44
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan dunia teknologi, khususnya internet saat ini sudah begitu meningkat pesat. Internet bukan lagi suatu hal yang baru dalam fase pertumbuhan dan perkembangan dunia teknologi. Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini telah membawa banyak perubahan bagi pola kehidupan sebagian masyarakat dunia. Banyak masyarakat dunia menggunakan internet untuk membantu dalam kehidupan mereka, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, pemerintahan, bidang sosial, dan dalam bidang kehidupan lainnya. Para pengguna internet dapat mengetahui secara cepat perkembangan yang terjadi di seluruh dunia, hanya dengan berpandukan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet 1

Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Belum FInal

Citation preview

Page 1: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan dunia teknologi, khususnya internet saat ini sudah

begitu meningkat pesat. Internet bukan lagi suatu hal yang baru dalam fase

pertumbuhan dan perkembangan dunia teknologi. Perkembangan teknologi

yang sangat pesat ini telah membawa banyak perubahan bagi pola

kehidupan sebagian masyarakat dunia.

Banyak masyarakat dunia menggunakan internet untuk membantu

dalam kehidupan mereka, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan,

pemerintahan, bidang sosial, dan dalam bidang kehidupan lainnya. Para

pengguna internet dapat mengetahui secara cepat perkembangan yang

terjadi di seluruh dunia, hanya dengan berpandukan mesin pencari seperti

Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah

untuk mencari bermacam-macam informasi yang diinginkan. Dibanding

dengan buku dan perpustakaan, internet melambangkan penyebaran

(decentralization), pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara

ekstrim.1

Internet telah melahirkan konsep baru diberbagai bidang, seperti di

bidang perdagangan (e-commerce), bidang pendidikan (e-learning), bidang

bisnis (e-business), bidang politik (e-democracy), dan dalam bidang

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Internet

1

Page 2: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

pemerintahan (e-government). e-Goverment adalah salah satu bentuk

pemanfaatan teknonogi informasi dalam penyelenggaraan Negara yang

bermanfaat untuk, antara lain ; a) meningkatkan diseminasi informasi dan

akses kepada informasi, dan b) meningkatkan akuntabilitas, tranparansi dan

efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.2

Internet juga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam memberikan

layanan publik. Indonesia sendiri telah menggunakan aplikasi RI-NET yang

memungkinkan akses email kepada para pejabat serta memberikan layanan

web (homepage) yang dapat diakses melalui http://www.ri.go.id. Dengan

mengunakan layanan internet maka pemerintah dengan cepat dapat

mensosialisasikan regulasi dan kebijakan-kebijakan yang telah

ditetapkannya. Melalui administrasi online dalam pemerintahan, praktik

korupsi dalam membuat surat-surat dapat diminimalisasi. Pejabat juga dapat

mendekatkan diri dengan rakyat melalui teleconference.

Penggunaan teknologi informasi dalam bidang ekonomi telah

melahirkan istilah new digital networked economy. Jaringan ini memberikan

ruang untuk bertransaksi bisnis secara online dan real time. Penjualan

produk secara online menyebabkan cost of marketing dan cost of employee

menjadi semakin rendah sehingga margin keuntungan dapat ditingkatkan.

Selain itu Perusahaan-perusahaan berskala dunia semakin banyak

memanfaatkan fasilitas internet. Dengan melakukan transaksi-transaksi

melalui elektronik atau on-line dari berbagai sektor, yang kemudian

2 Kementerian Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia,2012, 101 Tanya Jawab Seputar UU ITE,Jakarta, hal. 3.

2

Page 3: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

memunculkan istilah e-banking, e-commerce, e-trade, e-business, dan e-

retailing.

Disamping berbagai manfaat positif yang diperoleh, teknologi

informasi juga telah melahirkan bentuk-bentuk kejahatan yang baru yang

perlu diantisipasi. Seperti penyalahgunaan teknologi informasi yang

melanggar ruang-ruang publik maupun ruang privasi. Seperti halnya dunia

nyata, dunia maya ternyata terdapat pula berbagai bentuk kejahatan. Internet

dapat digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk

melakukan suatu tindakan kejahatan baik untuk mencari keuntungan atau

pun hanya sekedar melampiaskan keisengan.

Hal ini memunculkan fenomena khas yang sering disebut sebagai

Cybercrime (kejahatan dunia maya/kejahatan telematika). Cybercrime yang

merupakan akibat dari penyalahgunaan teknologi ini bisa berupa perusakan,

pemalsuan data, pencurian barang, hingga penyebarluasan informasi asusila

(cyber porn).

Cybercrime adalah kejahatan yang dilakukan oleh seorang atau

sekelompok orang dengan menggunakan komputer baik sebagai alat untuk

mencapai tujuan dari kejahatan tersebut (computer as a tool) mau pun

komputer sebagai target kejahatan (computer as a target). Pada dasarnya

originalitas Cybercrime adalah kejahatan dimana komputer sebagai target,

contohnya penyebaran virus atau malicious ware, sementara kejahatan

dimana komputer sebagai alat adalah kejahatan tradisional yang

menggunakan komputer sebagai sarana (contohnya fraud atau penipuan

3

Page 4: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

yang menggunakan electronic mail sebagai alat penyebaran informasi bagi

si penipu).

Cybercrime seringkali dihubungkan dengan banyak kasus seperti kasus

pembobolan ATM di beberapa bank di Indonesia, masalah terorisme,

bahkan sampai kepada kasus pornografi. Baru-baru ini kita mendengar

kabar bahwa ada dua orang kakak beradik asal Dusun Ploso Jenar, Desa

Sumoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo Jawa Timur

dilaporkan ke pihak yang berwajib karena membobol situs PANDI

(Pengelola Nama Domain Internet Indonesia). Dua bocah tersebut tengah

menghadapi sidang di Pengadilan Negeri setempat. Uniknya lagi, kedua

bocah tersebut saat ini tidak menempuh di pendidikan formal. Keduanya

baru saja menyelesaikan Ujian Nasional di pendidikan informal Kejar

Paket C. Kedua bocah ini tidak menggunakan aplikasi yang sangat canggih,

atau super computer, mereka hanya menggunakan software gratis (aplikasi

plug in dari mozilla). Hal ini dapat menjelaskan bahwa mudahnya

melakukan kejahatan telematika ini, bahkan dapat dilakukan oleh anak

remaja yang tidak menempuh pendidikan formal. Banyak hal yang melatar

belakangi kasus-kasus diatas, serta banyak hal pula yang dapat mengancam

stabilitas keamanan internasional.

Cybercrime terjadi pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1960-

an. Berbagai kasus cybercrime yang terjadi saat itu mulai dari manipulasi

transkrip akademik mahasiswa di Brooklyn College New York, penggunaan

komputer dalam penyelundupan narkotika, penyalahgunaan komputer oleh

4

Page 5: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

karyawan hingga akses tidak sah terhadap Database Security Pasific

National Bank yang mengakibatkan kerugian sebesar US$ 10.2 juta pada

tahun 1978. 3

Cybercrime juga terjadi di Indonesia, bahkan kejahatan ini sebenarnya

sudah ada sejak internet masuk ke Indonesia.4 Pengguna internet di

Indonesia hanya 14,5 juta orang dari total penduduk yang mencapai 220

juta. Meskipun tidak ada 10 persennya, Indonesia pernah menduduki

peringkat pertama dalam kejahatan dunia maya. Tahun 2007 posisi

Indonesia sempat menurun di posisi empat setelah Ukraina dan beberapa

negara Eropa Timur yang membukukan angka kejahatan dunia maya lebih

banyak.

Kerugian yang timbul akibat adanya cybercrime ini dari tahun ke

tahun semakin meningkat. Berdasarkan data dari The International Data

Corporation dan FBI, kerugian yang diderita Amerika Serikat atas

kejatahan telematika ini meningkat dari US$ 2 Milliar pada tahun 1997

menjadi US$ 7.4 Milliar pada tahun 2003.5 Kerugian atas kejahatan ini

akan terus meningkat dua kali lipat setiap tahunnya, apabila tidak segera

diantisipasi. Cybercrime termasuk kejahatan yang bersifat lintas batas

wilayah territorial suatu negara, karena jaringan (network) yang digunakan

termasuk sebagai jaringan yang tanpa batas (borderless). Jaringan

borderless merupakan jaringan yang disediakan untuk memudahkan

3 Karnasudirja, Edy Junaedi, 1993, Jurisprudensi Kejahatan Komputer, Tanjung Agung, Jakarta, hal. 3.4 Sitompul, Asril, 2004, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. vi.5 Power Richard,2000, CSI/FBI Computer Crime and Security Survey, Computer Security Issues and Trends 6, hlm. 3

5

Page 6: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

pengguna internet agar dapat mengakses informasi seluasluasnya, akan

tetapi jaringan borderless dapat juga menimbulkan banyak permasalahan

termasuk masalah kejahatan telematika yang sifatnya lintas batas wilayah

negara. Beberapa negara mengkategorikan cybercrime sebagai kejahatan

transnasional, sehinggga perlu adanya suatu kerjasama internasional dalam

menangani kejahatan telematika tersebut. Akan tetapi banyak negara yang

masih mengalami berbagai kesulitan dalam melaksanakan usaha baik

pencegahan atau pun penanganan kejahatan telematika tersebut karena

adanya ketidakseragaman dalam membuat regulasi dan aturan internal

dalam negeri.

Dengan kemajuan dan perkembangan telekomunikasi multimedia,

ruang lingkup dan kecepatan komunikasi lintas batas meningkat, ini berarti

masalah hukum yang berkaitan dengan yurisdiksi dan penegakan serta

pemilihan hukum yang berlaku terhadap suatu sengketa multiyurisdiksi

akan bertambah penting dan kompeks. Hukum positif Indonesia yang

mengatur masalah tindakan-tindakan kriminal saat ini secara umum masih

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan-

ketentuan khusus di bidang Pidana saat ini telah ada untuk sektor-sektor

tertentu yang dikenal dengan tindak pidana khusus, tetapi belum satu pun

undang-undang yang mengatur mengenai kejahatan di bidang teknologi

informasi secara khusus.

Hukum yang salah satu fungsinya menjamin kelancaran proses

pembangunan nasional sekaligus mengamankan hasil-hasil yang telah

6

Page 7: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

dicapai harus dapat melindungi hak para pemakai jasa internet sekaligus

menindak tegas para pelaku cybercrime. Hal ini perlu mendapat perhatian

mengingat karakteristik cybercrime sangat berbeda dengan tindak pidana

konvensioal, sehingga pendekatan hukum di bidang ini tidak dapat lagi

didekati secara konvensional. Mengingat karakteristik cybercrime yang

bersifat borderless dan menggunakan teknologi tinggi sebagai media, maka

kebijakan kriminalisasi di bidang teknologi informasi harus memperhatikan

perkembangan upaya penanggulangan cybercrime baik regional maupun

internasional dalam rangka harmonisasi dalam pengaturan tentang

cybercrime di Indonesia.

Cybercrime tentu menuntut adanya cyberlaw (hukum siber) yang

prinsip-prinsip utamanya harus diperhatikan sebagai berikut :

a) memberi rasa aman terhadap setiap warga masyarakat, baik

masyarakat maya, maupun masyarakat dalam realitas nyata. Rasa

aman ini berada di sekitar “keselamatan” beraktivitas dalam

masyarkat maya.

b) Selain itu cyberlaw harus dapat memberi rasa keadilan dalam

beraktivitas dalam masyarakat maya. Hal ini untuk melindungi

kepentingan sesama anggota masyarakat maya terhadap berbagai

kegiatan saling “membunuh” satu terhadap lainnya diantara anggota

masyarakat maya.

c) Cyberlaw diharapkan dapat melindungi hak-hak intelektual maupun

hak-hak materiil lainnya dari setiap warga masyarakat maya.

7

Page 8: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

d) Harapan terbesar adalah agar cyberlaw dapat memberi rasa jera

terhadap pelaku-pelaku cybercrime dengan sanksi-sanksi hukuman

yang dibenarkan dalam masyarakat maya, maupun pemberian

sanksi-sanksi hukum postif (dalam realitas nyata) terhadap pelaku

kejahatan dalam masyarakat maya itu.6

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskanlah beberapa

hal yang menjadi rumusan masalah, yaitu :

1. Bagaimanakah pendekatan prinsip-prinsip hukum Indonesia dalam

mengantisipasi cybercrime sebagai kejahatan transnasional?

2. Bagaimanakah penanggulangan cybercrime dalam hukum Indonesia?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk dapat memahami secara mendalam mengenai pendekatan

prinsip-prinsip hukum Indonesia dalam mengantisipasi cybercrime

sebagai kejahatan transnasional.

2. Untuk dapat memahami secara mendalam mengenai bagaimana

penanggulangan cybercrime dalam hukum Indonesia.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

6 Mugiyati, & Ninuk Arifah, 2009, Perencanaan Pembangunan Hukum Nsional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi,Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan hak Asasi Manusia RI, Jakarta, hal. 3

8

Page 9: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

1. Manfaat Teoritis.

Secara teoritis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiah

yang pada gilirannya memberikan sumbangan bagi perkembangan

hukum komputer.

2. Manfaat Praktis.

Secara praktis, melalui hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

pedoman dan masukan bagi pemerintah, peradilan, dan praktisi

hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk

menyelesaikan perkara yang sedang dihadapi dalam hal hukum

komputer.

1.5. LANDASAN TEORITIS

Pada dasarnya landasan teoritis yang dimaksudkan adalah upaya

untuk mengidentifikasikan teori hukum, konsep-konsep, asas-asas hukum

dan lain-lain, umumnya teori bersumber dari undang-undang, buku-buku,

karya tulis bidang ilmu dan laporan penelitian.

1.5.1. Konsep Kejahatan & Cybercrime

Kejahatan, baik dalam arti sebagai tindak pidana (konsepsi yuridis)

maupun dalam arti sebagai perilaku yang menyimpang (konsepsi

sosiologis), eksistensinya diakui dan diterima sebagai suatu fakta, baik oleh

masyarakat yang paling sederhana maupun oleh masyarakat yang paling 9

Page 10: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

modern. Salah satu alasan pengakuan terhadap eksistensi kejahatan tersebut,

karena kejahatan itu merupakan salah satu bentuk tingkah laku manusia

yang sangat merugikan masyarakat, seperti pemerkosaan, pembunuhan,

penganiayaan, perampokan dan lain-lain.

Kejahatan sebagai salah satu bentuk tingkah laku manusia yang

sangat merugikan masyarakat (karena mengancam norma-norma yang

mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan

ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial), tidak saja

diakui oleh para ahli secara perorangan atau oleh masyarakat tertentu, tetapi

juga oleh masyarakat bangsa-bangsa melalui kongres-kongres internasional,

antara lain dinyatakan di dalam :

a. Laporan Kongres PBB ke-5 tahun 1975 di Jenewa, telah

dinyatakan, bahwa tidak diragukan lagi kejahatan telah membawa

akibat-akibat sebagai berikut :

Mengganggu atau merintangi tercapainya tujuan nasional;

Mencegah penggunaan optimal sumber-sumber nasional.

b. Kongres ke-6 tahun 1980 di Caracas, dalam salah satu

pertimbangan deklarasinya, antara lain dinyatakan : “Bahwa

fenomena kejahatan melalui pengaruhnya terhadap masyarakat,

mengganggu seluruh pembangunan bangsa-bangsa, merusak

kesejahteraan rakyat baik spiritual maupun material,

membahayakan martabat kemanusian dan menciptakan suasana

10

Page 11: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

takut dan kekerasan yang merongrong kualitas lingkungan

hidup”.

Berdasarkan luasnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejahatan,

dapat dipahami apabila bangsa-bangsa di dunia berupaya dengan segala

daya yang ada untuk melakukan penanggulangan terhadap kejahatan. Salah

satu upaya penanggulangan terhadap kejahatan yang telah dilakukan selama

ini bahkan merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu

sendiri, ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya berupa pidana.

Beberapa alasan penggunaan hukum pidana sebagai sarana

penanggulangan kejahatan, dikemukakan oleh :7

a. Roeslan Saleh, menyatakan :

1) Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan

tujuan-tujuan yang hendak dicapai tetapi terletak pada

persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh

menggunakan paksaan; persoalannya bukan terletak pada

hasil yang akan dicapai, tetapi dalam pertimbangan antara

nilai dari hasil itu dan dalam dari batas-batas kebebasan

pribadi masing-masing;

2) Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak

mempunyai arti sama sekali bagi si terhukum dan disamping

itu harus ada reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma

7 Arief,Barda Nawawi,1991,Kebijakan sanksi Pidana dalam Menanggulangi Kejahatan, Fakultas Hukum Undip Semarang, hal. 28-41.

11

Page 12: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

yang telah dilakukan itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu

saja;

3) Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata

ditujukan kepada si penjahat, tetapi juga untuk

mempengaruhi orang yang tidak jahat, yaitu warga

masyarakat yang mentaati norma-norma masyarakat.

b. H.L. Packer, menyatakan :

1) Sanksi pidana sangatlah dipelukan : kita tidak dapat hidup,

sekarang maupun dimasa yang akan datang tanpa pidana;

2) Sanksi pidana merupakan alat atau sarana yang terbaik yang

tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi bahaya besar

dan segera serta untuk menghadapi ancaman-ancaman dari

bahaya itu;

3) Sanksi pidana suatu ketika merupakan “penjamin yang utama

atau terbaik” dan suatu ketika merupakan “pengancaman

yang utama” dari kebebasan manusia. Ia merupakan

penjamin apabila digunakan secara hemat-hemat dan

digunakan secara manusiawi. Sebaliknya ia merupakan

pengancaman apabila digunakan secara sembarangan dan

secara paksa.

c. Marc Ancel, menyatakan :

Sistem hukum pidana, tindak pidana, penilaian hakim terhadap si

pelanggar dalam hubungannya dengan hukum secara murni dan

12

Page 13: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

pidana merupakan lembaga-lembaga yang harus tetap

dipertahankan.

d. Muladi, menyatakan :

Hukum pidana dan pidana masih tetap diperlukan sebagai sarana

penanggulangan kejahatan, karena di dalamnya tidak saja

terkandung aspek rehabilitasi dan koreksi, tetapi juga aspek

pengamanan masyarakat terhadap pelaku tindak pidana yang berat.

Kongres PBB ke-5 tahun 1975 di Jenewa membicarakan beberapa

bentuk dan dimensi kejahatan, antara lain :

a. Crime as Business, yaitu bentuk kejahatan yang bertujuan

mendapatkan keuntungan material melalui kegiatan dalam

bidang usaha (bisnis) atau industri, yang pada umumnya

dilakukan secara terorganisir dan dilakukan oleh mereka

yang mempunyai kedudukan terpandang di dalam

masyarakat.

b. Perbuatan kekerasan yang bersifat transnasional dan

internasional yang bisa disebut perbuatan “terorisme”.

c. Kejahatan yang berhubungan dengan perpindahan tempat,

misalnya mengenai pelanggaran paspor dan visa, pelacuran

dan sebagainya. Masalah yang berhubungan dengan

pengungsi, antara lain pengalihan bantuan dan spionase.

Menurut Muladi, “Perkembangan kejahatan ini telah melewati batas-

batas negara dan menunjukkan adanya kerja sama kejahatan yang bersifat

13

Page 14: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

regional dan internasional. Hal ini nampaknya merupakan hasil sampingan

dari perkembangan sarana transportasi dan komunikasi modern”.8

Kejahatan menggunakan sarana teknologi informatika yang biasa

kita sebut cybercrime merupakan perilaku penyimpangan bentuk baru.

Volodymyr Golubev dalam Barda Nawawi Arief menamakannya dengan

istilah the new form of antisocial behaviour.9

Selain itu istilah yang digunakan terhadap kejahatan ini antara lain

Cyber Space/Virtual Space Offender, dimensi baru dari high tech crime,

transnational crime, dan dimensi baru dari kejahatan white collar crime.

Kejahatan cybercrime berbeda dan lain dari kejahatan yang telah ada dan

dikenal sebelumnya sebagaimana kejahatan tiada lain adalah produk

masyarakat itu sendiri (crime is a product of society its self).

Saat ini, beberapa Negara mengkategorikan cybercrime sebagai

kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang

tidak hanya sifatnya lintas batas Negara, tetapi termasuk juga kejahatan

yang dilakukan di suatu Negara, tetapi berakibat fatal bagi Negara lain.

Contoh kejahatan transnasional ini adalah human trafficking,

penyelundupan orang, narkotika, atau teroris internasional. Cybercrime

dapat di kategorikan sebagai kejahatan kejahatan transnasional, karena

tindakannya bisa dilakukan di Negara B, oleh warga Negara A, tetapi

korbannya ada di Negara C. Dalam tatanan teknologi, sifat kegiatan

telematika adalah borderless atau lintas batas negara. Dimensi transnasional

8 Ibid. hal 509 Arief, Barda Nawawi,2006, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indoensia. PT.

Raja Grafindo Persada.hal. 26

14

Page 15: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

yang melekat pada teknologi telematika ini sangat menguntungkan pelaku

kejahatan. Pelaku kejahatan dapat melakukan kejahatannya pada korban di

negara manapun korban berada. Korban kejahatan cybercrime tidak terbatas

pada individu, tetapi juga organisasi atau perusahaan bahkan negara secara

keseluruhan. Keuntungan yang lain bagi pelaku kejahatan cybercrime

adalah perbedaan aturan berkaitan dengan kejahatan telematika ini di setiap

negara. Bahkan masih banyak negara yang belum memiliki hukum yang

mengatur khusus mengenai cybercrime. Hal ini tentu memudahkan pelaku

kejahatan ini bisa dengan leluasa melakukan aktifitasnya tanpa terjerat

hukum. Cybercrime sangat tidak mudah diatasi dengan mengandalkan

hukum positif konvensional karena berbicara mengenai kejahatan tidak

dapat dilepaskan dari lima faktor yang saling kait mengait yaitu pelaku

kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan

dan hukum.

Cybercrime berbeda dari kejahatan tradisional dalam beberapa cara.

Salah satu perbedaan penting adalah bahwa cybercrime tidak mengenal

batas-batas geografis karena internet memberikan kesempatan dengan akses

ke orang-orang, lembaga, dan bisnis di seluruh dunia. Contohnya penipuan.

Biasanya, penipuan melibatkan tatap muka komunikasi dengan korban atau

percakapan panjang melalui telepon untuk mendapatkan kepercayaan target,

namun pada saat ini pelaku kejahatan dapat melakukan kejahatan hanya

dengan mengirimkan pesan melalui email dan SMS (short massage service)

15

Page 16: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

kepada target, ataupun pelaku hanya memerlukan nama jelas dari target

yang kemudian dapat digunakan untuk melakukan penipuan.10

Cybercrime dibedakan menjadi 2 (dua) kategori, yakni cybercrime

dalam pengertian sempit dan dalam pengertian yang luas. Cybercrime

dalam arti yang sempit adalah kejahatan terhadap system computer

sedangkan cybercrime dalam arti yang luas mencakup kejahatan terhadap

system atau jaringan computer dan kejahatan yang menggunakan sarana

computer.11 Cybercrime dalam arti menggunakan computer sebagai alat

untuk melakukan kejahatan adalah mencakup pelanggaran hak cipta,

penggelapan, pelecehan, cyberstalking, cyberbullying, penjualan online

ilegal, resep obat dan obat terlarang, dan perjudian internet.12

Dampak negatif internet yaitu cybercrime telah banyak menyedot

perhatian masyarakat baik nasional, regional bahkan internasional. Ini

pertanda bahwa kejahatan ini serius dan berbahaya bagi masyarakat. Jika di

kaji lebih jauh, makan akan muncul berbagai kekhawatiran, kecemasan dan

warning untuk segera membuat tembok pengaman terhadap penyebaran

cybercrime kepada masayarakat luas.

Kejahatan bersaranakan tekno-informasi, menurut Barda Nawawi

Arief meliputi:13

1) Economic cyber crime,

2) EFT (Electronic Funds Transfer) Crime,

10 Ibid.hal 3.11 Widodo,2009, Sistem Pemidanaan Dalam Cyber Crime, CV. Aswaja Pressindo, Yogyakarta, hal. 2412 Hellen Maras, Marie, 2012, Computer Forensics : Cybercriminals, Laws and Evidence, Jones & Bartlett Learning,USA. hal 4.13 Arief, Barda Nawawi, op.cit, hal 27

16

Page 17: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

3) Cybank Crime, Internet Banking Crime, On-Line Business Crime,

4) Cyber/Electronic Money Laundering,

5) Hitech WCC (white collar crime),

6) Internet fraud (Bank fraud, Credit card fraud, On-line fraud),

7) cyber terrorism,

8) cyber stalking,

9) cyber sex, cyber (child) pornography, cyber defamation, cyber-

criminals, dsb.

Cybercrime dapat dilihat dalam beberapa ruang lingkup yaitu: Pertama

komputer sebagai instrumen untuk melakukan kejahatan tradisional, seperti

digunakan untuk melakukan pencurian, penipuan dan pemalsuan via

internet, disamping kejahatan lainnya seperti pornografi anak, maupun

prostitusi online.

Kedua, komputer dan perangkatnya sebagai objek penyalahgunaan,

dimana data-data didalam komputer yang menjadi objek kejahatan dapat

saja diubah, dimodifikasi, dihapus atau diduplikasi secara tidak sah. Ketiga,

penyalahgunaan yang berkaitan dengan komputer atau data.

Penyalahgunaan artinya jika komputer dan data-data yang terdapat di dalam

komputer digunakan secara ilegal atau tidak sah. Keempat, adalah

unauthorized acquisition, disclosure or use of information and data, yang

berkaitan dengan masalah penyalahgunaan hak akses dengan cara-cara yang

ilegal.

17

Page 18: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

Keempat ruang lingkup yang disebutkan di atas dalam prakteknya akan

selalu menggunakan satu atau beberapa cara kombinasi dari modus operandi

berikut yaitu dengan teknik cracking, menyebarkan worm, virus, logic bomb

dan trojan horse atau hacking.

Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi

yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini dikelompokkan

dalam beberapa bentuk sesuai modus operandi yang ada, antara lain:

1. Unauthorized Access to Computer System and Service.

Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam

suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau

tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang

dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya

dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan

rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukannya hanya karena

merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu

sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin

marak dengan berkembangnya teknologi Internet/intranet.

2. Illegal Contents.

Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke

Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat

dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.

Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang

akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal

18

Page 19: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi

yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk

melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.

3. Data Forgery.

Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-

dokumen penting yang tersimpan sebagai scripless document

melalui Internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-

dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi "salah

ketik" yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku karena

korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu kredit yang

dapat saja disalah gunakan.

4. Cyber Espionage.

Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk

melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan

memasuki sistem jaringan komputer (computer network system)

pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan

bisnis yang dokumen ataupun data pentingnya (data base) tersimpan

dalam suatu sistem yang computerized (tersambung dalam jaringan

komputer).

19

Page 20: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

5. Cyber Sabotage and Extortion.

Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau

penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem

jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Biasanya

kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb,

virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data,

program komputer atau system jaringan komputer tidak dapat

digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan

sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.

6. Offense against Intellectual Property.

Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang

dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh, peniruan tampilan

pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran

suatu informasi di Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang

orang lain, dan sebagainya.

7. Infringements of Privacy.

Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi

seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan

secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka

dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti

nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit

tersembunyi dan sebagainya.

20

Page 21: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

Cybercrime melibatkan penggunaan internet, komputer, dan teknologi

yang terkait dalam tindak kejahatan. Ini termasuk kejahatan teknologi

tertentu yang tidak akan mungkin dilakukan tanpa menggunakan teknologi

komputer serta kejahatan tradisional yang dilakukan dengan bantuan

komputer.14

Pelaku cybercrime menggunakan sarana komputer untuk melakukan

aksinya didunia maya. Institut Komputer Indonesia mendefinisikan

komputer sebagai berikut: “Suatu rangkaian peralatan-peralatan dan fasilitas

yang bekerja secara elektronis, bekerja dibawah kontrol suatu operating

system, melaksanakan pekerjaan berdasarkan rangkaian instruksi-instruksi

yang disebut program serta mempunyai internal storage yang digunakan

untuk menyimpan operating system, program dan data yang diolah.”

Operating system berfungsi untuk mengatur dan mengkontrol

sumber daya yang ada, baik dari hardware berupa komputer, Central

Processing Unit (CPU) dan memory/storage serta software komputer yang

berupa program-program komputer yang dibuat oleh programmer. Jenis-

jenis Operating System antara lain PC-DOS (Personal Computer Disk

Operating System), MS-DOS (Microsoft Disk Operating System), Unix,

Microsoft Windows, dan lain-lain.

Untuk melakukan suatu tindak pidana telematika yang lebih luas,

maka pelaku cybercrime memerlukan internet untuk menghubungkan

komputer yang satu dengan komputer yang lain, baik dalam satu wilayah

negara, maupun lintas Negara. Internet adalah jaringan luas dari komputer

14 Hellen Maras, Marie, 2012, op.cit, hal. 2

21

Page 22: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

yang lazim disebut dengan Worldwide network. Internet merupakan jaringan

komputer yang terhubung satu sama lain melalui media komunikasi, seperti

kabel telepon, serat optik, satelit ataupun gelombang frekuensi. Jaringan

komputer ini dapat berukuran kecil seperti Lokal Area Network (LAN) yang

biasa dipakai secara intern di kantor-kantor, bank atau perusahaan atau biasa

disebut dengan intranet, dapat juga berukuran superbesar seperti internet.

1.5.2. Teori Penegakan Hukum

Untuk menganalisis mengenai Pengaturan dan penegakan hukum

terhadap cybercrime dalam anatomi kejahatan transnasional maka

digunakan teori penegakan hukum. Secara konsepsional, inti dari penegakan

hukum menurut Soerjono Soekanto terletak pada kegiatan menyerasikan

hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap

serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan

hidup.15 Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan

perundang-undangan namun juga sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan

hakim.16

Soerjono Soekanto mengemukakan ada 5 faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum yaitu:

15 Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 6,16 Ibid. hal 7.

22

Page 23: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

1) Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi

pada undang-undang saja.

2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum.

3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan.

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa

yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.17

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur

daripada efektivitas penegakan hukum.18 Efektivitas perundang-undangan

tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1) Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan,

2) Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

3) Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan

di dalam masyarakatnya.

4) Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang

tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan

instan (sesaat), yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai

17 Ibid. hal 8.18 Ibid. hal 9.

23

Page 24: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

sweep legislation (undang-undang sapu), yang memiliki kualitas

buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.19

1.6. METODE PENELITIAN

1.6.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang ditujukan

terhadap sistematika hukum,20 khususnya mengenai peristiwa hukum berupa

perilaku atau sikap tindak dalam hukum yang digolongkan sebagai

perbuatan pidana (strafbaarfeit) yang dikenal dengan cybercrime. Penelitian

hukum normative atau kepustakaan tersebut menyangkut :21

Penelitian terhadap asas-asas hukum.

1) Penelitian terhadap sistematik hukum.

2) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan horizontal.

3) Perbandingan hukum.

4) Sejarah hukum.

5) Bahan-bahan non hukum.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu ditujukan untuk

memecahkan masalah cybercrime yang merupakan masalah aktual.

Penelitian ini akan menggambarkan bentuk-bentuk cybercrime dan modus

operandinya, selanjutnya bentuk-bentuk cybercrime tersebut dianalisa untuk

19 Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (JudicialPrudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.204,20

Soekanto, Soerjono, 1986, “Pengantar Penelitian Hukum”, cetakan ketiga, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, hal: 5121 Ibid.

24

Page 25: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

dikualifikasikan dan sedapat mungkin dicari pengaturannya di dalam sistem

perundang-undangan Indonesia.

1.6.2. Jenis Pendekatan

Pendekatan terhadap permasalahan dalam penelitian ini dilakukan

dengan 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan analisis konsep hukum

(analytical and conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan

(statute approach).

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Didalam jenis penelitian hukum yang bersifat normatif, kualifikasi

bahan hukum yang lazim dipergunakan adalah :

1. Bahan Hukum Primer.

a. Pancasila

b. Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

1945 Amandemen keempat.

c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

d. Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik.

2. Bahan Hukum Sekunder

Sumber Bahan Hukum Sekunder bermanfaat sebagai ; a) sebagai sumber

materiil; b) untuk meningkatkan mutu interpretasi atas hukum positif yang

berlaku; dan c) untuk mengembangkan hukum sebagai suatu system

25

Page 26: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

normative yang komperhensif dan tuntas, baik dalam maknanya yang

formal maupun dalam maknanya yang materiil.22 Bahan Hukum Sekunder

dapat berupa:

a. Rancangan peraturan perundang-undangan.

b. Hasil karya ilmiah para pakar hukum, dan

c. Hasil penelitan

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier berupa kamus, ensiklopedia, buku saku, serta

bahan-bahan yang memberikan informasi mengenai bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Adapun teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini

menggunakan metode gabungan antara metode bola salju (snowball

method) dengan metode sistematis (systematic method), metode bola salju

dimaksud dilakukan dengan cara penelusuran bahan acuan yang

dipergunakan dalam buku-buku atau hasil penelitian yang berkaitan erat

dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Sedangkan metode

sistematis (systematic method) dimaksudkan adalah dengan

mempergunakan sarana bantuan berupa kartu-kartu catatan sebagai cara

22 Burhan Ashofa,2001, Metode Penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, hal. 42

26

Page 27: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

untuk lebih mempermudah penelusuran bahan hukum yag diperlukan dalam

penelitian ini.23

1.6.5. Teknik Analisis

Sesuai dengan sifat penelitian hukum normatif, maka dalam

penelitian ini yang dianalisa bukanlah data, tetapi bahan hukum yang

diperoleh lewat penelusuran metode sebagaimana disebutkan diatas,

Analisis bahan hukum yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini akan

dilakukan secara analisa deskriptif, evaluatif, interpretatif, dan argumentatif.

a. Analisa Deskriptif, yaitu uraian-uraian yang ditulis apa adanya

terhadap suatu kondisi atau posisi hukum atau non hukum.

b. Analisa Evaluatif, yaitu melakukan penelitian terhadap suatu

pandangan, pernyataan rumusan norma, dan bahan hukum primer

maupun sekunder.

c. Analisa Interpretatif, analisa ini dilakukan karena terdapat norma

yang kabur dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan penelitian ini.

d. Analisa Argumentatif, yaitu penilaian yang didasarkan pada alasan-

alasan yang bersifat penalaran hukum.

23 Ibid.

27

Page 28: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-buku:

Ali,Achmad, 2009, “Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori

Peradilan (JudicialPrudence) Termasuk Interpretasi

Undang-undang (Legisprudence)”, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 1991, “Kebijakan sanksi Pidana dalam

Menanggulangi Kejahatan”, Fakultas Hukum Undip

Semarang.

___________, 2006, “Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian

Cyber Crime di Indoensia”. PT. Raja Grafindo Persada.

Burhan, Ashofa, 2001, “Metode Penelitian Hukum”, PT. Rineka Cipta.

Hellen Maras, Marie, 2012, “Computer Forensics : Cybercriminals, Laws and Evidence”, Jones & Bartlett Learning,USA.

Karnasudirja, Edy Junaedi, 1993, “Jurisprudensi Kejahatan Komputer”, Tanjung Agung, Jakarta.

Kementerian Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia,2012, “101 Tanya Jawab Seputar UU ITE”,Jakarta.

Mugiyati, & Ninuk Arifah, 2009, “Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi”, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan hak Asasi Manusia RI, Jakarta.

Power Richard, 2000, “CSI/FBI Computer Crime and Security Survey”, Computer Security Issues and Trends 6.

Sitompul, Asril, 2004, “Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace”, Citra Aditya Bakti, Bandung.

28

Page 29: Tesis Penanggulangan Cybercrime (belum final)

Soekanto, Soerjono, 1986, “Pengantar Penelitian Hukum”, cetakan ketiga, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

____________, 2004, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Widodo , 2009, “Sistem Pemidanaan Dalam Cyber Crime”, CV. Aswaja Pressindo, Yogyakarta.

2. Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Internet

29