Terpinggirkannya Bahasa Indonesia Dalam Praktik

Embed Size (px)

Citation preview

TERPINGGIRKANNYA BAHASA INDONESIA DALAM PRAKTIK WACANA MAJALAH TRAX EDISI TAHUN 2008 (STUDI ANALISIS WACANA KRITIS) LAPORAN HASIL PENELITIAN oleh PRIYONO SANTOSA, S.Sos Alumnus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Jurnalistik NRP: 2000110193 PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RI JAKARTA 2008 i ABSTRAK (A) Priyono Santosa, S.Sos (B) Terpinggirkannya Bahasa Indonesia Dalam Praktik Wacana Majalah Trax Edisi Tahun 2008 (Studi Analisis Wacana Kritis) (C) viii + 74 halaman; 3 Tabel; 2 Lampiran; 2008 (D) Kata kunci: praktik wacana, media massa, Bahasa Indonesia (E) Tujuan: mengembangkan kajian interdisipliner antara ilmu sosiolonguistik dengan komunikasi massa dalam paradigma kritis yang berlandaskan pada teori wacana mengenai penggunaan bahasa asing dalam media massa nasional, khususnya Majalah Trax yang berdampak pada peminggiran bahasa Indonesia. (F) Metode Penelitian: Analisis Wacana Kritis dengan instrumen analisis teks ekletif. Hasil Penelitian: Mikro. analisis teks menunjukkan intensnya penggunaan bahasa asing dalam Majalah Trax, menyiratkan bahasa asing dimitoskan memiliki daya lebih baik dalam mengungkapkan makna pesan komunikasi. Mitos ini kemudian memosisikan Bahasa Indonesia ke dalam struktur hierarki yang lebih rendah dari bahasa asing, hingga berujung pada pemiskinan dan peminggiran Bahasa Indonesia di Majalah Trax. Meso. Majalah Trax dikonsumsi kalangan muda Indonesia yang telah mengalami pergeseran budaya ke dalam kerangka budaya global. Makro. Secara situasional, upaya pelestarian Bahasa Indonesia di negeri ini menjadi kian kompleks karena dianggap dilakukan lewat UU, namun juga dikhawatirkan akan membunuh kreativitas masyarakat dan kebebasan pers. Secara institusional, Majalah Trax merupakan bagian praktik korporasi media asing yang hendak menyebarkan nilai-nilai budaya global. Secara sosial, meluasnya pragmatisme pendidikan membuat penggunaan bahasa Inggris di Indonesia cukup intens akibat kompleksnya bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya di Indonesia dalam kerangka globalisasi dunia, yang berujung pada peminggiran Bahasa Indonesia oleh generasi muda Indonesia. Kesimpulan: Imperialisme budaya global menampakkan dirinya sebagai bentuk imperialisme media seperti yang terlihat pada praktik wacana Majalah Trax di Indonesia. Proses MTV-isasi dunia tersebut yang kini tengah memangsa budaya, khususnya Bahasa Indonesia, lewat mekanisme pasar dan nilai-nilai budaya Barat yang dibawanya ke Indonesia. Saran: Upaya penyelamatan budaya dan bahasa Indonesia mesti dilakukan lewat cara-cara penanaman ideologis kepada khususnya generasi

muda Indonesia, bukan sekedar represif melalui undang-undang. (G) Buku: 10 (2000 2005), Sumber lain (1999-2008) ii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tanpa sadar pula, begitu banyak pihak baik yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung dalam proses penyelesaian penelitian ini. Maka di kesempatan ini pula penulis hendak mengucapkan kata terima kasih atas bantuan dan dukungan serta bimbingan dari sejumlah nama di bawah ini yang telah memberikan sumbangan, pikiran, tenaga, waktu, dan dukungan semangat serta doa: 1. Terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Sri Marheini dan Agus Santosa, atas kasih dan cintanya di sepanjang jalan kehidupan penulis. 2. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu guru dan dosen penulis di TK Puspitasari, SD 12 Pagi, SMP 117, dan SMU 71 Jakarta Timur yang telah membimbing penulis melewati kanak-kanak hingga remaja dengan nikmatnya ilmu pengetahuan. 3. Terima kasih kepada Dr. Dendy Sugono selaku Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI. 4. Terima kasih kepada Ibu Nana dan Bpk Sutiman dari Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI. 5. Terima kasih kepada dosen Kampus Tercinta, yakni Dra Hj. Mulharnetti Syas, M.S , Drs. Moeryanto Ginting Munthe, M.S, Drs. Nurcahyadi Pelu, Drs. Patar Nababan, Drs. Dadan Iskandar, M.S, Dra. Sri Dewiningsih, M.Si, Dra. iii Widyastuti, M.S, Drs. Guntoro, M.S, Drs. Intantri Kusmawarni, M.Si, Norman Meoko, Drs. Teguh Tjatur Pramono, M.M yang sempat meluangkan waktunya berdiskusi dan tak lelah menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis serta mengajarkan penulis mengenai nilai-nilai ketekunan, ketelitian, keakuratan, kepercayaan, kedewasaan, serta sopan santun dalam kerangka ilmu pengetahuan. 6. Terima kasih kepada Sosa dan Wulan Oktaviani yang selalu mengingatkan agar penulis tak lupa pulang ke rumah, serta atas kasih, cinta, dan pengertiannya selama ini. 7. Terima kasih kepada kawan-kawan Komunitas RuangMelati, KOMPOSISI, Komunitas Kertas, UKM IISIP Teater Kinasih, UKM IISIP Kampung Seg@rt, Himpunan Mahasiswa Jurnalistik IISIP, Himpunan Mahasiswa HI IISIP, LMND & PRM, Forum Kota, dan Greenpeace INDONESIA. 8. Terima kasih kepada rekan-rekan pers mahasiswa IISIP, yakni Bulettin ISSUE, BUMI, MEDIA 3, ELLEVEN, MIKA, KRITIKKRISIS, PROJECT 17, EDITORIAL KITA, EPICENTRUM, segenap awak redaksi Tabloid KUNCI. 9. Terakhir, terima kasih kepada engkau Quinawaty Pasaribu untuk kecerdasan hati dan kebeningan akalnya menemani penulis hingga akhir penelitian ini. Sengaja kutaruh kau di nomor terakhir ini, sebab kuharap pula kau lah orang yang terakhir itu buatku. iv

Akhir kata, penulis berharap agar penelitian ini selain bermanfaat, juga dapat mengundang lahirnya penelitian-penelitian lain yang mengkaji berbagai fenomena baru dalam praktik media dan bahasa di Indonesia. Sebab penelitian ini bak sebuah karya yang baru menawarkan sebutir pengetahuan tentang secuil saja dari pluralnya kebenaran. Jakarta, Mei 2008 Penulis, Priyono Santosa v DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Permasalahan Pokok .................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8 D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 9 E. Sistematika Penelitian .................................................................. 10 BAB II KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 12 A.1. Teori dan Praktik Wacana Media ......................................... 12 A.2. Penggunaan Kata Asing ...................................................... 19 B. Operasionalisasi Konsep .............................................................. 22 C. Kerangka Pemikiran .................................................................... 24 BAB III DESAIN PENELITIAN A. Paradigma Penelitian ................................................................... 25 B. Metode Penelitian ........................................................................ 29 C. Bahan Penelitian dan Unit Analisis ............................................... 33 D. Pengambilan Sampel ................................................................... 34 E. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 35 F. Metode Analisis Data .................................................................. 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Subjek Penelitian ......................................................................... 40 1. Sejarah Majalah Trax ............................................................... 40 2. Susunan Redaksional Organisasi ............................................ 41 B. Hasil Penelitian ............................................................................ 42 1. Analisis Teks (Ekletif) ........................................................... 42 2. Analisis Discourse Practice .................................................. 50 3. Analisis Sociocultural Practice ............................................... 51 vi C. Pembahasan ................................................................................. 60 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 64

B. Saran ............................................................................................ 66 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 68 DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... 71 LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 73 vii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Surat Keterangan Sayembara ............................................................... 73 B. Sampel Penelitian .................................................................................... 74 viii DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel I Level Analisis Dan Metode Penelitian .................................... 38 2. Tabel II Instrumen Analisis Teks Ekletif ............................................. 39 3. Tabel III Nama Rubrik Majalah Trax Edisi Mei 2008 ....................... 44 http://prys3107.blogspot.com [email protected]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dalam suatu tatanan masyarakat adalah produk budaya masyarakat itu sendiri. Dalam tatanan yang lebih luas, yakni suatu bangsa, bahasa bisa dimaknai lebih dari sekedar cara manusia melakukan tindak komunikasi. Ia lambat laun berkembang sebagai ciri khas jati diri kebangsaan pemakainya. Maka tak heran jika tamsil lama mengatakan Bahasa Menunjukkan Bangsa, dapat diartikan pula bahwa bahasa menunjukkan status sosial, identitas, dan harkat diri suatu bangsa. Dalam hal ini, sistem bahasa merupakan salah satu produk budaya yang khas dari tiap-tiap bangsa, di mana sistem tersebut sama-sama disepakati untuk digunakan. Bangsa Indonesia sendiri menyepakati untuk memilih bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa persatuan bernama Bahasa Indonesia. Ini tercantum dalam salah satu butir Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Maka sejak saat itu, bahasa Indonesia tak lagi hanya dipakai dalam bahasa percakapan sehari-hari. Ia juga digunakan sebagai bahasa ilmiah untuk menulis buku, makalah, laporan penelitian, kertas kerja, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain. Ia juga dipakai ketika berpidato, berdiskusi, memberi ceramah kuliah atau seminar, dan menjadi bahasa pengantar di semua sekolah di Indonesia mulai dari taman kanak-kanak hingga ke tingkat perguruan tinggi. http://prys3107.blogspot.com [email protected] 2 Indonesia, sebagai salah satu bangsa di dunia, tentu tak lepas dari terpaan globalisasi yang berhembus dari dan ke seluruh penjuru dunia. Masuknya budaya asingtermasuk bahasa asingke Indonesia bisa berarti ikut memperluas wawasan kita akan dunia yang sedang bergerak maju di luar sana. Istilah-istilah asing yang tidak dapat ditemui dalam kosakata bahasa Indonesia, tentu akan memperkaya

kosakata bahasa Indonesia dalam mendefinisikan sesuatu hal yang bersifat teknis, ilmiah, serta istilah-istilah sulit. Hanya saja, gejala kebahasaan yang lalu muncul di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan tinggi dari masyarakat dalam pemakaian bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Simak saja pernyataan berikut ini dari kutipan pendapat Soedjatmoko dalam Kongres Bahasa Indonesia III yang digelar di Jakarta pada November 30 tahun silam: Ada kecenderungan yang makin meningkat antara sarjana-sarjana Indonesia untuk meloncat ke bahasa Inggris dalam pembicaraan-pembicaraan diantara mereka sendiri saat mendiskusikan masalah-masalah ilmiah yang sulit. Kita harus menjaga supaya kita tidak kembali kepada hierarki bahasa di zaman kolonial; dimana bahasa daerah menjadi bahasa paling rendah, yaitu sebagai bahasa pergaulan antar keluarga dan antar sahabat; bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi yang lebih luas pada tingkat kedua; dan bahasa Belanda untuk maju, untuk menguasai ilmu pengetahuan modern, dan untuk masuk ke dalam golongan elite bumiputera.1 Sejalan dengan hal di atas, Sudjoko menilai saat ini tengah terjadi pemiskinan bahasa yang dilakukan oleh bangsa sendiri. Sejumlah kosakata bahasa Indonesia kini 1 Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi, Media Abadi, Yogyakarta, 2004, hal.73 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 3 tergusur oleh kosa kata baru yang banyak diserap dari bahasa asing. Padahal banyak ditemukan padanannya dalam kosa kata bahasa nusantara yang jauh lebih kaya.2 Dari penyataan Soedjatmoko dan Sudjoko tersebut bisa disimak bahwa kecenderungan masyarakat kita untuk menggunakan bahasa Inggris dalam praktik komunikasi, membuat berbagai kosa kata dalam bahasa Indonesia makin tergusur. Dan yang kini tengah terjadi adalah pemiskinan bahasa Indonesia. Sebagai konsekuensinya, bahasa Indonesia kian terpinggirkan dari negerinya sendiri. Penulis sendiri menemukan hal ini terjadi khususnya pada praktik penggunaan bahasa di media massa nasional. Mantan Ketua PWI JAYA Marah Sakti Siregar, pernah merisaukan pemakaian bahasa di sejumlah media massa yang cenderung mengabaikan dan menyepelekan bahasa Indonesia dengan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahkan menurutnya, sudah ada media massa yang mulai membelakangi bahasa Indonesia. Marah mencontohkan Metro TV (yang seharusnya ditulis Televisi Metro), sebagai stasiun televisi yang paling agresif memakai istilah asing untuk mata programnya, misal saja program Headline News, Metro This Morning, Market Review, Metro Hit List, Todays Dialogue, dan sebagainya.3 2 Memprihatinkan, Gejala Pemiskinan Bahasa di Media, berita dalam Harian Warta Kota, Jakarta, 11 Januari 2003 3 PWI Jaya Risaukan Pemakaian Bahasa Media Massa, berita dalam Harian Suara Pembaruan, Jakarta, 1 November 2002 http://prys3107.blogspot.com

[email protected] 4 Menyimak fenomena tersebut bisa penulis simpulkan demikian. Di tengah arus globalisasi dunia saat ini, ada kecenderungan pemakaian bahasa asing yang kian tahun kian meningkat dalam praktik komunikasi di Indonesia. Yang terutama paling menonjol adalah kecenderungan tinggi akan penggunaan kata asing pada media massa di Indonesia. Hal ini kemudian berdampak pada adanya pemiskinan atau peminggiran terhadap bahasa Indonesia itu sendiri di media massa nasional. Gejala terpinggirkannya bahasa Indonesia dalam praktik media massa di Indonesia menurut penulis perlu diperhatikan, sebab dapat dikatakan bahwa media massa adalah sarana pendidikan gratis bagi masyarakat. Media massa yang seharusnya mendidik khalayaknya lewat suguhan berbagai informasi dengan mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia yang taat, justru malah menyuburkan gejala terpinggirkannya bahasa Indonesia. Karenanya, penulis berpendapat perlunya kajian ilmu yang berbasiskan sosiolinguistik dalam rangka memahami terpinggirkannya bahasa indonesia dalam pemakaian bahasa di media massa nasional. Untuk itu, gejala kebahasaan tersebutlah yang hendak penulis ketengahkan sebagai permasalah pokok dalam penelitian ini. B. Permasalahan Pokok Secara asumtif, penulis menemukan adanya pemakaian kata asing yang cukup intens dalam praktik wacana Majalah Trax, yakni sebuah majalah bulanan yang mengulas dunia musik (60%), film (15%), dan gaya hidup (25%) yang diterbitkan oleh perusahaan waralaba asing MTV Indonesia pada tahun 2003. Majalah Trax pada http://prys3107.blogspot.com [email protected] 5 awalnya bernama MTV Trax Indonesia sebagai versi cetak dari MTV. MTV Trax Indonesia (Majalah) sendiri merupakan pelopor majalah MTV di Asia, karena setelah kemunculan pertama majalah ini, Thailand pun menyusul mencetak MTV Trax edisi Thailand dan Singapura dengan tabloid MTV Ink. MTV sendiri merupakan perusahaan asing berbasiskan hiburan musik yang muncul pada awal 1980-an di Amerika. Mengenai MTV, penulis memandang bahwa sejak kemunculannya tersebut telah mempengaruhi gaya hidup kaum muda hampir di seluruh dunia dengan sajian budaya pop yang ditawarkannya. Seperti yang ditulis Kompas, edisi 21 September 2003, MTV ditonton kaum muda di Amerika, Rusia, Eropa, Jepang, dan Indonesia: Dia tampaknya telah menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi gaya hidup kaum muda di berbagai negeri. Dia menjadi bagian dari gelombang penyeragaman gaya yang disebut . . . globalisasi kaum muda.4 Dengan target sasaran khalayak antara usia 18 sampai 25 tahun, Majalah MTV Tranx Indonesia berupaya mempengaruhi remaja di Indonesia. Maka penulis memandang bahwa MTV Trax Indonesia (Majalah) merupakan salah satu agen penyebar budaya asing, khususnya budaya Barat/Amerika, yang juga hendak membidik pangsa pasar remaja di Indonesia, mempengaruhi dan membentuk remaja di Indonesia dalam generasi kaum muda yang disebut-sebut sebagai generasi MTV. 4 Kami Tak Tahu Mau Kemana..., feature dalam Harian Kompas Minggu,

Jakarta, edisi 21 September 2003 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 6 Mengenai penggunaan bahasa dalam Majalah Trax, Kompas menulis bahwa majalah ini menggunakan bahasa pergaulan sehari-hari, bahasa lisan - termasuk bahasa Inggris - seperti digunakan di MTV.5 Memiliki oplah berkisar 30 ribu hingga 40 ribu eksemplar sejak tahun pertama hingga tahun ke tiga terbit, MTV Trax Indonesia kemudian melepaskan waralaba MTV dan berubah nama menjadi Trax Magazine (Majalah Trax) di bawah naungan grup divisi media dalam PT Mugi Rekso Abadi (MRA Media) yang juga bergelut dalam bisnis retail, otomotif, makanan, dan perhotelan di Indonesia.6 Latar historis yang demikian membuat penulis menyimpulkan bahwa Majalah Trax adalah media yang tepat untuk dijadikan subjek penelitian di sini. Terlebih lagi mnenyimak bahwa remaja Indonesia, yang juga menjadi pangsa pasar Majalah Trax, kelak menjadi generasi penerus budaya bangsa Indonesia yang hendaknya tidak terseret arus budaya asing. Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana terpinggirkannya bahasa Indonesia dalam Majalah Trax. Yakni dengan cara mengamati, menemukan, dan menafsirkan kecenderungan pemakaian kata asing yang terdapat pada segenap ekspresi komunikasi dan teks media, baik itu teks berita, editorial, penamaan rubrik, hingga teks motto yang diusung media tersebut. 5 Ibid. 6 www.mra.co.id diakses pada 11 September 2007 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 7 Bersandarkan pada paradigma kritis, segenap penggunaan bahasa dalam media massa akan dipandang sebagai praktik wacana media yang mengandung relasi kekuasaan di dalamnya. Pandangan ini mengacu pada gagasan Norman Fairclough mengenai analisis wacana berdasarkan pada kajian linguistik dan pemikiran sosialpolitik, yang secara umum diintegrasikan sebagai perubahan sosial. Seperti yang dikutip Eriyanto, Fairclough mengatakan, Melihat bahasa dalam perspektif ini membawa konsekuensi tertentu. Bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan stuktur sosial. Oleh karena itu, analisis harus dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu.7 Dari keterangan di atas, maka penelitian ini pun dilakukan tidak berhenti hanya pada analisis di tingkat mikro yang menekankan pada penggunaan bahasa dalam teks semata. Namun melanjutkannya ke tingkat meso, yakni bagaimana teks tersebut diproduksi oleh para awak redaksi dan dikonsumsi khalayak. Hingga analisis pun ditempatkan pula pada tingkat makro, yakni bagaimana relasi kekuasaan pada struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat yang melingkupi praktik wacana Majalah Trax. Sedangkan penentuan Majalah Trax edisi September 2007 sendiri penulis tentukan sesuai dengan relevansi penelitian, dimana September 7 Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis and the Marketization of

Public Discourse: The Universities, dalam Critical Discourse Analysis, London and New York, Longman, 1998, hal.131-132, dalam Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Certakan ke-4, LKiS, Yogyakarta, 2005, hal.285 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 8 merupakan bulan bahasa dan sastra yang tengah diperingati pada saat penelitian ini hendak dilakukan. Dan yang membuat penelitian ini penting, penggunaan metode analisis wacana dalam paradigma kritis pada penelitian ini merupakan salah satu upaya penulis untuk melakukan kritik atas hubungan sosial yang timpang dari aspek penggunaan bahasa dalam praktik wacana di media. Dan pada akhirnya lewat penelitian ini diharapkan dapat mengupayakan transformasi sosial dalam mengubah situasi yang timpang tersebut. Maka penulis menarik rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana terpinggirkannya Bahasa Indonesia dalam praktik wacana Majalah Trax edisi tahun 2008? Untuk itu, judul penelitian ini adalah: TERPINGGIRKANNYA BAHASA INDONESIA DALAM PRAKTIK WACANA MAJALAH TRAX EDISI TAHUN 2008 (STUDI ANALISIS WACANA KRITIS) C. Tujuan Penelitian Secara teoritis, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara teks yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang meso, dengan konteks sosial-budaya yang makro pada Majalah Trax mengenai terpinggirkannya Bahasa Indonesia dalam praktik wacana tersebut. http://prys3107.blogspot.com [email protected] 9 Penelitian ini juga dilakukan dengan tujuan praktis untuk melakukan kritik atas hubungan sosial yang timpang dari aspek penggunaan bahasa dalam praktik wacana di Majalah Trax. Dan pada akhirnya penelitian ini bertujuan mengupayakan transformasi sosial dalam mengubah situasi yang timpang tersebut. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan teoritis: Penelitian ini berguna dalam mengembangkan studi interdisipliner antara ilmu sosiolonguistik dengan komunikasi massa yang bersandar pada paradigma kritis. Penelitian ini juga berguna sebagai pengembangan model analisis teks yang berlandaskan pada teori wacana untuk mendalami bagaimana penggunaan bahasa dalam media massa nasional, khususnya Majalah Trax. Kareanya, penelitian ini memiliki kontribusi dalam memperkaya kajian ilmu sosiolinguistik dan komunikasi massa. Kegunaan praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dengan memberi memberi masukan kepada media massa pada umumnya, dan Majalah Trax pada khususnya untuk memperhatikan konsekuensi dari penggunaan kata asing yang berdampak pada peminggiran bahasa Indonesia. http://prys3107.blogspot.com

[email protected] 10 E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, penjelasannya sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari Latar Belakang Masalah; Permasalahan Pokok; Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian baik secara teoritis maupun praktis; dan Sistematika Penulisan berisi penjelasan sistematis mengenai hal-hal apa saja yang dituangkan dalam penelitian ini. BAB II KERANGKA TEORI, terdiri dari Tinjauan Pustaka yang berisi uraian konsep yang digunakan dalam penelitian; Definisi Operasional berisi penjelasan definisi yang menjadi operasionalisasi dalam penelitian ini; dan Kerangka Pemikiran berupa bagan penelitian sebagai penjelasan menyeluruh atas isi dari bab ini. BAB III DESAIN PENELITIAN, terdiri dari uraian Paradigma Penelitian; yakni paradigma kritis; Metode Penelitian yang bersifat kualitatif dengan model penelitian Analisis Wacana Kritis; Bahan Penelitian yaitu teks berita yang akan diteliti menggunakan metode analisis wacana kritis, dan Unit Analisis yang disesuaikan dengan model penelitian yang dipakai; Pengambilan Sampel; Metode Pengumpulan Data dengan melakukan analisis teks berita, melakukan wawancara, dan observasi, serta studi kepustakaan sebaagi referensi; dan Metode Analisis Data disesuaikan dengan metode dan model yang digunakan dalam penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, terdiri dari Subjek Penelitian yang berisi; Hasil Penelitian yang berisi hasil penelitian dari tiga tingkat http://prys3107.blogspot.com [email protected] 11 analisis mikro, meso, dan makro; dan Pembahasan yang berisi pembahasan dari hasil penelitian. BAB V PENUTUP, terdiri dari Kesimpulan yang berisi uraian kesimpulan penulis mengenai keseluruhan isi dari penelitian ini; dan Saran sebagai rekomendasi kepada MBM Tempo terkait dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis. http://prys3107.blogspot.com [email protected]

BAB II KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Berangkat dari rumusan masalah penelitian yang telah diungkapkan, maka pada bagian ini akan diuraikan tinjauan pustaka atas dua konsep yang terkait dengan masalah pokok, khususnya sebagai kerangka teori penelitian dengan bersandar pada paradigma ilmiah kritis. Dua konsep tersebut adalah sebagai berikut: Teori dan Praktik Wacana Media Penggunaan Kata Asing A.1. Teori dan Praktik Wacana Media Ismail Marahimin mengartikan wacana sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya... komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.1

Sedangkan menurut Riyono Praktikno, wacana adalah proses berpikir seseorang yang kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang disajikannya. Makin baik cara atau pola berpikir seseorang, pada umumnya makin terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.2 1 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Semiotik, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001, hal.10 2 Loc.Cit. http://prys3107.blogspot.com [email protected] 13 Dari sumber di atas, penulis memahami bahwa wacana sebagai bentuk komunikasi yang terbentuk dari kesatuan (kohesi) dan (kepaduan) koherensi dalam bahasa. Namun pengertian wacana tersebut baru sebatas dalam pengertian struktural. Untuk itu dalam menguraikan bagaimana teori wacana sebagai landasan teoritis penelitian ini dan model analisis wacana kritis yang digunakan, penulis mengacu pada teori wacana yang digagas Michel Foucault. Teori Wacana Foucault Michel Foucault adalah seorang pemikir poststrukturalisme yang menggagas teori wacana dengan melampaui pemikiran strukturalisme tentang bagaimana sebuah wacana terbentuk. Jika menurut strukturalisme, sebuah wacana terbentuk dari keterkaitan yang baik antara kohesi dan koherensi dalam kalimat, maka menurut Foucault, sebuah wacana merupakan produk dari relasi kekuasaan dengan pengetahuan. Untuk itu, penulis akan memulai pembahasan teori wacana dari asumsi Foucault tentang kekuasaan. Secara tradisional, kekuasaan kerap dipandang sebagai kemampuan atau kekuatan pihak tertentu untuk menguasai yang pihak lemah. Misal saja kekuasaan raja atau pemerintah kepada rakyatnya. Kekuasaan di sini tentu bersifat negatif. Namun Foucault, seperti yang ditulis Melani Budianta, justru memandang kekuasaan bersifat produktif: Berbeda dengan konsep kekuasaan yang umum, yakni yang dimiliki oleh pihak-pihak yang kuat terhadap yang lemah, kekuasaan bagi Foucault seperti yang diuraikan dalam bukunya Power/ Knowledge bukanlah merupakan suatu http://prys3107.blogspot.com [email protected] 14 entitas atau kapasitas yang dapat dimiliki oleh satu orang atau lembaga, melainkan dapat diibaratkan dengan sebuah jaringan yang tersebar dimana-mana. Jadi kekuasaan tidak datang secara vertikal dari penguasa terhadap yang ditindas, dari pemerintah ke rakyat, melainkan datang dari semua lapisan masyarakat, ke segala arah.3 Penulis memahami bahwa kekuasaan menurut Foucault tidak lagi dimaknai secara vertikal dari atas ke bawah, atau dari institusi penguasa kepada individu yang dikuasai, melainkan bahwa kekuasaan datang dari semua lapisan tetapi ia menyebar secara kompleks kepada segenap individu sebagai subjek yang kecil, dan menyebabkan praktik kuasa ada di mana-mana.

Foucault kemudian mengaitkan bahwa praktik kekuasaan inilah yang kemudian mempengaruhi pengetahuan manusia tentang kebenaran. Dalam artian, apa yang manusia anggap sebagai kebenaran, merupakan hasil dari relasi-relasi kekuasaan yang membentuk sistem pengetahuan manusia tentang kebenaran itu sendiri. Foucault, seperti yang dikutip Mh. Nurul Huda, kemudian berpendapat bahwa: Kebenaran tidak berada di luar kekuasaan...kebenaran selalu terkait dengan relasi kekuasaan dalam ranah sosial dan politik. Kebenaran diproduksi melalui banyak cara dan dalam aneka praktek kehidupan manusia sebagai cara mengatur diri mereka dan orang lain. Karena itu, setiap produksi pengetahuan sesungguhnya memuat rezim kebenaran. Dengan demikian, kekuasaan pun bersifat konstitutif dalam pengetahuan, sehingga kekuasaan sebenarnya tersebar pada seluruh level masyarakat dan bermacam relasi sosial.4 3 Melani Budianta, Teori Sastra Sesudah Strukturalisme dari Studi Teks ke Studi Wacana Budaya, artikel dalam Bahan Pelatihan Teori dan Kritik Sastra, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, hal. 49 4 Mh. Nurul Huda, Ideologi Sebagai Praktek Kebudayaan, artikel dalam Jurnal Filsafat Driyarkara, Edisi Th.XXVII No.3/2004, hal.53 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 15 Penjelasan di atas penulis pahami bahwa lewat relasi kekuasaan yang menyebar itulah manusia membuat atau memproduksi sistem atas suatu pengetahuan tertentu yang tidak lagi dipertanyakan orang, hingga dianggap sebagai suatu kebenaran. Maka jelas bahwa kekuasaan selalu meproduksi pengetahuan manusia, dan produksi pengetahuan manusia sesungguhnya memuat rezim kebenaran. Dalam rangka inilah Foucault menempatkan wacana (discourse; diskursus) sebagai praktik yang terbentuk dari relasi antara kekuasaan dengan pengetahuan. Melani Budianta menulis bahwa, Menurut Foucault, kekuasaan mewujudkan diri melalui wacana dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya adalah melalui prosedur menyeleksi atau memisahkan mana yang dianggap layak dan yang tidak layak; dengan memberlakukan sejumlah pelarangan terhadap beberapa jenis wacana...dengan membedakan apa yang disebut benar dan salah.5 Mengenai kaitan antara kekuasaan dengan pengetahuan dalam sebuah wacana, Eriyanto juga berkomentar demikian: Wacana tertentu menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Kebenaran disini, oleh Foucault tidak dipahami sebagai sesuatu yang datang dari langit...akan tetapi, ia diproduksi, setiap kekuasaan menghasilkan dan memproduksi kebenaran sendiri melalui mana khalayak digiring untuk mengikuti kebenaran yang telah ditetapkan tersebut. Di sini, setiap kekuasaan selalu berpretensi menghasilkan rezim kebenaran tertentu yang disebarkan lewat wacana yang dibentuk oleh kekuasaan.6 5 Melani Budianta, Op.Cit., hal.48 6 Eriyanto, Op.Cit., hal.66-67

http://prys3107.blogspot.com [email protected] 16 Hal tersebut penulis pahami bahwa kebenaran atau pengetahuan manusia yang tercermin dalam sebuah wacana, sangat ditentukan dari praktik-praktik kekuasaan yang melingkari manusia itu sendiri. Apa yang dianggap benar dan yang dianggap salah oleh manusia, merupakan wacana sebagai hasil dari relasi kekuasaan dengan pengetahuan. Untuk itu penulis menyimpulkan bahwa wacana merupakan cara menghasilkan pengetahuan, praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan yang ada di baliknya, dan kesaling-berkaitan di antara semua aspek ini. Praktik Wacana Media Memandang media massa dalam paradigma kritis di sini, berarti seperti yang diungkapkan Eriyanto tentang ide dan gagasan Marxis dan Mazhab Frankfurt yang melihat masyarakat sebagai suatu sistem kelas. Masyarakat dilihat sebagai suatu sistem dominasi, dan media adalah salah satu bagian dari sistem dominasi tersebut. ................................................................. Media adalah alat kelompok dominan untuk memanipulasi dan mengukuhkan kehadirannya sembari memarjinalkan kelompok yang tidak dominan.7 Jelas artinya bahwa paradigma kritis memandang media bukanlah sebagai entitas yang bebas nilai. Media merupakan alat kelompok dominan untuk menguasai dan memarjinalkan kelompok yang tidak dominan. Maka untuk mengetahui 7 Ibid., hal.22 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 17 bagaimana media menjalankan praktik kekuasaannya tersebut, penggunaan bahasa menjadi unsur penting untuk diamati. Hal ini mengacu pada pernyataan Dedy N. Hidayat yang mengatakan bahwa pemanfaatan bahasa dalam media massa antara lain bisa diamati dalam wacana media (media discourse). Ia kemudian menulis: Media massa merupakan salah satu arena sosial tempat berbagai kelompok sosial masing-masing dengan politik bahasa yang mereka kembangkan sendiri berusaha menampilkan definisi situasi, atau definisi relitas versi mereka yang paling sahih. Itu antara lain dilakukan melalui politik bahasa yang dikembangkan oleh masing-masing kelompok sosial yang terlibat.8 Penulis menyimpulkan bahwa politik bahasa yang disebutkan Dedy pada keterangan di atas merupakan praktik wacana media, yakni praktik penggunaan bahasa oleh kelompok dominan dengan konsekuensinya dapat meminggirkan kelompok lain. Adapun praktik wacana media yang penulis fokuskan dalam penelitian ini bukan pada usaha kelompok dominan dalam meminggirkan kelompok minor. Namun fokus praktik wacana dalam penelitian ini lebih kepada praktik media massa dalam mengembangkan penggunaan kata asing sebagai politik bahasa, dengan konsekuensi meminggirkan penggunaan Bahasa Indonesia. 8 Dedy N. Hidayat, Politik Media, Politik Bahasa Dalam Proses Legitimasi

dan Delegitimasi Rejim Orde Baru, artikel dalam Sandra Kartika dan M. Mahendra (Ed), Dari Keseragaman Menuju Keberagaman; Wacana Multikultural Dalam Media, Penerbit Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Jakarta, 1999, hal.48-49 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 18 Praktik wacana tersebut akan penulis amati dalam tiga tingkat, yakni mikro (teks), meso (produksi dan konsumsi), serta makro (relasi kekuasaan dalam struktur social, politik, dan budaya). Mengenai tingkat mikro (teks), Guy Cook mengatakan sebagai berikut: Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana di sini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.9 Dalam uraian Cook inilah, analisis mikro ditekankan pada bagaimana kecenderungan pemakaian kata asing dalam segenap ekspresi komunikasi dan teks media, baik itu teks berita, editorial, penamaan rubrik, hingga teks motto yang diusung media tersebut. Analisis pada tingkat meso ditekankan pada bagaimana pengunaan kata asing dalam teks tersebut diproduksi oleh para awak redaksi dan dikonsumsi khalayak. Hingga analisis pun ditempatkan pula pada tingkat makro, yakni bagaimana relasi kekuasaan pada struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat yang melingkupi praktik wacana media. 9 Eriyanto, Op.Cit., hal.9 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 19 A.2. Penggunaan Kata Asing Sutan Takdir Alisyahbana mendefinisikan, kata ialah satuan kumpulan bunyi atau huruf terkecil yang mengandung pengertian.10 Definisi ini dipahami penulis bahwa kata adalah satuan kumpulan bunyi secara lisan dan satuan huruf terkecil yang memiliki arti secara tulisan. Sedangkan arti kata oleh M. Ramlan adalah satuan gramatik bebas yang terkecil yang dituliskan diantara dua spasi.11 Pengertian ini penulis pahami bahwa kata adalah satuan terkecil penulisan huruf yang dapat berdiri sendiri dan berada di antara dua spasi. Dari dua referensi di atas, ada perbedaan pokok dalam mendefinisikan kata. M. Ramlan sendiri mengkritik definisi kata oleh Sutan Takdir dengan menjelaskan, sebuah kata tidaklah harus selalu mengandung perhatian. Hal ini disebabkan ada jenis kata yang tidak dapat berdiri sendiri, misalnya pada kata bahwa, terhadap, kepada, meskipun, walaupun, maka, dan sebagainya.12 Penulis menyepakati definisi kata oleh M. Ramlan, yakni kata adalah satuan

terkecil penulisan huruf yang berdiri sendiri dan berada diantara dua spasi. Dalam penelitian ini, kata asing mengacu pada kosakata yang berada di luar kosakata bahasa Indonesia seperti Inggris, Perancis, Latin, Arab, Belanda, dan 10 Sutan Takdir Alisyahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, PT Dian Rakyat, Jakarta, hal.72 11 M. Ramlan, Tata Bahasa Indonesia Penggolongan Kata, Andi Offset, Yogyakarta, hal.7 12 Ibid, hal.9 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 20 sebagainya. Kesimpulan ini penulis ambil bersandarkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimana bahasa asing diartikan sebagai bahasa milik bangsa lain yang dikuasai biasanya melalui pendidikan formal dan yang secara sosiokultural tidak dianggap sebagai bahasanya sendiri.13 Penulis kemudian menyimpulkan, kata asing adalah satuan terkecil penulisan huruf yang berdiri sendiri dan berada diantara dua spasi yang mengacu pada kosakata yang berada di luar kosakata bahasa Indonesia seperti Inggris, Perancis, Latin, Arab, Belanda, dan sebagainya. Lebih lanjut tentang penggunaan kata asing, Zaenal Arifin menjabarkan penerapan kata asing atau unsur serapan sebagai berikut: Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, lexloitation de lhomme par lhomme, unsur-unsur ini dipakai dalam bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia diusahakan agar ejaan asing hanya diubah seperlunya hingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Disamping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objekjtif diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan objek.14 Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan jenis penggunaan atau penyerapan kata asing sebagai berikut: 13 Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal.66 14 Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk Perguruan Tinggi, Akademika Pressindo, Jakarta, 2000, hal.201-202 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 21 1. Kata yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, kata ini dipakai dalam bahasa Indonesia, dan pengucapannya masih mengikuti cara asing. Misal: reshuffle, shuttlecock, lexploitation delhompar lhomme 2. Kata asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa

Indonesia. Misal: computer computer, test tes, curriculum kurikulum 3. Penggunaan kata asing dengan menyerap akhiran (sufiks) yang berasal dari bahasa asing Misal: standardization standardisasi standar, implementation implementasi implemen. Penulis juga menyimpulkan, pemakaian istilah atau kata dengan kosakata bahasa asing dapat ditempuh dengan cara: Pemungutan utuh. Biasanya kata yang berlaku secara internasional seperti kata e-mail, sea games, atau istilah-istilah olahraga semisal kata shuttlecock, rebound, serta bagi kata asing yang belum ada padanan kosakatanya dalam bahasa Indonesia. Disesuaikan dengan kata bahasa Indonesia dengan mengubah seperlunya. Menyerap akhiran kata atau sufiks. Namun di luar unsur serapan, ada pula penggunaan kata asing yang sebenarnya telah memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia. Dalam artian, ada kata asing yang sebenarnya tidak perlu dipakai karena kata tersebut telah memiliki padanan kata. Sebagai contoh, di sini penulis tampilkan pernyataan Amin Rais yang http://prys3107.blogspot.com [email protected] 22 dikutip Koran Tempo, edisi 16 September 2000: Kalau pengumpulan tanda tangan mencapai lebih dari separuh anggota DPR, itu indikasi yang no good buat Akbar. Dapat disimak bahwa pemakaian kata asing no good dalam pernyataan tersebut merupakan kata yang tanpa memiliki padanan dan masih bisa diterjemahkan. Gejala penggunaan kata asing semacam inilah yang penulis pandang sebagai peminggiran bahasa Indonesia. B. Operasionalisasi Konsep Berbeda dengan pendekatan kuantitatif, dalam penelitian kualitatif ukuran konsep yang operasional bukan merupakan ukuran pasti dan terukur. Namun hal ini dapat diatasi dengan memasukkan sebanyak mungkin fakta empiris ke dalam penelitian dan melihat bagaimana konsep-konsep yang ada dapat bekerja selanjutnya. Berikut ini uraian singkat yang penulis gunakan sebagai acuan operasional dari konsep-konsep terkait dalam penelitian ini: 1. Praktik wacana adalah cara menghasilkan pengetahuan, praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan yang ada di baliknya, dan kesaling-berkaitan di antara semua aspek ini. 2. Media massa dalam paradigma kritis bukanlah sarana yang netral dalam praktiknya. Media menempatkan kelompok-kelompok yang diberitakannya tersebut dalam posisi yang dominan dan marjinal. Media merupakan pembentuk konsensus di masyarakat terjadi lewat proses yang rumit, kompleks, dan melibatkan kekuatan-kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam http://prys3107.blogspot.com [email protected] 23 penelitian ini, Majalah Trax adalah kelompok institusi media yang dikelilingi kekuatan-kekuatan sosial di sekelilingnya. 3. Kata Asing adalah satuan terkecil penulisan huruf yang berdiri sendiri dan berada

diantara dua spasi yang mengacu pada kosakata yang berada di luar kosakata bahasa Indonesia seperti Inggris, Perancis, Latin, Arab, Belanda, dan sebagainya. http://prys3107.blogspot.com [email protected] 24 C. Kerangka Pemikiran Konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya tergambar dalam kerangka pemikiran sebagai berikut: Majalah Trax Praktik Wacana Penggunaan Kata Asing Analisis Wacana Kritis Sociocultural Practice Discourse Practice Teks (Analisis Teks Ekletif) http://prys3107.blogspot.com [email protected]

BAB III DESAIN PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis. yang bersumber dari Teori Kritis Mazhab Frankfurt. Paradigma kritis sendiri merupakan paradigma yang lahir setelah paradigma positivisme dalam ilmu pengetahuan mengalami krisis ilmiah. Dalam konteks penelitian tentang media massa, Ibnu Hamad menguraikan bahwa paradigma kritis adalah salah satu dari banyak paradigma penelitian: Paradigma kritikal melihat realitas yang teramati (vitual realiy), dalam hal ini realitas media, adalah realitas semu yang terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial budaya dan ekonomi politik. Dengan demikian yang menjadi objek dalam riset ini, adalah realitas yang teramati sebagai konstruksi para pembuatnya (wartawan) yang dipengaruhi oleh faktor sejarah media di mana para wartawan bekerja dan oleh kekuatan-kekuatan lain itu.1 Dari penjelasan di atas penulis memahami bahwa secara ontologis, paradigma kritis memandang objek realitas yang diamati dalam penelitian adalah realitas semu yang terbentuk oleh faktor sejarah kekuatan-kekuatan lain yang mengelilingi media tersebut. 1 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa; Sebuah Studi Critical Discourse Analys is terhadap Berita-berita Politik , Penerbit Granit, Jakarta, 2004, hal.38 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 26 Ibnu Hamad kemudian menjelaskan bahwa pada tataran epistemologis, paradigma kritik melihat hubungan antara peneliti dan realitas yang diteliti selalu dijembatani oleh nilai-nilai tertentu (transactionalist/ subjectivist).2 Penulis memahami bahwa posisi peneliti dalam paradigma ini tidaklah

terlepas dari kepentingan atau pengaruh sosial. Sebab pada dasarnya peneliti sebagai individu merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri dan paradigma kritis berasumsi bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang terpisah dan lebih penting dari tindakan. Kemudian pada level metodologi, Ibnu Hamad mengusulkan penggunaan multi level methods yang mengacu pada model Norman Fairclough: Seraya menempatkan diri sebagai aktivis/ partisipan dalam proses transformasi sosial, penulis melakukan analisis secara komprehensif, kontekstual, dan dalam berbagai tingkatan (mulati-level analysis) . . . yang mengacu pada pemikiran Fairclough guna memenuhi tuntutan methodologis paradigma kritis itu. Teknik penelitian seperti ini dilakukan tiada lain agar dapat diperoleh pemahaman secara empatif (empathic understanding atau verstehen) dalam menemukan makna di balik teks atau tanda dengan memperhatikan konteks dalam berbagai tingkatannya.3 Sejalan dengan paradigma kritis yang lahir dari keterbatasan paradigma positivisme, maka pendekatan metodologi yang tepat dalam menjalankan penelitian ini adalah pendekatan metodologi kualitatif. Emy Susanti Hendrarso menjelaskan sebagai berikut: 2 Ibid., hal.43 3 Ibid., hal.44 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 27 Penelitian kualitatif yang berakar dari paradigma interpretatif pada awalnya muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap paradigma positivist yang menjadi akar penelitian kuantitatif. Ada beberapa kritik yang dilontarkan terhadap pendekatan positivist, di antaranya adalah pendekatan kuantitatif mengambil model penelitian ilmu alam untuk penelitian sosial sehingga tidak dapat digunakan untuk memahami kehidupan sosial sepenuhnya.4 Emy kemudian melanjutkan bahwa penelitian kualitatif dapat diterapkan apabila, topik penelitiannya merupakan hal yang sifatnya kompleks, sensitif, sulit diukur dengan angka, dan berhubungan erat dengan interaksi sosial dan proses sosial.5 Mengenai pendekatan kualitatif, Lexy J. Moleong dengan mengutip Bogdan dan Taylor, menjelaskan bahwa penelitian metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasikan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. . . pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).6 Dari keterangan di atas, penulis pahami bahwa penggunaan pendekatan kualitatif lahir karena keterbatasan pendekatan kuantitatif dan paradigma positivisme. Karenanya penulis mendapati kesesuaian dalam menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma kritis sebagai landasan metodologis penelitian ini. 4 Emy Susanti Hendrarso, Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar, dalam Bagong Suyanto dan Sutinah (Ed.), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Penerbit Kencana, Jakarta, 2005, hal.166 5 Ibid., hal.170

6 Lexy

J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hal.3 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 28 Dari keterangan tersebut penulis juga memahami bahwa penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini sesuai dengan topik terpinggirkannya Bahasa Indonesia dalam praktik wacana media yang sifatnya kompleks, sulit diukur dengan angka, dan berhubungan erat dengan interaksi sosial dan proses sosial. Karenanya, penelitian yang penulis jalankan di sini tidak semata menghasilkan data yang dapat diukur berupa angka, namun akan menghasikan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku media yang dapat diamati. Penggunaan paradigma kritis dan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini membuat hubungan penulis sebagai peneliti dengan objek penelitian adalah hubungan yang interaktif, dan sarat penilaian. Interpretasi penulis sebagai peneliti terhadap objek penelitian tak bisa dilepaskan dari latar subjektif sosio-kultur penulis. Mengenai subjektifitas dalam interpretasi ini, Agus Sudibyo mengungkapkan, mesti disadari bahwa proses pemaknaan itu tak bisa dilepaskan dari unsur subyektivitas sang pemberi makna. Namun tak perlu khawatir, sebab teori-teori jenis ini memang mengizinkan seorang peneliti melakukan interpretasi atas teks secara subyektif akibat pengaruh pengalaman hidupnya.7 Hal di atas penulis pahami sebagai karakteristik pendekatan kualitatif yang memungkinkan intepretasi dan subjektivitas peneliti merupakan syarat dalam menggunakan metode analisis wacana kritis. Kemudian dalam kaitannya dengan metode penelitian yang akan penulis gunakan, Alex Sobur mengemukakan 7 Agus Sudibyo, Ibnu Hamad dan Muhamad Qadari, Kabar-Kabar Kebencian: Prasangka Agama di Media Massa, ISAI, Jakarta, 2001, hal.18 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 29 karakteristik pendekatan kualitatif dalam metode analisis wacana kritis sebagai berikut: Pertama, analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang jumlah unit kategori seperti dalam analisis isi. Kedua, analisis wacana berpretensi memfokuskan pada pesan latent (tersembunyi). Ketiga, analisis wacana bukan sekedar bergerak dalam level makro (isi dari satu teks), tetapi juga pada level mikro yang menyusun suatu teks, seperti kata, kalimat, ekspresi, dan retoris. Keempat, analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi.8 Dari keterangan di atas, penulis memahami bahwa pada dasarnya setiap teks dapat dimaknai secara berbeda dan ditafsirkan secara beragam. Karenanya, metode Analisis Wacana Kritis tidak berpretensi melakukan generalisasi, namun lebih menekankan pada pemaknaan pesan laten dalam teks sesuai kemampuan interpretasi peneliti. Dari hal tersebutlah kualitas penelitian dapat dinilai. B. Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan disini adalah metode Analisis Wacana Kritis yang dimaksudkan dapat menggali bagaimana mengetahui bagaimana hubungan

antara teks yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang meso, dengan konteks sosial yang makro dalam praktik wacana Majalah Trax. Eriyanto mengungkapkan bahwa secara umum ada tiga tingkatan analisis dalam analisis wacana kritis: Pertama, analisis mikro, yakni analisis pada teks semata, yang dipelajari terutama unsur bahasa yang dipakai. Kedua, analisis makro, yakni analisis struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat. 8 Alex Sobur, Op.Cit., hal.70-71 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 30 ............................................................. Ketiga, analisis meso, yakni analisis pada diri individu sebagai penghasil atau pemroduksi teks, termasuk juga analisis pada sisi khalayak sebagai konsumen teks.9 Ketiga tingkatan ini sejalan dengan tujuan penelitian yang hendak mengetahui bagaimana hubungan antara teks berita yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang meso, dengan konteks sosial yang makro dalam praktik wacana Majalah Trax. Eriyanto mengatakan bahwa ketiga level tersebut secara lengkap terdapat pada model yang diperkenalkan oleh Teun A. van Dijk dan Norman Fairclough yang juga memokuskan analisis pada level meso produksi teks berita. Ia mengatakan bahwa, Pada model van Dijk dan Fairclough bukan semata memasukkan konteks sebagai variabel penting dalam analisis tetapi juga analisis pada tingkat meso, bagaimana konteks itu diproduksi dan dikonsumsi.10 Adapun model yang diperkenalkan oleh Norman Fairclough dalam tiga level: teks, dicourse practice, dan sociocultural practice. Model ini sesuai dan tepat digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Karena selain melakukan analisis pada level teks mikro dan konteks yang makro, analisis juga ditekankan pada level discouse practice yang merupakan analisis meso pada proses produksi dan konsumsi teks. Eriyanto mengatakan bahwa ketiga level dalam model ini memusatkan perhatian wacana pada bahasa. Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada 9 Eriyanto, Op.Cit, hal.344-345 10 Ibid., hal.345 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 31 pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu.11 Khusus dalam level teks, analisis menekankan pada bagaimana teks itu mencerminkan kekuatan sosial dan politik yang ada dalam masyarakat. Bagaimana teks mempunyai keterkaitan yang erat dengan praktik sosial politik yang terjadi dan tercipta dalam masyarakat.12 Lewat level teks model Fairclough inilah, dimensi praktik wacana media dalam memarjinalkan kelompok lain secara hegemonik dapat diketahui. Adapun kategori analisis teks Fairclough ialah:

Pertama, ideasional yang merujuk pada representasi tertentu. .................................................................. Kedua, relasi, merujuk pada analisis bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan dengan pembaca. . . Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas wartawan dan pembaca, serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan.13 Mengingat bahwa fokus penelitian pada tingkat mikro di sini lebih menekankan pada bagaimana kecenderungan pemakaian kata asing dalam teks sebagai praktik wacana media, maka penulis memandang bahwa ketiga kategori analisis teks yang digagas Fairclough perlu dimodifikasi sesuai dengan relevansi penelitian. Untuk itu penulis mengkombinasikan model Fairclough dengan menempatkan kategori analisis teks yang mampu menggali bagaimana 11 Ibid., hal.286 12 Ibid., hal.345 13 Ibid., hal.287 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 32 kecenderungan pemakaian kata asing dalam teks sebagai praktik wacana media. Maka pada level teks, penulis menggunakan metode analisis teks ekletif. Ibnu Hamad menjelaskan bahwa metode analisis teks ekletif sebagai sebuah teknik penggabungan konsep-konsep yang relevan ke dalam satu pendekatan metode.14 Ibnu kemudian menyebutkan dua alasan yang menjadi dasar penggunaan analisis wacana ekletif pada level teks sebuah penelitian: Dua alasan dipakainya metode ekletif ini, pertama, metode analisis wacana banyak ragamnya dan tampaknya dibangun berdasarkan keperluan si pembuat untuk menjelaskan masalah penelitiannya. .................................................................. Kedua, dipakainya analisis wacana ekletif, didasarkan pada kepatutan sebuah metode. Bahwasanya, pemakaian sebuah metode penelitian haruslah disesuaikan dengan permasalahannya.15 Pendapat ini juga diperkuat oleh keterangan Eriyanto yang mengatakan bahwa setiap model dalam metode analisis wacana kritis memiliki karakteristiknya masingmasing, serta ada kemungkinan dua bentuk metode tersebut diintegrasikan agar memperoleh hasil yang maksimal.16 Mengacu pada keterangan Ibnu Hamad dan Eriyanto di atas, penulis menggunakan metode analisis teks ekletif yang relevan dengan tujuan penelitian demi 14 Ibnu Hamad., Op.Cit., hal.48 15 Ibid., hal.48-50 16 Eriyanto, Op.Cit., hal.337 http://prys3107.blogspot.com [email protected] 33 mendapatkan hasil penelitian yang maksimal. Maka dalam hal ini, penulis mengacu pada prinsip penggunaan kata asing yang tekah penulis uraikan dalam kerangka teori.

Hal ini dilakukan bukan untuk membuktikan secara kuantitatif sejauhmana dan apa termasuk dalam jenis yang mana kata asing tersebut yang digunakan. Namun hal ini dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif tentang bagaimana kecenderungan pemakaian kata asing dalam segenap ekspresi komunikasi dan teks media, baik itu teks berita, editorial, penamaan rubrik, hingga teks motto yang diusung media tersebut praktik wacana yang diterapkan dan dikembangkan oleh para awak redaksi Majalah Trax. Sehingga dari sinilah dapat diketahui bagaimana Bahasa Indonesia terpinggirkan. C. Bahan Penelitian dan Unit Analisis Bahan penelitian yang penulis gunakan adalah penggunaan kata, frase, proposisi, kalimat, dan paragraf sebagai ekspresi komunikasi yang terkandung pada Majalah Trax Edisi Tahun 2008. Sedangkan, unit analisis yang penulis gunakan khususnya pada level teks yakni 5 bentuk penulisan yang lazim dijumpai dalam penerbitan media massa, khususnya majalah: 1. Penulisan Motto Majalah 2. Penulisan Ruang Redaksi 3. Penulisan Nama Rubrik 4. Penulisan Judul Karangan 5. Penulisan Isi Karangan http://prys3107.blogspot.com [email protected] 34 Kelima bentuk penulisan tersebutlah yang hendak penulis kaji dalam hal penggunaan bahasa sebagai unit analisis. Pengkategorian dan pembatasan jumlah unit analisis tersebut penulis lakukan berdasarkan kaidah efektifitas penelitian kualitatif, yang dilakukan berdasarkan tujuan (purposive) serta kerangka metodologis dalam paradigma kritis. D. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yang bertujuan (purposive sampling) yang dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat menarik sampel yang besar dan jauh. Penentuan sampel Majalah Trax edisi Tahun 2008, yakni terbitan bulan Mei 2008 penulis tentukan sesuai dengan relevansi penelitian dimana saat ini (tahun 2008) Indonesia tengah memperingati peristiwa 100 tahun Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2008. Yang juga penting untuk dinyatakan di sini bahwa relevansi peristiwa 100 tahun Kebangkitan Nasional dengan penentuan sampel penelitian ini, dapat dimaknai sebagai upaya penulis dalam merefleksikan secara ilmiah dan kritis tentang bagaimana kondisi budaya dan bahasa Indonesia setelah berlalunya satu abad http://prys3107.blogspot.com [email protected] 35 Kebangkitan Indonesia hari ini. Maka sesuai dengan tujuan penelitian, sampel yang penulis gunakan di sini adalah teks Majalah Trax edisi Mei 2008. 17

E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga level wacana, yaitu level teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Pengumpulan data pada level teks dilakukan dengan analisis teks ekeltif untuk mengetahui bagaimana kecenderungan pemakaian kata asing dalam segenap ekspresi komunikasi dan teks media, baik itu teks berita, editorial, penamaan rubrik, hingga teks motto yang diusung media tersebut praktik wacana yang diterapkan dan dikembangkan oleh para awak redaksi Majalah Trax. Pada level discourse practice, pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam dengan pihak media. Kemudian pada level sosiocultural practice, pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan penelusuran sejarah lewat tulisan, artikel atau buku-buku mengenai aspek-aspek makro seperti sistem politik, ekonomi, atau sistem budaya masyarakat secara keseluruhan sebagai konteks. 17 Pada proposal penelitian (September 2007, Jakarta), pengambilan sampel ditentukan pada edisi September 2007 sesuai dengan relevansi penelitian, dimana September merupakan bulan bahasa dan sastra yang tengah diperingati pada saat penelitian ini hendak dilakukan. Namun demi keperluan aktualitas dan validitas data, penulis kemudian menentukan ulang pengambilan sampel yang jatuh pada sampel Edisi Mei 2008. http://prys3107.blogspot.com [email protected] 36 F. Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga level wacana, yaitu level teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Rinciannya adalah sebagai berikut: 1. Level Teks Penggunaan Kata Asing a) Kata asing yang secara utuh dipakai dan berlaku internasional: Kata asing yang sudah menjadi patokan umum dunia internasional. Misal: SEA GAMES Kejuaraan Olahraga se-Asia Tenggara e-mail surat elektronik Kata asing yang belum atau tidak ada padanannya dalam kosakata bahasa Indonesia Kata asing yang tidak dimasukkan dalam kategori ini adalah nama (judul) dari sebuah buku atau album dan jika kata asing tersebut berasal dari bentukan nama alamat, gedung, dan lainnya. b) Kata asing yang secara utuh dipakai namun disertai penjelasan: Kata asing yang kemudian disusul oleh penjelasan atau arti dalam kurung c) Kata asing yang tidak perlu pemakaiannya karena sudah ada padanan kata bahasa Indonesia-nya Kata asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa menguragi makna asli. Misal: Mother Nature Hukum Alam Attitude sikap

2. Level Discourse Practice Pada level ini, analisis akan ditujukan pada penulis akan melakukan analisis pada produksi teks dan konsumsi teks dari observasi dan hasil wawancara mendalam dengan pihak media. Khusus pada produksi teks, analisis akan difokuskan pada sisi http://prys3107.blogspot.com [email protected] 37 individu wartawan, hubungan dengan struktur organisasi media, dan rutinitas kerja dari proses produksi teks. Pada konsumsi teks, analisis akan dilakukan pada bagaimana faktor pembaca diperhitungkan pihak redaksi dalam menyusun teks berita.18 3. Level Sociocultural Practice Pada level ini, penulis akan menganalisis data dari hasil studi pustaka dan penelusuran sejarah mengenai bagaimana aspek-aspek makro seperti sistem politik, ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan sebagai konteks di mana Majalah Trax berpraktik. Terutama pada tiga level analisis sebagai berikut: a) Situasional, merupakan konteks sosial yang mengungkapkan bagaimana teks dihasilkan dalam suatu kondisi atau suasana yang khas dan unik. b) Institusional, merupakan konteks sosial yang mengungkapkan bagaiaman pengaruh institusi organisasi dalam praktik produksi wacana, baik dari dalam diri media itu sendiri maupun dari kekuatan-kekuatan eksternal di luar media yang turut menentukan proses produksi teks. c) Sosial, merupakan konteks sosial yang memperhatikan aspek makro seperti sistem politik, sistem ekonomi, atau sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. Sistem inilah yang menentukan siapa yang berkuasa, nilai-nilai apa yang dominan dalam masyarakat sehingga mempengaruhi dan menentukan karakter media tersebut. 18 Fairclough sendiri menyarankan dengan mengamati teks yang dikonsumsi oleh publik. Tetapi dalam penelitian ini dimodifikasi menjadi pertimbangan redaksi tentang pembaca. Hal ini dilakukan dengan mengacu pada analisis level konsumsi teks dalam penelitian Ibnu Hamad (2004:48) http://prys3107.blogspot.com [email protected] 38 TABEL I LEVEL ANALISIS DAN METODE PENELITIAN No. Level Masalah Level Analisis Metode Penelitian 1. Teks Mikro Teks Ekletif 2. Discourse Practice Meso Observasi dan Wawancara mendalam dengan pengelola media (produksi teks dan konsumsi teks) dibantu dengan literatur 3. Sociocultural Practice

Makro Studi pustaka http://prys3107.blogspot.com [email protected] 39 TABEL II INSTRUMEN ANALISIS TEKS EKLETIFKerangka Teori (Penggunaan Kata Asing) Perangkat Analisis Pembuktian Pemaknaan Kesimpulan Kata asing yang secara utuh dipakai dan berlaku internasional Kata asing yang sudah menjadi patokan umum dunia internasional. Kata asing yang belum atau tidak ada padanannya dalam kosakata bahasa Indonesia Kata asing yang tidak dimasukkan dalam kategori ini adalah nama (judul) dari sebuah buku atau album dan jika kata asing tersebut berasal dari bentukan nama alamat, gedung, dan lainnya. Kata asing yang secara utuh dipakai namun disertai penjelasan Kata asing yang kemudian disusul oleh penjelasan atau arti dalam kurung Kata asing yang tidak perlu pemakaiannya karena sudah ada padanan kata bahasa Indonesianya Kata asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa menguragi makna asli.

http://prys3107.blogspot.com [email protected] 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Subyek Penelitian

A.1. Sejarah Majalah Trax1 Majalah Trax (Trax Magazine) awalnya terbit dengan nama MTV Trax Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2002 oleh perusahaan waralaba asing MTV Indonesia. MTV Trax Indonesia (Majalah) sendiri merupakan pelopor majalah MTV di Asia, karena setelah kemunculan pertama majalah ini, Thailand pun menyusul mencetak MTV Trax edisi Thailand dan Singapura dengan tabloid MTV Ink. Dengan target sasaran khalayak antara usia 18 sampai 25 tahun, Majalah MTV Trax Indonesia berisi tentang ulasan dunia musik (60%), film (15%), dan gaya hidup (25%). Memiliki oplah berkisar 30 ribu hingga 40 ribu eksemplar sejak tahun pertama hingga tahun ke tiga terbit, MTV Trax Indonesia kemudian melepaskan waralaba MTV dan berubah nama menjadi Trax Magazine (Majalah Trax) di bawah naungan grup divisi media dalam PT Mugi Rekso Abadi (MRA Media) yang juga bergelut dalam bisnis retail, otomotif, makanan, dan perhotelan di Indonesia. Kini dengan total sirkulasi 40.000 eksemplar pada tahun 2006, Majalah Trax menempatkan posisinya sebagai salah satu majalah musik dan gaya hidup yang diperhitungkan dalam pers Indonesia. 1 Dirangkum berdasarkan informasi dari laman www.myspace.com/traxmagz dan www.mra.co.idhttp://prys3107.blogspot.com [email protected] 41

A.2. Susunan Redaksional Organisasi Majalah Trax Pemimpin Redaksi : Andre J.O. Sumual Redaktur Senior : Wahyu Nugroho Redaktur Feature : Alvin Yunata Reporter : Fajar Andi, Faz Liani Maulida Redaktur Fesyen : Ivy Aralia Nizar Sekretaris Redaksi : Dheta Nur Hafia Desainer Grafis : R. Bayu Hendroatmodjo, M> Ottyawan Firdaus, Irmawati Taufik Fotografer : Agan Harahap Kontributor : Ernill Abbott, Ratna Dewi Paramitha, Ricky Surya Virgiana, Saleh Husein, Didik Soehonohttp://prys3107.blogspot.com [email protected] 42

B. Hasil Penelitian B.1. Analisis Teks Ekletif2 Penulis menggunakan lima unit analisis dalam menganalisis variabel Penggunaan Kata Asing pada level teks. Dari unit analisis tersebut (yakni penulisan Motto Majalah; penulisan Ruang Redaksi; penulisan Nama Rubrik; penulisan Judul Karangan; dan penulisan Isi Karangan) penulis melakukan pembuktian, pemaknaan dan penarikan kesimpulan lewat kerangka analisis teks ekletif yang telah penulis jabarkan dalam bab sebelumnya. Berikut ini adalah uraiannya: Penggunaan Kata Asing (Pembuktian) 1. Penulisan Motto Majalah Motto Majalah Trax adalah music & attitude magazine. Motto ini tercantum

persis di bawah logo Majalah Trax pada halaman sampul depan majalah tiap terbitannya. Sehingga dengan melihat dari penempatan posisinya, motto ini merupakan teks yang ditempatkan secara menonjol. Kemudian dengan menyimak dari bentuk penulisannya, motto tersebut menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi makna asli. 2 Pengutipan bahasa asing tanpa kursif dan huruf kapital pada berbagai kata, frase, kalimat dan paragraf dalam bagian analisis teks di sini mengacu sesuai aslinya yang tercantum dalam teks majalahhttp://prys3107.blogspot.com [email protected] 43

2. Penulisan Ruang Redaksi Ruang Redaksi Majalah Trax tercantum pada halaman 8 yang memanjang secara vertikal dan menempati satu kolom halaman. Pencantuman Ruang Redaksi ini menginformasikan struktur redaksi dan organisasi majalah, status jabatan berikut nama individu berikut yang terlibat dalam keredaksian majalah, serta komentar singkat tiap individu tersebut mengenai tema utama yang tengah diulas. Pada bagian atas tertulis nama rubrik dengan teks berbahasa asing people behind trax and the shoes that brings them confidence. Tiap status jabatan dituliskan pula dalam bahasa asing, antara lain editor-in-chief, senior editor, feature editor, reporter, fashion editor, editor secretary, graphic designer, photographer, contributor, dan seterusnya. Kemudian komentar singkat juga mengandung penulisan kata dalam bahasa asing antara lain any kind of docs, addidas nizza and clarcks wallabee, apa aja, yang penting flat shoes. Dengan menyimak dari bentuk penulisannya, berbagai teks dalam Ruang Redaksi tersebut menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi makna asli. 3. Penulisan Nama Rubrik Dalam sampel penelitian, ada 25 nama rubrik yang disajikan Majalah Trax. Nama rubrik ini dapat dikenali dari penulisannya yang terletak di halaman bagian atas dengan garis tebal yang khas. Kedua puluh lima nama rubrik tersebut tercantum dalam tabel berikut:http://prys3107.blogspot.com [email protected] 44

TABEL III Tabel Nama Rubrik Majalah Trax Edisi Mei 2008 N o Nama Rubrik No Nama Rubrik 1 list 14 rising 2 people behind trax and the shoes that brings them confidence 15 interview

3 letters to ed 16 promo! 4 kompak kampus 17 news the information on current events 5 load 18 concert 6 bytes 19 hype 7 exposed! breaking news 20 feature 8 on the cover 21 hotbuzz 9 bedtimestory 22 picturized 10 addict the things to enjoy 23 review the guide 11 shuffle 24 winners list 12 books 25 girl do you rock? 13 star Dengan menyimak dari bentuk penulisannya, berbagai teks dalam penulisan nama rubrik tersebut menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi makna asli. 4. Penulisan Judul Karangan Judul karangan pada Majalah Trax bisa dikenali dari penempatannya yang menonjol di awal atau di atas karangan, serta menggunakan huruf yang lebih besar dan tebal. Hal ini terutama penulis fokuskan pada pada sejumlah karangan dalam rubrik exposed!, addict, star dan news.http://prys3107.blogspot.com [email protected] 45

Pada rubrik exposed! (halaman 19 22), ada 5 karangan yang masingmasing judulnya tertuliskan sebagai berikut: big guts!, ozomatli rocks, From Palembang dan sebuah kolaborasi!, how to treat the fans, dan morning talk. Pada rubrik addict (halaman 33 44, 49 52), ada 10 karangan yang masing-masing judulnya tertuliskan sebagai berikut: another volcom featured artist series!, fantastic zero, macbeth will rock you, girl!, HEAR OUR STATEMENT!, insight your shoes, keep walking, need for speed?, the adventure continues, laugh in vegas, dan apa kata dunia?. Pada rubrik star (halaman 55 63) ada 12 karangan yang masing-masing judulnya tertuliskan sebagai berikut: being mature, coin-operated dolls, the balance of life, singer fever, her lovely songs, the blue version, like father like son, what rock and roll means, penantian panjang, mengilas balik, in full swing, dan simply edgy. Pada rubrik news (halaman 62 65,), ada 7 karangan yang masing-masing judulnya tertuliskan sebagai berikut: jammin revolution, a very wonderful evening, relax workshop trax fm, gila-gilaan nonstop!, top groms from lombok, the second series rusty gromfest 2008, dan its a space adventure!. Bisa disimak bahwa kebanyakan judul karangan di atas ditulis dalam bahasa asing yang sesungguhnya masih bisa ditemukan padanan kata bahasa Indonesianya. Maka dapat disebutkan bahwa berbagai teks dalam penulisan judul karangan tersebut menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi makna asli.http://prys3107.blogspot.com

[email protected] 46

5. Penulisan Isi Karangan Isi karangan pada Majalah Trax akan penulis analisis terutama penulis fokuskan pada empat buah karangan yakni karangan dalam rubrik bytes berjudul traxercise your mind, dan karangan dalam rubrik addict berjudul HEAR OUR STATEMENT!. Karangan dalam rubrik bytes berjudul traxercise your mind menempati halaman 16. Jenis karangan ini termasuk dalam jenis esai popular yang ditulis oleh redaksi tanpa nama atau inisial penulisnya. Penggunaan kata asing dalam isi karangan ini bisa disebutkan antara lain sebagai berikut: a) Paragraf pembuka: Ada pepatah yang bilang Today A Reader, Tomorrow A Leader, atau Read A Book and You Will See The World, atau bahkan A Room Without A Book Is Like a Body Without A Soul. b) Paragraf 2, kalimat 2 4: Well gue sendiri bukan seorang yang giat banget baca buku. But at least I know how important reading is. Read anything, from news paper, books, magazine, notes, articles, comics, flyers, anything. c) Paragraf 6, kalimat 1: Well anyway its not only about Harry Potter, but how reading is really important. d) Paragraf 7, kalimat 4: So dont stop reading. Because Youll never know what we can get by reading something! Dengan menyimak dari bentuk penulisannya, berbagai teks dalam isi karangan di atas menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asinghttp://prys3107.blogspot.com [email protected] 47

yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi makna asli. Juga patut dicatat, dalam unit analisis ini penulis menemukan percampuran penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa asing, yang mengacu pada kerancuan (kontaminasi) berbahasa. Karangan dalam rubrik addict berjudul HEAR OUR STATEMENT! menempati halaman 36. Jenis karangan ini termasuk dalam jenis teks singkat yang menyertai sejumlah foto fesyen dalam rubrik tersebut tanpa nama inisial penulisnya. Penggunaan kata asing dalam isi karangan ini bisa disebutkan antara lain sebagai berikut: a) Teks 1: WE ARE NOT ONLY A PART OF THE FASHION WORLD... WE ARE NOT JUST AN ACCESSORIES. WE ARE HERE TO SUPPORT YOUR LIFE! b) Teks 2: WE DELIVER YOUR COFFE EACH MORNING c) Teks 3: WE LIVE TO PROTECT AND SERVE YOU

d) Teks 4: WE FIGHT TRAFFIC JUST SO YOURE ON TIME e) Teks 5: WE WELCOME YOUR FRIENDS BUT KICK THE UNWANTED ONES! Dengan menyimak dari bentuk penulisannya, berbagai teks dalam isi karangan di atas menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asinghttp://prys3107.blogspot.com [email protected] 48

yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi makna asli. Penggunaan Kata Asing (Pemaknaan) Berdasarkan uraian pembuktian di atas, kini penulis akan melakukan pemaknaan terhadap hasil pembuktian terhadap unit analisis yang ada. Pada unit analisis pertama, yakni Penulisan Motto Majalah, terbukti bahwa Majalah Trax mengekspresikan pesan komunikasinya lewat penggunaan kata asing yang tergolong masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan kata bahasa Indonesia tanpa mengurangi makna asli. Hal serupa juga penulis temukan pada keempat unit analisis lainnya, di mana Majalah Trax kerap menggunakan kata asing yang memiliki padanan kata bahasa Indonesia tanpa mengurangi makna asli. Maka praktik berbahasa yang dilakukan Majalah Trax membawa penulis pada sejumlah pemaknaan berikut: Dengan menyimak intensnya penggunaan kata asing dalam golongan tersebut pada motto, ruang redaksi, rubrik, judul dan isi karangan, tampak bahwa penggunaan bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris, begitu ditonjolkan oleh redaksi. Bahkan penulis juga menyimak, penggunaan bahasa asing kerap dilakukan Majalah Trax ketika hendak memberikan penekanan makna khusus pada sebagian atau keseluruhan isi pesan. Dalam kata lain penulis memandang adanya unsur kesengajaan dari pihak redaksi untuk tidak menonjolkan penggunaan Bahasa Indonesia, namun lebih mengistimewakan penggunaan bahasa asing ketika hendak memberikan penekanan makna pesan.http://prys3107.blogspot.com [email protected] 49

Intensnya penggunaan bahasa asing dalam praktik berbahasa yang demikian juga menyiratkan bahwa Majalah Trax hendak memosisikan bahasa asing sebagai jenis bahasa yang memiliki daya dalam mengungkapkan makna pesan. Secara otomatis, Bahasa Indonesia dianggap kehilangan dayanya dalam mengungkap makna pesan. Penggunaan bahasa asing yang intens dalam praktik berbahasa Majalah Trax jelas mengandung mitos, yakni menganggap bahwa bahasa asing memiliki keunggulan tertentu, atau daya lebih dalam mengungkap makna pesan dibandingkan Bahasa Indonesia. Mitos ini pula lah yang kemudian malah memosisikan Bahasa Indonesia ke dalam struktur hierarki yang lebih rendah dari bahasa asing. Di titik inilah penulis menemukan upaya pemiskinan dan peminggiran Bahasa Indonesia dalam praktik berbahasa dalam Majalah Trax. Meski secara umum dapat dinyatakan bahwa praktik penggunaan bahasa asing oleh Majalah Trax merupakan praktik berbahasa yang tidak taat pada Bahasa Indonesia, memiliki kerancuan atau

kontaminasi bahasa, namun secara khusus penulis hendak menarik kesimpulan analisis level teks (mikro) ini bahwa terpinggirkannya Bahasa Indonesia dalam praktik kebahasaan dalam Majalah Trax merupakan dampak dari arus globalisasi dunia yang tengah menggejala di Indonesia. Karenanya, pada bagian selanjutnya, penulis akan memokuskan pembahasan penelitian dalam kerangka fenomena globalisasi dunia di abad 21 ini, atau satu abad usia Kebangkitan Nasional di Indonesia.http://prys3107.blogspot.com [email protected] 50

B.2. Analisis Discourse Practice Aspek Produksi Teks Aspek produksi teks berkaitan pada sisi individu wartawan, hubungan dengan struktur organisasi media, dan rutinitas kerja dari proses produksi teks dalam penelitian ini tidak dapat penulis sertakan. Karenanya, pengambilan data hanya bisa dilakukan lewat wawancara dengan pihak redaksi Majalah Trax. Namun ketika penulis menghubungi pihak redaksi dan manajemen MRA Media, izin penelitian tidak bisa diberikan kepada penulis karena pihak manajemen PT MRA Media merasa keberatan dengan materi penelitian penulis. Karena keterbatasan ini, aspek produksi teks tidak dapat penulis sertakan di sini. Aspek Konsumsi Teks Mengacu pada profil Majalah Trax yang penulis dapat lewat laman www.mra.co.id, karakteristik pembaca yang mengkonsumsi Majalah Trax adalah berjenis kelamin pria, rentang usia 18 25 tahun, modern, pecinta musik, berani tamil berbeda, pecinta merk, menyukai pesta, dan perhatian dalam mengurus penampilan. Kesimpulan yang bisa ditarik dari keterangan tersebut, yakni teks Majalah Trax dikonsumsi oleh kalangan muda di Indonesia yang memiliki karakter tertentu, yakni dapat dikatakan sebagai karakter generasi pemuda Indonesia yang telah mengalami pergeseran budaya ke dalam kerangka budaya global.http://prys3107.blogspot.com [email protected] 51

Mengingat latar sejarah Majalah Trax yang pernah menjadi agen MTV di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, tak berlebihan bila penulis mengacu pada Barnet & Cavanagh yang menyebutkan bahwa MTV menciptakan apa yang disebut sebagai anak global (global child) remaja dunia yang (relatif) seragam penampilan, tingkah laku, cara hidup, gaya hidup mereka, dan pandangan hidup mereka.3 Keterangan di atas menunjukkan bahwa karakteristik pembaca Majalah Trax sejalan dengan konsep Barnet & Cavanagh tentang anak global yang kini tengah menjadi fenomena tersendiri di dunia, termasuk Indonesia. B.3. Analisis Socioculture Practice Situasional Pada aspek situasional, ada suasana khas dan unik sebagai konteks sosial di Indonesia pada kurun waktu tertentu terkait dengan peminggiran Bahasa Indonesia di Majalah Trax. Hal tersebut adalah kian menguatnya gejala peminggiran Bahasa Indonesia dewasa ini, baik dalam tataran kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Seperti yang dilansir laman resmi salah satu partai di Indonesia tertanggal 24 April 2007, situasi tersebut digambarkan dalam opini sebagai berikut: Menelusuri jalan-jalan di kota-kota besar di Indonesia, di kiri kanan terpampang papan-papan nama berbahasa asing yang tak terhitung banyaknya. 3 Yasraf Amir Piliang, Paradoks Globalisasi: Kritik Globalisdasi di Indonesia Dalam Perspektif Sosial Budaya, artikel dalam Jurnal Dialektika, Vol.3 No.1, Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis, Bandung, 2003, hal.47http://prys3107.blogspot.com [email protected] 52

Begitu pula di rumah, ketika kita melihat televisi swasta atau radio, terlihat dan terdengar acara yang menggunakan bahasa Inggris. .................................................................. kalangan pejabat negara pun tidak segan membuat acara-acara dengan menggunakan istilah-istilah berbahasa Inggris. Sebut misalnya, Coffee Morning, Open House, dan semacamnya. Di dunia usaha keberadaan bahasa Indonesia bahkan nyaris tergusur habis. Mulai dari iklan, jenis usaha, nama-nama toko hingga nama-nama pusat perbelanjaan praktis bahasa bahasa Indonesia telah digeser oleh bahasa asing.4 Gambaran situasi demikian memang telah menggejala di Indonesia dan dikritisi banyak kalangan pada tahun 1970-an. Alih-alih gejala peminggiran Bahasa Indonesia dapat diatasi, ternyata hingga saat ini situasi demikian kian lazim dijumpai di tengah-tengah masyarakat Indonesia hari ini. Berbagai upaya penanggulangan bukannya tak pernah dilakukan. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia bersama Pusat Bahasa bahkan sempat merancang undang-undang kebahasaan sejak tahun 2006, dan pembahasannya tercatat telah masuk dalam agenda kerja DPR. Undang-undang kebahasaan inilah yang diharapkan dapat mengembalikan praktik berbahasa Indonesia yang taat di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Perangkat undang-undang (UU) yang kuat untuk mengatur kebahasaan tentu dapat menjadi faktor penting meningkatkan dan mengembangkan bahasa nasional. Pemerintah maupun DPR sebagai pembentuk UU negara dapat menggunakan 4 Mendesak Undang-Undang Kebahasaan, www.fpks-dpr-ri.com, diakses pada 24 November 2007http://prys3107.blogspot.com [email protected] 53

perangkat regulasi tersebut untuk mendukung penerapan strategi peningkatan bahasa Indonesia. Kepada pers, Wayan Koster Anggota Komisi X DPR menyatakan bahwa, Selain Bahasa Indonesia kita mempunyai bahasa daerah yang sangat banyak. Bahasa Indonesia dan bahasa daerah inilah yang kita jaga kelestariannya dengan menetapkannya dalam sebuah undang-undang,5 Mengenai hal tersebut, baru-baru ini pakar bahasa dari Indonesia, Jan Hoesada turut berpendapat, Strategi-strategi peningkatan bahasa seperti strategi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berhampiran kebahasaan dapat

digunakan oleh pemerintah dan Depdiknas untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia. UU tentang bahasa tersebut menurutnya harus memberikan ruang kedinamisan kepada masyarakat dalam menggunakan bahasa.6 Namun yang kemudian patut disayangkan, sebelum rancangan undangundang kebahasaan tersebut diresmikan, ada sejumlah kalangan yang menyatakan kekhawatirannya bila Undang Undang Kebahasaan ini diberlakukan. Kekhawatiran bernada menentang tersebut antara lain bisa disimak dalam tajuk rencana Harian Media Indonesia tertanggal 27 Mei 2008 berikut: 5 UU Kebahasaan Dirancang, www.beritaindonesia.co.id, diakses pada 15 November 2007 6 UU Menentukan Pengembangan Bahasa, 8 April 2008, www.suarapembaruan.com, diakses pada 20 April 2008http://prys3107.blogspot.com [email protected] 54

SEBUAH studi tentang beberapa rancangan undang-undang menyimpulkan tendensi otoriter hidup kembali. Ia menyusup melalui pasal-pasal yang mengancam kebebasan berekspresi, kebebasan informasi, dan kebebasan pers. Studi itu dilakukan terhadap enam rancangan undang-undang (RUU). Yaitu RUU Pers, RUU KUHP, RUU Kerahasiaan Negara, RUU Pornografi, RUU Intelijen Negara, dan RUU Kebahasaan. RUU Kebahasaan juga mengandung pikiran represif. Di zaman global ini, media massa, baik cetak, elektronik, maupun media lain, wajib menggunakan bahasa Indonesia (Pasal 17 ayat 1). Untuk memenuhi kepentingan tertentu, media massa dapat menggunakan bahasa asing setelah mendapat izin dari menteri (ayat 2). Begitulah, negara rindu kembali berkuasa seperti di zaman keemasan Orde Baru. Pemerintah rindu mengatur dan menghambat kebebasan berekspresi, kebebasan informasi, dan juga kebebasan pers.7 Ironisnya, mantan dosen IKIP Jakarta Jos Daniel Parera sempat mengkritik keberadaan Pusat Bahasa yang memang berperan dalam penyusunan RUU Kebahasaan sebagai berikut: Hal yang paling luar biasa adalah jika Pusat Bahasa dibubarkan dan dibentuk satu lembaga bahasa yang bersifat independen. Misalnya, Lembaga Bahasa Independen seperti lembaga-lembaga masyarakat lain di masa reformasi ini yang mengurusi kepentingan publik, khususnya aspek bahasa dan keberbahasaan.8 Menyimak komentar di atas, tampak bahwa upaya pemerintah dan Pusat Bahasa untuk menanggulangi peminggiran Bahasa Indonesia lewat undang-undang cukup mendapat apresiasi dari masyarakat, baik berupa dukungan maupun tentangan. 7 Pikiran Represif, Tajuk Rencana Harian Media Indonesia, Selasa, 27 Mei 20088

RUU Bahasa Membunuh Kreativitas, Harian Media Indonesia Edisi 02 Nov 2007http://prys3107.blogspot.com [email protected] 55

Sehingga penulis memahami bahwa situasi kebahasaan dan upaya pelestarian Bahasa Indonesia di negeri ini menjadi kian kompleks. Di satu sisi, upaya pelestarian bahasa Indonesia perlu dilakukan, yakni salah satunya lewat undang-undang. Namun di sisi lain, upaya ini dipandang sejumlah kalangan justru akan membunuh kreativitas dan inovasi masyarakat dalam berbahasa, serta mengancam kebebasan pers. Situasi tarik menarik inilah yang hendak penulis jadikan landasan analisis berikutnya, terutama pada bagian pembahasan. Institusional Pasca dicabutnya Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP) pada tahun 1998, kebebasan pers di Indonesia setelah 32 tahun berada di bawah kekangan Rezim Orde Baru. Sejak saat itu, sistem pers yang tadinya cenderung tertutup, berubah ke arah yang lebih terbuka, bebas, dan liberal. Adapun liberalisasi pers di Indonesia tersebut membuat tingginya penyiaran dan penerbitan pers dengan beragam konsep dan orientasinya. Salah satu yang paling mencolok adalah menjamurnya pers yang menjadi bagian dari sistem waralaba (franchise) penerbitan pers asing. Produk pers yang diterbitkannya pun merupakan produk pers asing yang disiarkan dan diterbitkan dalam versi Indonesia. Situasi ini melatari masuknya MTV ke Indonesia pada awal masa kebebasan pers tersebut. MTV Internasional sebagai perusahaan korporat besar dunia yang menyajikan tayangan musik dan gaya hidup populer pada khalayak muda di dunia, termasuk pula khalayak generasi muda Indonesia.http://prys3107.blogspot.com [email protected] 56

Penerbitan Majalah MTV Trax Indonesia sendiri tampaknya cukup istimewa, karena ini adalah pertama kalinya MTV Internasional meluncurkan produk penerbitan majalah. Dalam sebuah penelitian tentang Majalah Trax yang dilakukan Niken Prathivi, mantan Pemimpin Redaksi Majalah Trax Hagi Hagoromo mengungkapkan, Majalah MTV Trax memang merupakan produk dari MTV Internasional, namun berada di bawah naungan Mugi Rekso Abadi (MRA) Group, sebuah perusahaan yang bergelut dalam bisnis retail, otomotif, makanan, hiburan dan perhotelan di Indonesia.9 Dalam lamannya, MRA menjelaskan prihal profil perusahaannya sebagai berikut: MRA is well-positioned to capture the business of this class of consumers, meeting the challenge of changing tastes and up market movement. With a core business array based on five stable legs (Media/Retail, Lifestyle & Entertainment/Food & Beverages/Automotive/Hotel & Properties) the future looks bright and returns look solid for MRA. ............................................................... MRA dedicates its energies to bringing the best to them. MRA Group of Indonesia strives to become better-known at home and overseas, and toward this end a corporate logo has been crafted. This symbol reflects the asporations, image and stragies of a forward-looking, energetic organization.10 Dan selain Majalah MTV Trax Indonesia (kini Majalah Trax), MRA juga mengeluarkan waralaba produk penerbitan pers asing yakni Cosmopolitan, SPICE!, 9 Lampiran A, dalam Niken Prathivi, Peta Ideologi dalam Produk Jurnalistik Majalah MTV Trax (Skripsi), Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik Institut

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 2005, hal.159 10 www.mra.co.idhttp://prys3107.blogspot.com [email protected] 57

CosmoGIRL!, Harpers Bazaar, Good Housekeeping, Autocar, Bali & Beyond Magazine, dan FHM. Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa secara institusional, Majalah Trax merupakan penerbitan pers sebagai bagian dari korporasi media (MRA Media) yang menerapkan sistem waralaba produk pers asing. Maka bisa dinyatakan bahwa praktik korporasi media yang demikian juga hendak menyebarkan nilai-nilai budaya asing (global), termasuk kebiasaan berbahasanya, kepada khalayak di Indonesia. Sosial Setidaknya ada sejumlah aspek makro sebagai konteks sosial Indonesia yang penulis pandang mempengaruhi dan menentukan karakter Majalah Trax dalam praktiknya melakukan peminggiran Bahasa Indonesia. Aspek makro tersebut penulis ungkap dengan berfokus pada bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya di Indonesia yang membentuk karakter generasi muda di Indonesia dalam kerangka globalisasi dunia sebagai sebuah sistem dominan. Hal ini penulis pandang penting dilakukan mengingat praktik peminggiran bahasa Indonesia di Majalah Trax sangat erat kaitannya dengan karakter khalayak pembaca majalah itu sendiri, yakni generasi muda Indonesia. Dalam bidang ekonomi, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie menyebutkan tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia pada 2006 adalah 39,30 juta jiwa dan di tahun 2007 menurun jadi 37,17 juta jiwa. Sedangkanhttp://prys3107.blogspot.com [email protected] 58

tingkat pengangguran di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 11,10 juta jiwa dan pada 2007 menjadi 10,55 juta jiwa.11 Angka ini menunjukkan bahwa setelah satu abad usai Kebangkitan Nasional, Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan sosial dan ekonomi, antara lain tingkat kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi. Dalam konteks inilah, Indonesia mengembangkan sistem pendidikan yang berupaya menjembatani antara persoalan kemiskinan dan pengangguran, dengan pemberdayaan generasi muda Indonesia yang dapat terserap ke dalam bursa tenaga kerja terdidik. Rahardjo menganalisa bahwa model pembangunan di era Orba mengacu pada prinsip Keynesian tentang pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity), yakni model pembangunan yang berorietasi pada penciptaan lapangan kerja, perekonomian terbuka, dan investasi asing besar-besaran. Di sisi lain, sistem politik yang dijalankan dibentuk dalam rangka mendukung stabilitas rezim pembagunan yang dipimpin oleh pemerintahan tanpa sistem oposisi (1988:70-71). Dengan kondisi ekonomi-politik yang demikian, kultur akademis yang linked and matched dikembangkan dan memuncak di era reformasi, yakni dengan target memenuhi kebutuhan pembangunan dan tuntutan pasar (kapitalisme global). Di satu sisi memang bisa d