Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
I.
I
I
I r-
JAWABAN PEMERINTAH
TERHADAP PEMANDANGAN UMUM DPR RI
ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
HUBUNCAN LUAR NEGERI
r
DEPARTEi\'IEN LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
MENTERI LUAA NEGERI REPUBLIK INOONESIA
JAWABAN PEMERINTAH
TERHADAP
PEMANDANCAN UMUM DPR RI
ATASRANCANOANUNDAN~UNDANG
lENTANC HUBUNCAN LUAR NECERI
Assalamualaikum wr Wb.
Yth saudara Ketua, Wakil Ketua dan anggota Dewan Yang Terhormat
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah
SWT karena atas rahkmat dan karunia-NYA kita dapat menghadiri sidang
paripurna hari ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada saudara
Ketua dan anggota Dewan Yang Terhormat atas kesempatan yang
diberikan kepada Pemerintah untuk memberikan Jawaban Pemerintah
terhadap ·pemandangan umum Dewan Perwakilan Rakyat RI atas
Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri yang te.lah
disampaikan oleh Fraksi Karya Pembangunan, Fraksi ABRI, Fraksi
Persatuan Pembangunan, dan Fraksi POI pada 15 April 1999.
Pandangan dan aspirasi Dewan yang disampaikan dalam
Pemandangan umum merupakan masukan dan bahan pertimbangan
yang amat berharga bagi Pemerintah yang bersama-sama dengan
Dewan akan menvempurnakan Rancangan Undang-undang tersebut.
Pemerintah mencatat dengan rasa gembira atas kesepakatan
umum yang dimanifestasikan oleh Dewan Yang Terhormat mengenai
urgensi adanva undang-undang yang mengatur penyelenggaraan
hubungan luar negeri yang efektif, efisien, terarah dan terkoordinasi
sejalan dengan itu telah disepakati pula untuk meneruskan pembahasan
· Rancangan Undang-undang ini agar dapat disetujui oleh Dewan Yang
Terhormat menjadi undang-undang.
saudara Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Yang Terhormat
Perkenankanlah kini Pemerintah memberikan jawaban terhadap
beberapa hal yang disampaikan oleh masing-masing fraksi melalui para
Anggota Dewan Yang Terhormat, yaitu : Sdr. Yasril Ananta Baharuddin
mewakili Fraksi Karva Pembangunan, Sdr. lgn Koesujudono mewakili
Fraksi ABRI, Sdr. H. Husein Umar mewakili Fraksi Persatuan
Pembangunan dan Sdr. Anthonius Rahail mewakili Fraksi Partai
oemokrasi Indonesia.
Atas· pendapat Fraksi Karya Pembangunan yang menvatakan
bahwa Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri
belum terasa memberikan kepastian hukum, Pemerintah ingin
menvampaikan penjelasan berikut.
2
Seperti diketahui, pengertian kepastian hukum (Rechtzekerheid)
adalah suatu keadaan di mana ada aturan-aturan hukum yang dapat
dijadikan dasar bagi dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu hal.
Pengertian ini dapat diterapkan baik pada aturan-aturan hukum yang
bersifat pokok maupun yang bersifat teknis pelaksanaan. Dalam
kaitannva ciengan Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar
Negeri, v1a1aupun bersifat pokok, ketentuan-ketentuan yang ada akan
memberikan kepastian hukum karena memuat aturan-aturan hukum
yang sangat mendasar yang akan menjadi landasan bagi
penyelenggaraan hubungan luar negeri. Pendekatan demikian
dilakukan karena hubungan antarbangsa yang berkembang sangat
cepat, sehingga memungkinkan penvesualan-penvesuaian dalam
penvelenggaraan hubungan luar negeri, dengan tetap berpegang pada
aturan-aturan sebagai dasar hukum yang pasti, sehingga hubungan luar
negeri selalu dapat diberdayakan sebagai sarana penunjang upaya
bangsa untuk mencapai tujuan nasional.
Mengenai pendapat FraKsi Karva Pembangunan yang menvatakan
perlunva pemberian sanksi hukum terhadap pelanggaran prinsip politik
luar negeri dalam penvelenggaraan hubungan luar negeri, pemerintah
ingin n1envampaikan hal-hal sebagai berikut.
Perkembangan hubungan internasional yang semakin intensif dan
semakin _.banyaknya aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan
internasional di masa datang, baik dari kalangan pemerintah maupun
nonpemerintah, di satu pihak dapat merupakan sumbangan yang
berharga dan sangat penting dalam upaya bangsa Indonesia untuk
mencapai tujuan nasional, karena kalangan nonpemerintah dapat
menjadi pelengkap atau mengisi penyelenggaraan hubungan luar
negeri yang tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah, di lain pihak situasi
tersebut kemungkinan akan dapat menimbulkan penyimpangan
penvin1pangan/pelanggaran-pelanggaran atau terjadinya hal-hal yang
tidak sejalan dengan polltik luar negeri Indonesia, atau peraturan
perundang-undangan nasional dalam penyelenggaraan hubungan luar
negeri. Menghadapl kemungklnan pelanggaran-pelanggaran
/penvimpangan-penylmpangan tersebut, dapat kiranva dljelaskan
bahwa Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri
yang diajukan memang tidak mengandung sanksi karena Rancangan
Undang-undang tersebut dlsusun untuk menclptakan suatu perangkat
hukum yang bersifat mengatu~ <regulatory) pokok-pokok dalam
penyelenggaraan hubungan luar negeri dan bukan merupakan suatu
perangkat hukum vang menciptakan kaidah-kaidah sanksi. untuk
mencegah terjadinva pelanggaran-pelanggaran dalam hubungan luar
negeri, Rancangan Undang-undang Hubungan Luar Negeri leblh
menekankan pada langkah-langkah preventif, seperti yang diatur dalam
Pasal 6 ayat (3), yaitu bahwa Menteri Luar Negeri dapat mengambil
langkah-langkah yang dipandang perlu.
seperti dapat dicatat oleh p~ra anggota Dewan Yang Terhormat,
Bab 111 Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri
memuat ·ketentuan-ketentuan pokok mengenai pembuatan dan
pengesahan perjanjian lnternasional. Mengenai keterlibatan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam pembuatan perjanjian internasional yang
dikemukakan Fraksi Karva Pembangunan dan Fraksi Persatuan
4
Pembangunan, dapat dijelaskan bahwa sebagai penjabaran Pasal 11
Undang-Undang Dasar 1945, keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat
selama ini didasarkan kepada Surat Presiden RI kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Nomor 2826/HK/1960, 22 Agustus 1960, terutama
yang nienyangkut pengesahan perjanjian internasional yang dibuat
dalam bentuk undang·undang. Dalam hubungan ini, Para Anggota
Dewan menyadari sepenuhnya bahwa tidak semua perjanjian
internasional perlu disahkan dengan undang-undang. Karena sifat atau
isinva, terdapat banyak perjanjian· internasional yang sama sekali tidak
memerlukan pengesahan Dewan. Praktik pengesahan perjanjian
internasional yang berdasar kepada Surat Presiden tersebut di atas
sudah berjalan selama hampir 39 tahun, sehingga dapat dianggap telah
merupakan hukum kebiasaan. Pada saat ini Pemerintah sedang
memproses landasan yang lebih menjamin kepastian hukum dalam
pembuatan perjanjian internasional dengan mengatur masalah ini
dalam suatu undang-undang vang pada waktunva akan disampaikan
oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Karena itu Bab Ill Pasal
15 Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri
menetapkan bahwa ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan
perjanjian internasional akan dituangkan dalam undang-undang
tersendiri.
Menjawab pertanvaan mengenai masalah perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri yang telah mendapat perhatian khusus Fraksi Karva Pembanguhan, Fraksi Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia, Pemerintah sejalan dengan pemikiran Dewan bahwa perlindungan warga negara Indonesia, terutama yang berada di luar negeri adalah sesuai dengan amanat alinea keempat
5
Pembukaan Undang-Undang oasar 1945 . Olel1 l<arena itulat1 n1aka
masalah ini diatur dalam satu bab kl1usus, yal<ni BAB v Rancangan
Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri. Sebagaimana
diketahui,sesuai dengan hukum dan kebiasaan internasional, khususnya Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1961 dan Konvensi \Nina
tentang Hubungan Konsuler 1963, yang keduanva sudah disahkan pada
tahun ~19a2, sebagain1ana disebut dalam bagian ''Mengingat", angl<a 2,
perlindungan warga negara Indonesia di Luar negeri n1erupal<an
kewajiban Perwakilan RI di Luar negeri. Rancangan Undang-undang ini
menggarisbawahi kewajiban tersebut dengan mencantumkan hal
tersebut dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 24. Dalam l<envataannva
banyak Warga Negara Indonesia yang tidak melaporkan dirinya pada
Perwakilan RI walaupun mereka tinggal lebih dari 2 minggu di negara akreditasi Perwakilan RI sebagaimana diwajibkan oleh ketentuan yang
berlaku. Akibatnva, sering terjadi bahwa keberadaan seorang Warga
Negara Indonesia di wilayah suatu negara diketahui oleh Perwakilan RI
sesudah yang bersangkutan menghadapi permasalahan, misalnya
karena habisnva masa berlaku visa tinggal, kehiJangan atau, habisnva masa berlaku paspor, mendapat kecelakaan, dan l<asus hukum lainnva.
Perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri termasuk tenaga
kerja akan dapat dilakukan secara efektif apabila keberadaan mereka
diketahui oleh Perwakilan RI. Dengan bekerjasama dengan semua pihak yang terkait di negara akreditasi, Perwakilan RI di luar negeri selalu
berusaha untuk memberikan perlindungan dan bantuan serta
penyelesaian masalahnya sesuai dengan peraturan perundang
undangan Indonesia dan peraturan negara setempat. Pemberian
perlindungan kepada Warga Negara Indonesia tersebut pada
hakekatnva merupakan bagian integral dari tugas kekonsuleran Perwakilan Republik Indonesia yang dilakukan secara terus-menerus
walaupun sering tidak setalu diketahui oleh masyarakat umum.
6
Mengenai perlindungan terhadap kepentingan nasional dalam rangka kontrak karya sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Karya Pembangunan dapat dijelaskan bahwa jangkauan wewenang Menteri Luar Negeri sebagai pembantu Presiden di dalam melaksanakan sebagian tugas umum pemerintahan di bidang hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri tidak meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kontrak karva.
Mengenai masalah sumber daya manusia di bidang penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Karva Pembangunan, Fraksi ABRI, Fraksi Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia, Pemerintah ingin menvampaikan penjelasan sebagai berikut.
Pemerintah mengucapkan terima kasih atas besarnya perhatian Dewan terhadap masalah sumber daya r:nanusia di bidang diplomasi dan sependapat dengan Dewan untuk terus-menerus mengupayakan peningkatan kemampuan mereka. Upaya demikian tidak henti-hentinya dilakukan oleh Departemen Luar Negeri, sesuai dengan tuntutantuntutan dan tantangan-tantangan tugas diplomasi dalam kondisikondisi internasional yang berkembang dengan pesat. Hal ini tercermin dalam berbagai kebijaksanaan pengembangan sumber daya manusia Departemen Luar Negeri.
Dalam kaitannya dengan kepastian karier Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN) dapat kami jelaskan sebagai berikut. Undang-undang No. 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian tidak memuat pengaturan mengenai diplomat atau Pejabat Dinas Luar Negeri . Oleh karena itu, guna menjamin tertib administrasi kepegawaian yang menyangkut kewenangan Menteri Luar Negeri sebagai pengemban tugas Pemerintah di bidang hubungan luar negeri, serta dengan memperhatikan hukum dan kebiasaan internasional yang berlaku,
7
Departemen Luar Negeri telah mengeluarkan berbagai Keputusan Menteri Luar Negeri mengenai status dan jenjang karier personel yang
mengernban tugas diplomatik dan konsuler yang disebut Pejabat Dinas
Luar Negeri . Pada dasarnva Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri di lingkungan oepartemen Luar Negeri yang telah memenuhi
syarat untuk melaksanakan tugas di Perwakilan RI di luar negeri. Dengan
demikian kepastian karier Pejabat Dinas Luar Negeri sudah diatur secara tegas didalam berbagai Keputusan Menteri Luar Negeri , yaitu jenjang karier yang terdlri dari delapan tingkat kepangkatan atau gelar vang
dimulai dari tingkat terendah vaitu Atase sampai dengan tingkat vang tertinggi adalah outa Besar
Dalan1 rangka pemblnaan karler dan peningkatan kemampuan para Pejabat Dinas Luar Negeri , dltetapkan pula bahwa pengangkatan mereka sebagai Pegawal Negeri Slpil pada tingkat Pejabat Dinas Luar Negeri serta pemberian gelar kepangkatan/Jabatan tertentu tidak dilakukan secara otomatis, melainkan setelah melalui tahapan- tahapan pendidikan teknis berjenjang yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Karya Pembangunan tentang pentingnya pengaturan karier Pejabat Dinas Luar Negeri dalam
Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri, namun karena Rancangan Undang-undang yang sedang dibahas oleh Dewan ini dimaksudkan sebagai rancangan undang-undang pokok, maka uraian pengaturan yang lebih rinci tentang karier Pejabat Dinas Luar Negeri akan lebih tepat bila dituangkan dalam peraturan pelaksanaan.
Mengenai pengaturan periodisasi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Pemerintah juga berpendapat bahwa hal itu seyogianva tidak diatur dalam Rancangan Undang-undang ini. Pendapat Pemerintah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
8
pengangkatan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penu11 termasuk lamanva masa tugas mereka, merupakan hak prerogatif Presiden, dalan1 kapasitanva sebagai Kepala Negara sesuai dengan Pasal 13 avat <1>
Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu berdasarkan berbagai pertimbangan, seperti keadaan politik, ekonomi, situasi kearnanan di suatu negara, atau situasi hubungan dengan suatu negara, Presiden dapat mengurangi atau memperpanjang masa tugas Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dari yang ditetapkan dalam Surat Keputusan pengangkatannva.
Berkenaan dengan saran Fraksi ABRI agar penen1patan dan pengangkatan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh diatur dengan Keputusan Presiden, Pemerintah ingin menvampaikan hal-hal sebagai berikut. Kepala Perwakilan Diplomatik dengan gelar jabatan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, adalah jabatan tertinggi Pejabat Dinas Luar Negeri dalam jenjang karier diplomatiknva. Karena itu jabatan tersebut akan diisi oleh para Pejabat Dinas Luar Negeri setelah memenuhi kriteria tertentu. Namun sesuai dengan fungsi Presiden sebagai Kepala Negara dan Pasal 13 ayat <1> Undang Undang Dasar 1945,
Presiden juga dapat mengangkat dan menempatkan seseorang bukan Pejabat Dinas Luar Negeri sebagai Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Menurut praktek yang selama ini berjalan, pengangkatan dan penempatan demikian dilakukan dengan Keputusan Presiden setelah Presiden memperoleh pertimbangan dari Menteri Luar Negeri.
Mengenai saran Fraksi Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai oemokrasi Indonesia agar pengangkatan dan penempatan para diplomat·· khususnva Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dilakukan dengan melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah ingin menvampaikan beberapa penjelasan sebagai berikut. Sebagaimana telah diken1ukakan sebelumnva, sesuai dengan Pasal 13
C)
avat C1) uuo 1945 maka pengangkatan dan penempatan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, menjadi wewenang Presiden dalam kedudukannya sebagal Kepala Negara.
Menanggapi pertanyaan dan pernvataan vang disampaikan oleh Fraksi ABRI mengenai berbagai hal berikut ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam kaitan dengan pertanyaan sejauh mana kebijaksanaankebijaksanaan penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negerl memperhatikan dan melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat, dapat klranva dijelaskan bahwa interaksi antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah cq. Departemen Luar Negeri selama
- ini telah berjalan dengan baik melalui rapat l<erja dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, di mana Departemen Luar Negeri senantiasa memperhatikan hasil dari rapat Komisi I tersebut.
Mengenai apakah definisi organisasi internasional dalam Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri mencakup aktivitas lembaga legislatif dapat dijelaskan bahwa definisi organisasi internasional dalam rancangan Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 3
· meliputi organisasi-organisasi yang keanggotaannva terdiri dari atau diwakili oleh Pemerintah termasuk dalam organisasi internasional ini. Dengan demikian termasuk kegiatan-kegiatan Hubungan Luar Negeri yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Mengenai pembukaan dan pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler, dan pembukaan dan penutupan kantor-kantornva, hal masuk ke dalam atau keluar dari keanggotaan pada organisasi internasional, dapat dij~laskan bahwa kegiatan tersebut adalah bagian dari tugas umum pemerintahan di bidang hubungan luar negeri. Pemerintah mencatat perhatian yang diberikan Fraksi ABRI mengenai masalah ini dalam kaitan dengan keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat.
10
Mengenai istilah "pertimbangan tertentu" dalam pemberian pembebasan dari kewajiban tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Rancangan Undang-undang tentang Hubungan luar negeri, dapat diterangkan bahwa yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah suatu keadaan khusus yang dapat dijadikan alasan untuk memberikan pembebasan termaksud. Perlu dijelaskan bahwa yang diatur dalam Rancangan Undang-undang ini adalah pembebasan kewajiban tertentu . bagi perwakilan lembaga atau badan asing di Indonesia yang tidak mempunyai kedudukan sebagai perwakilan diplomatik atau konsuler. Pencantuman istilah "pertimbangan tertentu" dalam rancangan Pasal 17 dimaksudkan untuk memberikan dua kemanfaatan, pertama, menJadi dasar untuk memberikan pembebasan tersebut sekiranya pembebasan kewaJlban tertentu ltu menguntungkan kepentlngan nasion;il, dan, kedua, men1batasi kemungkinan penerapan pembebasan tersebut secara terlalu luas. Rincian pengaturan mengenai hal tersebut, termasuk kriteria keadaan yang dapat dijadikan pertimbangan, akan diatur dalam peraturan pelaksanaan.
Mengenai tugas, wewenang, dan kedudukan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, yang berkaitan dengan negara tempat tugasnva dapat kami Jelaskan bahwa pada prinsipnya hal tersebut telah diatur dalam Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1961, yang telah disahkan Indonesia dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1982. Dengan demikian konvensi ini menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan tugas, wewenang, dan kedudukan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di negara akreditasinya. Sepanjang yang menvangkut tugas, wewenang dan kedur;fukan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasan Penuh untuk suatu organisasi internasional diatur oleh instrumen konstitutif organisasi internasional masing-masing dan/atau perjanjian antara organisasi internasional yang bersangkutan dengan pemerintah negara tempat kedudukan sekretariat organisasi internasional tersebut (head quarters
11
agreen1entL Dalam kaitan dengan Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri yang hanya memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok maka tugas, wewenang dan kedudukan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh tidak diatur secara terperinci dalam Rancangan Undang-·undang tersebut.
Berkenaan dengan pertanvaan tentang pengangkatan pejabat lain · setingkat duta besar, dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan rancangan ketentuan Pasal 30 adalah pengangkatan pejabat lain yang sama tingkatannya dengan duta besar untuk melaksanakan tugas-tugas diplomatik tertentu, yang karena pertimbangan-pertimbangan tertentu <misalnya pertimbangan politis, keahlian khusus yang diperlukan, arti khusus tugas tertentu, dan sebagainya> tidak diberikan kepada Pejabat Dlnas Luar Negeri melainkan kepada seorang pejabat yang khusus diangkat untuk maksud itu. Mengenai tata cara pengangkatan dan penempatan Pejabat Dinas Luar Negeri dengan keputusan Menteri Luar Negeri sebagaimana ditentukan dalam rancangan Pasal 33 ayat <3>, perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud di sini adalah tata cara dan pengaturan penempatan Pejabat Dinas Luar Negeri di bawah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh. Tata cara tersebut bersifat teknis administratif yang tidak perlu diatur dalam Undang-undang Hubungan Luar Negeri yang merupakan undangundang pokok.
Menanggapi pertanvaan yang diajukan oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia mengenai pengertian politik luar negeri yang "bebas aktif", dapat kami sampaikan bahwa pengertian istilah tersebut dicantuml<an dalam Penjelasan Pasal 30 Rancangan Undang-undang ini. Pengertian ini menggariskan sikap yang dianut pemerintah, negara dan bangsa yang bebas menentukan jalan sendiri dan tidak terpengaruh pihak mana pun, khususnya yang menjadi kekuatan dunia maupun
12
'·
kepentingannya, dan selalu secara aktif memberikan sumbangan dalam upaya bangsa-bangsa untuk memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian politik luar negeri bebas aktif akan tetap relevan dalam situasi politik internasional apa pun, tidak hanva dalam situasi dunia yang ditandai oleh adanya blok-blok yang sating bertentangan. Dapat kami tambahkan bahwa Politik Luar Negeri Bebas Aktif itu sudah sejak lama merupakan. Politik Luar Negeri yang digariskan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, jadi oleh rakyat Indonesia sendiri, sebagaimana tiap kali ditegaskan dalam Ketetepan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat termasuk pula Garis-garis Besar Haluan Negara 1993 dan 1998 yang dibuat setelah usainva perang dingin.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia, mengenai kesiapan aparat Pemerintah untuk memperlancar Hubungan Luar Negeri yang efektif, efisien, terarah dan terkoordinasi, berdasarkan raihan-raihan dalam penyelenggaraan Hubungan .Luar Negeri selama ini, pada hakekatnya dapat dikatakan aparat Pemerintah cukup siap. Walaupun demikian untuk menghadapi perubahanperubahan cepat yang terjadi dalam hubungan internasional serta tantangan-tantangannva Rancangan Undang-undang ini mengandung niat untuk terus meningkatkan kesiapan aparat Pemerintah agar lebih efektif, efisien, terarah dan terkoordinasi. Dengan demlkian tidak berarti Pemerintah beranggapan bahwa raihan-raihan yang telah dicapai dalam penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri di masa yang lalu tidak efektif, efisien, terarah dan terkoordinasi. Upaya peningkatan aparatur penyelenggara Hubungan Luar Negeri dan pelaksana Politik Luar Negeri sebagaimana tercermin dalam Rancangan Undang-undang ini akan merupakan upaya berlanjut dan terus-menerus.
13
saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang kami hormati,
Penjelasan yang disampaikan dalam Jawaban Pemerintah ini diharapkan dapat membantu memperlancar pembahasan-pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri selanjutnya. Apabila terdapat tanggapan, pernyataan, atau saran yang belum ditanggapi sebagaimana mestinya dalam Jawaban Pemerintah ini, halhal tersebut dapat dibicarakan dalam tahap pembicaraan berikutnva.
Akhirnva, atas nama Pemerlntah, perkenankanlah kami mengucapkan terima kaslh dan penghargaan yang setlnggl-tingginya kepada Dewan Yang Terhormat atas perhatian .Dewan pada Jawaban Pemerintah ini.
Semoga Alah swr senantiasa mellmpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua.
Sekian dan terima kasih. wassalamu' alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 22 April 1999 A.N. PEMERINTAH
MENTERI LUAR NEOERI A.I.