42
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan pusat kehidupan yang dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang pendekatan. Aspek tersebut memberikan gambaran bahwa kota menjadi tempat manusia atau masyakat berperilaku mengisi aktifitas kehidupan sehari-hari. Dengan berperilaku, manusia dapat dilihat melalui teropong sosiologi selain dilihat dari aspek fisik perkotaan. Dan oleh perencana secara lebih lanjut akan dilihat korelasi dan konstelasi fisik keruangan yang ada dengan sosiologis manusia dan kegiatan yang lain, apakah fisik keruangan tersebut memberikan kontribusi dan kontribusi seperti apa yang berpengaruh pada perilaku sosiologinya. Maka dari itu, dalam merencanakan suatu kota, aspek sosial harus menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan keputusannya. Fenomena yang sudah lama menjadi perhatian perencana adalah keberadaan kampung. Kampung bagi sebagian orang dinilai sebagai hasil peradaban dan ciri khas Indonesia. Tapi ada juga yang menganggap kampung sebagai suatu hal negatif dan dinilai cenderung seperti slum. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, eksistensi kampung menjadi semakin berkurang. Modernisasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan gaya hidup kampung dan keinginan untuk tinggal di kampung semakin berkurang. Hal itu

Teori Sosial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hasil laporan teori sosial

Citation preview

Page 1: Teori Sosial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota merupakan pusat kehidupan yang dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang

pendekatan. Aspek tersebut memberikan gambaran bahwa kota menjadi tempat manusia atau

masyakat berperilaku mengisi aktifitas kehidupan sehari-hari. Dengan berperilaku, manusia dapat

dilihat melalui teropong sosiologi selain dilihat dari aspek fisik perkotaan. Dan oleh perencana

secara lebih lanjut akan dilihat korelasi dan konstelasi fisik keruangan yang ada dengan

sosiologis manusia dan kegiatan yang lain, apakah fisik keruangan tersebut memberikan

kontribusi dan kontribusi seperti apa yang berpengaruh pada perilaku sosiologinya. Maka dari itu,

dalam merencanakan suatu kota, aspek sosial harus menjadi salah satu pertimbangan dalam

penentuan keputusannya.

Fenomena yang sudah lama menjadi perhatian perencana adalah keberadaan kampung.

Kampung bagi sebagian orang dinilai sebagai hasil peradaban dan ciri khas Indonesia. Tapi ada

juga yang menganggap kampung sebagai suatu hal negatif dan dinilai cenderung seperti slum.

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, eksistensi kampung menjadi semakin berkurang.

Modernisasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan gaya hidup kampung dan keinginan untuk

tinggal di kampung semakin berkurang. Hal itu disebabkan karena semakin banyak kompleks

perumahan elit di kota-kota yang menawarkan gaya hidup modern.

Banyak kampung di Indonesia yang tumbuh tanpa adanya suatu rencana, cenderung

organis dan tumbuh sesuai dengan kebutuhan masyarakat sendiri. Pertumbuhan seperti itu

menimbulkan banyak penyimpangan baik fisik maupun sosial, seperti yang terjadi di Kawasan

Kampung Pathuk, Yogyakarta. Berbagai upaya untuk menjadikan Kampung Pathuk menjadi

lebih baik dan meminimalisasi penyimpangan seperti pada umumnya kampung telah dilakukan,

baik itu dari pemerintah dan masyarakat. Untuk itu, Kampung Pathuk patut dianalisis lebih lanjut

untuk mengamati dan memahami pertumbuhan kampung terutama dilihat secara sosiologis.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui terbentuknya Kampung

Pathuk sebagai kampung yang mempunyai ciri khas sebagai kampung pembuatan bakpia yang

dilihat dari sudut pandang pemerintah, perencana, rencana, dan masyarakat.

Page 2: Teori Sosial

Sedangkan sasaran dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran

umum kepada mahasiswa terkait terbentuknya Kampung Pathuk sebagai kampung bakpia dan

sebagai masukan kepada pemerintah sebagai pemberi kebijakan dalam perkembangan suatu

kampung untuk melakukan perhatian khusus kepada kampung demi perkembangan dan

kesejahteraan kehidupan masyarakat secara umum.

Page 3: Teori Sosial

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Permukiman

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang

berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal

atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran

dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur (menurut

Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal 3).

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 menyebutkan bahwa penataan perumahan

dan permukiman berlandaskan asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,

kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.

Jadi, pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh seseorang atau kelompok

manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam dan sosial

kemasyarakatan sekitar.

2.2. Perngertian Kampung

Pengertian kampung kota yang dapat disepakati semua pihak belum terumuskan.

Beberapa pakar mendefinisikan kampung kota sebagai berikut; Kampung merupakan kawasan

hunian masyarakat berpenghasilan rendah dengan kondisi fisik kurang baik. (Budiharjo, 1992);

Kampung merupakan kawasan permukiman kumuh dengan ketersediaan sarana umum buruk atau

tidak ada sama sekali, kerap kawasan ini disebut slum atau squater (Turner1972).

Kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri kehidupan yang

terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat. Kampung kotor yang merupakan bentuk

permukiman yang unik, tidak dapat disamakan dengan 'slum' dan 'squater' atau juga disamakan

dengan permukiman penduduk berpenghasilan rendah. Menurut Hendrianto (1992) perbedaan

yang mendasari tipologi permukiman kumuh adalah dari status kepemilikan tanah dan Nilai

Ekonomi Lokasi (NEL).

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kampung kota adalah suatu

bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dengan ciri antara lain: penduduk

Page 4: Teori Sosial

masih membawa sifat dan prilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan

yang erat, kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan, kerapatan

bangunan dan penduduk tinggi, sarana pelayanan dasar serba kurang, seperti air bersih, saluran

air limbah dan air hujan, pembuangan sampah dan lainnya.

2.3. Sejarah Kampung-Kota

Kampung kota sebagai permukiman yang tumbuh di kawasan urban tanpa perencanaan

infrastruktur dari jaringan ekonomi kota sekaligus menjadi karakter urban di Indonesia. Dalam

proses terbentuknya kampung, menurut Sujarto (1990) dibedakan menjadi dua bagian, yakni

yang terbentuk sebelum tahun 1950-an (old establish kampungs) yang dimulai sejak kolonial dan

setelah tahun 1950 (new established kampungs) yang diatndai dengan membanjirnya pengungsi

masuk ke kota sebagai akibat dari perang kemerdekaan. Secara fisik proses perkembangannya

berlangsung secara spontan dan tidak melalui kaidah- kaidah formal.

Melihat kondisi dan pembentukannya, dalam kampung kota terjadi pertama adalah kekumuhan�

struktural yang diakibatkan kebijaksanaan tata ruang pemerintah kolonial yang banyak dijumpai�

pada kawasan pusat kota dan beberapa tempat di bagian tengah kota. Kedua adalah kekumuhan�

kondisional diakibatkan membanjirnya migran kota- kota. Kondisi fisik kampung ini seadanya�

saja sesuai dengan kemampuan ekonomi penghuninya. Banyak dijumpai di bagian tengah dan

pinggiran kota.

2.4. Bentuk Permukiman Kampung-Kota

Kampung lebih dikenal sebagai permukiman untuk golongan sektor informal yang di

dalamnya timbul adanya integrasi dalam suatu ekosistem bermukim menghadapi komposisi

penghuni yang memiliki diversifikasi baik profesii, penghasilan, dan latar belakang tradisi. Ciri

sekaligus potensi yang dapat dimanfaatkan dan perlu dilestarikan pada perkampungan kota dapat

terlihat jelas pada pola kehidupan mereka (Hakim,1987), antara lain :

a. Ekosistem yang heterogen dan relatif mapan, menghasilkan suatu mekanisme pengatur diri

dan relatif tidak rentan terhadap perubahan tiba-tiba.

b. Pembangunan yang berorientasi pada pemakai (user oriented) sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan serta karakteristik pembangunan yang lazim di daerahnya.

c. Kesenjangan komunikasi tidak begitu terasa sehingga memudahkan mobilisasi penduduk.

Page 5: Teori Sosial

Oleh Hawy dalam Hakim (1987), karakter-karakter tersebut dikatakan sesuai dengan ciri

kehidupan Indonesia yang bersifat khas melalui teorinya yang mengatakan ditinjau dari struktur�

masyarakat, pola permukiman yang ideal adalah permukiman yang bentuk perumahan, sarana

umum, fasilitas sosial maupun penataannya menunjang perwujudan dan cita- cita dari masyarakat

itu sendiri. Permukiman harus mencerminkan adanya hidup kekeluargaan, tingkat derajat yang

sepadan, kerukunan beragama dan mendorong terwujudnya kegotongoyongan serta kemanfaatan

bersama. Secara tidak langsung pernyatan tersebut mendukung kampung sebagai bentuk�

permukiman perkotaan yang sesuai di Indonesia.

Kampung dengan potensi yang demikian, menggambakan sebuah lingkungan hidup yang

benar-benar menempatkan manusia sebagai subjek, disertai dengan proses pembelajaran pada

manusia untuk dapat menempatkan diri baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari

komunitas. Pengembangan dasar konsep dan pendekatan pada perencanaan dan perancangan

kampung sebagai lingkungan binaan dengan rumah sebagai inti, dipandang tidak sekedar

bangunan dengan keindahan semu yang ditampilkan tetapi lebih kepada apa yang dapat ia

berikan atau lakukan untuk keluarga yang menempatinya sehingga penekannya pada kemampuan

rumah sebagai tempat tinggal yang mampu menampung ekspresi penghuni. Dengan kata lain

meninjau rumah bukan sebagai what it is tapi lebih kepada what it does.

Menurut Dharoko dalam Soetomo (2002), bentuk kampung kota dilihat dari proses

pertumbuhannya, dapat dikategorikan menjadi dua kelompok :

a. Urbanized kampung

b. Semi urbanized kampung yang terbagi menjadi dua kategori, yakni penetrade kampung dan

immediate developed kampung.

Sumber daya permukiman yang merupakan karakter dan berpengaruh pada bentuk dan

pertumbuhan permukiman selanjutnya sebagai unsur pembentuk perkampungan kota. Menurut

Faqih dalam Soetomo (2002), dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Lahan: di perkotaan ketersediaan lahan terbatas, sarana dan prasarana relatif memadai.

Pemilikan tidak merata karena persaingan ekonomi dan peraturan lahan yang memadai.

b. Bahan bangunan: bahan bangunan standar, relatif langka sehingga harganya mahal.

c. Tenaga kerja: yang terampil relatif terbatas jumlahnya, tenaga tidak atau kurang terampil

banyak.

d. Sains dan teknologi: teknologi canggih, terbatas dan biasanya dimanfaatkan untuk

Page 6: Teori Sosial

pembangunan formal. Pendayagunaan teknologi masyarakat dipandang relatif hemat energi.

e. Energi: teknologi canggih membutuhkan banyak energi sedangkan teknologi rakyat relatif

hemat energi.

Menurut Kostof dalam (Ardian, 2007), Kota adalah leburan dari bangunan dan penduduk,

sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini

dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada dua macam, yaitu geometri dan

organik. Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu

Planned dan Unplanned.

a. Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa abad pertengahan dengan

pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk geometrik.

b. Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota metropolitan, dimana

satu segmen kota berkembang secara sepontan dengan bermacam-macam kepentingan yang

saling mengisi, sehingga akhirnya kota akan memiliki bentuk semaunya yang kemudian

disebut dengan organik pattern, bentuk kota organik tersebut secara spontan, tidak terencana

dan memiliki pola yang tidak teratur dan non geometrik.

Dalam suatu kota organik, terjadi saling ketergantungan antara lingkungan fisik dan

lingkungan sosial. Contohnya: jalan-jalan dan lorong-lorong menjadi ruang komunal dan ruang

publik yang tidak teratur tetapi menunjukkan adanya kontak sosial dan saling menyesuaikan diri

antara penduduk asli dan pendatang, antara kepentingan individu dan kepentingan umum.

Perubahan demi perubahan fisik dan non fisik (sosial) terjadi secara sepontan. Apabila salah satu

elemnya terganggu maka seluruh lingkungan akan terganggu juga, sehingga akan mencari

keseimbangan baru. Demikian ini terjadi secara berulang-ulang.

Menurut Lynch (1988), definisi model organik atau kota biologis adalah kota yang terlihat

sebagai tempat tinggal yang hidup, memiliki ciri-ciri kehidupan yang membedakannya dari

sekedar mesin, mengatur diri sendiri dan dibatasi oleh ukuran dan batas yang optimal, struktur

internal dan perilaku yang khas, perubahannya tidak dapat dihindari untuk mempertahankan

keseimbangan yang ada, menurutnya bentuk fisik organik :

a. Membentuk pola radial dengan unit terbatas;

b. Memiliki focused centre;

c. Memiliki lay out non geometrik atau cenderung romantis dengan pola yang membentuk

lengkung tak beraturan;

Page 7: Teori Sosial

d. Material alami;

e. Kepadatan sedang sampai rendah; dan

f. Dekat dengan alam.

Di dalam model organik ini, organisasi ruang telah membentuk kesatuan yang terdiri dari unit-

unit yang memiliki fungsi masing-masing. Kota terbentuk organik mudah untuk mengalami

penurunan kualitas karena perkembangannya yang spontan, tidak terencana dan sepotong-

sepotong (Ardian, 2007). Masyarakat penghuni kota ini bermacam-macam yang merupakan

percampuran antara berbagai macam manusia dalam suatu tempat (place) yang memiliki

keseimbangan. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, saling menyimpang tetapi juga

saling mendukung satu sama lain. Kota organik memiliki ciri khas pada kerjasama dalam

pemeliharan lingkungan sosial oleh masyarakat

2.5. Komponen Pembentuk Kampung-Kota

Ada tiga komponen pokok sebagai tumpuan dasar perkembangan perkampungan kota, yang

karena tingkat kemampuan yang berbeda dari masing- masing komponen tersebut, maka akan

memberikan bentukan atau fenomena yang berbeda pula pada kampung kota. Komponen tersebut

adalah :

1. Komponen akses, akses yang dimaksud di sini adalah tingkat hubungan (link) terhadap

badan pemerintah-non pemerintah, maupun individuindividu berpotensi.

2. Komponen resource

a. potensi sosial eknomi dari suatu kampung kota;

b. keanekaragaman potensi geografis;

c. potensi kegiatan industri, pertokoan, dan perusahaan yang beroperasi;

d. tingkat pendidikan dan skill penduduk; dan

e. keragaman dan land tenure pattern.

3. Komponen motivasi

a. keanekaragaman tingkat motivasi penduduk kampung dalam keikutsertaanya

dalampengembangan kampung;

b. keragaman peran dari para pemimpin; dan

c. perkembangan sistem organisasi masyarakat.

Dalam pengelompokkan jenis komponen pembentuk fisik permukiman, menurut teori

Page 8: Teori Sosial

SAR (Sticing Architecten Research) tentang konsep perumahan kerakyatan yang melihat

manusia hidup dalam alam individu sekaligus alam komunitas membagi lingkungan binaan

menjadi dua komponen utama:

1. Support

Adalah komponen yang dibuat dalam alam komunitas demi melindungi kepentingan-

kepentingan kolektif. Seperti pipa jaringan air bersih, air buangan atau yang lainnya atas dasar

studi atas faktor- faktor antara lain kebutuhan, kemampuan, dan tata nilai budaya calon

penghuninya.

2. Detachable units

Komponen yang mewakili alam individu merupakan bagian rumah yang dapat dirancang,

dibangun dan dikembangkan sendiri oleh penghuni sesuai dengan kemampuan dan tata nilai

budayanya. Hubungan keduanya dan support yang dibangun haruslah sedemikian rupa,

sehingga tidak memungkinkan detachable units berkembangan ke arah anarki. Dalam teori

ini diharapkan keberadaan permukiman dapat memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, sebagai

tolak ukur utama perancangan. Melalui komponen-komponen tersebut, diharapkan

perkembangan dari sebuah perkampungan dapat terarah walaupun di dalamnya terdapat

diversifikasi penghuni.

Page 9: Teori Sosial

BAB III

METODE KERJA

3.1. Prosedur dan Program Kerja

Dalam penelitian ini terdapat beberapa prosedur dalam pembuatan laporan. Prosedur

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan awal

2. Survey lapangan

3. Wawancara

4. Dokumentasi

5. Ambil sample

6. Penyusunan akhir

7. Laporan

3.2. Jadwal Kerja

Program Kerja

BULAN

Desember Januari

1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan awal

Survey lapangan

Wawancara

Dokumentasi

Ambil sampel

Penyusunan akhir

Laporan

Page 10: Teori Sosial

1. Penyusunan awal : 26 Desember 2013 27 Desember 2013�2. Survey lapangan : 28 Desember 2013

3. Wawancara : 28 Desember 2013

4. Dokumentasi : 28 Desember 2013

5. Ambil sample : 28 Desember 2013

6. Penyusunan akhir : 29 Desember 2013 4 Januari 2014�7. Laporan : 5 Januari 2014

3.3. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

Teknik wawancara digunakan dengan mewancarai masyarakat Kampung Pathuk, produsen

Bakpia Pathuk, dan mantan lurah yang mengetahui sejarah, perkembangan, dan kondisi

Kampung Pathuk pada tanggal 28 Desember 2013 pukul 16.30 WIB

b. Dokumentasi

Teknik ini dilakukan dengan pengambilan gambar dan foto lokasi dan kondisi kawasan /

objek amatan sebagai bukti atas kebenaran laporan yang dibuat.

c. Observasi Lapangan

Teknik ini dilakukan dengan melakukan peninjauan lokasi dan kondisi Kampung Pathuk,

membuat dokumentasi berupa foto atau gambar.

3.4. Metode Analisis Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan dan penelitian lapangan

yaitu survey. Data yang diperoleh akan dianalisis dan dipadukan dengan informasi-informasi

yang didapat.

Page 11: Teori Sosial

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

Kampung Patuk terletak di dekat Jalan Bhayangkara dan berseberangan dengan Pasar

Patuk, yaitu pada kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan Yogyakarta. Kampung Patuk

terdiri dari 3 RW namun yang menjadi lokasi penelitian adalah RW 7 yang berbatasan sebelah

utara dengan kemetiran lor, sebelah selatan dengan Jalan KS Tubun, sebelah barat dengan asrama

polisi, sebelah timur dengan jalan Bhayangkara. Lokasi RW 7 yang dijadikan kasus penelitian

adalah dimulai dari Pasar Senen sampai jalan KS Tubun.

Ada beberapa hal yang menjadikan kampung Patuk ini menjadi menarik untuk diteliti

mengenai partisipasi komunitasnya antara lain di kampung Patuk ini terdapat pasar yaitu pasar

senen. Pasar ini berbentuk memanjang dan berbatasan langsung dengan asrama polisi dan bisa

diakses melewati Jl KS Tubun. Hal lain yang semakin menjadikan kampung ini menarik adalah

adanya pagar atau gerbang disetiap gapura masuk kampung, adanya gardu yang saling

berdekatan, serta adanya dua etnis yang menyatu dalam satu komunitas (Jawa-Cina).

Kampung pathuk tidaklah seperti kampung-kampung pada umunya. Kampung yang satu

ini memiliki ciri khas yaitu kampung sentra pembuatan bakpia. Kampung yang tidak terlalu luas

ini dihuni oleh banyak penduduk yang sebagian besar warganya mempunyai usaha rumahan

membuat bakpia. Bakpia merupakan makanan khas dari Kota Yogyakarta. Sejarah bakpia adalah

makanan yang berasal dari China dengan nama aslinya tou lok pia atau kue pia kacang hijau.

Sekitar tahun 1990-an, bakpia kian diminati seiring berkembangnya Yogyakarta sebagai

daerah tujuan wisata. Hal tersebut justru berdampak pada makin merabahnya warga Pathuk yang

memproduksi bakpia, hingga akhirnya Kampung Pathuk dikenal sebagai sentra pembuatan

bakpia.

Sejak kunjungan wisata meningkat, warga Pathuk pun mulai belajar untuk membuat

bakpia. Untuk membedakan bakpia mereka, maka bakpia diberi nama sesuai dengan nomor

rumah. Maka jangan heran, bila nama-nama bakpia di Yogyakarta berisi angka-angka. Akhirnya

Kampung Pathuk mulai dikenal sebagai sentra pembuatan bakpia.

Meski sekarang bakpia telah menyebar di hampir seluruh wilayah di Yogyakarta namun

tidak dapat dipungkiri bahwa dari Kampung Pathuk inilah asal muasal bakpia yang menjadi oleh-

Page 12: Teori Sosial

oleh khas Kota Yogyakarta. Meski terkenal sebagai kampung bakpia namun tidak semua

warganya mendapat keuntungan besar dari bakpia. Hal ini karena wisatawan umumnya hanya

mengenal toko-toko bakpia yang berada di sepanjang jalan di Yogyakarta saja. Di samping itu,

juga ada kesan bahwa bakpia Kampung Pathuk bukan bakpia asli. Padahal dilihat dari proses

pembuatannya dan juga kualitas rasanya, bakpia buatan warga kampung Pathuk  juga sama

enaknya dengan bakpia-bakpia yang dijajakan di toko.

Untuk mengenalkan bakpia sebagai icon kuliner Yogyakarta, warga kampung Pathuk giat

memprioritaskan kampung mereka sebagai sentra industri bakpia. Dengan ini, dapat

meningkatkan pendapatan industri bakpia rumahan, dan turut meningkatkan perekonomian warga

kampung Pathuk. Di kampung ini, ada setidaknya 120 pengrajin bakia, dn selama ini, industri

pembuatan bakpia mampu menggerakkan danmenaikkan perekonomian warga kampung Pathuk.

Gambar 1. Aktifitas masyarakat Kampung Pathuk

Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

4.2. Analisis Perkampungan dari Sudut Pandang Pemerintah

4.3.1. Bantuan Pemerintah untuk Kampung Pathuk

Bantuan yang diterima warga masyarakat Kampung Pathuk berasal dari Lembaga

Pemberdayaan Masyarakat Kampung (LPMK). LPMK tidak hanya diterima oleh warga

Kampung Pathuk karena lembaga ini merupakan bantuan Pemerintah, dimana LPMK sebagai

jembatan penyaluran kebutuhan kampung melalui Kelurahan. LPMK yang ada di Kota

Yogyakarta terdiri dari 45 anggota kampung dan semua berjalan. Berikut adalah tabel kedudukan

dan tata kelembagaan LPMK berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta No 40 tahun 2008:

Tabel 1. Kedudukan dan Tata Kelembagaan LPMK

Aspek LPMK

Definisi Lembaga Pemberdayaan masyarakat tingkat kelurahan sebagai wadah

Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

Page 13: Teori Sosial

yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai mitra pemerintah

kelurahan dalam menampung dan mewujudkan aspirasi kebutuhan

demokrasi masyarakat di bidang pembangunan

Dasar Hukum Permendagri No 5 tahun 2007

Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa ditetapkan dalam

Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota

Tugas a. menyusun rencana pembangunan yang partisipatif;

b. menggerakkan swadaya gotong-royong masyarakat;

c. melaksanakan pembangunan;

d. mengendalikan pembangunan; dan

e. menggerakkan / memotivasi perubahan nilai-nilai sosial dalam

masyarakat ke arah kemajuan, kemandirian dan keberdayaan masyarakat.

Fungsi a. dalam perencanaan pembangunan yang partisipatif, LPMK

mempunyai ketugasan:

1. menemukenali, mendata / menginventarisasi, menganalisis potensi

dan permasalahan wilayah;

2. menyusun basis data potensi dan permasalahan wilayah sebagai bahan

penyusunan perencanaan pembangunan;

3. menyusun program pembangunan tingkat Kelurahan jangka pendek (1

tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka panjang (25 tahun);

4. sebagai koordinator dan inisiator pelaksanaan Musyawarah

Penyusunan Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat

Kelurahan secara partisipatif dan terpadu;

b. dalam aspek sosial kemasyarakatan, LPMK mempunyai ketugasan:

1. menggerakkan partisipasi dan gotong royong masyarakat dalam

pembangunan;

2. memotivasi masyarakat untuk terwujudnya persatuan dan kesatuan

masyarakat di Kelurahan;

3. membantu mengkoordinasikan penyelesaian berbagai permasalahan

kesejahteraan sosial;

Page 14: Teori Sosial

4. menyelenggarakan pertemuan warga secara berkala maupun insidentil;

c. dalam melaksanakan pembangunan, LPMK mempunyai tugas:

1. sebagai motor penggerak pembangunan partisipatif;

2. menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya (Sumber Daya

Alam, Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Kelembagaan) di

wilayah;

3. mengakses berbagai sumber dana;

4. melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan mitra kerja dalam

rangka pelaksanaan pembangunan di wilayah;

5. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

pembangunan;

6. meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap

kesinambungan pelaksanaan dan hasil pembangunan;

d. dalam mengendalikan pembangunan, LPMK mempunyai ketugasan:

1. melaksanakan Pengawasan Masyarakat (Wasmas) dan evaluasi

terhadap pelaksanaan pembangunan di wilayah kerjanya dengan tata cara

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan mitra kerja dalam

rangka penyelesaian permasalahan pembangunan di wilayah.

Kewenangan Menegakkan nilai-nilai demokrasi dalam menyelenggarakan

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja

pengurus.

Tata Kelembagaan Kemitraan, Konsultatif, koordinatif

Kedudukan Tingkat Kelurahan

Sumber Dana Bantuan Pemerintah Kelurahan� Bantuan Pemerintah Kota� Bantuan Pemerintah Propinsi� Bantuan Pemerintah� Bantuan lainnya yang sah�

Page 15: Teori Sosial

Sumber: Peraturan Walikota Yogyakarta No 40 tahun 2008

LPMK di Kampung Pathuk dijalankan atas dasar kerjasama LPMK sebagai jembatan dari

Pemerintah, Karang Taruna dan Masyarakat sehingga bisa tetap berjalan dan mampu menampung

aspirasi masyarakat di Kampung Pathuk. Dalam sistem yang diterapkan warga Kampung Pathuk

bantuan yang dijalankan didasarkan pada kebutuhan yang lebih pokok. Penentuan didasarkan

pada Musrenbang (Musyawarah Pembangunan). Pelaksana/yang menjalankan bantuan LPMK

untuk kebutuhan warga dilaksanakan oleh LPMK di Kampung Pathuk sendiri, dan dalam proses

pembangunan/pengerjaan diawasi oleh masyarakat sendiri dan adanya transparansi dalam

pendanaannya. Beberapa bantuan yang diterima warga Kampung Pathuk dari LPMK berupa

Pengerasan Jalan, Sumur Umum dan Kamar Mandi Umum. Berikut adalah foto banatuan yang

diberikan LPMK pada masyarakat Pathuk:

Gambar 2. Sumur mmum bantuan dari LPMK

Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

Pembuatan Sumur bantuan dari LPMK sudah diteliti kualitas airnya. Sistim yang

diterapkan satu(1) Sumur dimanfaatkan oleh 10 KK yang dapat di manfaatkan melalui bak

penampungan air yang disalurkan melalui pipa yang dibeli untuk mengalirkan air yang sudah

dipasang dirumah-rumah warga. Pembuatan Sumur dipilih karena kualitas air yang ada di

Kampung Pathuk yang tidak terkontaminasi, lebih irit dan murah daripada menyalur ke PDAM.

Page 16: Teori Sosial

Gambar 3. Kamar Mandi Umum bantuan dari LPMK

Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

Kamar mandi bantuan dari LPMK dibangun berdampingan dengan Sumur. Kamar mandi

ini dapat dimanfaatkan oleh warga yang tidak memiliki kamar mandi dan penggunaannya secara

berbarengan bagi yang memanfaatkannya. Selain fasilitas yang disediakan Pemerintah melalui

LPMK, Kampung Pathuk juga memiliki fasilitas yang diperoleh dari kerjasama antar Pemerintah

dan masyarakat berupa Paud yang bernama SPS Paud Widoro Laut 07, Kelompok Paguyuban

Lansia Pathuk (PALAPA), Kelompok Pandhemen yang nergerak dalam bidang kesehatan,

Gedung Serba Guna dan Ruang Terbuka Publik (RTP). RTP yang ada di kampung Pathuk

mengalami penyempitan karena dimanfaatkan sebagai Pasar. Berikut adalah sejarah adanya Pasar

di Kampung Pathuk berdasarkan wawancara dengan Bapak St Mujiono dan Bapak Sigit

Cahyono:

Pasar di Kampung Pathuk merupakan pindahan dari Jogonegaran. Karena mengganggu

lalu lintas dan jalan yang ada di Gandean, Pajeksan yang akan dilebarkan maka dipindah di

Kampung Pathuk. Awalnya pemindahan pasar tersebut hanya sementara. Bapak St Mujiono

sebagai anggota Rukun Kampung (RK) mengizinkan. Dulunya bangunan yang ada di Pasar Senin

ini tidak permanen dan dulu Pemerintah berjanji jika punya dana akan dipindah dan membuat

yang permanen. Dibuatlah Pasar Pathuk untuk menampung pedagang di Pasar Senin. Namun

pedagang Pasar Senin yang sudah didata tidak dipindah karena kaflingnya dijual oleh pengelola

pasar. Lalu saya (St Mujiono) mengijinkan kampung Pathuk digunakan untuk pasar jika memiliki

ijin (Ijin Mendirikan Bangunan), dibangun secara permanen dan tidak dibangun ke Selatan

karena mengurangi RTP untuk bermain anak-anak. Dampak dengan adanya Pasar Senin selain

Page 17: Teori Sosial

mengurangi RTP juga berdampak pada keterbatasan masyarakat dalam melakukan kegiatan,

untungnya ada masjid. (Sumber: Wawancara Lapangan dengan Bapak St Mujiono dan Bapak

Sigit Cahyono pada tanggal 28 Desember 2013)

Berikut adalah kondisi Pasar Senin saat ini:

Gambar 4. Pasar Senin pada Malam Hari

Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

Pasar Senin dulunya tidak permanen, karena tempat ini diijinkan untuk dimanfaatkan

sebagai pasar dengan syarat memiliki IMB, dibangun secara permanen dan tidak dibangun ke

Selatan dibuatlah Permanen dengan bentuk L. Pasar ini tidak terlalu terlihat sebagi pasar dimalam

hari karena menyatu dengan kampung.

4.3.2. Bantuan Pemerintah untuk Pembuat Bakpia Pathuk

Kampung Pathuk merupakan kampung yang terkenal sebagai sentra Bakpia Pathuk. Awal

adanya kampung Pathuk tidak hanya ada satu, namun terdiri dari Sanggrahan Pathuk, Pathuk,

Suryotarunan dan Mertoyudan. Sanggrahan saat ini bernama Sanggrahan Pathuk. Nama

Sanggrahan ditambahin Pathuk karena nama Sanggrahan sendiri menurut warga merupakan

tempat yang identik dengan tempat lokalisasi di terminal Giwangan lama. Pergantian nama

tersebut merupakan ide dari Bapak St Mujiono dan masyarakat agar image jelek itu hilang.

Sedangkan Kampung Pathuk yang identik sebagai sentra bakpia tersebut berawal dari seorang

tokoh/pegawai yang bernama Sunder yang mempunyai resep dari neneknya dalam membuat

bakpia. Sunder merasa kasihan pada warga kampung Pathuk yang dulu marginal. Dengan

Page 18: Teori Sosial

keahlian yang diperoleh dari neneknya, beliau berinisiatif mengajarkan proses pembuatan Bakpia

Pathuk pada tetangganya. Awal pengembangan industri rumah tangga pembuatan bakpia tersebut

terkendala modal.

Modal awal diperoleh dari Bapak St Mujiono sebagai Lurah memberikan sumbangan

kepada warga yang ingin berusaha di bidang pembuatan Bakpia Pathuk. Karena sumbangan

tersebut habis warga Pathuk mendapat bantuan dari Kantor Pos yang diberikan secara bergulir.

Dari bantuan tersebut masyarakat berinisiatif membuat Koperasi yang bernama Sumekar. Setelah� �

bantuan dari Kantor Pos tersebut dan terbentuknya Koperasi Sumekar, warga sudah tidak

mendapatkan bantuan dari Pemerintah. Koperasi Sumekar di Kampung Pathuk merupakan

tonggak berkembangnya sentra pembuatan bakpia Pathuk skala rumah tangga karena dengan

koperasi tersebut mampu meringankan pembuat bakpia dalam membeli bahan produksi.

Koperasi Sumekar didalamnya terdapat Sari Boga sebagai produsen bahan kebutuhan

pembuatan bakpia yang berbelanja dalam partai besar sehingga para anggota koperasi yang

membeli bahan tidak merasa keberatan dari sisi ekonomi karena harganya lebih murah. Dalam

penjualan yang dilakukan pembuat bakpia menggunakan sistim Konkiren. Konkiren adalah upaya

yang dilakukan para pembuat bakpia dalam menentukan harga, jadi harga yang ditentukan

dengan range tertentu sehingga tidak terjadi persaingan antar pembuat bakpia. Saat ini kurang

lebih terdapat 85 rumah tangga yang memproduksi Bakpia Pathuk di Kampung Pathuk.

Produksi Bakpia Pathuk skala rumah tangga tingkat keramaian tergantung pada musim

libur, pesanan dan tergantung pada pasar. Karena keterbatasan modal dan sudah tidak adanya

bantuan dari Pemerintah bagi pembuat Bakpia Pathuk, berdasarkan hasil wawancara dengan

pembuat bakpia skala kecil muncul harapan untuk Pemerintah berupa alat-alat untung

mendukung produksi bakpia seperti: alat gilinga kacang hijau, kompor, oven, etalase untuk

memasarkan hasil produksi.

4.3. Analisis Perkampungan dari Sudut Pandang Masyarakat

4.3.1. Bantuan Masyarakat untuk Kampung Pathuk

Masyarakat mempunyai arti sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai kalangan dan

tinggal didalam satu wilayah yang telah memiliki hukum adat, norma-norma dan berbagai

peraturan yang siap untuk ditaati. objek yang menjadi studi kasus dalam pembahasan ini adalah

Masyarakat yang ada di kampung Pathuk Yogyakarta, Masyarakat di kampung pathuk

menggantungkan kehidupan mereka di sector industry pengolahan bakpia, disini masyarakat

Page 19: Teori Sosial

berperan sebagai obyek pelaku industry. Dimana peran dari masyarakat dalam menjalankan

industry yang mereka kembangangkan,saat ini membutuhkan peran serta dari pemerintah dan

perencana untuk mengembangkan industry usaha mereka dan dalam mensukseskan dan

mengembangkan kampong pathuk ini.

Dalam mengembangkan usaha mereka mereka membutuhkan beberapa Bantuan yang mereka

butuhkan dalam menunjang kehidupan masyarakat pathuk itu sendiri, yaitu:

a. Fasilitas jaringan jalan yang susah dan sempit untuk diakses kendaraan, dimana jalan untuk

masuk ke dalam kampung ini sangatlah sempit dan memiliki paving yang sudah tidak layak

untuk dilewati, selain itu penerangan yang ada di jalan kampong ini sangat minim,

b. Pasar di Kampung Pathuk merupakan pindahan dari Jogonegaran. Karena mengganggu lalu

lintas dan jalan yang ada di Gandean, Pajeksan yang akan dilebarkan maka dipindah di

Kampung Pathuk. Awalnya pemindahan pasar tersebut hanya sementara.Bapak St Mujiono

sebagai anggota Rukun Kampung (RK) mengizinkan. Dulunya bangunan yang ada di Pasar

Senin ini tidak permanen dan dulu Pemerintah berjanji jika punya dana akan dipindah dan

membuat yang permanen. Dibuatlah Pasar Pathuk untuk menampung pedagang di Pasar

Senin.Namun pedagang Pasar Senin yang sudah didata tidak dipindah karena kaflingnya

dijual oleh pengelola pasar. Lalu saya (St Mujiono) mengijinkan kampung Pathuk digunakan

untuk pasar jika memiliki ijin (Ijin Mendirikan Bangunan), dibangun secara permanen dan

tidak dibangun ke Selatan karena mengurangi RTP untuk bermain anak-anak. Dampak

dengan adanya Pasar Senin selain mengurangi RTP juga berdampak pada keterbatasan

masyarakat dalam melakukan kegiatan, untungnya ada masjid. Pasar Senin dulunya tidak

permanen, karena tempat ini diijinkan untuk dimanfaatkan sebagai pasar dengan syarat

memiliki IMB, dibangun secara permanen dan tidak dibangun ke Selatan dibuatlah

Permanen dengan bentuk L. Pasar ini tidak terlalu terlihat sebagi pasar dimalam hari karena

menyatu dengan kampong (Sumber: Wawancara Lapangan dengan Bapak St Mujiono dan

Bapak Sigit Cahyono pada tanggal 28 Desember 2013)

Page 20: Teori Sosial

Berikut adalah kondisi Pasar Senin saat ini:

Gambar 5. Pasar Senin pada Malam Hari

Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

c. Kebutuhan untuk menunjang produksi Bakpia mereka sehingga dapat meningkatkan

pendapatan mereka, seperti peran serta dari pemerintah untuk mempromosikan produk yang

masyarakat Pathuk hasilkan karena produksi Bakpia Pathuk skala rumah tangga yang mereka

hasilkan tingkat keramaian tergantung pada musim libur, pesanan dan tergantung pada pasar

dan karena keterbatasan modal dan sudah tidak adanya bantuan dari Pemerintah bagi

pembuat Bakpia Pathuk, berdasarkan hasil wawancara dengan pembuat bakpia skala kecil

muncul harapan untuk Pemerintah berupa alat-alat untung mendukung produksi bakpia

seperti: alat gilingan kacang hijau, kompor, oven, etalase untuk memasarkan hasil produksi.

d. Taman terbuka atau ruang hijau sebagai tempat yang layak untuk bermain anak-anak karena

tempat bermain dan runag terbuka yang ada disana juga masih sangat kurang dan kurang

layak, selain sebagai sebagai tempat bermain, juga diharapkan dengan adanya ruang terbuka

itu bias digunakan warga sebagai temat serbaguna, seperti bila ada yang meninggal sebagai

tempat untuk layak, atau sebagai tempat untuk merayakan hajatan pernikahan.

Berdasarkan studi kasus masyarakat kampung pathuk yang ada diatas, terdapat peraturan

hukum yang berdasarkan pada Undang-Undang yang terkait, dimana Undang-undang tersebut

berisi tentang perencanaan lingkungan masyarakat, yaitu UU No 66 tahun 2007 dan UU No 26

tahun 2007, berikut penjelasan tata ruang lingkungan khususnya dalam skala ruang desa.

a. UU No 66 tahun 2007

Di dalam uu no 66 tahun 2007 terdapat rencana pembangunan jangka menegah desa (RPJM

Page 21: Teori Sosial

desa), yaitu dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun, yang memuat arah kebijakan

pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum, dan program satuan

kerja perangka daerah SKPD). Dan ada juga rencana kerja pembangunan desa (RKP desa)

yaitu perencanaan periode satu tahun, yang merupakan penjabaran dari RPJM desa yang

memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaa

yang dimukthairkan, program prioritas pembangunan desa, baik yang dilaksanakan secara

langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi

masyarakat dengan mengacu kepada rencana kerja pemerintah daerah dan RPJM desa.

b. UU no 25 tahun 2004

Selain itu juga berkaitan dengan adanya UU no 25 tahun 2004 tentang sistem pembangunan

nasional menyebutkan uu tersebut salah satu tujuannya adalah suntuk meningkatkan

partisipasi masyarakat, sehingga kerterlibatan masyarakat sudah tidak lagi menjadi objek

pembangunan, melainkan menjadi subjek pembangunan.

Gambar 6. Alur Penyusunan RPJM desa dan RKP desa

Sumber: Undang-Undang No. 25 Tahun 2004

Page 22: Teori Sosial

Berdasarkan alur tersebut masyarakat sangat berperan dalam pengawasan penyusunan

RPJM desa dan RKP desa, sehingga tidak terdapat penyalahgunaan kekuasaan pemerintah. Dan

juga memberikan solusi solusi untuk pembangunan di desanya contohnya di kampong Pathuk

dalam pemasaran produk bakpia tersebut masyarakat harus ikut serta dalam mengawasi rencana

pemerintah untuk memasarkan baran tersebut sehingga menambaha pendapat mereka dan

masalah masalah yang ada di internal desa dan aspirasi dari masyarakat

4.4. Analisis Perkampungan dari Sudut Pandang Perencana

Kampung merupakan kelompok rumah yang merupakan bagian dari suatu kota, biasanya

dihuni oleh sekelompok orang berpenghasilan rendah. Kampung menurut Eko Budihardjo (2009)

terdapat dua macam jenis. Pertama, kampung yang terencana, yang sejak perencanaan tapak

sampai pada rancang bangun rumah-rumahnya dilaksanakan oleh pemerintah. Kampung

terencana ini dibangun jaman Hindia, Belanda, yang pada beberapa kota masih dapat dikenali.

Kedua, kampung yang tumbuh tanpa ada arahan perencanaan, sehingga pola jalannya tidak

mengikuti pembakuan yang resmi, seperti gridion, linier yang terdapat pada jenis yang pertama.

Tidak teratur arah jalannya, dengan tikungan yang tajam, dan kadang buntu. Tidak terdapat petak-

petak atau batas tanah yang jelas antara kapling yang satu dengan yang lainnya, sedangkan fasade

rumah-rumah yang terbangun juga berbeda-beda. Akan tetapi itulah kampung yang dibangun

secara alami, atau tanpa seorang arsitek atau planolog.

Salah satu permukiman yang terdapat di Kota Yogyakarta adalah Kampung Pathuk,

Kecamatan Ngampilan. Kampung Pathuk terkenal sebagai sentra bakpia. Tata guna lahan di

Kampung Pathuk sebagian besar dipergunakan sebagai wilayah permukiman padat penduduk dan

perdagangan. Sehingga unsur-unsur yang menonjol antara lain rumah-rumah dan warung-warung

yang kemudian banyak difungsikan untuk menjual bakpia hasil produksi rumahan.

4.4.1. Gambaran Umum Sarana dan Prasarana Di Kampung Pathuk

a. Ruang Terbuka

Ruang terbuka yang dimaksud adalah ruang terbuka publik. Di Kampung Pathuk

ketersediaan ruang terbuka sangat dibutuhkan sekali sebab berhubungan dengan kualitas

kehidupan warganya, khususnya anak-anak untuk aktivitas bermain. Kondisi eksisting yang

ada ruang terbukanya menyatu dengan jalan lingkungan dalam gang dengan perkerasan

semen.

Page 23: Teori Sosial

Gambar 7. Ruang Ruang Terbuka Di Kampung Pathuk (RW 7)Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

b. Toilet Umum

Toilet umum yang ada merupakan bantuan dari LPMK. Kondisinya sudah cukup baik.

Dengan jumlanya hanya dua buah dan dirasakan sudah mencukupi warga Kampung

Pathuk khususnya RW 7.

Gambar 8. Toilet Umum Di Kampung Pathuk RW 7Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

c. Jaringan Jalan

Jaringan jalan dalam suatu kampung merupakan prasarana vital terhadap mobilitas

penduduknya. Jaringan jalan yang ada di Kampung Pathuk merupakan jalan lingkungan

dan lebarnya sempit sekitar 2 meter. Jalan di Kampung Pathuk ini menggunakan

Page 24: Teori Sosial

perkerasan berupa paving maupun semen.

d. Alat Transportasi Penduduk dan Pelewat di Kampung Pathuk

Sebagai akibat dari jaringan jalan yang sempit, maka hal ini juga berdampak pada jenis

alat transportasi yang dapat melewatinya. Seperti di Kampung Pathuk mayoritas

penduduk mempunyai alat transportasi pribadi berupa sepeda. Adapun sepeda motor yang

melewati jalan-jalan yang sempit tersebut untuk masuknya harus mematikan mesin

motornya dan harus mendorongnya dari depan gang menuju rumah.

e. Jaringan Air Bersih, Jaringan Air Kotor, Sistem Drainase di Kampung Pathuk

Dengan adanya kepadatan penduduk yang tinggi di Kampung Pathuk, maka kebutuhan

akan jaringan air bersih menjadi besar. Namun, hal ini dibatasi oleh sarana dan prasarana

yang kurang memadai. Di Kampung Pathuk warganya menggunakan air PAM dan sumur.

Sumur yang ada merupakan sumur bersama yang digunakan sebagai sumber air untuk

mandi dan cuci.

Semakin besar konsumsi air bersih, maka semakin besar pula buangan (air kotor) yang

dihasilkan. Apalagi dengan terbatasnya lebar dari jaringan jalan di Kampung Pathuk,

maka ruang/ area untuk sistem drainase juga menjadi sangat minim atau bahkan tidak ada.

Saluran drainase untuk pembuangan air kotor, baik dari air hujan atau limbah cair rumah

tangga menjadi satu kesatuan, selain itu tidak terdapat sumur resapan ataupun bak kontrol.

f. Jaringan Listrik, dan Jaringan Telepon

Energi listrik adalah bagian yang sangat penting dari sistem sarana dan prasarana. Namun,

karena energi listrik ini terbatas, maka harganya menjadi semakin mahal selain itu

kebutuhan akan listrik tidak sepenting kebutuhan akan air bersih. Sehingga kaum urban,

yang erat kaitannya dengan kemiskinan, menggunakan energi listrik ini dengan se-efektif

dan se-efisien mungkin. Jaringan listrik yang ada Masing-masing rumah menggunakan

listrik PLN dengan daya berkisar antara 450 KWH900 KWH. Selain itu, penerangan�

dalam gang-gang hanya seadanya, dikarenakan terbatasnya lebar jalan yang ada. Sehingga

untuk pengadaan penerangan jalan diperoleh dari swadaya mayarakat.

Page 25: Teori Sosial

Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013

Masalah kemiskinan sebagai dampak dari urbanisasi juga berpengaruh terhadap jaringan

telepon yang ada di Kampung Pathuk. Sebagian besar menggunakan telepon selular.

Hanya sedikit dari warga yang menggunakan TELKOM. Sedangkan sisanya

menggunakan telepon selular karena lebih murah/terjangkau.

4.4.2. Permasalahan Utama Sarana Dan Prasarana Di Kampung Pathuk

Dari gambaran sekilas sarana dan prasarana di Kampung Pathuk diatas, masalah yang

paling penting adalah jaringan jalan. Permasalahan jaringan jalan ini menyebabkan masalah-

masalah lain, seperti terbatasnya jaringan drainase di Kampung Pathuk. Selain itu, di Kampung

Pathuk yang sebagian besar berfungsi sebagai permukiman tentunya memerlukan ruang terbuka

publik sebagai sarana rekreasi untuk anak-anak.

Jika melihat standar jalan yang ada dalam SNI 03-6981-2004, Tata cara perencanaan

lingkungan perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan, maka kondisi jalan di

Kampung Pathuk ini tidak memenuhi standar jalan yang ada. Dari lebar Damaja 2 meter, tidak

ada Garis Sempadan Bangunan. Sehingga jaringan drainase menempel dengan batas bangunan

rumah.

Dari lebar jalan yang sempit, tidak diikutinya standar lebar jalan, dilanggarnya KDB dan

garis sempadan bangunan, tidak adanya ruang terbuka dalam persil bangunan. Sehingga

mempengaruhi kualitas visual yang ada di Kampung Pathuk. Hal ini dikarenakan sebagian besar

Gambar 9. Jaringan Listrik Kampung Pathuk RW 7

Page 26: Teori Sosial

warga menjemur di depan rumah. Selain itu juga berdagang, sehingga semakin mempersempit

lebar jalan. Jalan juga digunakan untuk area bermain catur, menunggu antrean WC umum,

bermain anak-anak, ruang untuk membuat barang dagangan (produksi).

Ruang sempit di dalam Kampung Pathuk ini sangat rawan sekali jika terjadi bencana

kebakaran. Akses yang sempit ini akan mempersulit mobil pemadam untuk menjangkau area

dalam dari kampung. Dari kondisi itu maka diperlukan adanya hydrant untuk mengantisipasi jika

nantinya terjadi kebakaran.

4.5. Analisis Perkampungan dari Sudut Pandang Rencana

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa

adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi�

Papua menyebutkan pengertian Kampung atau disebut dengan nama lain adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistim

Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabuoaten / Kota.

Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang pemerintah daerah Desa adalah suatu

wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang

mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Sutardjo Kartohadikusumo Desa adalah suatu kesatuan hukum tempat tinggal

suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

Kampung atau desa, menurut definisi secara luas, adalah sebuah penempatan manusia di

daerah pedesaan. Biasanya lebih kecil dari dusun. Yang menjadi studi kasus dalam pembahasan

ini adalah kampung Pathuk Yogyakarta, kampung yang terkenal karena sector industry

pengolahan bakpia.

Dalam peraturan daerah kota Yogyakarta nomor 2 ahun 2010, Rencana penanganan

kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf b,

bahwasanya kawasan Malioboro diarahkan mempertahankan dan mengembangkan kualitas ruang

Page 27: Teori Sosial

dan fasilitas. Sedangkan kampung pathuk sendiri merupakan area kawasan malioboro. Dan pada

pasal 74 sebagai Kawasan strategis penyangga citra kota yang merupakan pembatasan atau

penyangga kawasan yang berupa pembatas dan jalur bercitra budaya, parisiwata dan atau

perjuangan.

Fungsi dan peran rencana:

a. Mengetahui kebutuhan masyarakat sebelum difasilitasi oleh perencana dan pemerintah

b. Menjelaskan pentingnya rencana dan manfaat dari rencana tersebut

c. Penyambung antara pemerintah, perencana dan masyarakat supaya rencana dapat

dilaksanakan

d. Bersifat objektif

e. Seumpama akan ada rencana baru maka perlu adanya pengkajian rencana yang akan

diterapkan pada suatu wilayah itu

Gambar 10. Hubungan antara Pemerintah, Masyarakat, Perencana, dan Rencana

Sumber: Analisis Penulis, 2013

Fungsi Rencana : Memperkecil konflik lingkungan (idealita realita)�Peran Rencana : Sebagai acuan pelaksanaan pembangunan

Pemerintah

Perencana

Masyarakat

Rencana

Page 28: Teori Sosial

Tujuan Rencana : Menyatukan aspirasi rakyat, regulasi pemerintah dan konsep perencana

Manfaat Rencana : Landasan arah pembangunan

Kesimpulan

Kampung Pathuk merupakan kampung sentra pembuatan bakpia di Yogyakarta. Sebagai

sebuah kampung yang berkarakter khas, kampung ini memiliki beberapa kebutuhan dan masalah

yang dapat dipandang dari berbagai stakeholder.

Dari sudut pandang pemerintah warga di Kampung Pathuk sudah menerima bantuan yang

berasal dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung (LPMK). LPMK di Kampung Pathuk

dijalankan atas dasar kerjasama LPMK sebagai jembatan dari Pemerintah dengan masyarakat.

Beberapa bantuan yang diterima warga Kampung Pathuk dari LPMK berupa Pengerasan Jalan,

Sumur Umum dan Kamar Mandi Umum.

Dari sudut pandang masyarakat kampung pathuk menggantungkan kehidupan mereka di

sector industry pengolahan bakpia, disini masyarakat berperan sebagai obyek pelaku industry.

Dimana peran dari masyarakat dalam menjalankan industry yang mereka kembangangkan,saat ini

membutuhkan peran serta dari pemerintah dan perencana untuk mengembangkan industry usaha

mereka dan dalam mensukseskan dan mengembangkan kampong pathuk ini. Bantuan yang

mereka butuhkan dalam menunjang kehidupan masyarakat pathuk itu sendiri, yaitu: jaringan

jalan, ruang terbuka, dan promosi untuk produk bakpia.

Dari sudut pandang perencana Kampung Pathuk sebagai kampung yang tumbuh tanpa ada

arahan perencanaan, memiliki sistem sosial dan kondisi sosial yang sangat baik yang tidak bisa

direncanakan. Karakter sosial terbentuk secara alami, dan itu tercermin dari kondisi fisik

Kampung Pathuk sendiri. Tidak akan bisa merubah karakter fisik dari kampung ini sebab akan

merubah kondisi sosial yang sudah ada. Untuk lebih meningkatkan kualitas hidup dari

masyarakatnya tersebut maka penyediaan sarana dan prasarana sangat penting.

Dari sudut pandang rencana aspirasi rakyat, regulasi pemerintah dan konsep perencana

harus harmonis. Konflik antar kepentingan sedapat mungkin diminimalisir, sehingga arah

pembangunan yang di rumuskan diawal dapat berjalan sesuai rencana.