Upload
carangki
View
19
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KESEHATAN
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, rumah sakit terus berbenah diri dalam upayanya
menuju tercapainya tujuan rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan yang baik sekaligus sebagai lembaga pendidikan tenaga
kesehatan dan penelitian. Sejalan dengan perubahan sosial budaya
masyarakat dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi
yang demikian cepat sehingga tuntutan masyarakat akan pelayanan
kesehatan yang lebih baik semakin kuat, mengharuskan sarana
pelayanan kesehatan mengembangkan diri secara terus menerus seiring
derasnya perubahan tersebut (Cahyono, 2006).
Selayaknya industri jasa pelayanan seperti rumah sakit menaruh
perhatian besar dan menyadari bahwa kualitas pelayanan kesehatan yang
diberikan ditentukan pula oleh kualitas berbagai komponen pelayanan
yang saling terkait antar komponen utama dan penunjang.
Pelayanan gizi di rumah sakit sebagai salah satu komponen
penunjang diselenggarakan oleh instalasi gizi yang bertujuan untuk
menyelenggarakan makanan bagi pasien. Penyelenggaraan makanan di
rumah sakit adalah suatu rangkaian mulai dari perencanaan sampai
dengan pendistribusian makanan kepada pasien. Penyelenggaraan
2
makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan
makanan yang kualitasnya baik, jumlah sesuai kebutuhan serta pelayanan
yang baik, dan layak sehingga memadai bagi klien atau konsumen yang
membutuhkan (Depkes, 2003).
Pelayanan pendukung medis seperti instalasi gizi di suatu rumah
sakit merupakan suatu kegiatan yang membantu dalam upaya
penyembuhan dan pemulihan penderita, yang kegiatannya dapat dari
usaha dapur sampai pengolahan diet bagi penderita. Dalam petunjuk
tentang ukuran akreditas rumah sakit, dinyatakan bahwa pelayanan gizi
merupakan salah satu fasilitas dan pelayanan yang harus ada di rumah
sakit. Bagian ini harus diatur dengan mempertimbangkan kebutuhan klinis,
kebutuhan masyarakat, keamanan, kebersihan, sumber-sumber dan
manajemen tepat guna. Dimana dalam proses penyembuhan pasien
dibantu dengan adanya makanan yang memenuhi syarat, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas (Waluyo,2007).
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit yang meliputi
pengadaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan,
pengangkutan makanan masak, penyimpanan makanan masak dan
penyajian makanan, hendaknya memperhatikan syarat higiene dan
sanitasi, mengingat permasalahan dari suatu makanan ditentukan oleh
ada tidaknya kontaminasi terhadap makanan (Soediano dkk, 2009).
Berbagai departemen/ instansi pemerintah yang bersangkutan
dengan pelaksanaan Inpres No. 20 tahun 1979, telah mengadakan latihan
3
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi para petugas
gizi dalam merencanakan dan mengelola program gizi yang sesuai
dengan standar kesehatan bagi pasien, sekaligus untuk mempercepat
proses penyembuhan pasien. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
penting diterapkan manajemen dalam penyelenggaraan makanan
sehingga menghasilkan makanan yang bermutu dan kebersihan makanan
yang memenuhi syarat kesehatan (Rachmat, dkk , 2004).
Dalam aspek manajemen langkah pertama dilakukan adalah
menerapkan perencanaan. Strategi penyusunan perencanaan tersebut
dilakukan oleh kepala instalasi gizi rumah sakit tersebut, yaitu meliputi
perencanaan mengenai tenaga yang bekerja khusus berhubungan
dengan penyelengaraan makanan yang akan diolah, perencanaan
mengenai kebutuhan bahan-bahan makanan, dan perencanaan mengenai
peralatan yang digunakan dalam pengolahan makanan. Kepala instalasi
gizi harus mempunyai kemampuan manajemen yang baik dalam mengatur
sumber daya manusia yang ada, membuat perencanaan yang baik
sehingga kebutuhan yang diperlukan dapat tersedia di dalam pengelolaan
gizi pasien (Arifin, dkk, 2006).
Berdasarkan survei awal dan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti dengan petugas gizi diperoleh informasi bahwa pelayanan gizi
oleh petugas kurang maksimal karena terbatasnya jumlah tenaga gizi
yaitu sebanyak tiga orang dengan dengan kualifikasi pendidikan dua
orang D3 Gizi dan satu orang tenaga gizi kesehatan masyarakat,
4
selebihnya tenaga tukang masak yang dikontrak dengan latar pendidikan
rata-rata SD.
Khusus pada bagian instalasi gizi sesuai dengan pencapaian
standar pelayanan minimum pelayanan gizi maka penilaian terhadap
beberapa indikator belum pernah dilakukan (belum diukur) seperti
ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien, sisa makanan yang
tidak termakan dan kesalahan dalam pemberian diet.
Untuk mendapatkan gambaran awal kondisi tempat penelitian,
maka dilakukan observasi sederhana dengan mencatat waktu pemberian
makanan, jenis dan variasi menu, struktur kelengkapan menu, dan
kesesuaian makanan dengan diet yang dianjurkan sesuai jenis penyakit
yang diderita pasien.
Hasil pengamatan tersebut menunjukkan masih seringnya terjadi
keterlambatan pendistribusian makanan pada pasien. Hal ini ditunjukkan
dengan pencatatan waktu pendistribusian makanan selama tujuh hari di
empat kelas rawat inap yakni Kelas III, Kelas II, Kelas I, dan VIP. Hari ke-
1, hari ke-5, dan hari ke-7, 75 % kelas rawat inap mengalami
keterlambatan pendistribusian makanan, sedangkan pada hari ke-2, hari
ke-4, hari ke-4, dan hari ke-6, 100 % kelas rawat inap mengalami
keterlambatan pendistribusian makanan (lampiran 1).
Masalah lainnya adalah menu yang tidak sesuai dengan jenis
penyakit pasien. Hal ini ditunjukkan oleh struktur menu yang tidak sesuai
dengan umur pasien, kondisi kesehatan, dan kecukupan gizi. Pemberian
5
makanan hanya tiga kali yakni makanan utama tanpa diselingi dengan
makanan selingan. Susunan menu tidak sesuai standar yakni hanya
mengandung makanan utama dan makanan penutup pada rawat inap
kelas III dan kelas II, mengandung makanan utama dan penutup ditambah
minuman pada kelas I, dan menu lengkap pada VIP (Lampiran III).
Jenis dan variasi makanan selama tujuh hari pengamatan, pada
hari ke-1, hari ke-2, hari ke-3, dan hari ke-7, tidak ada kelas rawat inap
yang memenuhi kesesuaian diet dengan tipe penyakit pasien. Pada hari
ke-4 dan hari ke-5 sebanyak 50 % kelas rawat inap mendapat variasi
makanan yang sesuai dengan diet yang dianjurkan. Sedangkan pada hari
ke-6 75 % kelas rawat inap memperoleh makanan sesuai diet yang
dianjurkan (Lampiran 2).
Kondisi ini menjadi perhatian peneliti untuk meneliti lebih lanjut
tentang konsep manajemen pengeleloaan makanan di Rumah Sakit
Umum Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dirumuskanlah masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep perencanaan anggaran pada Instalasi Gizi di
Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang?
2. Bagaimana konsep perencanaan menu makanan pada Instalasi Gizi di
Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang?
6
3. Bagaimana konsep kebutuhan bahan makanan pada Instalasi Gizi di
Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang?
4. Bagaimana konsep pembelian bahan makanan pada Instalasi Gizi di
Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang?
5. Bagaimana konsep pengolahan bahan makanan pada Instalasi Gizi di
Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang?
6. Bagaimana konsep penyimpanan bahan makanan pada Instalasi Gizi di
Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang?
7. Bagaimana konsep persiapan bahan makanan pada Instalasi Gizi di
Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang?
8. Bagaimana konsep distribusi dan penyajian makanan pada Instalasi
Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis konsep
manajemen pengelolaan makanan di Rumah Sakit Umum Lanto Dg.
Pasewang Kabupaten Jeneponto.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis konsep perencanaan anggaran pada Instalasi
Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang.
7
b. Untuk menganalisis konsep perencanaan menu makanan pada
Instalasi Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang.
c. Untuk menganalisis konsep kebutuhan bahan makanan pada
Instalasi Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang.
d. Untuk menganalisis konsep pembelian bahan makanan pada
Instalasi Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang.
e. Untuk menganalisis konsep pengolahan bahan makanan pada
Instalasi Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang.
f. Untuk menganalisis konsep penyimpanan bahan makanan pada
Instalasi Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang.
g. Untuk menganalisis konsep persiapan bahan makanan pada
Instalasi Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang.
h. Untuk menganalisis konsep distribusi dan penyajian makanan pada
Instalasi Gizi di Rumah Sakit Lanto Dg Pasewang.
D. Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan pengalaman dan memperluas ilmu pengetahuan bagi
peneliti dalam melakukan penelitian khusunya tentang mekanisme kerja
penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Umum Lanto Dg.
Pasewang Kabupaten Jeneponto
2. Memberikan masukan bagi petugas kesehatan dalam pelaksanaan dan
peningkatan terhadap kinerja petugas gizi di Rumah Sakit Umum Lanto
Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto tahun 2012
8
3. Sebagai bahan atau pedoman untuk penelitian selanjuntnya oleh
Mahasiswa/Mahasiswi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Makassar dan memberi acuan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan bagi peserta didik.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan
untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian (Aditama, 2004).
SK Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992
menyebutkan bahwa rumah sakit umum memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat dasar, sesialistik dan subspsaialistik. Rumah
sakit ini mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
2. Tugas Rumah Sakit
Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan
keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas
rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan rujukan.
10
Rumah sakit ini mempunyai misi memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugasnya adalah
melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
3. Fungsi Rumah Sakit
a. Menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi,
pencegahan dan peningkatan kesehatan.
b. Sebagai tempat pendidikan atau latihan tenaga medis dan
paramedis.
c. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi
bidang kesehatan
Milton Reamer dan Friendem dalam buku Doctor In Hospital
(1971) dalam Aditama, (2004) menyatakan bahwa rumah sakit
setidaknya punya lima fungsi.
a. Harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan
terapiotiknya, berbagai jenis spesialis baik bedah maupun non
bedah, harus tersedia. Pelayanan rawat inap ini juga meliputi
pelayanan keperawatan, gizi, farmasi, laboratorium, radiologi dan
berbagai pelayanan diasnogtik serta terapiutik lainnya.
11
b. Rumah sakit harus memiliki rawat jalan.
c. Rumah sakit juga punya tugas untuk melakukan pendidikan dan
latihan.
d. Rumah sakit perlu melakukan penelitian di bidang kedokteran dan
kesehatan karena keberadaan pasien di rumah sakit merupakan
modal dasar untuk penelitian.
e. Rumah sakit juga punya tanggung jawab untuk program pencegahan
penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi populasi di sekitarnya.
4. Pelayanan Rumah Sakit
Klasifikasi pelayanan rumah sakit berdasar jenis pelayanan
medik, penunjang medik dan perawatan, yang dikemukakan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sebagai berikut :
a. Pelayanan medik umum
b. Pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik
c. Pelayanan penunjang medik :
1) Radiologi
2) Patologi, meliputi patologi klinik, patologi anatomi dan patologi
forensik.
3) Anastesi.
4) Gizi.
5) Farmasi.
6) Rehabilitasi medik.
d. Pelayanan perawatan
12
1) Pelayanan perawatan umum dasar.
2) Pelayanan perawatan spesialistik.
3) Pelayanan perawatan subspesialistik (Wiyono, 2000)
B. Manajemen Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Salah satu pelayanan kesehatan dalam rantai sistem rujukan
adalah rumah sakit yang didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan
utama memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk asuhan
keperawatan, tindakan medis, asuhan nutrisi dan diagnostik serta upaya
rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
Segmen utama pada pasar pelayanan makanan dalam
Classification of Foodservices, salah satunya adalah Healt Care Market
yang didalamnya terdiri dari tiga jenis yaitu : rumah sakit, panti atau rumah
perawatan dan tempat perawatan khusus (rumah peristirahatan, panti
jompo, rumah yatim piatu, panti asuhan dan lainlain). Masing-masing
usaha dengan klasifikasinya itu memiliki tujuan, sasaran dan tipe
organisasi dan manajemen, meskipun klasifikasi usaha mereka itu
mungkin sangat berbeda, masing-masing memperhatikan penyediaan
servis makanan pada beberapa segmen publik. Hal ini merupakan
kebiasaan diantara mereka yang dapat diidentifikasi untuk
pengelompokan hingga menjadi tipe-tipe spesifik pada sistem pelayanan
makanan (Bessie & Levelle Wood, 2003)
13
Usaha pelayanan kesehatan di rumah sakit bertujuan agar tercapai
kesembuhan penderita dalam kurun waktu sesingkat mungkin. Untuk itu
perlu dilakukan kegiatan pengembangan pelayanan gizi rumah sakit.
Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah pelayanan gizi yang
diberikan di rumah sakit bagi pasien dirawat dan berobat jalan. Kegiatan
PGRS dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok kegiatan :
1. Kegiatan Pengadaan dan Penyediaan Makanan
2. Kegiatan Pelayanan Gizi di ruang rawat inap.
3. Kegiatan Penyuluhan dan Konsultasi Rujukan Gizi.
4. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Terapi Gizi (Ratna, 2009)
Dalam SK Menkes No. 143/MenKes/SK/IV/78 dan No.
983/MenKes/SK /X/92, dinyatakan bahwa wadah yang menangani
kegiatan gizi di rumah sakit adalah Instalasi Gizi yang merupakan sarana
penunjang kegiatan Unit Pelaksana Fungsional.
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Pelayanan gizi diselenggarakan secara terintegrasi dengan unit
pelayanan kesehatan lain di rumah sakit, agar dicapai pelayanan gizi
yang optimal dan penyelenggaraan makanan yang bermutu tinggi.
Maka seyoyanya memperhatikan kriteria sebagai berikut :
a. Adanya tujuan tertulis, serta petunjuk yang obyektif dalam kegiatan
pelayanan gizi.
14
b. Sasaran pelayanan gizi adalah pasien rawat inap, pasien rawat jalan,
pasien yang memerlukan pelayanan gawat darurat, pegawai serta
masyarakat.
c. Lingkup kegiatan meliputi produksi dan distribusi makanan,
pelayanan gizi ruang rawat inap, penyuluhan dan konsultasi diet,
penelitian dan pengembangan gizi terapan, penentuan anggaran
serta semua aspek pelayanan gizi.
d. Standar Pelayanan gizi dinilai setiap tiga tahun.
2. Administrasi dan Pengelolaan
Pelayanan gizi rumah sakit harus mempunyai bagan organisasi
dan uraian tugas yang jelas bagi semua jenis personil dengan kriteria
sebagai berikut yaitu :
a. Pelayanan gizi rumah sakit dikelola dan diorganisir oleh Dietesien.
b. Pola kegiatan gizi rumah sakit harus mencakup kegiatan yang telah
ditetapkan Depkes RI sesuai dengan kelas rumah sakit.
c. Adanya bagan organisasi yang menggambarkan secara jelas garis
komando yang menunjukkan tanggung jawab kewenangan dan
hubungan kerja dalam pelayanan gizi dengan unut lain.
d. Ada uraian tugas tertulis untuk setiap petugas yang mencakup :
1) Kualifikasi sesuai jabatan.
2) Garis komando.
3) Fungsi dan tanggung jawab.
4) Penilaian staf
15
5) Pertemuan berkala staf Instalasi Gizi diadakan paling sedikit
6) setiap bulan, yang dibuktikan dengan notulen rapat.
e. Standar makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien dalam
kualitas dan kuantitas.
f. Dietesien mengelola pelayanan gizi sebagai berikut :
1) Menyusun standar makanan Rumah Sakit sesuai dengan
penuntun diet.
2) Menyusun kebutuhan diet pasien rawat inap.
3) Menyusun menu dan perencanaan kebutuhan bahan makanan.
4) Menyusun anggaran belanja Instalasi Gizi.
5) Menyusun diet pasien rawat inap sesuai dengan keadaan pasien
dan penyakitnya.
6) Melakukan pengadaan bahan makanan, penerimaan,
penyimpanan dan distribusi bahan makanan.
7) Mengelola produksi dan distribusi makanan bagi pasien rawat
inap dan pasien rawat jalan serta pegawai.
8) Melakukan evaluasi diet diruang rawat inap.
9) Merencanakan dan melakukan penyuluhan konsultasi diet dan
rujukan diet bagi pasien rawat inap dan rawat jalan secara
individu, kelompok dan masal.
10) Melakukan pengkajian, perencanaan, penerapan dan penelitian
diet pasien secara terintegrasi dengan tim asuhan gizi.
11) Melakukan pencatatan diet pasien rawat inap.
16
12) Membuat laporan tahunan kegiatan pelayanan gizi.
C. Manajemen Logistik
The Council of Logistics Management (CLM), organisasi pelopor
logistik di Amerika mendefinisikan manajemen logistik sebagai bagian dari
proses Supply Chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan,
dan mengendalikan keefisienan dan keefektifan aliran serta penyimpanan
barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of
origin) hingga titik konsumsi (point of consumption) dalam tujuannya untuk
memenuhi kebutuhan para pelanggan (Aprilandini, 2011).
Martin (1998) mengartikan Manajemen Logistik sebagai proses
yang secara strategis mengatur pengadaan bahan (procurement),
perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan
barang jadi (dan informasi terkait) melalui organisasi dan jaringan
pemasarannya dengan cara tertentu sehingga keuntungan dapat
dimaksimalkan baik untuk jangka waktu sekarang maupun waktu
mendatang melalui pemenuhan pesanan dengan biaya yang efektif
(Aprilandini, 2011).
Logistik modern mendefinisikan Manajemen Logistik sebagai
proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan
penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para suplaier,
diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para langganan.
17
Tujuan Logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-
macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu dibutuhkan, dalam
keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan
total biaya yang terendah.
Sasaran penyelenggaraan logistik adalah mencapai level sokongan
manufacturing pemasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan
total biaya yang serendah mungkin. Tanggung jawab utama manajer
logistik adalah merencanakan dan mengelola suatu sistem operasi yang
mampu mencapai sasaran ini. Dalam tanggung jawab perencanaan dan
pengelolaan yang luas ini terdapat banyak sekali hal yang kompleks dan
mendetil. Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan
tuntutan terhadap pemindahan (movement) dan penyimpanan (storage)
yang strategis.
1. Manejemen Logistik Rumah Sakit
Logistik Rumah Sakit dapat diartikan sebagai proses
pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan
barang, suku cadang dan barang jadi dari pemasok di dalam sarana
dan fasilitas rumah sakit dan sampai kepada para pemakai jasa
pelayanan rumah sakit. Adapun rumusan logistik secara mudahnya
merupakan kegiatan yang menyangkut segi :
a. Perencanaan dan Pengembangan, pengadaan, penyimpanan,
pemindahan, penyaluran, pemeliharaan, dan penghapusan alat- alat
perlengkapan.
18
b. Pemindahan, pengadaan atau pembuatan, penyelenggaraan,
pemeliharaan dan penghapusan fasilitas-fasilitas.
c. Pengusahaan atau pemberian pelayanan.
Dalam ruang lingkup rumah sakit istilah logistik merupakan
subsistem dan menjadi lebih sempit yakni :
a. Suatu proses pengelolaan secara strategis terhadap pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian serta pemantauan persediaan bahan
serta barang yang diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit.
b. Bagian dari rumah sakit yang menyediakan barang dan bahan yang
diperlukan untuk kegiatan operasional rumah sakit dalam
jumlah,kualitas dan pada waktu yang tepat sesuai kebutuhan dengan
harga yang efisien.
Beberapa kepentingan rumah sakit dalam melakukan kegiatan
logistik yang perlu mendapat perhatian yakni :
a. Operasional : Barang harus tetap tersedia dan bahan dalam jumlah
yang tetap dan kualitas yang memadai pada saat diperlukan.
b. Keuangan : Mengupayakan biaya operasional dengan efisien dan
efektif. Nilai persediaan yang sesungguhnya tercermin dalam system
akutansi.
c. Keamanan : Penyediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan
yang tidak wajar.
19
D. Kerangka Teori
1. Pengelolaan bahan makanan
Pengelolaan bahan makanan pada Instalasi Gizi di rumah sakit
merupakan suatu aspek manajemen rumah sakit yang penting oleh
karena ketidak-efisienannya akan memberi dampak yang negative
terhadap rumah sakit baik secara medik maupun ekonomik. Efisiensi
dalam organisasi nonfor profit (rumah sakit) dapat berarti cara
mengkombinasikan jumlah dan mutu terbaik dengan biaya produksi
yang serendah mungkin dalam penggunaan sumber daya untuk
mempdoduksi barang-barang atau jasa pelayanan (Trinantoro, 1997).
2. Pembiayaan bahan makanan
Makanan merupakan elemen biaya yang cukup besar di setiap
institusi. Jika dikendalikan dengan baik akan dapat menjamin
tercapainya keuntungan dan tujuan yang optimal. Meskipun biaya
makanan sangat tergantung pada fluktuasi harga, akan tetapi dapat
dikendalikan, oleh karena itu perlu sistem pengendalian biaya makan
yang efektif, disamping itu biaya makan merupakan anggaran yang
besarnya kurang lebih 2550 % dari biaya penyelenggaraan pelayanan
gizi diinstitusi terserap untuk pembelian bahan makanan. Pengendalian
biaya bahan makanan dapat dilakukan pada semua proses
penyelenggaraan makanan mulai dari perencanaan menu sampai
dengan distribusi makanan dan penjualan.
20
Upaya-upaya pengendalian biaya yang dapat dilakukan dirumah
sakit meliputi : (Gani. A, 1999)
a. Meningkatkan efisiensi, yang terdiri dari tiga jenis yaitu :
1) Economic Efficiency (efisiensi ekonomi) atau sering disebut juga
Using leas cost input. Contoh: penggunaan obat generik karena
relatif murah.
2) Technical in Efficiency (efisiensi teknik), banyak sekali
pemborosan teknis akibat kombinasi dari sumber daya yang tidak
sesuai.
3) Scale Efficiency, efisiensi yang berkaitan dengan besarnya
investasi yang sangat rawan untuk terjadi inflasi.
a) Mengembangkan kesadaran akan biaya ( cost consciousness )
yang bertujuan agar para pelaku rumah sakit berprilaku hemat
supaya biaya bisa ditekan lebih murah.
b) Investasi teknis yaitu mencari peluang untuk menghemat
pengeluaran.
c) Hospital Investment Control, yaitu dengan menghindari
investasi yang tidak optimal.
Dalam melaksanakan program efisiensi biaya manajer rumah
sakit dapat membaginya dalam empat langkah strategis yaitu :
a. Langkah pertama adalah awas biaya. Administrator rumah sakit
perlu awas tentang biaya yang timbul dari setiap operasional rumah
sakit.
21
b. Langkah kedua adalah pengawasan biaya. Administrator rumah sakit
perlu menyediakan mekanisme dan media untuk mengidentifikasi,
melaporkan dan mengawasi biaya.
c. Langkah ketiga adalah pengelolaan biaya yaitu menyusun system
untuk mengontrol dan mengusahakan timbulnya rencana, strategi,
program dan tercapainya tujuan efisiensi biaya.
d. Langkah keempat adalah penyediaan insentif dan kompensasi yang
menyebabkan program efisiensi biaya dapat berjalan terus.
Disamping itu intervensi manajemen dapat dilakukan untuk
mengefisienkan biaya melalui manajemen tenaga rumah sakit, melalui
peningkatan produktivitas atau melalui manajemen peralatan, sarana
dan fasilitas. Dan dapat pula dibentuk sebuah Komosi Program
Efisiensi Biaya yang tujuannya membantu administrator rumah sakit
dalam usaha mengefisienkan biaya rumah sakit.
Secara umum siklus dan penggunaan bahan makanan di rumah
sakit akan mencakup tahap seleksi bahan makanan, tahap pengadaan,
tahap distribusi dan tahap penggunaan yang disusun berdasarkan
pengalaman tahun-tahun yang lalu dan perkiraan yang akan datang,
kesemuanya dapat berjalan dengan baik dengan adanya dukungan dari
pihak manajemen yaitu pengorganisasian, dana, system informasi
manajemen dan sumber daya manusia.
22
3. Perencanaan bahan makanan
Perencanaan pengadaan bahan makanan dilakukan agar jumlah
persediaan bahan makanan dapat efisien dan efektif, mendukung
kelancaran proses produksi perusahaan (rumah sakit), terpenuhinya
modal investasi yang memadai. (Suryani, 2011)
Perencanaan pengadaan makanan adalah serangkaian kegiatan
mulai dari perencanaan macam dan jumlah bahan makanan,
pengadaan bahan makanan hingga proses penyediaan makanan
matang bagi pasien dan karyawan rumah sakit, yang meliputi :
a. Perencanaan anggaran belanja.
b. Perencanaan menu.
c. Perhitungan kebutuhan bahan makanan.
d. Prosedur pembelian bahan makanan
e. Prosedur penerimaan bahan makanan
f. Prosedur penyimpanan bahan makanan
g. Tehnik persiapan bahan makanan
h. Pengaturan pemasakan makanan
i. Cara pelayanan dan distribusi makanan
j. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi
4. Pengadaan bahan makanan
Pengadaan adalah suatu proses untuk mendapatkan
perbekalan. Tujuan sistem pengadaan adalah untuk mendapatkan
bahan makanan dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin
23
tepat waktu, proses berjalan lancar tidak memerlukan tenaga yang
berlebihan. Langkah proses pengadaan dimulai dengan :
a. Mereview daftar bahan yang akan diadakan
b. Menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibeli
c. Menyesuaikan dengan situasi keuangan
d. Memilih metode pengadaan
e. Memilih supplier atau rekanan
f. Membuat syarat kontrak kerja
g. Memonitor pengiriman barang, menerima barang dan memeriksa
h. Melakukan pembayaran serta menyimpan
i. Didistribusikan.
Pada proses pengadaan ada 3 (tiga) elemen penting yang perlu
diperhatikan yaitu :
a. Metode pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan
biaya yang tinggi.
b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja, sangat penting untuk
menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu, waktu
kelancarannya.
c. Order pemesanan, agar barang dapat sesuai macamnya, waktu dan
tempat.
Pada umumnya ada 4 (empat) metode pengadaan :
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua pemborong yang terdaftar dan
sesuai kriteria yang ditentukan.
24
b. Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup, hanya
dilakukan pada pemborong tertentu yang sudah termasuk dalam
daftar dan mempunyai riwayat pekerjaan yang baik.
c. Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila jenis barang tidak
urgent, tidak banyak, biasanya untuk jenis barang tertentu.
Pengadaan langsung, pembelian dalam jumlah kecil dan perlu
segera tersedia, relatif agak mahal.
5. Pengadaan persediaan bahan makanan
Untuk mengantisipasi penggunaan yang tidak pasti dalam rumah
sakit, dapat dilakukan dengan membuat persediaan pengaman.
Persediaan pengaman perlu ditentukan secara tepat agar tidak terlalu
besar, tetapi juga tidak terlalu kecil. Tetapi yang paling ideal adalah
apabila rumah sakit dapat meniadakan persediaan (zero inventori),
sebab dengan adanya persediaan, perusahaan harus menanggung
biaya simpan, biaya investasi gudang, biaya modal yang tertanam
dalam persediaan, biaya kemungkinan kerusakan dan lain-lain.
6. Penyimpanan dan distribusi bahan makanan
Kegiatan penyimpanan atau Storage atau pergudangan, dimulai
dari datangnya barang yang diadakan sampai adanya permintaan untuk
digunakan atau distribusi. Kegiatan penyimpanan dan distribusi diawali
dengan penerimaan barang di gudang, penelitian dan pengecekan,
pencatatan pada kartu stok gudang untuk pengendalian inventori serta
25
barang dimasukkan dan ditempatkan pada tempat yang telah
ditentukan di dalam gudang.
E. Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit
Pelayanan gizi dirumah sakit menduduki tempat yang sama penting
dengan pelayanan pengobatan, perawatan medis dan sebagainya yang
diberikan untuk penyembuhan penyakit. Bentuk pelayanan gizi rumah
sakit tersebut. Pelayanan dalam bentuk yang paling umum adalah
penyelenggaraan makanan bagi penderita yang dirawat. Apabila rumah
sakit tersebut juga memberikan layanan spesialistis, terutama yang
bertalian dengan penyakit yang menyerang berbagai organ tubuh penyakit
dalam maka bentuk pelayanan gizi menjadi lebih lengkap. (Depkes RI,
2008)
1. Tujuan pengolahan penyelenggaran makanan di Rumah Sakit
Tujuan pengolahan penyelenggaran makanan di rumah sakit
adalah sebagai berikut :
a. Agar penderita yang dirawat memperoleh makanan yang sesuai
dengan kebutuhan gizinya, dan dapat mempercepat penyembuhan
penyakit serta memperpendek hari perawatan
b. Agar biaya yang disediakan untuk penyelenggaraan makanan orang
sakit dapat digunakan setepat-tepatnya hingga diperoleh daya guna
dan hasil guna yang maksimal.
26
Dengan melihat tujuan pengolahan penyelenggaraan makanan di
rumah sakit seperti diatas, maka dalam pengolahan penyelenggaraan
makanan di rumah sakit ada dua aspek pokok yang mendapat
penekanan yaitu :
a. Aspek administratife penyelenggaraan makanan dan :
b. Aspek teknis baik bertalian dengan penyelenggaraan makanan
umum maupun makan diet.
2. Aspek Tehknis Pengolahan Penyelenggaraan Makanan Di Rumah
Sakit
Aspek teknis penyelenggaraan makanan di Rumah sakit
mencakup hal-hal berikut : (Depkes RI, 2008)
a. Perencanaan makanan, baik makanan biasa maupun makanan diet.
Setiap Rumah sakit telah ditentukan untuk siklus 10 hari, atau 15
hari. Dengan dasar menu baku tersebut direncanakan pengadaaan
bahan makanan, baik dengan jalan membeli langsung ke pasar
ataupun melalui rekanan pemborong. Perencanaan makanan
dilakukan berdasarkan keterangan yang diberikan oleh bidang
perawatan yaitu jumlah orang yang dirawat dari hari ke hari serta
jenis makanan yang diperlukan seperti makanan biasa, makanan
saring, makanan lunak, makanan pantang/diet dan sebagainya.
b. Pengorganisasian, pelayanan makanan harus diatur sebaik-baiknya
sehingga setiap penderita mendapatkan makanan yang tepat porsi
maupun jenis makanan pada waktu yang tepat pula. Keterlambatan
27
penderita mendapat makanan. Oleh karena itu harus dilakukan
sebaik mungkin, disertai dengan penetapan batas waktu peyelesaian
setiap pekerjaan seperti batas waktu menyerahkan bahan makanan
mentah oleh leveransir, batas waktu pengoalahan dan memasak
makanan, batas waktu makana harus sudah dikirimkan ke ruang
perawatan dan batas waktu pembagian makanan kepada orang
sakit. Lebih banyak penderita yang dirawat di suatu rumah sakit,
maka pengorganisasian penyelenggaraan makanan juga akan
menjadi lebih rumit.
c. Penegasan pembagian tugas dan tanggung jawab. Karyawan perlu
dilakukan sebaik-baiknya dalam rangka menciptakan mekanisme
kerja yang baik dan tepat. Untuk karyawan dapat dibagi dalam
kelompok-kelompok dengan tugas berbeda-beda. Misalnya, ada
kelompok karyawan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab
dalam hal perencanaan makanan, pemesanana bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan bahan makanan. Hal ini dilakukan
demi adanya sifat tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap karyawan
yang telah terpatri dalam diri mereka masing-masing.
3. Aspek Administrasi Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit
Aspek administrasi penyelenggaraan makanan di rumah sakit
mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Perencanaan keuangan/anggaran tahunan
28
Untuk dapat menyelenggarakan makanan bagi orang sakit,
maka diperlukan perencanaan kebutuhan biaya yang disusun untuk
keperluan satu tahun. Perencanaan makanan mencakup
(1) Makanan orang sakit yang terbagi menjadi :
(2) Makanan biasa
(3) Makanan khusus
(4) Makanan pegawai
(5) Makanan dokter dan perawat juga
(6) Makanan pegawai dokter dan perawat jaga
(7) Makanan pegawai dinas khusus. (Moehji, 2003)
Dalam menentukan kebutuhan biaya penyelenggaraan
makanan digunakan beberapa indeks anatara lain:
a) Indeks kebutuhan zat gizi bagi setiap penderita
b) Indeks kebutuhan bahan makanan bagi setiap penderita, dan
Indeks harga bahan makanan
Dengan menggunakan berbagai indeks itu dapatlah
diperhitungkan biaya makan bagi setiap penderita setiap harinya.
Dalam menghitung harga makanan perhari harus diingat bahwa
jumlah bahan makanan yang diperlukan berdasar kebutuhan bahan
makanan adalah bahan makanan bersih, dan karenanya dalam
perhitungan biaya harus ditambahkan faktor bagian yang tidak dapat
dimakan. Sayuran misalnya hanya sebagian kecil yang dapat
dimakan sedang selebihnya terbuang, jadi kalau diperlukan 10 kg
29
bayam, maka kebutuhan bayam yang harus dibeli sedikit 15 kg.
Demikian juga bahan makana yang lain.
Apabila sudah didapatkan harga patokan makanan perorang
perhari, maka satuan harga ini kemudian jumlah penderita dan
pegawai perlu diberi makan. Untuk itu diperlukan data tentang
kapasitas rumah sakit, penggunaan tempat tidur (Bed Opccupancy
Bate/BOR) dan lain-lain.
b. Administrasi pengelolaan keuangan sesuai dengan ketentuan
ataupun peraturan yang berlaku apabila instalasi gizi rumah sakit
atau dapur rumah sakit melakukan pengeluaran dan penerimaan
uang untuk kegiatannya.
c. Administrasi barang yang dimulai dengan peraturan administrasi
pemesanan barang/bahan makanan dan rekanan pemborong yang
telah memenangkan pelelangan borongan bahan makanan.
Pesanan bahan makanan dapat berupa pesanan bahan makanan
harian terutama untuk bahan makanan yang tidak tahan disimpan
seperti sayuran, ikan, daging dan sebagainya, di samping itu untuk
bahan makanan kering, seperti beras, gula dan lain-lain dapat
dilakukan pesanan mingguan atau bulanan. Daftar pesanan dibuat
dalam beberapa rangkap, dan asli daftar pesanan disampaikan
kepada pemborong. Dalam daftar pesanan biasanya tidak lagi
spesifikasi kualitas bahan makanan yang dipesan karena hal itu
sudah diserahkan haruslah sesuai dengan ketentuan yang
30
disebutkan dalam kontrak tersebut. Satu lembar dari daftar pesanan
itu diberikan kepada kelompok petugas penerima bahan makanan
untuk pemeriksaan pada wakru pemborong menyerahkan bahan
makanan yang dipesan, bahan makanan yang diterima dicatat dalam
buku penerimaan barang. Setiap pengeluaran barang/bahan
makanan haruslah pula disertai tanda tangan bukti pengeluaran
barang yang ditanda tangani oleh penerima barang. Pesanan
makanan dibuat oleh perawat bangsal setiap hari dicatat dalam buku
pesanan makanan dan kemudian ditulis di papan catatan pesanan
makanan yang digantungkan diruang distribusi makanan.
d. Laporan dan evaluasi penyelenggaraan makanan yang dibuat setiap
triwulan dan pada akhir tahun disusun menjadi laoparan tahunan.
Dalam laporan tahunan di samping dikemukakan kegiatan-kegiatan
pelayanan gizi yang telah dilaksanakan selama triwulan atau tahun
anggaran itu, juga dikemukakan masalah-masalah yang dihadapi
hambatan-hambatan dalam pelaksaan fungsi serta penilaian
terhadap kegiatan untuk kurun waktu yang bersangkutan (Moehji,
2003).
4. Jenis Penyelenggaraan Makanan Di Rumah Sakit
Kegiatan penyelenggraan makanan merupakan bagian dari
kegiatan instalasi gizi atau unit pelayanan gizi di rumah sakit.
Jenis penyelenggaraan makanan di rumah sakit :
a. Penyelenggaraan makanan secara sistem swasekolah
31
Jika penyelenggaraan makanan dilakukan dengan system
swasekola maka instalasi atau unit pelayanan gizi bertanggung
jawab untuk melaksanakan semua kegiatan penyelenggaraan
makanan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
b. Penyelenggraan makanan system out-sourcing
Sistem out-sourcing yaitu penyelenggaraan makanan
memanfaatkan jasa boga atau catring. Sistem out-sourcing dapat
dibagi menjadi dua kategori yaitu semi out-sourcing, pengusaha jasa
boga selaku penyelenggaraan makanan menggunakan sarana
prasarana milik rumah sakit, sedangkan pada sistem full out sourcing
pengusaha jasaboga tidak menggunakan sarana dan prasarana milik
Rumah Sakit melainkan milik perusahaannya sendiri.
Dalam penyelenggaraan makanan dengan system semi out-
sourcing maupun full out-sourcing, fungsi ahli gizi adalah sebagai
perencanaan menu, penentu standar porsi dan pemesanan
makanan. Selain itu, pada system ini ahli gizi berkewajiban untuk
mengawasi kualitas dan kuantitas makanan yang di pesan sesuai
dengan sfesifikasi standar hidangan yang telah ditetapkan dalam
kontrak.
5. Mekanisme Kerja Penyelenggaraan Makanan
Penyusunan anggaran belanja makanan adalah suatu kegiatan
penyusunan anggaran biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan
makanan bagi konsumen/pasien yang dilayani.
32
Dengan menggunakan daftar menu baku, resep baku, dan
bumbu baku dapat diperhitungkan kebutuhan bahan makanan dari hari
ke hari. Untuk rumah sakit perhitungan kebutuhan bahan makanan
dapat dihitung untuk jangka waktu 10 hari, sesuai dengan siklus menu
yang berlaku. Jarang sekali pengadaan bahan makanan dilakukan
dengan pembelian langsung ke pasar. Kecuali jika jumlah orang sakit
yang diberi makan jumlahnya kecil sekali (kurang dari 20 orang).
Pengadaan bahan makanan umumnya dilakukan melalui
pesanan kepada kontaktor yang memenangkan kontrak pengadaan
bahan makanan melalui pelelangan yang khusus diselenggarakan
untuk itu. Dalam kontrak pelelangan biasanya telah ditentukan jenis
bahan makanan yang harus diadakan jumlah dan keadaan serta mutu
masing-masing jenis bahan makanan itu. Kontraktor penyelenggaraan
pengadaan makanan menyediakan bahan makanan yang diperlukan
dari hari ke hari berdasarkan pesanan Rumah Sakit.
Pemesanan bahan makanan tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan serta fasilitas penyimpanan yang tersedia. Bahan makanan
kering seperti beras, gula atau lainnya dapat dipesan untuk jangka
waktu 10 hari, akan tetapi bahan makanan basah seperti daging, susu
segar, ikan ,sayur-mayur karena tidak tahan disimpan lama,
pemesanan dilakukan setiap hari.
Penerimaan pesanan bahan makanan oleh Rumah Sakit dapat
dilakukan melalui 2 cara :
33
a. Petugas penerima pesanan bahan makanan, menerima pesanan
berdasarkan daftar pesanan yang dubuat oleh rumah sakit. Jadi
petugas tinggal mencocokkan bahan makanan yang diterima ( jenis
dan jumlahnya) dengan daftar pesanan.
b. Petugas penerima hanya mencatat saja bahan makanan yang
diserahkan oleh kontaktor tanpa mengetahui berapa jumlah dan jenis
bahan makanan yang dipesan. Daftar yang dibuat petugas penerima
ini baru kemudian dicocokan dengan pesanan. Dengan demikian
dapat diketahui apakah bahan makanan yang diserahkan sesuai
pesanan ataukah tidak.
Dalam melakukan penerimaan perlulah diperhatikan jumlah,
jenis, takaran atau ukuran atau pun satuan, kualitas bahan, batas aktu
kadarluarsa. Apabila bahan makanan yang diserahkan tidak sesuai atu
tidak memenuhi syarat mutunya, maka bahan makanan itu harus
dikembalikan kepada kontraktor untuk diganti atau ditambah jika
kurang.
Penyimpanan bahan makanan Untuk penyelenggaraan makanan
orang sakit perlu diperhatikan agar bahan makanan yang sudah
diterima tidak menjadi rusak atau busuk. Bahan makanan kering dapat
disimpan digudang yang ditempatkan di atas rak-rak khusus.
Penyimpanan bahan makanan kering ini hendaknya tidak campur baur,
akan tetapi ditempatkan menurut kelompoknya. Selain untuk mencegah
kerusakan, juga untuk memudahkan pengambilannya. Bahan makanan
34
basah hendaklah disimpan di lemari pendingin atau kamar pendingin.
Adanya lemari pendingin atau kamar pendingin di setiap Rumah Sakit
sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan bahan
makanan. Bahan makanan yang rusak atau busuk segera dipisahkan.
Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang
baik dengan ketinggian rak terbawah dari lantai 20-25 cm. hal ini untuk
menghindari kontaminasi karena genangan air, memudahkan
pembersihan dan mencegah infestasi serangga. Suhu gudang bahan
makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 220 C untuk mengurangi
pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan kaleng. Suhu didalam
ruang pendingin antara -100 C sampai 50 C. gudang harus dibuat anti
tikus dan serangga. Jendela dan pintu perlu dipasang kaca, pelindung
tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup semen.
Penyimpanan dilemari pendingin, hendaknya memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Rak-rak dalam refrigerator harus diatur sedemikian rupa sehingga
bahan makanan tidak saling berdesakan
b. Refrigator harus berukuran memadai sehingga dapat digunakan
secara baik dan mudah dijangkau.
c. Dalam refrigator hendaknya disediakan ruang yang memadai untuk
meniris potongan-potongan dari freezer
35
d. Makanan yang disimpan dalam refrigator hendaknya diletakkan
dalam wadah dengan dasar tidak lebih dari 5-7,5 cm, sehingga
makanan bisa cepat dingin dan mengurangi pertumbuhan kuman.
e. Pada saat penyajian, suhu makanan dijaga diatas 650 C untuk
makanan hangat 40 C untuk makanan dingin. (Depkes RI, 2008).
Petugas pengolah bahan makanan harus mencatat semua jenis
dan jumlah bahan makanan yang diterima dan disimpan di gudang atau
tempat penyimpanan serta mencatat setiap pengeluaran.
Pengolahan makanan dilakukan melalui beberapa langkah
berikut :
a. Persiapan pengolahan bahan makanan, yaitu menyiapkan semua
bahan makanan yang diperlukan., jumlah masing-masing jenis
bahan makanan yang berdasarkan resep baku dan bumbu baku.
Kualitas makanan sebaiknya sudah ditentukan antar lain mencakup
nilai gizi, rupa, warna, rasa, kelunakan (texture), porsi dan cara
menyajikan.
b. Bahan makanan yang sudah siap itu kemudian mulai diolah yaitu
dibersihkan, disiangi, dicuci, dipotong dan digiling atau diiris dan
sebagainya sehingga siap untuk dimasak.
c. Persiapan pengolahan kemudian dilanjutkan dengan proses
pemasakan makanan. Dalam proses pemasakan selain menjaga
agar nilai gizi makanan tidak berkurang harus pula dijaga agar rasa,
aroma dan kelunakan makanan sesuai dengan ketentuan. Lebih
36
banyak makanan yang dimasak biasanya akan lebih sulit
mempertahankan warna, aroma dan kelunakannya. Sayuran yang
berada pada bagian bahan mungkin sudah lunak sekali, akan tetapi
pada bagian atas masih keras bahkan mungkin agar makanan
masak secara merata. Penggunaan bumbu-bumbu yang
merangsang sebaiknya dihindarkan dalam memasak makanan untuk
orang sakit. Sebaiknya dihindarkan dalam memasak makanan untuk
orang sakit. Rasa terlalu pedas, terlalu asam sebaiknya juga
dihindarkan. Bagaimanapun makanan yang berlebihan tidak akan
mendatangkan manfaat. Justru sebalikanya, penyakit baru dapat
timbul darinya jika tidak berhati-hati ( sesuai petunjuk prosedur yang
sebenarnya).
d. Makanan yang sudah masak kemudian dipersiapkan untuk
pembagiannya. Perlulah selalu dijaga agar apabila makanan sampai
pada penderita masih dalam keadaan hangat. Karenanya mungkin
diperlukan alat-alat pemanas yang digunakan untuk memanaskan
makanan seperti sup sebagainnya. Pembagian makanan dapat
dilakukan dengan cara terpusat (sentralisasi) ataupun melalui cara
tidak terpusat (desentralisasi).
e. Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran
makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen
yang di layani (makanan biasa maupun khusus).
37
6. Sistem Penyelenggaraan Makanan institusi
Sesuai pedoman teknis proses penyediaan makanan dalam
system penyelenggaraan makanan institusi, dibagi dalam beberapa
tahap antara lain (Depkes RI, 2008) :
a. Perencanaan Anggaran Belanja Makanan
Perencanaan anggaran belanja makanan adalah suatu
kegiatan perencanaan anggaran biaya yang diperlukan untuk
pengadaan bahan makanan bagi konsumen atau pasien yang di
layani. Tujuan: tersedianya tafsiran anggaran belanja makanan yang
di perlukan untuk memenuhi kebutuhan macam dan jumlah bahan
makanan bagi konsumen atau pasien yang dilayani sesuai dengan
standar kecukupan gizi. Prasyarat anggaran belanja makanan
adalah:
1) Adanya kebijakan institusi.
2) Tersedianya data peraturan pemberian makanan institusi.
3) Tersedianya data standar makanan untuk pasien.
4) Tersedianya data standar harga bahan makanan.
5) Tersedianya data rata-rata jumlah konsumen atau pasien yang
dilayani.
6) Tersedianya siklus menu.
7) Tersedianya anggaran makanan yang terpisah dari biaya
perawatan.
38
b. Perencanaan Menu
Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu
yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen atau pasien dan
kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Tujuan:
tersedianya siklus menu sesuai klasifikasi pelayanan yang ada di
institusi misalnya siklus menu 10 hari atau seminggu. Prasyarat
perencanaan menu adalah :
1) Peraturan pemberian makanan institusi..
2) Standar porsi dan standar resep.
3) Standar bumbu.
Langkah perencanaan menu sebagai berikut :
1) Bentuk tim kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari ahli
gizi/dietesin, kepala masak, dokter spesialis gizi klinik dll
2) Kumpulkan tanggapan/keluhan yang akan dilayani
3) Kumpulkan data peralatan dapur yang tersedia
4) Sesuaikan penyusunan menu dengan macam dan jumlah tenaga
5) Perhatikan kebiasaan makan daerah setempat, iklim pasar
6) Tetapkan siklus menu yang akan dipakai.
c. Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan
Perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan
penyusunan kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk
pengadaan bahan makanan. Tujuan: tercapainya usulan anggaran
39
dan kebutuhan bahan makanan untuk pasien dalam satu tahun
anggaran.
Prasyarat perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah:
a) Adanya kebijakan institusi.
b) Tersedianya data peraturan pemberian makanan institusi.
c) Tersedianya data standar makanan untuk pasien.
d) Tersedianya data standar harga bahan makanan.
e) Tersedianya siklus menu.
f) Tersedianya data jumlah pasien yang dilayani.
d. Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan
Pemesanan dan pembelian bahan makanan adalah
penyusunan permintaan atau order bahan makanan berdasarkan
menu atau pedoman menu dan rata-rata jumlah pasien yang
dilayani. Tujuan: tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai
standar atau spesifikasi yang ditetapkan.
Prasyarat pemesanan dan pembelian bahan makanan adalah:
1) Adaya kebijakan institusi tentang pengadaan bahan makanan.
2) Adanya surat perjanjian dengan bagian logistik rekanan.
3) Adanya spesifikasi bahan makanan.
4) Adanya daftar pesanan bahan makanan.
5) Tersedianya dana.
e. Penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makanan
1) Penerimaan bahan makanan
40
Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang
meliputi pemeriksaan atau penelitian, pencatatan dan pelaporan
tentang macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang
diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah
ditetapkan. Tujuan: tersedianya bahan makanan yang siap untuk
diolah.
Prasyarat penerimaan bahan makanan adalah :
a) Tersedianya rincian pesanan bahan makanan harian berupa
macam dan jumlah bahan makanan yang akan diterima.
b) Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.
2) Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara
menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan
kering dan basah, baik kualitas maupun kuantitas di gudang
bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan
pelaporannya. Tujuan: tersedianya bahan makanan siap pakai
dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan
perencanaan.
Prasyarat penyimpanan bahan makanan adalah:
a) Adanya sistem penyimpanan barang.
b) Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan
sesuai persyaratan.
41
c) Tersedianya kartu stok atau buku catatan keluar masuknya
bahan makanan.
3) Penyaluran bahan makanan
Penyaluran bahan makanan adalah tata cara
pendistribusian bahan makanan berdasarkan permintaan harian.
Tujuannya adalah tersedianya bahan makana siap pakai dengan
kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan pesanan.
Persyaratan penyaluran bahan makanan :
a) Adanya bon permintaan bahan makanan
b) Tersedianya kartu stok/buku catatan kelaur masuknya bahan
makanan.
f. Persiapan Bahan Makanan
Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan
dalam penanganan bahan makanan, meliputi berbagai proses antara
lain membersihkan, memotong, mengupas, mengocok, dan
merendam. Tujuan : mempersiapkan bahan makanan serta bumbu-
bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasakan. Prasyarat persiapan
bahan makanan adalah : tersedianya bahan makanan yang akan
dipersiapkan, peralatan persiapan, protap persiapan, aturan proses-
proses persiapan dan pengolahan bahan makanan.
g. Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan bahan makanan merupakan suatu kegiatan
mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan
42
yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan:
mengurangi risiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan,
meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan, dan
penampilan makanan dan bebas dari organisme dan zat yang
berbahaya untuk tubuh.
Prasyarat pengolahan bahan makanan adalah:
1) Tersedianya siklus menu.
2) Tersedianya peraturan penggunaan bahan tambahan pangan.
3) Tersedianya bahan makanan yang akan diolah.
4) Tersedianya peralatan pengolahan bahan makanan.
5) Tersedianya aturan penilaian.
6) Tersedianya prosedur tetap pengolahan.
h. Pendistribusian dan Penyajian Makanan
Pendistribusian dan penyajian bahan makanan adalah tata
cara mendistribusikan dan menyajikan bahan makanan berdasarkan
permintaan harian. Tujuan: tersedianya bahan makanan siap pakai
dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan pesanan.
Prasyarat pendistribusian dan penyajian makanan adalah: adanya
bon permintaan bahan makanan dan tersedianya kartu stok atau
buku catatan keluar masuknya bahan makanan.
7. Ketenagaan
1) Kepala Unit Pelayanan Gizi.
43
Kepala unit pelayanan gizi adalah penanggung jawab
umum organisasi unit pelayanan gizi disebuah rumah sakit, yang
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit dengan berdasarkan
ketentuan dan peraturan kepegawaian yang berlaku. Kepala unit
pelayanan gizi rumah sakit bertugas memimpin penyelenggaraan
pelayanan gizi rumah sakit yang pada umumnya bertanggung
jawab kepada direktur bidang penunjang medik, sesuai dengan
tujuan dan kegiatan pelayanan gizi di Rumah sakit, secara umum
tugas dan fungsi kepala unit pelayanan gizi di Rumah Sakit
meliputi :
(a) Menyususn perencanaan pelayanan gizi
(b) Menyusun rencana evaluasi pelayanan gizi
(c) Melakuykan pengawasan dan pengendalian
(d) Melaksanakan pemantauan
(e) Melaksanakan pengkajian data kasus
(f) Melaksanakan penelitian dan pengembangan.
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut maka seseorang
kepala instalasi gizi rumah sakit harus memenuhi kriteria tertentu
sebagai berikut:
(a) Rumah Sakit Tipe A : lulusan S2-Gizi/Kesehatan atau S1-Gizi/
kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi, atau serendah-
rendahnya lulusan D4-Gizi dengan pengalaman kerja tertentu.
44
(b) Rumah Sakit Tipe B : lulusan S2 Gizi/Kesehatan atau S1-
Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi atau
serendah-rendahnya lulusan D4-Gizi
(c) Rumah Sakit Tipe C : lulusan S1 Gizi/kesehatan dengan
pendidikan dasar D3-Gizi atau lulusan D4-Gizi atau serendah-
rendahnya lulusan D3-Gizi dengan pengalaman kerja tertentu.
2) Koordinator Unit-Unit, koordinator unit-unit melaksanakan tugas
mengkoordinasikan :
(a) Perencanaan dan evaluasi pelayanan gizi
(b) Pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan
pelayanan gizi
(c) Pemantauan proses pelayanan.
(d) Pengkajian data kasus
(e) Penelitian dan pengembangan
Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas
maka klasifikasi pendidikan tenaga koordinator unit harus
memenuhi kriteria tertentu sebagai berikut:
(a) Rumah Sakit Kelas A : lulusan S2-Gizi/Kesehatan atau S1-
Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi atau
serendah-rendahnya lulusan D4-Gizi.
(b) Rumah Sakit Kelas B: lulusan S2 Gizi/Kesehatan atau S1-
Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi atau
serendah-rendahnyaluylusan D4 Gizi.
45
(c) Rumah Sakit Tipe C: lulusan S1 Gizi/Kesehatan dengan
pendidikan dasar D4-Gizi atau serendah-rendahnya lulusan
D3-Gzi.
3) Supervisior
Supervisior bertugas mengawasi dan mengendalikan
proses penyelenggaraan pelayanan gizi rumah sakit mulai dari
perencanaan sampai dengan pendistribusian dan pelayanan
pasca rawat dan rujukan bidang tugas yang di awasi mencakup
aspek dietetik dan non dietetik.
Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas
maka memerlukan tenaga-tenaga supervisior/pengawas dengan
klasifikasi pendidikan yang memenuhi ariteria tertentu sebagai
berikut:
Rumah sakit tipe A:
(a) Lulusan S1-Gizi/Kesehatan denagn pendidikan dasar D3-Gizi.
(b) Lulusan D4-Gizi atau serendah-rendahnya lulusan D3-Gizi
(c) Lulusan D3 perhotelan
Rumah sakit kelas B :
(a) Lulusan S1-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi
(b) Lulusan D4-Gizi atau serendah-rendahnya lulusan D3-Gizi
(c) Lulusan D3-perhotelan
46
Rumah Sakit Kelas C: Lulusan
(a) Lulusan S1-Gizi/kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi
(b) Lulusan D4-Gizi atau serendah-rendahnya lulusan D3-Gizi
(c) Lulusan D3-perhotelan, atau serendah-rendahnya lulusan
SMK- tata Boga+Pengelaman dibidang penyelenggaraan
makanan minimal selama tiga tahun.
Supervisor dapat ditukar/digantikan (rotasi) secara
bergiliran berdasarkan pertimbangan tertentu, baik berdasarkan
kemampuan teknis keterampilan maupun masa tugas.
4) Pelaksana, Pelaksana yang dimaksud adalah petugas gizi yang
bertugas sebagai juru masak perbekalan, pranate computer dan
ketatausahaan.
5) Juru masak, Juru masak yaitu tenaga pengelolah bahan makanan
yang bertugas mulai dari persiapan bahan makanan hingga
pendistribusian.
Pendidikan:
a) Rumah Sakit Kelas A : SMK-Tataboga atau SMU + Kursus
masak
b) Rumah Sakit Kelas B : SMK-Tataboga atau SMU + Kursus
Masak
c) Rumah sakit Kelas C : SMU/SLTP + Kursus masak.
6) Urusan gudang/perbekalan, Tenaga urusan bidang dan
perbekalan bertugas pada unit penyimpan bahan makanan untuk
47
menjamin ketersediaan dan kesiapan bahan makanan sesuai
dengan pesanan harian serta kondisi fisik bahan makanan yang
bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan, Pendidikan
meliputi:
a) Rumah sakit kelas A : D3-Gizi, D1-Gizi, atau SMU
b) Rumah sakit Kelas B : D3-Gizi,D1-Gizi, atau SMU
c) Rumah sakit Kelas C : D1-Gizi, SMU, atau yang sederajat.
7) Operator komputer, Operator computer bertugas terutama pada
unit perencanaan dan evaluasi untuk mendukung formulasi dan
akurasi perencanaan anggaran serta kebutuhan bahan makanan.
Selain juga diperlukan dalam pengorganisasian data untuk
mendukung efektifitas pelaporan.
8) Tata usaha, Tugas-tugas ketatausahaan meliputi registrasi
pesanan , pembukaan keuangan, penyiapan laporan berkala,
penyiapan laporan khusus serta pengaturan hal-hal yang
berkaitan dengan kepegawaian. Pendidikan yang diperlukan untuk
setiap kelas rumah sakit adalah:
a) D3-Gizi
b) D1-Gizi
c) SMU + kursus administrasi ketatausahaan
d) SMK-Administrasi
48
9) Jurusan Ruangan, Jurusan ruangan yaitu pelaksana kegaitan
penyajian makanan di ruang ruang rwat inap mulai dari penataan
di dapur ruangan sampai menyajikan ke pasien.
10) Pekarya, Pekarya yaitu pelaksana yang membantu
pelaksanaan tugas-tugas operasional di dapur penyelenggaraan
makanan dan dapur ruangan rawat inap. (Depkes, 2003)
8. Sarana /Sarana fisik dapur rumah sakit
Agar penyelenggaraan makanan di rumah sakit dapat dilakukan
dengan baik, mutlak diperlukan sarana fisik yang memenuhi syarat.
Letak dapur rumah sakit hendaknya memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a. Dapur letaknya mudah dicapai dari semua ruang perawatan hingga
pelayanan makanan dapat dilakukan dengan mudah.
b. Letak dapur harus diatur sedemikian rupa sehingga bau makanan,
air bekas pencuci makanan dan sebagainya tidak mengganggu
penderita di ruang perawatan.
c. Dapur dihubungkan dengan jalan keluar masuk kompleks rumah
sakit untuk memudahkan pengiriman bahan makanan oleh
kontraktor, akan sangat baik apabila dapur mempunyai jalan untuk
keluar dan masuk tersendiri sehingga tidak mengganggu penderita.
d. Dapur tidak berdekatan dengan sumber kontaminasi seperti tempat
pembuangan sampah, kamar mayat atau lainnya.
49
Bangunan dapur luasnya hendaklah memadai sesuai dengan
kapasitas tempat tidur yang tersedia di rumah sakit. Penempatan ruang
dapur hendaklah disesuaikan dengan arus kerja dalam pengelolahan
dan penyanjian makanan yang dimulai dengan : ruang penerima
makanan, ruang penyimpanan makanan basah dan penyimpanan
makanan kering, ruang persiapan pengelolahan makanan, ruang
tempat memasak makanan, ruang distribusi makanan dan ruang
kantor, masing-masing ruangan hendaklah memenuhi persyaratan
seperti ventilasi yang cukup, bahan-bahan yang dipakai tidak bersifat
menahan air, lantai mudah dibersihkan, sistem pembuangan air yang
baik, penerangan cukup.
Peralatan dan Perlengkapan Dapur. Untuk penyelenggaraan
makanan di Rumah Sakit diperlukan berbagai peralatan untuk
mengelolah, memasak dan menyajikan makanan tersebut bagi orang
sakit. Jenis dan jumlah peralatan yang diperlukan tergantung pada
jumlah tempat tidur, standar menu yang digunakan dan macam
pelayanan yang ditetapkan. Penderita-penderita yang dirawat diruang
khusus (VIP) tentu tidak menginginkan diberi makanan dengan
menggunakan plato akan tetapi lebih disesuaikan dengan keadaan di
rumah.
Untuk setiap ruangan, sesuai dengan fungsinya memerlukan
peralatan khusus.
50
a. Ruangan penerimaan makan memerlukan peralatan berupa
timbangan besar (kapasitas 100-300 Kg), rak bahan makanan yang
diberi roda, kereta pengangkut bahan makanan dan peralatan kecil
seperti pisau, pembuka botol, pembuka kaleng dan sebagainya.
b. Ruang penyimpanan bahan makanan kering memerlukan lemari
kayu, rak-rak untuk menyimpan bahan makanan kering, timbangan
kapasitas 20-100 Kg, tempat bahan makanan yang terbuat dari
plastik seperti keranjang, seperti Waskom dan sebagainya. Untuk
menyimpan bahan makanan segar seperti sayur mayur, daging ikan
diperlukan lemari pendingin apabila rumah sakit tidak mempunyai
kamar pendingin khusus.
c. Ruangan persiapan dan pengelolahan makanan dimana bahan
makanan mulai disiapkan untuk dimasak, diperlukan meja kerja dari
kayu, meja daging, meja sayuran mesin penggiling dan pemotong
daging, mesin pemarut kelapa mikser, blender, timbangan kecil
kapasitas 10 Kg, alat penggiling bumbu, bak cuci tangan karet,
Waskom plastik, ember plastik, pisau daging pemotong sayuran dan
lain-lain.
d. Ruang memasak makanan, memerlukan tungku masak, oven,
penggorengan, meja pemanas, tungku pemanggang dan alat
pemanggang, meja kerja dan bangku kerjadan alat-alat memasak
seperti panci dan sebgainya. Disamping itu diperlukan alat
penampung makanan yang sudah masak untuk dibagikan , kereta
51
dorong pembawa makanan, berbagai alat yang diperlukan untuk
mengangkut makanan. Alat penampung makanan (food container)
sebaiknya dibuat dari logam tahan karat (stainless steell) atau dari
email atau dari melamin atau porselen. Tidak dianjurkan untuk
menggunakan plastikseperti Waskom seperti plastik karena plastik
dapat terkikis dan larut bersama makanan, lebih-lebih jika digunakan
untuk menampung makan yang panas.
e. Kereta makanan (food comveyor) sebaiknya untuk satu ruang
perawatan digunakan untuk satu konveyor. Conveyor yang baik
adalah terbuat dari metal tahan karat, apabila pembagian makanan
menggunakan system sentralisasi, makanan dibagi langsung ke
dalam plato atau baki makanan, jika menggunakan palto, makanan
langsung di letakkan dalam plato yang sekaligus berfungsi sebagai
piring dan mangkuk, akan tetapi, jika menggunakan baki makanan,
makanan masih memerlukan tempat seperti piring, mangkuk dan
sebagainya.
f. Peralatan memasak makanan , peralatan pembagi makanan akan
sangat tergantung kepada kelas rumah sakit, sistem pelayanan
makanan yang digunakan , macam menu (Indonesia, eropa,
Indonesia dan sebagainya) bahan bakar yang digunakan (kayu,
minyak tanah, solar, listrik, gas) dan lain-lain. Rumah sakit
kabupaten biasanya peralatannya sangat sederhana.
52
g. Ruang pencuci dan penyimpanan peralatan harus dilengkapi dengan
bak cuci atau mesin pencuci piring, rak piring, rak penyimpanan
gelas, sendok dan lain-lain. Tempat penyimpanan alat memasak dan
menampung makanan (kontainer) sebaiknya dipisahkan dari tempat
penyimpanan alat makan (piring, mangkuk, gelas, sendok, garpu,
baki makanan, plato dan sebagainya).Rak-rak penyimpanan
sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan karat dan tahan air.
h. Ruang untuk karyawan sebaiknya dilengkapi dengan kamar mandi,
bak cuci tangan, lemari gantung penyimpanan pakaian, ruang untuk
karyawan wanita sebaiknya terpisah dengan ruang karyawan laki-
laki.
i. Ruang kantor memerlukan peralatan kantor seperti meja tulis, filing
cabinet, lemari arsip, lemari buku, buku-buku perpustakaan, lemari
es, berbagai macam alat peraga, sebagai penyuluhan dietetik dan
sebagainya. Departemen kesehatan telah membuat daftar patokan
kebutuhan perlengkapan bagi berbagai kelas Rumah Sakit
Indonesia, akan tetapi daftar kebutuhan peralatan tersebut dapat
disesuaikan dengan kebutuhan dan biaya yang
tersedia.(Depkes,2003)
9. Standar porsi
Mekanisme kerja pelayanan makanan perlu ditetapkan termasuk
mekanisme pelayanan konsultasi dietetik. Perawat bangsal melakukan
pemesanan makanan yang diperlukan ke dapur Rumah sakit atau
53
instalasi gizi rumah sakit pada rumah sakit yang besar. Jumlah
pesanan makanan, jenis makanan dan jumlah porsi untuk masing-
masing jenis makanan didasarkan atas jumlah dan keadaan penyakit
penderita yang dirawat. Daftar pesanan makanan tersebut diterima oleh
kelompok perencanaan makanan kemudian dengan menggunakan
daftar menu baku dan porsi baku serta resep baku makanan,
menyediakan semua bahan makanan yang diperlukan.
Bahan makanan tersebut diserahkan kepada bagian pengolahan
makana untuk diolah dan dimasak. Makanan yang telah masak
kemudian ditampung dalam kontainer makanan ataupun panic-panci
penampung makanan dan diserahkan kepada kelompok petugas
distribusi siap dibagikan ke bangsal perawatan.
F. Sintesa Penelitian
Beberapa keaslian hasil penelitian yang berkaitan dengan
penyelenggaraaan program pemberdayaan masyarakat dalam upaya
perbaikan gizi yang dapat dijadikan pembanding :
Tabel 2.4 Daftar Penelitian Sebelumnya Tentang Perencanaan Makanan
di Rumah Sakit
No .
Nama Penulis/ Peneliti
Tahun Ringkasan Sumber (Text book / jurnal)
1 . Widha
Aprilandini
2011 Perilaku petugas pengolah makanan di RS, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas makanan yang dikelola.
Artikel penelitian
2 . Farhani
Putri
2010 Ditemukan 8 CCP pada pengolahan makanan yang batas kritisnya meliputi parameter suhu, waktu dan
The Indonesian
Journal of Public
54
Munggarani organoleptik. Health, Vol. 4, No.
2
3 . Fuad
Alhamidi
2006 Pengadaan berdasarkan EOQ pada bahan makanan kering yang dilakukan uji coba, dari segi modal kerja didapatkan efisiensi pada jenis bahan susu Indomilk sebesar 42 % dan coklat Van Houten sebesar 42 %.
Jurnal Undip,
Vol.21 No.3
4 . Djarismawa
ti
2004 Dari hasil pemeriksaan terhadap bakteriologis makanan diketahui bahwa kualitas makanan yang dihasilkan masih belum memenuhi syarat kesehatan karena angka kuman diatas nilai ambang batas. Masih kurangnya pembinaan baik melalui kursus, pelatihan tentang higiene sanitasi makanan bagi penjamah makanan
Artikel Media
Litbang Kesehatan
Volume XIV Nomor
3 Tahun 2004
5 . Dyah
Suryani
2011 Perilaku penjamah dalam mengolah makanan relatif sudah baik, karena telah adanya kesadaran dari petugas serta adanya pengawasan dan pembinaan terhadap tenaga penjamah selama berlangsungnya proses pengolahan setiap hari oleh petugas instalasi gizi rumah sakit.
JIKK Vol. 2, No 2
6 . Ujang
Sumarwan
1999 Metode goal programming dalam
menyusun diit DM memperlihatkan
hasil yang memuaskan, kandugan
zat gizi yang diolah dengan metode
ini dapat memenuhi zat gizi seperti
yang direkomendasikan
Media gizi dan
keluarga, juli 1999,
XXIII (1) : 15-24
7 Maya Riqi
Ratna
2009 Proses penyelenggaraan makanan yang ada di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta sudah sesuai karena dimulai dari perencanaan sampai pada pendistribusian makanan.
Jurnal Studi
Perpustakaan dan
Informasi, Vol. 4,
No. 2
8 Sunita
Almatsier
2010 pengetahuan tentang zat gizi karbohidrat, protein, lemak, air, mineral dan vitamin serta klasifikasi pencernaan, arbsorbsi metabolism dan keseimbangan energi
Text book
9 Abdul
Rahman
Sumantri
2007 Secara teoritis menganalisis praktis hal-hal yang terkait dengan bahan makanan seperti karbohidrat, protein lemak, vitamin, air dan ineral serta bahan tambahan makanan dengan metode titrimetri, spektrofotometri dan kromatografi
Text book
10 Arisman
MB
2010 Gizi dalam daur kehidupan tentang pencegahan dan pengawasan anemi, difisiensi zat besi melalui pengawasan kesehatan pokok
Text book
55
G. Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dibuatlah kerangka pikir
seperti berikut ini.
Sumber : Pedoman Teknis Proses Penyediaan Makanan Dalam Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi(Depkes RI, 2003),
Mekanisme Kerja Penyelenggaraan
Makanan
Perencanaan anggaran
Perencanaan menu makanan
Kebutuhan bahan makanan
Masalah penyelenggaraan makanan
1. Seringnya keterlambatan makanan pada pasien dirumah sakit,
2. Menu yang tidak sesuai dengan jenis penyakit pasien,
3. Dalam pengolahan makanan yang diperuntukkan untuk pasien asal jadi tanpa memperhitungkan jumlah angka kecukupan gizi bagi pasien itu sendiri,
4. Dapur kurang bersih sehingga tidak terjamin higienitas makanan
5. Menu makanan yang tidak terjadwal sesuai dengan siklus makanan
6. Sering keterlambatan pencairan dana untuk pembelian kebutuhan makanan
Pengadaan bahan makanan/pembelian
bahan makanan
Pengolahan bahan makanan
Penyimpanan bahan makanan
Persiapan bahan makanan
Distribusi dan penyajian makanan
Gambar 2 Kerangka Berpikir Penelitian
56
H. Definisi Konsep
a. Mekanisme penyelenggaraan makanan adalah suatu proses kegiatan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit yang dimulai dari
perencanaan anggaran sampai pada pendistribusian pada pasien.
b. Perencanaan anggaran belanja makanan adalah suatu kegiatan
penyusunan anggaran biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan
makanan bagi pasien.
c. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun menu
yang akan diolah dalam variasi yang sesuai kondisi penyakit pasien
yang dilakukan oleh petugas gizi rumah sakit.
d. Perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan penyusunan
kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan
makanan.
e. Pemesanan/pembelian bahan makanan adalah penyusunan
permintaan bahan makanan berdasarkan menu atau pedoman menu
rata-rata jumlah konsumen atau pasien yang dilayani.
f. Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang meliputi
pemeriksaan/penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam,
kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan
pesanan serta spsesifikasi yang telah ditetapkan.
g. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata menata, menyimpan,
memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah, kualitas
57
maupun kuantitas di gudang bahan makanan kering dan basah serta
pencatatan dan pelaporannya yang dilakukan oleh petugas gizi rumah
sakit
h. Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan
makanan berdasarkan permintaan harian.
i. Persiapan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang spesifik dalam
rangka mempersiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu sebelum
dilakukan kegiatan pemasakan yang dilakukan oleh petugas gizi
rumah sakit.
j. Pengolahan bahan makanan adalah suatu kegiatan mengubah
(memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap
dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi.
k. Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran
makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan sehingga
dapat memuaskan pasien yang dilayani yang dilakukan oleh petugas
gizi rumah sakit.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis dan rancangan penelitian ini merupakan studi kasus dengan
menggunakan data kualitatif. Unit analisis dalam penelitian ini adalah
empat desa di Kecamatan Tanralili yaitu Desa Damai, Desa
Kurusumange, Desa Lekopancing, dan Desa Purnakarya. Data kualitatif
diperoleh dengan pengumpulan data menggunakan teknik triangulasi yaitu
wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan
pedoman wawancara, telaah dokumen, catatan harian, dan pengamatan
secara langsung (observasi)
B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti
Peran peneliti sebagai instrumen penelitian dan bertindak sebagai
partisipan penuh terlibat dalam pengumpulan data dan informasi dengan
cara wawancara mendalam, pemeriksaan dokumen, dan observasi yang
keberadaannya diketahui oleh informan.
C. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Pemilihan lokasi studi kasus ini dilakukan di Kabupaten Maros
dengan pertimbangan pelaksanaan program NICE telah dilaksanakan di
59
wilayah ini. Penelitian ini direncanakan dilaksanakan pada bulan April
sampai dengan Mei 2012.
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari pihak-pihak yang
terlibat dalam penyelenggaraan program NICE serta pihak-pihak yang
terlibat dalam proses proses pelaksanaan. Sumber data tersebut diuraikan
dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1. Matriks Sumber Data Penelitian
No. Unit analisis Informan
1. Perencaan anggaran 1. Direktur/KTU 2. Kepala instalasi gizi
2. Perencanaa menu 1. Kepala instalasi gizi 2. Staff instalasi gizi
3. Kebutuhan bahan makanan 1. Kepala instalasi gizi 2. Staff instalasi gizi
4. Pemesanan dan pembelian bahan makanan
1. Kepala instalasi gizi 2. Staff instalasi gizi
5. Penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran
1. Kepala instalasi gizi 2. Staff instalasi gizi
6. Persiapan bahan makanan 1. Kepala instalasi gizi 2. Staff instalasi gizi
7. Pengolahan 1. Staff instalasi gizi 2. Juru masak
8. Pendistriusian 1. Staff instalasi gizi 2. Pasien
Sumber : Data Primer tahun 2012
60
E. Data Penelitian
1. Dimensi Penelitian
Dimensi yang akan diteliti meliputi :
a. Perencanaan anggaran, indikatornya adalah :
1) Adanya kebijakan institusi tentang pengadaan bahan makanan.
2) Adanya surat perjanjian dengan bagian logistik rekanan.
3) Adanya spesifikasi bahan makanan.
4) Adanya daftar pesanan bahan makanan.
5) Tersedianya dana.
b. Perencanaan menu makanan, indikatornya adalah :
1) Adanya kebijakan institusi.
2) Tersedianya data peraturan pemberian makanan institusi.
3) Tersedianya data standar makanan untuk konsumen.
4) Tersedianya data standar harga bahan makanan.
5) Tersedianya siklus menu.
6) Tersedianya data jumlah konsumen yang dilayani.
c. Kebutuhan bahan makanan, indikatornya adalah :
1) Jumlah pasien
2) Standar porsi
3) Jumlah hari yang ditetapkan
d. Pengadaan bahan makanan/ pembelian, indikatornya adalah :
1) Adanya kebijakan institusi tentang pengadaan bahan makanan.
2) Adanya surat perjanjian dengan bagian logistik rekanan.
61
3) Adanya spesifikasi bahan makanan.
4) Adanya daftar pesanan bahan makanan.
e. Pengolahan bahan makanan, indikatornya adalah :
1) Tersedianya siklus menu.
2) Tersedianya peraturan penggunaan bahan tambahan pangan.
3) Tersedianya bahan makanan yang akan diolah.
4) Tersedianya peralatan pengolahan bahan makanan.
5) Tersedianya aturan penilaian.
6) Tersedianya prosedur tetap pengolahan
f. Penyimpanan bahan makanan, indikatornya :
1) Adanya sistem penyimpanan barang.
2) Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai
persyaratan.
3) Tersedianya kartu stok atau buku catatan keluar masuknya bahan
makanan
g. Persiapan bahan makanan, indikatornya adalah :
a. Sarana dan prasarana
b. Data dan pelaporan
c. Keuangan
h. Distribusi dan penyajian bahan makanan, indikatornya adalah :
1) adanya bon permintaan bahan makanan.
2) Tersedianya kartu stok atau buku catatan keluar masuknya bahan
makanan.
62
3) Tersedianya standar porsi.
4) Tersedianya peralatan makanan.
5) Tersedia sarana pendistribusian makanan.
6) Tersedia tenaga pramusaji.
7) Adanya jadwal pendistribusian makanan di dapur utama
2. Informan Penelitian
Informan penelitian terdiri dari unsur-unsur yang terlibat dalam
mekanisme penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Umum Lanto
Dg. Pasewang Jeneponto. Sumber informan ditentukan secara sengaja
(purposive). Teknik purposive yang dimaksud adalah bahwa informan
yang diwawancarai ditetukan secara sengaja oleh karena informan
tersebut terlibat langsung dalam manajemen pengelolaan makanan.
Informan dalam penelitian ini yaitu seluruh petugas yang terlibat dalam
manajemen pengelolaan makanan di Rumah Sakit Umum Lanto Dg.
Pasewang Kabupaten Jeneponto.
Sumber informan ditentukan secara sengaja. Teknik purposive
yang dimaksud adalah bahwa informan yang diwawancarai ditentukan
secara sengaja oleh peneliti, karena informan tersebut selain terlibat
langsung dalam implementasi program NICE juga memiliki
pengetahuan yang luas tentang program NICE.
63
Tabel 3.2 Matriks Metode Pengumpulan Data
No. Unit analisis Informan Metode
WM OBS TD
1. Perencaan anggaran 3. Direktur/KTU 4. Kepala instalasi
gizi
2. Perencanaa menu 3. Kepala instalasi
gizi 4. Staff instalasi gizi
3. Kebutuhan bahan makanan
3. Kepala instalasi gizi
4. Staff instalasi gizi
4. Pemesanan dan pembelian bahan makanan
3. Kepala instalasi gizi
4. Staff instalasi gizi
5. Penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran
3. Kepala instalasi gizi
4. Staff instalasi gizi
6. Persiapan bahan makanan
3. Kepala instalasi gizi
4. Staff instalasi gizi
7. Pengolahan 3. Staff instalasi gizi 4. Juru masak
8. Pendistriusian 3. Staff instalasi gizi 4. Pasien
F. Teknik Pengumpulan Data/ Informasi
Data yang dikumpulkan terdiri dari :
1. Data primer, yang diperoleh melalui :
a. Wawancara mendalam (Indepth interview)
Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang mendalam tentang pengelolaan makanan dari
informan atau informan kunci. Informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
64
kondisi latar penelitian. Proses pengumpulan data ini akan
menggunakan alat berupa pedoman wawancara, tape recorder, dan
alat tulis-menulis (Moleong,2008).
Dari keseluruhan dimensi penelitian, wawancara mendalam
dilakukan pada semua dimensi penelitian. Pertimbangannya adalah
pada dimensi ini akan diperoleh informasi yang lebih akurat dengan
metode ini.
b. Pengamatan (Observasi)
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik
observasi adalah data yang dikumpulkan melalui proses mekanisme
penilaian. Metode pengamatan dilakukan sebagai salah satu bentuk
triangulasi pada tingkat metode guna memvalidasi data yang didapat
dengan wawancara. Hal tersebut untuk mengetahui kesesuaian
antara prosedur baku yang ditetapkan dengan pelaksanaan.
Metode observasi dilakukan pada beberapa dimensi penelitian
dengan pertimbangan bahwa untuk mendapatkan informasi yang
akurat, selain melalui wawancara mendalam, perlu dilakukan upaya
mengamati aspek yang berkaitan dengan penerimaan, persiapan,
pengolahan dan pendistribusian makanan.
Observasi dilakukan dengan ikut serta dalam kegiatan
penerimaan, persiapan, pengolahan dan pendistribusian makanan,
kegiatan tenaga pelaksana gizi rumah sakit,rapat intern instalasi gizi
untuk evaluasi pelayanan.
65
2. Data sekunder, yang diperoleh melalui telaah dokumen :
Telaah dokumen dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai mekanisme pengelolaan makanan berdasarkan pencatatan
sebagai bagian dari administrasi pelaksanaan. Telaah dokumen juga
dilakukan pada produk kebijakan baik berupa keputusan menteri
kesehatan, peraturan daerah, peraturan rumah sakit, hasil penelitian
dan buku penunjang lainnya.
G. Teknik Pengolahan Data/Informasi
Teknik pengolahan data dilakukan secara manual dengan tahapan :
1. Mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi, dan telaah
dokumen, dengan menggunakan alat bantu perekaman data berupa
hand phone, kamera digital, dan alat tulis,
2. Untuk data yang diperoleh dengan wawancara (data emik) selanjutnya
diklasifikasikan menurut dimensi penelitian dan dibuat dalam bentuk
matriks.
3. Dengan memahami matriks data hasil pernyataan informan selanjutnya
dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok dan penting, dicari tema dan
polanya kemudian dinyatakan sebagai reduksi atau kesimpulan.
4. Kesimpulan kemudian dikaji kembali menjadi konsep emik atau konsep
berdasarkan pernyataan informan dan sesuai dengan dimensi
penelitian
66
5. Konsep emik yang telah diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan
teori yang sudah ada yang terkait dengan dimensi penelitian menurut
pandangan peneliti (konsep etik).
6. Selanjutnya dibangun sebuah hubungan yang logis antara dua konsep
yang disebut sebagai preposisi.
H. Teknik Analisa Dan Penyajian Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif menurut
Miles dan Huberman dalam Bungin (2001) yang dilakukan melalui tiga
jalur sebagai berikut :
1. Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan,
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
ditemukan di lapangan. Dengan kata lain, pada tahap ini dilakukan
analisis untuk menggolong-golongkan data sesuai dimensi penelitian,
membuang data yang tidak perlu, mengarahkan, dan mengorganisasi
data.
2. Data display (penyajian data), adalah menyajikan data yang telah
dianalisis pada alur pertama dan kemudian disajikan dalam bentuk
uraian singkat (teks naratif)
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Analisis pada alur ini adalah
mencari makna benda-benda dan peristiwa, pola-pola dan alur sebab
akibat untuk membangun preposisi.
67
I. Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data maka dilakukan pengumpulan
data dengan menggunakan teknik triangulasi sumber, dengan cara
mengecek data pengelolaan makanan di Rumah Sakit Lanto Daeng
Pasewang dengan fakta dari sumber lainnya. Di samping itu dalam
memperoleh data pengelolaan makanan di Rumah Sakit Lanto Daeng
Pasewang, dilakukan dengan menggabungkan metode wawancara,
observasi dan telaah dokumentasi. Terakhir hasil analisis data
dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang sejenis, dan memberikan
umpan balik hasil analisis dengan informan dalam rangka etika dan
pengecekan validitas informasi yang dihasilkan.
68
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Lanto Daeng
Pasewang Kabupaten Jeneponto. Rumah Sakit Umum Lanto Daeng
Pasewang terletak di Jalan Kesehatan Nomor 8 Bonto Sunggu Kabupaten
Jeneponto. Type rumah sakit ini adalah tipe C dengan status kepemilikan
oleh pemerintah daerah. Pertahapan akreditasi berada pada pentahapan I
(lima pelayanan) dengan status akreditasi penuh.
Jumlah tempat tidur (TT) yang ada di Rumah Sakit Umum Lanto
Daeng Pasewang adalah 68 TT tanpa kelas, 8 TT kelas III, 4 TT kelas II,
dan 8 TT kelas I. Jumlah tenaga dokter umum sebanyak 16 orang, dokter
spesialis 8 orang, dan dokter gigi enam orang. Jumlah tenaga perawat
sebanyak 171 orang, bidan 44 orang, tenaga farmasi 29 orang, tenaga
kesehatan lainnya 52 orang.
B. KARAKTERISTIK INFORMAN
Pada penelitian ini informan berjumlah 10 orang, terdiri dari tujuh
informan utama denga