Upload
wievi-werstanti-kuswana
View
47
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tsls
Citation preview
1. Pengertian Suspensi
a. Suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak
boleh cepat mengendap, dan bila dikocok perlahan-lahan, endapan harus segera
terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspense
tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah dikocok dan dituang (Anief,
2010: 149).
b. Suspensi adalah sistem terdispersi dimana bahan obat yang tidak larut terdispersi dalam
cairan pembawa. Dan sebagai pembawa dari suspensi yaitu berupa air dan minyak.
Alasan bahan obat diformulasikan dalam bentuk sediaan suspensi yaitu bahan obat
mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak larut dalam air, tetapi diperlukan dalam
bentuk sediaan cair, mudah diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan untuk
menelan, diberikan pada anak-anak, untuk menutupi rasa pahit atau aroma yang tidak
enak pada bahan obat (Gerard, Alfonso, 1990: 1539).
c. Suspensi adalah sistem heterogen dari dua fase. Fase kontinyu atau eksternal biasanya
berupa cairan atau semipadat dan fase terdispersi atau internal terdiri dari bahan
partikulat yang tidak larut tetapi terdispersi dalam fase kontinyu, bahan tidak larut dapat
ditujukan untuk absorbsi fisiologis atau fungsi penyalutan internal atau eksternal
(Lachman, 2008).
d. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi
dalam fase cair (Depkes RI, 1995).
e. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Depkes RI, 1979).
f. Suspensi adalah proses penyiapan bahan homogen yang terdiri dari fase terdispersi atau
fase internal yaitu padatan dan fase kontinyu yaitu cairan (Martin, 1791).
Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari serbuk yang tak larut di dalam
cairan pembawa adalah langkah yang paling penting. Kadang-kadang adalah sukar mendispersi
serbuk karena adanya udara, lemak, dan lain-lain kontaminan (Anief, 2010: 152).
Serbuk tidak dapat segera dibasahi walaupun bobot jenisnya besar, serbuk mengambang
pada permukaan cairan. Pada serbuk yang halus mudah dimasuki udara dan sukar dibasahi
meskipun ditekan di bawah permukaan dari suspensi medium. Mudah dan sukar terbasahinya
serbuk dapat dilihat dari sudut kontak yang dibentuk serbuk dengan permukaan cairan. Serbuk
dengan sudut kontak ± 90o akan menghasilkan serbuk yang terapung keluar dari cairan.
Sedangkan serbuk yang mengembang di bawah cairan mempunyai sudut kontak yang lebih kecil
dan bila tenggelam menunjukkan tidak adanya sudut kontak (Anief, 2010: 152).
Serbuk yang sulit dibasahi dengan air disebut hidrofob seperti sulfur, carbo adsorben, dan
magnesia stearas. Serbuk yang mudah dibasahi oleh air disebut hidrofil seperti toluene, zinci
oxydi, dan magnesia carbonas (Anief, 2010: 152).
Dalam pembuatan suspensi, penggunaan surfaktan sebagai wetting agent sangat berguna
dalam penurunan tegangan antarmuka antara partikel padat dan cairan pembawa. Sebagai akibat
turunnya tegangan antar muka akan menurunkan sudut kontak dan pembasahan akan dipermudah
(Anief, 2010: 152).
Gliserin dapat digunakan dalam penggerusan zat yang tidak larut karena akan
memindahkan udara di antara partikel-partikel sehingga bila ditambahkan air dapat menembus
dan membasahi partikel karena lapisan gliserin pada permukaan partikel mudah bercampur
dengan air. Maka dari itu, pendispersian partikel dilakukan dengan menggerus terlebih dahulu
partikel dengan gliserin, propilenglikol, koloid gom kemudian baru diencerkan dengan air
(Anief, 2010: 152).
2. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Suspensi (Lachman, 2008):
a. Keuntungan sediaan suspensi
Bisa digunakan untuk partikel atau bahan obat yang tidak larut.
Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan dapat dibuat
dalam sediaan suspensi.
Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan, karena
rasa obat yang tergantung kelarutannya.
Stabil secara kimia karena suspensi tidak mengalami perubahan secara kimia karena
bahan aktifnya tidak larut sehingga tidak berinteraksi dengan pelarutnya.
Kerjanya lebih cepat dibandingkan sediaan padat.
b. Kerugian sediaan suspensi
Tidak praktis dibawah bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya
pulveres, tablet, dan kapsul.
Keseragaman dan keakuratan dosis tidak dapat dibandingkan dengan sediaan tablet.
Efektifitas formulasi sulit dicapai karena dalam pembuatannya lebih sulit
dibandngkan tablet.
Terjadinya sedimentasi zat atau bahan obat yang tidak terlarut.
Kerja harus dilakukan untuk megurangi padatan menjadi partikel kecil dan
mendispersikannya dalam suatu pembawa. Besarnya luas permukaan partikel yang diakibatkan
oleh mengecilnya zat padat berhubungan dengan energi bebas permukaan yang membuat sistem
tersebut tidak stabil secara termodinamik., dimana dimaksudkan di sini bahwa partikel-partikel
tersebut berenergi tinggi dan cenderung untuk mengelompok kembali untuk mengurangi luas
permukaan total dan memperkecil energi bebas permukaan. Oleh karena itu partikel-partikel
dalam suspensi cair cenderung untuk berflokulasi yakni membentuk suatu gumpalan yang lunak
dan ringan yang bersatu karena gaya van der Walls yang lemah. Pada keadaan tertentu misalnya
dalam suatu lempeng padat partikel tersebut dapat melekat dengan gaya yang lebih kuat
membentuk suatu gumpalan (aggregates). Pembentukan setiap jenis gumpalan (agglomerates),
apakah itu flokulat atau aggregat dianggap sebagai suatu ukuran dari suatu sistem utnuk
mencapai keadaan yang lebih stabil secara termodinamik. Kenaikan dalam kerja W atau energi
bebas permukaan total ∆ F diperoleh dengan membagi zat padat menjadi partikel yang lebih
kecil dan mengakibatkan meningkatnya luas permukaan total ∆A yang digambarkan dengan:
∆ F = γSL . ∆A
dimana γSL adalah tegangan antar muka antara medium cair dan partikel padat. Agar mencapai
suatu keadaan stabil, sistem tersebut cenderung untuk mengurangi energi bebas permukaan:
keseimbangan dicapai bila ∆F = 0 keadaan ini dapat dicapai dengan pengurangan tegangan
permukaan atau mungkin dapat didekati dengan pengurangan luas antar muka. Kemungkinan
terakhir ini, mengakibatkan flokulasi atau agregasi yang diinginkan atau tak diinginkan dalam
suatu suspensi farmasi seperti yang dipertimbangkan dalam bagian terakhir. Tegangan antar
muka dapat dikurangi dengan penambahan suatu surfaktan, tapi biasanya mempunyai suatu
tegangan antar muka positif tertentu dan partikel-partikel tersebut cenderung untuk berflokulasi.
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi (Lachman, 2008).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta
daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan
perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang
dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran
partikel maka semakin kecil luas penampangnya. Ukuran partikel dapat diperkecil
dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir.
Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental
yang dapat larut kedalam cairan tersebut.Bahan-bahan pengental ini sering disebut
sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang
dalam air (hidrokoloid) (Lachman, 2008).
b. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut,
makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil) (Lachman, 2008).
c. Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara
partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut,
oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya
endapan partikel dalam waktu yang singkat (Lachman, 2008).
4. Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran
bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi
interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan
tersebut karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat
mempengaruhi (Lachman, 2008).
4. Suspending Agent
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a. Bahan pensuspensi dari alam (Schoville’s, 1967).
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom / hidrokoloid.
Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut
membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan
tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat
dipengaruhi oleh panas, pH, dan proses fermentasi bakteri.
Golongan gom (Schoville’s,1967)
Contonya: Acasia (Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth, Algin.
Golongan bukan gom (Schoville’s,1967)
Contohnya: bentonit, hectorit dan veegum.
b. Bahan pensuspensi sintesis (schoville’s, 1967)
Derivat selulosa
Contohnya: Metil selulosa, karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa.
Golongan organik polimer
Contohnya: Carbaphol 934.
5. Kriteria Suspensi yang Baik (Gerard, Alfonso, 1990):
Kriteria tertentu yang harus dipenuhi dalam formulasi suspensi yang baik:
a. Partikel yang terdispersi harus memiliki ukuran yang sama dimana partikel ini tidak
mengendap dengan cepat dalam wadah.
b. Bagaimana juga, dalam peristiwa terjadinya sedimentasi, sediment harus tidak
membentuk endapan yang keras. Endapan tersebut harus dapat terdispersi kembali
dengan usaha yang minimum dari pasien.
c. Produk harus mudah untuk dituang, memiliki rasa yang menyenangkan dan tahan
terhadap serangan mikroba.
Suspensi yang ideal atau suspensi yang diinginkan harusnya memiliki (Lachman, 2008):
1. Idealnya bahan-bahan terdispersi harus tidak mengendap dengan cepat pada dasar wadah.
Bagaimanapun juga dikatakan termodinamika tidak stabil sebagai cenderung mengendap.
Oleh karena itu, seharusnya siap didispersikan kembali membentuk campuran yang
seragam dengan penggocokan sedang dan tidak membentuk cake.
2. Sifat fisika seperti ukuran partikel dan viskositasnya tetap harus tetap konstan selama
penyimpanan produk.
3. Viskositasnya memungkinkan untuk mudah mengalir dari wadah (mudah dituang). Untuk
penggunaan luar, produk harus cukup cair tersebar secara luas melalui daerah yang
diinginkan dan tidak boleh terlalu bergerak.
4. Suspensi untuk pemakaian luar sebaiknya cepat kering dan memberi lapisan pelindung
yang elastis dan tidak cepat hilang.
5. Harus aman, efektif, stabil, elegan secara farmasetik selama penyimpanan.
6. Suspensi kembalinya harus menghasilkan campuiran yang homogen dari partikel obat
yang sama yang dipindahkan secara berulang-ulang.
6. Perbedaan Deflokulasi dan Flokulasi (Gerard, Alfonso, 1990):
Deflokulasi Flokulasi
Partikel berada dalam suspensi dalam wujud
yang memisah.
Partikel membentuk agregat bebas.
Laju pengendapan lambat karena partikel
mengendap terpisah dan ukuran partikel
minimum.
Laju pengendapan tinggi karena partikel
mengendap sehingga flokulasi yang merupakan
komposisi partikel.
Endapan yang terbentuk lambat. Endapan yang terbentuk cepat.
Endapan biasanya menjadi sangat padat karena
berat dari lapisan atas dari bahan endapan yang
mengalami gaya tolak menolak antara partikel
dan cake yang keras terbentuk dimana
merupakan kesulitan jika mungkin didispersi
kembali.
Partikel tidak mengikat kuat dan keras satu
sama lain tidak terbentuk lempeng. Endapan
mudah untuk didispersikan kembali dalam
bentuk suspensi aslinya.
Suspensi penampilan menarik karena Suspensi menjadi keruh karena
tersuspensi untuk waktu yang lama
supernatannya juga keruh bahkan ketika
pengendapan terjadi.
pengemasannya yang optimal dan
supernatannya jernih. Hal ini dapat dikurangi
jika volume endapan dibuat besar, idealnya
volume endapan harus meliputi volume
suspensi.
7. Jenis-jenis Suspensi (Gerard, Alfonso, 1990):
a. Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk
penggunaan oral. Ada beberapa alasan pembuatan sediaan suspensi oral salah satunya
adalah karena obat – obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi
stabil bila disuspensi. Selain itu, untuk banyak pasien cairan lebih banyak disukai dari
pada bentuk padat. Karena mudahnya menelan cairan dan keluwesan dalam pemberian
dosis aman dan mudah diberikan untuk anak – anak.
b. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit.
c. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata.
d. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
e. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
f. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa
yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi
steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
8. Mekanisme Wetting Agent
Tahap pertama dalam pembasahan suatu serbuk adalah pembasahan adhesional dimana
permukaan padat berhubungan dengan permukaan cairan. Partikel kemudian ditekan ke
bawah permukaan cairan ketika pembasahan pencelupan terjadi. Selama tahap ini terbentuk
antar muka padat-cair dan antar muka padat-udara hilang. Akhirnya cairan menyebar ke
seluruh permukaan zat padat apabila pembasahan penyebaran terjadi. Kerja pembahasan
penyebaran sama dengan kerja untuk membentuk antar muka padat-cair dan cair-gas di
kurangi hilangnya antar muka padat-gas (Gerard, Alfonso, 1990).
Sudut kontak adalah sudut yang meliputi cairan pada titik dimana tetesan dan zat padat
bertemu. Makin kecil sudut kontak, makin mudah zat padat/partikel dibasahi, sebaliknya
makin besar sudut kontak, makin sulit zat padat/partikel dibasahi (Lachman,2008).
0o : terbashi sempurna, mudah terbasahi
90o : sebagian terbasahi
< 90o : sebagain besar terbasahi
>90o : sebagian kecil terbasahi
180o : tidak terbasahi.
Lapisan listrik ganda adalah lapisan yang menghalangi berikatannya partikel padat
dengan pembawanya (Lachman,2008).
a-a’ = adanya daya tarik menarik kation (+) dan anion (-), merupakan daerah ikatan kuat
dimana lapisan listrik yang terjadi dan jumlah besar.
b-b’ = merupakan daerah terikat lemah dimana jumlah antara kation (+) dan anion (-) tidak
seimbang, maka ditambahakn anion agar sma jumlahnya.
c-c’ = daerah netral dimana jumlah kation (+) dan anion (-) sama besar
d-d’ = dan saling berikatan, berpasangan satu sama lain dan saling tarik-menarik.
Jika daerah netral meningkat, maka partikel yang terflokulasi makin besar.
Jika gaya tarik-menarik meningkat, maka daerah netral makin besar, potensial zeta menurun
dan membentuk flok.
Jika gaya tarik-menarik meningkat, maka daerah netral menurun, potensial zeta meningkat
dan membentuk deflok.
9. Evaluasi suspensi (Gerard, Alfonso, 1990)
a. Volume sedimentasi adalah perbandingan antara volume sedimenatsi akhir (Vu)
terhadap volume mula-mula suspensi (Vo) sebelum mengendap
b. Derajat flokulasi adalah pembandingan antara volume sedimen akhir dari suspensi
flokulasi (Vu) terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc)
c. Metode reologi: berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redisperstabilitas,
membantu menentukan perilaku pengendapan, mengatur pembawa dan susunan partikel
untuk tujuan perbandingan.
d. Perubahan ukuran partikel digunakan cara freeze-thow cycling, yaitu temperature
diturunkan sampai titik beku,lalu dinaikkan sampai mencair kembali. dengan cara ini
dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang pada pokoknya menjaga agar tidak terjadi
perubahan ukuran partikel dan sifat kristal.
10. Parasetamol/Acetaminofen
Acetaminophen adalah salah satu derivate dari para aminofenol. Acetaminophen
merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama. Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Acetaminophen di Indonesia lebih dikenal dengan
nama paracetamol dan tersedia dalam golongan obat bebas. Walaupun demikian, laporan
kerusakan fatal hepar akibat over dosis akut perlu diperhatikan. Efek samping dari
paracetamol dapat beruapa reaksi alergi terhadap derivate para – aminofenol tetapi hal ini
jarang terjadi. Manifestasinya berupa aritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat
berupa demam dan lesi pada mukosa. Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara
menahun terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati analgesik dan
kerusakan hati (Ian, Tanu, 2007: 238).
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri ringan sampai sedang.Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga juga berdasarkan efek sentral seperti pada salisilat. Efek anti inflamasinya sangat
lemah, oleh karena itu paracetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Paracetamol
merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi dan pendarahan
lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan
asam – basa (Ian, Tanu, 2007: 238).
Paracetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui salurancerna. Konsentrasi tertinggi
dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan waktu paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini
tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% paracetamol dan 30% fenasetin terikat
protein plasma. Kedua obat ini di metabolisme oleh enzim microsom hati. Sebagian
paracetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan
asam sulfat. Selain itu kedua obat ini di ekskresi melalui ginjal, sebagian kecil paracetamol
(3%) dan sebagian besar dalam bentuk konjugasi (Ian, Tanu, 2007: 238).
Paracetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Sebagai analgetik lainnya
paracetamol sebaiknya tidak di berikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan
nefropati. Jika dosis terapi tidak memberikan manfaat, biasanya dosis besar tidak menolong.
Karena hampir tidak mengiritasi lambung, paracetamol sering dikombinasikan dengan AINS
untuk analgesic (Ian, Tanu, 2007: 238).
Penggunaan paracetamol tidak diberikan kepada penderita yang hipersensitif terhadap
acetaminophen dan penderita yang mempunyai ganguan fungsi hati. Efek samping jarang
sekali terjadi adanya alergi pada kulit, alergi silang dengan salisilat, leucopenia, neutropenia,
panzikopenia, methemoglobinemia, nefopati analgesic(pada penyalahgunaan kronis), tumor
pada saluran pembuangan urine. Pada dosis tinggi, kerusakan hati yang berat dan mungkin
lethal disebabkan oleh pembentukan metabolit yang reaktif dan toksik (Ian, Tanu, 2007:
238).
11. Amoksisilin
Amoksisilin (amoxicillin) adalah antibiotik yang paling banyak digunakan. Hal ini karena
amoksisilin cepat diserap di usus dan efektif untuk berbagai jenis infeksi. Amoksisilin dapat
digunakan untuk pengobatan infeksi pada telinga, hidung, dan tenggorokan, gigi, saluran
genitourinaria, kulit dan struktur kulit, dan saluran pernapasan bawah oleh Streptococcus spp,
S. pneumoniae, Staphylococcus spp, H. influenzae., E. coli, P. mirabilis, atau E. faecalis.
Amoksisilin juga bermanfaat untuk pengobatan gonore akut tanpa komplikasi oleh N.
gonorrhoeae. Amoksisilin termasuk antibiotik spektrum luas dalam kelompok penisilin.
Selain amoksisilin, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah ampicillin,
oxacillin, carbenicillin dan piperacillin. Semua penisilin bekerja dengan mekanisme yang
serupa. Zat aktif dalam amoksisilin, beta-laktam, mencegah sintesis dinding sel bakteri
dengan menghambat enzim DD-transpeptidase bakteri. Akibatnya, bakteri tidak dapat
berkembang biak. Amoksisilin memiliki beberapa efek samping. Kebanyakan efek samping
cukup ringan, namun meningkat menurut dosis dan lama penggunaan. Kebanyakan reaksi
yang merugikan disebabkan oleh fakta bahwa amoksisilin tidak hanya membunuh bakteri
patogen tetapi juga bakteri baik yang merupakan flora alami usus. Efek samping potensialnya
meliputi mual dan muntah, sakit perut, diare, gangguan pencernaan (dispepsia), dubur gatal
dan reaksi alergi (Ian, Tanu, 2007).
Daftar PustakaTanu, Ian. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Penerbit Gaya Baru.Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Depkes RI.Depkes RI. (1975). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.Lachman. (2008). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta: UI Press.Martin. (1791). Dispensing of Medication Solvent Edition. Peanyslavania: Mack Publishing
Company.Gerard, R., Alfonso. (1990). Remington Pharmaceutical Science, 18th edition. Peanyslavania:
Mack Publishing Company.Scoville’s. (1957). The Art Of Compounding, Ninth Edition. USA.