Upload
regina-masli-putri
View
2
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TAK
Citation preview
Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
1. Pengertian TAK stimulasi persepsi
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok klien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh
seorang therapist (Yosep, 2009). Pengertian TAK stimulasi persepsi menurut Purwaningsih
dan Karlina (2009) adalah terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami
kemunduruan orientasi, menstimulasi persepsi dalam upaya memotivasi proses berpikir dan
afektif serta mengurangi perilaku maladaftif. Pengertian yang lain menurut Keliat dan
Akemat (2005), TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai
stimulus dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok.
2. Manfaat TAK
Menurut Purwaningsih dan Karlina (2009), TAK mempunyai manfaat terapeutik,
yaitu manfaat umum, khusus dan rehabilitasi. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
a. Manfaat umum
1) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi dan
umpan balik dengan atau dari orang lain.
2) Melakukan sosialisasi.
3) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
b. Manfaat khusus
1) Meningkatkan identitas diri.
2) Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3) Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial.
c. Manfaat rehabilitasi
1) Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.
2) Meningkatkan keterampilan sosial.
3) Meningkatkan kemampuan empati.
4) Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.
3. Tujuan TAK stimulasi persepsi
Menurut Keliat dan Akemat (2005) tujuan umum TAK stimulasi persepsi adalah klien
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan
stimulus kepadanya dan tujuan khususnya adalah:
a. Klien dapat mempersepsikan stimulus ysng dipaparkan kepadanya dengan tepat.
b. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.
4. Aktivitas dan indikasi TAK stimulasi persepsi
Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi dilakukan lima sesi yang melatih
kemampuan klien dalam mengontrol halusinasinya. Kelima sesi tersebut akan peneliti
paparkan dalam pedoman pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi sebagai berikut :
a. Sesi 1 mengenal halusinasi
1) Tujuan
a) Klien dapat mengenal halusinasi.
b) Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
c) Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
d) Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.
2) Setting
a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b) Ruangan nyaman dan tenang.
3) Alat
a) Spidol
b) Papan tulis/whiteboard/flipchart
4) Metode
a) Diskusi dan tanya jawab
b) Bermain peran/simulasi
5) Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan
sensori persepsi : halusinasi
(2) Membuat kontrak dengan klien
(3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik.
(a) Salam dari terapis kepada klien
(b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
(c) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).
(2) Evaluasi/validasi : Menanyakan perasaan klien saat ini
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan,
yaitu mengenal suara-suara yang didengar.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut :
I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus
meminta ijin kepada terapis.
II. Lama kegiatan 45 menit.
III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-
suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi
terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi.
(2) Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya,
situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien pada saat terjadi halusinasi.
Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan sampai semua klien
mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.
(3) Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.
(4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara
yang biasa didengar.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan
perasaannya jika terjadi halusinasi.
(3) Kontrak yang akan datang
(a) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol
halusinasi.
(b) Menyepakati waktu dan tempat
6) Evaluasi dan dokumentasi
a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi sesi 1, kemampuan yang diharapkan
adalah mengenal isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, situasi terjadinya
halusinasi, dan perasaan saat terjadi halusinasi. Formulir evaluasi tersedia pada
lampiran berikutnya.
b) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada
catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi : halusinasi Sesi 1. Klien mampu menyebutkan isi halusinasi (menyuruh
memukul), waktu (pukul 9 malam), situasi (jika sedang sendiri), perasaan (kesal dan
geram). Anjurkan klien mengidentifikasi halusinasi yang timbul dan menyampaikan
kepada perawat.
b. Sesi 2 mengontrol halusinasi dengan menghardik.
1) Tujuan
a) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi.
b) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi.
c) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
2) Setting
a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b) Ruangan nyaman dan tenang.
3) Alat
a) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart
b) Jadwal kegiatan klien
4) Metoda
a) Diskusi dan tanya jawab.
b) Bermain peran/simulasi.
5) Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah
mengikuti TAK stimulasi persepsi: halusinasi sesi 1.
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) Orientasi
(1) Salam terpaeutik
(a) Salam dari terapis kepada klien.
(b) Klien dan terapis memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi.
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.
(b) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi :
isi, waktu, situasi, dan perasaan.
(3) Kontrak.
(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu
cara mengontrol halusinasi.
(b) Menjelaskan aturan main berikut :
I. Jika ada klien yang akan meninggalkan
kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
II. Lama kegiatan 45 menit.
III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal
sampai selesai.
c) Tahap kerja :
(1) Terapis meminta klien menceritakan apa yang
dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana
hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.
(2) Berikan pujian setiap klien selesai bercerita.
(3) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi
dengan menghardik halusinasi saat halusinasi muncul.
(4) Terapis memperagakan cara menghardik
halusinasi, yaitu : “Pergi, jangan ganggu saya”, “Saya mau
bercakap-cakap dengan…”.
(5) Terapis meminta masing-masing klien
memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari klien di
sebelah kiri terapis berurutan searah jarum jam sampai semua
peserta mendapatkan giliran.
(6) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua
klien bertepuk tangan saat setiap klien selesai memperagakan
menghardik halusinasi.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi.
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah
mengikuti TAK.
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan
kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut.
(a) Terapis menganjurkan setiap anggota kelompok
untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusinasi
muncul.
(b) Memasukkan kegiatan menghardik pada jadwal
kegiatan harian klien.
(3) Kontrak yang akan datang.
(a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk
TAK yang berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan.
(b) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat
TAK berikutnya.
6) Evaluasi dan dokumentasi
a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK
stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2, dievaluasi kemampuan klien mengatasi halusinasi
dengan menghardik menggunakan formulir evaluasi.
b) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melaksanakan TAK pada
catatan proses keperawatan setiap klien. Misalnya, klien mengikuti TAK stimulasi persepsi :
halusinasi Sesi 2. Klien mampu memperagakan cara menghardik halusinasi. Anjurkan klien
menggunakannya jika halusinasi muncul, khusus pada malam hari (buat jadwal).
c. Sesi 3 mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
1) Tujuan
a) Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah
munculnya halusinasi.
b) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya
halusinasi.
2) Setting
a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b) Ruangan nyaman dan tenang.
3) Alat
a) Buku catatan dan pulpen.
b) Jadwal kegiatan harian klien.
c) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart
4) Metode
a) Diskusi dan tanya jawab.
b) Bermain peran/simulasi dan latihan.
5) Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah
mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2.
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
(a) Salam dari terapis kepada klien.
(b) Peserta dan terapis memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi.
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.
(b) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang
sudah dipelajari.
(c) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara
menghardik halusinasi.
(3) Kontrak:
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah
terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.
(b) Menjelaskan aturan main berikut
I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus
meminta ijin kepada terapis.
II. Lama kegiatan 45 menit.
III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan
sehari-hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan
mencegah munculnya halusinasi.
(2) Terapis meminta setiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa
dilakukan sehari-hari, dan ditulis di whiteboard.
(3) Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis
menulis formulir yang sama di whiteboard.
(4) Terapis membimbing satu per satu klien untuk membuat jadwal
kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan
formulir, terapis menggunakanwhiteboard.
(5) Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah
disusun.
(6) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang
sudah selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi.
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun
jadwal kegiatan dan memperagakannya.
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut.
Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu
menghardik dan melakukan kegiatan.
(3) Kontrak yang akan datang.
(a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu
belajar cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
(b) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.
6) Evaluasi dan dokumentasi
a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 3 dievaluasi kemampuan klien
mencegah timbulnya halusinasi dengan melakukan kegiatan harian, dengan
menggunakan formulir evaluasi.
b) Dokumentasikan kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada catatan
proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi :
halusinasi sesi 3. Klien mampu memperagakan kegiatan harian dan menyusun
jadwal. Anjurkan klien melakukan kegiatan untuk mencegah halusinasi.
d. Sesi 4 mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
1) Tujuan
a) Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah munculnya halusinasi.
b) Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya
halusinasi.
2) Setting
a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b) Ruangan nyaman dan tenang.
3) Alat
a) Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen.
b) Fliphchart/Whiteboard dan spidol.
4) Metoda
a) Diskusi dan tanya jawab
b) Bermain peran/simulasi
5) Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti
TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3.
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) Orientasi
(1) Salam terpaeutik:
(a) Salam dari terapis kepada klien.
(b) Peserta dan terapis memakai papan nama.
(2) Evaluasi/validasi
(a) Menanyakan perasaan klien saat ini.
(b) Menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang telah
dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah) untuk mencegah
halusinasi.
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut :
I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin
kepada terapis
II. Lama kegiatan 45 menit.
III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal samapai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain
untuk mengontrol dan mencegah halusinasi.
(2) Terapis meminta setiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa
diajak bercakap-cakap.
(3) Terapis meminta setiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang
biasa dan bisa dilakukan.
(4) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul,
“Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau
“Suster, saya mau ngobrol tentang kapan saya boleh pulang”.
(5) Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang
di sebelahnya.
(6) Berikan pujian atas keberhasilan klien.
(7) Ulangi kegiatan no. 5 dan 6 sampai semua klien mendapat giliran.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
(b) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah
dilatih.
(c) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik,
melakukan kegiatan harian, dan bercakap-cakap.
(3) Kontrak yang akan datang
(a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu
belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
(b) Terapis menyepakati waktu dan tempat
6) Evaluasi dan dokumentasi
a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK Stimulasi persepsi halusinasi sesi 4, dievaluasi kemampuan mencegah
halusinasi dengan bercakap-cakap, yaitu dengan menggunakan formulir evaluasi.
b) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada
catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi : halusinasi sesi 4. Klien belum mampu secara lancar bercakap-cakap dengan
orang lain. Anjurkan klien bercakap-cakap dengan perawat dan klien lain di ruang
rawat.
e. Sesi 5 mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
1) Tujuan
a) Klien memahami pentingnya patuh minum obat.
b) Klien memahami akibat tidak patuh minum obat.
c) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.
2) Setting
a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
b) Ruangan nyaman dan tenang
3) Alat
a) Jadwal kegiatan harian klien
b) Flipchart/whiteboard dan spidol.
c) Beberapa contoh obat.
4) Metoda
a) Diskusi dan tanya jawab
b) Melengkapi jadwal harian.
5) Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti
TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 4.
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terpaeutik
(a) Salam dari terapis kepada klien.
(b) Peserta dan terapis memakai papan nama
(2) Evaluasi/validasi
(a) Menanyakan perasaan klien saat ini
(b) Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah
menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri
dengan kegiatan dan bercakap-cakap).
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan dengan anggota kelompok,
yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
(b) Menjelaskan aturan main berikut :
I. Jika klien akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin
kepada terapis.
II. Lama kegiatan 45 menit
III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh,
karena obat member perasaan tenang, dan memperlambat kambuh.
(2) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab
kambuh.
(3) Terapis meminta setiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
memakannya. Buat daftar di whiteboard.
(4) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat,
benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.
(5) Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
(6) Berikan pujian pada klien yang benar.
(7) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard).
(8) Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat (catat di whiteboard).
(9) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah
halusinasi/kambuh.
(10) Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat, yaitu kejadian
halusinasi/kambuh.
(11) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak
patuh minum obat.
(12) Memberi pujian setiap kali klien benar.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
(b) Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.
(c) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik,
melakukan kegiatan, bercakap-cakap, dan patuh minum obat.
(3) Kontrak yang akan datang
(a) Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.
(b) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi klien.
6) Evaluasi dan dokumentasi
(a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 5, kemampuan klien yang diharapkan
adalah menyebutkan lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat
tidak patuh minum obat. Formulir evaluasi terdapat pada lampiran berikutnya.
(b) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada
catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi : halusinasi Sesi 5. Klien mampu menyebutkan lima benar cara minum obat,
manfaat minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat (kambuh). Anjurkan klien
minum obat dengan cara yang benar.
Observasi
Mengobservasi gejala – gejala perilaku yang dialami klien dengan halusinasi dengar dan observasi keberhasilan standard asuhan keperawatan yang diberikan.
Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan).
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara
cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman
kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai
hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penemuan ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan observasi
dan kembali kepada observasi untuk membuktikan kebenaran ilmu pengetahuan tersebut.
1. Tujuan Observasi
Dengan observasi kita dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial yang sukar untuk
diketahui dengan metode lainnya. Observasi dilakukan untuk menjajaki sehingga berfungsi
eksploitasi. Dari hasil observasi kita akan memperoleh gambaran yang jelas tentang masalahnya dan
mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara pemecahannya. Jadi, jelas bahwa tujuan observasi adalah
untuk memperoleh berbagai data konkret secara langsung di lapangan atau tempat penelitian.
2. Jenis-jenis Observasi
Berdasarkan pelaksanaan, observasi dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu observasi partisipasi dan
observasi non partisipasi.
a. Observasi partisipasi
Observasi partisipasi adalah observasi yang melibatkan peneliti atau observer secara langsung dalam
kegiatan pengamatan di lapangan. Jadi, peneliti bertindak sebagai observer, artinya peneliti
merupakan bagian dari kelompokyang ditelitinya. Keuntungan cara ini adalah peneliti merupakan
bagian yang integral dari situasi yang dipelajarinya sehingga kehadirannya tidak memengaruhi situasi
penelitian. Kelemahannya, yaitu ada kecenderungan peneliti terlampau terlibat dalam situasi itu
sehingga proseduryang berikutnya tidak mudah dicek kebenarannya oleh peneliti lain.
b. Observasi non partisipasi
Observasi non partisipasi adalah observasi yang dalam pelaksanaannya tidak melibatkan peneliti
sebagai partisipasi atau kelompok yang diteliti. Cara ini banyak dilakukan pada saat ini. Kelemahan
cara ini antara lain kehadiran pengamat dapat memengaruhi sikap dan perilaku orang yang
diamatinya.
3. Instrumen yang Digunakan dalam Melakukan Observasi
Instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, yaitu checklist, rating scale, anecdotal record,
catatan berkala, dan mechanical device.
a. Check list, merupakan suatu daftar yang berisikan nama-nama responden dan faktor- faktor yang
akan diamati.
b. Rating scale, merupakan instrumen untuk mencatat gejala menurut tingkatan- tingkatannya.
c. Anecdotal record, merupakan catatan yang dibuat oleh peneliti mengenai kelakuan-kelakuan luar
biasa yang ditampilkan oleh responden.
d. Mechanical device, merupakan alat mekanik yang digunakan untuk memotret peristiwa- peristiwa
tertentu yang ditampilkan oleh responden.
4. Keuntungan dan Kelemahan Penggunaan Observasi dalam Pengumpulan Data
a. Kelebihan observasi
Kelebihan dari observasi, antara lain:
1. Pengamat mempunyai kemungkinan untuk langsung mencatat hal-hal, perilaku pertumbuhan,
dan sebagainya, sewaktu kejadian tersebut masih berlaku, atau sewaktu perilaku sedang terjadi
sehingga pengamat tidak menggantungkan data-data dari ingatan seseorang.
2. Pengamat dapat memperoleh data dan subjek, baik dengan berkomunikasi verbal ataupun tidak,
misalnya dalam melakukan penelitian. Sering subjek tidak mau berkomunikasi secara verbal dengan
peneliti karena takut, tidak punya waktu atau enggan. Namun, hal ini dapat diatasi dengan adanya
pengamatan (observasi) langsung.
b. Kelemahan observasi
Kelemahan dari observasi, antara lain:
1. Memerlukan waktu yang relatif lama untuk memperoleh pengamatan langsung terhadap satu
kejadian, misalnya adat penguburan suku Toraja dalam peristiwa ritual kematian, maka seorang
peneliti harus menunggu adanya upacara adat tersebut.
2. Pengamat biasanya tidak dapat melakukan terhadap suatu fenomena yang berlangsung lama,
contohnya kita ingin mengamati fenomena perubahan suatu masyarakat tradisional menjadi
masyarakat modern akan sulit atau tidak mungkin dilakukan.
3. Adanya kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin diamati, misalnya kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya pribadi, seperti kita ingin mengetahui perilaku anak saat orang
tua sedang bertengkar, kita tidak mungkin melakukan pengamatan langsung terhadap konflik
keluarga tersebut karena kurang jelas.
5. Langkah-langkah dalam Observasi
Langkah-langkah dalam melakukan observasi adalah sebagai berikut.
a. Harus diketahui di mana observasi itu dapat dilakukan.
b. Harus ditentukan dengan pasti siapa saja yang akan diobservasi.
c. Harus diketahui dengan jelas data-data apa saja yang diperlukan.
d. Harus diketahui bagaimana cara mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
e. Harus diketahui tentang cara mencatat hasi! observasi, seperti telah menyediakan buku catatan,
kamera, tape recorder, dan alat-alat tulis lainnya.
6. Beberapa Hal yang Menjadi Bahan Pengamatan
Hal-hal yang biasanya menjadi pengamatan seorang peneliti yang menggunakan metode
pengamatan adalah sebagai berikut.
a. Pelaku atau partisipan, menyangkut siapa saja yang terlibat dalam kegiatan yang diamati, apa
status mereka, bagaimana hubungan mereka dengan kegiatan tersebut, bagaimana kedudukan
mereka dalam masyarakat atau budaya tempat kegiatan tersebut, kegiatan menyangkut apa yang
dilakukan oleh partisipan, apa yang mendorong mereka melakukannya, bagaimana bentuk kegiatan
tersebut, serta akibat dari kegiatan tersebut.
b. Tujuan, menyangkut apa yang diharapkan partisipan dari kegiatan atau peristiwa yang diamati.
c. Perasaan, menyangkut ungkapan-ungkapan emosi partisipan, baik itu dalam bentuk tindakan,
ucapan, ekspresi muka, atau gerak tubuh.
d. Ruang atau tempat, menyangkut lokasi dari peristiwa yang diamati serta pandangan para
partisipan tentang waktu.
e. Waktu, menyangkut jangka waktu kegiatan atau peristiwa yang diamati serta pandangan para
partisipan tentang waktu.
f. Benda atau alat, menyangkut jenis, bentuk, bahan, dan kegunaan benda atau alat yang dipakai
pada saat kegiatan berlangsung.
g. Peristiwa, menyangkut kejadian-kejadian lain yang terjadi bersamaan atau seiring dengan kegiatan
yang diamati.
7. Bentuk-bentuk Metode Pengamatan
Berdasarkan keterlibatan penelitinya, metode pangamatan dibedakan sebagai berikut.
a. Pengamatan biasa
Pada pengamatan biasa, pengamat merupakan orang yang sepenuhnya melakukan pengamatan
(complete observer), la tidak memiliki keterlibatan apa pun dengan pelaku yang menjadi objek
penelitian.
b. Pengamatan terkendali (controlled observation)
Dalam pengamatan terkendali, pengamat juga sepenuhnya melakukan pengamatan. la tidak memiliki
hubungan apa pun dengan objek (pelaku) yang diamatinya. Akan tetapi, berbeda dengan
pengamatan biasa pada pengamatan terkendali orang yang menjadi sasaran penelitian ditempatkan
dalam suatu ruangan yang dapat diamati oleh peneliti. Dalam lingkungan yang terbatas tersebut,
pengamat mengadakan berbagai percobaan atas diri para sasaran penelitian.
Pengamatan terkendali umumnya dikembangkan untuk meningkatkan ketepatan dalam melaporkan
hasil pengamatan dan biasanya banyak digunakan dalam penelitian yang mengkhususkan perhatian
pada usaha mengetahui sebanyak mungkin sifat kelompok kecil.
c. Pengamatan terlibat (participant observation)
Pengamatan terlibat merupakan jenis pengamatan yang paling sering digunakan dalam penelitian
antropologi khususnya etnografi. Metode semacam ini dalam bahasa Jerman disebut juga verstehen,
yaitu suatu metode yang memungkinkan terjadinya keterlibatan seorang peneliti pada masyarakat
yang dijadikan objek penelitiannya.
Dalam pengamatan terlibat, pengamat ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang diamati. Caranya
peneliti datang ke lokasi penelitian, tinggal di tempat tersebut untuk jangka waktu tertentu,
mempelajari bahasa, atau dialek setempat, kemudian berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari
sambil melakukan pengamatan.
Berdasarkan tingkat keterlibatan penelitinya, pengamatan terlibat dibedakan sebagai berikut.
1. Pengamat sepenuhnya terlibat (completeparticipation)Pada pengamatan jenis ini, pengamat
sepenuhnya terlibat sehingga pelaku yangmenjadi objek penelitian tidak mengetahui bahwa mereka
sedang diamati.
2. Pengamat berperan sebagai peserta (observeras participant)
Pada pengamatan jenis ini, keterlibatan pengamat dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan
objekyang diteliti masih ada. Namun, keterlibatan ini bersifat sangat terbatas karena pengamat berada
di tempat penelitian hanya untuk jangka pendek. Dibandingkan dengan pengamatan penuh,
pengamatan jenis ini jelas relatif lebih mudah dan lebih cepat dilakukan.
3. Pengamat berperan sebagai pengamat (complete participant as observer).
Pada pengamatan jenis ini, status pengamat selaku peneliti diketahui para pelaku yang menjadi objek
penelitian.
Selain berdasarkan tingkat keterlibatan penelitinya, metode pengamatan juga dibagi berdasarkan cara
pengamatan yang dilakukan seperti berikut ini.
a. Pengamatan tidak berstruktur
Pada pengamatan yang tidak berstruktur, tidak ada suatu ketentuan mengenai apa yang harus
diamati oleh pengamat. Sebelum mulai mengumpulkan data, pengamatnya tidak mempunyai format
pencatatan atau ketentuan baku tentang cara-cara pencatatan hasil pengamatan.
Pengamatan yang tidak berstruktur sering digunakan dalam penelitian-penelitian antropologi ataupun
dalam penelitian yang sifatnya eksploratori.
b. Pengamatan berstruktur
Pada pengamatan berstruktur, apa yang hendak diamati telah direncanakan oleh peneliti secara
sistematis, sehingga isi pengamatan lebih sempit dan lebih terarah dibanding isi pengamatan yang
tidak berstruktur. Dalam mengumpulkan data, peneliti berpedoman kepada format pencatatan atau
ketentuan baku yang telah ditetapkan sebelumnya.
8. Alat-alat Pengamatan
Untuk menambah ketepatan pengamatan, selain dilengkapi dengan alat-alat untuk mencatat,
biasanya peneliti juga dilengkapi dengan alat-alat sebagai berikut.
a. Tape recorder, untuk merekam pembicaraan.
b. Kamera, untuk merekam berbagai kegiatan secara visual.
c. Film atau video, untuk merekam kegiatan objek penelitian secara audio-visual.
d. Buku dan pulpen, untuk mencatat hasil penelitian.
Seorang pengamat tentu saja tidak harus menggunakan seluruh peralatan di atas. Penggunaan alat-
alat tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan kemampuan peneliti.
9. Prinsip-prinsip Pengamatan
Untuk memperoleh hasil yang baik, seseorang yang hendak melakukan pengamatan sebaiknya
memerhatikan prinsip-prinsip pengamatan sebagai berikut.
a. Pengamatan sebagai suatu cara pengumpulan data harus dilakukan secara cermat, jujur, dan
objektif serta terfokus pada objek yang diteliti.
b. Dalam menentukan objek yang hendak diamati, seorang pengamat harus mengingat bahwa
makin banyak objek yang diamati, makin sulit pengamatan dilakukan dan makin tidak teliti hasilnya.
c. Sebelum pengamatan dilaksanakan, pengamat sebaiknya menentukan cara dan prosedur
pengamatan.
d. Agar pengamatan lancar, pengamat perlu memahami apa yang hendak dicatat serta bagaimana
membuat catatan atas hasil pengamatan yang terkumpul.