33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar dapat di ciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat memperkuat pengetahuan tersebut.Teori juga merupakan satu rumusan daripada pengetahuan sedia ada yang memberi panduan untuk menjalankan penyelidikan dan mendapatkan maklumat baru. Sehingga ada ahli yang mengemukakan asumsinya terhadap kebutuhan adanya sebuah rumusan teori. Menurut Snelbecker (di situs www.teknologi-pembelajaran.com ) menjelaskan sejumlah asumsi dijadikan dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan atau teori yang dirumuskan. Asumsi- asumsi itu adalah: 1. Pertambahan penduduk akan senantiasa terjadi meskipun dengan derajat perbandingan yang kian mengecil. Perkembangan penduduk ini membawa implikasi makin banyaknya mereka yang perlu memperoleh pendidikan.

Teori Konstruktivisme Fix

  • Upload
    decky19

  • View
    726

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teori Konstruktivisme Fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu

pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar

dapat di ciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat

memperkuat pengetahuan tersebut.Teori juga merupakan satu rumusan daripada

pengetahuan sedia ada yang memberi panduan untuk menjalankan penyelidikan dan

mendapatkan maklumat baru. Sehingga ada ahli yang mengemukakan asumsinya

terhadap kebutuhan adanya sebuah rumusan teori. Menurut Snelbecker (di situs

www.teknologi-pembelajaran.com) menjelaskan sejumlah asumsi dijadikan dasar

untuk menentukan gejala yang diamati dan atau teori yang dirumuskan. Asumsi-

asumsi itu adalah:

1. Pertambahan penduduk akan senantiasa terjadi meskipun dengan derajat

perbandingan yang kian mengecil. Perkembangan penduduk ini membawa

implikasi makin banyaknya mereka yang perlu memperoleh pendidikan.

2. Terjadinya perubaha-perubahan mendasar dan bersifat menetap di bidang sosial,

politik, ekonomi, industri, atau secara luas kebudayaan, yang menghendaki re-

edukasi atau pendidikan terus-menerus bagi semua orang.

3. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang makin meluas.

Masyarakat mengandung budaya dan teknologi, yang memengaruhi segenap

bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pendidikan.

Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber-

sumber baru dan sementara itu memanfaatkan sumber yang makin terbatas itu secara

Page 2: Teori Konstruktivisme Fix

lebih berdaya guna dan berhasil guna. Termasuk dalam sumber tradisional ini adalah

sumber insani untuk keperluan pendidikan.

Pendidikan senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Mutu pendidikan kian

hari kian dituntut untuk selalu meningkat. Meningkatkan mutu pendidikan tidak

hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab pendidik

sebagai ujung tombak pendidikan. Pendidik berkewajiban menciptakan suasana

pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis serta

mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan

(Undang-Undang Pendidikan Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003). Hal itu

dikarenakan selain harus menciptakan suasana pendidikan bermakna, menyenangkan,

kreatif, dinamis, dan dialogis juga harus mendesain materi, dan proses pembelajaran

yang mengantarkan siswanya memiliki kompetensi seperti yang dirumuskan dalam

kurikulum. Maka dari itu guru harus mengetahui dan memahami tentang teori-teori

belajar dan hendaknya dapat mengaplikasikan teori-teori belajar dalam pembelajaran

agar dapat tercapainya kompetensi yang telah ditargetkan.

Secara empiris calon pendidik masih banyak yang belum menguasai prinsip dan

teori belajar dan pembelajaran. Calon pendidik belum memahami berbagai teori dan

prinsip belajar dan pembelajaran. Padahal untuk mengaplikasikannya para colon

pendidik haruslah menguasai dan memahami terlebih dahulu teori-teori tersebut.

Belum dikuasainya materi dasar tersebut disebabkan karena kurang banyak membaca

buku teori, sumber-sumber belajar tentang teori belajar masih terbatas dan materi ini

masih termasuk materi baru bagi calon pendidik.

Jadi jika guru tidak menguasai kompetensi tersebut hal ini akan berdampak pada

penjabaran kemampuan-kemampuan dalam standar kompetensi tersebut hal ini akan

berdampak pada penjabaran kemampuan-kemampuan dalam standar kompetensi dan

Page 3: Teori Konstruktivisme Fix

kompetensi dasar yang harus dikuasai. Untuk itu, di dalam amkalah ini akan

dijabarkan tentang berbagai teori belajar dan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat anak menurut pandangan teori belajar

konstruktivisme?

2. Bagaimana hakikat pembelajaran menurut teori belajar konstruktivisme?

3. Apa pengertian Teori Konstruktivisme dan siapa saja tokoh – tokohnya?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat anak menurut pandangan teori belajar

konstruktivisme.

2. Untuk mengetahui hakikat pembelajaran menurut teori belajar

konstruktivisme.

3. Untuk mengetahui pengertian Teori Konstruktivisme beserta tokoh –

tokohnya.

Page 4: Teori Konstruktivisme Fix

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori

belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga

disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori

belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam

tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan

intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi

ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan

atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989:

159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui

asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.

Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya

informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:

133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi

pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi

skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara

pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif

anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi

Page 5: Teori Konstruktivisme Fix

dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan

proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan

keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat

dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi

ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan

konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222)

mengajukan karakteristik sebagai berikut:

(1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,

(2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,

(3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi

secara personal,

(4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan

pengaturan situasi kelas,

(5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran,

materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir

yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu

pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan

akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif

untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-

laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Page 6: Teori Konstruktivisme Fix

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas

yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan

faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap

perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut

tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan:

(1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu

terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami

urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,

(2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental

(pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan

kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan

(3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan

(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi

antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial

yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam

interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam

belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi,

1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti

konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang

penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak

(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:

Page 7: Teori Konstruktivisme Fix

(1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan

individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan

setiap persoalan yang dihadapi,

(2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang

memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta

didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui

belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari

dan

(3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang

sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan

teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi

pengetahuan pada diri peserta didik.

B. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar

konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru

ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur

pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata

lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai

ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga

penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran

aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah

pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.

Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua

prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama,

Page 8: Teori Konstruktivisme Fix

pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur

kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu

pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan

anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian

ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4)

mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu

didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk

mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang

akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori

belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam

kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:

(1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang

mereka miliki,

(2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,

(3) strategi siswa lebih bernilai, dan

(4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar

pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler

(1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan

pembelajaran, sebagai berikut:

(1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan

bahasa sendiri,

(2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya

sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,

(3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,

Page 9: Teori Konstruktivisme Fix

(4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki

siswa,

(5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan

(6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada

kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan

siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.

Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan

mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

C. Teori Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori

pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar

memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan

masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah

dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori

pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner

(Slavin dalam Nur, 2002: 8).

Mengikut Bruner (1999), pembelajaran secara konstruktivisme berlaku dimana

siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berasaskan

pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki, mengimplikasikannya pada satu

Page 10: Teori Konstruktivisme Fix

situasi baru dan mengintegerasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan

intelektual yang sudah ada.

Menurut Mc Brien dan Brandt (1997), konstruktivisme adalah satu pendekatan

pembelajaran berasaskan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar.

Kebanyakan peneliti berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan

bukannya hanya menerima pengetahuan dari orang lain.

Brooks dan Books (1993) pula menyatakan konstruktivisme berlaku apabila siswa

membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru pada apa yang

mereka telah faham sebelum ini. Mereka akan membentuk peraturan melalui

cerminan tentang tindak balas mereka dengan objek dan ide. Dalam teori

konstruktivisme, penekanan diberikan lebih pada siswa daripada guru. Ini karena

siswalah yang bertindak balas dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh

kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru, siswa membina sendiri

konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah (Sushkin 1999). Pada teori

menekankan pada siswa untuk mencari cara sendiri untuk setiap penyelesaian

masalah. Sehingga dapat ditemukan cara yang sesuai dengan dirinya.

1) Teori Jean Piaget bersifat konstruktivist kognitif

Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu

proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf.

Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin komplek

dan ini memungkinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam Toeti 1992:28).

Oleh karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap

perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarkis

yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat

mempelajari sesuatu diluar kemampuan kognitifnya.

Page 11: Teori Konstruktivisme Fix

Ada empat tahap perkembangan kognitif anak yaitu:

1. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun)

Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca

indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada

stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memiliki pengetahuan object

permanence yaitu walaupun objek pada suatu saat tak terlihat di depan matanya, tak

berarti objek itu tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan

benda yang tak mereka lihat berarti tak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki dunianya

berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang

di sekelilingnya.

2. Tahap Preoporational (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun

kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa

2-7 tahun, kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egosentris, di mana mereka

berpikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang lain,

sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak yang

perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah ketidakmampuannya

membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume yang

tetap walau bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anak-anak

di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit

daripada menggunakan hanya kata-kata.

3. Tahap Concrete (7-11 thn)

Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami

konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah

Page 12: Teori Konstruktivisme Fix

bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah

mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-

egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk

konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu

menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang

melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan penjelasan

guru dalam bentuk verbal (kata-kata).

4. Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas)

Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak.

Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi

serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan,

siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua

kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi

berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis.

Sehingga pada yang terakhir inilah merupakan kesempurnaan dari penerimaan

pembelajaran yang baik dan mengembangkan potensi diri yang sempurna.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap

perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut

tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan:

(1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu

terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami

urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,

(2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental

(pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan

kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan

Page 13: Teori Konstruktivisme Fix

(3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan

(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi

antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

2) Teori Jerome Bruner bersifat proses sosial yang aktif

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang

ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah tahap enaktif,

dimana siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami

lingkungan. Tahap kedua adalah tahap ikonik dimana ia melihat dunia melalui

gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga adalah tahap simbolik, dimana ia

mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan

komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem

simbol ini samakin dominan.

Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak

mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata

dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan

kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan

dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan

teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana

materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai

Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara

belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan

hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan

(discovery learning).

3) Teori Ausubel

Page 14: Teori Konstruktivisme Fix

Menurut Ausubel belajar haruslah bermakna, dimana materi yang dipelajari

diasimilasikan secara non-arbitrari dan berhubungan dengan pengetahuan yang telah

dimiliki sebelumnya. Menurut Reilly & Lewis, (1983) ada dua persyaratan untuk

membuat materi pelajaran bermakna yaitu:

Pilih materi yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan tingkat

perkembangan dan pengetahuan masa lalu;

Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna;

Ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis belajar, yaitu belajar bermakna

(meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Bahan pelajaran yang

dipelajari haruslah bermakna. Belajar bermakna adalah suatu proses di mana

informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai

seseorang yang sedang belajar. Belajar akan bermakna bila siswa mengaitkan

informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif

seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep konsep dan generalisasi-

generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Lebih lanjut Ausubel (dalam Kartadinata, 2001) mengemukakan, seseorang

belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke

dalam skemata yang telah dipelajari.

4) Konstruktivisme Psikologis Sosiokultural Menurut Vygotsky

Hal terpenting dari teori ini adalah pentingnya interaksi antara aspek internal dan

eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek lingkungan sosial pembelajaran.

Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja menangani tugas-

tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan

kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona perkembangan proksimal

(zone of proximal development).

Page 15: Teori Konstruktivisme Fix

Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio budaya dalam

pembelajaran. Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja dalam zona

perkembangan proksima (zone of proximal development). Zona perkembangan

proksima adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan

seseorang pada ketika pembelajaran berlaku. Secara terperinci, yang dimaksudkan

dengan “zona per-kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat per-kembangan

sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan

sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri sedangkan

tingkat per-kembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah

bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rakan sebaya yang lebih mampu.

Oleh yang demikian, maka tingkat perkembangan potensial dapat disalurkan melalui

model pembelajaran koperatif.

Ide penting lain juga diturunkan Vygotsky ialah konsep pemenaraan (scaffolding)

(Nur 2000), yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada siswa pada tahap-tahap awal

pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada siswa

untuk mengambil alih tanggungjawab sekadar yang mereka mampu. Bantuan tersebut

berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah

pemecahan, memberi contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh

sendiri.

Vygotsky mengemukakan hukum dan beberapa konsep Sebagai berikut:

a. Konsep Spontan

Konsep spontan adalah hasil generalisasi dan internalisasi pengalaman pribadi

sehari-hari. Konsep spontan tidak diperoleh melalui pembelajaran secara sistematis,

sehingga bisa keliru.

b. Konsep Ilmiah

Page 16: Teori Konstruktivisme Fix

Konsep ilmiah adalah generalisasi atas pengalaman manusia yang dibakukan

dalam ilmu pengetahuan dan diajarkan melalui pembelajaran yang sistematis,

sehingga lebih terjamin kebenarannya

c. Hukum Genetik dari Perkembangan (Genetic Law of Development)

Menurut Vygotsky setiap kemampuan pembelajar tumbuh dan berkembang

melewati dua tataran. Pertama tataran sosial. Pada tataran ini pengetahuan dibangun

melalui interaksi sosial di antara orang-orang yang membentuk lingkungan sosial

pembelajar. Tumbuh kembangnya kemampuan pembelajar pada tataran ini disebut

sebagai kategori interpsikologis atau intermental. Kedua tataran psikologis di dalam

diri pembelajar. Pada tataran ini terjadi proses internalisasi, sehingga terbangun

konsep baru. Tumbuh kembangnya kemampuan pembelajar pada tataran ini disebut

sebagai kategori intrapsikologis atau intramental.

d. Zone of Proximal Development (ZPD)

ZPD dapat dipandang sebagai sejenis wilayah penyangga di mana dalam

wilayah ini pembelajar dapat mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi. Dalam

wilayah ini, fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang namun

sedang dalam proses menjadi matang, akan menjadi matang lewat interaksi dan

bimbingan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih

kompeten.

e. Scaffolding

Pada ZPD seorang pembelajar membutuhkan bimbingan, bantuan dari orang

dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten agar dapat mencapai taraf

perkembangan yang lebih tinggi. Proses membimbing dan membantu ini disebut

scaffolding atau topangan.

Page 17: Teori Konstruktivisme Fix

f. Mediasi

Interaksi sosial dapat berlangsung jika dimediasikan dengan alat-alat

psikologis (psychological tools) berupa bahasa, tanda dan lambang atau semiotika.

Vygotsky sangat menekankan fungsi mediasi dari bahasa.

Page 18: Teori Konstruktivisme Fix

BAB III

KESIMPULAN

A. SIMPULAN

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami

bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu

berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.

Siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya

berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak

diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu

pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

1) Teori Jean Piaget bersifat konstruktivist kognitif :

a. Sensorimotor (0-2 tahun)

b. Pre-operations (3-7 tahun)

c. Concrete operations (8-11 tahun)

d. Formal operations (12-15 tahun)

2) Teori Jerome Bruner bersifat proses sosial yang aktif:

- pelajar bina idea atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang lalu &

sedia ada.

Page 19: Teori Konstruktivisme Fix

- Pelajar pilih maklumat, bina hipotesis, & buat keputusan dlm proses

mengintegrasikan & menyusun pengalaman mereka ke dalam struktur

mental yang sedia ada.

3) Teori Ausubel

- Melihat pembelajaran bermakna berlaku tidak semestinya secara

pembelajaran penemuan tetapi lebih kpd pembelajaran ekspositori.

- Pelajar belajar secara proses deduktif iaitu membina konstruk secara

menyusun maklumat daripada keseluruhan kepada spesifik.

4) Konstruktivisme Psikologis Sosiokultural Menurut Vygotskya. Konsep Spontanb. Konsep Ilmiahc. Hukum Genetik dari Perkembangan (Genetic Law of Development)d. Zone of Proximal Development (ZPD)e. Scaffoldingf. Mediasi

Page 20: Teori Konstruktivisme Fix

DAFTAR PUSTAKA

http://www.teachersrock.net/teori_kon.htm

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/20/teori-belajar-konstruktivisme/

http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-konstruktivisme.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif

http://massofa.wordpress.com/2008/09/12/677/

http://veronikacloset.files.wordpress.com/2010/06/konstruktivisme.ppt

http://file.upi.edu/Direktori/B%20-%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/

195704081984031%20-%20DADANG%20SUPARDAN/MAKALAH

%20%20KONSTRUKTIVISM1.pdf

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2035486-pandangan-

konstruktivisme-tentang-belajar-dan/

Page 21: Teori Konstruktivisme Fix

TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

“TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME”

Disusun oleh:

1. Amelia Rachmawati (K4309008)

2. Anisa Yosa PEP (K4309009)

3. Fila Istina Machid (K4309031)

4. Nurul Qomariyah (K4309061)

5. Triyatni (K4309081)

Page 22: Teori Konstruktivisme Fix

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

2010

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan

karunia-Nya serta anugerah yang diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini dengan baik dan lancar.

Kami membuat makalah yang berjudul “Teori Belajar Konstruktivisme” ini sebagai

tugas dalam mata kuliah Teknologi Pembelajaran.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai dengan baik dan lancar tanpa

saran dan batuan dari semua pihak. Untuk itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Suciati sebagai dosen dari mata kuliah Teknologi Pembelajaran.

2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada kami selama ini.

3. Teman-teman prodi Pendidikan Biologi Angkatan 2009.

4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Penyusun mengakui dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,

tetapi harapan kami makalah ini dapat membagi ilmu kami yang hanya sedikit ini. Dan

makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, agama, bangsa dan negara ini. Dan karena

kekurangan yang ada pada makalah ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun.

Page 23: Teori Konstruktivisme Fix

Surakarta, 5 Desember 2010

Penyusun