Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING)
TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI
PADA PELAJAR SLTA DI KOTA JAKARTA PUSAT
TAHUN 2017
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Khadijah Alhaura Azhari
NIM: 11151030000060
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2018 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 15 Oktober 2018
Khadijah Alhaura Azhari
iii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING)
TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR SLTA
DI KOTA JAKARTA PUSAT TAHUN 2017
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Khadijah Alhaura Azhari
NIM: 11151030000060
Pembimbing I
dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc
NIP. 19770913 200604 2 001
Pembimbing II
dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT
NIP. 19660813 199103 1 003
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2018 M
iv
iv
LEMBAR PENGESAHAN Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN
(BULLYING) TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR
SLTA DI KOTA JAKARTA PUSAT TAHUN 2017 yang diajukan oleh Khadijah
Alhaura Azhari (NIM: 11151030000060), telah diajukan dalam sidang skripsi di
Fakultas Kedokteran pada 15 Oktober 2018. Laporan penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sajarna Kedokteran (S. Ked) pada
Fakultas Kedokteran.
Ciputat, 15 Oktober 2018
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc
NIP. 19770913 200604 2 001
Pembimbing I
dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc
NIP. 19770913 200604 2 001
Pembimbing II
dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT
NIP. 19660813 199103 1 003
Penguji I
dr. Isa Multazam Noor, MSc, Sp.KJ (K)
NIP 197512 200912 1002
Penguji II
dr. Marita Fadhilah, Dr.Med.Sc
NIP 19780314 200604 2 001
PIMPINAN FAKULTAS
DEKAN FK UIN
dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD
NIP 19651123 200312 1 003
KAPRODI PSKedokteran
dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NIP. 19780507 200501 1 005
v
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT karena berkat limpahan rahmat, anugerah, serta nikmat-Nya penulis dapat
belajar dan menyelesaikan penelitian di FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sholawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Rasulullah SAW yang telah
membawa umat Muslim dari zaman kegelapan ke zaman yang penuh dengan
perkembangan ilmu dan teknologi sehingga penulis dapat belajar kala ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
pada Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc., dan dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT, selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing,
memberi masukan serta arahan dan motivasi penulis selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi.
3. dr. Isa Multazam Noor, MSc, Sp.KJ (K) Psikiater Anak dan Remaja dan dr.
Marita Fadhilah, Dr. Med.Sc., yang telah bersedia menjadi penguji dalam
sidang skripsi penelitian ini.
4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, DDS, Ph.D. dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D.
selaku dosen penanggung jawab riset mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015 yang telah memotivasi kami untuk
vi
vi
dapat menyelesaikan riset tepat waktu dan memberi arahan serta masukan
dalam penelitian yang kami lakukan.
5. Ibu Alfiah S.Ag., M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik penulis yang
selalu membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.
6. Kedua orang tua penulis yang tercinta, ayahanda Epih Ibkar Irmansyah dan
ibunda Ida Widayati Djajadisastra, serta kakak dan adik tersayang Faruq
Ahmad Faishal, Fadhillah Nur Afifah, Fatimah Aulia Dina, Salman Yusuf
Abdilah, dan Alya Rezka Zhafira yang selalu mencurahkan cinta dan kasih
sayangnya dan selalu member dukungan baik moril, materil, dan spiritual
yang tak kunjung hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan skripsi ini.
7. Teman seperjuangan penelitian, yaitu Meyasi Nurandani yang merupakan
sahabat seperjuangan dalam penelitian dan pembuatan skripsi ini, yang telah
bekerja sama dengan baik dan saling bahu membahu memberikan dukungan,
semangat, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat penulis, yaitu Risa Azzahra Khatami, Annisa Delia K.,
Hanifa Syafly, Rafika Astarina, Nailaufar Hamro, dan Auliya Yasmin, yang
sudah mendoakan dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi.
9. Isna Khumairotin A. yang telah berbagi ilmu kepada penulis mengenai
pemilihan uji statistik.
10. Febri Nugraheni dan Lilis Siti Nursaadah yang telah membantu penulis
dalam penulisan skripsi.
11. Ibu Nurul Sugiarti, SKM, M.Kes yang telah membantu penulis dalam
mengurus surat permohonan penguji sidang skripsi ke Rumah Sakit Jiwa dr.
Soeharto Herdjaan.
12. Widda Mayyala Shofie dan Haseena Hersiwinukir yang telah membantu
penulis dalam mempersiapkan kebutuhan sidang skripsi.
13. Seluruh teman-teman program studi kedokteran angkatan 2015 yang selalu
memberi dukungan dan semangat.
vii
vii
14. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan skripsi yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan
ketidaksempurnaan mengingat keterbatasan kemampuan penulis, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi
ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca dalam
mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran.
Ciputat, 15 Oktober 2018
Penulis
viii
viii
ABSTRAK
Khadijah Alhaura Azhari. Program Studi Kedokteran. Hubungan Perilaku
Perundungan (Bullying) Terhadap Kejadian Gejala Depresi Pada Pelajar SLTA
di Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Latar Belakang: Perilaku perundungan membahayakan kesehatan fisik dan
kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja, khususnya pelajar SLTA. Mereka
yang mengalami perundungan lebih mungkin mengalami depresi serta memiliki
pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Tujuan: Mengetahui hubungan
perilaku perundungan terhadap kejadian gejala depresi pada pelajar SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat. Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional menggunakan desain
potong lintang. Sampel dipilih dengan metode multistage randomization sebanyak
360 sampel. Pengumpulan data menggunakan kuesioner YRBS 2017. Analisis data
bivariabel menggunakan uji Chi-Square, Fisher, dan Kolmogorov Smirnov. Hasil:
Sebanyak 343 kuesioner dapat dianalisis. Didapatkan hubungan bermakna antara
perundungan dan gejala depresi, yakni perundungan jenis pencurian atau perusakan
barang terhadap perasaan sedih atau putus asa (p=0,006); perundungan di sekolah
dengan perasaan sedih atau putus asa (p=0,001), dan niat bunuh diri (p=0,023), serta
perundungan di internet dengan perasaan sedih atau putus asa (p=0,000), niat bunuh
diri (p=0,001), dan rencana bunuh diri (p=0,015). Kesimpulan: Perundungan
berhubungan secara bermakna tehadap kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA di
Kota Jakarta Pusat.
Kata kunci: perundungan, gejala depresi, pelajar, SLTA.
ix
ix
ABSTRACT
Khadijah Alhaura Azhari. Medical Study Program. The Correlations Between
Bullying Behavior with Incidence of Depression Symptomps among High School
Students in Center Jakarta 2017.
Background: Bullying behavior endangers the physical health and emotional well-
being of children and adolescents, especially high school students. Those who
experience bullying are more likely to experience depression and have thoughts of
suicide or attempted suicide. Objective: To determine the relationship of bullying
behavior to the incidence of symptoms of depression in students of SMA 35 Jakarta,
Muhammadiyah 5 Jakarta Vocational School, and MA Jamiat Kheir, Central Jakarta
City. Method: This study was an observational analytic study using a cross-sectional
design. Samples were selected by a multistage randomization method of 360 samples.
Data collection using the YRBS 2017 questionnaire. Bivariable data analysis using
Chi-Square, Fisher, and Kolmogorov Smirnov tests. Results: 343 questionnaire were
eligible to analyze. A significant relationship was found between bullying and
depression symptomps, namely bullying in the type of theft or destruction of goods
against feelings of sadness or despair (p = 0.006); bullying at school with feelings of
sadness or despair (p = 0.001), and suicidal intentions (p = 0.023), as well as
internet bullying with feelings of sadness or despair (p = 0.000), suicidal intentions
(p = 0.001), and suicide plans (p = 0.015). Conclusion: Bullying was significantly
related to the incidence of depression symptoms among high school students in
Central Jakarta City.
Keywords: bullying, depression symptomps, students, high school.
x
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ....................................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 4
1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................................................ 4
1.4.2. Tujuan Khusus ....................................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 4
1.5.1. Bagi Peneliti ........................................................................................................... 4
1.5.2. Bagi Perguruan Tinggi ........................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 6
2.1. Perundungan ................................................................................................................. 6
2.1.1. Definisi Perundungan ............................................................................................. 6
2.1.2. Bentuk Perundungan .............................................................................................. 8
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi ................................................................................. 11
2.1.4. Dampak Perundungan .......................................................................................... 16
2.1.5. Perundungan dalam Tinjauan Neurosains ............................................................ 17
2.2. Depresi ........................................................................................................................ 19
2.2.1. Definisi Depresi ................................................................................................... 19
xi
xi
2.2.2. Epidemiologi Depresi ........................................................................................... 19
2.2.3. Etiologi Depresi ................................................................................................... 20
2.2.4. Tanda dan Gejala Depresi21 .................................................................................. 25
2.2.5. Kriteria Diagnosis Deperesi21 ............................................................................... 26
2.3. Youth Risk Behavior Survey ........................................................................................ 27
2.4. Kerangka Teori ........................................................................................................... 29
2.5. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 30
2.5. Definisi Operasional .................................................................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 32
3.1. Desain Penelitian ........................................................................................................ 32
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................................... 32
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................................... 32
3.3.1. Populasi Target ..................................................................................................... 32
3.3.2. Populasi Terjangkau ............................................................................................. 32
3.3.3. Sampel .................................................................................................................. 32
3.4. Besar Sampel.............................................................................................................. 32
3.4.1. Besar Sampel Penelitian Deskriptif Kategorik ..................................................... 33
3.4.2. Besar Sampel Penelitian Aanalitik Kategorik Tidak Berpasangan ....................... 33
3.4. Cara Pengambilan Sampel ........................................................................................... 35
3.5. Kriteria Sampel ........................................................................................................... 36
3.5.1. Kriteria Inklusi ..................................................................................................... 36
3.5.2. Kriteria Eksklusi ................................................................................................... 36
3.6. Cara Kerja Penelitian .................................................................................................. 36
3.7. Alur Penelitian ........................................................................................................... 38
3.8. Manajemen Data ......................................................................................................... 39
3.8.1. Pengumpulan Data ............................................................................................... 39
3.8.2. Instrumen Penelitian ............................................................................................. 39
3.8.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................................ 39
3.8.4. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 41
4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ..................................................... 41
4.1.1. Uji Validitas ......................................................................................................... 41
xii
xii
4.1.2. Uji Reliabilitas ..................................................................................................... 43
4.2. Analisis Univariat........................................................................................................ 44
4.2.1. Karakteristik Sampel ............................................................................................ 44
4.2.2. Frekuensi Perundungan ........................................................................................ 45
4.2.3. Frekuensi Gejala Depresi ..................................................................................... 46
4.3. Analisis Bivariat .......................................................................................................... 46
4.3.1 Hubungan Perundungan dengan Jenis Kelamin ..................................................... 47
4.3.2. Hubungan Perundungan dengan Tingkat Kelas .................................................... 48
4.3.3. Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah .................................................... 49
4.3.4. Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Kelamin ................................................. 51
4.3.5. Hubungan Gejala Depresi dengan Tingkat Kelas ................................................. 53
4.3.6. Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Sekolah .................................................. 55
4.3.7. Hubungan Perundungan dengan Gejala Depresi................................................... 57
4.4. Pembahasan ................................................................................................................. 68
4.5. Kelebihan Penelitian ................................................................................................... 75
4.6. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................... 76
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 77
5.1. Simpulan ..................................................................................................................... 77
5.2. Saran ........................................................................................................................... 79
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 85
xiii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitias Item Kuesioner…………………………………...41-42
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Item Kuesioner……………………………………..43
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Kelas, dan
Jenis Sekolah……………………………………………………………...44
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Perundungan………………….45
Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Gejala Depresi………………..46
Tabel 4.6 Hubungan Perundungan dengan Jenis Kelamin…………………………..47
Tabel 4.7 Hubungan Perundungan dengan Tingkat Kelas…………………………..48
Tabel 4.8 Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah………………………..49-50
Tabel 4.9 Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Kelamin………………………...51
Tabel 4.10 Hubungan Gejala Depresi dengan Tingkat Kelas…..……………………53
Tabel 4.11 Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Sekolah………………..………55
Tabel 4.12 Hubungan Perundungan dengan Perasaan Sedih atau Putus Asa Selama 2
Minggu atau Lebih Berturut-turut Sehingga Tidak Ingin Melakukan
Apapun dalam 12 Bulan Terakhir……………………………………….57
Tabel 4.13 Hubungan Perundungan dengan Berniat Bunuh Diri dalam 12 Bulan
Terakhir………………………………………………………………….60
Tabel 4.14 Hubungan Perundungan dengan Menyusun Rencana Bunuh Diri dalam 12
Bulan Terakhir…………………………………………………………..63
Tabel 4.15 Hubungan Perundungan dengan Mencoba Bunuh Diri dalam 12 Bulan
Terakhir……………………………………………………………...65-66
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner YRBS 2017………………………………………………….85
Lampiran 2 Parental Informed Consent-Passive Form………………………………89
Lampiran 3 Surat Rekomendasi Penelitian…………………………………………..91
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Izin Penelitian………………….……….………....93
Lampiran 5 Riwayat Penulis ………………………………………………………...94
xv
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
UNICEF : United Nations Emergency Children's Fund
KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
MA : Madrasah Aliyah
SMP : Sekolah Menengah Pertama
YRBS : Youth Risk Behavior Survey
Riskesdas : Riset kesehatan dasar
SPSS : Statistical Package for Social Science
HPA : Hypothalamic-pituitary-adrenal
CRH : Corticotropine Releasing Hormone
ACTH : Adrenocorticotropine Hormone
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan (bullying) terjadi di seluruh
dunia dan mempengaruhi sebagian besar anak-anak dan remaja. Diperkirakan 246
juta anak-anak dan remaja mengalami beberapa bentuk kekerasan di sekolah dan
perundungan tiap tahunnya. Anak-anak dan remaja dapat mengalami kekerasan dan
perundungan di sekitar sekolah dan dalam perjalanan ke dan dari sekolah. Menurut
laporan Kementrian Pendidikan Republik Korea tahun 2015, 75,5% kekerasan
sekolah dan perundungan terjadi di dalam sekolah dan 24,5% terjadi di luar sekolah.1
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, saat ini kasus-
kasus perundungan menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari tahun
2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut.
Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480
kasus.2 Hasil laporan UNICEF Indonesia tahun 2015, sebanyak 40% anak mengalami
perundungan di sekolah.3
Tercatat jumlah penduduk Indonesia dengan usia sekolah (0-23 tahun) tahun
2015 adalah 109.159.200 juta atau sekitar 42,73% dari jumlah total penduduk.4Dari
total penduduk Indonesia dengan usia sekolah, jumlah murid Sekolah Menengah Atas
(SMA) di Indonesia pada tahun ajaran 2015/2016 ialah sebanyak 4.312.407 siswa.
Jumlah ini meningkat sekitar 1,85% dari tahun ajaran sebelumnya.5
Sebanyak 13,94% anak SMP dan SMA mengalami pelecehan atau
perundungan selama 1 sampai 2 hari dalam 30 hari. Persentase tersebut terbagi
15,86% pada anak laki-laki dan 12,16% pada perempuan. Sebanyak 1,04% anak SMP
dan SMA mengalami perundungan setiap harinya dalam 30 hari.6
2
Dampak perundungan dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak-
anak korban perundungan, anak-anak pelaku perundungan, anak-anak yang
menyaksikan perundungan, bahkan sekolah dengan isu perundungan secara
keseluruhan. Perundungan dapat membawa pengaruh buruk tehadap keshatan fisik
maupun mental anak.7
Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan membahayakan kesehatan
fisik dan kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja. Dilaporkan, dampak fisik
dari perundungan termasuk sakit perut, sakit kepala, serta kesulitan makan dan tidur.
Mereka yang mengalami perundungan lebih mungkin mengalami kesulitan
interpersonal, depresi, kesepian atau cemas, memiliki kepercayaan diri yang rendah,
serta pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka
yang tidak mengalami perundungan.1
Satu dari sepuluh orang menderita depresi berat dan hampir satu dari lima
orang mengalami gangguan ini selama hidupnya (prevalensi satu tahun adalah 10%
dan prevalensi seumur hidup 17%). Pada tahun 2020, depresi akan menjadi penyebab
utama kedua kecatatan di dunia, dan pada tahun 2030 diperkirakan akan menjadi
kontributor terbesar beban penyakit.8Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2013 menujukkan bahwa prevalensi orang yang mengalami gangguan status
mental dan perubahan emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia lebih dari sama dengan 15 tahun atau sekitar
kurang lebih 14 juta jiwa.9
Laporan WHO mengenai “Health for the world’s adolescents”
mengungkapkan bahwa depresi adalah penyebab utama penyakit dan kecacatan pada
laki-laki dan perempuan yang berusia 10 hingga 19 tahun. Secara global, depresi
merupakan penyebab nomor 1 penyakit dan kecatatan dalam kelompok usia remaja,
dan bunuh diri sebagai salah satu dampak depresi menempati peringkat ke-3
penyebab kematian. Beberapa studi menunjukkan bahwa setengah dari seluruh orang
yang mengalami gangguan mental memiliki gejala pertama di usia 14 tahun.10
3
Berdasarkan penelitian mengenai gambaran tingkat depresi dan perilaku
perundungan, yang dilakukan di SMP PGRI 2 Denpasar pada tahun 2015 oleh I Gede
Surya Kardiana dan I Wayan Westa, ditemukan bahwa responden yang mengalami
perilaku perundungan intensitas ringan, kejadian depresi sebesar 59,3% dengan
depresi ringan sebesar 33,3% dan depresi sedang 25,9%. Seluruh responden
penelitian ini berumur sekitar 12-15 tahun. Peneliti mengukur tingkat depresi siswa
dengan Beck Depression Inventory, dan mengukur prevalensi perundungan dengan
kuisioner yang berisi tindakan perundungan berdasarkan modifikasi dari victimization
scale-adolenscent peer relation instrument.11
Melihat angka kejadian perundungan dan depresi yang semakin meningkat,
kususnya di kalangan remaja, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan antara
perilaku perundungan terhadap gejala depresi pada pelajar SLTA, kususnya di Kota
Jakarta Pusat.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat hubungan antara perilaku perundungan dengan kejadian
gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat?
2. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis
sekolah terhadap perilaku perundungan dan kejadian gejala depresi pada
pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat?
1.3. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara perilaku perundungan dengan kejadian gejala
depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat.
2. Terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis sekolah
terhadap perilaku perundungan dan kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA
di Kota Jakarta Pusat.
4
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara perilaku perundungan
dengan kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat
tahun 2017.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis
sekolah terhadap perilaku perundungan pada pelajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat tahun 2017.
b. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis
sekolah terhadap kejadian gejala depresi pada delajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat tahun 2017.
c. Mengetahui prevalensi perundungan pada pelajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat tahun 2017.
d. Mengetahui prevalensi gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat tahun 2017.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
a. Sebagai penambah wawasan tentang besarnya kejadian perilaku
perundungan dan gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta
Pusat.
b. Menjadi motivasi untuk mengembangkan penelitian lanjutan yang
berhubungan dengan hasil penelitian yang didapatkan, misalnya
meneliti tentang metode penanganan apa saja yang mampu mengatasi
masalah depresi dan perilaku perundungan pada pelajar SLTA
5
sehingga dapat menurunkan angka kejadian gejala depresi dan
perilaku perundungan pada pelajar SLTA.
c. Memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang pembuatan karya
tulis ilmiah.
d. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2. Bagi Perguruan Tinggi
a. Sebagai data untuk dilakukan penelitian selanjutnya.
b. Sarana bagi perguruan tinggi dalam menjalankan fungsinya sebagai
wadah penelitian.
c. Sarana pengembangan ilmu pengetahuan bagi insitusi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perundungan
2.1.1. Definisi Perundungan
Sebagai salah satu tindak kekerasan, perundungan (bullying) merupakan
segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu
orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa terhadap orang lain,
dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus.4
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan bahwa,
perundungan adalah segala perilaku yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh
seorang atau sekelompok remaja yang bukan saudara atau teman kencan yang
melibatkan ketidakseimbangaan kekuasaan, baik yang teramati atau dirasakan yang
terjadi berulang kali atau cenderung terulang. Perundungan dapat menimbulkan
bahaya atau tekanan pada remaja yang menjadi korban perundungan termasuk
kerusakan fisik, psikologis, sosial, atau pendidikan.12
Berdasarkan definisi perundungan menurut CDC, ada beberapa istilah yang
ditekankan dan perlu dipahami dengan baik, istilah-istilah tersebut anatara lain:12
1) Remaja
Definisi remaja yang digunakan disini ialah anak usia sekolah dengan
rentang usia 5-18 tahun.
2) Perilaku yang tidak diinginkan
Perilaku yang tidak diinginkan berarti bahwa seseorang yang
menerima perlakuan tersebut ingin perilaku agresif ini segera dihentikan oleh
sang pelaku. Seumpama terdapat dua pemuda yang mungkin suka mengejek
7
atau mengolok-olok satu sama lain dengan cara yang menyenangkan, hal ini
tidak dianggap sebagai perilaku perundungan.
3) Perilaku agresif
Perilaku agresif adalah penggunaan secara sengaja dari perilaku
berbahaya, dan mengancam terhadap orang lain. Intensionalitas dapat
diketahui dengan menilai niat pelaku dalam menggunakan perilaku
berbahayanya tersebut kepada korban. Menceritakan desas-desus yang
merusak tentang seseorang, mengancam, atau mendorong, dianggap sebagai
perilaku yang disengaja karena pelaku menggunakan perilaku berbahaya
terhadap orang lain. CDC dan WHO menggunakan pendekatan ini untuk
mengukur konsistensi intensionalitas, sebagaimana mengukur jenis kekerasan
lainnya.
4) Terjadi berulang kali atau cenderung untuk terulang
Hal ini berarti bahwa seseorang mengalami banyak insiden agresi oleh
seseorang atau sekelompok orang selama periode waktu tertentu, atau perilaku
agresif tunggal oleh seseorang atau sekelompok orang yang kemungkinan
besar akan diikuti oleh tindakan-tindakan agresi lainnya. Agresi berulang
yang melibatkan beberapa pelaku yang berbeda, serta dianggap tidak
berkaitan antara insiden agresi satu dengan yang lainnya, tidak dianggap
sebagai perilaku yang berulang. Jika seseorang mengalami beberapa insiden
agresi terpisah dari waktu ke waktu, hal ini dianggap dapat dianggap berulang,
jika ia mengalami tindakan agresi sebagai kejadian yang saling terkait satu
sama lain, bahkan jika pelaku berubah-ubah di seluruh insiden, dan tidak ada
pelaku tunggal yang terlibat dalam beberapa insiden tersebut.
5) Ketidakseimbangan kekuasaan
Merupakan upaya pemanfaatan karakteristik seseorang baik yang
teramati, dirasakan, atau situasional, untuk melakukan kontrol terhadap
perilaku orang tersebut, atau membatasi kemampuannya untuk merespon, atau
mencoba menghentikan perilaku agresif yang dilakukan oleh pelaku.
Ketidakseimbangaan kekuasaan seharusnya tidak digunakan untuk melabeli
8
apakah seseorang merupakan orang yang “tidak berdaya” atau “kuat”,
melainkan untuk mengetahui pebedaan kekuatan yang ada dalam suatu
hubungan tertentu pada waktu tertentu. Ketidakseimbangan kekuasaan dapat
berubah dari waktu ke waktu di segala situasi, meskipun melibatkan orang
yang sama. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dapat
menciptakan atau meningkatkan ketidakseimbangan kekuasaan yang ada.
6) Bahaya
Merupakan berbagai pengalaman negatif atau cedera, dan dapat
mencakup
a.) luka fisik, memar, atau rasa sakit,
b.) dampak psikologis, seperti perasaan tertekan, depresi, atau kecemasan,
c.) dampak sosial terhadap reputasi atau hubungan, dan atau,
d.) terbatasnya peluang pendidikan, melalui peningkatan angka absensi,
kesulitan konsentrasi di kelas, dan prestasi akademik yang buruk.
Terdapat banyak definisi mengenai perundungan, terutama yang terjadi dalam
konteks lain seperti di rumah, tempat kerja, masyarakat, dan komunitas virtual.
Namun, dalam hal ini dibatasi dalam konteks school bullying atau perundungan di
sekolah. Riauskina, Djuwita dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying
sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau
sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa siswi lain yang lebih
lemah, dengan tujuan menyakiti orang tesebut.4
2.1.2. Bentuk Perundungan
Kasus perundungan yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia
kian memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah
Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus
perundungan, meski hanya perundungan verbal dan psikologis/mental. Perundungan
dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori4:
9
a. Kontak fisik langsung
Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk
memeras dan merusak barang yang dimilikki orang lain.
b. Kontak verbal langsung
Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-
downs), mencela/ mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
c. Perilaku non-verbal langsung
Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi
muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh
perundungan fisik atau verbal.
d. Perilaku non-verbal tidak langsung
Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga
menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat
kaleng.
e. Cyberbullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman
video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosial)
f. Pelecehan seksual
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
CDC menggolongkan perundungan berdasarkan bentuk dan jenis perundungan.12
A. Bentuk perundungan
1) Langsung
Bentuk perundungan secara langsung adalah tindakan-tindakan
agresif yang terjadi secara langsung dihadapan seseorang yang telah
ditargetkan. Contoh tidakan agresi langsung, diantaranya interaksi tatap
10
muka, seperti mendorong, atau komunikasi secara verbal maupun
nonverbal yang membahayakan orang yang ditargetkan tersebut.
2) Tidak langsung
Merupakan berbagai tindakan agresif yang tidak secara langsung
dikomunikasikan kepada orang yang ditargetkan. Contoh tindakan agresi
tidak langsung, diantaranya menyebarkan rumor palsu dan atau rumor
buruk, atau membicarakan rumor buruk secara elektronik.
B. Jenis perundungan
1) Fisik
Peundungan fisik merupakan penggunaan kekuatan oleh
pelaku perundungan terhadap seseorang yang telah ditargetkan.
Contoh perundungan fisik diantaranya, memukul, menendang,
meninju, meludah, dan mendorong.
2) Verbal
Merupakan komunikasi lisan atau tertulis oleh pelaku terhadap
target sehingga menimbulkan kerugian. Perundungan jenis verbal
diantaranya seperti mengejek, memanggil-manggil nama target,
mengancam atau menyinggung baik secara langung melalui perkataan
atau melalui cacatan tertulis atau gerakan tangan, serta komentar
seksual yang tidak pantas.
3) Relasional
Merupakan perilaku yang dirancang oleh pelaku untuk
merusak reputasi dan hubungan (relasi) orang yang ditargetkan.
Perundungan relasional diantaranya mengisolasi seseorang dengan
mengurungnya di suatu tempat, atau mengisolasinya dari berinteraksi
dengan teman-teman sebayanya, atau mengacuhkannya. Perundungan
relasional tidak langsung, diantaranya ialah menyebarkan rumor palsu
dan atau rumor buruk, menulis komentar yang menghina secara
terbuka, atau menyebarkan gambar (baik secara fisik maupun
11
elektronik) yang memalukan yang dilakukan tanpa izin atau
sepengetahuan target.
4) Dampak pada properti
Dampak pada properti termasuk pencurian, perubahan atau
perusakan properti oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian bagi
korban. Perundungan jenis ini dapat berupa mengambil properti milik
seseorang dan enggan untuk mengembalikannya, menghancurkan
properti seseorang langsung dihadapannya, atau menghapus informasi
elektronik pribadi seseorang.
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi
Beberapa faktor menyebabkan seseorang lebih rentan menjadi korban
peundungan, atau bahkan merundung orang lain. Perundungan merupakan fenomena
yang kompleks yang tidak hanya melibatkan pelaku atau korban perundungan, namun
banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti karakteristik individu, hubungan
antar individu, keluarga, sekolah, serta sanksi sosial.13
2.1.3.1. Karakteristik Individu
Beberapa studi melakukan identifikasi terhadap anak-anak yang
menjadi korban perundungan dan pelaku perundungan. Faktanya, kita
tidak dapat mengetahui dengan pasti untuk mengkategorikan apakah
seorang anak lebih cenderung untuk menjadi seorang pelaku atau korban
perundungan. Beberapa murid mungkin menjadi korban perundungan
apabila mereka tidak cocok dengan apa yang disebut “cetakan ideal” atau
standar ideal yang berkaitan dengan berbagai macam hal, sebagai contoh,
penampilan fisik, termasuk berat badan dan tinggi badan; rambut atau
cara berpakaian; ras; etnisitas; negara asal dan status pendatang; agama,
dan kompetensi akademik atau olahraga. Perundungan yang dimotivasi
oleh sikap tidak toleran terhadap orang lain berdasarkan keanggotaannya
dalam suatu kelompok, dikenal sebagai bias-based bullying. Beberapa
12
kelompok tersebut diantaranya seperti, ras, etnisitas, dan agama; jenis
kelamin; orientasi seksual; status sosial ekonomi, dan disabilitas. Menjadi
anggota dalam satu atau lebih kelompok tersebut menjadikan anak muda
rentan menjadi korban perundungan oleh rekan-rekan mereka.1
2.1.3.2. Usia
Bukti menunjukkan bahwa perundungan lebih sering terjadi pada
anak-anak yang lebih muda karena, selain menjadi korban perundungan
oleh teman sebayanya, anak-anak yang lebih muda juga menjadi korban
perundungan oleh anak-anak yang lebih tua. Hal inilah yang
menyebabkan mereka memiliki risiko yang lebih besar.1
Bentuk dan jenis perundungan memiliki korelasi positif terhadap
usia. Seiring bertambahnya usia, kejadian agresi langsung mengalami
penurunan, dan agresi tidak langsung dapat tetap konstan atau meningkat.
Anak-anak yang lebih muda lebih mungkin untuk merundung secara
terbuka dalam rangka membangun status sosial. Adanya hierarki diantara
anak-anak yang lebih tua menjadikan perundungan secara terbuka tidak
lagi diperlukan atau bahkan tidak berguna. Anak muda yang berada di
atas atau di bawah dalam hierarki pergaulan mereka, menjadi anak yang
paling tidak agresif. Tampak bahwa anak-anak menaikkan status sosial
mereka dengan merundung mereka yang lebih rentan. Perubahan yang
terjadi seiring dengan proses perkembangan juga dapat mempengaruhi
nilai dan bermacam bentuk agresi yang terkait, misalnya perundungan
secara langsung biasanya dikaitkan dengan pencapaian tujuan
instrumental yang dihargai oleh kelompok usia yang lebih muda,
sedangkan agresi tidak langsung cenderung dikaitkan dengan tujuan
relasional, yang lebih dianggap bernilai oleh remaja yang lebih tua.1
Konteks perundungan juga berubah seiring dengan usia. Pubertas,
terutama dikaitkan pergeseran radikal, ketika remaja menjadi semakin
13
tertarik pada hubungan percintaan. Craig dan Pelper menulis “konteks
baru ini menyediakan tempat lain penggunaan agresi kekuasaan”.
Penelitian mereka mengungkapkan bahwa siswa kelas enam sampai
delapan yang mengaku pernah merundung, dilaporkan menjadi lebih
maju dalam perkembangan masa pubertas mereka, serta lebih cenderung
terlibat dalam hubungan percintaan dimana mereka lebih mungkin
melakukan tindakan agresi verbal dan fisik dalam hubungan mereka,
dibandingkan siswa lain yang tidak melakukan perundungan.1
2.1.3.3. Gender
Penelitian tentang gender masih membingungkan dan kontradiktif.
Terdapat bukti kuat bahwa anak laki-laki merundung lebih sering
dibandingkan anak perempuan. Perbedaan jumlah antara korban
perundungan laki-laki dan perempuan relatif kecil atau tampaknya tidak
memiliki pola yang jelas. Anak laki-laki cenderung merundung secara
langsung atau secara fisik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
perempuan cenderung lebih sering untuk merundung seseorang secara
tidak langsung dan relasional dibandingkan anak laki-laki. Namun,
penelitian lain menunjukkan bahwa anak laki-laki dan perempuan sama-
sama terlibat dalam perundungan tak langsung. Beperapa bukti
menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih terlibat dalam perilaku
perundungan baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai
korban maupun pelaku, dibandingkan dengan anak perempuan. Menurut
temuan lainnya, anak laki-laki dan perempuan memiliki tingkat yang
sama dalam menjadi korban perundungan, serta dilaporkan bahwa mereka
sama-sama menjadi korban melalui agresi fisik dan relasional.1
2.1.3.4. Personality Traits
Anak-anak yang menjadi korban perundungan sering digambarkan
sebagai seseorang yang menampilkan karakteristik yang meningkatkan
14
kerentanan mereka menjadi korban, seperti seseorang yang pemalu, lebih
kecil, lebih lemah, cemas, tidak percaya diri, impulsif, kurang tegas, serta
kurang populer dan lebih terisolasi. Anak-anak ini dapat secara jelas
menunjukkan penderitaan dan kesusahan mereka ketika teman-teman
merundungnya, dan mereka mungkin kurang memiliki kecenderungan
untuk membalas.
Beberapa anak-anak yang menjadi korban perundungan
digambarkan sebagai seseorang yang bertindak dengan cara yang
dianggap menjengkelkan, seperti sedang mengganggu. Sayangnya,
beberapa orang dewasa dan teman sebaya melihat anak-anak ini sebagai
orang yang memprovokasi agresor, dan oleh karena itu timbulah korban.
Sekitar 10 hingga 20 persen dari anak korban perundungan yang
merundung yang lainnya, kembali menjadi korban perundungan. Hal ini
digambarkan sebagai “korban” yang provokatif atau agresif. Anak-anak
ini adalah yang paling ditolak oleh teman sebaya dan memiliki masalah
penyesuaian diri yang serius.1
2.1.3.5. Lingkungan dan Otoritas Sekolah
Hukuman oleh guru mungkin lebih cenderung ditujukan pada
anak-anak dan remaja yang berasal dari populasi stigmatis dan populasi
yang terpinggirkan. Sebagai contoh, pengungsi dan anak-anak imigran
dapat dihukum oleh guru karena tidak mampu berbicara bahasa
pengantar. Studi PBB tentang kekerasan terhadap anak mencatat bahwa,
di India, guru dari kasta yang lebih tinggi lebih cenderung merendahkan
dan mempermalukan anak-anak dari kasta yang lebih rendah, demikian
juga laporan dari Human Rights Watch 2014 menyebutkan contoh-contoh
diskriminasi dan kekerasan fisik oleh otoritas sekolah di empat negara
bagian di India yang menentang Dalit, Muslim, dan anak-anak suku; anak
perempuan khususnya, berisiko ditarik dari sekolah karena kekhawatiran
orang tua akan keselamatan mereka.1
15
Di Inggris, sekolah-sekolah diperiksa oleh badan hukum Office for
Standards in Education, Children’s Services and Skills. Badan hukum
tersebut melakukan penilaian terhadap kualitas sekolah berdasarkan
kualitas pengajaran, kepemimpinan dan manajemen, prestasi siswa, dan
perilaku keamanan siswa di sekolah. Program penilaian kualitas sekolah
ini disebut dengan Pemeriksaan Ofsted. Pemeriksaan Ofsted dilakukkn
setiap 2-5 tahun, tergantung pada hasil pemeriksaan sebelumnya. Dari
hasil pemeriksaan, sekolah akan diklasifikasikan sebagai sekolah yang 1=
“Luar Biasa”, 2= “Baik”, 3= “Membutuhkan Perbaikan”, atau 4= “Tidak
Memadai”. Sebuah penelitian mengenai peran keluarga dan tingkat
sekolah dalam perundungandan cyberbullying yang dilakukan pada 6667
siswa kelas 7 dari 40 sekolah di Inggris yang dipilih secara random,
didapati bahwa sekolah dengan Peringkat Ofsted “Baik” dikaitkan
memiliki risiko perundungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sekolah yang dinilai “Luar Biasa”. Temuan ini menunjukkan bahwa
organisasi-organisasi sekolah yang berkinerja dengan baik dalam hal
kepemimpinan dan manajemen melahirkan iklim sekolah yang protektif
terhadap perilaku perundungan. Peneliti mengakui bahwa peringkat
Ofsted mempertimbangkan sejumlah aspek sekolah tidak hanya
kepemimpinan dan manajemen, namun juga etos sekolah, serta kesadaran
terhadap perilaku perundungan dan bagaimana cara mencegah dan
mengelolanya.14
2.1.3.6. Status Sosial Ekonomi
Anak-anak dan remaja yang dari segi ekonomi kurang beruntung,
sering menghadapi peningkatan stres, diskriminasi, dan fitnah di sekolah.
Kemiskinan dapat berkontribusi terhadap rendahnya kepercayaan diri.
Mereka yang menjadi korban perundungan, penghinaan, dan pelecehan
merasa tidak berdaya untuk mengungkapkannya karena takut tidak
dipercaya, atau mereka akan disalahkan karena telah menyebabkan
16
insiden kekerasan. Dalam Young Lives project didapati bahwa secara
konsisten, anak-anak dari keluarga miskin ditemukan mengalami tingkat
perundungan yang lebih tinggi. Dalam proyek lain, seperti the Action Aid
Sexual Violence Against Girls, ditemukan bahwa eksploitasi seksual
dapat dikaitkan dengan kemiskinan, sepeti para remaja puteri yang
dipaksa melakukan hubungan seksual oleh guru laki-laki yang
mendukung biaya sekolah mereka.14
Menurut CDC, faktor yang berbeda dapat meningkatkan risiko
anak muda untuk terlibat atau mengalami perundungan. Namun,
kehadiran faktor-faktor ini tidak selalu berarti bahwa mereka akan
melakukan perundungan atau menjadi korban perundungan. Beberapa
faktor yang terkait dengan kemungkinan yang lebih tinggi terlibat dalam
perilaku perundungan meliputi12
:
1) Masalah eksternalisasi atau masalah yang diarahkan pada lingkungan
eksternal seperti menantang dan mengganggu
2) Pola asuh yang keras
3) Sikap menerima kekerasan
Beberapa faktor yang terkait dengan kemungkinan yang lebih tinggi
dijadikan korban perundungan termasuk:
1) Hubungan antar teman sebaya yang kurang baik
2) Tingkat percaya diri yang rendah
3) Dianggap pendiam atau berbeda oleh teman sebaya
2.1.4. Dampak Perundungan
Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan membahayakan kesehatan
fisik dan kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja. Kekerasan fisik, termasuk
hukuman fisik, dapat menyebabkan cedera fatal atau non-fatal atau kerusakan fisik
lainnya. Kekerasan seksual meningkatkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan,
17
HIV dan infeksi seksual lainnya. Dilaporkan efek fisik perundungan termasuk sakit
perut dan sakit kepala serta kesulitan makan dan tidur. Mereka yang menjadi korban
perundungan juga lebih rentan untuk mengalami kesulitan intrapersonal, menjadi
depresi, kesepian atau cemas, memiliki kepercayaan diri yang rendah, dan memiliki
pikiran untuk bunuh diri atau mencoba bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang
tidak mengalami perilaku perundungan.14
Dampak terhadap pendidikan pada korban kekerasan dan perundungan di
sekolah juga cukup signifikan. Timbulnya korban perundungan oleh guru dan teman-
teman sebanyanya menjadikan anak-anak dan remaja yang menjadi korban
perundungan atau menjadi orang yang menyaksikan tindakan perundungan
(bystanders), takut untuk pergi ke sekolah, dan mengganggu kemampuan mereka
untuk berkonsentrasi di kelas atau berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Mereka
dapat melewatkan kelas, menghindari kegiatan sekolah, bolos, atau putus sekolah
sama sekali. Pada gilirannya, hal ini memberikan dampak negatif pada pencapaian
akademik dan prestasi, serta prospek pendidikan dan pekerjaan di masa mendatang.
Internatinal learning assessment, menunjukkan bahwa perundungan mengurangi
prestasi siswa dalam mata pelajaran utama, seperti matematika.14
Lingkungan sekolah secara keseluruhan dipengaruhi oleh kekerasan dan
perundungan. Lingkungan pembelajaran yang tidak aman menciptakan rasa takut dan
ketidakamanan, serta persepsi bahwa guru tidak memiliki kontrol atau peduli tentang
kesejahteraan siswa. Hal ini mengurangi kualitas pendidikan bagi semua siswa.
Dampak jangka panjang pada korban dan pelaku perundungan dapat mencakup
peningkatan risko kesulitan dalam hubungan sosial dan interaksi, perilaku antisosial
dan kriminal, kualifikasi yang rendah, serta minimnya dukungan sosial yang
diperoleh.14
2.1.5. Perundungan dalam Tinjauan Neurosains
Sebagai salah satu stresor fisik dan psikologis, perundungan mengaktivasi
Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis. HPA dan bebagai macam hormon
18
lainnya yang memiliki peran dalam adaptasi dan kelangsungan hidup. Peningkatan
hormon secara kronik dapat menyebabkan masalah. Stres memberikan bermacam
efek fisiologis pada otak, serta mengganggu kadar hormon dan biomarker lain yang
pada akhirnya mempengaruhi perilaku. Hasil studi menunjukkan bahwa terjadi
perubahan kadar hormon stres kortisol pada korban perundungan berulang. Kliewer
(2006) menemukan bahwa terjadi peningkatan kadar kortisol pada remaja yang
pernah mengalami perundungan, namun studi lain menunjukkan bahwa tidak
ditemukan adanya peningkatan kortisol pada remaja yang mengalami
perundungan.15
Gangguan aktivitas HPA-axis dan kortisol dapat meningkatkan risiko
terjadinya gangguan kesehatan mental.16
Stres berkelanjutan mengganggu irama sirkardian dari kortisol yang pada
kondisi normal meningkat di pagi hari dan mengalami penurunan secara perlahan
hingga waktu tidur. Tidak hanya menyebabkan kesulitan bangun di pagi hari,
gangguan irama sirkardian juga menyebabkan kesulitan untuk tertidur di malam hari.
Hal ini dapat menyebabkan gangguan pola tidur sehingga menimbulkan banyak
masalah lain, seperti regulasi emosi, gangguan mood, serta gangguan belajar.16
Peneliti menemukan sejumlah struktur saraf yang dipengaruhi secara langsung
oleh perilaku perundungan. Struktur-struktur saraf tersebut diantaranya adalah
amigdala, dan korteks prefrontal. Peran amigdala adalah sebagai pemberi tanggapan
lini pertama terhadap rangsang sensorik yang berpotensi membahayakan. Dalam
perkembangan normal amigdala, terjadi aktivasi down-regulasi terhadap rangsang
sensorik yang tidak menyenangkan serta aktivasi up-regulasi terhadap keselamatan
(safety). Perundungan menyebabkan up-regulasi pada sistem rasa takut dan mengarah
ke peningkatan aktivitas amigdala.17
Studi menunjukkan hiperaktivasi amigdala dan hipoaktivasi dari korteks
prefrontal terhadap rangsangan emosi mungkin dianggap sebagai karakteristik
terhadap peningkatan kerentanan kognitif terhadap depresi. Studi neuroimaging
19
mengimplikasikan bahwa pada depresi, amigdala merupakan lokus penting dalam
terjadinya disfungsi pemrosesan rangsangan yang mengancam.18
2.2. Depresi
2.2.1. Definisi Depresi
Depresi merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan mood
yang depresif, kehilangan minat atau kesenangan, kurang energi, perasaan bersalah
atau harga diri rendah, gangguan tidur atau nafsu makan dan konsentrasi yang
rendah.19
Dalam buku Synopsis of Psychiatri gangguan depresi termasuk ke dalam
gangguan mood. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai gangguan depresi kita
perlu memahami apa yang dimaksud dengan mood terlebih dahulu.
Mood dapat didefinisikan sebagai emosi yang meresap dan berkelanjutan atau
nada perasaan yang memengaruhi perilaku seseorang dan memberikan warna
terhadap persepsinya mengenai di dunia.20
Menurut definisi yang diapaparkan dalam
Buku Ajar Psikiatri, mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami
dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain, sebagai contoh adalah
depresi, elasi, dan marah.21
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan,
berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas,
kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual
dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya
interpersonal, sosial, dan fungsi pekerjaan.21
2.2.2. Epidemiologi Depresi
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,
psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus
20
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.22
Data riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental dan emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke
atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai sekitar
400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.9
Gangguan depresi berat paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup
sekitar 15 persen. Penderita perempuan dapat mencapai 25 persen, sekitar 10 persen
di perawatan primer dan 15 persen dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah
didapatkan prevalensi sekitar 2 persen dan usia remaja 5 persen. Berdasarkan jenis
kelamin, perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-
laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidak berdayaan.21
Gangguan depresi berat sering terjadi pada rata-rata usia sekitar 40 tahun.
Hampir 50 persen awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat
timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan, gangguan depresi
berat diusia kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan dengan meningkatnya
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.21
2.2.3. Etiologi Depresi
2.2.3.1. Faktor Organobiologik
1) Amin Biogenik
Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit
amin biogenik, seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam
homovalinic (HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG)
di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan
gangguan mood. Norepinefrin dan serotonin adalah dua
21
neurotransmitters yang paling terlibat dalam patofisiologi gangguan
mood.21
a. Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respons klinis
anti-depresi mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik
pada depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor b2-presinaptik
pada depresi, yaitu aktifnya reseptor yang mengakibatkan pengurangan
jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor b2-presinaptik juga terletak
pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.21
b. Serotonin
Aktivitas serotonin bekurang pada depresi. Serotonin
bertanggung jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu
makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang
berkurang di celah sinap dikatakan bertanggung jawab untuk
terjadinya depresi.21
c. Dopamin
Aktivitas dopanin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan
subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan
antara dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang
dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin
mengalami disfungsi pada depresi, dan reseptor dopamin D1 mungkin
hipoaktif pada depresi. 21
2) Faktor Neurokimia Lain
a. Aksis Adrenal
Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi merupakan
salah satu penelitian terlama di bidang psikiatri biologis. Sekitar 50%
pasien yang mengalami depresi memilki tingkat kortikal yang
meningkat. Neuron di nukleus paraventrikular melepaskan
22
corticotropine releasing hormone (CRH) yang merangsang pelepasan
adrenocorticotropine hormone (ACTH) dari hipofisis anterior.
Selanjutnya, ACTH merangsang pelepasan kortisol dari korteks
adrenal. Umpan balik kortisol bererja melalui setidaknya dua
meknisme. Mekanisme umpan balik cepat yang sensitif terhadap
peningkatan konsentrasi kortisol, bekerja pada reseptor kortisol di
hipokampus dan menyebabkan berkurangnya pelepasan ACTH.
Mekanisme umpan balik lambat sensitif terhadap konsentrasi kortisol
yang cenderung stabil, diperkirakan bekerja melalui reseptor hipofisis
dan adrenal.23
2.2.3.2. Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan
mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Sulit untuk mengabaikan efek
psikososial, dan juga, faktor nongenetik kemungkinan berperan sebagai
penyebab berkembangnya gangguan mood, setidaknya pada beberapa orang.
Hasil studi dalam keluarga didapatkan bahwa keluarga yang memiliki riwayat
depresi pada anggota keluarga generasi pertama, 2 sampai 10 kali lebih sering
mengalami depresi berat. 21
2.2.3.3. Faktor psikososial
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stres)
dapat mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama ini lebih ringan
dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya stres
sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan
lama. Hal ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem
sinyal intraneuron, termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan
kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko tinggi mengalami
episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor dari luar. 21
Data paling mendukung sehubungan dengan peristiwa kehidupan atau
stresor lingkungan yang sering berkaitan dengan depresi adalah kehilangan
23
orang tua sebelum berusia 11 tahun dan kehilangan pasangan. Faktor risiko
lain adalah kehilangan pekerjaan; orang yang keluar dari pekerjaannya
berisiko 3 kali lebih besar untuk timbulnya gejala dibandingkan yang bekerja.
Kehilangan objek cinta pada masa perkembangan walaupun tidak secara
langsung dapat mencetuskan gangguan depresi, namun berpengaruh terhadap
ekspresi penyakit, misalnya awitan timbulnya gangguan, episode yang lebih
parah, adanya gangguan kepribadian, dan keinginan untuk bunuh diri. 21
2.2.3.4. Faktor Kepribadian
Semua orang, apapun pola kepribadiannnya, dapat mengalami depresi
sesuai dengan situasinya. Orang dengan kepribadian obsesi kompulsi,
histrionik dan ambang, berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan
dengan gangguan kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan
gangunan disritmik dan siklotimik berisiko mengalami gangguan depresi
berat. Peristiwa yang membuat seseorang stres merupakan prediktor terkuat
untuk kejadian episode depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien yang
mengalami stresor akibat tidak adanya kepercayaan diri sering mengalami
depresi. 21
2.2.3.5. Faktor Psikodinamik Pada Depresi
Pemahaman psikodinamik yang dikemukakan oleh Sigmund Freud
dan dilanjutkan oleh Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik depresi.
Teori tersebut mencakup empat hal utama:
1.) gangguan hubungan ibu-anak selama fase oral (10-18 bulan)
menjadi faktor predisposisi untuk rentan terhadap episode depresi
berulang;
2.) depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata maupun fantasi
kehilangan objek;
3.) introjeksi merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk
mengatasi penderitaan akibat kehilangan objek cinta, dan
24
4.) kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran
antara benci dan cinta, serta perasaan marah yang diarahkan
kepada diri sendiri. 21
Melanie Klein menjelaskan bahwa depresi termasuk agresi ke arah
mencintai, seperti yang dijelaskan Freud. Edward Bibring menyatakan bahwa
depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari
ketidakmampuannya untuk mewujudkan cita-cita ideal yang tinggi. Edith
Jacobson melihat depresi sebagai berkurangnya kekuatan, misalnya pada anak
yang tidak berdaya terhadap penyiksaan orang tua. Silvano Arieti mengamati
banyak pasien depresi hidup untuk orang lain dibandingkan untuk dirinya
sendiri. Arieti merujuk pada orang yang menderita depresi, hidup dalam
dominasi orang lain, dalam prinsip dan nilai ideal. Heinz Kohut
mengonseptualisasikan depresi dimulai dari teori self-psychology, bahwa
perkembangan jiwa mempunyai kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi orang
tua terhadap anaknya, yaitu memberikan rasa positif, percaya diri dan self-
cohesion. Jika orang yang diharapkan tidak memenuhi kebutuhan ini akan
terjadi kehilangan kepercayaan diri yang besar yang muncul sebagai depresi.
John Bowlby percaya bahwa rusaknya keeratan awal dan trauma akibat
perpisahan pada anak merupakan predisposisi terjadinya depresi. Kehilangan
pada orang dewasa dan trauma kehilangan pada masa kanak memudahkan
seseorang mengalami episode depresi pada masa dewasa. 21
2.2.3.6. Formulasi Lain dari Depresi
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang
membuat seseorang mempunyai kecenderungan menjadi depresi. Postulat
Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup:
1.) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap
dirinya;
2.) tentang lingkungan, yakni kecenderungan menganggap dunia
bermusuhan terhadapnya, dan
25
3.) tentang masa depan, yakni bayangan penderitaan dari kegagalan. 21
2.2.4. Tanda dan Gejala Depresi21
2.2.4.1. Mood Terdepresi
Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah
gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih,
tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada
mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan
yang normal. 21
2.2.4.2. Pikiran Bunuh Diri
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua per
tiga pasien depresi dan 10-15% diantaranya melakukan bunuh diri. Mereka
yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri mempunyai umur
hidup lebih panjang dibanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi
terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang
gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman, dan
aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. 21
2.2.4.3. Penurunan Energi dan Motivasi
Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan
energi. Mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami
hendaya di sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat
dalam kegiatan baru. 21
2.2.4.4. Gangguan Tidur, Nafsu Makan, dan Perubahan Berat Badan
Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini
hari (terminal insomnia) dan sering terbangun di malam hari karena
memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan
peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah
26
dan menurunnya berat badan, serta mengalami tidur lebih lama dari yang
biasanya. 21
2.2.4.5. Kecemasan dan Gangguan Fungsi Biologik Lain
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90%
pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat
menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan, seperti diabetes,
hipertensi, penyakit paru obstuksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain
termasuk haid yang tidak normal dan menurunnya minat serta aktivitas
seksual.
2.2.5. Kriteria Diagnosis Deperesi21
Diadaptasi dari Diagnostic and Statitical Manual of Mental Disorder,
4th
edition, kriteria diagnosis gangguan depresi berat adalah:
A. Pasien mengalami mood terdepresi (sebagai contoh, sedih atau perasaan
kosong) atau kehilangan minat atau kesenangan sepanjang waktu selama 2
minggu atau lebih ditambah 4 atau lebih gejala berikut ini:
1) Gangguan tidur, seperti insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
2) Menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan hampir
sepanjang waktu.
3) Perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak
berharga hampir sepanjang waktu.
4) Kehilangan energi atau letih hampir sepanjang waktu.
5) Menurunnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi; sulit membuat
keputusan hampir sepanjang waktu.
6) Selera makan yang menurun atau meningkat
7) Dalam pengamatan ditemukan agitasi/ retardasi.
8) Timbul pikiran berulag tentang mati/ ingin bunuh diri.
B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode depresi
berat dan episode manik)
27
C. Gejalanya menimbulkan penderitaan atau hendaya sosial, pekerjaan atau
fungsi penting lainnya yang bermakna secara klinik.
D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat (sebagai
contoh: penyalahgunaan obat, atau medikasi) atau suatu kondisi medik umum
(sebagai contoh: hipotiroidisme).
E. Gejalanya tidak lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya, setelah
kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan atau
ditandai hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa ketidak bahagiaan yang
abnormal, gagasan bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.
2.3. Youth Risk Behavior Survey
Merupakan alat ukur untuk mengetahui perilaku berisiko yang bekontribusi
pada penyebab utama kematian dan kecacatan di kalangan remaja dan orang dewasa.
Perilaku berisiko tersebut termasuk perilaku yang berkontribusi pada kekerasan dan
cedera yang tidak disengaja, termasuk perilaku perundungan serta gejala depresi,
perilaku seksual terkait dengan kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit
menular seksual, termasuk HIV, alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang,
penggunaan rokok, perilaku diet yang tidak sehat, serta aktivitas fisik yang tidak
memadai.24
Kuesioner berisi 116 butir pertanyaan, dengan pertanyaan mengenai
perilaku perundungan dan gejala depresi yang masing-masing dirincikan sebagai
berikut:
1) Perundungan :
a. Pencurian atau perusakan barang pribadi oleh orang lain di sekolah selama
12 bulan terakhir (kuesioner no.29).
b. Mengalami perundungan (bullying) di sekolah selama 12 bulan terakhir
(kuesioner no.35).
c. Mengalami perundungan (bullying) di internet selama 12 bulan terakhir
(kuesioner no.36).
28
2) Gejala depresi :
a. Merasa sedih atau putus asa selama dua minggu atau lebih berturut-turut
selama 12 bulan terakhir sehingga tidak ingin melakukan kegiatan apapun
(kuesioner no.37).
b. Berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.38).
c. Menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.39).
d. Mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.40).
29
2.4. Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi:
1. Karakteristik individu
2. Usia
3. Jenis Kelamin
4. Personality Traits
5. Lingkungan dan otoritas sekolah
6. Status Sosial Ekonomi
Perilaku Perundungan
Mempengaruhi
aktivitas sistem
HPA-aksis15
16
Perubahan jumlah
kortisol15
Meningkatkan risiko
terjadinya gangguan
mood dan kesehatan
mental15 16
Depresi
Mood terdepresi
Pemikiran dan perilaku bunuh diri
Penurunan energi dan motivasi
Gangguan tidur, nafsu makan dan perubahan
berat badan
Kecemasan dan gangguan fungsi biologik lain
Faktor yang mempengaruhi:
1. Faktor organobiologik:
Kelainan atau disregulasi metabolit
aminbiogenik
2. Faktor genetik:
Riwayat depresi dalam keluarga
3. Faktor psikososial:
Peristiwa kehidupan yang
membuat seseorang merasa
tertekan (dalam penelitian ini
termasuk perundungan)
4. Faktor kepribadian:
Pola kepribadian tertentu
5. Faktor psikodinamik
6. Formulasi lain depresi:
Penyimpangan kognitif spesifik
Up-regulasi sistem rasa
takut di amigdala17
Hiperaktivasi amigdala17 18
30
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
PERUNDUNGAN
1) Pencurian atau perusakan
barang pribadi oleh orang
lain di sekolah selama 12
bulan terakhir.
2) Mengalami perundungan
(bullying) di sekolah selama
12 bulam terakhir.
3) Mengalami perundungan
(bullying) di internet selama
12 bulan terakhir.
GEJALA DEPRESI
1) Merasa sedih atau putus asa
selama dua minggu atau
lebih berturut-turut selama
12 bulan terakhir sehingga
tidak ingin melakukan
kegiatan apapun .
2) Berniat bunuh diri selama
12 bulan terakhir.
3) Menyusun rencana bunuh
diri selama 12 bulan
terakhir.
4) Mencoba bunuh diri selama
12 bulan terakhir.
Faktor Genetik
Faktor Psikososial
Faktor Kepribadian
Faktor Psikodinamik
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Faktor Organobiologik
31
2.5. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala Variabel bebas
1. Perundungan Merupakan segala bentuk
penindasan atau
kekerasan yang dilakukan
dengan sengaja oleh satu
orang atau sekelompok
orang yang lebih kuat
atau lebih berkuasa
terhadap orang lain,
dengan tujuan untuk
menyakiti dan dilakukan
secara terus-menerus.4
Kuisioner
YRBS dalam
butir pertanyaan
no. 29, 35, dan
36.
1. Pernah
(menjawab “ya”
pada pilihan
jawaban berupa
pernyataan, dan
menjawab ≥ 1 kali
pada pilihan
jawaban berupa
intensitas)
2. Tidak pernah
(menjawab “tidak”
pada pilihan
jawaban berupa
pernyataan, dan
menjawab 0 kali
pada pilihan
jawaban berupa
intensitas)
Nominal
Variabel terikat
2. Gejala depresi Kehilangan energi dan
minat, merasa sedih, tidak
mempunyai harapan,
merasa dicampakkan,
atau tidak berharga,
merasa bersalah, sulit
berkonsentrasi,
mengalami hilangnya
nafsu makan, berpikir
mati atau bunuh diri,
tanda dan gejala lain
termasuk perubahan
aktivitas, kemampuan
kognitif, bicara dan
fungsi vegetatif (termasuk
tidur, aktivitas seksual
dan ritme biologik yang
lain.21
Kuisioner
YRBS dalam
butir pertanyaan
no. 37, 38, 39,
40.
1. Pernah
(menjawab “ya”
pada pilihan
jawaban berupa
pernyataan, dan
menjawab ≥ 1 kali
pada pilihan
jawaban berupa
intensitas)
2. Tidak pernah
(menjawab “tidak”
pada pilihan
jawaban berupa
pernyataan, dan
menjawab 0 kali
pada pilihan
jawaban berupa
intensitas)
Nominal
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
menggunakan desain potong lintang (cross sectional).25
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir di Kota Jakarta Pusat pada bulan Oktober 2017 sampai bulan
Desember 2017.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Target
Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pelajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat
3.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pelajar SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir.
3.3.3. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah siswa/siswi kelas X, XI, dan XII
SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat
Kheir yang tepilih secara randomisasi dan bersedia menjadi responden.
3.4. Besar Sampel
Jumlah seluruh pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK 5 Muhammadiyah Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir yang terpilih sebagai sampel adalah sebanyak 360 siswa.
33
Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel minimal pada
penelitian ini menggunakan rumus estimasi besar sampel untuk penelitian deskriptif
kategorik dan analitik kategorik tidak berpasangan, yaitu sebagai berikut:26
3.4.1. Besar Sampel Penelitian Deskriptif Kategorik
Keterangan:
n = besar sampel
Zα = derivat baku normal untuk α
P = proporsi dari kategori yang menjadi point of interest
Q = 1-P
d = kesalahan prediksi proporsi yang masih dapat diterima
Diketahui:
Zα = 1,96
P = 0,4827
Q = 0,52
d = 0,05
Maka besar sampel yang diperlukan:
=
= 383,5 = 384 sampel
3.4.2. Besar Sampel Penelitian Aanalitik Kategorik Tidak Berpasangan
( √ ) √
(
34
Keterangan:
n = besar sampel
Zα = derivat baku normal untuk α
Zβ = derivat baku normal untuk β
α = kesalahan tipe satu yang nilainya ditetapkan oleh peneliti
β = kesalahan tipe dua yang nilainya ditetapkan oleh peneliti
P = proporsi total = (P1 – P2)/2
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya dari kepustakaan
Q = 1- P
Q1 = 1 – P1
Q2 = 1 – P2 atau (Q1-Q2)/2
Diketahui:
α = Kesalahan tipe 1, ditetapkan 5%
Zα = Nilai standar α, yaitu 1,96
β = Kesalahan tipe 2, ditetapkan 20%
Zβ = Nilai standar β, yaitu 0,84
P = 0,2
P1 = 0,505
P2 = 0,30527
35
Q = 0,8
Q1 = 0,495
Q2 = 0,695
Maka besar sampel yang diperlukan:
( √ ) √
( = 74
n total = 148
Untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada penelitian ini, maka sampel
ditambahkan dengan menggunakan rumus:
( =
( = 164,4 = 164 sampel
%
Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan pada penelitian ini, secara
deskriptif adalah 384 dan secara analitik adalah 164 sampel. Namun, jumlah sampel
yang digunakan oleh peneliti adalah sebanyak 360 sampel karena peneliti mengikuti
prosedur pengambilan sampel yang telah ditetapkan oleh tim YRBSS FK UIN Syarif
Hidayatullah. Sampel yang digunakan oleh peneliti kurang memenuhi jumlah sampel
minimum yang dibutuhkan untuk penelitian deskriptif, namun memenuhi jumlah
sampel minimum untuk penelitian analitik.
3.4. Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan cara multistage
random sampling, yakni terdapat beberapa jenis randomisasi yang digunakan pada
setiap tingkatan. Seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat dilakukan randomisasi
36
bertingkat berdasarkan jenis sekolah, sehingga terpilih SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir. Ketiga sekolah terpilih kemudian
dilakukan randomisasi kembali untuk pemilihan kelas mana yang akan dijadikan
sampel berdasarkan tingkat kelas. Kelas X, XI, dan XII yang terpilih akan dilakukan
randomisasi kembali menggunakan simple random sampling untuk memilih
siswa/siswi mana yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian.28
3.5. Kriteria Sampel
3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Siswa/siswi kelas X, XI, dan XII di SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Siswa/siswi yang memiliki gangguan kognitif atau gangguan psikiatri.
2. Siswa/siswi yang tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
3. Siswa/siswi yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.
4. Siswa/siswi yang mencantumkan jawaban yang tidak tersedia dalam
pilihan jawaban dalam kuesioner.
3.6. Cara Kerja Penelitian
1. Menentukan tema dan judul penelitian.
2. Menentukan desain dan metode penelitian.
3. Menentukan instrumen penelitian.
Memilih kuesioner YRBS 2017 sebagai instrumen dalam penelitian.
4. Permohonan izin kepada yang mempatenkan kuesioner.
Meminta izin kepada yang mempatenkan kuesioner YRBS 2017 untuk
penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dan penggunaan kuesioner tersebut
dalam penelitian ini.
5. Mendata seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat.
6. Memilih SLTA yang akan dijadikan sampel secara random.
37
Memilih SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat
Kheir sebagai tempat penelitian.
7. Melakukan perizinan ke fakultas untuk melakukan penelitian.
8. Datang ke sekolah yang terpilih sebagai sampel dan meminta izin kepada
kepala sekolah untuk pengambilan data penelitian.
9. Identifikasi sampel penelitian.
a. Pendataan jumlah siswa/siswi di sekolah terpilih.
b. Melakukan randomisasi pada seluruh pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir untuk dijadikan sampel
15. Melakukan pengambilan data di sekolah.
a. Penyerahan dan pengisian passive informed consent.
Jika setuju dan bersedia menjadi sampel penelitian, lembar informed
consent tidak perlu di kembalikan ke peneliti. Namun, apabila sampel
terpilih tidak bersedia menjadi sampel peneltian, lembar informed
consentditandatangani oleh orang tua sampel terpilih, dan
dikembalikan kepada peneliti.
b. Menyampaikan informed consent kepada sampel penelitian.
Memberikan penjelasan kepada sampel penelitian mengenai penelitian
yang akan dilakukan.
c. Mengisi kuesioner YRBS 2017 dalam Bahasa Indonesia dengan
lengkap.
Jika setuju dan bersedia menjadi sampel penelitian, maka siswa/siswi
diminta untuk mengisi kuesioner YRBS dalam Bahasa Indonesia.
11. Sortir data
Kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan dilakukan
penyortiran data oleh peneliti untuk melihat apakah memenuhi kriteria
penelitian atau tidak.
12. Analisis data
Menganalisis dan mengolah data penelitian menggunakan SPSS versi 22.0.
13. Penulisan laporan penelitian.
38
3.7. Alur Penelitian
*: Sudah dilakukan oleh Tim YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
**: Dilakukan oleh peneliti dan Tim YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1, 2. Menentukan tema, judul, desain dan metode penelitian
3. Memilih kuesioner YRBS 2017 sebagai instrumen penelitian
4. Penerjemahan kuesioner ke dalam Bahasa Indonesia*
5. Mendata seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat*
6. Memilih SLTA yang akan dijadikan sampel penelitian secara random*
7. Melakukan perizinan ke fakultas untuk melakukan penelitian*
8. Datang ke sekolah yang terpilih sebagai sampel**
8. Permintaan izin penelitian ke pihak sekolah**
9a. Pendataan jumlah siswa/siswi di sekolah**
9b. Randomisasi siswa**
10. Melakukan pengambilan data di sekolah**
10a,b. Penyerahan, pengisian, dan penjelasan passive informed consent**
Tidak bersedia Bersedia
10c. Pengisian kuesioner
11. Pengambilan data dari kuesioner
13. Penulisan laporan penelitian 12. Pengolahan data dengan SPSS
39
3.8. Manajemen Data
3.8.1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer
karena kuesioner diisi langsung oleh responden.
3.8.2. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner
YRBS 2017 yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh tim
YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diketuai
oleh dr. Risahmawati, Dr.Med.Sc. Kuesioner tersebut berupa pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi mengenai
identitas dan perilaku berisiko pada remaja, termasuk perundungan dan gejala
depresi.
3.8.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan realiabilitas telah dilakukan oleh tim YRBSS
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.8.4. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan
program SPSS (Statistic Package for Social Sciences) versi 22.0. Berikut ini
beberapa tahap yang dilakukan dalam pengolahan data, yaitu:
3.8.4.1. Editting
Pemeriksaan kembali kebenaran dan kelengkapan data
kuesioner.
3.8.4.2. Coding
Pemberian kode numerik kepada data yang terdiri atas beberapa
kategori.
40
3.8.4.3. Data Entry
Melakukan pemasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam
program SPSS.
3.8.4.4. Analisis Data
Melakukan analisis univariat untuk melihat frekuensi atau
distribusi data dan analisis bivariat menggunakan uji chi square.
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Uji instrumen dilakukan kepada 50 orang responden. Kuesioner yang
digunakan ialah YRBS 2017 yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
oleh tim YRBSS FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Uji instrumen dilakukan pada
seluruh butir pertanyaan kuesioner YRBS 2017, yakni sebanyak 116 butir pertanyaan.
4.1.1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen.29
Sebuah istrumen dikatakan valid (benar) apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data darivariabel
yang diteliti secara tepat. Pada penelitian ini didapatkan nilai untuk korelasi r product
-moment (r tabel) sebesar 0,273 Nilai ini didapatkan berdasarkan jumlah sampel dan
tingkat signifikan yang dipilih yaitu 50 responden dan 0,05. Suatu item dikatakan
memiliki validitas baik apabila memiliki nilai pearson correlation (r hitung) lebih
dari r table.
Tabel 4.1 Hasil Validitas pada Item Kuesioner
No. Variabel Nilai r
hitung
Nilai P Nilai r
tabel
Keterangan
validasi
1. Usia 0,600 0,000 0,273 Baik
2. Jenis Kelamin -0,196 0,172 0,273 Kurang baik
3. Tingkat Kelas 0,562 0,000 0,273 Baik
4. Jenis Sekolah 0,470 0,001 0,273 Baik
42
Tabel 4.1 Hasil Validitas pada Item Kuesioner (Lanjutan)
No. Variabel Nilai r
hitung
Nilai P Nilai r
tabel
Keterangan
validasi
5. Pencurian atau perusakan
barang pribadi oleh orang lain
di sekolah selama 12 bulan
terakhir
-0,269 0,059 0,273 Kurang baik
6. Mengalami perundungan
(bullying) di sekolah selama 12
bulan terakhir
-0,143 0,323 0,273 Kurang baik
7. Mengalami perundungan
(bullying) di internet selama 12
bulan terakhir
-0,074 0,607 0,273 Kurang baik
8. Merasa sedih atau putus asa
selama dua minggu atau lebih
berturut-turut selama 12 bulan
terakhir sehingga tidak ingin
melakukan apapun
-0,343 0,015 0,273 Kurang baik
9. Berniat bunuh diri selama 12
bulan terakhir
-0,014 0,925 0,273 Kurang baik
10. Menyusun rencana bunuh diri
selama 12 bulan terakhir
-0,143 0,323 0,273 Kurang baik
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa hasil validitas untuk pertanyaan
mengenai identitas responden, yakni mengenai usia, jenis kelamin, tingkat kelas, dan
jenis sekolah, butir pertanyaan yang memiliki validitas baik ialah pertanyaan
mengenai usia, tingkat kelas, dan jenis sekolah, karena nilai r hitung > nilai r tabel.
Butir pertanyaan mengenai jenis kelamin memiliki validitas kurang baik, karena nilai
r hitung < nilai r tabel. Hal ini dikarenakan jawaban yang kurang bervariasi dalam
43
responden. Pertanyaan yang validitasnya kurang baik tetap akan digunakan dalam
kuesioner.
Berdasarkan tabel 4.1 juga diketahui bahwa hasil validitas untuk pertanyaan
mengenai perundungan dan gejala depresi seluruh validitasnya kurang baik. Hal ini
dikarenakan jawaban yang kurang bervariasi dalam responden. Pertanyaan yang
validitasnya kurang baik tetap akan digunakan dalam kuesioner.
4.1.2. Uji Reliabilitas
Menurut Arikunto, reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa
suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat dipergunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.29
Alat ukur dikatakan reliabel
(konsisten) jika memberikan nilai yang sama atau hampir sama jika dilakukan
berulang-ulang.30
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan mengetahui nilai
cronbach’s alpha. Berikut ini interpretasi nilai cronbach’s alpha:31
a. Kurang reliabel: cronbach’s alpha 0,00 – 0,20
b. Agak reliabel: cronbach’s alpha 0,02 – 0,40
c. Cukup reliabel: cronbach’s alpha 0,041 – 0,80
d. Reliabel: cronbach’s alpha 0,061 – 0,80
e. Sangat reliabel: cronbach’s alpha 0,81 – 1,00
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Item Kuesioner
Cronbach’s alpha N of items
0,763 116
Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha pada seluruh item
kuesioner adalah 0,763. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh item kuesioner
44
YRBS 2017 adalah reliabel, sehingga dapat memberikan nilai yang sama atau hampir
sama jika dilakukan pengambilan data berulang-ulang.
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada variabel penelitian yang
meliputi karakteristik sampel yang terdiri dari: usia, jenis kelamin, jenis sekolah, dan
tingkat kelas, frekuensi kejadian perundungan, serta frekuensi kejadian gejala depresi.
Dari 360 sampel terpilih, 12 orang tidak hadir dan tidak bersedia mengisi kuesioner
saat pengambilan data, sehingga didapatkan besar sampel 348 orang. Setelah
dilakukan penilaian ulang hasil pengisian kuesioner, terdapat 5 orang drop out dari
348 sampel terpilih, karena tidak mengisi kuesioner dengan lengkap, dan
mencantumkan jawaban yang tidak tersedia dalam pilihan jawaban kuesioner. Jumlah
akhir sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebanyak 343 orang.
4.2.1. Karakteristik Sampel
Karakeristik sampel yang diamati oleh peneliti adalah usia, jenis kelamin,
jenis sekolah, dan tingkat kelas, sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Kelas, dan
Jenis Sekolah.
No. Variabel Kategori Jumlah
N Persentase (%)
1. Usia 14 tahun 13 3,8
15 tahun 107 31,2
16 tahun 123 35,9
17 tahun 87 25,4
18 tahun 10 2,9
19 tahun atau lebih 3 0,9
2. Jenis Kelamin Laki-laki 169 49,3
Perempuan 174 50,7
3. Tingkat Kelas X 118 34,4
XI 122 35,6
XII 103 30
4. Jenis Sekolah SMA 153 44,6
MA 33 9,6
SMK 157 45,8
45
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa distribusi sampel berdasarkan
kelompok usia, sampel paling banyak berada pada kelompok usia 16 tahun (35,9%)
dan paling sedikit pada kelompok usia 19 tahun atau lebih (0,9%). Dari tabel di atas
juga diketahui bahwa sampel berjenis kelamin perempuan sedikit lebih banyak
dibandingkan laki-laki, yaitu sebanyak 50,7% sampel berjenis kelamin perempuan,
dan 49,3% sampel berjenis kelamin laki-laki. Tabel tersebut juga menunjukkan
bahwa berdasarkan tingkat kelas, sampel paling banyak berasal dari kelas XI (35,6%)
dan paling sedikit berasal dari kelas X (30%). Distribusi sampel berdasarkan jenis
sekolah, sampel paling banyak berasal dari SMK (45,8%) dan paling sedikit berasal
dari MA (9,6%).
4.2.2. Frekuensi Perundungan
Pada penelitian ini, frekuensi perundungan dikategorikan menjadi dua yaitu
“Pernah” dan “Tidak pernah. Terdapat 3 pertanyaan mengenai perundungan dari
kuesioner YRBS yakni pertanyaan nomor 29, 35, dan 36. Pada pertanyaan nomor 29
dengan pilihan jawaban berupa intensitas perundungan, peneliti kategorikan sebagai
“Pernah” apabila intensitasnya ≥1. Pada pertanyaan nomor 35 dan 36 dengan pilihan
jawaban berupa peryataan “ya” dan “tidak”, peneliti kategorikan sebagai “Pernah”
apabila jawaban adalah “ya”.
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Perundungan
No. Jenis Perundungan Kategori Jumlah
N Persentase (%)
1. Pencurian atau perusakan barang
pribadi oleh orang lain di sekolah
selama 12 bulan terakhir
Pernah 127 37
Tidak Pernah 216 63
2. Mengalami perundungan di sekolah
selama 12 bulan terakhir
Pernah 61 17,8
Tidak Pernah 282 82,2
3. Mengalami perundungan di intenet
selama 12 bulan terakhir
Pernah 45 13,1
Tidak Pernah 298 86,9
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa jenis perundungan yang paling
banyak dialami sampel adalah jenis pencurian atau perusakan barang di sekolah
(37%) dan yang paling sedikit adalah jenis perundungan di internet (13,1%).
46
4.2.3. Frekuensi Gejala Depresi
Pada penelitian ini, frekuensi gejala depresi dikategorikan menjadi dua yaitu
“Pernah” dan “Tidak Pernah. Terdapat 4 pertanyaan mengenai gejala depresi dari
kuesioner YRBS, yakni pertanyaan nomor 37, 38, 39, dan 40. Pada pertanyaan nomor
37, 38, dan 39 dengan pilihan jawaban berupa peryataan “ya” dan “tidak”, peneliti
kategorikan sebagai “Pernah” apabila jawaban adalah “ya”. Pada pertanyaan nomor
40 dengan pilihan jawaban berupa intensitas mencoba bunuh diri, peneliti kategorikan
sebagai “pernah” apabila intensitasnya ≥1.
Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Gejala Depresi
No. Gejala Depresi Kategori Jumlah
N Persentase (%)
1. Merasa sedih atau putus asa selama dua
minggu atau lebih berturut-turut
sehingga tidak ingin melakukan kegiatan
apapun selama 12 bulan terakhir
Pernah 103 30
Tidak Pernah 240 70
2. Berniat bunuh diri selama 12 bulan
terakhir
Pernah 14 4,1
Tidak Pernah 329 95,9
3. Menyusun rencana bunuh diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 17 5
Tidak Pernah 326 95
4. Mencoba bunuh diri selama 12 bulan
terakhir
Pernah 16 4,7
Tidak Pernah 327 95,3
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa gejala depresi yang
paling banyak dialami sampel adalah merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan
minat selama 2 minggu atau lebih berturut-turut (30%) dan yang paling sedikit adalah
berniat bunuh diri (4,1%).
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisis korelasi
variabel independen dan dependen. Analisis bivariat ini menggunakan uji Chi Square
karena menganalisis variabel bebas kategorik dengan variabel terikat kategorik tidak
berpasangan. Peneliti juga menggunakan uji Fisher dan Kolmogorov Smirnov pada
beberapa hasil analisis yang memiliki nilai frekuensi harapan kurang dari 5. Uji Chi
47
Square, Fisher, dan uji Kolmogorov Smirnov dinyatakan bermakna jika p value
<0,05.
4.3.1 Hubungan Perundungan dengan Jenis Kelamin
Tabel 4.6 Hubungan Perundungan dengan Jenis Kelamin
No. Jenis
Perundungan Kategori
Laki-laki Perempuan Nilai
P RO
IK (95%)
N % N % Min Max
1. Pencurian atau
perusakan
barang pribadi
oleh orang lain
di sekolah
selama 12
bulan terakhir
Pernah 53 31,4 74 42,5
0,042 0,617 0,397 0,961
Tidak
Pernah 116 68,6 100 57,5
2. Mengalami
perundungan
di sekolah
selama 12
bulan terakhir
Pernah 24 14,2 37 21,3
0,117 0,613 0,349 1,078
Tidak
Pernah 145 85,8 137 78,7
3. Mengalami
perundungan
di intenet
selama 12
bulan terakhir
Pernah 20 11,8 25 14,4
0,593 0,800 0,426 1,503
Tidak
Pernah 149 88,2 149 85,6
Total 169 100 174 100
Uji Chi Square dengan koreksi Yates
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami
perundungan dibandingkan dengan laki-laki.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis kelamin dengan variabel
perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah selama 12
bulan terakhir, diperoleh nilai p 0,042 (RO: 0,617 IK 95% 0,397-0,961) atau p<0,05.
Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan mengalami perundungan jenis pencurian atau perusakan barang
pribadi di sekolah selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis kelamin dengan variabel
perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir, diperoleh nilai p 0,117 (RO: 0,613
48
IK 95% 0,349-1,078) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin dengan mengalami perundungan di sekolah
selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5
Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis kelamin dengan variabel
perundungan di internet selama 12 bulan terakhir, diperoleh nilai p 0,593 (RO: 0,800
IK 95% 0,426-1,503) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin dengan mengalami perundungan di internet
selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5
Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
4.3.2. Hubungan Perundungan dengan Tingkat Kelas
Tabel 4.7 Hubungan Perundungan dengan Tingkat Kelas
No. Jenis
Perundungan Kategori
X XI XII Nilai
P N % N % N %
1. Pencurian atau
perusakan
barang pribadi
oleh orang lain
di sekolah
selama 12 bulan
terakhir
Pernah 38 32,2 53 43,4 36 35
0,172
Tidak
Pernah 80 67,8 69 56,6 67 65
2. Mengalami
perundungan di
sekolah selama
12 bulan
terakhir
Pernah 16 13,6 25 20,5 20 19,4
0,326
Tidak
Pernah 102 86,4 97 79,5 83 80,6
3. Mengalami
perundungan di
intenet selama
12 bulan
terakhir
Pernah 12 10,2 17 13,9 16 15,5
0,473
Tidak
Pernah 106 89,8 105 86,1 87 84,5
Total 118 100 122 100 103 100
Uji Chi Square
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa pelajar kelas XI lebih banyak mengalami
perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah (43,4%) dan
perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir (20,5%). Jenis perundungan di
49
internet lebih banyak dialami oleh pelajar kelas XII (15,5%) dibandingkan dengan
pelajar kelas X (10,2%) dan kelas XI (13,9%).
Dari hasil uji Chi Square antara variabel tingkat kelas dengan variabel
perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah, diperoleh nilai
p 0,172 atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat kelas dengan mengalami perundungan jenis pencurian
atau perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan terakhir pada pelajar
di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota
Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel tingkat kelas dengan variabel
perundungan di sekolah, diperoleh nilai p 0,326 atau p>0,05. Artinya, secara statistik
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kelas dengan mengalami
perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun
2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel tingkat kelas dengan variabel
perundungan di internet, diperoleh nilai p 0,473 atau p>0,05. Artinya, secara statistik
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kelas dengan mengalami
perundungan di intenet selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun
2017.
4.3.3. Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah
Tabel 4.8 Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah
No. Jenis
Perundungan Kategori
SMA MA SMK Nilai
P N % N % N %
1. Pencurian atau
perusakan barang
pribadi oleh orang
lain di sekolah
selama 12 bulan
terakhir
Pernah 65 42,5 9 27,3 53 33,8
0,134
Tidak
Pernah 88 57,5 24 72,7 104 66,2
50
Tabel 4.8 Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah (Lanjutan)
No. Jenis
Perundungan Kategori
SMA MA SMK Nilai
P N % N % N %
2. Mengalami
perundungan di
sekolah selama 12
bulan terakhir
Pernah 29 19 9 27,3 23 14,6
0,199
Tidak
Pernah 124 81 24 72,7 134 85,4
3. Mengalami
perundungan di
intenet selama 12
bulan terakhir
Pernah 21 13,7 5 15,2 19 12,1
0,856
Tidak
Pernah 132 86,3 28 84,8 138 87,9
Total 153 100 33 100 157 100
Uji Chi Square
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa perundungan jenis pencurian atau perusakan
barang pribadi di sekolah lebih banyak dialami oleh pelajar SMA (42,5%).
Perundungan di sekolah lebih sering dialami oleh pelajar MA (27,3%) dibandingkan
dengan pelajar SMA (19%) dan SMK (14,6%). Perundungan di internet juga lebih
banyak dialami oleh pelajar MA (15,2%).
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis sekolah dengan variabel
perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah, diperoleh nilai
p 0,134 atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis sekolah dengan mengalami perundungan jenis pencurian
atau perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan terakhir pada pelajar
di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota
Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis sekolah dengan variabel
perundungan di sekolah, diperoleh nilai p 0,199 atau p>0,05. Artinya, secara statistik
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis sekolah dengan mengalami
perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun
2017.
51
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis sekolah dengan variabel
perundungan di internet, diperoleh nilai p 0,856 atau p>0,05. Artinya, secara statistik
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis sekolah dengan mengalami
perundungan di intenet selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun
2017.
4.3.4. Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Kelamin
Tabel 4.9 Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Kelamin
No. Gejala
Depresi Kategori
Laki-laki Perempuan Nilai
P RO
IK (95%)
N % N % Min Max
1. Merasa sedih
atau putus asa
selama dua
minggu atau
lebih berturut-
turut sehingga
tidak ingin
melakukan
kegiatan
apapun selama
12 bulan
terakhir
Pernah 43 25,4 60 34,5
0,088 0,648 0,407 1,034
Tidak
Pernah 126 74,6 114 65,5
2. Berniat bunuh
diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 6 3,6 8 4,6
0,828 0,764 0,259 2,250
Tidak
Pernah 163 96,4 166 95,4
3. Menyusun
rencana bunuh
diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 6 3,6 11 6,3
0,351 0,545 0,197 1,510
Tidak
Pernah 163 96,4 163 93,7
4. Mencoba
bunuh diri
selama 12
bulan terakhir
Pernah 9 5,3 7 4
0,752 1,342 0,488 3,689 Tidak
Pernah 160 94,7 167 96
Total 169 100 174 100
Uji Chi Square dengan koreksi Yates
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa gejala depresi berupa merasa sedih atau putus
asa disertai kehilangan minat, berniat bunuh diri, serta menyusun rencana bunuh diri
lebih banyak dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Gejala depresi
berupa mencoba bunuh diri lebih banyak dialami oleh laki-laki (5,3%) dibandingkan
dengan perempuan (4%).
52
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis kelamin dengan variabel gejala
depresi berupa merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan minat, diperoleh nilai
p 0,088 (RO: 0,648 IK 95% 0,407-1,034) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan mengalami
gejala depresi berupa merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan minat
selama 2 minggu atau lebih beturut-turut selama 12 bulan terakhir pada pelajar
di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota
Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis kelamin dengan variabel gejala
depresi berupa berniat bunuh diri, diperoleh nilai p 0,828 (RO: 0,764 IK 95% 0,259-
2,250) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan mengalami gejala depresi berupa berniat
bunuh diri selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis kelamin dengan variabel gejala
depresi berupa menyusun rencana bunuh diri, diperoleh nilai p 0,351 (RO: 0,545 IK
95% 0,197-1,510) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin dengan mengalami gejala depresi berupa
menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35
Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat
Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis kelamin dengan variabel gejala
depresi berupa mencoba bunuh diri, diperoleh nilai p 0,752 (RO: 1,342 IK 95%
0,488-3,689) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan mengalami gejala depresi berupa
mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun
2017.
53
4.3.5. Hubungan Gejala Depresi dengan Tingkat Kelas
Tabel 4.10 Hubungan Gejala Depresi dengan Tingkat Kelas
No. Gejala Depresi Kategori X XI XII
Nilai P N % N % N %
1. Merasa sedih
atau putus asa
selama dua
minggu atau
lebih berturut-
turut sehingga
tidak ingin
melakukan
kegiatan apapun
selama 12 bulan
terakhir
Pernah 33 28 39 32 31 30,1
0,796*
Tidak
Pernah 85 72 83 68 72 69,9
2. Berniat bunuh
diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 7 5,9 5 4,1 2 1,9
0,862**
Tidak
Pernah 111 94,1 117 95,9 101 98,1
3. Menyusun
rencana bunuh
diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 8 6,8 3 2,5 6 5,8
0,271*
Tidak
Pernah 110 93,2 119 97,5 97 94,2
4. Mencoba bunuh
diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 7 5,9 2 1,6 7 6,8
0,136*
Tidak
Pernah 111 94,1 120 98,4 96 93,2
Total 118 100 122 100 103 100
* Uji Chi Square
** Uji Kolmogorov Smirnov
Tabel 4.10 Menunjukkan bahwa gejala depresi berupa merasa sedih atau putus
asa disertai kehilangan minat lebih banyak terjadi pada pelajar kelas XI (32%). Gejala
depresi berupa berniat bunuh diri dan menyusun rencana bunuh diri lebih banyak
dialami oleh pelajar kelas X. Gejala depresi berupa mencoba bunuh diri lebih banyak
dialami oleh pelajar kelas XII (6,8%) dibandingkan dengan pelajar kelas X (5,9%)
dan kelas XI (1,6%).
Dari hasil uji Chi Square antara variabel tingkat kelas dengan variabel gejala
depresi berupa merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan minat, diperoleh nilai
p 0,796 atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat kelas dengan mengalami gejala depresi berupa merasa
sedih atau putus asa disertai kehilangan minat selama 2 minggu atau lebih
54
beturut-turut selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Kolmogorov Smirnov antara variabel tingkat kelas dengan
variabel gejala depresi berupa berniat bunuh diri, diperoleh nilai p 0,862 atau p>0,05.
Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
kelas dengan mengalami gejala depresi berupa berniat bunuh diri selama 12
bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan
MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017
Dari hasil uji Chi Square antara variabel tingkat kelas dengan variabel gejala
depresi berupa menyusun rencana bunuh diri, diperoleh nilai p 0,271 atau p>0,05.
Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
kelas dengan mengalami gejala depresi berupa menyusun rencana bunuh diri
selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5
Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel tingkat kelas dengan variabel gejala
depresi berupa mencoba bunuh diri, diperoleh nilai p 0,136 atau p>0,05. Artinya,
secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kelas
dengan mengalami gejala depresi berupa mencoba bunuh diri selama 12 bulan
terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA
Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
55
4.3.6. Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Sekolah
Tabel 4.11 Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Sekolah
No. Gejala Depresi Kategori SMA MA SMK Nilai
P N % N % N %
1. Merasa sedih
atau putus asa
selama dua
minggu atau
lebih berturut-
turut sehingga
tidak ingin
melakukan
kegiatan apapun
selama 12 bulan
terakhir
Pernah 63 41,2 9 27,3 31 19,7
0,000
Tidak
Pernah 90 58,8 24 72,7 126 80,3
2. Berniat bunuh
diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 10 6,5 1 3 3 1,9
0,114
Tidak
Pernah 143 93,5 32 97 154 98,1
3. Menyusun
rencana bunuh
diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 8 5,2 1 3 8 5,1
0,865
Tidak
Pernah 145 94,8 32 97 149 94,9
4. Mencoba bunuh
diri selama 12
bulan terakhir
Pernah 7 4,6 3 9,1 6 3,8
0,426
Tidak
Pernah 146 95,4 30 90,9 151 96,2
Total 153 100 33 100 157 100
Uji Chi Square
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa gejala depresi berupa merasa sedih atau putus
asa disertai kehilangan minat, berniat bunuh diri, serta menyusun rencana bunuh diri
lebih banyak dialami oleh pelajar SMA dibandingkan dengan pelajar MA, dan SMK.
Gejala depresi berupa mencoba bunuh diri lebih banyak dialami oleh pelajar MA
(9,1%) dibandingkan dengan pelajar SMA (4,6%), dan SMK (3,8%).
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis sekolah dengan variabel gejala
depresi berupa merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan minat, diperoleh nilai
p 0,000 atau p<0,05. Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara jenis sekolah dengan mengalami gejala depresi berupa merasa sedih atau
putus asa disertai kehilangan minat selama 2 minggu atau lebih beturut-turut
selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5
Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
56
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis sekolah dengan variabel gejala
depresi berupa berniat bunuh diri, diperoleh nilai p 0,114 atau p>0,05. Artinya, secara
statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis sekolah dengan
mengalami gejala depresi berupa berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir
pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat
Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis sekolah dengan variabel gejala
depresi berupa menyusun rencana bunuh diri, diperoleh nilai p 0,865 atau p>0,05.
Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis
sekolah dengan mengalami gejala depresi berupa menyusun rencana bunuh diri
selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5
Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari hasil uji Chi Square antara variabel jenis sekolah dengan variabel gejala
depresi berupa mencoba bunuh diri, diperoleh nilai p 0,426 atau p>0,05. Artinya,
secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis sekolah
dengan mengalami gejala depresi berupa mencoba bunuh diri selama 12 bulan
terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA
Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
57
4.3.7. Hubungan Perundungan dengan Gejala Depresi
Tabel 4.12 Hubungan Perundungan dengan Perasaan Sedih atau Putus Asa Selama 2
Minggu atau Lebih Berturut-turut Sehingga Tidak Ingin Melakukan
Apapun dalam 12 Bulan Terakhir
No. Jenis
Perundungan Kategori
Sedih atau putus asa
selama 2 minggu atau
lebih berturut-turut
sehingga tidak ingin
melakukan kegiatan
apapun dalam 12
bulan terakhir
Nilai
P RO IK (95%)
Pernah Tidak
Pernah
0,006* 1,997
Min Max
N % N %
1. Pencurian atau
perusakan barang
pribadi oleh orang
lain di sekolah
selama 12 bulan
terakhir
Pernah 50 39,4 77 60,6
1,246 3,202
Tidak Pernah 53 24,5 163 75,5
2. Perundungan di
sekolah selama 12
bulan terakhir
Pernah 30 49,2 31 50,8
0,001* 2,771 1,570 4,891 Tidak Pernah 73 25,9 209 74,1
3. Perundungan di
internet selama 12
bulan terakhir
Pernah 24 53,3 21 46,7
0,000* 3,168 1,671 6,006 Tidak Pernah 79 26,5 219 73,5
Total 103 240
* Uji Chi Square dengan koreksi Yates
^ Uji Fisher
Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan
terakhir, sebanyak 39,4% pernah merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan
minat selama 2 minggu atau lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir. Sedangkan
dari semua sampel yang tidak pernah mengalami pencurian atau perusakan barang
pribadi di sekolah selama 12 bulan terakhir, hanya 24,5% yang pernah merasa sedih
atau putus asa disertai kehilangan minat selama 2 minggu atau lebih berturut-turut
selama 12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p 0,006 (RO: 1,997 IK 95% 1,246-
3,202) atau p<0,05. Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
58
antara perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi oleh orang
lain di sekolah selama 12 bulan terakhir dengan gejala depresi berupa perasaan
sedih atau putus asa selama 2 minggu atau lebih berturut-turut selama 12 bulan
terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA
Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari parameter kekuatan hubungan berdasarkan RO, yaitu sebesar 1,997
dengan IK 95% 1,246-3,202. Artinya, pelajar yang pernah mengalami perundungan
jenis pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah berpeluang 1,997 kali lebih
besar mengalami gejala depresi berupa perasaan sedih atau putus asa disertai
kehilangan minat selama 2 minggu atau lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir
dibandingkan dengan pelajar yang tidak mengalami perundungan jenis ini. Nilai RO
sebesar 1,997 dapat juga diinterpretasikan bahwa probabilitas pasien yang pernah
mengalami perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah
untuk mengalami gejala depresi berupa perasaan sedih atau putus asa disertai
kehilangan minat selama 2 minggu atau lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir
adalah sebesar 66.63%.
Berdasarkan tabel 4.12 diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir, sebanyak 49,2% pernah
merasa sedih atau putus asa selama dua minggu atau lebih berturut-turut selama 12
bulan terakhir. Sedangkan dari semua sampel yang tidak pernah mengalami
perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir, hanya 25,9% yang merasa sedih
atau putus asa selama dua minggu atau lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Chi Square, diperoleh niai p 0,001 (RO: 0,001 IK 95% 1,570-
4,891) atau p<0,05. Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara perundungan jenis perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir
dengan gejala depresi berupa perasaan sedih atau putus asa selama dua minggu
atau lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35
59
Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat
Tahun 2017.
Dari parameter kekuatan hubungan berdasarkan RO, yaitu sebesar 2,771
dengan IK 95% 1,570-4,891. Artinya, pelajar yang pernah mengalami perundungan
di sekolah selama 12 bulan terakhir berpeluang 2,771 kali lebih besar mengalami
gejala depresi berupa perasaan sedih atau putus asa disertai kehilangan minat selama
2 minggu atau lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir dibandingkan dengan
pelajar yang tidak mengalami perundungan jenis ini. Nilai RO sebesar 2,771 dapat
juga diinterpretasikan bahwa probabilitas pasien yang pernah mengalami
perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir untuk mengalami gejala depresi
berupa perasaan sedih atau putus asa disertai kehilangan minat selama 2 minggu atau
lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir adalah sebesar 73,48%.
Berdasarkan tabel 4.12 juga diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami perundungan di internet selama 12 bulan terakhir, sebanyak 53,3% pernah
merasa sedih atau putus asa selama dua minggu atau lebih beturut-turut selama 12
bulan terakhir. Sedangkan dari semua sampel yang tidak pernah mengalami
perundungan di internet selama 12 bulan terakhir, hanya 26,5% yang pernah merasa
sedih atau putus asa selama dua minggu atau lebih beturut-turutselama 12 bulan
terakhir.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p 0,000 (RO: 3,168 IK 95% 1,671-
6,006) atau p<0,05. Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara perundungan jenis perundungan di internet selama 12 bulan terakhir
dengan gejala depresi berupa perasaan sedih atau putus asa selama 2 minggu
atau lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35
Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat
Tahun 2017.
Dari parameter kekuatan hubungan berdasarkan RO, yaitu sebesar 3,168
dengan IK 95% 1,671-6,006, artinya, pelajar yang pernah mengalami perundungan di
60
internet selama 12 bulan terakhir berpeluang 3,168 kali lebih besar mengalami gejala
depresi berupa merasa sedih atau putus asa selama dua minggu atau lebih beturut-
turut selama 12 bulan terakhir dibandingkan dengan pelajar yang tidak mengalami
perundungan jenis ini. Nilai RO sebesar 3,168 dapat juga diinterpretasikan bahwa
probabilitas sampel yang pernah mengalami perundungan di internet selama 12 bulan
terakhir untuk mengalami gejala depresi berupa merasa sedih atau putus asa selama
dua minggu atau lebih beturut-turut selama 12 bulan terakhir adalah sebesar 76%.
Tabel 4.13 Hubungan Perundungan dengan Berniat Bunuh Diri dalam 12 Bulan
Terakhir
No. Jenis
Perundungan Kategori
Berniat bunuh diri
selama 12 bulan
terakhir
Nilai
P RO IK (95%)
Pernah Tidak
Pernah
1,00* 0,943
Min Max
N % N %
1. Pencurian
atau
perusakan
barang
pribadi oleh
orang lain di
sekolah
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 5 3,9 122 96,1
0,309 2,877
Tidak
Pernah 9 4,2 207 95,8
2. Perundungan
di sekolah
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 6 9,8 55 90,2
0,023^ 3,736 1,247 11,196
Tidak
Pernah 8 2,8 274 97,2
3. Perundungan
di internet
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 7 15,6 38 84,4
0,001^ 7,658 2,547 23,025
Tidak
Pernah 7 2,3 291 97,7
Total 14 329
* Uji Chi Square dengan koreksi Yates
^ Uji Fisher
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan
61
terakhir, sebanyak 3,9% pernah berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir.
Sedangkan dari semua sampel yang tidak pernah mengalami pencurian atau
perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan terakhir, sebanyak 4,2% pernah
berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p 1,00 (RO: 0,943 IK 95% 0,309-
2,887) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi
oleh orang lain di sekolah selama 12 bulan terakhir dengan gejala depresi
berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir, sebanyak 6 orang
(9,8%) pernah berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir. Sedangkan dari semua
sampel yang tidak pernah mengalami perundungan di sekolah selama 12 bulan
terakhir, sebanyak 8 orang (2,8%) pernah berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Fisher diperoleh nilai p 0,023 (RO: 3,736 IK 95% 1,247-
11,196) atau p<0,05. Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara perundungan jenis perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir
dengan gejala depresi berupa berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir pada
pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir,
Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari parameter kekuatan hubungan berdasarkan RO, yaitu sebesar 3,736
dengan IK 95% 1,247-11,196. Artinya, pelajar yang pernah mengalami perundungan
di sekolah selama 12 bulan terakhir berpeluang 3,736 kali lebih besar untuk berniat
bunuh diri selama 12 bulan terakhir dibandingkan dengan pelajar yang tidak
mengalami perundungan jenis ini. Nilai RO sebesar 3,736 dapat juga
diinterpretasikan bahwa probabilitas pasien yang pernah mengalami perundungan di
62
sekolah selama 12 bulan terakhir untuk berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir
adalah sebesar 78,88%
Berdasarkan tabel 4.13 juga diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami perundungan di internet selama 12 bulan terakhir, sebanyak 7 orang
(15,6%) pernah berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir. Sedangkan dari semua
sampel yang tidak pernah mengalami perundungan di internet selama 12 bulan
terakhir, sebanyak 7 orang (2,3%) pernah berniat bunuh diri selama12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Fisher diperoleh nilai p 0,001 (RO: 7,658 IK 95% 2,547-
23,025) atau p<0,05. Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara perundungan jenis perundungan di internet selama 12 bulan terakhir
dengan gejala depresi berupa berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir pada
pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir,
Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari parameter kekuatan hubungan berdasarkan RO, yaitu sebesar 7,658
dengan IK 95% 2,547-23,025, artinya, pelajar yang pernah mengalami perundungan
di internet selama 12 bulan terakhir berpeluang 7,658 kali lebih besar mengalami
gejala depresi berupa berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir dibandingkan
dengan pelajar yang tidak mengalami perundungan jenis ini. Nilai RO sebesar 7,658
dapat juga diinterpretasikan bahwa probabilitas sampel yang pernah mengalami
perundungan di internet selama 12 bulan terakhir untuk mengalami gejala depresi
berupa berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir adalah sebesar 80,45%.
63
Tabel 4.14 Hubungan Perundungan dengan Menyusun Rencana Bunuh Diri dalam 12
Bulan Terakhir
No. Jenis
Perundungan Kategori
Menyusun rencana
bunuh diri selama 12
bulan terakhir
Nilai
P RO IK (95%)
Pernah Tidak
Pernah
0,916* 1,202
Min Max
N % N %
1. Pencurian
atau
perusakan
barang
pribadi oleh
orang lain di
sekolah
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 7 5,5 120 94,5
0,446 3,240
Tidak
Pernah 10 4,6 206 95,4
2. Perundungan
di sekolah
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 6 9,8 55 90,2
0,061^ 2,688 0,954 7,574
Tidak
Pernah 11 3,9 271 96,1
3. Perundungan
di internet
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 6 13,3 39 86,7
0,015^ 4,014 1,405 11,464
Tidak
Pernah 11 3,7 287 96,3
Total 17 326
* Uji Chi Square dengan koreksi Yates
^ Uji Fisher
Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan
terakhir, sebanyak 5,5% pernah menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan
terakhir. Sedangkan dari semua sampel yang tidak pernah mengalami pencurian atau
perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan terakhir, sebanyak 4,6% pernah
menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p 0,916 (RO: 1,202 IK 95% 0,446-
3,240) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi
64
oleh orang lain di sekolah selama 12 bulan terakhir dengan gejala depresi
berupa menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir pada pelajar di
SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota
Jakarta Pusat Tahun 2017.
Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir, sebanyak 6 orang
(9,8%) pernah menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir. Sedangkan
dari semua sampel yang tidak pernah mengalami perundungan di sekolah selama 12
bulan terakhir, sebanyak 11 orang (3,9%) pernah menyusun rencana bunuh diri
selama 12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Fisher diperoleh nilai p 0,061 (RO: 2,688 IK 95% 0,954-7,574)
atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara perundungan jenis perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir
dengan gejala depresi berupa menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan
terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA
Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Meskipun secara statistik nilai p tidak signifikan, namun dari parameter
kekuatan hubungan berdasarkan RO, yaitu sebesar 2,688 dengan IK 95% 0,954-
7,574, hal ini memiliki arti bahwa pelajar yang pernah mengalami perundungan di
sekolah selama 12 bulan terakhir berpeluang 2,688 kali lebih besar untuk menyusun
rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir dibandingkan dengan pelajar yang tidak
mengalami perundungan jenis ini. Nilai RO sebesar 2,688 dapat juga
diinterpretasikan bahwa probabilitas sampel yang pernah mengalami perundungan di
sekolah selama 12 bulan terakhir untuk menyusun rencana bunuh diri selama 12
bulan terakhir adalah sebesar 72,88%.
Berdasarkan tabel 4.14 juga diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami perundungan di internet selama 12 bulan terakhir, sebanyak 6 orang
(13,3%) pernah menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir. Sedangkan
65
dari semua sampel yang tidak pernah mengalami perundungan di internet selama 12
bulan terakhir, sebanyak 11 orang (3,7%) pernah menyusun rencana bunuh diri
selama12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Fisher diperoleh nilai p 0,015 (RO: 4,014 IK 95% 1,405-
11,464) atau p<0,05. Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara perundungan jenis perundungan di internet selama 12 bulan terakhir
dengan gejala depresi berupa menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan
terakhir pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA
Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Dari parameter kekuatan hubungan berdasarkan RO, yaitu sebesar 4,014
dengan IK 95% 1,405-11,464, artinya, pelajar yang pernah mengalami perundungan
di internet selama 12 bulan terakhir berpeluang 4,014 kali lebih besar untuk
menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir dibandingkan dengan pelajar
yang tidak mengalami perundungan jenis ini. Nilai RO sebesar 4,014 dapat juga
diinterpretasikan bahwa probabilitas sampel yang pernah mengalami perundungan di
internet selama 12 bulan terakhir untuk mengalami gejala depresi berupa berniat
bunuh diri selama 12 bulan terakhir adalah sebesar 80,06%.
Tabel 4.15 Hubungan Perundungan dengan Mencoba Bunuh Diri dalam 12 Bulan
Terakhir
No. Jenis
Perundungan Kategori
Mencoba Bunuh Diri
Selama 12 Bulan
Terakhir
Nilai
P RO IK (95%)
Pernah Tidak
Pernah
0,822* 0,764
Min Max
N % N %
1. Pencurian
atau
perusakan
barang
pribadi oleh
orang lain di
sekolah
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 5 3,9 122 96,1
0,259 2,251
Tidak
Pernah 11 5,1 205 94,9
66
Tabel 4.15 Hubungan Perundungan dengan Mencoba Bunuh Diri dalam 12 Bulan
Terakhir (Lanjutan)
No. Jenis
Perundungan Kategori
Mencoba Bunuh Diri
Selama 12 Bulan
Terakhir
Nilai
P RO IK (95%)
Pernah Tidak
Pernah
0,312^ 1,579
Min Max
N % N %
2. Perundungan
di sekolah
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 4 6,6 57 93,4
0,491 5,073
Tidak
Pernah 12 4,3 270 95,7
3. Perundungan
di internet
selama 12
bulan
terakhir
Pernah 4 8,9 41 91,1
0,144^ 2,325 0,716 7,552
Tidak
Pernah 12 4 286 96
Total 16 327
* Uji Chi Square dengan koreksi Yates
^ Uji Fisher
Berdasarkan tabel 4.15 diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan
terakhir, sebanyak 3,9% pernah mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir.
Sedangkan dari semua sampel yang tidak pernah mengalami pencurian atau
perusakan barang pribadi di sekolah selama 12 bulan terakhir, sebanyak 5,1% pernah
menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p 0,822 (RO: 0,764 IK 95% 0,259-
2,251) atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara perundungan jenis pencurian atau perusakan barang pribadi
oleh orang lain di sekolah selama 12 bulan terakhir dengan gejala depresi
berupa mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir pada pelajar di SMA 35
Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat
Tahun 2017.
67
Berdasarkan tabel 4.15 diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir, sebanyak 4 orang
(6,6%) pernah mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir. Sedangkan dari semua
sampel yang tidak pernah mengalami perundungan di sekolah selama 12 bulan
terakhir, sebanyak 12 orang (4,3%) pernah mencoba bunuh diri selama 12 bulan
terakhir.
Dari hasil uji Fisher diperoleh nilai p 0,312 (RO: 1,579 IK 95% 0,491-5,073)
atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara perundungan jenis perundungan di sekolah selama 12 bulan terakhir
dengan gejala depresi berupa mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir
pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat
Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Berdasarkan tabel 4.15 juga diketahui bahwa dari semua sampel yang pernah
mengalami perundungan di internet selama 12 bulan terakhir, sebanyak 4 orang
(8,9%) pernah mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir. Sedangkan dari semua
sampel yang tidak pernah mengalami perundungan di internet selama 12 bulan
terakhir, sebanyak 12 orang (4,0%) pernah mencoba bunuh diri selama12 bulan
terakhir.
Dari hasil uji Fisher diperoleh nilai p 0,144 (RO: 2,325 IK 95% 0,716-7,552)
atau p>0,05. Artinya, secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara perundungan jenis perundungan di internet selama 12 bulan terakhir
dengan gejala depresi berupa mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir
pada pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat
Kheir, Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Meskipun secara statistik nilai p tidak signifikan, namun dari parameter
kekuatan hubungan berdasarkan RO, yaitu sebesar 2,325 dengan IK 95% 0,716-
7,552, hal ini memiliki arti bahwa pelajar yang pernah mengalami perundungan di
internet selama 12 bulan terakhir berpeluang 2,325 kali lebih besar untuk mencoba
68
bunuh diri selama 12 bulan terakhir dibandingkan dengan pelajar yang tidak pernah
mengalami perundungan jenis ini. Nilai RO sebesar 2,325 dapat juga
diinterpretasikan bahwa probabilitas sampel yang pernah mengalami perundungan di
internet selama 12 bulan terakhir untuk mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir
adalah sebesar 69,92%.
4.4. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data univariat mengenai frekuensi perundungan,
diketahui bawa jenis perundungan yang paling banyak dialami oleh sampel adalah
jenis pencurian atau perusakan barang pribadi di sekolah (37%), diikuti oleh jenis
perundungan di sekolah (17,8%), dan perundungan di internet (13,1%). Berbeda
dengan penelitian sebelumnya pada pelajar SMA di Yogyakarta, jenis perundungan
yang paling sering dialami adalah perundungan jenis verbal, yakni sebesar 47%,
diikuti dengan perundungan fisik (30%), sosial (20%), dan jenis perundungan yang
paling sedikit ialah perundungan di internet (3%).27
Frekuensi perundungan jenis
pencurian atau perusakan barang di sekolah pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat
tahun 2017 (37%) sangat tinggi, karena mendekati frekuensi perundungan anak di
Indonesia yang dilaporkan oleh UNICEF pada tahun 2015 (40%).
Berdasarkan hasil analisis data univariat mengenai frekuensi kejadian gejala
depresi, diketahui bahwa gejala depresi yang paling banyak dialami oleh sampel
adalah merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan minat selama 2 minggu atau
lebih berturut-turut (30%), diikuti oleh menyusun rencana bunuh diri (5%), mencoba
bunuh diri (4,7%), dan niat bunuh diri (4,1%). Dari data ini diketahui bahwa terdapat
ketidaksinambungan antara jumlah sampel yang pernah berniat, menyusun rencana,
dan mencoba bunuh diri. Hal ini dapat disebabkan karena adanya beberapa faktor lain
yang dapat menimbulkan depresi, yang tidak diteliti dalam penelitian ini, diantaranya
adanya kelainan organik, riwayat depresi pada keluarga, pola kepribadian tertentu,
serta penyimpangan kognitif yang spesifik.21
Ketidaksinambungan ini juga dapat
disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman antara peneliti dan sampel terhadap
pertanyaan mengenai pemikiran dan perilaku bunuh diri pada kuesioner YRBS 2017.
69
Jika dibandingkan dengan hasil survei perilaku berisiko pada pelajar SMP dan
SMA tahun 2015, angka pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat yang pernah berniat
bunuh diri, mendekati angka survei nasional (4,1% vs 5,14%), begitupun dengan
menyusun rencana bunuh diri (5% vs 5,53%). Angka pelajar SLTA di kota Jakarta
Pusat yang pernah mencoba bunuh diri, sangat tinggi, bahkan melebihi angka survei
nasional tahun 2015 (4,7% vs 2,39%). Angka pemikiran dan perilaku bunuh diri pada
pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat ini tentunya sangat memerlukan perhatian khusus
dari berbagai pihak, sehingga angka kematian remaja akibat bunuh diri dapat dicegah
atau setidaknya dikendalikan.6
Berdasarkan hasil analisis bivariat terhadap jenis kelamin dan perundungan
diketahui bahwa perempuan lebih banyak mengalami perundungan dibandingkan
dengan laki-laki. Hasil penelitian ini berbeda dengan studi literatur yang menyatakan
bahwa perbedaan jumlah antara korban perundungan laki-laki dan perempuan relatif
kecil atau tidak memiliki pola yang jelas.1Menurut Rostyaningsih dalam Putri,
ditinjau dari karakter berdasarkan jenis kelamin, laki-laki memiliki karakter maskulin
seperti rasional, tegas, persaingan, sombong, orientasi dominasi, pehitungan, agresif,
obyektif dan fisikal. Sementara karakter perempuan lebih feminin seperti emosional,
fleksibel/plinplan, kerjasama, selalu mengalah, orientasi menjalin hubungan,
menggunakan insting, pasif, mengasuh, dan cerewet.32
Berdasarkan teori yang
dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perempuan mungkin memiliki
kecenderungan untuk menjadi korban perundungan karena memiliki karakteristik
yang pasif dibandingkan dengan laki-laki.
Berdasarkan hasil analisis bivariat terhadap tingkat kelas dengan perundungan
diketahui bahwa pelajar kelas XI lebih banyak mengalami perundungan jenis
pencurian atau perusakan barang pribadi (43,4%), dan perundungan di sekolah
(20,5%) dibandingkan dengan kelas X dan XII. Perundungan di internet lebih banyak
dialami oleh pelajar kelas XII (15,5%) dibandingkan dengan pelajar kelas X (10,2%),
dan XI (13,9%). UNESCO menyatakan bahwa perundungan lebih sering terjadi pada
anak-anak yang lebih mudah, karena selain menjadi korban perundungan oleh teman
70
sebayanya, mereka juga menjadi korban perundungan oleh anak yang lebih tua.1Rata-
rata usia pelajar SLTA adalah 15-18 tahun. Pada penelitian ini, sebanyak 72,9%
pelajar kelas X berusia 15 tahun, 67,2% pelajar kelas XI berusia 16 tahun, dan 66%
pelajar kelas XII berusia 17 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian UNESCO, karena sampel yang lebih banyak mengalami
perundungan dalam penelitian ini adalah sampel yang berada di kelas XI, yang
sebaran usianya berada di pertengahan antara kelas X dan kelas XII. Penelitian yang
dilakukan oleh Astri pada pelajar SMU di Malang menemukan bahwa, mereka yang
berusia 16 tahun paling banyak mengalami stressor tinggi dibandingkan dengan umur
lainnya (67,9%), kemudian pada usia 15 tahun (63,9%) dan usia 17 tahun (56,8%).
Penemuan ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Tanner bahwa bagi sebagian
besar anak muda, usia antara 12 dan 16 tahun merupakan tahun kehidupan yang
penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan.33
Berdasarkan hasil analisis bivariat antara jenis sekolah dengan perundungan,
tidak ditemukan adanya pola khusus. Perundungan jenis pencurian atau perusakan
barang pribadi lebih banyak terjadi pada pelajar SMA (42,5%). Perundungan di
sekolah dan di internet lebih banyak terjadi pada pelajar MA dibandingkan dengan
pelajar SMA dan SMK. UNESCO menyebutkan bahwa lingkungan dan otoritas
sekolah mempengaruhi terjadinya perilaku perundungan.1Penelitian yang dilakukan
oleh Bevilacqua menunjukkan bahwa organisasi-organisasi sekolah yang berkinerja
dengan baik dalam hal kepemimpinan dan manajemen melahirkan lingkungan
sekolah yang protektif terhadap perundungan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Anies Baswedan, menyatakan bahwa selama ini tidak ada intervensi khusus terhadap
tidak kekerasan, termasuk perundungan di lingkungan sekolah. Pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015
yang menyangkut penanggulangan, sanksi, dan pencegahan kekerasan.34
Namun,
sampai saat ini peneliti belum menemukan literatur yang membahas mengenai
evaluasi penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terhadap
kekerasan di sekolah, antara SMA, MA, dan SMK. Peneliti juga belum menemukan
71
literatur yang membahas perbedaan karakteristik lingkungan sekolah antara SMA,
MA dan SMK, yang berpengaruh terhadap kejadian perilaku perundungan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat terhadap jenis kelamin dan gejala depresi,
diketahui bahwa perempuan lebih banyak mengalami gejala depresi dibandingkan
dengan laki-laki, yakni merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan minat
(34,5%), berniat bunuh diri (4,6%), dan menyusun rencana bunuh diri (6,3%).
Penelitian yang dilakukan oleh Marela menunjukkan bahwa remaja perempuan
berpeluang 1,5 kali lebih besar mengalami depresi dibandingkan remaja laki-laki.27
Pettersen dalam Darmayanti menyatakan perbedaan tingginya jumlah depresi pada
remaja perempuan dan laki-laki disebabkan oleh beberapa faktor, yakni karakteristik
gender, sumber-sumber untuk mengatasi masalah (coping resources), dan kejadian-
kejadian menekan yang dialami remaja laki-laki dan perempuan.35
Perbedaan
kejadian depresi antara perempuan dan laki-laki diduga karena adanya perbedaan
hormon, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model
perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.21
Santrock dalam Marela
menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan perbedaan gender yakni perempuan
memiliki citra tubuh yang lebih buruk dibanding laki-laki, perubahan hormon
mempengaruhi kerentanan terhadap perasaan depresi pada masa remaja, khususnya
pada perempuan. Perempuan lebih cenderung merenung, memikirkan, dan
memperbesar depresi dalam suasana hati mereka yang tertekan dan semakin
menguatkan suasana hati tersebut, sementara laki-laki cenderung mengalihkan
perhatian mereka dari suasana hati.27
Berdasarkan hasil analisis bivariat terhadap tingkat kelas dengan gejala
depresi, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik (p>0,05).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Marela, bahwa siswa kelas X berpeluang 1,5 kali lebih besar mengalami depresi
dibandingkan dengan siswa kelas XI.27
Penelitian yang dilakukan Asmika
menemukan bahwa siswa kelas X lebih banyak menderita depresi dibandingkan
dengan siswa kelas XI, dan XII. Hal ini dapat terjadi karena siswa kelas X memiliki
72
tingkat stressor yang tinggi yang mungkin berkaitan dengan adaptasi terhadap
lingkungannya ketika masuk ke tingkat yang lebih tinggi. Adaptasi ini meliputi
penyesuaian terhadap sekolah, teman-teman, maupun pelajaran. 30
Berdasarkan hasil analisis bivariat terhadap jenis sekolah dengan gejala
depresi, diketahui bahwa prevalensi gejala depresi pada pelajar SMA lebih tinggi
dibandingkan dengan pelajar MA dan SMK, yakni merasa sedih atau putus asa
disertai kehilangan minat (41,2%), berniat bunuh diri (6,5%), dan menyusun rencana
bunuh diri (5,2%). Gejala depresi berupa mencoba bunuh diri lebih banyak dialami
oleh pelajar MA (9,1%) dibandingkan dengan pelajar SMA (4,6%), dan SMK (3,8%).
Menurut pandangan peneliti, angka mencoba bunuh diri yang lebih tinggi pada
pelajar MA lebih berpengaruh kepada gender, bukan jenis sekolah, karena seluruh
pelajar MA dalam penelitian ini adalah laki-laki. Menurut Endler dan Parker dalam
Kelly, dalam mengatasi masalah (couping resources), laki-laki lebih berfokus pada
cara penyelesaian masalah, dan mencari solusi atas masalah yang dihadapinya,
dibandingkan dengan wanita yang lebih menggunakan perasaan dalam menghadapi
masalah.36
Dari hasil penelitian ini, perilaku mencoba bunuh diri mungkin dianggap
sebagai “solusi” dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pelajar MA yang
seluruhnya adalah laki-laki. Peneliti belum menemukan hasil penelitian yang
membandingkan prevalensi gejala depresi terhadap jenis sekolah, namun pada
penelitian yang dilakukan oleh Asmika pada 3 SMU yang berbeda di Kotamadya
Malang, ditemukan bahwa tempat pengambilan sampel juga ternyata mempengaruhi
prevalensi depresi yang ditemukan. Perbedaan populasi dari hasil penelitian
mengindikasikan berpengaruhnya faktor lingkungan sekolah terhadap kejadian
depresi. Jerome mengungkapkan, fungsi sekolah di samping meningkatkan
pengetahuan dan mendidik siswanya, juga untuk meningkatkan pekembangan emosi
serta psikis. Karena itu, adanya lingkungan sekolah yang kurang baik mungkin juga
mempengaruhi kondisi emosi dan psikologi siswanya.30
Berdasarkan hasil analisis data mengenai hubungan perundungan terhadap
gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat, secara statistik ditemukan
73
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku perundungan dengan gejala
depresi. Hubungan yang bermakna ditemukan pada perundungan jenis pencurian atau
perusakan barang dengan perasaan sedih atau putus asa, serta perundungan di sekolah
dengan perasaan sedih atau putus asa, dan niat bunuh diri. Hubungan yang bermakna
juga ditemukan pada perundungan di internet dengan perasaan sedih atau putus asa,
niat bunuh diri, dan rencana bunuh diri.
Korelasi antara mengalami perundungan jenis pencurian atau perusakan
barang dengan gejala depresi berupa perasaan sedih atau putus asa sebesar 0,394
dengan p 0,006 (p<0,05). Korelasi antara mengalami perundungan di sekolah dengan
gejala depresi berupa perasaan sedih atau putus asa dan niat bunuh diri, berturut-turut
sebesar 0,492 dengan p 0,001 (p<0,05), dan 0,098 dengan p 0,023 (p<0,05). Korelasi
antara mengalami perundungan di internet dengan perasaan sedih atau putus asa, niat
bunuh diri, dan rencana bunuh diri berturut-turut sebesar 0,533 dengan p 0,000 atau p
0,000493 (p<0,05); 0,156 dengan p 0,001 (p<0,05), dan 0,133 dengan p 0,015
(p<0,05).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Gustina bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara korban perundungan dengan
depresi (p<0,05).37
Hasil penelitian ini juga diperkuat penelitian yang dilakukan oleh
Kardiana dan Westa, bahwa siswa yang mengalami perundungan (dalam intensitas
ringan), mengalami kejadian depresi sebesar 59,3% dibandingkan dengan siswa yang
tidak mengalami perundungan, kejadian depresi sebanyak 30,6%. Penelitian mereka
juga menemukan bahwa, dari intensitas perundungan yang meningkat, tingkat depresi
cenderung tinggi.
Hubungan positif antara mengalami perundungan dan depresi telah ditunjukan
pada penelitian lainnya dengan subjek remaja antara lain pada penelitian Guo, yakni
sebanyak 43,5% remaja yang mengalami perundungan, mengalami depresi
(p<0,0001). Remaja yang mengalami perundungan berpeluang 2,5 kali lebih besar
74
mengalami depresi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami
perundungan.38
Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani dan Retnowati pada 146 siswa
siswi di sebuah SMA di Jakarta Timur tahun 2013, menemukan bahwa terdapat
hubungan positif antara mengalami perundungan dengan depresi pada remaja, dengan
r = 0,218 (p<0,01). Mengalami perundungan memberikan sumbangan efektif
terhadap munculnya depresi pada remaja sebesar 4,7%. Korelasi antara mengalami
perundungan fisik dengan depresi sebesar r = 0,137 (p<0,05); perundungan verbal
berkorelasi dengan depresi sebesar r = 0,209 (p<0,01) dan perundungan relasional
bekorelasi dengan depresi sebesar r = 0,196 (p<0,01).39
Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara perilaku perundungan dengan pemikiran dan perilaku bunuh diri. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kaminski dan Fang, yang menunjukkan
bahwa remaja korban perundungan secara signifikan lebih cenderung untuk berpikir
bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang tidak terlibat perundungan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa remaja korban perundungan berpeluang 1,67-3,83
kali lebih besar untuk melakukan perilaku bunuh diri.40
Studi lain yang dilakukan
oleh Kirakidis menunjukkan remaja korban perundungan 9,22 kali lebih mungkin
untuk melakukan perilaku bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang tidak terlibat
dalam perundungan.41
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa jenis perundungan di
internet (cyberbullying), memberikan nilai probabilitas tertinggi terhadap timbulnya
niat bunuh diri pada pelajar (80,45%) dan menyusun rencana bunuh diri (80%)
dibandingkan dengan jenis perundungan lainnya. Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan perundungan di internet sangat berbahaya bagi kesehatan remaja,
diantaranya, dengan berbagai kemudahan dalam mengakses internet saat ini,
perundungan di internet menjadi lebih mudah dilakukan baik kapanpun dan
dimanapun, tidak berbatas waktu dan tempat. Selain itu, perundungan di internet
75
melibatkan khalayak yang lebih luas sehingga beban psikologis yang ditanggung oleh
korbanpun menjadi lebih besar. Teknologi juga menyulitkan remaja untuk melarikan
diri dari perundungan di internet.42
Di Indonesia, rata-rata durasi penggunaan internet
perharinya adalah 8 jam 44 menit, dimana 3 jam 15 menit diantaranya digunakan
untuk menatap laman media sosial.43
Hal ini menunjukkan bahwa, saat ini, aktivitas di
internet begitu melekat dalam kehidupan masyarakat, khususnya di kalangan remaja
yang lebih aktif secara sosial. Hal inilah yang menyebabkan mengapa perundungan di
internet memiliki dampak yang begitu besar pada remaja.
Berbeda dengan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku perundungan
dengan depresi, peneliti menemukan terdapat beberapa data hasil penelitian yang
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara perilaku perundungan
dengan depresi. Hubungan yang tidak bermakna ini ditunjukkan pada perundungan
jenis pencurian atau perusakan barang dengan gejala depresi berupa berniat bunuh
diri (p 1,00), menyusun rencana bunuh diri (p 0,916), dan mencoba bunuh diri (p,
0,764). Hubungan yang tidak bermakna juga ditunjukkan pada hubungan antara
perundungan di sekolah dengan menyusun rencana bunuh diri (p 0,061), mencoba
bunuh diri (p 0,312), serta perundungan di internet dengan mencoba bunuh diri (p
0,144).
4.5. Kelebihan Penelitian
1. Penelitian lebih komprehensif karena selain membahas mengenai hubungan
perilaku perundungan dengan kejadian gejala depresi, penelitian ini juga
membahas mengenai hubungan jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis sekolah
terhadap kejadian perilaku perundungan dan gejala depresi. Penelitian ini juga
membahas mengenai prevalensi perilaku perundungan dan gejala depresi pada
pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
2. Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Kota Jakarta Pusat.
76
4.6. Keterbatasan Penelitian
1. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan pengisian kuesioner
sehingga memungkinkan terjadinya recall bias dan bersifat subjektif.
2. Penelitian ini hanya menggunakan metode cross sectional, dimana penelitian
ini tidak mengikuti perkembangan psikososial responden.
3. Penelitian hanya dilakukan untuk menilai hubungan peilaku perundungan
terhadap kejadian gejala depresi pada pelajar saja. Namun, penelitian
mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya gejala depresi
selain jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis sekolah pada pelajar belum dapat
dilakukan, sehingga tidak diketahui penyebab apa saja yang memungkinkan
timbulnya gejala depresi pada pelajar di SLTA.
4. Penelitian ini tidak melakukan pengendalian terhadap faktor perancu.
77
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. A. Bedasarkan hasil penelitian pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat,
khususnya pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara perilaku perundungan dengan kejadian gejala depresi,
yakni perundungan jenis pencurian atau perusakan barang dengan gejala
depresi berupa perasaan sedih atau putus asa disertai kehilangan minat,
perundungan di sekolah dengan gejala depresi berupa perasaan sedih atau
putus asa disertai kehilangan minat dan niat bunuh diri, serta
perundungan di internet dengan gejala depresi berupa perasaan sedih atau
putus asa disertai kehilangan minat, niat bunuh diri, dan menyusun
rencana bunuh diri.
B. Berdasarkan hasil penelitian pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat,
khususnya pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
bermakna antara perilaku perundungan jenis perusakan barang dengan
gejala depresi berupa berniat bunuh diri, menyusun rencana bunuh diri,
dan mencoba bunuh diri, perundungan di sekolah dengan menyusun
rencana bunuh diri dan mencoba bunuh diri, serta perundungan di internet
dengan mencoba bunuh diri.
2. A. Berdasarkan hasil penelitian pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat,
khususnya pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan perundungan jenis pencurian atau
peusakan barang.
78
B. Berdasarkan hasil penelitian pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat,
khususnya pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
bermakna antara jenis kelamin dengan mengalami perundungan di
sekolah dan perundungan di Internet. Tidak ditemukan hubungan yang
bermakna tingkat kelas dan jenis sekolah dengan mengalami
perundungan.
3. A. Berdasarkan hasil penelitian pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat,
khususnya pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
jenis sekolah dengan mengalami gejala depresi berupa merasa sedih atau
putus asa disertai kehilangan minat.
B. Berdasarkan hasil penelitian pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat,
khususnya pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
bermakna antara jenis kelamin dan tingkat kelas dengan mengalami
gejala depresi. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis
sekolah dengan mengalami gejala depresi berupa berniat bunuh diri,
menyusun rencana bunuh diri dan mencoba bunuh diri.
4. Prevalensi perundungan pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat tahun 2017
adalah sebanyak 37% mengalami perundungan jenis pencurian atau perusakan
barang di sekolah selama 12 bulan terakhir, 17,8% mengalami perundungan di
sekolah selama 12 bulan terakhir, dan 13,1% mengalami perundungan di
internet selama 12 bulan terakhir.
5. Prevalensi gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat tahun 2017
adalah sebanyak 30% pernah merasa sedih atau putus asa disertai kehilangan
minat selama 2 minggu atau lebih berturut-turut selama 12 bulan terakhir,
4,1% pernah berniat bunuh diri dalam 12 bulan terakhir, 5% pernah menyusun
rencana bunuh diri dalam 12 bulan terakhir, dan 4,7% pernah mencoba bunuh
diri selama 12 bulan terakhir.
79
5.2. Saran
1. Untuk melengkapi penelitian ini diharapkan akan dilakukan penelitian oleh
peneliti berikutnya mengenai faktor-faktor penyebab timbulnya gejala depresi
diluar perundungan pada pelajar SLTA, khususnya pelajar di SMA 35 Jakarta,
SMK 5 Muhammadiyah Jakarta, dan MA Jamiat Kheir.
2. Untuk melengkapi penelitian ini diharapkan akan dilakukan penelitian oleh
peneliti berikutnya mengenai pengaruh intensitas perilaku perundungan
terhadap kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA, khususnya pelajar di
SMA 35 Jakarta, SMK 5 Muhammadiyah Jakarta, dan MA Jamiat Kheir.
3. Untuk melengkapi penelitian ini diharapkan akan dilakukan penelitian oleh
peneliti berikutnya tentang cara yang paling efektif dalam mengatasi kejadian
depresi pada pelajar SLTA khususnya pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK 5
Muhammadiyah Jakarta, dan MA Jamiat Kheir agar dapat diterapkan,
sehingga angka kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA dapat berkurang.
4. Melihat prevalensi perilaku perundungan yang cukup tinggi pada pelajar
SLTA di Kota Jakarta Pusat Tahun 2017, peneliti menyarankan untuk
dilakukanya upaya preventif terhadap perilaku perundungan, sehingga dapat
tercipta lingkungan yang aman dan protektif terhadap perilaku perundungan.
5. Melihat prevalensi gejala depresi yang cukup tinggi pada pelajar SLTA di
Kota Jakarta Pusat Tahun 2017, peneliti menyarankan untuk dilakukanya
edukasi mengenai pengenalan gejala depresi kepada orang tua dan
masyarakat, sehingga mereka lebih menyadari dan tahu tindakan awal yang
harus dilakukan apabila anaknya atau seseorang memiliki gejala depresi.
6. Melihat prevalensi perilaku perundungan jenis pencurian dan perusakan
barang di sekolah yang cukup tinggi, yang berkaitan dengan timbulnya gejala
depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat Tahun 2017, peneliti
menyarankan untuk dibuatnya kebijakan menyangkut penanggulangan, sanksi,
dan pencegahan terhadap perilaku pencurian dan perusakan barang di sekolah,
sehingga dapat mencegah terulangnya perilaku ini, yang secara tidak langsung
80
dapat berkontribusi dalam menurunkan prevalensi perilaku perundungan dan
kejadian gejala depresi yang timbul akibat perilaku ini.
7. Perlunya perhatian khusus dari berbagai pihak terhadap tingginya prevalensi
pemikiran dan perilaku bunuh diri di kalangan remaja, khususnya pada pelajar
SLTA di Kota Jakrta Pusat, sehingga angka kematian remaja akibat bunuh diri
dapat dicegah atau setidaknya dikendalikan.
8. Memberikan edukasi kepada orang tua untuk memberi tahu anaknya agar
dapat membela dirinya atau melaporkan ke pihak sekolah apabila ia
mengalami perilaku perundungan, sehingga pelaku perundungan dapat
ditindaklanjuti agar memberikan efek jera terhadapnya.
9. Perlunya penguatan implementasi Permendikbud No. 82 Tahun 2015
menyangkut penanggulangan, sanksi, dan pencegahan kekerasan, termasuk
perundungan.
81
DAFTAR PUSTAKA
1. UNESCO. School Violence and Bullying: global status report; 2017.
2. Setyawan D. KPAI: Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter; 2014.
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter
[disitasi 29 Mei 2018].
3. UNICEF Indonesia. Laporan Tahunan Indonesia 2015; 2015.
4. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Ringkasan Statistik Pendidikan
Indonesia 2015/2016. Jakarta: MoEc; 2016.
5. Badan Pusat Statistik. Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Sekolah Menengah
Atas di Bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Provinsi
2011/2012-2015/2016. 2017.
https://www.bps.go.id/statictable/2015/09/14/1837/jumlah-sekolah-guru-dan-
murid-sekolah-menengah-atas-sma-di-bawah-kementrian-pendidikan-dan-
kebudayaan-menurut-provinsi-2011-2012-2015-2016.html [disitasi 6 Juni
2018].
6. Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes Kementrian
Kesehatan RI. Perilaku Berisiko Kesehatan Pada Pelajar SMP dan SMA di
Indonesia; 2015.
7. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Bullying.
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/8e022-januari-ratas-bullying-
kpp-pa.pdf [disitasi 4 Juni 2018].
8. Christodolou GN. Depression as a Consequence of the Economic Crisis.
World Federation for Mental Health; 2012.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar / RISKESDAS 2013. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI; 2013.
10. WHO. WHO calls for stronger focus on adolescent health; 2014.
http://www.who.int/news-room/detail/14-05-2014-who-calls-for-stronger-
focus-on-adolescent-health [disitasi 15 September 2018].
11. Kardiana IGS, Westa IW. Gambaran Tingkat Depresi Terhadap Perilaku
Bullying Pada Siswa di SMP PGRI 2 Denpasar. E-Jurnal Medika Udayana.
2015;4(6)
82
12. CDC. Bullying Surveillance Among youths: uniform definitions for public
health and recommended data element; 2014.
13. Mishna F. Bullying: a guide to research, intervention, and prevention. New
York: Oxford University Press; 2012.
14. Bevilacqua L, ect. The role of family and school-level factors in bullying and
cyberbullying: a cross-sectional study. BMC Pediatrics. 2017; 17:160.
15. Rivara F, Suzanne LM. Preventing bullying: through science, policy, and
practice. USA: The National Academic Press; 2016.
16. Wolke D, Lereya ST. Long-term effects of bullying. Arch Dis Child. 2015;
100(9): 879-885.
17. Rossouw P. Defining Bullying: The role of neurobiological markers.
International Journal of Neuropsychoteraphy. 2013; 1:2-8
18. Zhong M, Shuqiao Y. Amygdala hyperactivation and prefrontal
hypoactivation in subject with cognitive vulnerability to depression.
Biological Psychology. 2011; 88(2-3):233-242.
19. WHO, Departement of Mental Health and Substance Abuse. Depression, a
global public health concern; 2012
20. Sadock BJ, Sadock VA, Pedro R. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychyatri:
behavioral sciences/ clinical psychiatri. 11th
ed. Wolters Kluwer; 2015.
21. Ismail RI, Kristiana S. Gangguan Depresi dalam Buku Ajar Psikiatri. edisi 2.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.
22. Kementrian Kesehatan Indonesia. Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa
Masyarakat. 2016. http://www.depkes.go.id/article/view/16100700005/peran-
keluarga-dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html [disitasi pada 21 Juli 2018].
83
23. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis. edisi
2. Jakarta: EGC; 2010.
24. CDC. Youth Risk Behavior Surveillance System (YRBSS). 2018.
https://www.cdc.gov/healthyyouth/data/yrbs/index.htm [disitasi 8 Agustus
2018].
25. Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
26. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: deskriptif, bivariat,
dan multivariate. edisi 6. Jakarta: Salemba Medika; 2015.
27. Marela G, Abdul W, Carla RM. Bullying verbal menyebabkan depresi pada
remaja SMA di kota Yogyakarta. Berita Kedokteran Mayarakat. 2017;
33(1):43-48.
28. Sastroasmoro S, Sofyan I. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. edisi 5.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2014.
29. Arikunto S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Aneka Cipta; 2006.
30. Syahdrajat T. Panduan penelitian untuk skripsi kedokteran dan kesehatan.
Jakarta: Diandra; 2017.
31. Murti B. Validitas dan reliabilitas pengukuran. UNS. 2011:6-17.
32. Putri HN, Nauli FA, Novayelinda R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku bullying pada remaja. JOM. 2015; 2(2): 1149-1159.
33. Asmika, Harijanto, Handayani N. Prevalensi depresi dan gambaran stressor
psikososial pada remaja sekolah menengah umum di wilayah Kotamadya
Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2008; 24(1): 15-20.
84
34. Armenia R. Atasi Bully Anak di Sekolah, Jokowi Mau Terbitkan Perpres.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160121015705-20-105702/atasi-
bully-anak-di-sekolah-jokowi-mau-terbitkan-perpres [disitasi pada 19 Oktober
2018].
35. Darmayanti N. Meta-analisis: gender dan depresi pada remaja. Jurnal
Psikologi. 2008; 35(2): 164-180.
36. Kelly MM, Tyrka AR, Price LH, Carpenter LL. Sex differences in the use of
coping strategies: predictors of anxiety and depressive symptomps. Depress
Anxiety. 2008; 25(10): 839-846.
37. Gustina E. Korban Bullying dan Depresi Pada Siswa Sekolah Menengah
Pertama di Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2011
38. Guo P. Bullying, Depression, and Suicidal behavior in Adolescents:
secondary analysis of youth risk behavior survey data. Thesis. Capel Hill:
University of North Carolina; 2013.
39. Ramadhani A, Sofia R. Depresi pada remaja korban bullying. Jurnal
Psikologi 2013; 9(2):73-79.
40. Kaminski, JW, Fang.Victimization by peers and adolescent suicide in three
U.S. The Journal Pediatrics 2009; 115:133-154.
41. Kirakidis, SP. Bullying and suicide attemps among adolescents kept in
custody. Crisis 2008; 29:216-218.
42. Withney MH, Annete MLG, Sherilyn FC. Adolescent Peer Victimization and
Physical Health Problems. Journal of Pediatric Psychology 2016; 41(1):15-
27.
43. Samuel AP. Pengguna Internet di Indonesia Akses Medsos 3 Jam per Hari.
2017. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20171218192500-192-
263281/pengguna-internet-di-indonesia-akses-medsos-3-jam-per-hari [dikutip
9 Oktober 2018].
85
LAMPIRAN
Lampiran 1
Kuesioner YRBS 2017
SURVEI PEILAKU KESEHATAN REMAJA INDONESIA TAHUN 2017
Survei ini tentang perilaku kesehatan remaja. Kuesioner dalam survei ini
dikembangkan sedemikian rupa sehingga Anda bisa memberitahu kami tentang
kebiasaan Anda yang mungkin bisa mempengaruhi kesehatan Anda. Informasi yang
Anda berikan akan digunakan untuk memperbaiki pendidikan kesehatan para remaja
seusia Anda.
JANGAN menuliskan nama Anda. Informasi yang Anda berikan akan dirahasiakan.
Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang Anda tulis. Tolong jawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini sesuai dengan apa yang Anda benar-benar kerjakan.
Pertanyaan tentang latar belakang Anda hanya digunakan untuk menggambarkan
karakteristik seluruh siswa yang menjadi responden, dan bukan untuk mencari tahu
nama Anda. Tidak ada nama siswa yang dilaporkan. Patikan bahwa Anda telah
membaca seluruh pernyataan. Isi lembar jawaban secara lengkap.Apabila telah selesai
mengisinya, ikuti petunjuk petugas survei.
Terima kasih atas kerjasama Anda
DESKRIPSI DIRI
1. Berapa usia Anda sekarang?
A. 12 tahun atau kurang
B. 13 tahun
C. 14 tahun
D. 15 tahun
E. 16 tahun
F. 17 tahun
G. 18 tahun
86
H. 19 tahun atau lebih
2. Apa jenis kelamin Anda?
A. Laki-laki
B. Perempuan
5. Apa sekolah Anda?
A. SMA
B. MA
C. SMK
7. Anda duduk di kelas berapa saat ini?
A. 10
B. 11
C. 12
PERILAKU PERUNDUNGAN
29. Selama 12 bulan terakhir, berapa kali orang lain mencuri atau merusak barang-
barang milik Anda (kendaraan, baju, buku, telepon genggam, dsb) di sekolah?
A. 0 kali
B. 1 kali
C. 2 atau 3 kali
D. 4 atau 5 kali
E. 6 atau 7 kali
F. 8 atau 9 kali
G. 10 atau 11 kali
H. 12 kali atau lebih
Dua pertanyaan berikut ini adalah tentang perundungan (bullying). Bullying itu
apabila 1 siswa atau lebih mengejek, mengancam, menyebarkan kabar bohong (hoax),
87
memukul atau menyakiti siswa lain berkali-kali. Bukan termasuk bullying jika dua
orang siswa yang sama kuat saling berdebat, berkelahi ataupun mengejek sambil
bercanda.
35. Selama 12 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami perundungan
(bullying) di sekolah?
A. Ya
B. Tidak
36. Selama 12 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami perundungan
(bullying) di internet (termasuk melalui media sosial, e-mail, SMS, dsb) ?
A. Ya
B. Tidak
GEJALA DEPRESI
Lima pertanyaan berikut ini tentang perasaan sedih dan upaya bunuh diri.Kadang-
kadang orang merasa putus asa terhadap masa depannya, sehingga terpikir untuk
bunuh diri.
37. Selama 12 bulan terakhir, apakah Anda pernah merasa sedih atau putus asa
selama dua minggu atau lebih berturut-turut sehingga Anda tidak ingin melakukan
kegiatan apapun?
A. Ya
B. Tidak
38. Selama 12 bulan terakhir, apakah Anda pernah sungguh-sungguh berniat untuk
bunuh diri?
A. Ya
B. Tidak
39. Selama 12 bulan terakhir, apakah Anda pernah menyusun rencana untuk bunuh
diri?
A. Ya
B. Tidak
88
40. Selama 12 bulan terakhir, berapa kali Anda pernah mencoba bunuh diri?
A. 0 kali
B. 1 kali
C. 2 atau 3 kali
D. 4 atau 5 kali
E. 6 kali atau lebih
89
Lampiran 2
Parental Informed Consent Passive-Form
Yth. Orang tua siswa,
Sekolah putera-puteri Anda terpilih untuk ikut berpartisi pasi dalam Survei Perilaku
Kesehatan Remaja Indonesia tahun 2017, bersama-sama para siswa dari 29
sekolah lanjutan tingkat atas lainnya di Provinsi DKI Jaya, Jawa Barat dan Banten.
Survei ini disponsori oleh Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen) Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Survei ini menanyakan tentang perilaku
kesehatan putera-puteri Anda, antara lain kebiasaan makan, tidur, olah raga, merokok,
minum minuman keras, cedera, aktivitas menggunakan internet, dan kesehatan
reproduksi. Setiap siswa memerlukan waktu 40-60 menit untuk mengisi kuesioner
pada survei ini. Setiap jawaban atas pertanyaan survey ini berupa pilihan berganda.
Jawaban dituliskan di atas kertas dengan menggunakan pensil 2B.
Survei ini dirancang untuk melindungi privasi siswa. Siswa tidak diperkenankan
menuliskan nama mereka pada lembar isian kuesioner. Selain itu, nama siswa dan
sekolah tidak dicantumkan dalam laporan penelitian. Siswa tidak memperoleh
keuntungan financial apapun dengan mengikuti survei ini. Hasil survei ini akan
bermanfaat bagi kesehatan seluruh remaja Indonesia di masa depan. Hasil survei ini
akan digunakan untuk memperbaiki pendidikan kesehatan bagi remaja. Pendidikan
kesehatan yang tepat bagi para remaja akan mencegah mereka dari berbagai penyakit
ketika dewasa nanti, antara lain seperti penyakit jantung, stroke, kanker, kencing
manis, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, dan sebagainya.
Kami berharap seluruh siswa terpilih bisa berpartisipasi dalam survei ini. Namun,
survei ini bersifat sukarela.Tidak ada sanksi apapun bagi sekolah, siswa maupun
orang tuanya apabila siswa tidak mengikuti survei ini ataupun memutuskan untuk
berhenti kapan saja ketika sedang mengikuti survei.Siswa juga diperkenankan untuk
melewati pertanyaan tertentu yang tidak ingin mereka jawab. Mohon lengkapi form
di bawah ini dan diserahkan kembali kepada sekolah dalam 3 hari sejak dibagikan
90
kepada siswa hanya jika Anda tidak mengizinkan putera-puteri Anda mengikuti
survei ini. Apabila Anda masih memiliki pertanyaan lagi tentang survei ini yang tidak
bisa dijawab oleh guru putera-puteri Anda atau kepala sekolah, silakan hubungi
…………………………………………………….
Di Nomor _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ .
Terima kasih.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
_ _ _
Mohon lengkapi dan serahkan kembali form di bawah ini apabila Anda tidak
mengizinkan putera-puteri Anda mengikutisurvei.
Nama siswa : …………………………………………….….
Kelas : ………………….…………………….
Saya telah membaca form ini dan memahami tentang survei ini.
[ ] TIDAK, anak saya tidak boleh mengikuti survei ini
Nama orang tua : …………………………………………….
Nomor HP : …………………………………………….
Tandatangan : …………………………………………….
91
Lampiran 3
Surat Rekomendasi Penelitian
92
93
Lampiran 4
Surat Rekomendasi Izin Penelitian
94
Lampiran 5
Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Khadijah Alhaura Azhari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 03 Oktober 1995
Agama : Islam
Alamat : Komplek Pesona Ciwastra Permai Bandung
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikam
2001 – 2002 : TK Taman Gembira Bandung
2002 – 2007 : SDN Mohamad Toha IV Bandung
2007 – 2010 : SMP Negeri 3 Bandung
2010 – 2013 : SMA Negeri 7 Bandung
2015 – sekarang : Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
95
1UNESCO. School Violence and Bullying: global status report; 2017.
2 Setyawan D. KPAI: Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter; 2014.
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter [disitasi 29
Mei 2018].
3 UNICEF Indonesia. Laporan Tahunan Indonesia 2015; 2015.
4 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Ringkasan Statistik Pendidikan Indonesia
2015/2016. Jakarta: MoEc; 2016.
5 Badan Pusat Statistik. Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Sekolah Menengah Atas di
Bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Provinsi 2011/2012-
2015/2016. 2017. https://www.bps.go.id/statictable/2015/09/14/1837/jumlah-sekolah-
guru-dan-murid-sekolah-menengah-atas-sma-di-bawah-kementrian-pendidikan-dan-
kebudayaan-menurut-provinsi-2011-2012-2015-2016.html [disitasi 6 Juni 2018].
6 Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan
RI. Perilaku Berisiko Kesehatan Pada Pelajar SMP dan SMA di Indonesia; 2015.
7 Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Bullying.
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/8e022-januari-ratas-bullying-kpp-
pa.pdf [disitasi 4 Juni 2018].
8 Christodolou GN. Depression as a Consequence of the Economic Crisis. World
Federation for Mental Health; 2012.
9 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar / RISKESDAS 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;
2013.
10 WHO. WHO calls for stronger focus on adolescent health; 2014.
http://www.who.int/news-room/detail/14-05-2014-who-calls-for-stronger-focus-on-
adolescent-health [disitasi 15 September 2018].
11
Kardiana IGS, Westa IW. Gambaran Tingkat Depresi Terhadap Perilaku Bullying
Pada Siswa di SMP PGRI 2 Denpasar. E-Jurnal Medika Udayana. 2015;4(6)
96
12
CDC. Bullying Surveillance Among youths: uniform definitions for public health
and recommended data element; 2014.
13
Mishna F. Bullying: a guide to research, intervention, and prevention. New York:
Oxford University Press; 2012.
14
Bevilacqua L, ect. The role of family and school-level factors in bullying and
cyberbullying: a cross-sectional study. BMC Pediatrics. 2017; 17:160.
15
Rivara F, Suzanne LM. Preventing bullying: through science, policy, and practice.
USA: The National Academic Press; 2016.
16
Wolke D, Lereya ST. Long-term effects of bullying. Arch Dis Child. 2015; 100(9):
879-885.
17
Pieter Rossouw. Defining Bullying: The role of neurobiological Rossouw P.
Defining Bullying: The role of neurobiological markers. International Journal of
Neuropsychoteraphy. 2013; 1:2-8
18
Zhong M, Shuqiao Y. Amygdala hyperactivation and prefrontal hypoactivation in
subject with cognitive vulnerability to depression. Biological Psychology. 2011;
88(2-3):233-242.
19
WHO, Departement of Mental Health and Substance Abuse. Depression, a global
public health concern; 2012
20
Sadock BJ, Sadock VA, Pedro R. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychyatri:
behavioral sciences/ clinical psychiatri. 11th
ed. Wolters Kluwer; 2015.
21
Ismail RI, Kristiana S. Gangguan Depresi dalam Buku Ajar Psikiatri. edisi 2.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.
22 Kementrian Kesehatan Indonesia. Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa
Masyarakat. 2016. http://www.depkes.go.id/article/view/16100700005/peran-
keluarga-dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html [disitasi pada 21 Juli 2018].
97
23
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis. edisi 2.
Jakarta: EGC; 2010.
24 CDC. Youth Risk Behavior Surveillance System (YRBSS). 2018.
https://www.cdc.gov/healthyyouth/data/yrbs/index.htm [disitasi 8 Agustus 2018].
25
Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
26
Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: deskriptif, bivariat, dan
multivariate. edisi 6. Jakarta: Salemba Medika; 2015.
27
Marela G, Abdul W, Carla RM. Bullying verbal menyebabkan depresi pada remaja
SMA di kota Yogyakarta. Berita Kedokteran Mayarakat. 2017; 33(1):43-48.
28
Sastroasmoro S, Sofyan I. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. edisi 5.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2014.
29
Arikunto S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Aneka
Cipta; 2006.
30
Syahdrajat T. Panduan penelitian untuk skripsi kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
Diandra; 2017.
31 Murti B. Validitas dan reliabilitas pengukuran. UNS. 2011:6-17.
32
Putri HN, Nauli FA, Novayelinda R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku bullying pada remaja. JOM. 2015; 2(2): 1149-1159.
33
Asmika, Harijanto, Handayani N. Prevalensi depresi dan gambaran stressor
psikososial pada remaja sekolah menengah umum di wilayah Kotamadya Malang.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2008; 24(1): 15-20.
34 Armenia R. Atasi Bully Anak di Sekolah, Jokowi Mau Terbitkan Perpres.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160121015705-20-105702/atasi-bully-
anak-di-sekolah-jokowi-mau-terbitkan-perpres [disitasi pada 19 Oktober 2018].
98
35
Darmayanti N. Meta-analisis: gender dan depresi pada remaja. Jurnal Psikologi.
2008; 35(2): 164-180.
36
Kelly MM, Tyrka AR, Price LH, Carpenter LL. Sex differences in the use of
coping strategies: predictors of anxiety and depressive symptomps. Depress Anxiety.
2008; 25(10): 839-846.
37
Gustina E. Korban Bullying dan Depresi Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama
di Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2011
38
Guo P. Bullying, Depression, and Suicidal behavior in Adolescents: secondary
analysis of youth risk behavior survey data. Thesis. Capel Hill: University of North
Carolina; 2013.
39
Ramadhani A, Sofia R. Depresi pada remaja korban bullying. Jurnal Psikologi
2013; 9(2):73-79.
40
Kaminski, JW, Fang.Victimization by peers and adolescent suicide in three U.S.
The Journal Pediatrics 2009; 115:133-154.
41
Kirakidis, SP. Bullying and suicide attemps among adolescents kept in custody.
Crisis 2008; 29:216-218.
42
Withney MH, Annete MLG, Sherilyn FC. Adolescent Peer Victimization and
Physical Health Problems. Journal of Pediatric Psychology 2016; 41(1):15-27.
43 Samuel AP. Pengguna Internet di Indonesia Akses Medsos 3 Jam per Hari. 2017.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20171218192500-192-263281/pengguna-
internet-di-indonesia-akses-medsos-3-jam-per-hari [dikutip 9 Oktober 2018].