147
PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN (RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS) TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M.Kn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara

TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIANBANGUN BAGI DI KELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN

(RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS)

TESIS

Oleh

JULIANITA PERANGIN-ANGIN167011221/M.Kn

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIANBANGUN BAGI DI KELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN

(RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan PadaProgram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULIANITA PERANGIN-ANGIN167011221/M.Kn

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN2017

Universitas Sumatera Utara

Page 3: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

Universitas Sumatera Utara

Page 4: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Desember 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

3. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA

4. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum

Universitas Sumatera Utara

Page 5: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : JULIANITA PERANGIN-ANGIN

Nim : 167011221

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAANDALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI DIKELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN(RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWABNOTARIS)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,Yang membuat Pernyataan

Nama : JULIANITA PERANGIN-ANGINNim : 167011221

Universitas Sumatera Utara

Page 6: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

i

ABSTRAK

Perjanjian bangun bagi adalah suatu perjanjian yang lahir dari kebutuhan masyarakatkarena perkembangan hukum bisnis yang begitu cepat terjadi di masyarakat pada umumnya.Perjanjian bangun bagi melibatkan antara developer dengan pemilik tanah, dimana sebelumdilaksanakannya perjanjian bangun bagi, terlebih dahulu dilakukan perjanjian pendanaanantara developer untuk mengumpulkan sejumlah dana dalam pembelian tanah dan jugapelaksanaan pembangunan yang akan dilakukan sesuai kesepakatan para developer tersebut.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan perjanjianpendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek (perumahan/realestate) di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan, bagaimana akibat hukum apabilaterjadi wanprestasi dari salah satu pihak baik pemilik tanah, maupun pengembang (developer)dalam praktek pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi padapembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan danbagaimana tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat terjadinyawanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan perjanjian pendanaan dalamperjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari,Jalan Setia Budi Medan?

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukumnormatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yangberlaku dalam hal ini adalah hukum perjanjian yang termuat di dalam buku Ketiga KUHPerdata. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untukmenggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu mencarijawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut.

Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah bahwapelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek(perumahan/real estate) di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan adalah diawalidengan pembuatan akta perjanjian pendanaan oleh empat orang developer pada saat itumasing-masing A sebanyak 30%, B sebanyak 40%, C sebanyak 20% dan D sebanyak 10%dari jumlah keseluruhan modal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunanperumahan di atas tanah seluas 10.729 M2. Akibat hukum apabila terjadi wanprestasi darisalah satu pihak baik pemilik tanah maupun pengembang (developer) dalam praktekpelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplekperumahan real estate di Kelurahan Tanjung Sari Jalan Setia Budi Medan adalah bahwapihak yang dirugikan menuntut prestasi dari pihak yang melakukan wanprestasi tersebut,namun sebelum diajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan oleh para developer terhadapdua orang pemilik tanah tersebut, melalui advis hukum notaris tercapai kesepakatan antaradeveloper dengan pemilik tanah dengan cara melakukan penambahan dana dari pelepasanhak milik atas tanah dari dua orang pemilik tanah tersebut sehingga pada akhirnya developerdapat melaksanakan pembangunan perumahan di Jalan Setia Budi tersebut. Tanggung jawabnotaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat terjadinya wanprestasi dari salah satu pihakdalam praktek pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi padapembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medanadalah tanggung jawab notaris sebatas tanggung jawab etika dan moral yaitu memberikanadvis hukum kepada para pihak yang bersengketa dalam upaya mendamaikan para pihaktersebut dengan jalan musyawarah mufakat.

Kata Kunci : Perjanjian Pendanaan, Perjanjian Bangun Bagi, Wanprestasi

Universitas Sumatera Utara

Page 7: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

ii

ABSTRACT

Build-share contract is a contract which comes from people’s need because ofthe rapid development of business law. It is made between developers and landowners, and it is usually preceded by financing agreement among developers whogather an amount of financing for buying land and constructing a real estateaccording to their agreement. The research problems were as follows: how about theimplementation of financing agreement in a build-share contract, how about legalconsequence when there was default of one of the parties in implementing financingagreement in build-share contract, and how about Notary’s liability when a disputeoccurred because of the default of one of the parties in constructing the real estate atKelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi, Medan.

The research used normative juridical method which was done on theprevailing legal provisions, especially contract law in Book III of the Civil Code. Thenature of the research was descriptive analytic which was aimed to describe, explain,and analyze the research problems and found the answers and the solution.

The result of the research showed that the implementation of financingagreement in the build-share contract in the construction of the real estate atKelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi, Medan, was started by making a financingagreement by four developers: developer A shared 30%, developer B shared 40%,developer C shared 20%, and developer D shared 10% of the total capital forconstructing a real estate on the land area of 10,729 m2. The legal consequence wasthat there was default of the developers, in constructing the real estate at KelurahanTanjung Sari, Jalan Setia Budi, Medan. Two land owners who were harmed filed acomplaint. However, before the litigation occurred, there was a negotiation betweendevelopers and them before a Notary, and the settlement was done by the developers’adding some funds for the land acquisition owned by the two land owners so that theconstruction of the real estate could be carried out. The Notary’s liability in thedispute due to the default of one of the parties in constructing the real estate atKelurahan Tanjung Sari was only ethic and moral responsibility by giving legaladvice to the conflicting parties so that the dispute was settled by negotiation.

Keywords: Financing Agreement, Build-Share Contract, Default

Universitas Sumatera Utara

Page 8: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera

Utara Medan. Dalam memenuhi tugas inilah saya menyusun dan memilih judul :

“PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIAN

BANGUN BAGI DI KELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN

(RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS)”. Saya

menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan tesis ini,

untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat

menjadi pedoman dimasa yang akan datang.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, saya mendapat bimbingan dan

pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan

ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya

secara khusus kepada Ketua Komisi Pembimbing Prof. Dr. Budiman Ginting, SH,

M.Hum, Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN,

M.Hum, masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang banyak

memberikan masukkan dan bimbingan kepada saya selama dalam penyelesaian tesis

ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 9: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

iv

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister

Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para

karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara Medan.

Secara khusus saya menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada

keluargaku tercinta Ayahanda Alm. G.K Perangin-angin dan Ibunda Almh. Rosna

br. Bukit, yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada saya selama ini.

Saya ucapkan kepada suami tercinta AKBP Victor M.T Silalahi, SH.MH, dan anak-

anakku terkasih Vilia Evani Silalahi, Egan M.K.S Silalahi dan Joel Ishak

Hamonangan Silalahi, memberikan dukungan, doa serta semangat yang telah

diberikan kepada saya selama ini.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan,

khususnya rekan rekan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara satu

angkatan lain yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang terus

memberikan motivasi, semangat dan kerjasama dan diskusi, membantu dan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

v

memberikan pemikiran kritik dan saran dari awal masuk di Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara Medan sampai saat saya selesai menyusun tesis ini.

Saya berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada

saya, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu

dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah.Akhirnya,

semoga tesis ini dapat berguna bagi diri saya dan juga bagi semua pihak khususnya

yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

Medan, Desember 2017

(Julianita Perangin-Angin)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Julianita Perangin-Angin, SH

Tempat dan Tanggal Lahir : Limapuluh, 20 Juli 1974

Alamat : Jl. Karya Kasih Komplek Bukit Johor Mas

Blok K 14 Medan Johor

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 43 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Bapak : G. K Perangin-angin

Ibu : Rosna br. Bukit

II. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Negeri 112190 Negeri Lama

Sekolah Menengah Pertama : SMP Swasta Methodist 6 Medan

Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 4 Medan

S1 Universitas : Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum

S2 Universitas : Program Studi Magister KenotariatanFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Page 12: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

vii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................. i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR........................................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ..................................................................... 12

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 13

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 13

E. Keaslian Penelitian ....................................................................... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi....................................................... 17

1. Kerangka Teori ...................................................................... 17

2. Konsepsi ................................................................................ 24

G. Metode Penelitian ......................................................................... 25

1. Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................... 25

2. Sumber Data........................................................................... 27

3. Teknik dan Pengumpulan Data .............................................. 27

4. Analisis Data .......................................................................... 28

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAMPERJANJIAN BANGUN BAGI PADA PEMBANGUNANKOMPLEK (PERUMAHAN/REAL ESTATE) DIKELURAHAN TANJUNG SARI, JALAN SETIA BUDIMEDAN............................................................................................... 30

A. Perjanjian Kerjasama Pendanaan .................................................. 30

B. Perjanjian Bangun Bagi dalam Perspektif Hukum Perjanjian ..... 45

Universitas Sumatera Utara

Page 13: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

viii

C. Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam Perjanjian BangunBagi Pada Pembangunan Komplek (Perumahan/Real Estate) diKelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan ........................ 52

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA TERJADI WANPRESTASI

DARI SALAH SATU PIHAK BAIK PEMILIK TANAH

MAUPUN PENGEMBANG (DEVELOPER) DALAM

PRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN

DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI PADA

PEMBANGUNAN KOMPLEK PERUMAHAN REAL ESTATE

DI KELURAHAN TANJUNG SARI JALAN SETIA BUDI

MEDAN............................................................................................... 56

A. Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian Timbal-Balik ..................... 56

B. Peran Dan Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan AktaPerjanjian Bangun Bagi................................................................. 67

C. Akibat Hukum Apabila Terjadi Wanprestasi Dari Salah SatuPihak Baik Pemilik Tanah Maupun Pengembang (Developer)Dalam Praktek Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan DalamPerjanjian Bangun Bagi Pada Pembangunan KomplekPerumahan Real Estate Di Kelurahan Tanjung Sari Jalan SetiaBudi Medan................................................................................... 77

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS BILA TERJADIPERSELISIHAN/SENGKETA AKIBAT TERJADINYAWANPRESTASI DARI SALAH SATU PIHAK DALAMPRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAANDALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI PADAPEMBANGUNAN KOMPLEK PERUMAHAN DIKELURAHAN TANJUNG SARI, JALAN SETIA BUDIMEDAN............................................................................................... 93

A. Kewenangan, Kewajiban Dan Larangan Notaris sebagai PejabatPublik Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2Tahun 2014 ................................................................................... 93

B. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum DalammPembuatan Akta Otentik ............................................................... 104

Universitas Sumatera Utara

Page 14: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

ix

C. Tanggung Jawab Notaris Bila Terjadi Perselisihan / SengketaAkibat Terjadinya Wanprestasi Dari Salah Satu Pihak DalamPraktek Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam PerjanjianBangun Bagi Pada Pembangunan Komplek Perumahan DiKelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan ....................... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 124

A. Kesimpulan .................................................................................. 124

B. Saran.............................................................................................. 126

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 128

Universitas Sumatera Utara

Page 15: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan benda tidak bergerak yang nilai ekonominya dari waktu ke

waktu semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena tanah memiliki banyak manfaat bagi

kehidupan manusia, seperti misalnya dijadikan sebagai lahan pertanian, peternakan,

lahan pemukiman/tempat tinggal, tempat berusaha (bisnis) dan lain-lain. Tidak

satupun sektor kehidupan manusia yang bisa luput dari tanah. Oleh karena begitu

banyaknya manfaat tanah bagi kehidupan manusia, dan ketersediaannya dari waktu

ke waktu makin terbatas, maka nilai tanah semakin lama semakin tinggi dalam

kehidupan manusia di masyarakat.1

Para pemilik tanah/lahan yang luasnya memadai pada masa sekarang ini juga

cukup terbatas jumlahnya. Apalagi luas tanah tersebut cukup memadai untuk

membangun komplek perumahan (real estate) dalam jumlah banyak, maka tanah

tersebut pada umumnya diminati oleh pengembang (developer), baik perorangan

maupun kelompok untuk dibeli secara tunai kepada pemilik tanah atau dilakukan

pelaksanaan pembangunan rumah di atas tanah tersebut dengan melakukan perjanjian

bangun bagi antara pemilik tanah (baik perorangan maupun bersama-sama) dengan

pengembang (developer) baik perorangan maupun kelompok.2

1J.Satro Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.37.2 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Armico, Bandung, 2005, hal 14.

1

Universitas Sumatera Utara

Page 16: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

2

Latar belakang dipilihnya judul penelitian ini yang berkaitan dengan

perjanjian bangun bagi, adalah karena di dalam praktek sebagai notaris sering

melaksanakan pembuatan perjanjian bangun bagi dan juga perjanjian pendanaan yang

berhubungan dengan perjanjian bangun bagi tersebut. Latar belakang pemilihan judul

penelitian yang menyangkut perjanjian bangun bagi tersebut di dalam praktek

menarik untuk dianalisis, karena merupakan suatu perjanjian yang kompleks karena

menyangkut dua perjanjian dalam satu pelaksanaan pekerjaan yaitu perjanjian

pendanaan dan perjanjian bangun bagi. Disamping itu perjanjian bangun bagi tersebut

dalam prakteknya sering menimbulkan masalah hukum baik diantara sesama

developer yang telah diikat dengan perjanjian bangun bagi maupun antara developer

dengan pemilik tanah yang telah diikat dengan perjanjian bangun bagi. Namun

demikian dalam praktek pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang dihadapi selama

ini, belum ada kasus yang sampai ke pengadilan, dan semua permasalahan hukum

yang terjadi antara sesama developer dan antara developer dengan pemilik tanah

dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat dengan bantuan dari notaris. Hal ini

membuat judul penelitian ini menjadi terkesan dan pada akhirnya dipilih menjadi

judul penelitian ini.

Pada praktek perjanjian bangun bagi antara pemilik tanah dengan

pengembang, baik perorangan maupun kelompok, diawali dengan pembuatan akta

perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh notaris dengan akta otentik. Di dalam

klausul perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh notaris dengan menggunakan akta

otentik tersebut, pada umumnya ada beberapa kriteria yang diperjanjikan antara

Universitas Sumatera Utara

Page 17: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

3

pemilik tanah dan pengembang (developer) yang termuat dalam perjanjian bangun

bagi tersebut antara lain:

1. Pemilik tanah memperoleh sejumlah unit rumah dengan type, luas tanah, luas

bangunan dan material bangunan yang telah disepakati bersama antara

pemilik tanah dan pengembang (developer) tanpa adanya penambahan uang

dari pengembang (developer) kepada pemilik tanah

2. Pemilik tanah memperoleh sejumlah unit rumah dengan type, luas tanah, luas

bangunan dan material bangunan yang telah disepakati bersama antara

pemilik tanah dan pengembang (developer), dengan tambahan sejumlah uang

yang diberikan pengembang (developer) kepada pemilik tanah.3

Pada dasarnya perjanjian bangun bagi tidak dikenal namanya dalam KUH

Perdata. Perjanjian bangun bagi lahir dan berkembang karena adanya kebutuhan

masyarakat yang menghendakinya, karena tuntutan perkembangan hukum bisnis yang

semakin pesat di masyarakat sekarang ini. Perjanjian yang tidak dikenal

namanya/tidak memiliki nama dalam buku ke III KUH Perdata tentang hukum

perjanjian disebut dengan perjanjian tidak bernama atau perjanjian innominaat atau

perjanjian onbenoemde. Namun meskipun perjanjian bangun bagi tidak dikenal dalam

buku III KUH Perdata tentang hukum perjanjian tersebut, tapi pengaturannya tetap

tunduk pada buku III KUH Perdata, khususnya tentang asas-asas umum perjanjian.4

3 Mariam Darus Badrullzaman,Hukum Perjanjian Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.,hal 109.

4 Gunawan Wijaya Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan(Aan vulend Recht)dalam Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2007,hal.25

Universitas Sumatera Utara

Page 18: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

4

Adapun asas-asas umum perjanjian yang termuat dalam buku-III KUH Perdata

adalah:

1.Asas Konsensualisme (Kesepakatan)

Asas Konsensualisme merupakan essensi dari hukum perjanjian. Kesepakatan

antara para pihak yang membuat perjanjian merupakan syarat dari sahnya suatu

perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas ini diatur dalam pasal 1320 KUH

Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yakni; adanya kesepakatan,

cakap dalam membuat perjanjian, adanya objek tertentu, dan oleh sebab yang halal,

dan dalam pasal 1320 KUH Perdata ditemukan istilah "semua" menunjukkan

bahwa setiap orang diberikan kesempatan untuk menyatakan keinginannya (Will)

yang rasanya baik untuk membuat perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya

dengan asas kebebasan membuat perjanjian.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat(1)

KUH Perdata yang berbunyi "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Berdasarkan Asas

Kebebasan Berkontrak,maka orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan

isi yang bagaimanapun juga, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban umum.

3. Asas Kekuatan Mengikat

Asas ini juga disebut sebagai asas pengikatnya suatu perjanjian,yang berarti para

pihak yang mambuat perjanjian itu terikat pada kesepakatan perjanjian yang telah

Universitas Sumatera Utara

Page 19: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

5

mereka perbuat. Dengan kata lain perjanjian yang diperbuat secara sah berlaku

seperti berlakunya undang-undang bagi para pihak yang membutnya.Asas yang

juga disebut dengan Asas Pacta Sun Servanda ini terdapat dalam ketentuan Pasal

1338 ayat(1) dan ayat (2) KUH Perdata yang menyatakan"semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

mambuatnya.Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan sepakat

kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang sudah dinyatakan

cukup untuk itu.

Dari perkataan "berlaku sebagai undang-undang dan tidak dapat ditarik kembali

"berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya,bahkan perjanjian

tersebut tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak yang

membuat perjanjian.

4. Asas Itikad Baik (Good Faith)

Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya disebut de goedetrow.Asas ini berkaitan

dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Mengenai asas itikad baik ini terdapat dalam

pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menentukan"persetujuan-persetujuan harus

dilaksanakan dengan itikad baik".

5. Asas Kepercayaan (Vertrouwens Beginsel)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,menumbuhkan

kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang

janjinya dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

6

6. Asas Personalia

Asas ini merupakan asas pertama dalam hukum perjanjian yang pengaturannya

dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1315 KUH Perdata yang bunyinya" pada

umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta

ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri". Dari rumusan tersebut

diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian dibuat oleh seseorang dalam

kapasitasnya sebagai individu atau pribadi hanya dapat mengikat dan berlaku untuk

dirinya sendiri.

7. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat dan hak di dalam

hukum.

8. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu.

Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur

mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi jika diperlukan dapat menuntut

pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur,namun kreditur memikul beban untuk

melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan

debitur seimbang.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

7

9. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu objek hukum harus mengandung kepastian

hukum.Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai

undang-undang bagi para pihak.5

Pembuatan akta perjanjian bangun bagi antara pemilik tanah dengan pengembang

yang dibuat oleh notaris dengan menggunakan akta otentik juga harus tunduk pada

asas-asas umum perjanjian yang termuat dalam Buku-III KUH Perdata tersebut.

Dalam praktek perjanjian bangun bagi antara pemilik tanah dan pengembang

(developer), untuk ukuran tanah dalam skala kecil, pada umumnya, pengembang

(developer) yang melaksanakan perjanjian bangun bagi tersebut adalah perorangan

(individu) dan pemilik tanah juga perorangan (individu). Hal ini mengakibatkan

perjanjian bangun bagi yang dilakukan adalah juga bersifat perorangan, antara

pemilik tanah dan pengembang (developer). Pelaksanaan perjanjian bangun bagi

tersebut juga biasanya hanya membangun unit rumah dalam skala kecil, antara 5

sampai dengan 10 rumah, karena tanah yang tersedia juga dalam skala kecil, yakni di

bawah satu hektar. Sehingga modal yang dibutuhkan pengembang (developer) juga

tidak terlalu besar, sehingga cukup dimodali hanya dengan pengembang (developer)

perorangan saja. Sedangkan apabila tanah yang tersedia cukup luas (di atas satu

hektar), dan jumlah unit rumah yang dibangun juga cukup banyak (puluhan hingga

ratusan unit rumah), pemilik tanah bisa lebih dari satu orang, demikian pula

pengembang (developer) yang sekaligus juga pemodal (investor), bisa terdiri dari

5 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2004, hal. 7

Universitas Sumatera Utara

Page 22: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

8

beberapa orang. Karena pengembang (developer) yang sekaligus juga pemodal

(investor) terdiri dari beberapa orang, maka prosedur pembuatan perjanjian bangun

bagi oleh notaris dengan menggunakan akta otentik tersebut diikuti dengan

pembuatan akta perjanjian pendanaan antara para pengembang (developer), yang juga

adalah penanam modal (investor) tersebut yang juga dibuat oleh notaris dengan

menggunakan akta otentik.6

Perjanjian pendanaan adalah suatu perjanjian kerjasama antara para

pengembang (developer) yang juga merupakan penanam modal (investor) untuk

membiayai suatu proyek pembangunan sejumlah rumah di atas tanah milik pemilik

tanah yang telah diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pengembang (developer)

yang juga adalah penanam modal (investor) dengan para pemilik tanah dalam

perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh notaris dengan menggunakan akta otentik.

Perjanjian pendanaan merupakan kelanjutan dari perjanjian bangun bagi yang dalam

proses dibuat oleh notaris yang sama dengan menggunakan akta otentik.7

Di dalam perjanjian pendanaan diatur tentang struktur pembagian modal

antara sesama pengembang (developer) yang sekaligus juga adalah pemodal

(investor). Di dalam perjanjian pendanaan yang dibuat oleh notaris tersebut termuat

klausul hak dan kewajiban para pengembang (developer) yang sekaligus juga adalah

6 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,2011, hal. 83

7 Suryadi Achmad, Perjanjian Bangun Bagi Suatu Tinjauan Yuridis Praktis, Intermasa,Jakarta, 2002, hal. 75

Universitas Sumatera Utara

Page 23: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

9

para pemodal (investor), termasuk juga pembagian keuntungan setelah pelaksanaan

perjanjian bangun bagi selesai dilaksanakan.8

Tabel 1 Perjanjian Bangun Bagi

No Nama SHMLuas(m2)

KompensasiUang (Rp) Bangunan (m2)

1 A 1206 1815 1.500.000.000 1 pt (6x12)2 B 1207 1749 1.700.000.000 1 pt (6x15)3 C 1208 1746 3 pt (6x15)4 D 1209 1738 500.000.000 1 pt (6x15)5 E 1210 1742 600.000.000 3 pt (6x15)6 F 911 1949 500.000.000 3 pt (6x15)

Tabel 2 Perjanjian Pendanaan

No NamaPersentase

(%)1 A 302 B 403 C 20 (keluar)4 D 105 E 20 (masuk)

Di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi atas kompleks perumahan (real

estate) Setia Budi Raya Castle di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan,

antara pemilik tanah yang berjumlah 6 (enam) orang atas 6 (enam) bidang tanah,

dengan luas tanah seluruhnya 10.729 M2, dan tanah tersebut seluruhnya telah

memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), masing-masing dengan nomor SHM 1206,

1207, 1208, 1209, 1210 dan 911 dengan pengembang (developer) yang sekaligus juga

penanam modal yang berjumlah 4 (empat) orang telah disepakati bahwa masing-

8 Djunaidi Saragih, Hukum Bisnis, Armico, Bandung, 2010, hal. 49

Universitas Sumatera Utara

Page 24: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

10

masing pemilik tanah akan memperoleh kompensasi yang berbeda-beda satu dengan

yang lain. Untuk pemilik tanah dengan nomor SHM 1206 dengan luas tanah 1815 M2

diberikan 1(satu) pintu bangunan rumah tempat tinggal konstruksi permanen

bertingkat dua, dengan luas bangunan 6 m x15 m, (90 M2) dan luas tanah 106m2,

ditambah uang sejumlah Rp.1.500.000.000 (satu setengah milyar rupiah). Pemilik

tanah dengan SHM No.1207, dengan luas tanah 1739 m2, memperoleh 1 (satu) pintu

bangunan rumah tempat tinggal konstruksi permanen bertingkat dua, dengan luas

bangunan 6x15 M2 (90 M2) dan luas tanah 106 M2, ditambah uang sebanyak

Rp.1.700.000.000 (satu koma tujuh milyar). Pemilik tanah dengan SHM No.1208

seluas 1746 M2, memperoleh kompensasi berupa 3 (tiga) pintu bangunan rumah

tempat tinggal konstruksi permanen bertingkat dua, dengan luas bangunan masing-

masing 6x15 M2 (90 M2), dan luas tanah 106 M2.

Untuk pemilik tanah dengan SHM No.1209 seluas 1738 M2, memperoleh

kompensasi berupa 3 (tiga) pintu rumah tempat tinggal konstruksi permanen

bertingkat dua dengan luas bangunan masing-masing 6x15 M2 dan luas tanah 106 m2

dan ditambah uang sebanyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Untuk pemilik

tanah dengan Nomor SHM 1210 seluas 1742 M2, memperoleh kompensasi berupa 3

(tiga) pintu bangunan rumah tempat tinggal konstruksi permanen bertingkat dua,

dengan luas bangunan masing-masing 6x15 M2 (90 M2) dan luas tanah 106 M2,

ditambah uang sebanyak Rp.600.000.000 (enam ratus juta rupiah). Sedangkan untuk

pemilik tanah dengan Nomor.SHM 911 seluas 1949 M2, memperoleh kompensasi

berupa 3 (tiga) pintu bangunan rumah tempat tinggal konstruksi permanen, bertingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 25: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

11

dua, dengan luas bangunan 6x15 M2 dan luas tanah 106 m2, ditambah uang sebanyak

Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Atas perjanjian bangun bagi yang telah disepakati tersebut maka para

pengembang (developer) yang juga sekaligus sebagai penanam modal (investor) yang

semuanya berjumlah empat orang membuat perjanjian pendanaan untuk membiayai

perjanjian bangun bagi tersebut dengan konstruksi penyertaan pembagian modal

adalah: A sebanyak 30%, B sebanyak 40%, C sebanyak 20% dan D sebanyak 10%.

Pembagian keuntungan yang telah disepakati oleh para pengembang (developer) yang

sekaligus juga penanam modal (investor) adalah sesuai dengan konstruksi

pembagian/besarnya modal yang ditanamkan dalam pelaksanaan proyek bangun bagi

yang telah disepakati dengan para pemilik tanah tersebut.

Dari uraian tentang pelaksanaan pembangunan perumahan yang dilakukan

oleh pengembang (developer) yang juga merupakan penanam modal (investor) di atas

lahan milik pemilik tanah melalui suatu perjanjian bangun bagi antara pengembang

(developer) dengan pemilik tanah, dan perjanjian pendanaan yang dibuat oleh notaris

melalui suatu akta otentik yang memuat hak dan kewajiban antara pengembang

(developer) dan pemilik tanah serta hak dan kewajiban antara sesama pengembang

(developer) yang juga adalah penanam modal (investor) tersebut, maka penelitian ini

akan membahas lebih lanjut tentang bagaimana praktek pelaksanaan perjanjian

pendanaan dalam perjanjian bangun bagi, dimana akta perjanjiannya dibuat oleh

notaris yang sama dengan akta otentik, apabila terjadi permasalahan dalam

pelaksanaannya. Selain itu penelitian ini juga akan membahas tentang bagaimana

Universitas Sumatera Utara

Page 26: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

12

tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan/sengketa antara para pihak baik

antara sesama pengembang (developer), maupun antara pengembang (developer)

pada pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi tersebut pada

bab-bab selanjutnya dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi

pada pembangunan komplek (perumahan/real estate) di Kelurahan Tanjung

Sari, Jalan Setia Budi Medan?

2. Bagaimana akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dari salah satu pihak

baik pemilik tanah, maupun pengembang (developer) dalam praktek

pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada

pembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia

Budi Medan?

3. Bagaimana tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat

terjadinya wanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan

perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan

komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan?

Universitas Sumatera Utara

Page 27: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

13

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun

bagi pada pembangunan komplek (perumahan/real estate) di Kelurahan

Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan

2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dari salah satu

pihak baik pemilik tanah, maupun pengembang (developer) dalam praktek

pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada

pembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia

Budi Medan

3. Untuk tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat

terjadinya wanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan

perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan

komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis dibidang hukum perjanjian khususnya mengenai perjanjian bangun

bagi sebagai suatu perjanjian tidak bernama (innominaat/onbenomde) yaitu suatu

perjanjian yang tidak memiliki nama di dalam KUH Perdata, namun lahir karena

Universitas Sumatera Utara

Page 28: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

14

tuntutan dari kebutuhan masyarakat di dunia bisnis khususnya dalam bidang hukum

perjanjian bisnis yang dilakukannya yaitu :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi

perkembangan hukum perjanjian khususnya tentang masalah pelaksanaan kerjasama

antara pengembang (developer) yang sekaligus pula sebagai pemodal (investor)

dengan pemilik tanah, yang dituangkan ke dalam perjanjian bangun bagi yang dibuat

oleh notaris melalui akta otentik yang kemudian diikuti oleh perjanjian pendanaan

diantara para pengembang (developer) yang sekaligus pula sebagai pemodal

(investor), untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak termasuk pembagian

keuntungan yang diperoleh dari hasil pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat,

praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai praktek pelaksanaan perjanjian

pendanaan dalam perjanjian bangun bagi, dimana perjanjian tersebut diawali dengan

perjanjian bangun bagi antara pengembang (developer) yang sekaligus pula sebagai

pemodal (investor) dengan pemilik tanah, dimana pengembang lebih dari satu orang

membentuk satu kelompok untuk melaksanakan pembangunan perumahan dalam

perjanjian bagun bagi di atas lahan pemilik tanah yang juga lebih dari satu orang

dengan kompensasi berupa pemberian beberapa unit bangunan dan ditambah dengan

sejumlah dana yang diberikan oleh pengembang kepada para pemilik tanah.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

15

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas

Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister

Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum

pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan

dengan topik dalam tesis ini antara lain:

1. Rachel Sheila Sitorus, NIM. 127011010/MKn, dengan judul tesis “Tinjauan

Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah

Toko Oleh Developer Perorangan di Kecamatan Medan Selayang)”.

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bangun bagi

antara Nyonya X dan Tuan Y dalam akta perjanjian Nomor 4 Tanggal 21

April Tahun 2009 oleh Notaris Z?

b. Bagaimana problematika yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian

bangun bagi?

c. Bagaimana upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul

dalam perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y?

2. Madda Elyana, NIM. 087011079/MKn, dengan judul tesis “Peranan notaris

dalam penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian

bangun bagi (suatu penelitian pada praktek notaris di Kota Banda Aceh)”

Pemasalahan yang dibahas :

Universitas Sumatera Utara

Page 30: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

16

a. Bagaimana faktor penyebab terjadinya tuntutan pembatalan akta

perjanjian bangun bagi di Kota Banda Aceh?

b. Bagaimana peranan notaris dalam penyelesaian sengketa akibat tuntutan

pembatalan akta perjanjian bangun bagi?

c. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang digunakan dalam

penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun

bagi?

3. Laila Hayati Aulia, NIM. 097011120/MKn, dengan judul tesis “Akibat hukum

dari wanprestasi dalam perjanjian bangun bagi yang dilaksanakan oleh

kontraktor”

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana prinsip perlindungan hukum kepada pihak yang dirugikan

dalam perjanjian bangun bagi?

b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak apabila di dalam

klausul perjanjian bangun bagi terdapat penyimpangan Pasal 1266 KUH

Perdata ?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang

penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga

penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

17

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi.9Suatu teori harus dikaji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau

permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan pegangan teoritis.10 Kerangka

teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keseimbangan dan keadilan.

Teori keseimbangan atau equity theory dikemukakan oleh John Stacey

Adams, teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya manusia menyenangi perlakuan

yang adil/sebanding berhubungan dengan kepuasan relasional dalam hal persepsi

distribusi yang adil dalam hubungan inpersonal. Teori keseimbangan berfokus pada

rasio input/output dalam organisasi atau dalam hubungan inpersonal. Input oleh

diwaliki oleh kontribusi kita terhadap organisasi atau kepada sesama. Ketika kita

melaksanakan perjanjian pertukaran hak dan kewajiban antar sesama manusia maka

pertukaran hak dan kewajiban tersebut harus benar-benar seimbang dan adil.11

Teori keadilan menurut John Rawls adalah suatu konsepsi dimana keadilan

sosial harus dipandang sebagai instansi pertama, standar dari mana aspek distributif

struktur dasar masyarakat dinilai. Konsepsi seperti itu haruslah menetapkan cara

9 JJJ.Wuisman, penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, FE UI Jakarta,2006, hal.203

10 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bndung, 2003, hal.80.11 Gustaf Mansyur, Teori Hukum Keseimbangan dan Keadilan, Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2005, hal. 41

Universitas Sumatera Utara

Page 32: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

18

menempatkan hak-hak dan kewajiban di dalam lembaga-lembaga dasar masyarakat,

serta caranya menetapkan pendistribusian yang pas berbagai nikmat dan beban dari

kerja sama sosial. Pandangan ini dituangkan Rawls dalam konsepsi umum keadilan

intuitif berikut: Semua nikmat primer kemerdekaan dan kesempatan, pendapatan dan

kekayaan, dan dasar-dasar kehormatan diri harus dibagikan secara sama (equally),

pembagian tak sama (unequal) sebagian atau seluruh nikmat tersebut hanya apabila

menguntungkan semua pihak.12

Konsep umum di atas menampilkan unsur-unsur pokok keadilan sosial Rawls.

Bahwa (1) prinsip pokok keadilan sosial adalah equality atau kesamaan; yaitu: (2)

kesamaan dalam distribusi; atas (3) nikmat-nikmat primer (primary goods); namun

(4) ketidaksamaan (inequalities) dapat ditoleransi sejauh menguntungkan semua

pihak. Dalam konsepsi umum ini, tampak bahwa teori keadilan Rawls mencakup dua

sisi dari masalah keadilan: kesamaan (equality) dan ketidaksamaan (inequality). Di

satu sisi, keadilan sosial adalah penerapan prinsip kesamaan dalam masalah distribusi

nikmat-nikmat primer. Sementara di lain sisi, diakui, ketidaksamaan dapat ditoleransi

sejauh hal itu menguntungkan semua, terutama golongan yang tertinggal.

Bagi John Rawls, konsepsi keadilan harus berperan menyediakan cara di

dalam mana institusi-institusi sosial utama mendistribusikan hak-hak fundamental

dan kewajiban, serta menentukan pembagian hasil-hasil dan kerja sama sosial. Suatu

masyarakat tertata benar (well-ordered) apabila tidak hanya dirancang untuk

12 Armando Mustafa, Teori-teori Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 17

Universitas Sumatera Utara

Page 33: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

19

memajukan nilai yang-baik (the good) warganya, melainkan apabila dikendalikan

secara efektif oleh konsepsi publik mengenai keadilan, yaitu:

(1) Setiap orang menerima dan tahu bahwa yang lain juga menerima prinsip

keadilan yang sama, dan

(2) Institusi-institusi sosial dasar umumnya puas dan diketahui dipuaskan oleh

prinsip-prinsip ini.13

John Rawls mengemas teorinya dalam konsep justice as fairness, bukan

karena ia mengartikan keadilan sama dengan fairness, tapi karena dalam konsep

keadilan tersebut terkandung gagasan bahwa prinsip-prinsip keadilan bagi struktur

dasar masyarakat merupakan objek persetujuan asal dalam posisi simetris dan fair.

Dalam kesamaan posisi asal wakil-wakil mereka menetapkan syarat-syarat

fundamental ikatan mereka, menetapkan bentuk kerja sama sosial yang akan mereka

masuki, dan bentuk pemerintahan yang akan didirikan. Cara memandang prinsip-

prinsip keadilan seperti itu disebut Rawls justice as fairness.

Berkaitan dengan teori keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls tersebut

di atas apabila dikaitkan dengan pembuatan akta perjanjian pendanaan pada

perjanjian bangun bagi antara para pihak yaitu antara pengembang (developer)

dengan pemilik tanah dan antara pengembang (developer) dengan pengembang

(developer) maka perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi tersebut harus

memuat klausul-klausul hak dan kewajiban para pihak yang benar-benar seimbang

13 Novi Milfizar K., Hukum dan Keadilan, Pustaka Bangsa, Press, Jakarta, 2007, hal. 49

Universitas Sumatera Utara

Page 34: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

20

dan mencerminkan suatu keadilan bagi semua pihak yang terlibat di dalam

pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi tersebut.14

Bila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata maka jelas

disebutkan bahwa syarat-syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan

dari para pihak, cakap bertindak di dalam hukum, adanya objek yang diperjanjikan

dan oleh karena sebab yang halal. Kesepakatan yang diperoleh dari para pihak

dimungkinkan terjadi apabila dalam perjanjian bangun bagi maupun dalam perjanjian

pendanaan yang dibuat oleh notaris dengan akta otentik tersebut harus benar-benar

mencerminkan suatu klausul yang memuat keseimbangan hak dan kewajiban dari

para pihak yang terlibat dalam perjanjian bangun bagi dan perjanjian pendanaan

tersebut.15

Apabila klausul di dalam perjanjian pendanaan maupun di dalam perjanjian

bangun bagi tidak seimbang dan tidak mencerminkan keadilan maka tidak akan

tercapai suatu kesepakatan untuk melaksanakan perjanjian pendanaan dalam

perjanjian bangun bagi tersebut. Oleh karena itu perjanjian bangun bagi dan akta

perjanjian pendanaan yang dibuat oleh notaris harus memuat hak dan kewajiban para

pihak yang benar-benar seimbang sesuai dengan apa yang telah diberikannya dalam

perjanjian tersebut.16

14 Rusmadi Hasan, Aneka Hukum Perjanjian Innominat, Media Ilmu, Surabaya, 2007, hal. 6415 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.

2616 Retno Suyanti, Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian, Pratna Paramitha, Jakarta,

2009, hal. 32

Universitas Sumatera Utara

Page 35: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

21

Di dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi

maka pertama-tama yang harus dibuat adalah perjanjian bangun bagi antara para

pemilik tanah dengan para pengembang (developer) yang juga merupakan pemodal

(investor). Pemilik tanah memiliki kewajiban untuk menyerahkan tanahnya kepada

pengembang (developer) untuk dijadikan lahan pembangunan perumahan, sedangkan

pihak pengembang berkewajiban untuk memberikan beberapa bangunan dan apabila

masih dinilai tidak seimbang maka pengembang (developer) akan menambahkannya

dengan pemberian sejumlah uang kepada pemilik tanah sebagai kompensasi atas

diserahkannya tanah tersebut kepada pengembang (developer) oleh pemilik tanah.

Apabila pemilik tanah menilai bahwa kompensasi yang diberikan oleh pengembang

telah benar-benar seimbang dan adil dengan pengorbanan penyerahan tanah yang

dimilikinya maka tercapailah kesepakatan untuk dilaksanakannya perjanjian bangun

bagi tersebut. 17

Namun apabila pemilik tanah menilai bahwa kompensasi yang diterimanya

tidak seimbang dan tidak adil dengan pengorbanan yang dilakukannya atas

penyerahan tanah yang dilakukannya maka tidak akan terjadi kesepakatan antara

pemilik tanah dengan pengembang untuk terlaksananya perjanjian bangun bagi

tersebut. Oleh karena itu di dalam pelaksanaan kewajiban dari masing-masing pihak

baik pengembang maupun pemilik tanah maka klausul tentang kewajiban masing-

masing pihak yang dibuat oleh notaris harus benar-benar seimbang dan adil agar

17 Muchtar Sunardi, Perjanjian Bangun Bagi Dalam Praktek, Elexmedia Komputindo,Jakarta, 2009, hal. 52

Universitas Sumatera Utara

Page 36: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

22

tercapai suatu kesepakatan antara pengembang dan pemilik tanah.18 Demikian pula

halnya dengan klausul tentang hak para pihak dalam perjanjian bangun bagi maupun

dalam perjanjian pendanaan.19

Di dalam perjanjian bangun bagi hak pengembang (investor) atau memperoleh

tanah dari pemilik tanah yang akan digunakannya dalam melaksanakan pembangunan

perumahan yang telah disepakati dalam perjanjian bangun bagi tersebut. Sedangkan

hak pemilik tanah adalah menerima beberapa unit rumah ditambah dengan sejumlah

uang dari pengembang (developer) apabila pelaksanaan pembangunan rumah tersebut

telah selesai dilakukan oleh pengembang (developer).20

Masing-masing pihak baik pemilik tanah maupun pengembang harus

mematuhi perjanjian bangun bagi tersebut agar pelaksanaan perjanjian bangun bagi

tersebut dapat berjalan dengan lancar. Hal ini dikenal dengan asas pacta sunt

servanda dalam KUH Perdata yang artinya adalah bahwa janji harus ditepati. Dalam

pelaksanaan perjanjian pendanaan yang dilakukan diantara sesama pengembang

(developer) juga harus memuat klausul hak dan kewajiban yang seimbang dan adil

pula agar perjanjian pendanaan tersebut dapat berlangsung dengan lancar. Di dalam

perjanjian pendanaan yang dilakukan diantara sesama pengembang (developer)

18 Hartono Mahmud, Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian, Salemba IV, Jakarta,2012, hal. 28

19 Suharyanto, Hukum Perjanjian di Bidang Kontrak Karya, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2006, hal.77

20 Darmono Sumantri, Hukum Kontrak Kerja Borongan, Mitra Ilmu Surabaya, 2007, hal. 81

Universitas Sumatera Utara

Page 37: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

23

terdapat pengaturan hak dan kewajiban masing-masing pengembang sesuai dengan

pengorbanan (modal yang disertakannya) dalam perjanjian pendanaan tersebut.21

Kewajiban para pengembang dalam perjanjain pendanaan adalah mematuhi

dan mentaati perjanjian tersebut dengan menyerahkan sejumlah modal yang besarnya

yang telah ditentukan / ditetapkan dalam perjanjian pendanaan tersebut. Demikian

pula halnya dengan hak dari para pengembang ditentukan berdasarkan besarnya

penyertaan modal yang dilakukannya sesuai ketentuan dalam perjanjian pendanaan

tersebut.22 Semakin besar pernyataan modal yang dilakukan oleh pengembang

(developer) maka semakin besar pula keuntungan yang akan diperolehnya setelah

pelaksanaan perjanjian pembangunan perumahan tersebut selesai dilakukan dan telah

terjual kepada para konsumen.23 Sebaliknya semakin kecil sejumlah penyertaan

modal yang dilakukan oleh pengembang (developer) tersebut maka semakin kecil

pula perolehan keuntungan yang diterimanya. Pelaksanaan perjanjian pendanaan yang

dibuat oleh notaris melalui akta otentik tersebut berpedoman kepada keseimbangan

dan keadilan hak dan kewajiban masing-masing pihak pengembang (developer) yang

didasarkan kepada besarnya penyertaan modal yang dilakukan oleh para pengembang

(developer) tersebut.

21 Haryono Nasruddin, Hukum Perjanjian Tak Bernama (Innominaat), Eresco, Bandung,2011, hal. 55

22 Ibid, hal. 5623 Denny Gunadi, Tinjauan Yuridis Perjanjian Bangun Bagi Sebagai Perjanjian Innominaat,

Rajawali Press, Jakarta, 2006, hal. 51

Universitas Sumatera Utara

Page 38: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

24

2. Konsepsi

Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi

suatu yang konkrit, yang disebut dengan "definisi operasional".24 Pentingnya definisi

operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran

mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab

permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar

secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah

ditentukan yaitu:

1. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang atau satu pihak berjanji

kepada seseorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau dua pihak itu

saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal

2. Perjanjian pendanaan adalah suatu perjanjian dimana seseorang atau

kelompok orang berjanji kepada seseorang atau kelompok orang lain sebagai

pengembang (developer) yang sekaligus pula sebagai pemodal (investor)

untuk melaksanakan penyertaan modal dalam rangka mengerjakan

pembangunan sejumlah unit rumah yang telah diperjanjikan dalam perjanjian

bangun bagi.

3. Perjanjian bangun bagi adalah suatu perjanjian dimana pemilik tanah dan

pengembang berjanji untuk melaksanakan pembangunan sejumlah unit rumah

dengan ketentuan pemilik tanah berjanji menyerahkan tanahnya kepada

pengembang (developer) sebagai lahan pelaksanaan pembangunan sejumlah

24 Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum, Harvarindo, Jakarta, 2013, hal.59

Universitas Sumatera Utara

Page 39: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

25

rumah tersebut dan pengembang (developer) berjanji kepada pemilik tanah

untuk menyerahkan sejumlah bangunan ditambah sejumlah uang kepada

pemilik tanah sebagai kompensasi dari penyerahan tanah tersebut oleh pemilik

tanah.

4. Pengembang (developer) adalah pihak yang akan melaksanakan pembangunan

sejumlah unit rumah diatas lahan milik pemilik tanah dan bertanggung jawab

dalam hal kompensasi kepada pemilik tanah apabila pelaksanaan

pembangunan rumah tersebut telah selesai dilakukan sesuai kesepakatan yang

telah dibuat didalam perjanjian bangun bagi.

5. Pemilik tanah adalah pihak yang menyerahkan tanah kepada pengembang

(developer) untuk dijadikan lahan pembangunan sejumlah rumah dengan

ketentuan bahwa pengembang (developer) berjanji akan menyerahkan

sejumlah bangunan rumah ditambah sejumlah uang kepada pemilik tanah

apabila pelaksanaan pembangunan rumah tersebut telah selesai dilakukan oleh

pengembang (developer).

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Methode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas

terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian

Universitas Sumatera Utara

Page 40: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

26

methode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk

memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan

terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dalam bidang hukum perjanjian, dan hukum tentang

perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi, khususnya tentang hak dan

kewajiban para pihak baik diantara sesama pengembang (developer) maupun diantara

pemilik tanah dengan pengembang (developer) dalam hal pelaksanaan perjanjian

pembangunan sejumlah unit rumah sebagaimana yang telah disepakati di dalam

perjanjian bangun bagi, termasuk pula dalam hal penyeratan modal di antara sesama

pengembang (developer) sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian

pendanaan.

Di dalam perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi harus memuat

klausul perjanjian yang seimbang dan adil dalam bidang hak dan kewajiban dari

masing-masing pihak, sehingga dapat tercapai suatu kesepakatan untuk melaksanaan

perjanjian pendanaan maupun perjanjian bangun bagi tersebut. Para pihak yang

terlibat di dalam perjanjian pendanaan maupun perjanjian bangun bagi wajib mentaati

seluruh klasul perjanjian yang telah disepakati dan telah termuat di dalam perjanjian

pendanaan maupun dalam perjanjian pendanaan agar pelaksanaan perjanjian

pendanaan dan perjanjian bangun bagi tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian

ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan

Universitas Sumatera Utara

Page 41: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

27

yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh

dan akan dilakukan secara cermat, bagaimana menjawab permasalahan dalam

menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut 25

2. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum

primer, sekunder maupun tersier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan

kepustakaan yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yang berupa KUH Perdata (Buku Ketiga) tentang

Hukum Perjanjian serta akta perjanjian pendanaan dan akta perjanjian bangun

bagi yang dibuat oleh notaris melalui akta otentik.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya

ilmiah tentang hukum perjanjian pada umumnya dan hukum perjanjian

bangun bagi pada khususnya.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus umum, kamus

hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.

3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data

Teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan

data yang digunakan adalah studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan

25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, UI Press, Jakarta, 2006, hal.30.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

28

membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data primer

yakni mengenai ketentuan yang mengatur tentang hukum perjanjian yang termuat di

dalam Buku Ketiga KUH Perdata tentang hukum perjanjian, akta perjanjian

pendanaan dan akta perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh notaris melalui akta

otentik yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak dan kewajiban

para pengembang (developer) sekaligus pula sebagai pemodal (investor) maupun

pemilik tanah, yang harus dipatuhi oleh para pihak sebagaimana layaknya undang-

undang.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan

data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.26 Di dalam

penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk

mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang

berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk

memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.27 Sebelum dilakukan analisis,

terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang

dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan

disistematisasikan secara kualitatif.

26 Johnny I., Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media Malang, 2005,hal 8.)

27 Raimon H., Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Bumi IntitamaSejahtera, Jakarta, 2010, hal.16

Universitas Sumatera Utara

Page 43: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

29

Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk

menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau

keistimewaan dari suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan

kalimat sendiri dari data yang ada, baik primer, sekunder maupun tersier, sehingga

menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini, untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai permasalahan

pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi dimana ketentuan

yang termuat di dalam akta perjanjian pendanaan maupun perjanjian bangun bagi

yang dibuat oleh notaris melalui akta otentik berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya yaitu para pengembang (developer) maupun pemilik tanah,

sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu

melakukan penarikan kesimpulan, diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk

kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar

dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

30

BAB II

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIANBANGUN BAGI PADA PEMBANGUNAN KOMPLEK (PERUMAHAN/

REAL ESTATE) DI KELURAHAN TANJUNG SARI,JALAN SETIA BUDI MEDAN

A. Perjanjian Kerjasama Pendanaan

Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli

yang satu dengan yang lain. Secara umum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

perjanjian adalah persetujuan (baik lisan maupun tulisan) yang dibuat oleh dua pihak

atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang disebut dalam

persetujuan itu. Perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda

antara kedua belah pihak, dalam mana satu pihak berhak untuk menuntut pelaksanaan

janji itu. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang

lain atau di mana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal,

yang dalam bentuknya perjanjian itu dapat dilakukan sebagai suatu rangkaian

perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan secara lisan

maupun tertulis. 28

Perjanjian adalah suatu hubungan antara dua pihak atau lebih berdasarkan

kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun pengertian perjanjian diatur

di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dengan judul

perikatan. Pengertian perjanjian ini tertuang dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu:

28 Wirjono Pradjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, Tahun1986, hal 19

30

Universitas Sumatera Utara

Page 45: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

31

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.

Kontrak atau perjanjian merupakan hubungan hukum antara subjek hukum

yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana

subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya. Dalam pengertiannya ini disampaikan bahwa bukan hanya orang

perorang yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan

subjek hukum. Sedangkan Perjanjian Kerjasama sendiri tidak dikenal di dalam KUH

Perdata sehingga digolongkan sebagai perjanjian tidak bernama (innominaat),

sebagaimana diatur di dalam Pasal 1319 KUH Perdata. Pasal tersebut menyatakan

bahwa perjanjian tak bernama juga tunduk pada ketentuan-ketentuan umum mengenai

perjanjian dalam KUH Perdata. Sehingga, KUH Perdata berlaku juga dalam

perjanjian kerjasama, disamping peraturan lain, agar perjanjian kerjasama tetap sah

berlaku.29

Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUH

Perdata, tetapi tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan

kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian

kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. KUH Perdata memberi

keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian untuk membentuk

kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata itu sendiri. Peraturan ini berlaku

29 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1998, hal 1

Universitas Sumatera Utara

Page 46: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

32

untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan

undang-undang, norma-norma kesusilaan yang berlaku.

Perjanjian Kerjasama pendanaan antara para pengembang (developer) secara

perorangan yang dibuat dengan menggunakan akta notaris bertujuan untuk

melaksanakan proyek pembangunan rumah tempat tinggal, yang sebelum

dilaksanakan proyek pembangunan perumahan tersebut, maka terlebih dahulu pihak

pengembang (developer) melakukan perjanjian kerjasama pendanaan untuk

memasukkan modal masing-masing dengan persentase modal yang telah disepakati

oleh para pengembang (developer) tersebut, yang akan dijadikan modal untuk

melaksanakan pembelian lahan berupa tanah milik penduduk yang berada di lokasi

tempat pelaksanaan pembangunan perumahan yaitu di Kelurahan Tanjung Sari Jalan

Setia Budi Medan. Perjanjian kerjasama pendanaan hanya mempunyai daya hukum

intern (ke dalam) dan tidak mempunyai daya hukum ke luar”. Yang bertindak ke luar

dan bertanggung jawab kepada pihak ketiga adalah kerugian di antara para

pengembang (developer) yang diatur dalam perjanjian kerjasama pendanaan tersebut.

Hukum perjanjian kerjasama pendanaan mempunyai asas-asas yang

merupakan prinsip atau pemikiran dasar yang bersifat umum yang melatar belakangi

terbentuknya ketentuan-ketentuan hukum yang konkrit dalam hukum positif. Jadi

asas-asas hukum tersebut pada umumnya tidak langsung tersurat di dalam peraturan

hukum yang tertuang dalam bunyi pasal-pasal di dalam Buku III KUH Perdata,

namun hanyalah merupakan suatu hal yang menjiwai atau melatar belakangi

Universitas Sumatera Utara

Page 47: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

33

terbentuknya hukum positif. Hal ini dikarenakan sifat dari asas tersebut adalah umum

dan abstrak.30

Di dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas-asas hukum perjanjian.

Beberapa asas tersebut termasuk kedalam asas-asas hukum perjanjian kerjasama

adalah sebagai berikut ini :

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak erat dengan isi, bentuk serta jenis perjanjian.

Menurut asas ini, setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang

sudah diatur atau belum diatur dalam Undang-Undang. Asas kebebasan berkontrak

dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi:

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi

mereka yang membuatnya”. Jadi dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa

masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja

(tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu

undangundang. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk:

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian,

b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan

d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

30 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, BanyuMedia, Publishing, Malang, 2010, hal. 39

Universitas Sumatera Utara

Page 48: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

34

Kebebasan yang diberikan tersebut tidak bersifat mutlak, melainkan ada

pembatasan yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu bahwa perjanjian yang

dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban

umum.

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 Ayat (1) KUH

Perdata. Asas ini memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat

secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah

melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut,

segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun

kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan sematamata. Asas ini mengandung arti

bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (consensus) antara

pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan

mempunyai akibat hukum.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.

Asan pacta sunt servanda merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan

dengan mengikatnya suatu perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338

Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sedangkan pada

Pasal 1338 Ayat (2) KUH Perdata ditentukan bahwa: “persetujuan-persetujuan itu

Universitas Sumatera Utara

Page 49: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

35

tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena

alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cakap untuk itu”.

Dari ketentuan-ketentuan pasal tersebut diatas, dapat diketahui betapa

pentingnya hal janji seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalam

masyarakat. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata,

oleh karena itu Hukum Perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yang

berdasarkan atas janji seseorang. Sudah seharusnya jika perjanjan yang disepakati itu

dihormati, dipatuhi, dan dilaksanakan oleh para pihak.31 Jadi para pihak haruslah

melaksanakan apa yang telah mereka sepakati bersama, sehingga apabila terjadi

pelanggaran maka pihak yang lain dapat menuntutnya. Dengan demikian asas ini

akan memberikan kepastian hukum bagi mereka yang mengadakan suatu perjanjian.

4. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik ini berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Bahwa

orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Asas ini

dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata, yaitu bahwa:

“persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik

dibedakan menjadi dua, yaitu itikad baik dalam arti subyektif dan itikad baik dalam

arti obyektif. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai

kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seorang pada waktu diadakan

perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif adalah bahwa

31 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan Kesebelas, Sumur, 2013,Bandung, hal. 7

Universitas Sumatera Utara

Page 50: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

36

pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa

yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. Dengan asas itikad baik

maka akan timbul kepercayaan satu sama lain yang saling mengikatkan diri dalam

suatu perjanjian. Dengan demikian suatu perjanjian telah dilaksanakan dengan asas

itikad baik apabila para pihak bersikap jujur serta mengindahkan norma-norma

kepatutan dan kesusilaan untuk mencapai satu sisi tujuan hukum, yaitu sisi keadilan

mencapai kepastian hukum.

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang

ditetapkan oleh Undang-Undang begitu pula dengan perjanjian kerjasama. Perjanjian

yang sah diakui dan diberi akibat hukum (legally concluded contract). Menurut

ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat-syarat sah perjanjian:

1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian

(consensus),

2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity),

3. Ada suatu hal tertentu (objek),

4. Ada suatu sebab yang halal (causa).

Perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi semua ketentuan yang telah

diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut. Pernyataan persetujuan kehendak

mereka yang mengikat diri dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

digolongkan ke dalam syarat subjektif atau syarat mengenai orang yang melakukan

perjanjian. Sedangkan tentang suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal

digolongkan ke dalam syarat objektif atau benda yang dijadikan objek perjanjian.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

37

Hal-hal tersebut merupakan suatu kebulatan yang harus dipenuhi secara keseluruhan.

Artinya, tidak dipenuhinya secara keseluruhan keempat syarat tersebut akan

mengakibatkan suatu perjanjian batal atau dapat dibatalkan. 32

Untuk memberikan gambaran lebih lanjut, maka akan diuraikan keempat syarat

sahnya suatu perjanjian sebagai berikut :

1. Persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus)

Sebelum adanya persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan

(negotiation) yang dimaksudkan untuk menawarkan kehendak bagi pihak yang satu

dengan pihak yang lain. Apabila pihak lain itu sepakat, maka ia akan menyampaikan

persetujuannya kepada pihak yang menawarkan kehendak, dengan demikian telah

tercapai suatu kesepakatan. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang

membuat perjanjian maksudnya bahwa kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu

harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang menjadi pokok dari perjanjian yang

dilakukan/diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga

dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Dalam kesepakatan ini tidak boleh terdapat

pemaksaan, jika terdapat pemaksaan kepada salah satu pihak maka perjanjian menjadi

batal.

Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas, artinya tidak ada paksaan, tekanan

dari pihak manapun juga, betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak. Dalam

pengertian persetujuan kehendak termasuk juga tidak ada kehilafan dan tidak ada

penipuan. Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan perbuatan itu

32 Arifin Rachman, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2012, hal. 26

Universitas Sumatera Utara

Page 52: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

38

tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan

upaya menakut-nakuti. Dikatakan tidak ada kehilafan atau kekeliruan atau kesesatan

apabila salah satu pihak tidak hilaf atau tidak keliru mengenai pokok perjanjian atau

sifat-sifat penting objek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa mengadakan

perjanjian itu. Dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan menipu

menurut arti undang-undang. Penipuan menurut arti undang-undang ialah dengan

sengaja melakukan tipu muslihat itu memberikan keterangan palsu dan tidak benar

untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui.

Akibat hukum tidak ada persetujuan kehendak (karena paksaan, kehilafan,

penipuan) ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim

(venietigbaar, voidable). Menurut ketentuan Pasal 1454 KUH Perdata, pembatalan

dapat dimintakan dalam tenggang waktu lima tahun, dalam hal ada paksaan dihitung

sejak hari paksaan itu berhenti; dalam hal ada kehilafan dan penipuan dihitung sejak

hari diketahuinya kehilafan dan penipuan itu.

2. Kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity)

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, maksudnya bahwa pihak-pihak

yang membuat perjanjian tersebut merupakan orang yang sudah memenuhi syarat

sebagai pihak yang dianggap cakap menurut hukum. Dalam KUH Perdata pengaturan

tentang kecakapan dinyatakan dalam Pasal 1329, yaitu: “tiap orang berwenang untuk

membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”. Dengan

demikian ada orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian

sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 1330 KUH Perdata yang memberikan

Universitas Sumatera Utara

Page 53: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

39

batasan orang-orang mana saja yang dianggap tidak cakap untuk bertindak membuat

perjanjian adalah:

1) Orang-orang yang belum dewasa;

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang,

dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat perjanjian tertentu.

Dalam Pasal 1330 KUH Perdata, juga memandang bahwa seseorang wanita

yang telah bersuami tidak cakap melakukan perjanjian. Akan tetapi sejak

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

kedudukan wanita yang telah kawin tersebut diangkat ke dalam posisi yang sama

dengan kedudukan seorang suami. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 31 Ayat (1) dan

Ayat (2), yang menentukan bahwa hak dan kedudukan istri dalam rumah tangga dan

pergaulan hidup masyarakat adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami.

masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian,

point 3 dari Pasal 1330 KUH Perdata sudah tidak berlaku lagi. Sehingga yang

termasuk ke dalam orang-orang yang tidak cakap adalah orang yang belum dewasa

dan mereka yang ditaruh di bawah pengampuan. Akibat hukum ketidakcakapan

membuat perjanjian ialah bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan

pembatalannya kepada hakim. Jika pembatalan tidak dimintakan oleh pihak yang

Universitas Sumatera Utara

Page 54: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

40

berkepentingan, sepanjang tidak dimungkiri oleh pihak yang berkepentingan,

perjanjian itu tetap berlaku bagi pihak-pihak.33

3. Suatu hal tertentu (objek)

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian yang memuat

prestasi yang perlu dipenuhi dalam perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau

sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau

objek perjanjian ialah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-

pihak. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal

demi hukum, yaitu sejak semula dianggap tidak ada perjanjian.

4. Suatu sebab yang halal (causa)

Kata “causa” berasal dari bahasa Latin artinya “sebab”. Sebab adalah suatu

yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat

perjanjian. Tetapi menurut Pasal 1320 KUH Perdata, causa yang dimaksud bukanlah

sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian,

melainkan sebab dalam arti “isi dari perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan

tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. Perjanjian tanpa sebab apabila perjanjian

itu dibuat dengan tujuan yang tidak pasti atau kabur. Perjanjian yang dibuat karena

sebab yang palsu, tujuannya untuk menutupi apa yang sebenarnya hendak dicapai

dalam perjanjian tersebut. Suatu sebab dikatakan terlarang apabila bertentangan

dengan batasan yang ditetapkan pada Pasal 1337 KUH Perdata yaitu: “suatu sebab

33 Salim, HS. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cetakan I, PT Sinar Grafika, Jakarta,2001, hal 157

Universitas Sumatera Utara

Page 55: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

41

adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu

bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum”.

Semua perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas diakui

oleh hukum, akan tetapi apabila tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat

unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam

kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap

unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur

obyektif). Dengan demikian perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat

dipaksakan pelaksanaannya.

Pada dasarnya suatu perjanjian tidak harus dibuat dalam suatu bentuk tetentu,

artinya dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan dapat juga dalam bentuk yang tidak

tertulis. Akan tetapi ada beberapa jenis perjanjian yang oleh undang-undang

diharuskan dibuat dalam bentuk tertulis. Mengenai bentuk perjanjian yang dibuat

secara tertulis dapat berbentuk akta notaris dan akta dibawah tangan. Akta di bawah

tangan dapat berupa perjanjian baku (Perjanjian Standar) dan bentuk perjanjian bukan

standar. Khusus untuk perjanjian yang tidak termasuk dalam perjanjian yang

diisyaratkan undang-undang seperti halnya perjanjian kerjasmaa untuk dibuat dalam

bentuk tertulis, jika dibuat dalam bentuk tertulis (akta) hanya dimaksudkan untuk

memudahkan dalam pembuktian apabila terjadi sengketa di kemudian hari. Secara

garis besar KUH Perdata mengklasifikasi jenis-jenis perjanjian sebagai berikut

berdasarkan kriteria masing-masing:

Universitas Sumatera Utara

Page 56: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

42

(1) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak. Perjanjian jenis ini berdasarkan

kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang

mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual

beli, sewa-menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang

mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang

lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.

(2) Perjanjian bernama dan tak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian

yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai

perjanjian‐perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa-

menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan,

dan lain-lain. Dalam KUH Perdata diatur dalam title V s/d XVIII dan diatur

dalam KUHD. Perjanjian tak benama adalah perjanjian yang tidak mempunyai

nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas yang tumbuh di masyarakat.

Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak

yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran,

perjanjian pengelolaan.

(3) Perjanjian perjanjian obligatoir dan kebendaan. Perjanjian obligatoir adalah

perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli,

sejak terjadi consensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan

benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran

harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 57: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

43

perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar.

Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda

(bezit), misalnya dalam sewamenyewa,pinjam pakai, gadai.

(4) Perjanjian konsensual dan real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang

terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-

pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan

kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu

sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.34

Pada umumnya setiap pihak yang mengadakan suatu perjanjian kerjasama

menghendaki agar perjanjian yang telah dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan isi

yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain bahwa salah satu pihak menghendaki

dapat dipenuhinya prestasi dari pihak lainnya sesuai dengan perjanjian. Akan tetapi

dalam praktik tidak semua perjanjian dapat dilaksanakan dengan sempurna. Hal ini

dimungkinkan prestasi yang diharapkan tidak dapat dipenuhi pihak lain sehingga

pelaksanaan perjanjian itu mengalami hambatan. Adapun hambatan-hambatan dalam

pelaksanaan perjanjian kerjasama diantaranya, yakni:

1) Wanprestasi

Dalam suatu perjanjian kerjasama pendanaan, setidaknya ada dua subyek

hukum atau lebih yang kedudukannya sejajar dalam perjanjian kerjasama pendanaan

tersebut dan juga memiliki hak dan kewajiban yang didasarkan kepada kesepakatan

34 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti,1995, Bandung,hal.195-212

Universitas Sumatera Utara

Page 58: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

44

berdasarkan persentase dana yang telah diberikan oleh masing-masing pengembang

dan termuat di dalam akta perjanjian kerjasama pendanaan tersebut. Apabila setelah

ditandatangani suatu perjanjian kerjasama pendanaan dengan menggunakan akta

otentik notaris, dikemudian hari ada pihak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya

dalam menyetorkan dana yang telah disepakati maka pihak yang tidak dapat

memenuhi kewajiban menyetorkan dana yang telah disepakati tersebut telah

melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama pendanaan tersebut.

Keadaan dimana salah satu pihak dari pengembang / developer yang tidak dapat

memenuhi kewajibannya untuk menyetorkan dana yang telah disepakati di dalam

perjanjian kerjasama pendanaan tersebut pada dasarnya akan mengganggu

pelaksanaan pendanaan untuk pembelian lahan tanah milik penduduk yang akan

dijadikan tempat dibangunnya perumahan / real estate tersebut.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan

debitur. Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang

telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban penyetoran dana

sebagaimana telah dijanjikan oleh salah seorang pengembang, mengakibatkan

terbitnya hak bagi pengembang lainnya untuk menuntut pihak pengembang

(developer) yang wanprestasi tersebut untuk memenuhi kewajibannya. Apabila tidak

dipenuhi juga penyetoran modal tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah

diperjanjikan di dalam akta perjanjian kerjasama pendanaan dengan menggunakan

akta notaris tersebut, maka pihak pengembang (developer) yang melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 59: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

45

wanprestasi tersebut dapat saja dikeluarkan dari perjanjian kerjasama pendanaan dan

digantikan oleh pihak lain.35

Kemungkinan lain yang dapat dilakukan terhadap pihak pengembang

(developer) yang wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya untuk menyetorkan

dana yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama pendanaan tersebut adalah

pihak pengembang (developer) yang telah memenuhi kewajibannya secara penuh

dapat mengembalikan jumlah dana dari pengembang (developer) yang belum penuh

menyetorkan jumlah dananya sesuai dengan kesepakatan yang termuat di dalam

perjanjian kerjasama pendanaan tersebut.

B. Perjanjian Bangun Bagi dalam Perspektif Hukum Perjanjian

Perjanjian bangun bagi merupakan suatu perjanjian yang tidak dikenal

namanya di dalam KUH Perdata. Perjanjian bangun bagi disebut juga dengan

perjanjian tak bernama (innominaat/on benoemde), yang lahir karena kebutuhan

bisnis dalam dinamika hukum bisnis yang terjadi di masyarakat. Pada prinsipnya

perjanjian bangun bagi digolongkan kepada perjanjian timbal balik antara dua pihak

yaitu pihak developer/pemilik modal dan pihak pemilik tanah yang membuat suatu

perjanjian dimana pihak developer / pemilik modal akan melaksanakan pembangunan

berupa rumah tempat tinggal / ruko atau bangun-bangunan lainnya, dengan syarat dan

ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang pada umumnya pihak

developer/pemilik akan menyerahkan sejumlah uang kepada pemilik tanah atau

35 Marwanto Zainudin, Perjanjian Bangun Bagi, Suatu Tinjauan Praktis, Rajawali Press,Jakarta, 2011, hal. 46

Universitas Sumatera Utara

Page 60: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

46

menyerahkan sejumlah uang dan juga beberapa pintu bangunan untuk pemilik tanah

sebagai kontra prestasi dari penyerahan tanah yang telah dilakukan oleh pemilik

tanah.

Perjanjian bangun bagi dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu

1. Perjanjian bangun bagi murni

Perjanjian bangun bagi murni adalah yang dilakukan antara pihak developer

dengan pemilik tanah dimana pihak developer berkewajiban untuk menyerahkan

beberapa unit bangunan kepada pihak pemilik tanah sesuai kesepakatan yang

telah dicapai oleh kedua belah pihak, dan pihak developer tidak membayar

denegan menggunakan uang tunai.

2. Perjanjian bangun bagi campuran

Perjanjian bangun bagi campuran adalah suatu perjanjian bangun bagi antara

pihak developer dengan pihak pemilik tanah dimana di dalam perjanjian tersebut

disepakati bahwa di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut developer

berkewajiban untuk melaksanakan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang

ditambah dengan bangunan rumah sesuai kesepakatan antara developer dengan

pemilik tanah tersebut.

Perjanjian bangun bagi meskipun tidak memiliki nama di dalam KUH Perdata

tetapi tetap tunduk kepada asas – asas umum dari hukum perjanjian yang termuat di

dalam Buku Ketiga III KUH Perdata tersebut. Lahirnya suatu perjanjian bangun bagi

merupakan suatu perwujudan dari asas kebebasan membuat perjanjian yang termuat

di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa,

Universitas Sumatera Utara

Page 61: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

47

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”. Kata semua di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

tersebut menunjukkan adanya kebebasan bagi semua orang untuk membuat perjanjian

kepada siapa saja dan tetang apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan aturan –

aturan hukum yang berlaku, norma agama, dan asas-asas kepatutan dan keadilan yang

diakui umum. Sedangkan pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya mengandung pengertian bahwa perjanjian yang telah dibuat oleh

para pihak tersebut harus dipatuhi / ditaati dan dilaksanakan dengan itikad baik

layaknya sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. 36

Wanprestasi terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak merupakan

suatu pelanggaran hukum yang dapat menerbitkan hak bagi pihak yang dirugikan atas

timbulnya wanprestasi tersebut untuk memaksa pihak yang melakukan wanprestasi

tersebut memenuhi prestasinya kepada pihak lain tersebut.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu perjanjian yang telah dibuat

secara sah tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,

atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian bangun

bagi juga harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal

1320 KUH Perdata yang menentukan 4 syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :

1. Adanya kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian

Kesepakatan dalam suatu perjanjian harus dinyatakan oleh kedua belah pihak

tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun maupun adanya unsur

36 Herman Widjinanto, Perjanjian Tak Bernama, Mitra Ilmu, Surabaya, 2013, hal. 65

Universitas Sumatera Utara

Page 62: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

48

penipuan (beedrog) untuk memperoleh suatu kesepakatan tersebut. Apabila

kesepakatan yang diperoleh dalam membuat suatu perjanjian di dapatkan dari

pemaksaan atau penipuan maka kesepakatan itu dipandang tidak sah dan

perjanjian tersebut dapat dimintakan pembayarannya ke pengadilan

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

Para pihak yang membuat perjanjian haruslah telah cakap bertindak di dalam

hukum atau yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Dewasa dalam pengertian

hukum adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 18 bagi perempuan menurut KUH

Perdata. Kedewasaan yang dipandang cakap bertindak di dalam hukum tidak

hanya ditinjau dari faktor usia semata-mata tetapi juga faktor kesehatan jasmani

dan rohani, dimana para pihak tidak mengandung cacat secara psikologis seperti

pemabuk, idiot, gila, atau berada di bawah pengampuan. Orang-orang seperti

tersebut di atas meskipun usianya telah dewasa tetapi dipandang tidak cakap

bertindak di dalam hukum.

3. Adanya suatu objek tertentu atau cukup jelas

Suatu perjanjian ahrus mempunyai objek tertentu yang telah ada pada saat

perjanjian tersebut dilaksanakan. Suatu perjanjian tidak boleh memperjanjikan

objek yang belum ada atau yang akan ada kemudian. Apabila suatu perjanjian

memperjanjikan suatu objek yang masih belum ada atau yang akan ada maka

perjanjian tersebut batal demi hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

49

4. Oleh karena kausa yang halal

Suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan

suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai

contoh misalnya adalah perjanjian jual beli barang-barang terlarang menurut

undang-undang seperti narkoba atau perdagangan manusia.37

Pasal 1320 KUH Perdata yang memuat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian

memiliki sanksi yang jelas apabila tidak dipenuhi oleh para pihak yang membuat

perjanjian tersebut. Ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata pada angka 1 dan 2 disebut

sebagai syarat subjektif, dimana apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut

dapat dimintakan pembatalannya ke pengadilan. Sedangkan untuk angka 3 dan angka

4 apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi

hukum.

Di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi pada umumnya perjanjian

bangun bagi tersebut dibuat melalui suatu akta otentik notaris, dimana perjanjian

tersebut ditanda tangani oleh para pihak dihadapan notaris. Sebelum pelaksanaan

penandatanganan akta perjanjian bangun bagi tersebut maka pada umumnya pihak

developer/pengembang telah melakukan pembayaran terhadap pihak pemilik tanah

sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai antara pihak developer / pemilik modal

dengan pihak pemilik tanah. Selanjutnya apabila dalam kesepakatan perjanjian

bangun bagi tersebut dicapai suatu kesepakatan dimana developer / pemilik modal

37 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty,Yogyakarta, 2005, hal. 40

Universitas Sumatera Utara

Page 64: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

50

harus pula menyerahkan sejumlah bangunan kepada pemilik tanah, maka hal tersebut

juga termuat di dalam akta perjanjian bangun bagi tersebut. Material bangunan juga

telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan termuat di dalam akta

perjanjian bangun bagi tersebut.

Di samping itu di dalam akta perjanjian bangun bagi juta termuat klausul

tentang waktu pelaksanaan pembangunan, dan waktu pelaksanaan penyerahan

bangunan kepada pihak pemilik tanah oleh pihak developer / pemilik modal kepada

pihak pemilik tanah apabila hal tersebut diperjanjikan di dalam akta perjanjian

bangun bagi yang dibuat oleh notaris tersebut. Pada umumnya di dalam pelaksanaan

perjanjian bangun bagi atas tanah yang belum bersertipikat, maka notaris akan

melakukan pengurusan sertipikat hak atas tanah sebagai tempat dilaksanakannya

pembangunan tersebut ke kantor pertanahan tempat dimana tanah tersebut berada.

Sepanjang pelaksanaan prestasi maupun kontra prestasi dari pihak developer /

pemilik modal belum dilaksanakan seluruhnya kepada pihak pemilik tanah maka

dokumen hak kepemilikan atas tanah yang dijadikan objek perjanjian bangun bagi

tersebut berada dalam penyimpanan notaris. Penyerahan dokumen hak kepemilikan

atas tanah akan dilakukan oleh notaris apabila pihak developer / pemilik modal telah

melakukan kewajibannya dalam memenuhi seluruh prestasinya kepada pihak pemilik

tanah. Hal penyimpanan dokumen kepemilikan hak atas tanah pada notaris

dimaksudkan untuk melindungi hak-hak dari pemilik tanah dan untuk memberikan

Universitas Sumatera Utara

Page 65: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

51

kepastian hukum atas perolehan seluruh hak-hak pemilik tanah yang telah disepakati

dan termuat di dalam perjanjian bangun bagi tersebut. 38

Di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi sering timbul masalah bahwa

ternyata setelah ditanda tanganinya akta perjanjian bangun bagi tersebut oleh pihak

developer / pemilik modal dengan pihak pemilik tanah, ternyata dikemudian hari

kewajiban developer / pemilik modal belum dilaksanakan seluruhnya terhadap

pemilik tanah. Hal ini menimbulkan masalah bagi notaris, karena para pemilik tanah

akan meminta pertanggungjawabannya tidak hanya kepada developer / pemilik modal

tetapi juga kepada notaris atas hak-hak mereka yang belum dipenuhi oleh developer /

pemilik modal secara keseluruhan. Tidak jarang di dalam praktek pelaksanaan

pembuatan akta perjanjian bangun bagi notaris digugat ganti rugi oleh para pemilik

tanah atas belum diterimanya secara penuh hak-hak mereka yang telah diperjanjikan

di dalam akta perjanjian bangun bagi tersebut. Selain itu notaris juga diadukan oleh

para pemilik tanah ke pihak kepolisian telah melakukan perbuatan penggelapan hak

kepemilikan atas tanah para pemilik tanah, karena memandang bahwa notaris tersebut

telah membuat akta perjanjian bangun bagi antara para pemilik tanah dengan pihak

developer / pemilik modal. Oleh karena itu notaris dalam pembuatan akta perjanjian

bangun bagi antara developer / pemilik modal dengan pihak pemilik tanah, wajib

terlebih dahulu menanyakan tentang pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing

pihak apakah telah dilakukan prestasi dan kontra prestasinya secara keseluruhan atau

38 Anwar Arifin, Perjanjian-Perjanjian Khusus dalam Hukum Kepercayaan, RemajaRosdayarka, Bandung, 2012, hal. 55

Universitas Sumatera Utara

Page 66: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

52

belum, dan meminta para pihak membuat surat perjanjian bahwa pelaksanaan

perjanjian bangun bagi tersebut telah selesai hak dan kewajibannya masing-masing

pihak atau pihak developer membuat pernyataan masih harus menyerahkan beberapa

unit bangunan kepada pihak pemilik tanah sebagai kontra prestasi pada saat

pembangunan dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut selesai

dilaksanakan.39

C. Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam Perjanjian Bangun Bagi PadaPembangunan Komplek (Perumahan/Real Estate) di Kelurahan TanjungSari, Jalan Setia Budi Medan

Perjanjian pendanaan di dalam perjanjian bangun bagi yang mempunyai objek

di Jalan Setia Budi Medan yang dikenal dengan Komplek Setia Budi Roya Castle

tersebut diawali dengan pembuatan perjanjian pendanaan oleh para developer

(pemilik modal) yang berjumlah 4 orang tersebut. Perjanjian pendanaan yang termuat

di dalam akta otentik notaris tersebut memuat hak dan kewajiban dari masing-masing

pelaku pendanaan khususnya tentang besarnya modal yang akan dimasukkan ke alam

proyek pendanaan pembangunan perumahan tersebut oleh masing-masing pihak.

Perjanjian pendanaan yang dibuat dihadapan notaris oleh para developer / pemilik

modal yang berjumlah 4 orang masing-masing A sebanyak 30%, B sebanyak 40%, C

sebanyak 20% dan D sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan modal yang dibutuhkan

dalam pelaksanaan pembangunan perumahan di atas tanah seluas 10.729 M2 tersebut

dilaksanakan karena telah terjadi suatu kesepakatan antara para developer dengan

39 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok HukumJaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 2004, hal.30

Universitas Sumatera Utara

Page 67: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

53

para pemilik tanah masing-masing yang berjumlah 6 orang, untuk bersedia

melepaskan hak atas tanahnya dengan kompensasi berupa penggantian sejumlah uang

dan juga ditambah dengan beberapa pintu bangunan rumah.

Setelah pembuatan perjanjian pendanaan selesai dilaksanakan dan

ditandatangani oleh para developer / pemilik modal maka dilakukanlah pelepasan hak

atas tanah terhadap enam orang pemilik tanah yang telah sepakat untuk melepaskan

tanahnya tersebut. Akan tetapi di dalam perjalanan waktu yang begitu lama ada 2

(dua) orang pemilik tanah yang akhirnya berubah pikiran untuk tidak melepaskan

tanahnya, sedangkan posisi tanah mereka cukup strategis yaitu berada di tengah-

tengah dari proyek perumahan tersebut. Karena waktu yang cukup lama bagi

developer untuk melepaskan hak atas tanah dari dua orang pemilik tanah tersebut

yang tidak mau lagi melepaskan hak atas tanahnya, maka salah seorang developer /

pemilik modal yaitu C yang mengalami kemacetan dalam cash flow karena modal

yang telah tertanam di dalam proyek pendanaan tersebut, oleh karena itu ingin

melakukan penarikan diri dari perjanjian pendanaan yang telah disepakati dan ditanda

tangani oleh para developer / pemilik modal tersebut.

Keinginan mundurnya developer C karena kesulitan cash flow keuangan

sehingga tidak dapat lagi menjalankan usahanya di bidang bisnis lain, membuat

terjadinya perselisihan diantara para developer / pemilik modal tersebut, karena

developer X meminta pengembalian modal yang telah ditanamkannya diproyek

pendanaanya tersebut sebesar 20% (dua puluh persen) dari total seluruh dana

pelaksanaan proyek pembangunan Perumahan tersebut karena tidak kunjung

Universitas Sumatera Utara

Page 68: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

54

dilaksanakan proyek tersebut. Bahkan developer / pemilik modal C meminta bunga

kepada para developer yang lain atas macetnya proyek pelaksanaan pembangunan

rumah tempat tinggal di atas tanah seluas 10.729 M2 tersebut. Karena terjadinya

perselisihan tersebut mengakibatkan notaris memberikan nasehat hukum kepada para

developer / pemilik modal agar diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan

mengedepankan asas musyawarah mufakat. Pada akhirnya ada developer / pemilik

modal baru yang ingin menggantikan developer / pemilik modal C tersebut sehingga

akhirnya developer / pemilik modal baru bernama Z tersebut mengembalikan seluruh

modal yang tertanam dari developer C ditambah sedikit uang pengganti kerugian atas

macetnya proyek pembangunan rumah tempat tinggal tersebut. Sejak saat itu

developer / pemilik modal C keluar dari perjanjian pendanaan dan digantikan oleh

developer Z dengan membuat akta perubahan perjanjian kerjasama pendanaan yang

baru oleh notaris.

Setelah selesai dilakukan perubahan terhadap akta perjanjian pendanaan yang

mengganti developer C menjadi developer Z maka pelaksanaan negosiasi dengan

pemilik tanah akhirnya juga mencapai kesepakatan dari dua orang yang pada awalnya

tidak mau melepaskan hak atas tanahnya kepada developer akhirnya bersedia

melepaskan tanahnya tersebut. Setelah terjadi kesepakatan antara pihak developer

dengan pihak pemilik tanah maka dibuatlah suatu perjanjian bangun bagi melalui akta

notaris yang memuat hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjian

bangun bagi tersebut, dimana perjanjian bangun bagi ini objek tanahnya yang

Universitas Sumatera Utara

Page 69: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

55

mempunyai 6 orang ahli waris kakak beradik kandung yang mempunyai objek tanah

yang saling bersebelahan di Komplek Setia Budi Roya Castle.

Dalam melaksanakan perjanjian bangun bagi tersebut ada melibatkan

beberapa orang sebagai pengurus dana, antara lain : SB, FG, C dan HB sendiri yang

masing-masing porsi modalnya dituangkan dalam perjanjian pendanaan. Dengan

berjalannya waktu, perjanjian bangun bagi yang melibatkan 6 orang ahli waris

tersebut kemmbali mengalami kendala dimana para ahli waris meminta kepada

developer porsi yang berbeda-beda, sehingga para developer mengalami waktu yang

cukup lama untuk bisa mencapai kesepakatan diantara para developer tersebut. Para

developer pada prinsipnya merasa keberatan karena waktu yang terlalu lama dari

pihak pemilik tanah mencapai kesepakatan dengan developer, sementara uang yang di

investasi terhadap proyek tersebut sudah mengendap cukup lama sehingga cash flow

masing-masing developer macet total.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

56

BAB IIIAKIBAT HUKUM APABILA TERJADI WANPRESTASI DARI SALAH

SATU PIHAK BAIK PEMILIK TANAH MAUPUN PENGEMBANG(DEVELOPER) DALAM PRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN

PENDANAAN DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI PADAPEMBANGUNAN KOMPLEK PERUMAHAN REAL ESTATE DIKELURAHAN TANJUNG SARI JALAN SETIA BUDI MEDAN

A. Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian Timbal-Balik

Suatu perjanjian dapat dilakukan dengan baik apabila semua pihak telah

melakukan prestasinya masing-masing sesuai dengan yang telah diperjanjikan tanpa

ada yang dirugikan. Tapi adakalanya perjanjian yang telah disetujui tidak berjalan

dengan baik karena adanya wanprestasi dari salah satu pihak. Dari adanya

wanprestasi tersebut akan mengalami beberapa kendala yang nantinya akan terjadi,

contohnya seperti terjadi kerugian kecil maupun besar. Oleh karena itu orang yang

melakukan wanprestasi akan menanggung resiko-resiko yang harus ditanggung,

seperti mengganti kerugian yang telah disebabkan olehnya, maupun pembatalan

perjanjian yang telah disepakati tersebut.40

Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada

seorang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.

Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu

dibagi dalam tiga macam, yaitu :

1. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli,

tukar menukar, penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai.

40 Benny Mustari, Aspek Hukum Wanprestasi dalam Hukum Perdata, Rajawali Press, Jakarta,2011, hal. 51

56

Universitas Sumatera Utara

Page 71: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

57

2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu

lukisan, perjanjian perburuhan.

3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak

mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain.

4. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan

debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.41

Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi

sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.

Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau

dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak

debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau

dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut

pembatalan perjanjian.

Dasar Hukum Wanprestasi:

Pasal 1238 “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenisitu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan inimengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”Pasal 1243 BW “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinyasuatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetapIalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan ataudilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampauiwaktu yang telah ditentukan”

41 Harry Atma, Somatie Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian, Media SaranaIlmu, Jakarta, 2009, hal.18.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

58

Tata cara menyatakan debitur wanprestasi: Sommatie: Peringatan tertulis dari

kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri. Ingebreke Stelling:

Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.

Isi Peringatan: Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;

Dasar teguran; Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9

Agustus 2012).

Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;

Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka

dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur

dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi

prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki

lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;

3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

59

Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu

perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan

dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.

Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat

sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu

sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian.

Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang

memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka

menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan

lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas

waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi,

diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat

peringatan tersebut disebut dengan somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau

pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur

menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang

ditentukan dalam pemberitahuan itu.42

Menurut Pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang

adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah

dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si

berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Dari

42 Subekti, Pokok-Pokok Dari Hukum Perdata, cet. 11, Jakarta, Intermasa, 1975, hal. 135.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

60

ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi

apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).

Sanksi yang dapat dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat

macam, yaitu: membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat

dinamakan ganti-rugi.

Ganti rugi sering dirinci dalam tiga unsur:

a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah

dikeluarkan oleh satu pihak. Contohnya jika seorang sutradara mengadakan suatu

perjanjian dengan pemain sandiwara untuk mengadakan suatu pertunjukan dan

pemain tersebut tidak datang sehingga pertunjukan terpaksa dibatalkan, maka

yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan

lain-lain.

b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang

diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Misalnya rumah yang baru diserahkan oleh

pemborong ambruk karena salah konstruksinya, hingga merusak perabot rumah.

c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah

dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Misalnya, dalam hal jual beli barang,

jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga

pembeliannya.

Code Civil memperinci ganti rugi itu dalam dua unsur, yaitu dommages et

interests. Dommages meliputi biaya dan rugi seperti dimaksudkan di atas, sedangkan

interest adalah sama dengan bunga dalam arti kehilangan keuntungan. Dalam soal

Universitas Sumatera Utara

Page 75: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

61

penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan-ketentuan yang

merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi.

Pasal 1247 KUHPer menentukan : “Si berutang hanya diwajibkan mengganti

biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu

perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan

karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.

Pasal 1248 KUHPer menentukan : “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya

perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan

bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan

yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung

dari tak dipenuhinya perjanjian”. 43

Suatu pembatasan lagi dalam pembayaran ganti rugi terdapat dalam peraturan

mengenai bunga moratoir. Apabila prestasi itu berupa pembayaran sejumlah uang,

maka kerugian yang diderita oleh kreditur kalau pembayaran itu terlambat, adalah

berupa interest, rente atau bunga.

Perkataan “moratoir” berasal dari kata Latin “mora” yang berarti kealpaan

atau kelalaian. Jadi bunga moratoir berarti bunga yang harus dibayar (sebagai

hukuman) karena debitur itu alpa atau lalai membayar utangnya, ditetapkan sebesar 6

prosen setahun. Juga bunga tersebut baru dihitung sejak dituntutnya ke pengadilan,

jadi sejak dimasukkannya surat gugatan.

43 Ramdan Sutadi, Hukum Perjanjian (Teori Dan Praktek), Bina Ilmu Surabaya, 2011, hal.37.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

62

Pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada

keadaan sebelum perjanjian diadakan. Dikatakan bahwa pembatalan itu berlaku surut

sampai pada detik dilahirkannya perjanjian. Kalau suatu pihak sudah menerima

sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan.

Pokoknya, perjanjian itu ditiadakan. Pembatalan perjanjian karena kelalaian debitur

diatur dalam pasal 1266 KUHPer yang mengatur mengenai perikatan bersyarat, yang

berbunyi: “Syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian

yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam

hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan

kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai

tidak dipenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian.Jika syarat batal tidak

dinyatakan dalam perjanjian, hakim leluasa menurut keadaan atas permintaan si

tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna kesempatan memenuhi

kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari satu bulan”.44

Pembatalan perjanjian itu harus dimintakan kepada hakim, bukan batal secara

otomatis walaupun debitur nyata-nyata melalaikan kewajibannya. Putusan hakim itu

tidak bersifat declaratoir tetapi constitutif, secara aktif membatalkan perjanjian itu.

Putusan hakim tidak berbunyi “Menyatakan batalnya perjanjian antara penggugat dan

tergugat” melainkan, “Membatalkan perjanjian”.

44 A. Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. Pertama, 2001,hal. 34

Universitas Sumatera Utara

Page 77: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

63

Hakim harus mempunyai kekuasaan discretionair, artinya : kekuasaan untuk

menilai besar kecilnya kelalaian debitur dibandingkan dengan beratnya akibat

pembatalan perjanjian yang mungkin menimpa si debitur itu. Kalau hakim

menimbang kelalaian debitur itu terlalu kecil, sedangkan pembatalan perjanjian akan

membawa kerugian yang terlalu besar bagi debitur, maka permohonan untuk

membatalkan perjanjian akan ditolak oleh hakim. Menurut pasal 1266 hakim dapat

memberikan jangka waktu kepada debitur untuk masih memenuhi kewajibannya.

Jangka waktu ini terkenal dengan nama “terme de grace”.

Sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang debitur disebutkan dalam pasal

1237 KUHPer. Yang dimaksudkan dengan “resiko” adalah kewajiban untuk memikul

kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa

barang yang menjadi objek perjanjian.

Peralihan resiko dapat digambarkan demikian : Menurut pasal 1460 KUHPer,

maka resiko dalam jual beli barang tertentu dipikulkan kepada si pembeli, meskipun

barangnya belum diserahkan. Kalau si penjual itu terlambat menyerahkan barangnya,

maka kelalaian ini diancam dengan mengalihkan resiko tadi dari si pembeli kepada si

penjual. Jadi dengan lalainya sipenjual, resiko itu beralih kepada dia. Membayar

biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim. Tentang pembayaran

ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang debitur yang lalai adalah

tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan

diwajibkan membayar biaya perkara.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

64

Menurut pasal 1267 KUHPer, pihak kreditur dapat menuntut si debitur yang

lalai untuk melakukan :

1. Pemenuhan perjanjian;

2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;

3. Ganti rugi saja;

4. Pembatalan perjanjian; pembatalan disertai ganti rugi.

Pembelaan Debitur agar tidak dituntut yaitu

1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang yang

diperjanjikan musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.

2. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adimreti

Contractus). Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan

barangnya, tetapi ia sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang

muka.

3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi

(Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak

memuaskan kualitasnya, namun pembeli tidak menegur si penjual atau tidak

mengembalikan barangnya.

Tidak dirumuskan dalam UU, akan tetapi dipahami makna yang terkandung

dalam pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur tentang overmacht. Adalah: “Suatu

keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang

disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena adanya

gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain”. Misalkan: seseorang menjanjikan

Universitas Sumatera Utara

Page 79: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

65

akanmenjual seekor kuda (schenking) dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena

disambar petir.

Akibat keadaan memaksa:

a. Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi;

b. Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai;

c. Resiko tidak beralih kepada debitur.

Unsur-unsur Keadaan memaksa:

a. Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;

b. Peristiwa yang menghalangi Debitur berprestasi;

c. Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya

perjanjian.

Sifat Keadaan memaksa:

Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Keadaan memaksa absolut:

Adalah suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya

kepada kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar.

Contoh:si A ingin membayar utangnya pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A

ingin melakukan pembayaran utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali

tidak dapat membayar utangnya pada B.

b. Keadaan memaksa yang relatif:

Adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitor masih mungkin untuk

melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 80: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

66

memberikan korban yang besar, yang tidak seimbang, atau menggunakan kekuatan

jiwa yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian

yang sangat besar. Contoh: seorang penyanyi telah mengikatkan dirinya untuk

menyanyi di suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum pertunjukan, ia menerima

kabar bahwa anaknya meninggal dunia.

Dari uraian pengertian umum tentang wanprestasi di atas maka dapat

dikatakan bahwa pengertian dari wanprestasi adalah Debitur dinyatakan Ialai dengan

surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan

sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan

lewatnya waktu yang ditentukan. Bentuk-bentuk wanprestasi adalah Tidak

melaksanakan prestasi sama sekali; Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu

(terlambat); Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan Debitur

melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.45

Sanksi-sanksi yang diberikan kepada debitur adalah Membayar kerugian yang

diderita oleh kreditur (ganti rugi); Pembatalan perjanjian; Peralihan resiko. Benda

yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi

tanggung jawab dari debitur; Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di

depan hakim.

Pembelaan yang dapat dilakukan oleh debitur berupa:

a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang yang

diperjanjikan musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.

45 Wiryono Prodjodikoro, Wanprestasi Dalam Perjanjian, Alumni, Bandung, 1999, hal. 78

Universitas Sumatera Utara

Page 81: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

67

b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adimreti

Contractus). Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan

barangnya, tetapi ia sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang

muka.

c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi

(Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak memuaskan

kualitasnya, namun namun pembeli tidak menegor si penjual atau tidak

mengembalikan barangnya.

Serta keadaan memaksa merupakan Adalah: “Suatu keadaan di mana debitor

tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang disebabkan adanya kejadian

yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena adanya gempa bumi, banjir, letusan

gunung berapi, Tsunami dan lain-lain”.

B. Peran Dan Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta PerjanjianBangun Bagi

Notaris sebagai pejabat publik yang melaksanakan dan menjalankan sebagian

kewibawaan pemerintah memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang yang harus

diemban dengan baik dan benar. Tugas notaris yang menjalankan sebagian

kewibawaan pemerintah karena notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris No.

30 Tahun 2004 jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 adalah pejabat umum yang

ditunjuk oleh Undang-Undang untuk membuat akta otentik yang menjamin

kebenaran dan kepastian tanggal, tempat, peristiwa hukum yang tertulis di dalam akta

otentik tersebut termasuk kebenaran tanda tangan dari para penghadap, saksi-saksi

Universitas Sumatera Utara

Page 82: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

68

dan notaris itu sendiri. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004

jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang jabatan notaris menyatakan secara

tegas bahwa notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar)yang berwenang

untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. 46

Inti dari tugas notaris bila dilihat dari Undang-Undang Jabatan Notaris

sebagaimana tersebut diatas adalah membuat akta otentik, melegalisasi akta dibawah

tangan dan membuat grouse akta serta berhak mengeluarkan salinan atau turunan akta

kepada pihak yang berkepentingan.Tanggung jawab notaris bila dilihat dari Undang-

Undang Jabatan Notaris adalah sangat erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan

notaris, karena selain untuk membuat akta otentik notaris juga ditugaskan dan

bertanggung jawab untuk melakukan pendaftaran dan mensyahkan (waarmerken dan

legalisasi) surat-surat/akta-akta yang dibuat di bawah tangan.47 Pasal 1 dan Pasal 15

UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJNP No. 2 Tahun 2014 menegaskan bahwa tugas

pokok dari notaris adalah membuat akta otentik dan akta otentik itu akan memberikan

kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang sempurna. Hal ini

dapat dilihat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa suatu akta otentik memberikan kepastian hukum diantara para

pihak berserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada

mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Disinilah

46 Herlina Suyati Bachtiar, Notaris dan Akta Autentik, Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 6847 Djaja S Meliala, Perjanjian Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang-undang Hukum

Perdata,Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal 3

Universitas Sumatera Utara

Page 83: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

69

letak arti pentingnya dari profesi notaris bahwa ia karena undang-undang diberi

wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa

apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar sampai dapat

dibuktikan ketidakbenaranya oleh pihak lain.

Para pihak yang membuat suatu perjanjian dengan menggunakan akta notaris

memiliki kepentingan agar pelaksanaan perjanjian tersebut lebih memiliki suatu

kepastian hukum dan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sempurna bagi para

pihak apabila terjadi perselisihan atau sengketa dikemudian hari.48 Notaris tidak

hanya berwenang maupun untuk membuat akta otentik dalam arti verlijden, yaitu

menyusun, membacakan dan menandatangani dan verlijden dalam arti membuat akta

dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang sebagaimana yang dimaksud

oleh Pasal 1868 KUHPerdata, tetapi juga berdasarkan ketentuan terdapat dalam Pasal

16 ayat (1) huruf d UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJNP No. 2 Tahun 2014, yaitu

adanya kewajiban terhadap notaris untuk memberi pelayanan sesuai dengan ketentuan

dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Notaris juga

memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan undang-undang

kepada pihak-pihak yang bersangkutan.49

Tugas notaris bukan hanya membuat akta, tetapi juga menyimpannya dan

menerbitkan grose, membuat salinan dan ringkasannya. Notaris hanya

48 Soegondo R. Notodisorjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Raja GrafindoPersad, Jakarta, 1993, hal 9.

49 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung,2009, hlm. 37.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

70

mengkonstantir apa yang terjadi dan apa yang dilihat, didalamnya serta mencatatnya

dalam akta (Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, S 1860 Nomor 3).50

Notaris memiliki kewenangan berdasarkan ketentuan UUJN No. 30 Tahun

2004 jo UUJNP No. 2 Tahun 2014 yang antara lain adalah sebagai berikut :

a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta dibuat itu;b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk

kepentingan siapa akta itu dibuat;c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu

dibuat;d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Perbuatan hukum yang tertuang dalam suatu akta notaris bukanlah perbuatan

hukum dari notaris, melainkan perbuatan hukum yang memuat perbuatan, perjanjian

dan penetapan dari pihak yang meminta atau menghendaki perbuatan hukum mereka

dituangkan pada suatu akta otentik. Jadi pihak-pihak dalam akta itulah yang terikat

pada isi dari suatu akta otentik. Notaris bukan tukang membuat akta atau orang yang

mempunyai pekerjaan membuat akta, tetapi notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya didasari atau dilengkapi berbagai ilmu pengetahuan hukum dan ilmu-ilmu

lainnya yang harus dikuasai secara terintegrasi oleh notaris dan akta yang dibuat

dihadapan atau oleh notaris mempunyai kedudukan sebagai alat bukti.51

Suatu akta otentik dapat dibuat atas permintaan para pihak yang berkepentingan

untuk membuat suatu perjanjian. Sebagai suatu perjanjian maka akta notaris tunduk

50 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1985,hal 123.

51 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hal 31.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

71

pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat sahnya

perjanjian, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta

otentik, maka notaris juga memiliki tanggung jawab sehubungan dengan

kewenangannya tersebut. Notaris dapat dibebani tanggung jawab atas

perbuatannya/pekerjaannya dalam membuat akta otentik. Tanggung jawab notaris

sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi notaris itu sendiri yang

berhubungan dengan akta, diantaranya:52

a. Tanggung jawab notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya dalam hal ini

adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam kontruksi

perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif

maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan yang menimbulkan

kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam artian tidak melakukan

perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian.

Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya perbuatan

melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan.

Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu perbuatan tidak

52 M. Nur Rasaid, Hukum Acara perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 38.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

72

saja melanggar Undang-Undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan

atau hak orang lain dan menimbulkan kerugian. Suatu perbuatan dikategorikan

perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut :

1) Melanggar hak orang lain;

2) Bertentangan dengan aturan hukum;

3) Bertentangan dengan kesusilaan;

4) Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan

harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.

b. Tanggung jawab notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya. Pidana dalam

hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang notaris dalam

kepastian sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam

konteks individu sebagai warga Negara pada umumnya. Unsur-unsur dalam

perbutan pidana meliputi :

1) Perbuatan manusia;

2) Memenuhi rumusan peraturan perUndang-Undangan, artinya berlaku asas

legalitas, nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal tersebut tidak

atau belum dinyatakan dalam Undang-Undang;

3) Bersifat melawan hukum

4) Tanggung jawab notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris

(UUJN)

Universitas Sumatera Utara

Page 87: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

73

5) Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

kode etik notaris. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 UUJN tentang sumpah

jabatan notaris.

Notaris harus menjalankan jabatannya sesuai dengan Kode Etik Notaris, yang

mana dalam melaksanakan tugasnya notaris itu diwajibkan :

a. Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas Negara serta bertindak sesuai

makna sumpah jabatannya

b. Mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan

Negara.53

Untuk itu notaris harus berhati-hati dalam membuat akta agar tidak terjadi

kesalahan atau cacat hukum. Karena akta yang dibuat notaris harus

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan tidak luput dari penilaian hakim.

Sehubungan dengan perjanjian bangun bagi yang dibuat dengan menggunakan

akta otentik notaris, maka pembuatan perjanjian bangun bagi tersebut harus memuat

hak dan kewajiban yang seimbang dan adil diantara para pihak baik developer /

pemilik modal maupun pemilik tanah. Notaris harus menempatkan dirinya sebagai

pihak yang independen dan tidak merupakan pihak dalam pelaksanaan perjanjian

bangun bagi tersebut. Independensi notaris dalam pembuatan akta perjanjian bangun

bagi diwujudkan pula dengan mendengar keinginan yang disampaikan oleh para

pihak dalam pembuatan akta perjanjian bangun bagi tersebut. Keinginan yang

disampaikan oleh para pihak kepada notaris wajib diformulasikan dalam kalimat yang

53 Sudikno Mertokusuma, Op. Cit hal 115.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

74

jelas dan tegas di dalam klausul yang termuat di dalam akta perjanjian bangun bagi

tersebut, dimana klausul tersebut harus benar-benar menempatkan para pihak dalam

kedudukan yang sejajar seimbang dan adil mengenai hak dan kewajibannya masing-

masing. Hal ini dimaksudkan agar pembuatan perjanjian bangun bagi tersebut benar-

benar mencerminkan suatu hak dan kewajiban yang seimbang dan adil, sehingga

masing-masing pihak memperoleh kepastian hukum untuk dilindungi hak-haknya dan

tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas terbitnya perjanjian bangun bagi tersebut.

Notaris juga bertanggung jawab terhadap keamanan dari dokumen / sertipikat

kepemilikan hak atas tanah tersebut saat perjanjian bangun bagi tersebut akan/telah

ditanda tangani oleh para pihak. Notaris berkewajiban untuk menanyakan sejauhmana

tentang hak-hak yang akan/telah diterima oleh para pihak berkaitan dengan

pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang telah disepakati sebelum pembuatan akta

tersebut dilakukan dan ditanda tangani. Apabila masih ada hak-hak dan kewajiban

para pihak yang belum terlaksana, maka notaris harus memberikan suatu

perlindungan hukum dengan menyuruh para pihak membuat surat pernyataan untuk

menyatakan bahwa kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilaksanakan oleh para

pihak tersebut akan dilaksanakan oleh para pihak setelah ditandatanganinya akta

perjanjain bangun bagi tersebut. Hal ini untuk menghindari perselisihan / sengketa

dikemudian hari apabila ada salah satu pihak yang wanprestasi dalam melaksanakan

Universitas Sumatera Utara

Page 89: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

75

kewajiban kepada pihak lain yang seharusnya berhak menerima pelaksanaan

kewajiban tersebut.54

Di dalam akta perjanjian bangun bagi harus dinyatakan secara tegas tentang

hak-hak dan kewajiban dari para pihak yang belum ditunaikan yang belum

ditunaikan, dan ditentukan jangka waktu pelaksanaan penunaian kewajiban tersebut,

sehingga menimbulkan suatu kepastian hukum tentang waktu pelaksanaan kewajiban

yang harus dilaksanakan oleh para pihak tersebut dalam rangka pelaksanaan

pembuatan akta perjanjian bangun bagi antara pihak developer / pemilik modal dan

pihak pemilik tanah tersebut.

Apabila terjadi perselisihan / sengketa diantara para pihak dalam kaitannya

dengan pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut, maka notaris bertanggung jawab

dalam hal memberikan penyuluhan / advis hukum kepada para pihak serta berupaya

untuk melakukan upaya hukum perdamaian dalam mencari solusi terbaik untuk

mengatasi permasalahan perselisihan yang timbul baik diantara sesama developer /

pemilik modal maupun diantara para developer dengan para pemilik tanah. Hal ini

dimaksudkan agar pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang dilakukan dengan

menggunakan akta notaris tersebut dapat terlaksana dengan baik dan lancar tanpa ada

hambatan oleh karena adanya perselisihan / konflik diantara para pihak baik sesama

developer / pemilik modal maupun diantara developer (pemilik modal) dengan para

pemilik tanah.

54 Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Alumni Bandung, 1999, hal. 24

Universitas Sumatera Utara

Page 90: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

76

Notaris memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pembuatan

akta perjanjian bangun bagi tersebut yaitu memberikan kepastian hukum melalui akta

otentik yang dibuatnya agar hak-hak para pihak benar-benar dapat dilindungi secara

pasti berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang

hukum perjanjian maupun dibidang pembuatan akta otentik berdasarkan UUJN No.

30 Tahun 2004 jo UUJNP No. 2 Tahun 2014. Di dalam pelaksanaan perjanjian

bangun bagi, setelah akta ditanda tangani maka dokumen / sertipikat kepemilikan atas

tanah yang akan dijadikan objek pembangunan lahan perumahan oleh developer akan

berada di bawah penyimpanan protokol notaris, hingga seluruh hak dan kewajiban

para pihak telah diselesaikan dengan baik kepada masing-masing pihak yang terlibat

di dalam perjanjian bangun bagi tersebut, baik diantara sesama developer (pemilik

modal) maupun diantara sesama developer / pemilik modal dengan para pemilik

tanah.55

Sepanjang pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut belum menyelesaikan

hak dan kewajiban masing-masing pihak maka dokumen / sertipikat kepemilikan atas

tanah yang dijadikan objek pembangunan Perumahan tersebut tetap berada di bawah

penyimpanan protokol notaris yang membuat akta perjanjian bangun bagi tersebut.

Hal ini dimaksudkan agar notaris memberikan suatu perlindungan hukum kepada

para pihak dan memastikan bahwa masing-masing pihak telah menunaikan dan

55 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notaris di Indonesia : Suatu Penjelasan, Rajawali,Jakarta, 1982, hal. 23

Universitas Sumatera Utara

Page 91: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

77

menerima hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan dan hak

kewajibannya yang termuat di dalam perjanjian bangun bagi tersebut. 56

Disamping itu penyimpanan dokumen / sertipikat kepemilikan atas tanah yang

dijadikan objek pembangunan perumahan tersebut dimaksudkan untuk mengamankan

kedudukan notaris dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya atas

pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut agar tidak terjadi perselisihan, konflik

diantara para pihak yang terlibat didalam perjanjian bangun bagi tersebut, dan

bertanggung jawab memastikan kelancaran pelaksanaan perjanjian bangun bagi

tersebut.

C. Akibat Hukum Apabila Terjadi Wanprestasi Dari Salah Satu Pihak BaikPemilik Tanah Maupun Pengembang (Developer) Dalam PraktekPelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam Perjanjian Bangun Bagi PadaPembangunan Komplek Perumahan Real Estate Di Kelurahan Tanjung SariJalan Setia Budi Medan

Notaris dalam hukum perdata di Indonesia, yaitu dalam sistem hukum

pembuktian keberadaannya sangat penting yakni membuat alat bukti otentik. Dalam

menjalankan tugas dan jabatannya tersebut, notaris harus berdasar dan sejalan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan jabatan dan kode etik serta yang berkaitan

dengan dibuatnya suatu akta otentik. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang

diundangkan pada tanggal 06 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik

56 Husni Thamrin, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, Laksbang Pressindo,Yogyakarta, 2011, hal. 11

Universitas Sumatera Utara

Page 92: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

78

Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 117 dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 4432 (selanjutnya disebut dengan UUJN).

Berikut perubahanya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dengan UUJN-P).57

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN yang menentukan sebagai berikut bahwa

notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan

penetapan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta otentik. Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,

menyimpan akta, memberikan grose, salinan dan kutipan akta, semuanya itu

sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat

lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seorang notaris senantiasa dibutuhkan

oleh masyarakat pada umumnya, khususnya bagi masyarakat yang telah memiliki

kesadaran hukum yang baik tentang diperlukannya kepastian hukum dalam setiap

perbuatan hukum yang dilakukannya, dengan menuangkan dalam suatu alat bukti

otentik, yakni akta notaris. Hal tersebut melahirkan kepercayaan masyarakat terhadap

notaris karena akta yang dibuatnya, yang menyebabkan jabatan notaris sering pula

disebut dengan jabatan kepercayaan, yaitu kepercayaan pemerintah sebagai instansi

yang mengangkat dan memberhentikan notaris sekaligus pula kepercayaan

masyarakat sebagai pengguna jasa notaris.

57 Sri Soedewi Masjehoen, Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta,1975, hal. 6

Universitas Sumatera Utara

Page 93: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

79

Peranan signifikan dari notaris di dalam hukum adalah membuat akta autentik

terhadap perbuatan hukum, misalnya saja dalam mendirikan suatu badan usaha.

Membuat perjanjian jual-beli, tukar-menukar, perjanjian kredit, dan lain sebagainya,

yang keseluruhan perbuatan hukum tersebut dapat bersangkut paut atau menjadikan

tanah sebagai objek perjanjian-perjanjiannya.

Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat,

karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaannya dalam

lingkungannya dan kelangsungan hidupnya. Mempunyai juga nilai ekonomis yang

dapat dicadangkan sebagai sumber pendukung kehidupan individu itu sendiri sebagai

manusia di masa mendatang. Hal tersebut dikarenakan disanalah manusia hidup,

tumbuh dan berkembang bahkan secara sekaligus merupakan tempat dikebumikan

pada saat meninggal dunia, oleh sebab itu tanah selain memiliki nilai ekonomi yang

tinggi juga mengandung aspek spiritual. 58

Tanah dewasa ini telah menjadi barang yang sangat bernilai lebih bahkan

berharga melebihi daripada emas, bahkan tanah merupakan salah satu barang yang

dinilai sangat penting oleh negara. Negara mencegah agar setiap jengkal tanah di

Indonesia tidak jatuh ketangan asing, tanah juga berperan besar dalam mengatur

hidup orang banyak baik untuk mendirikan rumah tinggal maupun menjadi sumber

penghasilan mata uang pencaharian dan bahkan belakangan menjadi komoditas

ekonomi.

58 Soeryono Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta,2010, hal. 197

Universitas Sumatera Utara

Page 94: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

80

Keadaan yang sebaliknya saat ini terjadi, yakni sejak krisis multi dimensi

yang meluluhlantakan perekonomian, sejumlah perusahaan pengembang, ratusan

proyek property terpaksa dihentikan. Tidak terhitung lagi bangunan setengah jadi kini

menjadi puing-puing terlantar. Terpuruknya perekonomian nasional menyebabkan

bisnis property termasuk sektor yang paling parah mengalami dampak krisis yang

terjadi. Meskipun kebangkitan bisnis ini dalam waktu singkat setidaknya harapan

pengembang agar roda property segera berputar sangat besar.

Tanah dari sudut pandang ekonomi adalah tempat yang strategis sebagai

sarana untuk menjalankan suatu usaha yang ditunjang dengan prasarana yang lengkap

yaitu merupakan keperluan yang harus dipenuhi guna mengembangkan,

meningkatkan dan memperlancar kegiatan perekonomian di Indonesia. Sehingga kini,

tanah tidak hanya digunakan sebagai tempat tinggal namun juga sebagai tempat

usaha, mulai dari usaha kecil sampai usaha dengan skala internasional.

Dalam Pasal 1338 KUH Perdata dimyatakan bahwa : "Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya".

Dari Pasal 1338 KUH Perdata di atas dapat ditarik suatu gambaran bahwa, pada

prinsipnya suatu perjanjian tidak dapat dibatalkan oleh sepihak, karena dengan

adanya pembatalan tersebut, tentunya akan menimbulkan kerugian bagi pihak

lainnya.59

59 Hadi Setia Tunggal, Pendaftaran Tanah Berserta Peraturan Pelaksanaanya, Harvarindo,Jakarta, 1999, hal. 56

Universitas Sumatera Utara

Page 95: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

81

Pembatalan perjanjian hanya dapat dila.kukan apabila diketahui adanya

kekhilafan ataupun paksaan dari salah satu pihak ketika membuat perjanjian.

kekhilafan dan paksaan merupakan alasan yang dapat membatalkan perjanjian. Selain

itu juga penipuan yang dilakukan oleh satu pihak terhadap pihak yang lainnya dalam

membuat perjanjian, dapat dijadikan sebagai alasan untuk dapat dibatalkannya suatu

perjanjian secara sepihak oleh salah satu pihak. Karena menurut Pasal 1320 KUH

Perdata suatu perjanjian yang tidak didasarkan kepada syarat subjektif perjanjian,

maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.60

Meminta pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektifnya

dapat dilakukan dengan cara :

1. Melakukan penuntutan secara aktif di muka Hakim atau Pengadilan

2. Dengan cara pembatalan yaitu menunggu pihak yang mengajukan pembatalan di

muka Hakim. Sehingga dengan ada gugatan yang diajukan oleh pihak lawan

karena ia tidak memenuhi prestasi perjanjian, maka ia dapat mengajukan

pembelaan bahwa perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif yang

memungkinkan untuk dibatalkannya perjanjian tersebut.

Untuk penuntutan secara aktif sebagaimana yang disebutkan oleh undang undang,

maka undang-undang mengatur pembatasan waktu penuntutan yaitu 5 tahun di dalam

perjanjian yang diadakan. Sebaliknya terhadap pembatalan perjanjian sebagai

60 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, BanyuMedia, Publishing, Malang, 2010, hal. 39

Universitas Sumatera Utara

Page 96: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

82

pembelaan tidak ditetapkan batas waktunya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Pasal 1454 KUH Perdata.

Penuntutan pembatalan akan diterima baik oleh hakim jika ternyata sudah ada

penerimaan baik dari pihak yang dirugikan, karena seorang yang sudah menerima

baik suatu kekurangan atau suatu perbuatan yang merugikan baginya, dapat dianggap

telah melepaskan haknya untuk meminta pembatalan.

Akan tetapi apabila suatu pembatalan terhadap perjanjian yang dilakukan

secara sepihak tanpa disertai alasan yang sah menurut hukum, maka pihak yang oleh

pihak lain dibatalkannya perjanjiannya dapat menuntut kerugian kepada pihak yang

membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak, karena dengan adanya pembatalan

yang dilakukan sepihak oleh salah satu pihak akan menimbulkan kerugian bagi pihak

lain.

Terhadap perjanjian yang dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak

tanpa disertai alasan yang sah, maka apabila perjanjian tersebut telah berlangsung

lama, pihak yang dirugikan atas pembatalan tersebut dapat mengajukan tuntutan ganti

rugi kepada pihak yang membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak. Ganti rugi

yang diajukan oleh pihak yang dirugikan atas pembatalan yang sepihak tersebut

adalah dapat berupa biaya, rugi, maupun bimga atas kerugian yang dideritanya.

Namun apabila dalam pembatalan yanJ dilakulcan secara sepihak terhadap

perjanjian yang mereka perbuat, sedangkan segala isi maupun ketentuan yang

tercantum di dalam perjanjian tersebut belum dilaksanakan sama sekali oleh kedua

belah pihak, maka dengan adanya pembatalan perjanjian tersebut oleh salah satu

Universitas Sumatera Utara

Page 97: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

83

pihak secara sepihak tidak menimbulkan akibat hukum apa-apa. Pembatalan

perjanjian tersebut hanya membawa para pihak pada keadaan semula yaitu keadaan

sebelumnya para pihak dianggap tidak pernah melakukan atau mengadakan perjanjian

diantara mereka.

Dengan demikian jelaslah bahwa suatu perjanjian hanya dapat dibatalkan

secara sepihak oleh salah satu pihak apabila tidak memenuhi syarat sah subjektif dari

suatu perjanjian. Pembatalan tersebut hanya dapat dilakukan dengan mengajukannya

kepada pengadilan ataupun dengan pembelaan atau gugatan pihak yang akan

mzmbatalkan perjanjian.

Sedangkan terhadap perjanjian yang dibatalkan secara sepihak tanpa alasan

yang sah, dapat dilakukan tuntutan kepada pihak yang membatalkannya selama

perjanjian tersebut telah berl,angsuna, sebaliknya apabila pembatalan secara sepihak

tersebut terjadi sebelum adanya pelaxsanaan perjanjian maka pembatalan itu hanya

membawa pada keadaan semula yaitu keadaan yang dianggap tidak pernah terjadi

perjanjian.

Dalam perjanjian, pernyataan keadaan wanprestasi ini tidaklah dapat terjadi

dengan sendirinya, akan tetapi harus terlebih dahulu diperlukan adanya suatu

pernyataan lalai atau sommatie yaitu suatu pesan dari pihak pemberi pekerjaan

boronganpada saat kapan selambatnya ia mengharapkan pemenuhan prestasi. Dari

pesan ini pula selanjutnya akan ditentukan dengan pasti saat mana, seseorang berada

dalam keadaan wanpre stasi atau inglcar janji tersebut, sehingga pihak yang

Universitas Sumatera Utara

Page 98: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

84

wanprestasi harus pula menanggung segala akibat yang telah merugikan pihak yang

lainnya.

Sebagai akibat timbulnya keruoian dari salah satu pihak tersebut, maka undang-

undang memberikan sesuatu hak baginya untuk menuntut diantara beberapa hal yaitu:

1. Pemenuhan prestasi

2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi

3. Ganti rugi

4. Pembatalan perjanjian.

5. Pembatalan disertai ganti rugi.

Bentuk ganti rugi tersebut di atas pada pelaksanaannya dapat diperinci dalam tiga

bentuk yaitu biaya, rugi dan bunga.

Pasal 1246 KUH. Perdata menyebutkan bahwa ganti rugi terdiri dari dua

faktor yaitu:

1. Kerugian yang nyata-nyata diderita

2. Keuntungan yang seharusnya diperoleh

Kedua faktor tersebut dicakup dalam pengertian, biaya, kerugian dan bunga. Biaya

adalah pengeluaran-pengeluaran nyata, misalnya biaya Notaris, biaya perjalanan dan

sejenisnya. Kerugian adalah berkurangnya kekayaan kreditur sebagai akibat dari pada

ingkar janji dan bunga adalah keuntungan yang sehan.isnya diperoleh kreditur jika

tidak terjadi ingkar janji. 61

61 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, BanyuMedia, Publishing, Malang, 2010, hal. 39

Universitas Sumatera Utara

Page 99: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

85

Dalam perjanjian ditentukan bahwa dalam hal terlambatnya salah satu pihak

untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan dan dalam jadwal waktu

yang telah ditentukan adalah merupakan salah satu bentuk dari wanprestasi.

Penentuan wanprestasi ini sendiri erat kaitannya dengan suatu pernyataan lalai yaitu

suatu pesan dari salah satu pihak untuk memberitahukan pada saat kapan selambatnya

ia mengharapkan pemenuhan prestasi. Dengan demikian sebagai hal yang tidak dapat

dipisahkan dalam penentuan pernyataan wanprestasinya salah satu pihak adalah

ketentuan batas pelaksanaan kewajiban itu sendiri.

Keterlambatan melakukan kewajiban ini dapat juga terjadi dari bentuk

wanprestasi lainnya, seperti halnya melaksanakan kewajiban yang tidak sesuai

dengan apa yang telah diperjanjikan. Sementara bentuk wanprestasi ini juga harus

dapat dibedakan terhadap lalainya pihak kedua untuk tidak melakukan kewajiban

sama sekali, karena dalam hal demikian pihak kedua tidak dapat dianggap terlambat

memenuhi pelaksanaan prestasi. Semeutara sanksi dalam hal pihak kedua tidak

melaksanakan kewajiban sama sekali yang selanjutnya dapat dikategorikan menolak

untuk melaksanakan kewajiban, maka sebagai sanksinya pihak pertama berhak atas

uang jaminan yang diberikan oleh salah satu pihak62

Di dalam pelaksanaan Perjanjian pendanaan yang dilakukan oleh para

developer, maka sejak tanggal perjanjian pendanaan tersebut dilakukan melalui akta

notaris dan disepakati dan ditandatangani oleh para developer dihadapan notaris maka

perjanjian pendanaan tersebut telah sah berlaku sebagai undang-undang diantara

62 Arifin Rachman, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2012, hal. 26

Universitas Sumatera Utara

Page 100: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

86

sesama para developer tersebut. Perjanjian pendanaan tersebut juga harus

dilaksanakan dengan itikad baik oleh para developer, dan tidak dapat lagi

ditarik/dibatalkan secara sepihak. Setiap upaya pembatalan secara sepihak dari salah

satu developer merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan akan

menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya yang dapat menuntut pihak yang

menimbulkan kerugian tersebut dengan gugatan ganti rugi ke pengadilan berdasarkan

pasal 1365 KUH Perdata.63

Di dalam perjanjian pendanaan pembangunan perumahan di Setia Budi, pada

awalnya penandatanganan perjanjian pendanaan tersebut dilakukan oleh empat orang

developer dengan menggunakan akta otentik notaris. Dalam perjalanan waktu, salah

seorang developer menyatakan keinginannya untuk mengundurkan diri secara

sepihak dari pelaksanaan perjanjian pendanaan pembangunan perumahan di Setia

Budi tersebut. Hal ini disebabkan karena negosiasi dengan pemilik tanah terutama

terhadap dua orang dari enam orang pemilik tanah mengalami jalan buntu. Proses

negosiasi memakan waktu yang cukup lama, sehingga salah seorang developer

tersebut ingin mengundurkan diri dan meminta kembali modal yang telah

ditanamkannya termasuk bunga dari modal yang telah ditanamkan tersebut kepada

pihak developer lainnya yang berjumlah tiga orang tersebut. Namun para developer

lainnya yang berjumlah tiga orang tersebut merasa keberatan atas permintaan

pengunduran diri dari salah seorang developer tersebut. Developer yang akan

63 Henny Rahmita, Hukum Perikatan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Bina Cipta,Jakarta, 2009, hal. 21

Universitas Sumatera Utara

Page 101: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

87

mengundurkan diri secara pihak tersebut dan akan menarik kembali modal yang telah

ditanamkannya tersebut, jelas telah melakukan perbuatan melanggar hukum

perjanjian pendanaan yang telah ditandatanganinya tersebut dengan menggunakan

akta notaris.

Pada akhirnya karena ada yang menggantikan kedudukan dari developer yang

ingin mengundurkan diri tersebut, maka semua modal bahkan bunga dari modal yang

sudah tertanam dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan pembangunan perumahan di

Setia Budi tersebut dikembalikan oleh developer yang baru tersebut dengan

menggunakan dana pribadinya sendiri. Kasus ini akhirnya diselesaikan secara

musyawarah mufakat dan tidak sampai menjadi kasus litigasi ke pengadilan. Namun

pada dasarnya para developer yang lain yang berjumlah tiga orang tersebut keberatan

mengembalikan dana dari developer yang akan mengundurkan diri tersebut dan telah

berencana mengajukan gugatan wanprestasi dan oerbuatan melawan hukum ke

Pengadilan Negeri Medan apabila developer yang ingin mengundurkan diri tersebut

memaksa untuk mengembalikan dana yang sudah tertanam dan berikut bunganya.

Namun akhirnya dengan bantuan advis hukum dari notaris yang membuat perjanjian

pendanaan tersebut yang meminta para developer menyelesaikan permasalahan

tersebut dengan cara musyawarah dan mufakat serta menyarankan untuk mencari

pengganti dari developer yang akan mengundurkan diri tersebut, akhirnya

permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat.

Masuknya developer baru dan keluarnya salah seorang developer lama

mengakibatkan perjanjian pendanaan tersebut harus diperbaharui. Notaris wajib

Universitas Sumatera Utara

Page 102: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

88

memperbaharui akta perjanjian pendanaan yang dibuatnya sebelumnya dengan

memasukkan nama developer baru tersebut dan mengeluarkan nama developer baru

yang akan mengundurkan diri tersebut. Pembaharuan akta perjanjian pendanaan

tersebut dilakukan oleh notaris dibuat setelah terjadi penyelesaian penggantian dana

yang tertanam berikut bunga yang dibayar lunas oleh developer baru kepada

developer yang akan mengundurkan diri tersebut. Dejak saat telah dilakukan

pelaksanaan pembayaran dana yang sudah tertanam berikut bunga dari developer

baru kepada developer yang akan mengundurkan diri tersebut, maka telah sah

developer tersebut keluar dari pelaksanaan perjanjian pendanaan pembangunan

Perumahan Jalan Setia Budi tersebut dan namanya digantikan oleh developer yang

telah mengembalikan dananya tersebut di dalam akta perjanjian pendanaan yang

dibuat dengan akta otentik notaris tersebut.

Di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi antara developer yang

berjumlah empat orang dengan pemilik tanah yang berjumlah enam orang tersebut,

masing masing pemilik tanah dibuatkan tersendiri akta perjanjian bangun bagi

tersebut. Dari enam pemilik tanah tersebut, ada dua orang pemilik tanah yang tidak

bersedia menjual tanahnya kepada para developer, sehingga menyulitkan developer

untuk memulai pelaksanaan pembangunan perumahan di lahan milik enam orang

pemilik tanah tersebut. Hal ini disebabkan karena posisi lahan tanah dari dua orang

pemikik tanah yang menolak menjual tanahnya kepada developer tersebut berada di

tengah-tengah lahan tempat pelaksanaan pembangunan perumahan oleh para

developer tersebut. Apabila pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut dimulai

Universitas Sumatera Utara

Page 103: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

89

tanpa adanya persetujuan penjualan lahan dari dua orang pemilik lahan tersebut,

maka pelaksanaan perumahan tersebut terhambat karena tidak akan seduai dengan

bestek yang telah dibuat oleh para developer. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan

pembangunan perumahan di Setia Budi tersebut mengalami penundaan yang cukup

lama, karena developer belum memperoleh persetujuan untuk menjual dari kedua

pemilik tanah yang menolak menjual tanahnya tersebut.64

Alasan kedua pemilik tanah untuk tidak mau menjual tanahnya kepada para

developer adalah karena harga yang ditawarkan oleh para developer dianggap terlalu

rendah oleh kedua pemilik tanah tersebut. Negosiasi ulang dilakukan oleh para

developer dan kedua pemilik tanah tersebut hingga terjadi kesepakatan harga dan

kedua pemilik tanah tersebut bersedia melepaskan hak kepemilikan tanahnya kepada

developer setelah terjadi kesepakatan harga. Apabila terjadi wanprestasi dalam

pelaksanaan perjanjian bangun bagi antara developer dengan pemilik tanah dalam hal

pelepasan hak kepemilikan atas tanah dari para pemilik tanah kepada para developer,

setelah dicapainya kesepakatan dan ditandatanganinya perjanjian bangun bagi

tersebut, maka developer dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan dengan

dalil hukum wanprestasi Karen telah melakukan ingkar janji terhadap isi dari

perjanjian bangun bagi tersebut. Wanprestasi (Ingkar janji) yang dimaksud adalah

bahwa pemilik tanah tidak bersedia melepaskan hak atas tanahnya kepada para

developer meskipun kesepakatan telah dibuat dalam akta otentik notaris yaitu

64 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty,Yogyakarta, 2005, hal. 40

Universitas Sumatera Utara

Page 104: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

90

perjanjian bangun bagi dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang telah

termuat di dalamnya. Wanprestasi yang dilakukan oleh pemilik tanah tersebut

mengakibatkan terjadinya kerugian materil bagi para developer yang telah

menanamkan modalnya dalam pelaksanaan bangun bagi tersebut. Oleh karena itu

maka pihak developer secara hukum berhak mengajukan gugatan ke pengadilan

untuk memaksa para pemilik tanah memenuhi prestasinya dalam hal melepaskan hak

kepemilikan atas tanah nya tersebut.

Namun demikian tuntutan pemenuhan prestasi dari pemilik tanah yang harus

melepaskan hak kepemilikan tanahnya kepada para developer tidak jadi dilakukan

melalui proses hukum litigasi ke pengadilan. Hal ini disebabkan karena para

developer dan para pemilik tanah atas advis hukum dari notaris yang bersangkutan,

lebih menempuh jalur musyswarah mufakat, dan berhadil menyelesaikan

permasalahan tersebut dengan jalan musyawarah dan mufakat, khususnya terhadap

dua orang pemilik tanah yang menolak melepaskan hak kepemilikan tanahnya kepada

para developer tersebut, dengan tercapainya kesepakatan penambahan harga tanah

tersebut dari harga sebelumnya.

Tanggung jawab developer adalah melaksanakan seluruh prestasinya kepada

pemilik tanah apabila pelaksanaan pembangunan bangunan yang dilakukan oleh

pihak developer telah selesai dilakukan. Tanggung jawab developer tersebut apabila

perjanjian bangun bagi yang dilaksanakan tersebut merupakan perjanjian bangun bagi

campuran dimana developer berkewajiban membayar sejumlah uang tunai dan juga

bangunan kepada pihak pemilik tanah. Namun apabila perjanjian bangun bagi

Universitas Sumatera Utara

Page 105: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

91

tersebut hanya mewajibkan pihak developer membayar uang tunai saja, maka

developer harus telah melunasi seluruh kewajibannya kepada pihak pemilik tanah

dengan membayar seluruh jumlah uang yang telah disepekati antara developer

dengan pemilik tanah tersebut.

Tanggung jawab pemilik tanah terhadap developer adalah menyerahkan

bidang tanah yang dimilikinya apabila developer tersebut telah melaksanakan

prestasinya untuk membayar sejumlah dana berupa uang tunai kepada pihak pemilik

tanah, dan telah menyepakati tentang pelaksanaan unit bangunan yang akan

diserahkan oleh developer kepada pemilik tanah apabila telah selesai pelaksanaan

pembangunan yang dilakukan oleh pemilik tanah tersebut. Pemilik tanah tidak boleh

melakukan wanprestasi terhadap developer dengan tidak menyerahkan sebidang

tanah yang dimilikinya apabila developer telah melaksanakan kewajibannya untuk

membayar bidang tanah yang dimiliki oleh pemilik tanah baik itu untuk sebagian

berupa uang tunai maupun sesuai janji yang telah disepakati di dalam perjanjian

bangun bagi berupa penyerahan unit bangunan apabila pelaksanaan pembangunan

tersebut telah dilaksanakan oleh pihak developer.

Wanprestasi merupakan suatu perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh

salah satu pihak dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut, yang ditandai

dengan tidak dilaksanakannya prestasi oleh salah satu pihak tersebut meskipun pihak

lain telah melaksanakan prestasinya dengan baik. Wanprestasi ditandai dengan telah

diperingatkannya debitur untuk melaksanakan kewajibannya oleh pihak kreditur

dengan wajar, namun debitur tidak juga melaksanakan kewajibannya tersebut dan

Universitas Sumatera Utara

Page 106: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

92

tetap melakukan wanprestasi atas kewajiban yang harus dilaksanakannya tersebut.

Sejak saat terjadinya peringatan yang dilakukan oleh kreditur terhadap debitur

tersebut secara wajar baik lisan maupun tertulis, namun tetap saja tidak diindahkan

oleh pihak debitur maka sejak saat itu debitur sudah dapat dikatakan melakukan

perbuatan wanprestasi (ingkar janji).

Universitas Sumatera Utara

Page 107: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

93

BAB IV

TANGGUNG JAWAB NOTARIS BILA TERJADI PERSELISIHAN /SENGKETA AKIBAT TERJADINYA WANPRESTASI DARI SALAHSATU PIHAK DALAM PRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN

PENDANAAN DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI PADAPEMBANGUNAN KOMPLEK PERUMAHAN DI KELURAHAN

TANJUNG SARI, JALAN SETIA BUDI MEDAN

A. Kewenangan, Kewajiban Dan Larangan Notaris sebagai Pejabat PublikBerdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014

Notaris merupakan salah satu pejabat negara yang kedudukannya sangat

dibutuhkan di masa sekarang ini. Di masa modern ini, masyarakat tidak lagi

mengenal perjanjian yang berdasarkan atas kepercayaan satu sama lain seperti yang

mereka kenal dulu. Setiap perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat pasti akan

mengarah kepada notaris sebagai sarana keabsahan perjanjian yang mereka lakukan.

Karena itulah, kedudukan notaris menjadi semakin penting di masa seperti sekarang

ini. Seperti pejabat negara yang lain, notaris juga memiliki kewenangan tersendiri

yang tidak dimiliki oleh pejabat negara yang lainnya. Selain kewenangannya, para

notaris juga memiliki kewajiban dan larangan yang wajib mereka patuhi dalam

pelaksanaan tugas jabatannya. Dengan berdasar pada Undang-undang No. 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, para notaris di Indonesia wajib untuk memahami apa

yang menjadi wewenang dan kewajiban mereka serta larangan yang tidak boleh

dilakukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.65

65 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 32

93

Universitas Sumatera Utara

Page 108: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

94

Dalam pelaksanaan wewenang, jika misalnya ada seorang pejabat yang

melakukan suatu tindakan diluar atau melebihi kewenangannya, maka perbuatannya

itu akan dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum. Demikian pula dengan

notaris, para notaris wajib untuk mengetahui sampai di mana batas kewenangannya.

Selain wewenang yang mereka miliki, notaris juga memilki kewajiban yang harus

mereka penuhi dalam pelaksanaan tugas jabatannya serta larangan yang tidak boleh

dilakukan yang apabila ketiga hal ini dilanggar maka notaris yang bersangkutan akan

memperoleh sanksi sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang

Jabatan Notaris (UUJN).66

Di dalam UUJN No. 30 tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 kewenangan

notaris disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN No. 30

tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, yang dapat dibagi menjadi

6. Kewenangan Umum Notaris.

Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris

yaitu membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum

Notaris dengan batasan sepanjang : Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah

ditetapkan oleh undang-undang. Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta

otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh

aturan hukum untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. Mengenai

66 Ilham Bisri, Etika Profesi Notaris Di Indonesia, Raja Grafindo, Persada, Jakarta, 2011, hal.42

Universitas Sumatera Utara

Page 109: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

95

kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu akta

itu dibuat.

Namun, ada juga beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris

dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu :

1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW),

2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW),

3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal

1405, 1406 BW),

4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 WvK),

5. Surat kuasa membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat [1] UU No.4 Tahun

1996),

6. Membuat akta risalah lelang.

Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam

Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 hal yang

dapat kita pahami, yaitu : Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan

keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan

hukum yang berlaku.

Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang

lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar,

maka pihak yang menyatakan tidak benar inilah yang wajib membuktikan

pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku

Universitas Sumatera Utara

Page 110: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

96

7. Kewenangan Khusus Notaris

Kewenangan notaris ini termuat di dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN No. 30

Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 yang mengatur mengenai kewenangan

khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus ;

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu

buku khusus ;

c. Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan ;

d. Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya ;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta ;

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau

g. Membuat akta risalah lelang67

Khusus mengenai nomor 6 (membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan)

banyak mendapat sorotan dari kalangan ahli hukum Indonesia dan para notaris itu

sendiri. Karena itulah akan sedikit dibahas mengenai masalah ini.

67 Habib Adjie, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi HukumPengaturan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hal. 38

Universitas Sumatera Utara

Page 111: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

97

Pasal 15 ayat (2) huruf j UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun

2014 memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat akta di bidang

pertanahan. Ada tiga penafsiran dari pasal tersebut yaitu:

a. Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi wewenang notaris

atau telah menambah wewenang notaris.

b. Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang notaris.

c. Tidak ada pengambil alihan wewenang dari PPAT ataupun dari notaris, karena

baik PPAT maupun notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri.

Jika kita melihat dari sejarah diadakannya notaris dan PPAT itu sendiri maka

akan nampak bahwa memang notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang

pertanahan. PPAT telah dikenal sejak sebelum kedatangan bangsa penjajah di negeri

Indonesia ini, dengan berdasar pada hukum adat murni yang masih belum

diintervensi oleh hukum-hukum asing. Pada masa itu dikenal adanya (sejenis) pejabat

yang bertugas untuk mengalihkan hak atas tanah di mana inilah yang merupakan

cikal bakal dari keberadaan PPAT di Indonesia. Dengan demikian, dapat dilihat

bahwa lembaga PPAT yang kemudian lahir hanya merupakan kristalisasi dari pejabat

yang mengalihkan hak atas tanah dalam hukum adat. Adapun mengenai keberadaan

notaris di Indonesia yang dimulai pada saat zaman penjajahan Belanda ternyata sejak

awal memang hanya memiliki kewenangan yang terbatas dan sama sekali tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 112: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

98

disebutkan mengenai kewenangan notaris untuk membuat akta di bidang

pertanahan.68

Namun, hal ini akan menjadi riskan jika kita melihat hierarki peraturan yang

mengatur mengenai keberadaan dan wewenang kedua pejabat negara ini. Keberadaan

notaris ditegaskan dalam suatu UU yang di dalamnya menyebutkan bahwa seorang

notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta di bidang pertanahan. Sedangkan

keberadaan PPAT diatur dalam suatu PP (No.37 Tahun 1998) yang secara hierarki

tingkatannya lebih rendah jika dibandingkan dengan UU (No.30 Tahun 2004) yang

mengatur keberadaan dan wewenang notaris.

Sampai sekarang pun hal ini masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan

baik pakar hukum maupun notaris dan/atau PPAT itu sendiri. Jalan tengah yang dapat

diambil adalah bahwa notaris juga dapat memiliki wewenang di bidang pertanahan

sepanjang bukan wewenang yang telah ada pada PPAT.

8. Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan Kemudian

Yang dimaksud dengan kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian

diatur di dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun

2014 yaitu wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang

kemudian (ius constituendum). Wewenang notaris yang akan ditentukan kemudian,

merupakan wewenang yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-

undangan. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-

68 Pitlo dalam buku M. Isa Arief, Pembuktian dan Daluarsa Menurut KUH PerdataBelanda,PT. Intermasa, Jakarta, 1986, hal 51.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

99

undangan ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 UU Undang-Undang No. 9 Tahun

2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara (PTUN), bahwa : Yang dimaksud dengan peraturan perundang-

undangan dalam undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat

secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat Bersama Pemerintah

baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau

pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga

mengikat secara umum.69

Berdasarkan uraian di atas, bahwa kewenangan notaris yang akan ditentukan

kemudian tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh

lembaga negara (Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat) atau Pejabat

Negara yang berwenang dan mengikat secara umum. Dengan batasan seperti ini,

maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud harus dalam bentuk undang-

undang dan bukan di bawah undang-undang.

9. Kewajiban Notaris

Pada dasarnya notaris adalah pejabat yang harus memberikan pelayanan

sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan bukti otentik. Namun dalam

keadaan tertentu, notaris dapat menolak untuk memberikan pelayanan dengan alasan-

alasan tertentu (Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2

Tahun 2014). Dalam penjelasan pasal ini, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan

“alasan untuk menolaknya” adalah alasan yang mengakibatkan notaris tidak berpihak,

69 Ira Koesoemawati, Notaris Sebagai Pejabat Publik, Mitra Ilmu, Surabaya, 2012, hal. 20

Universitas Sumatera Utara

Page 114: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

100

seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan notaris sendiri atau dengan

suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk

melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang.

Di dalam prakteknya sendiri, ditemukan alasan-alasan lain sehingga notaris

menolak untuk memberikan jasanya, antara lain :

1. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi

berhalangan secara fisik.

2. Apabila notaris tidak ada di tempat karena sedang dalam masa cuti.

3. Apabila notaris karena kesibukan pekerjannya tidak dapat melayani orang

lain.

4. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat suatu akta tidak

diserahkan kepada notaris.

5. Apabila penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal

oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

6. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar biaya bea materai yang

diwajibkan.

7. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau

melakukan perbuatan melanggar hukum.

8. Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa

yang tidak dikuasai oleh notaris yang bersangkutan, atau apabila orang-orang

Universitas Sumatera Utara

Page 115: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

101

yang menghadap berbicara dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris

tidak mengerti apa yang sebenarnya dikehendaki oleh mereka.70

Dengan demikian, jika memang notaris ingin menolak untuk memberikan jasanya

kepada pihak yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus merupakan

penolakan dalam arti hukum, dalam artian ada alasan atau argumentasi hukum yang

jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan dapat memahaminya

Khusus untuk notaris yang melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf I dan

k UUJN, di samping dapat dijatuhi sanksi yang terdapat di dalam Pasal 85 UUJN No.

30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, juga dapat dikenakan sanksi berupa akta

yang dibuat di hadapan notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta

di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum (Pasal 84 UUJN No. 30

Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014). Maka apabila kemudian merugikan para

pihak yang bersangkutan, maka pihak tersebut dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan

bunga kepada notaris. Sedangkan untuk Pasal 16 ayat (1) huruf l dan m UUJN No. 30

Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, meskipun termasuk dalam kewajiban

notaris, tapi jika notaris tidak melakukannya maka tidak akan dikenakan sanksi

apapun.

Menurut ketentuan Pasal 16 ayat (7) UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No.

2 Tahun 2014, pembacaan akta tidak wajib dilakukan jika dikehendaki oleh

penghadap agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,

mengetahui dan/atau memahami isi akta tersebut, dengan ketentuan hal tersebut

70 R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, 2002, hal. 97

Universitas Sumatera Utara

Page 116: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

102

dicantumkan pada akhir akta. Sebaliknya, jika penghadap tidak berkehendak seperti

itu, maka notaris wajib untuk membacakannya, yang kemudian ditandatangani oleh

setiap penghadap, saksi dan notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 44 ayat (1)

UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan apabila pasal 44 UUJN

No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 ini dilanggar oleh notaris, maka akan

dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam pasal 84 UUJN No. 30 Tahun

2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.

Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No.

2 Tahun 2014 jika tidak dilaksanakan oleh notaris dalam arti notaris tidak mau

menerima magang, maka kepada notaris yang bersangkutan tidak dikenai sanksi

apapun. Namun demikian meskipun tanpa sanksi, perlu diingat oleh semua notaris

bahwa sebelum menjalankan tugas jabatannya sebagai notaris, yang bersangkutan

pasti pernah melakukan magang sehingga alangkah baiknya jika notaris yang

bersangkutan mau menerima magang sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap

kelangsungan dunia notaris di Indonesia.71

Selain kewajiban untuk melakukan hal-hal yang telah diatur dalam UU,

notaris masih memiliki suatu kewajiban lain. Hal ini berhubungan dengan

sumpah/janji notaris yang berisi bahwa notaris akan merahasiakan isi akta dan

keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan notaris. Secara umum, notaris

wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta

notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa notaris tidak wajib

71 Ibid, hal. 98

Universitas Sumatera Utara

Page 117: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

103

merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan

akta tersebut. Dengan demikian, hanya undang-undang saja yang dapat

memerintahkan notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan

yang diketahui oleh notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud.

Hal ini dikenal dengan “kewajiban ingkar” notaris. Instrumen untuk ingkar

bagi notaris ditegaskan sebagai salah satu kewajiban notaris yang disebut dalam Pasal

16 ayat (1) huruf e UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, sehingga

kewajiban ingkar untuk notaris melekat pada tugas jabatan notaris. Kewajiban ingkar

ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notaris, kecuali ada undang-undang

yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar tersebut. Kewajiban

untuk ingkar ini dapat dilakukan dengan batasan sepanjang notaris diperiksa oleh

instansi mana saja yang berupaya untuk meminta pernyataan atau keterangan dari

notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau pernah dibuat oleh atau di hadapan

notaris yang bersangkutan.

Dalam prakteknya, jika ternyata notaris sebagai saksi atau tersangka, tergugat,

ataupun dalam pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Notaris membuka rahasia dan

memberikan keterangan/ pernyataan yang seharusnya wajib dirahasiakan, sedangkan

undang-undang tidak memerintahkannya, maka atas pengaduan pihak yang merasa

dirugikan dapat menuntut notaris yang bersangkutan. Dalam hal ini, dapat dikenakan

Pasal 322 ayat (1) dan (2) KUH Perdata, yaitu membongkar rahasia, yang padahal

sebenarnya notaris wajib menyimpannya. Bahkan sehubungan dengan perkara

perdata, yaitu apabila notaris berada dalam kedudukannya sebagai saksi, maka notaris

Universitas Sumatera Utara

Page 118: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

104

dapat meminta untuk dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian,

karena jabatannya menurut undang-undang diwajibkan untuk merahasiakannya.72

10. Larangan Notaris

Larangan notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang untuk dilakukan

oleh notaris. Jika larangan ini dilanggar oleh notaris, maka kepada notaris yang

melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 UUJN

No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Dalam hal ini, ada suatu tindakan

yang perlu ditegaskan mengenai substansi Pasal 17 huruf b, yaitu meninggalkan

wilayah jabatannya lebih dari tujuh hari berturut-turut tanpa alasan yang sah. Bahwa

notaris mempunyai wilayah jabatan satu provinsi (Pasal 18 ayat (2) UUJN No. 30

Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014) dan mempunyai tempat kedudukan pada

satu kota atau kabupaten pada propinsi tersebut (Pasal 18 ayat (1) UUJN No. 30

Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014). Yang sebenarnya dilarang adalah

meninggalkan wilayah jabatannya (provinsi) lebih dari tujuh hari kerja. Dengan

demikian, maka dapat ditafsirkan bahwa notaris tidak dilarang untuk meninggalkan

wilayah kedudukan notaris (kota/kabupaten) lebih dari tujuh hari kerja.

B. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalamm Pembuatan AktaOtentik

Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Suatu akta otentik adalah

suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh / atau

72 Wawan Tunggul Alam, Memahami Profesi Notaris di Indonesia, Mandar Maju, Bandung,2012, hal. 61

Universitas Sumatera Utara

Page 119: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

105

dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat”. Pasal 1

angka 7 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa,

“Akta notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta otentik yang dibuat oleh atau

dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-

undang ini”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akta notaris adalah akta otentik

karena dibuat sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang dalam

hal ini adalah UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Karena akta

notaris disebut dengan akta otentik, maka akta notaris merupakan suatu alat

pembuktian yang sempurna apabila terjadi perselisihan dari para pihak dikemudian

hari.73

Akta otentik dikatakan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,

baik lahiriah, formil maupun materiil karena:

1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah

Akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri

sebagai akta otentik, mengingat sejak awal yaitu sejak adanya niat dari pihak

(Pihak-pihak) yang berkepentingan untuk membuat atau melahirkan alat bukti,

maka sejak saat mempersiapkan kehadirannya itu telah melalui proses sesuai dan

memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata dan UUJN No. 30 Tahun 2004 jo

UUJN No. 2 Tahun 2014.

73 Ricky Susanto, Tanggung Jawab Notaris Dalam Gugatan Perdata Berkaitan Dengan AktaYang Dibuatnya, Refina Aditama, Bandung, 2012, hal. 77

Universitas Sumatera Utara

Page 120: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

106

2. Kemampuan atau kekuatan pembuktian lahiriah ini tidak ada pada akta dibawah

tangan.

3. Kekuatan Pembuktian Formil

Dari akta otentik itu dibuktikan bahwa apa yang dinyatakan dan dicantumkan

dalam akta itu adalah benar merupakan uraian kehendak pihak-pihak yang

dinyatakan dalam akta itu oleh atau dihadapan Pejabat yang berwenang dalam

menjalankan jabatannya. Dalam arti formil akta otentik menjamin kebenaran

tunggal, tandatangan, komparan, dan tempat akta dibuat. Dalam arti formil pula

akta Notaris membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan yaitu yang dilihat,

didengar dan dialami sendiri oleh Notaris sebagai Pejabat Umum dalam

menjalankan jabatannya.

4. Akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian formil, terkecuali

bila si penandatangan dari akta itu mengakui kebenaran tanda tangannya.

5. Kekuatan Pembuktian Materiil

Bahwa secara hukum isi dari akta itu telah membuktikan keberadaannya sebagai

yang benar terhadap setiap orang, yang membuat atau menyuruh membuat akta

itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya (termasuk ahli warisnya atau orang lain

yang mendapat hak darinya).

Oleh karena itulah, maka akta otentik itu berlaku sebagai alat bukti sempurna dan

mengikat pihak (Pihak-pihak) yang membuat akta itu.

Pertanggungjawaban Notaris di dalam pembuatan akta otentik tidak diatur

dengan jelas, bagaimana batasan pertanggungjawaban notaris sebagai pejabat umum

Universitas Sumatera Utara

Page 121: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

107

apabila ia melakukan kesalahan dalam membuat akta otentik yang dibuatnya.namun

demikian di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 disebutkan

bahwa apabila notaris karena kesalahannya mengakibatkan akta otentik tersebut

menjadi berkekuatan hukum akta dibawah tangan, maka terhadap pihak yang

dirugikan atas terdegradasinya akta tersebut menjadi akta di bawah tangan dapat

mengajukan gugatan ganti rugi kepada notaris yang bersangkutan berdasarkan Pasal

1365 KUH Perdata. Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Barang siapa

yang karena kesalahannya mengakibatkan terjadinya kerugian kepada pihak lain,

maka orang yang melakukan kesalahan tersebut wajib mengganti rugi atas

perbuatannya tersebut. 74

Di dalam suatu bentuk akta otentik notaris maka telah ditentukan format yang

jelas dari suatu akta notaris diantaranya adalah sebagai berikut :

Komposisi pertama adalah Kepala Akta, Komparisi, Premisse Akta, Badan/Isi

Akta, dan Akhir Akta. Untuk memperjelas hal ini, penulis membuat suatu contoh akta

yang akan diuraikan sebagai berikut :

1. Awal (Permulaan/Kepala) Akta

Pencantuman judul akta, nomor, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun serta nama

lengkap dan tempat kedudukan Notaris ditentukan dalam Pasal 38 ayat (2) UUJN No.

30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.

2. Komparisi

74 Hendra Sinaga, Notaris dan Akta Autentik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 81

Universitas Sumatera Utara

Page 122: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

108

Suatu pencantuman identitas klien/orang atau para penghadap/pihak yang ada

didalam akta, yang mana nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan atau

jabatan dan tempat tinggal setiap penghadap serta Nomor KTP/identitas harus jelas.

3. Premisse (Recitals) Akta

Praemisse/Praemitto (Bahasa Latin) sebagai Pendahuluan/ditafsirkan sebagai

keterangan atau pernyataan awal dari sebuah isi akta atau juga merupakan alasan atau

latar belakang dibuat.

4. Isi/Badan Akta

Merupakan formulasi keinginan para pihak yang membuat akta yang diuraikan dalam

kata dan kalimat atau bahasa hukum yang dapat dimengerti oleh para pihak sendiri

atau pihak lain yang suatu ketika membaca akta tersebut.

5. Akhir/Penutup Akta

Uraian tentang keharusan para Notaris membacakan akta yang dibuat dihadapannya

kepada (para) penghadap, para saksi dan sebagainya demikian pula uraian tentang

penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada.

Pencantuman nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan/jabatan, kedudukan,

dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta.75

Penjelasan terhadap suat akta :

a. Awal Akta : Pencantuman Judul Akta harus sesuai dengan isi dan maksud akta

tersebut, pencantuman Nomor Akta sangatlah penting, antara lain mengenai

75 Lukita Manik, Hubungan Notaris dan Para Pihak Dalam Pembuatan Akta Autentik,Salemba IV, Jakarta, 2009, hal. 66

Universitas Sumatera Utara

Page 123: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

109

memasukkan kedalam repertorium, buku akta, dan lain-lain, karena dibuat pada

tiap-tiap bulan dan disatukan dalam suatu buku dan harus berurutan.

Pencantuman jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dibuat untuk menyatakan

bahwa akta itu telah dibuat dalam salinan dan minuta aktanya. Pencantuman

nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris dibuat untuk menyatakan akta itu

dibuat oleh-atau dihadapan Notaris yang bersangkutan serta tempat kedudukan

Notaris itu karena Notaris tidak berwenang menjalankan jabatannya diluar tempat

kedudukannya (Pasal 19 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014).

b. Komparisi : apabila penghadap tidak ada KTP bisa menggunakan KTP/identitas

sementara dan (bila ada) yang diwakilinya merupakan keharusan dan

dicantumkan dalam Akta Notaris. Dan apabila penghadap bukan penduduk atau

tidak tinggal/berada diwilayah/daerah Notaris bekerja, maka didalam akta Notaris

harus dicantumkan, “bahwa penghadap untuk melakukan suatu tindakan hukum

untuk sementara berada diwilayah/tinggal/daerah” Notaris bekerja.

Pencantuman bahwa (para) penghadap “telah dikenal oleh” atau “diperkenalkan

kepada” Notaris dapat ditempatkan baik setelah identitas penghadap atau sebelum

akhir akta. Apabila para pihak lebih dari dua, sebaiknya/lebih praktis hal ini

dicantumkan sebelum akhir akta, agar penyebutan kalimat itu cukup satu kali saja

(tidak berkali-kali). Adapula bentuk-bentuk Komparisi yaitu : Untuk diri sendiri,

Selaku Kuasa, Dalam Jabatan/Kedudukan (Badan Usaha / Sosial / Pemerintahan /

Badan Keagamaan / Badan Lain), Menjalankan Kekuasaan Sebagai Orang Tua,

Sebagai Wali, Sebagai Pengampu, Pendewasaan, dan Perwakilan Sukarela.

Universitas Sumatera Utara

Page 124: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

110

c. Premisse Akta : Kedudukan Premis pada akta bersifat fakultatif, artinya tidak

selalu ada dalam setiap akta harus ada premis, pada umumnya pada akta yang

rumit Premis ini selalu ada. Bahwa yang harus diperhatikan pada bagian

Premis/Recitals ini haruslah dalam bentuk Statement of Facts atau dalam bentuk

penyajian fakta-fakta, bukan dalam bentuk opini atau hasil analisis peristiwa, atau

juga bukan berisi sesuatu hal yang akan terjadi atau sesuatu hal yang diperkirakan

akan terjadi, tapi harus sesuatu fakta yang telah ada saat sekarang dan terukur

yang dimiliki oleh Para Pihak.

d. Isi Akta : Dan mereka yang diminta bantuannya untuk membuatkan akta wajib

memberikan bingkai hukumnya, artinya memberikan penjelasan terlebih meurut

tentang perbuatan hukum yang akan dituangkan ke dalam akta. Ada 4 (empat )

hal yang tercantum dalam bagian isi akta : 1. Klausula definisi (definition), 2.

Klausula Transaksi (Operative Language), 3. Klausula Spesifik, dan 4. Klausula

Ketentuan Umum.

e. Akhir/Penutup Akta : Apabila ada penghadap yang tidak bisa melakukan tanda

tangan, maka harus melakukan dengan cap jempol dan dijelaskan dalam akta

bahwa penghadap tidak bisa melakukan tanda tangan. Uraian tentang “renvooi”

akta atau tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian

tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau

penggantian.76

76 Haryanto Nasution, Tanggung Jawab Perdata Notaris Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2011, hal. 19

Universitas Sumatera Utara

Page 125: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

111

Dengan kata lain perjanjian-perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris

mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan dapat digunakan sebagai alat bukti

otentik yang sempurna bagi para pihak yang membuat perjanjian melalui akta notaris

tersebut.

Didalam akta notaris terhadap isi/badan akta tidak boleh dirubah atau

ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan atau penghapusan

atau menggantinya dengan yang lain. Perubahan atas akta berupa penambahan,

pencoretan atau penggantian dalam akta hanya sah apabila perubahan tersebut diparaf

atau diberi pengesahan lain oleh penghadap, saksi dan Notaris atau juga disebut

dengan kata “Renvoi”.77 Setiap perubahan atau Renvoi atas akta harus dibuat disisi

kiri akta. Apabila suatu perubahan tidak dapat di sisi kiri akta, perubahan tersebut

dibuat apada akhir akta, sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah

atau dengan menyisipkan lembar tambahan. Perubahan yang dilakukan tanpa

menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal (Pasal 49

UUJN). Apabila terjadi perubahan lain maka pada penutup setiap akta dinyatakan

jumlah perubahan, pencoretan, penambahan dan penggantian.

Diakhir akta terdapat kata-kata, “Dibuat dan diresmikan sebagai minit.....”,

bahwa minit/minut/minuta akta adalah asli. Akta Notaris yang didalam akta tersebut

mempunyai tanda tangan dari para penghadap, para saksi dan Notaris. Sedangkan

Salinan Akta adalah salinan akta tercantum frasa, “Minuta akta ini telah

ditandatangani dengan sempurna. Diberikan sebagai salinan yang sama bunyinya.”,

77 Ibid, hal. 20

Universitas Sumatera Utara

Page 126: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

112

yang didalam akta tersebut hanya mempunyai tandatangan Notaris. Didalam

pembuatan akta Notaris harus independen dan bukan pihak di dalam akta. Sifat

khusus yang merupakan ciri seorang Notaris yaitu tidak memihak dan mempunyai

kedudukan yang mandiri memberikan dasar yang kuat akan pertanggungjawaban

yang bersifat publik terhadap kesalahan yang dilakukan Notaris didalam menjalankan

jabatannya.

Hubungan Notaris-klien tidak mungkin pula digolongkan pada perjanjian

untuk melakukan pekerjaan (Pasal 601 KUH Perdata) karena Notaris bukan bawahan

dari kliennya, selain itu Notaris tidak menerima upah tetapi honorarium dari kliennya.

Demikian pula hubungan Notaris-klien tidak dapat digolongkan pada pengurusan

sukarela (Pasal 1354 KUH Perdata), karena bantuan yang diberikan Notaris sudah

pasti dilakukan atas “perintah” kliennya, jadi sepengetahuan kliennya. Lain halnya

apabila Notaris melakukan tugas diluar perundang-undangan seperti menguruskan

pengesahan Perseroan Terbatas (PT.) dimana bantuan yang diberikan Notaris kepada

klien didasarkan pada perjanjian.

Hubungan hukum Notaris dan para penghadap merupakan hubungan hukum

yang khas, dengan karakter :

1. Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk

pemberiaan kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan-

pekerjaan tertentu;

Universitas Sumatera Utara

Page 127: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

113

2. Mereka yang datang ke hadapan Notaris, dengan anggapan bahwa Notaris

mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para

pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;

3. Hasil akhir dari tindakan Notaris berdasarkan kewenangan Notaris yang berasal

dari permintaan atau keinginan para pihak sendiri; dan

4. Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan. Atas dasar Pasal 16 ayat (1)

huruf d UUJN, Notaris tanpa alasan yang sah tidak dapat menolak untuk

memberikan bantuannya, sehingga kehendak bebas Notaris sebagaimana

layaknya untuk tercapainya kata sepakat pada suatu perjanjian tidak dipenuhi.78

Akta yang dibuat dihadapan Notaris digolongkan dalam dua macam akta yaitu

akta partai dan akta pejabat. Dalam akta partai, Notaris dibebaskan dari

tanggungjawab jika ternyata dikemudian hari yang diterangkan para penghadap

tersebut tidak benar. Notaris menjamin bahwa penghadap benar menyatakan

sebagaimana yang tertulis dalam akta namun Notaris tidak menjamin apa yang

dinyatakan oleh penghadap tersebut adalah benar atau suatu kebenaran. Sedangkan

akta pejabat yang berisi tentang Berita Acara mengenai suatu kejadian yang dilihat

dan didengar oleh Notaris itu sendiri. Disini Notaris bertanggungjawab penuh atas

kebenaran dari isi akta yang dibuatnya tersebut. Misalnya Berita Acara Rapat Umum

Pemegang Saham suatu Perseroan.

78 Suharsimi Arikunto, Sanksi Pidana Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, CV AgungSemarang, 2005, hal. 72

Universitas Sumatera Utara

Page 128: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

114

C. Tanggung Jawab Notaris Bila Terjadi Perselisihan / Sengketa AkibatTerjadinya Wanprestasi Dari Salah Satu Pihak Dalam Praktek PelaksanaanPerjanjian Pendanaan Dalam Perjanjian Bangun Bagi Pada PembangunanKomplek Perumahan Di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan

Notaris sebagai pejabat publik yang memiliki kewenangan dalam pembuatan

akta otentik berdasarkan UUJN No. 30 tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014,

bertanggung jawab atas pembuatan akta otentik sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kenotariatan. Apabila terdapat

cacat hukum di dalam pembuatan akta yang dilakukan oleh notaris maka notaris

dapat digugat oleh para pihak dengan gugatan ganti rugi sepanjang dapat dibuktikan

bahwa pembuatan akta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

hingga menjadi terdagradasi sebagai akta di bawah tangan. Namun demikian notaris

tidak dapat diminta pertanggungjawaban terhadap kerugian yang timbul sebagai

akibat dari pembuatan akta maupun persiapan dan pelaksanaannya sepanjang bantuan

yang diberikan Notaris telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUJN, peraturan

Perundang-undangan lainnya dalam batas kecermatan yang wajar. 79

Apabila seorang Notaris telah secara wajar dan layak melaksanakan

pekerjaannya, maka penuntutan balik ganti rugi dapat dilakukan oleh Notaris. Pasal

1365 KUH Perdata atau Pasal 1401 BW (lama) pada mulanya memberikan kewajiban

penggantian kerugian, ongkos dan bunga terhadap kerugian yang timbul sebagai

akibat dari tindakan-tindakan yang bertentangan dengan Undang-undang saja. Ini

79 Heru Supramono, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya SecaraPerdata dan Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 9

Universitas Sumatera Utara

Page 129: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

115

berarti perbuatan melawan hukum diinterpretasikan sebagai perbuatan melawan

Undang-undang. Pada dasarnya bahwa hubungan hukum antara Notaris dan para

pihak/penghadap yang telah membuat akta dihadapan atau dibuat oleh Notaris tidak

dapat dikonstruksikan ditentukan pada awal.

Hubungan notaris dengan para penghadap dalam hal terjadi pendegradasian

akta otentik menjadi akta di bawah tangan harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal

1869 BW, bahwa akta otentik terdegradasi menjadi mempunyai kekuatan pembuktian

sebagai akta di bawah tangan dengan alasan :

1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan

2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan

3. Cacat dalam bentuknya, atau karena akta Notaris dibatalkan berdasarkan

putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum, maka hal ini

dapat dijadikan dasar untuk menggugat Notaris sebagai suatu perbuatan

melawan hukum atau dengan kata lain hubungan Notaris dan para

pihak/penghadap dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. 80

Notaris tidak mempunyai kewajiban menurut Undang-undang untuk

memberikan keterangan kepada calon kliennya mengenai adanya hak yang

didahulukan. Notaris yang telah tidak memberikan keterangan yang dimaksud tidak

dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya menurut hukum

ataupun pelanggaran atas hak orang lain. Oleh karena itu, tindakan Notaris tersebut

80 Hilman Muhammad, Kepastian Hukum Pertanggung Jawaban Notaris DalamMelaksanakan Tugas Dan Kewajibannya Sebagai Pejabat Publik Dan Pembuat Akta Autentik, SuluhIlmu, Jakarta, 2014, hal. 72

Universitas Sumatera Utara

Page 130: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

116

tidak dapat digolongkan pada perbuatan melawan hukum. Bahwa yang dapat

dimaksudkan dengan perbuatan melawan hukum adalah suatu tindakan kecerobohan,

yang melanggar hak seseorang atau bertentangan dengan kewajiban hukum dari

pelaku atau bertentangan dengan kesusilaan baik yang bersifat kehati-hatian yang

dianggap wajar didalam masyarakat yang berhubungan dengan orang atau benda.81

Dengan adanya interpretasi sebagaimana tersebut mengakibatkan bahwa

seorang Notaris bertanggungjawab atas kesalahan yang telah dilakukan atas pekerjaan

yang tidak saja tercantum didalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga atas

tindakan kekurang hati-hatian sebagaimana dianggap wajar didalam masyarakat.

Kecuali dalam hal-hal dimana secara tegas oleh Undang-undang ditentukan, maka

Notaris pada umumnya harus memberikan penggantian ongkos, kerugian dan bunga

kepada yang berkepentingan, manakala akta-akta yang dibuat olehnya, cacat di dalam

bentuk, dibatalkan menurut hukum atau diputuskan hanya berlaku sebagai akta

dibawah tangan, dengan tidak mengurangi penggantian berupa uang sepanjang telah

dilakukan karena kebohongan atau tipu muslihat.82

Notaris tidak mungkin untuk melindungi dirinya terhadap segala cacat yang

timbul. Tanggungjawab Notaris harus dibatasi hingga hal-hal dimana cacat tersebut

adalah akibat dari kesalahan dari Notaris. Hal ini senada sebagaimana dimuat dalam

Pasal 84 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, yang menyebutkan :

81 Habib Adjie, “Hukum Notaris Indonesia - Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 tahun 2004tentang Jabatan Notaris”, PT. Refika Aditama. Bandung, 2008. Hal 19

82 Yuniman Riza, Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum, UNS Press, Surakarta, 2008, hal.19

Universitas Sumatera Utara

Page 131: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

117

“Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagimana

dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal

44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 atau Pasal 52, yang mengakibatkan suatu

akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau dapat

dibatalkan menurut hukum atau akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan

bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi,

dan bungan kepada Notaris”.

Untuk pelanggaran yang dilakukan Notaris sehingga berakibat suatu akta

harus mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau dapat

dibatalkan menurut hukum atau suatu akta menjadi batal demi hukum perlu mendapat

perhatian. Beberapa sanksi langsung disebutkan di dalam Pasal 84 UUJN No. 30

Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tersebut, diantaranya Pasal 16 ayat (8) yang

berbunyi : “Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan

ayat (7) tidak terpenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta dibawah tangan”.

Akta yang berfungsi hanya sebagai alat bukti maka akibat pelanggarannya

adalah mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau dapat

dibatalkan menurut hukum sepanjang akta tersebut ditandatangani oleh (para)

penghadap. Bagi akta yang berfungsi sebagai syarat mutlak untuk adanya

tindakan/perbuatan melawan hukum atau digolongkan pada tindakan

hukum/perjanjian formil, maka akibat pelanggarannya adalah menjadi batal demi

hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 132: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

118

Ketika akta Notaris yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah selesai

kemudian diberikan para pihak/penghadap, maka telah selesai tugas Notaris,

selanjutnya Notaris menyimpan minuta akta Notaris tersebut di dalam protokol

notaris yang jang waktu penyimpanannya tidak memiliki batas waktu.

Untuk dapat mengajukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum

harus dipenuhi empat syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu:

1. Klien harus mengalami suatu kerugian ;

2. Adanya kesalahan atau kelalaian ;

3. Ada hubungan klausal antara kerugian dan kesalahan ;

4. Serta perbuatan tersebut melanggar hukum.83

Tuntutan atas dasar wanprestasi (Pasal 1243 KUH Perdata) didasarkan adanya

suatu perjanjian antara klien dengan pemegang profesi secara umum. Hubungan

perikatan antara pemegang profesi dengan klien diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata. Dalam Pasal tersebut berisi tentang syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :

sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu

perikatan, suatu hak tertentu, suatu sebab yang halal. Tuntutan berdasarkan

wanprestasi biasanya terjadi dalam 3 (tiga) hal, yaitu tidak melakukan sesuatu,

terlambat melakukan sesuatu, dan salah melakukan terhadap apa yang diperjanjikan.

Begitu pula sebaliknya klien dapat dituntut berdasarkan wanprestasi apabila ia tidak

83 Muhammad Fajri, Prespektif Notaris dalam Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Citra Medya,Jakarta, 2010, hal 47

Universitas Sumatera Utara

Page 133: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

119

membayar honor atau biaya yang seharusnya dibayarkan atau dikeluarkan kepada

Notaris yang telah memberikan jasa.

Apabila terjadi perselisihan antara para pihak yaitu para developer dalam

perjanjian pendanaan maupun antara developer dengan pemilik tanah dalam

perjanjian bangun bagi, maka notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya

sepanjang pembuatan akta tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang

belaku. Notaris memiliki pengetahuan hukum yang wajib mumpuni yang mendukung

profesinya termasuk dengan terus melakukan pembelajaran untuk meningkatkan

pengetahuan hukumnya sesuai dengan profesi yang digelutinya. Dengan tingkat

pengetahuan hukum yang baik maka notaris dalam mendukung profesinya dapat

memberikan advis hukum kepada para pihak yang telah membuat akta otentik

kepadanya namun mengalami perselisihan karena adanya wanprestasi dari salah satu

pihak yang membuat perjanjian tersebut.

Dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan dan perjanjian bangun bagi antara

sesama developer dan antara developer dengan pemilik tanah dalam pelaksanaan

pembangunan perumahan di Jalan Setia Budi yang mengalami perselisihan / sengketa

karena adanya wanprestasi dari salah satu pihak yaitu dari salah seorang developer

dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan maupun dari dua orang pemilik tanah dalam

pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam

pelaksanaan perjanjian pendanaan dan perjanjian bangun bagi tersebut.

Apabila diantara para pihak baik sesama developer maupun antara developer

dengan pemilik tanah dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan maupun perjanjian

Universitas Sumatera Utara

Page 134: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

120

bangun bagi tersebut terjadi wanprestasi diantara para pihak yang mengakibatkan

pelaksanaan perjanjian tersebut tidak dapat dilakukan dengan sebagaimana mestinya

maka notaris dalam hal ini bertanggung jawab secara etika dan moral untuk

memberikan advis hukum kepada para pihak yang bersengketa tersebut, sehingga

diharapkan diantara para pihak dapat dilakukan penyelesaian dengan musyawarah

mufakat untuk mencapai perdamaian agar pelaksanaan perjanjian pendanaan maupun

bangun bagi tersebut dapat berjalan dengan lancar kembali. 84

Dengan demikian dapat dikatakan tanggung jawab notaris tidak hanya terbatas

bertanggung jawab akta otentik yang dibuatnya secara hukum baik perdata maupun

pidana, namun tanggung jawab notaris tersebut dalam pembuatan akta perjanjian

pendanaan maupun perjanjian bangun bagi pembangunan perumahan di Jalan Setia

Budi tersebut termasuk juga tanggung jawab etika dan moral dimana notaris

bertanggung jawab pula atas terciptanya perdamaian diantara para pihak yang

bersengketa / berselisih karena adanya perbuatan wanprestasi dari salah satu pihak

yang mengakibatkan tidak terlaksananya dengan baik pembangunan perumahan di

Jalan Setia Budi tersebut.

Tanggung jawab notaris dalam mendamaikan para pihak dan tetap

menyimpan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tanah tempat pelaksanaan

pembangunan perumahan di Jalan Setia Budi tersebut merupakan tanggung jawab

etika dan moral juga merupakan tanggung jawab hukum, sampai tercapainya suatu

84 Putri AR, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Pustaka Ilmu,Jakarta, 2011, hal.85

Universitas Sumatera Utara

Page 135: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

121

kesepakatan perdamaian diantara para pihak. Namun apabila tidak tercapai suatu

kesepakatan perdamaian antara para pihak maka notaris tidak dapat diminta

pertanggungjawabannya atas terjadinya gugatan wanprestasi ke pengadilan dari salah

satu pihak yang merasa dirugikan kepada pihak lain yang telah melakukan perbuatan

wanprestasi sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian bagi pihak lain tersebut.

Notaris secara etika dan moral hanya terbatas memberikan suatu advis hukum

yang berupaya untuk melakukan perdamaian diantara para pihak yang berselisih /

bersengketa tersebut, dengan maksud agar terjadi perdamaian dengan jalan

musyawarah mufakat. Di dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan dan perjanjian

bangun bagi dalam pembangunan perumahan di Jalan Setia Budi tersebut perselisihan

/ sengketa diantara sesama developer dan juga antara developer dan para pemilik

tanah tidak sampai dilakukan gugatan wanprestasi ke pengadilan. Hal ini disebabkan

karena penanganan notaris yang dinilai responsif dalam mendamaikan para pihak

dengan advis hukum yang diberikannya, sehingga dalam pelaksanaan perjanjian

pendanaan dimana salah seorang developer melakukan wanpretasi dan berkeinginan

untuk mengundurkan diri dengan menarik seluruh modal yang telah ditanamkannya,

pada akhirnya dapat diselesaikan dengan masuknya developer baru di dalam

perjanjian pendanaan tersebut yang bersedia mengganti seluruh modal yang telah

ditanam oleh developer yang berkeinginan mengundurkan diri tersebut.

Notaris kemudian membuat akta perjanjian pendanaan yang baru dengan

memasukkan nama developer baru dan mengeluarkan nama developer yang telah

menarik seluruh modal yang ditanamnya dalam perjanjian pendanaan tersebut. Dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 136: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

122

perjanjian bangun bagi dimana ada dua orang pemilik tanah yang wanprestasi untuk

tidak menyerahkan hak kepemilikan atas tanahnya kepada developer, pada akhirnya

juga dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat dengan adanya advis hukum

dari notaris yang mendamaikan developer dengan para pemilik tanah sehingga dua

orang pemilik tanah yang tadinya menolak melepaskan hak atas tanahnya tersebut

akhirnya bersedia menyerahkan hak miliknya atas tanah kepada developer setelah

tercapai kesepakata melalui musyawarah mufakat dengan penambahan dana atas

pelepasan hak atas tanah tersebut.

Di dalam kasus perjanjian bangun bagi yang lainnya yang aktanya dibuat oleh

notaris A.P, pembuatan akta perjanjian bangun bagi pada awalnya para pihak telah

menyatakan bahwa seluruh hak dan kewajiban sudah diterima dengan baik oleh

masing-masing pihak. Namun pada kenyataannya setelah pelaksanaan perjanjian

bangun bagi tersebut terlaksana, ternyata ada hak-hak dari pemilik tanah yang belum

diterima seluruhnya dari developer, sehingga para pemilik tanah mendatangi notaris

untuk menuntut pertanggungjawaban notaris atas wanprestasinya developer dalam

membayar hak-hak yang harus diterima dari oleh pemilik tanah tersebut.85

Di dalam kasus tersebut notaris dituduh melakukan perbuatan penggelapan

atas sertipikat hak milik atas tanah mereka bersama-sama dengan developer. Namun

demikian notaris tidak melakukan penggelapan atas sertipikat hak milik atas tanah

dari para pemilik tanah tersebut karena sertipikat tersebut masih berada dalam

penyimpanan notaris. Disamping itu tuntutan dari para pemilik tanah kepada notaris

85 Ryanto Pareno, Wanprestasi, Eresco, Bandung, 2006, hal. 52

Universitas Sumatera Utara

Page 137: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

123

yang menuduh notaris melakukan penggelapan atas tanah mereka adalah tidak tepat,

karena notaris tidak tahu menahu tentang perjanjian sebelumnya yang dilakukan oleh

developer dengan para pemilik tanah tersebut. Notaris hanya melaksanakan

pembuatan akta perjanjian bangun bagi dan tidak membuat perjanjian-perjanjian

sebelumnya dari para pemilik tanah dengan developer yang dilakukan dengan cara

pembuatan akta di bawah tangan tanpa sepengetahuan notaris. 86

Penyelesaian dari permasalahan tersebut adalah developer wajib terlebih

dahulu melunasi seluruh kewajibannya kepada pemilik tanah dan setelah itu baru

developer berhak atas sertipikat hak kepemilikan atas tanah tersebut. Notaris pada

waktu itu menyerahkan sertipikat hak atas tanah tersebut kepada Majelis Pengawas

Daerah Ikatan Notaris Indonesia, dan meminta developer mengambil sertipikat hak

kepemilikan atas tanah dari Majelis Pengawas Daerah INI dengan terlebih dahulu

menyelesaikan kewajibannya yaitu melunasi seluruh kewajiban-kewajibannya kepada

pemilik tanah tersebut. Di dalam kasus yang kedua ini, tidak sampai diajukan gugatan

maupun tuntutan secara pidana ke pihak yang berwajib ke pengadilan. Karena

permasalahan ini dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat oleh para pihak

yang bersengketa dengan penyelesaian kewjaiban dari para developer kepada pemilik

tanah, dan pencabutan tuntutan pidana dari para pemilik tanah kepada notaris di

kantor pihak yang berwajib.

86 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, BanyuMedia, Publishing, Malang, 2010, hal. 39

Universitas Sumatera Utara

Page 138: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

124

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada

pembangunan komplek (perumahan/real estate) di Kelurahan Tanjung Sari,

Jalan Setia Budi Medan adalah diawali dengan pembuatan akta perjanjian

pendanaan oleh empat orang developer pada saat itu masing-masing A

sebanyak 30%, B sebanyak 40%, C sebanyak 20% dan D sebanyak 10% dari

jumlah keseluruhan modal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan

perumahan di atas tanah seluas 10.729 M2, namun pada perjalanan waktu

developer C akhirnya mengundurkan diri karena proses negosiasi dengan

pemilik tanah memakan waktu terlalu lama dan digantikan oleh developer Z

yang mengganti seluruh modal dari developer C sehingga dibuatlah perjanjian

pendanaan yang baru oleh notaris dengan mengeluarkan nama C dan

memasukkan nama Z dalam perjanjian pendanaan tersebut. Selanjutnya

dilakukan perjanjian bangun bagi oleh notaris antara developer dengan para

pemilik tanah yang berjumlah enam orang, menjadi enam perjanjian bangun

bagi. Namun dalam perjalanan waktu dua orang pemilik tanah wanprestasi

dalam menyerahkan hak kepemilikan atas tanah, dengan alasan harga terlalu

murah. Akan tetapi setelah negosiasi yang cukup memakan waktu yang

panjang maka tercapainya kesepakatan kepada dua orang pemilik tanah

124

Universitas Sumatera Utara

Page 139: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

125

tersebut dan pada akhirnya menyerahkan hak kepemilikan tanahnya kepada

developer.

2. Akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dari salah satu pihak baik pemilik

tanah maupun pengembang (developer) dalam praktek pelaksanaan perjanjian

pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek

perumahan real estate di Kelurahan Tanjung Sari Jalan Setia Budi Medan

adalah bahwa pihak yang dirugikan menuntut prestasi dari pihak yang

melakukan wanprestasi tersebut, namun sebelum diajukan gugatan

wanprestasi ke pengadilan oleh para developer terhadap dua orang pemilik

tanah tersebut, melalui advis hukum notaris tercapai kesepakatan antara

developer dengan pemilik tanah dengan cara melakukan penambahan dana

dari pelepasan hak milik atas tanah dari dua orang pemilik tanah tersebut

sehingga pada akhirnya developer dapat melaksanakan pembangunan

perumahan di Jalan Setia Budi tersebut.

3. Tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat terjadinya

wanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan perjanjian

pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek

perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan adalah bahwa

tanggung jawab notaris adalah sebatas tanggung jawab etika dan moral yaitu

memberikan advis hukum kepada para pihak yang bersengketa dalam upaya

mendamaikan para pihak tersebut dengan jalan musyawarah mufakat. Apabila

dengan telah diberikannya advis hukum oleh notaris kepada para pihak

Universitas Sumatera Utara

Page 140: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

126

tersebut, tidak juga dapat mendamaikan para pihak maka notaris tidak

bertanggung jawab atas terjadinya gugatan wanprestasi ke pengadilan oleh

pihak developer yang merasa dirugikan atas perbuatan dua orang pemilik

tanah yang telah melakukan wanprestasi dalam perjanjian bangun bagi.

Notaris juga tidak dapat digugat secara perdata dengan ganti rugi atas

wanprestasinya para pemilik tanah tersebut.

B. Saran

1. Hendaknya notaris dalam membuat perjanjian bangun bagi wajib terlebih

dahulu menanyakan tentang perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh developer

dengan para pemilik tanah sebelum dibuatnya perjanjian bangun bagi tersebut

untuk dapat mengetahui sejauh mana hak dan kewajiban para pihak telah

terpenuhi. Apabila masih ada hak dan kewajiban yang belum dilaksanakan,

maka notaris berhak untuk meminta surat pernyataan dari para pihak atas hak

dan kewajiban yang belum dilaksanakan tersebut untuk dilaksanakan setelah

pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut selesai dilaksanakan oleh

developer. Hal ini bertujuan untuk melindungi notaris dari gugatan maupun

tuntutan dari para pihak dikemudian hari atas tidak terlaksananya perjanjain

bangun bagi tersebut.

2. Hendaknya notaris dalam pembuatan perjanjian bangun bagi menyatakan

kepada para pihak bahwa segala akibat hukum dari pembuatan perjanjian

Universitas Sumatera Utara

Page 141: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

127

bangun bagi tersebut dalam pelaksanaanya tidak merupakan tanggung jawab

hukum notaris.

3. Hendaknya notaris memiliki tanggung jawab etika dan moral dalam

membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dari pelaksanaan

perjanjain bangun bagi dimana aktanya dibuat oleh notaris tersebut,

melakukan advis hukum yang diberikannya dan berupaya semaksimal

mungkin untuk mencari jalan damai terhadap para pihak berselisih /

bersengketa sehingga tercapai kesepakatan perdamaian melalui jalan

musyawarah mufakat sehingga pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut

dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh para pihak maupun oleh

notaris.

Universitas Sumatera Utara

Page 142: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

128

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Suryadi, Perjanjian Bangun Bagi Suatu Tinjauan Yuridis Praktis,Intermasa, Jakarta, 2002

Adjie, Habib , Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung,2009

Adjie, Habib, “Hukum Notaris Indonesia - Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 tahun2004 tentang Jabatan Notaris”, PT. Refika Aditama. Bandung, 2008

_________, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi HukumPengaturan Notaris, 2013, Refika Aditama, Bandung

Alam, Wawan Tunggul, Memahami Profesi Notaris di Indonesia, Mandar Maju,Bandung, 2012

Andasasmita, Komar, Notaris Selayang Pandang, Alumni Bandung, 1999

AR, Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, PustakaIlmu, Jakarta, 2011

Arief, M. Isa, Pembuktian dan Daluarsa Menurut KUH Perdata Belanda,PT.Intermasa, Jakarta, 1986

Arifin, Anwar, Perjanjian-Perjanjian Khusus dalam Hukum Kepercayaan, RemajaRosdayarka, Bandung, 2012

Arikunto, Suharsimi, Sanksi Pidana Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, CVAgung Semarang, 2005

Arto, A. Mukti, Peraktek Perkara Perdata, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet.Pertama, 2001

Atma, Harry, Somatie Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian, MediaSarana Ilmu, Jakarta, 2009

Bachtiar, Herlina Suyati, Notaris dan Akta Autentik, Mandar Maju, Bandung, 2010

Badrullzaman, Mariam Darus, Hukum Perjanjian Bisnis, Citra Aditya Bakti,Bandung, 2005

Universitas Sumatera Utara

Page 143: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

129

Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,Bandung, 2011

Bisri, Ilham, Etika Profesi Notaris Di Indonesia, Raja Grafindo, Persada, Jakarta2011

Fajri, Muhammad, Prespektif Notaris dalam Pemeriksaan Sidang Pengadilan, CitraMedya, Jakarta, 2010

Gunadi, Denny, Tinjauan Yuridis Perjanjian Bangun Bagi Sebagai PerjanjianInnominaat, Rajawali Press, Jakarta, 2006

Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,Liberty, Yogyakarta, 2005

Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2004

Hartadi, Raimon, Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, BumiIntitama Sejahtera, Jakarta, 2010

HS, Salim,. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cetakan I, PT Sinar Grafika,Jakarta, 2001

_________, Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2009

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu MediaMalang, 2005

Kamil, Novi Milfizar, Hukum dan Keadilan, Pustaka Bangsa, Press, Jakarta, 2007

Koesoemawati, Ira, Notaris Sebagai Pejabat Publik, Mitra Ilmu, Surabaya, 2012

Lubis, M.Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bndung, 2003

Mahmud, Hartono, Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian, Salemba IV,Jakarta, 2012

Manik, Lukita, Hubungan Notaris dan Para Pihak Dalam Pembuatan Akta Autentik,Salemba IV, Jakarta, 2009

Mansyur, Gustaf, Teori Hukum Keseimbangan dan Keadilan, Remaja Rosdakarya,Bandung, 2005

Universitas Sumatera Utara

Page 144: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

130

Masjehoen, Sri Soedewi, Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta,1975

Meliala, Djaja S, Perjanjian Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang-undangHukum Perdata,Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, 2007

Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,1985

Muhammad, Hilman, Kepastian Hukum Pertanggung Jawaban Notaris DalamMelaksanakan Tugas Dan Kewajibannya Sebagai Pejabat Publik DanPembuat Akta Autentik, Suluh Ilmu, Jakarta, 2014

Mustafa, Armando, Teori-teori Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004

Mustari, Benny, Aspek Hukum Wanprestasi dalam Hukum Perdata, Rajawali Press,Jakarta, 2011

Nasruddin, Haryono, Hukum Perjanjian Tak Bernama (Innominaat), Eresco,Bandung, 2011

Nasution, Haryanto, Tanggung Jawab Perdata Notaris Berdasarkan UUJN No. 30Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2011

Notodisoerjo, R. Soegondo, Hukum Notaris di Indonesia : Suatu Penjelasan,Rajawali, Jakarta, 1982

Notodisorjo, Soegondo R., Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), RajaGrafindo Persad, Jakarta, 1993

Pareno, Ryanto, Wanprestasi, Eresco, Bandung, 2006

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan Kesebelas, Sumur,2013, Bandung

Prodjodikoro, Wiryono, Wanprestasi Dalam Perjanjian, Alumni, Bandung, 1999

Rachman, Arifin, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2012

Rahmita, Henny, Hukum Perikatan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Bina Cipta,Jakarta, 2009

Rasaid, M. Nur, Hukum Acara perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005

Universitas Sumatera Utara

Page 145: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

131

Riza, Yuniman, Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum, UNS Press, Surakarta, 2008

___________, Pertanggung Jawaban Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya, ZenithPublisher, Yogyakarta, 2012

Rusmadi Hasan, Aneka Hukum Perjanjian Innominat, Media Ilmu, Surabaya, 2007

Saragih, Djunaidi, Hukum Bisnis, Armico, Bandung, 2010

Sarbini, Yulianto, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata,Banyu Media, Publishing, Malang, 2010

Satrio, J., Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Citra AdityaBakti, 1995, Bandung

___________. Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006

Sinaga, Hendra, Notaris dan Akta Autentik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, UI Press, Jakarta, 2006

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok HukumJaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 2004

Subekti, Pokok-Pokok Dari Hukum Perdata, cet. 11, Jakarta, Intermasa, 1975

Suharyanto, Hukum Perjanjian di Bidang Kontrak Karya, Pustaka Ilmu, Jakarta,2006

Sumantri, Darmono, Hukum Kontrak Kerja Borongan, Mitra Ilmu Surabaya, 2007

Sunardi, Muchtar, Perjanjian Bangun Bagi Dalam Praktek, Elexmedia Komputindo,Jakarta, 2009

Sunggono, Bambang, Methode Penelitian Hukum, Harvarindo, Jakarta, 2013

Supramono, Heru, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya SecaraPerdata dan Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012

Susanto, Ricky, Tanggung Jawab Notaris Dalam Gugatan Perdata BerkaitanDengan Akta Yang Dibuatnya, Refina Aditama, Bandung, 2012

Sutadi, Ramdan, Hukum Perjanjian (Teori Dan Praktek), Bina Ilmu Surabaya, 2011

Universitas Sumatera Utara

Page 146: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

132

Suyanti, Retno, Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian, Pratna Paramitha,Jakarta, 2009

Thamrin, Husni, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, Laksbang Pressindo,Yogyakarta, 2011

Tobing, G.H.S. Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta

Tunggalm, Hadi Setia, Pendaftaran Tanah Berserta Peraturan Pelaksanaanya,Harvarindo, Jakarta, 1999

Widjinanto, Herman, Perjanjian Tak Bernama, Mitra Ilmu, Surabaya, 2013

Wignjodipuro, Soeryono, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung,Jakarta, 2010, hal. 197

Wijaya, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan(Aan vulendRecht) dalam Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2007

Wuisman, JJJ., penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, FE UIJakarta, 2006

Zainudin, Marwanto, Perjanjian Bangun Bagi, Suatu Tinjauan Praktis, RajawaliPress, Jakarta, 2011, hal. 46

Universitas Sumatera Utara

Page 147: TESIS Oleh JULIANITA PERANGIN-ANGIN 167011221/M

133

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL TESIS : PERJANJIAN PENDANAAN DALAMPERJANJIAN BANGUN BAGI

NAMA MAHASISWA : JULIANITA PERANGIN-ANGIN

NIM : 167011221

PROGRAM STUDI : MAGISTER KENOTARIATAN

MenyetujuiKomisi Pembimbing

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.HumKetua

Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.HumAnggota Anggota

Universitas Sumatera Utara