Upload
nike-suputra
View
62
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hasil laporan teori sosial
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota merupakan pusat kehidupan yang dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang
pendekatan. Aspek tersebut memberikan gambaran bahwa kota menjadi tempat manusia atau
masyakat berperilaku mengisi aktifitas kehidupan sehari-hari. Dengan berperilaku, manusia dapat
dilihat melalui teropong sosiologi selain dilihat dari aspek fisik perkotaan. Dan oleh perencana
secara lebih lanjut akan dilihat korelasi dan konstelasi fisik keruangan yang ada dengan
sosiologis manusia dan kegiatan yang lain, apakah fisik keruangan tersebut memberikan
kontribusi dan kontribusi seperti apa yang berpengaruh pada perilaku sosiologinya. Maka dari itu,
dalam merencanakan suatu kota, aspek sosial harus menjadi salah satu pertimbangan dalam
penentuan keputusannya.
Fenomena yang sudah lama menjadi perhatian perencana adalah keberadaan kampung.
Kampung bagi sebagian orang dinilai sebagai hasil peradaban dan ciri khas Indonesia. Tapi ada
juga yang menganggap kampung sebagai suatu hal negatif dan dinilai cenderung seperti slum.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, eksistensi kampung menjadi semakin berkurang.
Modernisasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan gaya hidup kampung dan keinginan untuk
tinggal di kampung semakin berkurang. Hal itu disebabkan karena semakin banyak kompleks
perumahan elit di kota-kota yang menawarkan gaya hidup modern.
Banyak kampung di Indonesia yang tumbuh tanpa adanya suatu rencana, cenderung
organis dan tumbuh sesuai dengan kebutuhan masyarakat sendiri. Pertumbuhan seperti itu
menimbulkan banyak penyimpangan baik fisik maupun sosial, seperti yang terjadi di Kawasan
Kampung Pathuk, Yogyakarta. Berbagai upaya untuk menjadikan Kampung Pathuk menjadi
lebih baik dan meminimalisasi penyimpangan seperti pada umumnya kampung telah dilakukan,
baik itu dari pemerintah dan masyarakat. Untuk itu, Kampung Pathuk patut dianalisis lebih lanjut
untuk mengamati dan memahami pertumbuhan kampung terutama dilihat secara sosiologis.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui terbentuknya Kampung
Pathuk sebagai kampung yang mempunyai ciri khas sebagai kampung pembuatan bakpia yang
dilihat dari sudut pandang pemerintah, perencana, rencana, dan masyarakat.
Sedangkan sasaran dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran
umum kepada mahasiswa terkait terbentuknya Kampung Pathuk sebagai kampung bakpia dan
sebagai masukan kepada pemerintah sebagai pemberi kebijakan dalam perkembangan suatu
kampung untuk melakukan perhatian khusus kepada kampung demi perkembangan dan
kesejahteraan kehidupan masyarakat secara umum.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Permukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran
dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur (menurut
Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal 3).
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 menyebutkan bahwa penataan perumahan
dan permukiman berlandaskan asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,
kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Jadi, pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh seseorang atau kelompok
manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam dan sosial
kemasyarakatan sekitar.
2.2. Perngertian Kampung
Pengertian kampung kota yang dapat disepakati semua pihak belum terumuskan.
Beberapa pakar mendefinisikan kampung kota sebagai berikut; Kampung merupakan kawasan
hunian masyarakat berpenghasilan rendah dengan kondisi fisik kurang baik. (Budiharjo, 1992);
Kampung merupakan kawasan permukiman kumuh dengan ketersediaan sarana umum buruk atau
tidak ada sama sekali, kerap kawasan ini disebut slum atau squater (Turner1972).
Kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri kehidupan yang
terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat. Kampung kotor yang merupakan bentuk
permukiman yang unik, tidak dapat disamakan dengan 'slum' dan 'squater' atau juga disamakan
dengan permukiman penduduk berpenghasilan rendah. Menurut Hendrianto (1992) perbedaan
yang mendasari tipologi permukiman kumuh adalah dari status kepemilikan tanah dan Nilai
Ekonomi Lokasi (NEL).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kampung kota adalah suatu
bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dengan ciri antara lain: penduduk
masih membawa sifat dan prilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan
yang erat, kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan, kerapatan
bangunan dan penduduk tinggi, sarana pelayanan dasar serba kurang, seperti air bersih, saluran
air limbah dan air hujan, pembuangan sampah dan lainnya.
2.3. Sejarah Kampung-Kota
Kampung kota sebagai permukiman yang tumbuh di kawasan urban tanpa perencanaan
infrastruktur dari jaringan ekonomi kota sekaligus menjadi karakter urban di Indonesia. Dalam
proses terbentuknya kampung, menurut Sujarto (1990) dibedakan menjadi dua bagian, yakni
yang terbentuk sebelum tahun 1950-an (old establish kampungs) yang dimulai sejak kolonial dan
setelah tahun 1950 (new established kampungs) yang diatndai dengan membanjirnya pengungsi
masuk ke kota sebagai akibat dari perang kemerdekaan. Secara fisik proses perkembangannya
berlangsung secara spontan dan tidak melalui kaidah- kaidah formal.
Melihat kondisi dan pembentukannya, dalam kampung kota terjadi pertama adalah kekumuhan�
struktural yang diakibatkan kebijaksanaan tata ruang pemerintah kolonial yang banyak dijumpai�
pada kawasan pusat kota dan beberapa tempat di bagian tengah kota. Kedua adalah kekumuhan�
kondisional diakibatkan membanjirnya migran kota- kota. Kondisi fisik kampung ini seadanya�
saja sesuai dengan kemampuan ekonomi penghuninya. Banyak dijumpai di bagian tengah dan
pinggiran kota.
2.4. Bentuk Permukiman Kampung-Kota
Kampung lebih dikenal sebagai permukiman untuk golongan sektor informal yang di
dalamnya timbul adanya integrasi dalam suatu ekosistem bermukim menghadapi komposisi
penghuni yang memiliki diversifikasi baik profesii, penghasilan, dan latar belakang tradisi. Ciri
sekaligus potensi yang dapat dimanfaatkan dan perlu dilestarikan pada perkampungan kota dapat
terlihat jelas pada pola kehidupan mereka (Hakim,1987), antara lain :
a. Ekosistem yang heterogen dan relatif mapan, menghasilkan suatu mekanisme pengatur diri
dan relatif tidak rentan terhadap perubahan tiba-tiba.
b. Pembangunan yang berorientasi pada pemakai (user oriented) sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan serta karakteristik pembangunan yang lazim di daerahnya.
c. Kesenjangan komunikasi tidak begitu terasa sehingga memudahkan mobilisasi penduduk.
Oleh Hawy dalam Hakim (1987), karakter-karakter tersebut dikatakan sesuai dengan ciri
kehidupan Indonesia yang bersifat khas melalui teorinya yang mengatakan ditinjau dari struktur�
masyarakat, pola permukiman yang ideal adalah permukiman yang bentuk perumahan, sarana
umum, fasilitas sosial maupun penataannya menunjang perwujudan dan cita- cita dari masyarakat
itu sendiri. Permukiman harus mencerminkan adanya hidup kekeluargaan, tingkat derajat yang
sepadan, kerukunan beragama dan mendorong terwujudnya kegotongoyongan serta kemanfaatan
bersama. Secara tidak langsung pernyatan tersebut mendukung kampung sebagai bentuk�
permukiman perkotaan yang sesuai di Indonesia.
Kampung dengan potensi yang demikian, menggambakan sebuah lingkungan hidup yang
benar-benar menempatkan manusia sebagai subjek, disertai dengan proses pembelajaran pada
manusia untuk dapat menempatkan diri baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
komunitas. Pengembangan dasar konsep dan pendekatan pada perencanaan dan perancangan
kampung sebagai lingkungan binaan dengan rumah sebagai inti, dipandang tidak sekedar
bangunan dengan keindahan semu yang ditampilkan tetapi lebih kepada apa yang dapat ia
berikan atau lakukan untuk keluarga yang menempatinya sehingga penekannya pada kemampuan
rumah sebagai tempat tinggal yang mampu menampung ekspresi penghuni. Dengan kata lain
meninjau rumah bukan sebagai what it is tapi lebih kepada what it does.
Menurut Dharoko dalam Soetomo (2002), bentuk kampung kota dilihat dari proses
pertumbuhannya, dapat dikategorikan menjadi dua kelompok :
a. Urbanized kampung
b. Semi urbanized kampung yang terbagi menjadi dua kategori, yakni penetrade kampung dan
immediate developed kampung.
Sumber daya permukiman yang merupakan karakter dan berpengaruh pada bentuk dan
pertumbuhan permukiman selanjutnya sebagai unsur pembentuk perkampungan kota. Menurut
Faqih dalam Soetomo (2002), dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Lahan: di perkotaan ketersediaan lahan terbatas, sarana dan prasarana relatif memadai.
Pemilikan tidak merata karena persaingan ekonomi dan peraturan lahan yang memadai.
b. Bahan bangunan: bahan bangunan standar, relatif langka sehingga harganya mahal.
c. Tenaga kerja: yang terampil relatif terbatas jumlahnya, tenaga tidak atau kurang terampil
banyak.
d. Sains dan teknologi: teknologi canggih, terbatas dan biasanya dimanfaatkan untuk
pembangunan formal. Pendayagunaan teknologi masyarakat dipandang relatif hemat energi.
e. Energi: teknologi canggih membutuhkan banyak energi sedangkan teknologi rakyat relatif
hemat energi.
Menurut Kostof dalam (Ardian, 2007), Kota adalah leburan dari bangunan dan penduduk,
sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini
dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada dua macam, yaitu geometri dan
organik. Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu
Planned dan Unplanned.
a. Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa abad pertengahan dengan
pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk geometrik.
b. Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota metropolitan, dimana
satu segmen kota berkembang secara sepontan dengan bermacam-macam kepentingan yang
saling mengisi, sehingga akhirnya kota akan memiliki bentuk semaunya yang kemudian
disebut dengan organik pattern, bentuk kota organik tersebut secara spontan, tidak terencana
dan memiliki pola yang tidak teratur dan non geometrik.
Dalam suatu kota organik, terjadi saling ketergantungan antara lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Contohnya: jalan-jalan dan lorong-lorong menjadi ruang komunal dan ruang
publik yang tidak teratur tetapi menunjukkan adanya kontak sosial dan saling menyesuaikan diri
antara penduduk asli dan pendatang, antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
Perubahan demi perubahan fisik dan non fisik (sosial) terjadi secara sepontan. Apabila salah satu
elemnya terganggu maka seluruh lingkungan akan terganggu juga, sehingga akan mencari
keseimbangan baru. Demikian ini terjadi secara berulang-ulang.
Menurut Lynch (1988), definisi model organik atau kota biologis adalah kota yang terlihat
sebagai tempat tinggal yang hidup, memiliki ciri-ciri kehidupan yang membedakannya dari
sekedar mesin, mengatur diri sendiri dan dibatasi oleh ukuran dan batas yang optimal, struktur
internal dan perilaku yang khas, perubahannya tidak dapat dihindari untuk mempertahankan
keseimbangan yang ada, menurutnya bentuk fisik organik :
a. Membentuk pola radial dengan unit terbatas;
b. Memiliki focused centre;
c. Memiliki lay out non geometrik atau cenderung romantis dengan pola yang membentuk
lengkung tak beraturan;
d. Material alami;
e. Kepadatan sedang sampai rendah; dan
f. Dekat dengan alam.
Di dalam model organik ini, organisasi ruang telah membentuk kesatuan yang terdiri dari unit-
unit yang memiliki fungsi masing-masing. Kota terbentuk organik mudah untuk mengalami
penurunan kualitas karena perkembangannya yang spontan, tidak terencana dan sepotong-
sepotong (Ardian, 2007). Masyarakat penghuni kota ini bermacam-macam yang merupakan
percampuran antara berbagai macam manusia dalam suatu tempat (place) yang memiliki
keseimbangan. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, saling menyimpang tetapi juga
saling mendukung satu sama lain. Kota organik memiliki ciri khas pada kerjasama dalam
pemeliharan lingkungan sosial oleh masyarakat
2.5. Komponen Pembentuk Kampung-Kota
Ada tiga komponen pokok sebagai tumpuan dasar perkembangan perkampungan kota, yang
karena tingkat kemampuan yang berbeda dari masing- masing komponen tersebut, maka akan
memberikan bentukan atau fenomena yang berbeda pula pada kampung kota. Komponen tersebut
adalah :
1. Komponen akses, akses yang dimaksud di sini adalah tingkat hubungan (link) terhadap
badan pemerintah-non pemerintah, maupun individuindividu berpotensi.
2. Komponen resource
a. potensi sosial eknomi dari suatu kampung kota;
b. keanekaragaman potensi geografis;
c. potensi kegiatan industri, pertokoan, dan perusahaan yang beroperasi;
d. tingkat pendidikan dan skill penduduk; dan
e. keragaman dan land tenure pattern.
3. Komponen motivasi
a. keanekaragaman tingkat motivasi penduduk kampung dalam keikutsertaanya
dalampengembangan kampung;
b. keragaman peran dari para pemimpin; dan
c. perkembangan sistem organisasi masyarakat.
Dalam pengelompokkan jenis komponen pembentuk fisik permukiman, menurut teori
SAR (Sticing Architecten Research) tentang konsep perumahan kerakyatan yang melihat
manusia hidup dalam alam individu sekaligus alam komunitas membagi lingkungan binaan
menjadi dua komponen utama:
1. Support
Adalah komponen yang dibuat dalam alam komunitas demi melindungi kepentingan-
kepentingan kolektif. Seperti pipa jaringan air bersih, air buangan atau yang lainnya atas dasar
studi atas faktor- faktor antara lain kebutuhan, kemampuan, dan tata nilai budaya calon
penghuninya.
2. Detachable units
Komponen yang mewakili alam individu merupakan bagian rumah yang dapat dirancang,
dibangun dan dikembangkan sendiri oleh penghuni sesuai dengan kemampuan dan tata nilai
budayanya. Hubungan keduanya dan support yang dibangun haruslah sedemikian rupa,
sehingga tidak memungkinkan detachable units berkembangan ke arah anarki. Dalam teori
ini diharapkan keberadaan permukiman dapat memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, sebagai
tolak ukur utama perancangan. Melalui komponen-komponen tersebut, diharapkan
perkembangan dari sebuah perkampungan dapat terarah walaupun di dalamnya terdapat
diversifikasi penghuni.
BAB III
METODE KERJA
3.1. Prosedur dan Program Kerja
Dalam penelitian ini terdapat beberapa prosedur dalam pembuatan laporan. Prosedur
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan awal
2. Survey lapangan
3. Wawancara
4. Dokumentasi
5. Ambil sample
6. Penyusunan akhir
7. Laporan
3.2. Jadwal Kerja
Program Kerja
BULAN
Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan awal
Survey lapangan
Wawancara
Dokumentasi
Ambil sampel
Penyusunan akhir
Laporan
1. Penyusunan awal : 26 Desember 2013 27 Desember 2013�2. Survey lapangan : 28 Desember 2013
3. Wawancara : 28 Desember 2013
4. Dokumentasi : 28 Desember 2013
5. Ambil sample : 28 Desember 2013
6. Penyusunan akhir : 29 Desember 2013 4 Januari 2014�7. Laporan : 5 Januari 2014
3.3. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Teknik wawancara digunakan dengan mewancarai masyarakat Kampung Pathuk, produsen
Bakpia Pathuk, dan mantan lurah yang mengetahui sejarah, perkembangan, dan kondisi
Kampung Pathuk pada tanggal 28 Desember 2013 pukul 16.30 WIB
b. Dokumentasi
Teknik ini dilakukan dengan pengambilan gambar dan foto lokasi dan kondisi kawasan /
objek amatan sebagai bukti atas kebenaran laporan yang dibuat.
c. Observasi Lapangan
Teknik ini dilakukan dengan melakukan peninjauan lokasi dan kondisi Kampung Pathuk,
membuat dokumentasi berupa foto atau gambar.
3.4. Metode Analisis Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan dan penelitian lapangan
yaitu survey. Data yang diperoleh akan dianalisis dan dipadukan dengan informasi-informasi
yang didapat.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Kampung Patuk terletak di dekat Jalan Bhayangkara dan berseberangan dengan Pasar
Patuk, yaitu pada kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan Yogyakarta. Kampung Patuk
terdiri dari 3 RW namun yang menjadi lokasi penelitian adalah RW 7 yang berbatasan sebelah
utara dengan kemetiran lor, sebelah selatan dengan Jalan KS Tubun, sebelah barat dengan asrama
polisi, sebelah timur dengan jalan Bhayangkara. Lokasi RW 7 yang dijadikan kasus penelitian
adalah dimulai dari Pasar Senen sampai jalan KS Tubun.
Ada beberapa hal yang menjadikan kampung Patuk ini menjadi menarik untuk diteliti
mengenai partisipasi komunitasnya antara lain di kampung Patuk ini terdapat pasar yaitu pasar
senen. Pasar ini berbentuk memanjang dan berbatasan langsung dengan asrama polisi dan bisa
diakses melewati Jl KS Tubun. Hal lain yang semakin menjadikan kampung ini menarik adalah
adanya pagar atau gerbang disetiap gapura masuk kampung, adanya gardu yang saling
berdekatan, serta adanya dua etnis yang menyatu dalam satu komunitas (Jawa-Cina).
Kampung pathuk tidaklah seperti kampung-kampung pada umunya. Kampung yang satu
ini memiliki ciri khas yaitu kampung sentra pembuatan bakpia. Kampung yang tidak terlalu luas
ini dihuni oleh banyak penduduk yang sebagian besar warganya mempunyai usaha rumahan
membuat bakpia. Bakpia merupakan makanan khas dari Kota Yogyakarta. Sejarah bakpia adalah
makanan yang berasal dari China dengan nama aslinya tou lok pia atau kue pia kacang hijau.
Sekitar tahun 1990-an, bakpia kian diminati seiring berkembangnya Yogyakarta sebagai
daerah tujuan wisata. Hal tersebut justru berdampak pada makin merabahnya warga Pathuk yang
memproduksi bakpia, hingga akhirnya Kampung Pathuk dikenal sebagai sentra pembuatan
bakpia.
Sejak kunjungan wisata meningkat, warga Pathuk pun mulai belajar untuk membuat
bakpia. Untuk membedakan bakpia mereka, maka bakpia diberi nama sesuai dengan nomor
rumah. Maka jangan heran, bila nama-nama bakpia di Yogyakarta berisi angka-angka. Akhirnya
Kampung Pathuk mulai dikenal sebagai sentra pembuatan bakpia.
Meski sekarang bakpia telah menyebar di hampir seluruh wilayah di Yogyakarta namun
tidak dapat dipungkiri bahwa dari Kampung Pathuk inilah asal muasal bakpia yang menjadi oleh-
oleh khas Kota Yogyakarta. Meski terkenal sebagai kampung bakpia namun tidak semua
warganya mendapat keuntungan besar dari bakpia. Hal ini karena wisatawan umumnya hanya
mengenal toko-toko bakpia yang berada di sepanjang jalan di Yogyakarta saja. Di samping itu,
juga ada kesan bahwa bakpia Kampung Pathuk bukan bakpia asli. Padahal dilihat dari proses
pembuatannya dan juga kualitas rasanya, bakpia buatan warga kampung Pathuk juga sama
enaknya dengan bakpia-bakpia yang dijajakan di toko.
Untuk mengenalkan bakpia sebagai icon kuliner Yogyakarta, warga kampung Pathuk giat
memprioritaskan kampung mereka sebagai sentra industri bakpia. Dengan ini, dapat
meningkatkan pendapatan industri bakpia rumahan, dan turut meningkatkan perekonomian warga
kampung Pathuk. Di kampung ini, ada setidaknya 120 pengrajin bakia, dn selama ini, industri
pembuatan bakpia mampu menggerakkan danmenaikkan perekonomian warga kampung Pathuk.
Gambar 1. Aktifitas masyarakat Kampung Pathuk
Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
4.2. Analisis Perkampungan dari Sudut Pandang Pemerintah
4.3.1. Bantuan Pemerintah untuk Kampung Pathuk
Bantuan yang diterima warga masyarakat Kampung Pathuk berasal dari Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Kampung (LPMK). LPMK tidak hanya diterima oleh warga
Kampung Pathuk karena lembaga ini merupakan bantuan Pemerintah, dimana LPMK sebagai
jembatan penyaluran kebutuhan kampung melalui Kelurahan. LPMK yang ada di Kota
Yogyakarta terdiri dari 45 anggota kampung dan semua berjalan. Berikut adalah tabel kedudukan
dan tata kelembagaan LPMK berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta No 40 tahun 2008:
Tabel 1. Kedudukan dan Tata Kelembagaan LPMK
Aspek LPMK
Definisi Lembaga Pemberdayaan masyarakat tingkat kelurahan sebagai wadah
Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai mitra pemerintah
kelurahan dalam menampung dan mewujudkan aspirasi kebutuhan
demokrasi masyarakat di bidang pembangunan
Dasar Hukum Permendagri No 5 tahun 2007
Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa ditetapkan dalam
Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota
Tugas a. menyusun rencana pembangunan yang partisipatif;
b. menggerakkan swadaya gotong-royong masyarakat;
c. melaksanakan pembangunan;
d. mengendalikan pembangunan; dan
e. menggerakkan / memotivasi perubahan nilai-nilai sosial dalam
masyarakat ke arah kemajuan, kemandirian dan keberdayaan masyarakat.
Fungsi a. dalam perencanaan pembangunan yang partisipatif, LPMK
mempunyai ketugasan:
1. menemukenali, mendata / menginventarisasi, menganalisis potensi
dan permasalahan wilayah;
2. menyusun basis data potensi dan permasalahan wilayah sebagai bahan
penyusunan perencanaan pembangunan;
3. menyusun program pembangunan tingkat Kelurahan jangka pendek (1
tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka panjang (25 tahun);
4. sebagai koordinator dan inisiator pelaksanaan Musyawarah
Penyusunan Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat
Kelurahan secara partisipatif dan terpadu;
b. dalam aspek sosial kemasyarakatan, LPMK mempunyai ketugasan:
1. menggerakkan partisipasi dan gotong royong masyarakat dalam
pembangunan;
2. memotivasi masyarakat untuk terwujudnya persatuan dan kesatuan
masyarakat di Kelurahan;
3. membantu mengkoordinasikan penyelesaian berbagai permasalahan
kesejahteraan sosial;
4. menyelenggarakan pertemuan warga secara berkala maupun insidentil;
c. dalam melaksanakan pembangunan, LPMK mempunyai tugas:
1. sebagai motor penggerak pembangunan partisipatif;
2. menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya (Sumber Daya
Alam, Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Kelembagaan) di
wilayah;
3. mengakses berbagai sumber dana;
4. melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan mitra kerja dalam
rangka pelaksanaan pembangunan di wilayah;
5. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan;
6. meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap
kesinambungan pelaksanaan dan hasil pembangunan;
d. dalam mengendalikan pembangunan, LPMK mempunyai ketugasan:
1. melaksanakan Pengawasan Masyarakat (Wasmas) dan evaluasi
terhadap pelaksanaan pembangunan di wilayah kerjanya dengan tata cara
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan mitra kerja dalam
rangka penyelesaian permasalahan pembangunan di wilayah.
Kewenangan Menegakkan nilai-nilai demokrasi dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja
pengurus.
Tata Kelembagaan Kemitraan, Konsultatif, koordinatif
Kedudukan Tingkat Kelurahan
Sumber Dana Bantuan Pemerintah Kelurahan� Bantuan Pemerintah Kota� Bantuan Pemerintah Propinsi� Bantuan Pemerintah� Bantuan lainnya yang sah�
Sumber: Peraturan Walikota Yogyakarta No 40 tahun 2008
LPMK di Kampung Pathuk dijalankan atas dasar kerjasama LPMK sebagai jembatan dari
Pemerintah, Karang Taruna dan Masyarakat sehingga bisa tetap berjalan dan mampu menampung
aspirasi masyarakat di Kampung Pathuk. Dalam sistem yang diterapkan warga Kampung Pathuk
bantuan yang dijalankan didasarkan pada kebutuhan yang lebih pokok. Penentuan didasarkan
pada Musrenbang (Musyawarah Pembangunan). Pelaksana/yang menjalankan bantuan LPMK
untuk kebutuhan warga dilaksanakan oleh LPMK di Kampung Pathuk sendiri, dan dalam proses
pembangunan/pengerjaan diawasi oleh masyarakat sendiri dan adanya transparansi dalam
pendanaannya. Beberapa bantuan yang diterima warga Kampung Pathuk dari LPMK berupa
Pengerasan Jalan, Sumur Umum dan Kamar Mandi Umum. Berikut adalah foto banatuan yang
diberikan LPMK pada masyarakat Pathuk:
Gambar 2. Sumur mmum bantuan dari LPMK
Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
Pembuatan Sumur bantuan dari LPMK sudah diteliti kualitas airnya. Sistim yang
diterapkan satu(1) Sumur dimanfaatkan oleh 10 KK yang dapat di manfaatkan melalui bak
penampungan air yang disalurkan melalui pipa yang dibeli untuk mengalirkan air yang sudah
dipasang dirumah-rumah warga. Pembuatan Sumur dipilih karena kualitas air yang ada di
Kampung Pathuk yang tidak terkontaminasi, lebih irit dan murah daripada menyalur ke PDAM.
Gambar 3. Kamar Mandi Umum bantuan dari LPMK
Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
Kamar mandi bantuan dari LPMK dibangun berdampingan dengan Sumur. Kamar mandi
ini dapat dimanfaatkan oleh warga yang tidak memiliki kamar mandi dan penggunaannya secara
berbarengan bagi yang memanfaatkannya. Selain fasilitas yang disediakan Pemerintah melalui
LPMK, Kampung Pathuk juga memiliki fasilitas yang diperoleh dari kerjasama antar Pemerintah
dan masyarakat berupa Paud yang bernama SPS Paud Widoro Laut 07, Kelompok Paguyuban
Lansia Pathuk (PALAPA), Kelompok Pandhemen yang nergerak dalam bidang kesehatan,
Gedung Serba Guna dan Ruang Terbuka Publik (RTP). RTP yang ada di kampung Pathuk
mengalami penyempitan karena dimanfaatkan sebagai Pasar. Berikut adalah sejarah adanya Pasar
di Kampung Pathuk berdasarkan wawancara dengan Bapak St Mujiono dan Bapak Sigit
Cahyono:
Pasar di Kampung Pathuk merupakan pindahan dari Jogonegaran. Karena mengganggu
lalu lintas dan jalan yang ada di Gandean, Pajeksan yang akan dilebarkan maka dipindah di
Kampung Pathuk. Awalnya pemindahan pasar tersebut hanya sementara. Bapak St Mujiono
sebagai anggota Rukun Kampung (RK) mengizinkan. Dulunya bangunan yang ada di Pasar Senin
ini tidak permanen dan dulu Pemerintah berjanji jika punya dana akan dipindah dan membuat
yang permanen. Dibuatlah Pasar Pathuk untuk menampung pedagang di Pasar Senin. Namun
pedagang Pasar Senin yang sudah didata tidak dipindah karena kaflingnya dijual oleh pengelola
pasar. Lalu saya (St Mujiono) mengijinkan kampung Pathuk digunakan untuk pasar jika memiliki
ijin (Ijin Mendirikan Bangunan), dibangun secara permanen dan tidak dibangun ke Selatan
karena mengurangi RTP untuk bermain anak-anak. Dampak dengan adanya Pasar Senin selain
mengurangi RTP juga berdampak pada keterbatasan masyarakat dalam melakukan kegiatan,
untungnya ada masjid. (Sumber: Wawancara Lapangan dengan Bapak St Mujiono dan Bapak
Sigit Cahyono pada tanggal 28 Desember 2013)
Berikut adalah kondisi Pasar Senin saat ini:
Gambar 4. Pasar Senin pada Malam Hari
Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
Pasar Senin dulunya tidak permanen, karena tempat ini diijinkan untuk dimanfaatkan
sebagai pasar dengan syarat memiliki IMB, dibangun secara permanen dan tidak dibangun ke
Selatan dibuatlah Permanen dengan bentuk L. Pasar ini tidak terlalu terlihat sebagi pasar dimalam
hari karena menyatu dengan kampung.
4.3.2. Bantuan Pemerintah untuk Pembuat Bakpia Pathuk
Kampung Pathuk merupakan kampung yang terkenal sebagai sentra Bakpia Pathuk. Awal
adanya kampung Pathuk tidak hanya ada satu, namun terdiri dari Sanggrahan Pathuk, Pathuk,
Suryotarunan dan Mertoyudan. Sanggrahan saat ini bernama Sanggrahan Pathuk. Nama
Sanggrahan ditambahin Pathuk karena nama Sanggrahan sendiri menurut warga merupakan
tempat yang identik dengan tempat lokalisasi di terminal Giwangan lama. Pergantian nama
tersebut merupakan ide dari Bapak St Mujiono dan masyarakat agar image jelek itu hilang.
Sedangkan Kampung Pathuk yang identik sebagai sentra bakpia tersebut berawal dari seorang
tokoh/pegawai yang bernama Sunder yang mempunyai resep dari neneknya dalam membuat
bakpia. Sunder merasa kasihan pada warga kampung Pathuk yang dulu marginal. Dengan
keahlian yang diperoleh dari neneknya, beliau berinisiatif mengajarkan proses pembuatan Bakpia
Pathuk pada tetangganya. Awal pengembangan industri rumah tangga pembuatan bakpia tersebut
terkendala modal.
Modal awal diperoleh dari Bapak St Mujiono sebagai Lurah memberikan sumbangan
kepada warga yang ingin berusaha di bidang pembuatan Bakpia Pathuk. Karena sumbangan
tersebut habis warga Pathuk mendapat bantuan dari Kantor Pos yang diberikan secara bergulir.
Dari bantuan tersebut masyarakat berinisiatif membuat Koperasi yang bernama Sumekar. Setelah� �
bantuan dari Kantor Pos tersebut dan terbentuknya Koperasi Sumekar, warga sudah tidak
mendapatkan bantuan dari Pemerintah. Koperasi Sumekar di Kampung Pathuk merupakan
tonggak berkembangnya sentra pembuatan bakpia Pathuk skala rumah tangga karena dengan
koperasi tersebut mampu meringankan pembuat bakpia dalam membeli bahan produksi.
Koperasi Sumekar didalamnya terdapat Sari Boga sebagai produsen bahan kebutuhan
pembuatan bakpia yang berbelanja dalam partai besar sehingga para anggota koperasi yang
membeli bahan tidak merasa keberatan dari sisi ekonomi karena harganya lebih murah. Dalam
penjualan yang dilakukan pembuat bakpia menggunakan sistim Konkiren. Konkiren adalah upaya
yang dilakukan para pembuat bakpia dalam menentukan harga, jadi harga yang ditentukan
dengan range tertentu sehingga tidak terjadi persaingan antar pembuat bakpia. Saat ini kurang
lebih terdapat 85 rumah tangga yang memproduksi Bakpia Pathuk di Kampung Pathuk.
Produksi Bakpia Pathuk skala rumah tangga tingkat keramaian tergantung pada musim
libur, pesanan dan tergantung pada pasar. Karena keterbatasan modal dan sudah tidak adanya
bantuan dari Pemerintah bagi pembuat Bakpia Pathuk, berdasarkan hasil wawancara dengan
pembuat bakpia skala kecil muncul harapan untuk Pemerintah berupa alat-alat untung
mendukung produksi bakpia seperti: alat gilinga kacang hijau, kompor, oven, etalase untuk
memasarkan hasil produksi.
4.3. Analisis Perkampungan dari Sudut Pandang Masyarakat
4.3.1. Bantuan Masyarakat untuk Kampung Pathuk
Masyarakat mempunyai arti sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai kalangan dan
tinggal didalam satu wilayah yang telah memiliki hukum adat, norma-norma dan berbagai
peraturan yang siap untuk ditaati. objek yang menjadi studi kasus dalam pembahasan ini adalah
Masyarakat yang ada di kampung Pathuk Yogyakarta, Masyarakat di kampung pathuk
menggantungkan kehidupan mereka di sector industry pengolahan bakpia, disini masyarakat
berperan sebagai obyek pelaku industry. Dimana peran dari masyarakat dalam menjalankan
industry yang mereka kembangangkan,saat ini membutuhkan peran serta dari pemerintah dan
perencana untuk mengembangkan industry usaha mereka dan dalam mensukseskan dan
mengembangkan kampong pathuk ini.
Dalam mengembangkan usaha mereka mereka membutuhkan beberapa Bantuan yang mereka
butuhkan dalam menunjang kehidupan masyarakat pathuk itu sendiri, yaitu:
a. Fasilitas jaringan jalan yang susah dan sempit untuk diakses kendaraan, dimana jalan untuk
masuk ke dalam kampung ini sangatlah sempit dan memiliki paving yang sudah tidak layak
untuk dilewati, selain itu penerangan yang ada di jalan kampong ini sangat minim,
b. Pasar di Kampung Pathuk merupakan pindahan dari Jogonegaran. Karena mengganggu lalu
lintas dan jalan yang ada di Gandean, Pajeksan yang akan dilebarkan maka dipindah di
Kampung Pathuk. Awalnya pemindahan pasar tersebut hanya sementara.Bapak St Mujiono
sebagai anggota Rukun Kampung (RK) mengizinkan. Dulunya bangunan yang ada di Pasar
Senin ini tidak permanen dan dulu Pemerintah berjanji jika punya dana akan dipindah dan
membuat yang permanen. Dibuatlah Pasar Pathuk untuk menampung pedagang di Pasar
Senin.Namun pedagang Pasar Senin yang sudah didata tidak dipindah karena kaflingnya
dijual oleh pengelola pasar. Lalu saya (St Mujiono) mengijinkan kampung Pathuk digunakan
untuk pasar jika memiliki ijin (Ijin Mendirikan Bangunan), dibangun secara permanen dan
tidak dibangun ke Selatan karena mengurangi RTP untuk bermain anak-anak. Dampak
dengan adanya Pasar Senin selain mengurangi RTP juga berdampak pada keterbatasan
masyarakat dalam melakukan kegiatan, untungnya ada masjid. Pasar Senin dulunya tidak
permanen, karena tempat ini diijinkan untuk dimanfaatkan sebagai pasar dengan syarat
memiliki IMB, dibangun secara permanen dan tidak dibangun ke Selatan dibuatlah
Permanen dengan bentuk L. Pasar ini tidak terlalu terlihat sebagi pasar dimalam hari karena
menyatu dengan kampong (Sumber: Wawancara Lapangan dengan Bapak St Mujiono dan
Bapak Sigit Cahyono pada tanggal 28 Desember 2013)
Berikut adalah kondisi Pasar Senin saat ini:
Gambar 5. Pasar Senin pada Malam Hari
Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
c. Kebutuhan untuk menunjang produksi Bakpia mereka sehingga dapat meningkatkan
pendapatan mereka, seperti peran serta dari pemerintah untuk mempromosikan produk yang
masyarakat Pathuk hasilkan karena produksi Bakpia Pathuk skala rumah tangga yang mereka
hasilkan tingkat keramaian tergantung pada musim libur, pesanan dan tergantung pada pasar
dan karena keterbatasan modal dan sudah tidak adanya bantuan dari Pemerintah bagi
pembuat Bakpia Pathuk, berdasarkan hasil wawancara dengan pembuat bakpia skala kecil
muncul harapan untuk Pemerintah berupa alat-alat untung mendukung produksi bakpia
seperti: alat gilingan kacang hijau, kompor, oven, etalase untuk memasarkan hasil produksi.
d. Taman terbuka atau ruang hijau sebagai tempat yang layak untuk bermain anak-anak karena
tempat bermain dan runag terbuka yang ada disana juga masih sangat kurang dan kurang
layak, selain sebagai sebagai tempat bermain, juga diharapkan dengan adanya ruang terbuka
itu bias digunakan warga sebagai temat serbaguna, seperti bila ada yang meninggal sebagai
tempat untuk layak, atau sebagai tempat untuk merayakan hajatan pernikahan.
Berdasarkan studi kasus masyarakat kampung pathuk yang ada diatas, terdapat peraturan
hukum yang berdasarkan pada Undang-Undang yang terkait, dimana Undang-undang tersebut
berisi tentang perencanaan lingkungan masyarakat, yaitu UU No 66 tahun 2007 dan UU No 26
tahun 2007, berikut penjelasan tata ruang lingkungan khususnya dalam skala ruang desa.
a. UU No 66 tahun 2007
Di dalam uu no 66 tahun 2007 terdapat rencana pembangunan jangka menegah desa (RPJM
desa), yaitu dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun, yang memuat arah kebijakan
pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum, dan program satuan
kerja perangka daerah SKPD). Dan ada juga rencana kerja pembangunan desa (RKP desa)
yaitu perencanaan periode satu tahun, yang merupakan penjabaran dari RPJM desa yang
memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaa
yang dimukthairkan, program prioritas pembangunan desa, baik yang dilaksanakan secara
langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada rencana kerja pemerintah daerah dan RPJM desa.
b. UU no 25 tahun 2004
Selain itu juga berkaitan dengan adanya UU no 25 tahun 2004 tentang sistem pembangunan
nasional menyebutkan uu tersebut salah satu tujuannya adalah suntuk meningkatkan
partisipasi masyarakat, sehingga kerterlibatan masyarakat sudah tidak lagi menjadi objek
pembangunan, melainkan menjadi subjek pembangunan.
Gambar 6. Alur Penyusunan RPJM desa dan RKP desa
Sumber: Undang-Undang No. 25 Tahun 2004
Berdasarkan alur tersebut masyarakat sangat berperan dalam pengawasan penyusunan
RPJM desa dan RKP desa, sehingga tidak terdapat penyalahgunaan kekuasaan pemerintah. Dan
juga memberikan solusi solusi untuk pembangunan di desanya contohnya di kampong Pathuk
dalam pemasaran produk bakpia tersebut masyarakat harus ikut serta dalam mengawasi rencana
pemerintah untuk memasarkan baran tersebut sehingga menambaha pendapat mereka dan
masalah masalah yang ada di internal desa dan aspirasi dari masyarakat
4.4. Analisis Perkampungan dari Sudut Pandang Perencana
Kampung merupakan kelompok rumah yang merupakan bagian dari suatu kota, biasanya
dihuni oleh sekelompok orang berpenghasilan rendah. Kampung menurut Eko Budihardjo (2009)
terdapat dua macam jenis. Pertama, kampung yang terencana, yang sejak perencanaan tapak
sampai pada rancang bangun rumah-rumahnya dilaksanakan oleh pemerintah. Kampung
terencana ini dibangun jaman Hindia, Belanda, yang pada beberapa kota masih dapat dikenali.
Kedua, kampung yang tumbuh tanpa ada arahan perencanaan, sehingga pola jalannya tidak
mengikuti pembakuan yang resmi, seperti gridion, linier yang terdapat pada jenis yang pertama.
Tidak teratur arah jalannya, dengan tikungan yang tajam, dan kadang buntu. Tidak terdapat petak-
petak atau batas tanah yang jelas antara kapling yang satu dengan yang lainnya, sedangkan fasade
rumah-rumah yang terbangun juga berbeda-beda. Akan tetapi itulah kampung yang dibangun
secara alami, atau tanpa seorang arsitek atau planolog.
Salah satu permukiman yang terdapat di Kota Yogyakarta adalah Kampung Pathuk,
Kecamatan Ngampilan. Kampung Pathuk terkenal sebagai sentra bakpia. Tata guna lahan di
Kampung Pathuk sebagian besar dipergunakan sebagai wilayah permukiman padat penduduk dan
perdagangan. Sehingga unsur-unsur yang menonjol antara lain rumah-rumah dan warung-warung
yang kemudian banyak difungsikan untuk menjual bakpia hasil produksi rumahan.
4.4.1. Gambaran Umum Sarana dan Prasarana Di Kampung Pathuk
a. Ruang Terbuka
Ruang terbuka yang dimaksud adalah ruang terbuka publik. Di Kampung Pathuk
ketersediaan ruang terbuka sangat dibutuhkan sekali sebab berhubungan dengan kualitas
kehidupan warganya, khususnya anak-anak untuk aktivitas bermain. Kondisi eksisting yang
ada ruang terbukanya menyatu dengan jalan lingkungan dalam gang dengan perkerasan
semen.
Gambar 7. Ruang Ruang Terbuka Di Kampung Pathuk (RW 7)Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
b. Toilet Umum
Toilet umum yang ada merupakan bantuan dari LPMK. Kondisinya sudah cukup baik.
Dengan jumlanya hanya dua buah dan dirasakan sudah mencukupi warga Kampung
Pathuk khususnya RW 7.
Gambar 8. Toilet Umum Di Kampung Pathuk RW 7Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
c. Jaringan Jalan
Jaringan jalan dalam suatu kampung merupakan prasarana vital terhadap mobilitas
penduduknya. Jaringan jalan yang ada di Kampung Pathuk merupakan jalan lingkungan
dan lebarnya sempit sekitar 2 meter. Jalan di Kampung Pathuk ini menggunakan
perkerasan berupa paving maupun semen.
d. Alat Transportasi Penduduk dan Pelewat di Kampung Pathuk
Sebagai akibat dari jaringan jalan yang sempit, maka hal ini juga berdampak pada jenis
alat transportasi yang dapat melewatinya. Seperti di Kampung Pathuk mayoritas
penduduk mempunyai alat transportasi pribadi berupa sepeda. Adapun sepeda motor yang
melewati jalan-jalan yang sempit tersebut untuk masuknya harus mematikan mesin
motornya dan harus mendorongnya dari depan gang menuju rumah.
e. Jaringan Air Bersih, Jaringan Air Kotor, Sistem Drainase di Kampung Pathuk
Dengan adanya kepadatan penduduk yang tinggi di Kampung Pathuk, maka kebutuhan
akan jaringan air bersih menjadi besar. Namun, hal ini dibatasi oleh sarana dan prasarana
yang kurang memadai. Di Kampung Pathuk warganya menggunakan air PAM dan sumur.
Sumur yang ada merupakan sumur bersama yang digunakan sebagai sumber air untuk
mandi dan cuci.
Semakin besar konsumsi air bersih, maka semakin besar pula buangan (air kotor) yang
dihasilkan. Apalagi dengan terbatasnya lebar dari jaringan jalan di Kampung Pathuk,
maka ruang/ area untuk sistem drainase juga menjadi sangat minim atau bahkan tidak ada.
Saluran drainase untuk pembuangan air kotor, baik dari air hujan atau limbah cair rumah
tangga menjadi satu kesatuan, selain itu tidak terdapat sumur resapan ataupun bak kontrol.
f. Jaringan Listrik, dan Jaringan Telepon
Energi listrik adalah bagian yang sangat penting dari sistem sarana dan prasarana. Namun,
karena energi listrik ini terbatas, maka harganya menjadi semakin mahal selain itu
kebutuhan akan listrik tidak sepenting kebutuhan akan air bersih. Sehingga kaum urban,
yang erat kaitannya dengan kemiskinan, menggunakan energi listrik ini dengan se-efektif
dan se-efisien mungkin. Jaringan listrik yang ada Masing-masing rumah menggunakan
listrik PLN dengan daya berkisar antara 450 KWH900 KWH. Selain itu, penerangan�
dalam gang-gang hanya seadanya, dikarenakan terbatasnya lebar jalan yang ada. Sehingga
untuk pengadaan penerangan jalan diperoleh dari swadaya mayarakat.
Sumber: Dokumentasi kelompok, 2013
Masalah kemiskinan sebagai dampak dari urbanisasi juga berpengaruh terhadap jaringan
telepon yang ada di Kampung Pathuk. Sebagian besar menggunakan telepon selular.
Hanya sedikit dari warga yang menggunakan TELKOM. Sedangkan sisanya
menggunakan telepon selular karena lebih murah/terjangkau.
4.4.2. Permasalahan Utama Sarana Dan Prasarana Di Kampung Pathuk
Dari gambaran sekilas sarana dan prasarana di Kampung Pathuk diatas, masalah yang
paling penting adalah jaringan jalan. Permasalahan jaringan jalan ini menyebabkan masalah-
masalah lain, seperti terbatasnya jaringan drainase di Kampung Pathuk. Selain itu, di Kampung
Pathuk yang sebagian besar berfungsi sebagai permukiman tentunya memerlukan ruang terbuka
publik sebagai sarana rekreasi untuk anak-anak.
Jika melihat standar jalan yang ada dalam SNI 03-6981-2004, Tata cara perencanaan
lingkungan perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan, maka kondisi jalan di
Kampung Pathuk ini tidak memenuhi standar jalan yang ada. Dari lebar Damaja 2 meter, tidak
ada Garis Sempadan Bangunan. Sehingga jaringan drainase menempel dengan batas bangunan
rumah.
Dari lebar jalan yang sempit, tidak diikutinya standar lebar jalan, dilanggarnya KDB dan
garis sempadan bangunan, tidak adanya ruang terbuka dalam persil bangunan. Sehingga
mempengaruhi kualitas visual yang ada di Kampung Pathuk. Hal ini dikarenakan sebagian besar
Gambar 9. Jaringan Listrik Kampung Pathuk RW 7
warga menjemur di depan rumah. Selain itu juga berdagang, sehingga semakin mempersempit
lebar jalan. Jalan juga digunakan untuk area bermain catur, menunggu antrean WC umum,
bermain anak-anak, ruang untuk membuat barang dagangan (produksi).
Ruang sempit di dalam Kampung Pathuk ini sangat rawan sekali jika terjadi bencana
kebakaran. Akses yang sempit ini akan mempersulit mobil pemadam untuk menjangkau area
dalam dari kampung. Dari kondisi itu maka diperlukan adanya hydrant untuk mengantisipasi jika
nantinya terjadi kebakaran.
4.5. Analisis Perkampungan dari Sudut Pandang Rencana
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi�
Papua menyebutkan pengertian Kampung atau disebut dengan nama lain adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistim
Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabuoaten / Kota.
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang pemerintah daerah Desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Sutardjo Kartohadikusumo Desa adalah suatu kesatuan hukum tempat tinggal
suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Kampung atau desa, menurut definisi secara luas, adalah sebuah penempatan manusia di
daerah pedesaan. Biasanya lebih kecil dari dusun. Yang menjadi studi kasus dalam pembahasan
ini adalah kampung Pathuk Yogyakarta, kampung yang terkenal karena sector industry
pengolahan bakpia.
Dalam peraturan daerah kota Yogyakarta nomor 2 ahun 2010, Rencana penanganan
kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf b,
bahwasanya kawasan Malioboro diarahkan mempertahankan dan mengembangkan kualitas ruang
dan fasilitas. Sedangkan kampung pathuk sendiri merupakan area kawasan malioboro. Dan pada
pasal 74 sebagai Kawasan strategis penyangga citra kota yang merupakan pembatasan atau
penyangga kawasan yang berupa pembatas dan jalur bercitra budaya, parisiwata dan atau
perjuangan.
Fungsi dan peran rencana:
a. Mengetahui kebutuhan masyarakat sebelum difasilitasi oleh perencana dan pemerintah
b. Menjelaskan pentingnya rencana dan manfaat dari rencana tersebut
c. Penyambung antara pemerintah, perencana dan masyarakat supaya rencana dapat
dilaksanakan
d. Bersifat objektif
e. Seumpama akan ada rencana baru maka perlu adanya pengkajian rencana yang akan
diterapkan pada suatu wilayah itu
Gambar 10. Hubungan antara Pemerintah, Masyarakat, Perencana, dan Rencana
Sumber: Analisis Penulis, 2013
Fungsi Rencana : Memperkecil konflik lingkungan (idealita realita)�Peran Rencana : Sebagai acuan pelaksanaan pembangunan
Pemerintah
Perencana
Masyarakat
Rencana
Tujuan Rencana : Menyatukan aspirasi rakyat, regulasi pemerintah dan konsep perencana
Manfaat Rencana : Landasan arah pembangunan
Kesimpulan
Kampung Pathuk merupakan kampung sentra pembuatan bakpia di Yogyakarta. Sebagai
sebuah kampung yang berkarakter khas, kampung ini memiliki beberapa kebutuhan dan masalah
yang dapat dipandang dari berbagai stakeholder.
Dari sudut pandang pemerintah warga di Kampung Pathuk sudah menerima bantuan yang
berasal dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung (LPMK). LPMK di Kampung Pathuk
dijalankan atas dasar kerjasama LPMK sebagai jembatan dari Pemerintah dengan masyarakat.
Beberapa bantuan yang diterima warga Kampung Pathuk dari LPMK berupa Pengerasan Jalan,
Sumur Umum dan Kamar Mandi Umum.
Dari sudut pandang masyarakat kampung pathuk menggantungkan kehidupan mereka di
sector industry pengolahan bakpia, disini masyarakat berperan sebagai obyek pelaku industry.
Dimana peran dari masyarakat dalam menjalankan industry yang mereka kembangangkan,saat ini
membutuhkan peran serta dari pemerintah dan perencana untuk mengembangkan industry usaha
mereka dan dalam mensukseskan dan mengembangkan kampong pathuk ini. Bantuan yang
mereka butuhkan dalam menunjang kehidupan masyarakat pathuk itu sendiri, yaitu: jaringan
jalan, ruang terbuka, dan promosi untuk produk bakpia.
Dari sudut pandang perencana Kampung Pathuk sebagai kampung yang tumbuh tanpa ada
arahan perencanaan, memiliki sistem sosial dan kondisi sosial yang sangat baik yang tidak bisa
direncanakan. Karakter sosial terbentuk secara alami, dan itu tercermin dari kondisi fisik
Kampung Pathuk sendiri. Tidak akan bisa merubah karakter fisik dari kampung ini sebab akan
merubah kondisi sosial yang sudah ada. Untuk lebih meningkatkan kualitas hidup dari
masyarakatnya tersebut maka penyediaan sarana dan prasarana sangat penting.
Dari sudut pandang rencana aspirasi rakyat, regulasi pemerintah dan konsep perencana
harus harmonis. Konflik antar kepentingan sedapat mungkin diminimalisir, sehingga arah
pembangunan yang di rumuskan diawal dapat berjalan sesuai rencana.