kepada Penerima Jaminan dalam
rangka memenuhi Kewajiban Finansial Penanggung
Jawab Proyek Kerjasama dengan memperhitungkan
nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut (time
value of money). Hal ini disebabkan adanya jeda
waktu antara pemberian penjaminan untuk Penerima
Jaminan dengan pemenuhan kewajiban finansial PJPK
kepada penjamin atas penjaminan tersebut.
44
A. Time Value of Money pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 260/PMK/011/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
45
Persyaratan penyesuaian time value of money tadi
perlu dikecualikan dari skema penjaminan dan regres
yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Time
value of money dalam prinsip syariah baru dapat
diakui apabila terdapat komoditas riil yang menjadi
dasar dari suatu transaksi atau pembayaran yang
dilakukan secara tangguh. Dalam skema penjaminan
dan regres, tidak ada komoditas riil tertentu yang
mendasari. Transaksi yang terjadi hanya dalam
bentuk moneter dan merupakan transaksi pinjaman
(dayn kafalah). Transaksi ini adalah konsekuensi dari
akad penjaminan Kafalah ketika terjadi klaim yang
harus dibayarkan oleh penjamin atas nama PJPK.
Dengan kata lain, penjamin meminjamkan sejumlah
dana kepada PJPK yang berhalangan melakukan
pembayaran kepada BUP. Tambahan yang didasarkan
pada pinjaman tentu tidak diperbolehkan dalam
prinsip syariah. Untuk mengakomodasi time value of
money, ujrah (biaya jasa) yang diberikan dalam
Kafalah Bil Ujrah dapat ditingkatkan, tetapi tidak
boleh dikaitkan secara langsung dengan
pinjamannya.
B. Belum Adanya Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)
Saat ini, belum ada fatwa dari DSN MUI yang
menjelaskan mengenai prinsip-prinsip syariah dalam
skema KPBU dan penjaminan dalam rangka
penjaminan infrastruktur. Oleh karena itu,
dibutuhkan penyusunan fatwa yang dapat
mengakomodasi seluruh alternatif skema KPBU dan
penjaminan. Fatwa ini diperlukan untuk memperkuat
kesesuaian skema KPBU dan penjaminan dengan
ketentuan-ketentuan syariah yang ada. Selain itu,
diperlukan pula adanya fatwa DSN MUI terkait
dengan alternatif-alternatif skema pembiayaan
syariah untuk mengakomodasi Margin During
Construction dimana BUP belum memperoleh
pendapatan.
C. Penjaminan PII Berlaku Setelah Delivery Asset
Penjaminan proyek yang disediakan oleh PII kepada
BUP berlaku setelah dilakukan delivery asset. Pemberi
Pembiayaan akan terpapar risiko apabila BUP tidak
dapat menyelesaikan pembangunan proyek pada
masa konstruksi.
46
Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah harus
mengikuti ketentuan BMPD dari regulator. Dalam hal
pemegang saham BUP merupakan grup nasabah
existing bank syariah Pemberi Pembiayaan dan sudah
mencapai ambang batas BMPD, bank syariah tidak
dapat memberikan pembiayaan kepada BUP
dimaksud.
D. Batas Maksimal Penyaluran Dana (BMPD) oleh Perbankan
E. Pemasangan Fidusia atas Tagihan BUP
Bank syariah mengharapkan tagihan BUP kepada
PJPK (dalam hal pembayaran Availability Payment)
maupun klaim penjaminan kepada PII dapat dijadikan
jaminan pembiayaan kepada bank syariah.
Indonesia membutuhkan pembangunan infrastruktur
yang memadai untuk mendukung percepatan
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Akan tetapi,
terdapat keterbatasan dana dan kemampuan
pemerintah dalam membangun dan mengelola
infrastruktur yang dibutuhkan tersebut. Pemenuhan
kebutuhan pembangunan infrastruktur ini
memerlukan kontribusi dari berbagai pihak baik
pemerintah maupun badan usaha. Oleh karena itu,
dibentuk sebuah skema Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha (KPBU) yang memungkinkan
pemerintah dan badan usaha berkontribusi sesuai
dengan porsi kemampuan dan keahliannya masing-
masing dalam rangka mendukung pembangunan
infrastruktur nasional. Pemerintah dalam skema ini
dapat berkontribusi dalam pendampingan penyiapan
proyek, kelayakan proyek, pendanaan, penjaminan,
dan pembebasan lahan, sementara badan usaha
dapat berkontribusi dalam pembiayaan,
pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan.
Penerapan Proyek KPBU yang mengutamakan
transparansi dan pembagian risiko yang adil telah
sejalan dengan prinsip-prinsip syariah sehingga
semua Proyek KPBU berpotensi untuk dapat
dilaksanakan secara syariah. Namun, untuk
memastikan keseluruhan skema dijalankan sesuai
dengan syariah, akad-akad antara pihak-pihak terkait
perlu diidentifikasi baik untuk perjanjian KPBU
maupun penjaminannya. Selain itu, perlu
diidentifikasi pula alternatif pendanaan syariah yang
dapat dimanfaatkan oleh badan usaha.
47
48
Concept note ini mengidentifikasi beberapa akad
yang dapat diterapkan pada perjanjian KPBU
berdasarkan skema pengembalian investasinya.
Pengembalian investasi dalam skema KPBU dapat
dilakukan dengan Availability Payment atau User
Charge. Perjanjian KPBU syariah dengan
pengembalian investasi berupa Availability Payment
murni dapat dilakukan dengan akad Ijarah Muntahiya
Bi Tamlik, sedangkan perjanjian KPBU syariah dengan
pengembalian investasi berupa Availability Payment
Take or Pay dapat dilakukan dengan akad jual beli
dan hibah. Perjanjian KPBU syariah dengan
pengembalian investasi berupa User Charge dapat
dilakukan dengan akad hibah, sedangkan perjanjian
KPBU syariah dengan pengembalian investasi berupa
User Charge Revenue Sharing dapat dilakukan dengan
akad musyarakah dan hibah. Penjaminan pemerintah
yang diberikan melalui PT PII dapat dilakukan dengan
akad kafalah bil ujrah.
Badan usaha dalam skema KPBU syariah dapat
memperoleh pendanaan baik dari perbankan syariah
maupun pasar modal syariah. Perbankan syariah
dapat memberikan pembiayaan secara individu
maupun sindikasi dengan akad istishna, IMBT-IMFZ,
MMQ, atau akad lain yang telah disetujui oleh DPS.
Perbankan syariah juga dapat mengembangkan
produk investasi Sharia Restricted Intermediary
Account (SRIA) untuk menghimpun dana dari investor
dalam maupun luar negeri. Badan usaha juga dapat
menerbitkan sukuk atau menerbitkan saham terbatas
dengan proyek KPBU sebagai underlying. Sukuk yang
diterbitkan oleh badan usaha dapat dijadikan
underlying SRIA yang diterbitkan oleh bank syariah
dan saham yang diterbitkan oleh badan usaha dapat
dijadikan underlying Reksa Dana Penyertaan
Terbatas.
Concept note ini juga mengidentifikasi beberapa isu
terkait KPBU syariah dalam ketentuan yang ada saat
ini di antaranya adanya ketentuan time value of
money pada ketentuan mengenai penjaminan dan
regres, belum adanya fatwa DSN MUI terkait KPBU
dan penjaminan syariah, adanya risiko bagi pemberi
pembiayaan yang tidak dijamin apabila badan usaha
tidak dapat menyelesaikan pembangunan proyek,
terbatasnya BMPD perbankan syariah yang
membatasi penyaluran pembiayaan, dan perlunya
pemasangan fidusia atas tagihan badan usaha kepada
pemerintah. Isu-isu tersebut perlu didiskusikan lebih
lanjut dengan pemerintah dan regulator terkait.