teori komunikasi kelompok.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Pemahaman Konseptual Pendekatan dan Pengertian

Teori Komunikasi Kelompok

Bacaan KuliahTeori KomunikasiPage 12

Modul

3

Teori Komunikasi Kelompok

PENDAHULUAN

Komunikasi dalam kelompok merupakan bagian dari kegiatan- keseharian kita sejak kita lahir, kita sudah mulai bergabung dengan kelompok primer yang paling dekat, yaitu Keluarga. Kemudian seiring dengan perkernbangan usia dan kemampuan intelektualitas, kita masuk dan terlibat dalam kelompok- kelompok sekunder seperti sekolah, lembaga agama, tempat pekerjaan dan kelompok sekunder lainnya yang sesuai. dengan minas dan ketertarikan kita. Ringkasnya, kelompok merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan kita, karena melalui kelompok, memungkinkan kita dapat berbagi informasi, pengalaman dan pengetahuan kita dengan anggota kelompoklainnya.

Modal teori komunikasi kelompok ini, akan terdiri dari empat kegiatan belajar yaitu prinsip-prinsip dasar komunikasi dalam suatu kelompok (group communication) memahami komunikasi dalam kelompok, pendekatan teoretis komunikasi kelompok dan kegiatan belajar terakhir berkaitan dengan bahasan mengenai beberapa perspektif dalam penelitian komunikasi kelompok. Setup kegiatan belajar akan dibahas dengan lebih mendalam beberapa aspek penting yang berhubungan dengan kegiatan belajar tersebut. Karenanya, mempelajari setup bahasan dalam modul ini dengan sungguhsungguh, merupakan langkah terbaik untuk memahami komunikasi yang berlangsung dalam suatu kelompok.

Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami peristiwa-peristiwa komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok. Setelah mempelajari masing-masing kegiatan belajar dengan cermat, Anda diharapkan mampu :1. Menguraikan dan menjelaskan definisi atau batasan mengenai komunikasikelompok;2. Menyebutkan dan menjelaskan karakteristik komunikasi kelompok

3. menyebutkan dan menjelaskan fungsi komunikasi kelompok;4. menyebutkan dan menguraikan tipe-tipe komunikasi kelompok;5. menguraikan dan menjelaskan metode pembuatan keputusan dalamkelompok;6. menjelaskan makna kepemimpinan dalam kelompok;7. mengenal beberapa pendekatan teoretis dalam komunikasi kelompok;8. mengenal beberapa persepektif dalam penelitian komunikasi kelompok.

KEGIATAN BELAJAR 1

PRINSIP DASAR KOMUNIKASI DALAM KELOMPOK

Sebagaimana telah diuraikan pada bagian pendahuluan, bahwa kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari hari. Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan wahana bagi setup orang untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi informasi dalam hampir semua aspek kehidupan. Ia bisa merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat merupakan sarana meningkatkan pengetahuan para anggotanya (kelompok belajar) dan ia bisa pula merupakan alas untuk mernecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota kelompok pemecahan masalah). Jadi, banyak manfaat yang dapat kita petik bila kita ikut terlibat dalam suatu kelompok yang sesuai dengan rasa ketertarikan (interest) kita. orang yang memisahkan atau mengisolasikan dirinya dengan orang lain adalah orang yang penyendiri, orang yang benci kepada orang lain (misanthrope) atau dapatdikatakan sebagai orang yang antisosial.Bahasan dalam Kegiatan Belajar 1 ini mencakup tiga hal, yaitu pengertian mengenal komunikasi kelompok, karakteristik dari komunikasi kelompok dan kajian tentang fungsi dari komunikasi kelompok.

A. PENGERTIAN KOMUNIKASI KELOMPOK

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya: Human Communication, A Revision of Approaching Speech/Communication, memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat (the face-to faceinteraction of three or more individuals, for a recognized purpose such as information sharing, self-maintenance, or problem solving, such that the members are able to personal characteristics of the other members accurately).

Ada empat elemen yang tercakup dalam definisi di atas, yaitu interaksitatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya. Kita mencoba membahas keempat elemen dari batasan tersebut dengan lebih rinci.Terminologi tatap muka (face to face) mengandung makna bahwa setiapanggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan jugaharus dapat rnengatur umpan batik secara verbal maupun nonverbal dari setiapanggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan bare. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok.Jumlah partisipan dalam komunikasi kelornpok berkisar antara 3 sampai20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan nidebilli 20 orang, kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan karenanya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi di atas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahuan (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan dirt (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.Elemen terakhir adalah kemampuan anggota untuk menumbuhkan karakteristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen. Batasan lain mengenai komunikasi kelompok dikemukakan oleh Ronald Adler dan George Rodman dalam bukunya : Understanding Human Communication. Mereka mengatakan bahwa kelompok atau grup merupakan sekumpulan kecil orang yang saling berinteraksi, biasanya tatap muka dalam waktu yang lama guna mencapai

tujuan tertentu (a small collection of people who interact with each other usuallyface to face, over time in order to reach goals ).Ada empat elemen yang muncul dari definisi yang dikemukakan oleh Adlerdan Rodman tersebut, yaitu interaksi, waktu , ukuran, dan tujuan.Interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terikat dalam aktivitas yang sama, namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai memperlihatkan pesan dengan doses atau rekan mahasiswa yang lain.Elemen yang kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.Sedangkan elemen yang ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan small-Hess, yaitu kemampuan setiap anggota kelompok untuk dapat mengenal dan memberi reaksi terhadap anggota lainnya. Dengan small-Hess ini, kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal dan memberi reaksi kepada anggota lain atau setiap anggota mampu melihat dan mendengar anggota yang lain, seperti yang dikemukakan dalam definisi pertama.Elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelornpok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.

B. KARAKTERISTIK KOMUNIKASI KELOMPOK

Apa pun fungsi yang disandangnya, kelompok baik primer maupun sekunder dalam keberadaannya memiliki karakteristik tertentu. Karenanya, memahami karakteristik yang ada merupakan langkah pertama untuk bertindak lebih efektif dalam suatu kelompok di mana kita ikut terlibat di dalamnya.

Ada dua karakteristik yang melekat pada suatu kelompok, yaitu norma danperan. Kita akan membahas kedua karakteristik tersebut dengan lebih rinci satu per satu.Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berperilaku satu dengan lainnya. Kadang-kadang norma o1eh para sosiolog disebut juga dengan hukum (law) atau peraturan (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidakpantas untuk dilakukan dalarn suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu, norma sosial, procedural dan tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para anggota kelompok. Sedangkan norma procedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat keputusan, apakah melalui suara mayoritas ataukah dilakukan pembicaraan sampai tercapai kesepakatan. Dan norma tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus dilaksanakan.Berikut kita akan mempelajari norma-norma dalam kelompok dengan mencermati tabel di bawah ini.

Tabel 3.1SosialProceduralTugasMendiskusikan persoalan yang tidak kontroversialMemperkenalkan para anggota kelompokMengkritik ide, bukan orangnyaMenceritakan gurauan yang lucuMembuat agenda pertemuanMendukung gagasan yang terbaikMenceritakan kebenaran yang tidak dapat dibantahDuduk saling bertatap mukaMemiliki kepedulian untuk pemecahan persoalanJangan merokok (kalau dimungkinkan)Menetapkan tujuan kelompokBerbagi beban pekerjaanJangan datang terlambatJangan meninggalkan pertemuan tanpa sebabJangan memaksakan gagasan kita dalam kelompokTidak hadir tanpa alasan yang jelasJangan memonopoli percakapanJangan berkata kasar jika tidak setuju

Tabel Norma-norma yang Diharapkan dalarn Suatu Kelompok

Sumber : Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding Human Communication,Second Edition, hat. 197

Jika norma diberi batasan sebagai ukuran kelompok yang dapat diterima,maka peran (role) merupakan pola-pola perilaku yang diharapkan dart setiap anggota kelompok. Ada dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan. Kita akan menyimak kedua fungsi tersebut dalarn tabel berikut.

TABEL PERAN FUNGSIONAL DART ANGGOTA KELOMPOK

FUNGSI TUGASFUNGSI PEMELIHARAANPemberi informasi Pemberi pendapat Pencari informasi Pemberi aturanPendorong partisipasiPenyelarasPenurun keteganganPenengah persoalan pribadi

Sumber : Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding HumanCommunication, Second Edition, hal. 199

C. FUNGSI KOMUNIKASI KELOMPOK

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, dan fungsi terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para anggotanya, seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai dan menghibur.Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan- kebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, bergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru yang dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi di antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelornpok membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang

disumbangkan masing-masing anggota, mustahil fungsi edukasi ini akantercapai.Dalam fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya mempersuasianggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa risiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya ; sedangkan pembuatan keputusan (decision making) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan masalah menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memilikiperbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya. Tentunya individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkotika, kelompok perokok berat dan sebagainya. Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama "pengungkapan diri" (self disdosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung, setiap anggota dianjurkan untuk berbicara secara terbuka tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika muncul konflik antar anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.

KEGIATAN BELAJAR 2

Memahami KomunikasiDalam Kelompok

Persoalan-persoalan menenai tipe kelompok, metode pembuatan keputusan yang terjadi dalam suatu kelompok dan kepemimpinan dalam kelompok, merupakan materi pelajaran yang akan dibahas dalam Kegiatan Belajar 2 berikutini.Dalam wujud nyata yang dapat kita temui sehari-hari, kita mengenai beberapa tipe dari kelompok, seperti kelompok belajar, kelompok pemecahan masalah, serta kelompok sosial lainnya. Sementara dalam bahasan mengenai metode pengambilan keputusan dalam kelompok, kita akan mengenai sejumlah metode yang digunakan di mama masing-masing metode yang dipakai bergantung kepada beberapa faktor yang melingkupinya. Dan dalam bahasan mengenai kepemimpinan dalam kelompok, kita diajak untuk memikirkanya gaya kepemimpinan yang terjadi dalam kelompok dan fungsi kepemimpinan dalam kelompok. Kita mencoba membahas ketiga subbahasan dalam Kegiatan Belajar 2 ini dengan lebih rinci dan mendalam.

A. TIPE KELOMPOK

Ronald B. Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication membagi kelompok dalam tiga tipe, yaitu kelompok belajar (learning group), kelompok pertumbuhan (growth group), dan kelompok pemecahan masalah (problem solving group). Masing-masing tipe kelompok tersebut akan kita bicarakan dengan lebih rinci, karena setiap kelompok memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda.

1. Kelompok Belajar (Learning Group)Ketika kita mendengar kata belajar atau learning, perhatian dan pikirankita hampir selalu tertuju pada suatu lembaga pendidikan ataupun sekolah. Meskipun institusi pendidikan tersebut termasuk dalam klasifikasi learning group, namun itu bukan satu-satunya. Kelompok yang memberi keterampilan berenang ataupun kelompok yang mengkhususkan kegiatannya pada digolongkan ke dalam kelompok belajar tersebut. Jadi, apa pun bentuknya, tujuan dari learning group ini adalah meningkatkan pengetahuan atau kemampuan para anggotanya.

Satu ciri yang menonjol dari learning group ini adalah adanya pertukaraninformasi dua arah, artinya setiap anggota dalam kelompok belajar adalahkontributor atau penyumbang dan penerirna pengetahuan.

2. Kelompok Pertumbuhan (Growth Group)Jika learning anggotanya group para anggotanya terlibat dalam persoalan- persoalan eksternal sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka kelompok pertumbuhan lebih memusatkan perhatiannya kepada permasalahan pribadi yang dihadapi para anggotanya. Wujud nyata dari growth group ini adalah kelompok bimbingan perkawinan, kelompok bimbingan psikologi, kelompok terapi sebagaimana yang sudah diuraikan pada Kegiatan Belajar 1, serta kelompok yang memusatkan aktivitasnya kepada penumbuhan keyakinan diri, yang biasa disebut dengan consciousness raising group.Karakteristik yang terlibat dalam tipe kelompok growth group ini adalahtidak mempunyai tujuan kolektif yang nyata, dalam arti bahwa seluruh tujuankelompok diarahkan kepada usaha untuk membantu para anggotanya mengidentifikasi dan mengarahkan mereka untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka hadapi.

3. Kelompok Pemecahan Masalah (Problem Solving Group)Orang-orang yang terlibat dalam kelompok pemecahan masalah, bekerjabersama-sama untuk mengatasi persoalan bersama yang mereka hadapi. Dalam sebuah keluarga misalnya, bagaimana seluruh anggota keluarga memecahkan persoalan tentang cara-cara pembagian kerja yang memungkinkan mereka terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, seperti tugas apa yang harus dilakukan seorang suami, apa yang menjadi tanggung jawab istri, dan pekerjaan-pekerjaan apa yang dibebankan kepada anak-anaknya. Atau dalam contoh lain, bagaimana para warga yang tergabung dalam satu Rukun Tetangga (RT) berusaha mengorganisasi diri mereka sendiri guna mencegah tindak pencurian melalui kegiatan sistem keamanan lingkungan atau lebih dikenal dengan siskamling.Problem solving dalam operasionalnya, melibatkan da aktivitas penting.Pertama, pengumpulan informasi (gathering information) : bagaimana suatu kelompok sebelum membuat keputusan, berusaha mengumpulkan informasi yang penting dan berguna untuk landasan pengambilan keputusan tersebut. Dan kedua adalah pembuatan keputusan atau kebijakan itu sendiri yang berdasar pada hasil pengumpulan informasi.

B. METODE PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELOMPOK

Cara lain untuk memahami tindak komunikasi dalam kelompok adalah dengan melihat bagaimana suatu kelompok menggunakan metode-metode tertentu untuk mengambil keputusan terhadap masalah yang dihadapi. Dalam tataran teoretis, kita mengenal empat metode pengambilan keputusan, yaitu kewenangan tanpa diskusi (authority rule without discussion), pendapat ahli (expert opinion), kewenangan setelah diskusi (authority ride after discussion), dan kesepakatan (consensus).

1. Kewenangan Tanpa DiskusiMetode pengambilan keputusan ini sering kali digunakan oleh para pernimpin otokratik atau dalam kepemimpinan militer. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu cepat, dalam arti ketika kelompok tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Selain itu, metode ini secara sempurna dapat diterima kalau pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan persoalan-persoalan rutin yang tidak mempersyaratkan diskusi untuk mendapatkan persetujuan para anggotanya.Namun dernikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan, itu akan menimbulkan persoalan-persoalan, seperti munculnya ketidakpercayaan para anggota kelompok terhadap keputusan yang ditentukan pimpinannya, karena mereka kurang bahkan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. pengambilan keputusan akan memiliki kualitas yang lebih bermakna, apabila dibuat secara bersama-sama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok, daripada keputusan yang diambil secara individual.

2. Pendapat AhliKadang-kadang seorang anggota kelompok oleh anggota lainnya diberi predikat sebagai ahli (expert), sehingga rnemungkinkannya, memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan baik apabila seorang anggota kelompok yang dianggap ahli tersebut memang benar-benar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh anggota kelompok lainnya.Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap ahli tersebut bukanlah masalah yang sederhana, karena sangat sulit menurunkan indikator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli (superior). Ada yang berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang memiliki kualitas terbaik untuk membuat keputusan, namun sebaliknya tidak sedikit pula orang yang tidak setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya, menentukan apakah seseorang dalam kelompok benar-benar ahli adalah persoalan yang rumit.

3. Kewenangan Setelah DiskusiSifat otokratik dalam metode pengambilan keputusan ini lebih sedikit apabila dibandingkan dengan metode yang pertama, karena metode authority rule after discussion ini mempertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota kelompok dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode ini akan meningkatkan kualitas dan tanggung jawab para anggotanya, di samping juga munculnya aspek kecepatan (quickness) dalam pengambilan keputusan sebagai hasil dari usaha menghindari proses diskusi yang terlalu meluas. Dengan perkataan lain, pendapat anggota kelompok sangat diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan, namun perilaku otokratik dari pimpinan kelompok masih berpengaruh.Metode pengambilan keputusan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu para anggota kelompok akan bersaing untuk mempengaruhi pengambil atau pembuat keputusan. Artinya, bagaimana para anggota kelompok yang mengemukakan pendapatnya. dalam proses pengambilan keputusan, berusaha mempengaruhi pimpinan kelompok bahwa pendapatnya yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.

4. KesepakatanKesepakatan atau konsensus akan terjadi kalau semua anggota dari suatu kelompok mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan keputusan ini memiliki keuntungan, yaitu partisipasi penuh dari seluruh anggota akan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para anggota dalam mendukung keputusan tersebut. Selain itu, metode konsensus sangat penting khususnya dalam keputusan yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang kritis dan kompleks.Namur demikian, metode pengambilan keputusan yang dilakukan melalui kesepakatan ini tidak lepas juga dari yang paling menonjol adalah dibutuhkannya waktu yang relatif lebih banyak dan lebih lama, sehingga metode ini tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan yang mendesak atau darurat.Keempat metode pengambilan keputusan di alas menurut Adler danRodman, tidak ada yang terbaik dalam arti tidak ada ukuran-ukuran yang menjelaskan bahwa satu metode lebih unggul dibanding metode pengambilan keputusan lainnya. Metode yang paling efektif yang dapat digunakan dalam situasi tertentu, bergantung pada faktor-faktor: 1) jumlah waktu yang ada dan dapat dimanfaatkan, 2) tingkat pentingnya keputusan yang akan diambil oleh kelompok, dan 3) kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh pimpinan kelompok dalam mengelola kegiatan pengambilan keputusan tersebut.

C. KEPEMIMPINAN DALAM KELOMPOK

Kepemimpinan merupakan salah satu peran yang penting dalam interaksi kelompok, karena peran ini akan menentukan kuantitas dan kualitas komunikasi dalam kelompok, hasil dari tujuan kelompok, dan harmoni atau keselarasan dalam kelompok. Bahasan mengenai kepemimpinan dalam kelompok ini dibagi dalam dua kajian, yaitu fungsi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam kelompok.

1. Fungsi KepemimpinanBurgoon, Heston dan McCroskey menguraikan adanya delapan fungsi kepemimpinan, yaitu fungsi inisiasi (initiation), keanggotaan (membership), perwakilan (representation), organisasi (organization), integrasi (integration), manajemen informasi internal (internal information management), fungsi penyaring informasi (gate keeping), dan fungsi imbalan (reward).Dalam fungsi inisiasi, seorang pemimpin perlu mengambil prakarsa untuk menciptakan gagasan-gagasan baru, namun sebaliknya tugas pemimpin juga memberi pengarahan ataupun menolak gagasan-gagasan dari anggota kelompoknya yang dinilai tidak layak. Inisiatif dalam arti menciptakan ataupun menolak ide-ide baru baik yang berasal dari pimpinan itu sendiri ataupun dari anggota kelompoknya perlu untuk dilaksanakan, sebab pemimpin mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap keberadaan atau eksistensi kelompok yang dipimpinnya, di samping itu yang lebih penting adalah tanggung jawab untuk terlaksananya tujuan-tujuan kelompok.Sedangkan dalam fungsi keanggotaan, salah satu bagian dari perilaku seorang, pimpinan adalah memastikan bahwa dirinya juga merupakan salah seorang anggota kelompok. Perilaku tersebut dijalankannya dengan cara meleburkan atau melibatkan dirinya dalam kelompok serta melakukan aktivitas yang menekankan kepada interaksi informal dengan anggota kelompok lainnya.Seorang pemimpin tidak jarang harus melindungi dan mempertahankan para anggotanya dari "ancaman-ancaman" yang berasal dari luar, inilah makna dari fungsi perwakilan dalam kepemimpinan kelompok. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menjadi wakil atau juru bicara kelompok di hadapan kelompok lainnya.Dalam fungsi organisasi, tanggung jawab terhadap hal-hal yang bersangkut paut dengan persoalan organisasional seperti struktur organisasi, kelancaran roda organisasi dan deskripsi kerja ada di tangan seorang pemimpin, sehingga itu perlu memiliki bekal kemampuan mengelola organisasi yang tentunya lebih baik dibanding anggota kelompok lainnya.

Sementara dalam fungsi integrasi, seorang pemimpin perlu mempunyaikemampuan untuk memecahkan ataupun mengelola dengan baik konflik yang ada dan muncul di kelompoknya. Dengan bekal kemampuan tersebut diharapkan seorang pemimpin dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk tercapainya penyelesaian konflik yang dapat memberi kepuasan kepada semua anggota kelompok.Pimpinan pada saat tertentu harus memberi sarana bagi berlangsungnya pertukaran informasi di antara para anggotanya dan juga mencari masukan- masukan tentang bagaimana sebaiknya kelompoknya harus merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program kerjanya, inilah nilai penting dari fungsi manajemen informasi internal yang perlu ada dalam kepemimpinan kelompok.Dalam fungsi penyaring informasi, seorang pemimpin bertindak sebagai penyaring sekaligus manajer bagi informasi yang masuk dan keluar dari kelompok yang dipimpinnya. Fungsi tersebut dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi terjadinya konflik di dalam kelompok ataupun dengan kelompok lain, karena informasi yang ada dalam kelompok tersebut telah terseleksi.Terakhir, dalam fungsi imbalan atau ganjaran, pemimpin melakukan fungsi evaluasi dan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh para anggotanya. Hal ini dilakukan pimpinan melalui imbalan-imbalan materi seperti peningkatan gaji, pemberian kenaikan pangkat/jabatan, pujian ataupun penghargaan. Banyak anggota kelompok sangat sensitif terhadap kekuatan imbalan dari pimpinannya, sehingga pekerjaan ataupun tugas yang dilakukannya diarahkan untuk memperoleh imbalan tersebut.

2. Gaya Kepemimpinan dalam KelompokGaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat pengendalian yang digunakan seorang pemimpin dan sikapnya terhadap para anggota kelompok (the degree of control a leader exercise and his attitudes toward group members). Gaya kepemimpinan dalam kelompok ini bisa dibagi dalam lima ciri, yaitu authoritarian, bureaucratic atau supervisory, diplomatic, democratic dan laissezfaire atau group-centered,Dalam gaya authoritarian seorang pemimpin adalah seorang pengendali(controler). Kata-kata yang diucapkannya adalah hukum atau peraturan dan tidakdapat diubah. Seorang pemimpin dalam gaya authoritarian ini, biasanyamenyandarkan diri pada aturan-aturan, memonopoli tindak komunikasi dansering kali meniadakan umpan balik dari anggota lainnya. Kelompok yang menggunakan gaya kepemimpinan ini, memiliki kemungkinan terorganisasi dengan baik dan produktif, namun hubungan antarpribadi (interpersonal

relationship) di antara para anggota kelompok cenderung renggang danantagonistik.Sedangkan dalam gaya kepemimpinan birokratik (bureaucratic), pimpinanbertindak sebagai pengawas atau supervisor dan mengoordinasikan aktivitaskelompok. Pedoman dari gaya kepemimpinan ini adalah organisasi bukan diri seorang pemimpin seperti yang ada dalam gaya authoritarian. Seorang pemimpin birokratik memandang hubungan social sebagai hal yang tidak dikehendaki, karenanya ia lebih suka menjauhkan dan tidak memperhatikan persoalan- persoalan antarpribadi yang dihadapi para anggotanya. Pemimpin birokratik cenderung berkomunikasi melalui saluran tertulis secara resmi. Kelompok yang memakai gaya kepernimpinan ini akan lebih produktif, sebab segala sesuatunya terorganisasi dengan baik, namun ada kecenderungan dari anggota kelompok untuk bersikap apatis.Pemimpin yang menggunakan gaya diplomatik adalah seorang manipulator, artinya ia melaksanakan kepemimpinannya supaya menjadi pusat perhatian para anggota kelompoknya. Pemimpin yang diplomatis cenderung untuk sedikit menggunakan kontrol atau setidaknya lebih halus dalam memakai kontrol tersebut dan lebih luwes dibanding pemimpin authoritarian. la tidak terpaku terhadap satu aturan khusus dan karenanya lebih bebas untuk menggunakan strategi-strategi tertentu guna memanipulasi prang lain. Dengan demikian pemimpin diplomatik terbuka terhadap adanya saran dan umpan balik yang demokratis dari anggota kelompoknya.Dalam gaya kepemimpinan demokratik, pemirnpin tidak banyak menggunakan kontrol, apabila dibandingkan dengan ketiga gaya kepernimpinan sebelumnya. Pemimpin demokratik mengharapkan seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepernimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang demokratis, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun hubungan tugas di antara para anggota kelompok. Meskipun nampaknya kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks, dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena gaya kepemimpinan ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para anggotanya.Gaya laissez faire atau group centered ini tidak berdasar pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan inimenginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbangan pemikiran dari anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak

terorganisasi, tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasabahwa kelompoknya tidak memiliki maksud atau tujuan yang hendak dicapai.Walaupun begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam kelompok terapi, gaya kepemimpinan laissez faire ini adalah yang paling layak dan efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.

KEGIATAN BELAJAR 3

Komunikasi Kelompok dalamPerspektif Teoritis

Kelompok dalam perspektif interaksional dikemukakan Marvin Shaw sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dalam suatu cara tertentu, dimana masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lainnya. Suatu kelompok (kecil) adalah kelompok yang terdiri dari dua puluh orang atau kurang, walaupun dalam beberapa hal kita lebih berkepentingandengan kelompok yang terdiri dari lima orang atau kurang.Batasan yang diuraikan Shaw melibatkan tindak komunikasi sebagai karakteristik yang esensial dari kelompok. Masih menurut Shaw, kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat bertahan untuk suatu periode waktu yang relatif panjang, memiliki tujuan, dan memiliki struktur interaksi.Pengantar singkat ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada kita, bahwa kelompok merupakan bagian yang sangat penting dari aktivitas suatu masyarakat. Dovis Sheperd menjelaskan, bahwa kelompok merupakan suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber utama dari tatanan sosial. orang mendapatkan nilai dan sikap mereka, sebagian besar dari kelompok di mana mereka berada. Karenanya, kelompok (kecil) memberikan suatu fungsi perantara yang penting antara individu dengan masyarakat luas.Dalam kegiatan belajar ini, kita akan mempelajari beberapa perspektif teoretis dalam komunikasi kelompok. Perspektif tersebut antara lain mencakup teori perbandingan sosial, teori kepribadian kelompok, teori pencapaian kelompok dan teori pertukaran sosial serta teori sosiometris. Masing-masing teori tersebut akan kita coba pahami satu per satu dengan lebih mendalam.

A. TEORI PERBANDINGAN SOSIAL (SOCIAL COMPARISON THEORY)

Teori atau pendekatan perbandingan sosial mengemukakan bahwa tindakan komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan- kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap, pendapat dan kemarnpuannya dengan individu-individu lainnya.Dalam pandangan teori perbandingan sosial ini, tekanan seseorang untukberkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan, jika muncul ketidaksetujuan yang berkaitan dengan suatu kejadian atau peristiwa kalau tingkat pentingnya peristiwa tersebut peningkat dan apabila hubungan

dalam kelompok (group cohesiveness) juga menunjukkan peningkatan. Selain itu,setelah suatu keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok akan salingberkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau membuatindividu-individu dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan yang dibuat tersebut.Sebagai tambahan catatan, teori perbandingan sosial ini diupayakan untuk dapat menjelaskan bagaimana tindak komunikasi dari para anggota kelompok mengalami peningkatan atau penurunan.

B. TEORI KEPRIBADIAN KELOMPOK (GROUP SYNTALITY THEORY)

Teori kepribadian kelompok merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendekiawanan (intelligence). Sementara ciri-ciri kepribadian atau suatu efek yang memungkinkan kelompok bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran spesifik, klik dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang disebut dengan sinergi, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok. Banyak dari sinergi atau energi kelompok harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan keterpaduan kelompok.Konsep kunci dari group syntality theory ini adalah sinergi. Sinergikelompok adalah jumlah input energi dari anggota kelompok. Meskipundemikian, tidak semua energi yang dimasukkan ke dalam kelompok akanlangsung mendukung pencapaian tujuannya. Karena tuntutan antarpribadi, sejurnlah energi harus dihabiskan untuk memelihara hubungan dan kendala antarpribadi yang muncul.Selain sinergi kelompok, kita mengenai pula effective sinergy yaituenergi kelompok yang tersisa setelah dikurangi energi intrinsik atau sinergipemeliharaan kelompok. Energi intrinsik dapat menjadi produktif, sejauh energi tersebut dapat membawa ke arah keterpaduan kelompok, namun energi intrinsik tidak dapat memberikan kontribusi langsung untuk penyelesaian tugas.Sinergi suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya terhadap kelompok. Sampai batas di mana para anggota memiliki sikap yang berbeda terhadap kelompok dan kegiatannya, maka yang muncul kemudian adalah konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi energi yang dibutuhkan untuk memelihara atau mempertahankan kelangsungan kelompok. Jadi, jika individu- individu semakin memiliki kesamaan sikap, maka akan semakin berkurang pula kebutuhan akan energi intrinsik, sehingga effective synergy menjadi semakin besar.

Dalam contoh sederhana, kita akan mencoba melihat teori ini dalampenerapannya. Dalam suatu kegiatan untuk membentuk kelompok belajar ditemukan bahwa individu-individu memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap materi pelajaran dan metode belajarnya. Pada situasi tersebut, individu-individu dihadapkan pada suasana perdebatan untuk mengatasi munculnya perbedaan sikap tersebut, sehingga banyak waktu dan energi yang dihabiskan untuk menyelesaikan persoalan antarpribadi antara anggota, kelompok. Inilah yang disebut dengan energi intrinsik. Kemudian setelah nilai ujian diumumkan dan para anggota merasa bahwa kelompok belajarnya telah gagal untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka ada satu atau lebih anggota menarik energinya keluar dari kelompok untuk mengikuti kelompok lain atau belajar sendiri. Dalam hal ini, effective synergy dari kelompok tersebut sangat rendah, sehingga tidak dapat mencapai lebih dari apa yang dapat dilakukan secara individual.Sebaliknya, jika salah seorang anggota masuk dalam kelompok belajar yang lain. Kelompok belajar tersebut dengan segera telah mencapai kesepakatan mengenai bagaimana harus memulai dan segera bekerja. Karena sangat sedikit bahkan tidak ada kendala antarpribadi yang muncul, maka kelompok belajar tersebut menjadi padu sehingga effective synergy tinggi dan tentunya setiap anggota kelompok akan lebih baik dalam melaksanakan ujian, daripada jika mereka belajar sendiri-sendiri.

C. TEORI PENCAPAIAN KELOMPOK (GROUP ACHIEVEMENT THEORY)

Teori pencapaian kelompok ini sangat berkaitan dengan produktivitas kelompok atau upaya-upaya untuk mencapainya melalui pemeriksaan masukan dari anggota (member inputs), variabel - variabel perantara (mediating variables), dan keluaran dari kelompok (group output).Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interaksi dan harapan-harapan (expectations) yang bersifat individual. Sedangkan variabel-variabel perantara merujuk pada struktur formal dan struktur peran dari kelompok seperti status dan tujuan- tujuan kelompok. Dan yang dirnaksud dengan keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok.Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Dengan kata lain, perilaku, interaksi dan harapan-harapan (input variables) mengarah pada struktur formal dan struktur peran (mediating variables) yang sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat dan keterpaduan (group achievement).

D. TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOCIAL EXCHANGE THEORY)

Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai satu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara dua orang (dyadic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk menjadi sebuah kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respons dari individu-individu selama interaksi sosial. Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok akan diakhiri, atau individu- individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apa pun yang mereka cari.Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biayanya dan imbalan.

E. TEORI SOSIOMETRIK (SOCIOMETRIC THEORY)

Sosiometri merupakan sebuah konsepsi psikologis yang mengacu pada suatu pendekatan metodologis dan teoretis terhadap kelompok. Asumsi yang dimunculkan adalah bahwa individu-individu dalam kelompok yang merasa tertarik satu sama lain, akan lebih banyak melakukan tindak komunikasi, sebaliknya individu-individu yang saling menolak, hanya sedikit atau kurang melaksanakan tindak komunikasi.Tataran atraksi atau ketertarikan dan penolakan (repulsion) dapat diukur melalui alat tes sosiometri, di mana setiap anggota ditanyakan untuk memberi jenjang angka atau rangking terhadap anggota-anggota lainnya dalam kerangka ketertarikan antarpribadi (interpersonal attractiveness) dan keefektifan tugas (task effectiveness). Dengan menganalisis struktur kelompok melalui sosiometri ini, seseorang dapat menentukan bagaimana kelompok yang padu dan produktif yang mungkin terjadi.

KEGIATAN BELAJAR 4

Beberapa Perspektif dalam PenelitianKomunikasi Kelompok

Kajian ilmiah mengenai pengaruh kelompok pada perilaku manusia dimulai dalam dekade 30-an, terutama melalui berbagai studi yang, dilakukan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog sosial. Seorang ahli lain yang melakukan studi tentang komunikasi kelompok dengan memfokuskan pada tekanan kelompok dan konformitas adalah Solomon Asch, juga seorang psikolog sosial. Sementara itu, seorang ahli yang namanya layak- diperhitungkan dalam studi mengenai komunikasi kelompok adalah Kurt Lewin, yang menemukan teori mengenaidinamika kelompok.Studi tentang peranan kelompok dalam pembentukan sikap politik dalamkaitannya dengan pemilihan umum juga telah dilakukan oleh Paul Lzarsfeld, seorang sosiolog, pada awal tahun 40-an. Bagian berikut akan menguraikan beberapa tradisi atau perspektif penelitian komunikasi kelompok dengan menyimak kembali pemikiran awal dan prinsip-prinsip utama yang melandasi perkembangan studi tentang komunikasi kelompok.

A. PENELITIAN SHERIF MENGENAI NORMA-NORMA KELOMPOK

Kelompok biasanya memiliki sejumlah aturan atau standar tertentu yang dapat pula disebut sebagai norma. Studi yang dilakukan Sherif (1936, 1937) berusaha untuk memahami proses pembentukan norma tersebut. Melalui suatu studi laboratorium dia memusatkan penelitiannya pada suatu fenomena yang disebut autokinesis light effect. Eksperimen yang dilakukannya adalah dengan menempatkan orang dalam ruangan yang gelap gulita, kemudian diperlihatkan suatu titik cahaya yang redup. orang (dalam kegelapan total) biasanya akan melihat seolah-olah titik cahaya tersebut bergerak. Cahaya yang seolah-olah bergerak ini terjadi karena sistem syaraf orang yang mengamatinya harus bekerja terlalu keras untuk mengimbangi cahaya yang kecil dan redup, dalam kondisi seperti ini sistem syaraf tersebut mengirim. denyut (impulse) yang sama seperti ketika mata mengamati objek yang bergerak. Dari sejumlah orang (kelompok) yang dilibatkan dalam eksperimen ini, kesemuanya melihat seolah-olah cahaya tersebut bergerak. Namun karena sebenarnya cahaya itu tidak bergerak, maka tidak seorang pun tahu seberapa jauh cahaya itu bergerak. Fenomena ini

memberikan Sherif suatu pemahaman tenting situasi yang memiliki ambiguitasyang tinggi, yang selanjutnya diaplikasikan dalam konteks komunikasi kelompok.Ketika eksperimen tersebut dilakukan kepada sejumlah orang secaraindividual, maka hasil yang dideskripsikan oleh tiap orang mengenai seberapa jauh cahaya tersebut bergerak, adalah sangat bervariasi, yaitu antara 1,5 inci sampai dengan 20 inci. Ketika eksperimen dilakukan secara berkelompok di mana masing-masing orang dalam ruangan yang gelap tersebut dapat saling mendengar komentar dan penilaian orang lainnya, maka perbedaan deskripsi mengenai jarak bergeraknya cahaya antara tiap-tiap orang, menjadi mengecil/menyempit. Pada saat seperti ini terjadi apa yang disebut sebagai norma kelompok. Yaitu ketika kelompok mengadopsi suatu norma yang tercipta oleh kondisi kelompok itu sendiri, yang biasanya berkisar antara rata-rata dari berbagai standar/ukuran dari masing-masing individu secara terpisah.Ketika eksperimen dilanjutkan kembali, yaitu dengan menempatkan kembali masing-masing individu secara terpisah ke dalam ruang eksperimen, maka orang-orang tersebut umumnya menggunakan ukuran yang telah diperolehnya dalam situasi kelompok untuk mendeskripsikan jarak pergerakan cahaya tersebut. Dengan kata lain norma yang dibentuk dalam situasi kelompok masih melekat pada diri individu anggotanya meskipun dia berada di luar situasi kelompok.Eksperimen Sherif menunjukkan bahwa dalam situasi ketidakpastian, oranc, menjadi tergantung kepada orang lain untuk mendapatkan panduan. Eksperimen tersebut juga menunjukkan bahwa pengaruh kelompok dapat terus melekat atau meluas pada saat seseorang yang menjadi anggotanya berada di luar kelompok, Dari hasil eksperimen Sherif, kita dapat memperkirakan bahwa kelompok memiliki pengaruh yang kuat pada sikap terhadap berbagai hal yang tidak pasti/ambiguitas (terutama dalam hat politik, religiusitas, dan moralitas).Asch (1955,1956) meneliti tekanan kelompok dan kecenderungan yang terjadi pada anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan tekanan kelompok tersebut atau menghindarinya. Asch merancang suatu eksperimen yang menguji kemampuan seseorang untuk memperkirakan panjang suatu garis. Masing- masing orang diberi dua buah kartu. Pada kartu yang satu terdapat sebuah garis, dan pada kartu yang lainnya terdapat tiga buah garis yang berbeda panjangnya dan diberi nomor 1, 2, dan 3. Orang tersebut diminta untuk menyebutkan salah satu nomor dari tiga garis yang terdapat pada kartu kedua yang sama panjangnya dengan garis yang terdapat pada kartu pertama..- Eksperimen ini dilakukan terhadap 12 orang dengan dua betas set kartu yang berbeda. Eksperimen ini merupakan suatu pengujian persepsi yang relatif mudah bila dilakukan secara individual (tanpa adanya tekanan kelompok), Eksperimen ini menjadi menarik ketika dilakukan dalam situasi kelompok. Dalam suatu kelompok yang terdiri dari

delapan orang, yang tujuh di antaranya adalah orang-orang yang oleh penelitisengaja dimasukkan ke dalam kelompok tersebut, diinstruksikan untuk memberikan jawaban yang salah setelah beberapa kali sebelurnnya menyebutkan jawaban yang benar. Dalam situasi seperti ini orang yang dijadikan objek penelitian harus menghadapi keadaan di mana dia mendengar semua orang lainnya bersepakat terhadap satu jawaban meskipun perasaannya mengatakan bahwa jawaban tersebut salah. Hasilnya menunjukkan bahwa 76% jawaban dari objek eksperimen terpengaruh oleh tekanan kelompok dan sedikitnya sekali mengikuti jawaban yang salah tersebut.Asch melakukan sejumlah rnodifikasi pada eksperimennya, danmemperoleh beberapa temuan baru yang menarik. Dari variasi jumlah anggota kelompok antara satu sampai dengan 15 yang memberikan jawaban salah, ditemukan bahwa kelompok yang terdiri dari tiga orang ternyata sama efektifnya dengan kelompok yang lebih benar dalam menciptakan kesesuaian terhadap pendapat yang salah. Dalam hal di mana satu orang (selain dari objek eksperimen) memberikan jawaban yang benar ternyata memiliki pengaruh yang lain terhadap objek eksperimen. Mendapat satu orang partner yang mendukung penilaian si objek eksperimen, ternyata sangat berpengaruh terhadap kekuatan tekanan kelompok. Jawaban yang salah dari objek eksperimen karena menyesuaikan dengan jawaban kelompok, tinggal seperempat dibanding situasi ketika dia tidak mendapat partner yang mendukung.Penelitian Asch telah memberikan suatu hasil yang mengejutkan di mana seseorang akin mengikuti pendapat kelompoknya, walaupun itu berarti harus bertentangan dengan informasi yang diperoleh melalui penginderaannya sendiri.Tekanan kelompok juga memiliki pengaruh yang kuat dalam pengambilan keputusan, di biding politik dan pemerintahan. Psikolog yang bernama Beltram H. Raven (1974) menjelaskan bagaimana suatu tekanan kelompok tertentu yang disebut risky-shift telah mernbawa bekas presiders AS, Richard Nixon dan beberapa pembantunya ke dalam skandal Watergate. Risky-shift mengacu kepada kecenderungan kelompok untuk berani mengambil risiko yang lebih besar dibandingkan apa yang berani dilakukan oleh masing-masing anggotanya secara individual. Ini dapat terjadi dalam suatu kelompok seperti 'inner circle'-nya Nixon yang memiliki norma-norma keuletan dan kepaduan. Raven mencontohkan suatu pertemuan di mana salah seorang anggota dari 'inner circle' Nixon mengemukakan suatu rencana untuk menggunakan penculikan, pemerasan, dan perampokan untuk mengalahkan partai Demokrat yang menjadi saingannya dalam Pemilu. Meskipun setiap anggota kelompok yang menghadiri pertemuan tersebut tampak terkejut dengan rencana yang dikemukakan, namun tak seorang pun yang memberikan kecaman atau bersuara keras terhadap rencana tadi selain

hanya menunjukkan bahwa tindakan-tindakan yang direncanakan tersebut bukanseperti yang mereka pikirkan.Hasil eksperimen Sherif dan Asch telah menunjukkan bahwa pengaruhkelompok memiliki efek yang kuat, sekalipun dalam kelompok yang longgar yaitu orang-orang yang belum pernah ketemu sebelum dilakukannya eksperimen. Tampaknya kekuatan kelompok akin menjadi lebih besar pada kelompok primer, seperti keluarga atau kelompok kerja.

B. PENELITIAN KURT LEWIN MENGENAI KEPUTUSAN KELOMPOK

Kurt Lewin telah memberikan sejumlah kontribusi penting dalam studi komunikasi, termasuk di antaranya adalah konsepsi tentang 'gate keeper'. dan dinamika kelompok. Pada saat berlangsung Perang Dunia II, Lewin diminta untuk berpartisipasi dalam suatu program yang dirancang dengan menggunakan kornunikasi untuk membuat orang mengubah beberapa kebiasaan makan mereka.Dalam suatu kelompok eksperimen, Lewin dan rekan-rekannya berusahauntuk membuat para ibu rumah tangga dalam suasana perang yang kurang menguntungkan, untuk meningkatkan pemanfaatan daging jeroan (hati sapi, babat, ginjal dan sebagainya yang pada dasarnya merupakan pilihan yang kurang disukai) sebagai bahan konsumsi sehari-hari. Lewin merancang dua bentuk eksperimen, yaitu ceramah dan suatu kondisi keputusan kelompok. Sistem ceramah menggunakan presentasi oral yang menjelaskan tentang gizi, nilai ekonomis dan cara-cara mempersiapkan dan memasak jenis daging yang kurang populer tersebut. Selain itu kepada para ibu yang mengikuti sistem ceramah dibagikan resep masakan untuk jenis daging jeroan. Dalam eksperimen yang menggunakan situasi kelompok, diberikan sejumlah informasi awal yang dilanjutkan dengan diskusi yang dihadapi oleh para ibu rumah tangga seperti mereka dalam menyajikan jenis daging tersebut. Teknik dan resep memasak juga dibagikan kepada anggota kelompok, namun setelah mereka dirasakan cukup terlibat untuk memiliki rasa ingin tabu apakah persoalan-persoalan yang mereka hadapi dapat dipecahkan.Pada akhir pertemuan ditanyakan kepada para ibu siapakah yang mau mencoba memasaknya minggu depan. Hasilnya adalah, hanya 3% dari para ibu yang mengikuti ceramah yang mau mencoba memasak daging yang belum pernah mereka konsumsi sebelumnya, sementara 32% dari para ibu dalam kondisi keputusan kelompok yang berminat untuk mencoba memasaknya dalam seminggu mendatang.Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam eksperimen ini, termasuk diskusi kelompok, solidaritas sosial, keputusan untuk bertindak, dan persepsi

mengenai konsensus kelompok. Suatu eksperimen berikutnya yang dilakukanoleh Edith Bennett Pelz menunjukkan bahwa dua faktor yang pertama tidak terlalu memiliki dampak dan dua faktor yang terakhir cukup berarti untuk menjadi penyebab yang berpengaruh, seperti yang ditemukan dalam eksperimen Lewin.

C. PENELITIAN MENGENAI KELOMPOK DAN SIKAP POLITIK

Dalam dekade 40-an, sejumlah peneliti mulai melakukan penelitian secara sistematis mengenai bagaimana orang memutuskan untuk memilih salah seorang calon dalam pemilihan umum. Dua studi penting tentang hal ini dilakukan masing-masing oleh Paul Lazarsfeld dan rekan-rekannya pada tahun 1940 di Erie County, Pennsylvania, antara dua kandidat yaitu Rosevelt dan Willkie dan lainnya dilakukan oleh Bernard Berelson dan rekan-rekannya pada tahun 1948 di Elmira, New york, antara kandidat Truman dan Dewey.Kedua studi berangkat dari asumsi bahwa media massa memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan untuk memilih. Namun, kedua studi tersebut menghasilkan temuan yang mengejutkan di mana ternyata media massa tidak terlalu berperan dibandingkan dengan pengaruh antarpribadi, atau pengaruh dari orang lain. Kedua studi ini juga dianggap sebagai tonggak bagi penemuan kembali faktor pengaruh personal, suatu faktor yang dipandang sebelah mata oleh para peneliti komunikasi pada waktu itu yang sedang terpengaruh oleh pemikiran tentang kekuatan media massa (masa kejayaan teori jarum arum hipodermik dan teori pelum).Studi yang dilakukan oleh Lazarsfeld dan Berelson menunjukkan suatu kecenderungan yang kuat bahwa orang memilih kandidat yang sama seperti yang dipilih oleh kelompok primernya. Dan keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting. Kuatnya pengaruh keluarga ditandai oleh temuan bahwa 75% dari orang yang baru pertama kali memiliki hak suara dalam pemilu, memilih kandidat yang sama dengan yang dipilih ayahnya. Orang juga cenderung memiliki pilihan yang sama dengan teman dekatnya atau rekan sekerjanya.Berelson menyebut kuatnya konsistensi ini sebagai 'homogenitas politik dari kelompok primer', dan hasil dari kedua studi tersebut sangat sesuai dengan asumsi Asch mengenai tekanan kelompok di mana suatu kesepakatan penuh dari kelompok yang beranggotakan 3 orang telah cukup untuk mempengaruhi penilaian seorang anggota lainnya.Homogenitas pendapat dalam bidang politik dapat dijelaskan melalui dua proses yang berbeda. Pertama, adalah bahwa kelompok menimbulkan tekanan dan mempengaruhi penilaian individu, seperti yang ditemukan pada studi yang dilakukan Asch. Penjelasan lainnya adalah bahwa mungkin orang akan mencari

teman yang memiliki sikap dan aspirasi politik yang sesuai dengan dirinya.Keduanya mungkin benar sampai tingkat tertentu. Tetapi penjelasan kedua dirasakan kurang cukup untuk menjadi faktor pengaruh yang berdiri sendiri. Orang memiliki banyak pilihan untuk menentukan temannya, namun mereka memiliki lebih sedikit pilihan dalam memilih rekan kerjanya. Dan yang lebih pasti adalah bahwa orang tidak memiliki pilihan untuk menentukan siapa keluarganya. Orang juga termasuk ke dalam kelompok tertentu yang lebih besar yang ditentukan oleh sejumlah karakternya, seperti jenis kelamin, umur, ras, pekerjaan, religiusitas, dan sebagainya. Orang dalam kelompok luas seperti ini juga cenderung untuk memiliki kesamaan dalam memilih kandidat. Hanya dengan mengetahui dua faktor yaitu agama dan status sosial ekonomi, telah memungkinkan kita untuk memprediksikan pilihan seseorang dengan tingkat akurasi yang tinggi. Dengan menggunakan lima atau enam faktor akan membuat pilihan soseorang lebih mudah diprediksi.