90
1 Analisis Pengaruh Rotasi Pekerjaan, Kompetensi Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Intrinsik Sebagai Variabel Moderating (Studi Pada Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang) Tesis Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna Memperoleh derajat sarjana S-2 Magister Manajemen Program Studi Magister Manajemen Universitas Islam Sultan Agung Oleh : Nur Khamilatusy Sholekhah NIM. MM15511660

Tesis Proposal Edit 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ggg

Citation preview

Page 1: Tesis Proposal Edit 2

1

Analisis Pengaruh Rotasi Pekerjaan, Kompetensi Dan Kecerdasan Emosional Terhadap

Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Intrinsik Sebagai Variabel Moderating

(Studi Pada Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang)

Tesis

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna

Memperoleh derajat sarjana S-2 Magister Manajemen

Program Studi Magister Manajemen Universitas Islam Sultan Agung

Oleh :

Nur Khamilatusy Sholekhah

NIM. MM15511660

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015

Page 2: Tesis Proposal Edit 2

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 5

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................................... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 9

2.1 Landasan Teori ................................................................................. 9

2.1.1 Rotasi Pekerjaan ...................................................................... 9

2.1.2 Kecerdasan Emosional ............................................................ 12

2.1.3 motivasi intrinsik ......................................................................... 16

2.1.4 Kinerja Karyawan .................................................................... 21

2.2 Hubungan Antar Variabel ................................................................. 22

2.2.1 Rotasi Pekerjaan dan motivasi intrinsik ....................................... 22

2.2.2 Kecerdasan Emosional dan motivasi intrinsik ............................. 24

2.2.3 motivasi intrinsik dan Kinerja Karyawan ..................................... 25

2.2.4 Rotasi Pekerjaan dan Kinerja Karyawan .................................. 27

2.2.5 Kecerdasan Emosional dan Kinerja Karyawan ........................ 28

2.3 Penelitian Terdahuu ........................................................................... 30

2.4 Kerangka Pikir dan Hipotesis ............................................................ 30

2.5 Hipotesis ............................................................................................ 31

2.6 Definisi Operasional dan Indikator Variabel Penelitian .................... 31

Page 3: Tesis Proposal Edit 2

3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................................. 36

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................ 36

3.2 Populasi Penelitian .................................................................................. 36

3.3 Jenis Sumber dan Jenis Data ................................................................... 37

3.4 Metode Analisis Data .............................................................................. 37

3.5 Pengujian Instrumen Penelitian ............................................................... 37

3.6 Teknik Analisis Data ............................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 42

Page 4: Tesis Proposal Edit 2

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Indikator Variabel Rotasi Pekerjaan .......................................................... 32

Gambar 2.2 Model dari Variabel Kecerdasan Emosional ............................................. 33

Gambar 2.3 Indikator motivasi intrinsik ...........................................................................

34

Gambar 2.4 Model dari Variabel Kinerja Karyawan .................................................... 35

Page 5: Tesis Proposal Edit 2

5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisasi yang baik, akan tumbuh dan berkembang dengan menitikberatkan pada

sumber daya manusia untuk menjalankan fungsinya dengan optimal, khususnya dalam

menghadapi dinamika perubahan lingkungan yang terjadi. Adanya kemampuan teknis,

teoritis, konseptual dan moral dari para pelaku organisasi atau perusahaan di semua

tingkat pekerjaan sangat dibutuhkan. Pihak perusahaan harus mampu menyiapkan sumber

daya manusia yang dimilikiny untuk dapat mengikuti perkembanan teknologi sesuai

dengan keinginan yang dibutuhkan perusahaan. Sumber daya manusia memegang

peranan penting dan potrensial bagi keberhasilan suatu perusahaan karena sumber daya

manusia merupakan penentu kegiatan perusahaan baik perencanaan, pengorganisasian,

serta pengambilan keputusan.

Karyawan yang memiliki kinerja baik akan sangat mendukung kelancaran

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Karyawan dapat

berkinerja bagus apabila memiliki motivasi yang tinggi sehingga dapat melaksanakan

pekerjaan dengan lebih baik, dibandingkan dengan karyawan yang tidak memiliki

motivasi dalam bekerja. Dalam rangka meningkatkan kinerja dari pegawainya,

perusahaan perlu memberi perhatian pada kepentingan pegawai yang memiliki berbagai

macam kebutuhan. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang akan

mempengaruhi motivasi intrinsik yang ada pada setiap individu untuk melakukan segala

sesuatu yang lebih baik dari lainnya di dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan.

Berbagai masalah mengenai kinerja merupakan permasalahan yang selalu dihadapi

oleh perusahaan. Kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang

sempurna tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan

dalam membina hubungan dengan orang lain.

Page 6: Tesis Proposal Edit 2

6

Oleh karena eratnya keterkaitan antara motivasi dan kinerja, perusahaan akan

menempuh berbagai cara supaya dapat meningkatkan kinerja karyawannya, misalnya

dengan memberikan motivasi kepada karyawan tersebut. Salah satu cara untuk

meningkatkan motivasi intrinsik karyawan adalah dengan melakukan rotasi pekerjaan dan

meningkatkan kecerdasan emosional karyawan.

Rotasi pekerjaan merupakan salah satu program pengembangan yang dilakukan

oleh perusahaan dengan tujuan untuk meningkatan kemampuan kinerja karyawan. Suatu

pekerjaan yang bersifat rutin dan hanya mengerjakan satu hal yang sama dalam waktu

yang lama tentunya dapat menimbulkan kebosanan atau kejenuhan dimana semangat

kerja dan kegairahan kerja akan menurun. Namun yang terjadi dilapangan ditemukan

banyak keluhan karyawan mengenai rotasi kerja, antara lain mengenai rentang waktu

rotasi kerja, rotasi yang kurang menyeluruh, tuntutan keberagaman keterampilan serta

kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kerja baru. Rotasi kerja mempunyai dampak

mampu memebrikan kontribusi terhadap kepuasan kerja dan peningkatan kinerja pegawai

rumah sakit (Kristin, 2010) serta menghilangkan kebosanan dari pekerjaan yang selama

ini mereka jalani (Budi Santosa, 2012). Sedangkan menurut Mansur (2009) rotasi kerja

bukan tanpa cacar, karena biaya pelatihan akan meningkat, produktivitas akan menurun

karena memindahkan karyawan pada posisi baru, adanya penyesuaian diri lagi karena

adanya karyawan baru dalam sebuah kelompok.

Konsep kompetensi berawal dari artikel David McClelland yang mengegerkan,

“Testing for competence rather than intelligence”. Artikel tersebut meluncurkan gerakan

kompetensi dalam psikologi industrial. David McClelland menyimpulkan, berdasarkan

hasil penelitian, bahwa tes kecakapan akademis tradisional dan pengetahuan isi, serta

nilai dan ijazah sekolah; (1) tidak dapat memprediksi keberhasilan di

pekerjaan/kehidupan, (2) biasanya bias terhadap masyarakat yang sosial ekonomi rendah.

Kesimpulan ini membuat David Mc Clelland bertanya-tanya, apabila bukan kecerdasan,

apa yang dapat memprediksi keberhasilan pekerjaan/kehidupan, maka ia mulai mencari

metode penelitian untuk mengindentifikasi variabel kompetensi yang bisa memprediksi

kinerja karyawan dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ekonomi, sosial atau

ras. David Mc Clelland menggunakan sampel kriteria (criterion sample), sebuah metode

Page 7: Tesis Proposal Edit 2

7

yang membandingkan antara orang sukses dengan orang yang kurang sukses dengan

tujuan untuk mengidentifikasi karakteristik yang berkaitan dengan kesuksesan.

Karakteristik-karakteristik atau kompetensi-kompetensi ini, ketika muncul dan

dipertunjukkan secara konsisten, mengarah pada kesuksesan hasil kerja. Hal ini pula yang

menyebabkan beragamnya definisi kompetensi.

Pada saat ini kecerdasan emosional merupakan salah satu topik menarik yang

banyak dibicarakan. Kecerdasan emosional dapat memungkinkan seseorang untuk

berpikir kreatif, berwawasan jauh serta dapat mempengaruhi orang untuk dapat bekerja

sendiri dan bekerja bersama dalam satu tim. Kecerdasan emosional memainkan peranan

penting bagi seseorang untuk dapat menerapkan pengetahuan yang ia miliki. Dengan

kecerdasan emosional akan mampu menjadikan tambahan input bagi manusia sebagai

makhluk yang lengkap dalam berperilaku dan bersoisalisasi dalam lingkungan khususnya

lingkungan kerjanya. Penelitian yang dilakukan Higgs dan Malcolm (2004), Cote dan

Miners (2006) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kecerdasan

emosional dan kinerja karyawan. Meskipun pada penelitian yang dilakukan oleh Austin

(2004), Petrides, Frederickson dan Furnhman (2004) menunjukkan tidak ada hasil atau

hasil yang tidak konsisten mengenai pengaruh antara kecerdasan emosional dengan

kinerja.

Rumah Sakit Sultan Agung Semarang adalah merupakan pelaksana tehnis di

bawah Yayasan Wakaf Sultan Agung di bidang pelayanan kesehatan dan juga merupakan

Rumah Sakit Tipe B Pendidikan. Sesuai dengan Visi menjadi Rumah Sakit Islam

terkemuka dalam pelayanan kesehatan yang selamat, menyelamatkan dan menjadi

pelayanan pendidikan. Oleh karena itu Rumah Sakit Sultan agung berupaya memberikan

pelayanan yang terbaik dengan terus meningkatkan dan memperbaiki terhadap kualitas

pelayanan keperawatan.

Hasil observasi yang dilakukan di salah satu ruangan rawat inap Rumah Sakit

Sultan Agung Semarang terlihat masih ada berkas rekap medis asuhan keperawatan yang

tidak lengkap. Format pengkajian masih di dapatkan beberapa data penting yang tidak

didokumentasikan, pada bagian pengisian diagnosa keperawatan cenderung hanya

mencantumkan satu diagnosa, dan cacatan tindakan keperawatan belum

Page 8: Tesis Proposal Edit 2

8

didokumentasikan sesuai standar. Kepala ruangan menyatakan sebagian besar

dokumentasi asuhan keperawatan dilengkapi setelah pasien pulang. Bagian keperawatan

seringkali dihadapkan dengan permasalahan kinerja perawat tentang pemberian asuhan

keperawatan yang belum optimal hal ini masih dikeluhkan oleh pasien, keluarga, dan

profesi lain yang bekerja di rumah sakit.

Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung sendiri rotasi dilakukan pada perawat dengan

masa kerja lebih dari 2 tahun dan dilakukan setiap 2 tahun sekali sedangkan pada perawat

baru kurang dari 2 tahun dilakukan setiap 6 bulan sekali. Rotasi bagi perawat dengan

masa kerja lebih dari 2 tahun dilakukan atas dasar : permintaan yang bersangkutan

dengan alasan yang dapat diterima atau disetujui, adanya program pengembangan Rumah

Sakit, adanya kepentingan Rumah Sakit yang lebih luas dan dalam rangka pembinaan.

Dasar dari semua itu adalah menempatkan posisi seseorang ke posisi pekerjaan yang

tepat karena merupakan salah satu kunci meraih prestasi kerja yang optimal dari setiap

karyawan, baik kreatifitas dan prakarsanya akan berkembang (Hasibuan, 2007).

Tabel 1.1

Research Gap Hasil Penelitian

No Permasalahan (Pengaruh antar variabel)

Riset Gap Penulis Metode Penelitian

1. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja

A. Positif significant

B. Negatif significant

A. Higgs and Malcolm (2004)

B. Petrides, Frederickson and Furnhman (2004)

Regression

Regression

2. Pengaruh rotasi kerja terhadap kinerja

A. Positif significant

B. Negatif significant

A. Kristin (2010), Budi Santoso (2012)

B. Mansur (2009)

Regression

Regression

3. Pengaruh rotasi kerja terhadap motivasi intrinsik

A. Positif significant

B. Negative significant

A. Cosgel dan Miceli (1999)

B. Erikson dan Ortega (2001)

Regression

Regression

Page 9: Tesis Proposal Edit 2

9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan tersebut, maka masalah

yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Adanya research gap dari penelitian terdahulu mengenai pengaruh antara kecerdasan

emosional terhadap kinerja yang ditunjukkan dalam penelitian Higgs dan Malcolm

(2004), Petrides, Frederickson dan Furnhman (2004). Rotasi kerja terhadap kinerja yang

ditunjukkan dalam penelitian Kristin (2010), Budi Santoso (2012) dan Mansur (2009).

Peningkatan motivasi dan kinerja perawat perlu dilakukan untuk mengoptimalkan

hasil kerja, dimana motivasi dan kinerja juga ditentukan oleh kemampuan mengelola

intektual diri dalam mengontrol emosi dalam berinteraksi dengan orang lain. Serta

pelaksanaan rotasi dianggap dapat mempermudah pelaksanaan kerja, karena karyawan

dari satu bagian dapat ditempatkan ke bagian lain yang membutuhkan tenaga kerja.

Meskipun rotasi pekerjaan sudah lama dilakukan, dampak positif dari pelaksanaan rotasi

tersebut belum pernah diujikan dan dianalisis pengaruhnya terhadap motivasi dan kinerja

karyawan. Dari penjelasan tersebut, aka ada beberapa pertanyaan penelitian yang kami

ajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh rotasi pekerjaan terhadap kinerja karyawan dengan motivasi

intrinsik sebagai variabel intervening?

2. Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan dengan

motivasi intrinsik sebagai variabel intervening?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

a. Menganalisis pengaruh rotasi pekerjaan terhadap inerja karyawan dengan

motivasi intrinsik sebagai variabel intervening

Page 10: Tesis Proposal Edit 2

10

b. Menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan

dengan motivasi intrinsik sebagai variabel intervening

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi Rumah Sakit sebagai rekomendasi

dan referensi dalam pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Rumah Sakit

dalam proses seleksi, pengembangan, penilaian dan evaluasi karyawan. Secara teoritis,

manfaat penelitian yaitu sebagai tambahan referensi untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan khususnya bidang manajemen sumber daya manusia. Manfaat praktis, yaitu

memberikan informasi kepada manajer Rumah Sakit.

Page 11: Tesis Proposal Edit 2

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Rotasi Kerja

Desain kerja, yang juga disebut dengan desain ulang kerja, merujuk pada suatu

kegiatan atau aktivitas yang meliputi pengubahan pekerjaan tertentu atau sistem kerja

yang saling bergantung satu sama lain, dengan maksud untuk meningkatkan kualitas

pengalaman kerja karyawan dan produktivitas mereka dalam melaksanakan pekerjaan.

Perusahaan dapat melaksanakan berbagai metode desain kerja, dimana semuanya

difokuskan untuk meningkatkan kepuasan dan kinerja. Beberapa metode yang diperlukan

untuk mencapai tujuan tersebut adalah perluasan kerja, rotasi kerja dan pengayaan kerja

(Maxwell, 2008 dalam Setiawan, 2011).

Rotasi pekerjaan merupakan proses memindahkan individu secara periodik dari

satu peran kerja ke peran kerja yang lain, yang telah dikenal sebagai teknik untuk

memaksimalkan efisiensi dan efektifitas organisasi (Gannon and Brainin, 1986 dalam

Setiawan, 2011). Rotasi pekerjaan adalah perpindahan karyawan secara lateral antar

beberapa pekerjaan dalam suatu organisasi.. Karyawan yang dirotasi biasanya tidak

berada pada suatu posisi kerja yang tetap akan tetapi biasanya juga tidak kembali

menempati posisi kerjanya semula (Campion et al, 1994 dalam Setiawan, 2011). Rotasi

umumnya dilakukan selama beberapa periode waktu tertentu, setlah perekrutan karyawan

yang betujuan untuk orientasi dan penempatan posisi kerja yang tepat (Campion et al,

1994 dalam Setiawan, 2011).

Perusahaan atau suatu instansi dalam mengurangi atau menghilangkan kejenuhan

dan kebosanan para karyawan dalam pekerjaan sering melakukan rotasi kerja kepada para

karyawan yang bertujuan seperti dinyatakan oleh Kaymaz (2010) akan mengurangi

kebosanan, mempersiapkan karyawan untuk sistem manajemen yang lebih baik,

meningkatkan produktivitas dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.

Page 12: Tesis Proposal Edit 2

12

Rotasi kerja bisa berdampak secara positif dan negatif. Rotasi mempunyai dampak

mampu memberikan kontribusi terhadap kepuasan kerja dan peningkatan kinerja pegawai

Rumah Sakit (Kristin, 2010 dalam Pracoyo dkk, 2013) serta menghilangkan kebosanan

dari pekerjaan yang selama ini mereka jalani (Budi Santosa, 2012 dalam Pracoyo dkk,

2013). Sedangkan sisi negatifnya menurut Mansur (2009) rotasi kerja nukan tanpa cacat,

karena biaya pelatihan akan meningkat, produktivitas akan menurun karena

memindahkan karyawan pada posisi baru, adanya penyesuaian diri lagi karena adanya

karyawan baru dalam sebuah kelompok.

Rotasi kerja dapat dilakukan oleh instansi secara teratur tujuannya agar dapat

meningkatkan kinerja perawat. Rotasi kerja merupakan bagian dari manajemen kinerja

yaitu suatu cara untuk mendapatkan diri lagi karena adanya karyawan baru dalam sebuah

kelompok.

Rotasi kerja dapat dilakukan oleh instansi secara teratur tujuannya agar dapat

meningkatkan kinerja perawat. Rotasi kerja merupakan bagian dari manajemen kinerja

yaitu suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan

individu dengan memahami dan mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah

direncanakan, standar dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan (Surya, 2013

dalam Pracoyo dkk, 2013).

Sebagai bagian dari alat yang digunakan dalam pelatihan dan pengembangan

karyawan, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan di dalam menerapkan rotasi

kerja pada perusahaan atau organisasi, meliputi :

1. Adanya pengaturan rotasi kerja secara proaktif sebagai komponen dalam pelaksanaan

pelatihan dan sistem pengembangan karyawan.

2. Pelaksanaan rotasi kerja ini memberikan gambaran yang jelas mengenai jenis

keterampilan yang akan ditingkatkan dengan adanya penempatan karyawan selama

proses rotasi kerja dilakukan.

3. Rotasi kerja dilaksanakan untuk karyawan yang memiliki kebutuhan karir dan dapat

juga diterapkan pada karyawan yang baru saja mulai bekerja dalam perusahaan.

Beberapa organisasi memiliki kecenderungan untuk merotasi karyawan lebih cepat

Page 13: Tesis Proposal Edit 2

13

pada saat awal karirnya dan melambat saat karyawan sudah berada pada tahap

jenjang karir akhir. Rotasi pekerjaan merupakan cara yang efektif untuk mencegah

kebutuhan karir dengan mendorong karyawan untuk melakukan pekerjaannya

dengan lebih baik.

4. Rotasi kerja dilakukan sebagai sarana untuk pengembangan karir dengan tidak

adanya keharusan bagi karyawan tersebut untuk memperoleh promosi.

5. Pemberian perhatian khusus mengenai rencana pelaksanaan rotasi pekerjaan untuk

karyawan wanita dan minoritas.

6. Rotasi kerja dilakanakan dengan memindahkan karyawan ke bagian atau divisi yang

membantu proses perencanaan pengembangan karir, sehingga karyawan mengetahui

hal-hal yang harus dikembangkan berhubungan dengan tugas yang dilaksanakannya

dalam setiap pekerjaan. Laju rotasi kerja harus diatur berdasarkan waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan dari pekerjaan dan waktu yang dibutuhkan bagi

karyawan untuk dapat memperoleh manfaat adanya pengembangan dari pekerjaan

yang dilaksanakannya (Cheraskin and Campoin, 1996 dalam Pracoyo, 2013).

Menurut Robbins & Judge (2008) kelebihan dari rotasi pekerjaan adalah mampu

mengurangi rasa bosan, meningkatkan motivasi melalui pembuatan variasi untuk

aktivitas-aktivitas karyawan, dan membantukaryawan memahami dengan lebih baik

bagaimana pekerjaan mereka memberikan kontribusi terhadap organisasi. Selain itu,

adanya rotasi ini dapat memberikan manfaat tidak langsung untuk organisasi sendiri.

Adapun menfaat yang dapat diperoleh seperti adanya peningkatan keterampilan karyawan

sehingga memberi manajemen lebih banyak fleksibilitas dalam merrencanakan pekerjaan,

menyesuaikan diri dengan perubahan dan mengisi lowongan-lowongan. Di samping

kelebihan-kelebihan yang telah dipaparkan di atas, rotasi pekerjaan ini juga mempunyai

kekurangan. Biaya pelatihan dapat meningkat dan produktivitas berkurang dengan

adanya pemindahan seorang pekerja ke posisi baru ketika efisiensi di pekerjaan yang

sebelumnya menghasilkan penghematan organisasional. Rotasi pekerjaan juga

meningkatkan gangguan karena anggota-anggota kelompok kerja harus menyesuaikan

diri dengan karyawan baru.

Page 14: Tesis Proposal Edit 2

14

Rotasi pekerjaan dapat memperluas pengalaman karyawan dalam bekerja.

Semakin sering karyawan dipindahkan tempat kerjanya, semakin banyak pengalaman

yang diperolehnya. Keuntungan lain yang dapat diperoleh adalah perusahaan dapat

mempelajari karyawan dengan menilai kinerja dari pekerjaan yang dilakukannya. Selain

itu, rotasi ini dapat memotivasi karyawan khususnya yang lelah dalam menjalankan

rutinitas tugas yang sama (Erikson & Ortega, 2001 dalam Setiawan, 2011). Menurut

Campion et al (1994) dalam Setiawan (2011) rotasi pekerjaan dapat eningkatkan

keterampilan dan pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya,

karyawan dapat menerima 17 sampai 19 pengetahuan dan keterampilan bisnis. Rotasi

pekerjaan ini dapat meningkatkan kepuasan dan motivasi karyawan karena adanya

manfaat berupa pengembangan aktivitas dan promosi yang mungkin diperoleh oleh

karyawan.

Adanya rotasi pekerjaan memungkinkan karyawan untuk mencakup berbagai

aspek bisnis dalam waktu singkat. Selanjutnya memungkinkan terjadinya akulturasi

karyawan ke dalam budaya dan bisnis organisasi. Metode ini membantu karyawan untuk

mempelajari berbagai aspek tentang bisnis dan memungkinkan karyawan baru untuk

berkenalan dengan lebih banyak orang di dalam organisasi. Beberapa manfaat yang dapat

diperoleh dari rotasi pekerjaan ini adalah meningkatkan motivasi intrinsik

karyawan,meningkatkan produktivitas, fleksibilitas, pengalaman kerja dan meningkatkan

kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi selama bekerja (Maxwell,

2008 dalam Setiawan, 2011).

2.1.2 Kecerdasan Emosional

Konsep kecerdasan emosional pertama kali berasal dari konsep kecerdasan sosial

yang dikembangkan pada tahun 1920 oleh Thordike pada tahun 1920 dengan membagi 3

bidang kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan

memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkret seperti kemampuan

memahami dan memanipulasi objek dan kecerdasan sosial seperti kemampuan

berpengaruh dengan orang lain. Sedangkan untuk teori tentang kecerdasan emosi

Page 15: Tesis Proposal Edit 2

15

dikembangkan pertama kali pada tahun 1970-an dan 80-an dengan karya dan tulisan-

tulisan dari psikolog Howard Gardner (Harvard).

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi secara

efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain

secara positif. Menurut Peter Salovey & John Maye (1999) dalam Jachja (2012)

kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan emosi dengan baik, menerima

dan adanya pengatahuan emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi.

Kecerdasan emosional merupakan seperangkat keterampilan, sikap, kemampuan dan

kompetensi yang membedakan perilaku, reaksi, pikiran, peniruan dan gaya komunikasi

seseorang (Dhingra et al, 2005 dalam Jachja, 2012).

Kecerdasan emosional jugadiartikan oleh beberapa pakar antara lain menurut

Goleman (1999) dalam Jachja (2012) yang megatakan bahwa kecerdasan emosi adalah

kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan

memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri

dan dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf

(1998( dalam Jachja (2012) kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami

dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,

informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Sedangkan menurut Salovey dan

Mayer (1999) dalam Jachja (2012) bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan

memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta mengunakan

perasaan sendiri dan orang lain kemudian mengunakan perasaan-perasaan itu untuk

memadu pikiran dan tindakan. Menurut Ginanjar (2003) dalam Jachja (2012)

menyebutkan tentang kecerdasan emosional sebagai sebuah kemampuan untuk

mendengarkan bisikan emosi dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting

untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan. Dan menurut

Silalahi (2005) dalam Jachja (2012) kecerdasan emosional sebagai kemampuan seseorang

mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun

menyakitkan. Dari beberapa pengertian diatas dapat diartikan bahwa kecerdasan emosi

adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengelola emosi dan perasaannya secara tepat

dan efektif untuk berhubungan atau bekerjasama dengan orang lain, untuk mencapai

Page 16: Tesis Proposal Edit 2

16

suatu tujuan. Seseorang yang EQ nya rendah biasanya dirincikan pertama, jika bicara

cenderung menyakitkan dan menyalahkan pihak lain sehingga persoalan pokok bergeser

oleh petengkaran ego pribadi, dan kemudian persoalan tidak selesai bahkan bertambah.

Kedua, rendahnya motivasi intrinsik anak buah untuk meraih prestasi karena tidak

mendapat dorongan dan apresiasi dari atasan. Menurut Silalahi (2005) dalam Jachja

(2012) kecerdasan intelektual bukan faktor dominan dalam keberhasilan seseorang

terutama dalam dunia bisnis maupun sosial. Banyak sarjana yang cerdas dan saat kuliah

selalu bintang kelas, namun ketika masuk dunia kerja menjadi anak buah teman

sekelasnya yang prestasi akademisnya pas-pasan. EQ tinggi akan membantu seseorang

dalam membangun relasi sosial dalam lingkungan keluarga, kantor, bisnis maupun sosial.

Emotional Quotient mempunyai kerangka kerja yang berfungsi untuk mengukur

EQ seseorang atau diri kita sendiri dalam kehidupan kita sehari-hari. Goleman (1999)

dalam Jachja (2012) merancang kerangka kerja EQ yang terdiri dari lima unsur, yaitu :

(a) kesadaran diri, terdiri dari : kesadaran emosi, penilaian secara teliti dan percaya diri,

(b) pengaturan diri, terdiri dari : pengendalian diri, dapat dipercaya, adaptif dan inovatif,

(c) motivasi, terdiri dari : dorongan prestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme, (d)

empati, terdiri dari : memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang

lain, mengatasi keragaman dan kesadaran politis, (e) keterampilan sosial, terdiri dari :

pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik,

pengikat jaringan kolaborasi dan kooperasi serta kerjasama tim. Emotional Intelligence

(EQ) atau kecerdasan emosional seseorang dapat dikembangkan lebih baik, lebih

menantang dan lebih prospek dibanding IQ.

Kecerdasan emosi dapat diukur dari beberapa aspek yang ada, Goleman (2001)

dalam Jachja (2012) mengemukakan ada 5 aktivitas utama dalam kecerdasan eosi, yaitu

a. Self Awareness yaitu kemampuan seseorang mengatahui perasaan dalam dirinya dan

efeknya serta menggunakannya untuk membuat keputusan . Bagi diri sendiri hal ini

akan memiliki tolak ukur yang realistis dan mempunyai kepercayaan diri yang kuat

tanpa harus melanggar norma dan etika yang ada.

Page 17: Tesis Proposal Edit 2

17

b. Self Management adalah kemampuan menangani emosinya sendiri, mengekspresikan

serta mengendalikan emosi dan yang utama adalah memilki kepekaan terhadap kata

hati untuk digunakan dalam hubungan dan tindakan sehari-hari

c. Motivation yaitu kemampuan menggunakan hasrat untuk setiap saat dapat

membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai kemajuan yang lebih baik

serta mampu mengambil inisiatif, bertindak efektif, mampu bertahan menghadapi

kegagalan dan menghindari frustasi.

d. Empati (Social Awareness) adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain dan

mampu memahami perspektif serta menimbulkan hubungan saling percaya,

meyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu

e. Relationship Management merupakan kemampuan menangani emosi dengan baik

ketika berhubungan dengan orang lain dan mampu menciptakan serta

mempertahankan hubungan dengan orang lain, bisa memimpin, bermusyawarah,

menyelesaikan perselisihan dan bekerja sama dalam tim. Sehingga kecerdasan emosi

merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mengelola

diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain secara positif.

Paradigma yang membahas mengenai kecerdasan emosional dengan berbagai

model pengukurannya sering digunakan serta menjadi acuan dalam penelitian mengenai

kecerdasan emosional yang dikembangkan oleh Mayer dan Solovey (1997) dengan

emotional ability yang mendefinisikan bahwa kecerdasan emosinal sebagai bagian dari

kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memonitor perasaan sendiri dan

orang lain dan emosi, untuk membedakan antara mereka dan mengunakan informasi ini

untuk membimbing pemikiran seseorang dan tindakan dengan alat ukur kecerdasan

emosionalnya yang disebut MSCEIT. Paradigma kecerdasan emosional selanjutnya yang

dikembangkan oleh Goleman dengan emotional competence, dimana kecerdasan

emosional didefinisikan sebagai kompetensi yang merupakan kesadaran diri, self

management, kesadaran sosial dan keterampilan sosial pada waktu dan cara yang tepat

dalam frekuensi yang cukup efektif dalam situasi dengan menggunakan alat ukur

Emotional Competency Inventiry (ECI).

Page 18: Tesis Proposal Edit 2

18

2.1.3 Kompetensi

Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu

pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung

oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi sebagai kemampuan

seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di tempat kerja, juga

menunjukkan karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan

oleh setiap individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung

jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas professional dalam

pekerjaan. Ada dua istilah yang muncul dari dua aliran yang berbeda tentang konsep

kesesuaian dalam pekerjaan. Istilah tersebut adalah ”Competency” (kompetensi) yaitu

deskripsi mengenai perilaku, dan “Competence” (kecakapan) yang merupakan deskripsi

tugas atau hasil pekerjaan. (Palan, 2007:5) Walau perbedaan arti kedua istilah tersebut

diterima secara umum, namun penggunaannya masih sering dipertukarkan, yang

menyebabkan setiap orang memiliki pengertian yang berbeda-beda. Umumnya orang

menggunakan istilah kompetensi dan sejenisnya menciptakan pengertian sendiri sesuai

dengan kepentingannya.

Komentar Zamkee (1982) yang dikutip oleh Palan (2007:6) mengatakan bahwa

“Kompetensi (competence), model kompetensi dan pelatihan berbasis kompetensi

merupakan kata yang bisa diartikan beragam mengikuti pendefinisiannya. Perbedaan

makna tersebut bukan berasal dari kebodohan atau ketamakan pasar, tapi dari beberapa

prosedur mendasar dan perbedaan filosofis diantara mereka yang berlomba untuk

mendefinisikan dan membentuk konsep tersebut dan menetapkan model bagi kita yang

akan menggunakan kompetensi dalam upaya sehari-hari. Konsep kompetensi berawal

dari artikel David McClelland yang mengegerkan, “Testing for competence rather than

intelligence”. Artikel tersebut meluncurkan gerakan kompetensi dalam psikologi

industrial. David McClelland menyimpulkan, berdasarkan hasil penelitian, bahwa tes

kecakapan akademis tradisional dan pengetahuan isi, serta nilai dan ijazah sekolah; (1)

tidak dapat memprediksi keberhasilan di pekerjaan/kehidupan, (2) biasanya bias terhadap

masyarakat yang sosial ekonomi rendah.

Page 19: Tesis Proposal Edit 2

19

Kesimpulan ini membuat David Mc Clelland bertanya-tanya, apabila bukan

kecerdasan, apa yang dapat memprediksi keberhasilan pekerjaan/kehidupan, maka ia

mulai mencari metode penelitian untuk mengindentifikasi variabel kompetensi yang bisa

memprediksi kinerja karyawan dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ekonomi,

sosial atau ras. David Mc Clelland menggunakan sampel kriteria (criterion 12 sample),

sebuah metode yang membandingkan antara orang sukses dengan orang yang kurang

sukses dengan tujuan untuk mengidentifikasi karakteristik yang berkaitan dengan

kesuksesan. Karakteristik-karakteristik atau kompetensi-kompetensi ini, ketika muncul

dan dipertunjukkan secara konsisten, mengarah pada kesuksesan hasil kerja. Hal ini pula

yang menyebabkan beragamnya definisi kompetensi. Spencer dan Spencer (dalam Palan,

2007:6), mengemukakan bahwa kompetensi merujuk kepada karakteristik yang

mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep

diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul

(superior performer) di tempat kerja.

Selanjutnya, Spencer dan Spencer (dalam Palan, 2007:6), menguraikan lima

karakteristik yang membentuk kompetensi, sebagai berikut: 1. Pengetahuan; merujuk

pada informasi dan hasil pembelajaran. 2. Keterampilan; merujuk pada kemampuan

seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. 3. Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada

sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa

berhasil dalam suatu situasi. 4. Karakteristik pribadi; merujuk pada karakteristik fisik dan

konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi, seperti pengendalian diri dan

kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan. 5. Motif; merupakan emosi, hasrat,

kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan. Karakteristik

kompetensi dibedakan berdasarkan pada tingkat mana kompetensi tersebut dapat

diajarkan. Keahlian dan pengetahuan biasanya dikelompokkan sebagai kompetisi di

permukaan sehingga mudah tampak. Kompetisi ini biasanya mudah untuk dikembangkan

dan tidak memerlukan biaya pelatihan yang besar untuk menguasainya. Kompetensi

konsep diri, karakteristik pribadi dan motif sifatnya tersebunyi dan karena itu lebih sulit

untuk dikembangkan atau dinilai.

Page 20: Tesis Proposal Edit 2

20

Untuk mengubah motif dan karakteristik pribadi masih dapat dilakukan, namun

prosesnya panjang, sulit dan mahal. Cara yang paling hemat bagi organisasi untuk

memiliki kompetensi ini adalah melalui proses seleksi karakter. Berikut ini akan

diuraikan secara rinci masing-masing karakteristik kompetensi sebagaimana yang

dikemukakan oleh Spencer dan Spencer (1993), sebagai berikut : 1. Pengetahuan

Pengetahuan pegawai turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang

dibebankan kepadanya, pegawai yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan

meningkatkan efisiensi perusahaan. Namun bagi pegawai yang belum mempunyai

pengetahuan cukup, maka akan bekerja tersendat-sendat. Pemborosan bahan, waktu dan

tenaga serta faktor produksi yang lain akan diperbuat oleh pegawai berpengetahuan

kurang. Pemborosan ini akan mempertinggi biaya dalam pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Spencer dan Spencer (1993), dikutip oleh Sutoto (2004), cluster pengetahuan

meliputi kompetensi analytical thinking (AT), 14 conceptual thinking (CT),

technical/professional/managerial expertise (EXP) a. Analytical thinking (AT) adalah

kemampuan memahami situasi dengan merincinya menjadi bagian-bagian kecil, atau

melihat implikasi sebuah situasi secara rinci. Pada intinya, kompetensi ini memungkinkan

seseorang berpikir secara analitis atau sistematis terhadap sesuatu yang kompleks. b.

Conceptual thinking (CT) adalah memahami sebuah situasi atau masalah dengan

menempatkan setiap bagian menjadi satu kesatuan untuk mendapatkan gambar yang lebih

besar. Termasuk kemampuan mengidentifikasi pola atau hubungan antar situasi yang

tidak secara jelas terkait; mengidentifikasi isu mendasar atau kunci dalam situasi yang

kompleks. CT bersifat kreatif, konsepsional, atau induktif. c. Expertise (EXP) termasuk

pengetahuan terkait pada pekerjaan (bisa teknikal, profesional, atau manajerial), dan juga

motivasi untuk memperluas, memanfaatkan, dan mendistribusikan pengetahuan tersebut.

2. Keterampilan Pegawai yang mempunyai kemampuan kerja yang baik, maka akan

mempercepat pencapaian tujuan organisasi, sebaliknya pegawai yang tidak terampil. akan

memperlambat tujuan organisasi. Untuk pegawaipegawai baru atau pegawai dengan tugas

baru diperlukan tambahan kemampuan guna pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya.

Menurut Spencer dan Spencer (1993), dikutip oleh Sutoto (2004), cluster keterampilan

meliputi kompetensi concern for order (CO), initiative (INT), impact and influence

Page 21: Tesis Proposal Edit 2

21

(IMP), dan information seeking (INFO). a. Concern for order (CO) merupakan dorongan

dalam diri seseorang untuk mengurangi ketidakpastian di lingkungan sekitarnya,

khususnya berkaitan dengan pengaturan kerja, instruksi, informasi dan data. b. Initiative

(INT) merupakan dorongan bertindak untuk melebihi yang dibutuhkan atau yang dituntut

dari pekerjaan, melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah lebih dahulu. Tindakan ini

dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil pekerjaan atau menghindari

timbulnya masalah atau menciptakan peluang baru. c. Impact and influence (IMP)

merupakan tindakan membujuk, mehyakinkan, mempengaruhi atau mengesankan

sehingga orang lain mau mendukung agendanya. d. Information seeking (INFO)

merupakan besarnya usaha tambahan yang dikeluarkan untuk mengumpulkan informasi

lebih banyak. 3. Konsep Diri dan Nilai-nilai Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada

sikap. Disamping pengetahuan dan ketrampilan pegawai, hal yang perlu diperhatikan

adalah sikap atau perilaku kerja pegawai. Apabiia pegawai mempunyai sifat yang

mendukung pencapaian tujuan organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang

dibebankan kepadanya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Menurut Spencer dan Spencer (1993), dikutip oleh Sutoto (2004), cluster ini

mencakup kompetensi developing others (DEV), directiveness: assertiveness and use of

positional power (DIR), teamwork and cooperation (TW), team leadership (TL),

interpersonal understanding (IU), dan customer service orientation (CSO). a. Developing

others (DEV) adalah versi khusus dari impact and influence, berupa kemauan untuk

mengembangkan orang lain. Esensi dari kompetensi ini terletak pada kemauan serius

untuk mengembangkan orang lain dan dampaknya ketimbang sebuah peran formal. Bisa

dengan mengirim orang ke program training secara rutin untuk memenuhi kebutuhan

pekerjaan dan perusahaan. Cara lain adalah dengan bekerja untuk mengembangkan para

kolega, klien, bahkan atasan. b. Directiveness assertiveness and use of positional power

(DIR) mencerminkan kemauan untuk membuat orang lain selaras dengan keinginannya.

Di sini sang pemimpin menceritakan apa yang harus dilakukan. c. Teamwork and

cooperation (TW) berarti kemauan sungguh-sungguh untuk bekerja secara kooperatif

dengan pihak lain, menjadi bagian sebuah tim, bekerja bersama sehingga menjadi lebih

kompetitif. d. Team leadership (TL) adalah kemauan untuk berperan sebagai pemimpin

tim atau kelompok lain. Jadi berkaitan dengan keinginan 17 untuk memimpin orang lain.

Page 22: Tesis Proposal Edit 2

22

TL lazimnya terlihat dalam posisi otoritas formal. e. Interpersonal understanding (IU)

merupakan kemampuan untuk memahami dan mendengarkan hal-hal yang tidak

diungkapkan dengan perkataan, bisa berupa pemahaman atas perasaan, keinginan atau

pemikiran orang lain. f. Customer service orientation (CSO) merupakan keinginan untuk

menolong atau melayani pelanggan atau orang lain. Pelanggan adalah pelanggan aktual

atau pelanggan akhir dari organisasi yang sama. 4. Karakteristik Pribadi Karakteristik

pribadi merupakan cerminan bagaimana seorang pegawai mampu/tidak mampu

melakukan suatu aktivitas dan tugas secara mudah/sulit dan sukses/tidak pernah sukses.

Menurut Spencer dan Spencer (1993), dikutip oleh Sutoto (2004), cluster ini

mencakup kompetensi self control (SCT), self confidence (SCF), flexibility (FLX), dan

organizational commitment (OC). a. Self control (SCT) merupakan kemampuan untuk

mengendalikan emosi diri sehingga mencegah untuk melakukan tindakan-tindakan yang

negatif pada saat ada cobaan, khususnya ketika menghadapi tantangan atau penolakan

dari orang lain atau pada saat bekerja dibawah tekanan. b. Self confidence (SCF)

merupakan keyakinan seseorang pada kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan suatu

tugas atau tantangan. c. Flexibility (FLX) merupakan kemampuan menyesuaikan diri dan

bekerja secara efektif pada berbagai situasi, dengan berbagai rekan 18 atau kelompok

yang berbeda; kemampuan untuk memahami dan menghargai perbedaan dan pandangan

yang bertentangan atas suatu isu. d. Organizational commitment (OC) merupakan

kemampuan dan kemauan seseorang untuk mengaitkan apa yang diperbuat dengan

kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi; berbuat sesuatu untuk mempromosikan tujuan

organisasi atau untuk memenuhi kebutuhan organisasi; dan menempatkan misi organisasi

diatas keinginan diri sendiri atau peran profesionalnya. 5. Motif Motif adalah kekuatan

pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan

dirinya. Menurut Spencer dan Spencer (1993), dikutip oleh Sutoto (2004), Cluster ini

mencakup organizational awareness (OA), relationship building (RB), dan achievement

orientation (ACH) a. Organizational awareness (OA) merupakan kemampuan untuk

memahami hubungan kekuasan atau posisi dalam organisasi. b. Relationship building

(RB) merupakan besarnya usaha untuk menjalin dan membina hubungan sosial atau

jaringan hubungan sosial agar tetap hangat dan akrab. c. Achievement orientation (ACH)

merupakan derajat kepedulian seorang pegawai terhadap pekerjaannya, sehingga

Page 23: Tesis Proposal Edit 2

23

terdorong berusaha untuk bekerja lebih baik atau di atas merupakan derajat kepedulian

seorang pegawai terhadap standar. Penelitian ini hanya akan mengkaji konsep kompetensi

dari aspek pengetahuan, keterampilan, konsep diri, dan karakteristik pribadi.

Pengetahuan dan keterampilan biasanya dikelompokkan sebagai kompetensi yang

nampak dipermukaan sehingga mudah dilihat dan dinilai. Kompetensi ini biasanya

mudah untuk dikembangkan dan tidak memerlukan biaya pelatihan yang besar untuk

menguasainya. Kompetensi konsep diri dan karakteristik pribadi sifatnya tersebunyi tapi

masih dapat diamati melalui sikap dan prilaku yang terlihat sehari-hari. Sedangkan aspek

motivasi tidak diteliti karena disamping sifatnya tersebunyi di dalam hati seseorang,

motivasi juga lebih sulit untuk dikembangkan atau dinilai. Untuk mengubah motif

memang masih dapat dilakukan, namun prosesnya panjang, sulit dan mahal. Mengingat

terbatasnya waktu penelitian, maka peneliti menetapkan bahwa aspek motivasi tidak

diteliti. Palan (2007:6) mengatakan bahwa kompetensi terdiri dari beberapa jenis

karakteristik yang berbeda, yang mendorong perilaku. Pondasi karakteristik ini terbukti

dalam cara seseorang berperilaku di tempat kerja. Kompetensi adalah mengenai orang

seperti apa dan apa yang dapat mereka lakukan, bukan apa yang mungkin mereka

lakukan. Kompetensi ditemukan pada orang-orang yang diklasifikasikan sebagai

berkinerja unggul atau efektif. Murgiyono (2002:11), mengemukakan bahwa bagaimana

mengetahui, mengukur, dan mengembangkan kompetensi untuk membina PNS yang

profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil. Manajemen PNS berbasis kompetensi

harus didasarkan pada pengertian dan pemahaman secara jelas mengenai kompetensi

yang dibutuhkan, untuk memberikan gambaran secara rinci tentang kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki PNS. Secara konseptual, Pribadi (dalam Murgiyono, 2002:15),

mengemukakan bahwa: 20 Kompetensi adalah hal-hal yang mampu dilakukan seseorang.

Dalam pengertian ini mencakup tiga hal, yaitu: (1) atribut-atribut positif pemegang

jabatan, (2) jabatan itu dijalankan dengan hasil efektif atau superior, dan (3) perilaku

pemegang jabatan. Amstrong dan Baron (1998:298), mengatakan bahwa “competency is

some time defined as referring to the dimensions of behavior that lie behind competen

performance”. (kadang-kadang terbentuk sebagai dimensi-dimensi perilaku dan tingkah

laku yang terletak dari kompetensi kinerja).

Page 24: Tesis Proposal Edit 2

24

Prayitno dan Suprapto (2002:2), mengatakan bahwa standar kompetensi adalah

spesifikasi atau sesuatu yang dilakukan, memuat persyaratan minimal yang harus dimiliki

seseorang yang akan melakukan pekerjaan tertentu agar bersangkutan mempunyai

kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil baik. Suprapto (2002:3), mengatakan

bahwa: Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS

berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan

tugas jabatannya. Lasmahadi dalam Prayitno dan Suprapto (2002:2), mengatakan bahwa

kompetensi didefinisikan sebagai aspek pribadi dari seorang pegawai yang

memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi termasuk

sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi-

kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan

kinerja. Mitrani (1995:21), mengatakan bahwa kompetensi adalah suatu sifat dasar

seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara

efektif atau sangat berhasil. 21 Kompetensi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

100 Tahun 2000, adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS

berupa pengetahuan, keterampilan dan atau sikap perilaku yang diperlukan dalam

pelaksanaan tugas jabatannya. Spencer dan Spencer dalam Ruky (2004: 106) menjelaskan

bahwa kompetensi dalam kaitannya dengan unjuk kerja dapat digolongkan dalam 2(dua)

jenis, yaitu : a. Kompetensi ambang (threshold competencies), yaitu kriteria minimal dan

esensial yang dibutuhkan/di tuntut dari sebuah jabatan dan harus bisa di penuhi oleh

setiap pemegang jabatan tersebut untuk dapat bekerja menjalankan pekerjaan tersebut

secara efektif b. Kompetensi pembeda (differentiating competencies), yaitu kriteria yang

dapat membedakan antara orang yang selalu mencapai unjuk kerja superior dan orang

yang unjuk kerjanya rata-rata saja.

Sedangkan, Covey, Roger dan Merrill dalam Mangkunegara (2005:112) mengatakan

bahwa kompetensi mencakup: a. Kompetensi teknis: pengetahuan dan keahlian untuk

mencapai hasil-hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan

mencari alternatif-alternatif baru. b. Kompetensi konseptual: kemampuan untuk melihat

gambar besar, untuk menguji berbagai pengandaian dan pengubah perspektif. c.

Kompetensi untuk hidup dalam saling ketergantungan kemampuan secara efektif dengan

orang lain, termasuk kemampuan untuk mendengar, berkomunikasi, mendapat alternatif

Page 25: Tesis Proposal Edit 2

25

ketiga, menciptakan kesepakatan menang-menang, dan berusaha mencapai solusi

alternatif ketiga, kemampuan untuk melihat dan beroperasi secara efektif dalam

organisasi atau sistem yang utuh. Michael Zwell 2000:25 (dalam Wibowo, 2007:93)

memberikan lima kategori kompetensi, yang terdiri dari task achievement, relationship,

personal attribute, managerial, dan leadership. 1. Task achievement merupakan kategori

kompetensi yang berhubungan dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan dengan

task achievement ditunjukkan oleh: orientasi pada hasil, mengelola kinerja, mepengaruhi,

inisiatif, efisensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli kepada kualitas, perbaikan

berkelanjutan, dan keahlian teknis. 2. Relationship merupakan kategori kompetensi yang

berhubungan dengan komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan

kebutuhannya. Kompetensi yang berhubungan dengan relationship meliputi: kerja sama,

orientasi pada pelayanan, kepedulian antar pribadi, kecerdasan organisasional,

membangun hubungan, penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan sensitivitas

lintas budaya. 3. Personal attribute merupakan kompetensi intrinsic individu dan

menghubungkan bagaimana orang berpikir, merasa, belajar dan berkembang. Personal

attribute merupakan kompetensi yang meliputi: integritas dan kejujuran, pengembangan

diri, ketegasan, kualitas keputusan, manajemen stress, berpikir analitis, dan berpikir

konseptual. 4. Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan

pengelolaan, pengawasan dan mengembangkan orang. 23 Kompetensi manajerial berupa:

memotivasi, memberdayakan, dan mengembangkan orang lain. 5. Leadership merupakan

kompetensi yang berhubungan dengan memimpin organisasi dan orang untuk mencapai

maksud, visi, dan tujuan organisasi. Kompetensi berkenaan dengan leadership meliputi:

kepemimpinan visioner, berpikir strategis, orientasi kewirausahaan, manajemen

perubahan, membangun komitmen organisasional, membangun focus dan maksud. Setiap

kompetensi tampak pada individu pada berbagai tingkatan. Kompetensi termasuk

karakteristik manusia yang paling dalam seperti motif, sifat dan sikap atau merupakan

karakteristik yang dengan mudah dapat diamati seperti keterampilan atau pengetahuan.

Adanya tingkat kompetensi dikemukakan oleh spencer dan spencer 1993:11 (dalam

Wibowo, 2007: 95) seperti gunung es dimana ada yag tampak dipermukaan, tetapi ada

pula yang tidak terlihat dipermukaan.

Page 26: Tesis Proposal Edit 2

26

Tingkatan kompetensi dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu: behavior

tools, image attribute, dan personal characteristic. 1. Behavioral Tools. a. Knowledge

merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang tertentu. b. Skill merupakan

kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan baik. 24 2. Image Attribute. a. Social

role merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh kelompok social atau organisasi.

b. Self Image merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri, identitas,

kepribadian, dan harga dirinya. 3. Personal Characteristic. a. Traits merupakan aspek

tipikal berperilaku. b. Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam

bidang tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Spencer dan Spencer dalam Mitrani

(1995:40-43), ciri-ciri yang perlu dimiliki orang-orang untuk bekerja dalam organisasi-

organisasi baru, baik untuk para eksekutif, manajer dan karyawan sebagai berikut : a.

Eksekutif : 1) Pemikiran strategis. Untuk memahami kecenderungan (trends) lingkungan

yang cepat berubah, kekuatan serta kelemahan organisasi sendiri, supaya dapat

menemukan tanggapan strategis yang terbaik. 2) Kepemimpinan perubahan (change

leadership). Untuk mengkomunikasikan pandangan mengenai strategi organisasi

sehingga dapat membangkitkan motivasi dan komitmen mereka yang tulus dan

memanfaatkan SDM organisasi sebaik-baiknya untuk melaksanakan perubahan yang

terjadi. 3) Mengenai hubungan (relationship management). Untuk membina hubungan

dengan pihak lain yang kerja-samanya diperlukan demi keberhasilan organisasi. b.

Manajer 1) Keluwesan. Untuk mengubah struktur dan proses-proses manajerial bila

diperlukan, untuk melaksanakan strategi perubahan organisasi. 2) Pelaksanaan

perubahan. Untuk mengkomunikasikan kebutuhan perubahan organisasi kepada sesama

karyawan, dan keterampilanketerampilan manajemen perubahan. 3) Saling pengertian

antar pribadi. Untuk memahami dan menghargai masukan-masukan dari orang-orang

yang berlainan. 4) Memberikan wewenang. Dengan saling berbagi informasi minta

pendapat dari sesama karyawan mengupayakan pengembangan karyawan,

mendelegasikan tanggung jawab yang berarti. 5) Bantuan kelompok. Agar kelompok-

kelompok yang berlainan dapat bekerja-sama secara efektif untuk mencapai tujuan

bersama. 6) Protobilitas. Agar cepat menyesuaikan diri dan berfungsi secara efektif dari

lingkungan-lingkungan asing, seorang manajer harus mudah dipindah kedudukannya

dimanapun berada. c. Karyawan 1) Keluwesan. Untuk memandang perubahan sebagai

Page 27: Tesis Proposal Edit 2

27

peluang yang menarik ketimbang suatu ancaman. 2) Selalu mencari informasi, motivasi

dan kemampuan belajar. Merupakan keinginan yang tulus terhadap peluang-peluang

untuk mempelajari keterampilan-keterampilan teknis dan hubungan antar pribadi baru 3)

Motivasi untuk berprestasi. Merupakan pendorong bagi inovasi, yaitu peningkatan mutu

dan produktivitas terus menerus yang dibutuhkan untuk menghadapi (lebih baik

memimpin) persaingan yang terus meningkat 4) Motivasi kerja di bawah tekanan waktu.

Merupakan gabungan antara keluwesan, motivasi untuk berprestasi, daya tahan terhadap

tekanan, dan komitmen terhadap organisasi, yang memungkinkan seseorang bekerja di

bawah tuntutan akan produk atau jasa-jasa (baru) dalam jangka waktu yang lebih singkat.

5) Kesediaan untuk bekerjasama (coll aborativeness). Dalam kelompok–kelompok

multidisipliner dengan rekan kerja yang berbeda beda, pengharapan positif terhadap

orang lain, saling pengertian antar pribadi, dan komitmen terhadap organisasi. 6)

Orientasi pelayanan pelanggan (customer service orientation) Merupakan keinginan yang

tulus untuk membantu orang lain, saling 27 pengertian antar pribadi yang memadai untuk

mengetahui kebutuhan dan suasana emosional pelanggan, dan cukup inisiatif untuk

mengatasi rintangan-rintangan dalam organisasi sendiri guna memecahkan masalah-

masalah pelanggan. Kompetensi bukan merupakan kemampuan yang tidak dapat

dipengaruhi, Michael Zwell 2000: 56-68 (dalam Wibowo 2007:102) mengungkapkan

bahwa terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi

seseorang, yaitu sebagai berikut: 1. Keyakinan dan Nilai-nilai Keyakinan orang tentang

dirinya maupun terhadap orang lain akan sangat mempengaruhi perilaku. Apabila orang

percaya bahwa mereka tidak kreatif dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir

tentang cara baru atau berbeda dalam melakukan sesuatu. Untuk itu, setiap orang harus

berpikir positif baik tentang dirinya maupun terhadap orang lain dan menunjukkan ciri

orang yang berpikir kedepan. 2. Keterampilan Keterampilan memainkan peran

dikebanyakan kompetensi. Pengembangan keterampilan yang secara spesifik berkaitan

dengan kompetensi dapat berdampak baik pada budaya organisasi dan kompetensi

individual. 28 3. Pengalaman. Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman

mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dsb.

Orang yang pekerjaannya memerlukan sedikit pemikiran strategis kurang

mengembangkan kompetensi daripada mereka yang telah menggunakan pemikiran

Page 28: Tesis Proposal Edit 2

28

strategis bertahun-tahun. Pengalaman merupakan elemen kompetensi yang perlu, tetapi

untuk menjadi ahli tidak cukup dengan pengalaman. 4. Karakteristik Kepribadian. Dalam

kepribadian termasuk banyak factor yang diantaranya sulit untuk berubah. Akan tetapi,

kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapat berubah. Kepribadian seseorang dapat

berubah sepanjang waktu. Orang merespons dan berinteraksi dengan kekuatan dan

lingkungan sekitarnya. Kepribadian dapat mempengaruhi keahlian manajer dan pekerja

dalam sejumlah kompetensi, termasuk dalam penyelesaian konflik, menunjukkan

kepedulian interpersonal, kemampuan bekerja dalam tim, memberikan pengaruh dan

membangun hubungan. Walaupun dapat berubah, kepribadian tidak cenderung berubah

dengan mudah. Tidaklah bijaksana untuk mengharapkan orang memperbaiki

kompetensinya dengan mengubah kepribadiannya. 5. Motivasi Merupakan factor dalam

kompetensi yang dapat berubah. Dengan memberikan dorongan, apresiasi terhadap

pekerjaan bawahan, memberikan pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat

mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi seorang bawahan. Kompetensi

menyebabkan orientasi bekerja seseorang pada hasil, kemampuan mempengaruhi orang

lain, meningkatnya inisiatif, dsb. Pada gilirannya, peningkatan kompetensi akan

meningkatkan kinerja bawahan dan kontribusinya pada organisasi pun menjadi

meningkat. 6. Isu Emosional Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan

kompetensi. Takut membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disuai atau tidak

menjadi bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan inisiatif. Perasaan tentang

kewenangan dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi dan menyelesaikan konflik

dengan manajer. Mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan akan memperbaiki

penguasaan dalam banyak kompetensi. Akan tetapi, tidak beralasan mengharapkan

pekerja mengatasi hambatan emosional tanpa bantuan. 7. Kemampuan Intelektual.

Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan

pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi yang

diwujudkan suatu organisasi. 8. Budaya Organisasi Budaya organisasi mempengaruhi

kompetensi sumber daya manusia dalam kegiatan sebagai berikut: a. Praktik rekruitmen

dan seleksi karyawan mempertimbangkan siapa diantara pekerja yang dimasukkan dalam

organisasi dan tingkat keahliannya tentang kompetensi. b. Sistem penghargaan

mengkomunikasikan pada pekerja bagaimana organisasi menghargai kompetensi. c.

Page 29: Tesis Proposal Edit 2

29

Praktik pengambilan keputusan mempengaruhi kompetensi dalam memberdayakan orang

lain, inisiatif, dan memotivasi orang lain. d. Filosofi organisasi, visi-misi, dan nilai-nilai

berhubungan dengan semua kompetensi. e. Kebiasaan dan prosedur member informasi

kepada pekerja tentang berapa banyak kompetensi yang diharapkan. f. Komitmen pada

pelatihan dan pengembangan mengkomunikasikan pada pekerja tentang pentingnya

kompetensi tentang pembangunan berkelanjutan. g. Proses organisasional yang

mengembangkan pemimpin secara langsung mempengaruhi kompetensi kepemimpinan.

Selanjutnya, Palan (2007:21) mengatakan bahwa ada dua isu yang mendorong organisasi

untuk fokus pada kompetensi, yaitu; 31 1. Isu organisasi, mencakup; a) Perekonomian

dunia ditandai dengan oleh perubahan drastis dan inovasi teknologi. Organisasi harus

selalu meningkatkan kompetensi karyawan mereka agar berprestasi dan sukses. Sekarang

organisasi-organisasi melakukan upaya besar-besaran agar berkinerja unggul, yang hanya

dapat dicapai dengan berinvestasi pada tenaga kerja yang kompeten. b) Aspirasi

organisasi pada sebuah pasar hanya dapat direalisasikan oleh tenaga kerja yang bermulti-

keterampilan (multy skills), mudah berpindah dari pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang

lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. c) Ketidakpuasan terhadap mutu

pendidikan telah mendorong industri melakukan sendiri pendidikan dan pelatihan untuk

memastikan tenaga kerja yang siap pakai. d) Kesamaan pemahaman mengenai

kompetensi dalam organisasi, memungkinkan organisasi memiliki kesamaan bahasa

dalam menjelaskan aktivitasnya. e) Dengan kesamaan pemahaman terhadap pengertian

konsistensi dan efektivitasnya dalam organisasi, organisasi memperoleh keuntungan

berupa konsistensi yang tinggi dalam menilai kinerja karyawan, karena penilaian tersebut

didasarkan pada kompetensi yang dimiliki dan dipahami bersama. f) Akhirnya, gerakan

mutu menuntut organisasi untuk memastikan bahwa karyawan mereka kompeten. 32 g)

Kompetensi mendukung pencapaian tujuan strategis organisasi. 2. Isu karyawan,

mencakup; a) Di dalam dunia yang tidak bisa diprediksi, organisasi mulai merasakan

tantangan besar. Konsep hubungan kerja dengan sendirinya mengalami perubahan;

dipekerjakan bukan lagi untuk seumur hidup, melainkan dipekerjakan selama

keahliannya dibutuhkan oleh perusahaan. b) Apabila ada karyawan tidak lagi

mengembangkan kompetensinya melalui belajar dan berkinerja, mereka akan

menciptakan kesalahan fatal. Mencermati berbagai uraian tentang konsep kompetensi di

Page 30: Tesis Proposal Edit 2

30

atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah

kemampuan dan karakteristik yang mendasari perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Indikator dari kompetensi banyak ditentukan oleh kajian teoritis yang dikembangkan.

Kompetensi terlihat dalam dimensi pengetahuan, keterampilan, konsep diri dan nilai-

nilai, karakteristik pribadi, dan motif yang memicu tindakan seseorang.

2.1.4 Motivasi Intrinsik

Istilah motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau

menggerakkan. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi

agar bekerja mencapai tujuan yang ditentukan (Malayu S.P Hasibuan, 2006: 141). Pada

dasarnya seorang bekerja karena keinginan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dorongan

keinginan pada diri seseorang dengan orang yang lain berbeda sehingga perilaku manusia

cenderung beragam di dalam bekerja.

Motivasi didefinisikan sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan

ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Terdapat tiga elemen utama yang

berkaitan dengan motivasi yaitu intensitas, arah dan ketekunan. Intensitas berhubungan

dengan seberapa giat sesrorang berusaha. Intensitas yang tinggi tersebut hendaknya

dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi supaya menghasilkan prestasi

kerja yang memuaskan. Dengan demikian, kualitas dan intensitas upaya harus

diperhatikan secara bersamaan supaya memberikan hasil optimal. Dimensi yang terakhir

dari motivasi adalah ketekyunan. Dimensi ini mengukur seberapa lama seseorang bisa

mempertahankan usahanya . Individu yang termotivasi akan bertahan melakukan suatu

tugas dalam waktu yang cukup lama demi mancapai tujuan mereka (Robbins & Judge,

2008 dalam Setiawan, 2011).

Saul Gellerman berpendapat bahwa setiap orang memiliki kebutuhan-kebutuhan

dasar seperti uang, status, prestasi dan pengaduan. Apabila salah satu kebutuhan tersebut

tidak terpenuhi, maka orang akan termotivasi untuk berusaha memenuhinya. Akan tetapi,

Gellermen juga mengungkapkan bahwa uang, prestasi atau status hanyalah wahana yang

digunakan untuk mencapai keberadaan yang diinginkan, atau untuk menjadi orang yang

dikehendakinya. Tujuan mendasar dari motivasi adalah untuk merealisasi citra pribadi,

Page 31: Tesis Proposal Edit 2

31

yaitu untuk hidup dalam cara yang sesuai dengan kedudukan, dan untuk dihargai dalam

cara yang mencerminkan tingkat kemampuan. Dengan demikian, orang akan berusaha

untuk mencapai apapun yang diangap sebagai peranan yang diinginkan dan mencoba

untuk merealisasi ide subyektif tentang diri sendiri menjadi kebenaran obyektif (Dessler,

1997 dalam Setiawan, 2011).

Teori-teori motivasi intrinsik banyak muncul dari pendekatan-pendekatan yang

berbeda-beda, dimana penelitian dilakukan terhadap hasil perilaku manusia yang

kompleks. Ada bebrapa teori motivasi yaitu teori dua faktor yang dikemukakan oleh

FrederickHerzberg, teori kebutuhan McClelland yang dikembangkan oleh David Clelland

dan teori harapan yang dicetuskan oleh Victor Vroom (Robbins & Judge, 2008 dalam

Setiawan, 2011).

Teori dua faktor atau teori motivasi higiene dikemukakan oleh Frederick

Herzberg, dengan keyakinan bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah

mendasar dan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan bisa dengan sangat baik

menentukan keberhasilan atau kegagalan. Teori ini menghubungkan faktor-faktor

intrinsik (kemajuan, pengakuan, tangung jawab dab pencapaian) dengan kepuasan kerja,

sementara mengkaitkan faktor-fakotr ekstrinsik (pengawasan, imbalan kerja,

kebijaksanaan perusahaan dan kondisi kerja) dengan ketidakpuasan kerja. Kondisi-

kondisi yang melingkupi pekerjaan seperti kulaitas pengawasan, imbalan kerja,

kebijaksanaan perusahaan, kondisi fisik pekerjaan, hubungan dengan individu lain dan

keamanan pekerjaan digolongkan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor higiene. Ketika

faktor-faktor tersebut memadai, orang tidak akan merasatidak puas, namum bukan berarti

mereka puas. Jika ingin memotivasi individu dalam pekerjaan mereka, Herzberg

menyatakan penekanan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri atau

dengan hail-hasil yang berasal darinya (seperti peluang promosi, peluang pengembangan

ddir, pengakuan, tanggung jawab dan pencapaian). Ini merupakan karakterisitik yang

dianggap berguna secara intrinsik oleh individu (Robbins & Judge, 2008 dalam Setiawan,

2011).

Menurut David McClelland, seorang ahli psikolog berkebangsaan Amerika, dalam

teori motivasinya mengemukakan bahwa motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh tiga

Page 32: Tesis Proposal Edit 2

32

kebutuhan dasar yaitu kebutuhan pencapaian (need for achievement), kebutuhan kekuatan

(need or power) dan kebutuhan hubungan (need for affliation). Hal-hal tersebut

didefinisikan sebagai berikut :

1. Kebutuhan Pencapaian (nAch)

Adalah dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk

berhasil. Beberapa individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka

lebih berjuang untuk memperoleh pencapaian pribadi daripada memperoleh

penghargaan. Individu dengan prestasi tinggi membedakan diri mereka dari individu

lain menurut keinginan mereka untuk melakukan hal-hal dengan lebih baik. Mereka

lebih menyukai tantangan, menyelesaikan sebuah masalah dan menerima tanggung

jawab pribadi untuk keberhasilan atau kegagalan daripada menyerahkan hasil pada

kesempatan atau tindakan individu lain. Mereka lebih menyukai tugas dengan tingkat

kesulitan menengah.

2. Kebutuhan Kekuatan (nPow)

Merupakan kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa

sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya. Individu dengan nPow tinggi

suka bertangung jawab, berjuang untuk mempengaruhi indivdu lain, senang

ditempatkan dalam situasi yang kopetitif dan berorientasi status serta cenderung

lebih khawatir dengan wibawa dan mendapatkan pengaruh atas individu lain

daripada kinerja yang efektif.

3. Kebutuhan Hubungan (nAff)

Adalah keinginan untuk menjalin suatu hubungan antar personal yang ramah dan

akrab. Individu dengan motif hubungan yang tinggi berjuang untuk persahabatan,

lebih menyukai situasi yang kooperatif daripada situasi yang kompetitif dan

menginginkan hubungan yang melibatkan pengertian mutual yang tinggi (Robbins &

Judge, 2008 dalam Setiawan, 2011).

Berdasarkan beberapa definisi dan komponen pokok diatas dapat dirumuskan

motivasi merupakan daya dorong atau daya gerak yang membangkitkan dan

Page 33: Tesis Proposal Edit 2

33

mengarahkan perilaku pada suatu perbuatan atau pekerjaan. Jenis-jenis motivasi dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis menurut Malayu S. P Hasibuan (2006: 150), yaitu:

1) Motivasi positif (insentif positif), manajer memotivasi bawahan dengan memberikan

hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat

kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima

yang baik-baik saja.

2) Motivasi negatif (insentif negatif), manajer memotivasi bawahan dengan

memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjannya kurang baik (prestasi

rendah). Dengan memotivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam waktu

pendek akan meningkat, karena takut dihukum.

Tingkah laku bawahan dalam suatu organisasi seperti sekolah pada dasarnya

berorientasi pada tugas. Maksudnya, bahwa tingkah laku bawahan biasanya didorong

oleh keinginan untuk mencapai tujuan harus selalu diamati, diawasi, dan diarahkan dalam

kerangka pelaksanaan tugas dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau menggugah seseorang agar

timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh

hasil atau mencapai tujuan tertentu (Ngalim Purwanto, 2006: 73). Sedangkan tujuan

motivasi dalam Malayu S. P. Hasibuan (2006: 146) mengungkapkan bahwa:

1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

2) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

3) Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

4) Meningkatkan kedisiplinan absensi karyawan.

5) Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.

8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

Page 34: Tesis Proposal Edit 2

34

9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugastugasnya.

10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari

oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena

itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami

benarbenar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan

dimotivasi.

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah motivasinya

dalam bekerja. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan

terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja

maupun dalam kehidupan lainnya. Motivasi merupakan suatu proses dimana

kebutuhankebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang

mengarah ke tercapainya suatu tujuan tertentu (Mangkunegara, 2009).

Motivasi di sini merupakan suatu kondisi/keadaan yang mempengaruhi seseorang

untuk terus meningkatkan, mengarahkan serta memelihara perilakunya yang berhubungan

baik secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungan kerjanya (Gibson,

1996). Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg bahwa terdapat dua

faktor yang mendorong karyawan termotivasi dalam berkerja, yaitu faktor intrinsik

(motivator factors) dan ekstrinsik (hygiene factors) (Herzberg, 1966). Motivasi intrinsik

merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing seperti tanggung

jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang alin, pekerjaan itu sendiri, kme ungkinan

pengembangan dan kemajuan. Motivasi ekstrinsik, merupakan daya dorong yang datang

dari luar diri seseorang seperti gaji, kebijakan dan aministrasi, kondisi kerja, hubungan

kerja, prosedur perusahaan dan status (Manullang, 2001).

Hasil penelitian Juliani (2008), mengungkapkan bahwa ada tiga indikator motivasi

instrinsik yang berpengaruh terhadap kinerja perawat perawat pelaksana di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. adalah tanggung jawab, peluang

untuk maju dan kepuasan kerja, sedangkan indikator-indikator lain seperti prestasi dan

pengakuan orang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Hasil

Page 35: Tesis Proposal Edit 2

35

penelitian Nurhayani (2002) menyatakan bahwa hanya satu indikator motivasi intrinsik

yang berpengaruh secara signifikan tehadap kinerja perawat yaitu prestasi. Hasil

penelitian Naswati (2001) menemukan bahwa ada dua indikator motivasi intrinsik yang

berpengaruh terhadap kinerja yaitu prestasi dan pengembangan.

Motivasi yang paling kuat adalah motivasi intrinsik karena tertanam langsung di

dalam diri karyawan. Melalui motivasi intrinsik membuat karyawan sadar akan tanggung

jawab dan pekerjaannya yang lebih baik dan terdorong untuk semangat menyelesaikan

de-ngan baik pekerjaannya. Hasil kerja karena kesadaran menciptakan kinerja yang baik

dan karyawan akan sadar bahwa dengan memiliki kinerja yang baik, ia akan dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Febrian Nurtaneo Akbar (2013) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan

antara motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan.

Suwatno (2011:175) menyatakan “motivasi intrinsik adalah motif–motif yang

menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap

individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu”. Husaini Usman (2009:249)

mende-finisikan “motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri”.

Menurut teori Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk

berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu

disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).

a. Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di

dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan

sebagainya (faktor ekstrinsik);

b. Faktor motivator memotivasi seseorang un-tuk berusaha mencapai kepuasan, yang

termasuk didalamnya adalah keberhasilan yang diraih, pengakuan atau penghargaan,

pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan peluang untuk berkembang (faktor

intrinsik).

2.1.5 Kinerja Karyawan

Page 36: Tesis Proposal Edit 2

36

Pada konteks ini, kinerja karyawan secara umum merupakan hasil yang akan

dicapai oleh karyawan dalam bekerja yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu yang

mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi.

Menurut Davis dan Newstrom (1996) dalam Jachja (2012) menjelaskan bahwa karyawan

membutuhkan umpan balik tentang kinerja mereka sebagai panduan perilaku mereka

dimasa mendatang. Bagi karyawan baru prestasi kerja merupakan bukti pemahaman

mereka terhadap pekerjaan, sedangkan bagi karyawan lama prestasi kerja merupakan

umpan balik dari perilaku baik mereka. Kinerja karyawan mengacu pada prestasi

karyawan yang diukur berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan oleh

perusahaan yang bersangkutan. Untuk mencapai kinerja karyawan yang tinggi terutama

dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, terhadap

faktor-faktor yang mempengaruhi yang meliputi strategi organisasional, batasan

situasional dan atribut individual (kemampuan keterampilan).

Menurut Feldman dan Arnold (1998) dalam Jacja (2012) mengemukakan dalam

prinsip dasar manajemen kinerja merupakan kombinasi atau perpaduan antara motivasi

(berkaitan dengan kepuasan kerja) yang ada dalam diri sseorang kemampuan dalam

melaksanakan pekerjaan (keterlibatan dalam kerja), adanya perubahan sikap terhadap

pekerja dengan indikator empirik motivasi untuk melaksanakan pekerjaan dan adanya

perubahan dalam bekerja.

Penilaian kinerja adalah prestasi kerja yang merupakan perbandingan antara hasil

kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan (Dessler, 2006 dalam

Setiawan, 2011). Prestasi kerja telah diidentifikasi sebagai kunci penting bagi organisasi

untuk mencapai keuntungan kompetitif dan produktivitas yang superior (Shaffril & Uli,

2010 dalam Setiawan, 2011). Kinerja adalah fungsi dari kemampuan dan motivasi,

dimana keduanya dibutuhkan untuk menjelaskan perbedaan dalam produktivitas.

Kemampuan didefinisikan sebagai kombinasi dari kecerdasan, pelatihan dan pengalaman

yang dirumuskan = (kecerdasan x (pelatihan + pengalaman)). Masing-masing unsur, baik

kecerdasan, pelatihan maupun pengalaman, harus ada jika seseorang memiliki kinerja

yang baik dalam situasi tertentu. Kecerdasan biasanya didefinisikan sebagai bakat alami

untuk menjalankan tugas tertentu. Pada saat yang sama, kemampuan adalah karakteristik

Page 37: Tesis Proposal Edit 2

37

dinamis yang dapat terus dikembangkan melalui pelatihan dan pengalaman (Holland,

1989 dalam Setiawan, 2011).

Kinerja juga dipengaruhi oleh motivasi. Karakteristik yang membedakan perilaku

seseorang yang termotivasi adalah orientasi tujuannya yang sudah ditetapkannya.

Motivasi memberikan dorongan energi dan kemudian menentukan perilaku untuk

bertindak dan mencapai beberapa tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Hubungan

antara kemampuan dan motivasi dapat dinyatakan dalam rumus : kinerja = (kemampuan

x motivasi). Jika kemampuan atau motivasi yang dimiliki seseorang rendah, maka akan

menghasilkan kinerja yang rendah. Motivasi tinggi dapat mengimbangi kemampuan yang

rendah hanya sampai pada batas tertentu. Demikian juga, jika ada kemampuan yang

tinggi dengan motivasi yang rendah, kinerja yang dihasilkan juga rendah (Holland, 1989

dalam Setiawan, 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tsui et al (1997), penilaian kinerja sumber

daya manusia diteliti berdasarkan perilaku yang spesifik dengan menggunakan sebelas

kriteria yaitu (1) kuantitas kerja karyawan, (2) kualitas kerja karyawan, (3) efisiensi

karyawan, (4) standar kualitas karyawan, (5) usaha karyawan, (6) standar profesional

karyawan, (7) kemampuan karyawan terhadap pekerjaan inti, (8) kemampuan karyawan

menggunakan akal sehat, (9) ketepatan karyawan, (10) pengetahuan karyawan dan (11)

kreativitas karyawan.

2.2 Hubungan Antar Variabel

2.2.1 Rotasi Pekerjaan dan Motivasi Intrinsik

Rotasi pekerjaan berperan penting dalam membuat pekerjaan menjadi lebih

menarik untuk dilaksanakan. Hal ini sangat membantu untuk meningkatkan motivasi

karyawan khususnya mereka yang telah mengalami kebutuhan akhir dengan

kemungkinan kecil untuk dipromosikan (Ference et al, 1977 dalam Jachja, 2012).

Menurut Cosgel dan Miceli (1999) dalam Jachja (2012), salah satu keunggulan dari rotasi

pekerjaan adalah kemampuannya dalam meningkatkan motivasi intrinsik. Berdasarkan

hasil penelitian mereka, karyawan lebih menyukai melaksanakan berbagai jenis pekerjaan

Page 38: Tesis Proposal Edit 2

38

daripada mereka hanya dispesialisasikan menangani satu pekerjaan khusus. Hal ini akan

menguntungkan perusahaan karena mereka dapat membayar upah yang lebih rendah

ketika karyawan lebih puas dan menikmati pekerjaan yang dilakukannya.

Rotasi pekerjaan merupakan bentuk dari pengembangan karir, dimana biasanya

diterapkan untuk karyawan yang masih tergolong baru dibandingkan dengan karyawan

yang sudah lama berada dalam suatu perusahaan. Suatu penjelasan bahwa karyawan baru

biasanya lebih tertarik untuk dirotasi, adalah mereka melihat rotasi tersebut sebagai

peluang untuk memiliki nilai yang lebih tinggi dalam karir, dibandingkan dengan

karyawan lama. Pada eksekutif perusahaan biasanya menggunakan rotasi untuk

mendapatkan karyawan yang bagus dan memotivasi kinerja mereka atau mereka melihat

adanya manfaat yang diperoleh dari rotasi tersebut dari karyawan yang dirotasi

dibandingkan dengan karyawan yang tidak dirotasi (Campion et al, 1994 dalam Jachja,

2012).

Menurut Putz-Anderson (1988) dalam Jachja (2012), rotasi pekerjaan selain

memberikan beberapa nilai lebih juga dapat menimbulkan kerugian tertentu. Apabila

rotasi pekerjaan tidak didesain dengan baik, maka dapat meningkatkan stres pada

karyawan. Pelaksanaan rotasi pekerjaan tersebut selanjutnya dapat menyebabkan

timbulnya kekacauan pada sekelompok kerja.

Noe (2008) dalam Jachja (2012) juga menambahkan bahwa pelaksanaan rotasi

pekerjaan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kepuasan dan motivasi intrinsik.

Adanya rotasi menyebabkan karyawan menjadi sulit dalam mengembangkan keahlian

khusus dan mereka tidak memiliki waktu yang cukup dalam satu posisi untuk menerima

tantangan pekerjaan. Selain itu, rotasi kerja juga dapat menurunkan produktivitas dan

meningkatkan bebean kerja baik pada divisi yang ditinggalkan karyawan maupun pada

divisi yang baru.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Erikson dan Ortega (2001) dalam Jachja

(2012), penerapan rotasi pekerjaan tidak meningkatkan motivasi intrinsik baik pada

perusahaan dengan karyawan yang telah memiliki masa kerja lama, maupun pada

perusahaan yang memiliki hirarki organisasi yang datar serta kemungkinan adanya

promosi yang kecil. Cheraskin & Campion (1996) dalam Jachja (2012) menyatakan

Page 39: Tesis Proposal Edit 2

39

bahwa pelaksanaan rotasi kerja dapat menimbulkan terjadinya beberapa masalah seperti

peningkatan beban kerja dan penurunan produktivitas untuk karyawan yang dirotasi serta

karyawan lainnya. Hal ini akan mengacaukan proses aliran kerja dan mengandalkan pada

solusi untuk menyelesaikan jangka pendek untuk memperbaiki masalah yang ada.

Masalah lain yang mungkin ditimbulkan dengan pelaksanaan rotasi adalah berkaitan

dengan waktu yang dibutuhkan oleh karyawan untuk mempelajari pekerjaan yang baru,

dan kesalahan-kesalahan yang mungkin sering dilakukan oleh karyawan ketika

mempelajari pekerjaan yang baru. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis

satu sebagai berikut :

H1 : Rotasi pekerjaan berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik

2.2.2 Kecerdasan Emosional dan Motivasi Intrinsik

Goleman (2007:36) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan

untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan

dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan

menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan

berdoa, sedangkan menurut Agustian (2002: 45), alam bawah sadar manusia biasa disebut

fitrah manusia atau kesucian manusia. Cooper dan Sawaf (2001:2) menyatakan bahwa;

“kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan

pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi atau emosional quotation ( EQ ) meliputi

kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan

kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat juga

diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan

memahami perasaan – perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan

untuk mengatur perasaan – perasaan tersebut.

Dalam melaksanakan pekerjaan motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang

tidak mempunyai motivasi dalam bekerja tidak mungkin akan melaksanakan aktifitas

bekerja dengan baik. Motivasi bersifat rumit dan bersifat individual, sehingga tidak ada

cara yang paling tepat untuk memotivasi seseorang. Penguat positif atau positif

reinforcement melalui penciptaan lingkungan yang baik misalnya dengan memuji prestasi

Page 40: Tesis Proposal Edit 2

40

yang baik serta menghukum yang menimbulkan prestasi negatif. Partisipasi atau

pengikutsertaan seseorang dalam suatu pengambilan keputusan akan memotivasi orang

tersebut, karena merasa ikut terlibat dan akan ikut bertanggung jawab atas pencapian

tujuan keputusan tersebut. Kendala yang sering timbul untuk memunculkan motivasi

intrinsik psotif adalah iklim lingkungan yang tidak membangkitkan motivasi intrinsik

yang lebih baik, lebih adil, lebih jujur. Kendala itu merupakan masalah besar karena

menyangkut seluruh komponen struktural, untuk merobaknya perlu revolusi sikap mental.

Kecerdasan emosional (EQ) berpotensi mempengaruhi motivasi intrinsik karena

kecerdasan emosional berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengenali

emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan

dengan orang lain. Kelima dmensi ini apabila dikuasai secara baik oleh seseorang dapat

mendorong komitmennya terhadap organisasi. Hal ini dimungkinkan karena dimensi-

dimensi yang terkandung dalam kecerdasan emosional dapat menuntun seseorang untuk

memahami posisinya secara tepat di dalam dinamika organisasi atau masyarakat,

termasuk memotivasi diri, berempati dan membina hubungan dengan orang lain demi

kepentingan bersama. Peluang dan frekuensi stres menjadi lebih besar apabila seseorang

berada dalam kompetisi yang ketat. Seseorang dengan modal IQ dan EQ saja seringkali

mengalami kelebihan beban (overload) dan tak mampu lagi menampung beban yang

ditanggungnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis dua sebagai berikut :

H2 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik

2.2.3 Motivasi Intrinsik dan Kinerja Karyawan

Motivasi dapat dipandang sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang

ditandai dengan munculnya feeling, dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya

tujuan. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang atau keinginan

untuk mencurahkan segala tenaga karena adanya suatu tujuan. Seperti yang dikemukakan

oleh Mangkunegara (2009:61) motivasi merupakan kondisi atau energi yang

menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi

perusahaan. Sikap mental karyawan yang positif terhadap situasi kerja itulah yang

Page 41: Tesis Proposal Edit 2

41

memperkuat motivasi intrinsiknya untuk mencapai kinerja yang maksismal. Tiga unsur

yang merupakan kunci dari motivasi, yaitu upaya, tujuan organisasi, dan kebutuhan. Jadi

motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi. Motivasi muncul

dari dalam diri manusia karena dorongan oleh adanya unsur suatu tujuan. Tujuan ini

menyangkut soal kebutuhan dapat dikatakan bahwa tidak akan ada suatu motivasi apabila

tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan (Mahardhika dkk, 2013).

Dalam hal ini manusia mempunyai kecenderungan seperti yang diungkapkan oleh

Mc. Gregor dalam Gomes (2003:192) bahwa manusia seperti teori X dan teori Y. Teori X

yang pada dasarnya menyatakan bahwa manusia cenderung berperilaku negatif,

sedangkan teori Y pada dasarnya manusia cenderung berperilaku positif, maka perlu

adanya motivasi terhadap karyawannya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

manajer harus dapat memahami karakteristik karyawannya sebelum memberikan

motivasi kepada para karyawannya. Dengan demikian manajer dapat memotivasi

karyawannya dengan melihat karakteristik karyawannya yang satu dengan yang lain

berbeda cara memotivasinya.

Oleh karena, itu untuk mencapai kinerja yang diharapkan perusahaan dibutuhkan

motivasi pada karyawan. Dengan adanya motivasi dan penilaian kinerja, tujuan

organisasi dapat tercapai serta tercapai pula tujuan pribadi. Pemberian motivasi kepada

seseorang merupakan suatu mata rantai yang dimulai dari kebutuhan,menimbulkan

keinginan, menimbulkan tindakan, dan menghasilkan keputusan. Dari berbagai tahapan

pemberian motivasi, faktor utama yaitu kebutuhan dan pengarahan perilaku. Pemberian

motivasi haruslah diarahkan untuk pencapaian tujuan organaisasi. Hanya dengan

kejelasan tujuan maka semua personal yang terlibat dalam organisasi dapat dengan

mudah memahami dan melaksanakannya.

Kinerja karyawan merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan. Hal ini

menunjukkan bahwa seseorang dapat termotivasi, akan tetapi motivasi ini tidak akan

membawa kinerja menjadi lebih baik dengan sendirinya, kecuali kalau orang tersebut

juga memiliki kemampuan untuk melakukan tugas yang diberikan. Dengan kata lain,

apabila kemampuan diri seorang pekerja tinggi akan tetapi pekerja tersebut tidak

termotivasi dengan baik, maka nilai kinerjanya akan rendah (Ejere, 2010 dalam Setiawan,

Page 42: Tesis Proposal Edit 2

42

2011). Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimba (2010), Afzal (2010) dan

Manolopoulos (2008) dalam Setiawan (2011) menunjukkan adanya pengaruh positif dari

motivasi intrinsik terhadap kinerja.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis tiga sebagai berikut :

H3 : Motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

2.2.4 Rotasi Pekerjaan dan Kinerja Karyawan

Rotasi kerja, sebagai topik yang merupakan bagian dari literatur sumber daya

manusia, telah diterima sebagai metode yang efektif untuk mengembangkan keterampilan

dan memberikan motivasi intrinsik. Meskipun karyawan dipindahkan dari satu tugas yang

lain untuk jangka waktu tertentu, manfaat yang diperoleh karyawan cukup tinggi

(Kaymaz, 2010). Menurut bukti empiris, terdapat pengaruh positif antara rotasi terhadap

penggunaan teknologi baru. Percobaan yang dilakuan oleh Gittleman et al. (1998), dalam

Ortega (2001), menunjukkan bahwa kemungkinanan perusahaan menerapkan rotasi kerja

hanya besar 9,6% pada perusahaan yang tidak menggunakan teknologi baru. Pada

peruusahaan yang menggunakan teknologi baru, selama beberapa kali dalam setahun,

memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menerapkan rotasi kerja di perusahaan

tersebut sebesar 22,3%.

Sebagai bagian dari proses pembelajaran karyawan, perusahaan dapat menerapkan

rotasi untuk mengetahui lebih banyak aktivitas yang dilakukan oleh karyawan.

Perusahaan dapat merotasi karyawan “junior” lebih sering dibandingkan dengan

karyawan “senior”, karena masih banyak hal-hal yang perlu diketahui dan dipelajari oleh

karyawan “junior” tersebut (Ortega, 2001). Dilaksanakannya rotasi pekerjaan tersebut

memungkinkan karyawan untuk mengembankan relasi, dan mempermudah pelaksanaan

kounikasi internal dan eksternal antar departemen. Karyawan yang lebih dekat dalam

lingkungan sosialnya akan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul

selama proses berlangsung dengan mudah. Hal ini akan menciptakan lingkungan kerja

yang tenang sehingga memotivasi karyawan untuk melaksanakan pekerjaan (Morris,

1956, dalam Kaymaz, 2010).

Page 43: Tesis Proposal Edit 2

43

Hasil penelitian lebih lanjut mengenai rotasi pekerjaan dan kinerja juga

ditunjukkan oleh Kaymaz (2010). Menurut penelitian yang dilakukannya pada organisasi

otomotif, hasil interview dengan tieap manager sumber daya manusia pada berbagai

perusahaan menunjukkan bahwa rotasi pekerjaan memberikan motivasi dalam

melaksanakan pekerjaan. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Gomez & Lorente (2004)

dan Adomi (2006) dalam Kaymaz (2010) menunjukkan adanya pengaruh positif dari

rotasi pekerjaan terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis empat sebagai berikut :

H4 : Rotasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

2.2.5 Kecerdasan Emosional dan Kinerja Karyawan

Patton (dalam Setiyawan, 2005) memberi definisi mengenai kecerdasan emosional

adalah kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan

membangun produktif dan meraih keberhasilan. Menggunakan emosi secara efektif

individu akan lebih bertanggung jawab, lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas,

tidak impulsif, lebih bisa mengendalikan diri yang pada akhirnya dapat meningkatkan

kinerja.

Goleman (1997), menyatakan bah-wa kecerdasan emosi yang ada pada seseorang

adalah mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan, serta kemam-puan untuk

memotivasi diri sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Salovey (dalm Goleman, 1999),

bila seseorang dapat memotivasi diri sendiri memungkinkan kinerja yang tinggi dalam

segala bidang. Di sisi lain bahwa individu yang mempunyai ketrampilan kecerdasan

emosi yang lebih produktif dan efektif dalam hal apapun akan menghasilkan kinerja yang

lebih baik.

Kecerdasan emosi menentukan po-tensi individu untuk mempelajari kete-rampilan

praktis yang didasarkan pada lima unsur yaitu kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri,

empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Kecakapan emosi

adalah kecakapan hasil belajar yang didasarkan pada kecer-dasan emosi dan karena itu

menghasilkan kinerja menonjol dalam pekerjaan. Inti kecakapan ini adalah dua

kemampuan yaitu empati, yang melibatkan kemam-puan membaca perasaan orang lain;

dan ketrampilan sosial, yang berarti mampu mengelola perasaan orang lain dengan baik.

Page 44: Tesis Proposal Edit 2

44

Menurut Cooper dan Sawaf (1999), berbagai penelitian membuktikan bahwa

kecerdasan emosional menyumbang per-sentase yang lebih besar dalam kemajuan dan

keberhasilan masa depan seseorang, dibandingkan dengan kecerdasan intelek-tual yang

biasanya diukur dengan Intelligent Quotient (IQ). Penelitian yang dilakukan oleh Yen,

Tjahjoanggoro dan Atmadji (2003) tentang hubungan kecer-dasan emosional dengan

prestasi kerja Multi Level Marketing, menghasilkan kesimpulan bahwa ada hubungan

positif dan signifikan antara kecerdasan emosi-onal dan prestasi kerja Multi Level Mar-

keting. Artinya, semakin tinggi kecer-dasan emosional, maka semakin tinggi prestasi

kerja distributor tersebut dan sebaliknya.

Kecerdasan emosional bekerja seca-ra sinergi dengan keterampilan kognitif, orang

yang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Tanpa adanya kecerdasan emosional maka

orang tidak akan mampu menggunakan keterampilan kognitif mereka sesuai dengan

potensinya yang maksimal. Hal ini sesuai seperti yang diungkapkan oleh Shapiro (1997)

bahwa kecerdasan emosional akan memengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi

permasalahan yang muncul pada diri sendiri termasuk dalam permasalahan kerja.

Kecerdasan emosional lebih me-mungkinkan seorang karyawan mencapai tujuannya.

Kesadaran diri, penguasaan diri, empati dan kemampuan sosial yang baik merupakan

kemampuan yang sangat mendukung karyawan didalam pekerjaan-nya yang penuh

tantangan serta persai-ngan diantara rekan kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa

kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh setiap karyawan untuk meningkatkan

kinerjanya.

Adanya kecerdasan emosional yang tinggi, individu akan memiliki kestabilan

emosi. Kestabilan merupakan kemam-puan individu dalam memberikan respon yang

memuaskan dan kemampuan dalam mengendalikan emosinya sehingga men-capai suatu

kematangan perilaku. Sese-orang yang memiliki kestabilan emosi akan mempunyai

penyesuaian diri yang baik, mampu menghadapi kesukaran dengan cara obyektif serta

menikmati kehidupan yang stabil, tenang, merasa se-nang, tertarik untuk bekerja dan ber-

prestasi, mampu memotivasi diri terhadap kritik, tidak melebih-lebihkan kesenangan

ataupun kesusahan sehingga ia dapat mengelola kebutuhan-kebutuhan primitif yang lebih

banyak dipengaruhi emosi belaka..

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis lima sebagai berikut :

Page 45: Tesis Proposal Edit 2

45

H5 :Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dijadikan sebagai dasar pedoman dalam penyusunan

penelitian ini. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya sekaligus dijadikan sebagai dasar untuk perbandingan

dan gambaran yang dapat mendukung proses kegiatan penelitian berikutnya. Pada

penelitian yang terdahulu rotasi pekerjaan berpengaruh terhadap motivasi intrinsik tetapi

tidak dapat dibuktikan secara empiris. Hal ini menunjukkan bahwa rotasi kerja bukan

satu-satunya faktor yang dapat meningkatkan motivasi intrinsik mereka. Pada penelitian

terdahulu masih memiliki keterbatasan. Dimana besarnya pengaruh total antara rotasi

pekerjaan terhadap kinerja karyawan masih kecil (16,9%). Besarnya pengaruh yang kecil

tersebut disebabkan karena jumlah sampel yang diteliti kecil yaitu 63 orang sehingga

kurang dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian. Hasil

penelitian terdahulu mendapatkan bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Faktor kecerdasan emosional ini

merupakan faktor yang paling menonjol dan mempunyai koefisien paling tinggi diantara

kecerdasan yang lain dalam mempengaruhi kinerja karyawan. Kecerdasan emosional

yang lebih besar dalam diri pegawai akan meningkatkan kinerja karyawan.

2.4 Kerangka Pikir dan Hipotesis

Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu, seseorang harus memiliki

kecerdasan emosional dan variasi rotasi pekerjaan yang tinggi agar dia dapat mempunyai

motivasi yang tinggi dalam bekerja. Apabila kecerdasan emosional berfungsi secara

efektif maka, seorang pekerja akan dapat menampilkan hasil kerjanya menonjol. Hal ini

dapat ditampilkan sebagai pemikiran teoritis sebagai berikut :

Page 46: Tesis Proposal Edit 2

46

2.5 Hipotesis

Berdasarkan model penelitian yang dikembangkan maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian, yaitu :

H1 : Rotasi pekerjaan berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik

H2 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik

H3 : motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

H4 : Rotasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

H5 :Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

2.6 Definisi Operasional dan Indikator Variabel Penelitian

Secara keseluruhan, penentuan atribut dan indikator dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

2.6.1 Rotasi Pekerjaan

Definisi operasional dari rotasi pekerjaan adalah proses memindahkan individu secara

periodik dari satu peran kerja ke peran kerja yang lain. Rotasi pekerjaan dalam penelitian

ini diukur dengan menggunakan tiga indikator yang dikembangkan dari Campion et al

Rotasi Pekerjaan

Kinerja Karyawan

Kompetensi

Kecerdasan Emosional

Motivasi Intrinsik

Page 47: Tesis Proposal Edit 2

47

(1994), yaitu : (1) ketertarikan terhadap rotasi, (2) keragaman pekerjaan dan (3) periode

waktu pelaksanaan rotasi.

Gambar 2.1

Indikator Variabel Rotasi Pekerjaan

Keterangan :

X1 = Ketertarikan terhadap rotasi

X2 = Keragaman pekerjaan

X3 = Waktu rotasi

2.6.2 Kecerdasan Emosional

Variabel kecerdasan emosional dibentuk dari lima indikator, yaitu : mudah

diakses, promosi dan bahasa yang sesuai seperti tampak pada gambar berikut ini :

Gambar 2.2

Model dari Variabel Kecerdasan Emosional

X3

X2

X1

Rotasi Pekerjaan

X4

X5

Kecerdasan

Emosional

Page 48: Tesis Proposal Edit 2

48

Keterangan :

X4 : percaya diri

X5 : Pengendalian diri

X6 : Memenuhi harapan

X7 : Kontribusi

X8 : Memainkan peran

2.6.3 motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif–motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Suwatno, 2011:175). Variabel Motivasi Intrinsik diukur dengan indikator yang terdapat dalam teori Hezberg (1966), yaitu: a) Keberhasilan, b) Pengakuan atau penghargaan, c) Pekerjaan itu sendiri, d) Tanggung Jawab, e) Peluang untuk berkembang.

Gambar 2.3

Indikator Motivasi Intrinsik

X6

X7

X8

X9

X10

X11Motivasi Intrinsik

Page 49: Tesis Proposal Edit 2

49

Keterangan :

X9 = keberhasilan

X10 = pengakuan atau penghargaan

X11 = pekerjaan

X12 = tanggung jawab

X13 = peluang untuk berkembang

2.6.4 Kinerja Karyawan

Definisi operasional dari kinerja karyawan adalah hasil yang telah dicapai dari

yang telah dilakukan, dikerjakan seseorang dalam melaksanakan kerja atau tugas.

Variabel kinerja kryawan dalam penelitian ini diukur oleh enam indikator yang

dikembangkan oleh Tsui et al (1997), dimana penilaian kinerja sumber daya manusia

diteliti berdasarkan perilaku yang spesifik dengan menggunakan delapan kriteria ysitu (1)

kuantitas kerja karyawan, (2) kualitas kerja karyawan, (3) efisiensi karyawan, (4) standar

kualitas karyawan, (5) usaha karyawan, (6) kemampuan karyawan terhadap pekerjaan

inti, (7) ketepatan karyawan dan (8) pengetahuan karyawan.

Gambar 2.4

Model dari Variabel Kinerja Karyawan

X12

X13

X14

X15

X16

Kinerja

KaryawanX17

Page 50: Tesis Proposal Edit 2

50

Keterangan :

X14 = kuantitas kerja karyawan

X15 = kualitas kerja karyawan

X16 = efisiensi karyawan

X17 = standar kualitas karyawan

X18 = usaha karyawan

X19 = kemampuan karyawan terhadap pekerjaan inti

X20 = ketepatan karyawan

X21 = pengetahuan karyawan

X18

X19

X20

X21

Page 51: Tesis Proposal Edit 2

51

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam tipe desain penelitian kausal yaitu untuk

mengidentifikasi hubungan sebab dan akibat antar variabel dan peneliti mencari tipe

sesungguhnya dari fakta untuk membantu memahami dan memprediksi hubungan

(Zikmund dalam Ferdinand, 2006). Permasalahan yang ditampilkan dalam penelitian ini

merupakan permasalahan yang dianjurkan oleh para peneliti terdahulu, yang

membutuhkan dukungan untuk fakta yang terbaru.

Penelitian terdahulu akan membantu untuk merumuskan dan mengidentifikasi

permasalahan untuk penelitian ini. Selanjutnya telaah pustaka dari penelitian - penelitian

terdahulu digunakan untuk menjelaskan analisis permasalahan, melakukan pemahaman

dasar pada teori dan hasil penelitian terdahulu, untuk kemudian mengungkapkan hipotesis

yang akan di uji. Kemudian dikembangkan suatu bentuk model penelitian yang bertujuan

untuk menguji hipotesis penelitian yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Dari

model penelitian yang telah dikembangkan ini, diharapkan akan menjelaskan hubungan

Page 52: Tesis Proposal Edit 2

52

antar variabel sekaligus membuat suatu implikasi yang dapat digunakan untuk peramalan

atau prediksi.

3.2 Populasi Penelitian

Populasi merupakan kumpulan individu atau obyek penelitian yang memiliki

kualitas serta ciri - ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri - ciri tersebut,

populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu atau obyek pengamat yang

minimal memiliki satu persamaan karakteristik (Cooper dan Emory, 1995). Adapun

populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Semarang yang berjumlah seratus orang. Penelitian ini menggunakan metode sensus,

yaitu menggunakan semua populasi sebagai responden penelitian.

3.3 Jenis Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data subyek, karena

data penelitian ini adalah berupa opini, sikap dari perawat Rumah Sakit Islam Sultan

Agung Semarang yang menjadi subyek penelitian atau responden. Sedangkan sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, karena data yang didapat

penelitian ini berasal dari sumber pertama, yang berupa hasil wawancara atau hasil

pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responde. Kuesioner pertanyaan tertutup

penelitian ini menggunakan skala 1-5.

3.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kemudian akan diolah dengan

menggunakan program SPSS for Windows 17. Untuk mendapat data yang akurat dan

dapat dipertanggungjawabkan, maka sebelumnya kuesioner yang dipakai akan diuji

terlebih dahulu reliabilitas dan validitasnya.

3.5 Pengujian Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas

Page 53: Tesis Proposal Edit 2

53

Uji validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dapat mengukur suatu konstruk. Faktor analisis dipergunakan dalam pengujian validitas

karena alat analisis ini merupakan salah satu metode statistik multivariat yang bertujuan

untuk meringkas atau mengurangi data (variabel) yang akan diperlakukan dalam analisis.

Faktor analisis dapat digunakan untuk menentukan pola hubungan yang mendasari

sejumlah variabel dan menentukan apakah informasi dapat diringkas dalam sejumlah

faktor yang lebih kecil. Item kuesioner dapat dikatakan valid sebagai instrumen penelitian

apabila menghasilkan KMO lebih dari 0,5 dan loading factor (component matrix) lebih

dari 0,4.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrumen yang

digunakan mempunyai reliabilitas yang baik atau tidak. Reliabilitas adalah istilah yang

dipakai untuk menunjukkan sejauh mana pengukuran relatif konsisten apabila

pengukurannya diulang dua kali atau lebih. Instrumen dikatakan mempunyai reliabilitas

bila instrumen itu cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data

(Suharsimi Arikunto, 1991). Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini digunakan

rumus Alpha Cronbach. Butir tes mempunyai reliabilitas baik, jika Alpha Cronbach lebih

besar dari 0,6 (Sutrisno Hadi, 1994).

3. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik digunakan untuk mengetahui kondisi data yang ada agar

dapat menentukan model analisis yang paling tepat. Data yang digunakan sebagai model

regresi berganda dalam menguji hipotesis nanti harus menghindari kemungkinan

terjadinya penyimpangan asumsi klasik. Dalam penelitian ini, asumsi klasik yang

dianggap penting adalah (Gujarati, 1995) :

a. Memiliki distribusi normal

b. Tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen

c. Tidak terjadi heterokedastisitas atau varian variabel pengganggu yang konstan

(homoskedastisitas)

Page 54: Tesis Proposal Edit 2

54

d. Tidak terjadi autokorelasi antar residual setiap variabel independen

1) Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel

dependen dan variabel independen memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi

yang baik adalah yang memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal

(Santoso, 2000). Penelitian ini melakukan uji normalitas melalui dua cara yaitu :

a) Analisis grafik

Pedoman untuk melihat normalitas model regresi dengan menggunakan grafik baik

secara normal plot maupun histogram adalah sebagai berikut :

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau

garis histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tersebut

memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis

diagonal, atau grafik histogramnya tidak menunjukkan pola distribusi normal maka

model regresi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.

b) Uji Kolmogorov-Smirnov

Jika nilai Kolmogorov-Smirnov Z tidak signifikan maka semua data yang ada tidak

terdistribusi secara normal.

2) Multikolinearitas

Multikolinearitas mempunyai arti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti

antara beberapa atau semua variabel independen dalam model regresi. Adanya

multikolinearitas dalam model persamaan regresi yang digunakan akan mengakibatkan

ketidaktepatan estimasi sehingga mengarah pada kesimpulan yang menerima hipotesis

nol. Hal ini menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak signifikan dan standar deviasi

sangat sensitif terhadap perubahan (Gujarati, 1995).

3) Heterokedastisitas

Page 55: Tesis Proposal Edit 2

55

Heteroskedastisitas adalah adanya varian yang berbeda yang dapat membiaskan hasil

yang telah dihitung. Konsekuensi yang timbul adalah adanya formula ordinary least

square akan menaksir terlalu rendah varian yang sesunguhnya. Uji heteroskedastisitas

digunakan untuk menguji apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari

residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual suatu

pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka hal tersebut diebut homoskedastisitas

dan jika berbeda disebut heteroskedastistas. Model regresi yang baik adalah yang bersifat

homoskedastisitas atau dengan kata lain tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.6 Teknik Analisis Data

1. Analsis Regresi Linier Berganda

Untuk mengetahui pengaruh variabel kecerdasan emosional dan rotasi kerja terhadap

motivasi dalam meningkatkan kinerja perawat Rumah Sakit Islam Sultan Agung

digunakan analisis regresi berganda karena data pengamatan terdiri dari beberapa

variabel bebas (independent variabel), yang mana estimasi persamaannya ditujukan untuk

menggambar suatu pola, hubungan/fungsi yang ada di antara variabel-variabel tersebut.

Model dan persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut (Gujarati, 1995) :

Y = biX1 + b2X2

Keterangan :

b = koefisien regresi

e = error

X1 = variabel rotasi pekerjaan (variabel independen)

X2 = variabel kecerdasan emosional(variabel independen)

Y = kinerja karyawan (variabel dependen)

2. Uii t

Page 56: Tesis Proposal Edit 2

56

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi yng dihasilkan dari

masing-masing variabel bebas signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Dalam

penelitian ini digunakan uji dua sisi taraf signifikasi 5% dengan menggunakan program

statistik SPSS for windows 13. Pengambilan kputusan untuk menerima atau menolak

hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.

Bila nilai t_test > t_tabel atau -t_test<-t_test tabel, maka hipotesis didukung atau

diterima

Bila nilai t_test < t_tabel atau -t_test>-t_test tabel, maka hipotesis tidak didukung

atau tidak diterima

3. Koefisien Determinasi R2

Koefisien determinasi (Adjusted R Square) digunakan untuk melihat kemampuan

variabel bebas dalam memerangkan variabel terikat dan proporsi variasi dari variabel

terikat yang diterangkan oleh variasi dari variabel - variabel bebasnya. Jika R2 yang

diperoleh dari hasil perhitungan menunjukkan semakin besar (mendekati satu), maka

dapat dikatakan bahwa sumbangan dari variabel bebas terhadap variasi variabel terikat

semakin besar. Hal ini berarti model yang digunakan semakin besar untuk menerangkan

variabel terikatnya.

Page 57: Tesis Proposal Edit 2

57

DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, A. 2011. Analisis Pengaruh Rotasi Pekerjaan Terhadap Kinerja Karyawan

Dengan motivasi intrinsik Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada CV Sempurna

Boga Makmur Semarang). Tesis. Semarang : Program Studi Magister Manajemen

Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro

Jachja, D.R. 2012. Analisis Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual dan

Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Karyawan (Studi di PT. Multiguna

International Persada). Tesis. Semarang : Program Studi Magister Manajemen

Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro

Indarningtyas, D. 2015. Efikasi Diri dan Kecerdasan Emosional Sebagai Variabel

Mediasi Pengaruh Antara Kepribadian Conscientinousness Terhadap Kinerja

Individu. Tesis. Semarang : Program Studi Magister Manajemen Pasca Sarjana

Universitas Dipenogoro

Page 58: Tesis Proposal Edit 2

58

Hamid, S. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjutan Edisi 1. Yogyakarta :

CV.Budi Utama : Hal 38-40

Agustian, Ary Ginanjar. 2002. Rahasia Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual:

Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun

Islam. Jakarta: Arga.

Cooper, Robert K. dan Ayman Sawaf. 2001. Executive EQ: Kecerdasan Emosional

dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Novarina, 2008, “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan motivasi intrinsik Di

PT. Timur Jaya Prestasi Jakarta”. Tesis, Jakarta : Unika Atmajaya

Mahardhika,R. Hamid, D. Ruhana, I. 2010. Pengaruh motivasi intrinsik Terhadap Kinerja

Karyawan (Survei Karyawan Pada PT. Axa Financial Indonesia Sales Office

Malang) . Malang : Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang

Agustin, Fidya, W; 2012.Pengaruh motivasi intrinsik Terhadap Prestasi Kerja pada PT.

Hero Sakti Motor Gemilang Malang Jawa Timur. Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya

Bestari, Muhammad, P; 2011.Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi

Kerja pada PT. Indosat, Tbk Cabang Malang. Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis

Universitas Brawijaya Malang