26
KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau. HALAMAN -1 BAB III TINJAUAN REGULASI TRANSPORTASI LAUT 3.1. Umum Sebagai acuan dalam pembahasan selanjutnya maka istilah, klasifikasi, standar maupun kebijakan dalam bidang transportasi akan didasarkan pada Sistem Transportasi Nasional sebagaimana di publikasikan oleh Departemen Perhubungan. Sedangkan untuk transportasi laut digunakan acuan: a. Undang Undang No.21/1992 tentang Pelayaran. b. Peraturan Pemerintah No.82/1999 tentang Angkutan di Perairan. c. Peraturan Pemerintah no 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian d. Peraturan Pemerintah No.69/2001 tentang Kepelabuhanan. e. Inpres No.5/1984 tentang penyederhanaan perijinan usaha di bidang Perhubungan. f. Inpres No.4/1985 tentang kebijaksanaan kelancaran arus barang untuk menunjang kegiatan ekonomi. g. KepMenhub No.KM 33/2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. h. Peraturan Pemerintah No.51/2002 tentang Perkapalan i. KepMenhub No. KM 53/2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional. j. KepMenhub No. KM 54/2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. k. KepMenhub No. KM 56/ 2002 tentang Pelimpahan/ Penyerahan Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (unit Pelaksana Teknis/ Satuan Kerja) kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota l. KepMenhub No.95/1984 tentang Penyederhanaan perijinan usaha di bidang Perhubungan.

Teori Pelabuhan

  • Upload
    hobi-ml

  • View
    234

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -1

BAB III

TINJAUAN REGULASI TRANSPORTASI LAUT

3.1. Umum

Sebagai acuan dalam pembahasan selanjutnya maka istilah, klasifikasi, standar

maupun kebijakan dalam bidang transportasi akan didasarkan pada Sistem

Transportasi Nasional sebagaimana di publikasikan oleh Departemen

Perhubungan. Sedangkan untuk transportasi laut digunakan acuan:

a. Undang Undang No.21/1992 tentang Pelayaran.

b. Peraturan Pemerintah No.82/1999 tentang Angkutan di Perairan.

c. Peraturan Pemerintah no 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian

d. Peraturan Pemerintah No.69/2001 tentang Kepelabuhanan.

e. Inpres No.5/1984 tentang penyederhanaan perijinan usaha di bidang

Perhubungan.

f. Inpres No.4/1985 tentang kebijaksanaan kelancaran arus barang untuk

menunjang kegiatan ekonomi.

g. KepMenhub No.KM 33/2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan

Angkutan Laut.

h. Peraturan Pemerintah No.51/2002 tentang Perkapalan

i. KepMenhub No. KM 53/2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional.

j. KepMenhub No. KM 54/2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.

k. KepMenhub No. KM 56/ 2002 tentang Pelimpahan/ Penyerahan

Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (unit Pelaksana Teknis/ Satuan Kerja)

kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota

l. KepMenhub No.95/1984 tentang Penyederhanaan perijinan usaha di bidang

Perhubungan.

Page 2: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -2

3.2. Kebijakan Transportasi Nasional

Sistem transportasi laut ialah suatu sistem yang berfungsi untuk memindahkan

benda dari suatu tempat ketempat yang lain, dapat berupa sumber alam, hasil

produksi pabrik, bahan makanan, juga memindahkan benda hidup seperti

manusia, binatang dan tanaman, yang menggunakan angkutan laut berupa

kapal .

Jaringan transportasi laut yaitu suatu jaringan yang terdiri terdiri dari simpul (node)

dan ruas (link), simpul mewakili suatu titik tertentu pada ruang, sedangkan ruas

adalah garis yang menghubungkan titik-titik. Pelabuhan diciptakan sebagai titik

sentra (simpul) yang memungkinkan perpindahan muatan dan penumpang,

dimana kapal-kapal dapat berlabuh dan bersandar untuk kemudian melakukan

bongkar muat dan meneruskan pelayaran kedaerah lain.

Tujuan pembangunan sarana dan prasarana transportasi sebagaimana

disebutkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) adalah :

a. Meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, handal,

berkualitas, aman dan harga terjangkau

b. Mewujudkan sistem transportasi nasional secara intermoda dan terpadu

dengan pembangunan wilayah

c. Amenjadi bagian dari suatu sistem distribusi yang mampu memberikan

pelayanan

d. Bermanfaat bagi masyarakat luas, termasuk meningkatkan jaringan desa –

kota yang memadai

Page 3: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -3

Sasaran pembangunan sarana dan prasarana transportasi secara garis besar

adalah :

a. Mempertahankan dan meningkatkan jasa pelayanan sarana dan prasarana

transportasi

b. Melanjutkan restrukturisasi dan reformasi transportasi

c. Meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana

dan prasarana transportasi

Dalam konsep Sistem Transportasi Indonesia yang nantinya dimaksudkan

sebagai pengganti Sistem Transportasi Nasional yang dipublikasikan dalam

suatu seminar tanggal 24 Nopember 2004 di Departemen Perhubungan

disebutkan bahwa Pembinaan Umum Sistem Transportasi Indonesia diarahkan

untuk :

a. Menghubungkan seluruh wilayah tanah air dalam rangka perwujudan

wawasan nusantara

b. Memperkukuh ketahanan nasional

c. Menggerakkan, mendorong dan menunjang pembangunan nasional

Dalam Sistem Transportasi Nasional dinyatakan bahwa jasa transportasi

dilaksanakan secara efektif dan efisien yang dapat dilakukan melalui optimasi

operasional sarana dan prasarana, baik intra maupun antar moda. Tatanan intra

dan antra moda diarahkan agar terdapat keterpaduan dalam arti keselarasan,

keserasian dan keseimbangan dalam rangka memelihara saling hubungan

(interrelationship) dan saling ketergantungan (interdependency) antar moda guna

mendukung pelaksanaan pembangunan disektor sektor ekonomi dan bidang

pembangunan lain secara efektif dan efisien.

Lebih spesifik dibidang transportasi laut, arah kebijakan dalam pembangunan

sarana & prasarana transportasi laut mengacu pada Sistem Transportasi nasional

serta mempertimbangan pengaruh lingkungan strategis yaitu :

Page 4: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -4

a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolohi, khususnya teknologi

perkapalan dan pelayaran

b. Perkembangan teknologi informasi

c. Globalisasi dalam perekonomian dunia yang mengakibatkan ketatnya

kompetisi dalam angkutan kapal barang

d. Kecenderungan pemakaian kapal kontainer untuk aktivitas ekspor dan

impor

3.3. Keamanan dan Keselamatan Angkutan Laut Internasional

Keamanan mempunyai arti yang sangat penting dan mempengaruhi citra suatu

pelabuhan. Laut di Indonesia yang meliputi daerah laut teritorial dan laut Zona

Ekonomi Eksklusif, tentu saja laut di Indonesia tidak dapat terlepas dari konvensi

internasional. International Maritime Organization (IMO) yang pembentukannya di

fasilitasi oleh PBB memiliki dasar kerja “Safer Shipping, Cleaner Ocean”.

Organisasi ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penerapan

keselamatan dan keamanan di laut. Konvensi yang banyak mengikat dalam

rangka manajemen angkutan laut antara lain tercakup dalam UNCLOS (United

Nations Convention on Law Of the Sea) dan SOLAS (Safety of Life at Sea).

Dengan adanya peristiwa 11 September, maka beban peraturan internasional

bertambah pada saat IMO mengeluarkan amandemen terhadap SOLAS dalam

rangka mengatur masalah keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan dengan istilah

ISPS Code (International Ship and Port Facility Security Code). Dengan

diterapkannya ISPS Code pada industri angkutan laut secara global, maka setiap

pelabuhan dan kapal harus dilengkapi dengan peralatan sistim keamanan

otomatis. Hal ini akan membatasi ruang gerak baik pelabuhan maupun kapal yang

bergerak dalam jalur internasional.

Secara peraturan IMO, setiap pelabuhan akan dikategorikan sesuai dengan

kesiapannya terhadap faktor keamanan. Kapal jalur internasional tidak akan

Page 5: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -5

dengan mudah menyinggahi pelabuhan yang belum di sertifikasi sesuai dengan

kategorinya. Karena kapal jalur internasional akan dikenakan asuransi sangat

tinggi apabila menyinggahi pelabuhan-pelabuhan yang belum mendapat sertifikasi

ISPS Code. Besarnya asuransi kapal jalur internasional dapat mempengaruhi

biaya transportasi.

Selain masalah keamanan, dunia internasional saat ini sangat kritis terhadap

pengelolaan lingkungan. Hal ini ditandai dengan banyaknya konvensi

internasional yang mengatur tentang Pengelolaan Lingkungan Maritim. Indonesia

telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional yang menjadi dasar bagi

pengelolaan pelabuhan. Berbagai peraturan tersebut antara lain :

1. Konvensi MARPOL 1973

2. Protokol 1978 tentang Pengaturan Mengenai Pencegahan Pencemaran yang

berasal dari kapal

3. Konvensi Civil Liability for Oil Pollution Damage (1969) tentang Tanggung

Jawab Perdata terhadap pencemaran laut

4. Konvensi Basel 1991 tentang Pengawasan Pergerakan Sampah dan

Pembuangan Lintas Batas

5. Konvensi tentang Standar untuk Training, Sertifikasi dan Pemeliharaan untuk

Penumpang di laut

6. Konvensi tentang Pengamanan Kontainer

Setiap adanya ratifikasi terhadap kebijakan dan peraturan internasional, maka

Indonesia sebagai antisipasi telah mengeluarkan berbagai aturan untuk

menunjang kepastian pelaksanaan konvensi.

Dengan adanya peristiwa 11 September 2001, maka secara internasional telah

disepakati untuk adanya kriteria keselamatan pelayaran dan keselamatan

pelabuhan yang dikeluarkan oleh IMO dalam aturan yang disebut ISPS Code.

Didalam aturan ini, setiap kapal yang berlayar dalam perairan internasional harus

Page 6: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -6

mendapatkan sertifikasi keamanan dan keselamatan pelayaran yang dikeluarkan

oleh Dirjen Hubla, karena secara internasional melalui IMO hanya Dirjen Hubla

yang diakui sebagai wakil dari pemerintah Indonesia. Kapal yang berlayar didalam

perairan internasional harus memakai bendera negara dimana kapal tersebut

didaftarkan. Didalam ISPS Code, maka pelabuhan internasional juga tidak luput

dari aturan-aturan yang ketat dalam rangka memenuhi aturan ISPS Code. Selain

perijinan yang dikeluarkan oleh Dirjen Hubla, Departemen Perhubungan, setiap

kapal dan pelabuhan diharuskan dilengkapi dengan peralatan keamanan dan

keselamatan yang cukup mahal. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka kapal

tidak diijinkan untuk memasuki kawasan pelabuhan internasional, atau sebaliknya

apabila pelabuhan tidak dilengkapi dengan peralatan yang telah ditentukan maka

kapal internasional tidak diperbolehkan memasuki pelabuhan yang tidak

mendapat sertifikat ISPS yang setara.

Kepelabuhan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan

penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi

pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalulintas

kapal, penumpang, dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat perpindahan

intra dan/atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dari daerah.

Dalam pemenuhan kriteria ISPS, maka pelabuhan menjadi suatu kawasan yang

harus dilindungi terhadap kemungkinan adanya terorisme.

3.4. Kebijakan Angkutan Laut Nasional

Dalam rangka pengembangan transportasi laut nasional, pemerintah telah

berusaha melakukan berbagai deregulasi untuk lebih menggairahkan transportasi

laut nasional. Pada tahun 1984, pemerintah melalui Keputusan Menteri (KM)

Perhubungan No. KM 57 Tahun 1984 tentang Larangan Beroperasi Bagi Kapal-

Kapal Niaga Berusia Tua menetapkan kebijakan pembesituaan kapal yang

berusia 25 tahun (tahun 1985 dirubah menjadi 30 tahun), yang berarti kapal-kapal

niaga tua dilarang beroperasi. Pada tahun yang sama juga diterbitkan Inpres No.

Page 7: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -7

5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di

Bidang Usaha. Inpres ini ditindaklanjuti oleh Menteri Perhubungan melalui

keputusan nomor KM. 95 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan

Perijinan Usaha di Sektor Perhubungan yang menetapkan berlakunya ijin usaha

untuk waktu yang tidak terbatas serta dihapuskannya ijin-ijin yang terkait dengan

pelayaran seperti ijin usaha steveroding, ijin charter, serta ijin bongkar muat antar

pulau. Kemudian terbit Inpres No.5 Tahun 1985 tentang Pemanfaatan Gudang-

Gudang dan Lapangan Penimbunan di Proyek Pergudangan di Cakung.

Kebijakan tersebut untuk memperlancar arus barang dalam rangka menunjang

kegitan ekonomi, antara lain menetapkan penyederhanaan prosedur kepabeanan,

membuka 127 pelabuhan untuk perdagangan internasional, menghapus dokumen

pemberitahuan muat barang antarpulau, menurunkan tarif kepelabuhan, serta

mengharuskan kegiatan bongkar muat dilakukan oleh perusahaan bongkar muat

dan tidak oleh perusahaan pelayaran.

Pada tahun 1988 pemerintah meluncurkan Paket Deregulasi (dikenal

sebagai Paknov 21) dengan menerbitkan PP No. 17 Tahun 1988 tentang

Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut di Indonesia sekaligus

menghapuskan kebijakan penghapusan kapal-kapal tua karena terjadi

kekurangan kapal untuk melayani angkatan laut dalam negeri dan luar negeri.

Dalam PP tersebut, perusahaan pelayaran nasional dapat menentukan sendiri

trayek dan tarifnya tanpa harus meminta ijin dari pemerintah, ijin-ijin usaha

dikurangi lima jenis menjadi hanya dua jenis, dan keringanan syarat pendirian

perusahaan pelyaran yang hanya diwajibkan memiliki dan atau menguasai satu

kapal. Selain itu, penggunaan kapal asing dalam negeri harus dilaporkan kepada

pemerintah yang diwakili oleh Ditjen Perhubungan Laut. PP tersebut berdampak

besar karerna memicu hadirnya armada kapal asing yang terlibat pada angkutan

dalam negeri maupun ekspor-impor. Pengaruh PP ini masih terasa sampai

sekarang saat PP No. 82 Tahun 1999 tentang Pengangkutan di Perairan

diberlakukan.

Akibat dari deregulasi tersebut pangsa pasar armada nasional pada kurun

waktu 1996-2001 hanya berkisar 4,07 persen untuk angkutan barang

Page 8: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -8

internasional dari total dua miliar ton dan 51,9 persen untuk angkutan domestik

dari total 911 juta ton. Dominasi peran kapal asing dalam angkutan ekspor-impor

telah membebani transaksi berjalan.

Perlu diketahui bahwa sesungguhnya ada beberapa konvensi internasional

memberikan kewenangan terhadap pelayaran suatu negara (azas cabotage).

Azas ini melindungi digunakannya Armada Pelayaran Nasional untuk transportasi

laut dalam negeri. Dengan diakuinya azas cabotage dalam industri transportasi

laut menunjukkan bahwa transportasi laut sangat erat hubungannya dengan isu

kedaulatan suatu negara. Dalam hal ini tentu saja kebijakan dalam sektor

pertahanan dan keamanan nasional harus merujuk atau mengadopsi azas yang

diakui oleh dunia

Transportasi laut sangat tergantung pada peraturan baik nasional dan

internasional. Dan apabila kita berbicara transportasi laut maka banyak komponen

yang harus di perhitungkan, antara lain; Pelabuhan, Pelayaran, Bongkar Muat,

Galangan kapal, SDM

3.5. Ketentuan Mengenai Pelabuhan

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya

dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan

ekonomi yang digunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun

penumpang dari/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang barang yang dilengkapi dengan

fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan, serta sebagai

tempat perpindahan intra dan antar moda trasportasi.

Pelabuhan di Indonesia diatur dalam suatu Tatanan Kepelabuhan Nasional (TKN),

yaitu suatu sistem kepelabuhan nasional yang memuat tentang hirarki, peran,

Page 9: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -9

fungsi, klasifikasi jenis, penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan, intra dan antar

moda trasportasi serta keterpaduan dengan dengan sektor lainnya.

Menurut Peraturan Pemerintah no 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhan

dinyatakan bahwa tatanan kepelabuhan nasional dilakukan dengan

memperhatikan :

a. Tata Ruang Wilayah

b. Sistem Transportasi Nasioanal

c. Pertumbuhan ekonomi

d. Pola/ jalur pelayaran angkutan laut nasional dan internasional

e. Kelestarian lingkungan

f. Keselamatan pelayaran, dan

g. Standarisasi nasional, criteria dan norma

Identifikasi posisi hirarki pelabuhan memperhatikan persyaratan dan dasar

pembangunan, pendayagunaan, pengembangan & pengoperasian pelabuhan

laut, sesuai KM 53 tahun 2002 pasal 32 yaitu :

a. Harus terletak pada lokasi yg dapat menjamin keamanan &

keselamatan pelayaran, dapat dikembangkan & dipelihara sesuai

standar yg berlaku

b. Harus mempertimbangkan kemudahan pencapaian bagi pengguna

c. Harus mudah dikembangkan untuk penuhi peningkatan permintaan jasa

d. Harus menjamin pengoperasian dalam jangka panjang

e. Harus berwawasan lingkungan

f. Harus terjangkau secara ekonomis bagi pengguna maupun

penyelenggara

g. Menenuhi kelayakan finansial / pengelolaan secara mandiri.

Hirarki dan fungsi pelabuhan laut berdasarkan ketentuan yang sama terdiri dari :

a. Pelabuhan Internasional Hub yang merupakan Pelabuhan Utama

Primer (PUT),

Page 10: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -10

b. Pelabuhan Internasional yang merupakan Pelabuhan Utama

Sekunder (PUS),

c. Pelabuhan Nasional yang merupakan Pelabuhan Utama Tersier

(PUT),

d. Pelabuhan Regional yang merupakan Pelabuhan Pengumpan

Regional (PPR), dan

e. Pelabuhan Lokal yang merupakan Pelabuhan Pengumpan Lokal

(PUL).

Penjelasan atas klasifikasi pelabuhan tersebut adalah:

a. Pelabuhan Utama Primer adalah pelabuhan utama yang berfungsi

khususnya untuk melayani kegiatan alih muat angkutan laut nasional dan

internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas,

serta merupakan simpul dalam sistem jaringan transportasi laut internasional.

b. Pelabuhan Utama Sekunder adalah pelabuhan utama yang berfungsi

khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan

internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas,

dan lebih besar peranannya sebagai simpul pada sistem jaringan transportasi

nasional.

c. Pelabuhan Utama Tersier adalah pelabuhan utama yang berfungsi

khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan

internasional dalam jumlah menengah dan jangkauan pelayanan menengahb.

d. Pelabuhan Pengumpan Regional adalah pelabuhan yang berfungsi

khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah

kecil dan jangkauan pelayanan yang relatif dekat, serta merupakan

pengumpan pada Pelabuhan Utama.

e. Pelabuhan Pengumpan Lokal adalah pelabuhan yang berfungsi khususnya

untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil serta

merupakan pengumpan pada Pelabuhan Utama dan Pelabuhan Pengumpan

Regional.

Page 11: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -11

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 53 Tahun 2002 pasal 10

menjelaskan secara lebih rinci faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

penetapan hirarki dan fungsi pelabuhan, sebagai berikut :

a. Pelabuhan Internasional Hub merupakan pelabuhan utama primer

Berperan sebagai pelabuhan internasional hub yang melayani angkutan alih

muat (transhipment) peti kemas nasional dan internasional dengan skala

pelayanan transportasi laut dunia.

Berperan sebagai pelabuhan induk yang melayani angkutan peti kemas

nasional dan internasional sebesar 2.500.000 TEU,s/tahun atau angkutan

lain yang setara.

Berperan sebagai pelabuhan alih muat angkutan alih muat angkutan peti

kemas nasional dan internasional dengan pelayanan berkisar dari

3.000.000 – 3.500.000 TEU,s/tahun atau angkutan lain yang setara.

Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional +/- 500 mil

Kedalaman minimal pelabuhan – 12 m LWS.

Memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 350 m’, 4 crane dan

lapangan penumpukan peti kemas seluas 15 Ha.

Jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 500 – 1.000 mil

b. Pelabuhan Internasional merupakan pelabuhan utama sekunder.

Berperan sebagai pusat distribusi peti kemas nasional dan pelayanan

angkutan peti kemas internasional.

Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan angkutan peti

kemas.

Melayani angkutan peti kemas sebesar 1.500.000 TEU’s/tahun atau

angkutan lain yang setara.

Page 12: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -12

Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional +/- 500 mil dan jalur

pelayaran nasional +/- 50 mil .

Kedalaman minimal – 9 m LWS.

Memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 250 m’ , 2 crane dan

lapangan penumpukan contener seluas 10 Ha.

Jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 200 – 500 mil.

c. Pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier

Berperan sebagai pengumpan angkutan peti kemas nasional.

Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum

nasional.

Berperan melayani angkutan peti kemas nasional di seluruh Indonesia.

Berada dekat dengan jalur pelayaran + 50 mil

Kedalaman minimal pelabuhan – 9 m LWS

Memiliki dermaga multiporpose minimal 50 – 100 mil.

d. Pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer.

Berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan

internasional dan pelabuhan nasional.

Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke

pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpan.

Berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota dalam propinsi.

Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau +/- 25 mil.

Kedalaman minimal pelabuhan – 4 LWS.

Memiliki dermaga minimal panjang 70 m.

Jarak dengan pelabuhan regional lainnya 20 – 50 mil.

Page 13: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -13

e. Pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder.

(a) Berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan

internasional dan pelabuhan nasional.

(b) Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang didaerah terpencil,

terisolasi, perbatasan, daerah perbatasan yang hanya didukung oleh

mode transportasi laut.

(c) Berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk

mendukung kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat

multifungsi selain sebagai terminal untuk penumpang juga untuk

melayani bongkar muat kebutuhan hidup masyarakat sekitarnya.

(d) Berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler

kecuali keperintisan

(e) Kedalaman minimal pelabuhan – 1,5 LWS.

(f) Memiliki fasilitas tambat

(g) Jarak dengan pelabuhan regional lainnya 5 – 20 mil.

Penetapan hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut, selain menggunakan kreteria

teknis , mempertimbangkan pula hal-hal sebagai berikut :

a) Jenis pelabuhan

b) Potensi pelabuhan

c) Kedekatan lokasi pelabuhan dengan daerah perbatasan

d) Posisi strategis pelabuhan ditinjau dari aspek pertahanan dan keamanan

negara.

e) Lokasi pelabuhan di daerah terpencil yang berpotensi sebagai areal

terisolasi, terbelakang guna keseimbangan perkembangan wilayah

nasional.

Hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut berlaku untuk jangka waktu 5 tahun dan

bersifat tidak statis yang dapat dievaluasi sesuai kebutuhan.

Page 14: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -14

Penetapan hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut selain menggunakan kriteria

teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ketentuan diatas, maka harus

mempertimbangkan pula hal hal sebagai berikut:

a. Jenis Pelabuhan

b. Potensi Pelabuhan masa dating

c. Kedekatan lokasi pelabuhan dengan deaerah perbatasan

d. Posisi strategis pelabuhan ditinjau dari aspek pertahanan & keamanan

Negara

e. Lokasi pelabuhan di daerah terpencil yang berpotensi sebagai areal

terisolasi, terbelakang guna keseimbangan perkembangan wilayah

nasional

Klasifikasi diatas bila kemudian digambarkan secara skematis dapat dilihat pada

gambar 3-1 Skema Klasifikasi Pelabuhan & Pelayaran dibawah.

Gambar 3-1 : Skema Klasifikasi Pelabuhan & Pelayaran

Pelabuhan Int Hub (diluar negeri)

Pelabuhan Internasional /

Nasional Wilayah Nusantara Berlaku prinsip Kabotasi

Pelabuhan Nasional

Pelabuhan Internasional

Pelabuhan Nasional

Pelayaran Luar Negeri

Pelayaran dalam negeri

Pelabuhan Regional

Page 15: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -15

Rencana Induk Pelabuhan

Untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan laut, penyelenggara pelabuhan

wajib menyusun rencana induk pelabuhan pada lokasi pelabuhan laut yang

ditetapkan. Jangka waktu perencanaan didalam rencana induk pelabuhan,

meliputi :

a. Jangka panjang yaitu diatas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 25 (dua

puluh lima) tahun.

b. Jangka menengah yaitu diatas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan 15 (lima

belas) tahun.

c. Jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.

Penyusunan rencana induk pelabuhan dilakukan dengan memperhatikan :

a. Tatanan kepelabuhan nasional

b. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana tata ruang

wilayah provinsi.

c. Keamanan dan keselamatan pelayaran.

d. Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait dilokasi

pelabuhan

e. Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan

f. Perijinan dari instansi terkait.

Penetapan kemampuan fasilitas pelabuhan dan fasilitas untuk melayani barang

secara konvensional menjadi fasilitas pelabuhan untuk melayani angkutan peti

kemas internasional ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat.

Ketentuan mengenai pelabuhan peti kemas adalah sebagai berikut :

Page 16: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -16

Fasilitas untuk melayani angkutan peti kemas, yaitu :

a. Memiliki sistem dan prosedur pelayanan

b. Memiliki sumber daya manusia dengan jumlah dan kualitas yang memadai.

c. Kesediaan fasilitas tambat permanen dengan panjang minimal 100 meter

dan kedalaman minimal - 5,0 meter LWS

d. Tersedianya peralatan penanganan bongkar muat peti kemas yang

terpasang dan yang bergerak antara lain 1 (satu) unit gantry crane dan

peralatan penunjang yang memdai.

e. Lapangan penumpukan minimal 2 (dua) Ha dan Gudang CFC sesuai

kebutuhan.

f. Kehandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi on line baik

internal maupun eksternal.

g. Pelabuhan telah dioperasikan 24 jam.

h. Volume kargo sekurang-kurangnya telah mencapai 50.000 TEU’s

Pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri:

a. Pelabuhan laut dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri.

b. Kegiatan pada pelabuhan bagi perdagangan luar negeri meliputi kegiatan

lalu lintas kapal, penumpang, barang dan/atau hewan.

c. Pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dapat disinggahi

kapal-kapal berbendera Indonesia dan/atau berbendera asing yang

berlayar dan atau keluar negeri.

Page 17: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -17

Persyaratan penetapan pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri,

meliputi :

a. Aspek administrasi

Rekomendasi dari Gubenur, Bupati/walikota

Rekomendasi dari pelaksana fungsi keselamatan pelayaran di

pelabuhan.

Rekomendasi dari instansi terkait seperti dari instansi Bea dan

Cukai, Imigrasi dan Karantina, Kesehatan serta Perindustrian dan

Perdagangan.

b. Aspek ekonomi yang terdiri dari :

Menunjang industri tertentu

Arus barang umum minimal 10.000 t /tahun

Arus barang ekspor minimal 50.000 t /tahun

c. Aspek keselamatan pelayaran yang terdiri dari :

Kedalaman dimuka dermaga minimal – 6 M LWS.

Luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 (tiga) buah kapal.

Sarana bantu navigasi.

Stasiun radio operasi pantai

Prasarana , sarana dan sumber daya manusia pandu.

Kapal patroli.

d. Aspek teknis fasilitas kepelabuhan terdiri dari :

Dermaga beton permanen

Gudang tertutup

Peralatan bongkar muat.

PMK 1 unit Fasilitas bunker

Fasilitas pencegahan pencemaran

Page 18: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -18

Fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi Bea Cukai,

Imigrasi dan Karantina

Pelaksana kegiatan di pelabuhan umum sesuai dengan ketentuan dalam

Peraturan Pemerintah tahun 69 tahun 2001 terdiri dari:

a. Instansi pemerintah yang memegang fungsi: keselamatan pelayaran, bea &

cukai, karantina serta keamanan & ketertiban

b. Penyelenggara Pelabuhan yaitu:

unit pelaksana teknis/ satuan kerja pelabuhan di pelabuhan umum

yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan

Apemerintah Kabupaten/ Kota

Unit pelaksana dari Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan umum

yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan

c. Badan Hukum Indonesia yang memberikan pelayanan jasa di pelabuhan

berkaitan dengan kelancaran arus lalu lintas kapal, penumpang dan

barang.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan no. KM 56 tahun 2002

diatur mengenai pelimpahan / penyerahan penyelenggaraan pelabuhan laut ( unit

pelaksana teknis/ satuan kerja) kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/ kota sebagai berikut:

a. Pelabuhan laut lokal yang diselenggarakan oleh pemerintah (unit

pelaksana teknis/ satuan kerja) yang tercantum dalan lampiran, diserahkan

kepada Pemerintah Kabupaten/ kota dilokasi pelabuhan laut itu berada

sebagai tugas desentralisasi

b. Pelabuhan laut regional yang diselenggarakan oleh pemerintah (unit

pelaksana teknis/ satuan kerja) yang tercantum dalan lampiran,

dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi dilokasi pelabuhan laut itu

berada sebagai tugas dekosentrasi

Page 19: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -19

Tahapan proses pengembangan pelabuhan sendiri berdasarkan Peraturan

Pemerintah nomor 69 tahun 2001 terdiri dari :

(1) studi kelayakan,

(2) penyusunan rencana induk,

(3) penyusunan rencana teknik,

(4) pembangunan, dan

(5) pengoperasian.

Selanjutnya berdasarkan referensi bila tahapan proses tersebut disusun suatu

diagram dapat dilihat pada gambar 3-2 : Tahapan Proses Pengembangan

Pelabuhan dan gambar 3-3 : Tahap Rancangan Pelabuhan dibawah.

Pada setiap tahapan diperlukan surat penetapan dari pejabat yang berwenang,

tergantung dari klasifikasi pelabuhan.

Page 20: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -20

Gambar 3-2 : Tahapan Proses Pengembangan Pelabuhan

`

Gambar 3- 3 : Tahap Rancangan Pelabuhan

RANCANGAN • Peoses Pra Studi Kelayakan s.d Rencana Teknik

• Proses Konstruksi

• Pengembangan pelabuhan dalam rangka peningkatan klasifikasi

PEMBANGUNAN

PENGOPERASIAN

PENGEMBANGAN

• Proses Pengoperasian & Pemeliharaan

Pra STUDI

KELAYAKAN

STUDI

KELAYAKAN

RENCANA

INDUK

RENCANA

TEKNIK

• TKN • RT RW

• Srt Rekomendasi

• Identifikasi Potensi & Lokasi

• Sinkronisasi dgn RTRW Prop/ Kab/ Kota

• Acuan Jangka Panjang

• Analisis Kelayakan Teknis, Ekonomis & Lingkungan

• Studi Hidro Oceanografi

• Untuk proses Ijin Lokasi

• Setelah Penetapan Lokasi

• Meliputi Rencana Lahan & Perairan; baik Fasilitas Pokok maupun Penunjang

• Review Tiap 5 tahun

• Adalah Rencana Teknik Detil

• Untuk proses Ijin Pelaksanaan Pembangunan

Page 21: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -21

3.6. Ketentuan Mengenai Pelayaran

Pelayaran sesuai dengan Undang Undang no 21 Tahun 1992 didefinisikan

sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan,

kepelabuhan serta keamanan dan keselamatannya. Sedangkan definisi angkutan

laut sebagaimana di jelaskan dalam Peraturan Pemerintah no 82 Tahun 1999

tentang Angkutan di Perairan adalah setiap kegiatan angkutan dengan

menggunakan kapal untuk mengangkut penumpang, barang dan / atau hewan

dalam satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, yang

diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut.

Kegiatan angkutan di perairan Indonesia menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah

tersebut diatas terdiri dari :

a. Angkutan Laut

b. Pelayaran rakyat

c. Angkutan sungai dan danau

d. Angkutan penyeberangan

e. Angkutan perintis di perairan

Angkutan Laut terdiri dari angkutan laut dalam negeri dan angkutan laut luar

negeri. Angkutan laut dalam negeri sebagai kegiatan angkutan laut yang

dilakukan di wilayah perairan laut Indonesia diselenggarakan oleh perusahaan

angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk

menghubungkan pelabuhan laut antar pulau atau angkutan lepas pantai di

wilayah perairan Indonesia. Dalam hal terjadi kekurangan kapal, perusahaan

angkutan laut nasional dapat mengoperasikan kapal berbendera asing yang laik

serta memenuhi ketentuan.

Sesuai pasal 6 Peraturan Pemerintah tersebut diatas, Angkutan laut luar negeri

dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dan perusahaan angkutan laut

asing dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera

Page 22: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -22

asing dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri ke

pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan Indonesia

yang terbuka untuk perdagangan luar negeri. Angkutan ini tidak boleh melakukan

kegiatan angkutan laut antar pulau.

Angkutan laut yang lain adalah angkutan laut khusus yang diatur dalam pasal 5

Peraturan Pemerintah tersebut, dilakukan khusus untuk melayani kepentingan

sendiri dalam menunjang kegiatan usaha pokok, tidak untuk melayani

kepentingan pihak lain serta tidak mengangkut barang barang umum (general

cargo)

Kegiatan bongkar muat barang barang tertentu untuk tujuan ekspor / import yang

dilakukan di pelabuhan yang belum terbuka bagi perdagangan luar negeri dapat

dilaksanakan dengan ketentuan kapal yang akan membongkar barang import atau

sudah memuat barang eksport wajib menyinggahi pelabuhan terdekat yang

terbuka bagi perdagangan luar negeri untuk melapor atau cara lain dengan

mendatangkan petugas Bea & Cukai, Imigrasi dan Karantina ke pelabuhan tempat

kapal melakukan kegiatan bongkar muat.

Angkutan laut yang lain adalah angkutan laut lintas batas, yaitu angkutan laut ke /

dari pelabuhan di Negara lain yang berbatasan langsung dengan Indonesia.

Kapal angkutan laut lintas batas sesuai pasal 11 Peraturan Pemerintah tersebut

diatas ditetapkan dengan menggunakan kapal setinggi-tingginya GT 175 yang

melayari trayek lintas batas antar Negara dengan jarak tidak lebih dari 150 mil

laut. Pada penjelasan pasal tersebut ditetapkan bahwa trayek lintas batas antar

Negara antara lain:

1. Pelabuhan Batam - Pelabuhan Singapura

2. Pelabuhan Nunukan - Pelabuhan Tawao, Malaysia

3. Pelabuhan Belawan - Pelabuhan Penang, Malaysia

4. Pelabuhan Sambas - Pelabuhan Kucing, Malaysia

5. Pelabuhan Dumai - Pelabuhan Malaka, Malaysia

Page 23: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -23

6. Pelabuhan Tahuma - Pelabuhan General Santos, Piliphina

7. Pelabuhan Jayapura - Pelabuhan Vanimo, Papua Nugini

Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Perhubungan no 33 tahun 2001,

bahwa dimungkinkan menambah jalur angkutan lintas batas melalui usulan

Kelompok Kerjasama Sub Regional ASEAN.

Pelayaran Rakyat sesuai pasal 12 Peraturan Pemerintah tersebut diatas

diatur sebagai kegiatan angkutan laut yang dilakukan oleh perusahaan

pelayaran rakyat, ditujukan untuk mengangkut barang dan / hewan dengan

menggunakan kapal layar, kapal layar motor traditional dan kapal motor

dengan ukuran tertentu. Kegiatan angkutan laut pelayaran rakyat selain

melakukan kegiatan angkutan laut di wilayah perairan Indonesia, juga dapat

menyinggahi pelabuhan negara –negara tetangga yang berbatasan dalam

rangka melakukan kegiatan perdagangan traditional antar negara.

Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Perhubungan no 33 tahun 2001,

pelayaran rakyat ini setinggi tingginya mengunakan kapal ukuran GT 35. Jalur

pelayaran rakyat ini dapat diusulkan pengesahannya melalui Forum Koordinasi

& Informasi Muatan & Ruang Kapal.

Angkutan sungai dan danau dilakukan oleh perusahaan angkutan sungai dan

danau dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang laik dan

memang diperuntukkan bagi angkutan sungai dan danau dan diwilayah

operasi perairan daratan. Sedangkan angkutan sungai dan danau khusus

seperti halnya angkutan laut khusus yaitu hanya untuk melayani kepentingan

sendiri dalam menunujang usaha pokok, tidak untuk melayani kepentingan

pihak lain serta tidak mengangkut barang barang umum (general cargo).

Angkutan ini dalam pelaksanaan kegiatannya dengan menggunakan kapal

diluar usaha angkutan sungai dan danau seperti usaha bidang industri,

pariwisata, pertambangan, pertanian serta kegiatan atau kepentingan khusus

seperti penelitian, pengerukan, kegiatan sosial dan sebagainya.

Page 24: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -24

Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan

bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api

yang terputus karena adanya perairan, untuk mengangkut penumpang dan

kendaraan beserta muatannya.

Angkutan laut perintis adalah angkutan laut yang diselenggarakan untuk

menghubungkan daerah daerah terpencil dan / atau belum berkembang;

menghubungkan daerah yang moda transportasi lainnya belum memadai.

Kriteria mengenai daerah terpencil/ belum berkembang meliputi : daerah yang

yang belum dilayani oleh perusahaan angkutan diperairan yang beroperasi

secara tetap dan teratur serta menghubungkan daerah yang secara komersiil

belum menguntungkan.

Mengenai jaringan dan trayek angkutan perairan sesuai Peraturan Pemerintah

no 82 tahun 1990 diatur bahwa kegiatan angkutan laut baik angkutan laut

dalam negeri maupun luar negeri dilakukan dengan :

a. Trayek tetap dan teratur atau liner yaitu pelayanan angkutan yang

dilakukan secara tetap dan teratur dengan berjadwal dan menyebutkan

pelabuhan singgah

b. Trayek tidak tetap dan tidak teratur atau tramper yaitu pelayanan angkutan

yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur

Kegiatan angkutan laut dalam negeri yang melayani trayek tetap dan teratur

(liner) diselenggarakan dalam jaringan trayek. Jaringan trayek tersebut terdiri

dari:

a. Trayek utama: menghubungkan antar pelabuhan utama yang berfungsi

sebagai pusat akomodasi dan distribusi.

b. Trayek pengumpan: merupakan penunjang trayek utama yang

diselenggarakan dengan memenuhi syarat:

Page 25: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -25

Menghubungkan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan

distribusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat

akumulasi dan distribusi.

Menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai

pusat akumulasi dan distribusi.

c. Trayek perintis: menghubungkan daerah terpencil atau daerah yang belum

berkembang dengan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan

distribusi atau pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan

distribusi.

Jaringan dan trayek angkutan laut dalam negeri ditetapkan dengan

memperhatikan:

a. Pengembangan pusat industri, perdagangan dan pariwisata

b. Pengembangan daerah

c. Keterpaduan intra & antar moda transportasi

d. Perwujudan wawasan nusantara

Sedangkan penetapan trayek angkutan laut dari dan ke luar negeri secara tetap

dan teratur (liner) dan penempatan kapal pada trayek tersebut dilaksanakan oleh

perusahaan angkutan laut nasional dan / atau perusahaan angkutan laut asing.

Pembukaan trayek baru dilakukan dengan memperhatikan

a. Adanya permintaan jasa angkutan laut yang potensial dengan perkiraan

faktor muatan yang layak, kecuali trayek perintis serta

b. Tersedianya fasilitas pelabuhan yang memadai.

Sedangkan penetapan trayek terbuka untuk penambahan kapasitas angkutan laut

dilakukan dengan memperhatikan faktor muatan yang layak serta tersedianya

fasilitas pelabuhan yang memadai.

Page 26: Teori Pelabuhan

KULIAH PELABUHAN Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.

HALAMAN -26

Jaringan trayek adalah kumpulan trayek trayek yang menjadi satu kesatuan

pelayanan angkutan penumpang, barang dan / atau hewan dari satu pelabuhan

ke pelabuhan lainnya.